BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Moral Ekonomi Pedagang Pandangan James C. Scott tersebut memberikan inspirasi pula bagi Hans- Dieter Evers dan kawan-kawan untuk menulis ekonomi moral pedagang. Evers dan kawan-kawan dalam buku mereka, The Moral Economy of Trade: Ethnicity and Developing Market (1994: 7) menyutujui pendapat James Scott (1976: 176) bahwa masyarakat petani umumnya dicirikan dengan tingkat solidaritas yang tinggi dan dengan suatu sistem nilai yang menekankan tolong-menolong pemilikan bersama sumberdaya dan keamanan subsistensi. Terdapat bukti kuat bahwa, bersama-sama dengan resiprositas, hak terdapat subsistensi merupakan suatu prinsip moral yang aktif dalam tradisi desa kecil. Ini direfleksikan pada tekanan-tekanan sosial terhadap orang yang relatif berpunya di dalam desa tersebut untuk membuka tangan dengan lebar menyambut tetangga-tetangga atau kerabat-kerabat yang kurang bernasib baik (Damsar, 2011:237). Dalam kondisi seperti ini pedagang menghadapi dilema yaitu memilih antara memenuhi kewajiban moral kepada kerabat-kerabat dan tetangga-tetangga untuk menikmati bersama pendapatan yang diperolehnya sendiri di satu pihak dan untuk mengakumulasikan modal dalam wujud barang dan uang di pihak lain. Kehidupan masyarakat akan teratur, baik, dan tertata dengan benar bila terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu bentuk peraturan tersebut adalah tentang moral. Dalam bahasa Indonesia, moral 16

2 diartikan sebagai susila. Moral adalah ajaran baik-buruk yang diterima masyarakat dalam perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti dan susila. Norma dan nilai-nilai merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam moral dan dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan baik buruknya tindakan atau perbuatan sebagai manusia. Norma dapat diartikan sebagai pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah ukuran. Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan. Selain norma, nilai termasuk didalam unsur-unsur moral. Nilai merupakan suatu harga, isi atau makna dari perbuatan yang memiliki tujuan. Nilai berada di dalam moral agar seseorang dapat berbuat baik dengan tujuan yang memiliki nilai. Moral, norma, dan nilai-nilai dapat berjalan apabila didalamnya terdapat atribut yaitu sifat atau tindakan untuk melakukan hal tersebut sehingga menghasilkan perilaku-perilaku yang benar dalam kehidupan (Soekanto, 1990:199). Bertolak dari semuanya itu, moral telah mencakup berbagai aspek kehidupan baik dalam budaya, agama, politik, pendidikan dan ekonomi. Di dalam ekonomi, moral juga diperlukan. Moral ekonomi adalah suatu tindakan ekonomi yang dilakukan oleh pelaku-pelaku ekonomi sesuai dengan etika atau tata tertib tingkah laku dalam pola bertindak dan berpikir yang dianggap baik dan benar di dalam aktivitas ekonomi. Nilai-nilai moral diletakkan diatas pertimbangan ekonomi di dalam setiap pengambilan keputusan untuk menjalankan usaha. Moral ekonomi dan etos kerja adalah salah satu hal yang penting didalam peningkatan produktivitas ekonomi. 17

3 Moral ekonomi pada awalnya sudah ada sejak masa dulu. Masyarakat pada awalnya menggunakan sistem barter. Kemudian, dengan adanya perkembangan muncullah etika subsistensi pada petani. Moral ekonomi petani tidak berorientasi pada untung dan menghindari resiko. Mereka bekerja hanya untuk mencukupi kebutuhan semata. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh James.C.Scott pada petani di Asia tenggara ditemukan bahwa banyak petani di Asia tenggara yang hasil panennya hanya digunakan sebagai bahan pangan saja. Mereka menggunakan hasilnya untuk kebutuhan hidup, selebihnya dijual untuk membeli beberapa barang kebutuhan seperti garam, kain dan untuk memenuhi tagihantagihan dari pihak luar (Scott, 1981:4-5). Sifat resiprositas dan prinsip dahulukan selamat masih melekat pada masyarakat ini. Sudah menjadi suatu konsensus yang tak terucapkan mengenai resiprositas pada petani untuk menolong kerabat, teman dan tetangga dari kesulitan dan akan mengharapkan perlakuan yang sama apabila mereka dalam kesulitan. Norma-norma inilah yang telah melekat dalam moral ekonomi petani, (Scott, 1981:19). Tetapi ketika petani mengalami pungutan-pungutan terhadap hasil produksi mereka, maka muncul moral ekonomi untuk melakukan suatu tindakan yang benar agar subsistensi mereka tidak terancam. Para petani, menurut James Scott mulai mencari pekerjaan-pekerjaan sampingan. Seperti berjualan kecilkecilan, menjadi tukang kecil, buruh lepas atau malah berimigrasi. Hal-hal tersebut mulai dilakukan para kaum Peasant untuk tidak tergantung pada bantuan orang lain dengan cara mulai menjual hasil pertanian ke pasar. Pada saat 18

4 kebutuhan dan perkembangan semakin maju, maka etika subsistensi kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehingga muncul sistem ekonomi uang. Sesuai dengan perkembangan dan meningkatnya kebutuhan maka sistem barter yang dilakukan oleh mayarakat pertama berangsur-angsur berubah. Demikian juga dengan moral ekonomi petani yang sifatnya subsistensi dan menghindari resiko juga mengalami peubahan. Perkembangan manusia selalu dinamis karena itu ketika para peasant mengalami dilema, maka mereka mulai mengubah moral ekonomi mereka. Sifat untuk mencapai untung dan mulai mengambil resiko mulai dilakukan oleh kaum peasant yang dimulai dengan menjadi pedagang. Moral ekonomi pedagang yang masih disisipi oleh moral ekonomi petani mulai mengalami berbagai perkembangan. Menurut Hans Dieter Evers dalam Damsar (2000: 90-92), moral ekonomi pedagang tetap menghadapi permasalahan dalam aktivitas jual-beli. Evers menyatakan bahwa para pedagang seringkali mengalami dilema, hal inilah yang menyebabkan adanya pertentangan dalam diri pedagang sendiri. Apabila pedagang menggunakan harga yang tinggi, maka dagangannya tidak akan laku, tetapi apabila pedagang menjual dagangannya dengan harga murah sedangkan modal sangat mahal maka kerugian akan dialami atau jika pedagang bermurah hati dengan menetapkan harga yang rendah atau memperpanjang jangka waktu pembayaran maka pedagang itu akan menghadapi kerugian juga. 19

5 Dalam keadaan seperti ini menurut H.D.Evers, pedagang berusaha mencari jalan keluar sendiri. Diantaranya adalah dengan memilih jalan untuk merantau atau membuka usahanya di daerah lain, sehingga pertentangan batinpun tidak ada lagi. Evers memandang bahwa pedagang adalah manusia yang kreatif dan dinamis. Hal ini didasarkan kepada para pedagang yang tidak tertumpu pada norma-norma yang ada di didalam masyarakat. Mereka bisa menyelesaikan permasalahan pribadi tanpa melanggar norma-norma yang ada. Berbeda seperti yang dinyatakan James Scott tentang moral ekonomi petani yang didasarkan atas norma subsistensi dan norma resiprositas yang terikat sangat statis pada aktivitas ekonomi mereka. Prinsip moral tersebut dipelajari, dipahami, dan diterapkan dalam kehidupan melalui proses pembudayaan secara terus-menerus dan diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Di sini yang menjadi alat kontrol atas tingkah laku seseorang di dalam komunitas adalah ukuran baik dan buruk berdasarkan sistem nilai (budaya) yang dianut oleh masyarakat. Pada dasarnya setiap manusia yang terlibat dalam aktivitas perekonomian akan mengalami hal yang sama dalam dilema atau permasalahan dalam aktivitas ekonomi, baik masyarakat petani, pedagang, nelayan baik mereka yang ada di desa maupun di perkotaan. Apabila mereka menghadapi masalah yang disebut dengan masalah subsistensi atau resiprositas, maka mereka akan mencoba untuk melakukan tindakan-tindakan yang baru seperti menjual, menggadaikan, meminjam uang (berhutang) dan tindakan lainnya. Tujuan dari semua itu adalah untuk mengamankan posisi mereka dalam aktivitas perekonomian di dalam menghadapi persaingan yang ada. 20

6 Melihat dilema yang dialami oleh pedagang tersebut, Hans Dieter Evers dalam Damsar (2000) menemukan 5 (lima) solusi atau jalan keluar yang berbeda dengan apa yang dilakukan oleh para pedagang dalam menghadapi dilema tersebut, yaitu: 1. Imigrasi Pedagang Minoritas Kelompok minoritas baru dapat diciptakan melalui migrasi atau dengan etnogenesis yaitu munculnya identitas etnis baru. Cara diferensiasi etnis dan budaya tersebut secara efektif dapat mengurangi dilema pedagang. Evers memberikan contoh tentang pedagang kredit yang ada di Sumateraa Utara, yang sebagian berasal dari suku Batak dan beragama Kristen yang melakukan aktivitas dagangnya sebagai penjual pakaian dan kain bakal baju kepada orang-orang desa dengan pembayaran tidak kontan. Pedagang kredit itu sendiri membeli barang dagangannya kepada pedagang grosir yang umumnya orang Minangkabau. Evers melihat jika orang Minangkabau sendiri yang melakukan perdagangan kredit seperti yang dilakukan oleh orang Batak, di kampung halaman tempat asalnya maka dia akan dihadapkan kepada dilema yaitu antara mencari keuntungan untuk mengakumulasi modal dan kewajiban moral untuk menikmati bersama dengan orang sekampung atas penghasilannya. Untuk menghindari dilema tersebut maka lebih baik merantau (migrasi) ke daerah lain dan melakukan aktivitas perdagangan di sana. 21

7 2. Pembentukan Kelompok-Kelompok Etnis atau Religius Muncul dua komunitas moral yang menekankan pentingnya kerja sama tetapi tidak keluar dari batas-batas moral. Seperti pedagang kredit yang ada di Sumatera Barat, mereka dibutuhkan oleh masyarakat Sumatera Barat sebagai pemasok kebutuhan sandang baru, sedangkan pedagang sendiri memperoleh untung yang relatif besar karena harga ditetapkan relatif lebih tinggi dari harga di pasaran. Ini berarti terdapat hubungan kerja sama yang saling menguntungkan antara masyarakat pedesaan Sumatera Barat dan pedagang kredit yang masing-masing memiliki komunitas moral sendiri yaitu agama Islam dan agama Kristen. 3. Akumulasi Status Kehormatan (Moral Budaya) Melalui peningkatan akumulasi modal budaya berarti adanya peningkatan derajat kepercayaan masyarakat untuk melakukan aktivitasnya. Sesuai dengan studi Geertz tentang peranan santri pada sektor perdagangan orang Jawa bahwa kedermawanan, keterlibatan dalam urusan masyarakat, berziarah, menunaikan ibadah haji yang dilakukan oleh kaum santri memberi dampak kepada akumulasi modal budaya yang dimiliki. Hal ini menghindari dari cemoohan masyarakat sebagai orang kikir dan tamak tetapi sebaliknya dianggap orang yangberbudi baik dan bermurah hati. 4. Munculnya Pedagang Kecil dengan Ciri Ada Uang Ada Barang Dengan mengambil fenomena pedagang bakul di Jawa, Evers melihat bahwa para pedagang bakul kurang ditundukkan oleh tekanan solidaritas jika dibandingkan dengan pedagang yang lebih besar. Pedagang bakul 22

8 akan bersikeras melakukan transaksi dalam bentuk ada uang ada barang dan menghindari masalah utang piutang dengan pelanggan. Apabila ada permintaan kredit maka akan dipertimbangkan dengan sangat hati-hati dan sangat dibatasi sehingga tidak muncul resiko perkreditan. Dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh pedagang kecil tersebut, memungkinkan pedagang untuk menghindari dilema yang biasanya dialami. 5. Depersonalisasi (Ketidakterlekatan) Hubungan-Hubungan Ekonomi. Jika ekonomi pasar berkembang dan hubungan-hubungan ekonomi relatif tidak terlekat atau terdiferensiasi maka dilema pedagang ditransformasikan ke dalam dilema sosial pasar ekonomi kapitalis. Evers melihat bahwa suatu ekonomi modern memerlukan rasionalisasi hubungan-hubungan ekonomi dan keunggulan produktivitas di satu sisi dan di sisi lain keadilan sosial dan redistribusi dibutuhkan untuk mempertahankan legitimasi penguasa serta tatanan sosial dan politiknya. Ini bukan berarti dilema pedagang hilang tetapi nilainya turun dan ditransformasikan ke dalam suatu figur sosial dan budaya baru. 2.2 Tindakan Ekonomi Tindakan ekonomi adalah suatu bentuk dari tindakan sosial. Menurut Weber, tindakan ekonomi dapat dipandang sebagai suatu tindakan sosial sejauh tindakan tersebut memperhatikan tingkah laku orang lain. Aktor sebagai pelaku ekonomi akan selalu mengarahkan tindakannya menurut kebiasaan dan adat dari nilai-nilai dan norma yang dimiliki dalam sistem hubungan sosial yang sedang berlangsung. Pada kelompok masyarakat petani, tindakan ekonomi merupakan 23

9 cerminan langsung dari moral ekonomi sedangkan pada masyarakat pedagang, tindakan ekonomi merupakan kombinasi antara moral ekonomi, kepentingan ekonomi dan dimensi moral mereka yang senantiasa dinamis. Norma-norma moral, adat, hukum dipandang sebagai sesuatu yang mengganjal dalam mencapai kepentingan pribadi. Tetapi sebagai manusia yang kreatif, masyarakat pedagang tetap mencari jalan keluar dengan melakukan proses interaksi antara pedagang dengan pedagang maupun pedagang dengan kelompok masyarakat, (Damsar, 2000:92-100). Ekonomi mengasumsikan bahwa setiap individu memiliki pilihan-pilihan atau preferensi tertentu. Tindakan individu bertujuan untuk memaksimalkan utilitas dan keuntungan yang selanjutnya dalam ekonomi disebut prinsip rasionalitas. Akan tetapi pandangan tersebut berbeda dari sudut pandang sosiologi, yakni seperti yang dikemukakan Weber mengenai tindakan yang dalam sosiologi dibedakan menjadi tindakan rasional, tradisional dan spekulatif-irrasional. Para ekonom cenderung menganggap bahwa tindakan ekonomi dapat ditarik dari hubungan antara preferensi selera dengan harga ataupun jasa pada sisi lainnya. Sementara pandangan sosiolog memberi makna tindakan aktor yang dikontruksi secara historis. Mengenai tindakan ekonomi, para ekonomi relatif tidak memperhatikan aspek power atau kekuasaan karena menurut sudut pandang ekonomi tindakan ekonomi dianggap sebagai pertukaran diantara yang sederajat. Sedangkan menurut sosiologi tidaklah demikian, melainkan power ataupun kekuasaan dipandang sebagai salah satu dimensi yang penting dalam menentukan tindakan ekonomi. 24

10 Tindakan ekonomi tidak dapat terlepas dari moral ekonomi dalam ekonomi pasar. Di dalam ekonomi pasar, ditemukan budaya yang mempengaruhi sistem nilai-nilai setiap pelaku ekonomi sesuai dengan yang mereka yakini dan pilihan-pilihan rasional yang menuntun para pelaku ekonomi untuk melakukan kegiatan mereka. 2.3 Resiprositas Polanyi mengartikan resiprositas sebagai hubungan timbal balik antara orang-orang yang berkedudukan yang sama dalam suatu masyarakat. Redistribusi merupakan suatu pengumpulan barang dan atau jasa pada suatu titik pusat tertentu ( raja atau kepala suku), kemudian barang dan jasa tersebut dikembalikan secara merata oleh pihak titik pusat kepada masyarakat luas. Sedangkan pertukaran pasar menunjuk pada hubungan timbal balik antara orang-orang yang mana aturan hubungan itu dibentuk oleh kekuatan pasar yang menciptakan terbentuknya suatu harga. (Polanyi) Resiprositas menunjuk pada gerakan di antara kelompok-kelompok simetris yang saling berhubungan. Ini terjadi apabila hubungan timbal balik antara individu-individu atau antara kelompok-kelompok sering dilakukan. Hubungan bersifat simetris terjadi apabila hubungan antara berbagai pihak (antara individu dan individu, individu dan kelompok serta kelompok dan kelompok) memilik posisi dan peranan yang relatif sama dalam suatu proses pertukaran. 25

11 Dari berbagai kepustakaan yang ada tentang resiprositas dapat disimpulkan terdapat dua jenis resiprositas, yaitu : 1. Resiprositas sebanding (generalized reciprocity) Resiprositas sebanding merupakan kewajiban membayar atau membalas kembali kepada orang atau kelompok lain atas apa yang mereka berikan atau lakukan untuk kita secara setara, seringkali, langsung, dan terjadwal. Jadi resiprositas sebanding dapat diidentifikasikan dengan kenyataan bahwa individu dengan sengaja dan terbuka mengkalkulasikan apa yang mereka berikana kepada orang lain dan secara terebuka dinyatakan sifat pengembalian yang akan diperoleh. 2. Resiprositas umum Kewajiban member atau membantu orang atau kelompok lain tanpa mengharapkan pengembalian, pembayaran atau balasan yang setara dan langsung. Resiprositas umum tidak menggunakan kesepakatan terbuka aau langsung antara pihak-pihak terlibat. Ada harapan bersifat umum (general) bahwa pengembalian setara atau hutang ini akan tiba pada saatnya, tetapi tidak ada batas waktu tertentu pengembalian, juga tidak ada spesifikasi mengenai bagaimana pengembalian itu dilakukan (Sanderson, 2003: 118). 2.4 Modal Sosial Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosial untuk memperkaya pemahaman kita tentang masyarakat dan komunitas. Modal sosial menjadi khasanah perdebatan yang 26

12 menarik bagi ahli-ahli sosial dan pembangunan khususnya awal tahun 1990-an. Teori tentang modal sosial ini pada awalnya dikembangkan oleh seorang sosiolog Perancis bernama Pierre Bourdieu, dan oleh seorang sosiolog Amerika Serikat bernama James Coleman. Bourdieu menyatakan ada tiga macam modal, yaitu modal uang, modal sosial, dan modal budaya, dan akan lebih efektif digunakan jika diantara ketiganya ada interaksi sosial atau hubungan sosial. Modal sosial dapat digunakan untuk segala kepentingan, namun tanpa ada sumber daya fisik dan pengetahuan budaya yang dimiliki, maka akan sulit bagi individu-individu untuk membangun sebuah hubungan sosial. Hubungan sosial hanya akan kuat jika ketiga unsur diatas eksis (Hasbullah, 2004:9). James Coleman mengartikan modal sosial (social capital) sebagai struktur hubungan antar individu-individu yang memungkinkan mereka menciptakan nilainilai baru. Menurut Coleman, modal sosial lemah oleh proses-proses yang merusak kekerabatan, seperti perceraian dan perpisahan, atau migrasi. Ketika keluarga meninggalkan jaringan-jaringan kekerabatan mereka yang sudah ada, teman-teman dan kontak-kontak yang lainnya, maka nilai dari modal sosial mereka akan jatuh (Field, 2005:140). Fukuyama merumuskan modal sosial dengan mengacu kepada normanorma informal yang mendukung kerjasama antara individu dan kapabilitas yang muncul dari prevalensi kepercayaan dalam suatu masyarakat atau di dalam bagian-bagian tertentu dari masyarakat. Modal sosial dapat menfasilitasi ekspansi ekonomi ke tingkat yang lebih besar bila didukung dengan radius kepercayaan yang meluas (Ahmadi, 2003: 6 ). Putnam merumuskan modal sosial dengan 27

13 mengacu pada ciri-ciri organisasi sosial, seperti jaringan, norma-norma, dan kepercayaan yang menfasilitasi koordinasi kerjasama untuk sesuatu yang manfaatnya bisa dirasakan secara bersama-sama (mutual benafit).modal sosial dalam bentuk struktur masyarakat yang horizontal ( yang kemudian melahirkan asosiasi-asiosiasi horisontal) berperan penting dalam mendukung kemajuan ekonomi. Menurut Robert Lawang, modal sosial menunjuk pada semua kekuatan kekuatan sosial komunitas yang dikontruksikan oleh individu atau kelompok dengan mengacu pada struktur sosial yang menurut penilaian mereka dapat mencapai tujuan individual dan/atau kelompok secara efisien dan efektif dengan modal-modal lainnya (Lawang, 2004:24). Konsep modal sosial menawarkan betapa pentingnya suatu hubungan. Dengan membagun suatu hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar terjalin terus, setiap individu dapat bekerjasama untuk memperoleh hal-hal yang tercapai sebelumnya serta meminimalisasikan kesulitan yang besar. Modal sosial menentukan bagaimana orang dapat bekerja sama dengan mudah. Hakikat modal sosial adalah hubungan sosial yang terjalin dalam kehidupan sehari-hari warga masyarakat. Hubungan sosial mencerminkan hasil interaksi sosial dalam waktu yang relatif lama sehingga menghasilkan jaringan, pola kerjasama, pertukaran sosial, saling percaya, termasuk nilai dan norma yang mendasari hubungan sosial tersebut (Ibrahim, 2006:110). Pierre Bourdieu (Dalam Field, 2005:16) menjelaskan bahwa pusat perhatian utamanya dalam modal sosial adalah tentang pengertian tataran sosial. Menurutnya bahwa modal sosial berhubungan dengan modal-modal lainnya, 28

14 seperti modal ekonomi dan modal budaya. Ketiga modal tersebut akan berfungsi efektif jika kesemuanya memiliki hubungan. Modal sosial dapat digunakan untuk segala kepentingan dengan dukungan sumberdaya fisik dan pengetahuan budaya yang dimiliki, begitu pula sebaliknya.dalam konteks huibungan sosial, eksistensi dari ketiga modal (modal sosial, modal ekonomi dan budaya) tersebut merupakan garansi dari kuatnya suatu ikatan hubungan sosial. Pierre Bourdieu (Dalam Field, 2005:16) menjelaskan bahwa pusat perhatian utamanya dalam modal sosial adalah tentang pengertian tataran sosial. Menurutnya bahwa modal sosial berhubungan dengan modal-modal lainnya, seperti modal ekonomi dan modal budaya. Ketiga modal tersebut akan berfungsi efektif jika kesemuanya memiliki hubungan. Modal sosial dapat digunakan untuk segala kepentingan dengan dukungan sumberdaya fisik dan pengetahuan budaya yang dimiliki, begitu pula sebaliknya.dalam konteks huibungan sosial, eksistensi dari ketiga modal (modal sosial, modal ekonomi dan budaya) tersebut merupakan garansi dari kuatnya suatu ikatan hubungan sosial. Pada masyarakat dikenal beberapa jenis modal, yaitu modal budaya (culturalcapital), modal manusia (human capital), modal keuangan (financial capital) dan modaklfisik. Modal budaya lebih menekankan pada kemampuan yang dimiliki seseorang, yang diperoleh dari lingkungan keluarga atau lingkungan sekitarnya. Modal manusia lebih merujuk pada kemampuan, keahlian yang dimiliki individu. Modal keuangan merupakan uang tunai yang dimiliki, tabungan pada bank, investasi, fasilitas kredit dan lainya yang bisa dihitung dan memiliki nilai nominal. Modal fisik dikaitkan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan 29

15 material atau fisik. Modal sosial akan dapat mendorong keempat modal diatas dapat digunakan lebih optimal lagi. Menurut Hasbullah, modal sosial adalah sumberdaya yang dapat dipandang sebagi investasi untuk mendapatkan sumberdaya baru.. Di mana kebudayaan tersebut dapat membantu masyarakat atau komunitas supaya bisa menumbuh kembangkan kehidupan ekonomi masyarakat atau komunitas tersebut. Kemampuan komunitas mendayagunakan modal sosial membuat penggunaan modal menjadi lebih efektif dan efisien sehingga memungkinkan terciptanya sistem pengelolaan yang berkelanjutan. Beberapa defenisi yang diberikan para ahli tentang modal sosial yang secara garis besar menunjukkan bahwa modal sosial merupakan unsur pelumas yang sangat menentukan bagi terbangunnya kerjasama antar individu atau kelompok atau terbangunnya suatu perilaku kerjasama kolektif. Dalam modal sosial selalu tidak terlepas pada tiga elemen pokok yang ada pada modal sosial yang mencakup (a) Kepercayaan/Trust (kejujuran, kewajaran, sikap egaliter, toleransi, dan kemurahan hati); (b) Jaringan Sosial/Social Networks (parisipasi, resiprositas, solidaritas, kerjasama); (c) Norma/norms (nilai-nilai bersama, norma dan sanksi, aturan-aturan). Menurutnya ketiga elemen modal sosial di atas berikut aspek-aspeknya pada hakikatnya adalah elemen-elemen yang ada atau seharusnya ada dalam kehidupan sebuah kelompok sosial, apakah kelompok itu bernama komunitas, 30

16 masyarakat, suku bangsa, atau kategori lainnya atau dengan kata lain elemenelemen modal sosial tersebut merupakan pelumas yang melicinkan berputarnya mesin struktur sosial. 2.5 Pengertian dan Fungsi Distribusi Banyaknya jenis kebutuhan manusia yang harus dipenuhi, memerlukan usaha yang lebih banyak untuk menghasilkan barang dan jasa. Dengan banyaknya barang dan jasa yang dihasilkan, memerlukan kegiatan tertentu agar hasil tersebut dapat sampai ke tangan pengguna (konsumen). Semakin cepat barang atau jasa digunakan oleh konsumen, semakin menguntungkan kedua belah pihak baik produsen maupun konsumen.untuk menyampaikan barang dan jasa dari produsen ke konsumen dengan cepat, menguntungkan, efisien (berhasil guna), dan efektif (berdaya guna), maka dibutuhkan kegiatan distribusi yang dilakukan oleh satu lembaga yang disebut distributor. Distribusi barang dan jasa adalah suatu kegiatan untuk menyampaikan, menyebarkan, atau menyalurkan barang dan jasa dari produsen kepada konsumen. Orang atau lembaga yang menjalankan kegiatan distribusi disebut distributor. Kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan distribusi umumnya dilakukan oleh para pedagang yang menyalurkan barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Dalam penyaluran barang dan jasa, distribusi mempunyai fungsi sebagai berikut. 31

17 2.5.1 Fungsi Distribusi a. Menyalurkan Barang dan Jasa Dari Produsen Ke Konsumen Para distributor dalam menjalankan kegiatannya, melayani produsen dengan menyalurkan hasil produksinya ke pihak konsumen yang membutuhkan. Di sinilah letak fungsi utama distribusi berupa menyalurkan barang dan jasa. b. Memecahkan Perbedaan Tempat Produsen dan konsumen yang berbeda tempat dapat menimbulkan perbedaan harga barang yang tinggi. Produsen padi di sentra-sentra produksi padi, harga beras lebih murah dibanding tempat konsumen yang tidak menghasilkan beras. Untuk mengatasi perbedaan harga, pedagang membawa beras dari sentra produksi padi yang harganya lebih murah, ke tempat konsumen sehingga harga beras dapat terjangkau oleh para konsumen. Perbedaan tempat dan hasil produksi diatasi oleh pedagang dengan membagi hasil produksi secara merata di tempat yang kelebihan produksi ke tempat yang kekurangan produksi. c. Memecahkan Perbedaan Waktu Waktu pada saat barang dihasilkan biasanya tidak bersamaan dengan waktu pada saat barang dibutuhkan, misalnya padi dan gula yang dihasilkan secara musiman, namun dibutuhkan secara terus-menerus oleh konsumen. Perbedaan waktu ini diatasi oleh para pedagang dengan melakukan pembelian diwaktu panen, kemudian menyimpannya, dan pada waktu dibutuhkan konsumen baru dijual kembali sehingga kebutuhan konsumen tetap terjaga. Dalam hal ini, 32

18 pedagang telah membantu memperlancar arus barang dan menjaga tingkat harga yang normal. d. Seleksi dan Kombinasi Barang Konsumen umumnya membutuhkan beberapa macam barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Karena beragam kebutuhan konsumen ini, maka para pedagang juga harus mampu menyediakan beberapa macam barang dan jasa tersebut sesuai kebutuhan konsumen. Para pedagang mengatasi perbedaan itu dengan menyediakan bermacam barang dan jasa dalam jumlah dan mutu yang diinginkan para konsumen sesuai daya belinya. 2.5 Konsep Aktor Ekonomi seperti yang disebutkan sebelumnya merupakan suatu usaha dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaannya yang berhubungan dengan pengalokasian sumber daya masyarakat dengan mempertimbangkan kemampuan, usaha, dan keinginan masing-masing. Bisa dikatakan kegiatan ekonomi merupakan cara bagaimana orang secara individual atau kelompok memenuhi kebutuhan hidup terhadap barang dan jasa. Dalam hal ini segala aktifitas yang dilakukan mereka berhubungan dengan proses produksi, distribusi, dan konsumsi. Individu merupakan titik tolak dalam analisis ekonomi. Sebagaimana yang diterangkan dalam buku pengantar sosiologi ekonomi karangan Prof. Dr. Damsar yang mengatakan bahwa pendekatan individu dalam analisis ekonomi berakar dari utilitarianisme dan ekonomi politik Inggris. Utilitarianisme mengasumsikan 33

19 bahwa individu adalah makhluk yang rasional, senantiasa menghitung dan membuat pilihan yang dapat memperbesar kesenangan pribadi atau keuntungan pribadi, dan mengurangi penderitaan atau menekan biaya. Sementara ekonomi politik Inggris dibangun diatas prinsip laissez faire yaitu biarkan hal-hal sendiri, biarkan hal yang baik masuk. Artinya biarkan individu mengatur dirinya, karena individu tahu yang dimauinya. Akan tetapi kontrol negara tetap dibutuhkan sebagai penjaga dalam kebebasan individu dalam mendapatkan keuntungan yang diinginkan. Mengapa individu diberi kebebasan? Jawabannya karena individu itulah sendiri yang lebih mengetahui daripada orang lain mengenai kemampuan, pengetahuan, keterampilan, jaringan, dan lainnya yang dimilikinya. Sebagai contoh, Rudi memilih bekerja sebagai makelar kendaraan bermotor dibandingkan menjadi seorang guru SMA, meskipun dia seorang sarjana pendidikan bahasa, dengan berbagai pertimbangan yang rasionalnya, seperti kemampuan finansial, pengetahuan, keterampilan, jaringan dan dukungan dari anggota keluarga dan kerabat lainnya yang lebih dulu berkelut dan semuanya berhasil. Sehingga dia menjatuhkan pilihan tersebut dan dianggap sebagai keputusan yang rasional dan tepat. Lain lagi dengan Sinta yang meninggalkan pekerjaannya sebagai penjual pakaian dan pindah menjadi guru SD setelah lulus ujian dengan status PNS (Pegawai Negeri Sipil). Dia beranggapan menjadi penjual baju butuh modal yang besar sementara dia berasal dari keluarga miskin dan dia merasa tidak cocok berprofesi sebagai pedagangan. Tapi menjadi guru adalah profesi yang diidamidamkan sejak dulu serta didukung dengan kemampuan dan keterampilannya 34

20 sebagai tenaga pengajar yang baik. Dia juga berpamdangan bahwa jika menjadi PNS maka masa tuanya setelah pensiun akan dijamin oleh negara. Contoh lain, yang dikutip dalam buku pengantar sosiologi ekonomi, seorang wanita karir yang melihat dirinya dalam kaitannya dengan apa yang dilakukannya, diperbuat atau dikerjakannya. Apapun kata orang tentang diriku, kutahu yang kumau. Itulah cara berpikir dan prinsip sang wanita karir itu. Beginilah cara ekonomi klasik memandang aktor, dalam hal ini wanita karir tersebut. Beda dalam pendangan sosiologi dalam mendiskusikan individu, aktor dianggap sebagai kesatuan yang dikonstruksi secara sosial, yaitu aktor dalam suatu interaksi atau aktor dalam masyarakat. Aktor dalam suatu interkasi artinya individu yang terlibat dalam suatu interaksi dengan individu atau beberapa individu lainnya. Individu dipandang sebagai aktor kreatif dalam menciptakan, mempertahankan, dan merubah dunianya pada saat interaksi berlangsung. Contoh, seorang mahasiswa yang setiap harinya mengenakan pakaian-pakaian bermerek dan mengendarai mobil mewah ke kampus, berpenampilan bagus daripada temantemannya yang lain, seakan-akan memamerkan kekayaan orang tuanya. Suatu hari ketika mangikuti perkuliahan, dia pun ditunjuk oleh dosen ke depan dan memberikan penjelasan ke teman-teman sekelasnya tentang tema yang diangkat pada saat perkuliahan tersebut. Tapi apa yang terjadi, mahasiswa tersebut maju dan berdiri di depan dengan tubuh gemetaran dan tidak mampu mengeluarkan satu kata pun dari mulutnya. Sudah beberapa menit berdiri, belum juga melontarkan sebuah kata. Akhirnya sang dosen, mengeluarkan kalimat kepadanya, penampilan saudara layaknya orang dewasa, tapi sayang saudara masih 35

21 dikalahkan oleh seorang anak TK. Mahasiswa tersebut merasa sangat malu dihadapan dosen dan mahasiswa lainnya. Semenjak peristiwa itu, dia pernampilan sederhana seperti mahasiswa lainnya dan tidak lagi memamerkan kekayaan orang tuanya. Berdasarkan contoh di atas terlihat dengan jelas pentingnya konteks interaksi dalam memperoleh perilaku seseorang dalam berbusana. Selanjutnya yang dimaksud aktor dalam masyarakat adalah individu yang identitas dirinya tidak tampil tetapi tersembunyi dalam suatu kesatuan yang dinamakan masyarakat. Masyarakat sebagai satu kesatuan yang di dalamnya terdiri dari individu-indivdiu yang membentuknya. Sebagai contoh, hubungan persahabatan yang dipandang oleh Berger sebagai masyarakat. Pola hubungan persahataan dengan pola hubungan teman biasa sangat berbeda. Pola hubungan persahabatan dikenal dengan istilah sistem interaksi atau dikenal juga sebagai masyarakat, sedang pola hubungan teman biasa hanya disebut sebagai interaksi sosial biasa. Dari penjelasan di atas, dapat ditekankan bahwa aktor dalam sosiologi tidak bisa dilihat sebagai individu itu sendiri, akan tetapi individu itu harus dihubungkan atau dikaitkan dengan individu lainnya baik sebagai peroranga mapun dalam bentuk kelompok.dari segi ekonomi, mengasumsikan bahwa aktor tidak dihubungkan dengan aktor lainnya. Sedang dari segi sosiologi, mengasumsikan bahwa aktor dihubungkan dengan dan dipengaruhi oleh aktor lainnya (Damsar 2009). 36

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Moral Ekonomi Pedagang Kehidupan masyarakat akan teratur, baik, dan tertata dengan benar bila terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Modal sosial Modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosial untuk memperkaya pemahaman kita tentang masyarakat dan komunitas.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bentuk informal. Hubungan sosial adalah gambaran atau cerminan dari kerjasama

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bentuk informal. Hubungan sosial adalah gambaran atau cerminan dari kerjasama BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Sosial Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak individu dalam suatu kelompok ataupun antar suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Hubungan-hubungan

Lebih terperinci

PENDEKATAN SOSIOLOGIS TENTANG EKONOMI

PENDEKATAN SOSIOLOGIS TENTANG EKONOMI PENDEKATAN SOSIOLOGIS TENTANG EKONOMI Konsep Aktor (ekonomi) Titik tolak analisis ekonomi adalah individu Individu adalah makhluk yang rasional, senantiasa menghitung dan membuat pilihan yang dapat memperbesar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Modal Sosial Konsep modal sosial menawarkan betapa pentingnya suatu hubungan. Dengan membagun suatu hubungan satu sama lain, dan memeliharanya agar terjalin terus, setiap individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Sibolga merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara,

BAB I PENDAHULUAN. Kota Sibolga merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini terletak di pantai barat pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KERANGKA PIKIR. tingkat bunga kredit secara komparatif tinggi yaitu 20% per angsuran

BAB II KERANGKA TEORI DAN KERANGKA PIKIR. tingkat bunga kredit secara komparatif tinggi yaitu 20% per angsuran BAB II KERANGKA TEORI DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Bank Plecit Bank plecit merupakan koperasi simpan pinjam yang memberikan tingkat bunga kredit secara komparatif tinggi yaitu 20% per angsuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diversifikasi pekerjaan. Diversifikasi pekerjaan ini lebih diarahkan tidak untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diversifikasi pekerjaan. Diversifikasi pekerjaan ini lebih diarahkan tidak untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Mekanisme Survival Sekecil apapun perubahan kondisi ekonomi makro, baik disebabkan oleh kebijakan pemerintah maupun mekanisme pasar, sangat berpengaruh terhadap kelompok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. individual sendiri tetapi juga mencakup perilaku ekonomi yang lebih luas, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. individual sendiri tetapi juga mencakup perilaku ekonomi yang lebih luas, seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keterlekatan Keterlekatan menurut Granovetter, merupakan tindakan ekonomi yang disituasikan secara sosial dan melekat dalam jaringan sosial personal yang sedang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertengahan abad ke-19 sebagai sebuah kota berpenduduk majemuk, baik dari

BAB I PENDAHULUAN. pertengahan abad ke-19 sebagai sebuah kota berpenduduk majemuk, baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota Medan di Sumatera Utara adalah sebuah kota yang tumbuh pesat sejak pertengahan abad ke-19 sebagai sebuah kota berpenduduk majemuk, baik dari kalangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan sejarah diketahui bahwa masyarakat Indonesia sudah menegenal ekonomi yang disebut pasar. Pasar merupakan kegiatan jual-beli itu, biasanya (1) berlokasi yang mudah didatangi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. modal yang dimiliki melalui kegiatan tertentu yang dipilih. Suharto (2009:29)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. modal yang dimiliki melalui kegiatan tertentu yang dipilih. Suharto (2009:29) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Strategi Bertahan Strategi bertahan hidup menarik untuk diteliti sebagai suatu pemahaman bagaimana rumah tangga mengelola dan memanfaatkan aset sumber daya dan modal yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku, aspirasi-aspirasi, keyakinan-keyakinan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku, aspirasi-aspirasi, keyakinan-keyakinan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etos Kerja Etos Kerja merupakan perilaku sikap khas suatu komunitas atau organisasi mencakup sisi spiritual, motivasi, karakteristik utama, spirit dasar, pikiran dasar, kode

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. Kelompok sosial atau social group adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan

BAB II. Kajian Pustaka. Kelompok sosial atau social group adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan BAB II Kajian Pustaka 2.1. Kelompok Sosial Kelompok sosial atau social group adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama, oleh karena adanya hubungan antara mereka. Hubungan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, serta berbagai peristiwa lainnya ternyata banyak ragamnya. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, serta berbagai peristiwa lainnya ternyata banyak ragamnya. Bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tradisi yang berkaitan dengan peristiwa kelahiran, kematian dan perkawinan, serta berbagai peristiwa lainnya ternyata banyak ragamnya. Bagi masyarakat Jawa berbagai

Lebih terperinci

BAB VI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN MODAL SOSIAL

BAB VI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN MODAL SOSIAL BAB VI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN MODAL SOSIAL 6.1. Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Kendel Kehidupan ekonomi tertanam secara mendalam kepada kehidupan sosial serta tidak bisa dipahami terpisah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Perubahan Sosial Perubahan sosial dapat dibayangkan sebagai perubahan yang terjadi di dalam atau mencakup sistem sosial. Lebih tepatnya terdapat perbedaan antara keadaan sistem

Lebih terperinci

SOCIAL CAPITAL. The important thing is not what you know, but who you know

SOCIAL CAPITAL. The important thing is not what you know, but who you know SOCIAL CAPITAL The important thing is not what you know, but who you know Social capital Sumberdaya yang diraih oleh pelakunya melalui struktur sosial yang spesifik dan kemudian digunakan untuk memburu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para

BAB I PENDAHULUAN. dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daerah Sumatera Barat beserta masyarakatnya, kebudayaannya, hukum adat dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para cendikiawan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum berbicara mengenai konsep dan pola Patron-Klien, Scott (1989,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum berbicara mengenai konsep dan pola Patron-Klien, Scott (1989, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep dan Pola Hubungan Patron Klien Sebelum berbicara mengenai konsep dan pola Patron-Klien, Scott (1989, hlm 1-18) melihat bahwa petani yang berada di daerah Asia Tenggara

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN

POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN POLICY BRIEF ANALISIS PERAN MODAL SOSIAL DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN DI KAWASAN PERBATASAN Ir. Sunarsih, MSi Pendahuluan 1. Kawasan perbatasan negara adalah wilayah kabupaten/kota yang secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. disekelilingnya. Ini merupakan salah satu pertanda bahwa manusia itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. disekelilingnya. Ini merupakan salah satu pertanda bahwa manusia itu 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka 1. Kelompok Sosial Manusia pada dasarnya dilahirkan seorang diri namun di dalam proses kehidupan selanjutnya, manusia membutuhkan manusia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. A. Melihat Pola Relasi Rentenir dan Pedagang Pasar Tradisional dalam. Rentenir pasar merupakan sebuah fenomena yang nyata adanya di

BAB V KESIMPULAN. A. Melihat Pola Relasi Rentenir dan Pedagang Pasar Tradisional dalam. Rentenir pasar merupakan sebuah fenomena yang nyata adanya di BAB V KESIMPULAN A. Melihat Pola Relasi Rentenir dan Pedagang Pasar Tradisional dalam Kacamata Patron-Klien Rentenir pasar merupakan sebuah fenomena yang nyata adanya di lingkungan pasar Wates. Mereka

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Modal sosial memiliki peran penting dalam perkembangan industri. Bangsal. Dalam perkembanganya norma, kepercayaan, resiprositas dan

BAB V PENUTUP. 1. Modal sosial memiliki peran penting dalam perkembangan industri. Bangsal. Dalam perkembanganya norma, kepercayaan, resiprositas dan BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Dari analisis data pada bab sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Modal sosial memiliki peran penting dalam perkembangan industri batu bata, karena

Lebih terperinci

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang Bab Dua Kajian Pustaka Pengantar Pada bab ini akan dibicarakan beberapa konsep teoritis yang berhubungan dengan persoalan penelitian tentang fenomena kegiatan ekonomi pedagang mama-mama asli Papua pada

Lebih terperinci

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil studi yang dilakukan pada dua komunitas yaitu komunitas Suku Bajo Mola, dan Suku Bajo Mantigola, menunjukkan telah terjadi perubahan sosial, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Modal Sosial Konsep modal sosial juga muncul dari pemikiran bahwa anggota masyarakat tidak mungkin dapat secara individu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. data sosial ekonomi September 2013 sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja

BAB I PENDAHULUAN. data sosial ekonomi September 2013 sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris karena secara geografis daerah Indonesia sangat mendukung untuk bertani. Sebagai negara agraris menjadikan sektor pertanian sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasanya dengan maksud kembali pulang, dan; (6) merantau ialah lembaga sosial

BAB I PENDAHULUAN. biasanya dengan maksud kembali pulang, dan; (6) merantau ialah lembaga sosial BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Merantau adalah istilah yang identik dan melekat pada masyarakat etnis Minangkabau, Sumatera Barat. Merantau diartikan sebagai sebuah tradisi meninggalkan kampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kapital Sosial Pierre Bourdieu Bourdieu mendefenisikan kapital sosial adalah kumpulan sejumlah sumberdaya, baik aktual maupun potensial yang terhubung dengan kepemilikan

Lebih terperinci

Inisiasi 2 LANDASAN MORAL, SOSIO-KULTURAL, RELIGI HAK AZASI MANUSIA

Inisiasi 2 LANDASAN MORAL, SOSIO-KULTURAL, RELIGI HAK AZASI MANUSIA Inisiasi 2 LANDASAN MORAL, SOSIO-KULTURAL, RELIGI HAK AZASI MANUSIA Saudara mahasiswa yang saya hormati. Salam sejahtera dan selamat bertemu lagi dalam kegiatan tutorial online yang kedua mata kuliah Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Modal Sosial Modal sosial merupakan salah satu konsep baru yang digunakan untuk mengukur kualitas hubungan dalam komunitas, organisasi, dan masyarakat. Modal sosial atau Social

Lebih terperinci

PETATAH PETITIH KEARIFAN LOKAL EKONOMI DAN BISNIS MASYARAKAT MINANG PEDAGANG RANTAU DI JAKARTA

PETATAH PETITIH KEARIFAN LOKAL EKONOMI DAN BISNIS MASYARAKAT MINANG PEDAGANG RANTAU DI JAKARTA PETATAH PETITIH KEARIFAN LOKAL EKONOMI DAN BISNIS MASYARAKAT MINANG PEDAGANG RANTAU DI JAKARTA Erni Hastuti 1 Teddy Oswari 2 Defi Julianti 3 1,3 Fakultas Sastra dan Bahasa, Universitas Gunadarma 2 Fakultas

Lebih terperinci

BAB VI PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TAHAPAN PEROLEHAN KREDIT MIKRO. 6.1 Pengaruh Modal Sosial terhadap Perolehan Kredit Mikro

BAB VI PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TAHAPAN PEROLEHAN KREDIT MIKRO. 6.1 Pengaruh Modal Sosial terhadap Perolehan Kredit Mikro 46 BAB VI PENGARUH MODAL SOSIAL TERHADAP TAHAPAN PEROLEHAN KREDIT MIKRO 6.1 Pengaruh Modal Sosial terhadap Perolehan Kredit Mikro Modal sosial merupakan hal yang penting dalam membentuk suatu kerjasama,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial Modal sosial adalah hubungan yang terjadi dan diikat oleh suatu kepercayaan (trust), saling pengertian (mutual understanding), dan nilai-nilai bersama (shared

Lebih terperinci

PENGANTAR EKONOMI KELEMBAGAAN (ESL224)

PENGANTAR EKONOMI KELEMBAGAAN (ESL224) PENGANTAR EKONOMI KELEMBAGAAN (ESL224) KULIAH 12: TEORI MODAL SOSIAL Koordinator : Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL) Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Modal Sosial Modal sosial sebagai konsep atau teori sosial sudah banyak dikaji dan dijadikan dasar indikator suatu proses pembangunan yang berfokus pada kinerja kelompok.komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN

5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN 56 5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN 5.1 Bentuk Keterlibatan Tengkulak Bentuk-bentuk keterlibatan tengkulak merupakan cara atau metode yang dilakukan oleh tengkulak untuk melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah walikota. Pasar tradisional ini terdiri dari berbagai macam toko, kios, los,

BAB I PENDAHULUAN. adalah walikota. Pasar tradisional ini terdiri dari berbagai macam toko, kios, los, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar Dwikora merupakan Pasar tradisional yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah Daerah yang dimana sebagai unsur penyelenggara pemerintahan adalah walikota.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, berinteraksi, bermasyarakat dan menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan lebih lanjut, Negara-negara sedang berkembang, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan lebih lanjut, Negara-negara sedang berkembang, termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan lebih lanjut, Negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia dengan cepat mengadopsi lembaga-lembaga kapitalis barat. Terjadilah transformasi

Lebih terperinci

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak 53 BAB II Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak Untuk menjelaskan fenomena yang di angkat oleh peneliti yaitu ZIARAH MAKAM Studi Kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki potensi alam melimpah ruah yang mendukung statusnya sebagai negara agraris, dengan sebagian besar masyarakat bermukim di pedesaan

Lebih terperinci

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi

Persoalan Ekonomi dan Sosiologi SOSIOLOGI EKONOMI Persoalan Ekonomi dan Sosiologi Economics and sociology; Redefining their boundaries: Conversations with economists and sociology (Swedberg:1994) Tiga pembagian kerja ekonomi dengan sosiologi:

Lebih terperinci

Keterlekatan (embeddesness)

Keterlekatan (embeddesness) Keterlekatan (embeddesness) Konsep Keterlekatan Konsep Keterlekatan Karl Polanyi Pasar dibatasi oleh aturan yang terhubung dengan moral masyarakat Mark Granoveter Ekonomi terhubung oleh aktor yang membentuk

Lebih terperinci

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL 1. Bentuk dan Fungsi Lembaga Sosial Pada dasarnya, fungsi lembaga sosial dalam masyarakat beraneka macam berdasarkan jenis-jenis lembaganya. Oleh karena itu, kita

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan di Tataran Empirik Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang dirumuskan dalam melihat ketahanan pasar nagari di Minangkabau dalam menghadapi ekonomi dunia/supra

Lebih terperinci

Bab II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah patron berasal dari bahasa Latin patronus atau pater, yang berarti

Bab II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah patron berasal dari bahasa Latin patronus atau pater, yang berarti Bab II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Patron Klien pada Masyarakat Petani Istilah patron berasal dari bahasa Latin patronus atau pater, yang berarti ayah (father). Karenanya, Ia adalah seorang yang memberikan perlindungan

Lebih terperinci

BAB II TEORI PILIHAN RASIONAL DALAM PERSPEKTIF JAMES S. COLEMAN

BAB II TEORI PILIHAN RASIONAL DALAM PERSPEKTIF JAMES S. COLEMAN BAB II TEORI PILIHAN RASIONAL DALAM PERSPEKTIF JAMES S. COLEMAN A. Rasonalitas Manusia Modern Rasionalitas merupakan konsep dasar yang digunakan Weber dalam klasifikasinya sampai mengenai tipe tipe tindakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan memiliki keunggulan bersaing secara

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan memiliki keunggulan bersaing secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar tradisional merupakan pasar yang berperan penting dalam memajukan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan memiliki keunggulan bersaing secara alamiah. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa dipisahkan dari komunitas lingkungan di sekitarnya. Manusia dikatakan makhluk sosial karena manusia hidup secara berkelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan lingkungan, permasalahan, dan faktor lain yang dimiliki oleh pelakunya.

BAB I PENDAHULUAN. keadaan lingkungan, permasalahan, dan faktor lain yang dimiliki oleh pelakunya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses adaptasi merupakan bagian dari kehidupan manusia. Untuk dapat bertahan hidup di dalam lingkungannya manusia harus mampu beradaptasi. Proses adaptasi satu dengan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK USIA DINI MELALUI SENTRA BERMAIN PERAN DI TAMAN KANAK-KANAK ESTER MANEMBO KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW

OPTIMALISASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK USIA DINI MELALUI SENTRA BERMAIN PERAN DI TAMAN KANAK-KANAK ESTER MANEMBO KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW OPTIMALISASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK USIA DINI MELALUI SENTRA BERMAIN PERAN DI TAMAN KANAK-KANAK ESTER MANEMBO KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW Oleh KARTIKA SANI A. PENGATAR Pendidikan karakter menjadi

Lebih terperinci

KOMISI B. KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang. ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia

KOMISI B. KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang. ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia KOMISI B KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia Mukadimah Konsil LSM Indonesia menyadari bahwa peran untuk memperjuangkan partisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan pertanian di Indonesia selama ini telah dititikberatkan pada peningkatan produksi pertanian. Namun dalam upaya peningkatan ini, terlihat tidak

Lebih terperinci

Manusia, Kebutuhan, dan Etika. Nurasih Shamadiyah, S.Ant., M.Sc. Ilmu Sosial Budaya Dasar Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh 2015

Manusia, Kebutuhan, dan Etika. Nurasih Shamadiyah, S.Ant., M.Sc. Ilmu Sosial Budaya Dasar Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh 2015 Manusia, Kebutuhan, dan Etika Nurasih Shamadiyah, S.Ant., M.Sc. Ilmu Sosial Budaya Dasar Fakultas Pertanian Universitas Malikussaleh 2015 Kebutuhan Manusia Menurut Abraham Maslow (teori Maslow), kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ekonomi pasar yaitu pasar tradisional dan pasar modern. Pasar tradisional

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ekonomi pasar yaitu pasar tradisional dan pasar modern. Pasar tradisional BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam transformasi system ekonomi pasar, dikenal adanya dualisme system ekonomi pasar yaitu pasar tradisional dan pasar modern. Pasar tradisional dicirikan oleh organisasi pasar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan yang berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan yang berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan yang berkembang di daerah-daerah di seluruh Indonesia merupakan buah Pergumulan Kreatif dari penduduk setempat dan telah menjadi warisan untuk genarasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelembagaan 2.1.1 Pengertian Kelembagaan Suatu kelembagaan merupakan suatu sistem kompleks yang sengaja dibuat manusia untuk mengatur cara, aturan, proses, dan peran masing-masing

Lebih terperinci

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14

Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : Pertemuan 14 Matakuliah : L0094-Ilmu Sosial Untuk Psikologi Tahun : 2008 Pertemuan 14 MASYARAKAT MATERI: Pengertian Masyarakat Hubungan Individu dengan Masyarakat Masyarakat Menurut Marx Masyarakat Menurut Max Weber

Lebih terperinci

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA MUKADIMAH Konsil LSM Indonesia menyadari bahwa peran untuk memperjuangkan partisipasi masyarakat dalam segala proses perubahan membutuhkan pendekatan dan pentahapan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai suku bangsa, golongan, dan lapisan sosial. Sudah tentu dalam kondisi yang demikian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kesenian Sebagai Unsur Kebudayaan Koentjaraningrat (1980), mendeskripsikan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tujuan, kebutuhan dan cita-cita yang ingin dicapai, dimana masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tujuan, kebutuhan dan cita-cita yang ingin dicapai, dimana masing-masing BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya memiliki dua kedudukan dalam hidup yaitu sebagai seorang individu dan mahluk sosial. Sebagai seorang individu manusia mempunyai beberapa

Lebih terperinci

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. menentukan. Strategi utama yang harus dilakukan oleh pedagang waralaba Tela-Tela

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. menentukan. Strategi utama yang harus dilakukan oleh pedagang waralaba Tela-Tela BAB II. KAJIAN PUSTAKA Umumnya bertumbuhnya ekonomi selalu dijelaskan lebih karena faktor eksternal seperti struktur dan sistem ekonomi. Namun, pengaruh internal juga sangat menentukan. Strategi utama

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI 189 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI A. Simpulan Umum Kampung Kuta yang berada di wilayah Kabupaten Ciamis, merupakan komunitas masyarakat adat yang masih teguh memegang dan menjalankan tradisi nenek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu

BAB I PENDAHULUAN. dijalankan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Seorang individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku individu berkaitan erat dengan yang namanya peran dalam kehidupan bermasyarakat. Peran mengandung hal dan kewajiban yang harus dijalani oleh seorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Sistem Perusahaan memerlukan sistem untuk menunjang kegiatan perusahaan dengan kata lain sistem merupakan rangkaian dari prosedur yang saling berkaitan dan secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Etika subsistensi merupakan sebuah teori yang dikemukaan James C. Scott

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Etika subsistensi merupakan sebuah teori yang dikemukaan James C. Scott BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Etika Subsistensi Etika subsistensi merupakan sebuah teori yang dikemukaan James C. Scott mengenai prinsip dahulukan selamat: ekonomi subsistensi bahwa petani lebih mengutamakan

Lebih terperinci

Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT

Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT Saudara mahasiswa, kita berjumpa kembali dalam kegiatan Tutorial Online yang ketiga untuk

Lebih terperinci

ekonomi Kelas X KONSEP ILMU EKONOMI KTSP & K-13 A. KEBUTUHAN MANUSIA Tujuan Pembelajaran

ekonomi Kelas X KONSEP ILMU EKONOMI KTSP & K-13 A. KEBUTUHAN MANUSIA Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X ekonomi KONSEP ILMU EKONOMI Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mampu memahami permasalahan ekonomi dalam kaitannya dengan kebutuhan manusia, kelangkaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melihat tentang penguatan modal sosial untuk pengembangan mafkah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melihat tentang penguatan modal sosial untuk pengembangan mafkah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan berhubungan dengan modal sosial antara lain, penelitian yang dilakukan oleh Slamet Widodo (2012) yang melihat tentang penguatan modal

Lebih terperinci

KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG

KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG Deskripsi dan Perkembangan Kegiatan KUSP Gotong Royong RW IV Kwaluhan, Kelurahan Kertosari didirikan pada tahun 1993. Pada awalnya, KUSP (KUSP) Gotong Royong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran sebagai aktor, sebagimana manusia itu dapat memberikan sumbangan dan memfasilitasi kehidupan yang mencakup

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN A. Deskripsi Umum tentang Desa Kepudibener 1. Letak Geografis Desa Kepudibener merupakan satu desa yang

Lebih terperinci

Adakah Ukuran Kemiskinan Buat Masyarakat Di Kabupaten Buru?

Adakah Ukuran Kemiskinan Buat Masyarakat Di Kabupaten Buru? Adakah Ukuran Kemiskinan Buat Masyarakat Di Kabupaten Buru? Ukuran kemiskinan adalah relatif, ketika seseorang masuk dalam kategori miskin namun baginya bukan suatu kesulitan maka pemaknaan miskin yang

Lebih terperinci

Sosiologi. Kelompok & Organisasi Sosial MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 07

Sosiologi. Kelompok & Organisasi Sosial MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 07 MODUL PERKULIAHAN Kelompok & Organisasi Sosial Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 07 MK61004 Nurwidiana, SKM MPH Abstract Mata kuliah ini merupakan pengantar bagi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Sosiologi berasal dari kata Latin socius yang berarti kawan dan

BAB II KAJIAN TEORI. Sosiologi berasal dari kata Latin socius yang berarti kawan dan 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Sosiologi Sosiologi berasal dari kata Latin socius yang berarti kawan dan kata Yunani logos yang berarti kata atau berbicara, jadi sosiologi adalah berbicara

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Sistem Sosial

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Sistem Sosial MODUL PERKULIAHAN Sistem Sosial FAKULTAS Bidang Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh ILMU KOMUNIKASI Public relations/ Yuni Tresnawati,S.Sos., M.Ikom. Humas 2 Abstract Dalam pokok bahasan ini adalah memperkenalkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan pada Bab IV di atas, maka dapat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan pada Bab IV di atas, maka dapat 260 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan pada Bab IV di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa: 1. Tinggi rendahnya transformasi struktur ekonomi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu suku yang dapat ditemui di Sumatera bagian Utara yang ber-ibukota Medan.

BAB I PENDAHULUAN. satu suku yang dapat ditemui di Sumatera bagian Utara yang ber-ibukota Medan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia dan memiliki penduduk dengan beraneka ragam suku. Suku Batak merupakan salah satu suku yang dapat ditemui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Modal Sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA Modal Sosial II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial 2.1.1 Pengertian Modal Sosial Modal sosial adalah suatu keadaan yang membuat masyarakat atau sekelompok orang bergerak untuk mencapai tujuan bersama. Modal sosial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia akan berkembang apabila manusia itu sendiri dapat

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia akan berkembang apabila manusia itu sendiri dapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia akan berkembang apabila manusia itu sendiri dapat berhubungan baik dengan manusia lainnya di dalam lingkungan sosial, tidak hanya secara pasif

Lebih terperinci

BAB V STRATIFIKASI SOSIAL

BAB V STRATIFIKASI SOSIAL BAB V STRATIFIKASI SOSIAL 6.1 Pengantar Stratifikasi merupakan karakteristik universal masyarakat manusia. Dalam kehidupan sosial masyarakat terdapat diferensiasi sosial dalam arti, bahwa dalam masyarakat

Lebih terperinci

Dalam Acara ORIENSTASI STUDI DAN PENGENALAN KAMPUS BAGI MAHASISWA BARU TAHUN AKADEMIK 2016/2017. Drs. Suprijatna

Dalam Acara ORIENSTASI STUDI DAN PENGENALAN KAMPUS BAGI MAHASISWA BARU TAHUN AKADEMIK 2016/2017. Drs. Suprijatna Dalam Acara ORIENSTASI STUDI DAN PENGENALAN KAMPUS BAGI MAHASISWA BARU TAHUN AKADEMIK 2016/2017 Drs. Suprijatna 1. Pendidikan harus merupakan aset atau modal kekuatan yang bisa menumbuhkan peradaban bangsa

Lebih terperinci

2015 NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT ETNIS MINANGKABAU SEBAGAI PEDAGANG DI PASAR AL-WATHONIYAH, CAKUNG, JAKARTA TIMUR

2015 NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT ETNIS MINANGKABAU SEBAGAI PEDAGANG DI PASAR AL-WATHONIYAH, CAKUNG, JAKARTA TIMUR BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia membutuhkan manusia lain untuk menjalani kehidupan dan memenuhi segala kebutuhannya. Seperti yang dikemukakan oleh Soekanto (2007, hlm.23) Manusia senantiasa

Lebih terperinci

Keterkaitan antara Kebudayaan Material dan Non Material. dengan Struktur Sosial

Keterkaitan antara Kebudayaan Material dan Non Material. dengan Struktur Sosial Keterkaitan antara Kebudayaan Material dan Non Material dengan Struktur Sosial disusun oleh : DWI YANTI SARWO RINI D 0311025 JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperoleh dari simpanan pokok dan simpanan wajib para anggota koperasi. Kemudian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperoleh dari simpanan pokok dan simpanan wajib para anggota koperasi. Kemudian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Koperasi Simpan Pinjam Koperasi Simpan Pinjam (KOSIPA) adalah sebuah koperasi yang modalnya diperoleh dari simpanan pokok dan simpanan wajib para anggota koperasi. Kemudian

Lebih terperinci

BAB III TRANSAKSI GADAI SAWAH DI DESA BETON KECAMATAN SIMAN KABUPATEN PONOROGO

BAB III TRANSAKSI GADAI SAWAH DI DESA BETON KECAMATAN SIMAN KABUPATEN PONOROGO BAB III TRANSAKSI GADAI SAWAH DI DESA BETON KECAMATAN SIMAN KABUPATEN PONOROGO A. Gambaran Umum Objek Penelitian Pada bab ini akan diuraikan tentang objek penelitian dengan maksud untuk menggambarkan objek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini merupakan sifat dasar masyarakat. Perubahan masyarakat tiada hentinya, jika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini merupakan sifat dasar masyarakat. Perubahan masyarakat tiada hentinya, jika BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tahap Pengembangan Masyarakat Masyarakat senantiasa akan mengalami perubahan dikarenakan masyarakat adalah mahluk yang tidak statis melainkan selalu berubah secara dinamis.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial (social capital) yang mampu membuat individu individu yang ada didalam komunitas tersebut berbagi

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 8 POKOK BAHASAN

PERTEMUAN KE 8 POKOK BAHASAN PERTEMUAN KE 8 POKOK BAHASAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan manfaat sosiologi dalam kehidupan. 2. Mahasiswa dapat menjelaskan

Lebih terperinci