ANALISIS DAMPAK PAJAK MASUKAN DAN PAJAK KELUARAN TERHADAP LIKUIDITAS PERUSAHAAN JASA KONSTRUKSI (STUDI KASUS PT JAYAR)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DAMPAK PAJAK MASUKAN DAN PAJAK KELUARAN TERHADAP LIKUIDITAS PERUSAHAAN JASA KONSTRUKSI (STUDI KASUS PT JAYAR)"

Transkripsi

1 ANALISIS DAMPAK PAJAK MASUKAN DAN PAJAK KELUARAN TERHADAP LIKUIDITAS PERUSAHAAN JASA KONSTRUKSI (STUDI KASUS PT JAYAR) Aftias Sukaesti Universitas Bina Nusantara Jl Al- Madaniah II Jaticempaka, Pondok Gede Bekasi , ABSTRACT This study aims to determine the effect of tax overpayment in cashflow and the impact of Value Added Tax on construction company s liquidity. This research uses descriptive and qualitative research method that process and analyze the data of company taxes in PT JAYAR. The analysis is done on Vat in and Vat out during 2012, 2013, and 2014 and linked to the level of cashflow and company s liquidity in the same year. The result of this research shows that Vat in which is always bigger during 2013 and 2014 led to a decrease in cashflow due to the length of the disbursement of restitution and from the result of the analysis can be concluded though excess Value Added Tax payments caused decrease in cashflow, but it does not significantly influence the company s liquidity position. Key Words : Value Added Tax, Vat in, Vat out, Cashflow, Liquidity ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh kelebihan pembayaran pajak terhadap arus kas dan dampak penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap likuiditas sebuah perusahaan jasa kontruksi. Metode penelitian menggunakan analisa deskriptif dan kualitatif dengan mengolah dan menganalisa data pajak perusahaan di PT JAYAR. Analisis dilakukan terhadap Pajak Masukan dan Pajak Keluaran selama Tahun 2012, 2013, dan 2014 dan dihubungkan terhadap tingkat arus kas dan likuiditas perusahaan pada tahun yang sama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pajak Masukan yang selalu Lebih Besar selama Tahun 2013 dan 2014 menyebabkan penurunan arus kas perusahaan karena lamanya pencairan restitusi yang dilakukan perusahaan dan dari hasil analisa dapat disimpulkan meskipun kelebihan pembayaran PPN menyebabkan arus kas mengalami penurunan namun hal tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap posisi likuiditas perusahaan. Kata Kunci : Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Masukan, Pajak Keluaran, Arus Kas, Likuiditas

2 PENDAHULUAN Kontribusi penerimaan sektor konstruksi terhadap Penerimaan Domestik Bruto Republik Indonesia menurut Badan Pusat Statistik Republik Indonesia terus mengalami peningkatan. Sebagai sebuah bidang usaha di Indonesia, perusahaan jasa konstruksi tidak terlepas dari hal perpajakan dan memberi sumbangan terhadap penerimaan negara dari sektor pajak, pemerintah-pun telah menetapkan pajak sebagai penerimaan terbesar dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Indonesia. Salah satu jenis pajak yang merupakan sumber penerimaan negara adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang dan jasa. Pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. PT JAYAR merupakan salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang usaha konstruksi dan sejak Juli Tahun 2012 ditunjuk sebagai Pemungut PPN berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2012. PT JAYAR seringkali mendapatkan proyek dari pemerintah. Terdapat kondisi berbeda dalam hal ini terkait dengan PPN yaitu perusahaan dalam menerima pembayaran atas proyek dari pemerintah tidak termasuk PPN, namun pemerintah akan langsung memotong PPN atas pembayaran tersebut dan memberikan bukti Surat Setoran Pajak (SSP) kepada perusahaan. Penetapan BUMN sebagai Pemungut PPN pun menyebabkan perusahaan tidak menerima PPN pada saat pembayaran dikarenakan perusahaan BUMN yang memberikan proyek kepada PT JAYAR juga harus memotong PPN atas jasa tersebut. Kondisi ini berdampak terhadap cashflow perusahaan dikarenakan perusahaan harus membayar terlebih dahulu beban pajak yang timbul dalam harga pembelian maupun penyewaan oleh pemasok dan harus menyediakan kas yang lebih banyak untuk memenuhi kewajiban membayar PPN. Bertambahnya pengeluaran kas untuk pembayaran PPN akan mempengaruhi dan menyebabkan penurunan likuiditas perusahaan. Likuiditas perusahaan yang menurun sangat berpengaruh terhadap rasio laporan keuangan perusahaan karena likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya, walaupun atas kelebihan pajak masukan dari pajak keluaran yang dimiliki perusahaan dapat dilakukan restitusi atau kompensasi, namun memerlukan waktu yang tidak cepat dan butuh proses dalam proses pelaksanaannya. Atas dasar hal tersebut maka penelitian skripsi dilakukan. Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka di rumuskan masalah yang menjadi dasar dan tujuan skripsi ini yaitu bagaimana proses PPN atas perolehan dan penyerahan Barang dan Jasa, pengaruh restitusi terhadap kas perusahaan, dan besarnya pengaruh PPN terhadap likuiditas perusahaan. METODE PENELITIAN Jenis penelitian dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian deskriptif menyajikan gambaran lengkap dan hubungan dalam penelitian. Dimensi waktu riset melibatkan Tahun 2012, 2013, dan Sumber data dikumpulkan melalui data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data menggunakan penelitian kepustakaan dengan cara mengumpulkan dan membaca informasi melalui buku, literatur, artikel, jurnal, dan peraturan peraturan perpajakan yang berhubungan dengan dasar pembahasan penelitian serta menggunakan penelitian lapangan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik menganalisis data dengan mengolah dan menganalisa data menggunakan analisa deskriptif. HASIL DAN BAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap kegiatan yang dilakukan PT JAYAR, segala transaksi penyerahan barang maupun jasa yang dilakukan PT JAYAR dikenakan perlakuan PPN yang berlaku umum sesuai dengan Undang undang PPN Nomor 42 Tahun 2009, kecuali dinyatakan lain oleh peraturan perundang undangan. Pajak Masukan adalah pajak yang dikenakan ketika Pengusaha Kena Pajak melakukan pembelian terhadap Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. Proses perhitungan Pajak Masukan di PT JAYAR dimulai pada saat bagian proyek menerima tagihan oleh pemasok, tagihan tersebut di cek dengan melihat kelengkapan dokumen terkait dan besarnya jumlah pajak termasuk Faktur Pajak yang diterima. Apabila ditemukan permasalahan dalam Faktur Pajak Masukan yang diterima, bagian proyek akan menghubungi pemasok berkaitan dengan Faktur Pajak Cacat tersebut. Selanjutnya, Faktur Pajak Cacat tersebut dikembalikan kepada pemasok untuk dibuatkan Faktur Pajak baru dan dikirimkan kembali pembetulannya.

3 Faktur Pajak Masukan yang sudah benar akan diperiksa kembali oleh bagian proyek, jika sudah tidak ditemukan kesalahan maka besarnya Pajak Pertambahan Nilai akan langsung dibukukan dalam buku utang pajak (General Ledger), lalu bagian proyek membuat laporan pajak, merekapitulasi, dan menyerahkannya kepada departemen terkait proyek tersebut dengan melampirkan General Ledger. Departemen akan memeriksa ulang Faktur Pajak dengan menyesuaikan antara Faktur Pajak fisik dengan rekapitulasi Faktur Pajak, dan sudah dibukukan atau belum sesuai lampiran yang ada pada General Ledger. Jika sudah sesuai maka Departemen akan memberikan Faktur Pajak ke bagian pajak pusat dan pajak pusat akan me review kembali Faktur Pajak tersebut untuk memastikan tidak terdapat Faktur Pajak Masukan yang cacat. Jika sudah tidak ditemukan kesalahan maka bagian pajak pusat akan melaporkan data rekapan tersebut kedalam sebuah database yang sudah disediakan oleh Bank Mandiri dan meng-upload nya dalam sistem Bank Mandiri, karena PT JAYAR merupakan Pemungut PPN maka PPN Masukan tersebut disetor paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dengan men transfer besarnya PPN menggunakan giro perusahaan, jika PPN sudah disetor maka akan keluar bukti Surat Setoran Pajak (SSP) dalam bentuk softcopy dan hardcopy. Pada akhir bulan Masa Pajak berikutnya bagian pajak pusat akan melaporkan PPN yang sudah dibayarkan tersebut dengan meng-upload ke dalam e SPT (Surat Pemberitahuan Elektronik) dan men download CSV (Comma Separated Value) yang terdapat pada e-spt. CSV merupakan sebuah program yang sangat berguna dalam melakukan proses impor data ke dalam program e-spt dan dapat membaca semua program file yang akan digunakan untuk proses impor data pada program e-spt PPN, e-spt PPh, dan e-spt tahunan. CSV tersebut disimpan dalam sebuah flashdisk yang nantinya akan diberikan kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat perusahaan terdaftar sebagai bukti telah melakukan penyetoran pajak. Sebagai sebuah perusahaan jasa konstruksi, sebelum PT JAYAR melakukan penagihan pembayaran kepada pemberi jasa (owner), pemberi jasa akan men-syaratkan beberapa dokumen, salah satunya adalah Berita Acara Opname Pekerjaan. Jadi, ketika sebuah pekerjaan seluruhnya atau sebagian telah selesai dikerjakan sesuai dengan tahap atau kemajuan penyelesaian pekerjaan, PT JAYAR akan mengajukan Berita Acara Opname Pekerjaan ke pemberi jasa dan meminta persetujuan yang menyatakan bahwa tahapan pekerjaan telah selesai. Jika owner telah meng approve bahwa tahapan pekerjaan telah selesai maka pada saat itu perusahaan melakukan penagihan pembayaran atas jasa yang telah dilakukan. Pembayaran dilakukan harus disertakan dengan dokumen dokumen pendukung seperti invoice, Berita Acara Opname Pekerjaan, dan Faktur Pajak Keluaran. Pada saat proyek melakukan penagihan ke pemberi jasa atas jasa yang telah dilakukan, maka pada saat itu proyek melakukan pembukuan penjualan dan PPN Keluaran walaupun pembayaran belum diserahkan oleh pemberi jasa. Faktur faktur yang disampaikan ke pemberi jasa nantinya akan dilaporkan pada Surat Pemberitahuan Masa PPN dan Faktur yang diperhitungkan hanya-lah Faktur dengan kode 010, artinya Faktur Pajak yang dilaporkan adalah PPN yang dipungut sendiri atau ketika perusahaan menerima pembayaran PPN dan kemudian akan disetor ke kas negara. Setelah Faktur Pajak dilaporkan ke dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN maka akan terjadi mekanisme perhitungan Pajak Keluaran (dikurangi) Pajak Masukan. PT JAYAR tergolong sebagai Wajib Pajak yang taat dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN. Berdasarkan hasil wawancara maupun hasil analisa yang dilakukan di PT JAYAR, Surat Pemberitahuan Masa PPN selalu disampaikan tepat waktu sehingga PT JAYAR tidak pernah membayar sanksi keterlambatan dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN, dan selalu menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN dengan isi yang benar, lengkap, dan melampirkan keterangan yang isinya benar. Ketaatan PT JAYAR sebagai Wajib Pajak selanjutnya dijelaskan dalam Tabel Penyetoran dan Pelaporan PPN di bawah ini :

4 Tabel 4.5 Penyetoran dan Pelaporan SPT Masa PPN Tahun 2012 Sebelum dan Sesudah Pembetulan Masa Pajak Tanggal Setor Tanggal Lapor Nilai Setor Setelah Sebelum Setelah Sebelum Setelah Pembetulan Januari - 16 Mei Februari Mei Februari - 16 Mei Maret Mei Maret - 16 Mei April Mei April - 16 Mei Mei Mei Mei - 16 Mei Juni Mei Juni - 16 Mei Juli Mei Juli - 16 Mei Agustus Mei Agustus - 16 Mei Oktober Mei September - 16 Mei Oktober Mei Oktober - 16 Mei Nopember Mei November - 04 Juli Desember Juli Desember Januari Juli 2013 ( ) Sumber : Data diolah dari SPT Masa PPN Tahun 2012 Tabel 4.6 Penyetoran dan Pelaporan SPT Masa PPN Tahun 2013 Sebelum dan Sesudah Pembetulan Masa Pajak Tanggal Setor Tanggal Lapor Nilai Setor Setelah Sebelum Setelah Sebelum Setelah Pembetulan Januari Februari Februari 2014 ( ) Februari Maret Februari 2014 ( ) Maret April Februari 2014 ( ) April Mei Februari 2014 ( ) Mei Juni Februari 2014 ( ) Juni Juli Februari 2014 ( ) Juli Agustus Februari 2014 ( ) Agustus September Februari 2014 ( ) September Oktober Februari 2014 ( ) Oktober Nopember Februari 2014 ( ) November Desember Februari 2014 ( ) Desember Januari Februari 2014 ( ) Sumber : Data diolah dari SPT Masa PPN Tahun 2013

5 Tabel 4.7 Penyetoran dan Pelaporan SPT Masa PPN Tahun 2014 Sebelum dan Sesudah Pembetulan Masa Pajak Tanggal Setor Tanggal Lapor Sebelum Setelah Sebelum Setelah Nilai Setor Setelah Pembetulan Januari Februari Juli 2014 ( ) Februari Maret Juli 2014 ( ) Maret April Juli 2014 ( ) April Mei Agustus 2014 ( ) Mei Juni Oktober 2014 ( ) Juni Juli Oktober 2014 ( ) Juli Agustus Februari 2015 ( ) Agustus September Februari 2015 ( ) September Oktober Februari 2015 ( ) Oktober Nopember Februari 2015 ( ) November Desember Februari 2015 ( ) Desember Januari Februari 2015 ( ) Sumber : Data diolah dari SPT Masa PPN Tahun 2014 Berdasarkan data yang diperoleh dari perusahaan pada Tabel 4.4, 4.5, dan 4.6 di atas terlihat bahwa sebagai Wajib Pajak, PT JAYAR telah taat dalam melakukan pelaporan Surat Pemberitahuan Masa PPN yaitu pada akhir bulan Masa Pajak berikutnya, dan dapat dilihat pada Tahun 2012, 2013 dan 2014 perusahaan mengalami Lebih Bayar sehingga PT JAYAR tidak melakukan penyetoran, kecuali pada Tahun 2012 setelah perusahaan melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN yang menyebabkan terjadinya Kurang Bayar. Perusahaan selalu melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN karena terdapat data data yang ingin dibetulkan, atau penambahan Faktur Pajak yang belum dilaporkan. Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan dan pembetulan Surat Pemberitahuan harus disampaikan paling lama 2 (tahun) sebelum daluwarsa pajak. Namun dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, maka dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang bayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan (Pasal 8 ayat (2a) UU KUP). Sehingga untuk Masa Januari-November Tahun 2012 perusahaan dikenakan sanksi bunga 2% karena yang sebelumnya Surat Pemberitahuan Masa PPN menyatakan Lebih Bayar, setelah dilakukan pembetulan mengakibatkan timbulnya utang pajak. Berdasarkan data pada Tabel 4.5, sanksi pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN yang menyebabkan timbulnya utang pajak dijelaskan berikut ini : 1. Pada Masa Januari 2012, PT JAYAR menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan tersebut dikenakan denda 2% x 15 bulan x Rp = Rp , dan 15 bulan dihitung sejak tanggal 1 Maret 2012 sampai dengan 16 Mei Pada Masa Februari 2012, PT JAYAR menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan

6 tersebut dikenakan denda 2% x 14 bulan x Rp = Rp , dan 14 bulan dihitung sejak tanggal 1 April 2012 sampai dengan 16 Mei Pada Masa Maret 2012, PT JAYAR menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan tersebut dikenakan denda 2% x 13 bulan x Rp = Rp , dan 13 bulan dihitung sejak tanggal 1 Mei 2012 sampai dengan 16 Mei Pada Masa April 2012, PT JAYAR menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan tersebut dikenakan denda 2% x 12 bulan x Rp = Rp , dan 12 bulan dihitung sejak tanggal 1 Juni 2012 sampai dengan 16 Mei Pada Masa Mei 2012, PT JAYAR menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan tersebut dikenakan denda 2% x 11 bulan x Rp = Rp , dan 11 bulan dihitung sejak tanggal 1 Juli 2012 sampai dengan 16 Mei Pada Masa Juni 2012, PT JAYAR menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan tersebut dikenakan denda 2% x 10 bulan x Rp = Rp bulan dihitung sejak tanggal 1 Agustus 2012 sampai dengan 16 Mei Pada Masa Juli 2012, PT JAYAR menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan tersebut dikenakan denda 2% x 10 bulan x Rp = Rp , karena mulai 1 Juli 2012 PT JAYAR ditetapkan sebagai Pemungut PPN dan memiliki kewajiban penyetoran PPN pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir, maka 10 bulan dihitung sejak tanggal 16 Agustus 2012 sampai dengan 16 Mei 2013 dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan. 8. Pada Masa Agustus 2012, PT JAYAR menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan tersebut dikenakan denda 2% x 9 bulan x Rp = Rp , dan 9 bulan dihitung sejak tanggal 16 September 2012 sampai dengan 16 Mei Pada Masa September 2012, PT JAYAR menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN pada 20 Mei 2013 dan melakukan penyetoran pembayaran atas timbulnya utang pajak pada 16 Mei Maka atas Kurang Bayar yang timbul akibat pembetulan tersebut dikenakan denda 2% x 8 bulan x Rp = Rp , dan 8 bulan dihitung sejak tanggal 16 Oktober 2012 sampai dengan 16 Mei Pada Masa Oktober 2012, PT JAYAR menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan tersebut dikenakan denda 2% x 7 bulan x Rp = Rp , dan 7 bulan dihitung sejak tanggal 16 November 2012 sampai dengan 16 Mei Pada Masa November 2012, PT JAYAR menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN pada 8 Juli 2013 dan melakukan penyetoran pembayaran atas timbulnya utang pajak pada 4 Juli Maka atas Kurang Bayar yang timbul akibat pembetulan tersebut dikenakan denda 2% x 8 bulan x Rp = Rp16.500, dan 8 bulan dihitung sejak tanggal 16 Desember 2012 sampai dengan 16 Mei Pada Masa Desember 2012 PT JAYAR tidak dikenai sanksi administrasi karena Pembetulan pada Surat Pemberitahuan Masa PPN tidak menimbulkan kenaikan utang pajak tetapi sebaliknya. Pada prakteknya, perusahaan perlu melakukan rekonsiliasi atau ekualisasi data objek objek pajak. Ekualisasi dilakukan untuk menjelaskan perbedaan antara penjualan yang dilaporkan pada SPT PPh Badan dengan penjualan yang dilaporkan pada SPT Masa PPN.

7 Tabel 4.12 Ekualisasi PPN antara Laporan Keuangan dengan SPT Masa PPN Masa PPN SPT Masa PPN Penyerahan Buku Besar (Ledger) Penjualan Beda SPT Masa PPN - Ledger Tahun Tahun ( ) Tahun ( ) Sumber : Data diolah dari Laporan Keuangan dan SPT Masa PPN Berdasarkan Tabel 4.12 di atas, terdapat perbedaan antara penyerahan yang dilaporkan pada SPT Masa PPN dan penjualan yang dilaporkan pada laporan keuangan perusahaan. Menurut analisa peneliti, ada beberapa penyebab terjadinya perbedaan tersebut, antara lain : 1. Penyusunan SPT Masa PPN didasarkan pada dokumen (Faktur Pajak/Invoice) yang diterima oleh bagian pajak sedangkan bagian akuntansi/keuangan perusahaan mencatat pembelian/penjualan didasarkan pada prinsip akuntansi yaitu akrual basis, mengakui adanya pendapatan walaupun pembayaran belum diterima. 2. Adanya kesalahan dalam pembukuan yang menyebabkan terjadinya kekurangan atau kelebihan dalam perhitungan pembelian/penjualan. 3. Retur penjualan atau pembelian yang belum tercatat pada SPT Masa PPN maupun laporan keuangan perusahaan. 4. Potongan penjualan yang diberikan setelah Faktur Pajak diterbitkan, dalam pembukuan dicatat mengurangi jumlah penjualan dan peredaran usaha tetapi tidak dapat mengurangi Dasar Pengenaan Pajak PPN (kecuali setelah dilakukan pembetulan SPT Masa PPN) Sejak PT JAYAR ditetapkan sebagai Wajib Pungut oleh Direktorat Jenderal Pajak pada Juli 2012, perusahaan memiliki hak untuk melakukan restitusi di setiap Masa Pajak, namun perusahaan tidak memanfaatkan fasilitas tersebut. Perusahaan lebih memilih untuk mencentang kolom kompensasi di setiap Masa Pajak pada Tahun 2013 dan Hal ini dilakukan karena keterlambatan penyampaian Faktur Pajak yang sering dilakukan oleh bagian proyek membuat perusahaan tidak berani untuk melakukan restitusi di setiap Masa Pajak. Apabila Faktur Pajak dianggap sudah lengkap maka perusahaan akan melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN dan berani untuk mengajukan restitusi dengan mencentang kolom restitusi yang tersedia pada Surat Pemberitahuan Masa PPN. Hal seperti ini tentu menghambat proses penerimaan perusahaan atas pajak yang Lebih Bayar tersebut dan menyebabkan jumlah Lebih Bayar PPN tersebut tersimpan dalam kas negara untuk jangka waktu yang lama. Apabila proses Pemeriksaan Pajak atas permohonan restitusi sudah selesai dan Direktorat Jenderal Pajak telah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak yang menyatakan Kurang atau (Lebih) Bayar maka perusahaan akan segera membuat Surat Permohonan Transfer Pengembalian Kelebihan Pajak kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat perusahaan dikukuhkan yaitu di KPP Wajib Pajak Besar Empat Tebet Jakarta Selatan. Pada Masa Januari Desember Tahun 2013 perusahaan mengajukan Surat Permohonan Transfer Pengembalian Kelebihan Pajak pada Masa Februari Tahun 2014, dan pada Tahun 2014 perusahaan mengajukan Surat Permohonan Transfer Pengembalian Kelebihan Pajak setiap 6 bulan sekali yaitu untuk Masa Pajak Januari Juni 2014 di Bulan Agustus 2014, dan Juli Desember 2014 di Bulan Februari Pengajuan Surat Permohonan Transfer Pengembalian Kelebihan Pajak Tahun selengkapnya disajikan pada Tabel di bawah ini :

8 Tabel 4.13 Waktu Permohonan dan Pencairan Kelebihan Pajak Masa Pajak Pengajuan Restitusi Permohonan Transfer Pengembalian Kelebihan Pajak Pencairan Restitusi Jumlah Januari -Desember 2012 Juli 2013 Desember 2013 Januari Januari - Desember 2013 Februari 2014 April 2014 Mei Januari - Juni 2014 Agustus 2014 Januari 2015 Februari Juli - Desember 2014 Februari 2015 Masih Proses Masih Proses Sumber : Data diolah dari Surat Pemberitahuan Masa PPN dan Data Pajak Perusahaan Pada Tabel 4.13, jika dibandingkan antara waktu pengajuan restitusi dan pencairan restitusi terlihat bahwa pencairan restitusi membutuhkan waktu yang tidak pasti. Misalnya saja pada Masa Januari-Desember 2013, perusahaan baru mengajukan restitusi pada Masa Februari 2014 dan restitusi cair pada Masa Mei Hal ini berarti Lebih Bayar pada misalnya, Masa Januari membutuhkan waktu 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan dalam pengembaliannya. Hal ini tentu saja dapat menganggu cashflow perusahaan yang nantinya dapat berdampak terhadap likuiditas. Tingkat likuiditas akan mengalami perubahan jika pengeluaran kas tidak segera diimbangi dengan adanya penerimaan kas. Pengajuan restitusi kemudian dibandingkan jika dilakukan pada setiap Triwulan dalam satu tahun pajak dan pengaruhnya terhadap arus kas perusahaan, selengkapnya pada tabel di bawah ini : Tabel 4.14 Jumlah Restitusi dan Kas dan Setara Kas Pada Akhir Tahun Tahun Jumlah Restitusi Kas dan Setara Kas Aset Lancar Liabilitas Lancar Sumber : Data diolah dari SPT Masa PPN dan Laporan Keuangan Perusahaan Tabel 4.15 Pengajuan Restitusi Per Triwulan dalam Satu Tahun Pajak Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan Jumlah Sumber : Data diolah dari SPT Masa PPN Tahun 2012, 2013, dan 2014

9 Berdasarkan Tabel 4.14, apabila pengajuan restitusi dilakukan setiap 3 bulan sekali dan pencairan atas restitusi yang diajukan tersebut dapat cair minimal dalam waktu 3 bulan setelah pengajuan, maka posisi piutang PPN pada akhir tahun menjadi seperti berikut : Tabel 4.16 Piutang PPN Akhir Tahun atas Pengajuan Restitusi Per Triwulan Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Triwulan 1 - Triwulan 2 - Triwulan Triwulan Jumlah Sedang posisi Kas dan Setara Kas apabila restitusi pada Triwulan 1 dan 2 cair dan masuk ke rekening perusahaan, akan menjadi seperti berikut : Tabel 4.17 Pengaruh Pengajuan Restitusi Terhadap Arus Kas Perusahaan Tahun Jumlah Restitusi Kas dan Setara Kas Aset Lancar Liabilitas Lancar Pada Tabel 4.17 terlihat bahwa terjadi peningkatan pada jumlah Kas dan Setara Kas pada akhir Tahun 2013 yang semula sejumlah Rp menjadi Rp dan Tahun 2014 yang semula Rp menjadi Rp Berdasarkan hal tersebut jika terjadi perubahan kebijakan pengajuan restitusi PPN dari 6 bulan menjadi 3 bulan maka akan ada peningkatan cash ratio yang disebabkan bertambahnya Kas / Bank karena restitusi yang diajukan cair. Apabila perusahaan memanfaatkan fasilitas dalam mengajukan restitusi di setiap Masa Pajak, tentu peningkatan jumlah Kas dan Setara Kas akan menjadi lebih tinggi. Bagi PT JAYAR, risiko likuiditas adalah risiko kerugian yang timbul karena tidak memiliki arus kas yang cukup untuk memenuhi liabilitasnya. Dalam pengelolaan risiko likuiditas, manajemen memantau dan menjaga jumlah kas dan setara kas yang dianggap memadai untuk membiayai operasional dan untuk mengatasi dampak fluktuasi arus kas. Manajemen juga melakukan evaluasi berkala atas proyek arus kas dan arus kas aktual, termasuk jadwal jatuh tempo utang, dan terus menerus melakukan penelahaan pasar keuangan untuk mendapatkan sumber pendanaan yang optimal. Keadaan likuiditas perusahaan dapat kita lihat dengan menghitung besarnya persentase rasio likuiditas perusahaan. Perhitungan rasio likuiditas perusahaan selanjutnya ditampilkan pada tabel di bawah ini :

10 Tabel 4.18 Laporan Keuangan Tahun 2012, 2013, dan 2014 Akun Aset Lancar Hutang Lancar Persediaan Kas dan Setara Kas Penjualan Bersih Sumber : Data diolah dari Laporan Keuangan Perusahaan RASIO LANCAR Tabel 4.19 Rasio Likuiditas PT JAYAR Tahun 2012, 2013, dan 2014 Rasio Likuiditas (Aset Lancar / Hutang Lancar) 115 % 105 % 103 % RASIO CEPAT ((Aset Lancar Persediaan) / Hutang Lancar) 110 % 100 % 100 % RASIO KAS (Kas dan Setara Kas / Hutang Lancar) 22 % 12 % 17 % Sumber : Data diolah dari Laporan Keuangan Perusahaan Hasil perhitungan terhadap rasio rasio di atas dapat dikemukakan dalam bentuk analisa sebagai berikut : 1. Selama kurun waktu 3 (tiga) tahun yaitu mulai Tahun 2012, 2013, dan 2014, tingkat rasio lancar (current ratio) perusahaan mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada umumnya, rasio lancar dalam suatu perusahaan dapat dikatakan ideal menurut bank dan lembaga keuangan yang biasa menyediakan fasilitas kredit, apabila hasil perhitungan rasio berada pada kisaran 2 (dua) hingga 3 (tiga) (200% 300%). Jika rasio lancar memiliki hasil perhitungan yang rendah yaitu dibawah 2 (dua) atau 200%, dapat diartikan bahwa perusahaan kurang memiliki modal untuk membayar hutang hutang yang dimilikinya. Jika dilihat perhitungan rasio diatas, rasio lancar perusahaan berada dibawah 2 (dua) atau 200%. Hal ini dapat diartikan bahwa perusahaan memiliki Rp1.15 untuk membayar Rp1 utang lancarnya yang akan jatuh tempo dalam waktu kurang dari 1 tahun buku. Atau dapat dikatakan, hasil penjualan seluruh aset lancar perusahaan mampu menutup 115% dari total utang lancarnya. Hasil rasio ini merupakan rasio minimal yang masih bisa diterima karena masih berada pada kisaran antara 1 hingga 1,5 (100% 150% ). 2. Rasio cepat (quick ratio / acid test ratio) merupakan rasio yang lebih dipilih oleh pihak eskternal karena lebih konservatif dan lebih aman jika dibandingkan dengan rasio lancar (jurnalakuntansikeuangan.com). Jika dilihat tabel di atas, rasio cepat perusahaan pada Tahun 2012 yaitu 110% atau 1,1 yang artinya untuk setiap Rp1 utang lancar yang dimiliki, PT JAYAR mampu membayar Rp1,1. Dengan kata lain, jika semua aset lancar (selain persediaan) dicairkan atau diuangkan, maka akan menutup 110% dari total utang lancar yang dimiliki perusahaan. Rasio ini tergolong rendah karena pada umumnya rasio cepat ideal berada pada kisaran 1,5 2,00 sehingga perusahaan masih memiliki ekstra kas selain utang lancar yang telah ada. Namun hasil rasio cepat PT JAYAR masih dapat diterima karena masih berada pada kisaran 1,00 1,5. 3. Rasio kas (cash ratio) merupakan rasio yang paling likuid dibandingan dengan rasio lainnya karena perusahaan tidak perlu menunggu untuk menjual atau menagih utang lancar lainnya. Jika kita perhatikan, penurunan saldo kas dan setara kas yang dimiliki perusahaan ini yaitu sebesar

11 Rp disebabkan oleh besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan. Hal ini merupakan kendala bagi perusahaan dikarenakan hutang perusahaan yang terus mengalami peningkatan tiap tahunnya juga dibarengi dengan penurunan jumlah saldo kas dan setara kas. Alasan tersebutlah yang menyebabkan rasio kas (cash ratio) perusahaan mengalami penurunan signifikan di Tahun 2013 yaitu menjadi 12% dibandingkan rasio kas di tahun sebelumnya yaitu 22%. Pada akhir Tahun 2014 barulah saldo kas dan setara kas perusahaan mengalami peningkatan kembali dikarenakan kenaikan pinjaman kepada bank yang dilakukan perusahaan yang merupakan salah satu strategi untuk mengurangi kesulitan likuiditas, sehingga rasio kas perusahaan mengalami peningkatan yang semula 12% di akhir Tahun 2013 menjadi 17% di akhir Tahun Berdasarkan hasil analisis rasio di atas dapat dilihat bahwa pajak memang berpengaruh terhadap likuiditas perusahaan namun pengaruh yang ditimbulkan tidak signifikan terhadap likuiditas perusahaan. Meskipun pembayaran pajak yang terlihat dalam laporan arus kas perusahaan sangat tinggi dan menyebabkan penurunan arus kas perusahaan, dan apabila restitusi atas Lebih Bayar PPN cepat cair yang menyebabkan dana kas dan setara kas perusahaan dapat mengalami peningkatan, hal tersebut tidak sepenuhnya dapat membayar hutang hutang yang dimiliki perusahaan karena jumlah pajak tersebut tidak terlalu besar dibandingkan dengan kenaikan hutang perusahaan yang mencapai Rp700 miliar hingga Rp800 milar tiap tahunnya. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai Analisis Dampak Pajak Masukan dan Pajak Keluaran Terhadap Likuiditas Perusahaan Jasa Konstruksi (Studi Kasus PT JAYAR) selama 3 (tiga) tahun terakhir yaitu Tahun 2012, 2013 dan 2014 maka dapat disimpulkan bahwa pertama, pengelolaan pajak khususnya Faktur Pajak Cacat atas perolehan Barang Kena Pajak kepada pemasok telah dilakukan dengan baik. Pengecekan Faktur Pajak sangat terarah dimulai dari bagian proyek, departemen, sampai dengan bagian pajak pusat guna memperkecil timbulnya Faktur Pajak Cacat. Jika terdapat Faktur Pajak Cacat yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 13 ayat 5 UU PPN Nomor 42 dapat mengakibatkan PPN yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan dan hal ini dapat merugikan perusahaan. Kedua, PT JAYAR selain menjadi Pemungut PPN juga melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut PPN sehingga dapat mengajukan restitusi di setiap Masa Pajak (PMK Nomor 72/PMK.03/2010 Pasal 2 ayat (4)). Namun, perusahaan tidak memanfaatkan fasilitas tersebut dan lebih memilih untuk mencentang kolom kompensasi di setiap Masa Pajak pada Tahun 2013 dan 2014 sehingga berdampak terhadap penurunan kas karena Lebih Bayar pajak tersebut tersimpan dalam kas negara untuk jangka waktu yang lama. Hasil ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh R. Bambang Dwi Waryanto bahwa penerapan akuntansi Pajak Pertambahan Nilai berpengaruh terhadap Laporan Keuangan perusahaan, naik turunnya nilai PPN yang harus dibayar perusahaan tiap bulannya menyebabkan kondisi arus kas yang tidak stabil. Ketiga, Berdasarkan hasil analisis rasio, pajak berpengaruh terhadap likuiditas perusahaan namun pengaruh yang ditimbulkan tidak signifikan terhadap likuiditas perusahaan. Meskipun pembayaran pajak yang terlihat dalam laporan arus kas perusahaan sangat tinggi, hal tersebut tidak sepenuhnya dapat membayar hutang perusahaan yang mengalami peningkatan. Saran yang dapat diberikan atas kesimpulan yang sudah dikemukakan di atas antara lain perusahaan hendaknya melakukan pengajuan restitusi yang cepat dan meminta pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk mencegah terjadinya penurunan cashflow perusahaan yang nantinya dapat berdampak terhadap likuiditas, sehingga perusahaan tidak perlu melakukan pinjaman kepada bank. Pihak manajemen harus mengambil tindakan dan strategi agar pengajuan restitusi dapat dilakukan di setiap Masa Pajak. PT JAYAR perlu meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) di bagian pajak dan juga dapat memperkerjakan seorang dan/atau beberapa tenaga ahli yang memiliki kompetensi, wawasan, dan pengalaman yang tinggi di bidang perpajakan. Keterbatasan SDM di PT JAYAR dapat menimbulkan interpretasi peraturan perpajakan yang berbeda pada setiap individunya dan mempersulit para staff dalam melakukan pekerjaannya dengan baik sehingga terdapat Faktur Pajak yang terlewat disampaikan ke departemen. Kemudian PT JAYAR dapat menunda pembayaran hutang yang akan jatuh tempo dengan melakukan negosiasi kepada pemasok maupun kepada pihak bank yang menyalurkan pinjaman kredit.

12 REFERENSI Badan Pusat Statistik Indonesia, diakses 27 Desember 2014 dari Mamduh, M. Hanafi., & Abdul Halim. (2014). Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Mardiasmo. (2011). Perpajakan Edisi Yogyakarta: C.V.ANDI. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 136/PMK.03/2012 Tentang Penunjukan Badan Usaha Milik Negara Untuk Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, diakses 5 Maret 2015 dari Subramanyam, KR., & John J Wild. (2013). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Salemba Empat. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE 45/PJ/2012 Tentang Penjelasan Atas Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012 Tentang Penunjukan Badan Usaha Milik Negara Untuk Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2012. Undang Undang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Republik Indonesia. Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Waluyo. (2011). Perpajakan Indonesia. Edisi Sepuluh. Jakarta: Salemba Empat. RIWAYAT PENULIS Aftias Sukaesti lahir di kota Banda Aceh pada 22 Agustus Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Ekonomi Akuntansi pada Tahun Selama menempuh pendidikan di Universias Bina Nusantara, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Akuntansi sebagai anggota periode 2013/2014 dan bendahara periode 2014/2015.

ANALISIS PENERAPAN RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PT. PP (PERSERO) TBK

ANALISIS PENERAPAN RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PT. PP (PERSERO) TBK ANALISIS PENERAPAN RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PT. PP (PERSERO) TBK Yulia Chandra ABSTRAK Restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai merupakan Hak semua Wajib

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. PP (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. PT. PP (Persero) Tbk menyediakan berbagai jasa dan solusi

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT 4.2 Analisis Faktur Pajak

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT 4.2 Analisis Faktur Pajak BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT PT. TRT adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang produsen bahan kimia yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Lebih terperinci

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian BAB 4 Pembahasan Hasil Penelitian 4.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikomsumsi di dalam daerah

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA

ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA Wilianto Taufik, Yunita Anwar Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No.9 Kemanggisan/Palmerah Jakarta Barat 11480 Phone

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis BAB IV PEMBAHASAN Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis melakukan pemeriksaan pajak dengan menguji dan memeriksa ketaatan perpajakan, serta kebenaran jumlah dalam SPT

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS. IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS. IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS LEMIGAS merupakan Instansi Pemerintah yang tidak bertujuan untuk mencari keuntungan, LEMIGAS

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 Peraturan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi.

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi. BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Perusahaan ini telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. Biotek Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang farmasi (obatobatan hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang yakni barang IT yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan)

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan) BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan) Pajak Masukan adalah pajak yang harus dibayarkan oleh Pengusaha Kena Pajak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hasil 1. Penerapan Pajak Pertambahan Nilai pada PT. Perkebunan Nusantara III Medan dengan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP) No: PEM- 00025/WPJ.19/KP.0303/2013

Lebih terperinci

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO ABSTRAK Dari segi ekonomi, pajak merupakan pemindahan sumber daya dari sektor perusahaan ke sektor publik. Salah satu pajak yang sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen

BAB IV PEMBAHASAN. bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai merupakan salah satu perusahaan di Jakarta yang bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1. Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam bidang nutrisi anak yang telah dikukuhkan pada tanggal

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. kewajiban perpajakannya, khususnya atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. kewajiban perpajakannya, khususnya atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN). BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan PT IO merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang wajib menjalankan kewajiban perpajakannya, khususnya atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Berdasarkan analisa dan penelitian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. oleh pelanggan untuk di jadikan sepatu atau sandal.

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. oleh pelanggan untuk di jadikan sepatu atau sandal. BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1. Penyajian Data 4.1.1. Sejarah singkat perusahaan PT Cahaya Terang Abadi didirikan pada tanggal 30 November 2009 sampai dengan sekarang perusahaan ini bergerak dibidang

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Penyajian Data 4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan CV. Mitra Sinergi merupakan salah satu bentuk perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan pipa dan bahan bangunan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Latar Belakang PT ABC. PT ABC yang merupakan salah satu klien dari KKP Agustinus Mujianto

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Latar Belakang PT ABC. PT ABC yang merupakan salah satu klien dari KKP Agustinus Mujianto BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Latar Belakang PT ABC PT ABC yang merupakan salah satu klien dari KKP Agustinus Mujianto merupakan perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas yang bergerak di bidang tekstil. Perusahaan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pajak Pertambahan Nilai-nya sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pajak Pertambahan Nilai-nya sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis atas pelaksanaan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai Pada PT SCE, maka dapat disimpulkan PT SCE telah memenuhi kewajiban Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

Evaluasi Penerapan Pajak Pertambahan Nilai di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS Untuk Tahun 2009, 2010, dan 2011

Evaluasi Penerapan Pajak Pertambahan Nilai di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS Untuk Tahun 2009, 2010, dan 2011 Evaluasi Penerapan Pajak Pertambahan Nilai di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS Untuk Tahun 2009, 2010, dan 2011 Wuri Rostiani Peninggilan Utara RT 02 RW 07 Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI PPH PASAL 22 BENDAHARAWAN PEMERINTAH PADA PPPTMGB LEMIGAS. Mekanisme PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah di LEMIGAS

BAB 4 EVALUASI PPH PASAL 22 BENDAHARAWAN PEMERINTAH PADA PPPTMGB LEMIGAS. Mekanisme PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah di LEMIGAS BAB 4 EVALUASI PPH PASAL 22 BENDAHARAWAN PEMERINTAH PADA PPPTMGB LEMIGAS IV.1. Mekanisme PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah di LEMIGAS LEMIGAS merupakan Satuan Kerja yang melakukan pemungutan PPh Pasal

Lebih terperinci

00BAB IV PEMBAHASAN. perusahaan memiliki banyak kesamaan seperti persamaan tarif dan sama-sama

00BAB IV PEMBAHASAN. perusahaan memiliki banyak kesamaan seperti persamaan tarif dan sama-sama 00BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Perbandingan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Antara Perusahaan Milik Negara (Pemungut) dan Perusahaan Swasta. Pada dasarnya perlakuan untuk Pajak Pertambahan Nilai

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Yth. : 1. Para Kepala Kantor Wilayah DJP 2. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak 3. Para Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO)

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO) ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO) Nikhen Hendra Damayanti, Hery Gunawan Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No. 9, Kemanggisan,

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan tol.

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan tol. BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT.DDT merupakan perusahaan yang bergerak dibidang alat berat yang menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1973, 2014 KEMENKEU. Pajak. Penyetoran. Pembayaran. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242 /PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23 PT. AMK merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa ekspor impor barang. Kewajiban perpajakan PT.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT BAB IV PEMBAHASAN Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II, penulis melakukan pemeriksaan pajak dengan menguji dan memeriksa ketaatan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan

2018, No Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan No.180, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. SPT. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 /PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 243/PMK.03/2014

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG

Lebih terperinci

RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA

RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA 1. Pembayaran atau Penyetoran Pajak yang Terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Masa yang Dilakukan Setelah Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran atau Penyetoran Pajak

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI ATAS KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN, PEMBETULAN SURAT PEMBERITAHUAN, DAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan,

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pajak Penghasilan 2.1.1. Pajak Penghasilan Badan Pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Pajak Penghasilan adalah Pajak yang dikenakan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat di paksakan) yang langsung dapat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.13, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pajak. Kelebihan Pembayaran. Pengembalian. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG TATA

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan

BAB IV PEMBAHASAN. dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan BAB IV PEMBAHASAN Dalam evaluasi penerapan dan perbandingan Pajak Pertambahan Nilai sebelum dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan penelusuran atas laporan laba rugi, neraca,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.671, 2015 KEMENKEU. Sanksi Administrasi. Surat Pemberitahuan. Pembetulan. Keterlambatan. Pembayaran. Penyetoran. Pajak. Penghapusan. Pengurangan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

tempat pembayaran pajak, dan tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak, serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak diatur

tempat pembayaran pajak, dan tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak, serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak diatur KEWAJIBAN PELAPORAN PAJAK BENDAHARAWAN BERPEDOMAN PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 DAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 80/PMK.03/2010 ATAUKAH PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 64/PMK.05/2013? Oleh:

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Analisis mengenai penerapan e-faktur yang berkaitan dengan PPN dilakukan dengan memeriksa kesesuaian data sebelum melakukan penginputan di e-faktur serta menganalis

Lebih terperinci

2015, No MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NO MOR 16/PMK.03/2011 TENTANG T

2015, No MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NO MOR 16/PMK.03/2011 TENTANG T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1469, 2015 KEMENKEU. Kelebihan. Perhitungan. Pengembalian. Pembayaran Pajak. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185/PMK.03/2015 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Ads by Style%20Ball X i Peraturan Peraturan Menteri Keuangan - 243/PMK.03/2014, 24 Des 2014 PencarianPeraturan PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN

Lebih terperinci

2015, No dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, perlu menetapkan P

2015, No dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, perlu menetapkan P BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1964, 2015 KEMENKEU. Pembayaran Pajak. Kelebihan. Perhitungan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 244/PMK.03/2015 TENTANG TATA

Lebih terperinci

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-382/PJ/2002 Tanggal : 13 Agustus 2002 A. Singkatan 1. APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2. APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Perhitungan PPN Keluaran Dalam hal menghitung Pajak Pertambahan Nilai atau PPN khusunya Pajak Keluaran yang diterbitkan dan dipungut oleh perusahaan merupakan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Alur Restitusi PT.KAJ atas PPN Lebih Bayar Bulan Desember 2013

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Alur Restitusi PT.KAJ atas PPN Lebih Bayar Bulan Desember 2013 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Alur Restitusi PT.KAJ atas PPN Lebih Bayar Bulan Desember 2013 PT.KAJ merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan di kota Semarang yang berdiri sejak tahun 2009.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Definisi Pajak Ada bermacam-macam definisi Pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada

Lebih terperinci

2 Mengingat Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga; : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Penghitungan dan

2 Mengingat Tata Cara Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga; : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Penghitungan dan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1470, 2015 KEMENKEU. Imbalan Bunga. Pemberian. Penghitungan. Tata Cara. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 186/PMK.03/2015 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.03/2013 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.03/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBERIAN IMBALAN BUNGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91/PMK.03/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91/PMK.03/2015 TENTANG PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI ATAS KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN, PEMBETULAN SURAT PEMBERITAHUAN,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91/PMK.03/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91/PMK.03/2015 TENTANG PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI ATAS KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN, PEMBETULAN SURAT PEMBERITAHUAN,

Lebih terperinci

2017, No dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pe

2017, No dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pe No.694, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Keterlambatan Penyampaian Surat Pemberitahuan, Pembetulan Surat Pemberitahuan, dan Keterlambatan Pembayaran atau Penyetoran Pajak. Pengurangan atau

Lebih terperinci

2011, No.35 2 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

2011, No.35 2 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.35, 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN. Kelebihan Pembayaran Pajak. Penghitungan. Prosedur PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA

BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA Didalam bab ini akan dilakukan analisis atau pembahasan hasil pemeriksaan, keberatan sampai dengan keluarnya

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN KETENTUAN MENGENAI SANKSI PERPAJAKAN DI INDONESIA

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN KETENTUAN MENGENAI SANKSI PERPAJAKAN DI INDONESIA BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN KETENTUAN MENGENAI SANKSI PERPAJAKAN DI INDONESIA 3.1. Gambaran Singkat Operasi Perusahaan Agar perencanaan pajak dapat dilakukan dengan baik dan dipahami oleh pihak-pihak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional saat ini adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PEMOTONGAN DAN PENYETORAN SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 26 TAHUN (STUDI KASUS: PERUM PERURI)

ANALISIS PENERAPAN PEMOTONGAN DAN PENYETORAN SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 26 TAHUN (STUDI KASUS: PERUM PERURI) ANALISIS PENERAPAN PEMOTONGAN DAN PENYETORAN SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 26 TAHUN 2010-2012 (STUDI KASUS: PERUM PERURI) Anggraini Larasati, Hanggoro Pamungkas Universitas Bina

Lebih terperinci

PROSEDUR PERHITUNGAN, PENYETORAN, PELAPORAN DAN PENCATATAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PROSEDUR PERHITUNGAN, PENYETORAN, PELAPORAN DAN PENCATATAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI JURNAL BISNIS DAN AKUNTANSI ISSN: 1410-9875 Vol. 17, No. 1a, November 2015 http: //www.tsm.ac.id/jba PROSEDUR PERHITUNGAN, PENYETORAN, PELAPORAN DAN PENCATATAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI RIAN SUMARTA STIE

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012

EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012 EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012 Marina Rachmat Kurniawan Lukas Tarigan Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Indonesia, Jakarta, Indonesia Abstrak Tujuan penelitian

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011 Jurnal Ilmiah Buletin Ekonomi ISSN: 1410-3842 Volume 17 No.2 September 2013 EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011 Meta Evelin Samosir Rachmat Kurniawan Ganda Hutapea

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 16/PMK.03/2011 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa guna

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT MPK. IV. 1 Evaluasi Terhadap Mekanisme Tata Laksana Pajak Pertambahan Nilai

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT MPK. IV. 1 Evaluasi Terhadap Mekanisme Tata Laksana Pajak Pertambahan Nilai BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT MPK IV. 1 Evaluasi Terhadap Mekanisme Tata Laksana Pajak Pertambahan Nilai PT. MPK merupakan sebuah perusahaan lokal yang bergerak dalam bidang pengembangan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) DALAM BENTUK FORMULIR KERTAS (HARD COPY)

Lebih terperinci

PAPER. Dibuat Oleh: Annisa Pradita FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR

PAPER. Dibuat Oleh: Annisa Pradita FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS PENERBITAN DAN PEROLEHAN FAKTUR PAJAK SERTA PENGAKUAN ATAS PENYERAHAN DAN PEROLEHAN BARANG KENA PAJAK PADA PT UNITEX TBK TAHUN 2014 PAPER Dibuat Oleh: Annisa Pradita 0221

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4.

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini sedang mengalami permasalahan di berbagai sektor, salah satunya adalah sektor ekonomi. Inflasi yang cenderung mengalami peningkatan, naiknya harga

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 186/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 186/PMK.03/2015 TENTANG Peraturan Peraturan Menteri Keuangan - 186/PMK.03/2015, 30 Sept 2015 PencarianPeraturan Menimbang: PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 186/PMK.03/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Prosedur Pembelian dan Pencatatannya a. Prosedur Pembelian Berdasarkan penelitian lapangan diketahui bahwa PT XYZ telah menetapkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penyajian dan Analisis Data PT. Waskita Karya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Kegiatan utama PT. Waskita Karya adalah membangun sebuah

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Analisis terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT Healthy World adalah perusahaan distributor berupa alat-alat kesehatan untuk keperluan tumah tangga berupa kursi pijat, pijat

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh penghasilan. Tidak

BAB 4 PEMBAHASAN. atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh penghasilan. Tidak BAB 4 PEMBAHASAN Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh penghasilan. Tidak dipersoalkan apakah badan tersebut mengalami

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/ Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/2014-00 Apa yang dimaksud Emas Perhiasan? Emas perhiasan adalah perhiasan dalam bentuk apapun yang bahannya sebagian atau seluruhnya dari

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kepada CV X, berikut adalah beberapa hal yang dapat disimpulkan dari hasil penelitian: 1. CV X telah melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1, pajak adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN. dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1, pajak adalah kontribusi wajib BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara

Lebih terperinci

PERHITUNGAN, PENYETORAN, PELAPORAN DAN PENCATATAN PPH PASAL 21 DAN PPN

PERHITUNGAN, PENYETORAN, PELAPORAN DAN PENCATATAN PPH PASAL 21 DAN PPN Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol. 17 1a, Issue 9 PERHITUNGAN, PENYETORAN, PELAPORAN DAN PENCATATAN PPH PASAL 21 DAN PPN WILLIEM CHAHYA WIJAYA STIE TRISAKTI williem@stietrisakti.ac.id Abstract : This research

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Apabila membahas pengertian pajak banyak para ahli dalam bidang perpajakan yang memberikan pengertian mengenai pajak, diantaranya : Menurut Djajadiningrat dalam

Lebih terperinci

Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi

Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi BAB 1 JENIS, FUNGSI, DAN KEWAJIBAN PEMBUATAN FAKTUR PAJAK Pendahuluan Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi yang sangat penting dalam pelaksanaan ketentuan pemungutan Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 /PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. di bidang perdagangan eceran khusus untuk pelumas/oli industri.

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. di bidang perdagangan eceran khusus untuk pelumas/oli industri. BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Penyajian Data 4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan PT. Limanindo Kawan Sejati adalah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan eceran khusus untuk pelumas/oli industri.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. kedua atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983, Pengusaha yang melakukan

BAB IV PEMBAHASAN. kedua atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983, Pengusaha yang melakukan BAB IV PEMBAHASAN Menurut Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000 yang merupakan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983, Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Pembahasan Masalah. Tahun 2015 ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai

BAB III PEMBAHASAN. A. Pembahasan Masalah. Tahun 2015 ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai 44 44 BAB III PEMBAHASAN A. Pembahasan Masalah Tahun 2015 ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai Tahun Pembinaan Wajib Pajak (TPWP). Pihak-pihak atau objek yang dibina oleh DJP adalah kelompok

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK DALAM RANGKA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU TIGA

EVALUASI PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK DALAM RANGKA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU TIGA EVALUASI PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK DALAM RANGKA OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK DI KPP PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU TIGA HENDRY ALDARYANTO Jalan Kenangan 3 No. 85 Jakasampurna Bekasi Barat, 081297250365,

Lebih terperinci

PER - 3/PJ/2010 TATA CARA PENATAUSAHAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS PENY

PER - 3/PJ/2010 TATA CARA PENATAUSAHAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS PENY PER - 3/PJ/2010 TATA CARA PENATAUSAHAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS PENY Contributed by Administrator Thursday, 11 February 2010 Pusat Peraturan Online PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG

Lebih terperinci

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I BAB I PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I BAB I PENUNJUKAN BENDAHARA NEGARA SEBAGAI PEMOTONG/ PEMUNGUT PAJAK-PAJAK NEGARA 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang 1) Undang-undang

Lebih terperinci