BAB IV PEMBAHASAN. dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PEMBAHASAN. dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan"

Transkripsi

1 BAB IV PEMBAHASAN Dalam evaluasi penerapan dan perbandingan Pajak Pertambahan Nilai sebelum dan sesudah perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009, penulis melakukan penelusuran atas laporan laba rugi, neraca, SPT, Faktur Pajak, Surat Setoran Pajak (SSP) dan dokumen lain. Ketika melakukan pengecekan, ada beberapa tahap yang harus dilakukan yaitu dengan meneliti apakah Faktur Pajak Standar tersebut penulisannya sudah benar atau belum, sudah lengkap atau tidak, seperti penulisan Kode dan Nomer Seri Faktur Pajak, tanggal transaksi, jenis transaksi, nama Pengusaha Kena Pajak, nama penerima Jasa Kena Pajak. Evaluasi ini dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh penjualan Jasa Kena Pajak telah dilakukan pemungutan Pajak pertambahan Nilai secara benar. IV.1 Evaluasi Pajak Keluaran Tahun 2008, 2009 dan 2010 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan transaksi penjualan maupun penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak harus menerbitkan Faktur Pajak, karena atas transaksi tersebut Pengusaha Kena Pajak wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai yang disebut sebagai Pajak Keluaran atau Pajak Pertambahan Nilai Keluaran, yang harus disetorkan kepada negara. Berdasarkan dari data-data yang telah ada, terdapat beberapa masalah dalam Pajak Keluaran PT SMR, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Pembuatan Faktur Pajak Standar yang tidak tepat waktu 41

2 Sesuai dengan Peraturan Direktur Jendaral Pajak Nomor PER-549/PJ./2000 sebagaimana telah diubah menjadi PER-159/PJ./2006 Pasal 2 ayat (1) menjelaskan bahwa Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat : a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran diterima setelah bulan penyerahan Jasa Kena Pajak, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya maka Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat pada saat penerimaan pembayaran, atau b. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, atau c. Pada saat penerimaan pembayaran terjamin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan, atau d. Pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. Dan kini setelah perubahan terakhir pada Peraturan Jendaral Pajak No.13/PJ./2010 pada Pasal 2 ayat (1) sama dengan Undang-undang No.42 Tahun 2009 sesuai Pasal 13 ayat (1a), yang mulai diberlakukan pada Tanggal 10 April 2010 memiliki ketentuan pada saat pembuatan Faktur Pajak sebagai berikut: a. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak; b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau d. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. Penjelasan dalam hal pembuatan paling lambat Faktur Pajak diatur dalam Undangundang Nomor 42 Tahun 2009 pada Pasal 13 ayat (2a) menurut Ikantan Akunta Indonesia (2012:214) yaitu: 42

3 Faktur Pajak harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan. Penjelasan ayat ini dimaksudkan untuk meringankan beban administrasi, maka Pengusaha Kena Pajak diperkenankan membuat Faktur Pajak gabungan paling lama pada akhir bulan penyerahan Jasa Kena Pajak meskipun di dalam bulan penyerahan telah terjadi pembayaran baik sebagian maupun seluruhnya. Pada Pasal 14 ayat 4 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang KUP menyatakan bahwa Pengusaha Kena Pajak yang wajib membuat Faktur Pajak tetapi tidak melaksanakannya, tidak selengkapnya mengisi Faktur Pajak, atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Berdasakan hasil evaluasi dan kondisi yang terdapat dalam perusahaan PT SMR Tahun , dimana pada tahun ini belum terjadi dan diberlakukannya perubahan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009, penulis menemukan beberapa hal yang belum benar dimana terdapat jenis transaksi penyerahan Jasa Kena Pajak atas Faktur Pajak Standar Keluaran yang dibuat lewat dari masa berlaku pembuatan Faktur Pajak. Penyerahan untuk pelaporan Faktur Pajak Standar yang tidak tepat waktu terjadi pada beberapa bulan. (Lihat tabel IV.2 dan IV.3) Dalam perubahan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 yang mulai diberlakukan mulai Tanggal 1 April 2010, penulis melakukan evaluasi terhadap penyerahan Jasa Kena Pajak pada Tahun 2010 dimulai pada bulan April, penulis menemukan beberapa hal yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku yang telah dilakukan PT SMR berupa transaksi penyerahan Jasa Kena Pajak atas Faktur Pajak Keluaran yang dibuat lewat dari masa berlaku pembuatan Faktur Pajak yang harus sesuai dengan peraturan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 pada pasal 13 ayat 43

4 (2a). Penyerahan untuk pelaporan Faktur Pajak Standar yang tidak tepat waktu terjadi pada beberapa bulan seperti tabel dihalaman berikutnya. (Lihat Tabel IV.4) Penulis telah melakukan pemilihan data sampling berdasarkan Masa Faktur Pajaknya terhadap Tanggal Pembuatan Faktur Pajak yang terjadi pada Tahun sebagai berikut: a. Tahun 2008 Penulis memilih sampling yang terjadi sejak Masa Faktur Pajak bulan November dan Desember pada tahun 2007 yang terkait dengan pembuatan Faktur Pajak Standar di tahun 2008, kemudian dilanjutkan pada beberapa bulan Masa Pajak kecuali bulan Februari, Maret, dan Mei b. Tahun 2009 Penulis melakukan sampling pada Masa Faktur Pajak bulan Desember pada tahun 2008 karena pembuatan Faktur Pajak Standar di tahun 2009, dan dilanjutkan pada beberapa bulan Masa Pajak kecuali bulan April, Oktober, dan Desember. c. Tahun 2010 Penulis melakukan sampling pada Masa Faktur Pajak November dan Oktober pada tahun 2009 karena pembuatan Faktur Pajak Standar di tahun 2009, dan dilanjutkan pada beberapa bulam Masa Pajak kecuali bulan Februari, Urutan bulan sesuai pada Tanggal Pembuatan Faktur Pajaknya. Penulis membuat sampling pada bulan yang memiliki keterlambatan paling lama dan jumlah Dasar Pengenaan Pajak yang besar, dengan 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga) Faktur Pajak. 44

5 Tabel IV.1 Jumlah Faktur Pajak Keluaran Tahun No Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember TOTAL

6 Gambar IV.1 Jumlah Pajak Keluaran Tahun Sumber: Faktur Pajak Keluaran Tahun PT SMR 46

7 Tabel IV.2 Sampel Klasifikasi Faktur Standar Keluaran Tahun 2008 No nama pembeli BKP / Penerima JKP Nomor Seri Faktur Pajak Masa Faktur Pajak Tanggal Pembuatan Faktur Pajak DPP Jumlah PPN 1 PT. PLN (PERSERO) November 09 Januari PT PLN (PERSERO) November 21 Januari PT PLN (PERSERO) November 21 Januari PT. PLN (PERSERO) Februari 21 April PT. PLN (PERSERO) Maret 13 Juni PT. PLN (PERSERO) Mei 11 Juli PT. PLN (PERSERO) Juni 26 Agustus PT. PLN (PERSERO) Juni 06 Agustus PT. PLN (PERSERO) Juli 22 September PT. PLN (PERSERO) Agustus 28 Oktober PT. PLN (PERSERO) Agustus 25 November PT. PLN (PERSERO) Agustus 27 November PT. PLN (PERSERO) Oktober 02 Desember PT. PLN (PERSERO) September 05 Desember Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2008 PT SMR 47

8 Tabel IV.3 Sampel Klasifikasi Faktur Standar Keluaran Tahun 2009 No Nama pembeli BKP / Penerima JKP Nomor Seri Faktur Pajak Masa Faktur Pajak Tanggal Pembuatan Faktur Pajak DPP Jumlah PPN 1 PT. PLN (PERSERO) November 23 Januari PT. PLN (PERSERO) Desember 26 Februari PT. PLN (PERSERO) Januari 06 Maret PT. PLN (PERSERO) Januari 12 Maret PT. PLN (PERSERO) Februari 20 Mei PT. PLN (PERSERO) April 02 Juni PT. PLN (PERSERO) April 05 Juni PT. PLN (PERSERO) Mei 13 Juli PT. PLN (PERSERO) Mei 13 Juli PT. PLN (PERSERO) Juni 25 Agustus PT. PLN (PERSERO) Juli 08 September PT. PLN (PERSERO) Juli 10 September Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2008 PT SMR 48

9 Tabel IV.4 Sampel Klasifikasi Faktur Standar Keluaran Tahun 2010 No nama pembeli BKP / Penerima JKP Nomor Seri Faktur Pajak Masa Faktur Pajak Tanggal Pembuatan Faktur Pajak Jumlah 1 PT. PLN (PERSERO) November 26 Januari PT. PLN (PERSERO) Januari 04 Maret PT. PLN (PERSERO) Januari 02 Maret PT. PLN (PERSERO) Januari 13 April PT. PLN (PERSERO) Februari 30 April PT. PLN (PERSERO) Februari 05 Mei PT. PLN (PERSERO) April 12 Mei PT. PLN (PERSERO) Mei 04 Juni PT. PLN (PERSERO) Mei 20 Juli PT. PLN (PERSERO) Mei 27 Juli PT. PLN (PERSERO) Juni 03 Agustus PT. PLN (PERSERO) Juni 03 September PT. PLN (PERSERO) Agustus 03 September PT. PLN (PERSERO) September 22 Oktober PT. PLN (PERSERO) September 3 November PT. PLN (PERSERO) Oktober 01 Desember Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2008 PT SMR DPP PPN 49

10 Gambar IV.2 Perbandingan Jumlah Keterlambatan Faktur Pajak Keluaran Tahun

11 Pada Tabel IV.1 diatas menerangkan jumlah keseluruhan dari Faktur Pajak Keluaran Tahun , dan pada Gambar IV.1 dapat terlihat jumlah aktivitas dari penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh PT SMR paling banyak adalah pada Tahun Dalam perbandingan jumlah keterlambatan Faktur Pajak keluaran pada Tahun yang terkait dengan perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009 pada Gambar IV.2 diatas menerangkan jumlah keterlambatan pada Tahun 2008 sebanyak 33 lembar, Tahun 2009 sebanyak 24 lembar, Tahun 2010 sebanyak 82 lembar. Pada Tahun 2010 dimana tahun ini mulai diberlakukannya perubahan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai pada bulan April PT SMR memiliki jumlah keterlambatan Faktur Pajak paling tinggi hal ini terjadi akibat PT SMR masih belum mengikuti perubahan peraturan Undang-undang No.42 Tahun Faktur Pajak Standar dan Faktur Pajak yang melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan. Pada Peraturan Direktur Jendral Pajak No.159/PJ./2006 pada Pasal 13 ayat (1) menjelaskan bahwa Faktur Pajak Standar yang diterbitkan setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak Standar seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (dua), adalah bukan merupakan Faktur Pajak Standar. Serta pada Pasal 13 ayat (2) menjelaskan bahwa Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak Standar. 51

12 Dan kini setelah mengalami perubahan Peraturan Direktur Jendral Pajak yang terbaru yaitu No.13/PJ/2010 Pasal 14 ayat (1) menjelaskan bahwa Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (dua) dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak. Dalam hal ini, PT SMR memiliki beberapa Faktur Pajak yang melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan. Mengacu kepada Peraturan Direktur Jendral Pajak tersebut, dalam hal Faktur Pajak yang melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan tidak dianggap sebagai Faktur Pajak, yang mengartikan bahwa Faktur Pajak tersebut adalah cacat atau tidak dapat dikreditkan. Sehingga bagi pihak penerbit Faktur Pajak Standar dan faktur Pajak yaitu PT SMR akan dikenakan sanksi 2% dari Dasar Pengenaan Pajakn dan pihak penerimanya tidak dapat mengkreditkan Faktur Pajak tersebut. Penulis telah membuat keterangan pada Tabel IV.5 mengenai Faktur Pajak Standar dan Faktur Pajak yang melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan. 52

13 Tabel IV.5 Faktur Pajak Standar dan Faktur Pajak yang melewati jangka waktu tiga bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat No Nama Pembeli BKP / Penerima JKP Nomor Seri Faktur Pajak Tahun Masa Faktur Pajak Tanggal Pembuatan Faktur Pajak Jumlah DPP 1 PT. PLN (PERSERO) Februari 13 Juni PT. PLN (PERSERO) Mei 24 Oktober PT. PLN (PERSERO) Mei 30 Oktober PT. PLN (PERSERO) Januari 29 Mei PT. PLN (PERSERO) Februari 07 Juli PT. PLN (PERSERO) Januari 21 Juli PT. PLN (PERSERO) April 19 Agustus PT. PLN (PERSERO) April 13 Agustus PT. PLN (PERSERO) April 08 September PT. PLN (PERSERO) Mei 09 September PT. PLN (PERSERO) April 03 September PT. PLN (PERSERO) Maret 09 September PT. PLN (PERSERO) Januari 09 November PT. PLN (PERSERO) Oktober 08 Februari PT. PLN (PERSERO) Oktober 18 Maret PT. PLN (PERSERO) Oktober 30 April PT. PLN (PERSERO) Januari 06 Mei PT. PLN (PERSERO) Oktober 30 April PT. PLN (PERSERO) Februari 07 Juni Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun PT SMR PPN 53

14 Lanjutan Tabel IV.5 Faktur Pajak Standar dan Faktur Pajak yang melewati jangka waktu tiga bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat No Nama Pembeli BKP / Penerima JKP Nomor Seri Faktur Pajak Tahun Masa Faktur Pajak Tanggal Pembuatan Faktur Pajak Jumlah 20 PT. PLN (PERSERO) Januari 18 Juni PT. PLN (PERSERO) Januari 22 Juni PT. PLN (PERSERO) Februari 04 Februari PT. PLN (PERSERO) Februari 02 Juli PT. PLN (PERSERO) April 03 Agustus PT. PLN (PERSERO) Januari 22 Oktober PT. PLN (PERSERO) Juli 12 November PT. PLN (PERSERO) Juli 26 November PT. PLN (PERSERO) Mei 06 Desember PT. PLN (PERSERO) Agustus 10 Desember PT. PLN (PERSERO) Agustus 15 Desember PT. PLN (PERSERO) Juli 31 Desember Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun PT SMR DPP PPN 54

15 3. Faktur Pajak Standar yang dibuat atas transaksi penjualan diklasifikasikan sebagai Faktur Pajak yang tidak sesuai aturan (cacat) Kondisi yang ditemukan sehubungan dengan Faktur Pajak Standar yang tidak sesuai dengan aturan dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Diisi dengan data yang tidak benar, berupa: Terdapat beberapa pengisian Nomor Seri Faktur Pajak yang sejenis pada bulan yang yang sama pada Tahun 2009 dan Tabel IV.6 Evaluasi Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang Sejenis Tahun 2009 Faktur Pajak Ganda 1 Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Tanggal Transaksi Tanggal Pembuatan Faktur DPP PPN Juli 13 Agustus Oktober 15 Oktober Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2009 PT SMR Tabel IV.7 Evaluasi Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang Sejenis Tahun 2009 Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Tanggal Transaksi Tanggal Pembuatan Faktur DPP PPN April 08 September April 08 September Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2009 PT SMR 55

16 Tabel IV.8 Evaluasi Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang Sejenis Tahun 2010 Faktur Pajak Ganda 2 Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Tanggal Transaksi Tanggal Pembuatan Faktur DPP PPN Januari 02 Maret Januari 02-Mar Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2010 PT SMR Tabel IV.9 Evaluasi Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang Sejenis Tahun 2010 Faktur Pajak Ganda 3 Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Tanggal Transaksi Tanggal Pembuatan Faktur DPP PPN Januari 13 April Januari 13 April Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2010 PT SMR Tabel IV.10 Evaluasi Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang Sejenis Tahun 2010 Faktur Pajak Ganda 4 Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Tanggal Transaksi Tanggal Pembuatan Faktur DPP PPN Maret 21 April Maret 21 April Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2010 PT SMR 56

17 Tabel IV.11 Evaluasi Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang Sejenis Tahun 2010 Faktur Pajak Ganda 5 Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Tanggal Transaksi Tanggal Pembuatan Faktur DPP PPN Mei 20 Juli Mei 20 Juli Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2010 PT SMR Faktur Ganda 6 Tabel IV.12 Evaluasi Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang Sejenis Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Tanggal Transaksi Tahun 2010 Tanggal Pembuatan Faktur DPP PPN April 8 Sepetember April 8 September Sumber: Faktur Pajak Standar Tahun 2010 PT SMR Terdapat pembetulan Nomor Seri Faktur Pajak dengan menggunakan coretan sendiri pada Tanggal 12 November b. Diisi dengan tidak lengkap, berupa: Pada kolom (Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termijn*) tidak dicoret pada bagian kata yang tidak perlu sebagaimana diminta dalam catatan bagian bawah sebelah kiri. 57

18 Menurut Wiston Manihuruk pada buku Pajak Pertambahan Nilai (2010:56) yaitu Berdasarkan ketentuan lama, penegasan bahwa Faktur Pajak harus memenuhi Syarat Formal dan Meterial terdapat pada Penjelasan Pasal 13 ayat (5). Setelah dilakukan perubahan, kewajiban untuk memenuhi syarat formal dan material diatur dalam batang tubuh yaitu Pasal 13 ayat (9) Undang-undang No.42 Tahun Berdasarkan Pasal 13 ayat (5) menjelaskan bahwa : Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat: a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; b. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; c. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; d. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; e. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan f. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak. Dari keterangan kelengkapan tersebut, diantaranya ialah termasuk memberikan coretan pada bagian yang tidak perlu dari (Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termijn*) sesuai dengan keadaan pada saat pembuatan Faktur Pajak Standar. Jika penyerahan Jasa Kena Pajak Dasar Pengenaan Pajaknya adalah Harga Jual, maka baris yang bukan Harga Jual harus dicoret seperti : (Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termijn*) XXX *) Coret yang tidak perlu 4. Pembuatan jenis Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan Berdasarkan Undang-undang No.42 Tahun 2009 menurut Wiston Manihuruk (2010), jenis Faktur Pajak yang sebelumnya adalah Faktur Pajak Sederhana, dan 58

19 Faktur Pajak Standar, kini hanya ada istilah Faktur Pajak. Sehingga pada bulan April 2010 PT SMR masih menggunakan jenis Faktur Pajak Standar yang seharusnya telah berubah menjadi Faktur Standar. IV.2 Evaluasi Pajak Masukan Pengertian Pajak Masukan menurut Waluyo (2009:83) adalah: Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tak berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak. Pajak masukan terdiri dari dua 1. Pajak Masukan yang dapat di kreditkan. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan menurut Undang-undang No.42 Tahun 2009 pasal 16B ayat 2 adalah Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan. 2. Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan Didalam Undang-undang No. 42 Tahun 2009 Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan adalah atas: a. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; b. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha; c. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan; 59

20 d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; e. dihapus; f. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; g. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6); h. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak; i. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan j. Perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a). Setiap melakukan transaksi yang berkaitan dengan pembelian, perusahaan harus menerima lembar asli Faktur Pajak Standar dari perusahaan yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, Faktur Pajak Standar tersebut merupakan Pajak Masukan bagi perusahaan, dimana jumlah Pajak Masukan akan sangat mempengaruhi Pajak Pertambahan Nilai yang ditanggung perusahaan. Dalam hal ini, PT SMR merupakan sub konstruksi, artinya perusahaan merupakan pihak ke tiga dalam pelaksanaan kegiatan. Selama Tahun 2008 sampai dengan 2010 PT SMR sebagian besar melakukan penyerahan Jasa Kena Pajaknya kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN). Penulis telah melakukan pengecekan mengenai Faktur Pajak Masukan pada perusahaan, dan hasil yang didapatkan perusahaan tidak membuat faktur Pajak Masukan yang terkait dengan pembelian Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak karena 60

21 keseluruhan pembelian Barang Kena Pajak tersebut ditanggung pihak perusahaan yang bekerja sama dengan PT SMR. Penyerahan Jasa Kena Pajak dalam negeri dibuat dengan Faktur Pajak Standar. Dalam pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PT SMR menggunakan formulir Dalam hal ini, perusahaan tidak membuat Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN). Untuk itu, peneliti akan membantu memberikan saran dan masukan dalam pembuatan SPT Masa PPN guna pelaporan perpajakan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) walaupun jumlah Pajak Masuknnya adalah Nihil. Berdasarkan hasil penelitian dari dokumen-dokumen yang telah didapatkan penulis menemukan bahwa: 1. PT SMR tidak memiliki Pajak Masukan PT SMR selama Tahun 2008 sampai dengan 2010 memiliki kerjasama dengan PLN. PT SMR hanya memberikan Jasa Konstruksi dalam bidang kelistrikan, oleh sebab itu seluruh perlengkapan seperti Trafo Listrik, Kabel yang sesuai standart PLN, KWH Meter Listrik, Tiang Listrik/Tiang Sutet ( Tegangan Tinggi) di supply oleh PLN. PT SMR tidak mencatat Pajak Masukan karena seluruh bahan-bahan produksi di supply langsung oleh pihak PLN. Hal ini disebabkan karena konsumennya berasal dari PLN. Jika ada pembelian perlengkapan, pembelian tersebut tidak memiliki Faktur Pajak Standar dan pembelian tersebut bukan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. 2. PT SMR melakukan pembelian bahan/barang Tahun 2008, 2009, dan

22 Dari hasil penelitian yang telah dilakukan penulis dan dokumen SPT Tahunan serta Laporan Rugi/Laba PT SMR telah mencatat dan melaporkan pembelian bahan/barang dagangan sebagai berikut: a. Tahun 2008 Pembelian Barang : Rp b. Tahun 2009 Pembelian Material (Lapangan) : Rp c. Tahun 2010 Pembelian Material (Lapangan) : Rp Pada Tahun 2008 Pembelian Bahan / Barang Dagangan tercatat didalam SPT Tahunan formulir 1771 II. Untuk Tahun 2009, dan 2010 Pembelian Material tidak tercantum di dalam SPT Tahunan PT SMR, hanya tercatat di dalam Laporan Rugi/Laba. Melalui penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan cara mengajukan pertanyaan atas pengawasan terhadap pembelian barang, PT SMR tidak melakukan pengawasan khusus untuk pembelian barang, PT SMR membeli barang bila ada pekerjaan atau proyek yang di luar dari pekerjaan kepada PLN, karena PT SMR hanya melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dan semua alat-alatnya merupakan Pengadaan dari PLN. Untuk Pembelian barang PT SMR langsung memesan dari distributor yang sudah menjadi langganan tetap dengan cara PT SMR mengirimkan daftar Purchase Order (PO) saja kemudian barang yang dibutuhkan akan diantar. 62

23 3. PT SMR tidak mengkreditkan biaya telepon dan listrik sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Dari hasil penelitian PT SMR tidak mengreditkan biaya telepon dan listrik sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP-312/PJ/2001 tentang dokumen-dokumen tertentu yang kedudukannya diperlaukan sebagai Faktur Pajak Standar pada Pasal 2 huruf (e) dan (i) menyatakan bahwa tanda pembayaran atau kuitansi untuk jasa telekomunikasi dan tanda pembayaran atau kuitansi listrik dapat diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar spanjang memenuhi persyaratan sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 KEP- 522/PJ/2000 yaitu: Dokumen-dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar paling sedikit harus memuat: a. Identitas yang berwenang menerbitkan dokumen; b. Nama dan alamat penerima dokumen; c. Nomor Pokok Wajib Pajak dalam hal penerima dokumen adalah sebagai Wajib Pajak dalam negeri; d. Jumlah satuan barang apabila ada; e. Dasar Pengenaan Pajak; f. Jumlah pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor. Dan kini setelah mengalami perubahan atas Keputusan Direktur Jendral Pajak tersebut maka pada Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor 10/PJ/2010 tentang dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak Pasal 1 (satu) huruf (d) dan (g) yang menyatakan bahwa tanda pembayaran atau kuitansi untuk jasa telekomunikasi dan tanda pembayaran atau kuitansi listrik merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sepanjang dokumen tertentu tersebut memenuhi persyaratan formal 63

24 apabila diisi lengkap, jelas, dan benar sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yaitu: Dokumen tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 paling sedikit harus memuat a. Nama, almat dan NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan, b. Nama pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak, c. Jumlah satuan brang apabila ada, d. Jumlah Pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor. Hal ini terjadi karena kuitansi rekening telepon dan listrik PT SMR masih atas nama pribadi pemilik perusahaan yaitu Ir. Sukrudin, perusahaan belum mengajukan penggantian nama kuitansi telepon dan listrik atas nama PT SMR. Akibatnya, Pajak Masukan yang seharusnya dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran menjadi tidak dapat dikreditkan. Sehingga, perusahaan tidak dapat meminimalkan biaya yang dikeluarkan tiap bulannya atas pembayaran telepon dan listrik. Jika biaya telepon dan listrik dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan, maka pajak yang ditanggung oleh PT SMR menjadi lebih ringan atau lebih kecil jumlahnya. Rekomendasi kepada perusahaan adalah agar pihak perusahaan segera mengajukan pengantian nama untuk kuitansi rekening telepon dan listrik atas nama PT SMR yang awalnya adalah atas nama pribadi pemilik perusahaan yaitu Ir. Sukrudin. Sehingga dapat meringankan beban biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan terutama beban pajak. Berikut ini adalah Laporan Rugi/Laba yang terkait dengan telepon dan listrik pada tahun a. Tahun 2008 : 64

25 Listrik : Rp Telepon : Rp Jumlah : Rp DPP : Rp b. Tahun 2009: Listrik : Rp Telepon : Rp Jumlah : Rp DPP : Rp c. Tahun 2010: Listrik : Rp Telepon : Rp Jumlah : Rp DPP : Rp Tabel IV.13 Evaluasi Pajak Masukan Jika Telekomunikasi dan Listrik Dijadikan Pajak Masukan yang dapat Dikreditkan Tahun Pajak Perolehan Sebelum Evaluasi Perolehan Setelah Evaluasi DPP PPN 10% DPP PPN 10% Selisih

26 Jika PT SMR menjadikan biaya Telepon dan Listrik sebagai Pajak Masukan maka pada tiga tahun berturut-turut perusahaan dapat mengurangi Pajak Masukan tersebut dengan Pajak Keluaran. Tabel diatas menerangkan kolom Perolehan Sebelum Evaluasi tersebut adalah perolehan Pajak Masukan PT SMR selama tahun , sesuai dengan keterangan sebelumnya bahwa PT SMR tidak memilik Pajak Masukan selama taun tersebut maka kolom tersbut kosong, dan pada kolom Perolehan Setelah Evaluasi merupakan jumlah dari biaya telepon dan listrik yang seharusya bisa dijadikan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, sehigga kolom Perolehan Sebelum Evaluasi dan kolom Perolehan Setelah Evaluasi tersebut dikurangkan maka dimasukan kedalam kolom selisih yaitu jumlah PPN 10% dari kolom Perolehan Setelah Evaluasi. Maka, dalam perhitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan perusahan yaitu: 1. Tahun 2008 sebesar Rp Tahun 2009 sebesar Rp Tahun 2010 sebesar Rp Maka dalam pelaporan SPT Masa PPN, PT SMR dapat mengurangi biaya telepon dan listrik perbulannya sebagai Pajak Masukan dikurangi dengan Pajak Keluaran. Maka perusahaan dapat lebih menghemat biaya. 4. PT SMR tidak menyampaikan SPT Masa PPN Dalam hal pelaporan Pajak Pertambahan Nilai PT SMR tidak melaporkan SPT Masa PPN nya kepada Kantor Pajak hal ini disebabkan karena Pajak Masukan yang 66

27 nihil sehingga PT SMR tidak melakukan Pelaporan SPT Masa PPN. Saat pembuatan Faktur Pajak menurut Wiston Manihuruk (2010) mengenai: ketentuan lama yang mengatur saat penyetoran PPN dilakukan paling lama pada Tanggal 15 setelah berakhirnya Masa Pajak dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dilakukan paling lama pada Tanggal 20 setelah berakhirnya Masa Pajak. Didalam Undang-undang KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 3 ayat (3) huruf a dijelaskan mengenai Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak. Dan pada Pasal 3 ayat (4) menjelaskan batas waktu perpanjangan penyampaian surat Pemberitahuan Tahunan yaitu: Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain kepada Direktur Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Berdasarkan Pasal 7 Undang-undang KUP No.28 Tahun 2007 yang menjelaskan bahwa: Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp ,00 untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Dalam Pasal ini menyebutkan Pasal 3 ayat (4) yang dikhususkan untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan saja, tidak disebutkan untuk SPT Masa 67

28 PPN, sehingga dapat diartikan untuk SPT Masa PPN mengacu kepada Pasal 3 ayat (3) dimana hanya kepada batas waktu penyampaian. Saat penyetoran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan keterangan Wiston Manihuruk (2010:63) yang mengacu kepada Perubahan Undang-undang No.42 Tahun 2009 pada pasal 15A ayat (1) dan (2) adalah sebagai berikut: Penyetoran dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan, dan pelaporan dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berkahirnya Masa Pajak. Akibatnya karena tidak membuat dan menyampaikan SPT Masa PPN, PT SMR dapat dikenakan denda administrasi sebesar Rp untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Dan atas keterlambatan penyampaian SPT Masa PPN maka PT SMR dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-undang KUP No.28 Tahun 2007 pada Pasal 9 ayat (2a) yaitu: Pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Kemungkinan perhitungan atas denda atau sanksi yang meliputi: 1. Pembuatan Faktur Pajak Standar tidak tepat waktu dikenakan sanksi 2% dari Dasar Pengenaan Pajak. 2. Faktur Pajak yang cacat pengenaan sanksi 2% dari Dasar Pengenaan Pajak 3. Keterlambatan atas penyampaian SPT Masa PPN pengenaan sanksi 2% perbulan 68

29 4. Tidak menyampaikan SPT Masa PPN dikenakan denda Rp Sehingga atas denda-denda tersebut itu penulis melakukan perhitungan atas kemungkinan total keseluruhan dari denda atau sanksi tersebut. 1. Pembuatan Faktur Pajak tidak tepat waktu Tahun 2008 : Rp x 2% = Rp Tahun 2009 : Rp x 2% = Rp Tahun 2010 : Rp x 2% = Rp Total Rp Pembuatan Faktur Pajak yang tidak tepat waktu didapatkan dari total keterlambatan waktu setiap bulannya selama tahun yang dikali dengan sanksi 2% dari Total Dasar Pengenaan Pajak tersebut selama pertahunnya. 2. Faktur Pajak cacat Tahun 2008 : Rp x 2% = Rp Tahun 2009 : Rp x 2% = Rp Tahun 2010 : Rp x 2% = Rp Total Rp Atas Faktur Pajak tersebut selama Tahun keseluruhannya mengalami Faktur Pajak Standar yang cacat karena menerbitkan Faktur Pajak yang telah melewati jangka waktu 3 bulan, mencatat dan mencantumkan Nomor Seri Faktur Pajak yang sejenis, dan Pada kolom (Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termijn*) tidak dicoret pada bagian kata yang tidak perlu sebagaimana diminta dalam catatan 69

30 bagian bawah sebelah kiri, dan pada Tahun 2010 masih menerbitkan Faktur Pajak Standar. 3. Keterlambatan atas penyampaian SPT Masa PPN 2% x 36 x Rp = Rp Keterlambatan atas penyampaian SPT Masa PPN dikenakan sanksi 2% dan dikalikan dengan bulan yang terlambat dikalikan lagi dengan jumlah Pajak yang harus dibayar, dalam hal ini Jumalh Pajak yang harus dibayar adalah total keseluruhan Pajak yang harus dibayar PT SMR selama Tahun , kemudian 36 bulan adalah jumlah bulan selama 3 tahun. Untuk ketentuan ini menurut Pasal 13 ayat (2) Undang-undang KUP No.28 Tahun 2007 adalah sebagai berikut: Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf e ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. Keterangan untuk ayat 1 huruf (a) adalah apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar dan huruf (e) adalah apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a). Ketentuan maksimal 24 bulan tersebut apabila telah dilakukan pemeriksaan dari Direktur Jendral Pajak, tetapi jika PT SMR melakukan perhitungannya dengan cara 70

31 self assesment maka perhitungan dilakukan dengan mengalikan dengan 36 bulan atau selama 3 (tiga) Tahun. 4. Tidak menyampaikan SPT Masa PPN 36 x Rp = SPT Masa PPN tidak disampaikan selama tiga tahun maka selama 36 bulan tersebut dikalikan dengan Rp menjadi Rp Karena tidak adanya sumber data yang medukung berupa SPT Masa PPN maka penulis membuat kemungkinan yang terjadi dari penelitian yang telah dilakukan kepada perusahaan bahwa PT SMR telah menghitung jumlah Dasar Pengenaan Pajak setiap tahunnya, kemudian perusahaan menulis kedalam SPT Tahunan formulir IV pada kolom imbalan jasa konstruksi bagian 8.a yaitu Pelaksanaan Konstruksi sebesar Dasar Pengenaan Pajak yang telah dihitung selama setahun kemudian dikalikan dengan tarif pajak untuk pelaksanaan konstruksi sebesar 2%. Hal tersebut tentulah berbeda dengan peraturan yang berlaku bahwa SPT Tahunan merupakan jumlah penghasilan perusahaan yang harus dilaporkan, sementara SPT Masa PPN adalah jumlah pungutan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dilaporkan atas pungutan yang telah dilakuakan PT SMR kepada PLN. Sehingga pungutan pajak ini harus dipisahkan dari penghasilan perusahaan. Rekomendasi kepada perusahaan adalah PT SMR harus tetap melakukan penyampaian SPT Masa PPN walaupun Pajak Masukannya yang nihil, karena SPT Masa PPN berbeda dengan SPT Tahunan. 71

32 IV.3 Proses Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Berdasarkan pasal 16A ayat (1) Undang-undang No.42 Tahun 2009 yang menjelaskan bahwa Pajak yang terutang atas penyerahaan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. Sehingga, dalam penjelasan ayat (1) adalah Pengusaha Kena Pajak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, maka Pemungut Pajak Pertambahan Nilai berkewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang dipungutnya. Meskipun demikian, pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tetap berkewajiban untuk melaporkan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. Contoh transkasi-transaksi yang dikenakan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Jasa Kena Pajak PT SMR, yaitu: Berikut ini adalah penyerahan dan perolehan yang di dapat PT SMR setiap tahunnya yaitu Tahun 2008, 2009, dan

33 Tabel IV.14 Evaluasi Penyerahan dan Perolehan Selama Tahun 2008 Pada PT SMR Masa Pajak Pajak Keluaran yang Dipungut DPP PPN PPN Masukan Kurang Bayar / (Lebih Bayar) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah

34 Tabel IV.15 Evaluasi Penyerahan dan Perolehan Selama Tahun 2009 Pada PT SMR Masa Pajak Pajak Keluaran yang Dipungut DPP PPN PPN Masukan Kurang Bayar / (Lebih Bayar) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah

35 Tabel IV.16 Evaluasi Penyerahan dan Perolehan Selama Tahun 2010 Pada PT SMR Masa Pajak Pajak Keluaran yang Dipungut DPP PPN PPN Masukan Kurang Bayar / (Lebih Bayar) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah

36 IV.4 Evaluasi Perbandingan Jumlah Pajak Keluaran dengan Penjualan Bersih Tabel diatas menjelaskan tentang Jumlah Pajak Keluaran PT SMR dari setiap tahunnya selama Tahun Penulis melakukan perbandingan Pajak Keluaran tersebut dengan Penjualan Bersih perusahaan yang tertera di Laporan Laba/Rugi dan SPT Tahunan sebagai berikut Tabel IV.17 Evaluasi Perbandingan Jumlah Pajak Keluaran dengan Penjualan Bersih Tahun Pajak Penjualan Bersih Pajak Keluaran Selisih Dari hasil perbandingan tersebut terdapat jumlah selisih antara Pajak Keluaran dan Penjualan bersih sebesar : 1. Tahun 2008 sebesar Rp Tahun 2009 sebesar Rp Tahun 2010 sebesar Rp Pada Tahun 2009 dan 2010 terdapat selisih antara Penjualan Bersih dan Pajak Keluaran, dimana Penjualan bersih nilainya lebih besar dari pajak keluaran. Karena perbedaan nilai tersebut maka rekomendasi kepada PT SMR agar melakukan pembetulan atas SPT Tahunan atas Tahun 2009 dan Pada Tahun 2008 terdapat perbedaan jumlah Penjualan Bersih dan Pajak Keluaran yang cukup besar. Karena keterbatasan informasi yang didapatkan maka 76

37 kemungkinan-kemungkinan yang terjadi terhadap perbedaan tiga tahun tersebut adalah karena ada sebagian pendapatan perusahaan yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Sehingga memiliki perbedaan yang cukup besar, dan kemungkinan berikutnya adalah terjadi pembayaran pajak yang dilakukan oleh PT SMR atas pekerjaan kepada PT PLN, dalam hal ini PLN belum melakukan pembayaran, sehingga PT SMR harus membayar terlebih dahulu pajak yang terhutangnya, setelah itu menunggu pelunasan dari PLN. 77

Halaman Pemberian Hak Cipta Non Eksklusif dari Mahasiswa ke Universitas Bina Nusantara PERNYATAAN NIM :

Halaman Pemberian Hak Cipta Non Eksklusif dari Mahasiswa ke Universitas Bina Nusantara PERNYATAAN NIM : Halaman Pemberian Hak Cipta Non Eksklusif dari Mahasiswa ke Universitas Bina Nusantara PERNYATAAN Dengan ini saya, Nama : Dwi Larasati Putri NIM : 120095091 Judul skripsi : Evaluasi Penerapan dan Perbandingan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis BAB IV PEMBAHASAN Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis melakukan pemeriksaan pajak dengan menguji dan memeriksa ketaatan perpajakan, serta kebenaran jumlah dalam SPT

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang yakni barang IT yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan)

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan) BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan) Pajak Masukan adalah pajak yang harus dibayarkan oleh Pengusaha Kena Pajak

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. Biotek Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang farmasi (obatobatan hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha

Lebih terperinci

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian BAB 4 Pembahasan Hasil Penelitian 4.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikomsumsi di dalam daerah

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi.

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi. BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Perusahaan ini telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT 4.2 Analisis Faktur Pajak

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT 4.2 Analisis Faktur Pajak BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT PT. TRT adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang produsen bahan kimia yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1. Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. Mejoi merupakan perusahaan distributor yang bergerak dalam bidang nutrisi anak yang telah dikukuhkan pada tanggal

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT BAB IV PEMBAHASAN Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II, penulis melakukan pemeriksaan pajak dengan menguji dan memeriksa ketaatan

Lebih terperinci

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Adriani seperti dikutip Brotodihardjo (1998) mendefinisikan, Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang

Lebih terperinci

Bab 4 PEMBAHASAN. PT. XYZ merupakan Perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur

Bab 4 PEMBAHASAN. PT. XYZ merupakan Perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur Bab 4 PEMBAHASAN merupakan Perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur yang kegiatan utamanya sebagai distributor langsung untuk atap baja ringan. PT. XYZ menjual asesoris untuk pembuatan atap, dinding

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: Pajak

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI ATAS PENGHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PT JMU

BAB IV EVALUASI ATAS PENGHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PT JMU BAB IV EVALUASI ATAS PENGHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PT JMU IV.1 Evaluasi atas Penyerahan Barang Kena Pajak Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, perusahaan mengelompokkan penjualan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. kedua atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983, Pengusaha yang melakukan

BAB IV PEMBAHASAN. kedua atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983, Pengusaha yang melakukan BAB IV PEMBAHASAN Menurut Undang-Undang Nomor 18 tahun 2000 yang merupakan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983, Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan tol.

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan tol. BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT.DDT merupakan perusahaan yang bergerak dibidang alat berat yang menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Definisi Pajak Ada bermacam-macam definisi Pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada

Lebih terperinci

Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha

Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Faktur Pajak Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha b. penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha c.

Lebih terperinci

Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi

Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi BAB 1 JENIS, FUNGSI, DAN KEWAJIBAN PEMBUATAN FAKTUR PAJAK Pendahuluan Faktur pajak (tax invoice) merupakan sarana administrasi yang sangat penting dalam pelaksanaan ketentuan pemungutan Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Perhitungan PPN Keluaran Dalam hal menghitung Pajak Pertambahan Nilai atau PPN khusunya Pajak Keluaran yang diterbitkan dan dipungut oleh perusahaan merupakan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. PP (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. PT. PP (Persero) Tbk menyediakan berbagai jasa dan solusi

Lebih terperinci

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN Perhatian Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (7) UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2000, apabila SPTMasa yang Saudara sampaikan tidak ditandatangani

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PENERAPAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT ACG. Berdasarkan Pasal 1 angka 25 Undang-undang PPN Nomor 18 Tahun 2000

BAB IV EVALUASI PENERAPAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT ACG. Berdasarkan Pasal 1 angka 25 Undang-undang PPN Nomor 18 Tahun 2000 BAB IV EVALUASI PENERAPAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT ACG Berdasarkan Pasal 1 angka 25 Undang-undang PPN Nomor 18 Tahun 2000 disebutkan bahwa Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK Para Pemungut PPN yang terhormat, Setiap bulan setelah Masa Pajak berakhir, Pemungut PPN harus melaksanakan kewajiban untuk melaporkan kegiatan pemungutan PPN yang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Analisis terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT Healthy World adalah perusahaan distributor berupa alat-alat kesehatan untuk keperluan tumah tangga berupa kursi pijat, pijat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr.

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perpajakan menurut Prof. Dr. BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar - dasar Perpajakan Indonesia II.1.1 Definisi dan Unsur Pajak Dibawah ini terdapat beberapa definisi-definisi dan unsur pajak yang terangkum tentang pajak yang dikemukakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat di paksakan) yang langsung dapat

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Yth. : 1. Para Kepala Kantor Wilayah DJP 2. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak 3. Para Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi

Lebih terperinci

bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah Penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-00329/NKEB/WPJ.

bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah Penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor: KEP-00329/NKEB/WPJ. Putusan : Put-87868/PP/M.VA/99/2017 Nomor Jenis Pajak : Gugatan Masa Pajak : 2014 Pokok Sengketa Menurut Tergugat Menurut Penggugat Menurut Majelis : bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah

Lebih terperinci

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN DEPARTEMEN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Nama Pemungut : Alamat : No. Telp : Usaha : SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS. IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS. IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS LEMIGAS merupakan Instansi Pemerintah yang tidak bertujuan untuk mencari keuntungan, LEMIGAS

Lebih terperinci

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-382/PJ/2002 Tanggal : 13 Agustus 2002 A. Singkatan 1. APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2. APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Lebih terperinci

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. Put-4/PP/M.XIIA/99/2014. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2011

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. Put-4/PP/M.XIIA/99/2014. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2011 Nomor Putusan Pengadilan Pajak Put-4/PP/M.XIIA/99/2014 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap permohonan Pengurangan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen

BAB IV PEMBAHASAN. bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai merupakan salah satu perusahaan di Jakarta yang bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Perencanaan pajak dilakukan sebagai usaha perusahaan didalam memenuhi peraturan yang berlaku atas Pajak Pertambahan Nilai. Setelah penulis melakukan evaluasi terhadap

Lebih terperinci

FAKTUR PAJAK STANDAR

FAKTUR PAJAK STANDAR FAKTUR PAJAK STANDAR Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak : Pengusaha Kena Pajak : Alamat : NPWP : Tanggal Pengukuhan PKP : Pembeli Barang Kena Pajak/Penerima Jasa Kena Pajak : Alamat : NPWP : NPPKP : No.

Lebih terperinci

Faktur Pajak. Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. Saat Faktur Pajak Harus Dibuat. Faktur Pajak Gabungan

Faktur Pajak. Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. Saat Faktur Pajak Harus Dibuat. Faktur Pajak Gabungan Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Faktur a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha b. penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha c. ekspor BKP

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA CV.GRAHA ALFA SAKTI. Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai

BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA CV.GRAHA ALFA SAKTI. Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA CV.GRAHA ALFA SAKTI IV.1 Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai CV.Graha Alfa Sakti adalah sebuah perusahaan penjualan

Lebih terperinci

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO ABSTRAK Dari segi ekonomi, pajak merupakan pemindahan sumber daya dari sektor perusahaan ke sektor publik. Salah satu pajak yang sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Penyajian Data 4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan CV. Mitra Sinergi merupakan salah satu bentuk perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan pipa dan bahan bangunan

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN FAKTUR PAJAK, PENYETORAN DAN PELAPORAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT.FLS TAHUN

ANALISIS PENERAPAN FAKTUR PAJAK, PENYETORAN DAN PELAPORAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT.FLS TAHUN ANALISIS PENERAPAN FAKTUR PAJAK, PENYETORAN DAN PELAPORAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA TAHUN 2010-2012 Christa Suwandi, Gen Norman T Universitas Bina Nusantara Jl. Kebon Jeruk

Lebih terperinci

KEP-133/PJ/2004 TATA CARA PENGGUNAAN FAKTUR PAJAK LAMA OLEH PENGUSAHA KENA PAJAK YANG DIKUKUHKAN DI

KEP-133/PJ/2004 TATA CARA PENGGUNAAN FAKTUR PAJAK LAMA OLEH PENGUSAHA KENA PAJAK YANG DIKUKUHKAN DI KEP-133/PJ/2004 TATA CARA PENGGUNAAN FAKTUR PAJAK LAMA OLEH PENGUSAHA KENA PAJAK YANG DIKUKUHKAN DI Contributed by Administrator Friday, 27 August 2004 Pusat Peraturan Pajak Online TATA CARA PENGGUNAAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Daftar Pajak Penghasilan Pasal 23 yang Dipotong PT.PLN (Persero) Area Garut Periode Tahun 2010

BAB IV ANALISIS. Daftar Pajak Penghasilan Pasal 23 yang Dipotong PT.PLN (Persero) Area Garut Periode Tahun 2010 BAB IV ANALISIS 4.1 Pelaksanaan Perhitungan, Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 atas Jasa Teknik pada PT PLN (Persero) Area Garut Sebelum membahas lebih lanjut mengenai

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang berasal dari penghasilan masyarakat, dalam proses pemungutan perlu diatur dalam undang-undang agar dapat

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT MPK. IV. 1 Evaluasi Terhadap Mekanisme Tata Laksana Pajak Pertambahan Nilai

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT MPK. IV. 1 Evaluasi Terhadap Mekanisme Tata Laksana Pajak Pertambahan Nilai BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT MPK IV. 1 Evaluasi Terhadap Mekanisme Tata Laksana Pajak Pertambahan Nilai PT. MPK merupakan sebuah perusahaan lokal yang bergerak dalam bidang pengembangan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 38/PMK.04/2010 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 38/PMK.04/2010 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 38/PMK.04/2010 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER /PJ.

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER /PJ. DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 159 /PJ./2006 TENTANG SAAT PEMBUATAN, BENTUK, UKURAN, PENGADAAN, TATA CARA PENYAMPAIAN, DAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 13/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 13/PJ/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 13/PJ/2010 TENTANG BENTUK, UKURAN, PROSEDUR PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN, TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN, TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN, DAN TATA

Lebih terperinci

SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009

SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009 Disusun oleh : SANDINGAN UU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI TAHUN 2000 DAN TAHUN 2009 Oktober 2009 begawan5060@gmail.com begawan5060 1 Pasal 1 Pengertian 1 Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut : BAB II LANDASAN TEORI II.1. Perpajakan II.1.1. Definisi Pajak Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut : Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-44/PJ/2010 Tanggal 6 Oktober 2010

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-44/PJ/2010 Tanggal 6 Oktober 2010 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-44/PJ/2010 Tanggal 6 Oktober 2010 BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENGISIAN SERTA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) DIREKTUR

Lebih terperinci

FAKTUR PAJAK STANDAR

FAKTUR PAJAK STANDAR Lampiran 1A Lembar ke 1 : Untuk pembeli BKP/ Penerima JKP sebagai bukti Pajak Masukan Barang Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termijn (Rp) PPN = 10 % X *) Coret yang tidak perlu www.peraturanpajak.com

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 Menimbang : a. TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pajak Pertambahan Nilai 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai Menurut Andriani dalam Brotodiharjo,(2009:2) menyatakan: Pajak adalah iuran kepada negara (yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional saat ini adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik

Lebih terperinci

PPN (Rupiah) CV Lubrima Pratama Agust

PPN (Rupiah) CV Lubrima Pratama Agust : Put. 43692/PP/M.XV/16/2013 Mahkamaa Pengadilan Pajak Nomor Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2008 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap koreksi Pajak Masukan

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PT. PP (PERSERO) TBK

ANALISIS PENERAPAN RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PT. PP (PERSERO) TBK ANALISIS PENERAPAN RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PT. PP (PERSERO) TBK Yulia Chandra ABSTRAK Restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai merupakan Hak semua Wajib

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM. SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan : Pasal 1 1. Wajib Pajak adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Jika kita membahas pengertian dari pajak, banyak ahli yang memiliki pengertian yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Ekspor. Kegiatan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Ekspor. Kegiatan. No.153, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Ekspor. Kegiatan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PMK.03/2010 TENTANG BATASAN KEGIATAN DAN JENIS JASA KENA

Lebih terperinci

TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN PADA FAKTUR PAJAK

TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN PADA FAKTUR PAJAK Lampiran II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-13/PJ/2010 TANGGAL: 24 Maret 2010 TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN PADA FAKTUR PAJAK PETUNJUK PENGISIAN 1. Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Diisi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN PADA FAKTUR PAJAK STANDAR

TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN PADA FAKTUR PAJAK STANDAR PETUNJUK PENGISIAN Lampiran II TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN PADA FAKTUR PAJAK STANDAR 1. Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar. Diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar yang formatnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk

BAB II LANDASAN TEORI. memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan untuk BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Pajak merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. oleh pelanggan untuk di jadikan sepatu atau sandal.

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. oleh pelanggan untuk di jadikan sepatu atau sandal. BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1. Penyajian Data 4.1.1. Sejarah singkat perusahaan PT Cahaya Terang Abadi didirikan pada tanggal 30 November 2009 sampai dengan sekarang perusahaan ini bergerak dibidang

Lebih terperinci

FAKTUR PAJAK STANDAR. Lampiran 1A. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-549/PJ/2000 Tanggal : 29 Desember 2000

FAKTUR PAJAK STANDAR. Lampiran 1A. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-549/PJ/2000 Tanggal : 29 Desember 2000 Lampiran 1A FAKTUR PAJAK STANDAR Lembar ke 1 : Untuk pembeli BKP/Penerima JKP sebagai bukti Pajak Masukan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Pengusaha Kena Pajak Tanggal Pengukuhan PKP Pembeli Barang Kena

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 Peraturan

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. di bidang perdagangan eceran khusus untuk pelumas/oli industri.

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. di bidang perdagangan eceran khusus untuk pelumas/oli industri. BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Penyajian Data 4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan PT. Limanindo Kawan Sejati adalah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan eceran khusus untuk pelumas/oli industri.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

00BAB IV PEMBAHASAN. perusahaan memiliki banyak kesamaan seperti persamaan tarif dan sama-sama

00BAB IV PEMBAHASAN. perusahaan memiliki banyak kesamaan seperti persamaan tarif dan sama-sama 00BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Perbandingan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Antara Perusahaan Milik Negara (Pemungut) dan Perusahaan Swasta. Pada dasarnya perlakuan untuk Pajak Pertambahan Nilai

Lebih terperinci

SE - 45/PJ/2012 PENJELASAN ATAS PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 85/PMK.03/2012 TENTANG

SE - 45/PJ/2012 PENJELASAN ATAS PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 85/PMK.03/2012 TENTANG SE - 45/PJ/2012 PENJELASAN ATAS PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 85/PMK.03/2012 TENTANG Contributed by Administrator Thursday, 27 September 2012 Pusat Pajak Online 27 September 2012 Â Â Â Â

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak : 39925/PP/M.II/99/2012. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2008

Putusan Pengadilan Pajak : 39925/PP/M.II/99/2012. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2008 Putusan Pengadilan Pajak : 39925/PP/M.II/99/2012 Nomor Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2008 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap penerbitan Surat Keputusan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-146/PJ./2006 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG 26 Maret 2010 PENYAMPAIAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 14/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Maia Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.46597/PP/M.II/16/2013 Jenis Pajak Tahun Pajak : 28 Pokok Sengketa Menurut Terbanding Menurut Pemohon Banding Menurut Majelis : Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA

BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA BAB IV GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA Didalam bab ini akan dilakukan analisis atau pembahasan hasil pemeriksaan, keberatan sampai dengan keluarnya

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. bergerak dibidang manufaktur yang kegiatan utamanya adalah memproduksi Polyester

BAB IV PEMBAHASAN. bergerak dibidang manufaktur yang kegiatan utamanya adalah memproduksi Polyester BAB IV PEMBAHASAN PT. TEIJIN INDONESIA FIBER, Tbk merupakan sebuah perusahaan PMA bergerak dibidang manufaktur yang kegiatan utamanya adalah memproduksi Polyester Chips, Filament Yarn dan Staple Fibre.

Lebih terperinci

BAB III DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT. Jasa konstruksi merupakan salah satu jasa yang cukup berkembang di

BAB III DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT. Jasa konstruksi merupakan salah satu jasa yang cukup berkembang di BAB III DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT A. Pengertian dan Ruang Lingkup Jasa Konstruksi A. 1 Pengertian Jasa Konstruksi Jasa konstruksi merupakan salah satu jasa yang

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. dan dry clean. CV. Xpress Clean Bersaudara berdiri pada tahun 1995 dengan akta

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. dan dry clean. CV. Xpress Clean Bersaudara berdiri pada tahun 1995 dengan akta BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1. Penyajian Data 4.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan CV. Xpress Clean Bersaudara adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa pada umumnya. Jasa yang diberikan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 24/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 24/PJ/2012 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 24/PJ/2012 TENTANG BENTUK, UKURAN, TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN, PROSEDUR PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN, TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan Nomor 28 tahun 2007 pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39513/PP/M.IV/99/2012. Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26. Tahun Pajak : 2010

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39513/PP/M.IV/99/2012. Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26. Tahun Pajak : 2010 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39513/PP/M.IV/99/2012 Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26 Tahun Pajak : 2010 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perhitungan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Perhitungan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Perhitungan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran PT. Citra Inti Garda Sentosa (CIGS) dalam melakukan transaksi penjualan ataupun pembelian yang dalam hal ini

Lebih terperinci

14/PJ/2010 PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-146/PJ./2006 TENTANG BE

14/PJ/2010 PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-146/PJ./2006 TENTANG BE 14/PJ/2010 PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER146/PJ./2006 TENTANG BE Contributed by Administrator Friday, 26 March 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23 PT. AMK merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa ekspor impor barang. Kewajiban perpajakan PT.

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-60826/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-60826/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-60826/PP/M.IIIB/99/2015 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap penerbitan Keputusan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. kewajiban perpajakannya, khususnya atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. kewajiban perpajakannya, khususnya atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN). BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan PT IO merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang wajib menjalankan kewajiban perpajakannya, khususnya atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Berdasarkan analisa dan penelitian

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011 Jurnal Ilmiah Buletin Ekonomi ISSN: 1410-3842 Volume 17 No.2 September 2013 EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011 Meta Evelin Samosir Rachmat Kurniawan Ganda Hutapea

Lebih terperinci