HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 17 HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Percobaan I Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih Pengujian Mutu Fisik Benih Pengujian mutu fisik benih sangat penting untuk dilakukan karena menentukan pertumbuhan benih dilapangan. Pengujian mutu fisik benih dilakukan dengan uji berat 1000 butir benih Hasil pengujian mutu fisik benih dengan metode berat 1000 butir benih dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil pengujian mutu fisik benih trembesi (), sengon (), sengon buto () dan randu () Jenis Tanaman Berat 1000 butir (g) 193,16 21, ,60 61,99 Parameter Uji Jumlah per Kg (butir) Koofisien Keragaman 1,78 0,25 3,83 0,80 Hasil pengujian mutu fisik benih dengan metode berat 1000 butir diketahui sengon buto mempunyai berat paling tinggi yaitu 1052,60 g, hal ini dikarenakan benih tersebut mempunyai ukuran benih paling besar jika dibandingkan dengan tiga jenis tanaman lainnya. Dari hasil perhitungan berat 1000 butir diketahui jumlah benih per 1 kg dari keempat contoh uji tersebut. Jumlah benih trembesi butir, sengon butir, sengon buto 950 butir dan randu butir. Metode pengujian mutu fisik benih dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Metode pengujian mutu fisik C benih; A) Trembesi (); D B) Sengon (); C) Sengon buto (); D) Randu ().

2 18 Pengujian Fisiologis Benih Pengujian fisiologis benih juga dilakukan untuk mengetahui kemampuan benih tumbuh. Pengujian fisologis dilihat dari dua parameter uji yaitu daya kecambah benih dan laju perkecambahan. Hasil uji fisiologis benih dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2 Hasil pengujian mutu fisiologis benih trembesi (), sengon (), sengon buto () dan randu () Jenis Tanaman Parameter Uji Daya Berkecambah (%) Laju Perkecambahan (Hari) 77, , , ,33 10 Hasil uji fisiologis dari keempat benih yang diuji cobakan, sengon mempunyai daya kecambah yang paling tinggi yaitu sebesar 86,67%. Daya kecambah randu dan trembesi sebesar 77,33%. Sengon buto mempunyai daya kecambah paling rendah yaitu sebesar 66,67%. Hasil uji laju perkecambahan benih sengon mempunyai laju paling cepat yaitu hanya 6 hari, sedangkan jenis lainnya laju perkecambahan minimal 10 hari. Laju perkecambahan randu 10 hari, sengon buto 13 hari dan trembesi 14 hari. Pengujian fisiologis benih dapat dilihat pada Gambar 3. A B Gambar 3 Pengujian mutu fisiologis; A) Rumah kaca pengujian mutu fisiologis; B) Pengujian fisiologis benih dengan metode standar.

3 19 Percobaan II Adaptasi Benih Tanaman Kehutanan di Lahan Pasca Tambang Percobaan dilakukan di lokasi inpit dump lahan bekas tambang batubara PT TIA. Lahan yang digunakan untuk percobaan merupakan lahan yang telah dilakukan penaburan top soil. Lokasi Percobaan II dan Percobaan III dapat dilihat pada Gambar 4. A B Gambar 4 Lahan yang digunakan untuk direct seeding, (A) Penataan lahan inpit dump, (B) Lahan yang siap untuk direct seeding, sudah dilakukan penaburan top soil. Uji Fisiologis Pengamatan uji fisiologis yang meliputi daya kecambah dan laju kecambah juga dilakukan pada saat metode direct seeding diterapkan di lahan bekas tambang untuk masing-masing jenis benih. Dari hasil pengamatan fisiologis di lapangan dilakukan sidik ragam terhadap parameter daya kecambah dan laju kecambah Hasil sidik ragam disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil sidik ragam daya kecambah dan laju kecambah benih trembesi (S. saman), sengon (), sengon buto () dan randu () di lapangan Parameter Signifikansi R Square Daya Kecambah <.0001* Laju Kecambah 0,3235 tn 0,1616 Keterangan; *: Perlakuan berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 5% tn : Perlakuan tidak berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 5% Dari hasil sidik ragam daya kecambah memberikan pengaruh yang nyata pada daya kecambah pada tingkat kepercayaan 5%. Untuk mengetahui perlakuan yang berpengaruh terhadap daya kecambah dilakukan uji Duncan s Multiple Range Test. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.

4 20 Tabel 4 Rata-rata daya kecambah benih trembesi (), sengon (F. moluccana), sengon buto () dan randu () di lapangan setelah 4 MST Jenis Tanaman Rata Rata Daya Kecambah (%) 14,4 b 31,6 a 11,2 b 19,6 b Keterangan: rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 5%, hasil uji Duncan s Multiple Range Test. Hasil uji Duncan s Multiple Range Test diketahui pada perlakuan sengon mempunyai rata-rata daya kecambah paling tinggi yaitu 31,6%, randu 19,6% trembesi 14,4% dan sengon buto 11,2%. Daya kecambah harian dapat dilihat pada Gambar 5. % Samanea saman Falcataria moluccana Enterolibium cylocarpum Ceiba pentandra Hari Gambar 5 Daya kecambah harian benih trembesi (), sengon (F. moluccana), sengon buto () dan randu (). Rata-rata laju kecambah jenis tanaman pada Percobaan II dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Rata-rata laju kecambah tanaman trembesi (), sengon (F. moluccana), sengon buto () dan randu () di lapangan Jenis Tanaman Rata Rata Laju Kecambah (hari)

5 21 Laju kecambah paling cepat yaitu tanaman sengon buto, tanaman trembesi, sengon mempunyai laju kecambah 12 hari sedangkan laju kecambah randu 13 hari. Pertumbuhan Tanaman di Lapangan Pengamatan pertumbuhan tanaman di lapangan meliputi tiga parameter yaitu tinggi, diameter tanaman dan daya hidup. Pertumbuhan tinggi dan diameter diamati setelah kecambah berumur 4 minggu, sedangkan pengamatan daya hidup dilakukan ketika tanaman umur 12 minggu. Untuk mengetahui hasil pengamatan dilakukan sidik ragam tehadap tiga parameter tersebut. Hasil analisis sidik ragam terhadap parameter pengamatan tanaman di lapangan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil analisis sidik ragam terhadap parameter pengamatan tinggi tanaman, diameter tanaman dan daya hidup tanaman di lapangan Parameter Signifikansi R Square Tinggi tanaman Diameter Tanaman Daya hidup tanaman <,0001* <.0001* 0,5313 tn 0,79 0,94 0,07 Keterangan; *: Perlakuan berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 5% tn : Perlakuan tidak berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 5% Tinggi Tanaman Hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa jenis tanaman memberikan pengaruh terhadap ketiga parameter uji yaitu tinggi tanaman, diameter tanaman dan daya hidup tanaman. Untuk mengetahui perlakuan yang paling berpengaruh terhadap tanaman maka dilakukan uji lanjut Duncan s Multiple Range Test terhadap masing masing parameter pengamatan. Hasil uji lanjut lanjutduncan s Multiple Range Test terhadap rata-rata pertambahan tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Rata-rata pertambahan tinggi tanaman trembesi (), sengon (F. moluccana), sengon buto () dan randu () di lapangan per 2 minggu Jenis Tanaman Rata Rata Pertambahan Tinggi Tanaman (cm) 0,76 b 0,49 b 1,43 a 1,44 a Keterangan: rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 5%, hasil uji lanjut Duncan s Multiple Range Test. Hasil uji lanjut duncan diketahui bahwa jenis tanaman sengon buto dan randu mempunyai rata-rata pertambahan tinggi lebih baik jika dibandingkan dengan tanaman trembesi dan sengon. Rata-rata pertambahan tinggi sengon buto dan randu adalah berturut-turut 1,43 dan 1,44 cm sedangkan trembesi dan sengon 0,79 dan 0,49 cm. Dengan rata-rata pertambahan tinggi yang diukur per 2 minggu, pertumbuhan tinggi tanaman selama 12 minggu dapat dilihat pada Gambar 6.

6 22 Tinggi (cm) 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 17,6 18,4 16,4 15,1 12,7 9,6 8,6 7,5 7,9 6,6 7,0 5,7 5,8 4,9 3,9 1,4 2,0 2,6 3,3 3,6 IV VI VIII IX XII Samanea saman Falcataria moluccana Enterolobium cyclocarpum Ceiba pentandra Minggu Gambar 6 Tinggi rata-rata tanaman trembesi (), sengon (), sengon buto () dan randu () di lapangan. Diameter Tanaman Uji lanjut Duncan s Multiple Range Test dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan perbedaan jenis tanaman terhadap diameter tanaman. Hasil uji lanjut dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Rata-rata diameter tanaman trembesi (), sengon (), sengon buto () dan randu () di lapangan per 4 minggu Jenis Tanaman Rata Rata Diameter Tanaman (mm) 1,73 b 0,81 c 3,89 a 1,74 b Keterangan: rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 5%, hasil uji lanjut Duncan s Multiple Range Test. Dari hasil uji lanjut diketahui sengon buto mempunyai rata rata pertambahan diameter paling besar sedangkan sengon mempunyai rata rata pertambahan paling kecil. Pertambahan rata-rata diameter trembesi dan randu tidak berbeda nyata pada masing-masing perlakuan. Pertambahan rata-rata diameter sengon buto 3,89 mm, randu 1,74 mm, trembesi 1,73 mm dan sengon 3,89 mm. Grafik ratarata pertambahan diameter setiap jenis tanaman pada Percobaan II dapat dilihat pada Gambar 7.

7 23 mm 5,00 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 3,42 3,89 2,12 1,55 1,74 1,76 1,91 1,33 0,72 0,84 0,98 I II III Gambar 7 Diameter rata-rata tanaman rembesi (), sengon (), sengon buto () dan randu () di lapangan per 4 minggu. Daya Hidup Daya hidup tanaman dari hasil analisis tidak berpengaruh nyata, daya hidup masing-maaing tanaman dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Daya hidup tanaman rembesi (), sengon (), sengon buto () dan randu () Percobaan II Jenis Tanaman Daya Hidup Tanaman (%) 19,2 30,8 14,8 29,6 Sengon mempunyai daya hidup paling tinggi yaitu 30,8%, randu 29,6%. Daya hidup benih berukuran sedang lebih rendah dari benih berukuran kecil, daya hidup trembesi 19,2% dan daya hidup sengon buto 14,8%. Adaptasi pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Gambar 8. 4,35 Bulan Samanea saman Falcataria moluccana Enterolobium cyclocarpum Ceiba pentandra A B C D Gambar 8 Bibit A) Trembesi (), B) Sengon (), C) Sengon buto () dan D) Randu (),umur 8 minggu ditanam dengan metode direct seeding.

8 24 Daya hidup tanaman berdasarkan lubang tanam pada Percobaan II disajikan pada Tabel 10 Tabel 10 Daya hidup tanaman trembesi (), sengon (), sengon buto () dan randu () berdasarkan lubang tanam pada Percobaan II Jenis Tanaman Lubang Tanam Berkecambah (%) Lubang Tanam Tidak Berkecambah (%) Dari hasil tersebut diketahui bahwa daya hidup sengon dan randu berdasarkan lubang tanam lebih tinggi jika dibandingkan dengan trembesi dan sengon buto. Daya hidup sengon dan randu sebesar 66%, sedangkan daya hidup trembesi dan sengon buto 58% dan 52%. Daya hidup tanaman juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Aliran air dapat menyebabkan kematian tanaman, karena sedimentasi dapat menimbun tanaman. Kematian yang disebabkam oleh aliran air dpat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 Tanaman sengon umur 4 minggu yang mulai tertimbun dan tergerus air hujan. Pertumbuhan tanaman memerlukan unsur hara. Untuk mengetahui kandungan unsur hara lahan yang digunakan dalam Percobaan II dan III maka dilakukan analisis tanah. Analisis tanah di Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Lambung Mangkurat. Hasil analisis sifat fisk tanah dapat dilihat pada Tabel 11.

9 25 Tabel 11 Sifat fisik tanah lahan pasca tambang PT Tunas Inti Abadi Tekstur (%) Pasir Debu Liat PSH Kelas Tekstur 13,81 27,82 51,18 7,19 Liat Hasil analisis sifat kimia tanah dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Sifat kimia tanah lahan pasca tambang PT Tunas Inti Abadi C N P 2 O 5 K20 P 2 O 5 tsd ph Ca-dd Mg-dd Na-dd % mg/100 g ppm H 2 O me/100 g 8,98 0, ,67 8,00 3,93 0,73 2,40 0,35 Lanjutan K-dd Al-dd H-dd KTK KB BD PD Perm Pori me/100 g % g/cm 3 cm/jam % 0,03 8,34 2,08 18,98 18,45 1,03 2,27 0,08 39,21

10 26 Percobaan III Pengaruh Penambahan Pupuk Kandang Pada Perkecambahan dan Pertumbuhan Bibit Hasil Direct Seeding Percobaan III dilakukan di lokasi inpit dump lahan bekas tambang. Lahan yang digunakan merupakan lahan bekas tambang yang telah direklamasi dengan ketebalan top soil dengan ketebalan 60 cm. Lokasi Percobaan III dapat dilihat pada Gambar 4. Pada Percobaan III dilakukan penambahan pupuk kandang dari kotoran sapi dengan dosis 2 kg berat kering per lubang tanam. Tahapan Percobaan III dapat dilihat pada Gambar 10. A B C D Gambar 10 Tahapan Percobaan III: (A) pembuatan lubang tanam; (B) penambahan pupuk kandang; (C) penaburan benih; dan (D) penandaan. Uji Fisiologis Hasil sidik ragam diketahui bahwa penambahan pupuk memberikan pengaruh terhadap rata-rata daya kecambah Percobaan III. Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Rata-rata daya kecambah tanaman trembesi (), sengon (), sengon buto () dan randu () di lapangan setelah 4 MST pada Percobaan III Jenis Tanaman Rata Rata Daya Kecambah (%) Keterangan: rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 5%, hasil uji Duncan s Multiple Range Test. 13,2 a 11,6 a 7,2 b 12 a Dari hasil uji diketahui bahwa daya kecambah trembesi, sengon, sengon buto dan randu tidak berbeda nyata. Daya kecambah berkisar 7,2-13,2 %. Daya kecambah paling rendah yaitu tanaman sengon buto 7,2%, daya kecambah trembesi 13,2 %, sengon 11,6 % dan randu 12 %. Daya kecambah harian dapat dilihat pada Gambar 11.

11 27 % Samanea saman Falcataria moluccana Enterolibium cylocarpum Ceiba pentandra Hari Gambar 11 Daya kecambah harian tanaman trembesi (), sengon (), sengon buto () dan randu (C. pentandra) pada Percobaan III. Hasil sidik ragam penambahan pupuk tidak memberikan pengaruh terhadap laju kecambah (Tabel 3). Rata-rata laju kecambah jenis tanaman pada Percobaan III dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Rata-rata laju kecambah tanaman trembesi (), sengon (), sengon buto () dan randu (C. pentandra) pada Percobaan III Jenis Tanaman Rata Rata Laju Kecambah (hari) Dari Tabel 5 diketahui bahwa laju kecambah paling cepat yaitu sengon buto dengan rata-rata laju kecambah 10 hari, sengon 12 hari, randu 14 hari dan trembesi 17 hari. Pada Percobaan III terjadi persaingan laju kecambah dengan tanaman tanaman lain yang benihnya terbawa oleh pupuk kandang. Kecambah tanaman lainnya dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12 Kecambah dari tanaman lain yang terbawa pupuk kandang.

12 28 Pertumbuhan Tanaman di Lapangan Tinggi Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman berbeda nyata. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruhnya dilakukan uji lanjut Duncan s Multiple Range Test terhadap rata-rata pertambahan tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Rata-rata pertambahan tinggi tanaman trembesi (), sengon (F. moluccana), sengon buto () dan randu () per 2 minggu pada Percobaan III Jenis Tanaman Rata Rata Pertambahan Tinggi Tanaman (cm) 2,31 b 1,38 c 6,65 a 2,26 b Keterangan: rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 5%, hasil uji lanjutduncan s Multiple Range Test. Pada Percobaan III diketahui sengon buto mempunyai rata-rata pertambahan tinggi yaitu 6,65 cm per 2 minggu, sedangkan trembesi dan randu rata-rata pertambahan tinggi 2,31 cm dan 2,26 cm. Pada Percobaan III sengon mempunyai rata-rata pertambahan tinggi hanya 1,38 cm per 2 minggu. Perubahn tinggi rata-rata per dua minggu dapat dilihat pada Gambar 13. cm 45,0 40,0 35,0 30,0 25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 IV VI VIII IX XII Samanea saman Falcataria moluccana Enterolobium cyclocarpum Ceiba pentandra Minggu ke- Gambar 13 Tinggi rata-rata tanaman trembesi (), sengon (), sengon buto () dan randu () pada Percobaan III.

13 29 Diameter Tanaman Uji lanjut Duncun s Multiple Range Test dilakukan untuk mengetahui perbedaan pengaruh perlakuan terhadap diameter tanaman. Hasil uji lanjut dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Rata-rata diameter tanaman trembesi (), sengon (), sengon buto () dan randu () per 4 minggu pada Percobaan III Jenis Tanaman Rata Rata Diameter Tanaman (mm) 2,47 b 1,12 c 5,46 a 2,42 b Keterangan: rata-rata yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 5%, hasil uji lanjut Duncun s Multiple Range Test. Rata-rata diameter tanaman tertinggi pada tanaman sengon buto sebesar 5,46 mm, trembesi dan randu mempunyai rata-rata diameter 2,47 mm dan 2,42 mm, rata-rata daimeter terkecil pada tanaman sengon yakni 1,12 mm. Grafik ratarata pertambahan diameter setiap jenis tanaman dapat dilihat pada Gambar 14. mm 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 I II III Bulan Samanea saman Gambar 14 Diameter rata-rata tanaman trembesi (), sengon (), sengon buto () dan randu () pada Percobaan III. Falcataria moluccana Enterolobium cyclocarpum Ceiba pentandra Daya Hidup Hasil sidik ragam menunjukkan perlakuan tidak berpenagrauh terhadap daya hidup tanaman. Daya hidup tanaman dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Daya hidup tanaman tanaman trembesi (), sengon (F. moluccana), sengon buto () dan randu () pada Percobaan III Jenis Tanaman Daya Hidup Tanaman (%) 21,3 10,4 8 13,2

14 30 Daya hidup tanaman sengon buto pada Percobaan III 8 %, daya hidup sengon 10,4%, daya hidup randu 13,2%. Trembesi mempunyai daya hidup paling tinggi yaitu 21,3%. Pertumbuhan tanaman pada Percobaan III dapat dilihat pada Gambar 15. A B C D Gambar 15 Kondisi tanaman pada Percobaan III, A) trembesi (), B) sengon (),C) sengon buto () dan D) randu () umur 8 minggu ditanam dengan metode direct seeding. Hasil sidik ragam menunjukan daya hidup tanaman berdasarkan lubang tanam pada Percobaan III tidak berbeda nyata. Daya hidup tanaman disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Daya hidup tanaman trembesi (), sengon (), sengon buto () dan randu () berdasarkan lubang tanam pada Percobaan III Jenis Tanaman Hidup (%) Kosong (%) Tanaman trembesi mempunyai daya hidup berdasarkan lubang tanam paling tinggi yaitu 72% jika dibandingkan dengan tiga tanaman lainnya. Daya hidup sengon sebesar 38%, randu 40% dan sengon buto 28%. Penambahan pupuk kandang memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Untuk mengetahui kandungan pupuk kandang maka dilakukan analisis di Laboratorium Departemen Tanah dan Sumberdaya Lahan FAPERTA IPB. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Hasil analisis kandungan unsur hara pupuk kandang C N P K Ca MG Kadar Air...%... 23,2 1,07 0, ,41 0,49 11,25

15 31 Analisis Biaya Untuk mengetahui biaya yang digunakan dalam pengembangan metode direct seeding pada lahan bekas tambang dilakukan analisa terhadap biaya tenaga kerja, pembelian pupuk kandang dan kebutuhan benih. Perhitungan ekonomi didasarkan jarak tanam 4 x 4 m dengan perhitungan luasan per ha. Kebutuhan tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Kebutuhan tenaga kerja untuk penanamana dengan metode direct seeding dan konvensional per ha Metode Penanaman Jumlah Tanaga Kerja Waktu (Hari) Biaya HOK (Rp) Total Biaya HOK/ ha Direct seeding Bibit persemaian Dosis pupuk kandang yang digunakan untuk penelitian dan rehabilitasi di PT Tunas Inti sebanyak 2 kg per lubang tanaman. Analisa biaya untuk pembelian pupuk dengan dosis 2 kg per ha dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Biaya pembelian pupuk kandang kotoran sapi per ha Jumlah Lubang Tanam Dosis (kg) Harga/kg (Rp) Total Biaya Pupuk Kandang/ ha Ukuran benih menentukan berat 1000 butir benih, setiap jenis tanaman mempunyai berat yang berbeda. Analisis kebutuhan benih setiap jenis tanaman per ha dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Analisis kebutuhan benih tanaman trembesi (), sengon (), sengon buto () dan randu () per ha Jenis Tanaman Kebutuhan Benih/ha (kg) Harga Benih/kg (Rp) Harga Benih/ha (Rp) 0, , , , Dari hasil analisis biaya tenaga kerja, biaya pembelian pupuk kandang dan biaya kebutuhan benih, maka diketahui biaya penananaman dengan menggunakan metode direct seeding. Biaya penanaman masing-masing jenis tanaman trembesi (), sengon (), sengon buto () dan randu (C. pentandra) per ha tersebut dapat dilihat pada Tabel 23.

16 32 Tabel 23 Biaya tanam tiap jenis tanaman trembesi (), sengon (), sengon buto () dan randu (C. pentandra) per ha Jenis Tanaman Biaya Tenaga Kerja (Rp) Biaya Pupuk Kandang (Rp) Biaya Pembelian Benih (Rp) Total Biaya/ha (Rp) Analisis biaya penanaman dengan menggunakan bibit sengon berdasarkan hasil obeservasi yang dilakukan terhadap kontraktor yang melakukan penanaman. Hasil analisis penanaman dengan menguunakan bibit sengon dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Analisis biaya penanaman dengan bibit sengon Variabel Jumlah Harga Kebutuhan Total (Rp) (Rp) Tenaga kerja 2 orang hari Pupuk kandang 2 kg/ lubang tanam Bibit sengon 1bibit/lubang bibit Jumlah

17 33 PEMBAHASAN Pengujian Mutu Fisik Benih Dari hasil pengujian mutu fisik benih dengan menggunakan metode berat 1000 butir benih diketahui bahwa benih yang digunakan dalam percobaan ini diklasifikasikan menjadi dua yaitu benih berukuran kecil dan benih berukuran sedang. Benih berukuran kecil yaitu sengon dan randu, hasil perhitungan berat 1000 butir benih yaitu sengon 21,55 g dan randu yang beratnya 61,99 g. Sedangkan benih berukuran sedang yaitu trembesi dan sengon buto. Berat 1000 butir untuk benih yang berukuran sedang ini yaitu trembesi yang beratnya 193,16 g dan sengon buto beratnya 1052,60 g. Pengklasifikasian benih berdasarkan Doust et al., (2006) yang mengutarakan benih berukuran kecil (< g); sedang ( g); besar (>5.0 g). Dari hasil perhitungan berat 1000 butir benih dan jumlah benih per kilogram (Tabel 1) diperoleh hasil yang hampir sama dengan penelitian yang dilakuan oleh peneliti sebelumnya. Benih sengon jumlah benih per kg sebanyak butir, jumlah ini tidak jauh bebeda dengan penelitian Tuheteru (2009), dimana dalam penelitianya jumlah benih per 1 kg sebanyak butir. Tetapi jumlah ini jauh berbeda dengan Pramono (2010) yang menyatakan jumlah benih per 1 kg butir. Untuk benih sengon buto dan randu hasil pengujian mutu fisik benih jumlah per 1 kg benih sebanyak 950 butir dan Jumlah per kg ini tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya jumlah benih 1 kg sebanyak benih untuk benih sengon buto (Djoker 2003) dan untuk randu (Djoker dan Salazar 2005). Pengujian Mutu Fisiologis Benih Selain uji fisik benih, pengujian mutu fisiologis benih juga perlu dilakukan untuk mengetahui daya kecambah benih. Pengujian mutu fisik benih dilakukan disetiap percobaan dengan lama pengamatan 30 hari. Parameter yang diamati yaitu daya kecambah dan laju kecambah. Hasil pengujian mutu fisiologis Percobaan I pada Tabel 2 menunjukkan bahwa sengon mempunyai daya kecambah yang paling tinggi jika dibandingkan dengan 3 jenis lainnya. Daya berkecambah sengon mencapai 86,67%, sedangkan yang lain hanya 77,33% untuk trembesi dan randu. Sengon buto mempunyai ukuran benih yang paling besar namun mempunyai daya kecambah paling kecil yaitu 66,67%. Bertoni dan Juarez (1980) di Mexico Tenggara hasil pengecambahan sengon buto yang dilakukan di rumah kaca sebesar 77%. Laju perkecambahan dari empat jenis yang diujikan sengon mempunyai laju paling cepat yaitu hanya 6 hari, sementara ketiga jenis tanaman yang lain memiliki laju perkecambahan minimal 10 hari. Laju perkecambahan randu 10 hari, sengon buto 13 hari dan trembesi laju perkecambahan 14 hari. Dari percobaan ini diketahui bahwa benih berukuran kecil mempunyai laju kecambah lebih cepat dari benih yang berukuran sedang. Pengamatan fisiologis benih pada Percobaan II dilakukan untuk mengetahui adaptasi benih terhadap lahan pasca tambang yang memiliki suhu yang ekstrim. Dari hasil uji fisiologis Percobaan I dengan Percobaan II daya kecambah pada Percobaan II jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan Percobaan I. Daya kecambah pada Percobaan II berkisar 11,2% - 31,6%, sedangkan

18 34 Percobaan I daya kecambah mencapai 66,67% - 86,67%. Daya kecambah masing-masing tanaman pada Percobaan II ini trembesi 14,4%, sengon 31,6%, sengon buto 11,2% dan randu 19,6%. Pada Percobaan I dan Percobaan II tanaman sengon mempunyai daya kecambah paling tinggi jika dibandingkan dengan ketiga tanaman lainnya. Schmidt (2000;2007) melaporkan bahwa perkecambahan ditentukan oleh kualitas benih, perlakuan awal dan kondisi perkecambahan seperti air, suhu, udara, media, cahaya dan bebas dari hama penyakit. Pada kondisi ini faktor lingkungan perkecambahan sangat berpengaruh, pada Percobaan I kondisi lingkungan dapat terkontrol sedangkan pada areal penananaman kondisi lingkungan tidak dapat terkontrol. Berdasarkan daya kecambah pada Percobaan I, daya kecambah pada Percobaan II dapat ditingkatkan dengan penambahan jumlah benih yang ditabur. Untuk mendapatkan daya kecambah minimal 60% dapat dilakukan penaburan benih minimal 25 biji untuk trembesi, 10 biji untuk tanaman sengon, 30 biji untuk tanaman sengon buto dan 20 biji untuk tanaman randu. Sengon buto pada Percobaan II mempunyai laju kecambah paling cepat jika dibandingkan dengan tiga jenis tanaman lainnya yaitu trembesi, sengon dan randu. Laju kecambah sengon buto pada Percobaan II yaitu 8 hari. Hasil penelitian Sahgun et al. (2007) diperoleh laju kecambah sengon buto 8-9 hari. Pada Gambar 5 terlihat bahwa bahwa pada awalnya 3 jenis tanaman lainnya grafiknya berada berada dibawah tanaman sengon buto, namun mulai hari kedua belas perkecambahan sengon buto tersaingi oleh trembesi, sengon dan randu. Laju kecambah sengon mulai terhenti pada hari keenam belas dimana rata-rata daya kecambahnya sebesar 11,2%. Randu yang mempunyai laju pertumbuhan paling lama yaitu hari ketiga belas, namun pada akhirnya rata-rata daya kecambahnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman trembesi hal ini dikarenakan randu lebih toleran terhadap tanah kering jika dibandingkan dengan trembesi. Randu dapat tumbuh pada daerah dengan curah hujan mm per tahun (Salazar dan Dorthe 2001) sedangkan trembesi mampu tumbuh pada daerah dengan curah hujan mm pertahun (Staples dan Elevitch 2006). Laju perkecambahan trembesi mulai stabil pada hari keenam belas sedangkan randu mulai stabil pada hari kedua puluh empat. Penambahan pupuk kandang dengan dosis 2 kg pada Percobaan III tidak dapat meningkatkan daya kecambah tanaman pada lahan bekas tambang, karena daya kecambah pada Percobaan III nilainya lebih kecil dari daya kecambah pada Percobaan I dan Percobaan II. Pada Percobaan I daya kecambahnya 66,67-86,67%, sedangkan pada Percobaan II daya kecambahnya 14,4-31,6%. Daya kecambah pada Percobaan III, tanaman trembesi mempunyai daya kecambah paling tinggi yaitu sebesar 13,2%, randu 12%, sengon 11,6% dan sengon buto 7,2%. Hasil penelitian Priadi (2010) melaporkan bahwa tempat tumbuh mempengaruhi daya kecambah suatu tanaman, daya kecambah sengon pada tanah berumput 61,7% sedangkan daya kecambah pada tanah berpasir 39,0%. Pada Gambar 11 terlihat pada awalanya perkecambahan tanaman trembesi daya kecambahnya paling rendah dari tiga tanaman lainnya. Pada hari keenam belas daya kecambah tanaman trembesi mampu menyaingi tanaman randu dan sengon buto, pada hari kedua puluh delapan trembesi mampu menyaingi daya kecambah sengon.

19 35 Daya kecambah pada Percobaan III cenderung rendah hal ini diduga karena adanya persaingan dengan tanaman lainnya yang benihnya terbawa oleh pupuk kandang. Benih tanaman lain (gulma) tersebut mulai berkecambah pada hari kelima sampai hari keenam, sedangkan benih yang diuji cobakan mulai berkecambah pada hari kesepuluh. Benih tanaman yang terbawa pupuk kandang antara lain rumput-rumputan, bayam ( Gambar 12). Peningkatan daya kecambah pada Percobaan III dapat dilakukan dengan menambahkan jumlah biji yang ditabur. Untuk mendapatkan daya kecambah mimimal 60%, pada Percobaan III dapat dilakukan penaburan benih minimal 15 biji untuk trembesi, 30 biji untuk sengon, 45 biji untuk sengon buto dan 15 biji untuk tanaman randu. Laju kecambah yang paling cepat pada Percobaan III yaitu tanaman sengon buto, rata-rata laju kecambahnya 10 hari. Sengon mempunyai laju kecambah 12 hari, randu mempunyai laju kecambah 14 hari dan trembesi mempunyai laju kecambah 17 hari. Dengan adanya persaingan antara kecambah tanaman lain (gulma) dengan menghambat proses perkecambahan. Holl (1998) menyatakan bahwa penyebaran dan persaingan spesies lain menjadi faktor utama dalam pertumbuhan semai. Selain menjadi faktor penghambat pertumbuhan gulma dapat menjadi faktor utama dalam peningkatan kematian kecambah pada metode direct seeding (Engel dan Parrota 2001). Persaingan ini memberikan pengaruh terhadap perkecambahan karena adanya persaingan dalam perebutan ketersediaan air yang langka dan unsur hara yang rendah (Chapman et al. 2002). Dari hasil pengujian fisiologis tersebut diketahui bahwa ukuran benih tidak berpengaruh terhadap daya kecambah dan laju perkecambahan. Hal ini terlihat pada pecobaan Winarni dan Eliya (2008) melaporkan bahwa ukuran benih tidak mempengaruhi daya kecambah dan laju perkecambahan, tetapi yang berpengaruh yaiti berat dari masing-masing benih tersebut. Pertumbuhan Tanaman di Lapangan Hasil sidik ragam diketahui perlakuan memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman. Dari hasil uji lanjut lanjut Duncan s Multiple Range Test menunjukkan bahwa tanaman yang mempunyai benih berukuran kecil yakni sengon dan randu mampu beradaptasi pada lahan bekas tambang. Dari hasil uji lanjut bahwa nilai rata-rata pertambahan tinggi pada tanaman randu tidak berbeda nyata dengan sengon buto yaitu 1,44 cm dan 1,43 cm per dua minggu. Sedangkan pertambahan tinggi rata-rata sengon dan trembesi juga tidak berbeda nyata yaitu 0,49 cm dan 0,76 cm per dua minggu. Pada minggu kedua belas tinggi sengon buto mencapai 18,4 cm, randu 9,6 cm, trembesi tingginya mencapai 7,9 cm dan sengon tingginya 3,6 cm. Meskipun pertambahan rata-rata benih per dua minggu antara sengon buto dan randu tidak berbeda nyata begitu pula trembesi dengan sengon tidak berbeda nyata tetapi pada Gambar 6 tinggi rata-rata tanaman terlihat berbeda. Pertumbuhan sengon buto yang cepat hal ini dikarenakan mempunyai sistem perakaran yang kuat untuk menembus tanah. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Hendromono (2002) sengon buto yang ditanam pada lahan tanpa olah mempunyai pertumbuhan dan persen jadi yang tidak berbeda nyata dengan tanaman sengon buto yang ditanam pada lahan yang telah diolah terlebih dahulu. Pada tanah yang tidak diolah tanahnya cenderung lebih keras jika dibandingkan dengan tanah yang diolah. Daya adaptasi yang konsisten juga terlihat pada tanaman randu, pada uji fisiologis

20 tanaman ini mampu menyaingi laju perkecambahan tanaman trembesi. Mulai minggu keenam tanaman randu mempunyai tinggi rata-rata lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman trembesi. Hasil uji lanjut Duncan s Multiple Range Test menunjukkan sengon buto mempunyai pertambahan rata-rata diameter per 4 minggu paling tinggi yaitu 3,89 mm, sedangkan trembesi dan randu rata-rata diameternya tidak berbeda nyata yakni 1,73 mm dan 1,74 mm, sedangkan sengon mempunyai rata-rata diameter 0,81 mm. Dari hasil ini diketahui bahwa randu mempunyai daya adaptasi yang konsisten sebab randu yang benihnya berukuran kecil mampu beradaptasi dengan lahan pasca tambang. Kemampuan beradaptasi ini terlihat pada rata-rata diameter randu hasil uji lanjut lanjut Duncan s Multiple Range Test tidak berbeda nyata dengan trembesi dan pada bulan ketiga rata-rata diameternya lebih besar dari trembesi. Rata-rata diameter pada bulan ketiga diameter sengon buto sebesar 4,35 mm, randu sebesar 2,12 mm, trembesi 1,91 mm dan sengon 0,98 mm. Sengon buto mempunyai rata-rata tinggi dan diameter paling besar hal ini disebabkan sengon buto mempunyai ukuran biji paling besar jika dibandingkan yang lain ukuran benih lainnya. Benih masak ditandai dengan warna buah coklat tua dan berisi ± 13 benih. Benih sengon buto berukuran panjang 1,1 2 cm dan garis tengah 0,8 1,3 cm dan agak gemuk, berwarna coklat tua dengan garis coklat muda ditengahnya (Djam an 2003). Hasil penelitian Doust et al. (2006;2008) pembenihan langsung pada 16 jenis dengan berbagai ukuran benih (kecil, sedang, dan besar) menunjukan bahwa jenis dengan ukuran benih yang besar memiliki kemampuan tumbuh dan berkembang yang tinggi. Pertumbuhan tanaman pada Percobaan II kurang maksimal hal ini dikarenakan minimnya unsur hara pada lahan bekas tambang. Lahan bekas tambang yang digunakan pada percobaan ini mempunyai tekstur liat (Tabel 11), dan mempunyai ph tanah 3,93 dengan kandungan unsur hara karbon 8,98%, nitrogen 0,53%, bulk density pada lahan ini yaitu 1,03 g/cm 3 (Tabel 12). Lahan bekas tambang mempunyai kondisi hilangnya profil lapisan tanah, terjadi pemadatan tanah (tingginya tingkat bulk density), kekurangan unsur hara penting, ph rendah, pencemaran oleh logam-logam berat pada lahan bekas tambang, serta penurunan populasi mikroba tanah (Setyaningsih 2007; Tamin 2010; Rusdiana et al. 2000). Dengan ph tanah yang rendah menyebabkan kemungkinan adanya unsur-unsur beracun. Pada tanah-tanah masam banyak ditemukan ion-ion Al di dalam tanah, disamping memfiksasi unsur P juga merupakan racun bagi akar tanaman. Disamping itu pada reaksi tanah yang masam, unsur-unsur mikro menjadi mudah larut, sehingga ditemukan unsur mikro yang terlalu banyak. Unsur mikro merupakan hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah sangat kecil, sehingga menjadi racun kalau dalam jumlah besar (Hardjowigeno 1995). Dengan ph 3,93 menyebabkan ketersedian unsur hara semakin sedikit, selain itu jika ph tanah kurang dari 4,2 dapat menyebabkan penyerapan kation-kation oleh akar tanaman dapat berhenti (Tamadjoe 1995). Ketersidaan Al yang relatif tinggi yaitu 8,34 dapat meyebabkan tanaman keracunan dan perkembangan akar akan terbatas sehingga serapa unsur hara akan semakin sedikit. Penambahan pupuk kandang pada Percobaan III merupakan upaya untuk meningkatakan kualitas dari kecambah tanaman dengan metode direct seeding. Penambahan pupuk kandang dapat memperbaiki kondis sifat fisik tanah dan kimia tanah (Rasool et al. 2007). Pupuk kandang yang ditambahkan berasal dari kotoran 36

21 37 sapi. Dari hasil analisis kandungan hara yang terkandung dalam pupuk kandang sapi tersebut karbon 23,2%, Nitrogen 1,07%, Phospor 0,51%, Kalium 1,09%, Kalsium 0,41%, Magnesium 0,48%, dan kadar air 11,25%. Pemberian pupuk kandang dosis 2 kg memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman. Penambahan rata-rata tinggi tanaman per 2 minggu pada sengon buto mencapai 6,65 cm, trembesi dan randu masing-masing 2,31 cm dan 2,26 cm, pertambahn tinggi sengon hanya 1,38 cm. Pada minggu kedua belas tinggi rata-rata tanaman sengon buto sudah menacapai 41,5 cm, tinggi tanaman trembesi 15,4 cm, randu 12,4 cm dan sengon 7,4 cm. Penambahan pupuk juga memberikan pengaruh terhadap pertambahan diameter tanaman. Rata rata diameter tanaman sengon buto 5,46 mm. Rata-rata diameter tanaman tiga jenis lainnnya tidak berbeda nyata yaitu trembesi 2,47 mm, randu 2,42 mm dan sengon 1,12 mm. Rata rata daimeter pada Percobaan III lebih besar daripada rata rata diameter pada Percobaan II. Hasil penilitian yang dilakukan Wasis (2011) melaporkan bahwa pemberian bahan organik dalam bentuk kompos memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi rata-rata 6,81 cm, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap diameter tanaman. Penamabahan bahan organik dapat meningkat kandungan hara pada tanah. Menurut Hakim et al. ( 1986) Penambahan kompos pada tanah tailing dapat meningkatkan kandungan hara terutama N dan P, sementara itu kandungan Fe +3 yang bersifat toksik menurun sekitar 3-5 kali. Hal tersebut disebabkan oleh penambahan bahan organik pada media dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah karena memiliki daya jerap kation yang lebih besar. Semakin tinggi kandungan bahan organik maka semakin tinggi pula KTK-nya sehingga Fe +3 berubah menjadi Fe +2 yang lebih tersedia bagi tanaman dan memiliki fungsi penting dalam sistem enzim dan diperlukan dalam sintesa klorofil. Daya Hidup Tanaman Daya hidup tanaman pada Percobaan II mengalami peningkatan kecuali tanaman sengon. Tanaman randu mempunyai daya hidup paling tinggi yaitu 29,6%, daya hidup trembesi 19,2%, daya hidup sengon buto 19,2%, sedangkan daya hidup sengon mengalami penurunan 0,8% sehingga daya hidup sengon diakhir pengamatan 30,8%. Berdasarkan lubang tanam, daya hidup tanaman yang diujikan rata-rata lebih dari 50% lubang tanam berkecambah. Benih berukuran kecil yaitu sengon dan randu mempunyai daya hidup lebih tinggi jika di bandingkan dengan benih berukuran sedang yaitu trembesi dan sengon buto. Daya kecambah sengon dan randu 66%, sedangkan daya kecambah trembesi dan sengon buto 58% dan 52%. Daya kecambah berdasarkan lubang tanam ini menunjukkan bahwa benih tanaman kehutanan yang berukuran kecil juga berpotensi untuk dikembangkan dengan metode direct seeding. Daya hidup sengon mengalami penurunan disebabkan karena tanaman tersebut terkena gangguan yaitu tertimbun tanah yang terbawa erosi dan tanaman terbawa aliran air. Namun gangguan yang ada disebabkan karena timbunan tanah yang terbawa erosi (Gambar 9). Tanaman sengon mudah tertimbun dan terbawa aliran air karena ukuran benihnya kecil sehingga kecambahnya juga kecil. Menurut Seiwa et al bahwa ukuran benih memegang peranan penting dalam kehidupan tanaman, salah satunya terhadap perkecambahan benih dan

22 38 pertumbuhan awal anakan. Pada Percobaan II ini mempunyai kemiripan dengan percobaan yang dilakukan oleh Turner (2001) yang mengatakan beberapa jenis dari benih yang berasal dari benih berukuran kecil sperti Acacia celse dan Alphito petrei mempunyai daya kecambah yang tinggi tetapi memiliki karakateristik kematian yang tinggi pula. Penambahan pupuk kandang tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap daya hidup tanaman. Pada Percobaan III daya hidup tanaman cenderung lebih rendah dari pada daya hidup Percobaan II. Daya hidup yang lebih rendah ini disebabkan karena adanya persaingan dengan gulma. Seperti halnya pada Percobaan II, pada Percobaan III ini sengon mengalami penurunan daya hidup sebesar 1,2%. Pada Percobaan III trembesi mempunyai daya hidup paling tinggi yaitu 21,2%, daya hidup randu 13,2%, sengon 10,4% dan daya hidup sengon buto 8%. Daya hidup berdasarkan lubang tanam, trembesi mempunyai daya hidup paling tinggi yaitu 72%, sedangkan sengon dan randu mempunyai daya hidup lebih tinggi dari sengon buto yaitu sebesar 38% dan 40%, sengon buto sebesar 28%. Pertumbuhan tanaman yang lambat menyebabkan gulma berkembang terlebih dahulu, sehingga unsur hara, air yang tersedia diserap terlebih dahulu. Daya hidup sengon paling kecil hal ini dikarenakan sengon kalah bersaingan untuk mendapatkan nutrisi, air dan hara. Selain itu jika dilihat pada Gambar 9 gulma mempunyai tinggi rata-rata lebih tinggi dari tinggi rata-rata tanaman yaitu 5 cm, sehingga bersaing untuk mendapatkan cahaya matahari. Menurut Hendromono (2002) berkembangnya gulma dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bahkan kematian tanaman. Selain dari faktor tersebut sengon mempunyai syarat tumbuh pada tanah berlapis dalam dan berdrainase baik (Nurhasybi 2000). Berbeda halnya dengan randu meskipun sama-sama mempunyai benih yang berukuran kecil tetapi masih mampu bersaing dengan gulma karena randu tanaman pioner yang mampu tumbuh pada tumbuh di atas berbagai macam tanah, dari tanah berpasir sampai tanah liat berdrainase baik (Salazar dan Dorthe 2001). Dari hasil analisis tanah yang dilakukan di Universtas Lambung Mangkurat tanah pada lokasi percobaan mempunyai tekstur liat, sehingga cocok terhadap pertumbuahn randu. Pada benih yang berukuran sedang yaitu sengon buto dan trembesi mampu bersaing dengn gulma. Pada Percobaan III perlakuan penambahan pupuk kandang mampu meningkatkan daya hidup trembesi karena trembesi toleran terhadap lahan miskin unsur hara (Staples dan Elevitch 2006) dengan penambahan pupuk kandang yang mempunyai kandungan C 23,20%, N 1,07%, P 0,51%, K 1,09%, Ca 0,41%, Mg 0,49% daya hidup tanaman meningkat 42,4%. Analisis Biaya Dari hasil analisis biaya untuk penanaman dengan metode direct seeding dengan jarak tanam 4 x 4 m dan setiap lubang tanam berisi 5 benih lebih murah jika dibandingkan dengan penanaman dengan menggunakan bibit dari persemaian. Biaya penanaman per ha dengan menggunakan metode direct seeding berkisar Rp , sedangkan penanaman sengon dengan menggunakan bibit dari persemaian memerlukan biaya penanaman Rp Penanaman dengan menggunakan metode direct seeding ini memerlukan tenaga kerja 2 orang per hari dengan lama pekerjaan selama 4 hari untuk menyelesaikan

23 1 ha. Pada penanaman dengan menggunakan bibit deperlukan waktu 7 hari dengan pekerja 2 orang. Untuk banyaknya benih yang diperlukan tergantung dari ukuran benih, semakin besar ukuran benih maka jumlah yang diperlukan semakin banyak. Biaya tanam sengon buto paling tinggi karena ukuran benih sengon buto paling besar sehingga kebutuhan benihnya juga paling banyak, biaya penanaman sengon buto Rp Untuk biaya penanaman tiga jenis lainnya yaitu trembesi sebesar Rp , sengon sebesar Rp dan randu sebesar Rp Biaya penanaman ini sangat murah jika dibandingkan dengan menggunakan semai. Target penanaman PT TIA rata-rata setiap tahun berkisar 110 ha. Reahabilitasi dengan menggunakan metode direct seeding biaya yang dikeluarkan berkisar Rp , sedangkan dengan menggunakan bibit memerlukan biaya Rp Penggunaan metode direct seeding dapat menghemat biaya rehabilitasi sebesar 44,57%. 39

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu 10 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada Agustus-Desember 2011, di Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB dan PT Tunas Inti Abadi, Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah tinggi, diameter, berat kering total (BKT) dan nisbah pucuk akar (NPA). Hasil penelitian menunjukkan

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2010, hlm ISSN

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2010, hlm ISSN Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2010, hlm. 14-19 ISSN 0853 4217 Vol. 15 No.1 PENGARUH PEMBERIAN PUPUK NPK DAN KOMPOS TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI JABON (Anthocephalus cadamba Roxb Miq) PADA MEDIA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 8. KTK (me/100 g) 30,40 Tinggi - 9. C-organik (%) 12,42 Sangat Tinggi - 10. N-Total (%) 0,95 Sangat Tinggi - 11. P-tersedia (ppm) 34,14 Tinggi - 12. C/N 13,07 Sedang - * Dianalisis di Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Paremeter pertumbuhan tanaman yang diukur dalam penelitian ini adalah pertambahan tinggi dinyatakan dalam satuan cm dan pertambahan diameter tanaman dinyatakan dalam satuan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah biasanya dijadikan sebagai penciri kesuburan tanah. Tanah yang subur mampu menyediakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2010. Penelitian dilakukan di lahan percobaan NOSC (Nagrak Organic S.R.I. Center) Desa Cijujung,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Perkecambahan benih kopi A. Hasil Untuk mengetahui pengaruh media tanam terhadap perkecambahan benih kopi, dilakukan pengamatan terhadap dua variabel yaitu daya berkecambah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah hutan di Indonesia pada umumnya berjenis ultisol. Menurut Buckman dan Brady (1982), di ultisol kesuburan tanah rendah, pertumbuhan tanaman dibatasi oleh faktor-faktor yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur terhadap Sifat Kimia Tanah Pengaplikasian Electric furnace slag (EF) slag pada tanah gambut yang berasal dari Jambi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan hakekatnya merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dari generasi ke generasi. Sudah sejak lama, komitmen pertambangan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 11 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 2 lokasi penelitian yang digunakan yaitu Harapan dan Inalahi yang terbagi menjadi 4 plot pengamatan terdapat 4 jenis tanaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan September 2011 di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Analisis tanah

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang memiliki prospek pengembangan cukup cerah, Indonesia memiliki luas areal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil Analisis Tanah yang digunakan dalam Penelitian Hasil analisis karakteristik tanah yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 5. Dari hasil analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di tahun 2006 menjadi lebih dari 268,407 juta ton di tahun 2015 (Anonim, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. di tahun 2006 menjadi lebih dari 268,407 juta ton di tahun 2015 (Anonim, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil tambang merupakan salah satu kekayaan alam yang sangat potensial. Penambangan telah menjadi kontributor terbesar dalam pembangunan ekonomi Indonesia selama lebih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

Aplikasi Bahan Amelioran (Asam Humat; Lumpur IPAL Tambang Batu Bara) terhadap Pertumbuhan Tanaman Reklamasi pada Lahan Bekas Tambang Batu Bara

Aplikasi Bahan Amelioran (Asam Humat; Lumpur IPAL Tambang Batu Bara) terhadap Pertumbuhan Tanaman Reklamasi pada Lahan Bekas Tambang Batu Bara Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan ISSN: 2085-1227 Volume 6, Nomor 1, Januari 2014 Hal. 26-37 Aplikasi Bahan Amelioran (Asam Humat; Lumpur IPAL Tambang Batu Bara) terhadap Pertumbuhan Tanaman Reklamasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengamatan penelitian terdiri atas pengamatan selintas dan pengamatan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang dilakukan di luar

Lebih terperinci

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah Oleh: A. Madjid Rohim 1), A. Napoleon 1), Momon Sodik Imanuddin 1), dan Silvia Rossa 2), 1) Dosen Jurusan Tanah dan Program Studi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat Tanaman tomat diduga berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan terutama Peru dan Ekuador, kemudian menyebar ke Italia, Jerman dan negaranegara Eropa lainnya. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Tata Ruang Lahan Daerah Penelitian. Menurut penataan ruang Kaupaten Lebak lokasi penambangn ini

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Tata Ruang Lahan Daerah Penelitian. Menurut penataan ruang Kaupaten Lebak lokasi penambangn ini BAB V PEMBAHASAN 5.1 Tata Ruang Lahan Daerah Penelitian Menurut penataan ruang Kaupaten Lebak lokasi penambangn ini diperuntukan untuk perkebunan dan budidaya. Disebelah timur lokasi tambang pada jarak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisik dan Kimia Tanah Berdasarkan hasil analisis fisika dan kimia tempat pelaksanaan penelitian di Desa Dutohe Kecamatan Kabila. pada lapisan olah dengan kedalaman

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Fisika Kimia Abu Terbang Abu terbang adalah bagian dari sisa pembakaran batubara berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari tungku pembakaran yang mempergunakan bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah pertumbuhan tinggi, diameter, berat kering dan NPA dari semai jabon pada media tailing dengan penambahan arang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. saat ini adalah pembibitan dua tahap. Yang dimaksud pembibitan dua tahap

TINJAUAN PUSTAKA. saat ini adalah pembibitan dua tahap. Yang dimaksud pembibitan dua tahap TINJAUAN PUSTAKA Pembibitan Kelapa Sawit Pada budidaya kelapa sawit dikenal dua sistem pembibitan, yaitu pembibitan satu tahap dan pembibitan dua tahap, namun yang umum digunakan saat ini adalah pembibitan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Unsur Hara Lambang Bentuk tersedia Diperoleh dari udara dan air Hidrogen H H 2 O 5 Karbon C CO 2 45 Oksigen O O 2

Lebih terperinci

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN PENDAHULUAN Masalah utama yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah perubahan lingkungan. Perubahan kimiawi berdampak terhadap air tanah dan air permukaan. Perubahan

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH 4. Phosphor (P) Unsur Fosfor (P) dlm tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan & mineral 2 di dlm tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pd ph

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penambangan batubara dapat dilakukan dengan dua cara: yaitu penambangan dalam dan penambangan terbuka. Pemilihan metode penambangan, tergantung kepada: (1) keadaan

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN

IV. HASIL PENELITIAN IV. HASIL PENELITIAN Karakterisasi Tanah Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah Ultisol memiliki tekstur lempung dan bersifat masam (Tabel 2). Selisih antara ph H,O dan ph KC1 adalah 0,4; berarti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga Berdasarkan kriteria sifat kimia tanah menurut PPT (1983) (Lampiran 2), karakteristik Latosol (Oxic Distrudept) Darmaga (Tabel 2) termasuk

Lebih terperinci

UJICOBA TEKNIK REHABILITASI LAHAN KRITIS DI GUNUNG BATUR, BANGLI (HASIL AWAL) Oleh: Gunardjo Tjakrawarsa Budi Hadi Narendra

UJICOBA TEKNIK REHABILITASI LAHAN KRITIS DI GUNUNG BATUR, BANGLI (HASIL AWAL) Oleh: Gunardjo Tjakrawarsa Budi Hadi Narendra UJICOBA TEKNIK REHABILITASI LAHAN KRITIS DI GUNUNG BATUR, BANGLI (HASIL AWAL) Oleh: Gunardjo Tjakrawarsa Budi Hadi Narendra Latar Belakang Lava G.Batur batuan vulkanis beku dan pasir kesuburan rendah (kritis

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Peubah yang diamati dalam penelitian ini ialah: tinggi bibit, diameter batang, berat basah pucuk, berat basah akar, berat kering pucuk, berak kering akar, nisbah

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil analisis tanah sawah Babakan Dramaga (SBD), University Farm Institut Pertanian Bogor

Lampiran 1 Hasil analisis tanah sawah Babakan Dramaga (SBD), University Farm Institut Pertanian Bogor LAMPIRAN 147 148 Lampiran 1 Hasil analisis tanah sawah Babakan Dramaga (SBD), University Farm Institut Pertanian Bogor Sifat kimia Nomor ph(1:5) Hasil analisis dihitung berdasarkan contoh tanah kering

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung, yaitu penyemaian benih dan penanaman bawang merah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Di Sumatra Utara areal pertanaman jagung sebagian besar di tanah Inceptisol yang tersebar luas dan berdasarkan data dari Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Sumatera Utara

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id 21 I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perkecambahan Biji 1. Kecepatan Kecambah Viabilitas atau daya hidup biji biasanya dicerminkan oleh dua faktor yaitu daya kecambah dan kekuatan tumbuh. Hal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Pemberian dosis kotoran kambing pada budidaya secara tumpang sari antara tanaman bawang daun dan wortel dapat memperbaiki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan pada Uji F 5% dan disajikan pada Tabel 4.1. Nilai uji tengah DMRT

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan pada Uji F 5% dan disajikan pada Tabel 4.1. Nilai uji tengah DMRT 29 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh nyata perlakuan pada Uji F 5% dan disajikan pada Tabel 4.1. Nilai uji tengah DMRT dilakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang diukur dan dianalisa dari kawasan penambangan pasir (galian C) selain tekstur dan struktur tanahnya antara lain adalah kerapatan limbak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat fisik tanah vertisol BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis fisika dan kimia tanah menunjukkan bahwa sifat fisik tanah : tekstur tanah merupakan liat 35 %, pasir 27 % dan debu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menyediakan unsur hara, pada takaran dan kesetimbangan tertentu secara berkesinambung, untuk menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penelitian Tanah yang digunakan sebagai media tanam kelapa sawit tergolong ke dalam jenis tanah Latosol. Analisis tanah di pembibitan menunjukkan bahwa tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sektor industri merupakan salah satu sektor pada bidang ekonomi dan telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam meningkatkan perekonomian nasional. Berdirinya

Lebih terperinci

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Dalam budi daya jagung perlu memperhatikan cara aplikasi pupuk urea yang efisien sehingga pupuk yang diberikan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13 tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masingmasing hanya dibuat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar Agroforestri jarak pagar di bawah tegakan mahoni di BKPH Babakan Madang berada di dua macam jenis tegakan yaitu mahoni muda dan mahoni tua.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur hara guna mendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Mucuna Bracteata DC.

TINJAUAN PUSTAKA Mucuna Bracteata DC. 3 TINJAUAN PUSTAKA Mucuna Bracteata DC. Tanaman M. bracteata merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang pertama kali ditemukan di areal hutan Negara bagian Tripura, India Utara, dan telah ditanam

Lebih terperinci

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara IV. HASIL 4.. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Data fisikokimia tanah awal percobaan disajikan pada Tabel 2. Andisol Lembang termasuk tanah yang tergolong agak masam yaitu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kualitas tanah dalam hal kemampuannya untuk menyediakan unsur hara yang cocok dalam jumlah yang cukup serta dalam keseimbangan yang tepat

Lebih terperinci