BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Jones (2007) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara seorang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Jones (2007) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara seorang"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Gaya Kepemimpinan 1.1 Definisi Gaya Kepemimpinan Jones (2007) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara seorang pemimpin yang dipersepsikan oleh karyawan dalam memberikan arahan, melaksanakan rencana, dan memotivasi pegawai. Kets de Vries (2001 dalam Kippenberger, 2002) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai kumpulan cara yang dipengaruhi oleh perilaku dan kepribadian pemimpin dalam memengaruhi anggota kelompok menjalankan aktivitasnya untuk mencapai tujuan bersama. Dari beberapa definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu cara pemimpin dalam memengaruhi anggota kelompok menjalankan aktivitasnya untuk mencapai tujuan bersama yang dipersepsikan oleh anggota kelompok tersebut. 1.2 Jenis Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan dibagi berdasarkan pengelompokannya menurut beberapa ahli. Likert, Hersey dan Blanchard, dan Lewin mengelompokkan gaya kepemimpinan menjadi 3 jenis yang berbeda, yaitu: 7

2 Gaya Kepemimpinan menurut Likert Sistem pembagian gaya kepemimpinan ini dikembangkan oleh Rensis Likert. Likert (1967 dalam Kippenberger, 2002) menguraikan empat gaya kepemimpinan untuk menggambarkan hubungan, keterlibatan, dan peran pemimpin dan anggota dalam pengaturan organisasi, yaitu Exploitative- Authoritative, Benevolent-Authoritative, Consultative, dan Participative (dapat dilihat pada Tabel 2.1). Gaya kepemimpinan Exploitative-Authoritative berakar pada teori klasik. Dalam gaya kepemimpinan ini, pemimpin cenderung menggunakan ancaman, ketakutan, dan hukuman untuk memotivasi para anggota. Pemimpin berada di bagian atas hirarki dalam membuat semua keputusan dan biasanya tidak menyadari masalah yang dihadapi oleh orang-orang di tingkat yang lebih rendah di organisasi. Keputusan dikenakan pada anggota, dan motivasi ditandai dengan ancaman. Perintah hanya dikeluarkan dari atasan. Akibatnya, para anggota cenderung memusuhi tujuan organisasi dan mungkin terlibat dalam perilaku yang bertentangan dengan tujuan-tujuan tersebut (Likert, 1967 dalam Kippenberger, 2002). Gaya kepemimpinan Benevolent-Authoritative memiliki pengendalian yang kurang mengikat dibandingkan Exploitative-Authoritative. Gaya kepemimpinan Benevolent-Authoritative didasarkan pada porsi hukuman dan imbalan yang seimbang. Wilayah pengambilan keputusan diperluas dengan memungkinkan anggota untuk terlibat dalam pembuatan kebijakan, tetapi dibatasi oleh kerangka yang diberikan kepada mereka dari manajemen tingkat atas. Hal ini menciptakan

3 9 banyak komunikasi ke bawah (anggota-anggota) dengan sedikit komunikasi ke atas (anggota-pemimpin). Pemimpin di atas merasa memiliki tanggung jawab lebih berat terhadap tujuan organisasi dibandingkan anggota di bagian bawah, yang merasa memiliki tanggung jawab yang sangat sedikit. Dalam perasaan terhadap tanggung jawab hal ini dapat mengakibatkan konflik dan sikap negatif dengan tujuan organisasi (Likert, 1967 dalam Kippenberger, 2002). Gaya kepemimpinan Consultative berdasarkan pada teori yang sangat erat kaitannya dengan manusia dan hubungan terhadap sesama. Pemimpin memotivasi anggota melalui imbalan dengan sedikit hukuman, dan sangat sedikit keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan tujuan. Anggota di tingkatan yang lebih rendah memiliki kebebasan untuk membuat keputusan tertentu yang akan mempengaruhi pekerjaan mereka. Manajemen tingkat atas masih memiliki kontrol atas kebijakan dan keputusan umum yang mempengaruhi organisasi. Pemimpin akan berbicara dengan anggota mereka tentang masalah dan rencana aksi sebelum mereka menetapkan tujuan organisasi. Komunikasi dalam sistem ini mengalir baik ke bawah dan ke atas, meskipun komunikasi ke atas lebih terbatas. Ini menciptakan efek yang lebih baik kepada hubungan anggota dan memungkinkan mereka untuk menjadi lebih kooperatif. Anggota dengan tingkatan lebih rendah dipandang sebagai konsultan untuk keputusan yang dibuat dan lebih bersedia untuk menerima mereka karena keterlibatan mereka. Kepuasan anggota lebih tinggi dibandingkan gaya kepemimpinan Benevolent-Authoritative (Likert, 1967 dalam Kippenberger, 2002).

4 10 Likert (1967 dalam Kippenberger, 2002) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan Participative adalah bentuk yang paling efektif. Gaya kepemimpinan ini mendorong partisipasi dalam membuat keputusan dan menetapkan tujuan melalui komunikasi horizontal yang mengalir bebas dan memanfaatkan kreativitas dan keterampilan anggota. Pemimpin sepenuhnya menyadari masalah yang ada di tingkat yang lebih rendah di organisasi. Semua tujuan organisasi diterima oleh semua orang karena mereka diatur melalui partisipasi kelompok. Terdapat tanggung jawab dan akuntabilitas yang tinggi terhadap tujuan organisasi oleh semua anggota. Pemimpin memotivasi anggota melalui penghargaan finansial dan partisipasi dalam penetapan tujuan. Kepuasan anggota berada di tingkat yang tertinggi dari tiga gaya kepemimpinan sebelumnya. Tabel 2.1 Pembagian gaya kepemimpinan menurut Likert Komponen Exploitative- Authoritative Benevolent- Authoritative Consultative Pemberian Rasa takut dan Imbalan dan Imbalan motivasi ancaman hukuman Komunikasi Satu arah Satu arah Dua arah (terbatas) Participative Partisipasi grup Dua arah Pengambilan keputusan Sentralisasi Sentralisasi Desentralisasi (terbatas) Desentralisasi Sumber: Likert (1967 dalam Kippenberger, 2002)

5 Gaya Kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard Gaya kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard (1997, dalam Nursalam, 2009) dikelompokkan menjadi empat kategori utama, yaitu Instruksi, Konsultasi, Partisipatif, dan Delegasi (dapat dilihat pada Tabel 2.2). Gaya kepemimpinan Instruksi memiliki karakteristik khusus dimana tugas kerja yang diberikan oleh pemimpin berada dalam keadaan tinggi namun rendah dalam hal hubungan pekerjaan. Komunikasi yang dilakukan oleh pemimpin berjalan sejarah dari pemimpin ke anggota. Pengambilan keputusan berada pada pemimpin dan peran anggota dalam pengambilan keputusan tersebut sangat minimal. Pemimpin banyak memberikan pengarahan atau instruksi yang spesifik serta mengawasi dengan ketat. Gaya kepemimpinan Konsultasi memiliki karakteristik tugas kerja yang tinggi dan juga hubungan pekerjaan yang tinggi. Komunikasi terjadi dua arah antara pemimpin dan anggota. Peran pemimpin dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan cukup besar. Gaya kepemimpinan Partisipatif menerapkan pemberian tugas yang rendah namun disertai hubungan pekerjaan yang tinggi. Pemimpin dan anggota bersama-sama memberi gagasan dalam pengambilan keputusan. Komunikasi terjadi dua arah antara pemimpin dan anggota (Hersey & Blanchard, 1997 dalam Nursalam, 2009). Gaya kepemimpinan Delegasi memiliki karakteristik rendah hubungan dan rendah tugas pekerjaan. Komunikasi terjadi dua arah antara pemimpin dan anggota hanya saat diperlukan. Diskusi sering dilakukan antara pemimpin dan

6 12 anggota dalam pemecahan masalah serta anggota diberi delegasi untuk mengambil keputusan (Hersey dan Blanchard, 1997 dalam Nursalam, 2009). Kepemimpinan Instruksi memiliki karakteristik khusus dimana tugas kerja yang diberikan oleh pemimpin berada dalam keadaan tinggi namun rendah dalam hal hubungan pekerjaan. Komunikasi yang dilakukan oleh pemimpin berjalan searah dari pemimpin ke anggota. Pengambilan keputusan berada pada pemimpin dan peran anggota dalam pengambilan keputusan tersebut sangat minimal. Pemimpin banyak memberikan pengarahan atau instruksi yang spesifik serta mengawasi dengan ketat. Gaya kepemimpinan Konsultasi memiliki karakteristik tugas kerja yang tinggi dan juga hubungan pekerjaan yang tinggi. Komunikasi terjadi dua arah antara pemimpin dan anggota. Peran pemimpin dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan cukup besar. Gaya kepemimpinan Partisipatif menerapkan pemberian tugas yang rendah namun disertai hubungan pekerjaan yang tinggi. Pemimpin dan anggota bersamasama memberi gagasan dalam pengambilan keputusan. Komunikasi terjadi dua arah antara pemimpin dan anggota (Hersey dan Blanchard, 1997 dalam Nursalam, 2009). Gaya kepemimpinan Delegasi memiliki karakteristik rendah hubungan dan rendah tugas pekerjaan. Komunikasi terjadi dua arah antara pemimpin dan anggota hanya saat diperlukan. Diskusi sering dilakukan antara pemimpin dan anggota dalam pemecahan masalah serta anggota diberi delegasi untuk mengambil keputusan (Hersey dan Blanchard, 1997 dalam Nursalam, 2009).

7 13 Tabel 2.2 Pembagian gaya kepemimpinan menurut Hersey-Blanchard Komponen Instruksi Konsultasi Partisipasi Delegasi Tugas Tinggi Tinggi Rendah Rendah Hubungan Rendah Tinggi Tinggi Rendah Komunikasi Searah Dua arah Dua arah Dua arah Pengambilan Keputusan Pimpinan Pimpinan (dominan) dan anggota Pimpinan dan anggota Pimpinan dan anggota (dominan) Sumber: Hersey dan Blanchard (1997, dalam Nursalam 2009) Gaya Kepemimpinan menurut Lewin Lewin (1939 dalam Marquis & Huston, 2010) mengelompokkan gaya kepemimpinan menjadi tiga kategori utama, yaitu: Otoriter, Demokratis, dan Laissez-faire (dapat dilihat pada Tabel 2.3). Gaya kepemimpinan otoriter memiliki karakteristik dimana wewenang mutlak dan tanggung jawab berada pada pemimpin. Pengambilan keputusan organisasi selalu dibuat oleh pemimpin. Pengawasan terhadap sikap, perilaku, atau kegiatan para anggota dilakukan secara ketat. Pemimpin tidak menyediakan kesempatan bagi anggota untuk memberikan saran, pertimbangan atau pendapat untuk organisasi. Tugas-tugas kepada anggota diberikan secara instruktif oleh pemimpin. Pemimpin memberikan hadiah dan hukuman untuk memotivasi anggota. Pemimpin menilai cara memimpin yang efektif adalah dengan memberikan perintah secara instruktif dan mengawasi secara ketat (Whitehead, Weiss & Tappen, 2007). Gaya kepemimpinan demokratis memiliki karakteristik dimana wewenang pemimpin tidak bersifat mutlak. Pemimpin menilai setiap anggota berkompetensi dan dapat bertanggung jawab dalam tugas yang diberikan. Pengambilan keputusan

8 14 dibuat bersama antara pemimpin dan anggota (Whitehead, Weiss & Tappen, 2007). Pengawasan dilakukan secara wajar. Banyak kesempatan disediakan kepada anggota untuk menyampaikan saran dan pertimbangan. Pemimpin dibantu anggota mengelompokkan tugas bersama-sama. Komunikasi suportif yang membangun dan berkelanjutan digunakan untuk memotivasi karyawan. (Marquis & Huston, 2010). Kata Laissez-faire berasal dari bahasa Prancis yang berarti membiarkan (orang-orang) melakukan (yang terbaik) (Barnhart & Robert, 1988). Gaya kepemimpinan laissez-faire memiliki karakteristik dimana pelaksanaan pekerjaan dilakukan lebih banyak oleh anggota. Keputusan dan kebijakan organisasi lebih banyak dibuat oleh anggota. Pemimpin membiarkan anggota memotivasi timnya sesuai keinginan. Pemimpin melakukan pengawasan dengan tingkatan rendah terhadap para anggota (Whitehead, Weiss & Tappen, 2007). Pemimpin memfasilitasi anggota untuk melakukan umpan balik kepada tim tanpa harus berkonsultasi kepada pemimpin. Pemimpin memberikan kebebasan kepada para anggota untuk memilih tugas yang akan dilakukan Secara umum, pemimpin menilai cara yang efektif adalah dengan membiarkan para anggota bekerja secara independen (Marquis & Huston, 2010).

9 15 Tabel 2.3 Pembagian gaya kepemimpinan menurut Lewin Komponen Otokratis Demokratis Laissez-faire Pengambilan Keputusan Pemimpin Pemimpin dan anggota Anggota Umpan Balik Tidak ada Ada Anggota Motivasi Hadiah dan Komunikasi Anggota hukuman Suportif Pembagian Tugas Pemimpin Pemimpin dan anggota Sumber: Lewin (1939 dalam Marquis & Huston, 2010) Anggota Peneliti memutuskan untuk memilih teori kepemimpinan Lewin (1939 dalam Marquis & Huston, 2010) sebagai teori dasar dalam penelitian karena teori ini dirancang untuk dapat diterapkan secara universal dan lebih jelas sehingga memudahkan peneliti dalam mengelompokkan gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala ruangan. 2. Burnout 2.1 Definisi Burnout Menurut Maslach dan Jackson (1986), burnout adalah sindroma kelelahan emosional, depersonalisasi dan penurunan pencapaian diri yang dapat terjadi pada seseorang di dalam pekerjaannya. Kelelahan emosional mengacu pada penurunan bahkan hilangnya sumber kekuatan emosional tanpa diketahui penyebabnya. Depersonalisasi mengacu pada perkembangan sikap yang negatif dan kecenderungan untuk menjauh dari lingkungan. Penurunan pencapaian diri adalah kecenderungan untuk mempercayai bahwa tujuan dalam pekerjaannya tidak tercapai, yang ditunjukkan oleh perasaan ketidakcukupan dan rasa harga diri profesional yang rendah.

10 16 Pines dan Aronson (1988) mendefinisikan burnout sebagai kondisi kelelahan fisik, emosional dan mental yang disebabkan oleh keterlibatan jangka panjang terhadap situasi yang menuntut. Kelelahan fisik ditunjukkan oleh energi yang rendah, kelelahan kronis, kelemahan dan keluhan psikosomatis lainnya. Kelelahan emosional melibatkan perasaan tidak berdaya, putus asa dan perasaan terjebak. Kelelahan mental mengacu pada perkembangan sikap negatif kepada seseorang, pekerjaan dan kehidupan. Menurut Brill (1984), burnout adalah kondisi disfungsional yang hebat yang berhubungan dengan pekerjaan tanpa menunjukkan kondisi psikopatologi khusus. Burnout berjalan dalam kurun waktu tertentu dalam suatu situasi kerja dan tidak akan teratasi tanpa pertolongan dari luar. Stres akibat pemberhentian kerja dan penderitaan ekonomi tidak termasuk sebagai burnout. Burnout dapat terjadi pada setiap jenis pekerjaan selama tidak berada di luar konteks pekerjaan. Selain itu, seseorang yang mengalami burnout tidak dikategorikan sebagai seseorang yang mengalami gangguan kejiwaan. Seseorang yang mengalami penurunan performa kerja yang sementara dan dapat pulih kembali juga tidak dianggap mengalami burnout. Burnout adalah fenomena multidimensional, yang tidak seperti depresi, burnout berikatan dengan lingkungan kerja. Selain itu, burnout dibedakan dengan stres kerja, burnout lebih mengacu pada kegagalan adaptasi sebagai hasil dari stres kerja yang menetap. Burnout juga dibedakan dengan sindroma kelelahan kronik. Burnout terkait dengan pekerjaan dan berhubungan erat dengan sindroma mental, sementara sindroma kelelahan kronik bersifat umum dan ditunjukkan oleh

11 17 kelelahan yang tak dapat dijelaskan dan gejala fisik lainnya (Schabracq, Winnuubst & Cooper, 2003). Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa burnout adalah sindroma kelelahan emosional, depersonalisasi dan penurunan pencapaian diri yang dapat terjadi pada seseorang dalam pekerjaannya. 2.2 Dimensi Burnout Maslach dan Jackson (1986) menyatakan bahwa burnout memiliki tiga dimensi utama, yaitu kelelahan, penurunan pencapaian pribadi, dan depersonalisasi. Kelelahan yang dimaksud adalah perasaan lelah yang hebat terhadap lingkungan pekerjaan. Seseorang yang mengalami burnout akan mengalami penurunan semangat saat memulai pekerjaan, saat sedang bekerja, dan seusai bekerja. Mereka akan merasa frustrasi, tertekan, dan mengalami kebuntuan dalam pekerjaannya. Masalah makan dan tidur yang memperburuk kondisi juga akan ditemui. Kelelahan yang dikategorikan ke dalam burnout cenderung berlangsung dalam waktu yang lama. Dimensi kedua dari burnout adalah penurunan pencapaian pribadi yang ditandai dengan perasaan penurunan kemampuan diri di lingkungan kerja, perasaan tidak berdaya, perasaan pengaruh negatif terhadap orang lain, kehilangan kebahagiaan saat bekerja, merasa semua tugas yang diberikan menjadi berat dan tidak selesai. Ketika anggota merasa tidak efektif saat bekerja, maka rasa percaya diri akan berkurang. Mereka merasa belum mencapai banyak hal berharga dalam pekerjaannya (Maslach & Jackson, 1986).

12 18 Dimensi ketiga adalah depersonalisasi yang ditandai dengan sikap sinis, hilangnya empati, sikap memperlakukan klien dengan tidak utuh, penarikan diri dari hubungan terhadap penerima jasa ataupun rekan kerja. Anggota yang mengalami burnout merasa tidak ada yang mampu untuk mengerti ataupun membantunya, sehingga mereka memiliki kecenderungan untuk menyelesaikan semua masalah tersebut sendirian. Ketika seorang anggota merasakannya, mereka cenderung merasa bersalah terhadap keputusan di masa lalu dan khawatir atas masalah yang dialami saat ini (Maslach & Jackson, 1986). 2.3 Manifestasi Burnout Manifestasi burnout dikelompokkan menjadi empat kategori utama, yaitu afektif, kognitif, perilaku, dan motivasi (Schabracq, Winnuubst & Cooper, 2003). Secara umum, manifestasi afektif yang muncul pada seseorang yang mengalami burnout adalah suasana hati yang suram dan tertekan. Sumber kekuatan emosional akan perlahan menurun karena terlalu banyak berfokus pada pekerjaan dalam waku yang lama. Tanda lainnya dari manifesasi afektif adalah adanya agresi dan kecemasan. Seseorang yang mengalami bunout memiliki toleransi frustrasi yang rendah, mudah tersinggung, dan menunjukkan sikap bermusuhan, tidak hanya kepada pengguna jasa pelayanan, namun juga kepada kolega dan pemimpinnya. (Schabracq, Winnuubst & Cooper, 2003). Perubahan kognitif yang signifikan pada saat seseorang mengalami burnout adalah perasaan keputusasaan dan ketidakberdayaan. Seseorang akan kehilangan makna dalam pekerjaannya. Setelah merasa gagal dalam memperbaikinya, mereka mulai merasakan kebuntuan. Perasaan kegagalan tersebut terjadi bersamaan

13 19 dengan perasaan ketidakmampuan dalam bekerja dan juga hubungan sosial yang buruk di lingkungan pekerjaan. Keterampilan kognitif tertentu seperti ingatan dan perhatian akan terganggu dan membuat proses berpikir menjadi lebih kaku dan terpisah-pisah. Salah satu gejala yang paling khas dari burnout pada tingkat interpersonal adalah penurunan keterlibatan dengan penerima jasa. Manifestasi gangguan kognitif burnout tercermin dari sikap sinis, negatif, pesimis, dan kurang empati. Pada tingkat organisasi, anggota yang mengalami burnout merasa tidak dihargai oleh atasan mereka ataupun oleh rekan kerja. Mereka kehilangan kepedulian terhadap organisasi dan menurunkan rasa percaya terhadap rekanrekan dan pemimpinnya (Schabracq, Winnuubst & Cooper, 2003). Manifestasi perilaku seseorang yang mengalami burnout adalah penarikan psikologis dan perilaku koping maladaptif. Secara umum, tidak terdapat hubungan antara burnout dengan kebiasaan konsumsi kopi, rokok, alkohol, dan zat adiktif. Di tingkat organisasi, manifestasi yang paling nyata dari burnout adalah penurunan kehadiran kerja tanpa alasan yang jelas dan penurunan performa kerja. (Maslach, 1976, dalam Schabracq, Winnuubst & Cooper, 2003). Di tingkat intrapersonal, motivasi intrinsik seseorang yang mengalami burnout akan menurun secara perlahan, diikuti oleh penurunan semangat, antusiasme, dan idealisme. Anggota yang mengalami burnout merasa bahwa tidak ada hal apapun yang bisa membuat mereka bersemangat saat bekerja. Kekecewaan terhadap pekerjaan akan meningkat. Pada tingkat interpersonal, salah satu ciri khas dari burnout adalah penurunan hubungan dengan penerima jasa (Schabracq, Winnuubst & Cooper, 2003).

14 Pencegahan dan Penanganan Burnout Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menangani burnout antara lain: 1) memulai hari kerja dengan perasaan rileks, 2) menerapkan pola makan yang sehat, 3) berolahraga secara teratur, 4) mengatur pola tidur, 5) mengurangi hal-hal yang menimbulkan stress kerja, 6) mengurangi aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan di akhir pekan, 7) mengembangkan kreativitas di dalam dan luar pekerjaan dan 8) berkonsultasi dengan ahli kejiwaan jika diperlukan (Maslach & Leiter, 1997 dalam Schabracq, Winnuubst & Cooper, 2003). Efektivitas manajemen stres sebagai penanganan burnout masih dikembangkan oleh para ahli. Beberapa ahli sulit untuk menarik kesimpulan karena studi evaluasi menggunakan sampel, prosedur, kerangka waktu, instrumen pengukuran, dan metode pelatihan yang berbeda. Beberapa studi juga mengalami kekurangan metodologis seperti kurangnya kelompok kontrol dan jumlah peserta yang kecil sehingga memerlukan banyak pengembangan (Kraft, 2006). Di sisi lain, kelelahan sebagai gejala inti burnout dapat dikurangi dengan latihan menggunakan teknik koping adaptif, teknik relaksasi dan restrukturisasi kognitif (Schabracq, Winnuubst & Cooper, 2003). Meskipun demikian, dimensi penurunan pencapaian diri dan depersonalisasi sulit untuk berubah. Hal ini dikarenakan teknik yang digunakan untuk mengatasi burnout hanya berfokus untuk mengurangi kemunculan gejala alih-alih pada perubahan sikap depersonalisasi atau peningkatan keterampilan profesional yang menetap. Aktivitas kelompok pendukung sosial tampaknya tidak memiliki

15 21 dampak positif dalam mengatasi aspek kelelahan pada burnout. Meskipun begitu, program ini dievaluasi secara positif dan tingkat efektivitasnya akan terus ditingkatkan (Swider & Zimmerman, 2010).

Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari

Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari TINJAUAN PUSTAKA Burnout Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari seseorang yang bekerja atau melakukan sesuatu, dengan ciri-ciri mengalami kelelahan emosional, sikap

Lebih terperinci

Gaya Kepemimpinan IKA RUHANA

Gaya Kepemimpinan IKA RUHANA Gaya Kepemimpinan IKA RUHANA PENGERTIAN suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perjanjian (Hasibuan, 2007). Sedangkan menurut kamus besar bahasa

BAB I PENDAHULUAN. dengan perjanjian (Hasibuan, 2007). Sedangkan menurut kamus besar bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karyawan adalah setiap orang yang bekerja dengan menjual tenaganya (fisik dan pikiran) kepada suatu perusahaan dan memperoleh balas jasa yang sesuai dengan perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung pula oleh sumber daya manusia yang berkualitas, baik dari segi mental, spritual maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Alasan Pemilihan Teori Pada penelitian ini burnout akan dibahas menggunakan teori dari Maslach (2003). Teori digunakan karena adanya kesesuaian dengan fenomena yang didapatkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama, saling berhubungan atau berkomunikasi, dan saling mempengaruhi. Hidupnya selalu

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah cara untuk

II TINJAUAN PUSTAKA. kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah cara untuk 13 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaya Kepemimpinan 2.1.1. Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Motivasi belajar sangat berperan dalam mencapai tujuan belajar. Tanpa adanya motivasi siswa untuk belajar dengan sungguh-sungguh maka ia tidak akan dapat mencapai tujuan

Lebih terperinci

Bisma, Vol 1, No. 4, Agustus 2016 GAYA KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF PADA HOTEL GARUDA DI PONTIANAK

Bisma, Vol 1, No. 4, Agustus 2016 GAYA KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF PADA HOTEL GARUDA DI PONTIANAK GAYA KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF PADA HOTEL GARUDA DI PONTIANAK Andi Julio Email:andi_julio0909@yahoo.com Program StudiManajemen STIE Widya Dharma Pontianak ABSTRAK Setiap perusahaan memiliki tujuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen, hal ini dikarenakan kepemimpinan merupakan motor

BAB I PENDAHULUAN. manajemen, hal ini dikarenakan kepemimpinan merupakan motor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu organisasi atau unit usaha baik itu formal ataupun informal, membutuhkan seorang pribadi pemimpin yang dapat memberikan semangat kepada bawahannya untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. BURNOUT

BAB II LANDASAN TEORI A. BURNOUT BAB II LANDASAN TEORI A. BURNOUT 1. Pengertian Burnout Burnout yaitu keadaan stress secara psikologis yang sangat ekstrem sehingga individu mengalami kelelahan emosional dan motivasi yang rendah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aspek fisik maupun emosional. Keluhan tersebut akan menimbulkan upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aspek fisik maupun emosional. Keluhan tersebut akan menimbulkan upaya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketidakmampuan karyawan untuk memenuhi harapan dan tuntutan di tempat kerja akan mengakibatkan stres. Reaksi stres biasanya berisikan keluhan, baik dari aspek

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari di sekolah maupun di kantor, orang sering kali berbicara satu dengan yang lain tentang tingkat stres yang mereka alami. Gejala stres dimiliki

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Motivasi 2.1.1 Pengertian Motivasi Kerja Motivasi adalah tindakan yang dilakukan orang untuk memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi. Hal ini adalah keinginan untuk melakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kepemimpinan

II. TINJAUAN PUSTAKA Kepemimpinan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepemimpinan Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan (Hasibuan, 2008).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Divisi Regional Wilayah Barat Medan. Hasil penelitian menunjukkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Divisi Regional Wilayah Barat Medan. Hasil penelitian menunjukkan 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu 1. Panggaribuan (2008) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja Pegawai Pada PT. Indosat, Tbk. Divisi Regional

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Kepemimpinan Sudarwan (dalam Kusriyah, 2014) berpendapat kepemimpinan ialah setiap tindakan yang dilakukan oleh individu dalam kelompok. Untuk mengkoordinasi dan memberi arah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres.

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres merupakan hal yang melekat pada kehidupan. Siapa saja dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam jangka panjang pendek yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penulisan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penulisan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Burnout. staf yang melayani masyarakat, pada tahun 1974, burnout merupakan representasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Burnout. staf yang melayani masyarakat, pada tahun 1974, burnout merupakan representasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Burnout 1. Pengertian Burnout Istilah burnout pertama kali dikemukakan oleh Freudenberger, seorang ahli psikologi klinis yang sangat familiar dengan respon stres yang di tunjukan

Lebih terperinci

Medan, 2015 Peneliti,

Medan, 2015 Peneliti, 52 Lampiran 1 Lembar Penjelasan Penelitian Judul Peneliti : Hubungan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan dengan Burnout Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan : Teuku Reza Budiansyah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Kepuasan Kerja (Sutrisno, 2009:74) menyatakan terdapat beberapa konsep tentang kepuasan kerja, yang pertama kepuasan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan tugas dan penyelenggaraan pemerintahan, dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan tugas dan penyelenggaraan pemerintahan, dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada sebuah organisasi pemerintahan, kesuksesan atau kegagalan dalam pelaksanaan tugas dan penyelenggaraan pemerintahan, dipengaruhi oleh kepemimpinan, melalui kepemimpinan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat ini sumber daya manusia adalah kunci sukses suatu organisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat ini sumber daya manusia adalah kunci sukses suatu organisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini sumber daya manusia adalah kunci sukses suatu organisasi modern. Mengelola sumber daya manusia secara efektif menjadi tanggung jawab setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya perkembangan dunia kerja, tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya perkembangan dunia kerja, tuntutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya perkembangan dunia kerja, tuntutan pekerjaan, dan gaya hidup menjadi semakin berat, beberapa persoalan pun muncul dalam diri individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Burnout. menjadi sinis tentang karier mereka. Penjelasan umum tentang. pergaulan dan merasa berprestasi rendah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Burnout. menjadi sinis tentang karier mereka. Penjelasan umum tentang. pergaulan dan merasa berprestasi rendah. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Burnout A. Burnout Menurut Davis dan Newstrom (1985) pemadaman (burnout) adalah situasi dimana karyawan menderita kelelahan kronis, kebosanan, depresi, dan menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembiayaan negara dititikberatkan pada sektor perpajakan, pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pembiayaan negara dititikberatkan pada sektor perpajakan, pemenuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembiayaan negara dititikberatkan pada sektor perpajakan, pemenuhan beberapa fasilitas seperti jalan, sekolah, rumah sakit serta fasilitas publik lainnya akan dapat

Lebih terperinci

Bisma, Vol 1, No. 9, Januari 2017 FAKTOR-FAKTOR STRES KERJA PADA CV SUMBER HIDUP PONTIANAK

Bisma, Vol 1, No. 9, Januari 2017 FAKTOR-FAKTOR STRES KERJA PADA CV SUMBER HIDUP PONTIANAK FAKTOR-FAKTOR STRES KERJA PADA CV SUMBER HIDUP PONTIANAK Hariyanti Email: hariyanti.ng@gmail.com Program Studi Manajemen STIE Widya Dharma Pontianak ABSTRAK Stres merupakan suatu keadaan dimana seseorang

Lebih terperinci

Pendetakan tradisional

Pendetakan tradisional teori dasar KEPEMIMPINAN BISNIS TEORI CIRI Pendetakan tradisional fisik: tinggi, besar, daya tarik, ketahanan tubuh, dll. sosiologis: ketegasan, kebijaksanaan, status, kepercayaan pada orang, dll. kepribadian:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lebih dari 35 tahun yang lalu burnout menjadi isu yang. menarik ketika para peneliti Maslach dan Freudenberger mulai

BAB I PENDAHULUAN. Lebih dari 35 tahun yang lalu burnout menjadi isu yang. menarik ketika para peneliti Maslach dan Freudenberger mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari 35 tahun yang lalu burnout menjadi isu yang menarik ketika para peneliti Maslach dan Freudenberger mulai menulis tentang fenomena yang terus-menerus tidak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori yang mendukung penelitian ini adalah role theory (teori peran) yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori yang mendukung penelitian ini adalah role theory (teori peran) yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Role Theory (Teori Peran) Teori yang mendukung penelitian ini adalah role theory (teori peran) yang dikemukakan oleh Kahn dkk. (1964). Teori Peran menekankan

Lebih terperinci

LEADERSHIP DI SUSUN OLEH : HARRY SATRIA PUTRA ERPEN JUANDA

LEADERSHIP DI SUSUN OLEH : HARRY SATRIA PUTRA ERPEN JUANDA LEADERSHIP DI SUSUN OLEH : HARRY SATRIA PUTRA 112.6211.060 ERPEN JUANDA 112.6211.068 Manajer Vs Pemimpin Manajer Ditunjuk untuk posisinya. Dapat mempengaruhi didasarkan pada wewenang formal yang melekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk memproduksi barang atau jasa, serta bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Tujuan organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan menjadi mahasiswa di suatu perguruan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. dengan menjadi mahasiswa di suatu perguruan tinggi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesuksesan merupakan tujuan paling mendasar dalam kehidupan individu, dan untuk mencapai kesuksesan tersebut banyak hal yang harus dilakukan oleh individu, salah

Lebih terperinci

Manajemen Keperawatan (Teori Kepemimpinan, gaya kepemimpinan & Konsep Berubah. Background

Manajemen Keperawatan (Teori Kepemimpinan, gaya kepemimpinan & Konsep Berubah. Background Manajemen Keperawatan (Teori Kepemimpinan, gaya kepemimpinan & Konsep Berubah A.T.A Background Apa itu kepemimpinan? Mengapa itu penting? Apa Hubungannya dengan manajemen? Siapa yang membutuhkan manajemen?

Lebih terperinci

STRES. Adalah respon adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi.

STRES. Adalah respon adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi. STRES DAN KONFLIK Pengertian stres Komponen stress Pengertian konflik Pandangan terhadap konflik Segi positif dan negatif Ciri dan tingkatan konflik Konflik dan prestasi kerja STRES STRES Adalah respon

Lebih terperinci

PERTEMUAN 13 dan 14: KEPEMIMPINAN. DIKTAT KULIAH: TEORI ORGANISASI UMUM 1 Dosen: Ati Harmoni 1

PERTEMUAN 13 dan 14: KEPEMIMPINAN. DIKTAT KULIAH: TEORI ORGANISASI UMUM 1 Dosen: Ati Harmoni 1 Dosen: Ati Harmoni 1 PERTEMUAN 13 dan 14: KEPEMIMPINAN TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah memelajari Bab ini mahasiswa dapat memahami tentang teori dan tipe kepemimpinan SASARAN BELAJAR: Setelah memelajari Bab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah salah satu unsur produksi selain itu juga faktor penting dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah salah satu unsur produksi selain itu juga faktor penting dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah salah satu unsur produksi selain itu juga faktor penting dan utama di dalam segala bentuk organisasi. Sehingga perlu mendapatkan perhatian, penanganan

Lebih terperinci

Disampaikan dalam Latihan Manajemen Organisasi Fakultas Teknik Universitas Mataram 12 November 2016

Disampaikan dalam Latihan Manajemen Organisasi Fakultas Teknik Universitas Mataram 12 November 2016 Disampaikan dalam Latihan Manajemen Organisasi Fakultas Teknik Universitas Mataram 12 November 2016 PENGERTIAN PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN Kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan seseorang (pemimpin)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbulnya tuntutan efisiensi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbulnya tuntutan efisiensi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Menambah pengetahuan dengan menghubungkan teori yang didapat dalam perkuliahan dengan kenyataan serta dapat memperdalam pengetahuan penulis dalam bidang manajemen sumber daya manusia. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lebih terperinci

dapat memuaskan baik bagi perusahaan maupun bagi individu itu sendiri. Kekhawatiran individu akan hasil yang ada akan sangat mempengaruhi performansi

dapat memuaskan baik bagi perusahaan maupun bagi individu itu sendiri. Kekhawatiran individu akan hasil yang ada akan sangat mempengaruhi performansi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu yang bekerja pada suatu organisasi atau perusahaan menginginkan keberhasilan dalam tugas yang dikerjakannya dan hasil dari pekerjaannya tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Persalinan adalah proses alami yang akan berlangsung dengan sendirinya, tetapi persalinan pada manusia setiap saat terancam penyulit yang membahayakan ibu maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang yang memimpin, yang tergantung dari macam-macam faktor, baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang yang memimpin, yang tergantung dari macam-macam faktor, baik BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan yang melekat pada diri seseorang yang memimpin, yang tergantung dari macam-macam faktor, baik faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas dan sumber daya yang dimiliki perusahaan. perusahaan sektor publik. Salah satu perusahaan sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas dan sumber daya yang dimiliki perusahaan. perusahaan sektor publik. Salah satu perusahaan sektor publik yang menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan usaha yang semakin ketat dewasa ini menuntut perusahaan untuk dapat beroperasi secara efektif dan efisien. Terwujudnya efisiensi bagi perusahaan sangat bergantung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya dinamis yang mempunyai pemikiran, perasaan dan tingkah laku yang beraneka ragam. Jika terjadi pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. tahun 1973 (Farber, 1991; Widiyanti, Yulianto & Purba, 2007). Burnout. dengan kebutuhan dan harapan (Rizka, 2013).

BAB II LANDASAN TEORITIS. tahun 1973 (Farber, 1991; Widiyanti, Yulianto & Purba, 2007). Burnout. dengan kebutuhan dan harapan (Rizka, 2013). BAB II LANDASAN TEORITIS A. Burnout 1. Definisi Burnout Istilah burnout pertama kali diperkenalkan oleh Freudenberger pada tahun 1973 (Farber, 1991; Widiyanti, Yulianto & Purba, 2007). Burnout dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dan tujuan atau akhir daripada gerakan atau perbuatan. Motivasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut dan tujuan atau akhir daripada gerakan atau perbuatan. Motivasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Motivasi Perawat 1. Definisi Sarwono (2000) dalam Sunaryo (2004) mengemukakan, motivasi menunjuk pada proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong yang timbul dalam

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Tiara Noviani F 100 030 135 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan sangat diharapkan dalam menciptakan rasa keadilan bagi

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan sangat diharapkan dalam menciptakan rasa keadilan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia kerja kepemimpinan berpengaruh sangat kuat terhadap jalannya suatu organisasi dan kelangsungan suatu perusahaan. Peran pemimpin dalam suatu perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Perawat a. Pengertian Perawat Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Pelayanan ini didasarkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stres Kerja Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan atau tekanan emosional yang dialami

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk sama-sama melakakukan aktivitasaktivitas

BAB III PEMBAHASAN. mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk sama-sama melakakukan aktivitasaktivitas BAB III PEMBAHASAN A. Pengertian Pemimpin Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan. Khususnya kecakapan atau kelebihan di suatu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang

Lebih terperinci

pujian atau kritik atas hasil kerja karyawan Tabel 4.14 Tanggapan responden mengenai pemimpin selalu meminta karyawan untuk berpartisipasi

pujian atau kritik atas hasil kerja karyawan Tabel 4.14 Tanggapan responden mengenai pemimpin selalu meminta karyawan untuk berpartisipasi DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Operasional Variabel... 37 Tabel 3.2 Arti pembobotan dengan Skala Likert... 45 Tabel 3.3 Skala Interval Gaya Kepemimpinan... 46 Tabel 3.4 Skala Interval Motivasi... 46 Tabel 3.5

Lebih terperinci

SELF-HELP GROUP BAB I PENDAHULUAN

SELF-HELP GROUP BAB I PENDAHULUAN SELF-HELP GROUP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan bimbingan dan konseling sangat diperlukan individu, karena individu merupakan pribadi yang unik yang sedang berkembang kearah kematangan.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: work-family conflict, kelelahan emosional, intention to leave.

ABSTRAK. Kata kunci: work-family conflict, kelelahan emosional, intention to leave. Judul : Pengaruh Work-Family Conflict dan Kelelahan Emosional terhadap Intention to Leave Karyawan Pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Denpasar Selatan Nama : Putu Aris Praptadi NIM : 1206205036 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik, BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Work Engagement Konsep engagement atau keterikatan dipopulerkan oleh Kahn (1990) yang mendefinisikan work engagement adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan masyarakat memiliki peran besar dalam pelayanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan masyarakat memiliki peran besar dalam pelayanan kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan sarana utama dan tempat penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat memiliki peran besar dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persaingan kerja yang sehat dan tidak sehat. Adanya persaingan kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. persaingan kerja yang sehat dan tidak sehat. Adanya persaingan kerja yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan yang dilakukan oleh organisasi akan meningkatkan tuntutan pekerjaan dan persaingan di tempat kerja. Persaingan kerja dapat berupa persaingan kerja yang sehat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Burnout 2.1.1 Definisi Burnout Istilah burnout pertama kali diutarakan dan diperkenalkan kepada masyarakat oleh Herbet Freudenberger. Freudenberger menggunakan istilah yang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kinerja merupakan pemenuhan akan tugas atau keterampilan terkait pekerjaan seorang karyawan. Kinerja pekerjaan didefinisikan sebagai tindakan yang berkontribusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang kita ketahui bahwa pada saat ini persaingan antar perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang kita ketahui bahwa pada saat ini persaingan antar perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seperti yang kita ketahui bahwa pada saat ini persaingan antar perusahaan semakin ketat. Di satu pihak peralatan kerja semakin modern dan efisien, dan di lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap fase kehidupan manusia pasti mengalami stres pada tiap fase menurut perkembangannya. Stres yang terjadi pada mahasiswa/i masuk dalam kategori stres

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kepuasan kerja, yang pada akhirnya akan berpengaruh positif terhadap

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kepuasan kerja, yang pada akhirnya akan berpengaruh positif terhadap BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan Kerja Perhatian manajer terhadap karyawan akan mengakibatkan peningkatan kepuasan kerja, yang pada akhirnya akan berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, maka segala upaya terus dilakukan untuk menciptakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, maka segala upaya terus dilakukan untuk menciptakan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan yang serba modern ini setiap perusahaan dituntut untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar dapat mengatasi persaingan yang semakin ketat

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. Kepemimpinan merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsipprinsip

BAB II TELAAH PUSTAKA. Kepemimpinan merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsipprinsip 1 BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsipprinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. masalahpada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. masalahpada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia A. Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai masalahpada ruang lingkup karyawan,

Lebih terperinci

2.1.2 Tipe-Tipe Kepemimpinan Menurut Hasibuan (2009: ) ada tiga tipe kepemimpinan masing-masing dengan ciri-cirinya, yaitu:

2.1.2 Tipe-Tipe Kepemimpinan Menurut Hasibuan (2009: ) ada tiga tipe kepemimpinan masing-masing dengan ciri-cirinya, yaitu: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan Menurut Wukir (2013:134), kepemimpinan merupakan seni memotivasi dan mempengaruhi sekelompok orang untuk bertindak mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatan sumber daya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatan sumber daya manusia. Menurut UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah

Lebih terperinci

Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas

Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas Masa nifas adalah masa 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai enam minggu berikutnya. Pengawasan dan asuhan postpartum masa nifas sangat diperlukan yang tujuannya

Lebih terperinci

1. Bagaimana gambaran burnout pada anggota. 2. Mengapa terjadi burnout pada anggota polisi. 3. Bagaimana dampak burnout pada anggota

1. Bagaimana gambaran burnout pada anggota. 2. Mengapa terjadi burnout pada anggota polisi. 3. Bagaimana dampak burnout pada anggota BURNOUT PADA ANGGOTA POLISI BAGIAN RESERSE DI POLSEK BOGOR Nama : Rizka Fadilla Khaerunnisa NPM : 10508201 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Anugriaty Indah Asmarany, S.Psi.,., Msi. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB XIII TEKNIK MOTIVASI

BAB XIII TEKNIK MOTIVASI BAB XIII TEKNIK MOTIVASI Tim LPTP FIA - UB 13.1 Pendahuluan Tantangan : 1. Volume kerja yang meningkat 2. Interaksi manusia yang lebih kompleks 3. Tuntutan pengembangan kemampuan sumber daya insani 4.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komitmen telah menunjukkan pengaruh yang kuat pada keinginan karyawan

BAB I PENDAHULUAN. Komitmen telah menunjukkan pengaruh yang kuat pada keinginan karyawan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komitmen merupakan salah satu variabel yang telah banyak dikaji. Komitmen telah menunjukkan pengaruh yang kuat pada keinginan karyawan untuk tetap bertahan di dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. memengaruhi tersebut. Berdasarkan pengertian diatas dan dikaitkan dengan kegiatan

BAB II KAJIAN TEORITIS. memengaruhi tersebut. Berdasarkan pengertian diatas dan dikaitkan dengan kegiatan BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Kepemimpinan Pembahasan tentang kepemimpinan secara umum dapat dijelaskan bahwa Kepemimpinan adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh orang untuk mempengaruhi orang

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. 1.Pengertian Gaya Kepemimpinan Partisipatif

PEMBAHASAN. 1.Pengertian Gaya Kepemimpinan Partisipatif PEMBAHASAN 1.Pengertian Gaya Kepemimpinan Partisipatif Model kepemimpinan merupakan aspek penting bagi seorang pemimpin, karena model kepemimpinan akan efektif jika disesuaikan dengan tingkat kematangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar 1. Defenisi Belajar pada hakikatnya adalah penyempurnaan potensi atau kemampuan pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia dengan dunia

Lebih terperinci

PENGANTAR MANAJEMEN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA TAHUN Adman, S.Pd, M.Pd

PENGANTAR MANAJEMEN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA TAHUN Adman, S.Pd, M.Pd PENGANTAR MANAJEMEN Adman, S.Pd, M.Pd Email: fuad_adm@yahoo.com UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA TAHUN 2012 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MANAJEMEN PERKANTORAN TUJUAN Mata kuliah ini bertujuan untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kinerja Kinerja menurut Soetjipto (1997) merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Psikologi dalam sebuah organisasi memberikan peranan penting pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Psikologi dalam sebuah organisasi memberikan peranan penting pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psikologi dalam sebuah organisasi memberikan peranan penting pada area-area seperti pengembangan SDM (Losyk, 2005:65). Dalam sebuah perusahaan permasalahan psikologi

Lebih terperinci

Teori Kepemimpinan Fiedler

Teori Kepemimpinan Fiedler TEORI SITUASIONAL Model Fiedler Tiga aspek situasi yang menentukan efektivitas kepemimpinan 1. Hubungan pemimpin anggota. (baik atau buruk) Baik, bila pemimpin memiliki dukungan dan kesetiaan bawahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job 9 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisikan tentang teori-teori yang digunakan untuk mendukung dan menjelaskan variabel dalam penelitian. Pembahasan dalam bab ini dimulai dari pembahasan komitmen organisasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengawasan Keuangan Pengawasan adalah suatu upaya yang sistematik untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan untuk merancang sistem umpan balik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. bebas dan satu variabel tergantung. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. bebas dan satu variabel tergantung. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai 55 BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel bebas dan satu variabel tergantung. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Manajemen Robbins & Coulter (2011) manajemen melibatkan aktivitas aktivitas koordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain, sehingga pekerjaan tersebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan (Ma rtoyo, 2000: 142).Frederick

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan (Ma rtoyo, 2000: 142).Frederick BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka dan Hipotesis 2.1.1 Kepuasan kerja Kepuasan kerja ( job satisfaction ) yaitu keadaan emosional karyawan di mana terjadi atau tidak terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepemimpinan merupakan salah satu isu dalam manajemen yang masih cukup menarik

BAB I PENDAHULUAN. Kepemimpinan merupakan salah satu isu dalam manajemen yang masih cukup menarik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepemimpinan merupakan salah satu isu dalam manajemen yang masih cukup menarik untuk diperbincangkan hingga saat ini. Media massa, baik elektronik maupun cetak, seringkali

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dorongan dalam melakukan pekerjaanya, intensitas dan frekuensi dari waktu ke

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dorongan dalam melakukan pekerjaanya, intensitas dan frekuensi dari waktu ke BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia mempunyai unsur pokok dalam berperilaku yang berupa aktifitas, baik itu aktifitas fisik maupun aktivitas mental, untuk itu perlu diperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting saat ini bahkan dimasa yang akan datang, karena perusahaan tidak akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penting saat ini bahkan dimasa yang akan datang, karena perusahaan tidak akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat turnover karyawan masih menjadi pembahasan yang paling intens dan penting saat ini bahkan dimasa yang akan datang, karena perusahaan tidak akan berkembang tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya jumlah lembaga pendidikan yang ada di Indonesia baik negeri maupun

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya jumlah lembaga pendidikan yang ada di Indonesia baik negeri maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan dalam dunia pendidikan saat ini semakin kompetitif, tidak terkecuali persaingan dalam peningkatan kualitas di Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan memiliki tujuan yang jelas untuk dijadikan sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan memiliki tujuan yang jelas untuk dijadikan sebagai landasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap perusahaan memiliki tujuan yang jelas untuk dijadikan sebagai landasan dalam membuat kebijakan dan melaksanakan usahanya sehingga dapat mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengantar Bab ini akan membahas kajian pustaka yang diawali dengan konsep - konsep yang digunakan dalam kajian teorinya mengenai beberapa pengertian secara konseptual seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut merupakan proses yang diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut merupakan proses yang diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi merupakan wadah interaksi antara berbagai komponen, seperti sumber daya manusia, sumber daya fisik dan sumber daya informasi. Interaksi tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turnover intention serta karyawan terlibat perilaku kerja kontraproduktif.

BAB I PENDAHULUAN. turnover intention serta karyawan terlibat perilaku kerja kontraproduktif. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan aset terpenting dalam perusahaan yang menjadi salah satu penentu berkembangnya suatu perusahaan. Masalah-masalah yang menyangkut sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

Lebih terperinci

ARIS SETIAWAN B

ARIS SETIAWAN B PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP PENYELESAIAN KONFLIK DI PT TAINESIA JAYA WONOGIRI SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja mencerminkan kondisi manusia yang sehat lahir dan batin, sedangkan tidak bekerja sama sekali, mengindikasikan kondisi macet atau sakit atau adanya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir adalah gangguan pada

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir adalah gangguan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir adalah gangguan pada fungsi ginjal, dimana tubuh tidak mampu untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, dunia bisnis semakin dipengaruhi dengan persaingan yang cukup ketat dan

BAB I PENDAHULUAN. ini, dunia bisnis semakin dipengaruhi dengan persaingan yang cukup ketat dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin pesatnya ilmu dan teknologi serta datangnya era bebas. sekarang ini, dunia bisnis semakin dipengaruhi dengan persaingan yang cukup ketat dan banyak menimbulkan

Lebih terperinci