BAB VI BASIS KETAHANAN PASAR NAGARI: KETERLEKATAN PASAR KAYU MANIS DENGAN PASAR SUPRA LOKAL DAN MASYARAKAT MINANGKABAU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI BASIS KETAHANAN PASAR NAGARI: KETERLEKATAN PASAR KAYU MANIS DENGAN PASAR SUPRA LOKAL DAN MASYARAKAT MINANGKABAU"

Transkripsi

1 BAB VI BASIS KETAHANAN PASAR NAGARI: KETERLEKATAN PASAR KAYU MANIS DENGAN PASAR SUPRA LOKAL DAN MASYARAKAT MINANGKABAU Bab ini menjelaskan basis ketahanan pasar nagari dalam kaitannya dengan keterlekatan pasar kayu manis dengan masyarakat Minangkabau, dan pasar supra lokal. Basis ketahanan pasar nagari dibangun dari sejumlah unsur yakni: konstruksi sosial masyarakat atas tanaman kayu manis sebagai tanaman sosial budaya, kayu manis sebagai katup pengaman ekonomi rumahtangga, relasi sosial dan jaringan kerja inter personal antar pedagang lokal dan pedagang supra lokal yang kemudian ikut mempengaruhi perilaku pertukaran dan tindakan ekonomi petani dan pedagang dalam proses transaksi kayu manis di pasar nagari. Inilah yang menjadikan pasar nagari dapat bertahan dari waktu ke waktu Kayu Manis Sebagai Tanaman Sosial Budaya Kayu manis yang dalam bahasa latinnya adalah Cinamomum burmani merupakan tanaman yang memiliki banyak fungsi dan kegunaannya dalam industri manufaktur saat ini. Kegunaan utama bagi penduduk lokal adalah sebagai bahan penyedap masakan, tetapi bagi konsumen domestik dan luar negeri, kegunaan kayu manis sangat dominan untuk industri manufaktur seperti minyak wangi, sabun mandi, bumbu masakan dan obat-obatan. Kayu manis mengandung berbagai macam bahan kimia seperti tannin, pati, gula, zat warna, fixed oil serta minyak atsiri (AECI, 2003). Pemakaiannya dapat digunakan secara langsung dari bentuk aslinya atau diolah menjadi bubuk, minyak atsiri, dan oleoresin. Minyak atsiri diperoleh dengan penyulingan terhadap kulit batang, ranting serta daun kayu manis. Sedangkan oleoresin diperoleh dengan cara ekstraksi kulit kayu manis dengan menggunakan pelarut organik. Kulit kayu manis, yang sudah dijemur dan dikeringkan dalam bahasa perdagangan disebut dengan kayu manis, dan hasil olahannya banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, farmasi, pasta gigi, sabun, kosmetika, rokok, dan lain sebagainya. Dalam industri makanan dan minuman kayu manis berfungsi sebagai pewangi dan penambah cita rasa. Dalam industri farmasi kayu manis berfungsi sebagai pembunuh mikroorganisme. Dalam industri sabun, kayu manis berfungsi sebagai penyegar, 166

2 sedangkan dalam industri kosmetika kayu manis berfungsi sebagai pewangi, lotion, dan cream. Besarnya kegunaan dan manfaat kayu manis tersebut diatas, ternyata dalam usaha ekonominya belum memberikan keuntungan yang memadai bagi petani produsen. Meskipun tanaman ini telah dibudidayakan dalam skala yang cukup luas, terutama sebagai tanaman utama dalam sistem pertanian perkebunan di wilayah dataran tinggi dan pedalaman Minangkabau. Keuntungan dari perdagangan kayu manis lebih besar dinikmati oleh pedagang dan eskportir, seperti diakui sendiri oleh Dinas Perkebunan kabupaten Tanah Datar, dibandingkan dengan pasar lokal, pasar eksport lebih menjanjikan keuntungan (Disbun Tanah Datar, 2006, tt). Meskipun demikian petani tetap menanam kayu manis pada kebun-kebun milik mereka, karena usaha penanaman kayu manis ini, telah terkait dengan sistem adat istiadat perkawinan di tengah masyarakat di wilayah Tanah Datar. Disamping itu, lahan pertanian yang dijadikan lahan kayu manis adalah lahan perkebunan yang memang sebagai penyangga bagi sistem pertanian padi sawah. Sehingga menanam kayu manis adalah pekerjaan yang dilakukan disela pekerjaan di sawah telah selesai. Sejalan dengan hal itu, ekspor kayu manis setiap tahun selalu meningkat seiring dengan semakin banyaknya industri makanan, minuman, dan obat-obatan yang menggunakan produk kayu manis. Sehingga saat ini prospek kayu manis masih terbuka luas. (lihat gambar 4 hal 110). Di tingkat petani pengolahan kayu manis masih dilakukan secara manual. Namun jika dilihat dari segi kualitas kayu manis yang dihasilkan (dari hasil pengamatan) petani sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan Koperindagtam. Ini terbukti disaat peneliti mengunjungi gudang-gudang pedagang tingkat kabupaten tidak terjadi lagi proses up grading terhadap kayu manis yang dibeli dari petani. Pedagang besar hanya memilah-milah dan melakukan pemotongan kayu manis sesuai dengan jenis atau permintaan eksportir. Akan tetapi isu yang dimunculkan (baik oleh pedagang, Dinas Perkebunan dan Dinas Koperindagtam) bahwa petani dalam pemanenan atau pengolahan kayu manis masih mengabaikan mutu atau tidak sesuai dengan kualitas yang diharapkan pasar. Dikatakan bahwa: 1). Petani sering melakukan panen pada musim hujan, hal ini disebabkan karena pada musim tersebut petani akan memulai pekerjaan menanam padi di sawah. Secara ekonomi 167

3 mereka membutuhkan sejumlah uang untuk biaya mengolah sawah, membeli pupuk dan biaya kebutuhan hidup sampai masa panen padi mendatang. Kebutuhan uang untuk usaha tani palawija merupakan alasan untuk melakukan panen cassivera. Artinya panen kayu manis merupakan upaya penyangga ekonomi keluarga ketika usaha tani padi sawah belum mendatangkan hasil. 2). Proses pengeringan sering tidak sempurna, sehingga kadar air kulit masih tinggi yaitu berkisar antara persen, pada hal kadar air produk untuk ekspor hanya berkisar antara 5-6 persen. 3). Kulit kayu manis sering bercampur dengan tanah, pasir atau debu karena dijemur di tempat asalan atau di pinggirkan jalan. 4). Waktu panen kayu manis yang belum cukup umur, dengan kondisi kulit yang masih tipis mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas minyak atsirinya. (wawancara tanggal 19 April 2006). Sebaliknya, temuan di lapang menunjukkan bahwa petani melakukan panen bukan pada musim hujan, tetapi dikatakan bahwa panen cenderung dilakukan biasanya setelah 2-3 kali hujan turun, dengan maksud akan mempermudah pengupasan kulit (karena lendir pohon/batang lebih banyak). Terlihat bahwa pola pengupasan kulit dilakukan dengan dua cara: 1). Pengupasan kulit dilakukan pada saat daun mudanya sudah berwarna hijau dan masa berbuah. Apabila panen dilakukan pada saat daun mudanya berwarna merah, maka pengupasan kulit menjadi sulit. 2). Pemanenan dilakukan dengan cara mengelupaskan kulit bagian bawah pohon pada ketinggian 5-80 cm di atas leher akar, dan diiris melingkari batang. Kemudian kulit batang setinggi cm dengan membuat irisan selebar 3-5 cm dikelupaskan dengan arah vertikal hari setelah pengupasan tersebut barulah dilakukan penebangan pohon. Untuk kondisi sekarang sistem yang terakhir ini (Sistem Situmbuak) lebih banyak dipakai petani karena dianggap lebih menguntungkan dari segi pengupasan dan dapat panen tanpa harus menunggu daun pujuk menghijau terlebih dahulu. Disamping itu juga, sistem ini memudahkan tumbuhnya tunas/carang baru di pangkal pohon untuk regenerasi selanjutnya. Selanjutnya, usaha petani untuk mencapai kualitas kulit yang bagus, dilakukan dengan membersihkan batang bagian bawah pada ketinggian cm dengan menggunakan daun pakis dan ilalang dari gangguan lumut. Biasanya kulit batang inilah yang akan menjadi kualitas AA dan KA sebagai kualitas yang paling baik. Dahan batang lainnya yang berdiameter 4-6 cm biasanya hanya bisa dijadikan kualitas KB atau B karena kulitnya tipis banyak berlobang dan sulit untuk dikikis. 168

4 Untuk rantingnya dapat dijadikan kualitas C yang diperoleh dengan cara memukulmukul dahan ranting agar kulitnya terkelupas. Setelah kulit dikelupaskan seluruhnya, kemudian dilakukan pengikisan di rumah, yang biasanya dilakukan pada malam hari (kualitas AA). Setelah itu baru dilakukan penjemuran di atas tikar untuk menjaga agar kotoran tidak melekat. Lama waktu penjemuran adalah 2 sampai 3 hari (bila cuaca bagus), sampai kulit mengulung dari dua arah membentuk tongkat (cassia stick). Kualitas KA dan A adalah kualitas yang dikikis bersih, licin dengan gulungan yang lebih tebal dan lebih besar yang terbentuk dari satu arah saja. Kondisi ini memperlihatkan bahwa sebetulnya dari segi kualitas yang dihasilkan petani sudah tidak ada masalah dan sesuai dengan tuntutan pasar. Sehingga dapat dikatakan bahwa berbagai kelemahan yang dikatakan oleh Dinas Perkebunan kabupaten Tanah Datar, Dinas Koperindagtam dan pedagang diatas, sebagian tidak benar atau tidak terbukti. Pengamatan yang dilakukan di daerah penelitian dalam jangka waktu yang lama memberikan pemahaman bahwa permainan kualitas kayu manis petani merupakan salah satu usaha pedagang untuk menekan harga. Sebab dari hasil wawancara dengan pedagang besar dan eksportir, pembagian kualitas yang ada di pasar hanyalah akal-akalan bagi pedagang (sesuai dengan keinginan pedagang saja) dan untuk menekan (membedakan) harga. Artinya, setelah dilakukan prosesing (upgrade) oleh pedagang pengumpul, akan memperoleh perbedaan harga yang siginifikan. Jika dianalisis lebih lanjut, beberapa pertimbangan pedagang dalam menetapkan harga kayu manis yang diproduksi oleh petani tersebut di atas telah menjadi sumber keuntungan bagi pedagang, sebab para pedagang pengumpul yang langsung berhadapan dengan para petani produsen. Bahkan dalam menjualnya ke pedagang tingkat kabupaten, tidak lagi memperhatikan kadar air, tetapi jenis produk yang ada, seperti kualitas AAA, AA, A, KA, KB, KC dan C dengan perbedaan harga yang sangat berarti. 169

5 No Tabel 20 Perbedaan Standar Kualitas yang Digunakan dalam Pemasaran Kayu manis pada saat penelitian Standar Standar Eksportir Koperindagtam AA A B C KA KB KC Asalan - - Standar Pedagang ke Petani AAA AA A B KB C Asalan Ke Pedagang Besar Kabupaten AAA AA A B KA KB KC C KM KF Ke Konsumen Akhir (Luar Negeri) Ind Cass AA Sticks Ind Cass AA cut and washed Ind Cass AA unwashed Ind Cass AA cuttings Ind Cass A sticks Ind Cass A cut unwashed Ind Cass A Broken Ind Cass B sticks Ind Cass B brokens Ind Cass C brokens Sumber: Koperindagtam (2006), data diolah. Dari Tabel 20, dapat dilihat bahwa dalam hal penetapan standar kualitas masih belum transparan, sehingga petani selalu dalam posisi yang sangat lemah. Di tingkat petani hanya terdapat tujuh jenis kualitas, dan itupun sangat terikat dengan panjangnya yang berkisar antara 80 cm s/d 100 cm. apabila panjangnya ini tidak dipenuhi oleh petani, maka pedagang akan menjatuhkan harga, atau tidak mau membeli kayu manis yang dibawa petani, dengan alasan kayu manis yang dihasilkan tidak sesuai dengan syarat/ketentuan yang ada. Pada hal di tingkat pedagang besar kabupaten ke eksportir, masalah panjang kayu manis tidak lagi menjadi salah satu syarat. Selanjutnya bagi eksportir, kayu manis yang telah dibeli dari pedagang besar kabupaten dengan berbagai kualitas, khususnya kualitas AAA, AA, A, KA, dan KB dengan ukuran 80 cm s/d 100 cm, setelah diproses menjadi kualitas ekspor seperti cassia AA stick, cassia AA cut and washed dan panjangnya hanya 6-10 cm dan dikepak seperti bungkus rokok yang berisi 20 s/d 25 batang dengan harga US $ 2/ bungkus (Wawancara dengan Eksportir, Maret 2006). Jadi satu batang kualitas AA dari petani dan pedagang pengumpul pasar nagari, dapat menghasilkan 10 s/d 13 batang atau stick yang siap diekspor. Ini jelas dapat diperkirakan besarnya keuntungan yang diperoleh eksportir. 170

6 Ke delapan grade (kualitas) yang ditemui dalam pemasaran kayu manis di pasar nagari ini, sebenarnya hanyalah akalan-akalan pedagang saja, karena setelah dibandingkan dengan grade kualitas yang dibutuhkan untuk konsumen luar negeri dan keperluan ekspor ternyata ada sepuluh tingkatan kualitas. Sebaliknya, kualitas B, KB, KC, dan C itu semua akan dijadikan bentuk bubuk kayu manis untuk dikirim dalam bentuk cassia powder (ground cassia). Perbedaaan keempat grade kualitas di atas tidak berpengaruh terhadap kualitas cassia powder hanya kebersihannya saja yang menentukan harganya, bukan bentuk gradenya. Keuntungan yang besar diperoleh pedagang dan eksportir karena perbedaan harga yang menjolok seperti kualitas AAA dan AA atau kualitas AAA dengan kualitas KB di tingkat petani, sebagaimana dapat dilihat dalam tabel di bawah. No Tabel 21 Harga dan Kualitas Kayu manis di Tingkat Petani dan Pedagang di Pasar Nagari Grade Kualitas di tingkat Petani Harga Jual di tingkat Petani (Rp/ Kg) Harga Jual Di tingkat Pedagang Perantara (Rp/Kg) Margin keuntungan pedagang perantara (Rp/Kg) 1. AAA AA A Margin keuntungan pedagang besar (Rp/Kg KB C Sumber: Hasil Pengamatan di Pasar Nagari Baso, Tgl 10 April Berdasarkan atas tabel 21 di atas, terlihat jelas bahwa perbedaan antara grade kualitas AAA dengan A adalah sebesar Rp 2250,- per Kg, pada hal di tingkat eksportir dan konsumen akhir perbedaan grade kualitas itu tidak ada, semuanya dikelompokan dengan whole stick cassia, yang dapat diperoleh dari ketiga kualitas bagus yakni AAA, AA, dan A. Jika volume pembelian kayu manis kualitas AAA, AA, dan A di pasar nagari untuk satu kali dibukanya pasar nagari adalah berkisar antara 5-6 ton, maka besarnya keuntungan pedagang besar dan eksportir dari ketidak jelasan kualitas kayu manis satu kali di bukanya pasar nagari adalah berkisar antara Rp ,- sampai dengan Rp ,- jumlah ini sangat kontras dengan keuntungan petani kayu manis itu sendiri yang telah menunggu bertahun-tahun dan 171

7 menghabiskan tenaga, waktu dan biaya untuk merawat tanaman mereka, tetapi keuntungan jatuh ketangan pedagang perantara dan eksportir. Besarnya keuntungan dari sisi permainan kualitas (mencari cacat barang) oleh pedagang terhadap petani, ditambah lagi dengan perbedaan margin penjualan di tingkat petani dengan di tingkat pedagang perantara yakni rata-rata berkisar antara Rp 250/kg sampai Rp 400/kg, inilah yang menjadi pendapatan pedagang perantara selama waktu pasar. Jika dikalikan dengan volume kayu manis yang berhasil ditransaksikan oleh pedagang ini dengan petani kayu manis, dimana ratarata volume transaksi pedagang perantara dengan petani kayu manis dalam satu kali di bukanya pasar nagari adalah berkisar antara 300 kg sampai 1 ton. maka jumlah pendapatan pedagang perantara pada satu hari pasar nagari adalah sebesar Rp sampai dengan Rp ,- ini adalah pendapatan untuk satu kali di bukanya pasar nagari. Jika di wilayah penelitian ada tiga sampai empat pasar nagari yang dibuka dalam satu minggu, maka dalam sebulan pendapatan kotor pedagang perantara kayu manis rata-rata adalah Rp atau Rp 1 juta. Hasil kalkulasi diatas memperlihatkan adanya ketimpangan pembagian keuntungan yang menyolok antara pedagang kayu manis dengan petani kayu manis. Oleh karena itu dapat dikatakan sistem perdagangan kayu manis selama ini hanyalah menguntungkan pedagang mulai dari pedagang perantara sampai pedagang tingkat eksportir. Walaupun demikian petani tetap melalukan penanaman kayu manis, meskipun keuntungannya dinikmati oleh pedagang yang menjadi penentu dari tata niaga kayu manis. Satu-satunya jalan untuk meningkatkan kesejahteraan petani kayu manis hanyalah dengan memperbaiki sistem tata niaga kayu manis. Diperlukan campurtangan pemerintah (state intervention) dalam tata niaga kayu manis seperti, dalam bentuk peraturan daerah tentang perlindungan petani kayu manis dari permainan kualitas, harga dan akal-akalan (cheating) pedagang. Campur tangan pemerintah di tingkat Dinas Perkebunan dan apalagi Dinas Perindustran dan Perdagang tampaknya tidak dapat diharapkan lagi, karena, ketika pemerintah turut campur terhadap tata niaga kayu manis ini agar lebih menguntungkan petani, ternyata Dinas Perindustrian dan Perdagang kabupaten Tanah Datar juga ikut berbisnis kayu manis (menjadi aktor di pasar nagari), disamping membentuk koperasi yang menurut masyarakat di sebut KPRR Salimpaung, tetapi secara 172

8 terselubung dikendalikan oleh CV. SAS 1, dimana Dinas Perindustrian dan Perdagangan kabupaten Tanah Datar menjadi ketua komisinya. Berkedok atas nama koperasi, tetapi dalam operasional tidak mengarah kepada manajemen koperasi dan lebih memperlihatkan bisnis (CV. SAS) yang dikendalikan dan di back up oleh Dinas Perindustrian Perdagangan. Fenomena ini mengindikasikan adanya relasi stuktural ekonomi politik tersembunyi pemerintahan daerah Tanah Datar (Dinas Koperindagtam) dengan CV. SAS yang berkembang menjadi dominasi individu dan negara (state) atas institusi sosial. Realitas yang demikian semakin memperkuat kecurigaan, ketika peneliti berusaha untuk melakukan wawancara dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan kabupaten Tanah Datar yang selalu di tolak dengan alasan yang tidak masuk akal. Pada hal anggota mereka yang ikut sebagai aktor selalu ketemu dengan peneliti di pasar-pasar nagari dan ikut melakukan pembelian kayu manis petani atau kayu manis dari pedagang pengumpul tingkat nagari seperti di pasar nagari Baso dan Tabek Patah dan Pasar Lelang Lokal (PLL). Peneliti menilai ini merupakan bentuk state capitalism yang dipertontonkan oleh jajaran Dinas Perindustrian dan Perdagangan kabupaten Tanah Datar di tengah pemerintahan pusat sedang giat-giatnya melakukan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme di tubuh pemerintahan. Bisnis Dinas Perindustrian dan Perdagangan kabupaten Tanah Datar ini justru telah menambah besarnya kerugian petani kayu manis di wilayah kabupaten Tanah Datar 2. Walaupun adanya perbedaan keuntungan yang diperoleh antara petani dan pedagang dan petani selalu dirugikan ini telah disadari oleh petani kayu manis, namun mereka tetap melakukan penanaman kayu manis di lahan-lahan perkebunan mereka. Hal ini terkait dengan kebiasan adat istiadat masyarakat di daerah penelitian ini. Dalam sistem perkawinan di masyarakat di daerah penelitian dan 1 Dari hasil wawancara dengan pengurus CV. SAS, tanggal 31 Maret 2006: mereka menolak kalau institusi yang mereka kelola dikatakan koperasi (KPRR), bahkan mereka mengatakan bahwa CV. SAS adalah perpanjangan tangan dari Koperindagtam Tanah Datar untuk menambah kompetitor dalam transaksi kayu manis dengan petani. Idealnya, menurut Manager CV SAS, dengan bertambahnya kompetitor sebagai pembeli kayu manis rakyat, diharapkan harga kayu manis di tingkat petani dapat meningkat. 2 Dari hasil wawancara dengan beberapa petani kayu manis di nagari Salimpaung dan pedagang pengumpul tingkat nagari di Tabek Patah dan Baso, serta Sungai Tarab, harga jual kayu manis yang ditetapkan CV. SAS lebih rendah mancakiak jika dibandingkan dengan harga yang ditetapkan oleh pedagang besar lainnya. Jadi mereka tidak suka menjual kayu manisnya kepada CV SAS. 173

9 kabupaten Tanah Datar umumnya, berlaku aturan adat bahwa penganten pria berkewajiban untuk menanam seribu batang bibit anak kayu manis di kebun milik calon istrinya. Aturan ini disebut dengan istilah tambilang basi. Adat tambilang basi ini mengambarkan kesungguhan penganten pria untuk mampu memberikan jaminan kehidupan yan lebih baik kepada penganten wanitanya, dimana pada saat mereka berumahtangga nanti dan memiliki keturunan, maka kayu manis yang ditanam oleh suaminya sejak awal pernikahan dapat dipanen setelah anak-anak mereka tumbuh dan membutuhkan biaya untuk pendidikan, dan lainnya. Adat tambilang basi ini sampai saat penelitian dilakukan masih dilaksanakan oleh penduduk setempat, walaupun semua mengetahui bahwa harga kayu manis mereka ditekan ke tingkat harga yang terendah oleh pedagang dan secara finansial menanam tanaman kayu manis tidak menguntungkan, namun kayu manis tetap di tanam di ladang dan di kebun mereka. Ada beberapa alasan kenapa kayu manis tetap ditanam dan dijadikan tanaman utama di ladang dan kebun penduduk. Pertama; tanaman kayu manis ini merupakan tanaman tabungan untuk masa depan, baik untuk keperluan biaya pendidikan anak-anak setelah sampai ke perguruan tinggi, maupun untuk pesta perkawinan anak-anak perempuan mereka dikemudian hari, bahkan juga untuk biaya menunaikan ibadah haji. Artinya tanaman kayu manis dengan waktu panen yang sampai mencapai 8 sampai 20 tahun umurnya, maka sangat cocok untuk di jadikan sebagai tanaman tabungan. Kedua; tanaman kayu manis ini tidak membutuhkan banyak tenaga dan waktu untuk merawatnya setelah berumur lebih dari 2 tahun, sehingga tidak dibutuhkan biaya untuk sampai saat panen. Oleh karenannya cocok untuk tanaman sambilan dalam sistem perkebunan dan perladangan penduduk yang jauh dan bertopografi miring dan sistem pertanian padi sawah sebagai aktifitas utama. Sejalan dengan yang dikatakan Darussaman (2001:48), bahwa pada umumnya masyarakat dalam membudidayakan tanaman kayu manis lebih pada pertimbangan; jauh dekatnya lokasi lahan dari tempat tinggal, tingkat kesuburan tanah dan kemiringan lahan. Ini tentunya terkait dengan sifat tanaman kayu manis yang bisa tumbuh pada jenis tanah yang marginal dan tidak menuntut perawatan yang intensif. Ketiga; tanaman kayu manis sebagai simbol prestise di tengah masyarakat. Semakin luas kebun kayu manis semakin meningkat status sebuah keluarga di 174

10 tengah masyarakat. Hal ini karena menyangkut dengan adat tambilang besi yang menandakan terjaminnya kelangsungan sosial ekonomi sebuah keluarga dalam masyarakat nagari. Disamping itu rumah tangga yang memiliki lahan kayu manis yang luas akan mampu menjalankan fungsi sosial budaya atau mempertahankan konstruksi budaya atas tanaman kayu manis. Keempat; terpeliharanya dan adanya kebun kayu manis menandakan bahwa keluarga yang bersangkutan masih mampu untuk menjalankan adat tambilang besi. Artinya, mempertahankan ketersediaan lahan untuk kebun kayu manis merupakan suatu kewajiban budaya, agar calon menantu pria mereka dapat menunaikan kewajibannya untuk menanam seribu batang kayu manis di ladang calon istrinya. Kelima; untuk mengunjungi pasar nagari yang memerlukan biaya terutama untuk mengikuti pembicaraan di lapau-lapau atau kios-kios pasar nagari, maka menjual kayu manis merupakan suatu style tersendiri, dan mendapatkan uang dengan memanen kayu manis merupakan cara yang lebih elegan ketimbang yang lainnya. Artinya, bagi si penjual kayu manis merupakan suatu kebanggaan tersendiri untuk mendapatkan uang dengan cara yang lebih terhormat, khususnya bagi kaum lelaki. Apalagi kayu manis yang dijual jenis kualitasnya bagus seperti AA, AA, dan A. Sejalan dengan hal itu, bagi pedagang, pemilihan jenis komoditi yang akan didagangkan juga tidak semata-mata atas dasar pilihan pada keuntungan semata, melainkan juga berdasarkan prestise, menjaga gengsi atau posisinya di tengah masyarakat nagari. Membeli dan memperdagangkan kayu manis merupakan suatu prestise tersendiri diantara sesama pedagang, karena akan mencerminkan betapa si pedagang yang bersangkutan memiliki kemampuan keuangan yang memadai memiliki jaringan bisnis yang luas di supra nagari, dan merasa menjadi lebih terhormat di tengah masyarakat nagari. Sebagaimana diungkapkan dalam hasil wawancara dengan salah seorang pedagang:...manjua dan mambali kulik manih lebih rancak ketimbang mengaleh barang mudo, disamping untuangnya alah jaleh dan dapek sakali dibaok pulang (pedagang perantara), kawan-kawan nan jauh tacaliek juo, kalau nasib sadang rancak, awak dapek pulo saketek dari kawan yang alah gadang pokoknyo itu... (Wawancara tanggal 20 Maret 2006 dengan Jamaris pedagang perantara di nagari Salimpaung). (menjual dan membeli kayu manis lebih bagus dibanding berjualan palawija, selain untungnya sudah jelas dan dapat langsung dibawa pulang (pedagang perantara), kawan yang jauh bisa ketemu, jika nasib sedang bagus kita mendapat bagian sedikit keuntungan dari kawan yang modalnya sudah besar) 175

11 Jadi, mengusahakan kayu manis maupun memperdagangkan kayu manisnya sama-sama memiliki motivasi sosial budaya dari individu yang melakoninya disamping mencari keuntungan semata. Petani maupun pedagang menempatkan komoditi kayu manis sebagai komoditi andalan baik untuk keuntungan ekonomi maupun untuk presitise di tengah masyarakat. Mulai sejak menanam, memelihara, memanen sampai menjualnya di pasar dianggap sebagai pekerjaan yang lebih terhormat dan elegan, jika dibandingkan dengan tanaman mudo lainnya. Itulah sebabnya, dikatakan bahwa tanaman kayu manis tidak hanya merupakan tanaman yang berfungsi ekonomi tetapi juga memiliki fungsi sosial budaya. Dengan demikian untuk kelangsungan budidaya tanaman kayu manis ini diyakini akan terus berlanjut dan telah menyatu dengan aktifitas sosial budaya masyarakat Minangkabau, meskipun dalam sistem tata niaganya cenderung tidak menguntungkan petani. Bahkan jika dilihat dari karakteristik pedagang kayu manis di pasar nagari kebanyakan mereka adalah niniak mamak kaum dan orang terpandang nagari, artinya ini merupakan salah satu bentuk dominasi kaum penghulu dan orang kaya (elite) nagari terhadap aktifitas ekonomi masyarakat bawahannya. Sebagaimana dikatakan sebelumnya, menjual dan membeli kayu manis merupakan bentuk interaksi sosial masyarakat Minangkabau di pasar nagari. Jika yang menjual kayu manis ini dari kalangan orang kaya atau penghulu adat, maka menjual kayu manis ke sesama kelompok sosialnya yang setara merupakan sebuah unjuk kekuatan sebagai kelompok yang berpunya. Kemudian jika yang menjual kayu manis itu berasal dari masyarakat biasa, maka menjual kayu manis ke pedagang dengan stratifikasi sosial seperti penghulu kaumnya merupakan suatu kewajiban sosial budaya (resiprositas sosial) yang harus dilakukan. Akan menjadi malu dan rikuh apabila menjual kayu manisnya ke pedagang lain yang tidak terikat secara kesukuan atau se nagari dengan si pembeli. Jadi sebagai tanaman yang telah menyatu dengan sistem nilai budaya masyarakat terutama dengan sistem perkawinan masyarakat nagari di Minangkabau dan ditambah dengan sistem tata niaganya yang cenderung dalam pertukarannya masih mempertimbangkan aspek-aspek ikatan kesukuan (primordial), maka walaupun budidaya tanaman kayu manis kurang menguntungkan secara finansial tetapi secara sosial budaya mendatangkan benefit yang cukup besar (pemersatu 176

12 warga nagari). Itulah sebabnya, budidaya dan tataniaga kayu manis masih akan tetap berlanjut di tengah masyarakat nagari (di pasar nagari) di Minangkabau, khususnya di daerah penelitian. Realitas ini mengindikasikan bahwa tindakan ekonomi disituasikan secara sosial dan melekat dalam jaringan sosial personal yang sedang berlangsung diantara para aktor, sebagaimana yang dikemukakan oleh para pendukung aliran sosiologi ekonomi baru (NES) Kayu Manis Sebagai Katup Pengaman Ekonomi Rumah Tangga Berikut ini akan dibahas bagaimana pentingnya budidaya kayu manis dan perdagangan kayu manis bagi masyarakat nagari di Minangkabau seperti pada nagari Salimpaung, luas panen kayu manis adalah seluas 210 ha. Rata-rata kepemilikan lahan kayu manis berkisar antara 0,25 ha sampai pada 1 ha dan ratarata kepemilikan lahan sawah berkisar antara 0,15 ha sampai dengan 2 ha (Tabel 22). Tabel 22 Luas Panen dan Produksi Kayu manis Setiap Nagari Pada Wilayah Penelitian No Nagari Luas Panen (ha) Produksi (ton) 1. Nagari Salimpaung 210 (15,9) 57,41 (15,6) 2. Nagari Rao-Rao 26,5 - (3,7) 3. Nagari Tabek Patah 145 (11) 23,01 (6,2) 4. Nagari Sungai Tarab (29,1) 5. Nagari Tabek Panjang/ Baso Kecamatan Salimpaung (25) 369 (25,2) 7. Kecamatan Sungai Tarab 717 (13,6) 275,5 (18,8) 8. Kecamatan Baso - - Sumber: Kecamatan Salimpaung dan Sungai Tarab dalam Angka, 2004 Data Diolah Sebenarnya, kondisi perekonomian rumahtangga petani kayu manis di nagari Salimpaung dapat dikategorikan menurut waktu panennya yakni: pertama, rumahtangga petani kayu manis dengan waktu panen tak menentu, yang berarti memanen kayu manis untuk dapat memenuhi kehidupan rumahtangga sehari-hari 177

13 atau dengan kata lain kayu manis menjadi katup pengaman ekonomi rumahtangga, waktu panennya di hitung dalam bulanan. Bisa satu kali sebulan, satu kali 2 bulan atau satu kali tiga bulan. Kedua rumahtangga petani kayu manis dengan waktu panen satu kali setahun; yang berarti memanen kayu manis guna memperoleh uang untuk keperluan besar, seperti membayar biaya dan kebutuhan anak sekolah, keperluan pesta perkawinan dan hajatan lainnya. Ketiga rumahtangga petani kayu manis dengan waktu panen lebih dari 2 tahun sekali yang berarti kebun kayu manis dijadikan sebagai tanaman tabungan dan di panen apabila membutuhkan uang dalam jumlah besar, seperti biaya untuk pergi haji, membeli dan memperbaiki rumah, atau rumah gadang mereka. Hasil penelitian menunjukan bahwa di nagari Salimpaung, terdapat sebanyak 2 rumahtangga (10 persen) yang melakukan panen tidak menentu, dengan volume di bawah 70 kg, itu pun dengan kualitas KB dan C. Alasan melakukan panen kayu manis ini adalah untuk biaya menanam tanaman muda yang tengah diusahakan dan biaya belanja anak sekolah sehari-hari menjelang tanaman mudo di lahan sawah mereka mendatangkan hasil. Sedangkan petani kayu manis yang melakukan panen sekali setahun sebanyak 8 rumahtangga (40 persen) dengan volume panen berkisar antara 75 kg sampai dengan 100 kg kayu manis kering dengan kadar air lebih kurang 15 persen. Kemudian sebanyak 10 rumahtangga (50 persen) melakukan panen sekali diatas 2 tahun dengan volume panen berkisar antara 150 kg sampai dengan 300 kg. Sebenarnya, semakin lama waktu panen semakin banyak hasil panen yang diperoleh dan semakin tinggi kualitas kayu manisnya, pada gilirannya juga semakin besar pendapatan diperoleh dari hasil penjualan kayu manis tersebut. Sehingga rumahtangga yang melakukan panen sekali di atas dua tahun, akan mendapatkan uang yang lebih besar. Itulah sebabnya, waktu panen dalam jangka waktu lama, hanyalah dilakukan oleh petani yang berlahan luas, dan menjadikan tanaman kayu manis mereka sebagai tanaman simbolik dan tanaman tabungan. Pada nagari Salimpaung, yang memiliki bentangan alam yang memungkinkan untuk melaksanakan pertanian padi sawah dan pertanian perkebunan, budidaya kayu manis hanyalah bentuk usaha pertanian kedua setelah pertanian padi sawah (tanaman palawija). Secara ekonomis, mengusahakan tanaman mudo seperti tomat, cabe, jagung, kentang, buncis dll (tanaman pertanian 178

14 semusim), malah lebih menguntungkan dengan waktu panen yang singkat hanya lebih kurang empat bulan. Pada saat harga tanaman palawija ini tinggi, tanaman kayu manis tidak akan dipanen oleh petani. Artinya, tanaman kayu manis benar-benar sebagai katup pengaman ekonomi rumahtangga penduduk nagari. Dimana penentuan waktu panen lebih terkait dengan fluktuasi harga tanaman mudo yang diusahakan dalam pertanian padi sawah. Sehingga, jika dianalisis lebih lanjut, sebenarnya fluktuasi harga kayu manis di pasar nagari mengikuti perkembangan harga tanaman mudo ini. Pada saat harga tanaman mudo sedang naik, maka petani lebih terkonsentrasi kepada usaha tani tanaman mudo, mengabaikan tanaman kayu manis. Akibatnya, untuk rentangan waktu kenaikan harga tanaman mudo ini, maka volume pembelian kayu manis pedagang di pasar nagari menurun. Sehingga jika pedagang tingkat eksportir belum terpenuhi kuota ekspornya, maka pedagang besar dan eksportir mulai menaikan harga kayu manis, untuk mendorong petani panen. Ini jelas merupakan politik ekonomi pedagang supra lokal terhadap pedagang lokal dan petani kayu manis. Kebanyakan petani kayu manis yang melakukan panen sekali setahun, mengikuti trend kenaikan harga oleh pedagang besar demi memenuhi quota eksportnya. Menurut para petani kayu manis yang sudah berpengalaman, ini biasanya terjadi antara bulan Agustus setiap tahun. Sehingga untuk mendapatkan harga kayu manis yang lebih baik, maka panen dilakukan sekali setahun. Sebaliknya, pada saat quota ekspor pedagang besar atau eksportir telah terpenuhi, maka pedagang besar dan eksportir kembali menurunkan harga. Namun pada tahun-tahun terakhir ini, kenaikan harga kayu manis justru terjadi pada sekitar bulan Januari sampai April 2006 dan pada bulan Maret- Juni 2007, ketika penelitian ini dilaksanakan, yang disebabkan oleh tingginya permintaan pasar domestik yakni pasar dari Bali. Dua pedagang besar di kabupaten Tanah Datar yakni H. WN dan C.V. SAS justru saat ini mengalami defisit volume perdagangan mereka, akibat tingginya permintaan kayu manis dari Bali ; yang digunakan untuk upacara-upacara keagamaan dan konsumsi turis. Meskipun adanya pergeseran pola kenaikan harga kayu manis, yang selama ini hanya pada bulan-bulan Agustus sampai dengan Desember, tetapi saat ini kenaikan harga juga terjadi pada bulan-bulan Januari - April dan Juni, ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan pendapatan petani, malah lebih 179

15 menguntungkan para pedagang perantara. Namun pergeseran ini pada satu sisi, memberikan kebaikan kepada petani, dalam artian terjadi kontinuitas pembelian kayu manis petani dari minggu ke minggu dan ini sangat dibutuhkan atau telah membantu petani kayu manis yang waktu panennya tidak menentu. Faktanya mereka adalah yang memiliki ladang kayu manis berkisar < 0,25 ha, yang menjadikan tanaman kayu manis sebagai katup pengaman ekonomi rumahtangga. Frekwensi panen petani kayu manis disamping tergantung kepada hasil panen tanaman mudo, juga sangat tergantung kepada luas lahan kayu manis dan lahan sawah yang dimiliki. Panen tidak menentu hanya dapat dilakukan apabila luas lahan kayu manis diatas 1 ha atau jika petani berlahan kurang dari 1 ha dan, panen tidak menentu, hanya dapat dilakukan dengan mengurangi jumlah berat (volume) panen. Volume panen paling tinggi untuk satu kali waktu panen hanya berkisar antara 50 kg sampai dengan 70 kg. Menurut mereka, melakukan panen dengan berat (volume) yang sedikit dari minggu ke minggu juga dalam rangka menjaga kenaikan harga yang fluktuatif, disamping sebagai salah satu cara sebuah keluarga dapat bertahan (survive) menjelang tanaman palawija mereka panen. Tabel 23 Profil Luas Lahan, Frekwensi Waktu Panen, dan Volume Penjualan Petani Kayu Manis di Daerah Penelitian No Pasar Nagari Jumlah Responden Kayu manis 1. Salimpaung 20 23,00 (1,2) 2. Tabek Patah 10 10,50 (1.05) 3. Baso 15 12,63 (0,84) 4. Rao-Rao 17 15, 25 (0,89) 5. Sungai Tarab 22 18,75 (0,85) Total 84 Sumber: Hasil Penelitian (data diolah) Luas Lahan (ha) Sawah 13,1 (0,66) 7,00 (0,7) 5,38 (0,36) 3,55 (0,21) 10,87 (0,49) Frekwensi Panen (persen) 1 x 1 Tahun Tak Tentu Volume Penjualan (kg) (104) (82,2) (79,2) 5,8 94, (78,3) (110,9) Tabel 23 memperlihatkan bahwa petani yang melakukan panen tak menentu di dominasi oleh petani di nagari Rao-Rao, Baso dan Sungai Tarab. Para petani ini 180

16 menjadikan lahan kayu manis mereka sebagai lahan usaha tempat bertahan hidup untuk keperluan membeli kebutuhan sehari-hari. Alasan melakukan panen menurut petani dengan frekwensi panen tidak menentu ini adalah membutuhkan biaya untuk membeli beras, karena usaha tani padi sawah dan palawija sedang mengalami stagnasi dan baru mulai di tanam. Bagi petani yang melakukan panen 1 kali satu tahun, alasan melakukan panen cenderung karena pahon kayu manisnya sudah tua, dan harus segera di panen karena dengan pohon kayu manis yang sudah tua, maka kulit akan menjadi tebal, dan susah mengulung. Pada hal sebenarnya, ukuran, bentuk gulungan semuanya itu hanyalah akal-akalan pedagang, karena tentunya semakin tebal kulit kayu manis akan memberikan kualitas minyak atsiri yang lebih baik. Apabila dilihat dari segi luas lahan kayu manis, maka petani kayu manis di nagari Salimpaung dan Tabek Patah memiliki luas lahan yang paling luas yakni dengan rata-rata seluas 1,2 ha dan 1,5 ha. Di kedua nagari ini, frekwensi waktu panen kayu manis dominan dilakukan satu kali setahun. Jika dibandingkan dengan volume penjualan kayu manis mereka di pasar nagari adalah masing-masing sebanyak kg dan 822 kg, yang berarti masing-masing petani mampu memanen kayu manis mereka sebanyak 104 kg dan 82,2 kg per petani pada satu kali dibukanya hari pasar nagari tersebut. Pada nagari Baso dan Rao-Rao luas lahan petani kayu manis yang relatif kecil yakni masing-masing 0,84 ha dan 0,89 ha pada umumnya mereka melakukan frekwensi panen tak menentu, dengan alasan utama untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, akibat sistem pertanian palawija mereka belum mendatangkan hasil, atau hasil panennya relatif kecil. Artinya, semakin kecil luas lahan padi sawahnya, semakin tergantung ekonomi mereka terhadap hasil panen kayu manis ini, hal ini ditandai dengan waktu panen mereka yang dilakukan secara tidak menentu dan kecilnya volume penjualan mereka di pasar nagari. Ternyata di kedua nagari ini, tanaman kayu manis telah dijadikan penyanggah ekonomi rumahtangga mereka, menjelang mereka memperoleh sumber pendapatan alternatif dari sistem pertanian padi sawah dan palawija. Dalam kaitannya dengan bentuk hubungan antara petani dengan pedagang, jika dilihat untuk tipe petani kayu manis yang berlahan sempit, mereka tidak memperhitungkan kemana akan menjual kayu manisnya. Petani kayu manis tipe ini 181

17 lebih suka menjual kayu manisnya di pasar nagari 3. tanpa menghiraukan kepada pedagang mana akan menjual. Di Pasar bagari biasanya mereka cenderung menjual kayu manisnya kepada pedagang yang sudah biasa ditemui membeli kayu manis mereka, sudah kenal tetapi tidak terlalu dekat. Seperti yang ditemui pada petani di nagari Rao-Rao dan Sungai Tarab, dengan volume penjualan kayu manis mereka yang relatif kecil dan frekwensi waktu panen yang tidak menentu atau lebih sering, apalagi kalau usaha pertanian padi sawah sedang tidak berproduksi, maka memanen dan menjual kayu manis setiap minggu merupakan upaya pengamanan subsistensi ekonomi rumahtangga mereka, tidak peduli dijual kemana dan kepada siapa, yang penting mereka memperoleh uang untuk membeli kebutuhan beras dan kebutuhan dapur lainnya. Oleh karena itu, bentuk hubungan antara petani kayu manis (dengan tipe panen tidak menentu) dengan pedagang pengumpul kayu manis di pasar nagari lebih cenderung ditentukan oleh; motivasi utama melakukan panen, luas lahan kayu manis yang dimiliki dan frekwensi waktu panen yang dilakukan. Sementara itu, jika dilihat untuk tipe petani kayu manis yang berlahan luas (>1 ha) dengan frekwensi panen sekali setahun atau lebih, bentuk hubungan antara mereka (petani dan pedagang) lebih didasari atas adanya hubungan pertalian darah atau ada hubungan kekerabatan. Petani tipe ini melakukan panen cenderung dengan alasan karena memang harga kayu manis sedang mengalami kenaikan, dan pemanenan bukan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi yang mendesak, tetapi untuk keperluan lain seperti tambahan ongkos naik haji, biaya melakukan pesta perkawinan, dan biaya sekolah anak-anak. Bahkan, transaksi dapat dengan mudah terjadi karena si petani kayu manis telah mengenal pedagang perantara dengan baik karena adanya hubungan kekerabatan sebagaimana yang disebutkan diatas. Bahkan tawar menawar berjalan lancar dan tidak begitu alot sebagaimana yang ditemui pada petani tipe pertama. Ini tentunya memperlihatkan ekonomi moral si petani dalam artian petani memiliki pertimbangan-pertimbangan moral tertentu dalam memutuskan kepada siapa petani harus menjual kayu manisnya (cf. Evers, 1994). 3 Ada perasaan tidak nyaman atau malu bila waktu ke pasar mereka tidak membawa hasil ladang untuk dijual ke pasar. Jadi menurut mereka ada kebanggan tersendiri bagi mereka membawa hasil panennya ke pasar sambil berbelanja kebutuhan sehari-hari mereka. 182

18 Kemudian, dari sisi pedagang pengumpul, keuntungan yang paling besar diperoleh dari petani kayu manis yang belum dikenalnya, atau dikenal tidak terlalu dekat. Sehingga lebih mudah untuk melakukan penentuan harga dan berat timbangan kayu manis petani; yang biasanya cenderung selalu dikurangi dari harga timbangan sebenarnya dengan mengatakan bahwa terlalu besar airnya (kadar airnya terlalu tinggi), atau terlalu banyak kotoran, bahkan terlalu banyak kayu manis yang patah-patah (broken). Ternyata komoditi kayu manis sebagai katup pengaman ekonomi rumah tangga, bukan hanya berlaku untuk petani kayu manis dengan tipe waktu panen tidak menentu saja tetapi juga berlaku bagi pedagang kayu manis di pasar nagari terutama bagi pedagang tanpa modal dengan sebutan bahasa aslinya di pasar nagari adalah kalene atau cingkariak 4 (pemberi isyarat). Bagi pedagang tanpa modal dalam perdagangan kayu manis di pasar nagari, membeli kayu manis dari petani di hari keramaian pasar nagari merupakan bentuk dari diversifikasi usaha pertanian mereka yang kurang memadai untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga mereka. Para pedagang cingkariak (tree node) ini memperoleh modal pada saat hari keramaian pasar nagari dari pedagang besar tingkat kabupaten. Kedatangannya di pasar nagari untuk membeli kayu manis dan kemudian menjualnya kembali ke pedagang besar kabupaten yang juga hadir sebagai aktor (player) di pasar nagari. Jadi mereka mendapatkan keuntungan dari selisih harga yang diberikan oleh pedagang besar tingkat kabupaten ini rata-rata berkisar antara Rp 50,-/kg sampai dengan Rp.500/kg. Tetapi waktu transaksinya dengan pedagang besar akan terjadi setelah semua transaksi dengan petani kayu manis selesai seluruhnya, atau petani yang menjual kayu manisnya telah masuk pasar untuk membeli kebutuhan mereka sehari-hari. Ternyata para pedagang tanpa modal (kalene) akan melakukan transaksi dengan pedagang besar tingkat kebupaten yakni dengan langsung menimbang berapa besarnya volume pembelian pedagang tanpa modal pada saat itu. Disini rata-rata pendapatan pedagang tanpa modal ini untuk satu kali pasar nagari di buka 4 Kalene atau cingkariak adalah sebutan bagi pedagang kayu manis tanpa modal di pasar nagari yang tugasnya memberi isyarat bagi pedagang lainnya untuk informasi harga dalam bertransaksi dengan petani. 183

19 adalah berkisar antara Rp 150 ribu sampai Rp 400. ribu. Besarnya pendapatan ini sangat tergantung kepada kelihaian mereka membujuk petani kayu manis untuk mau menjual kayu manis mereka. Pedagang tanpa modal akan berebutan untuk membeli kayu manis petani yang datang di pasar nagari. Biasanya pedagang besar tingkat kabupaten hanya melihat saja dari jauh, cenderung hanya membiarkan pedagang tanpa modal untuk melakukan transaksi dengan petani kayu manis. Dapat dikatakan dalam menghadapi petani di pasar nagari, semakin kecil modal si pedagang semakin agresif mereka mengejar atau menawar kayu manis petani. Penentuan harga kayu manis antara pedagang tanpa modal (pemberi isyarat) dengan pedagang perantara lainnya, dilakukan sejak dini ketika pasar nagari mulai buka dan pedagang tanpa modal meminjam uang untuk modal kepada pedagang besar tingkat kabupaten. Artinya sebelum pedagang tipe ini membeli kayu manis petani, maka mereka sudah mendapat isyarat harga penjualan mereka nanti kepada pedagang besar (palantuak) 5. Bahkan menurut hasil wawancara dengan mereka dikatakan bahwa harga penjualan mereka nanti, diinformasikan kepada pedagang besar tingkat kabupaten telah ditanyakan sehari/beberapa hari sebelumnya melalui komunikasi telepon, atau melalui interaksi diantara mereka pada pasar nagari sebelumnya. Keunikan yang ditemui dalam transaksi kayu manis rakyat di pasar nagari yang dilakukan oleh pedagang adalah: adanya jaringan sosial tertentu atau klientisasi antara pedagang tanpa modal dengan pedagang besar tingkat kabupaten. Jika dalam transaksi itu petani berusaha akan menjualnya langsung ke pedagang besar tingkat kabupaten (seperti H. WN), walaupun sudah di tawar oleh pedagang tanpa modal, tetapi petani ini tetap berusaha menemui H. WN agar membeli kayu manisnya. H. WN akan menawar kayu manis petani ini dengan harga di bawah harga yang ditawarkan oleh pedagang tanpa modal sebelumnya. Karena semakin rendahnya harga, maka petani kayu manis akan kembali menawarkan kayu manisnya kepada pedagang yang menawar sebelumnya, bahkan bisa dengan harga yang lebih rendah dari awalnya, dan kadang lebih rendah dari harga penawaran pedagang tingkat kabupaten. Keadaan ini merupakan bentuk ekonomi moral 5 Palantuak artinya tukang tumpuk, adalah sebutan (kurang baik) yang diberikan kepada pedagang besar dan mereka dianggap petani sebagai pihak yang sangat suka mempermainkan harga. 184

20 pedagang besar kabupaten terhadap pedagang pengumpul yang yang merupakan perpanjangan tangannya di pasar nagari. Sehingga usaha petani memperpendek saluran pemasaran kayu manis mengalami kegagalan. Bentuk perlakuan tidak atau enggan membeli kayu manis petani kembali, apabila sudah ditawar pedagang tanpa modal dan tidak mau menjualnya ke pedagang tanpa modal, setelah petani mencoba menjualnya langsung kepada pedagang besar tingkat kabupaten, adalah wujud dari kuatnya dominasi pedagang atas petani kayu manis. Dengan membeli cassaivera petani di bawah harga pasar yang telah di tawarkannya sebelumnya. Bentuk hukuman (punishment) yang diberikan pedagang tanpa modal atau pedagang perantara ini terhadap petani kayu manis merupakan upaya pedagang tanpa modal untuk tetap mempertahankan posisi dan peran mereka dalam transaksi kayu manis di setiap pasar nagari (monopoli status grup). Mencari keuntungan sebagai pemberi isyarat atau cingkariak merupakan salah satu bentuk sumber mata pencaharian masyarakat nagari dalam kaitannya dengan perdagangan kayu manis di pasar nagari. Tentu saja petani yang menjadi sasaran mereka adalah petani dengan waktu panen tak menentu. Tabel 24 Karakteristik Pedagang Pengumpul di Wilayah Penelitian No Pasar Nagari/ Tingkat pendidikan Luas Lahan (ha) Volume Jumlah TTSD SMP SLTA Sawah Ladangcass pembelian Pedagang < 1 > 1 < 1 > 1 (kg) 1. Salimpaung (14) 8 (57) 4 (28.6) 2 (14.3) 8 (57) 4 (29) 8 (57) 4 (29) (657) 2. Tabek Patah (6) 1 (17) 0 5 (83) 2 (33) 5 (83) 2 (33) 4 (67) (1.683) 3. Rao-Rao (1) (100) (100) (100) 4. Sungai Tarab (4) 0 3 (75) 1 (25) 2 (50) 2 (50) 1 (25) 3 (75) (3.075) 5. Baso (23) 16 (70) 3 (13) 4 (17) 18 (75) 5 (22) 22 (96) 1 (4) (606) Jumlah: (55) 11 (24) 12 (25) 31 (65) 16 (33) 34 (71) 12 (25) Sumber: Hasil Penelitian, 2006 (data diolah) Tabel 24 memperlihatkan bahwa ditinjau dari segi tingkat pendidikan pedagang pengumpul kayu manis relatif rendah, hanya berpendidikan SD sebanyak 55 persen, dan dari jumlah itu pedagang dengan pendidikan rendah paling banyak ditemui di Pasar nagari Baso (70 persen) dan Pasar nagari Salimpaung (57 persen). 185

21 Pilihan pekerjaan menjadi pedagang kebanyakan dilakukan atas dasar warisan pekerjaan dari orang tua. Dorongan untuk memilih pekerjaan berdagang kayu manis juga lebih didorong oleh kondisi pendidikan menengah yang tidak terselesaikan. Pada umumnya, pedagang kayu manis ini merupakan pedagang tanpa modal, dan hanya memanfaatkan social relationship dengan pedagang besar tingkat kabupaten. Boleh dikatakan mereka ini merupakan perpanjangan tangan pedagang besar (pedagang tingkat kabupaten). Hal ini dapat dilihat bahwa di pasar nagari Salimpaung dan Baso yang banyak memiliki pedagang tanpa modal, maka volume perdagangan mereka untuk satu kali dibukanya pasar nagari itu lebih kurang setengah ton. Sedangkan pada pasar nagari Tabek Patah dan Sungai Tarab yang volume pembelian di pasar nagari ini adalah lebih dari satu ton pada setiap di bukanya pasar nagari, artinya, para pedagangnya memiliki kemampuan modal yang cukup besar. Selanjutnya, apabila di lihat dari profil luas lahan rumahtangga pedagang kayu manis, maka para pedagang kayu manis ini mayoritas adalah penduduk nagari yang kepemilikan lahan pertaniannya relatif kecil berkisar antara 0,25 s/d 1 ha lahan sawah dan 0,25 s/d 1,5 ha lahan kayu manis. Pada nagari Salimpaung hanya sebanyak 4 orang pedagang (29 persen) yang memiliki lahan sawah mencapai 1 ha, hal itupun dengan rata-rata jumlah anggota keluarga berkisar antara 5-9 orang. Mayoritas pedagang kayu manis di wilayah penelitian adalah petani berlahan sempit dengan rata-rata kepemilihan luas lahan sawah berkisar antara 0,25 s/d 0,50 ha dan lahan kayu manis adalah berkisar antara 0,25 ha s/d 1,5 ha. Pada nagari Tabek Patah dan Sungai Tarab, mayoritas pedagang kayu manis memiliki luas lahan sawah dan ladang kayu manis di atas 1 ha. Bila dilihat dari besarnya jumlah volume pembelian pedagang kayu manis, maka pasar nagari Baso, Sungai Tarab, dan Tabek Patah merupakan pasar nagari yang paling banyak memperdagangkan kayu manis yang mencapai lebih kurang masing-masing adalah 14 ton, 12 ton dan 10 ton untuk satu kali dibukanya pasar nagari. Sebenarnya, jika diperhatikan bahwa pasar nagari Salimpaung sebagai pasar di tingkat nagari, dimana pasar nagari ini merupakan pasar tipe A dalam tipologi pemerintahan yakni pasar antar desa (nagari), bukan seperti pasar nagari Sungai Tarab, Tabek patah dan bahkan Pasar Baso yang tergolong kepada pasar tipe C. Sehingga besarnya volume perdagangan kayu manis di pasar nagari yang 186

22 bertipe A ini, dibandingkan dengan pasar nagari Tabek Patah, Sungai Tarab, bahkan pasar nagari Baso, maka pasar nagari Salimpaung dengan tipe pasar nagari yang hanya selingkup nagari di sekelilingnya, dengan kapasitas volume pembelian kayu manis yang hampir mencapai setengah ton pada setiap di bukanya pasar nagari, merupakan potensi yang sangat besar untuk perdagangan kayu manis di daerah kabupatan Tanah Datar. Selanjutnya, karakteristik pedagang pengumpul kayu manis di pasar nagari dapat pula ditinjau dari segi pola pemukiman, sumber modal, luas lahan, dan makna berdagang bagi mereka, sebagaimana dapat dilihat pada tabel 25 di bawah ini. No Tabel 25 Tipologi Pedagang Pengumpul Kayu manis di Pasar Nagari Kategori Pedagang 1. Pedagang Modal Kuat 2. Pedagang tanpa Modal/pemberi isyarat/cingkariak 3. Pedagang besar (palantuak) Pola Pemukiman Pusat nagari, elite (orang asa) Pinggiran nagari, suku Sumber Modal Luas Lahan Makna Sawah Ladang Berdagang (ha) (ha) sendiri 1 > 0,5 Prestise/akumulasi modal budaya dan finansial Pedagang besar 0,5-1 0,5-1 Diversifikasi mata pencaharian pendatang Inang-inang 0-0,5 0-0,5 Supra Sendiri/pinjaman nagari dari bank, dan pemerintah Sumber: Hasil Penelitian, (data diolah) (katup pengaman) - - Akumulasi modal (profit oriented) Berdasarkan pada tabel 25 di atas, terlihat bahwa pedagang dengan modal kuat pada umumnya bermukim di pusat nagari dan mereka menjadikan pekerjaan berdagang kayu manis sebagai prestise dan memupuk modal budaya masyarakat mereka. Berbeda dengan pedagang tanpa modal yang lebih dikenal dengan pemberi isyarat atau cingkariak, mereka umumnya bermukim di pinggiran nagari, sumber modal sebagian besar merupakan modal sendiri dan dari pinjaman Inang-inang, tetapi makna berdagang bagi mereka adalah untuk melakukan diversifikasi usaha dalam kerangka katup pengaman ekonomi rumahtangga mereka. Besarnya kapasitas perdagangan kayu manis ini di pasar nagari Salimpaung di sebabkan oleh beberapa hal; pertama kayu manis merupakan komoditi andalan bagi ekonomi rumahtangga petani berlahan sawah sempit dan pedagang tanpa modal di nagari Salimpaung. Kedua, potensi luas lahan kayu manis yang lebih besar 187

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan di Tataran Empirik Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang dirumuskan dalam melihat ketahanan pasar nagari di Minangkabau dalam menghadapi ekonomi dunia/supra

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Undang-undang No. 25/1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Di Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan pertanian di Indonesia selama ini telah dititikberatkan pada peningkatan produksi pertanian. Namun dalam upaya peningkatan ini, terlihat tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil rempah utama di dunia. Rempah yang dihasilkan di Indonesia diantaranya adalah lada, pala, kayu manis, vanili, dan cengkeh. Rempah-rempah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pascapanen adalah serangkaian kegiatan yang meliputi pemanenan, pengolahan, sampai dengan hasil siap konsumsi (Hasbi, 2012:187). Sedangkan penanganan pascapanen adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah terbukti memiliki peranan penting bagi pembangunan perekonomian suatu bangsa. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desa yang amat kecil dan terpencil dari desa-desa lain yang ada di Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. desa yang amat kecil dan terpencil dari desa-desa lain yang ada di Kecamatan BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi Sembunglor merupakan sebuah desa yang terletak dalam cakupan wilayah Kecamatan Baureno, Kabupaten Bojonegoro. Desa Sembunglor itu desa yang amat kecil dan terpencil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL 6.1 Aspek Pasar Aspek pasar merupakan aspek yang sangat penting dalam keberlangsungan suatu usaha. Aspek pasar antara lain mengkaji potensi pasar baik dari sisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung

I. PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia kaya akan potensi sumberdaya alam, tanah yang subur dan didukung oleh ketersediaannya air yang cukup merupakan faktor fisik pendukung majunya potensi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam membentuk Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan

BAB V KESIMPULAN. pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan BAB V KESIMPULAN Matrilineal seperti yang telah banyak kita fahami, membawa kepada pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan memiliki posisi tawar yang baik dalam pengambilan keputusan,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SISTEM AGRIBISNIS KOMODITAS KAYU MANIS DI KABUPATEN KERINCI

PENGELOLAAN SISTEM AGRIBISNIS KOMODITAS KAYU MANIS DI KABUPATEN KERINCI PENGELOLAAN SISTEM AGRIBISNIS KOMODITAS KAYU MANIS DI KABUPATEN KERINCI Pada bab ini dijelaskan perkembangan pengelolaan sistem agribisnis komoditas kayu manis di Kabupaten Kerinci yang ditinjau dari aspek

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencarian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian Indonesia adalah pertanian tropika karena sebagian besar daerahnya berada di daerah yang langsung dipengaruhi oleh garis khatulistiwa. Di samping pengaruh

Lebih terperinci

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak

PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA. Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB. Abstrak PERAN PEDAGANG PENGUMPUL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA Husnarti Dosen Agribisnis Faperta UMSB Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pedagang di Kabupaten Lima Puluh Kota. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

Mendung menggantung menyelimuti langit Desa Medowo Kecamatan Kandangan, saat kami memasuki area salah satu perkebunan andalan di Kabupaten Kediri.

Mendung menggantung menyelimuti langit Desa Medowo Kecamatan Kandangan, saat kami memasuki area salah satu perkebunan andalan di Kabupaten Kediri. Mendung menggantung menyelimuti langit Desa Medowo Kecamatan Kandangan, saat kami memasuki area salah satu perkebunan andalan di Kabupaten Kediri. Desa berada di lereng Gunung Anjasmara dengan mayoritas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pedoman mutu kulit kayu manis secara visual

Lampiran 1. Pedoman mutu kulit kayu manis secara visual Lampiran 1. Pedoman mutu kulit kayu manis secara visual Jenis mutu Pengikisan Asal kulit Warna Rasa Panjang Vera AA Bersih dan licin Batang, diameter Kuning atau Tidak terlalu Min. 10 cm dengan gulungan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN. 7.1 Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha

VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN. 7.1 Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN 7. Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha Keberadaan pariwisata memberikan dampak postif bagi pengelola, pengunjung, pedagang,

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

Pemeliharaan Ideal Pemeliharaan ideal yaitu upaya untuk mempertahankan tujuan dan fungsi taman rumah agar sesuai dengan tujuan dan fungsinya semula.

Pemeliharaan Ideal Pemeliharaan ideal yaitu upaya untuk mempertahankan tujuan dan fungsi taman rumah agar sesuai dengan tujuan dan fungsinya semula. PEMELIHARAAN Dalam proses pembuatan taman pemeliharaan merupakan tahapan yang terakhir, namun tahapan ini merupakan tahapan yang sangat penting dan tidak boleh diabaikan. Keberhasilan pemeliharaan bahkan

Lebih terperinci

IbM Kelompok Tani Buah Naga

IbM Kelompok Tani Buah Naga IbM Kelompok Tani Buah Naga Wiwik Siti Windrati, Sukatiningsih, Tamtarini dan Nurud Diniyah Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember Jl. Kalimantan 37 Kampus Tegalboto Jember ABSTRAK Tujuan dari

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis mengenai Potensi Pengembangan Produksi Ubi Jalar (Ipomea batatas L.)di Kecamatan Cilimus Kabupaten. Maka sebagai bab akhir pada tulisan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Kemenyan di Desa Sampean Hutan kemenyan berawal dari hutan liar yang tumbuh tanpa campur tangan manusia. Pohon kemenyan tumbuh secara alami di hutan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Pringsewu 1. Geografis Kabupaten Pringsewu Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini disebabkan karakteristik kondisi Indonesia yang identik dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1.Tinjauan Aspek Agronomi Cabai Cabai adalah tanaman tahunan dengan tinggi mencapai 1 meter, merupakan tumbuhan perdu yang berkayu, buahnya

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT Oleh: Mewa Arifin dan Yuni Marisa') Abstrak Membicarakan masalah kemiskinan, baik langsung maupun tidak langsung, berarti membicarakan distribusi

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN Karakteristik umum dari responden pada penelitian ini diidentifikasi berdasarkan jenis kelamin, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, pendapatan di luar usahatani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN Karakteristik umum responden beras organik SAE diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok yaitu berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT 6.1 Kelembagaan Pengurusan Hutan Rakyat Usaha kayu rakyat tidak menjadi mata pencaharian utama karena berbagai alasan antara lain usia panen yang lama, tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sektor pertanian dinegara-negara berkembang perannya sangat besar karena merupakan mata pencarian pokok sebagian besar penduduk. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki potensi alam melimpah ruah yang mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat bermukim di pedesaan

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka 2. 1. Tinjauan Agronomis Secara umum terdapat dua jenis biji kopi, yaitu Arabika dan Robusta. Sejarah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena pengusahaannya dimulai dari kebun sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi wilayah (Badan Litbang Pertanian

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 18 TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman herbal atau tanaman obat sekarang ini sudah diterima masyarakat sebagai obat alternatif dan pemelihara kesehatan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. usaha perkebunan mendukung kelestarian sumber daya alam dan lingkungan

I. PENDAHULUAN. usaha perkebunan mendukung kelestarian sumber daya alam dan lingkungan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perkebunan telah lama diusahakan oleh masyarakat Sumatera Barat yang berkaitan langsung dengan aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Dari aspek ekonomi, usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas daratan dan lautan yang sangat luas sehingga sebagian besar mata pencaharian penduduk berada di sektor pertanian. Sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa penelitian yaitu Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Data profil Desa Tahun 2009 menyebutkan luas persawahan 80 ha/m 2, sedangkan

Lebih terperinci

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI 5.1 Strategi Nafkah Petani Petani di Desa Curug melakukan pilihan terhadap strategi nafkah yang berbeda-beda untuk menghidupi keluarganya.

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN TANAH DI SUMATERA BARAT *

DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN TANAH DI SUMATERA BARAT * DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN TANAH DI SUMATERA BARAT * Oleh : Aladin Nasution DISTRIBUSI PEMILIKAN TANAH PERTANIAN Pemilikan tanah mempunyai arti penting bagi masyarakat pedesaan karena merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang mempunyai banyak kegunaan antara lain sebagai ramuan, rempah - rempah, bahan minyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan taraf hidup yang relatif masih rendah. Berdasarkan data BPS tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan taraf hidup yang relatif masih rendah. Berdasarkan data BPS tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara agraris yang sebagian besar penduduknya tinggal di daerah pedesaan, dan bermatapencaharian dari hasil pertanian dengan taraf hidup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo Di bawah ini penulis akan sampaikan gambaran umum tentang keadaan Desa Bendoharjo Kecamatan Gabus Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan salah satu komoditas pangan yang paling dominan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia dimana padi merupakan bahan makanan yang mudah diubah menjadi

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian Desa Ciaruten Ilir merupakan desa yang masih berada dalam bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan (palawija), merupakan makanan pokok bagi masyarakat. total pendapatan domestik bruto (id.wikipedia.org).

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan (palawija), merupakan makanan pokok bagi masyarakat. total pendapatan domestik bruto (id.wikipedia.org). BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian sebagai petani. Penggolongan pertanian terbagi atas dua macam, yakni

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN 45 ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN Karakteristik Petani Miskin Ditinjau dari kepemilikan lahan dan usaha taninya, petani yang ada di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur dapat dikategorikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian, sejak dulu merupakan sektor ekonomi yang utama di negara negara berkembang. Peranan atau kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA di KAB. SUMBA TIMUR Perekonomian Provinsi NTT secara sektoral, masih didominasi oleh aktivitas sektor pertanian. Apabila dilihat secara lebih khusus lagi, penggerak

Lebih terperinci

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Karakteristik Desa 5.1.1. Kondisi Geografis Secara administratif Desa Ringgit terletak di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Letak Desa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN :

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : Usaha tani Padi dan Jagung Manis pada Lahan Tadah Hujan untuk Mendukung Ketahanan Pangan di Kalimantan Selatan ( Kasus di Kec. Landasan Ulin Kotamadya Banjarbaru ) Rismarini Zuraida Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan besar), kehutanan, peternakan, dan perikanan (Mubyarto, 1977 : 15).

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan besar), kehutanan, peternakan, dan perikanan (Mubyarto, 1977 : 15). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan mata pencaharian pokok dan kunci pertumbuhan yang mantap untuk perekonomian secara keseluruhan bagi negara yang sedang berkembang. Pertanian

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN 6.1. Strategi Nafkah Sebelum Konversi Lahan Strategi nafkah suatu rumahtangga dibangun dengan mengkombinasikan aset-aset

Lebih terperinci

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG Oleh: Muchjidin Rachmat*) Abstrak Tulisan ini melihat potensi lahan, pengusahaan dan kendala pengembangan palawija di propinsi Lampung. Potensi

Lebih terperinci

Boks 1. Peluang Peningkatan Pendapatan Petani Karet Melalui Kerjasama Kemitraan Pemasaran Bokar Dengan Pabrik Crumb Ruber

Boks 1. Peluang Peningkatan Pendapatan Petani Karet Melalui Kerjasama Kemitraan Pemasaran Bokar Dengan Pabrik Crumb Ruber Boks 1. Peluang Peningkatan Pendapatan Petani Karet Melalui Kerjasama Kemitraan Pemasaran Bokar Dengan Pabrik Crumb Ruber Melesatnya harga minyak bumi dunia akhir-akhir ini mengakibatkan harga produk-produk

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan efisiensi produksi. Hal ini berarti pembangunan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan sumber bahan makanan pokok bagi sebagian masyarakat Indonesia. Apalagi setelah adanya kebijakan pembangunan masa lalu, yang menyebabkan perubahan sosial

Lebih terperinci

beberapa desa salah satunya adalah Desa Yosowilangun Kidul

beberapa desa salah satunya adalah Desa Yosowilangun Kidul I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil buah tropis yang memiliki keanekaragaman dan keunggulan cita rasa yang cukup baik bila dibandingkan dengan buah-buahan

Lebih terperinci

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada 47 Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada Abstrak Berdasarkan data resmi BPS, produksi beras tahun 2005 sebesar 31.669.630 ton dan permintaan sebesar 31.653.336 ton, sehingga tahun 2005 terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia, meskipun tanaman tersebut baru terintroduksi pada tahun 1864. Hanya dalam kurun waktu sekitar 150

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang potensial sebagai sumber bahan baku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang potensial sebagai sumber bahan baku 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang potensial sebagai sumber bahan baku minyak atsiri. Indonesia menghasilkan 40 jenis dari 80 jenis minyak atsiri yang diperdagangkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN SELATAN BULAN JUNI 2011

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN SELATAN BULAN JUNI 2011 No. 33/07/63/Th.IV, 1 Juli 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN SELATAN BULAN JUNI 2011 Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Selatan Bulan Juni 2011 TURUN 0,38 persen. Nilai Tukar Petani (NTP)

Lebih terperinci

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor strategis yang memberikan kontribusi dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian. Sekitar 60% penduduknya tinggal di daerah pedesaan dan bermata pencaharian sebagai

Lebih terperinci