BAB V PEMBAHASAN. A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan. 1 tahun masing-masing adalah sebanyak 15 responden (50%), sehingga total

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V PEMBAHASAN. A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan. 1 tahun masing-masing adalah sebanyak 15 responden (50%), sehingga total"

Transkripsi

1 BAB V PEMBAHASAN A. Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan Dalam penelitian ini, peneliti membagi responden menjadi 2 bagian yang sama dalam hal lama penggunaan KB IUD. Lama penggunaan <1 tahun dan 1 tahun masing-masing adalah sebanyak 15 responden (50%), sehingga total jumlah responden adalah sebanyak 30 responden. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk lebih mengetahui perbedaan lama penggunaan IUD dengan kejadian keputihan yang ditimbulkan. Sebanyak 30 akseptor KB IUD yang menjadi responden penelitian merupakan wanita usia reproduksi yaitu tahun. Usia reproduksi merupakan usia yang paling baik dalam kehamilan dan persalinan, sehingga banyak wanita yang menggunakan alat kontrasepsi untuk mengatur jarak kehamilan dan persalinan. Salah satu alat kontrasepsi yang sering digunakan adalah IUD. Efek samping yang sering ditimbulkan dari penggunaan IUD salah satunya adalah keputihan. Wanita yang umum mengalami keputihan adalah wanita usia tahun ( Khamees, 2012). Hasil penelitian dari Samini (2001) bahwa ada hubungan antara umur terhadap kejadian kandidiasis vaginalis dan kelompok yang berisiko adalah kelompok umur tahun. Kandidiasis vaginalis merupakan infeksi vagina yang disebabkan oleh Candida sp. terutama C. albicans, infeksi Candida terjadi karena perubahan kondisi vagina, hal ini sama dengan kejadian keputihan yang disebabkan oleh 31

2 32 suatu kondisi dimana cairan yang berlebihan keluar dari vagina, penyebabnya jamur candida albicans (Shadine, 2012). Usia tahun merupakan kelompok Pasangan Usia Subur (PUS) yang merupakan sasaran langsung untuk mewujudkan Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) (Hartanto, 2004). Pada tabel 4.1 mengenai distribusi frekuensi berdasarkan paritas atau jumlah anak menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai 2 anak, yaitu sebanyak 21 responden (70%). Berdasarkan penelitian Wahyuningsih dan Mulyani (2014) bahwa sebagian besar responden yang memiliki paritas 3 kali lebih berisiko mengalami lesi prakanker serviks dibanding dengan responden yang memiliki paritas <3 kali. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan kejadian lesi prakanker serviks (p<0.05). Penelitian Setyarini (2009) yang menyatakan bahwa 80% kasus kanker serviks terjadi pada perempuan yang memiliki paritas >3 kali meningkatkan risiko kanker serviks sebesar 5.5 kali lebih besar. Kanker serviks merupakan masalah kesehatan reproduksi wanita atau salah satu penyakit yang dialami wanita. Keputihan yang tidak diobati akan mengakibatkan infeksi dan terjadinya kanker leher rahim (Shadine, 2012). Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa usia reproduksi dan jumlah paritas dapat mempengaruhi munculnya keluhan keputihan pada akseptor KB IUD. Selain faktor umur, kejadian keputihan juga dapat dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Berdasarkan tabel 4.1 mengenai tingkat pendidikan responden dapat diketahui bahwa responden sebagian besar berpendidikan menengah

3 33 yaitu sebanyak 23 responden (76.6%). Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan seperti perawatan organ genetalia (Wawan dan Dewi, 2011). Menurut penelitian Hidayati dkk (2010), menyimpulkan bahwa ada hubungan antara personal hygiene perineal pada wanita usia subur dengan kejadian keputihan. Perawatan organ genetalia sangatlah penting, karena salah satu faktor penyebab terjadinya keputihan adalah personal hygiene. Pada tabel 4.1 mengenai distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan didapatkan bahwa sebagian besar responden tidak bekerja (IRT) yaitu sebanyak 14 responden (46.6%). Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga akan menyita banyak tenaga sehingga dapat menimbulkan stress. Menurut Andrews (2009) stress merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan keputihan fisiologis selain penggunaan KB IUD. B. Hubungan Lama Penggunaan KB IUD dan Kejadian Keputihan pada akseptor KB IUD Tabel 4.4 menunjukkan bahwa terdapat 4 responden (26.6%) mengalami keputihan dan 11 responden (73.3%) tidak mengalami keputihan dengan lama

4 34 penggunaan <1 tahun. Berdasarkan hasil penelitian 11 responden yang tidak mengalami keluhan pengeluaran cairan dari saluran kelamin ini dikarenakan beberapa faktor diantaranya selalu menjaga kebersihan vaginanya dengan baik dan melakukan pencegahan keputihan yang lain seperti tidak memakai celana dalam yang ketat dan tidak menggunakan pembersih vagina secara berlebihan. Hasil tabulasi silang pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebanyak 4 responden dengan lama penggunaan kontrasepsi KB IUD <1 tahun mengalami keputihan (26.6%). Berdasarkan hasil penelitian responden yang mengalami keputihan ini dikarenakan kurang menjaga kebersihan vagina dengan baik dan kurang melakukan tindakan pencegahan keputihan. Hal ini disebabkan karena Puskesmas Ngoresan belum menetapkan SOP (Standart Operational Prosedur) dalam pemberian konseling mengenai efek samping KB IUD terutama keputihan kepada calon akseptor. Akseptor dengan lama penggunaan 1 tahun yang mengalami keluhan keputihan yaitu sebanyak 14 responden (93.3%) dan 1 responden (6.67%) tidak mengalami keputihan. Sebagian besar responden mengalami keluhan keluarnya cairan dari vagina yang semakin banyak dan menyebabkan keputihan setelah pemakaian KB IUD. Selain mengeluarkan hormon, KB IUD juga menebalkan lendir serviks (Hidayati, 2011). Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), dapat menimbulkan terjadinya reaksi terhadap benda asing dan memicu pertumbuhan jamur kandida yang semula saprofit menjadi patogen sehingga terjadi kandidiasis vagina dengan gejala timbulnya keputihan yang berlebihan (Bimantara, 2000 dalam Darmani, 2003). Hal ini

5 35 diperkuat dengan teori Mayangsari (2011) yang menyebutkan bahwa akseptor kontrasepsi KB IUD yang menggunakan KB IUD lebih lama akan lebih berisiko mengalami leukorea lebih besar. Terdapat 1 responden (6.67%) yang tidak mengalami keputihan dengan lama penggunaan 1 tahun. Hal ini dikarenakan meskipun akseptor telah lama menggunakan KB IUD, namun akseptor rajin melakukan kunjungan ulang, satu bulan paska pemasangan, tiga bulan kemudian, setiap enam bulan berikutnya dan satu tahun sekali (Handayani, 2010). Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa lamanya penggunaan KB IUD mempengaruhi terjadinya keluhan keputihan. Hasil penelitian tersebut dikuatkan dengan hasil analisis bahwa signifikansi lambda yang dihasilkan adalah (p<0.05) dan nilai r menunjukkan dengan demikian ada hubungan yang bermakna antara lamanya penggunaan KB IUD dengan kejadian keputihan pada akseptor IUD. Keeratan hubungan yang dihasilkan adalah kuat. Berdasarkan hasil analisis tersebut maka Ho diterima. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Darmani 2003, yang berjudul Hubungan Antara Pemakaian AKDR dengan Kandidiasis Vagina di RSUP Dr. Pringadi Medan, menunjukkan hasil (p<0.05) artinya ada hubungan bermakna antara pemakaian AKDR dengan kandidiasis vagina. Menurut (Andrews, 2009), penggunaan AKDR merupakan faktor predisposisi terjadinya keputihan. Faktor-faktor yang menyebabkan keputihan fisiologis selain penggunaan KB IUD yaitu siklus haid, metode kontrasepsi pil, hasrat seksual, kehamilan dan stress serta faktor penyebab keputihan patologis selain

6 36 penggunaan KB IUD yaitu infeksi (virus, jamur, dan bakteri), konsumsi antibiotik, penggunaan celana dalam yang ketat dan penggunaan pembersih vagina secara berlebih (Andrews, 2009). Berdasarkan hasil penelitian akseptor yang tidak mengalami keluhan keputihan dikarenakan selalu menjaga kebersihan vaginanya dengan baik dan melakukan pencegahan keputihan yang lain seperti tidak memakai celana dalam yang ketat, tidak menggunakan pembersih vagina secara berlebihan, tidak mengalami stress, tidak mengalami infeksi vagina, dan tidak mengonsumsi obat antibiotik. Akseptor rajin melakukan kunjungan ulang, satu bulan paska pemasangan, tiga bulan kemudian, setiap enam bulan berikutnya, dan satu tahun sekali (Handayani, 2010). Semua hal tersebut dapat mencegah munculnya keputihan, sehingga akseptor KB IUD tidak mengalami keluhan keputihan. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat (Glasier et al, 2005) bahwa rabas cair atau keputihan sering terjadi pada para pemakai AKDR, keputihan lebih umum terjadi pada pemakai AKDR daripada wanita yang tidak memakai AKDR. Mekanisme kerja dari AKDR itu sendiri menurut (Handayani, 2010), akan menyebabkan lendir serviks menjadi kental/tebal karena pengaruh progestin, untuk jenis AKDR yang mengandung hormon progesteron. Hal ini sejalan dengan pendapat Bimantara dalam Darmani (2003) bahwa keputihan merupakan keluhan yang paling banyak ditemui pada kelompok pemakai AKDR. (Andrews, 2009) menjelaskan bahwa salah satu faktor pendorong

7 37 terjadinya keputihan adalah penggunaan AKDR, ini dikarenakan spora Candida residual diisolasi dari benang AKDR. Terdapat hubungan penggunaan jenis kontrasepsi hormonal dengan kejadian keputihan pada akseptor KB (P value = 0.012). Hal ini sejalan dengan penelitian Syahlani dkk (2013) bahwa ada hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kejadian keputihan di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman kota Banjarmasin. Kontrasepsi hormonal merupakan kontrasepsi dimana estrogen dan progesteron memberikan umpan balik terhadap kelenjar hipofisis melalui hipotalamus sehingga terjadi hambatan terhadap folikel dan proses ovulasi (Manuaba, 2010). Efek samping akibat kelebihan hormone estrogen, efek samping yang sering terjadi yaitu rasa mual, retensi cairan, sakit kepala, nyeri pada payudara, dan flour albus atau keputihan. Flour albus yang kadang-kadang ditemukan pada kontrasepsi hormonal dengan progesteronedalam dosis tinggi, disebabkan oleh meningkatnya infeksi dengan candida albicans (Wiknjosastro, 2007). Keputihan dapat dicegah dengan menjaga kebersihan genetalia, memilih pakaian dalam yang tepat, menghindari faktor risiko infeksi seperti bergantiganti pasangan seksual, serta pemeriksaan ginekologi secara teratur (Shadine, 2012). Lama pemakaian kontrasepsi IUD berhubungan dengan efek samping yang ditimbulkan. Menurut teori Sulistyawati (2013) terjadinya keputihan dalam menggunakan kontrasepsi hormonal disebabkan karena hormon progesteron mengubah flora dan ph vagina, sehingga jamur mudah tumbuh

8 38 dan menimbulkan keputihan. Pemakaian kontrasepsi dalam jangka panjang atau waktu yang lama akan menyebabkan dosis hormon progesteron menjadi lebih tinggi di dalam tubuh wanita yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal, dan hal ini akan menyebabkan wanita mengalami efek samping yang ditimbulkan hormon progesteron diantaranya adalah keputihan atau fluor albus. Keputihan atau rabas cair sering terjadi pada para pemakai kontrasepsi IUD. Hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran bagi wanita karena keputihan sering dianggap disebabkan oleh infeksi. Tenaga kesehatan perlu menjelaskan penyebab keputihan ini pada konseling sebelum pemasangan. Apabila terdapat infeksi anaerobik ringan, maka keputihan dapat mengganggu. Apabila banyak atau menetap, maka harus dilakukan apusan vagina dan endoserviks untuk menyingirkan infeksi. Vaginosis bakterial lebih umum terjadi pada para pemakai kontrasepsi IUD daripada wanita yang tidak memakai kontrasepsi IUD. Penyakit ini biasanya berespons terhadap pemberian singkat metronidazole oral tetapi sering kambuh. Wanita harus diberi informasi mengenai sifat infeksi dan diyakinkan bahwa penyakit ini tidak ditularkan melalui hubungan intim. Apabila timbul infeksi vagina simtomatik yang menetap atau berulang, maka IUD mungkin perlu dikeluarkan (Glasier (2005). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mayangsari (2011) yaitu hubungan lama pemakaian kontrasepsi IUD dengan kejadian leukorea patologis menunjukkan hasil adanya hubungan lama pemakaian kontrasepsi IUD dengan kejadian leukorea patologis pada akseptor KB IUD di Puskesmas

9 39 Klego II Kecamatan Klego Kabupaten Boyolali (akseptor kontrasepsi IUD yang menggunakan lebih dari 2 bulan lebih beresiko mengalami leukorea patologis lebih besar dibandingkan akseptor kontrasepsi IUD yang menggunakan kurang dari 2 bulan). Dalam penelitian Darmani (2003) yang berjudul hubungan antara pemakaian AKDR dengan kandidiasis vagina di RSUP Dr. Pringadi Medan didapatkan hasil terdapat hubungan bermakna antara riwayat timbulnya keputihan sesudah memakai AKDR dengan timbulnya kandidiasis vagina yang disebabkan oleh Candida albicans (p<0,05). Hal ini disebabkan karena adanya AKDR dapat memicu pertumbuhan jamur candida yang semula saprofit menjadi patogen sehingga menimbulkan kandidiasis vagina dengan gejala timbulnya keputihan yang berlebihan. C. Keterbatasan Penelitian Beberapa keterbatasan yang ada dalam penelitian ini antara lain : 1. Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam pelaksanaannya yaitu peneliti harus melakukan door to door untuk melakukan wawancara dengan responden sehingga penelitian ini membutuhkan waktu yang lama. 2. Dalam penelitian ini terdapat banyak faktor luar yang tidak dikendalikan dan tidak ikut diteliti, termasuk faktor-faktor yang dapat meningkatkan terjadinya keputihan antara lain: bahan celana dalam dari nilon, penggunaan air dan sabun mandi untuk douching, cara membilas dari arah dubur ke vagina, dan kondisi yang lembab setelah dibilas.

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada saluran reproduksi (Romauli&Vindari, 2012). Beberapa masalah

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada saluran reproduksi (Romauli&Vindari, 2012). Beberapa masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan alat-alat reproduksi berperan penting dalam menunjang terlaksananya fungsi reproduksi yang optimal pada wanita. Dengan alat reproduksi yang sehat, wanita

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. uji statistik hubungan antara pengetahuan tentang hygiene organ reproduksi

BAB V PEMBAHASAN. uji statistik hubungan antara pengetahuan tentang hygiene organ reproduksi BAB V PEMBAHASAN Hasil penelitian yang diperoleh meliputi karakteristik responden dan hasil uji statistik hubungan antara pengetahuan tentang hygiene organ reproduksi dengan kejadian keputihan pada akseptor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh tiga faktor utama yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), dan

BAB I PENDAHULUAN. oleh tiga faktor utama yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia berkisar antara 2,15% pertahun hingga 2,49% pertahun. Tingkat pertumbuhan penduduk seperti itu dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disertai rasa gatal yang hebat pada kemaluan % wanita di Indonesia. akseptor kontrasepsi Keluarga Berencana (KB).

BAB I PENDAHULUAN. disertai rasa gatal yang hebat pada kemaluan % wanita di Indonesia. akseptor kontrasepsi Keluarga Berencana (KB). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) merupakan infeksi pada vulva dan/atau vagina dikarenakan pertumbuhan yang tidak terkendali dari jamur Candida sp., terutama Candida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertama (1 kegagalan dalam kehamilan). Meskipun alat kontrasepsi

BAB I PENDAHULUAN. pertama (1 kegagalan dalam kehamilan). Meskipun alat kontrasepsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Metode kontrasepsi jangka panjang IUD (Intra Uterine Device) atau AKDR (Alat kontrasepsi Dalam Rahim) merupakan salah satu jenis alat kontrasepsi yang sangat populer

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan

BAB 1 PENDAHULUAN. jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kondisi normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan sekresi dari kelenjar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada keadaan fisiologis vagina dihuni oleh flora normal. Flora

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada keadaan fisiologis vagina dihuni oleh flora normal. Flora BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pada keadaan fisiologis vagina dihuni oleh flora normal. Flora normal tersebut antara lain Corynebacterium ( batang positif gram ), Staphylococcus ( kokus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan progesteron dalam ovarium. Menopause alami ditegakkan secara

BAB I PENDAHULUAN. dan progesteron dalam ovarium. Menopause alami ditegakkan secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menopause adalah periode menstruasi spontan yang terakhir pada seorang wanita. Periode ini terjadi karena adanya penurunan sekresi hormon estrogen dan progesteron dalam

Lebih terperinci

KERJA. Memenuhi Salah. Satu Syarat

KERJA. Memenuhi Salah. Satu Syarat HUBUNGAN PENGGUNAAN DAN LAMA PENGGUNAAN JENIS KONTRASEPSI HORMONAL DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA DI WILAYAH KERJA PUSKESMASS KARTASURA SUKOHARJO ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan berkembangnya berbagai metode kontrasepsi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja mengalami perkembangan fisiologis, psikososial, kognitif, moral dan perkembangan seksual. Perubahan fisiologis pada masa remaja merupakan hasil aktivitas

Lebih terperinci

Kata kunci: kontrasepsi hormonal, pengetahuan perawatan organ reproduksi, keputihan. Cairan tersebut bervariasi dalam PENDAHULUAN

Kata kunci: kontrasepsi hormonal, pengetahuan perawatan organ reproduksi, keputihan. Cairan tersebut bervariasi dalam PENDAHULUAN HUBUNGAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI HORMONAL DAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PERAWATAN ORGAN REPRODUKSI DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN Ahmad Syahlani 1, Dwi Sogi Sri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelamin) (Manuaba Ida Bagus Gde, 2009: 61). Wanita yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. kelamin) (Manuaba Ida Bagus Gde, 2009: 61). Wanita yang mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keputihan adalah cairan putih yang keluar dari liang senggama secara berlebihan. Keputihan dapat dibedakan dalam beberapa jenis diantaranya keputihan normal (fisiologis)

Lebih terperinci

KELUHAN KEPUTIHAN PADA AKSEPTOR KONTRASEPSI ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR)

KELUHAN KEPUTIHAN PADA AKSEPTOR KONTRASEPSI ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) KELUHAN KEPUTIHAN PADA AKSEPTOR KONTRASEPSI ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) Noor Yunida Triana 1), Adita Silvia Fitriani 2), Eko Badawi 3) 1 Program Studi Keperawatan D III STIKES Harapan Bangsa Purwokerto

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL Nikmatul Rifqiyah 1, Nilatul Izah 2 Email: izzah_naila@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal

BAB 1 PENDAHULUAN. secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut menjadi perhatian masyarakat secara umum dan individu secara khusus. Kesehatan reproduksi juga merupakan salah satu unsur

Lebih terperinci

Oleh : Duwi Basuki, Ayu Agustina Puspitasari STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto

Oleh : Duwi Basuki, Ayu Agustina Puspitasari STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto HASIL SKRINING METODE PEMERIKSAAN INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT (IVA) PADA WANITA USIA SUBUR DI PUSKESMAS BLOOTO DALAM UPAYA PENCEGAHAN KANKER CERVIKS KOTA MOJOKERTO ABSTRAK Oleh : Duwi Basuki, Ayu Agustina

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Badan kesehatan dunia World Health Organizationmemperkirakan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Badan kesehatan dunia World Health Organizationmemperkirakan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan kesehatan dunia World Health Organizationmemperkirakan bahwa setiap tahun terdapat kurang lebih 350 juta penderita baru Penyakit Menular Seksual di negara berkembang

Lebih terperinci

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF AKSEPTOR AKTIF IUD PADA NY R P2002 DENGAN EROSI PORTIO DI PUSKESMAS LAMONGAN TAHUN Ida Susila* Eka Junia Imawan**

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF AKSEPTOR AKTIF IUD PADA NY R P2002 DENGAN EROSI PORTIO DI PUSKESMAS LAMONGAN TAHUN Ida Susila* Eka Junia Imawan** ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF AKSEPTOR AKTIF IUD PADA NY R P2002 DENGAN EROSI PORTIO DI PUSKESMAS LAMONGAN TAHUN 2010 Ida Susila* Eka Junia Imawan** *Dosen Program Studi Diploma III Kebidanan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pap smear merupakan salah satu pemeriksaan skrining yang penting untuk mendeteksi adanya karsinoma serviks sejak dini. Pap smear sangat penting di Indonesia mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian tentang kesehatan reproduksi menunjukkan bahwa 75% wanita di dunia pasti mengalami keputihan paling tidak sekali seumur hidup dan 45% diantaranya dapat mengalami

Lebih terperinci

Faktor Risiko Kejadian Kandidiasis Vaginalis pada Akseptor KB

Faktor Risiko Kejadian Kandidiasis Vaginalis pada Akseptor KB Faktor Risiko Kejadian Kandidiasis Vaginalis pada Akseptor KB Wiki Anindita dan Santi Martini Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan,

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam segala hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemahaman masyarakat tentang seksualitas masih amat kurang sampai saat ini. Kurangnya pemahaman ini amat jelas yaitu dengan adanya berbagai ketidaktahuan yang

Lebih terperinci

Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang

Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang Yuli Irnawati 1, Vivi Nur Setyaningrum 2 1,2 DIII Kebidanan, Akbid

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fluor albus (leukorea, vaginal discharge, keputihan) adalah salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Fluor albus (leukorea, vaginal discharge, keputihan) adalah salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fluor albus (leukorea, vaginal discharge, keputihan) adalah salah satu gejala gangguan kesehatan yang dikeluhkan wanita (Prawirohardjo, 2008). Fluor albus adalah cairan

Lebih terperinci

Risna Triyani dan Ardiani S. Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali ABSTRAK

Risna Triyani dan Ardiani S. Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali   ABSTRAK HUBUNGAN PEMAKAIAN PEMBERSIH VAGINA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA REMAJA PUTRI Risna Triyani dan Ardiani S. Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali Email : Ardiani.sulistiani@yahoo.com ABSTRAK Salah satu

Lebih terperinci

KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN

KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN 2012 I. INFORMASI WAWANCARA Tanggal Wawancara.../.../... No. Urut Responden...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (Leukore/fluor albus) merupakan cairan yang keluar dari vagina.

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (Leukore/fluor albus) merupakan cairan yang keluar dari vagina. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputihan (Leukore/fluor albus) merupakan cairan yang keluar dari vagina. Dalam keadaan biasa, cairan ini tidak sampai keluar namun belum tentu bersifat patologis (berbahaya).

Lebih terperinci

UMUR DAN LAMA PEMAKAIAN KONTRASEPSI SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEJADIAN AMENORRHOE

UMUR DAN LAMA PEMAKAIAN KONTRASEPSI SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEJADIAN AMENORRHOE UMUR DAN LAMA PEMAKAIAN KONTRASEPSI SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEJADIAN AMENORRHOE Elisabeth Tiwi*, Arimina Hartati Pontoh* *Akademi Kebidanan Griya Husada, Jl. Dukuh Pakis Baru II no.110 Surabaya Email : admin@akbid-griyahusada.ac.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keputihan 1. Definisi keputihan Prawirdjoharjo (2007) menjelaskan, keputihan (disebut juga leukorea, white discharge, fluor albus) adalah nama gejala yang diberikan kepada

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAWATAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL IMAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG

HUBUNGAN PERAWATAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL IMAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG HUBUNGAN PERAWATAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AL IMAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG Anggun Mita Arismaya*, Ari Andayani **, Moneca Diah L *** Fakultas Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Leukorea atau keputihan (white discharge/flour albus) adalah gejala

BAB I PENDAHULUAN. Leukorea atau keputihan (white discharge/flour albus) adalah gejala 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Leukorea atau keputihan (white discharge/flour albus) adalah gejala yang sering kali dialami oleh para wanita, sewaktu ada cairan (bukan darah) yang keluar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Maharani, 2009). World Health Organization (WHO) (2014) mengatakan. terjadi di Negara berkembang dari pada Negara maju.

BAB I PENDAHULUAN. (Maharani, 2009). World Health Organization (WHO) (2014) mengatakan. terjadi di Negara berkembang dari pada Negara maju. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks adalah kanker yang terdapat di area antara pintu masuk rahim dan vagina. Kanker serviks muncul adanya pertumbuhan sel yang abnormal sehinggal menimbulkan

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN (FLUOR ALBUS) PADA REMAJA PUTRI Nurlaila*, Mardiana Z* *Dosen Jurusan Kebidanan Tanjungkarang Fluor albus dapat menimbulkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI BIDAN PRAKTEK SWASTA FITRI HANDAYANI CEMANI SUKOHARJO

HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI BIDAN PRAKTEK SWASTA FITRI HANDAYANI CEMANI SUKOHARJO HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI BIDAN PRAKTEK SWASTA FITRI HANDAYANI CEMANI SUKOHARJO Luluk Nur Fakhidah Dosen AKBID Mitra Husada Karanganyar Jl Achmad

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK AKSEPTOR NON AKDR TENTANG KONTRASEPSI AKDR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR BANJARMASIN

KARAKTERISTIK AKSEPTOR NON AKDR TENTANG KONTRASEPSI AKDR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR BANJARMASIN KARAKTERISTIK AKSEPTOR NON AKDR TENTANG KONTRASEPSI AKDR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR BANJARMASIN Dini Rahmayani 1, Ramalida Daulay 2, Erma Novianti 2 1 Program Studi S1 Keperawatan STIKES

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu kondisi sejahtera jasmani, rohani, dan sosial-ekonomi, bukan hanya bebas dari penyakit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Menurut dr. Sugi Suhandi, spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan RS Mitra Kemayoran Jakarta, keputihan (flour albus) adalah cairan yang berlebihan yang keluar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, seseorang paling tepat dan murah apabila tidak menunggu

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, seseorang paling tepat dan murah apabila tidak menunggu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar masyarakat, oleh karena itu setiap individu dituntut untuk menjaga kesehatannya. Dalam usaha menjaga kesehatan, seseorang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu masalah besar. berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu masalah besar. berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu masalah besar yang dihadapi oleh semua negara baik negara maju maupun negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH ILMU-ILMU KESEHATAN VOL. XIII NO. 3, DESEMBER 2015

JURNAL ILMIAH ILMU-ILMU KESEHATAN VOL. XIII NO. 3, DESEMBER 2015 ISSN 1693-7309 JURNAL ILMIAH ILMU-ILMU KESEHATAN VOL. XIII NO. 3, DESEMBER 2015 HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN RIWAYAT KELUARGA DENGAN PERILAKU MEROKOK PESERTA DIDIK LAKI-LAKI DI MTs NEGERI TAMBAK Sjamsul Huda

Lebih terperinci

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya Organ seksual pada wanita, seperti rahim, vagina, dan payudara, masing-masing mempunyai fungsi tersendiri. Kadangkala fungsi organ-organ tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 8 2.1 Kontrasepsi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa yang begitu penting dalam hidup manusia, karena pada masa tersebut terjadi proses awal kematangan organ reproduksi manusia yang disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. periode transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Dalam masa remaja ini

BAB I PENDAHULUAN. periode transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Dalam masa remaja ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa perkembangan manusia dan merupakan periode transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Dalam masa remaja ini terjadi pacu tumbuh (growth

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efek Samping Kontrasepsi IUD 2.1.1 Pengertian Efek Samping Pengertian efek samping adalah setiap efek yang tidak dikehendaki yang merugikan atau membahayakan pasien (adverse

Lebih terperinci

Dinamika Kesehatan, Vol. 2 No. 2 Desember 2016 Herawati, et. al., Hubungan Pekerjaan & Vulva...

Dinamika Kesehatan, Vol. 2 No. 2 Desember 2016 Herawati, et. al., Hubungan Pekerjaan & Vulva... Dinamika Kesehatan, Vol. 2 No. 2 Desember 2016 Herawati, et. al., Hubungan Pekerjaan & Vulva... HUBUNGAN PEKERJAAN DAN VULVA HYGIENE DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah di dunia yang sedang berkembang sudah terbukti dengan jelas, kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap mortalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Masa remaja merupakan masa seorang remaja harus memperhatikan kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya bagi remaja putri.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontrasepsi (Sulistyawati, 2012). 1) Metode kontrasepsi sederhana. 2) Metode kontrasepsi hormonal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontrasepsi (Sulistyawati, 2012). 1) Metode kontrasepsi sederhana. 2) Metode kontrasepsi hormonal 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Keluarga Berencana a. Pengertian Keluarga Berencana merupakan suatu usaha menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan menggunakan kontrasepsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan yang dalam istilah medis disebut fluor albus atau leucorrhoea

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan yang dalam istilah medis disebut fluor albus atau leucorrhoea BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputihan yang dalam istilah medis disebut fluor albus atau leucorrhoea merupakan cairan yang keluar dari vagina (Mansjoer, 2000:376). Keputihan dapat terjadi pada

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU HYGIENE ORGAN REPRODUKSI DENGAN KEJADIAN ABNORMAL FLUOR ALBUS PADA REMAJA PUTRI DI SMP N 17 SURAKARTA

HUBUNGAN PERILAKU HYGIENE ORGAN REPRODUKSI DENGAN KEJADIAN ABNORMAL FLUOR ALBUS PADA REMAJA PUTRI DI SMP N 17 SURAKARTA HUBUNGAN PERILAKU HYGIENE ORGAN REPRODUKSI DENGAN KEJADIAN ABNORMAL FLUOR ALBUS PADA REMAJA PUTRI DI SMP N 17 SURAKARTA Anindhita Yudha Cahyaningtyas* *Dosen Prodi D3 Kebidanan STIKes Mitra Husada Karanganyar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan

PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya penyakit yang harus diobati (Djuanda, Adhi. dkk, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. adanya penyakit yang harus diobati (Djuanda, Adhi. dkk, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputihan (fluor albus) merupakan gejala yang sangat sering dialami oleh sebagian besar wanita. Gangguan ini merupakan masalah kedua sesudah gangguan haid. Padahal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma baru Program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Emilia, 2010). Pada tahun 2003, WHO menyatakan bahwa kanker merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (Emilia, 2010). Pada tahun 2003, WHO menyatakan bahwa kanker merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks adalah kanker yang terdapat pada serviks atau leher rahim, yaitu area bagian bawah rahim yang menghubungkan rahim dengan vagina. (Emilia, 2010). Pada

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEKERJAAN DAN VULVA HYGIENE DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN

HUBUNGAN PEKERJAAN DAN VULVA HYGIENE DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN HUBUNGAN PEKERJAAN DAN VULVA HYGIENE DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN Husnul Khatimah 1, Dede Mahdiyah 1, Anita Herawati 1 1 AKBID Sari Mulia Banjarmasin *Korespondensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rahim yaitu adanya displasia/neoplasia intraepitel serviks (NIS). Penyakit kanker

BAB I PENDAHULUAN. rahim yaitu adanya displasia/neoplasia intraepitel serviks (NIS). Penyakit kanker BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker leher rahim merupakan penyakit keganasan yang terjadi pada leher rahim. Perjalanan penyakit ini didahului dengan kondisi lesi pra-kanker leher rahim yaitu adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) (1970, dalam Suratun, 2008)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) (1970, dalam Suratun, 2008) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO (World Health Organization) (1970, dalam Suratun, 2008) mengatakan bahwa program keluarga berencana merupakan suatu tindakan yang membantu pasangan suami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh gangguan hormonal, kelainan organik genetalia dan kontak

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh gangguan hormonal, kelainan organik genetalia dan kontak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdarahan uterus abnormal merupakan perdarahan dari uterus yang disebabkan oleh gangguan hormonal, kelainan organik genetalia dan kontak berdarah (Manuaba,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan pada umur kurang 15 tahun dan kehamilan pada umur remaja. Berencana merupakan upaya untuk mengatur jarak kelahiran anak

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan pada umur kurang 15 tahun dan kehamilan pada umur remaja. Berencana merupakan upaya untuk mengatur jarak kelahiran anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS, 2103) menyatakan bahwa angka kehamilan penduduk perempuan 10-54 tahun adalah 2,68 persen, terdapat kehamilan pada umur kurang 15 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang paling umum yang diakibatkan oleh HPV. Hampir semua

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang paling umum yang diakibatkan oleh HPV. Hampir semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Papilomavirus (HPV) merupakan virus yang paling umum menginfesi saluran reproduksi. Wanita maupun pria akan terkena infeksi virus ini ketika mereka telah aktif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Remaja a. Pengertian Remaja atau adolescenc (Inggris ), berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap

BAB I PENDAHULUAN. biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tinggal di daerah tropis yang panas membuat kita sering berkeringat. Keringat ini membuat tubuh lembab, terutama pada organ seksual dan reproduksi yang tertutup dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan atau fluor albus merupakan salah satu masalah yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan atau fluor albus merupakan salah satu masalah yang banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keputihan atau fluor albus merupakan salah satu masalah yang banyak dikeluhkan wanita mulai dari usia muda sampai usia tua. Lebih dari sepertiga penderita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kesehatan secara umum, sehingga upaya untuk mempertahankan. kondisi sehat dalam hal kesehatan reproduksi harus didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. dari kesehatan secara umum, sehingga upaya untuk mempertahankan. kondisi sehat dalam hal kesehatan reproduksi harus didukung oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan masalah penting untuk mendapatkan perhatian. Perlu disadari bahwa kesehatan reproduksi tidak dapat dipisahkan dari kesehatan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada masa remaja bisa meningkat terutama dalam bidang repoduksi dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada masa remaja bisa meningkat terutama dalam bidang repoduksi dikarenakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi termasuk salah satu dari masalah remaja yang perlu mendapatkan perhatian oleh semua kalangan (Soetjiningsih, 2004). Berbagai masalah pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Vaginal Candidiasis merupakan infeksi pada vagina dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. Vaginal Candidiasis merupakan infeksi pada vagina dikarenakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vaginal Candidiasis merupakan infeksi pada vagina dikarenakan pertumbuhan yang tidak terkendali dari Candida sp. terutama Candida albicans (Sobel, Faro et al. 1998).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa lendir jernih, tidak berwarna dan tidak berbau busuk (Putu, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. berupa lendir jernih, tidak berwarna dan tidak berbau busuk (Putu, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keputihan (flour albus, leukorhea, atau white discharge) merupakan gejala yang berupa cairan yang dikeluarkan dari alat-alat genital yang tidak berupa darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker serviks (leher rahim) adalah salah satu kanker ganas yang

BAB I PENDAHULUAN. Kanker serviks (leher rahim) adalah salah satu kanker ganas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker serviks (leher rahim) adalah salah satu kanker ganas yang menyerang wanita. Kanker ini adalah kanker ketiga yang umum diderita oleh wanita secara global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontrasepsi hormonal adalah alat atau obat kontrasepsi yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kehamilan dimana bahan bakunya mengandung preparat estrogen dan progesteron,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai

BAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai 13 September 1994 di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini telah diketahui banyak metode dan alat kontrasepsi meliputi suntik, pil, IUD, implan, kontap dan kondom. Metode KB suntik merupakan salah satu metode

Lebih terperinci

GAMBARAN KEJADIAN KANKER SERVIKS BERDASARKAN JENIS DAN LAMA PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DI RSUD ULIN BANJARMASIN

GAMBARAN KEJADIAN KANKER SERVIKS BERDASARKAN JENIS DAN LAMA PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DI RSUD ULIN BANJARMASIN GAMBARAN KEJADIAN KANKER SERVIKS BERDASARKAN JENIS DAN LAMA PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DI RSUD ULIN BANJARMASIN Rizka Kumala Sari *, Rizqy Amelia 1, Arief Wijaksono 2 1 AKBID Sari Mulia Banjarmasin 2 STIKES

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEPUTIHAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI SMK NEGERI 3 KABUPATEN PURWOREJO. Asih Setyorini, Deni Pratma Sari

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEPUTIHAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI SMK NEGERI 3 KABUPATEN PURWOREJO. Asih Setyorini, Deni Pratma Sari HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEPUTIHAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI SMK NEGERI 3 KABUPATEN PURWOREJO Asih Setyorini, Deni Pratma Sari ABSTRAK Perubahan pada masa remaja adalah hormon reproduksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sisten reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya, guna mencapai kesejahteraan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sisten reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya, guna mencapai kesejahteraan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi ialah keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang utuh, bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, tetapi dalam segala

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputihan merupakan keluhan yang sering menyerang wanita dan tidak mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat mempengaruhi kepercayaan

Lebih terperinci

HUBUNGAN LAMA PEMAKAIAN KB SUNTIK 1 BULAN DENGAN PERUBAHAN BERAT BADAN AKSEPTOR KB DI BPS NY. YULIANA KABUPETEN LAMONGAN.

HUBUNGAN LAMA PEMAKAIAN KB SUNTIK 1 BULAN DENGAN PERUBAHAN BERAT BADAN AKSEPTOR KB DI BPS NY. YULIANA KABUPETEN LAMONGAN. HUBUNGAN LAMA PEMAKAIAN KB SUNTIK 1 BULAN DENGAN PERUBAHAN BERAT BADAN AKSEPTOR KB DI BPS NY. YULIANA KABUPETEN LAMONGAN Diah Eko Martini.......ABSTRAK....... Kontrasepsi hormonal 1 bulan merupakan Alat

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan tentang kesehatan reproduksi merupakan masalah penting yang perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak. Pada masa remaja, pertumbuhan fisik dan seksualnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kehamilan. Alat kontrasepsi non hormonal artinya tidak mengandung

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kehamilan. Alat kontrasepsi non hormonal artinya tidak mengandung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alat kontrasepsi hormonal merupakan alat kontrasepsi yang mengandung hormon estrogen dan progesteron yang dapat mencegah ovulasi dan kehamilan. Alat kontrasepsi non

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang ditandai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengetahuan (Knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan What, misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya (Notoatmodjo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus adalah alat reproduksi. Pengetahuan dan perawatan yang baik merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. khusus adalah alat reproduksi. Pengetahuan dan perawatan yang baik merupakan faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi dan modernisasi ini telah terjadi perubahan dan kemajuan di segala aspek dalam menghadapi perkembangan lingkungan, kesehatan dan kebersihan, dimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hormone yang dikendalikan oleh kelenjar hipofisis anterior yang

BAB 1 PENDAHULUAN. hormone yang dikendalikan oleh kelenjar hipofisis anterior yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada periode ini remaja mengalami pubertas. Selama pubertas, remaja mengalami perubahan hormonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Program Keluarga Berencana untuk mengendalikan kelahiran sekarang terabaikan seiring dengan otonomi daerah. Akibatnya, Indonesia mengalami ledakan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejarah penemuan kontrasepsi hormonal berjalan panjang, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejarah penemuan kontrasepsi hormonal berjalan panjang, mulai dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah penemuan kontrasepsi hormonal berjalan panjang, mulai dari tahun 1897 ketika Beard menduga bahwa korpus luteum dapat menghambat terjadinya ovulasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Masa pubertas adalah masa ketika seseorang anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap perkembangan ekonomi dan kesejahteraan Negara (Irianto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. terhadap perkembangan ekonomi dan kesejahteraan Negara (Irianto, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara berkembang dengan jumlah peningkatan penduduk yang tinggi, dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49 persen per tahun. Pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) dengan. variabel yang mempengaruhi fertilitas (Wiknjosastro, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) dengan. variabel yang mempengaruhi fertilitas (Wiknjosastro, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara keempat terbesar penduduknya di dunia dengan lebih dari 253 juta jiwa (BPS, 2014). Fertilitas atau kelahiran adalah salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kontrasepi Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti melawan atau mencegah, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang

Lebih terperinci

32 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu Vol. 08 No. 01 Januari 2017

32 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu Vol. 08 No. 01 Januari 2017 32 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu Vol. 08 No. 01 Januari 2017 EFEK SAMPING AKSEPTOR KB SUNTIK DEPO MEDROKSI PROGESTERONE ACETAT (DMPA) SETELAH 2 TAHUN PEMAKAIAN Side Effects Acceptors KB Depo Injection

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bagian dari pemeliharaan kesehatan komperhensif bukan lagi hal yang baru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bagian dari pemeliharaan kesehatan komperhensif bukan lagi hal yang baru. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) digunakan untuk mengatur jarak kehamilan sehingga dapat mengurangi resiko kehamilan atau jumlah persalinan yang membawa bahaya (Royston,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sedang berkembang, salah satunya Indonesi (WHO, 2012).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sedang berkembang, salah satunya Indonesi (WHO, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia. Kanker paru, hati, perut, kolorektal, dan kanker payudara merupakan penyebab terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker leher rahim adalah tumor ganas pada daerah servik (leher rahim)

BAB I PENDAHULUAN. Kanker leher rahim adalah tumor ganas pada daerah servik (leher rahim) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker leher rahim adalah tumor ganas pada daerah servik (leher rahim) sebagai akibat adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunggu mendapatkan keturunan dan menunda kehamilan dapat dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. menunggu mendapatkan keturunan dan menunda kehamilan dapat dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun pasangan menikah pada usia subur semakin meningkat. Kecenderungan peningkatan pasangan menikah usia subur akan berdampak pada peningkatan angka kelahiran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Keluarga Berencana a. Pengertian 1) Kontrasepsi Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan (Hanafi Winkjosastro, 2007). Kontrasepsi adalah

Lebih terperinci