BAB III METODE PELAKSANAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III METODE PELAKSANAAN"

Transkripsi

1 21 BAB III METODE PELAKSANAAN 3.1 DIAGRAM ALIR Start Identifikasi Masalah Pengumpulan Data Perencanaan Pelaksanaan Pemilihan Bahan & Software Pembuatan Design Cetakan & Perhitungan Parameter Simulasi Simulasi Injection Flow & Cavity Machining Process Perbaikan Pengolahan Data Hasil Simulasi GAGAL OK Analisis Hasil & Pembahasan Finish Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

2 Identifikasi Masalah Langkah awal dalam melakukan proses perancangan adalah mengidentifikasi masalah. Perancangan mesin atau alat tidak bisa dilakukan apabila tidak ditemukannya masalah dari kebutuhan rancangan. Seperti yang telah dijelaskan pada rumusan masalah, peneliti sudah menemukan alasan untuk dijadikan bahan penelitian Pengumpulan Data Setelah diketahui masalah yang terjadi, maka langkah selanjutnya mengumpulkan data data yang diperlukan dalam melakukan proses perancangan. Data-data yang dipergunakan dalam membuat analisis ini terdiri dari : 1. Data hasil studi lapangan. Merupakan suatu hasil survei di lapangan yang bertujuan: Mengetahui informasi dari narasumber (nelayan) mengenai permasalahan yang terjadi pada pompa air yang digunakan Mengetahui informasi mengenai mesin injeksi molding yang telah ada di lapangan Mengetahui informasi mengenai harga bahan dan komponen injeksi molding yang dibutuhkan dan mengidentifikasikannya Mengumpulkan data mengenai spesifikasi jenis bahan dan komponen molding 2. Data hasil studi pustaka Dengan mencari dan mengumpulkan referensi berdasarkan teori yang diambil dari berbagai literatur buku-buku penunjang, maka hasilnya berupa teori-teori standar dan hasil penelitian seperti jurnal dan buku-buku perpustakaan. 3. Data hasil bimbingan Penulis mendapat alternatif-alternatif untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan dosen pembimbing yang disetujui oleh pihak jurusan.

3 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Tabel 3.1. Jadwal kegiatan penelitian Waktu Pelaksanaan Jenis Kegiatan APRIL '17 MEI '17 JUNI '17 I II III IV I II III IV I II III IV 1. Pengumpulan Data 2. Studi Pustaka 3. Tahap Design - Sketsa Awal - Simulasi - Analisis Hasil Simulasi 4. Penentuan Hasil Rancangan Akhir 5. Penyusunan Karya Tulis BAB I & II BAB III BAB IV BAB V Melihat dari tabel diatas, penelitian dilakukan dalam waktu 3 (tiga) bulan atau 12 (dua belas) minggu dari pengumpulan data sampai dengan penyusunan laporan Tugas Akhir. Survei lapangan dilakukan di Pelabuhan Tanjung Mas Semarang sedangkan pelaksanaan penelitian dan pengolahan data dilakukan di Kampus Universitas Mercu Buana. 3.3 PEMILIHAN BAHAN POLIMER Beberapa metode dilakukan untuk menentukan jenis bahan polimer yang sesuai spesifikasi. Pada dasarnya, bahan yang dipilih untuk pembuatan impeller plastik ini akan dipilih bahan polimer yang kuat, tahan korosi, tahan abrasi, dan tahan aus. Beberapa metode yang digunakan untuk menguji plastik dalam membandingkan performa material, umumnya dilakukan pengukuran karakteristik dengan standar tertentu, contohnya ASTM (American Standard Testing Method). Pengukuran karakteristik plastik dengan standar ASTM yaitu dengan pengujian uji tarik. Pengujian tarik tersebut yang dilakukan antara lain:

4 24 1. Tensile Strength at Yield Yaitu ukuran kekuatan mekanis suatu material untuk mempertahankan bentuknya (tidak mulur) apabila ditarik. Pada dasarnya semakin tinggi Tensile Yield Strength maka material semakin kaku (tidak mudah mulur). 2. Tensile Elongation at Yield Bersamaan dengan pengukuran Tensile Strength, data lain yang didapat dari pengujian tarik yaitu regangan (mulur) maksimum yang dialami benda dalam kondisi yang elastis (dapat kembali). Material Tabel 3.2 Hasil uji tarik kekuatan plastik Tensile Strength (Mpa) Tensile Elongation (%) PP (Homo) PP (Random) PP (ICP) LDPE (break) HDPE PS (GPPS & HIPS) (break) PA (break) 3. Flexural Modulus Adalah sifat mekanis yang menunjukan ukuran kekakuan dari suatu produk plastik. Pada prinsipnya, semakin tinggi Flexural Modulus maka material semakin kaku. Tabel 3.3 Hasil pengujian flexural modulus plastik Material Flexural Modulus (MPa) PP ( Homo ) PP ( Random ) PP ( ICP ) LDPE HDPE PS (GPPS & HIPS) PA

5 25 4. Notched Izod Impact Strength Adalah ukuran ketahanan benturan dari suatu produk plastik. Pada aplikasi, umumnya Impact Strength dapat diukur melalui pengujian drop test. Pada dasarnya semakin tinggi Impact Strength maka material semakin kuat (tidak mudah pecah). Tabel 3.4 Hasil pengujian ketahanan bentur plastik Material Izod Impact Strength (J/m) PP ( Homo ) PP ( Random ) PP ( ICP ) LDPE No Break HDPE PS (GPPS & HIPS) PA Pengujian Kekerasan Pengujian kekerasan material merupakan pengukuran ketahanan material terhadap pembebanan (tekan) setempat atau pengoresan. Pada pengujian ini, sampel ditekan dengan suatu indentor, contohnya pada standar Rockwell digunakan bola baja ½, hingga tercetak suatu jejak indentasi. Pada dasarnya, semakin tinggi hardness maka material semakin keras atau dengan kata lain semakin kaku. (IlmuKimia, 2013) Tabel 3.5 Hasil uji kekerasan plastik Material Hardness (R Scale) PP ( Homo ) PP ( Random ) PP ( ICP ) LDPE HDPE PS (GPPS & HIPS) PA (sumber : (IlmuKimia, 2013))

6 26 Setelah membandingkan dari hasil pengujian plastik diatas maka kami mengambil bahan polimer PA (Nylon) dengan hasil pengujian sebagai berikut : Tensil Strength : Mpa Flexural Modulus : Mpa Izod Impact Strength : J/m Hardeness : R Scale 3.4 PEMILIHAN SOFTWARE Banyaknya keuntungan yang didapatkan dalam mendesain menggunakan pemodelan 3D mendorong banyaknya perusahaan program yang bergerak dibidang desain untuk mengembang kemampuan program mereka dalam mengelola gambar 3D. Dalam bidang industri sendiri, telah banyak program-program desain yang telah menerapkan pemodelan 3D untuk membuat desain kontruksi seperti mold, jig, dies, dan konstruksi. Program-program desain tersebut dapat mempercepat waktu pengerjaan desain konstruksi molding secara 3D dan menghasilkan desain yang berkualitas tinggi (Manfaat & Jahidin, 2013) AutoCAD AutoCad merupakan program besutan Autodesk, Inc yang dapat digunakan untuk melakukan penggambaran 2D dan 3D dengan tinggat presisi gambar yang tinggi dan program ini merupakan program sangat familiar dikalangan desainer termasuk desainer dibidang perkapalan. Program ini memiliki fasilitas penggambaran dan pengeditan yang sangat lengkap dan mudah digunakan sehingga memiliki keunggulan tersendiri dibanding program-program CAD lain. Namun, AutoCad lebih sesuai untuk melakukan penggambaran 2D walaupun saat ini pada AutoCad versi terbaru telah dilakukan pengembangan kemampuan dalam melakukan penggambaran 3D (Manfaat & Jahidin, 2013). AutoCAD digunakan untuk membuat desain awal produk impeller dengan dimensi dan visual yang sama dengan produk import yang sudah ada. Software ini

7 27 juga digunakan untuk membuat gambar kerja untuk proses pembuatan cetakan setelah hasil rancangan cetakan selesai dan siap diproduksi Autodesk Inventor Autodesk Inventor merupakan sebuah program dengan kemampuan pemodelan 3D solid untuk proses pembuatan objek prototipe 3D secara visual, simulasi, dan drafting beserta dokumentasi data-datanya. Dengan fitur-fitur yang memang khusus dibuat untuk merancang 3D, diharapkan penggunaan program Autodesk Inventor dapat mempermudah dalam merancang gambar 3D untuk cetakan injeksi plastik. Dalam tugas akhir ini akan merumuskan metode dan prosedur pembuatan gambar 3D dengan menggunakan Autodesk Inventor dan menganalisis hasil produk dari model konstruksi 3D yang telah dibuat (Manfaat & Jahidin, 2013). Autodesk Inventor ini akan menganalisis hasil simulasi dari desain cetakan yang dibuat dan kesesuaian standar komponen molding yang digunakan. Setelah hasil simulasi dianalisis akan muncul parameter pengerjaan produksi yang optimal MasterCAM Program Mastercam adalah program CAD atau CAM yang khusus digunakan untuk mesin CNC. Mastercam memiliki fasilitas-fasilitas komputer grafis yang memungkinkan penggunaannya untuk melakukan berbagai bentuk simulasi proses pemesinan sebelum diimplementasikan pada proses pengerjaan pemesinan yang sesungguhnya berbasis Computer Numerically Controlled (CNC). Program ini merupakan perangkat lunak yang sudah cukup populer dikalangan pengguna CAD/CAM. Mastercam juga sangat memadai sebagai pendukung pemrograman CNC di industri yang menggunakan mesin CNC. Pada penelitian ini, program ini digunakan untuk mensimulasikan proses pemesinan pembuatan corecavity dan menampilkan Numerical Control Data (NC kode) untuk data masukan mesin CNC yang selanjutnya akan diproses pemesinan (Prasetyo & Irfa i, 2014).

8 PEMBUATAN DESAIN CETAKAN Pada perencanaan desain cetakan, ada beberapa pertimbangan yang harus dilakukan dari dimensi cetakan dan pemilihan komponen standar untuk mendapatkan hasil desain cetakan yang sesuai dan optimal. Desain cetakan juga akan berpengaruh pada hasil simulasi yang menentukan keberhasilan dari kualitas produk yang dihasilkan Desain Produk Pada dasarnya, pembuatan desain produk impeller mengacu pada produk yang sudah ada hanya saja digambar ulang dengan dimensi dan visual yang sama. Namun, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pembuatan desain produk karena akan menentukan bentuk dan dimensi dari core dan cavity. Beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain: 1. Bentuk produk tidak rumit (sederhana). 2. Bentuk produk harus tirus kedalam (tidak lurus) agar mudah saat proses pengeluaran produk. 3. Tidak ada sisi tajam untuk menghindari retak (crack) atau cacat produk. Gambar 3.2 Desain produk impeller Keterangan produk, Jenis Pompa : Pedrollo CPM 100-E Tinggi : 12 mm Diameter Luar : mm Jumlah blade : 6 pc Diameter Dalam : 12 mm Tebal : 3 mm

9 Perhitungan Volume Plastik Sekali Injeksi Volume plastik yang dibutuhkan untuk sekali proses injeksi ditentukan antara lain sebagai berikut : 1. Volume produk (Vp) Perancangan ini digunakan proses part fill analysis pada Autodesk Inventor didapatkan hasil volume produk (Vp) adalah 12877,7 mm 3. Jumlah cavity : 8 pc Massa jenis Nylon (PA66) : 1150,9 gr/mm 3 Trade Name : UbeNylon 2020UW1 Vp = 12877,7 x 8 = ,6 mm 3 Massa produk : m = Vp ρ (3.1) m = ,6 1,1509 x 10-3 m = 89,5 gram = 0,0895 kg 2. Volume sprue (Vs) Dalam perancangan ini menggunakan sprue dengan standar HASCO sprue bushing tipe Z51. Besarnya diameter sprue tergantung pada berat bahan yang diinjeksikan. Hal itu dapat dilihat pada tabel dibawah berikut: Tabel 3.6 Ukuran diameter sprue Berat bahan yang diinjeksikan (gr) Bahan yang diinjeksikan Diameter Sprue (mm) < 100 Semua thermoplastik Semua thermoplastik Semua thermoplastik 8-10 > 1000 Semua thermoplastik Dalam perancangan cetakan ini, diameter sprue disesuaikan dengan tabel diatas dengan massa produk 89,5 gram diambil diameter 6 mm. Maka ukuran standar sprue untuk Ø6 mm seperti gambar berikut.

10 30 Gambar 3.3 Sprue bushing Vs = π. L 3 H = 38 mm) d1 = 3,5 mm d2 = 9.3 mm L = 66 mm SR = 40 mm d1 2 + d1 + d2 2 + d2 (3.2) = = π = ,9 mm 3 3. Volume runner (Vr) 3, ,5 + 9, ,3 Desain runner yang digunakan mengunakan runner tipe U Shape dengan bentuk yang sederhana seperti gambar dibawah ini: Gambar 3.4 Runner U shape Menghitung volume runner digunakan inspect area element untuk menghitung luas penampang runner dengan hasil sebagai berikut : Luas penampang runner (Ar) = 15,119 mm 2 (inspect area element) Panjang runner primer (a) = 120 mm x 2 pc Panjang runner sekunder 1 (b) = 60 mm x 4 pc Panjang runner sekunder 2 (c) = 23 mm x 8 pc

11 31 Maka volume runner dapat dihitung: Vr = Ar x ((2.a) + (4b) + (8b)) (3.3) = 15,119 x ((2.120 ) + (4.60) + (8.23)) mm 3 = 10039,16 mm 3 4. Volume Gate (Vg) Pada desain gate ini, karena jumlah cavity lebih dari satu maka digunakan gate tipe edge gate seperti gambar dibawah ini: Gambar 3.5 Gate tipe edge Penampang gate berbentuk trapesium (tipe edge) Panjang a = 5 mm Panjang gate (l) = 7 mm Panjang b = 2 mm Volume gate : (Vg) = ( a + b 2 5. Volume total Jumlah gate (n) = 8 pc. l ) x n (3.4) = 24,5 x 8 = 196 mm 3 V total= Vp + Vs + Vr + Vg V total = , , , = ,7 mm 3 = 126,674 cm 3 Massa total produk sekali injeksi : m = 126,674 x 1,1509 = 145,8 gram = 0,146 kg

12 Perhitungan Gaya Klem Mesin Menghitung gaya klem yang dibutuhkan dalam perancangan ini bertujuan untuk menentukan spesifikasi mesin yang digunakan. Dalam menentukan gaya klem, beberapa perhitungan yang harus dilakukan antara lain sebagai berikut : 1. Penyusutan (shrinkage) Dalam menentukan besar penyusutan produk digunakan inspect area element yang terdapat pada software CAD untuk menentukan luar permukaan produk, dengan hasil seluruh luas permukaan luar yaitu 9025,163 mm 2. Besarnya penyusutan untuk bahan nylon PA66 adalah 0,010 0,025 dari tebal produk (Dym, 1979). Penyusutan = 0,025 x tebal produk (3.6) = 0,025 x 3 mm = 0,075 mm Total penyusutan = 0,075 x luas seluruh permukaan luar = 0,075 x 9025,163 mm 2 = 676,887 mm 2 2. Luas permukaan luar Luasan total = Luas permukaan luar + total penyusutan = 9025, ,887 = 9702,05 mm 2 Jumlah cavity = 8 pc Luas permukaaan luar = 8 x 9702,05 = 77616,4 mm 2 Setelah diketahui luas permukaan luar cavity atau luas proyeski produk, maka dapat dilakukan perhitungan gaya klem dengan ketentuan sebagai berikut: Jumlah cavity = 8 pc Material = Nilon (PA66) Luas proyeksi produk = 77616,4 mm 2 Luas proyeksi runner = 15,119 mm 2 (inspect area element)

13 33 Material yang digunakan untuk pembuatan core cavity adalah material baja H- 13 dengan tegangan yang diijinkan 5 ton/in 2 = 7,75 kg/mm 2. Gaya klem mesin = (Luas proyeksi produk + Luas proyeksi runner) x tegangan ijin (Dym, 1979). = (77616,4 + 15,119 ) x 7,75 = kg Maka, mesin injeksi yang digunakan adalah tipe AD-1000 dengan gaya klem sebesar 1000 ton = kg. Luas kontak dari core = ,75 kg/mm 2 (3.7) = ,258 mm 2 Luas kontak tiap core = ,258 8 = 16129,032 mm Pertimbangan Desain Lay-out Saluran Masuk Cairan Pertimbangan desain ini merupakan pemilihan alur untuk mengalirkan cairan masuk dari nozzel injeksi kedalam core-cavity. Bentuk dari mekanisme saluran, dimensi dan jenis saluran masuk ini sangat menentukan kualitas produk yang dihasilkan. 1. Design I Gambar 3.6 Desain saluran rectangular pattern

14 34 Pada desain yang pertama berupa desain Rectangular Pattern Runner System, aliran dari sprue melewati dua titik percabangan yaitu runner primer dan sekunder sebelum masuk ke dalam cetakan. Model ini mempunyai kelebihan dan kelemahan yaitu: Kelebihan: Desain sederhana Tidak membuang banyak sisa Sistem pendinginan lebih merata Tekanan lebih kecil Kelemahan: Temperatur kurang merata Waktu injeksi lebih lama Tidak cocok untuk produk kompleks 2. Design II Gambar 3.7 Design saluran circular pattern Pada desain kedua berupa desain Circular Pattern Runner System, aliran dari sprue hanya melewati satu titik percabangan dan langsung masuk kedalam cetakan. Model ini mempunyai kelebihan dan kelemahan yaitu: Kelebihan: Sistem runner lebih sederhana Temperatur merata Waktu penginjeksian lebih cepat Aliran cairan lebih merata Kelemahan: Bahan baku yang dibuang banyak

15 35 3. Design III Tekanan lebih besar Pendinginan kurang merata Gambar 3.8 Desain saluran rectangular on series Pada desain ketiga, sistem aliran runner berupa Rectangular on Series Pattern Runner System. Aliran cairan dari sprue melewati tujuh titik percabangan sebalum masuk kedalam rongga cetakan. Model ini mempunyai kelebihan dan kelemahan yaitu : Kelebihan : Sistem pendinginannya efektif Aliran cairan lebih seimbang Temperatur merata Cocok untuk produk dengan bentuk yang kompleks Kelemahan : Runner lebih panjang Tekanan injeksi lebih besar Waktu injeksi lebih lama Dari ketiga desain diatas, maka dipilih desain I, karena aliran masuk pada desain I, bentuk alirannya sederhana dan tidak terlalu panjang sehingga tidak banyak membuang banyak sisa plastik. Selain itu, tekanan injeksinya lebih kecil daripada desain kedua namun jenis alirannya tidak cocok untuk produk yang kompleks. Pada desain II, sistem alirannya sangat sederhana dan seimbang namun membutuhkan tekanan injeksi lebih besar. Pada desain III, aliran ini lebih cocok untuk desain produk yang kompleks namun produk yang dibuat merupakan produk yang sederhana.

16 Desain Ejector Ejector yang digunakan pada cetakan dalam perancangan ini adalah merupakan salah satu komponen standar ejector tipe DME AH Anti-rotation dengan panjang 100 (mm) dan diameter 2,5 (mm) dengan bentuk separti gambar dibawah ini: Gambar 3.9 Desain ejector anti-rotation Design Parting-Line Pada desain ini parting line harus bisa membuka dan menutup cetakan dengan mudah, maka digunakan cetakan jenis two plate. Selain itu bentuk dan lokasi parting line, ditentukan oleh geometri, tipe dan lokasi runner, cara penginjeksian, sistem ventilasi dan biaya. Parting line pada perancangan ini meggunakan tipe easy ejection. Gambar 3.10 Desain parting line easy ejection 3.6 ANALISIS WAKTU INJEKSI Perhitungan waktu dalam sekali injeksi ditujukan untuk mengetahui waktu dalam satu kali siklus injeksi dan kapasitas produksi. Dalam hal ini, lama waktu produksi ditargetkan hanya 1 tahun karena kemungkinan pergantian model atau perbaikan (improvement). Waktu yang diperlukan untuk sekali siklus injeksi yaitu Injection High Time + Injection Hold Timer + Cooling Time + Machine Clamp Open and Close Time.

17 37 Injection high time adalah waktu yang digunakan untuk mengontrol besarnya kecepatan injeksi plastik hingga mencapai rongga cetak. Injection high timer digunakan untuk menggerakkan screw pada kecepatan yang optimal. Injection high time dapat dicari sebagai berikut : Tipe mesin = AD-1000 Diameter screw (d) = 105 mm Ejection stroke (E) = 300 mm Volume sekali injeksi (Vp) = ,7 mm 3 Aktual waktu injeksi (t)= 1,46 detik (mold fill analysis) Maka debit cairan plastik (ṽ) yang masuk ke dalam cetakan adalah ṽ = Vp t ṽ = ,7 1,46 = ,5 mm 3 /detik (3.8) Ascrew = π 4 x d2 (3.9) = π 4 x 1052 = 8.659,01 mm 2 ṽ = q x Ascrew maka, q = ṽ A screw dimana, q = 86763,5 8659,01 ts = = 10,02 mm/detik Ejection Stroke (E) q ts = 300 = 29,94 detik 10,02 q = kecepatan screw (mm/detik) ts = waktu sekali siklus (detik)

18 38 Injection hold timer diperlukan agar gate seluruhnya membeku. Biasanya diambil 10 (detik) atau lebih. Machine clamp open and close time untuk jenis cetakan two plate adalah 5 detik. Hasil rekomendasi software, cooling time dengan bahan nilon cukup adalah 16,96 detik. Sehingga waktu 1 kali siklus adalah: t siklus = 29, ,96 = 61,9 = 62 detik 3.7 SISTEM PENDINGINAN Sistem pendinginan akan dibuat sistem pendinginan lurus langsung dengan media pendingin air karena bentuk produk yang tidak rumit dengan sistem aliran plastik rectangular runner system serta tinggi produk yang sama rata seperti gambar dibawah: Gambar 3.11 Sistem pendinginan lurus langsung Panas Total yang Harus Dibuang Jumlah kalor yang harus dibuang pada saat proses pendinginan yaitu dimana, Q = Δl x m x n (3.10) Δl = Selisih enthalphy (h) plastik masuk cetakan pada akhir pendinginan (kj/kg.h) m = Massa plastik dalam sekali injeksi = 0,145 kg n = Jumlah injeksi tiap jam = = 58 siklus/jam

19 39 Untuk menentukan besarnya enthalphy dapat dicari pada grafik dibawah ini. Gambar 3.12 Grafik perbandingan temperatur dan entalpi Dari grafik diatas dapat diketahui : Untuk bahan nilon (PA66) suhu mencair 256 o C dan suhu membeku 130 o C. Pada 256 o C = 624 kj/kg Pada 130 o C = 175 kj/kg Sehingga besarnya selisih entalpi adalah Δl = = 449 kj/kg Jadi, Q = Δl x massa x n siklus (3.11) = 449 x 0,145 x 62 = 4036,51 kj/jam Sehingga panas total yang harus dibuang tiap detiknya adalah 1,121 kj Panas Rata Rata Panas rata-rata dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Q2 = Q - Q1 (3.12) Dimana: Q = Panas total cetakan tiap jam (kj/jam) Q1 = Panas yang terbuang tiap jam (kj/jam) Panas rata-rata cetakan adalah: Q2 = 5230,68-185,089 = 5045,590 kj/jam = 1,401 kw

20 Kecepatan Fluida Pendingin Air yang mengalir pada cetakan adalah turbulen yang mempunyai bilangan Reynold antara Air pendingin yang masuk cetakan 27 o C dengan viskositas kinematis mm 2 /detik dan diameter saluran pendingin antara 8-25 mm) Dalam perancangan ini diambil 12 mm, sehingga aliran pendingin (w) adalah: W = Re. v d (3.13) = x ,012 = 340 mm/s Dimana, Re = Bilangan Reynold = 4000 v = Viskositas kinematis pada temperatur 27 o C = mm 2 /detik d = Diameter lubang pendingin = 12 mm w = Kecepatan aliran pendingin ( mm/s ) Beda Suhu Keluar Masuk Pendingin Beda suhu air yang keluar dan masuk saluran pendingin dapat dicari dengan rumus Q2 = ρ. [ (d 2 x π )/4] w. Δt. C (3.14) Dimana, Q2 = Panas rata-rata cetakan = 5045,590 kj/jam ρ = Massa jenis air = 1000 kg/m 3 d = Diameter saluran pendingin= 12 mm C = Panas spesifik = 4,19 kj/kg. o C w = Kecepatan aliran pendingin = 340 mm/s Δt = Perbedaan suhu air masuk dan keluar ( o C)

21 41 Maka, 5045,590 x 4 Δt = ,012. π ,34. 4,19 = 5045,590 x ,105 = 8,69 o C Jadi suhu yang keluar cetakan adalah : tout = tin + Δt tout = ,69 = 35,69 o C Panas Yang Terbuang Besarnya panas yang terbuang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Q1 = ṁ x cp x Δt (3.15) ṽ = d x L x w = = 4, mm 3 / detik ṁ = ṽ. ρ = 3, x 1000 = 0,038 kg/detik Q1 = 0,038 x 4,1868 x 8,69 = 1,382 kj/kg dimana: Q1 = Panas yang terbuang (kj/kg) kj cp = koefisien perpindahan kalor= 4,1868 jam. C ρ = Massa jenis air (1000 kg/m 3 ) ṁ = Laju massa air (kg/detik) ṽ = Laju aliran volume air (mm 3 /s) w = Kecepatan aliran fluida (mm/s) L = Panjang aliran (mm) d = Diameter lubang = 12 mm

22 Jarak Saluran Pendingin Gambar 3.13 Jarak antar lubang pendingin Jarak antar lubang saluran pendingin dengan permukaan benda kerja adalah: t = 2 x d = 2 x 12 = 24 mm Jarak antar lubang saluran pendingin maksimal 3 x d, ditentukan 2 x d maka: b = 2 x 12 = 24 mm 3.8 ANALISIS PENGERJAAN PEMBUATAN CETAKAN Pada proses pembuatan cetakan, beberapa proses pemesinan dilakukan analisis untuk menghitung waktu yang diperlukan dalam proses dan biaya produksi yang dibutuhkan. Dalam teknik pemesinannya, tidak semua part atau komponen cetakan bisa diproses secara konvensional. Beberapa part seperti core dan cavity memiliki bentuk yang rumit menyesuaikan dengan bentuk produk dan membutuhkan tingkat kepresisian yang tinggi agar hasil produk sesuai dengan yang direncakan. Maka dari itu, dibutuhkan software CAM untuk mensimulasikan proses pengerjaan tersebut guna meminimalisir faktor kegagalan dalam proses pembuatan cetakan.

23 Pengerjaan Core dan Cavity Insert dengan CAM Langkah yang dilakukan untuk mensimulasikan proses pembuatan core dan cavity insert dalam software MasterCAM X5 adalah sebagai berikut : 1. Ubah format file dari sofware CAD menjadi DWG 2. Dari CAM, import file tersebut file > import 3. Untuk pemrograman Toolpath, tentukan jenis pemesinan yang digunakan dan tentukan ukuran benda yang akan dikerjakan pada stock set up. Machine Type > Mill > Default, Stock set up > Enter point 1 and 2 4. Untuk jenis pemakanan, digunakan menu toolpath, pilih jenis pemakanan yang digunakan dan tentukan parameternya. Toolpath > Contour / Drill / Pocket / Face / Engraving 5. Simulasikan hasil pemrograman dari program yang sudah dibuat Gambar 3.14 Simulasi proses pengerjaan core insert 6. Untuk melihat hasil kode CNC dari program yang sudah dibuat klik G1. 7. Setelah selesai dapat dilihat semua info hasil dari simulasi pada browser. Browser > Toolpath machine > expand Gambar 3.15 Simulasi proses pengerjaan cavity insert

24 44 Tabel 3.7 Data proses pembuatan core insert Face End End End End End End Tool Mill Mill Mill Mill Mill Mill Mill Diameter Flat Flat Flat Flat Flat Bull Bull (mm) Ø 37.5 Ø 5 Ø 3 Ø 20 Ø 20 Ø 5 Ø 6 Process Facing Pocket Pocket Pocket Pocket Contour Pocket Spindle Speed (rpm) Retract Cutting Method Max. Step over Machini ng Time Zig Zag Paralel Spiral Paralel Spiral Paralel Spiral Paralel Spiral One Way 35 3,75 2,25 2,5 2,5 2,5 1 2 menit 48 detik 11 menit 16 detik 22 menit 33 detik 7 menit 42 detik 28 menit 42 detik 19 menit 14 detik Zig Zag 175 menit 44 detik Dari data diatas diperoleh total waktu pembuatan cavity = 4 jam 27 menit 58 detik. Karena core insert berjumlah 8 maka waktu total pembuatan core insert = 35 jam 42 menit 48 detik. Tabel. 3.8 Data proses pembuatan cavity insert Tool Diameter Face Mill Flat Ø 37,5 End Mill Bull Ø 5 Process Facing Pocket Spindle Speed (rpm) Retract 1 1 Cutting Method Zig Zag Paralel Spiral Max. Step over 35 2,5 Machining Time 2 menit 53 detik 4 menit 30 detik

25 45 Dari data diatas diperoleh waktu pembuatan cavity = 7 menit 27 detik. Karena core insert berjumlah 8, maka menjadi 29 menit 48 detik. Jadi waktu keseluruhan untuk pembuatan cavity dan core adalah 36 jam 11 menit 12 detik Pengerjaan Clamping Plate Upper Bahan : S 50 C Peralatan : Mesin bor koordinat, mesin frais, kerja bangku dan gerinda permukaan. Proses pengerjaaan : 1. Mempelajari gambar kerja dan memeriksa ukuran pelat 2. Mencekam benda kerja 3. Center drill, bor Ø 5 mm tembus dan mengebor Ø10 mm sedalam 30 mm di 15 tempat 4. Center drill, mengebor Ø16, Ø24, Ø26 mm tembus kemudian dilakukan pengeboran Ø60 mm sedalam 15 mm 5. Balik benda kerja, lakukan pengeboran Ø30 sedalam 10 mm sesuai dengan tipe sprue yang digunakan 6. Mengebor Ø4,8 mm sedalam 10 mm di dua tempat untuk penempatan locating ring 7. Membuat ulir dengan menggunakan tap M16 di 6 tempat 8. Membuat ulir dengan menggunakan tap M6 di 2 tempat 9. Menghilangkan beram bekas penggerindaan dan menghilangkan sisi benda kerja yang tajam 10. Menggerinda kedua permukaan dengan grinding surface 11. Memeriksa hasil akhir Pengerjaan Cavity Plate Bahan : S 50 C Peralatan : Mesin frais, bor koordinat, kerja bangku dan gerinda permukaan. Proses pengerjaan :

26 46 1. Mempelajari gambar kerja dan memeriksa ukuran pelat. 2. Mencekam benda kerja pada mesin frais. 3. Membuat alur persegi panjang dengan ukuran 298 x 252 x 70 mm. 4. Mengebor Ø5 mm sedalam 35 mm di 22 tempat. 5. Mencekam benda kerja dengan bor koordinat. 6. Center drill, mengebor Ø10 mm sedalam 35 mm di 4 tempat. 7. Center drill, mengebor Ø16 mm sedalam 50 mm di 6 tempat. 8. Bor Ø35 mm sedalam 10 mm dengan boring head, untuk bushing guide. 9. Membuat ulir dengan tap M16 di 6 tempat. 10. Posisikan benda kerja vertikal, cekam dan lakukan pengeboran Ø12 mm tembus di 14 tempat untuk saluran pendingin. 11. Menghilangkan sisi benda kerja yang tajam. 12. Menggerinda kedua permukaan sampai ketebalan 70 mm. Tabel. 3.9 Daftar pengerjaan komponen cetakan No. Nama Bagian F BK G K CNC 1 Clamping Plate Upper X X X X - 2 Clamping Plate Lower X X X X - 3 Cavity Plate X X X X - 4 Core Plate X X X X - 5 Cavity Insert X X X X X 6 Core Insert X X X X X 7 Spacer Block X X X X - 8 Support Plate X X X X - 9 Ejector Retainer Plate X X X X - 10 Ejector Plate X X X X - Keterangan : F : Mesin frais BK : Mesin bor koordinat G : Mesin gerinda CNC : CNC milling K : Kerja bangku

27 Waktu Persiapan Waktu persiapan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan mesin dan alat bantu lainnya sebagai penunjang dalam proses pemesinan. Dalam perancangan ini lamanya waktu persiapan ditentukan antara 15 sampai 30 menit berdasarkan kompleksitas pengerjaan untuk setiap mesin Waktu Penggunaan Mesin Tidak Langsung Waktu penggunaan mesin tidak langsung yaitu waktu yang digunakan untuk kelangsungan proses pemesinan, misal waktu untuk pemeriksaan, pengukuran, penandaan dan juga waktu pemindahan benda kerja. Dalam perancangan ini lamanya waktu tersebut ditentukan 50 sampai 120 menit berdasarkan ketelitian yang dihasilkan Rumus Perhitungan Penggunaan Mesin Langsung Waktu penggunaan mesin langsung yaitu waktu yang digunakan untuk mengoperasikan mesin dari awal proses pengerjaan hingga akhir pengerjaan. Adapun lamanya waktu tersebut berdasarkan pada perhitungan waktu pemesinan secara teoritis sebagai berikut. 1. Waktu kerja mesin frais (milling) Tm = L s L = d + l + 2. la (3.16) Dimana, Tm = Waktu pengerjaan (menit) la = Jarak bebas (mm) d = Diameter cutter (mm) l = Panjang benda kerja (mm) s = Kecepatan pemakanan (mm/menit) 2. Waktu kerja mesin bor koordinat L. π. d Tm = Sv. V (3.17)

28 48 L = l + 0,3 d Dimana, Tm = Waktu pengerjaan (menit) d = Diameter bor (mm) l = Kedalaman pengeboran Sv = Kecepatan pemakanan (mm/putaran) V =Kecepatan potong (m/menit) c. Waktu kerja mesin gerinda permukaan l. b. X Tm = V s Dimana, l = Panjang benda kerja b = Lebar benda kerja X = Jumlah pemakanan V = Kecepatan pemotongan (m/menit) s = Pemakanan (mm/langkah) (3.18) Perhitungan Waktu Pemakanan Mesin Perhitungan waktu pemesinan core plate Ukuran : 555 x 455 x 45 mm Bahan : S 50 C 1. Waktu pengerjaan mesin frais (milling) Diketahui: Diameter cutter = 25 mm Jumlah gigi (z) = 8 buah Pemakanan tiap gigi(sz) = 0,10 mm/gigi Kecepatan potong (Vc) = 13 m/menit Kecepatan pemakanan (s) = 20 mm/menit Tebal pemakanan benda (t) = 5 mm Tebal pemakanan (a) = 0,5 mm Jarak bebas cutter (la) = 10 mm l1 = 550 mm dan l2 = 450 mm

29 49 Proses Contouring Untuk proses pemakanan L = l + d + 2.la L 1 = 2. ( ) = 1190 mm L2 = 2. ( ) = 990 mm Jumlah pemakanan (i) = 5 = 10 kali (2 sisi) 0,5 Panjang langkah total (L) = 2180 x 10 = mm Tm = L s Tm = = 1090 menit Kemudian pemakanan selanjutnya dengan ketentuan sebagai berikut : Tebal total pemakanan benda (t) = 4 mm Tebal pemakanan (a) = 1 mm Diameter Cutter = 37,5 mm Jumlah pemakanan (i) = 10 kali Panjang benda (l) = 450 mm Langkah pemakanan n = 450/37,5 x 4 = 48 langkah Proses facing L = l + d + 2.la L = = 595 mm Karena jumlah langkah 48 maka menjadi mm Tm= L s Tm = Proses (Pocketing) = 1428 menit Ukuran pengerjaan = 82 x 82 x 16 mm Diameter Cutter =16 mm Tebal pemakanan = 1 mm Langkah pemakanan = 82/16 = 5,12 = 6 langkah

30 50 L = l 2 ( 1 2. d ) L = 82 2 ( 1. 16) = 66 mm 2 Maka jumlah total = 66 x 15 = 990 mm Karena core insert berjumlah 8 pc maka total menjadi 7920 mm Tm = L s Tm = = 396 menit Proses pocket finishing, Diameter cutter = 10 mm Jumlah gigi (z) = 6 buah Pemakanan tiap gigi (Sz) = 0,10 mm/gigi Kecepatan potong (Vc) = 17 m/menit Kecepatan pemakanan (s) = 65 mm/menit Tebal pemakanan (a) = 0,5 mm Total tebal pemakanan (t) = 1 mm Ukuran = 82 x 82 x 1 mm Langkah pemakanan n = 82/10 = 45 x 2 = 90 langkah Panjang langkah L = l 2 ( 1 2. d ) L1 = 82 2 ( ) = 72 mm Karena core insert ada 8 pc maka, Panjang langkah total (L) = 72 x 2 x 8 pc = 1152 mm Tm = L s Tm = Waktu produktif = 17,72 menit = Contouring + Facing + Pocketing + Finishing = ,72 = 2931,72 menit Waktu mempersiapkan mesin = 10 menit

31 51 Waktu pelumasan = 5 menit Waktu pemasangan pahat = 7 menit Waktu setting nol pahat = 5 menit Waktu pengukuran = 10 menit Maka, waktu total pemesinan frais untuk core plate = 2968,72 menit 2. Perhitungan waktu mesin bor koordinat Pengeboran dengan drill Ø5 mm sedalam 35 mm di 22 titik Sv = 0,15 mm/putaran V = 6 m/menit L = l + 0,3. d L = ,3. 5 = 36,5 mm Tm = L. π. d Sv. V ,5. π. 5 Tm = = 0,64 menit 0, Karena jumlahnya 22 maka menjadi = 14,01 menit Pengeboran dengan drill Ø10 (mm) sedalam 35 mm di 4 titik Sv = 0,15 mm/putaran V = 6 m/menit L = l + 0,3. d L = ,3. 10 = 38 mm L. π. d Tm = Sv. V π. 10 Tm = = 5,31 menit 0, Karena jumlahnya 4 maka menjadi = 21,24 menit Pengeboran dengan drill Ø10 mm sedalam 59 mm di 12 titik Sv = 0,15 mm/putaran V = 6 m/menit L = l + 0,3. d L = ,3. 10 = 36,5 mm L. π. d Tm = Sv. V. 1000

32 π. 10 Tm = 0, = 2,17 menit Karena jumlahnya 12 maka menjadi = 25,96 menit Pengeboran dengan drill Ø16 mm sedalam 50 mm di 6 titik Sv = 0,15 mm/putaran V = 6 m/menit L = l + 0,3. d L = ,3. 16 = 54,8 mm L. π. d Tm = Sv. V ,8. π. 16 Tm = = 3,06 menit 0, Karena jumlahnya 6 maka menjadi = 18,36 menit Pengeboran dengan drill Ø30 mm sedalam 70 mm di 4 titik Sv = 0,15 mm/putaran V = 6 m/menit L = l + 0,3. d L = ,3. 30 = 80 mm L. π. d Tm = Sv. V π. 30 Tm = 0, = 8,27 menit Karena jumlahnya 4 maka menjadi = 33,08 menit Pengeboran dengan drill Ø35 mm sedalam 10 mm di 4 titik Sv = 0,15 mm/putaran V = 6 m/menit L = l + 0,3. d L = ,3. 35 = 20,5 mm L. π. d Tm = Sv. V ,5. π. 35 Tm = 0, = 2,51 menit Karena jumlahnya 4 maka menjadi = 10,02 menit Pengeboran dengan center drill Ø20 mm sedalam 30 mm di 1 titik

33 53 Sv = 0,15 mm/putaran V = 6 m/menit L = l + 0,3. d L = ,3. 20 = 36 mm L. π. d Tm = Sv. V π. 20 Tm = = 2,52 menit 0, Karena jumlahnya 12 maka menjadi = 30,24 menit Waktu produktif = 109,23 menit Waktu non produktif =150 menit Waktu total pemesinan bor koordinat : 259,23 menit 3. Waktu kerja mesin gerinda permukaan Panjang penggerindaan benda (l) = 550 mm Lebar penggerindaan benda (b) = 450 mm Tebal total penggerindaan (h) = 0,4 mm Tebal penggerindaan (t) = 0,1 mm Lebar pemakanan (s) = 50 mm/langkah Kecepatan potong (V) = 10 m/menit Jumlah langkah pemakanan, x = = 11 langkah x 4 = 44 kali l. b. x Tm = V s Tm = Tm = 21,78 menit Waktu produktif = 21,78 menit Waktu non produktif = 70 menit Waktu total pemesinan gerinda = 91,78 menit Dari perhitungan di atas dapat diketahui jumlah total waktu pemesinan yang diperlukan untuk membuat cavity plate adalah Tm = Tm frais + Tm bor + Tm gerinda

34 54 Tm = 2968, , ,78 = 3319,5 menit Waktu pemesinan komponen cetakan yang lain dapat dihitung dengan cara yang sama seperti perhitungan di atas dengan hasil sebagai berikut. Tabel 3.10 Waktu pemesinan komponen cetakan N Nama Jumlah Waktu Kerja Mesin (menit) o Komponen (pc) F BK G CNC K 1 Cavity Plate ,8 259,23 92, Cavity Insert 8 572,86 190,90 87, , Core Plate ,7 259,23 91, Core Insert 8 572,86 186,35 87,52 59, Ejector Retainer Plate 1 345, , Spacer Block 2 256,89 84,07 29, Ejector Plate 1 545,75 159,60 32, Clamping Plate Upper 1 286,87 195,15 108, Clamping Plate Lower 1 286,87 175,38 108, Support Plate 1 186,87 141,49 88,44-10 Jumlah 8033,2 1805,4 789, ,5 110

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN BAB III METODOLOGI PERANCANGAN Sebelum melakukan perancangan mould untuk Tutup Botol ini, penulis menetapkan beberapa tahapan kerja sesuai dengan literatur yang ada dan berdasarkan pengalaman para pembuat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL PERANCANGAN CETAKAN INJEKSI

BAB IV ANALISA HASIL PERANCANGAN CETAKAN INJEKSI BAB IV ANALISA HASIL PERANCANGAN CETAKAN INJEKSI Pada bab ini akan dibahas mengenai analisa dari hasil perancangan cetakan injeksi yang telah dibuat pada bab sebelumnya. Analisa akan meliputi waktu satu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Identifikasi Produk Hasil identifikasi yang dilakukan pada sample produk dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Data produk hardcase Data Produk Hardcase

Lebih terperinci

LOGO PERENCANAAN DAN ESTIMASI BIAYA PRODUKSI CETAKAN LID

LOGO PERENCANAAN DAN ESTIMASI BIAYA PRODUKSI CETAKAN LID LOGO PERENCANAAN DAN ESTIMASI BIAYA PRODUKSI CETAKAN LID Latar Belakang Kebutuhan Produk Plastik Meningkatnya kebutuhan terhadap produk yang terbuat dari plastik Perencanaan Injection Molding yang baik

Lebih terperinci

BAB IV SIMULASI PROSES PERMESINAN

BAB IV SIMULASI PROSES PERMESINAN BAB IV SIMULASI PROSES PERMESINAN Setelah dilakukan penentuan dimesin cetakan, maka selanjutnya dilakukan proses permesinannya. Untuk mensimulasikan proses permesinan cetakan botol digunakan perangkat

Lebih terperinci

MICROCELLULAR INJECTION MOLDING SEBAGAI ALTERNATIF DALAM PEMBUATAN PRODUK PLASTIK

MICROCELLULAR INJECTION MOLDING SEBAGAI ALTERNATIF DALAM PEMBUATAN PRODUK PLASTIK TUGAS AKHIR LABORATORIUM PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK MICROCELLULAR INJECTION MOLDING SEBAGAI ALTERNATIF DALAM PEMBUATAN PRODUK PLASTIK AJUN HAKIKI 2105 100 147 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB IIIPROSES PEMBUATAN MOLD GRAB RAIL K15A PROSES PEMBUATAN MOLD GRAB RAIL K15A

BAB IIIPROSES PEMBUATAN MOLD GRAB RAIL K15A PROSES PEMBUATAN MOLD GRAB RAIL K15A BAB IIIPROSES PEMBUATAN MOLD GRAB RAIL K15A PROSES PEMBUATAN MOLD GRAB RAIL K15A 3.1 Deskripsi Molding Injection Mold (cetakan) terdiri dari dua bagian pelat bergerak (core plate) dan pelat diam (cavity

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Perancangan Cetakan Bagasi Sepeda Motor (Honda) Untuk Proses Injection Molding. Oleh : FIRMAN WAHYUDI

Tugas Akhir. Perancangan Cetakan Bagasi Sepeda Motor (Honda) Untuk Proses Injection Molding. Oleh : FIRMAN WAHYUDI Outline: JUDUL LATAR BELAKANG RUMUSAN MASALAH BATASAN MASALAH TUJUAN PERANCANGAN METODOLOGI PERANCANGAN SPESIFIKASI PRODUK DAN SPESIFIKASI MESIN PERENCANAAN JUMLAH CAVITY DIMENSI SISTEM SALURAN PERHITUNGAN

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PENGERJAAN,PERAKITAN DAN BIAYA PRODUKSI

BAB IV PROSES PENGERJAAN,PERAKITAN DAN BIAYA PRODUKSI BAB IV PROSES PENGERJAAN,PERAKITAN DAN BIAYA PRODUKSI Gambar Kerja dibuat berdasarkan ukuran komponen komponen cetakan plastik dari hasil perhitungan dan pemilihan bahan. Selanjutnya dilakukan prosespemesinan/pengerjaan.

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. = 82 mm. = 157,86 mm = 8,6 mm. = 158,5 mm (1 0,004)

LAMPIRAN 1. = 82 mm. = 157,86 mm = 8,6 mm. = 158,5 mm (1 0,004) LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1 1.1. Perhitungan Berat Produk Diketahui : V produk = 14519,56 mm 3 ρ pc =1260 kg/m 3 0.00126 g/mm 3 Ditanya : Massa produk? Jawab : m = V produk ρ pc = 14519,56 mm 3 0.00126 g/mm

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. base gantungan baju multifungsi adalah sebagai berikut :

BAB III METODE PERANCANGAN. base gantungan baju multifungsi adalah sebagai berikut : BAB III METODE PERANCANGAN Metode perancangan merupakan langkah-langkah yang dijadikan pedoman dalam melakukan perancangan agar memperoleh hasil yang lebih baik dan memperkecil kesalahan kesalahan yang

Lebih terperinci

PREDIKSI SHRINKAGE UNTUK MENGHINDARI CACAT PRODUK PADA PLASTIC INJECTION

PREDIKSI SHRINKAGE UNTUK MENGHINDARI CACAT PRODUK PADA PLASTIC INJECTION PREDIKSI SHRINKAGE UNTUK MENGHINDARI CACAT PRODUK PADA PLASTIC INJECTION Agus Dwi Anggono Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A.Yani Tromol Pos I Pabelan, Kartosura, 57102 E-mail : agusda@indosat-m3.net

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1. Bahan Perancangan Bahan perancangan adalah produk glove box dengan mengambil sampel pada produk yang sudah ada, tetapi hanya sebagai acuan tidak menyerupai dimensi dan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Desain produk

Gambar 3.1 Desain produk BAB III PERHITUNGAN DAN PEMILIHAN BAHAN 3.1 Pertimbangan Sifat Bahan dan Desain Produk Dalam pembuatan box tempat kertas ini produk yang di hasilkan diharapkan ringan, kuat, dan harga yang relatif murah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Injection Molding Injection molding dapat membuat part yang memiliki bentuk yang kompleks dengan permukaan yang cukup baik. Variasi bentuk yang sangat banyak yang dapat

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK PENYAYATAN PAHAT MILLING PADA CNC MILLING 3 AXIS TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BENDA BERKONTUR

PENGARUH TEKNIK PENYAYATAN PAHAT MILLING PADA CNC MILLING 3 AXIS TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BENDA BERKONTUR 81 JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016 PENGARUH TEKNIK PENYAYATAN PAHAT MILLING PADA CNC MILLING 3 AXIS TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BENDA BERKONTUR Irawan Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 28 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ALUR PROSES INJEKSI PLASTIK Gambar 4.1 Proses pencetakan pada mesin injeksi 29 Pada Proses Injeksi Plastik (Plastic Injection Molding Process) terdapat 2 bagian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1. Bahan Perancangan Produk yang dirancang adalah preform stick T15 dengan mengambil sampel yang sudah ada. Dimensi dan bentuk berbeda, produk hanya sebagai acuan. Pada

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Metodologi merupakan tahapan-tahapan penelitian yang dilakukan oleh penulis untuk penyusunan karya ilmiah. Tahapan tersebut diperlukan agar penulisan dapat secara urut, sistematis

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN MOLDING DAN PROSES TRIAL NEW MOLD

BAB III RANCANGAN MOLDING DAN PROSES TRIAL NEW MOLD BAB III RANCANGAN MOLDING DAN PROSES TRIAL NEW MOLD 3.1 Deskripsi Molding Injection Pada proses pencetakan product plastik, dalam hal ini thermoplastic, disamping mesin molding, bahan baku plastic dll,

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PENGERJAAN PERAKITAN DAN BIAYA PRODUKSI

BAB IV PROSES PENGERJAAN PERAKITAN DAN BIAYA PRODUKSI BAB IV PROSES PENGERJAAN PERAKITAN DAN BIAYA PRODUKSI 4.1 Pengerjaan Proses pengerjaan adalah urutan langkah pembuatan dari bahan baku sampai membentuk benda kerja yang dikehendaki. Untuk memperoleh hasil

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANCANGAN MOULD PLASTIK BOX TEMPAT KERTAS UKURAN FOLIO DENGAN SISTEM INJEKSI BERBAHAN BAKU POLYPROPYLENE MENGGUNAKAN APLIKASI CAD/CAM

SKRIPSI PERANCANGAN MOULD PLASTIK BOX TEMPAT KERTAS UKURAN FOLIO DENGAN SISTEM INJEKSI BERBAHAN BAKU POLYPROPYLENE MENGGUNAKAN APLIKASI CAD/CAM SKRIPSI PERANCANGAN MOULD PLASTIK BOX TEMPAT KERTAS UKURAN FOLIO DENGAN SISTEM INJEKSI BERBAHAN BAKU POLYPROPYLENE MENGGUNAKAN APLIKASI CAD/CAM Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Didalam proses pencetakan produk plastik dapat digambarkan adalah adanya sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Didalam proses pencetakan produk plastik dapat digambarkan adalah adanya sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Didalam proses pencetakan produk plastik dapat digambarkan adalah adanya sejumlah material plastik dengan suhu tinggi dimasukkan kedalam mold, kemudian material

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Pemesinan Untuk membuat suatu alat atau produk dengan bahan dasar logam haruslah di lakukan dengan memotong bahan dasarnya. Proses pemotongan ini dapat dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 1 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Proses Machining Dengan Software MasterCAM Kemajuan proses produksi dengan menggunakan mesin CNC sudah sangat pesat. Mesin CNC yang sekarang ada di dunia industri

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Kemiringan Dinding Mangkok Terhadap Tekanan Injeksi dan Filling Clamp Force

Studi Pengaruh Kemiringan Dinding Mangkok Terhadap Tekanan Injeksi dan Filling Clamp Force Studi Pengaruh Kemiringan Dinding Mangkok Terhadap Tekanan Injeksi dan Filling Clamp Force Jurusan Teknik Mesin, Universitas Kristen Petra E-mail: amelia@petra.ac.id, ninukj@petra.ac.id T E K N O S I M

Lebih terperinci

BAB 3 RANCANGAN DAN PELAKSANAAN PERCOBAAN

BAB 3 RANCANGAN DAN PELAKSANAAN PERCOBAAN BAB 3 RANCANGAN DAN PELAKSANAAN PERCOBAAN 3.1 Instalasi Alat Percobaan Alat yang digunakan untuk melakukan percobaan adalah mesin CNC 5 axis buatan Deckel Maho, Jerman dengan seri DMU 50 evolution. Dalam

Lebih terperinci

BAB 3 PROSES FRAIS (MILLING)

BAB 3 PROSES FRAIS (MILLING) BAB 3 PROSES FRAIS (MILLING) 66 Proses pemesinan frais adalah proses penyayatan benda kerja dengan alat potong dengan mata potong jamak yang berputar. Proses penyayatan dengan gigi potong yang banyak yang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBUATAN PRESS TOOL DIFFUSER DUCTING

BAB IV PEMBUATAN PRESS TOOL DIFFUSER DUCTING BAB IV PEMBUATAN PRESS TOOL DIFFUSER DUCTING 4.1 Proses Pembuatan Press Tool Diffuser Ducting Pembuatan press tool difuser ducting melalui beberapa tahapan proses pemesinan, baik secara konvensional maupun

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Untuk mendapatkan sebuah penelitian yang baik harus didukung tidak hanya dari latar belakang dan penjelasan peneitian masalah saja, melainkan juga metodolgi yang terstruktur

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pemesinan dilaksanakan di PT.T2C Asia. Adapun waktu penelitiannya mulai dari Mei 2015. 3.2 Metode Penelitian Metode awal yang digunakan

Lebih terperinci

BUKU 3 PROSES FRAIS (MILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta

BUKU 3 PROSES FRAIS (MILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta BUKU 3 PROSES FRAIS (MILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2010 1 Proses pemesinan frais adalah proses penyayatan benda kerja dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Mold Review Mold lama yang digunakan dalam memproduksi Bobbin A K25G adalah jenis injection molding. Mold lama ini menggunakan system hot runner. Mold ini sendiri

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS. Gambar 3.1 Process Sheet & NCOD.

BAB III ANALISIS. Gambar 3.1 Process Sheet & NCOD. BAB III ANALISIS 3.1 Tahap Persiapan Pada Tahap Persiapan Ini ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk memulai proses pembuatan part Connecting Lever dengan Part No. 35-94575-0203 untuk bagian ACS.

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN CAPS SUNSILK 60 ml MENGGUNAKAN INJECTION MOLDING PADA PT. DYNAPLAST.TBK : DWI CAHYO PRABOWO NPM :

PROSES PEMBUATAN CAPS SUNSILK 60 ml MENGGUNAKAN INJECTION MOLDING PADA PT. DYNAPLAST.TBK : DWI CAHYO PRABOWO NPM : NAMA PROSES PEMBUATAN CAPS SUNSILK 60 ml MENGGUNAKAN INJECTION MOLDING PADA PT. DYNAPLAST.TBK : DWI CAHYO PRABOWO NPM : 22410181 JURUSAN : TEKNIK MESIN PENDAHULUAN Dewasa ini, pemakaian barang-barang yang

Lebih terperinci

BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT

BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA (SKKNI) BIDANG KOMPETENSI 1. KELOMPOK DASAR / FOUNDATION 2. KELOMPOK INTI 3. PERAKITAN (ASSEMBLY) 4. PENGECORAN DAN PEMBUATAN CETAKAN

Lebih terperinci

TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING)

TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING) TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING) Proses permesinan (machining) : Proses pembuatan ( manufacture) dimana perkakas potong ( cutting tool) digunakan untuk membentuk material dari bentuk dasar menjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Identifikasi Produk Hasil identifikasi yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 4.1. dibawah ini Tabel 4.1. Data produk glove box Data Sampel Produk Glove

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM CNC II MASTERCAM LATHE MILLING

MODUL PRAKTIKUM CNC II MASTERCAM LATHE MILLING UNIVERSITAS RIAU MODUL PRAKTIKUM CNC II MASTERCAM LATHE MILLING LABORATORIUM CAD/CAM/CNC JURUSAN TEKNIK MESIN Disusun oleh: Tim Praktikum CNC II (Dedy Masnur, M. Eng., Edi Fitra,) JOB LATHE I. Gambar Kerja

Lebih terperinci

BAB 3 Metodologi Penelitian

BAB 3 Metodologi Penelitian BAB 3 Metodologi Penelitian Penelitian yang baik didukung metodologi yang baik selain latar belakang dan penjelasan mengenai pentingnya masalah yang diteliti. Penelitian dilakukan secara benar dan cermat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1. Bahan Perancangan Bahan yang dirancang adalah hardcase handphone dengan mengambil sample pada produk yang sudah ada. Sample produk digunakan sebagai acuan dalam pengambilan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya produktivitas dan kualitas dari produk yang dihasilkan merupakan tantangan bagi industri permesinan masa kini seiring dengan meningkatnya pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan dunia robotika yang semakin meningkat, bentuk desain dan fungsi robot pun semakin bervariasi. Pada umumnya komponen rangka dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mesin frais (milling) baik untuk keperluan produksi. maupun untuk kaperluan pendidikan, sangat dibutuhkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mesin frais (milling) baik untuk keperluan produksi. maupun untuk kaperluan pendidikan, sangat dibutuhkan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi, Penggunaan mesin frais (milling) baik untuk keperluan produksi maupun untuk kaperluan pendidikan, sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Gambar 3.1 Baja AISI 4340

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Gambar 3.1 Baja AISI 4340 26 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan 3.1.1 Benda Kerja Benda kerja yang digunakan untuk penelitian ini adalah baja AISI 4340 yang telah dilakukan proses pengerasan (hardening process). Pengerasan dilakukan

Lebih terperinci

Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A1011 Menggunakan Mata Bor HSS

Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A1011 Menggunakan Mata Bor HSS Jurnal Mechanical, Volume 5, Nomor 2, September 214 Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A111 Menggunakan Mata Bor HSS Arinal Hamni, Anjar Tri Gunadi, Gusri Akhyar Ibrahim Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. menggunakan bantuan aplikasi CAD (Computer-Aided Design) untuk. menggunakan komputer ini disebut sebagai mesin Computer based

Bab 1. Pendahuluan. menggunakan bantuan aplikasi CAD (Computer-Aided Design) untuk. menggunakan komputer ini disebut sebagai mesin Computer based Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan teknologi, komputer digunakan untuk berbagai keperluan, baik sebagai sarana untuk membantu pekerjaan maupun sarana hiburan. Penggunaannya

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENGERTIAN MOLD Mold (cetakan) adalah adalah rongga tempat material leleh (plastik atau logam) memperoleh bentuk. Mold terdiri dari dua bagian yaitu pelat bergerak (moveable

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PERANCANGAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Pembahasan Hasil Identifikasi Produk Syarat dari perancangan mold adalah mengetahui terlebih dahulu data produk yang diperlukan untuk menentukan rancangan cetakan.

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Flow Chart Pembuatan Mesin Pemotong Umbi Mulai Studi Literatur Perencanaan dan Desain Perhitungan Penentuan dan Pembelian Komponen Proses Pengerjaan Proses Perakitan

Lebih terperinci

PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd.

PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd. PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd. Jur.. PT. Mesin FT UNY Proses pemesinan freis (milling) adalah penyayatan benda kerja menggunakan alat dengan mata potong jamak yang berputar. proses potong Mesin

Lebih terperinci

Disusun Oleh : ALI KHAERUL MUFID

Disusun Oleh : ALI KHAERUL MUFID DESAIN DAN OPTIMASI INJECTION MOLD SISTEM THREE-PLATE MOLD PADA PRODUK GLOVE BOX TUGAS AKHIR Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dunia industri saat ini diikuti oleh pembaruan penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dunia industri saat ini diikuti oleh pembaruan penggunaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia industri saat ini diikuti oleh pembaruan penggunaan bahan dasar produksi. Logam yang dahulu banyak digunakan dalam proses industri kini mulai ditinggalkan.

Lebih terperinci

Penjepit Pisau Dan Benda Kerja

Penjepit Pisau Dan Benda Kerja MATERI KULIAH PROSES PEMESINAN PROSES FRAIS Penjepit Pisau Dan Benda Kerja Oleh: Dwi Rahdiyanta Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta A. Alat Penjepi Pisau Frais: 1. Drill Chuck Arbor Alat ini

Lebih terperinci

Materi 3. Seting Alat potong, Benda Kerja, dan Zero Offset pada Mesin Frais CNC

Materi 3. Seting Alat potong, Benda Kerja, dan Zero Offset pada Mesin Frais CNC Materi 3 Seting Alat potong, Benda Kerja, dan Zero Offset pada Mesin Frais CNC Tujuan : Setelah mempelajari materi 3 ini mahasiswa memiliki kompetensi: Memasang benda kerja di mesin frais CNC Memilih alat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jig and Fixtures Jig adalah peralatan yang digunakan untu mengarahkan satu atau lebih alat potong pada posisi yang sama dari komponen yang serupa dalam suatu operasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PERHITUNGAN FORMULASI ANALITIK PERANCANGAN ALAT BANTU MENGGUNAKAN MS. EXCEL

LAMPIRAN 1 PERHITUNGAN FORMULASI ANALITIK PERANCANGAN ALAT BANTU MENGGUNAKAN MS. EXCEL LAMPIRAN 1 PERHITUNGAN FORMULASI ANALITIK PERANCANGAN ALAT BANTU MENGGUNAKAN MS. EXCEL Benda Kerja Maksimal Titik Lokator Titik Cekam Titik X Y Z Titik X Y Z 1 45 0 7,5 a 22,5 60 15 2 90 0 7,5 b 45 60

Lebih terperinci

BAB III PEMILIHAN BAHAN DAN PROSES MANUFAKTUR CRUISE CONTROL

BAB III PEMILIHAN BAHAN DAN PROSES MANUFAKTUR CRUISE CONTROL BAB III PEMILIHAN BAHAN DAN PROSES MANUFAKTUR CRUISE CONTROL III.1 Pemilihan Bahan dan Proses Manufaktur Cruise Control Versi Magnetic Clutch III.1.1 Pemilihan Bahan Cruise Control Versi Magnetic Clutch

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Prosedur Penelitian Prosedur penelitian digunakan untuk mempersempit permasalahan yang diteliti, sehingga dapat membahas dan menjelaskan permasalahan secara tepat. Pada

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 TEKNIK PEMESINAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 TEKNIK PEMESINAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 TEKNIK PEMESINAN BAB III PEMESINAN FRAIS B. SENTOT WIJANARKA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB 3 PROSES

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Hal yang paling dasar dalam pemodelan sebuah komponen (part) adalah pembuatan

III. METODE PENELITIAN. Hal yang paling dasar dalam pemodelan sebuah komponen (part) adalah pembuatan 20 III. METODE PENELITIAN A. Pemodelan Hal yang paling dasar dalam pemodelan sebuah komponen (part) adalah pembuatan sketsa 2D, karena dari sketsa 2D inilah nantinya akan dihasilkan bentuk 3D. 1. Sketsa

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES PENDINGINAN TERHADAP SHINKAGE DAN DIMENSI PRODUK TS PLUG 1 BERBAHAN PVC PADA INJECTION MOLDING

PENGARUH PROSES PENDINGINAN TERHADAP SHINKAGE DAN DIMENSI PRODUK TS PLUG 1 BERBAHAN PVC PADA INJECTION MOLDING PENGARUH PROSES PENDINGINAN TERHADAP SHINKAGE DAN DIMENSI PRODUK TS PLUG 1 BERBAHAN PVC PADA INJECTION MOLDING Edi Sunarto 1), Ir. Estu Prayogi M.KKK 2) 1), 2) Jurusan Teknik Mesin, Universitas Pancasila

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis Pahat, Kecepatan Spindel dan Kedalaman Pemakanan terhadap Tingkat Kekasaran Permukaan Baja S45C

Pengaruh Jenis Pahat, Kecepatan Spindel dan Kedalaman Pemakanan terhadap Tingkat Kekasaran Permukaan Baja S45C Pengaruh Jenis Pahat, Kecepatan Spindel dan Kedalaman Pemakanan terhadap Tingkat Kekasaran Permukaan Baja S45C PENGARUH JENIS PAHAT, KECEPATAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA 37 BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA Pada bab ini dijelaskan bagaimana menentukan besarnya energi panas yang dibawa oleh plastik, nilai total laju perpindahan panas komponen Forming Unit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan teknologi, banyak material yang semakin sulit untuk dikerjakan dengan proses pemesinan konvensional. Selain tuntutan terhadap kualitas

Lebih terperinci

JURNAL FEMA, Volume 2, Nomor 2, April 2014

JURNAL FEMA, Volume 2, Nomor 2, April 2014 JURNAL FEMA, Volume 2, Nomor 2, April 2014 Aplikasi Cairan Pelumas Untuk Mengurangi Tingkat Keausan Mata Bor Pada Pengeboran Pelat ASTM A1011 Menggunakan Mata Bor HSS Anjar Tri Gunadi 1), Gusri Akhyar

Lebih terperinci

PEMBUATAN ADAPTER MILLING CNC MENGGUNAKAN CNC FANUC SERIES OI MATE TC BERBASIS SOFTWARE

PEMBUATAN ADAPTER MILLING CNC MENGGUNAKAN CNC FANUC SERIES OI MATE TC BERBASIS SOFTWARE PEMBUATAN ADAPTER MILLING CNC MENGGUNAKAN CNC FANUC SERIES OI MATE TC BERBASIS SOFTWARE Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah membuat desain dan mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Airfoil Sebuah airfoil atau aerofoil, dalam Bahasa Inggris merupakan sebuah bentuk profil melintang dari sebuah sayap, blade, atau turbin. Bentuk ini memanfaatkan fluida yang

Lebih terperinci

BAB II Landasan Teori

BAB II Landasan Teori BAB II Landasan Teori 2.1 Pengenalan Mengenai Punching Tool Dalam dunia industri manufactur ada beberapa jenis proses produksi, salah satunya adalah proses pengerjaan sheet metal yang menggunakan seperangkat

Lebih terperinci

BAB II DASAR-DASAR MANUFAKTUR PRODUK

BAB II DASAR-DASAR MANUFAKTUR PRODUK BAB II DASAR-DASAR MANUFAKTUR PRODUK II.1 Prinsip Dasar Manufaktur Produk Dalam prinsip dasar proses manufaktur suatu produk saya akan mengklasifikasikan untuk manufaktur produk prototype dan manufaktur

Lebih terperinci

PROSES PEMBUBUTAN LOGAM. PARYANTO, M.Pd.

PROSES PEMBUBUTAN LOGAM. PARYANTO, M.Pd. PROSES PEMBUBUTAN LOGAM PARYANTO, M.Pd. Jur.. PT. Mesin FT UNY Proses bubut adalah proses pemesinan untuk menghasilkan bagian-bagian mesin (komponen) berbentuk silindris yang dikerjakan dengan menggunakan

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN DIES UNTUK PEMBENTUKAN PANEL MOBIL DI PT. METINDO ERA SAKTI. Nama : Haga Ardila NPM : Jurusan : Teknik mesin

PROSES PEMBUATAN DIES UNTUK PEMBENTUKAN PANEL MOBIL DI PT. METINDO ERA SAKTI. Nama : Haga Ardila NPM : Jurusan : Teknik mesin PROSES PEMBUATAN DIES UNTUK PEMBENTUKAN PANEL MOBIL DI PT. METINDO ERA SAKTI Nama : Haga Ardila NPM : 23410094 Jurusan : Teknik mesin LATAR BELAKANG Perkembangan teknologinya dilakukan dengan cara melakukan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Tahapan Penelitian Dalam bab ini akan dijabarkan langkah langkah yang diambil dalam melaksanakan penelitian. Berikut adalah tahapan tahapan yang dijalankan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang sangat pesat mendorong terciptanya suatu produk baru dengan kualitas yang baik. Dalam dunia industri manufaktur, terdapat banyak kendala

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Proses Produksi Proses produksi adalah tahap-tahap yang harus dilewati dalam memproduksi barang atau jasa. Ada proses produksi membutuhkan waktu yang lama, misalnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah material plastik berjenis polystyrene murni dan daur ulang. Sifat dari material plastik polystyrene yaitu

Lebih terperinci

DRIL I LIN I G N SEMESTER 2

DRIL I LIN I G N SEMESTER 2 Semester 2 DRILLING SEMESTER 2 PRINSIP DASAR PDefinisi Pengeboran adalah suatu proses pengerjaan pemotongan menggunakan mata bor (twist drill) untuk menghasilkan lubang yang bulat pada material logam maupun

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing Ir. SAMPURNO, MT. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011

Dosen Pembimbing Ir. SAMPURNO, MT. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 IBNU MAHARDI ZAHTIAR 2106 100 069 Dosen Pembimbing Ir. SAMPURNO, MT. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 Multi Fixture Analisa dan Perancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Untuk mengurangi biaya produksi, peningkatan efisiensi proses manufaktur suatu produk sangat berpengaruh, terutama dengan menurunkan waktu proses manufakturnya. Dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Dalam topik penelitian ini, ada beberapa hasil yang telah dicapai dalam penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan distribusi panas yang terjadi pada proses pemesinan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Dalam suatu penelitian dibutuhkan alat dan bahan, demikian juga pada penelitian ini. Berikut adalah peralatan dan bahan-bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Proses Pemesinan Milling dengan Menggunakan Mesin Milling 3-axis

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Proses Pemesinan Milling dengan Menggunakan Mesin Milling 3-axis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan penemuan-penemuan proses serta teknik pemotongan logam (metal cutting) terus mendorong industri manufaktur semakin maju. Ini terlihat

Lebih terperinci

PERANCANGAN INJECTION MOLDING DENGAN SISTEM THREE PLATE MOLD PADA PRODUK GLOVE BOX

PERANCANGAN INJECTION MOLDING DENGAN SISTEM THREE PLATE MOLD PADA PRODUK GLOVE BOX PERANCANGAN INJECTION MOLDING DENGAN SISTEM THREE PLATE MOLD PADA PRODUK GLOVE BOX Ali Khaerul Mufid 1,a, Cahyo Budiyantoro, Muhammad Budi Nur Rahman 1 Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAKU 4 PROSES GURDI (DRILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta

BAKU 4 PROSES GURDI (DRILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta BAKU 4 PROSES GURDI (DRILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2010 1 Proses gurdi adalah proses pemesinan yang paling sederhana diantara

Lebih terperinci

BAB lll PROSES PEMBUATAN BOSS FRONT FOOT REST. Pada bab ini penulis menjelaskan tentang langkah kerja pembuatan benda

BAB lll PROSES PEMBUATAN BOSS FRONT FOOT REST. Pada bab ini penulis menjelaskan tentang langkah kerja pembuatan benda BAB lll PROSES PEMBUATAN BOSS FRONT FOOT REST 3.1 Langkah Proses Pembuatan Pada bab ini penulis menjelaskan tentang langkah kerja pembuatan benda kerja yang sebagian besar digambarkan dalam diagram alir,

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DIES KAMPAS REM JENIS TROMOL PADA SEPEDA MOTOR

RANCANG BANGUN DIES KAMPAS REM JENIS TROMOL PADA SEPEDA MOTOR SKRIPSI RANCANG BANGUN DIES KAMPAS REM JENIS TROMOL PADA SEPEDA MOTOR ITQONUL HAKIM NIM. 201254046 DOSEN PEMBIMBING SUGENG SLAMET.,ST.,MT ROCHMAD WINARSO.,ST.,MT PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING)

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING) ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING) IRVAN YURI SETIANTO NIM: 41312120037 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Flow Chart Start 1. Melakukan pembelajaran,pencarian informasi, pengukuran, dan data mesin 2. Melakukan pembelajaran,pencarian informasi, pengukuran, dan data cooling tower

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN PROSES PENGERJAAN KOMPONEN PROTOTYPE V PISTON MAGNETIK

BAB 3 PERANCANGAN PROSES PENGERJAAN KOMPONEN PROTOTYPE V PISTON MAGNETIK BAB 3 PERANCANGAN PROSES PENGERJAAN KOMPONEN PROTOTYPE V PISTON MAGNETIK 3.1 Perancangan dan Tahap-tahap Perancangan Perancangan adalah tahap terpenting dari seluruh proses pembuat alat. Tahap pertama

Lebih terperinci

Mesin Perkakas Konvensional

Mesin Perkakas Konvensional Proses manufaktur khusus digunakan untuk memotong benda kerja yang keras yang tidak mudah dipotong dengan metode tradisional atau konvensional. Dengan demikian, bahwa dalam melakukan memotong bahan ada

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Baja tulangan beton polos (Lit 2 diunduh 21 Maret 2014)

Gambar 2.1 Baja tulangan beton polos (Lit 2 diunduh 21 Maret 2014) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Tulangan Beton Baja tulangan beton adalah baja yang berbentuk batang berpenampang lingkaran yang digunakan untuk penulangan beton,yang diproduksi dari bahan baku billet

Lebih terperinci

ABSTRACT

ABSTRACT OPTIMASI DESAIN MOLD UNTUK MEREDUKSI CACAT FLASH DAN SHRINKAGE PADA PRODUK PAKU KOTAK DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE SIMULASI MOLDFLOW (STUDI KASUS PADA PT. PRIMA SAKTI) Erfina Ayu W. 1, Hari Arbiantara 2,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat eksperimen. Metode eksperimen dilakukan mulai dari proses pembuatan atau fabrikasi komposit

Lebih terperinci

BAB 4 PROSES GURDI (DRILLING)

BAB 4 PROSES GURDI (DRILLING) BAB 4 PROSES GURDI (DRILLING) 101 Proses gurdi adalah proses pemesinan yang paling sederhana diantara proses pemesinan yang lain. Biasanya di bengkel atau workshop proses ini dinamakan proses bor, walaupun

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN 3 TEORI KEJURUAN PEMESINAN

SOAL LATIHAN 3 TEORI KEJURUAN PEMESINAN SOAL LATIHAN 3 TEORI KEJURUAN PEMESINAN OLEH: TIM PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI CONTACT PERSON: HOIRI EFENDI, S.PD 085736430673 SOAL NAS: F018-PAKET A-08/09 1. Sebuah poros kendaraan terbuat dari bahan St

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN SAKLAR TOGGLE SHAFT WELDED CIRCUIT BREAKER PADA CV. GLOBALINDO PERKASA ENGINEERING

PROSES PEMBUATAN SAKLAR TOGGLE SHAFT WELDED CIRCUIT BREAKER PADA CV. GLOBALINDO PERKASA ENGINEERING PROSES PEMBUATAN SAKLAR TOGGLE SHAFT WELDED CIRCUIT BREAKER PADA CV. GLOBALINDO PERKASA ENGINEERING NAMA : SOFIAN OKTAVIARDI NPM : 27412096 JURUSAN : TEKNIK MESIN PEMBIMBING : IRWANSYAH, ST., MT. Latar

Lebih terperinci

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN

BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN BAB IV PEMBUATAN DAN PENGUJIAN 4.1 Proses Pengerjaan Proses pengerjaan adalah suatu tahap untuk membuat komponen-komponen pada mesin press serbuk kayu. Pengerjaan dominan dalam pembuatan komponen tersebut

Lebih terperinci

BAB 3 METODELOGI PENELITIAN

BAB 3 METODELOGI PENELITIAN BAB 3 METODELOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.1.1 Tempat Penelitian ini merupakan studi kasus di industry kelapa sawit, yaitu analisa kegagalan pada pipa header air umpan boiler di PKS Swasta. Tahapan

Lebih terperinci

Bab II Teori Dasar Gambar 2.1 Jenis konstruksi dasar mesin freis yang biasa terdapat di industri manufaktur.

Bab II Teori Dasar Gambar 2.1 Jenis konstruksi dasar mesin freis yang biasa terdapat di industri manufaktur. Bab II Teori Dasar Proses freis adalah proses penghasilan geram yang menggunakan pahat bermata potong jamak (multipoint cutter) yang berotasi. Pada proses freis terdapat kombinasi gerak potong (cutting

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang dengan pesat. Kemajuan ini juga merambah dunia industri manufaktur. Sebagai contoh dari kemajuan tersebut,

Lebih terperinci