Uji Toksisitas Akut Insektisida Sipermetrin dan Lamda Sihalotrih Terhadap Biota Uji Ikan Guppy (Poecilia reticulata)

Transkripsi

1 Uji Toksisitas Akut Insektisida Sipermetrin dan Lamda Sihalotrih Terhadap Biota Uji Ikan Guppy (Poecilia reticulata) Dika Nurrachmi, Bieby Voijant Tangahu Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia Abstrak Insektisida sipermetrin dan lamda sihalotrin merupakan pestisida golongan piretroid yang banyak digunakan petani untuk melindungi hasil produksi pertanian dari berbagai macam hama pengganggu. Namun pemakaian yang kian meningkat dengan penggunaan yang tidak tepat akan menimbulkan potensi pencemaran pada lingkungan perairan. Maka dari itu, kiranya perlu dilakukan uji toksisitas untuk mengetahui batas toksisitas dan konsentrasi aman, sehingga kerugian untuk biota air dapat diminimalisir kedepannya. Pada penelitian ini akan dilakukan uji toksisitas akut terhadap insektisida sipermetrin dan lamda sihalotrin yang dilakukan selama 96 jam (4 hari) terhadap biota uji ikan guppy (Poecilia reticulata). Variasi kosentrasi pada uji toksisitas akut diperoleh dari range finding test dengan kosentrasi 0 mg/l (kontrol) ; 0,01 mg/l ; 0,1 mg/l ; 1 mg/l ; 10mg/l; 100 mg/l. Kemudian, dilakukan uji acute toxicity dengan mempersempit rentang variasi volume air pengencer/volume toksikan. Digunakan pengolahan data dengan metode Lithfield-Wilcoxon selama LC 50-96jam. Berdasarkan penelitian, diperoleh nilai LC 50 insektisida sipermetrin dan lamda sihalotrin berturutturut terhadap ikan guppy sebesar 0,4393 mg/l dan 0,07118 mg/l. Kata Kunci: Poecilia reticulata, insektisida sipermetrin, insektisida lamda sihalotrin, LC 50 Abstract Insecticides chypermetrin and lambda cyhalothrin is a pyrethroid class of pesticides which widely used by farmers to protect the agricultural production of a wide variety of pests. However, the increasing use by improper use will cause potential pollution on the aquatic environment. Therefore, it needs to be done to limit the toxicity test of toxicity and safety concentration, resulting in a loss of biodiversity and water can be minimized in the future. On the research of acute toxicity test will be conducted against chypermetrin and lambda chyhalotrihn insecticide made during 96 hours (4 days) one the guppy fish (Poecilia reticulata). Variation of concentrations in acute toxicity test of range finding test with concentrations are 0 mg/l (control) ; 0,01 mg/l ; 0,1mg/L ; 1mg/L ; 10mg/L ; 100 mg/l. The acute toxicity test did by narrowing the range of variation of the water volume/toxican volume. Data-processing used by Lithfield-Wilcoxon method duringlc hours. Based on research, retrieved the value of LC 50 chypermetrin and lamda chyhalotrin insecticide respectively against guppy fish amounted to 0,4393 mg/l and 0,07118 mg/l. Keywords: Poecilia reticulata, chypermettrin insecticide, Lambda chyhalothrin insecticide, LC Pendahuluan Salah satu teknologi modern dengan perannya yang sangat penting dalam peningkatan produksi di bidang pertanian adalah penggunaan pestisida. Pestisida telah dirasakan manfaatnya untuk melindungi hasil produksi dari kerugian yang ditimbulkan oleh berbagai jasad pengganggu seperti dari kelompok hama, penyakit maupun gulma. Pestisida yang banyak digunakan di kalangan masyarakat salah satunya adalah insektida dari golongan piretroid dengan bahan aktif sipermetrin dan lamda sihalotrin. Piretroid menjadi semakin popular dan menduduki sekitar seperempat dari pasar pestisida di dunia dalam dua dekade terakhir (Oros & Werner, 2005). Insektisida ini banyak digunakan, karena efektif untuk membasmi ataupun mengendalikan hama. Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, maka permintaan pasar akan hasil panenpun akan meningkat. Hal ini mengakibatkan kebutuhan akan penggunaan pestisida dari waktu ke waktu juga bertambah. Namun, pemakaian yang kian meningkat apabila penggunaannya tidak tepat akan menimbulkan dampak negatif pada berbagai aspek kehidupan, termasuk pencemaran terhadap perairan. Pada saat proses penyemprotan di lahan pertanian, sekitar 3-30% dari bahan aktif pestisida yang mencapai target, baik itu bunga, daun atau yang lainnya. Sedangkan sekitar 70 % sisanya akan terbuang, terhembus angin bahkan terhanyut bersama aliran air dan menjadi salah satu indikasi dalam pencemaran air

2 (Agustiningsih 2012). Kondisi danau-danau di Indonesia juga mengalami hal serupa. Hal ini terbukti dengan ditemukannya kandungan insektisida hingga mencapai 15,68 ppm di dalamnya (Veronica, 2002). Insektisida sipermetrin ataupun lamda sihalotrin yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengganggu biota akuatik di dalamnya seperti ikan. Ikan dapat menunjukkan reaksi terhadap adanya perubahan fisik air maupun senyawa pencemar yang terlarut di dalamnya sesuai dengan batas konsentrasi tertentu. Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa ikan dapat dimanfaatkan sebagai biota dalam uji hayati (Chahaya, 2003). Ikan guppy (Poecilia reticulata) merupakan biota akuatik yang umumnya digunakan sebagai uji hayati karena memiliki respon terhadap perubahan lingkungan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka dipandang perlu untuk melakukan uji toksisitas pada ikan guppy (Poecilia reticulata) akibat pajanan insektisida sipermetrin dan lamda sihalotrin. Penelitian ini selanjutnya dapat digunakan sebagai alat pemantauan biologis, dengan mengacu pada sejauh mana tingkat kematian suatu biota akibat pajanan sipermetrin dan lamda sihalotrin. 2. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium. Jenis pestisida yang digunakan sebagai toksikan dalam penelitian ini adalah insektisida golongan piretroid dengan bahan aktif sipermetrin (merk dagang : sidametrin 50EC) dan lamda sihalotrin (merk dagang ; matador 25EC). Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor uji (2 reaktor kontrol tanpa perlakuan dan 10 reaktor uji untuk penelitian) dengan ukuran 25cm x 30cm x 30cm, perlengkapan aerasi (aeator dan selang), bak aklimatisasi, alat alat laboratorium untuk analisa DO (DO meter), suhu (thermometer) seta ph (ph meter). Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan guppy (Poecilia reticulata) sebanyak dengan ukuran panjang 3-5 cm dan beraat rata-rata 1 gram/ekor (OECD, 1984). Air yang digunakan ssebagai air pengencer yaitu air PDAM di laboratorium Teknik Lingkungan, ITS. 2.1 Analisa Pendahuluan Analisa pendahuluan pada penelitian ini meliputi analisa terhadap air pengencer yang digunakan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya kematian hewan uji akibat kondisi air dari air pengencer. Air pengencer yang digunakan merupakan air sambungan PDAM yang terdapat di laboratorium Teknik Lingkungan ITS. 2.2 Tahap Aklimatisasi Aklimatisasi dilakukan dengan tujuan agar biota uji dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang ada di laboratorium selama 7 hari dengan air pengencer. Pemberian makan dilakukan satu kali setiap hari, namun sehari sebelum dilakukan pengujian, pemberian makan dihentikan untuk meminimlaisasi feses dan kebutuhan oksigen pada ikan. Pemantauan terhadap parameter suhu, DO, kematian biota dan ph dilakukan setiap hari. Dilakukan pencatatan akumulasi ikan yang mati (OECD, 1984). Tahap aklimatisasi dilakukan dalam ember. 2.3 Uji Hayati Tahap uji hayati terdiri atas dua macam pengujian yaitu range finding test dan acute toxicity test. Dalam melakukan pengujian diperlukan akuarium kaca sebagai reaktor. Pada setiap reaktor dimasukkan sebanyak 10 ekor ikan uji yang mempunyai berat rata-rata 1 gram/ekor.. Kebutuhan air yang diperlukan sebanyak 1 liter untuk setiap 1 gram berat ikan karena pengujian bersifat statik, sehingga setiap ikan memerlukan 1000cm 3 untuk kebebasan ruang geraknya. Volume yang diperlukan untuk 10 ekor ikan adalah sebesar cm 3 atau setara dengan 10 liter tiap reaktor. Variasi konsentrasi sebanyak 5 variasi konsentrasi dan satu kontrol serta pengujian dilakukan dengan replikasi 2 kali (OECD, 1984). Pada tahap ini setiap hari dilakukan pengamatan dan perhitungan biota uji yang mati serta analisis ph, suhu dan DO setiap harinya. Hal ini dilakukan agar dapat diketahui bahwa parameter kehidupan biota tetap berada pada kisaran optimum biota dapat bertahan hidup, sehingga kematian biota pada saat uji ini dilakukan adalah benar-benar karena pemajanan toksikan dan bukan karena keadaan lingkungan sekitar Range Finding Test Tahap ini merupakan pencarian kisaran secara kasar, oleh karena itu dilakukan variasi konsentrasi toksikan dengan jarak interval yang cukup besar dalam hal ini yaitu 0 mg/l (kontol), 0,01 mg/l, 0,1 mg/l, 1 mg/l, 10 mg/l dan 100mg/l (Kurniasari, 2003). Sistem pemajanan yang digunakan yaitu metode hayati bersifat statis (static biossay) dimana hewan uji ditempatkan di dalam bak uji selama pengujian berlangsung, larutan tidak diganti selama perlakuan 96 jam (Mangkoedihardjo dan Samudro,2009).

3 2.3.2 Acute Toxicity Test Acute toxicity test bertujuan untuk menentukan batas konsentrasi toksikan yang menimbulkan efek kematian biota dalam waktu singat pada kisaran 50%. Pelaksanaannya dilakukan selama 96 jam (4 hari), dengan pemberian 5 jenis variasi konsentrasi toksikan yang diperoleh dari tahap Range Finding Test dengan rentang yang dipersempit. Sistem pemajanan yang digunakan dalam tahap ini yaitu metode uji hayati bersifat statis (static bioassay) (Mangkoedihardjo dan Samudro, 2009). 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Analisa Pendahuluan Berdasarkan hasil analisa tersebut dapat dipastikan bahwa air pengencer yang berasal dari air PDAM di laboratorium Teknik Lingkungan, ITS adalah layak untuk digunakan karena air pengencer ini masih berada dalam ambang batas yang ditentukan. Adapun hasil analisa air pengencer adalah sebagai berikut: Tabel 1: Hasil Analisa Air Pengencer Parameter Kriteria Air Air Pengencer Pengencer (*) (**) Total Kesadahan mg CaCO 3/L 210 mg CaCO 3/L Ph 6,0-8,5 7, Tahap Aklimatisasi Hasil pengukuran parameter untuk aklimatisasi cukup stabil dan menunjukkan kondisi optimum biota uji untuk bertahan hidup. Untuk biota uji ikan guppy hasil kisaran parameter ph, DO dan suhu selama 7 hari adalah 7,21-7,53 untuk ph, 5,44-6,12 mg/l untuk DO serta 28, C untuk suhu. Selanjutnya, untuk prosentase kematian ikan guppy pada 2 hari pertama sebesar 1,3% ini menunjukkan bahwa ikan mampu beradaptasi dan tidak mengalami stress ataupun penyakit. Begitu pula halnya dengan aklimatisasi hari ke 7, ikan guppy memiliki prosentase kematian sebesar 3-4%. Kematian yang kurang dari 5% ini menandakan bahwa biota uji dapat beradaptasi dengan baik dan layak dimanfaatkan untuk uji toksisitas. 3.3 Range Finding Test Rentang konsentrasi yang digunakan pada tahap range finding test yaitu 0 mg/l (kontol), 0,01 mg/l, 0,1 mg/l, 1 mg/l, 10 mg/l dan 100mg/l. Akibat dari pemajanan toksikan, ikan guppy mengalami efek akut berupa kematian. Efek akut ini merupakan efek toksik yang terjadi dengan cepat akibat dari pemaparan jangka pendek (Mangkoedihardjo dan Samudro, 2009). Grafik kematian ikan guppy akibat pemajanan insektisida sipermetrin dan lamda sihalotrin dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2 berikut ini: Gambar 1. Grafik range finding test ikan guppy terhadap pajanan insektisida sipermetrin Gambar 2. Grafik range finding test ikan guppy terhadap Insektisida masuk ke dalam tubuh ikan melalui portal of entry atau jalan masuk: oral, dermal, inhalasi atau parental. Setelah masuk ke dalam tubuh, zat toksik akan mengalami metabolisme yaitu diadsorbsi, didistribusi, dibiotramsformasi, dieliminasi dan diekskresi (Titah, 2003). Nantinya insektisida yang masuk ke dalam tubuh ikan akan diserap, dan umumnya terjadi pada usus ikan, ginjal, hati dan otak (Ahmad, 2009). Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pada insektisida sipermetrin selama 96 jam pada konsentrasi 0,01 mg/l telah mematikan ikan guppy sebanyak 0%, kosentrasi 0,1 mg/l sebanyak 10%, konsentrasi 1, 10 dan 100 mg/l telah mematikan ikan guppy sebesar 100%. Sedangkan untuk insektisida lamda sihalotrin telah mematikan biota uji ikan guppy sebanyak 20% pada konsentrasi 0,01 mg/l, 60% pada konsentrasi 0,1 mg/l dan 100% pada konsentrasi 1 hingga 100 mg/l. Berikut ini adalah hasil pengamatan parameter selama pengujian berlangsung: ph = 7,12 7,62 Suhu = 29,6 O C -30 O C DO = 5,06-6,38 Hasil pengamatan untuk ketiga parameter diatas menunjukkan bahwa kondisi lingkungan biota uji pada saat uji dilakukan masih berada di kisaran optimum biota uji dapat hidup.. Ikan guppy dapat bertahan hidup dengan ph 7-8, DO > 4

4 ppm dan suhu berkisar antara 18 0 C sampai 30 0 C (Sarida, 2010). 3.4 Acute Toxicity Test Pemberian 5 jenis variasi konsentrasi toksikan pada acute toxicity test diperoleh dari tahap range finding test dengan rentang yang dipersempit dan 1 kontrol yang tidak diberi toksikan. Berikut ini adalah masing-masing konsentrasi toksikan pada biota uji yang digunakan: Insektisida Sipermetrin Variasi konsentrasi yang digunakan adalah 0,2 mg/l ; 0,4 mg/l ; 0,5 mg/l ; 0,7 mg/l dan 0,9 mg/l. Insektisida Lamda sihalotrin Variasi konsentrasi yang digunakan adalah 0,02 mg/l ; 0,04 mg/l ; 0,05 mg/l ; 0,07 mg/l dan 0,09 mg/l. Grafik kematian ikan guppy akibat pemajanan insektisida sipermetrin dan lamda sihalotrin dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4 berikut ini: Gambar 3. Grafik acute toxicity test ikan guppy terhadap pajanan insektisida sipermetrin sebesar 70% dan konsentrasi 0,9 mg/l telah mamatikan ikan sebanyak 100%. Dapat diketahui bahwa kematian ikan yang mendekati 50% terletak pada konsentrasi 0,4-0,5 mg/l. Selanjutnya, untuk insektisida lamda sihalotrin dapat diketahui bahwa pada konsentrasi 0,02mg/L mematikan biota uji sebanyak 20%, 0,04mg/L mematikan biota uji sebanyak 30%, 0,05 mg/l mematikan biota uji sebanyak 40%, 0,07 mg/l mematikan biota uji sebanyak 50% serta 60% pada konsentrasi 0,09 mg/l. Dapat diketahui bahwa kematian ikan yang mendekati 50% terletak pada konsentrasi 0,07 mg/l. Selain kematian ikan, ada beberapa parameter yang harus diamati guna menjaga kondisi kehidupan biota uji sama dengan habitatnya. Adapun parameter yang diamati adalah sebagai berikut: ph = 7,19 7,6 DO = 5,83 6,23 Suhu = 29,6 O C -30 O C Selama pengujian berlangsung, nilai ph mengalami perubahan, baik peningkatan atau penurunan. Peningkatan nilai ph disebabkan karena adanya proses aerasi pada ikan. Aerasi ini dapat menyebabkan karbondioksida terurai dan meningkatkan ph air (Sawyer, 1994). Sedangkan penurunn ph selama pengujian disebabkan oleh kandungan toksikan yang bersifat asam serta proses metabolisme ikan. Aktivitas ikan yang memproduksi asam akan menurunkan ph di dalam air (Lesmana, 2002). Pada tahap ini, ikan akan membutuhkan kadar oksigen untuk keperluan dalam respirasi. Kadar oksigen yang rendah akan menganggu kehidupan ikan. Peningkatan kadar DO selama pengujian dibantu dengan aeraasi pada setiap reaktor uji. Hasil pengamatan untuk ketiga parameter diatas menunjukkan bahwa kondisi lingkungan biota uji pada saat uji dilakukan masih berada di kisaran optimum biota uji dapat hidup. Gambar 4. Grafik acute toxicity test ikan guppy terhadap Hasil pengamatan menunjukkan bahwa hampir setiap variasi konsentrasi memberikan hasil jumlah kematian ikan yang berbeda. Setelah dilakukan pemaparan toksikan selama 96 jam dapat diketahui bahwa pada insektisida sipermetrin dengan konsentrasi sebesar 0,2 mg/l mematikan ikan sebanyak 30%, konsentrasi 0,4 mg/l mematikan ikan sebanyak 40%, konsentrasi 0,5 mg/l mematikan ikan sebanyak 60%, konsentrasi 0,7 mg/l mematikan ikan 3.5 Perhitungan LC 50 Nilai LC 50 merupakan nilai dimana pada konsentrasi tersebut terdapat 50% biota uji dalam penelitian mati. Nilai LC 50 ini diperlukan dalam menganalisa dan pembahasan dari penelitian ini. Metode yang digunakan dalam menentukan nilai LC 50 ini menggunakan metode Lithfield- Wilcoxon, dikarenakan metode ini memperhitungkan batas-batas kepercayaan 95% dari hasil LC 50. Berdasarkan perhitungan tersebut, didapatkan hasil LC50 toksikan insektisida sipermetrin dan lamda sihalotrin pada ikan guppy adalah :

5 Nilai LC 50, 96 jam ikan guppy terhadap pajanan insektisida sipermetrin adalah 0,4393 mg/l Nilai LC 50, 96 jam ikan guppy terhadap 0,07673 mg/l. Veronica, A. K., 2002, Aspek Strategis Pengelolaan Danau Tondano Secara Terpadu, Ekoton., 2 (Suppl.1): Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dihasilkan kesimpulan sebagai berikut: Nilai Lethal Concentration-50 biota uji ikan guppy terhadap pajanan insektisida sipermetrin adalah 0,4393 mg/l. Nilai Lethal Concentration-50 biota uji ikan guppy terhadap pajanan insektisida lamda sihalotrin adalah 0,07118 mg/l. 2. Insektisida Lamda sihalotrin lebih bersifat toksik terhadap ikan guppy dantumbuhan kayu apu dibandingkan dengan insektisida sipermetrin. 6. Pustaka Agustiningsih D, Sasongko S, Sudarno Analisis Kualitas Air dan Beban Pencemaran Berdasarkan Penggunaan Lahan di Sungai Blukar Kabupaten Kendal. Universtias Diponegoro. Semarang Mangkoedihardjo, S Ekotoksikologi dan Keteknikan. Jurusan Teknik Lingkungan. ITS. Surabaya Mangkoedihardjo, S, Samudro, G Ekotoksikologi Teknosfer. Penerbit Guna Widya. Surabaya. OECD. (1984). Proceedings of The International Workshop on Biological Testing of Effluents; Biomonitoring. Canada. OECD. (2004). Detailed Review Paper on Fish Screening Assays for the Detection of Endocrine Active Substances, No.47. ENV/JM/MONO(2004). pp: Oros, D.R., Werner, I Pyrethroid Insecticides: An Analysis of Use Patterns, Distributions, Potential Toxicity and Fate in the Sacramento-San Joaquin Delta and Central Valley. SFEI Contribution 415 San Francisco Estuary Institute,Oakland, CA. Sarida Munti, Tarsim dan Barades Epro Penggunaan Madu Dalam Produksi Ikan Guppy Jantan (Poecilia reticulata). Universitas Lampung Titah, H.S. (2003). Pengaruh Pajanan Inhalasi Campuran Insektisida Klorpirifos dan Profenofos Twrhadap Aktivitas Enzim Asetilkolinesterase Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Wistar. Thesis Megister. Program Megister Teknik Lingkungan ITB, Bandung