RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 18/PUU-VI/2008

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 18/PUU-VI/2008"

Transkripsi

1 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 18/PUU-VI/2008 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PASAL 29, PASAL 55 AYAT (1), PASAL 59 AYAT (1), DAN PASAL 138) TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR 1945 ACARA MENDENGAR KETERANGAN PEMERINTAH, DPR-RI DAN AHLI DARI PEMOHON (III) J A K A R T A SELASA, 26 AGUSTUS 2008

2 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 18/PUU-VI/2008 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Pasal 29, Pasal 55 ayat (1), Pasal 59 ayat (1), dan Pasal 138) terhadap Undang-Undang Dasar 1945 PEMOHON M. Komarudin, dkk ACARA Mendengar Keterangan Pemerintah, DPR-RI dan Ahli dari Pemohon (III) Selasa, 26 Agustus 2008, Pukul WIB Ruang Sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Prof. Dr. H. Moh. Mahfud MD, S.H. (Ketua) 2) Prof. Abdul Mukhtie Fadjar, S.H., M.S. (Anggota) 3) Maruarar Siahaan, S.H. (Anggota) 4) Dr. H.M. Arsyad Sanusi, S.H., M. Hum (Anggota) 5) Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. (Anggota) 6) Prof. Dr. Achmad Sodiki, S.H. (Anggota) 7) Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H. (Anggota) 8) H.M. Akil Mochtar, S.H., M.H. (Anggota) 9) Dr. Muhammad Alim, S.H. M.Hum (Anggota) Makhfud, S.H. Panitera Pengganti 1

3 Pihak yang Hadir: Pemohon : - M. Komarudin. (Ketua Umum Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia) - Krisno (Wakil Ketua) - Muhammad Hafidz (Sekretaris Umum Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia) - Kristianto (Pelaksana Tugas Harian Tangerang) Kuasa Hukum Pemohon : - Dr. Andi Muhammad Asrun, S.H., M.H. Pemerintah : - Syamsudin Manan Sinaga (Dirjen Adm Hukum Umum, Dept Hukum dan HAM) - Sugiri (Kepala Biro Hukum Dept Keuangan) - Mualimin Abdi, S.H., M.Hum (Kasubdit Penyiapan Keterangan Pemerintah dan Pendampingan Persidangan) DPR-RI : - Nursyamsi Nurlan, S.H. (Komisi III DPR-RI) - Toto (Sekretariat DPR) Ahli dari Pemohon : - Dr. Rizal Ramli - Dr. Surya Chandra, S.H., LL.M., Ph.D 2

4 SIDANG DIBUKA PUKUL WIB 1. KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Assalamu alaikum wr. wb. Sidang Pleno Perkara Nomor 18/PUU-VI/2008 dengan ini saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 1X Saudara-Saudara sekalian, untuk pertama kali saya undang atau saya persilakan Pemohon untuk memperkenalkan diri dan memperkenalkan tim yang hadir. 2. KUASA HUKUM PEMOHON : Dr. A. MUHAMMAD ASRUN, S.H., M.H. Terima kasih, Yang Mulia. Saya Muhammad Asrun, Kuasa Hukum dari Pemohon, dan pada hari ini hadir beberapa orang dari Pemohon Prinsipal. Dari 139 orang Pemohon Prinsipal dan sesuai dengan konfirmasi tiga orang ahli akan hadir tapi baru satu yang sampai di tempat yaitu Bapak Dr. Rizal Ramli dan selanjutnya dari Pemohon Prinsipal saya persilakan memperkenalkan diri. Terima kasih. 3. PEMOHON : KOMARUDIN kasih. Terima kasih, selamat pagi, Nama saya Komarudin, saya selaku Ketua Umum dari ISBI, terima 4. PEMOHON : MUHAMMAD HAFIDZ Saya Muhammad Hafidz, selaku Sekretaris Umum Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia. 5. PEMOHON : KRISTIANTO kasih. Saya Kristianto, Pelaksana Tugas Harian di Tangerang, terima 3

5 6. PEMOHON : KRISNO Saya Krisno, Wakil Ketua, terima kasih. 7. KUASA HUKUM PEMOHON : Dr. A. MUHAMMAD ASRUN, S.H., M.H. Di belakang adalah para Pemohon Prinsipal, Yang Mulia. Terima kasih. 8. KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Selanjutnya yang mewakili Pemerintah, silakan. 9. PEMERINTAH : MUALIMIN ABDI, S.H., M.Hum (KASUBDIT PENYIAPAN KETERANGAN PEMERINTAH DAN PENDAMPINGAN PERSIDANGAN, DEPT HUKUM DAN HAM) Terima kasih, Yang Mulia. Assalamu alaikum wr. wb. Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semua. Yang Mulia, mohon maaf kuasa substitusi dari Menteri Hukum dan HAM, Bapak Dirjen Administrasi Hukum Umum dalam perjalanan, karena beliau yang akan membacakan opening statement Pemerintah. Kemudian di samping kanan saya Bapak Sugiri dari Kepala Biro Hukum Departemen Keuangan, jadi mohon maaf agak terlambat sedikit nanti Pak Syamsudin. Terima kasih Yang Mulia, saya sendiri Mualimin Abdi. Terima kasih. 10. KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Silakan dari DPR. 11. DPR-RI : NURSYAMSI NURLAN Assalamu alaikum wr. wb. Terima kasih Yang Mulia. Saya Nursyamsi Nurlan, mewakili Dewan Perwakilan Rakyat di samping delapan kuasa yang lain, baik sendiri-sendiri maupun bersamasama. Dan bersama saya ada Saudara Toto dari Sekretariat DPR, terima kasih. Wassalamu alaikukm wr. wb. 12. KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Terima kasih, demikian dari para pihak sudah memperkenalkan 4

6 diri satu persatu. Selamat datang Bapak Dirjen, tadi sudah diperkenalkan bahwa yang akan datang nanti Bapak Syamsudin sebagai Dirjen yang akan mewakili Pemerintah. Saudara-Saudara sekalian, Pada hari ini persidangan digelar untuk mendengarkan keterangan Pemerintah, lalu keterangan DPR, dan mendengar pendapat ahli yang hari ini adalah Bapak Rizal Ramli, masih ada yang datang lagi? 13. KUASA HUKUM PEMOHON : Dr. A. MUHAMMAD ASRUN, S.H., M.H. Ternyata ada, Dr. Surya. Dalam perjalanan Dr. Suwandi, yang baru hadir ini Dr. Surya, dalam perjalanan Dr. Suwandi Cahaya. Terima kasih. 14. KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Baik, sudah dalam perjalanan? Kalau begitu sumpahnya nanti saja biar sekaligus ya. Sekarang langsung mendengarkan dari Pemerintah dahulu, begitu. Baik saya persilakan Pemerintah untuk menyampaikan keterangan. Tetapi Pemohon atau kuasanya diminta untuk menyampaikan dulu pokok-pokok permohonannya agar nanti tanggapannya itu terkait langsung yang diberikan oleh Pemerintah maupun DPR, silakan. 15. KUASA HUKUM PEMOHON : Dr. A. MUHAMMAD ASRUN, S.H., M.H. Terima kasih Yang Mulia. Yang kami bacakan ini adalah ringkasannya dari permohonan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Kepada yang terhormat, Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di Jakarta. Perihal: permohonan uji material Pasal 29, Pasal 55 ayat (1), Pasal 59 ayat (1) dan Pasal 138 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Saya Muhammad Asrun, adalah advokat pada Muhammad Asrun, berdasarkan surat kuasa terlampir bertindak untuk dan atas nama Pemohon M. Komarudin dan kawan-kawan (Ikatan Federasi Buruh Seluruh Indonesia) dengan ini mengajukan permohonan uji material Pasal 29, Pasal 55 ayat (1), Pasal 59 ayat (1) dan Pasal 138 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap Pasal 28D ayat (1) 5

7 dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Permohonan ini diajukan dengan alasan-alasan sebagai berikut: Pertama, kepailitan adalah suatu keadaan bagi harta pailit debitur pailit yang pengurusannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun Tidak sedikit perusahaan-perusahaan yang punya buruh yang cukup banyak kemudian dinyatakan pailit. Pailitnya sebuah perusahaan tentu akan berdampak secara langsung kepada nasib buruh yang bekerja di perusahaan tersebut. Dan nasib buruh yang bekerja pada perusahaan yang dinyatakan pailit ditentukan oleh kurator berdasarkan ketentuan Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun Kedudukan hukum. Pemohon adalah perseorangan yang bergabung dalam wadah Federsi Ikatan Serikat Buruh Indonesia (FISBI) dan Pengurus FISBI dengan tujuan memperjuangkan kepentingan buruh sebagaimana diperlihatkan dalam anggaran dasar FISBI. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Pemohon memiliki kedudukan hukum atau legal standing untuk memperjuangkan kepentingan buruh dalam hal jaminan pemberian upah dan hak-hak finansial lainnya terkait dengan status pailit dari perusahaan mereka. Fakta hukum Bahwa Pemerintah mendalilkan rumusan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 salah satunya adalah asas keadilan yang mengandung pengertian bahwa kentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan-tagihan masing-masing terhadap debitur dengan tidak mempedulikan kreditur lainnya (penjelasan umum Undang-Undang Kepailitan). Rumusan penjelasan Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tersebut justru telah dilanggar sendiri oleh ketentuan Pasal 55 ayat (1), Pasal 59 ayat (1) dan Pasal 138 Undang- Undang Kepailitan dan PKPU yang memberikan kewenangan mutlak kepada kreditur pemegang hak tanggungan untuk mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan setelah 90 hari sejak putusan kepailitan itu diucapkan. Kewenangan pasal-pasal tersebut adalah bentuk kesewenang-wenangan yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D Undang-Undang Dasar Alasan-alasan Pemohon mengajukan permohonan hak uji material. Pasal 29 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang bertentangan 6

8 dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Pasal 55 ayat (1), Pasal 59 ayat (1), dan Pasal 138 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar Bahwa Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sudah memberikan dasar yang jelas dan tegas bahwa setiap warga negara secara konstitusional berhak mendapatkan pekerjaan serta mendapat imbalan yang adil dan layak. Sayangnya, hak buruh yang telah dijamin dalam bingkai konstitusi negara ini, dapat terancam dengan adanya kreditor separatis sebagai kreditor pemegang hak jaminan kebendaan, yang dapat bertindak sendiri seolah-olah tidak terjadi kepailitan, sebagaimana maksud dari ketentuan Pasal 55 ayat (1) Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Bahwa kreditor kepailitan digolongkan secara struktural yang terdiri dari kreditor separatis, kreditor preferen, dan kreditor konkueren, yang masing-masing kreditor tersebut berbeda kedudukannya serta juga membedakan besaran pembagian harta pailit. Bahwa pada dasarnya, kedudukan para kreditor adalah sama (paritas creditorum) dan karenanya mereka mempunyai hak yang sama atas hasil eksekusi boedel pailit sesuai dengan besarnya tagihan mereka masing-masing. Namun demikian, asas tersebut mengenal pengecualian, yaitu golongan kreditur yang memegang hak agunan atas kebendaan dan golongan kreditur yang haknya didahulukan berdasarkan Undangundang Kepailitan dan peraturan perundang-undangan lainnya. Bahwa sudah banyak debitur yang berbentuk perusahaan berbadan hukum dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga dan hak-hak buruh atas upah dan pesangon tidak dapat terpenuhi, karena buruh menjadi kreditur preferen ketika ada pihak lain yang menjadi kreditur separatis yaitu kreditur pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atau kebendaan lainnya. Dan pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atau kebendaan lainnya mempunyai hak spesialis untuk menjual harta pailit yang telah menjadi objek gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atau kebendaan lainnya. Dengan diberlakukannya ketentuan Pasal 55 ayat (1), Pasal 59 ayat (1), dan Pasal 138 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004, maka buruh kedudukannya berada satu tingkat di bawah kreditur pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atau kebendaan lainnya, sehingga menghapus nuansa perlindungan terhadap hak-hak buruh baik selama berlangsungnya hubungan kerja maupun saat berakhirnya hubungan kerja karena kepailitan. Dalam hal ini perlu dicermati apabila harta pailit yang diagunkan tidak seluruhnya, maka ada kemungkinan hak-hak buruh atas upah dan hak lainnya yang diatur oleh Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dapat dipenuhi dengan harta pailit yang tidak diagunkan. Namun, ketika seluruh harta pailit 7

9 diagunkan, maka kreditur pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atau kebendaan lainnya, berhak melakukan eksekusi dan penjualan terhadap harta pailit tersebut dan berdampak pada hilangnya hak-hak buruh atas upah/imbalan yang layak, sebagaimana kasus yang dialami oleh Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia P.T. Sindoll Pratama-Jakarta Utara (Mei 2006), yang melibatkan buruh dengan Pengusaha P.T. Sindoll Pratama yang mengagunkan kepada Bank Negara Indonesia (BNI) seluruh mesin-mesin perusahaan, bangunan, dan tanah perusahaan bahkan aset pribadi komisaris dan direktur utama berupa empat rumah dan satu rumah toko/ruko yang kemudian, dilelang dan terjual oleh Bank Negara Indonesia pada bulan Mei 2007 dan Agustus 2007, tanpa satu rupiahpun buruh menerima haknya atas upah/imbalan yang layak. PETITUM Berdasarkan uraian tersebut, Pemohon memohon kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk memeriksa dan memutus Permohonan Hak Uji Materiil Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, dengan amar putusan sebagai berikut: 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan materi muatan Pasal 29, Pasal 55 ayat (1), Pasal 59 ayat (1), dan Pasal 138 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang bertentangan dengan Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3. Menyatakan bahwa materi muatan Pasal 29, Pasal 55 ayat (1), Pasal 59 ayat (1), dan Pasal 138 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Demikian Yang Mulia, terima kasih. 16. KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD. MD, S.H.. Cukup jelas saya kira, saya persilakan dari Pemerintah untuk memberikan keterangan. 17. PEMERINTAH : SYAMSUDIN MANAN SINAGA (DIRJEN ADMINISTRASI HUKUM UMUM, DEP HUKUM DAN HAM) Terima kasih Majelis yang mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi. 8

10 Yang kami hormati Pemohon atau kuasanya, yang kami hormati para ahli. Perkenankan kami sebelum membacakan opening statement mengucapkan selamat kepada Ketua Mahkamah Konstitusi Dr. Mahfud MD atas terpilihnya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Opening statement Pemerintah atas permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap Undang-Undang Dasar Sehubungan dengan permohonan pengujian atau constitutional review ketentuan Pasal 29, Pasal 45 ayat (1), Pasal 59 ayat (1), dan Pasal 138 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 yang dimohonkan oleh Dr. Andi Asrun S.H., M.H., dan Dewi Triani S.H. selaku kuasa hukum dari M. Komaruddin dan Muhammad Hafidz sebagai ketua umum dan sekretaris dewan pimpinan pusat Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia dan Agung Purnomo dan kawan-kawannya sebagai mantan buruh P.T. Sindoll Pratama untuk selanjutnya disebut sebagai para Pemohon. Sesuai dengan registrasi di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-VI/2008 tanggal 18 Juli 2008 perkenankan Pemerintah menyampaikan penjelasan singkat atau opening statement sebagai berikut: Pokok permohonan Merujuk pada permohonan para Pemohon, pada dasarnya para Pemohon menganggap hak dan atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya ketentuan Pasal 29, Pasal 55 ayat (1), Pasal 59 ayat (1), dan Pasal 138 Undang-Undang Nomor 37 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang karena menurut para Pemohon ketentuan a quo dapat menimbulkan hal-hal sebagai berikut: a) Bahwa penyelesaian perselisihan melalui jalur pengadilan hubungan industrial dihapuskan oleh ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang karena selama berlangsung kepailitan, tuntutan untuk memperoleh pemenuhan piutang dari harta pailit dan perkaranya sedang berjalan harus dinyatakan gugur demi hukum dengan diucapkannya putusan pernyataan pailit terhadap debitur. b) Bahwa dengan diberlakukannya ketentuan Pasal 55 ayat (1), Pasal 59 ayat (1), dan Pasal 138 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang maka buruh kedudukannya berada satu tingkat di bawah kreditur pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya sehingga menghapus nuansa perlindungan terhadap 9

11 hak-hak kerja atau buruh baik selama berlangsungnya hubungan kerja maupun saat berakhirnya hubungan kerja karena kepailitan. Atas hal-hal tersebut menurut para Pemohon ketentuan Pasal 29, Pasal 55 ayat (1), Pasal 59 ayat (1), dan Pasal 138 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dianggap bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 dan karenanya dianggap merugikan hak dan atau kewenangan konstitusionalnya. Tentang kedudukan atau legal standing para Pemohon. Sesuai dengan ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: a) Perorangan Warga Negara Indonesia; b) Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalan undang-undang; c). Badan hukum publik atau privat atau; d). Lembaga negara. Ketentuan di atas dipertegas dalam penjelasannya, bahwa yang dimaksud dengan hak konstitusionalnya adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga agar seseorang suatu atau pihak dapat diterima sebagai Pemohon yang memiliki kedudukan atau legal standing dalam permohonan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka terlebih dahulu harus menjelaskan dan membuktikan: a. kualifikasinya adalah dalam permohonan a quo sebagai disebut dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi; b. Hak dan atau kewenangan konstitusionalnya dalam kualifikasi yang dimaksud yang dianggap telah merugikan oleh berlakunya undangundang yang diuji; c. Kerugian hak dan atau kewenangan konstitusional Pemohon sebagai akibat berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian. Lebih lanjut Mahkamah Konstitusi sejak Putusan Nomor 006/PUU- III/2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007 serta putusan-putusan selanjutnya telah memberikan pengertian dan batasan secara kumulatif tentang kerugian hak dan atau kewenangan konstitusional yang timbul karena berlakunya suatu undang-undang menurut Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi harus memenuhi lima syarat, yaitu: a. adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 10

12 b. Bahwa hak konstitusional Pemohon tersebut dianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh suatu undang-undang yang diuji; c. Bahwa kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi; d. Adanya hubungan sebab akibat atau causal verband antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji; e. Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. Atas hal-hal tersebut di atas, maka menurut Pemerintah perlu dipertanyakan kepentingan para Pemohon apakah sudah tepat sebagai pihak yang menganggap hak dan atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, juga apakah terdapat kerugian konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi dan apakah ada hubungan sebab akibat atau causal verband antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. bahwa Pemohon Komarudin dan Muhammad Hafidz selaku Ketua Umum dan Sekretaris DPP Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia Pemohon nomor satu dan nomor dua, pertanyaannya menurut Pemerintah siapa yang sebenarnya dirugikan atas keberlakuan undang-undang a quo? Apakah para Pemohon sendiri sebagai Ketua dan Sekretaris DPP Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia? Seluruh Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia yang ada di Indonesia atau seluruh buruh yang bekerja di berbagai perusahaan di daerah Indonesia? Kemudian apakah Pemohon mendapatkan kuasa khusus dari para buruh yang tidak mendapatkan upah karena perusahaan tempat bekerja dinyatakan pailit? Menurut Pemerintah yang semestinya dilakukan oleh Pemohon yaitu Pemohon I dan Pemohon II adalah memperjuangkan para anggotanya untuk memperoleh hak-hak secara layak dan benar misalnya tentang kenaikan upah, upah lembur, asuransi kesehatan, cuti, dan kesejahteraan lainnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maupun peraturan perundang-undangan lainnya sehingga menurut Pemerintah permohonan para Pemohon tidak tepat dan keliru dan karenanya tidak memenuhi kualifikasi sebagaimana ditentukan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi maupun berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi yang terdahulu yaitu Putusan Nomor 2/PUU-VI/2008 tanggal 6 Mei bahwa Pemohon Agung Purnomo dkk-nya selaku mantan buruh P.T. Sindoll Pratama yang dalam hal ini Pemohon III sampai dengan Pemohon 140, pertanyaannya adalah apakah benar para Pemohon 11

13 tersebut sebagai pihak yang tidak mendapatkan hak-haknya yaitu upah atau pendapatan lainnya karena perusahaan tempat mereka bekerja dinyatakan pailit atau Pemohon dalam posisi yang sedang melakukan upaya hukum yaitu gugatan di pengadilan untuk menuntut hak-haknya? Menurut Pemerintah hal ini penting untuk dipertanyakan agar kedudukan hukum atau legal standing Pemohon menjadi jelas karena relevansinya. Menurut Pemerintah Pemohon tidak dapat menguraikan secara jelas tentang kedudukannya maupun kerugian hak dan atau kewenangan konstitusionalnya yang terjadi atas keberlakuan ketentuan atas undangundang Pasal 29, Pasal 55 ayat (1), Pasal 59 ayat (1), dan Pasal 138 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Berdasarkan hal-hal tersebut Pemerintah berpendapat bahwa tidak terdapat dan atau telah timbul kerugian hak dan atau kewenangan konstitusional para Pemohon atas keberlakuan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Karena itu kedudukan hukum atau legal standing para Pemohon dalam permohonan pengujian ini tidak memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum pada Pasal 51 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi maupun berdasarkan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu. Karena itu menurut Pemerintah adalah tepat dan sudah sepatutnyalah jika Ketua atau Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi secara bijaksana menyatakan para Pemohon tidak dapat diterima atau niet ontvankelijk verklaard. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Menurut Pemerintah ketentuan Pasal 29, Pasal 55 ayat (1), Pasal 59 ayat (1), dan Pasal 138 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak merugikan hak dan atau kewenangan konstitusional para Pemohon dengan penjelasan sebagai berikut: 1. bahwa ketentuan a quo dimaksudkan atau bertujuan dalam rangka pelaksanaan asas perlindungan dan kepastian hukum bagi kreditur, baik kreditur konkueren atau kreditur bersaing, kreditur separatis maupun kreditur preferen dalam hubungan penyelesaian utang piutang melalui kepailitan. 2. bahwa perbedaannya bahwa buruh tersebut melakukan gugatan di luar proses kepailitian misalnya gugatan ke pengadilan negeri, maka buruh tersebut memposisikan dirinya sebagai kreditur konkueren atau kreditur bersaing, menurut Pemerintah hal demikian menjadi pilihan resiko. 3. bahwa setelah debitur yaitu perusahaan tempat buruh bekerja dinyatakan pailit, tetapi di pihak lain terdapat tututan hukum dari pihak lain, misalnya tuntutan hukum dari buruh tetap dapat dilaksanakan. Maka menurut Pemerintah hal tersebut dapat mengganggu sistem 12

14 penyelesaian utang piutang melalui mekanisme kepailitian yang justru dapat menimbulkan kerugian dan ketidakpastian bagi kreditur itu sendiri. 4. bahwa ketentuan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang pada dasarnya menentukan bahwa kreditur separatis atau kreditur pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak guna atas kebendaan lainnya dapat melaksanakan haknya seolah-olah tidak ada kepailitan, sedangkan ketentuan Pasal 28D ayat (2) Undang- Undang Dasar 1945 mengatur tentang setiap orang untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja, hubungan antara buruh dan majikan dengan demikian tidak terdapat relevansi atau tidak terkait masalah konstitusionalitas keberlakuan ketentuan a quo. 5. bahwa ketentuan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengatur bahwa kreditur separatis harus melaksanakan haknya dalam jangka waktu paling lambat dua bulan setelah dimulainya keadaan pensiun. Menurut Pemerintah ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 karena dengan alasan-alasan tersebut di atas juga ketentuan a quo dalam rangka memberikan kepastian hukum bagi penyelesaian hutang-piutang melalui kepailitan. Dengan demikian menurut Pemerintah ketentuan Pasal 59 ayat (1) tidak serta merta menghilangkan atau menutup hak kreditur lainnya termasuk hak buruh bagi pemegang kreditur preferen. Dari uraian di atas menurut Pemerintah ketentuan Pasal 29, Pasal 55 ayat (1), dan Pasal 138 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang telah memberikan kepastian hukum dan telah memberikan hak kepada seseorang dalam hal ini kreditur secara proporsional dan secara adil. Juga ketentuan tersebut memberikan perlindungan jaminan hukum terhadap kreditur termasuk buruh atau pekerja sebagaimana diamanatkan oleh ketentuan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) Undang- Undang Dasar Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Selain hal-hal tersebut di atas Pemerintah juga dapat menyampaikan bahwa permohonan para Pemohon tidak tegas, tidak jelas dan kabur atau obscuur libel utamanya dalam mengkonstruksikan adanya kerugian dan atau kewenangan konstitusional atas berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji karena di satu sisi para Pemohon mendalilkan ketentuan a quo dianggap bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, tetapi di sisi lain para Pemohon menganggap ketentuan a quo bertentangan kontradiksi atau disharmoni dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Padahal faktanya menurut Pemerintah dalam menyelesaikan masalah ketenagakerjaan jika perusahaan atau majikan debitur tempat buruh bekerja tersebut dinyatakan pailit maka 13

15 kedua undang-undang tersebut bersifat saling mendukung dan saling melengkapi, Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) beserta penjelasannya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Di sisi lain menurut Pemerintah apabila anggapan para Pemohon tersebut benar adanya yang menyatakan telah terjadi pertentangan, kontradiksi, atau disharmoni antara undang-undang yang satu dengan undang-undang yang lain, antara Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maka hal tersebut sama sekali tidak terkait dengan konstitusionalitas keberlakuan suatu undang-undang dan hal demikian menjadi kewenangan pembuat undang-undang yang dalam hal ini DPR dan Presiden untuk melakukan pengharmonisasian dan atau melakukan perubahan melalui mekanisme legislative review. Yang Mulia Ketua atau Majelis Hakim Konstitusi, Keterangan Pemerintah tertulis secara lengkap dalam tahap finalisasi dalam waktu dua hari ke depan Pemerintah akan menyerahkan melalui Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi sebanyak 12 eksemplar merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan keterangan lisan yang disampaikan Pemerintah pada hari ini, Selasa, 26 Agustus Demikian Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi, atas perkenaan perhatiannya diucapkan terima kasih. Jakarta, 26 Agustus 2008 Kuasa Hukum Presiden RI; Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Keuangan RI, dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Demikian, terima kasih. 18. KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD, MD, S.H. Terima kasih wakil dari Pemerintah. Jadi benar kami tunggu dalam dua hari ya, dua hari dari sekarang bukan dua hari lagi. Karena biasanya Hakim ini langsung sibuk mempelajari untuk dibawa ke RPH, kalau terlalu lama juga agak menghambat. Saya persilakan wakil dari DPR, silakan ke podium. Kalau bisa langsung ke pokok perkara atau disingkat-singkat, yang penting jelas. 19. DPR-RI : NURSYAMSI NURLAN, S.H. (KOMISI III DPR-RI) Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu alaikum wr. Wb. Yang Mulia, Hakim Ketua serta Wakil dan Majelis yang dihormati, Para Pemohon dan Ahli serta Pemerintah, 14

16 Para hadirin yang saya hormati, Sebelum kami menyampaikan keterangan Dewan Perwakilan Rakyat RI kami ingin memyampaikan ucapan selamat kepada Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dan hakim-hakim yang lain yang sudah dilantik, mudah-mudah menjadi semangat baru dalam menegakkan hukum dan demokrasi yang konstitusional di RI. Keterangan DPR-RI atas permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dalam Perkara Nomor 18/PUU-VI/2008. Dengan hormat, berdasarkan surat keputusan pimpinan DPR-RI Nomor 19/PIM/III/ tentang penugasan anggota Komisi III DPR-RI sebagai Kuasa Hukum DPR-RI untuk mewakili DPR-RI dalam menghadapi sidang-sidang di Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan keputusan pimpinan DPR-RI Nomor 37/PIM/IV/ dan surat khusus pimpinan DPR-RI Nomor HK.00/5975/DPR-RI/2008 tanggal 22 Agustus 2008 telah memberikan kuasa kepada Anggota Komisi III DPR-RI; 1. Trimedya Panjaitan, S.H., M.H., nomor anggota A301; 2. Pataniari Siahaan, nomor anggota A311; 3. Dr. Azis Syamsudin, nomor anggota A446; 4. Drs. Agun Gunandjar Sudarsa, nomor anggota A470; 5. Lukman Hakim Saefuddin, nomor anggota A45; 6. H. Patrialis Umar, S.H., nomor anggota A138; 7. H. Imam Ansori Saleh, S.H., nomor anggota A223; 8. H. Nursyamsi Nurlan, S.H., nomor anggota A03. Dalam hal ini baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak untuk dan atas nama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang selanjutnya disebut DPR-RI. Sehubungan dengan surat Nomor /MK/VII/2008 tanggal 15 Agustus 2008 perihal sidang pleno yang disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi RI kepada Ketua DPR-RI untuk menghadiri dan menyampaikan keterangan di persidangan Mahkamah Konstitusi terkait dengan permohonan pengujian Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang diajukan oleh M. Komarudin dan Muhammad Hafidz selaku Ketua Umum dan Sekretaris Umum Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia dan Saudara Agung Purnomo dan kawankawan dalam hal ini diwakili oleh Kuasa Hukumnya Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H. dan Dewi Triyani, S.H. yang berkantor pada Muhammad Asrun & partner law firm, beralamat di gedung PGRI Jalan Tanah Abang III Nomor 24 Jakarta Pusat untuk selanjutnya disebut Pemohon. Dengan ini DPR RI menyampaikan keterangan terhadap permohonan pengujian atas Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dalam Perkara Nomor 18/PUU- 15

17 VI/2008 yaitu, kami tidak membacakan permohonan Pemohon juga pasal-pasal yang dianggap melanggar Undang-Undang Dasar, kami langsung pada keterangan DPR RI. Bahwa terhadap dalil-dalil Pemohon a quo DPR RI menyampaikan keterangan sebagai berikut: 1. Kedudukan hukum (legal standing) Pemohon Kualifikasi yang harus dipenuhi oleh Pemohon sebagai pihak telah diatur dalam ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa Pemohon adalah pihak yang menganggap hak atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu: a. perorangan Warga Negara Indonesia; b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara RI yang diatur dalam undang-undang; c. badan hukum publik atau privat; d. lembaga negara. Hak dan atau kewenangan konstitusional yang dimaksud ketentuan Pasal 51 ayat (1) tersebut dipertegas dalam penjelasannya bahwa yang dimaksud dengan hak konstitusional adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Ketentuan penjelasan Pasal 51 ayat (1) ini menjelaskan bahwa hanya hak-hak yang secara eksplisit saja yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 saja yang dimaksud dengan hak konstitusional. Oleh karena itu, menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi agar seseorang atau suatu pihak dapat diterima sebagai Pemohon yang memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam permohonan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, maka terlebih dahulu harus menjelaskan dan membuktikan: a. kualifikasinya sebagai Pemohon dalam permohonan a quo sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi; b. hak dan atau kewenangan konstitusionalnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) yang dianggap telah dirugikan oleh berlakunya undang-undang. c. Kerugian hak dan atau kewenangan konstitusional Pemohon sebagai akibat berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian. 2. Batasan mengenai kerugian konstitusional Mahkamah Konstitusi RI telah memberikan pengertian dan batasan tentang kerugian konstitusional yang timbul karena berlakunya suatu undang-undang harus memenuhi lima syarat (vide Putusan Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan Perkara Nomor 010/PUU- IIII/2005) yaitu sebagai berikut: 16

18 a. adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh Undang- Undang Dasar 1945; b. bahwa hak konstitusional Pemohon itu dianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh suatu undang-undang yang telah diuji; c. bahwa kerugian konstitusional pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi; d. adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji; e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. Apabila kelima syarat tersebut tidak dipenuhi oleh Pemohon dalam mengajukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 maka Pemohon tidak memiliki kualifikasi kedudukan hukum (legal standing) sebagai Pihak. Terhadap kedudukan hukum atau legal standing permohonan a quo DPR RI perlu mempertanyakan terlebih dahulu adakah kerugian konstitusional Pemohon yang dirugikan dengan berlakunya Pasal 29, Pasal 55 ayat (1), Pasal 59 ayat (1), dan Pasal 138 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Hak konstitusional yang dimaksud oleh Pemohon secara garis besarnya adalah hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum dan hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Oleh karenanya menurut Pemohon ketentuan permohonan a quo bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Dalam hal ini terhadap permohonan Pemohon a quo secara formal perlu dipertanyakan terlebih dahulu mengenai kedudukan hukum (legal standing) Pemohon. 1. Apakah Pemohon sudah memenuhi kualifikasi sebagai pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dan penjelasannya UU Mahkamah Konstitusi serta memenuhi lima syarat atau vide Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 dan Perkara Nomor 010/PUU-IIII/2005 yang menganggap hak dan atau kewenangannya konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang? 2. Apakah terdapat kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi dan apakah ada hubungan sebab akibat (causal verband) atas berlakunya undangundang yang dimohonkan untuk diuji? 17

19 Berdasarkan pada ketentuan Pasal 51 ayat (1) dan penjelasan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan persyaratan menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 dan Perkara Nomor 010/PUU-IIII/2005, DPR-RI berpendapat bahwa tidak ada sedikit pun hak konstitusional Pemohon yang dirugikan dengan berlakunya Pasal 29, Pasal 55 ayat (1), Pasal 59 ayat (1), dan Pasal 138 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 dengan penjelasan sebagai berikut: - Pemohon dalam permohonan a quo menyatakan bahwa keberadaan ketentuan Pasal 29, Pasal 55 ayat (1), Pasal 59 ayat (1), dan Pasal 138 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tidak menjamin kepastian hukum yang adil bagi buruh serta perlakuan yang sama di hadapan hukum dan hanya memberikan peluang serta memberikan hak-hak istimewa kepada kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atau hak kebendaan lainnya yang akan menghapus nuansa perlindungan terhadap hak-hak buruh, baik selama berlangsungnya hubungan kerja maupun saat berakhirnya hubungan kerja karena kepailitan sehingga dianggap bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Terhadap dalil-dalil Pemohon a quo DPR-RI berpendapat sebagai berikut, 1. Bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa tujuan pembentukan Pemerintahan Negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, melindungi kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 2. Bahwa DPR-RI bersama-sama Pemerintah mempunyai tugas untuk membuat undang-undang yang merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan hukum nasional. Mewujudkan masyarakat adil, sejahtera, berdasarkan Konstitusi demi terwujudnya kerangka sistem hukum nasional yang antara lain dilakukan melalui pembentukan hukum baru yang dibutuhkan untuk mendukung pembangunan perekonomian nasional. Salah satu produk hukum untuk menjamin kepastian, ketertiban, perlindungan hukum yang berdasar kepada keadilan dan kebenaran yang diperlukan saat ini adalah Peraturan mengenai Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 3. Bahwa Penjelasan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyebutkan beberapa asas yaitu: a. Asas Keseimbangan; mengandung pengertian bahwa undang-undang ini memuat ketentuan mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan baik oleh kreditur maupun debitur yang tidak beritikad baik. 18

20 b. Asas Kelangsungan Usaha; mengandung pengertian bahwa undangundang ini membuat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitur yang prospektif tetap dilangsungkan. c. Asas keadilan; mengandung pengertian bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini juga ditujukan untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap debitur dengan tidak mempedulikan kreditur yang lainnya. d. Asas integrasi; mengandung pengertian bahwa sistem hukum formal dan hukum materialnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional. 4. Bahwa berkaitan dengan hal tersebut di atas perlu dipertanyakan dan dibuktikan terlebih dahulu kepentingan Pemohon yang mengatasnamakan diri sebagai Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia, organisasi atau lembaga swadaya masyarakat. Apakah sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku? Memang benar dalam permohonannya Pemohon menyatakan bahwa Federasi Ikatan Buruh Indonesia telah tercatat sebagai serikat pekerja atau serikat buruh di kantor Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kotamadya Jakarta Barat, melalui surat bernomor 258/07773, tanggal 8 Februari 2006 dengan nomor bukti pencatatan nomor 299/III/S.P/II/2006 vide Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Serikat Buruh yang berbunyi, serikat pekerja atau serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja atau serikat buruh yang telah terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat untuk dicatat. Dalam pembentukannya serikat pekerja atau serikat buruh dibentuk oleh pekerja atau buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan. Mengenai serikat pekerja, serikat buruh di luar perusahaan disebutkan di dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang tentang Serikat Pekerja atau Serikat Buruh yang berbunyi, serikat pekerja atau serikat buruh di luar perusahaan adalah serikat pekerja atau serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja atau buruh yang tidak bekerja di perusahaan. Di dalam permohonannya, Pemohon II status pekerjaannya adalah wiraswasta/sekretaris Umum Federasi Serikat Ikatan Buruh Seluruh Indonesia. Menurut kamus Bahasa Indonesia wiraswasta berarti jenis usaha berdikari atas dasar percaya kepada diri sendiri (tanpa mengharapkan belas kasihan orang lain). Jadi wiraswasta adalah usaha dengan landasan berdiri di atas kaki sendiri. Dengan definisi sebagaimana tersebut di atas maka wiraswasta tidak dapat dikategorikan sebagai pekerja atau buruh karena sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Serikat Buruh berbunyi, Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Dengan 19

21 demikian Pemohon a quo in casu sebagai wiraswasta tidak mempunyai kedudukan hukum sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1) Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi juncto Putusan Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 dan Perkara Nomor 10/PUU- III/2005. Pemohon Nomor satu dan nomor dua yang mengatasnamakan Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia walaupun menurut penjelasannya sudah tercatat sebagai serikat pekerja di kantor Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kotamadya Jakarta Barat tidak dapat dikatakan sebagai badan hukum privat sebagaimana diisyaratkan dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi karena pencatatan tidak berfungsi sebagai pengesahan suatu perkumpulan sebagai badan hukum. Untuk memperoleh kedudukan sebagai badan hukum suatu perkumpulan harus mendaftarkan ke Direktorat Perdata Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia, oleh karena Pemohon nomor satu dan nomor dua tidak mempunyai persyaratan legal standing karena bukan badan hukum privat. 5. Bahwa jika Pemohon merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang maka hal itu perlu dipertanyakan, siapa sebenarnya dirugikan? Apakah Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia itu sendiri, para pengurusnya, atau buruh atau (pekerja dalam hal ini)? Pertanyaan serupa juga berlaku bagi para Pemohon perseorangan karena status Saudara Agung Purnomo dan kawan-kawan, Pemohon nomor 3 sampai dengan nomor 139 yang menyatakan bahwa mereka semuanya mantan buruh maka secara esensial mereka tidak lagi memenuhi kriteria selaku perseorangan Warga Negara Indonesia yang hak dan kewajiban konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 karena kedudukan mereka tidak lagi sebagai pekerja atau buruh sebagaimana ditentukan Pasal 95 ayat (4) juncto Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, oleh karena itu mereka tidak lagi mempunyai posisi sebagai kreditur preferen. Dengan demikian mereka tidak mempunyai legal standing untuk mengajukan permohonan pengujian undang-undang a quo. Dalam hal adanya kerugian sebagaimana diajukan oleh Pemohon dalam permohonan a quo disebutkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau KUHPerdata pada Pasal 1132, 1133, dan 1134 yang berbunyi sebagai berikut; Pasal 1132 KUHPerdata berbunyi, barangbarang yang menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya hasil penjualan barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali di antara para kreditur itu berdasarkan alasan yang sah untuk didahulukan. Pasal 1133 KUHPerdata berbunyi, hak untuk didahulukan di antara para kreditur bersumber kepada hak istimewa kepada gadai dan hak hipotek. Pasal 1134 KUHPerdata 20

22 berbunyi, hak istimewa adalah satu hak yang diberikan oleh undangundang kepada seorang kreditur yang menyebabkan ia berkedudukan lebih tinggi daripada yang lainnya semata-mata berdasarkan sifat piutang itu gadai dan hipotek lebih tinggi daripada hak istimewa kecuali dalam hal undang-undang dengan tegas menentukan kebalikannya. Dari ketentuan pasal tersebut dapat diketahui bahwa pemegang gadai dan hipotek mempunyai hak lebih tinggi daripada yang lainnya, oleh karena itu ketentuan Pasal 55 dan Pasal 138 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang telah sejalan dengan kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam permohonannya Pemohon mengajukan pengujian terhadap perlindungan hak-hak buruh, mengenai hal itu dapat ditegaskan bahwa hak-hak buruh termasuk dalam rezim ketenagakerjaan yang tidak dapat dikaitkan dengan rezim kepailitan karena telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam hal suatu perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan niaga maka hal ini termasuk dalam wilayah rezim kepailitan sehingga akibat hukum dapat dari putusan pailit tersebut berlaku Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Oleh karena itu harus dibedakan dan tidak dapat dicampuradukkan dalam memahami Undang-Undang Ketenagakerjaan merupakan rezim ketenagakerjaan dengan Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang merupakan rezim kepailitan. Dengan demikian, sesungguhnya tidak ada kerugian yang dialami Pemohon dalam perkara a quo sehingga permohonan Pemohon dalam hal ini telah keliru dalam melakukan pengujian Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Berdasarkan hal tersebut DPR memohon kepada Pemohon melalui Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk menjelaskan dan membuktikan secara sah terlebih dahulu apakah benar Pemohon pihak yang hak dan atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan. DPR-RI berpendapat bahwa tidak terdapat dan atau telah timbul kerugian terhadap hak dan atau kewenangan kontitusional yang dialami Pemohon a quo dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 37 Tahun Oleh karena itu kedudukan hukum atau legal standing Pemohon dalam permohonan pengujian undang-undang a quo tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan batasan menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 dan Perkara Nomor 10/PUU- III/2005 terdahulu. Berdasarkan dalil-dalil tersebut DPR-RI mohon agar Ketua atau Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang terhormat secara bijaksana menyatakan permohonan Pemohon ditolak (void) atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). Namun jika Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain berikut ini 21

23 disampaikan keterangan DPR-RI mengenai materi pengujian Undang- Undang Nomor 37 tahun 2004 tersebut. 2. Pengujian materi atas Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Pemohon dalam permohonan a quo menyatakan bahwa keberadaan ketentuan Pasal 29, Pasal 55 ayat (1), Pasal 59 ayat (1), dan Pasal 138 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak menjamin kepastian hukum yang adil bagi buruh serta perlakuan yang sama di hadapan hukum dan hanya memberikan peluang serta hak-hak istimewa kepada kreditur pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atau kebendaan lainnya yang akan menghapus nuansa perlindungan terhadap hak-hak buruh baik selama berlangsungnya hubungan kerja maupun saat berakhirnya hubungan kerja karena kepailitan sehingga dianggap bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Terhadap hal-hal yang dikemukakan permohonan tersebut DPR-RI berpendapat atau memberikan keterangan sebagai berikut: 1. Bahwa pada tanggal 22 April 1998 telah ditetapkan suatu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan yang kemudian ditetapkan menjadi undangundang dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut ditetapkan dengan pertimbangan bahwa Undang-Undang tentang Kepailitan yang ada, Failissement of Verordening Staablad jo. Staatblad merupakan peraturan perundang-undangan peninggalan Pemerintah kolonial Belanda sudah tidak sesuai lagi dengan ketentuan dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan hukum di bidang perekonomian khususnya untuk penyelesaian hutang piutang. 2. Bahwa keberadaan tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 1998 yang kemudian menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan dinilai sudah tidak sesuai lagi, maka sejalan dengan perkembangan di bidang perekonomian diperlukan adanya suatu pengaturan tentang kepailitan dengan cakupan yang lebih luas lagi maka dibentuk suatu peraturan tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran hutang yang baru dan sesuai dengan kebutuhan hukum di masyarakat yaitu lahirnya Undang- Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 3. Bahwa ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 22

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 18/PUU-VI/2008

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 18/PUU-VI/2008 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 18/PUU-VI/2008 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 18/PUU-VI/2008

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 18/PUU-VI/2008 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 18/PUU-VI/2008 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NO. 024/PUU-IV/2006

RISALAH SIDANG PERKARA NO. 024/PUU-IV/2006 irvanag MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NO. 024/PUU-IV/2006 PERIHAL PENGUJIAN UU NO. 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD, UU NO. 23

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 48/PUU-VI/2008

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 48/PUU-VI/2008 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 48/PUU-VI/2008 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 42/PUU-VI/2008

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 42/PUU-VI/2008 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 42/PUU-VI/2008 PERIHAL PENGUJIAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR 1945 ACARA

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Nomor : 018/PUU-III/2005 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PLENO PEMBACAAN PUTUSAN PERKARA NO. 018/PUU-III/2005 MENGENAI PENGUJIAN UU NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 70/PUU-IX/2011

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 70/PUU-IX/2011 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 70/PUU-IX/2011 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 12/PUU-VII/2009

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 12/PUU-VII/2009 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 12/PUU-VII/2009 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 105/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 105/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 105/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAKAMAH KONSTITUSI SEBAGAIMANA DIUBAH

Lebih terperinci

Kepada Yth, Jakarta, 18 Agustus 2009 Ketua Mahkamah Konstitusi R.I. Jl. Medan Merdeka Barat No. 7 Jakarta Pusat

Kepada Yth, Jakarta, 18 Agustus 2009 Ketua Mahkamah Konstitusi R.I. Jl. Medan Merdeka Barat No. 7 Jakarta Pusat Kepada Yth, Jakarta, 18 Agustus 2009 Ketua Mahkamah Konstitusi R.I. Jl. Medan Merdeka Barat No. 7 Jakarta Pusat Perihal : Permohonan sebagai Pihak Terkait dalam Pengujian Pasal 15 ayat (3) Undang -undang

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NO. 009/PUU-IV/2006 PERIHAL PENGUJIAN UU NO. 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT TERHADAP UUD 1945 ACARA PEMBACAAN PUTUSAN (III)

RISALAH SIDANG PERKARA NO. 009/PUU-IV/2006 PERIHAL PENGUJIAN UU NO. 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT TERHADAP UUD 1945 ACARA PEMBACAAN PUTUSAN (III) MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NO. 009/PUU-IV/2006 PERIHAL PENGUJIAN UU NO. 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT TERHADAP UUD 1945 ACARA PEMBACAAN PUTUSAN

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 82/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 82/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 82/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-VII/2009

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-VII/2009 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-VII/2009 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46,47/PUU-VI/2008

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46,47/PUU-VI/2008 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46,47/PUU-VI/2008 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2004 REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERBENDAHARAAN

Lebih terperinci

Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxp;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;

Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxp;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxp;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 25/PUU-VII/2009

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 25/PUU-VII/2009 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 25/PUU-VII/2009 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA

Lebih terperinci

PERKARA NOMOR 68/PUU-VIII/2010

PERKARA NOMOR 68/PUU-VIII/2010 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA MAHKAMAH --------------------- KONSTITUSI RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 68/PUU-VIII/2010 REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH PERIHAL SIDANG PERKARA NOMOR

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. : Habiburokhman S.H., M.H.

PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. : Habiburokhman S.H., M.H. SALINAN PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir,

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama dan

Lebih terperinci

ACARA PEMBACAAN KETETAPAN (II) DAN PEMBACAAN PUTUSAN (III)

ACARA PEMBACAAN KETETAPAN (II) DAN PEMBACAAN PUTUSAN (III) MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 10/PUU-V/2007 DAN PERKARA NOMOR 8/PUU-V/2007 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 122/PUU-VII/2009

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 122/PUU-VII/2009 Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxp;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 104/PUU-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 104/PUU-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 104/PUU-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 26/PUU-X/2012

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 26/PUU-X/2012 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 26/PUU-X/2012 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah [Pasal 58 huruf c] terhadap

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Nomor : 004/PUU-III/2005 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------------- RISALAH PANEL HAKIM PEMERIKSAAN PENDAHULUAN PERKARA NOMOR 004/PUU-III/2005 PENGUJIAN UU NO. 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 135/PUU-VII/2009

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 135/PUU-VII/2009 Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxp;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 99/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 99/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 99/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN TERHADAP UNDANG- UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 65/PUU-VIII/2010 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-VI/2008

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-VI/2008 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-VI/2008 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 3/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 3/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 3/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK TERHADAP

Lebih terperinci

KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ATAS

KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ATAS KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ATAS PERMOHONAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 72/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 72/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 72/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 115/PUU-VII/2009

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 115/PUU-VII/2009 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 115/PUU-VII/2009 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 23/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 23/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 23/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018 Wewenang DPR Memanggil Paksa Setiap Orang Menggunakan Kepolisian Negara Dalam Rapat DPR Dalam Hal Pihak Tersebut Tidak Hadir Meskipun Telah Dipanggil

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 77/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 77/PUU-XV/2017 rtin MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 77/PUU-XV/2017 PERIHAL PERMOHONAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 43/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 43/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 43/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-VIII/2010

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-VIII/2010 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-VIII/2010 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Lebih terperinci

PUTUSAN NOMOR 2/PUU-VI/2008 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN NOMOR 2/PUU-VI/2008 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN NOMOR 2/PUU-VI/2008 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 109/PUU-XI/2013

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 109/PUU-XI/2013 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 109/PUU-XI/2013 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun I. PEMOHON Harris Simanjuntak II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 11 Tahun

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 24/PUU-V/2007

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 24/PUU-V/2007 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 24/PUU-V/2007 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 19/PUU-VII/2009

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 19/PUU-VII/2009 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 19/PUU-VII/2009 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 88/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 88/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 88/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 17/PUU-VI/2008

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 17/PUU-VI/2008 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 17/PUU-VI/2008 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 61/PUU.D-VIII/2010 Tentang Perlindungan dan Penghargaan Terhadap Hak-Hak Buruh

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 61/PUU.D-VIII/2010 Tentang Perlindungan dan Penghargaan Terhadap Hak-Hak Buruh RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 61/PUU.D-VIII/2010 Tentang Perlindungan dan Penghargaan Terhadap Hak-Hak Buruh I. PEMOHON M.Komarudin dan Muhammad Hafidz, sebagai perwakilan dari Federasi

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 43/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 43/PUU-XV/2017 rtin MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 43/PUU-XV/2017 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 75/PUU-IX/2011 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 75/PUU-IX/2011 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 75/PUU-IX/2011 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 18/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 18/PUU-XV/2017 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 18/PUU-XV/2017 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 44/PHPU.D-VI/2008

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 44/PHPU.D-VI/2008 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 44/PHPU.D-VI/2008 PERIHAL PERMOHONAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 23/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 23/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 23/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 40/PUU-IX/2011

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 40/PUU-IX/2011 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 40/PUU-IX/2011 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-XV/2017 rtin MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-XV/2017 PERIHAL PERMOHONAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM TERHADAP

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 114/PUU-XIII/2015 Daluarsa Pemutusan Hubungan Kerja I. PEMOHON 1. Muhammad Hafidz (Pemohon I); 2. Wahidin (Pemohon II); 3. Chairul Eillen Kurniawan (Pemohon III); 4.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan.

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern ini, persaingan ekonomi di dunia sangatlah ketat. Hal ini dapat dibuktikan dengan berkembang pesatnya makro dan mikro seiring dengan pertumbuhan unit-unit

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 48/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 48/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 48/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 50/PUU-IX/2011

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 50/PUU-IX/2011 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 50/PUU-IX/2011 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 37/PUU-IX/2011

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 37/PUU-IX/2011 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 37/PUU-IX/2011 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NO. 1/PUU-V/2007

RISALAH SIDANG PERKARA NO. 1/PUU-V/2007 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NO. 1/PUU-V/2007 PERIHAL PENGUJIAN UU NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PTUN TERHADAP

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XV/2017 Mekanisme Pengangkatan Wakil Kepala Daerah yang Berhenti Karena Naiknya Wakil Kepala Daerah Menggantikan Kepala Daerah I. PEMOHON Dr. Ahars Sulaiman, S.H.,

Lebih terperinci

BERITA ACARA PERSIDANGAN Nomor 70/PUU-X/2012

BERITA ACARA PERSIDANGAN Nomor 70/PUU-X/2012 BERITA ACARA PERSIDANGAN Nomor 70/PUU-X/2012 Sidang Pleno Pemeriksaan Persidangan Mahkamah Konstitusi yang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang bersidang di gedung yang telah ditentukan untuk

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 19/PUU-VII/2009

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 19/PUU-VII/2009 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 19/PUU-VII/2009 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 118/PUU-VII/2009

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 118/PUU-VII/2009 Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxp;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA

Lebih terperinci

P U T U S A N. Perkara Nomor 024/PUU-I/2003 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Perkara Nomor 024/PUU-I/2003 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Perkara Nomor 024/PUU-I/2003 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 23/PUU-XIII/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 23/PUU-XIII/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA SALINAN PUTUSAN Nomor 23/PUU-XIII/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir,

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-VIII/2010

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-VIII/2010 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-VIII/2010 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 123/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 123/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 123/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-VIII/2010

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-VIII/2010 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-VIII/2010 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1996 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XV/2017 Hak Konstitusional Guru Dalam Menjalankan Tugas dan Kewajiban Menegakkan Disiplin dan Tata Tertib Sekolah (Kriminalisasi Guru) I. PEMOHON 1. Dasrul (selanjutnya

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 33/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 33/PUU-XV/2017 rtin MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 33/PUU-XV/2017 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 112/PUU-XII/2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 112/PUU-XII/2014 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 112/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat [Pasal 4 ayat (1) dan ayat (3)] terhadap

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 47/PUU-VIII/2010

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 47/PUU-VIII/2010 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 47/PUU-VIII/2010 PERIHAL PERMOHONAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1969 TENTANG PENSIUN PEGAWAI DAN PENSIUN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XVI/2018 Eksistensi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi di Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XVI/2018 Eksistensi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi di Daerah RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XVI/2018 Eksistensi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi di Daerah I. PEMOHON 1. Ir. Heru Cahyono (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Wijaya Kusuma Prawira

Lebih terperinci

PUTUSAN PERKARA NOMOR 004/PUU-III/2005 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN PERKARA NOMOR 004/PUU-III/2005 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN PERKARA NOMOR 004/PUU-III/2005 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 116/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 116/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 116/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 127/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 127/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 127/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI TERHADAP UNDANG-

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 121/PUU-XII/2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 121/PUU-XII/2014 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 121/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Sebagaimana

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 86/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 86/PUU-XV/2017 rtin MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 86/PUU-XV/2017 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM TERHADAP UNDANG-

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 130/PUU-VII/2009

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 130/PUU-VII/2009 Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxp;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 139/PUU-XII/2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 139/PUU-XII/2014 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 139/PUU-XII/2014 PERIHAL PENGUJIAN LAMPIRAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAHAKAM

Lebih terperinci

ACARA PEMERIKSAAN PERBAIKAN PERMOHONAN (II)

ACARA PEMERIKSAAN PERBAIKAN PERMOHONAN (II) MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 10/PUU-VIII/2010 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN, UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PUTUSAN Perkara Nomor 024/PUU-I/2003 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Perkara Nomor 024/PUU-I/2003 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Perkara Nomor 024/PUU-I/2003 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

PERKARA NOMOR 68/PUU-VIII/2010

PERKARA NOMOR 68/PUU-VIII/2010 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA MAHKAMAH --------------------- KONSTITUSI RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 68/PUU-VIII/2010 REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH PERIHAL SIDANG PERKARA NOMOR

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 111/PUU-XIV/2016 Pengenaan Pidana Bagi PNS Yang Sengaja Memalsu Buku-Buku atau Daftar-Daftar Untuk Pemeriksaan Administrasi I. PEMOHON dr. Sterren Silas Samberi. II.

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 23/PUU-V/2007

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 23/PUU-V/2007 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 23/PUU-V/2007 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 19/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 19/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 19/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 136/PUU-VII/2009

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 136/PUU-VII/2009 Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxp;;;;;;;;;;;;;;;;;;; ;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;; MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 27/PUU-VII/2009

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 27/PUU-VII/2009 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 27/PUU-VII/2009 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 117/PUU-X/2012

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 117/PUU-X/2012 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 117/PUU-X/2012 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 56/PUU-XII/2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 56/PUU-XII/2014 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 56/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara [Pasal 119 dan Pasal

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 7/PUU-VII/2009

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 7/PUU-VII/2009 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 7/PUU-VII/2009 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1946 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 76/PUU-XIV/2016

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 76/PUU-XIV/2016 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 76/PUU-XIV/2016 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 82/PUU-X/2012

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 82/PUU-X/2012 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 82/PUU-X/2012 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan sosial terhadap

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 57/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 57/PUU-XV/2017 rtin MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 57/PUU-XV/2017 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 29/PUU-VIII/2010

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 29/PUU-VIII/2010 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 29/PUU-VIII/2010 PERIHAL PERMOHONAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi I. PEMOHON Pungki Harmoko II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-VIII/2010

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-VIII/2010 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-VIII/2010 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 102/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 102/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 102/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DAN UNDANG- UNDANG

Lebih terperinci