PENGEMBANGAN HUTAN KOTA BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN KOTA DENPASAR PANDE MADE WISNU TEMAJA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN HUTAN KOTA BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN KOTA DENPASAR PANDE MADE WISNU TEMAJA"

Transkripsi

1 a PENGEMBANGAN HUTAN KOTA BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN KOTA DENPASAR PANDE MADE WISNU TEMAJA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 b PENGEMBANGAN HUTAN KOTA BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN KOTA DENPASAR PANDE MADE WISNU TEMAJA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

3 c RINGKASAN PANDE MADE WISNU TEMAJA (E ). Pengembangan Hutan Kota Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan Kota Denpasar. Dibimbing oleh RACHMAD HERMAWAN dan LILIK BUDI PRASETYO. Kota Denpasar merupakan ibu kota Propinsi Bali. Kota Denpasar mengalami pertumbuhan dilihat dari pertambahan jumlah penduduk serta pembangunan di segala bidang. Keadaan ini akan menimbulkan permasalahan lingkungan yang paling terasa adalah peningkatan suhu permukaan, sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman. Salah satu komponen penting yang dapat menciptakan kenyamanan lingkungan kota menjadi lebih baik adalah hutan kota. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berupa pengembangan hutan kota yang sesuai sangat diperlukan untuk menekan terjadinya peningkatan suhu permukaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) distribusi suhu permukaan pada berbagai penutupan lahan di Kota Denpasar, (2) suhu permukaan yang diprediksikan dari konversi band 6 Landsat 7 ETM, dan (3) menentukan alternatif sebaran hutan kota berdasarkan distribusi suhu permukaan sesuai dengan tata ruang Kota Denpasar. Penelitian ini dilakukan di Kota Denpasar. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa citra Landsat 7 ETM (Path 116 Row 066) tanggal 15 Oktober 2009, dan peta batas administratif kecamatan Kota Denpasar. Pengolahan data citra Landsat 7 ETM dengan menggunakan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software ArcGIS 9.3 dan ERDAS Imagine 9.1, yang meliputi layer stack, koreksi geometrik, pemotongan citra, klasifikasi citra, dan uji akurasi. Penentuan distribusi suhu permukaan dilakukan dari konversi band 6. Kota Denpasar dengan luas ,6 ha pada tahun 2009 didominasi oleh penutupan lahan berupa lahan terbangun yaitu 49,45 % dari total luas wilayah Kota Denpasar. Hasil pengukuran di lapangan menunjukkan bahwa, nilai suhu permukaan tertinggi yaitu 30 C pada lahan terbuka, sedangkan nilai suhu permukaan terendah yaitu 27,89 C pada lahan vegetasi rapat. Berdasarkan estimasi band 6 pada citra landsat diperoleh nilai suhu permukaan tertinggi yaitu C pada lahan terbuka wilayah Kecamatan Denpasar Selatan (Kelurahan Sesetan), sedangkan nilai suhu permukaan terendah yaitu 17,9 C pada wilayah Kecamatan Denpasar Selatan yaitu tipe penutupan lahan mangrove. RTH di Kota Denpasar tahun 2009 seluas 43,11 % dari luas wilayah kota. Berdasarkan distribusi suhu permukaan diperoleh alternatif sebaran hutan kota yaitu, pada daerah pengembangan I, yaitu tipe pengamanan, industri, dan rekreasi, dengan bentuk hutan kota berupa jalur hijau, taman di halaman bangunan, dan taman atap. Daerah pengembangan II, yaitu tipe perlindungan, dengan bentuk hutan kota berupa taman. Daerah pengembangan III, yaitu tipe pemukiman, dan pengamanan, dengan bentuk hutan kota berupa taman di pekarangan dan jalur hijau. Daerah pengembangan IV, tipe rekreasi, dengan bentuk hutan kota berupa taman kota. Daerah pengembangan V, tipe pengamanan dan rekreasi, dengan bentuk hutan kota berupa jalur hijau di sepanjang tepi jalan-jalan arteri (jalur padat kendaraan). Kata kunci : Kota Denpasar, penutupan lahan, suhu permukaan, pengembangan hutan kota.

4 d SUMMARY PANDE MADE WISNU TEMAJA (E ). Developing Urban Forest Based on Surface Temperature Distribution of Denpansar City. Under supervison of RACHMAD HERMAWAN and LILIK BUDI PRASETYO. Denpasar is capital city of Bali Province. Denpasar city has been developing due to its population growth and development in many sectors. This condition resulted in environmental problem especially surface temperature increase which creates uncomfortable condition. One of important component to create comfortable environment in the city is urban forest. Appropriate planning of Open Green Space is needed to lowering surface temperature. The aims of this study are as follows : (1) identify surface temperature distribution of various land covers in Denpasar, (2) identify surface temperature which is predicted by converting band 6 Landsat 7 ETM, (3) determine the alternative of urban forest type based on surface temperature distribution which appropriate to Denpasar spatial planning. This study was conducted in Denpasar. Materials that were used in this study consisted of image Landsat 7 ETM (Path 116 Row 066) taken on 15 th October 2009, and administrative map of Denpasar. Data were processed using ArcGIS 9.3 and ERDAS Imagine 9.1 such as layer stack, geometric correction, subset image, image classification and accuracy test. Band 6 was used to determine surface temperature distribution. Denpasar was dominated by built up areas (49,45 %) out of ,6 ha of its total area. Based on band 6 estimation, the highest surface temperature was C in barren land of South Denpasar Subdistrict (Sesetan), meanwhile the lowest surface temperature was 17,9 C in mangrove area in South Denpasar District. The result showed that the highest surface temperature was 30 C in the form of barren land, meanwhile the lowest was 27,89 C in the form of dense vegetation space. Green Space in Denpasar in 2009 was 43,11% out of total area. Based on surface temperature distribution, there are some appropriate alternatives to develop urban forest. Urban forest type green belt, yard-park, green roof are appropriate in Developing area I that consists of security, industrial and recreational characteristics. Urban forest of park type is appropriate in Development area II, which has function as protection. Yard-park and green belt are appropriate in Developing area III that consists of settlements and and security. Garden city urban forest is appropriate in Developing area IV that consists of recreational characteristics. Urban forest type green belt along the arterial roads (solid line of vehicles) are appropriate in Developing area V that consists of security and recreational characteristics. Keywords: Denpasar city, land cover, surface temperature, urban forest developing

5 e PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Hutan Kota berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan Kota Denpasar adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2010 Pande Made Wisnu Temaja NRP E

6 f Judul Skripsi Nama NIM : Pengembangan Hutan Kota berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan Kota Denpasar : Pande Made Wisnu Temaja : E Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. NIP : NIP : Mengetahui, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Ketua Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP : Tanggal Pengesahan :

7 i KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Hyang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengembangan Hutan Kota berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan Kota Denpasar. Skripsi ini diharapkan memberi manfaat bagi banyak pihak dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada program studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari ketidaksempurnaan penulisan karya ilmiah ini, sehingga diharapankan adanya saran dan kritik dari pembaca untuk memperlancar dan memperoleh hasil penelitian selanjutnya yang lebih baik. Bogor, Desember 2010 Pande Made Wisnu Temaja NRP: E

8 b RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Gianyar, Bali, tanggal 5 September 1987 dari pasangan I Ketut Pande Suastawa dan I Gusti Ayu Suasthi. Penulis memiliki tiga saudara, yaitu Pande Putu Surya Dinata, Pande Ayu Wulan Paramita, dan Pande Ketut Bagus Panca Dana. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di SDN 3 Sukawati (tahun ), selanjutnya tahun pindah ke SD unggulan (SDN 5 Sukawati) kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP N 1 Sukawati (tahun ). Pendidikan menengah atas ditempuh penulis di SMAN 1 Sukawati dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui Jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan, seperti UKM Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma (2006-sekarang), Brahmacarya Bogor sebagai wakil ketua tahun , dan aktif dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova) tahun Penulis mengikuti kegiatan lapang dan profesi bidang kehutanan antara lain : Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Sancang-Kamojang pada tahun 2008, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2009, dan Praktek Kerja Lapang di Taman Nasional Alas Purwo pada tahun Penulis menyelesaikan penelitian dan menulis skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dengan judul Pengembangan Hutan Kota berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan Kota Denpasar, dibawah bimbingan Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc, dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc.

9 c UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan anugrah-nya kepada penulis. Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak, Mamak, dan keluarga yang telah memberikan doa, harapan, motivasi serta dukungan sehingga skripsi ini bisa selesai dengan baik. 2. Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc, dan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan selama penyelesaian tugas akhir ini. 3. Dr. Ir. Bintang C.H. Simangunsong, MS, Phd selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan, Dra. Sri Rahaju, M.Si selaku dosen penguji dari Departemen Manajemen Hutan, dan Ir. Andi Sukendro, M.Si selaku dosen penguji dari Departemen Silvikultur. 4. Bappeda Kota Denpasar, dan Biotrop atas bantuan data-datanya. 5. Made Suhandana, Arie Susanti, mbak Nina, mbak Ika, mas Arif, Aje, Age, Muis, Chaca, Des Novar, Liana, dan Arga atas bantuan dan masukannya. 6. Teman-teman Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Angkatan 42 dan 43 atas motivasi dan kepeduliannya sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini. 7. Keluarga besar Mahayana, yang telah membantu penulis sehingga mampu menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor. 8. Pihak lain yang telah banyak membantu dalam pengerjaan skripsi ini. Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis juga sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.

10 ii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat Kerangka Pemikiran... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Suhu Permukaan Hubungan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan Suhu Udara Hutan Kota Penginderaan Jauh... 7 BAB III METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Alat dan Bahan Teknik Pengukuran Suhu Permukaan Pengolahan Citra Satelit Landsat BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah Kota Denpasar Letak Astronomi Luas Wilayah Curah Hujan Temperatur Ketinggian BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penutupan Lahan Kota Denpasar... 20

11 iii 5.2 Penutupan Lahan Kota Denpasar Tahun Distribusi Suhu Permukaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pengembangan Hutan Kota BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 47

12 iv DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Luas penutupan lahan Kota Denpasar tahun Suhu permukaan Kota Denpasar pada berbagai tipe penutupan lahan Luasan suhu permukaan di Kota Denpasar tahun Luasan penutupan lahan Kota Denpasar tahun Luas penutupan lahan pada masing-masing kecamatan Kota Denpasar Alternatif bentuk dan tipe hutan kota di Kota Denpasar... 38

13 v DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Kerangka pemikiran penelitian Bagan pengolahan citra satelit Landsat Lokasi penelitian di Kota Denpasar Tipe penutupan lahan terbangun berupa pemukiman Tipe penutupan lahan berupa sawah Tipe penutupan lahan berupa vegetasi jarang Tipe penutupan lahan berupa vegetasi rapat Tipe penutupan lahan berupa lahan terbuka Tipe penutupan lahan berupa mangrove Tipe penutupan lahan badan air berupa sungai Peta penutupan lahan Kota Denpasar Kelas suhu permukaan pada berbagai penutupan lahan Peta distribusi suhu permukaan di Kota Denpasar tahun Peta ruang terbuka hijau Kota Denpasar tahun Ilustrasi optimalisasi lahan perkantoran Pengoptimalan lahan pekarangan Monumen Bajra Sandhi Ilustrasi pengembangan hutan kota berbentuk jalur hijau

14 vi DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Peta daerah pengembangan hutan kota berdasarkan distribusi suhu permukaan Tabel pengukuran suhu permukaan Kota Denpasar bulan Juli Peta lokasi pengukuran suhu permukaan Kota Denpasar tahun Tabel distribusi suhu permukaan berdasarkan citra Landsat di Kota Denpasar Tabel dan grafik distribusi suhu permukaan berdasarkan citra Landsat di Kecamatan Denpasar Utara Tabel dan grafik distribusi suhu permukaan berdasarkan citra Landsat di Kecamatan Denpasar Timur Tabel dan grafik distribusi suhu permukaan berdasarkan citra Landsat di Kecamatan Denpasar Selatan Tabel dan grafik Distribusi suhu permukaan berdasarkan citra Landsat di Kecamatan Denpasar Barat Tabel profil pohon Gambar profil pohon vegetasi rapat dan vegetasi jarang

15 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Denpasar merupakan ibu kota Propinsi Bali. Kota Denpasar mengalami pertumbuhan dilihat dari pertambahan jumlah penduduk serta pembangunan di segala bidang. Penduduk Kota Denpasar tahun 2000 adalah jiwa, sedangkan tahun 2008 jumlah penduduk meningkat menjadi jiwa (BPS Denpasar 2008). Jumlah kendaraan di Kota Denpasar pada tahun 2000 adalah sebanyak unit, sedangkan jumlah penduduk Kota Denpasar pada tahun yang sama adalah jiwa. Hal ini berarti hampir setiap penduduk memiliki satu unit kendaraan bermotor. Keadaan ini akan menimbulkan permasalahan lingkungan seperti: meningkatnya pencemaran udara, padatnya lalu lintas, minimnya vegetasi karena kurangnya ruang terbuka hijau khususnya hutan kota akibat terjadinya alih fungsi lahan, dan permasalahan yang paling terasa adalah peningkatan suhu permukaan yang dirasakan penduduk Kota Denpasar sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman. Permasalahan seperti kurang diperhatikannya pencemaran udara dan peningkatan suhu udara permukaan oleh penduduk setempat, akan memberikan dampak terhadap lingkungan perkotaan. Aktivitas kota yang menstimulasi timbulnya fenomena suhu diperkotaan, menjadi lebih tinggi dibandingkan daerah (rural) pinggiran kota. Gejala suhu permukaan yang makin tinggi di perkotaan khususnya pada lahan tidak bervegetasi memerlukan upaya pengendalian. Penetapkan resolusi yang tepat sebagai respon terhadap fenomena tersebut, perlu dilakukan pengembangan hutan kota yang penempatannya tepat. Memanfaatkan pepohonan sebagai pengendali suhu udara adalah suatu alternatif yang tepat. Salah satu komponen penting yang dapat menciptakan kenyamanan lingkungan kota menjadi lebih baik adalah hutan kota. Selain itu, hutan kota dapat menambah nilai estetika kota dan nilai perlindungan lingkungan terhadap kota. Menurut Irwan (2008), hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar, atau bergerombol (menumpuk) dengan struktur meniru (menyerupai) hutan alam,

16 2 membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan menimbulkan lingkungan sehat, nyaman, dan estetis. Hutan kota juga berfungsi untuk menyegarkan udara atau sebagai "paruparu kota", menurunkan suhu kota dan meningkatkan kelembaban, sehingga daerah disekitarnya menjadi nyaman, indah, dan udaranya sejuk (Irwan 2008). Oleh karena itu, diperlukan perencanaan ruang terbuka hijau berupa pengembangan hutan kota yang sesuai untuk menekan terjadinya peningkatan suhu permukaan. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini yaitu: 1. Untuk mengetahui distribusi suhu permukaan pada berbagai penutupan lahan di Kota Denpasar. 2. Mengetahui suhu permukaan yang diprediksikan dari konversi band 6 Lansar 7 ETM. 3. Menentukan alternatif sebaran hutan kota berdasarkan distribusi suhu permukaan sesuai dengan tata ruang Kota Denpasar. 1.3 Manfaat 1. Sebagai masukan bagi pengambil kebijakan dan instansi terkait tentang pentingnya mempertahankan luasan Ruang Terbuka Hijau khususnya hutan kota dalam menyusun rencana pengembangan Kota Denpasar. 2. Sebagai dasar pertimbangan pengembangan hutan kota di daerah perkotaan. 1.4 Kerangka Pemikiran Pola penyebaran hutan kota yang belum merata tidak hanya akan mengurangi nilai estetika kota, tetapi juga mempengaruhi nilai perlindungan lingkungan terhadap kota. Pesatnya pertumbuhan penduduk di Kota Denpasar akan mengakibatkan kepadatan penduduk yang tidak sebanding dengan luas wilayah. Kenyataan ini akan menimbulkan ketidakserasian lingkungan karena kawasan hijau atau ruang terbuka semakin sempit akibat beralih fungsi menjadi lahan terbangun. Permasalahan lingkungan seperti kurang diperhatikannya pencemaran udara dan peningkatan suhu udara permukaan oleh penduduk

17 3 setempat, akan memberikan dampak terhadap lingkungan perkotaan. Kerangka pemikiran penelitian tersaji pada Gambar 1. Pembangunan kota yang terus meningkat Peralihan lahan pada ruang terbuka Kawasan terbuka Kawasan bervegetasi Berpengaruh terhadap suhu permukaan Dampak (peningkatan suhu permukaan) Mengurangi kenyaman lingkungan Metode pengumpulan data: a. Pengukuran suhu permukaan b. Pendugaan Citra Landsat Pengukuran suhu permukaan: pengukuran di berbagai tipe penutupan lahan Untuk memperoleh data suhu permukaan pada masingmasing lokasi pengamatan Citra Landsat: pemilihan band dan konversi band 6 Landsat 7 ETM Untuk memperoleh peta penutupan lahan dan distribusi suhu permukaan Menghubungkan data distribusi suhu permukaan terhadap pengembangan hutan kota Penentuan alternalif pengembangan hutan kota yang sesuai dengan kondisi ekosistem dan pembangunan fisik di Kota Denpasar Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

18 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Menurut Kartasapoetra (2008) suhu adalah derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan thermometer. Satuan suhu yang biasa digunakan adalah Celsius ( C), sedangkan di Inggris dan beberapa negara lainnya dinyatakan dalam Fahrenheit ( F). Menurut Santosa (1986) suhu udara akan berfluktuasi dengan nyata selama periode 24 jam. Fluktuasi suhu udara berkaitan erat dengan proses pertukaran energi yang berlangsung di atmosfer. Serapan energi radiasi matahari ini akan menyebabkan suhu udara meningkat. Suhu udara harian maksimum tercapai beberapa saat setelah intensitas cahaya maksimum tercapai. Suhu maksimum adalah suhu tertinggi suatu tanaman dapat tumbuh, sedangkan suhu minimum adalah suhu terendah tanaman dapat hidup. Suhu optimum adalah suhu terbaik yang dibutuhkan tanaman agar proses pertumbuhannya dapat berjalan lancar (Kartasapoetra 2008). Pengukuran suhu permukaan dilakukan pada ketinggian ± 1,5 m dari permukaan tanah untuk setiap tipe penutupan lahan. Menurut Tjasyono (1992) diacu dalam Tauhid (2008), dipilihnya tinggi ± 1,5 m karena pada ketinggian ini memungkinkan data pengukuran dapat berlaku untuk daerah yang lebih luas. Pada ketinggian yang lebih rendah (dekat permukaan tanah), terdapat gangguangangguan keadaan (sifat-sifat) alam. 2.2 Hubungan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan Suhu Udara Menurut hasil penelitian Effendy (2007) setiap laju pengurangan atau penambahan RTH menyebabkan peningkatan atau berkurangnya suhu udara dengan laju yang tidak sama. Setiap pengurangan RTH menyebabkan peningkatan suhu udara lebih besar dibandingkan dengan penambahan RTH. Setiap pengurangan 50 % RTH menyebabkan peningkatan suhu udara sebesar 0,4-1,8 C, sedangkan penambahan RTH 50 % hanya menurunkan suhu udara sebesar 0,2-0,5 C. Hasil ini membuktikan pentingnya mempertahankan keberadaan RTH. Ditemukan pula bahwa setiap penambahan atau pengurangan RTH berakibat pada

19 5 turun atau naiknya suhu udara dengan nilai relatif besar di wilayah perkotaan dibandingkan wilayah kabupaten. Hasil penelitian Wardhana (2003) menyebutkan bahwa suhu permukaan di masing-masing penutupan lahan Kota Bogor umumnya meningkat karena adanya penambahan luas pada penutupan lahan industri, lahan terbuka, dan pemukiman yang banyak menghasilkan panas. Sementara itu, penutupan lahan yang meredam kenaikan suhu seperti vegetasi tinggi atau hutan, tanaman semusim, dan tubuh air. Namun ada beberapa lokasi yang menunjukkan ketidaksesuaian antara perubahan suhu dengan jenis penutupan lahannya. Tingginya suhu udara di daerah tersebut kemungkinan disebabkan adanya sumber panas lain. 2.3 Hutan Kota Menurut Irwan (2008), hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar, atau bergerombol (menumpuk) dengan struktur meniru (menyerupai) hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan menimbulkan lingkungan sehat, nyaman, dan estetis Fungsi hutan kota Fungsi dan manfaat hutan kota menurut Irwan (2008) adalah: 1. Fungsi lansekap, yakni meliputi fungsi fisik dan fungsi sosial. Fungsi fisik, yaitu berfungsi antara lain untuk perlindungan terhadap angin, sinar matahari, pemandangan yang kurang bagus, dan terhadap bau. Jenis-jenis tanaman yang mempunyai kemampuan yang sedang hingga tinggi dalam menurunkan kandungan timbal dari udara adalah damar (Agathis alba), mahoni (Swietenia macrophylla), pala (Myristica fragrans), dan johar (Cassia sp). Jenis tanaman yang memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pencemaran debu semen, serta memiliki kemampuan yang tinggi dalam menjerap dan menyerap debu semen adalah mahoni (Swietenia macrophylla), bisbul (Diospyros blancoi), kenari (Canarium commune), meranti merah (Shorea parvifolia Dyer.), krey payung (Filicium decipiens), dan kayu hitam (Guatteria rumphii Bl.). Fungsi sosial yakni dengan adanya hutan kota yang tertata dengan baik akan memberikan tempat interaksi sosial yang menyenangkan.

20 6 2. Fungsi pelestarian lingkungan (ekologi) Hutan kota berfungsi untuk menyegarkan udara atau sebagai "paru-paru kota", menurunkan suhu kota dan meningkatkan kelembaban, sebagai ruang hidup satwa, mengurangi polusi udara serta menjerap dan menyerap debu, peredaman kebisingan, tempat pelestarian plasma nutfah, bio-indikator dari timbulnya masalah lingkungan, dan dapat menyuburkan tanah. 3. Fungsi estetika. Tumbuh-tumbuhan dapat memberikan keindahan dari garis, bentuk, warna, dan tekstur yang ada dari tajuk, daun, batang, cabang, kulit batang, akar, bunga, buah maupun aroma Tipe hutan kota Tipe hutan kota yang akan dibangun di suatu kawasan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat serta tujuan dari dibangunnya hutan kota. Dahlan (1992) menyebutkan bahwa tipe hutan kota dapat dibedakan menjadi: a). Tipe Pemukiman, hutan kota di daerah pemukiman dapat berupa taman dengan komposisi tanaman pepohonan yang dikombinasikan dengan semak dan rerumputan. b). Tipe Kawasan Industri, hutan kota yang dikembangkan di kawasan industri hendaknya memilih jenis-jenis tanaman yang tahan serta mampu menyerap dan menjerap polutan. c). Tipe Rekreasi dan Keindahan, rekreasi pada kawasan hutan kota bertujuan menyegarkan kembali kondisi yang jenuh dengan kegiatan rutin melalui sajian alam yang indah, segar, dan penuh ketenangan. d). Tipe Pelestarian Plasma Nutfah, hutan konservasi mengandung tujuan untuk mencegah kerusakan perlindungan dan pelestarian terhadap sumberdaya alam. e). Tipe Perlindungan, areal kota dengan mintakat kelima yaitu daerah dengan kemiringan yang cukup tinggi dan ditandai oleh adanya tebing-tebing curam ataupun daerah tepian sungai, yang perlu dijaga dengan membangun hutan kota agar terhindar dari bahaya erosi dan tanah longsor. f). Tipe Pengaman Hutan Kota, tipe pengaman berbentuk jalur hijau di sepanjang tepi jalan bebas hambatan. Tanaman perdu yang liat dan dilengkapi dengan jalur tanaman pisang serta tanaman merambat dari legum secara berlapis-lapis, akan dapat menahan kendaraan yang keluar dari jalur jalan karena pecah ban, patah stir, atau pengemudi mengantuk.

21 Bentuk-bentuk hutan kota Bentuk hutan kota tergantung kepada bentuk lahan yang tersedia untuk hutan kota. Menurut Irwan (2008) menyebutkan bahwa bentuk hutan kota dapat dibagi menjadi: 1. Berbentuk bergerombol atau menumpuk adalah hutan kota dengan komunitas tumbuh-tumbuhannya terkonsentrasi pada suatu areal dengan jumlah tumbuhtumbuhannya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan. 2. Berbentuk menyebar yaitu hutan kota yang tidak mempunyai pola tertentu, dengan komunitas vegetasi yang tumbuh menyebar dan terpencar dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil. 3. Berbentuk jalur yaitu komunitas tumbuh-tumbuhannya tumbuh pada lahan yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran dan lainnya. 2.4 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer 1990). Penginderaan jauh didasarkan pada satuan pengamatan terkecil berupa piksel. Apabila dalam satu piksel dijumpai berbagai tipe tutupan lahan, maka dianggap mewakili tutupan lahan tertentu, yang secara rata-rata lebih menonjol jumlahnya daripada tipe lainnya. Misalkan piksel tersebut dianggap sebagai lahan terbangun yang didalamnya terdapat RTH, dan badan air, namun secara rata-rata lebih dominan lahan terbangun (Effendy 2007) Aplikasi penginderaan jauh satelit Landsat TM (Thematic Mapper) Kenampakan citra dalam penyajian detil atau data dipengaruhi oleh tingkat resolusi. Resolusi adalah daya pisah citra, yakni ukuran terkecil objek yang masih dapat dikenali citra. Makin kecil objek yang dapat dikenali atau makin tinggi resolusinya, kualitas citra semakin baik. Pada citra satelit Landsat thematic mapper (TM) mempunyai resolusi (30 x 30) m 2, artinya objek yang ukurannya lebih kecil dari 30 meter tidak dapat dikenali (tidak tampak) dalam citra, sehingga

22 8 lahan sawah yang ukurannya kurang dari (30 x 30) m 2 tidak akan tampak atau dikenali pada citra satelit. Thematic mapper (TM) merupakan suatu sensor optik pencitraan yang beroperasi pada saluran tampak dan inframerah bahkan saluran spektral. Sensor ini bekerja dengan prinsip dasar yang sama dengan Multispectral Scanner (MSS), namun menghasilkan resolusi radiometrik dan spasial yang lebih baik Aplikasi Landsat untuk studi suhu permukaan Pengukuran suhu biasanya meliputi penempatan instrumen pengukur yang bersentuhan dengan atau terbenamkan dalam badan yang diukur suhunya (suhu kinetik). Suhu kinetik merupakan ungkapan internal terjemahan tenaga rata-rata molekul yang menyusun tubuh. Selain ungkapan internal, objek juga memancarkan tenaga, sebagai fungsi suhunya. Tenaga yang dipancarkan merupakan ungkapan eksternal keadaan tenaga objek yang dapat diindera dari jarak jauh dan digunakan untuk menentukan suhu pancaran (radiant temperature) objek (Lillesand dan Kiefer 1990). Penelitian Effendy (2007) tentang pengukuran suhu permukaan di Jabotabek, berdasarkan dugaan suhu udara yang diektrak dari citra Landsat tahun 1991, 1997, dan Hasil penelitian menunjukkan nilai suhu permukaan hasil ektrak Landsat lebih rendah daripada data sesungguhnya (hasil pengukuran di stasiun yang tersebar di Jabotabek pada waktu yang sama). Kalibrasi harus dilakukan supaya data hasil ektrak Landsat sesuai dengan data observasi. Kalibrasi dilakukan dengan cara analisis regresi antara peubah prediktor yaitu suhu dengan hasil ektrak Landsat, sedangkan peubah respon yaitu suhu udara hasil observasi dari 12 stasiun di Jabotabek. Wardhana (2003) melakukan pengukuran suhu udara berdasarkan estimasi dari band 7, yang telah dikorelasikan dengan data suhu stasiun permukaan. Kemudian menghasilkan model regresi umum untuk kasus Kota Bogor tahun 2001 adalah y = 0,045x + 24,964 dengan y adalah suhu permukaan dan x adalah nilai digital number dari data band 7. Diperoleh kelas suhu pada tahun 2001 yang tertinggi adalah kelas penutupan lahan industri dan pemukiman yaitu 27 sampai 29 C.

23 9 Penelitian Okarda (2005) tentang distribusi suhu permukaan di Kabupaten Cianjur, berdasarkan estimasi band 7 pada citra Landsat 5 TM pada periode tahun 1997 dan Berdasarkan citra Landsat band 7 dicari nilai radiometer count pada lokasi yang sesuai di koordinat lokasi stasiun permukaan. Kemudian nilai radiometer count citra dikoreksi dengan nilai suhu dari stasiun permukaan. Selanjutnya diperoleh suatu persamaan linier: y = ax + b. y adalah suhu udara stasiun permukaan, x adalah nilai piksel citra pada band 7, dan a, b merupakan konstanta. Hasil penelitian menunjukkan distribusi suhu permukaan di Kabupaten Cianjur pada tahun 1997 dan 2001 berkisar antara 19 sampai 30 C. Penelitian Wahyudi (2006) tentang pendugaan suhu udara, menggunakan citra satelit TERRA atau ASTER band 10 sampai band 14. Persamaan untuk menduga suhu tanah pada kedalaman tertentu, digunakan sebagai penduga suhu udara dari suhu permukaan. Persamaan tersebut sebenarnya digunakan untuk menduga suhu tanah, namun dengan mengetahui nilai diffusivitas thermal udara, maka suhu udara dapat diduga dengan persamaan tersebut. Nilai rata-rata suhu permukaan untuk band yang diperoleh kurang sesuai (sangat tinggi) yaitu 40 C. Band 13 nilai rata-rata suhu permukaan cukup menggambarkan kondisi suhu permukaan di lapangan karena kisarannya tidak terlalu jauh dari hasil pengukuran di lapangan yaitu 27 sampai 35 C. Hasil dari band 14 nilai rata-rata suhu permukaan terlalu rendah yaitu 24 C. Penelitian Maulida (2008) tentang suhu permukaan di Kota Bandung berdasarkan korelasi antara NDVI dengan suhu permukaan, serta estimasi band 6 pada citra Landsat 7 ETM pada periode tahun 1997, 2002, dan Hasil penelitian diperoleh sebaran suhu permukaan di Kota Bandung berbentuk mengelompok, yaitu di daerah rural meliputi selang suhu 14 sampai < 22 C, daerah sub urban meliputi selang suhu 22 sampai < 25 C, sedangkan daerah urban meliputi selang suhu 26 sampai 31 C. Penelitian Waluyo (2009) tentang distribusi suhu permukaan di Kota Semarang berdasarkan korelasi antara NDVI dengan suhu permukaan, serta estimasi band 6 pada citra Landsat 7 ETM pada periode tahun Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai suhu antara 20,0 sampai 34,0 C. Nilai suhu dengan luasan distribusi terbesar adalah suhu 34,0 C, yang

24 10 terdistribusi di seluruh wilayah Kota Semarang. Dengan nilai suhu 34,0 C, merupakan nilai yang sangat tinggi sehingga fenomena UHI (Urban Heat Island) terjadi di Kota Semarang selama periode tahun

25 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Alat Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain: seperangkat komputer yang dilengkapi dengan paket Sistem Informasi Geografis (perangkat keras dan lunak) termasuk software ArcGIS 9.3 dan software ERDAS Imagine 9.1, termometer dry-wet untuk mengukur suhu udara, alat pengukur waktu (jam tangan), GPS (Global Position System) untuk menentukan posisi arah lokasi pengamatan, serta kamera digital Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Landsat 7 ETM path/row 116/066 Kota Denpasar, pencitraan satelit tanggal 15 Oktober 2009, dan peta digital batas administrasi Kota Denpasar sebagai bahan data primer. 3.3 Teknik Pengukuran Suhu Permukaan Data yang dikumpulkan berupa data primer yang diperoleh dengan cara observasi (pengamatan langsung). Kemudian mencatat dan mengolah data hasil pengukuran. Pengukuran suhu dilakukan di berbagai tipe penutupan lahan Kota Denpasar, pada pukul WITA untuk menyesuaikan dengan waktu pencitraan satelit. Pengukuran suhu dilakukan pada ketinggian ± 1,5 m dari permukaan tanah untuk setiap tipe penutupan lahan. Menurut Tjasyono (1992) diacu dalam Tauhid (2008), dipilihnya tinggi ± 1,5 m karena pada ketinggian ini memungkinkan data pengukuran dapat berlaku untuk daerah yang lebih luas. Pada

26 12 ketinggian yang lebih rendah (dekat permukaan tanah), maka akan terdapat gangguan-gangguan keadaan (sifat-sifat) alam. Pada setiap tipe penutupan lahan dilakukan pengambilan data suhu selama tiga hari dengan kondisi cuaca yang sama (cerah, tidak berawan). Pengukuran dilakukan dalam waktu bersamaan pada titik-titik pengamatan, dimulai pukul WITA dan mempunyai interval waktu pengukuran tiap 15 menit sebanyak tiga ulangan. 3.4 Pengolahan Citra Satelit Landsat Layer stack Layer stack merupakan suatu proses penggabungan band. Band yang berbentuk.tiff dikonversi menjadi bentuk.img dan penggabungan band dilakukan sesuai kebutuhan. Pada penelitian ini band yang digunakan adalah band 1, 2, 3, 4, 5, dan 7, sedangkan untuk band 6 hanya dikonversi dari bentuk.tiff menjadi.img Perbaikan citra (Image Restoration) Perbaikan citra perlu dilakukan terhadap data citra satelit, yang bertujuan untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan radiometrik dan geometrik yang terdapat pada data citra satelit tersebut. Data citra yang telah dilayer stack kemudian dikoreksi berdasarkan koordinat geografisnya yang disebut dengan koreksi geometrik. Koreksi geometrik bertujuan untuk menyamakan posisi pada citra dengan posisi pada bumi menggunakan acuan peta rupa bumi (memperbaiki distorsi geometrik). Pada penelitian ini koordinat yang digunakan adalah Universal Transverse Mercator (UTM) dan sebagai acuan adalah peta rupa bumi yang telah terkoreksi. Penggunaan koordinat UTM dimaksudkan untuk mempermudah proses analisis. Langkah-langkah pengkoreksian citra adalah sebagai berikut: a. Koreksi geometrik citra menggunakan titik ikat medan Ground Control Point (GCP) pada citra Landsat yang akan dikoreksi dengan peta atau citra acuan. Pada penelitian ini yang digunakan adalah peta rupa bumi yang telah terkoreksi. Dari citra yang akan dikoreksi diambil koodinat filenya, dan citra acuan diambil koordinat lintang dan bujur pada lokasi yang sama. b. Melakukan proses resampling dengan metode nearest neighbourhood interpolation. Nilai digital piksel hasil dari citra acuan ke citra yang akan

27 13 dikoreksi adalah nilai-nilai digital tiap piksel yang memiliki nilai atau lokasi terdekat tanpa memperhatikan adanya pergeseran kecil. Keunggulan dari metode ini adalah perhitungan sederhana dan menghindari perubahan nilai piksel. Akan tetapi kenampakan pada matriks keluaran dapat digeser secara spasial hingga setengah piksel, dan dapat menyebabkan adanya kenampakan yang tidak bersambungan pada hasil citra Pemotongan citra (Subset Image) Proses pertama dalam pemotongan citra yaitu penentuan lokasi penelitian (clipping) berdasarkan batas administrasi wilayah Kota Denpasar. Selanjutnya, setelah diperoleh batasan areal lokasi penelitian kemudian proses pemotongan citra dapat dilakukan. Pemotongan citra dilakukan dengan memotong wilayah yang menjadi objek penelitian, dimana peta rupa bumi hasil digitasi (peta digital) dapat dijadikan acuan pemotongan citra. Batas wilayah yang akan dipotong dibuat dengan area of interest (aoi), yaitu pada wilayah yang termasuk ke dalam Kota Denpasar Klasifikasi citra (Image Classification) Interpretasi citra Landsat 7 ETM dilakukan dengan melihat karakteristik dasar kenampakan penutupan lahan pada citra yang dibantu dengan unsur-unsur interpretasi (Lillesand dan Kiefer 1990). Klasifikasi merupakan proses kegiatan pengelompokan dari nilai-nilai spektral pada citra. Terdapat dua metode pengelompokan kelas yaitu klasifikasi terbimbing dan klasifikasi tidak terbimbing. Klasifikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing yang merupakan training sample. Data citra yang digunakan adalah Landsat 7 ETM Path/Row: 116/066. Adapun langkah yang dilakukan adalah: a. Pengambilan sample Daerah latihan (training sample areas) diambil sebelum dilakukan proses klasifikasi peta, dengan menggunakan citra Landsat yang telah dikoreksi sebagai acuan. Pengambilan sampel berdasarkan pada kenampakan warna yang terdapat pada citra atau pengamatan visual. Sampel dibagi dalam tipe penutupan lahan bervegetasi berdasarkan pengamatan di lapangan yaitu (1) vegetasi rapat jarak antar pohon 2-5 m dengan kerapatan tajuk cukup rapat (gambar profil pohon dapat dilihat pada lampiran 10) dan pohon yang memiliki

28 14 diameter 20 cm, (2) vegetasi jarang jarak antar pohon 5-7 m dengan kerapatan tajuk jarang dan pohon berdiameter 20 cm), (3) mangrove, (4) sawah, (5) lahan terbuka, (6) lahan terbangun, (7) badan air, dan (8) penutupan lahan tidak ada data berupa awan dan bayangan awan. b. Proses klasifikasi Klasifikasi dilakukan terhadap hasil sampling dengan menggunakan metode pengkelas kemiripan maksimum (maximum likelihood classification). Metode klasifikasi pengkelas kemiripan maksimum yaitu metode mempertimbangkan kemiripan spektral dengan spektral maksimum suatu objek. Nilai spektral yang dominan akan dimasukkan menjadi satu kelas dan jika nilai spektralnya jauh dari maksimum akan dimasukkan ke dalam kelas lain. Pada proses klasifikasi ini akan diperoleh citra kelas penutupan lahan dan persentase penutupan lahan dari masing-masing kelas Uji akurasi Uji akurasi dilakukan berdasarkan overall clasification accuracy dan overall kappa statistics untuk klasifikasi suatu penutupan lahan. Uji akurasi digunakan untuk melihat seberapa besar kesesuaian antara hasil klasifikasi dengan kondisi tutupan lahan di lapangan. Menurut USGS (2002) menyebutkan bahwa, tingkat akurasi ketelitian interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh tidak kurang dari 85% Konversi band 6 menjadi suhu udara permukaan Data citra yang dikonversi adalah nilai-nilai piksel pada band 6 citra Landsat yang disebut digital number (DN). Pengkorvesian band 6 ini dilakukan dengan membuat model pada model maker yang ada pada aplikasi ERDAS Imagine. Model maker dibuat untuk mengkorvesi nilai-nilai pada citra Landsat band 6. Konversi data citra menjadi temperatur menggunakan dua tahapan konversi yaitu: a. Konversi digital number (DN) menjadi spektral radian (L λ ) Radiance (L λ ) = (gain x DN) + offset Keterangan: L λ = spektral radian dalam watt Gain merupakan konstanta (0,05518) DN (digital number) berasal dari nilai piksel pada citra

29 15 Offset merupakan konstanta (1,2378) b. Konversi spektral radian menjadi temperatur. Persamaan konversi spektral radian menjadi temperatur adalah sebagai berikut: T = Keterangan: T = temperatur ( K) K2 K1 ln + 1 L λ K1= konstanta dalam watt dengan nilai 607,76 untuk Landsat 5/TM dan 666,09 untuk Landsat 7/ETM K2= konstanta Kelvin dengan nilai 1260,56 untuk Landsat 5/TM dan 1282,71 untuk Landsat 7/ETM L λ = spektral radiansi (W/(m 2 *ster*µm)) Output yang dihasilkan berupa peta distribusi suhu. Kemudian dilakukan deliniasi pada peta untuk menentukan alternatif daerah pengembangan hutan kota berdasarkan distribusi suhu permukaan. Deliniasi dilakukan berdasarkan poligon terluar dari kelas suhu permukaan tertentu.

30 16 Citra Landsat 7 ETM Pemilihan Band Band 1, 2, 3, 4, 5, dan 7 Band 6 Layer Stack Layer stack Koreksi Geometrik Peta rupa bumi Koreksi Geometrik Citra Terkoreksi Citra Terkoreksi Pemotongan Citra Pemotongan Citra Klasifikasi Informasi Penutupan Lahan Konversi Tidak Uji Akurasi Ground check Klasifikasi Diterima Pewarnaan ulang (recode) Pewarnaan ulang (recode) Peta Kelas Distribusi Suhu Perrmukaan Peta Tutupan Lahan Analisis Luasan Penutupan Lahan dan Luasan Distribusi Suhu Permukaan Gambar 2 Bagan pengolahan citra satelit Landsat.

31 17 Sumber: Pemkot Denpasar (2008) Gambar 3 Lokasi penelitian di Kota Denpasar.

32 18 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Kota Denpasar Kota Denpasar merupakan ibu kota propinsi yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan penduduk, serta pembangunan di segala bidang terus meningkat. Denpasar pada mulanya merupakan pusat kerajaan Badung, kemudian menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Badung. Pada tahun 1958 Denpasar dijadikan pusat pemerintahan Propinsi Daerah Tingkat I Bali. Kota Denpasar menjadi pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat pendidikan, pusat industri, dan pusat pariwisata yang terdiri dari empat kecamatan, yaitu Kecamatan Denpasar Utara, Denpasar Timur, Denpasar Selatan, dan Denpasar Barat. Melihat perkembangan administratif Kota Denpasar dari berbagai sektor sangat pesat, maka tidak mungkin hanya ditangani oleh pemerintah yang berstatus Kota Administratif. Oleh karena itu, dibentuk pemerintahan kota yang mempunyai wewenang otonomi untuk mengatur dan mengurus daerah perkotaan. Pada tanggal 15 Januari 1992 dibentuk Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1992 tentang Pembentukan Kota Denpasar, dan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 27 Februari Letak Astronomi Kota Denpasar terletak di tengah-tengah dari pulau Bali, selain merupakan ibu kota Daerah Tingkat II, juga merupakan ibu kota Propinsi Bali sekaligus sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, perekonomian. Letak yang sangat strategis ini sangat menguntungkan, baik dari segi ekonomis maupun dari kepariwisataan karena merupakan titik pusat berbagai kegiatan, sekaligus sebagai penghubung dengan kabupaten lainnya. Kota Denpasar terletak diantara 08 35" 31'-08 44" 49' lintang selatan dan " 23' " 27' bujur timur, yang berbatasan dengan: di sebelah utara Kabupaten Badung, di sebelah timur Kabupaten Gianyar, di sebelah selatan Selat Badung dan di sebelah barat Kabupaten Badung. Ditinjau dari topografi keadaan medan Kota Denpasar secara umum miring ke arah selatan dengan ketinggian berkisar antara 0-75 m di atas

33 19 permukaan laut. Morfologi landai dengan kemiringan lahan sebagian besar berkisar antara 0-5 % namun di bagian tepi kemiringannya bisa mencapai 15 %. 4.3 Luas Wilayah Luas seluruh Kota Denpasar 127,78 km 2 atau ha, yang merupakan tambahan dari reklamasi Pantai Serangan seluas 380 ha. Berdasarkan luasan tersebut tata guna lahannya meliputi tanah sawah ha dan tanah kering ha. 4.4 Curah Hujan Kota Denpasar termasuk daerah beriklim tropis yang dipengaruhi angin musim sehingga memiliki musim kemarau dengan angin timur (Juni-Desember) dan musim hujan dengan angin barat (September-Maret) dan diselingi oleh musim pancaroba. Jumlah curah hujan tahun 2006 di Kota Denpasar mm, dengan curah hujan berkisar antara ,0 mm dan rata-rata 119,4 mm. Bulan basah (curah hujan > 100 mm/bl) selama empat bulan yang jatuh pada bulan Januari- April. Bulan kering (curah hujan < 100 mm/bl) selama delapan bulan dari bulan Mei-Desember. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari (466 mm) dan terendah terjadi pada bulan September (10 mm). Jumlah hujan tahun 2005 adalah mm, sedangkan tahun 2006 sebanyak mm, menurun 36,8%. 4.5 Temperatur Temperatur rata-rata pada tahun 2005 berkisar antara 24,7 sampai 28,7 C, dengan rata-rata 26,6 C. Temperatur terendah terjadi pada bulan November (24,7 C) dan tertinggi pada bulan Februari (28,7 C) yaitu terjadi penurunan temperatur sebesar 3,7 C dari 32,4 C pada tahun 2004 menjadi 28,7 C pada tahun Ketinggian Wilayah Kota Denpasar sebagian besar berada pada ketinggian tempat antara 0-75 m dari permukaan air laut. Denpasar Selatan seluruhnya terletak pada ketinggian 0-12 m di atas permukaan air laut. Sedangkan Denpasar Timur, Denpasar Barat, dan Denpasar Utara terletak pada ketinggian 0-75 m di atas permukaan laut.

34 20 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kota Denpasar Hasil interpretasi dan analisis citra Landsat 7 ETM bulan Oktober tahun 2009, Kota Denpasar mempunyai luas wilayah ,6 ha. Berdasarkan kombinasi band 5, band 4, dan band 3 melalui klasifikasi terbimbing (supervised classification), penutupan lahan di Kota Denpasar diklasifikasikan menjadi: 1. Lahan Terbangun (pemukiman, area perdagangan, kawasan industri, perkantoran, dan jalan raya) 2. Sawah 3. Vegetasi jarang (kebun campuran, jalur hijau, dan taman) 4. Vegetasi rapat (hutan adat) 5. Lahan terbuka (tanah terbuka yang ditumbuhi rumput atau alang-alang, atau lahan yang akan dijadikan area proyek pembangunan) 6. Mangrove 7. Badan air (sungai, dan pantai) 8. Tidak ada data (awan dan bayangan awan) Proses klasifikasi yang dilakukan pada citra Landsat 7 ETM tahun 2009 menghasilkan tingkat akurasi berdasarkan overall clasification accuracy dan overall kappa statistics sebesar 89,04 % dan 0,8496. Menurut USGS (2002), tingkat akurasi ketelitian interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh tidak kurang dari 85 %. Tipe penutupan lahan di Kota Denpasar adalah sebagai berikut: Lahan terbangun Tipe penutupan lahan berupa lahan terbangun meliputi pemukiman, area perdagangan, kawasan industri, perkantoran, dan jalan raya. Tipe penutupan lahan terbangun ini mendominasi kawasan di Kota Denpasar dengan luasan 6.375,110 ha. Hasil sensus yang dilakukan BPS Denpasar (2008), jumlah penduduk di Kota Denpasar meningkat dari tahun yaitu sebesar jiwa. Seiring pertumbuhan penduduk di Kota Denpasar diperkirakan luas lahan terbangun ini

35 21 akan semakin bertambah. Hasil klasifikasi citra Landsat untuk tipe penutupan lahan terbangun dicirikan dengan warna merah. Gambar 4 Tipe penutupan lahan terbangun berupa pemukiman Sawah Sawah di Kota Denpasar berupa sawah irigasi (subak). Sawah juga dapat dibedakan menjadi dua yaitu sawah belum ditanami dan sawah siap panen. Sawah belum ditanami pada umumnya tegenang air, hal ini menyebabkan pada citra Landsat ETM terdeteksi sebagai badan air. Sawah dengan warna biru keunguan untuk sawah basah, dan warna hijau muda untuk sawah dengan tanaman padi, sedangkan dalam pengklasifikasiannya dicirikan dengan warna kuning. Lahan persawahan tersebar pada empat kecamatan di Kota Denpasar. (a) (b) Gambar 5 Tipe penutupan lahan berupa sawah. (a) Sawah belum ditanami; (b) Sawah siap panen Vegetasi jarang Tipe penutupan lahan untuk vegetasi jarang di Kota Denpasar berupa kebun campuran, jalur hijau, dan taman (jarak antar pohon 5-7 m dan pohon berdiameter 20 cm). Berdasarkan interpretasi citra Landsat, vegetasi jarang

36 22 dicirikan dengan warna hijau muda. Dalam pengklasifikasian vegetasi jarang juga dicirikan dengan warna hijau muda. Pada vegetasi jarang jenis tumbuhan yang tumbuh atau ditanam seperti bambu (Bambusa sp.), pisang (Heliconia sp.), kelapa (Cocos nucifera), angsana (Pterocarpus indicus), mahoni (Swietenia mahagoni), palem raja (Roystonea regia), krey payung (Filicium decipiens), mangga (Mangifera indica), kelor (Moringa oliefera Lamk.), asam (Tamarindus indica L.), turi (Sesbania grandiflora), dan kelor (Moringa oliefera Lamk.) (a) (b) Gambar 6 Tipe penutupan lahan berupa vegetasi jarang. (a) Kebun campuran di Kec. Denpasar Timur (b) Jalur hijau di Puputan Vegetasi rapat Tipe penutupan lahan untuk vegetasi rapat meliputi hutan adat (tempat pemakaman). Vegetasi rapat merupakan pohon-pohon yang tumbuh dengan jarak antar pohon 2-5 m dan pohon berdiameter 20 cm. Penutupan lahan berupa vegetasi rapat berdasarkan interpretasi hasil citra Landsat dicirikan dengan warna hijau tua. Pada vegetasi rapat, jenis tumbuhan yang tumbuh seperti mangga (Mangifera indica), meranti (Shorea macrophylla), ketapang (Terminalia cattapa L.), nangka (Artocarpus heterophyllus), beringin (Ficus benjamina), pule (Alstonia scholaris R.Br.), asam (Tamarindus indica L.), dan mahoni (Swietenia mahagoni).

37 23 (a) (b) Gambar 7 Tipe penutupan lahan berupa vegetasi rapat. (a) Hutan adat Kec. Denpasar Barat (b) Hutan adat Kec. Denpasar Timur Lahan terbuka Tipe penutupan lahan ini merupakan lahan dalam kondisi tidak bervegetasi seperti lapangan, tanah gundul, dan tempat-tempat yang direncanakan menjadi lahan pemukiman atau area proyek pembangunan. Untuk penutupan lahan berupa lahan terbuka, pada citra Landsat dicirikan dengan warna merah muda kekuningan, sedangkan dalam pengklasifikasiannya dicirikan dengan warna cokelat keputihan. (a) (b) Gambar 8 Tipe penutupan lahan berupa lahan terbuka. (a) Daerah Serangan (Kec. Denpasar Selatan). (b) Lapangan Margarana (daerah Renon) Mangrove Tipe penutupan lahan ini merupakan tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Jenis mangrove yang ada di Mangrove Information Centre yaitu

38 24 Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Sonneratia alba, Bruguiera gymnorrhyza, Avecinia marina, dan Ceriops tagal. Penutupan lahan berupa mangrove ini pada citra Landsat dicirikan dengan warna hijau kekuningan. (a) (b) Gambar 9 Tipe penutupan lahan berupa mangrove. (a) Sonneratia alba; (b) Rhizophora mucronata Badan air Tipe penutupan lahan yang termasuk badan air adalah sungai dan pantai. Badan air berupa pantai berada di sepanjang Kecamatan Denpasar Timur- Kecamatan Denpasar Selatan, sedangkan sungai berada di Kecamatan Denpasar Selatan dan Kecamatan Denpasar Barat. Contoh gambar badan air dapat dilihat pada Gambar 10. Untuk badan air pada citra Landsat wilayah Kota Denpasar dicirikan dengan warna biru muda dan biru tua. (a) (b) Gambar 10 Tipe penutupan lahan badan air berupa sungai. (a). Kec. Denpasar Selatan; (b). Kec. Denpasar Barat.

39 Tidak ada data (awan dan bayangan awan) Tipe penutupan lahan tidak ada data berupa penutupan lahan yang tertutup oleh awan dan bayangan awan sehingga tidak dapat diketahui kondisi sesungguhnya. Tipe penutupan ini disebabkan oleh kondisi cuaca pada saat pengambilan citra, yaitu dipengaruhi oleh sudut kemiringan matahari terhadap bumi, jenis awan, dan ketinggian awan pada saat perekaman atau pengambilan citra dilakukan. 5.2 Luas Penutupan Lahan Kota Denpasar Tahun 2009 Hasil klasifikasi citra Landsat 7 ETM diperoleh data mengenai luas wilayah berbagai tipe penutupan lahan Kota Denpasar tahun 2009 yang tersaji pada Tabel 1. Luas total wilayah Kota Denpasar pada tahun 2009 berdasarkan pengolahan citra adalah ,605 ha. Kota Denpasar terbagi menjadi empat kecamatan yaitu Kecamatan Denpasar Utara dengan luas 2.640,34 ha, Kecamatan Denpasar Timur dengan luas 2.786,27 ha, Kecamatan Denpasar Selatan dengan luas 5.012,73 ha, dan Kecamatan Denpasar Barat dengan luas 2.416,30 ha. Tabel 1 Luas penutupan lahan Kota Denpasar tahun 2009 No Penutupan lahan Luas ha % Lahan terbangun 6.375,110 49,45 Sawah 2.968,080 23,02 Vegetasi jarang 1.625,330 12,61 Lahan terbuka 588,011 4,56 Mangrove 545,972 4,24 Vegetasi rapat 418,694 3,25 Badan air 342,560 2,66 Tidak ada data 27,848 0,22 Total , Luas penutupan lahan terbesar di Kota Denpasar tahun 2009 adalah pada tipe lahan terbangun yaitu seluas 6.375,110 ha dengan persentase 49,45 % dari luas total wilayah Kota Denpasar. Tipe penutupan lahan ini tesebar pada seluruh kecamatan di Kota Denpasar. Sebagian besar wilayah pada masing-masing kecamatan merupakan tipe penutupan lahan terbangun. Hal ini dikarenakan Kota Denpasar merupakan pusat perekonomian dan pusat pemerintahan Kota Denpasar. Kota Denpasar merupakan pusat kota dan pusat perekonomian. Hal ini menimbulkan kecenderungan masyarakat untuk tinggal di kota atau di sekitar kota, dengan tujuan mendapatkan akses yang mudah untuk melakukan kegiatan

40 26 ekonomi. Hasil sensus yang dilakukan BPS Denpasar (2008), menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah penduduk dari tahun 2000 sampai tahun 2008 sebanyak jiwa. Jumlah penduduk di Kota Denpasar pada tahun 2000 yaitu jiwa, sedangkan pada tahun 2008 yaitu jiwa. Penutupan lahan berupa sawah mempunyai luas sebesar 2.968,080 ha atau menempati 23,02 % dari luas total wilayah Kota Denpasar. Sawah yang tersebar di wilayah Kota Denpasar berupa sawah irigasi. Luasan penutupan lahan ini diperkirakan akan mengalami penurunan. Menurut BPS Denpasar (2008), sebagian besar tenaga kerja di Kota Denpasar bekerja pada sektor lapangan kerja usaha yaitu sektor perdagangan, hotel dan restauran sebesar %, dan sektor jasa industri sebesar 12,46 %. Tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian sebesar 2,57 %. Rendahnya penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian dan terjadinya alih fungsi lahan sawah menjadi lahan terbangun, akan mempengaruhi luasan penutupan lahan sawah. Tipe penutupan lahan berupa vegetasi jarang di Kota Denpasar mempunyai luas sebesar 1.625,330 ha atau mencapai 12,61 % dari luas total wilayah Kota Denpasar. Penutupan lahan vegetasi jarang di Kota Denpasar merupakan wilayah penutupan lahan berupa kebun campuran (jarak antar pohon 5-7 m dan pohon berdiameter 20 cm), jalur hijau, dan taman. Penutupan lahan berupa vegetasi jarang tersebar merata pada wilayah Kota Denpasar. Hal ini terlihat jelas pada Gambar 11 yaitu peta penutupan lahan Kota Denpasar tahun 2009, ditandai dengan warna hijau muda. Penutupan lahan terbuka mempunyai luas wilayah sebesar 588,011 ha atau 4,56 % dari luas total wilayah Kota Denpasar. Berdasarkan klasifikasi citra Landsat, Kecamatan Denpasar Selatan yaitu Desa Serangan merupakan daerah penutupan lahan berupa lahan terbuka yang terluas. Lahan terbuka di Kecamatan Denpasar Selatan akan dijadikan areal penghijauan yang ditanami tumbuhan volunteer seperti kelapa (Cocos nucifera), ketapang (Terminalia catapa), dan waru (Hibiscus tiliaceus). Tipe penutupan lahan berupa mangrove di Kota Denpasar pada tahun 2009 memiliki luasan 545,972 ha atau mencapai 4,24 % dari luas total wilayah Kota Denpasar. Kecamatan Denpasar Selatan adalah kecamatan satu-satunya yang

41 27 memiliki tutupan lahan mangrove. Hal ini disebabkan sebagian luasan di Kecamatan Denpasar Selatan ditetapkan sebagai Tahura yang berbatasan langsung dengan Teluk Benoa. Tipe penutupan lahan berupa vegetasi rapat (jarak antar pohon 2-5 m, dan pohon berdiameter 20 cm) meliputi hutan adat (tempat pemakaman). Vegetasi rapat mempunyai luas sebesar 418,694 ha atau menempati 3,25 % dari luas total wilayah Kota Denpasar. Rendahnya luas lahan vegetasi rapat dikarenakan hampir seluruh wilayah pada masing-masing kecamatan tertutupi tipe penutupan lahan berupa lahan terbangun, sehingga peruntukkan penutupan lahan vegetasi rapat meliputi hutan adat (tempat pemakaman) tidak terlalu luas. Luasan tipe penutupan lahan berupa badan air di Kota Denpasar yaitu 342,560 ha atau menempati 2,66 % dari luas total wilayah Kota Denpasar. Badan air di Kota Denpasar berupa pantai di wilayah pinggiran Kecamatan Denpasar Timur dan Kecamatan Denpasar Selatan. Tipe penutupan lahan badan air lainnya yaitu berupa sungai yang terletak di Kecamatan Denpasar Selatan dan Kecamatan Denpasar Barat. Tipe penutupan lahan berupa awan dan bayangan awan dikategorikan tidak ada data. Awan merupakan penutupan lahan yang disebabkan oleh kondisi cuaca pada saat pengambilan citra. Tipe penutupan lahan berupa awan ini mempunyai luas 17,673 ha atau 0,14 % dari luas keseluruhan Kota Denpasar, sedangkan untuk tipe penutupan bayangan awan dipengaruhi karena adanya awan, dengan luas bayangan awan sebesar 10,175 ha atau menempati 0,08 % dari luas keseluruhan Kota Denpasar.

42 Gambar 11 Peta penutupan lahan Kota Denpasar

43 Distribusi Suhu Permukaan Distribusi suhu permukaan di lapangan pada berbagai tipe penutupan lahan Menurut Tursilowati (2006), peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya akan menyebabkan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berubah menjadi kawasan terbangun, sehingga perubahan penggunaan lahan tersebut mengakibatkan peningkatan suhu permukaan kota. Berdasarkan hasil pengukuran suhu permukaan di lapangan pada berbagai tipe penutupan lahan Kota Denpasar, diperoleh nilai suhu permukaan yang tersaji pada Tabel 2. Tabel 2 Suhu permukaan Kota Denpasar pada berbagai tipe penutupan lahan No Kelas Penutupan Lahan Suhu Permukaan ( C) 1 Lahan Terbuka 30,00 2 Lahan Terbangun 29,81 3 Vegetasi Jarang 29,33 4 Mangrove 29,22 5 Badan Air 28,89 6 Sawah 28,78 7 Vegetasi Rapat 27,89 8 Tidak ada data (awan dan bayangan awan) - Tipe penutupan lahan berupa lahan terbuka dilakukan pengukuran di dua lokasi yaitu di Kecamatan Denpasar Timur dan di Kecamatan Denpasar Selatan. Nilai rata-rata suhu permukaan selama tiga hari pengukuran (Kecamatan Denpasar Timur dan Kecamatan Denpasar Selatan) berturut-turut adalah 30,00 C dan 30,00 C, sehingga diperoleh rata-rata suhu permukaan lahan terbuka sebesar 30,00 C. Tipe penutupan lahan berupa lahan terbangun dilakukan pengukuran di tiga lokasi yang berbeda untuk mewakili tipe penutupan lahan terbangun yaitu di Kecamatan Denpasar Selatan, di Stasiun Geofisika Sanglah ( LS, BT), dan di Kecamatan Denpasar Timur. Nilai rata-rata suhu permukaan selama tiga hari pengukuran (Kecamatan Denpasar Selatan, Stasiun Geofisika Sanglah, dan Kecamatan Denpasar Timur) berturut-turut adalah 29,78 C, 30,31 C, dan 29,56 C, sehingga diperoleh rata-rata suhu permukaan lahan terbangun sebesar 29,81 C. Penutupan lahan vegetasi jarang dilakukan pengukuran di dua lokasi yaitu di Kecamatan Denpasar Timur pada jalur hijau dan di Kecamatan Denpasar Selatan berupa kebun campuran. Nilai rata-rata suhu permukaan selama tiga hari pengukuran di Kecamatan Denpasar Timur (28,78 C) dan Kecamatan Denpasar

44 30 Selatan (29,89 C). Berdasarkan hasil pengukuran tersebut diperoleh rata-rata suhu permukaan vegetasi jarang sebesar 29,33 C. Pada tipe penutupan lahan mangrove, dilakukan pengukuran hanya di lokasi Mangrove Center Kecamatan Denpasar Selatan. Nilai rata-rata suhu permukaan mangrove selama tiga hari adalah 29,22 C, sehingga diperoleh rata-rata suhu permukaan mangrove sebesar 29,22 C. Tipe penutupan lahan berupa badan air dilakukan pengukuran hanya di Kecamatan Denpasar Barat berupa sungai. Nilai rata-rata suhu permukaan selama tiga hari adalah 28,89 C, sehingga diperoleh rata-rata suhu permukaan sungai sebesar 28,89 C. Tipe penutupan lahan berupa sawah dilakukan pengukuran di empat lokasi yaitu di Kecamatan Denpasar Utara, Kecamatan Denpasar Timur, Kecamatan Denpasar Selatan, dan Kecamatan Denpasar Barat. Nilai rata-rata suhu permukaan selama tiga hari pengukuran di Kecamatan Denpasar Utara (28,67 C), Kecamatan Denpasar Timur (28,78 C), Kecamatan Denpasar Selatan (29,00 C), dan Kecamatan Denpasar Barat (28,67 C), sehingga diperoleh rata-rata suhu permukaan sawah sebesar 28,78 C. Penutupan lahan vegetasi rapat dilakukan pengukuran di tiga lokasi yaitu dua lokasi di Kecamatan Denpasar Timur (daerah yang diperuntukkan sebagai hutan kota oleh Pemkot Denpasar) dan satu lokasi di Kecamatan Denpasar Selatan berupa hutan adat. Nilai rata-rata suhu permukaan selama tiga hari pengukuran pada dua lokasi di Kecamatan Denpasar Timur yaitu sebesar 28,00 C dan 27,89 C. Sedangkan di Kecamatan Denpasar Selatan yaitu sebesar 27,78 C. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut diperoleh rata-rata suhu permukaan vegetasi rapat sebesar 27,89 C. Sedangkan untuk tipe penutupan lahan tidak ada data (awan dan bayangan awan) tidak dilakukan pengukuran karena awan dan bayangan awan merupakan penutupan lahan yang disebabkan kondisi cuaca pada saat pengambilan citra. Tabel 2 menunjukkan nilai suhu permukaan pada penutupan lahan sawah, vegetasi jarang, vegetasi rapat, dan mangrove lebih rendah dibandingkan dengan nilai suhu permukaan pada lahan terbuka dan lahan terbangun. Hal ini menunjukkan bahwa, penutupan lahan bervegetasi khususnya hutan kota dapat

45 31 menekan terjadinya dampak dari fenomena alam seperti terjadinya peningkatan suhu permukaan Distribusi suhu permukaan berdasarkan citra Landsat 7 ETM Suhu permukaan yang diperoleh merupakan suhu permukaan hasil pendugaan menggunakan satelit pada satu waktu, dan bukan merupakan suhu rataan dari berbagai waktu dan kondisi. Nilai suhu permukaan yang diperoleh merupakan dugaan nilai suhu permukaan yang terekam pada pukul waktu setempat, tepatnya saat pencitraan satelit 15 Oktober Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis citra Landsat pada wilayah Kota Denpasar, diperoleh klasifikasi suhu dan luasannya yang tersaji pada Tabel 3. Tabel 3 Luasan suhu permukaan di Kota Denpasar tahun 2009 No Kelas Suhu ( C) Luas (ha) (%) < 18,0 73,71 0,84 18,0 18,9 31,50 0,36 19,0 19,9 80,64 0,91 20,0 20,9 112,23 1,27 21,0 21,9 250,02 2, ,9 663,30 7,52 23,0 23,9 545,67 6,19 24,0 24,9 665,73 7,55 25,0 25, ,99 14,20 26,0 26, ,71 11,86 27,0 27, ,97 18,30 28,0 28,9 965,97 10,95 29,0 29, ,40 12,51 30,0 30,9 324,72 3,68 31,0 31,9 82,71 0,94 32,0 32,9 3,15 0,04 33,0 34,0 3,69 0,04 Total 8.818,11 100,00 Tabel 3 menunjukkan klasifikasi suhu permukaan dibedakan menjadi 17 kelas suhu permukaan yaitu dengan selang nilai suhu antara 17,9 C sampai 34 C. Nilai suhu permukaan yang tertinggi yaitu C dengan luasan wilayah 3,69 ha dari luas keseluruhan Kota Denpasar pada wilayah Kecamatan Denpasar Selatan (Kelurahan Sesetan), yang merupakan tipe penutupan lahan terbuka. Sedangkan nilai suhu permukaan yang terendah yaitu 17,9 C dengan luasan wilayah 73,71 ha dari luas keseluruhan Kota Denpasar pada wilayah Kecamatan Denpasar Selatan yang berbatasan langsung dengan Teluk Benoa. Kelas suhu ini berada pada tipe penutupan lahan berupa mangrove. Radiasi sinar matahari akan menembus permukaan air yang bersifat lebih lama dalam menyerap kalor

46 32 kemudian dilepaskan dalam bentuk panas, sehingga pada daerah tersebut mempunyai suhu yang lebih rendah. Gambar 12 menunjukkan kelas suhu permukaan pada berbagai penutupan lahan di Kota Denpasar tahun Luas (Ha) Lahan terbangun Sawah Vegetasi jarang Lahan terbuka Vegetasi rapat Mangrove Badan air Tidak ada data Kelas Suhu Permukaan ( C) Gambar 12 Kelas suhu permukaan pada berbagai penutupan lahan. Tipe penutupan lahan berupa lahan terbangun mempunyai kisaran suhu tinggi pada selang antara 27,0 sampai 29,9 C dengan luasan 2.645,42 ha dari luas total wilayah Kota Denpasar. Suhu ini tersebar merata di seluruh wilayah Kota Denpasar, khususnya di daerah pusat kota, pemukiman, area industri, perdagangan, perkantoran, dan jalan raya. Nilai suhu permukaan dengan selang 25,0 sampai 27,9 C dengan luas sebesar 3.911,67 ha, didominasi tipe penutupan lahan berupa vegetasi rapat dan vegetasi jarang yang tersebar merata di wilayah Kota Denpasar terutama di tepi penutupan lahan sawah. Penutupan lahan berupa vegetasi rapat dan vegetasi jarang tidak menunjukkan perbedaan selang nilai suhu yang jauh, dikarenakan bahwa jenis lahan bervegetasi rapat dan jenis lahan bervegetasi jarang memberikan pengaruh yang hampir sama terhadap perubahan suhu. Kelas suhu antara 22,0 sampai 25,9 C dengan luasan 1.461,46 ha, menyebar merata di wilayah rural (pinggiran) Kota Denpasar yang merupakan tipe penutupan lahan berupa sawah. Kecamatan Denpasar Utara selain memiliki tutupan lahan berupa sawah juga merupakan areal RTH yang ditetapkan oleh Pemkot Denpasar. Tipe penutupan lahan berupa badan air mempunyai selang nilai suhu antara 22,0 sampai 22,9 C dengan luas 61,50 ha.

47 Gambar 13 Peta distribusi suhu permukaan di Kota Denpasar tahun

48 Ruang Terbuka Hijau (RTH) Ruang terbuka hijau Kota Denpasar tahun 2009 Penutupan lahan RTH berupa penutupan lahan sawah, vegetasi rapat, vegetasi jarang, dan mangrove. Berdasarkan hasil klasifikasi citra Landsat diperoleh luas penutupan lahan RTH di Kota Denpasar, yang tersaji pada Tabel 4. Pengukuran luasan dilakukan untuk melihat kecukupan RTH di Kota Denpasar. Tabel 4 Luasan penutupan lahan Kota Denpasar tahun 2009 No Penutupan Lahan Luas ha % Lahan terbangun 6.375,110 49,45 Ruang Terbuka Hijau 5.558,076 43,11 Lahan terbuka 588,011 4,56 Badan air 342,560 2,66 Tidak ada data (awan dan bayangan awan) 27,848 0,22 Total , Tabel 4 menunjukkan proporsi RTH Kota Denpasar mempunyai luasan area 5.558,076 ha atau mencapai 43,11 % dari luas total wilayah Kota Denpasar. Luasan RTH sudah mencukupi berdasarkan luasan menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyatakan bahwa proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 % dari luas wilayah kota. Pada Gambar 14 terlihat bahwa distribusi keberadaan luasan RTH untuk Kota Denpasar cukup merata. Tabel 5 Luas penutupan lahan pada masing-masing kecamatan Kota Denpasar No Penutupan Lahan Luas Kecamatan Denpasar Utara Timur Selatan Barat ha % ha % ha % ha % 1.405,6 53, ,0 48, ,5 41, ,7 66,5 1 Lahan terbangun 2 Ruang terbuka 1.220,6 46, ,6 49, ,6 44,5 746,8 30,9 hijau 3 Lahan terbuka 14,1 0,5 40,7 1,5 459,5 9,2 53,8 2,2 4 Badan air 0,0 0,0 13,9 0,5 242,1 4,8 3,5 0,1 5 Tidak ada data 0,1 0,0 0,0 0,0 21,1 0,4 6,5 0,3 Total 2.640,3 100, ,3 100, ,7 100, ,0 Tabel 5 menunjukkan luasan RTH pada masing-masing kecamatan di Kota Denpasar sudah mencukupi berdasarkan luasan menurut Undang-Undang No. 26 Tahun Jumlah penduduk Kota Denpasar dari tahun terus mengalami peningkatan ditandai dengan adanya peningkatan sebesar jiwa, sehingga semakin bertambah jumlah penduduk maka berbanding lurus

49 35 dengan peningkatan luasan lahan terbangun untuk memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal. Hal ini akan berpengaruh pada luasan RTH khususnya hutan kota di Kota Denpasar Pengaruh keberadaan RTH dengan suhu permukaan Menurut hasil penelitian Effendy (2007), setiap laju pengurangan atau penambahan RTH menyebabkan peningkatan atau berkurangnya suhu udara dengan laju yang tidak sama. Setiap pengurangan RTH menyebabkan peningkatan suhu udara lebih besar dibandingkan dengan penambahan RTH. Setiap pengurangan 50 % RTH menyebabkan peningkatan suhu udara sebesar 0,4 sampai 1,8 C, sedangkan penambahan RTH 50 % hanya menurunkan suhu udara sebesar 0,2 sampai 0,5 C. Hasil pengukuran suhu permukaan di lapangan pada berbagai penutupan lahan Kota Denpasar, menunjukkan nilai suhu permukaan pada lahan bervegetasi (sawah, vegetasi jarang, vegetasi rapat, dan mangrove) lebih rendah dibandingkan dengan tutupan lahan berupa lahan terbangun dan lahan terbuka, yang merupakan daerah dengan nilai suhu permukaan tinggi. Pada lahan terbangun diperoleh nilai suhu permukaan sebesar 29,81 C, pada lahan terbuka sebesar 30 C, sedangkan pada lahan bervegetasi sebesar 28,80 C. Suhu permukaan yang diperoleh dari hasil pendugaan menggunakan citra Landsat juga menunjukkan, keberadaan lahan bervegetasi sangat mempengaruhi nilai distribusi suhu permukaan Kota Denpasar. Pada penutupan lahan berupa lahan terbangun dan lahan terbuka memiliki nilai suhu permukaan berkisar antara 27 sampai 33 C, yang lebih besar dibandingkan dengan lahan bervegetasi yaitu antara 18 sampai 26 C. Hasil ini membuktikan pentingnya mempertahankan keberadaan lahan bervegetasi khususnya hutan kota, sehingga pengembangan hutan kota lebih ke arah mempertahankan dan menambah yang sudah ada.

50 Gambar 14 Peta ruang terbuka hijau Kota Denpasar tahun

51 Pengembangan Hutan Kota Penutupan lahan Kota Denpasar didominasi oleh penutupan lahan terbangun, sehingga salah satu usaha untuk menekan laju perubahan RTH menjadi lahan terbangun adalah dengan membangun bangunan secara vertikal (bertingkat). Selain itu, untuk menekan peningkatan suhu permukaan sebaiknya dengan menanam berbagai tanaman di beberapa space di Kota Denpasar. Kegiatan perencanaan penataan ruang, pengembangan hutan kota termasuk ke dalam sektor RTH. Pengembangan hutan kota pada dasarnya merupakan pendayagunaan RTH, walaupun tidak semua yang tergolong dalam RTH itu termasuk hutan kota. Menurut Dahlan (1992), tipe hutan kota yang akan dibangun di suatu kawasan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat serta tujuan dari dibangunnya hutan kota. Pada kawasan pemukiman, hutan kota yang dibangun bertujuan untuk pengelolaan lingkungan pemukiman, sehingga harus dibangun hutan kota dengan tipe pemukiman, yang menunjukkan nilai estetika, penyejukan, tempat bersantai dan bermain, serta dapat menjadi habitat satwa seperti burung. Pada kawasan kota yang memiliki kuantitas air tanah sedikit dan terancam terjadi intrusi air laut, hutan kota yang sesuai yaitu berupa hutan lindung yang memiliki kemampuan sebagai penyerap atau penyimpan air di daerah tangkapan airnya. Hutan kota yang dibangun dan dikembangkan guna memperoleh manfaat kualitas lingkungan perkotaan yang baik adalah tipe pengaman. Jalur hijau di sepanjang tepi jalan raya berfungsi sebagai peneduh jalan raya, mampu menyerap dan menjerap polutan, menekan terjadinya peningkatan suhu permukaan, selain itu dapat juga berfungsi sebagai penahan silau cahaya matahari serta mempercantik kota. Pada kawasan industri yang memiliki tingkat kebisingan yang tinggi dan terjadi polusi udara, sehingga perlu dibangun hutan kota dengan tipe kawasan industri yang bertujuan untuk dapat menyerap dan menjerap pencemar, memiliki nilai estetika, dan sebagai tempat beristirahat bagi pekerja. Berdasarkan peta distribusi suhu permukaan, diperoleh daerah-daerah dengan kisaran suhu permukaan tertentu, sebagai acuan alternatif daerah pengembangan hutan kota, yang tersaji pada Tabel 6.

52 38 Tabel 6 Alternatif bentuk dan tipe hutan kota di Kota Denpasar I Daerah Pengembangan Kec. Denpasar Utara Kec. Denpasar Timur Kec. Denpasar Barat Kawasan Perdagangan, industri, dan perkantoran Alternatif Tipe Hutan Kota Pengamanan, industri, dan rekreasi II Kec. Denpasar Selatan Lahan terbuka Pelindungan Taman III Kec. Denpasar Barat Padat Pemukiman, dan Kec. Denpasar Selatan pemukiman dan pengamanan IV V Desa Sumerta Kelod (daerah Renon) Jalan arteri kota: Jl. Gatot Subroto Jl. By Pass Ngurah Rai Alternatif Bentuk Hutan Kota Jalur hijau, taman (halaman gedung), dan taman atap Taman pekarangan, jalur hijau perdagangan Taman kota Rekreasi Taman kota Jalur padat kendaraan Pengamanan dan rekreasi Alternatif daerah pengembangan hutan kota di Kota Denpasar yaitu: 1. Daerah pengembangan I Jalur hijau (peneduh jalan raya) Peta distribusi suhu permukaan menunjukkan daerah dengan suhu permukaan berkisar antara 30 sampai 31,9 C yaitu pada Kecamatan Denpasar Utara (Desa Pemecutan Kaja, Desa Dauh Puri Kaja, Desa Dangin Puri Kaja, dan Desa Dangin Puri Kauh), Kecamatan Denpasar Timur (Kelurahan Sumerta, Kelurahan Kesiman, dan Desa Sumerta Kauh), dan Kecamatan Denpasar Barat (Desa Dangin Puri Kediri, Desa Dauh Puri, Desa Pemecutan, Desa Tegal Kresna, dan Desa Tegal Harum). Daerah-daerah tersebut merupakan kawasan perdagangan, industri garment (pakaian, tenun ikat, sarung, batik), dan perkantoran. Peta daerah pengembangan berdasarkan distribusi suhu permukaan dapat dilihat pada Lampiran 1. Hutan kota yang sesuai dikembangkan pada kawasan ini berupa taman di halaman bangunan dan taman atap. Perlu dilakukan peningkatan dari segi kualitas maupun kuantitas jenis tanaman yang ditanam. Tujuannya memberikan kenyamanan sebagai tempat istirahat para pekerja. Jenis tanaman yang sesuai yaitu tanaman hias dan pepohonan yang teduh dan indah, seperti palem raja (Oreodoxa regia), bunga kupu-kupu (Bauhinea purpurea), cempaka (Michelia champaka), flamboyan (Delonix regia), dan bunga merak (Caesalpinia pulcherrima). Pengembangan hutan kota pada daerah industri sebagai penepis bau dapat ditanam jenis tanaman seperti cempaka (Michelia champaka) tanjung (Mimosops elengi), dan pandan hias (Pandanus dubius) (Dephut 2004).

53 39 Pengembangan hutan kota yang lain berupa jalur hijau, sebagai peneduh jalan raya serta mampu menyerap dan menjerap polutan. Menurut Dephut (2004), jenis-jenis tanaman yang mempunyai kemampuan dalam menurunkan kandungan timbal dari udara adalah dammar (Agathis alba), mahoni (Swietenia macrophylla), pala (Myristica fragrans), dan johar (Cassia siamea). Gambar 15 Ilustrasi optimalisasi lahan perkantoran. 2. Daerah pengembangan II Peta distribusi suhu permukaan menunjukkan daerah dengan suhu permukaan berkisar antara 32 sampai 34 C yaitu pada Kecamatan Denpasar Selatan (Kelurahan Sesetan dan Desa Serangan) yang merupakan lahan terbuka. Peta daerah pengembangan berdasarkan distribusi suhu permukaan dapat dilihat pada Lampiran 1. Daerah di Kelurahan Sesetan merupakan lahan terbuka, sehingga pengembangan hutan kota yang sesuai berupa pelestarian air tanah. Menurut Dephut (2004) jenis vegetasi yang sesuai seperti cemara laut (Casuarina equisetifolia), beringin (Ficus benjamina), karet (Hevea brasiliensis), dan kelapa (Cocos nucifera). Desa Serangan merupakan daerah pesisir, sebaiknya ditanaman vegetasi yang bersifat sebagai pengaman pantai dari abrasi seperti, mangrove, avicennia, bruguiera, dan nipah. 3. Daerah pengembangan III Daerah dengan suhu permukaan berkisar antara 29 sampai 30,9 C berdasarkan distribusi suhu permukaan, yaitu Kecamatan Denpasar Barat (Desa Dauh Puri, Desa Dauh Puri Kelod, dan Desa Dauh Puri Kauh) serta Kecamatan

54 40 Denpasar Selatan (Kelurahan Panjer, Desa Sidakarya, dan Kelurahan Sesetan), merupakan daerah padat pemukiman dan kawasan perdagangan. Peta daerah pengembangan berdasarkan distribusi suhu permukaan dapat dilihat pada Lampiran 1. Pengembangan hutan kota yang sesuai untuk daerah pemukiman dapat berbentuk pekarangan atau halaman rumah, dengan komposisi tanaman pepohonan yang dikombinasikan dengan tanaman hias, semak dan rerumputan, yang dapat memberikan keindahan. Jenis tanaman yang sesuai seperti palem raja (Oreodoxa regia), kamboja putih (Plumeria alba), cempaka (Michelia champaka), mangga (Mangifera indica), dan rambutan (Nephelium lappaceum) (Dephut 2004). Pada daerah perdagangan pengembangan hutan kota sebaiknya dengan penanaman vegetasi di sekitar bangunan berupa taman. Jenis tanaman yang sesuai yaitu tanaman hias dan pepohonan yang teduh dan indah, seperti palem raja (Oreodoxa regia), bunga kupu-kupu (Bauhinea purpurea), cempaka (Michelia champaka), flamboyan (Delonix regia), dan bunga merak (Caesalpinia pulcherrima). Gambar 16 Pengoptimalan lahan pekarangan. 4. Daerah pengembangan IV Desa Sumerta Kelod daerah Renon merupakan daerah pengembangan kawasan hutan kota berupa taman kota yang mengarah pada tujuan rekreasi dan estetika. Peta daerah pengembangan berdasarkan distribusi suhu permukaan dapat dilihat pada Lampiran 1.

55 41 Daerah ini berupa ruang terbuka yang dibangun Monumen Bajra Sandhi sebagai monumen perjuangan rakyat Bali dan sekaligus menjadi taman kota. Hasil pengolahan pada citra Landsat terlihat bahwa daerah ini memiliki nilai suhu permukaan antara 22 sampai 25,9 C yang menunjukkan daerah tersebut dapat menekan peningkatan suhu permukaan. Pada daerah ini perlu dilakukan penambahan jenis tanaman yang memiliki nilai estetika, seperti cempaka (Michelia champaka), trembesi (Samanea saman), beringin (Ficus benjamina), flamboyan (Delonix regia), dan bunga merak (Caesalpinia pulcherrima). Sumber: Pemkot Denpasar (2008) Gambar 17 Monumen Bajra Sandhi. 5. Daerah pengembangan V Pengembangan hutan kota berbentuk jalur hijau di sepanjang jalan-jalan arteri yang terdapat di Kota Denpasar, seperti Jalan By Pass Ngurah Rai dan Jalan Gatot Subroto. Jalan tersebut adalah jalur utama di Kota Denpasar dan merupakan jalur padat kendaraan. Peta daerah pengembangan berdasarkan distribusi suhu permukaan dapat dilihat pada Lampiran 1. Pengembangan hutan kota yang sesuai yaitu berupa jalur hijau, dengan penambahan jumlah dan jenis tanaman yang mampu menyerap dan menjerap polutan, mengurangi terjadinya peningkatan suhu permukaan, selain itu dapat juga berfungsi sebagai penahan silau cahaya matahari serta mempercantik kota. Jenisjenis tanaman yang dapat ditanam pada jalur hijau diantaranya tanjung (Mimusops elengi), mahoni (Swietenia macrophylla), palem raja (Oreodoxa regia), angsana (Pterocarpus indicus), dan krey payung (Filicium decipiens).

56 42 Gambar 18 Ilustrasi pengembangan hutan kota berbentuk jalur hijau. Penataan lahan terbangun ke arah vertikal dalam pembangunan pemukiman di wilayah Denpasar, seharusnya mulai dilaksanakan untuk menekan alih fungsi ruang terbuka menjadi lahan terbangun. Pembatasan lahan terbangun ke arah horizontal akan menyediakan ruang yang cukup bagi ketersediaan RTH, sehingga dapat menekan peningkatan suhu permukaan. Selain penataan lahan terbangun dan pengoptimalan lahan (penghijauan di pekarangan rumah, sekitar gedung, taman kota, sisi jalan, tempat pemakaman umum, sempadan sungai, dan pembuatan taman atap), hal lain yang dapat dilakukan guna menekan terjadinya peningkatan suhu permukaan adalah penyediaan transportasi publik yang nyaman di Kota Denpasar, untuk dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.

57 43 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penutupan lahan di Kota Denpasar diklasifikasikan menjadi 8 tipe penutupan lahan. Hasil pengukuran di lapangan pada lahan terbuka nilai suhu permukaan sebesar 30,00 C, lahan berupa lahan terbangun sebesar 29,81 C, lahan berupa vegetasi jarang sebesar 29,33 C, lahan berupa mangrove 29,22 C, lahan berupa badan air (sungai) 28,89 C, lahan berupa sawah 28,78 C, lahan berupa vegetasi rapat 27,89 C, dan tipe penutupan lahan tidak ada data (awan dan bayangan awan) tidak dilakukan pengukuran. 2. Suhu permukaan Kota Denpasar berdasarkan estimasi band 6 pada citra Landsat dibedakan menjadi 17 kelas suhu permukaan yaitu dengan selang nilai suhu antara 17,9 sampai 34 C. Nilai suhu permukaan tertinggi yaitu C pada lahan terbuka wilayah Kecamatan Denpasar Selatan (Kelurahan Sesetan). Sedangkan nilai suhu permukaan terendah yaitu 17,9 C pada wilayah Kecamatan Denpasar Selatan yaitu tipe penutupan lahan mangrove. 3. Alternatif sebaran hutan kota yang direkomendasikan berdasarkan distribusi suhu permukaan, yaitu Daerah pengembangan I, pengembangan hutan kota yang sesuai yaitu tipe pengamanan, industri, dan rekreasi, dengan bentuk hutan kota berupa jalur hijau, taman di halaman bangunan, dan taman atap. Daerah pengembangan II, pengembangan hutan kota yang sesuai yaitu tipe perlindungan, dengan bentuk hutan kota berupa taman. Daerah pengembangan III, pengembangan hutan kota yang sesuai yaitu tipe pemukiman dan tipe pengamanan, dengan bentuk hutan kota berupa taman di pekarangan dan jalur hijau. Daerah pengembangan IV, pengembangan hutan kota yang sesuai yaitu tipe rekreasi, dengan bentuk hutan kota berupa taman kota. Daerah pengembangan V, pengembangan hutan kota tipe pengamanan dan tipe rekreasi, dengan bentuk hutan kota berupa jalur hijau di sepanjang tepi jalanjalan arteri (jalur padat kendaraan).

58 Saran Saran yang bisa diberikan untuk Pemkot Denpasar adalah perlu dilakukan tindak lanjut bagi pelanggar kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) Denpasar, yang mengarah pada pengendalian perubahan fungsi lahan. Perubahan penutupan lahan yang terjadi harus selalu di pantau dan diawasi secara kontinyu untuk menekan terjadinya alih fungsi lahan yang seharusnya untuk ruang terbuka hijau menjadi lahan terbangun. Program penghijauan sebaiknya dilakukan lebih cepat untuk memperoleh manfaat yang maksimal guna menekan peningkatan suhu permukaan. Program lain untuk mendukung pengembangan hutan kota dalam upaya menekan peningkatan suhu permukaan adalah penyediaan transportasi publik yang nyaman di Kota Denpasar untuk menekan penggunaan kendaraan pribadi. Saran yang bisa diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan tingkat kenyamanan suatu daerah. Perlu dilakukan pengukuran seberapa jauh pengaruh distribusi suhu permukaan pada suatu penutupan lahan.

59 45 DAFTAR PUSTAKA [BPS] Biro Pusat Statistik Denpasar Denpasar Dalam Angka Denpasar [Dephut] Departemen Kehutanan Pedoman pembuatan tanaman penghijauan kota gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan. [2 November 2010]. [Dephut] Departemen Kehutanan Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Dahlan EN Hutan Kota Untuk Pengelolaan dan Peningkatan Koalitas Lingkungan Hidup. Jakarta: Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI). Effendy S Keterkaitan ruang terbuka hijau dengan urban heat island wilayah Jabotabek [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Irwan ZD Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Kartasapoetra AG Klimatologi: Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Lillesand TM dan Kiefer RW Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Dulbahri, Suharsono, Hartono, Surhayadi, penerjemah; Sustanto, editor. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Maulida PT Aplikasi citra landsat dan sistem informasi geografis untuk mengetahui perubahan penutupan lahan serta suhu permukaan kota: kasus di Kota Bandung tahun 1997, 2002, dan 2006 [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Okarda B Pengaruh perubahan penutupan lahan terhadap perubahan distribusi suhu permukaan di Kabupaten Cianjur dengan menggunakan citra satelit landsat TM dan sistem informasi geografis [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pemerintah Kota Denpasar Kondisi Geografi. [20 Mei 2010]. Santosa I Stasiun Meteorologi Pertanian dan Beberapa Cara Pengelolaan Data Iklim. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

60 46 Tauhid Kajian jarak jangkau efek vegetasi pohon terhadap suhu udara pada siang hari di perkotaan: kasus kawasan simpang lima Kota Semarang [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro Semarang. Tjasyono HKB Klimatologi Terapan. Cet.I. Pionir Jaya. Bandung. Tursilowati L Urban Heat Island dan Kontribusinya Pada Perubahan Iklim dan Hubungannya dengan Perubahan Lahan. Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim. LAPAN. [USGS] United Stated Geological Survey Landsat 7 Science Data Users Handbook. 11/chapter11.html [13 Agustus 2010]. Wahyudi T Pendugaan diffusivitas thermal dan damping depth pada beberapa penutupan lahan untuk menduga suhu udara menggunakan citra satelit terra/aster [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Waluyo P Distribusi spasial suhu permukaan dan kecukupan ruang terbuka hijau di Kota Semarang [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Wardhana WLD Pengaruh tipe penutupan lahan terhadap distribusi suhu permukaan di Kota Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

61 LAMPIRAN 47

62 Lampiran 1 Peta daerah pengembangan hutan kota berdasarkan distribusi suhu permukaan. PETA Daerah Pengembangan Hutan Kota berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan Kota Denpasar 48

63 49 Lampiran 2 Tabel pengukuran suhu permukaan Kota Denpasar bulan Juli Pengamat I Pengamat II Tgl Lokasi Pukul Pukul Ratarata Lahan rata Tutupan Rata- 10:00 10:15 10:30 Tgl 10:00 10:15 10:30 Suhu ( C) Suhu ( C) , ,67 2 S ,67 2 S , , , , ,00 5 VR ,67 5 S , , , , ,67 8 AT ,00 8 S , , , ,00 11 M , , , ,33 14 Hujan 14 Hujan AT2 AT , , , , , ,00 18 VR ,67 18 VR , , , , ,00 21 VJ ,00 21 LT , , , , ,00 24 Mendung 24 Mendung 25 LT2 Hujan 25 VJ2 Hujan , , , , ,33 29 BA , ,67 Keterangan: AT : Area terbangun LT : Lahan terbuka M : Mangrove VR : Vegetasi rapat VJ : Vegetasi jarang BA : Badan air S : Sawah

64 Lampiran 3 Peta lokasi pengukuran suhu permukaan Kota Denpasar tahun

65 51 Lampiran 4 Tabel distribusi suhu permukaan berdasarkan citra Landsat di Kota Denpasar. Kelas Suhu Permukaan ( C) No. Penutupan lahan < 18 <19 <20 <21 <22 <23 <24 <25 <26 <27 <28 <29 <30 <31 <32 < Lahan terbangun 0,27 0,09 1,79 12,23 22,67 63,37 103,27 168,25 418,96 493, ,97 718,68 904,78 286,15 68,64 0,80 0,00 (hektar) 2 Sawah (hektar) 1,16 1,07 4,46 17,23 101,39 359,07 291,86 327,39 483,14 248,31 179,49 47,13 16,51 2,05 1,07 0,00 0,18 3 Vegetasi jarang (hektar) 4 Lahan terbuka (hektar) 5 Vegetasi rapat (hektar) 6 Mangrove (hektar) 7 Badan air (hektar) 8 Tidak ada data (hektar) 1,52 0,71 2,50 4,64 11,42 37,13 48,82 75,69 187,26 190,02 284,46 127,81 106,39 18,65 2,59 0,36 0,00 0,00 0,00 0,27 6,07 9,28 17,14 19,73 25,62 53,73 51,05 73,64 56,14 69,62 15,44 10,09 1,96 3,48 0,09 0,00 0,62 3,57 4,55 21,60 29,72 39,54 72,12 43,65 36,51 10,26 3,93 0,18 0,09 0,00 0,00 59,89 26,15 60,69 43,82 56,59 95,68 27,58 10,71 9,91 4,46 2,41 0,36 0,09 0,00 0,00 0,00 0,00 9,10 3,30 8,57 22,31 37,04 61,50 18,48 12,76 12,32 6,52 7,14 3,48 2,50 0,62 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,27 0,54 1,61 2,77 4,73 5,62 2,68 0,27 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 51

66 52 Lampiran 5 Tabel dan grafik distribusi suhu permukaan berdasarkan citra Landsat di Kecamatan Denpasar Utara Kelas Suhu Permukaan ( C) No. Penutupan Lahan < 18 <19 <20 <21 <22 <23 <24 <25 <26 <27 <28 <29 <30 <31 <32 1 Lahan terbangun 0,00 0,00 0,00 0,00 0,27 4,91 16,51 38,74 77,56 95,23 209,66 171,64 244,29 78,01 26,24 (hektar) 2 Sawah (hektar) 0,00 0,00 0,00 0,18 20,97 127,55 96,93 102,29 122,99 49,18 43,73 10,35 5,89 0,62 0,09 3 Vegetasi jarang (hektar) 4 Vegetasi rapat (hektar) 5 Lahan terbuka (hektar) 6 Mangrove (hektar) 7 Badan air (hektar) 8 Tidak ada data (hektar) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,18 3,75 10,26 16,69 41,24 35,70 51,59 29,10 25,53 3,12 0,36 0,00 0,00 0,00 0,00 0,09 2,77 4,91 9,91 14,73 9,37 7,59 2,59 1,25 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,18 0,18 0,54 1,79 1,25 1,34 2,05 2,14 0,18 0,27 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,09 0,09 0,00 0,18 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Hektar Kelas Suhu Permukaan ( C) Lahan terbangun Sawah Vegetasi jarang Vegetasi rapat Lahan terbuka Mangrove Badan air Tidak ada data 52

67 53 Lampiran 6 Tabel dan grafik distribusi suhu permukaan berdasarkan citra Landsat di Kecamatan Denpasar Timur Kelas Suhu Permukaan ( C) No. Penutupan Lahan < 18 <19 <20 <21 <22 <23 <24 <25 <26 <27 <28 <29 <30 <31 <32 <33 1 Lahan terbangun 0,00 0,00 0,00 0,00 0,71 14,01 24,81 43,02 113,98 117,99 214,57 127,72 161,55 94,97 18,39 0,62 (hektar) 2 Sawah (hektar) 0,00 0,00 0,00 0,00 17,14 139,86 110,77 106,21 122,73 47,66 28,83 4,91 1,87 0,09 0,00 0,00 3 Vegetasi jarang 0,00 0,00 0,00 0,00 0,45 11,42 16,96 25,97 54,71 50,88 74,80 32,76 26,33 5,09 0,71 0,00 (hektar) 4 Vegetasi rapat 0,00 0,00 0,00 0,00 0,27 7,50 11,42 12,58 25,08 12,14 11,69 3,39 1,61 0,00 0,00 0,00 (hektar) 5 Lahan terbuka 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,62 1,52 4,19 5,89 5,00 6,16 2,05 1,70 0,09 0,00 0,00 (hektar) 6 Mangrove 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,09 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 (hektar) 7 Badan air (hektar) 0,00 0,00 0,09 0,80 0,62 1,43 1,79 1,07 2,59 0,62 0,45 0,09 0,00 0,00 0,00 0,00 8 Tidak ada data (hektar) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Hektar Kelas Suhu Permukaan ( C) Lahan terbangun Sawah Vegetasi jarang Vegetasi rapat Lahan terbuka Mangrove Badan air Tidak ada data 53

68 54 Lampiran 7 Tabel dan grafik distribusi suhu permukaan berdasarkan citra Landsat di Kecamatan Denpasar Selatan Kelas Suhu Permukaan ( C) No. Penutupan Lahan < 18 <19 <20 <21 <22 <23 <24 <25 <26 <27 <28 <29 <30 <31 <32 < Lahan terbangun 0,18 0,09 1,25 9,19 18,74 35,43 44,81 59,35 138,97 172,53 352,38 235,72 265,18 34,36 0,80 0,00 0,00 (hektar) 2 Sawah (hektar) 1,25 0,89 3,12 13,30 46,41 65,51 62,48 82,47 171,10 114,51 77,92 22,14 5,98 0,71 0,27 0,00 0,18 3 Vegetasi jarang (hektar) 4 Vegetasi rapat (hektar) 5 Lahan terbuka (hektar) 6 Mangrove (hektar) 7 Badan air (hektar) 8 Tidak ada data (hektar) 1,34 0,71 2,32 4,46 9,28 18,12 14,28 25,97 67,92 82,03 119,51 44,72 32,49 3,48 0,27 0,36 0,00 0,00 0,09 0,36 1,52 2,41 6,96 6,96 8,93 20,97 15,26 9,46 2,23 0,98 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 4,11 6,34 12,85 15,62 16,78 35,70 33,29 56,41 44,98 60,07 14,55 9,82 1,96 3,48 57,21 25,53 60,34 42,40 56,59 95,68 27,94 11,34 9,55 4,37 2,41 0,27 0,09 0,00 0,00 0,00 0,00 5,27 2,77 5,09 15,26 32,31 51,59 12,85 9,82 9,37 4,55 3,75 2,32 1,87 0,54 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,62 1,52 3,30 4,73 4,91 1,43 0,27 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Hektar Kelas Suhu Permukaan ( C) Lahan terbangun Sawah Vegetasi jarang Vegetasi rapat Lahan terbuka Mangrove Badan air Tidak ada data 54

69 55 Lampiran 8 Tabel dan grafik Distribusi suhu permukaan berdasarkan citra Landsat di Kecamatan Denpasar Barat Kelas Suhu Permukaan ( C) No. Penutupan Lahan < < < < <30 <19 <20 <21 <22 <23 <24 <25 <26 <31 <32 <33 1 Lahan terbangun 0,00 0,00 0,36 2,68 2,41 8,93 17,49 28,20 88,01 102,46 249,65 189,85 247,86 85,51 25,53 0,45 (hektar) 2 Sawah (hektar) 0,00 0,00 0,71 3,57 15,89 26,78 23,83 36,06 71,49 37,84 30,08 8,12 2,59 0,62 0,71 0,00 3 Vegetasi jarang 0,00 0,00 0,27 0,09 0,18 1,43 5,00 7,77 23,03 24,63 43,20 24,10 21,15 6,43 1,16 0,00 (hektar) 4 Vegetasi rapat 0,00 0,00 0,27 1,79 1,52 4,55 5,18 6,34 12,50 8,93 8,75 1,61 0,54 0,00 0,09 0,00 (hektar) 5 Lahan terbuka 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,09 0,71 0,80 6,87 10,53 8,30 6,60 5,00 0,36 0,00 0,00 (hektar) 6 Mangrove 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,09 0,00 0,00 0,00 0,00 (hektar) 7 Badan air (hektar) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,89 0,71 0,89 0,09 0,18 0,09 0,00 0,00 8 Tidak ada data (hektar) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,09 0,00 0,18 0,98 1,25 0,09 0,00 0,00 0,00 0,00 Hektar Kelas Suhu Permukaan ( C) Lahan terbangun Sawah Vegetasi jarang Vegetasi rapat Lahan terbuka Mangrove Badan air Tidak ada data 55

70 56 Lampiran 9 Tabel profil pohon. Profil Pohon Vegetasi Rapat No Jenis Pohon Posisi Pohon Keliling Diameter Tinggi (m) α Tajuk (m) (m) (cm) (cm) X Y Total BC Panjang Pendek 1 Mangga (Mangifera indica) Mangga (Mangifera indica) Pule (Alstonia scholaris R.Br.) Meranti (Shorea macrophylla) Beringin (Ficus benyamina) Ketapang (Terminalia cattapa L.) Asam (Tamarindus indica L.) Nangka (Artocarpus heterophyllus) Beringin (Ficus benyamina) Pule (Alstonia scholaris R.Br.) Profil Pohon Vegetasi Jarang No Jenis Pohon Posisi Pohon Keliling Diameter Tinggi (m) Tajuk (m) (m) α (cm) (cm) X Y Total BC Panjang Pendek 1 Mangga (Mangifera indica) Kelor (Moringa oliefera Lamk.) Asam (Tamarindus indica L.)

71 57 Lampiran 10 Gambar profil pohon vegetasi rapat dan vegetasi jarang. 57

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kota Denpasar Hasil interpretasi dan analisis citra Landsat 7 ETM bulan Oktober tahun 2009, Kota Denpasar mempunyai luas wilayah 12.891,6 ha. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2011 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan September 2012 yang berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way Kambas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan 5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum 12/2/211 Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di Kota Palembang Muis Fajar E3462536 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 9 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Pengambilan data atribut berupa data sosial masyarakat dilakukan di Kampung Lebak Picung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak Banten (Gambar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan Menurut Santosa (1986), kepadatan penduduk kota yang cukup tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktifitas dan panas metabolisme

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA Oleh YOHAN M G JARISETOUW FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS NEGERI PAPUA MANOKWARI 2005 ii Abstrak Yohan M G Jarisetouw. ANALISA

Lebih terperinci

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA 1 ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh : EDRA SEPTIAN S 121201046 MANAJEMEN HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Distribusi dan Kecukupan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Karbondioksida dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101 0 18 sampai 101 0 36 Bujur Timur serta 0 0 25 sampai 0 0 45 Lintang Utara.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Resort Pugung Tampak pada bulan Januari September 2012. Resort Pugung Tampak

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI.

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI. PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai analisis data Landsat 7 untuk estimasi umur tanaman kelapa sawit mengambil daerah studi kasus di areal perkebunan PTPN VIII

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI. Oleh : PUTRI SINAMBELA /MANAJEMEN HUTAN

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI. Oleh : PUTRI SINAMBELA /MANAJEMEN HUTAN ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI Oleh : PUTRI SINAMBELA 071201035/MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011 LEMBAR PENGESAHAN

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Citra 5.1.1 Kompilasi Citra Penelitian menggunakan citra Quickbird yang diunduh dari salah satu situs Internet yaitu, Wikimapia. Dalam hal ini penulis memilih mengambil

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Penelitian dibagi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 9 bulan (Maret - November 2009), dan obyek penelitian difokuskan pada tiga kota, yaitu Kota Padang, Denpasar, dan Makassar.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H.

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai dari Bulan Juni sampai dengan Bulan Desember 2009. Penelitian ini terbagi atas pengambilan dan pengumpulan

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Disusun Oleh: Sediyo Adi Nugroho NIM:

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian didasarkan pada penelitian Botanri (2010) di Pulau Seram Maluku. Analisis data dilakukan di Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan,

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP : 3513100016 Dosen Pembimbing: Nama : Prof.Dr.Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS NIP

Lebih terperinci

Perubahan Luasan Mangrove dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Di Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan

Perubahan Luasan Mangrove dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Di Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan 77 M. Indica et al. / Maspari Journal 02 (2011) 77-82 Maspari Journal 02 (2011) 77-81 http://masparijournal.blogspot.com Perubahan Luasan Mangrove dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Di Taman Nasional

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan ligkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk dapat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PEMETAAN SEBARAN SUHU PERMUKAAN DAN HUBUNGANNYA TERHADAP PENUTUPAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT LANDSAT TM 5 (Studi Kasus: Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang) SKRIPSI Oleh : EDEN DESMOND

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x,. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1 Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Identifikasi Kerusakan Hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) (Studi Kasus : Sub DAS Brantas

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Nasional Kerinci Seblat, tepatnya di Resort Batang Suliti, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah IV, Provinsi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan Pengertian masyarakat adat berdasarkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun)

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN SKRIPSI Oleh : WARREN CHRISTHOPER MELIALA 121201031 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

Evaluasi Kesesuaian Tutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 Tahun 2009 Dengan Peta RTRW Kabupaten Sidoarjo Tahun 2007

Evaluasi Kesesuaian Tutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 Tahun 2009 Dengan Peta RTRW Kabupaten Sidoarjo Tahun 2007 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (Oktober, 2013) ISSN: 2301-9271 Evaluasi Kesesuaian Tutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 Tahun 2009 Dengan Peta RTRW Kabupaten Sidoarjo Tahun 2007 Latri Wartika

Lebih terperinci

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS Oleh : Tyas Eka Kusumaningrum 3509 100 001 LATAR BELAKANG Kawasan Pesisir Kota

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI Oleh : Ardiansyah Putra 101201018 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2011 Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley 1961 dalam LO 1996). Peta penutupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gorontalo sebagian besar wilayahnya berbentuk dataran, perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian 0 2000 M di atas permukaan laut. Luas

Lebih terperinci

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan.

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan. FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL Erwin Hermawan Abstrak Secara umum, UHI mengacu pada peningkatan suhu udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil sensus jumlah penduduk di Indonesia, dengan luas wilayah kurang lebih 1.904.569 km 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk, dari tahun 2010 jumlah penduduknya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Karang Citra Landsat 7 liputan tahun 2014 menunjukkan bahwa kondisi tutupan lahan Gunung Karang terdiri dari hutan, hutan tanaman

Lebih terperinci

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel. Lampiran 1. Praproses Citra 1. Perbaikan Citra Satelit Landsat Perbaikan ini dilakukan untuk menutupi citra satelit landsat yang rusak dengan data citra yang lainnya, pada penelitian ini dilakukan penggabungan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN Media Konservasi Vol. 17, No. 3 Desember 2012 : 143 148 HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN (Correlation between Leaf Area Index with Micro Climate and Temperature

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan perkotaan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pada bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2008. Gambar 3. Citra IKONOS Wilayah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau adalah area memanjang baik berupa jalur maupun mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, sebagai tempat tumbuhnya vegetasi-vegetasi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

Manfaat METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

Manfaat METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 2 Manfaat Penelitian ini diharapkan menjadi sumber data dan informasi untuk menentukan langkah-langkah perencanaan dan pengelolaan kawasan dalam hal pemanfaatan bagi masyarakat sekitar. METODE Lokasi dan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014.

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. 33 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. Adapun penelitian dilaksanakan di pesisir Kabupaten Lampung Timur. Berikut ini

Lebih terperinci

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 Kemampuan

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Gap Filling Citra Gap Filling citra merupakan metode yang dilakukan untuk mengisi garisgaris yang kosong pada citra Landsat TM hasil download yang mengalami SLCoff, sehingga

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT

SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT 8 (Studi Kasus : Sub Das Brantas Bagian Hulu, Kota Batu) Oleh : Aning Prastiwi

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

STUDI PERKEMBANGAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG. Walbiden Lumbantoruan 1. Abstrak

STUDI PERKEMBANGAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG. Walbiden Lumbantoruan 1. Abstrak STUDI PERKEMBANGAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG Walbiden Lumbantoruan 1 Abstrak Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: (1) Untuk mengtetahui perubahan ruang sebagai permukiman

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA

III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) III. RUANG DAN FUNGSI TANAMAN LANSKAP KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, S.P., MAgr, PhD. Tujuan Memahami bentuk-bentuk ruang dengan tanaman

Lebih terperinci

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ Oleh : Ganjar Saefurahman C64103081 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2012. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sebaran agroforestri yaitu di Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Bahorok,

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004 53 5.1.3 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi data Citra Landsat dilakukan untuk pengelompokan penutupan lahan pada tahun 2004. Metode yang dipergunakan adalah klasifikasi terbimbing (Supervised Classification).

Lebih terperinci