HASIL PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian"

Transkripsi

1 5 HASIL PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Sumur Batu merupakan salah satu dari delapan yang ada di Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat, yang terdiri dari 7 rukun warga dan rukun tetangga. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Padurenan, Kecamatan Mustika Jaya, sebelah timur berbatasan dengan Desa Burangkeng, Kabupaten Bekasi, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Taman Rahayu, Kabupaten Bekasi dan sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Cikiwul, Kecamatan Bantar Gebang. Letak kota Pemerintahan Kelurahan Sumurbatu berada di sebelah tenggara dari kota Pemerintahan Kecamatan Bantargebang dengan luas ± ha areal yang ada, sekitar 8 ha dipergunakan untuk sarana gedung perkantoran dan prasarana pendidikan serta tempat pembuangan akhir (TPA) pemda DKI ha dan Kota Bekasi 7 ha. Berdasarkan data tahun, jumlah penduduk sebanyak 8 jiwa dan jumlah kepala keluarga 97 KK. Jumlah penduduk terendah yaitu pada kelurahan Sumur Batu sebesar 77 jiwa. Wilayah penelitian terletak pada RW Kelurahan Sumurbatu Kecamatan Bantar Gebang, dimana termasuk kedalam wilayah kerja Puskesmas Bantar Gebang I. Puskesmas Bantar Gebang I terletak di jalan Narogong Raya Km. No.75 Kelurahan Bantar Gebang. Luas wilayah kerja Puskesmas Bantar Gebang I adalah 8.5 km. Jumlah penduduk di Kelurahan Sumurbatu sebesar 77 jiwa dengan kategori penduduk usia - tahun sebanyak jiwa, 7- tahun sebanyak 87 jiwa, -5 tahun sebanyak jiwa, - tahun sebanyak 9 jiwa, -59 tahun sebanyak.778 jiwa dan yang berusia tahun sebanyak jiwa. Angka kesakitan di wiliayah kerja Puskesmas Bantar Gebang tertinggi dari tahun 8 adalah penyakit ISPA. Penyakit infeksi dan diare dari tahun 8 selalu meningkat dan pada tahun penyakit diare murupakan urutan ke- tinggi dari penyakit di Puskesmas Bantar Gebang I. Wilayah RW, dan RW 9 termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Bantar Gebang I, lokasinya dekat dengan TPA (Tempat Pembuangan Sampah), diwilayah ini yang paling banyak memiliki masalah baik dalam kesehatan maupun ekonomi. Sebagian besar warga tergolong kategori berpendapatan minimum dengan pekerjaan rata rata sebagai pemulung.

2 Karakteristik Keluarga Keluarga adalah sekelompok orang yang tinggal atau hidup bersama dalam satu rumah dan ada ikatan darah (Khomsan et al. 7). Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri dengan anak-anaknya (Suharjo 989). Karakteristik keluarga yang diamati dalam penelitian ini adalah pendidikan ibu, umur orang tua, pendapatan keluarga dan besar keluarga. Jumlah contoh dalam penelitian ini adalah 7 keluarga, yang terdiri dari 5 keluarga balita stunted dan 5 keluarga balita normal. Pendidikan Orang Tua Pendidikan merupakan panutan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya serta sarana untuk memperoleh pengetahuan sehingga mampu meningkatkan kualitas hidupnya. Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh kembang anak (Soetjiningsih 995). Tabel menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan ayah tergolong rendah (SMP kebawah) baik pada tingkat pendidikan ayah kelompok anak stunted (8.9%) maupun anak normal (8.%). Pada kelompok anak balita stunted terdapat satu balita yang ayahnya meninggal sehingga totalnya orang. Tingkat pendidikan ayah yang tergolong tinggi, persentase paling banyak pada ayah kelompok balita normal sebesar.% dibandingkan ayah dari kelompok balita stunted hanya 7.%. Sementara pada tingkat pendidikan ibu, tingkat pendidikan ibu kelompok anak balita normal lebih tinggi dari kelompok balita stunted, sebanyak 7.% ibu kelompok balita normal memiliki pendidikan yang tinggi, sedangkan hanya 5.7% pada ibu kelompok ibu balita stunted. Tabel Sebaran tingkat pendidikan orang tua Anak balita stunted Anak balita normal Tingkat pendidikan n % n % Ayah - Rendah (SMP kebawah) Tinggi (SMA keatas) Total 5 Ibu - Rendah (SMP kebawah) Tinggi (SMA keatas) Total 5 5

3 7 Pendidikan orang tua terutama ibu mempengaruhi perkembangan jika ibu memiliki pengetahuan yang baik tentang pengasuhan anaknya serta adanya interaksi yang harmonis antara ibu dan anak. Pendidikan ibu akan mempengaruhi perkembangan jika ibu memiliki pengetahuan yang baik tentang pengasuhan anaknya serta adanya interaksi yang harmonis antara ibu dan anak. Tanpa kedua hal tersebut pendidikan ibu yang tinggi tidak serta merta dapat mempengaruhi perkembangan terlebih kepedulian ibu terhadap tumbuh kembang anak minim. Tingkat pendidikan ibu berpengaruh pada kemampuan ibu dalam memproses informasi (Thomas et al. 99). Tingkat pendidikan formal ibu memiliki pengaruh terhadap jangka panjang status gizi anak melalui informasi gizi dan kesehatan anak yang akan membantu ibu memberikan pengasuhan yang maksimal. Umur Orang Tua Umur orang tua menentukan pola pengasuhan anak. Pada Tabel 5, sebagian besar persentase umur ayah anak balita stunted (88.%) termasuk kategori dewasa muda sedikit lebih tinggi dibandingkan ayah balita normal (8%). Namun persentase kategori umur ayah balita dewasa madya paling tinggi pada ayah balita normal sebesar 7.% dibandingkan balita stunted sebesar.%, dan tidak ada ayah dari kedua kelompok balita yang termasuk kategori dewasa tua. Sementara pada umur ibu, sebagian besar contoh termasuk kategori umur dewasa muda, seluruh ibu kelompok balita normal termasuk kategori dewasa muda sedangkan persentase ibu kelompok balita stunted sedikit lebih rendah yaitu sebesar 9%, sisanya 8.% contoh ibu balita stunted termasuk kategori umur dewasa madya. Tabel 5 Sebaran tingkat umur orang tua Anak balita stunted Anak balita normal Umur Orang tua n % n % Umur ayah - Dewasa muda (- tahun) Dewasa madya (-5 tahun). 7. Total 5 Umur Ibu - Dewasa muda (- tahun) Dewasa madya (-5 tahun) 8. Total 5 5

4 8 Orangtua terutama ibu, cenderung kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam mengasuh anak, sehingga umumnya mereka mengasuh dan merawat anak didasarkan pada pengalaman orangtua terdahulu. Umur ibu menentukan pola pengasuhan dan penentuan makan yang sesuai bagi anak karena semakin bertambah umur ibu maka makin bertambah pula pengalaman dan kematangan ibu dalam pola pengasuhan dan penentuan makan anak (Hastuti 8). Faktor usia muda juga cenderung menjadikan seorang ibu akan lebih memperhatikan kepentingannya sendiri daripada kepentingan anaknya, sehingga kuantitas dan kualitas pengasuhan kurang terpenuhi. Sebaliknya, ibu yang lebih berumur cenderung menerima perannya dengan sepenuh hati (Hurlock 999). Pekerjaan dan Pendapatan Pekerjaan menggambarkan pendapatan keluarga, sedangkan pendapatan mengggambarkan tingkat sosial ekonomi. Faktor pendapatan memiliki peranan besar dalam persoalan gizi dan kebiasaan makan keluarga terutama tergantung kemampuan keluarga untuk membeli pangan yang dibutuhkan keluarga tersebut (Azwar ). Rendahnya pendapatan menyebabkan daya beli terhadap makanan menjadi rendah dan konsumsi pangan keluarga akan berkurang. Kondisi ini akhirnya akan mempengaruhi kesehatan dan status gizi keluarga (Riyadi et al. 99). Berdasarkan Tabel, sebagian besar ayah balita stunted bermata pencaharian buruh bangunan/industri (.%) dan pemulung (7.%) yang memiliki pendapatan tidak tetap serta karyawan (7.%) di bengkel skala kecil atau tempat pengepakan sampah milik swasta. Sedangkan sebagian besar ayah balita normal bermata pencaharian sebagai wirausaha pemborong sampah (8.%) dan buruh bangunan/industri (5.7%). Sementara hampir sebagian besar ibu dari masing-masing kelompok balita tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga, baik pada kelompok balita stunted (8.9 %) dan normal (8.%). Sisanya sebanyak 5.7% ibu balita stunted yang bekerja sebagai pemulung dan buruh industri sedangkan sebanyak 8.% ibu balita normal bekerja sebagai guru dan % sebagai buruh industri.

5 9 Tabel Sebaran pekerjaan orang tua balita Anak balita stunted Anak balita normal Jenis Pekerjaan n % n % Pekerjaan Ayah - Tidak bekerja.9 - Pemulung Buruh bangunan/industri Supir/tukang ojek Guru - Wirausaha - Pedagang - Karyawan swasta - PNS Total 5 Pekerjaan Ibu - Tidak bekerja Pemulung Buruh bangunan/industri Guru - Pedagang - Karyawan swasta Total 5 5 Pendapatan keluarga adalah besarnya rata-rata penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga. Pendapatan keluarga tergantung pada jenis pekerjaan kepala keluarga dan anggota keluarga lainnya. Semakin baik pendapatan, maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik (Suhardjo 989). Berdasarkan Tabel 7 sebanyak.% balita stunted termasuk kategori miskin, sedangkan persentase tertinggi untuk kategori tidak miskin pada kelompok balita normal sebanyak 85.7%. Pendapatan perkapita keluarga balita stunted berkisar antara Rp. 8 sampai Rp.5. dengan rata-rata Rp.7, sedangkan pendapatan perkapita keluarga balita normal berkisar Rp. sampai Rp. dengan rata-rata Rp.589. Apabila dibandingkan dengan garis kemiskinan Provinsi Jawa Barat pada tahun yaitu Rp 8, rata-rata pendapatan perkapita keluarga stunted mendekati garis kemiskinan namun dibandingkan dengan rata-rata pendapatan perkapita keluarga anak balita normal jumlahnya hampir dua kali lipat rata-rata pendapatan perkapita berdasarkan garis kemsikinan yang ditetapkan. Pendapatan kurang yang diindikasikan dengan kemiskinan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan anak. Kemiskinan berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan lingkungan yang buruk dan ketidaktahuan. Kemiskinan akan menyebabkan keterbatasan keluarga dalam menyediakan berbagai fasilitas bermain menyebabkan otak anak kurang

6 mendapatkan stimulasi. Hal ini dapat menghambat perkembangannya (Depkes 8). Tabel 7 Sebaran keluarga balita berdasarkan garis kemiskinan Jawa Barat Anak balita stunted Anak balita normal Pendapatan perkapita n % n % Miskin (< Rp. 8). 5. Tidak miskin (> Rp. 8) Total 5 5 Menurut Suhardjo (989) di negara-negara berkembang golongan keluarga miskin menggunakan bagian terbesar dari pendapatan untuk memenuhi kebutuhan makanan yaitu umumnya dua per tiga dari pendapatannya. Namun sebaliknya. apabila pendapatan semakin baik, maka pengeluaran untuk non pangan akan semakin besar, mengingat semua kebutuhan pokok untuk makan sudah terpenuhi. Efek kemiskinan pada perkembangan anak yaitu anak yang berasal dari keluarga yang tidak mampu sedikit sekali memperoleh tambahan kata-kata yang dipergunakan untuk mengekspresikan diri dan pengalamannya. Keterbatasan perbendaharaan kata-kata akan mempersempit pemikirannya dan dapat mengakibatkan perkembangan menurun (Davidof 99). Selanjutnya anak yang berasal dari orang tua miskin, kecil kemungkinannya untuk dapat meluangkan waktu untuk memberikan pendidikan pengembangan kemampuan anak, dan sering mereka tidak mengetahui caranya, karena keterbatasan pendidikannya. Besar Keluarga Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Berdasarkan tabel 8, sebagian besar (77.%) kelompok anak balita stunted berasal dari keluarga besar ( orang), sedangkan separuh lebih (5.%) anak balita normal berasal dari keluarga kecil Besar keluarga mempengaruhi pendapatan per kapita dan pengeluaran pangan rumah tangga (Suharjo ). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendapatan per kapita dan pengeluaran pangan menurun seiring dengan peningkatan besar keluarga. Keluarga akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika jumlah anggota keluarga yang harus diberi makan lebih sedikit. Pemenuhan kebutuhan pangan juga akan mempengaruhi pemenuhan zat gizi dalam suatu keluarga terutama balita yang rawan kekurangan gizi (Satoto 999).

7 Selain itu, menurut Nuraeni (997) besar keluarga berpengaruh pada kualitas pengasuhan yang bermanfaat pada anak. Tabel 8 Sebaran keluarga balita berdasarkan besar keluarga Anak balita stunted Anak balita normal Besar Keluarga n % n % Kecil (< orang) Besar ( orang) Total 5 5 Rata-rata + SD.±..8±. Usia Balita Karakteristik Balita Usia anak balita diklasifikasikan menjadi tiga rentang usia yaitu usia - bulan, 7- bulan dan > bulan. Usia anak balita pada penelitian ini sebagian besar berada pada rentang usia - bulan dengan persentase masing-masing 57.% untuk balita stunted dan 8.% untuk balita normal. Sisanya berada pada rentang usia > bulan sebanyak 5.8% untuk balita stunted dan.% pada balita normal. Tabel 9 Sebaran anak balita menurut kelompok usia Anak balita stunted Anak balita normal Usia (bulan) n % n % - 7- > Total 5 5 Rata-rata ± SD 7.5 ±7.7 9.± 7.7 Usia menentukan perkembangan anak. Penambahan umur ini terkait dengan jumlah kosakata yang dikuasai, tingkat kekomplekan kalimat yang dapat dirangkai dan pemahaman pada isi pembicara orang lain maupun perintah yang ditunjukkan kepada anak. Cara berpikir anak juga berkembang setiap tahap umur, pada perkembangan kognitif anak semakin dewasa usia anak semakin kompleks dalam berpikir melalui tahap-tahap sesuai tingkatan umur mereka. Jenis Kelamin Anak laki-laki maupun anak perempuan mempunyai peluang yang sama mengalami kurang gizi kronik yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya stunting. Persentase jenis kelamin terbanyak adalah perempuan baik pada

8 kelompok balita stunted (5.%) dan normal (.%). Sedangkan sisanya adalah jenis kelamin laki-laki yaitu 5.7% balita stunted dan.% balita normal. Tabel Sebaran anak balita menurut jenis kelamin Anak balita stunted Anak balita normal Jenis Kelamin n % n % Laki-laki Perempuan Total 5 5 Jenis kelamin menentukan perkembangan bahasa pada anak (Soetjiningsih 995). Sementara studi mengenai perbedaan jenis kelamin pada kemampuan intelektual/kognitif yaitu laki-laki memiliki skor yang lebih baik daripada wanita dalam beberapa area non-verbal, seperti berpikir spasial. Status Gizi Status gizi adalah keadaan keseimbangan antara asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement) oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis (pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan dan lain-lain. Pada penilaian status gizi (TB/U) menurut standar WHO Child Growth 5, status gizi normal berada pada rentang Z-score - SD sampai <+SD sedangkan status gizi stunted berada pada rentang Z-score <- SD. Berdasarkan pemantauan status gizi balita dengan indeks TB/U, kelompok jumlah balita yang berstatus gizi normal berada pada Z-score.8 sementara pada kelompok balita normal berada pada Z-score -.. Tabel Sebaran anak balita menurut Z-score indeks TB/U Status gizi TB/U Z-score (Rata-rata ± SD ) Normal.8 ±. Pendek (stunted) -.±. Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur. Indeks tinggi/panjang badan menurut umur (TB/U) menggambarkan status gizi masa lalu, selain itu juga erat kaitannya dengan masalah sosial ekonomi masyarakat (Jahari ).

9 Pola Asuh Makan Anak Balita Pola asuh makan anak mengacu pada apa dan bagaimana anak makan, serta situasi yang terjadi saat makan (Hastuti 8). Pemberian makanan bergizi mutlak dianjurkan untuk anak melalui peran ibu dan pengasuhnya. Pada tabel dapat diketahui bahwa persentase tertinggi pola asuh makan kedua kelompok sampel penelitian adalah pola asuh makan sedang pada kelompok balita stunted (5.7%) maupun kelompok balita normal (8.%), sedangkan pola asuh makan tinggi (.9%) lebih banyak pada balita normal dibandingkan balita stunted (5.7%), sisanya pola asuh makan rendah dengan sebaran persentase yang sama pada masing-masing kelompok balita stunted dan normal sebesar 8.%. Tabel Sebaran pola asuh makan balita Anak balita stunted Anak balita normal Pola Asuh Makan n % n % Rendah (<%) Sedang (-8%) Tinggi (>8%) Total 5 5 Rata-rata ± SD 7.8± ±. Meskipun pola asuh makan balita stunted dan normal tidak terdapat perbedaan nyata secara statistik (p>.5), pola asuh makan anak balita normal memiliki rata-rata persentase pola asuh lebih tinggi daripada anak balita stunted. Berdasarkan Tabel pola asuh makan yang tinggi atau baik sebanyak.9% terdapat pada kelompok balita normal dibandingkan pola asuh balita stunted yang hanya %. Pemberian makanan yang baik akan membentuk kebiasaaan makanan yang baik pula pada anak. Selain itu anak balita yang mendapatkan kualitas pengasuhan yang lebih baik kemungkinan besar akan memiliki angka kesakitan yang rendah dan status gizi yang relatif lebih baik (Hastuti 8). Praktek pemberian makan anak mutlak dianjurkan untuk anak melalui peran ibu dan pengasuhnya. Menurut Oguba () perilaku ibu yang benar selama memberi makan akan meningkatkan konsumsi pangan anak dan pada akhirnya akan meningkatkan status gizi anak. Berdasarkan Tabel dibawah, sebagian besar makanan anak sehari-hari disajikan oleh ibu baik dari kelompok balita stunted (85.7%) dan normal (88.%). Pola asuh makan yang baik bukan hanya mengenai bagaimana memberikan makanan yang baik namun juga adanya interaksi antara ibu dan anak. Seorang anak balita masih sangat tergantung kepada orang dewasa dalam hal makan, sehingga seorang ibu harus

10 mengetahui beberapa hal agar anak balita tersebut nyaman dalam menyantap makanannya. Tabel Sebaran praktek pemberian makan anak Praktek pemberian makan Penyaji makanan (n=5) - Ibu - Ibu dan orang lain - Orang lain Anak balita stunted Anak balita normal n % n % Jadwal makan teratur (n=5) - Ya Tidak. 5.9 Susunan menu makan (n=5) - Makanan pokok, lauk pauk, sayuran, buah - Makanan pokok, lauk pauk, sayuran/buah Makanan pokok, lauk pauk/sayuran Pembiasaan jadwal makan yang teratur dilakukan oleh sebagian besar balita stunted (5.7%) dan (57.%) balita normal. Pemberian jadwal makanan yang tidak teratur menyebabkan balita susah makan dan tidak akan terpenuhi kebutuhan gizinya. Sebanyak 7% contoh kelompok ibu balita berstatus gizi normal dan 57% contoh ibu balita kelompok status gizi stunted menyajikan hidangan sesuai keinginan anak. Hal ini sesuai dengan pendapat Khomsan () bahwa anak-anak diberi kesempatan untuk memilih makanannya sendiri yang disukai dengan pengawasan seperlunya dari orang tua. Dengan demikian diharapkan nafsu makan anak meningkat tanpa mengabaikan asupan gizi yang masuk ke dalam tubuh anak. Berdasarkan tabel, sebagian besar kelompok balita stunted (7.%) dan balita normal (8.%) hanya diberikan makanan pokok, lauk/sayuran. Sedangkan kelompok balita normal hanya % kelompok balita stunted dan 9% balita normal biasa diberikan makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah dalam menu sehari-harinya. Penentuan menu makanan pada umumnya menyesuaikan dengan kemauan makan anak dan daya beli, berdasarkan wawancara sebagian besar contoh ibu pada kelompok balita stunted (%) menyesuaikan menu makanan sesuai daya beli kemudian kemauan anak (5%), sedangkan ibu pada kelompok balita normal lebih banyak menyesuaikan kemauan anak kemudian daya beli. Faktor ekonomi yang digambarkan dengan pendapatan merupakan salah satu faktor dari faktor lainnnya yang

11 5 mempengaruhi kemampuan keluarga untuk membeli pangan yang dibutuhkan keluarga (Azwar ). Selain itu pemilihan makan tanpa diiringi pengetahuan yang cukup mengenai pemilihan makanan bergizi akan mempengaruhi kecukupan gizinya yang pada akhirnya berdampak pada tumbuh kembang balita. Tabel Sebaran perilaku ibu dalam pemberian makan anak Perilaku pemberian makan Situasi makan anak (n=5) - Disiplin makan, duduk didalam rumah - Sambil bermain di luar rumah - Situasi tidak diperhatikan Tindakan ibu apabila anak susah makan (n=5) Anak balita stunted Anak balita normal n % n % Membujuk anak makan Membiarkan anak makan sesuai keinginan - Memaksa anak makan Tindakan ibu apabila anak menolak makanan (n=5) - Menginovasi makanan dengan bahan sama - Tetap diberikan dalam waktu berbeda Tidak diberikan lagi Tindakan ibu dalam memantau makan anak (n=5) - Selalu Kadang-kadang Kadang pernah 8..9 Tindakan ibu dalam mengawasi makan anak jika tidak disuapi (n=5) - Ya selalu Kadang-kadang Tidak pernah Perilaku ibu saat memberikan makan pada anak dapat berpengaruh pada konsumsi pangan anak dan pada akhirnya dapat mempengaruhi status gizi anaknya. Berdasarkan tabel, sekitar separuh (5.%) ibu anak balita normal membangun situasi makan yang disiplin dan duduk didalam rumah, sedangkan sisanya.9% ibu membiarkan anaknya makan diluar sambil bermain. Sementara hanya % ibu balita stunted yang mensituasikan makan anak di dalam rumah dan 8.% ibu yang membiarkan anaknya makan diluar sambil bermain. Perilaku ibu yang mengajak anaknya makan sambil jalan-jalan atau bermain dengan tujuan agar anak mau makan beresiko makanannya akan tercemar debu sehingga berpotensi menularkan penyakit (Wesscott 8). Tindakan yang dilakukan ibu apabila anak susah makan pada separuh lebih ibu pada kelompok balita normal yaitu membujuk anak makan sementara

12 separuh ibu pada kelompok balita stunted membiarkan anak makan sesuai keinginan. Pada umumnya mereka menganggap anak sudah kenyang sehingga tidak menghabiskan makanannya. Masalah penolakan makan anak yang dihadapi ibu membuat 8.% ibu dari kelompok balita normal dan 5.7% ibu dari kelompok balita stunted menginovasi makanan dengan bahan makanan yang sama menjadi masakan yang diharapkan dapat disukai dan diterima anak. Sementara 7. % ibu kelompok balita stunted dan 8.% ibu kelompok balita normal tetap memberikan makan namun pada waktu yang berbeda. Hampir sebagian besar ibu memberikan makan anak pada waktu yang berbeda namun pada akhirnya anak tidak menghabiskan makanannya karena suhu masakan tidak hangat dan anak kurang menyukai makanan. Pemantauan makan anak yang dilakukan ibu untuk mengetahui makanan dihabiskan atau tidak selalu dilakukan oleh 8% ibu kelompok balita normal dan.9% ibu kelompok balita stunted. Sedangkan saat ibu tidak menyuapi makan anaknya sebanyak 5.% ibu kelompok balita normal dan 8.% ibu kelompok balita stunted selalu memantau kembali apakah anak menghabiskan makanannya. Frekuensi Makan Anak Balita Frekuensi konsumsi pangan per hari merupakan salah satu aspek dalam kebiasaan makan. Frekuensi konsumsi pangan bisa menjadi penduga tingkat kecukupan gizi, artinya semakin tinggi frekuensi konsumsi pangan, maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin besar (Khomsan ). Berdasarkan tabel frekuensi pangan yang dikonsumsi kelompok balita stunted dan normal, jenis pangan serealia yang sering dikonsumsi oleh kedua kelompok balita adalah nasi/beras. Dengan frekuensi perminggu kali perminggu, kemudian mie instan paling sering dikonsumsi anak balita stunted sebanyak.9 kali/minggu. Sedangkan dari sumber protein hewani yang paling sering dikonsumsi balita adalah telur dengan frekuensi konsumsi tertinggi pada anak balita normal.8 kali/minggu sedangkan pada balita stunted. kali/minggu. Alasan pemilihan telur sebagai sumber protein hewani yang sering dikonsumsi yaitu harganya yang relatif terjangkau daripada sumber protein hewani yang lainnya. Sumber protein hewani lain yang juga sering dikonsumsi kedua kelompok balita yaitu susu, baik susu formula maupun susu kental manis.

13 7 Pada kelompok anak stunted lebih sering mengkonsumsi jenis susu kental manis (. kali/minggu) dibandingkan susu formula (. kali/minggu), berbeda dengan kelompok anak balita normal yang lebih sering mengkonsumsi susu formula (7.5 kali/minggu) daripada susu kental manis (. kali perminggu). Perbedaan jenis pemilihan susu ini karena harga susu kental manis lebih mudah dijangkau dibandingkan susu formula. Sedangkan tahu merupakan salah satu protein nabati yang paling sering dikonsumsi kedua kelompok, baik kelompok balita stunted (. kali/minggu) maupun normal (.5 kali/minggu). Sementara tempe juga merupakan protein nabati lainnya yang sering dikonsumsi anak balita normal (. kali/minggu) dan balita stunted (.8 kali/minggu). Pangan sayuran pada kedua contoh kelompok rata-rata hanya dikonsumsi kali/minggu, dengan konsumsi paling tinggi pada kelompok balita normal.7 kali/minggu. Sedangkan konsumsi buah pada kedua kelompok balita hampir sama hanya kali/minggu dengan konsumsi tertinggi pada kelompok balita normal.9 kali/minggu. Rendahnya konsumsi buah berdasarkan pengamatan pada kedua kelompok dipengaruhi oleh daya beli dan ketersediaan buah yang rendah. Hampir semua balita dari kelompok balita stunted dan normal menyukai jajan. Jajanan yang paling digemari oleh kedua kelompok balita adalah chiki, hampir setiap hari (.5 kali/minggu) kelompok balita stunted dan (. kali/minggu) kelompok balita stunted jajan chiki. Biskuit juga dikonsumsi (5. kali/ minggu) kelompok balita normal namun kelompok balita stunted hanya konsumsi biskuit.8 kali/minggu. Menurut Azwar () kemampuan keluarga untuk membeli makan keluarga berhubungan dengan pendapatan yang menggambarkan tingkat sosial ekonomi. Semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga daya beli pangan untuk mencukupi kebutuhan pangan keluarga juga semakin baik.

14 8 Tabel 5 Sebaran frekuensi makan balita Serealia - Beras - Mie Instan Jenis Pangan Frekuensi (kali/minggu) Anak stunted Anak normal Rata-rata SD Rata-rata SD Pangan Hewani - Daging ayam - Daging Sapi - Ikan cuek - Telur - Susu kental manis - Susu formula Kacang-kacangan - Tahu - Tempe Sayuran Buah Jajanan - Chiki - Biskuit - Sosis - Permen - Agar - Eskrim Perkembangan Bahasa Anak Balita Perkembangan bahasa merupakan tingkat pencapaian kemampuan anak dalam berbicara spontan, mengikuti perintah, dan berespon terhadap suara (Soetijingsih 995). Menurut Yusuf (5) terdapat empat tugas dalam proses perkembangan bahasa pada anak yang berkaitan satu sama lain. Pertama, pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain. Kedua, pengembangan perbendaharaan kata, Ketiga, penyusunan kata-kata menjadi kalimat dan terakhir adalah kemampuan mengucapkan kata-kata. Pengukuran perkembangan bahasa pada penelitian ini dilakukan pada dua kelompok usia balita menurut perkembangan bahasanya, yaitu usia.-. tahun (- bulan) dan.5-. tahun (-5 bulan). Persentase perkembangan bahasa kelompok anak balita stunted tergolong rendah (7.%) dibandingkan anak balita normal (.%), sedangkan % balita normal dan % balita stunted memiliki skor perkembangan bahasa sedang. Sementara persentase

15 9 skor perkembangan bahasa tertinggi pada kelompok anak balita normal yaitu 9% dibandingkan anak balita stunted yang hanya mencapai %. Tabel Sebaran perkembangan bahasa anak balita berdasarkan status gizi Anak balita stunted Anak balita normal Perkembangan bahasa n % n % Rendah (<%) Sedang (-8%) Tinggi (>8%) Total 5 5 Rata-rata skor ± SD 5± 7± p (uji-t). Berdasarkan hasil uji beda Independent t-test terdapat perbedaan nyata (p<.5) antara skor perkembangan bahasa anak pada kelompok balita stunted dan kelompok balita normal, hal ini menggambarkan bahwa anak balita stunted hanya mampu mencapai tugas-tugas perkembangan bahasa yang sederhana dan sulit bagi mereka untuk memenuhi tugas perkembangan bahasa yang lebih kompleks sesuai dengan tahapan usianya, akibat dari gangguan perkembangan otak yang terjadi, yang mengganggu kemampuan belajar mereka. Kemampuan atau keterampilan bahasa erat kaitannya dengan perkembangan kemampuan berpikir seseorang, sebab komunikasi berarti pertukaran pikiran dan perasaan, sehingga pada kemampuan berbahasa dibutuhkan kemampuan membentuk pengertian, menyusun pendapat, dan menarik kesimpulan yang juga tergantung pada daya pikir individu (Yusuf ). Pada studi Hall et al. (), anak yang stunted memiliki pencapaian nilai bahasa yang rendah dibandingkan dengan anak normal. Hal serupa dinyatakan pada penelitian Meenakshi et al.(7) di India tentang pertumbuhan dan perkembangan anak, bahwa terdapat hubungan signifikan antara status gizi kurang dengan perkembangan bahasa anak. Sejalan dengan studi Hizni et al. () menunjukkan bahwa status anak stunted berhubungan bermakna dengan perkembangan bahasa dibandingkan aspek perkembangan lainnya. Bahasa erat kaitannya dengan perkembangan daya pikir individu, yaitu kemampuan membentuk pengertian, menyusun pendapat dan menarik kesimpulan. Aspek perkembangan bahasa juga erat kaitannya dengan perkembangan kognitif serta saling melengkapi (Hurlock 999).

16 5 Tabel 7 Sebaran penguasaan tugas perkembangan bahasa balita Tugas perkembangan bahasa Anak balita stunted Usia - bulan (n=5) - Memberikan informasi tentang diri sendiri - Menirukan kembali urutan kata - Mengikuti perintah sederhana - Memahami bahasa isyarat - Menunjukkan gerakan orang pada gambar - Menyanyikan lagu Usia -5 bulan (n=) - Memberikan informasi tentang diri sendiri - Menirukan kembali urutan kata - Mengikuti perintah sederhana - Memahami bahasa isyarat - Menunjukkan gerakan orang pada gambar. - Menyanyikan lagu - Memiliki pembendaharaan kata tentang keterangan tempat - Mengenal alfabet - Mengurut dan menceritakan isi gambar seri Anak balita normal Usia - bulan (n=) - Memberikan informasi tentang diri sendiri - Menirukan kembali urutan kata - Mengikuti perintah sederhana - Memahami bahasa isyarat - Menunjukkan gerakan orang pada gambar - Menyanyikan lagu Usia.5-. tahun (n=) - Memberikan informasi tentang diri sendiri - Menirukan kembali urutan kata - Mengikuti perintah sederhana - Memahami bahasa isyarat Menunjukkan gerakan orang pada gambar. - Menyanyikan lagu - Memiliki pembendaharaan kata tentang keterangan tempat - Mengenal alfabet - Mengurut dan menceritakan isi gambar seri Tidak mampu Kurang mampu Cukup mampu Mampu n % n % n % n % Berdasarkan tabel sebaran penguasaan perkembangan bahasa diatas, pada usia (- bulan) sebagian besar (.%) anak balita kelompok stunted

17 5 tidak mampu dalam menyanyikan lagu namun hanya 8.7% dari anak balita normal yang tidak mampu menyanyikan lagu. Sebanyak masing-masing.% balita stunted tidak mampu memahami bahasa isyarat menunjukkan gerakan orang jika dibandingkan dengan anak balita normal, hanya.% balita normal yang tidak mampu dan hampir seluruh anak balita normal dapat menunjukkan gerakan orang. Sementara pada rentang umur ini hampir sebagian besar (8.%) anak balita normal dan sebanyak % anak balita stunted mampu memberikan informasi mengenai diri sendiri, serta separuh lebih (5.5%) anak balita normal dapat menirukan kembali urutan kata pada anak balita normal dan menunjukkan gerakan orang pada gambar (.8%). Semakin bertambahnya umur maka kemampuan berbahasa anak semakin meningkat terkait dengan peningkatan jumlah kosakata yang dikuasai dan kekomplekan kalimat. yaitu menyanyikaseluruh balita stunted dapat memberikan informasi diri, menirukan kembali urutan kata dan mengikuti perintah sederhana. Penilaian lain seperti tugas menyanyikan lagu hampir sebagian besar (8%) balita stunted dan 8% balita normal tidak dapat menyanyikan lagu. Hampir seluruh balita normal mampu memberikan informasi tentang diri sendiri (9.%) dan menirukan kembali kata-kata (95.7%), mengikuti perintah sederhana (%), dan memahami bahasa isyarat (8.%). Selanjutnya hanya separuh lebih balita normal yang dapat menunjukkan gerakan orang (.%) serta menyanyikan lagu (5%), namun persentase tersebut lebih baik daripada balita stunted. Semakin bertambahnya umur tingkat kekomplekan kalimat meningkat (Santrock 7). Menurut Mussen et al. (98) Seorang anak berusia dua tahun mengerti ya dan tidak, seperti juga pertanyaan di mana, siapa, dan apa, dan secara umum menjawabnya dengan benar saat anak berusia tahun anakanak mulai menjawab mengapa dengan benar. Frekuensi jawaban yang betul dari semua jenis pertanyaan apa, mengapa meningkat pada usia antara dan 5 tahun (Mussen et al. 98). Pada anak berumur -5 bulan masing-masing sebanyak.% anak balita stunted tidak mampu mengenal alfabet dengan baik dan mengurut cerita gambar seri. Sedangkan pada anak status gizi normal sebanyak 5.% balita yang cukup mampu mengenal alfabet dan tidak terdapat balita normal yang tidak mengenal alfabet/tidak mampu. Hampir sebagian besar (9.7%) anak balita normal dan (9.%) anak balita stunted mampu menirukan urutan kata, anak balita normal (8.%) dan hanya (.%) anak balita stunted

18 5 mampu mengikuti perintah sederhana, (5.%) balita normal dapat menyanyikan lagu sedangkan.% anak balita yang cukup mampu menyanyikan lagu. Pembendaharaan keterangan tempat mampu dicapai 5.% anak balita normal dan hanya.% mampu dicapai anak balita stunted. Karakteristik Balita dan Perkembangan Bahasa Karakteristik balita terdiri atas usia balita dan jenis kelamin. Usia dikategorikan menjadi rentang usia - bulan dan -5 bulan sesuai dengan instrumen pengukuran perkembangan bahasa anak balita (Depdiknas ). Hasil uji beda Independent T-test menunjukkan terdapat perbedaan (p<.5) pencapaian rata-rata skor perkembangan bahasa berdasarkan usia balita, sementara berdasarkan uji Mann-Whitney tidak terdapat perbedaan (p>.5) antara skor perkembangan bahasa berdasarkan jenis kelamin. Berdasarkan tabel 8, rata-rata skor perkembangan bahasa balita meningkat sesuai dengan umur, anak balita kelompok umur (-5 bulan) memiliki rata-rata skor perkembangan bahasa lebih tinggi (5.7) daripada kelompok usia anak yang dibawahnya (.9). Menurut Santrock (7) semakin tua usia anak maka perkembangan bahasanya semakin meningkat pula, hal ini terkait dengan jumlah kosakata yang dikuasai, tingkat kekomplekan kalimat yang dapat dirangkai dan pemahaman pada isi pembicara orang lain maupun perintah yang ditunjukkan kepada anak. Cara berpikir anak juga berkembang setiap tahap umur. Tabel 8. Sebaran skor perkembangan bahasa berdasarkan karakteristik balita Karakteristik balita Rata-rata skor perkembangan bahasa (%± SD) p (uji t) Usia balita - - bulan.9 ± bulan 5.7±.. Jenis kelamin - Laki-laki. ±.5 - Perempuan. ± Pada tabel diatas meskipun tidak terdapat perbedaan skor perkembangan bahasa berdasarkan jenis kelamin, namun anak perempuan memiliki pencapaian skor perkembangan bahasa yang lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki. Menurut Hurlock (98) perkembangan bahasa melibatkan maturasi dari fungsi hemisfer kiri otak besar manusia yang merupakan pusat berbicara dan berbahasa. Pada anak perempuan proses maturasi fungsi verbal di bagian otak

19 5 hemisfer kiri lebih cepat dibandingkan pada anak laki-laki selain itu lingkungan pengasuhan juga menyebabkan perbedaan kemampuan berbahasa pada anak laki-laki dan perempuan, masyarakat cenderung menghendaki anak laki-laki lebih sedikit berbicara dibandingkan anak perempuan. Karakteristik Keluarga dan Perkembangan Bahasa Balita Umur orang tua dan pendidikan orang tua. Berdasarkan uji beda t-test terdapat perbedaan (p<.5) skor perkembangan bahasa berdasarkan pendidikan ibu, namun tidak terdapat perbedaan skor perkembangan bahasa (p>.5) berdasarkan usia orang tua dan pendidikan ayah. Pada Tabel 9 skor perkembangan bahasa anak pada ibu dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki pencapaian rata-rata skor perkembangan bahasa yang lebih tinggi (7.5) dibandingkan pencapaian skor perkembangan bahasa anak dari ibu yang memiliki tingkat pendidikan rendah (.8). Ibu merupakan salah satu pengasuh utama dalam keluarga. Pendidikan orang tua, terutama ibu merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh kembang anak. Ibu yang berpendidikan tinggi lebih terbuka menerima informasi dari luar tentang cara pengasuhan anak yang baik, menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya dan sebagainya (Soetjiningsih 995). Tabel 9 Sebaran skor perkembangan bahasa berdasarkan umur dan pendidikan orang tua. Karakteristik usia dan Rata-rata skor perkembangan p (uji t) pendidikan bahasa (%± SD) Usia ayah - Dewasa muda (-.9 ±5..5 tahun) - Dewasa madya (-5 7.±. tahun) Usia ibu - Dewasa muda (-. ±5..8 tahun) - Dewasa madya (-5 8.±.8 tahun) Pendidikan ayah - Rendah (SMP kebawah). ± Tinggi (SMA keatas) 5.8±. Pendidikan ibu - Rendah (SMP kebawah).8 ±.9 - Tinggi (SMA keatas) 7.5 ±.8.5

20 5 Perkembangan bicara anak lebih cepat terjadi ketika para ibu menggunakan ucapan yang jelas, membuat lebih sedikit ucapan yang sulit dimengerti, membiarkan anak-anak memimpin pembicaraan dan menanggapi percakapan anaknya dengan jawaban yang berhubungan, serta membentuk kata-kata yang sesuai dengan apa yang dikatakan anak dengan mengulang atau memperluas pernyataan anak (Mussen et al. 98). Sebuah studi terkini juga mengungkapkan bahwa sensitifitas ibu (misalnya hangat menanggapi ucapan anak dan mengantisipasi kebutuhan emosional anak) secara positif berhubungan dengan pertumbuhan dalam perkembangan bahasa reseptif dan ekspresif anak usia 8- tahun (Santrock ). Kepekaan seorang ibu terhadap kemampuan berbahasa anaknya, kemauan, serta penyesuaian tanggapan ibu terhadap faktor-faktor ini dapat merangsang kemajuan berbahasa anaknya (Mussen et al. 98). Anak-anak biasanya memperoleh manfaat ketika orang tua mengikuti saat ketertarikan anak dan dengan cara yang memungkinkan anak untuk dapat memprosesnya secara efektif (Santrock ). Dengan demikian, pendidikan orang tua dan kemampuan ekonomi keluarga perlu ditunjang dengan pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan stimulasi yang tepat dan memadai sehingga dapat mendukung perkembangan anak secara optimal. Pendapatan perkapita dan besar keluarga. Pada hasil uji beda Independent T-test, terdapat perbedaan yang signifikan (p<.5) pada skor perkembangan bahasa berdasarkan pendapatan perkapita dan besar keluarga. Berdasarkan tabel dibawah, rata-rata skor perkembangan bahasa lebih besar pada anak yang berasal dari keluarga tidak miskin sebesar 5., rata-rata skor perkembangan bahasa yang lebih tinggi (.) terdapat pada balita yang berasal dari keluarga yang kecil (< orang). Tabel Sebaran perkembangan bahasa berdasarkan pendapatan perkapita dan besar keluarga Pendapatan perkapita dan Rata-rata skor perkembangan bahasa p (uji t) besar keluarga (%± SD) Pendapatan perkapita - Miskin (< Rp.8) 5 ±5. - Tidak miskin (>Rp.8) 5.±.. Besar keluarga - Kecil (<orang). ±.. - Besar ( orang) 5.5±.5

21 55 Kemiskinan akan menyebabkan keterbatasan keluarga dalam menyediakan berbagai fasilitas bermain menyebabkan otak anak kurang mendapatkan stimulasi. Hal ini dapat menghambat perkembangannya (Depkes 8). Davidof (99) menyatakan kaitan status ekonomi keluarga yang miskin kecil kemungkinannya untuk dapat meluangkan waktu dalam memberikan pendidikan pengembangan kemampuan anak, dan sering mereka tidak mengetahui caranya, karena keterbatasan pendidikannya. Menurut Papalia (979) anak yang berasal dari keluarga dengan tingkat sosio-ekonomi yang rendah berkaitan dengan lambatnya perkembangan bahasa pada anak, ditandai dengan ketidakmatangan pembendaharaan kalimat, rendahnya pengetahuan kata, berbicara lebih sedikit dibandingkan dengan anak dari kelas menengah atau kaya. Lebih lanjut menurut Yusuf (5) anak-anak yang berasal dari keluarga yang miskin mengalami keterlambatan dalam perkembangan bahasanya dibandingkan anak berasal dari anak dari keluarga dengan tingkat sosioekonomi yang baik. Kondisi ini mungkin disebabkan oleh perbedaan kecerdasan atau kesempatan belajar Perkembangan Kognitif Balita Perkembangan kognitif adalah perkembangan yang melibatkan proses berpikir dan mengamati yang terbentuk melalui proses berpikir (Santrock 7). Pengukuran perkembangan kognitif ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok umur.-.5 bulan (- bulan) dan.5-. tahun (-5 bulan). Pada Tabel sebaran perkembangan kognitif kedua kelompok balita, perkembangan kognitif balita normal memiliki rata-rata persentase skor perkembangan balita sedikit lebih tinggi (7%) daripada balita normal (55%). Sebanyak.% pada kelompok status gizi normal memiliki skor perkembangan kognitif kategori tinggi/baik, sementara hanya 8.% balita stunted yang memiliki skor kognitif yang tinggi. Namun sebanyak 8.% kelompok balita stunted dan 5.7% kelompok balita normal memiliki skor perkembangan kognitif yang rendah. Perkembangan kognitif merupakan hasil dari kerjasama antara berbagai faktor yakni genetik dengan lingkungan. Kemampuan kognitif balita akan meningkat karena adanya rangsangan yang diberikan kemudian masuk ke dalam otak yang sedang berkembang dan kemampuan anak akan berbeda satu sama lain karena pembentukan kecerdasan dari interaksi antara faktor internal dengan

22 5 lingkungan. Faktor lingkungan termasuk di dalamnya lingkungan dalam keluarga dan luar keluarga (Dariyo 7). Tabel Sebaran perkembangan kognitif berdasarkan status gizi Anak balita stunted Anak balita normal Perkembangan kognitif n % n % Rendah (<%) Sedang (-8%) Tinggi (>8%) Total 5 5 Rata-rata skor ± SD 55. ± ± 9.7 p (uji-t).5 Berdasarkan uji beda independent t-test terdapat perbedaan skor kognitif yang nyata (p<.5) antara anak balita normal dan stunted. Penelitian yang dilakukan Mendez dan Adair (999) bahwa anak stunted memiliki skor kognitif yang lebih rendah daripada anak yang memiliki tinggi normal. Kejadian stunting merupakan dampak terburuk dari kekurangan gizi yang dialami pada saat kehamilan maupun dua tahun pertama usia anak yang merupakan periode window of opportunity, akan mengakibatkan kerusakan pada tumbuh kembang otak yang bersifat permanen. Akibat kerusakan tersebut meliputi kerusakan pada pertumbuhan otak, kecerdasan, kemampuan belajar, kreativitas, dan produktivitas anak (Syarief et al. 7). Orang tua terutama ibu merupakan salah satu pihak yang dapat memberikan stimulus anak yang baik, keikutsertaan anak dalam PAUD juga mempengaruhi perkembangan kognitif pada anak, anak yang mengikuti PAUD memiliki skor kognitif yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak (Oktarina ). Pada Indikator pengukuran kognitif pada terdapat sembilan tugas pada instrumen perkembangan kognitif pada kelompok umur.-.5 (- bulan) serta tugas pada kelompok umur.-. tahun (-5 bulan). Masing-masing tugas menggambarkan dimensi-dimensi perkembangan kognitif yang dipaparkan Piaget. Pada teori Piaget dikemukakan bahwa saat tahap preoperational, anak mulai menyadari bahwa pemahaman tentang benda-benda disekitarnya tidak hanya dilakuan melalui kegiatan sensorimotor tetapi juga kegiatan simbolik. Pemfungsian simbolik yang dicirikan oleh penggunaan simbol-simbol mental berupa kata atau gambar yang digunakan anak untuk merepresentasikan sesuatu yang secara fisik tidak ada (Hurlock 999). Misalnya dalam pemahaman tata ruang, dalam instrumen tersebut anak diminta untuk menunjukkan peta jalan

23 57 atau maze untuk menemukan tikus. Dalam pemahaman tentang konsep ruang anak diajarkan utnuk mentransfer pemahaman secara spasial yang diperoleh dari berhubungan dengan model atau peta yang sederhana (Papalia et al.8). Pada instrumen perkembangan kognitif yang dibuat oleh Depdiknas, seorang anak diminta untuk mengkategorikan benda berdasarkan ukuran, warna dan bentuk, menurut Dariyo (7) tahap preoperasional anak sudah mulai mengerti mengenai dasar-dasar mengelompokkan sesuatu atau dasar satu dimensi, seperti atas kesamaan benda. Lain halnya dengan pemahaman sebab akibat, dalam intrumen tersebut anak diminta menjelaskan mengapa harus cuci tangan. Terdapat tugas pada instrumen perkembangan kognitif pada kelompok umur -5 bulan. Berdasarkan seluruh kelompok balita stunted mampu menuntaskan lima tugas perkembangan kognitif yang terdiri dari menjodohkan warna, membedakan jenis kelamin orang lain, memasangkan gambar dari benda yang dikenal dan menyebutkan nama dan menyadari massa yang akan datang, sementara kelompok balita normal mampu menuntaskan delapan tugas perkembangan kognitif sama seperti kelompok balita stunted dilengkapi menyusun keping warna sesuai pola, mengerjakan maze sederhana, menyebutkan nama, menyebutkan nama, kemampuan konsentrasi mendengarkan, mengetahui umur sendiri dan mendapatkan keterangan mengapa dan bagaimana. Berdasarkan Tabel Sebaran penguasaan perkembangan kognitif balita, pada usia balita rentang umur - bulan anak balita stunted terdapat 7. % dan.7% anak balita normal yang tidak mampu menyebutkan - jenis warna. Sementara pada aspek perkembangan kognitif lainnya, anak stunted tidak mampu menjodohkan warna (5.%), membedakan ukuran objek (.5%), menyebutkan jenis kelamin (.%) dan memasangkan gambar dikenal (.8%), sedangkan pada anak balita normal aspek perkembangan kognitif tadi tidak ada yang tidak mampu, hanya 8.% anak balita normal yang tidak mampu menyebutkan jenis kelamin. Anak balita normal hampir separuh lebih dikategorikan mampu dalam menjodohkan warna (5.%), memasangkan gambar yang dikenal (5.%) serta hampir sebagian besar mampu menyebutkan jenis kelamin (95.8%), sedangkan hanya.8% anak balita stunted yang mampu menjodohkan warna.

24 58 Tabel Sebaran penguasaan perkembangan kognitif balita Tugas perkembangan kognitif Anak balita stunted Usia - bulan (n=) - Menyebutkan - warna - Menjodohkan warna - Membedakan ukuran objek - Menyebutkan jenis kelamin - Menyebutkan nama - Memasangkan gambar yang dikenal Usia -5 bulan (n=9) - Menyebutkan 5-9 warna - Menjodohkan warna - Menyebutkan kata-kata dengan suku - Menyusun keping warna sesuai pola - Membedakan jenis kelamin orang lain - Memasang gambar dari benda yang dikenal - Menggambarkan orang dan bagiannya - Mengerjakan maze sederhana - Menyebutkan nama - Kemampuan berkonsentrasi mendengarkan cerita - Mengetahui umur sendiri - Mendapatkan keterangaan mengapa dan bagaimana - Menyadari massa yang akan datang Anak balita normal Usia - bulan (n=) - Menyebutkan - warna - Menjodohkan warna - Membedakan ukuran objek - Menyebutkan jenis kelamin - Menyebutkan nama - Memasangkan gambar yang dikenal Usia -5 bulan (n=) - Menyebutkan 5-9 warna - Menjodohkan warna - Menyebutkan kata-kata dengan suku - Menyusun keping warna sesuai pola - Membedakan jenis kelamin orang lain - Memasang gambar dari benda yang dikenal - Menggambarkan orang dan bagiannya - Mengerjakan maze sederhana - Menyebutkan nama - Kemampuan berkonsentrasi mendengarkan cerita - Mengetahui umur sendiri - Mendapatkan keterangaan mengapa dan bagaimana - Menyadari massa yang akan datang Tidak mampu Cukup mampu Mampu n % n % n %

25 59 Berdasarkan tabel diatas, pada rentang usia balita -5 bulan, anak balita stunted tidak mampu menyebutkan 5-9 warna (.%), menyebutkan katakata dengan suku (.%), menyusun keping warna sesuai dengan pola (.%), mengerjakan maze sederhana (.%), kemampuan berkonsentrasi (.%), mengetahui umur sendiri (.%) dan mengerti mengenai keterangan mengapa dan bagaimana (.%) sedangkan.% anak balita normal yang tidak mampu menyebutkan 5-9 warna, menyebutkan kata-kata dengan suku (9.%) serta menggambarkan orang dan bagiannya (8.%). Pada rentang usia balita -5 bulan pencapaian aspek perkembangan balita anak balita stunted tidak jauh berbeda dengan anak balita normal. Namun pada aspek menyebutkan 5-9 warna sebanyak.% anak balita normal dikategorikan mampu sedangkan tidak ada anak balita stunted yang dikategorikan mampu dalam salah satu aspek penilaian ini, sebanyak 77.8% anak balita stunted cukup mampu dalam mengenal 5-9 warna. Aspek membedakan jenis kelamin dan memasangkan gambar dari benda yang dikenal lebih banyak mampu anak normal yaitu masingmasing persentasenya 9.%, daripada anak balita stunted yang hanya 55.% dan.% pada masing-masing aspek tadi. Karakteristik Balita dan Perkembangan Kognitif Karakteristik balita pada penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin. Hasil uji beda Independent T-test menunjukkan terdapat perbedaan (p<.5) pencapaian rata-rata skor perkembangan kognitif berdasarkan usia balita, sementara berdasarkan uji Mann-Whitney tidak terdapat perbedaan (p>.5) antara skor perkembangan kognitif berdasarkan jenis kelamin. Tabel Sebaran skor perkembangan kognitif berdasarkan karakteristik balita Karakteristik balita Rata-rata skor perkembangan kognitif (%± SD) p (uji t) Usia balita - - bulan 7.5 ± bulan 5.7±. Jenis kelamin - Laki-laki 57. ± Perempuan. ±.7 Usia dikategorikan menjadi rentang umur - bulan dan -5 bulan menurut instrumen pengukuran perkembangan kognitif balita (Depdiknas ). Meskipun menurut Santrock (7), cara berpikir anak berkembang setiap tahap umur dan semakin dewasa usia anak maka perkembangan kognitif semakin

26 meningkat, namun rata-rata skor pencapaian perkembangan kognitif anak semakin menurun pada kelompok usia anak (-5 bulan) yaitu sebesar 5.7 dibandingkan usia sebelumnya yaitu 57.. Hal tersebut diduga kurangnya stimulus yang diberikan orang tua. Stimulus yang diamati pada penelitian ini adalah tingkat partisipasi anak dalam kegiatan PAUD, menurut Oktarina (9) terdapat hubungan signifikan antara tingkat keikutsertaan PAUD anak balita dengan perkembangan kognitifnya. Berdasarkan data keikutsertaan PAUD di lokasi penelitian, hanya 7.9% anak balita kelompok usia (-5 bulan) yang ikut PAUD, terdiri atas.8% pada kelompok balita normal dan.% balita stunted. Karakteristik Keluarga dan Perkembangan Kognitif Anak Umur orang tua dan pendidikan orang tua. Berdasarkan uji beda t-test terdapat perbedaan (p<.5) skor perkembangan kognitif berdasarkan pendidikan ibu, namun tidak terdapat perbedaan skor perkembangan kognitif (p>.5) berdasarkan usia orang tua dan pendidikan ayah. Berdasarkan tabel skor perkembangan kognitif ibu dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki pencapaian rata-rata skor perkembangan bahasa yang lebih tinggi (7.) dibandingkan ibu yang memiliki tingkat pendidikan rendah (59.). Tabel Sebaran skor perkembangan kognitif berdasarkan umur dan pendidikan orang tua. Karakteristik usia dan Rata-rata skor perkembangan pendidikan kognitif (%± SD) Usia ayah - Dewasa muda (- 59. ±8.8 tahun) - Dewasa madya (-5 7.±.7 tahun) Usia ibu - Dewasa muda (-.5 ±9. tahun) - Dewasa madya ( ±. tahun) Pendidikan ayah - Rendah (SMP kebawah).±5.7 - Tinggi (SMA keatas) 5.8±. Pendidikan ibu - Rendah (SMP kebawah) 59.±9. - Tinggi (SMA keatas) 7.±.7 p (uji t) Pendidikan yang tinggi terutama ibu, ikut mempengaruhi tumbuh kembang anak. Menurut Yuliana et al. () orang tua dengan tingkat pendidikan tinggi bersifat lebih terbuka terhadap hal-hal yang baru dalam

POLA ASUH MAKAN, PERKEMBANGAN BAHASA, DAN KOGNITIF ANAK BALITA STUNTED DAN NORMAL DI KELURAHAN SUMUR BATU, BANTAR GEBANG BEKASI

POLA ASUH MAKAN, PERKEMBANGAN BAHASA, DAN KOGNITIF ANAK BALITA STUNTED DAN NORMAL DI KELURAHAN SUMUR BATU, BANTAR GEBANG BEKASI ISSN 1978-1059 Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2012, 7(2): 81 88 POLA ASUH MAKAN, PERKEMBANGAN BAHASA, DAN KOGNITIF ANAK BALITA STUNTED DAN NORMAL DI KELURAHAN SUMUR BATU, BANTAR GEBANG BEKASI (Child care

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keikutsertaan PAUD

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keikutsertaan PAUD HASIL DAN PEMBAHASAN Keikutsertaan PAUD Konsep Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah konsep bermain sambil belajar yang merupakan fondasi yang akan mengarahkan anak pada pengembangan kemampuan yang lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) 5 TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Posyandu merupakan salah satu bentuk kegiatan dari Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), dimana masyarakat antara lain melalui kader-kader yang terlatih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Sumur Batu merupakan salah satu dari delapan kelurahan yang ada di Kecamatan Bantar Gebang Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat. Kelurahan ini

Lebih terperinci

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh 31 Karakteristik Sosial Ekonomi keluarga Umur orangtua Sebaran umur orangtua contoh dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu kelompok remaja (

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN ORANGTUA

LEMBAR PERSETUJUAN ORANGTUA LAMPIRAN Lampiran 1 LEMBAR PERSETUJUAN ORANGTUA Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Usia :.tahun Alamat :... Telepon/HP : selaku Bapak/ibu/lainnya(sebutkan..) dari.. usia..bulan, setelah mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian mengenai Pemberian Makanan Tambahan (PMT) biskuit yang disubstitusi tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada balita gizi kurang dan gizi buruk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran umum sekolah SDN Kebon Kopi 2 adalah sekolah yang berada di jalan Kebon Kopi Rt.04/09 kelurahan Kebon Kelapa terletak di Kota Bogor Kecamatan Bogor Tengah. Berdiri pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI HASIL PENELITIAN. Kesimpulan penelitian Pemanfaatan Konsultasi Gizi Untuk Peningkatan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI HASIL PENELITIAN. Kesimpulan penelitian Pemanfaatan Konsultasi Gizi Untuk Peningkatan 96 A. Kesimpulan BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI HASIL PENELITIAN Kesimpulan penelitian Pemanfaatan Konsultasi Gizi Untuk Peningkatan Penyelenggaraan Makanan Anak Balita (Penelitian terbatas

Lebih terperinci

Karakteristik sosial-ekonomi keluarga: Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Besarnya keluarga. Pengetahuan, sikap, dan praktik ibu contoh.

Karakteristik sosial-ekonomi keluarga: Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Besarnya keluarga. Pengetahuan, sikap, dan praktik ibu contoh. 22 Karakteristik sosial-ekonomi keluarga: Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Besarnya keluarga Ketersediaan Pangan Pengetahuan, sikap, dan praktik ibu contoh Kondisi Lingkungan Pola Asuh Tingkat kepatuhan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kelurahan Sumur Batu Kelurahan merupakan salah satu dari delapan yang ada di Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat terdiri dari 7 Rukun Warga dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah keseimbangan antara pemasukan zat gizi dari bahan makanan yang dimakan dengan bertambahnya pertumbuhan aktifitas dan metabolisme dalam tubuh. Status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diri untuk memulai tahap pematangan kehidupan kelaminnya.saat inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. diri untuk memulai tahap pematangan kehidupan kelaminnya.saat inilah yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebelum masa kanak-kanak berakhir, tubuh anak telah mempersiapkan diri untuk memulai tahap pematangan kehidupan kelaminnya.saat inilah yang dikenal dengan sebutan remaja-pubertas-berasal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Sampel dalam penelitian ini adalah wanita dewasa dengan rentang usia 20-55 tahun. Menurut Hurlock (2004) rentang usia sampel penelitian ini dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja.

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Titik berat dari pembangunan Bangsa Indonesia adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja. Salah satu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan dengan adanya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Sumber daya manusia (SDM) dikatakan berkualitas bila memiliki fisik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di kebun Malabar PTPN VIII Desa Banjarsari, Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n= z 2 1-α/2.p(1-p) d 2

METODE PENELITIAN. n= z 2 1-α/2.p(1-p) d 2 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain dalam penelitian ini adalah cross sectional study. Lokasi penelitian di Desa Paberasan Kabupaten Sumenep. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Anak prasekolah adalah anak berusia dua sampai lima tahun. Rentang usia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Anak prasekolah adalah anak berusia dua sampai lima tahun. Rentang usia BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anak prasekolah adalah anak berusia dua sampai lima tahun. Rentang usia tersebut merupakan periode emas seorang anak dalam pertumbuhan dan perkembangan terutama fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Prestasi Belajar Prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang di nyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Desa Desa Paberasan merupakan salah satu desa yang terletak di Kabupaten Sumenep, Propinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Paberasan yaitu: Sebelah utara : Desa Poja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 18 tahun. Di Indonesia BPS (2008) mencatat bahwa sekitar 34,5% anak perempuan

BAB I PENDAHULUAN. 18 tahun. Di Indonesia BPS (2008) mencatat bahwa sekitar 34,5% anak perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan anak merupakan praktik yang tersebar luas didunia. UNICEF (2010) mencatat bahwa sekitar 60% anak perempuan di dunia menikah di bawah usia 18 tahun. Di Indonesia

Lebih terperinci

METODOLOGI. n = 2 (σ 2 ) (Zα + Zβ) δ 2

METODOLOGI. n = 2 (σ 2 ) (Zα + Zβ) δ 2 17 METODOLOGI Desain, Waktu dan Tempat Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah experimental study yaitu percobaan lapang (field experiment) dengan menggunakan rancangan randomized treatment trial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia (SDM). Ketersediaan pangan yang cukup belum dapat digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. manusia (SDM). Ketersediaan pangan yang cukup belum dapat digunakan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan dan gizi terkait sangat erat dengan upaya peningkatan sumber daya manusia (SDM). Ketersediaan pangan yang cukup belum dapat digunakan sebagai jaminan akan terhindar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat 20 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola menu empat sehat lima sempurna adalah pola menu seimbang yang bila disusun dengan baik mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Pola menu ini diperkenalkan

Lebih terperinci

Jumlah dan Teknik Pemilihan Sampel

Jumlah dan Teknik Pemilihan Sampel Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini menggunakan desain case control bersifat Retrospective bertujuan menilai hubungan paparan penyakit cara menentukan sekelompok kasus

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. d 2. dimana n : Jumlah sampel Z 2 1-α/2 : derajat kepercayaan (1.96) D : presisi (0.10) P : proporsi ibu balita pada populasi (0.

METODE PENELITIAN. d 2. dimana n : Jumlah sampel Z 2 1-α/2 : derajat kepercayaan (1.96) D : presisi (0.10) P : proporsi ibu balita pada populasi (0. METODE PENELITIAN Desain Penelitian, Waktu dantempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sumur Batu, Bantar Gebang Bekasi. Penelitian dilakukan pada bulan Agustusi 2012. Desain penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 43 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Banjarnegara Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Jawa Tengah. Wilayah Kabupaten Banjarnegara terletak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Balita

TINJAUAN PUSTAKA Balita 5 TINJAUAN PUSTAKA Balita Usia balita lebih dikenal sebagai the golden age karena masa ini sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya. Anak balita adalah bayi sampai anak berusia lima

Lebih terperinci

KONSUMSI MAKANAN ANAK BALITA DI DESA TANJUNG TANAH KECAMATAN DANAU KERINCI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

KONSUMSI MAKANAN ANAK BALITA DI DESA TANJUNG TANAH KECAMATAN DANAU KERINCI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI KONSUMSI MAKANAN ANAK BALITA DI DESA TANJUNG TANAH KECAMATAN DANAU KERINCI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI Yuliana 1, Lucy Fridayati 1, Apridanti Harmupeka 2 Dosen Fakultas Pariwisata dan perhotelan UNP

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan antropometri (berat badan, tinggi badan, atau ukuran tubuh lainnya) dari waktu ke waktu, tetapi lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakikatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Panti Asuhan 1. Kondisi Umum Panti Asuhan Darunajah terletak di Kota Semarang, lebih tepatnya di daerah Semarang Timur. Berada di daerah dusun

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Jumlah dan Cara penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Jumlah dan Cara penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Penelitian mengenai hubungan antara kepatuhan konsumsi biskuit yang diperkaya protein tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dengan status gizi dan morbiditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia balita merupakan masa di mana proses pertumbuhan dan perkembangan terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup dalam jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah utama kesehatan di Negara berkembang adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi kurang yang dialami oleh negara -negara

Lebih terperinci

Lampiran 1 Tingkat ketahanan pangan di berbagai wilayah di Provinsi Jawa Tengah

Lampiran 1 Tingkat ketahanan pangan di berbagai wilayah di Provinsi Jawa Tengah LAMPIRAN 67 68 Lampiran 1 Tingkat ketahanan pangan di berbagai wilayah di Provinsi Jawa Tengah 68 69 68 Lampiran 2 Sebaran rumah tangga berdasarkan keragaan akses ibu terhadap informasi dan pelayanan gizi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Data yang Digunakan

METODE PENELITIAN Data yang Digunakan METODE PENELITIAN Data yang Digunakan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Riskesdas 2007 diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. epidemiologi yaitu cross sectional (sekat silang) yaitu penelitian yang mengamati

BAB 3 METODE PENELITIAN. epidemiologi yaitu cross sectional (sekat silang) yaitu penelitian yang mengamati 49 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah survei, dengan menggunakan desain penelitian epidemiologi yaitu cross sectional (sekat silang) yaitu penelitian yang mengamati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Lembaga Pangan Dunia (LPD) dalam penelitiannya pada awal tahun 2008 menyebutkan jumlah penderita gizi buruk dan rawan pangan di Indonesia mencapai angka 13 juta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi.

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi. BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan hidupnya, manusia memerlukan makanan karena makanan merupakan sumber gizi dalam bentuk kalori,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. Kelurahan Tomulabutao memiliki Luas 6,41 km 2 yang berbatasan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. Kelurahan Tomulabutao memiliki Luas 6,41 km 2 yang berbatasan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Kondisi Geografis Kelurahan Tomulabutao berlokasi di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan Tomulabutao memiliki Luas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu sumber mineral mikro yang berperan sangat penting dalam proses metabolisme tubuh (Indira, 2015). Mineral mikro sendiri merupakan mineral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan orang lain yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan orang lain yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Keluarga 2.1.1 Pendidikan Orang Tua Seseorang yang hanya tamat sekolah dasar belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Wilayah kelurahan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Wilayah kelurahan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kelurahan Sumur Batu Kelurahan Sumur Batu merupakan salah satu dari delapan Kelurahan yang ada di Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses tumbuh kembang balita. Balita pendek memiliki dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain Penelitian Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study. Cross sectional study dilakukan untuk mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelompok anak sekolah merupakan salah satu segmen penting di masyarakat dalam upaya peningkatan pemahaman dan kesadaran gizi sejak dini. Anak sekolah merupakan sasaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang maupun gizi lebih pada dasarnya disebabkan oleh pola makan yang tidak seimbang. Sementara

Lebih terperinci

TAKSIRAN VISUAL COMSTOCK UNTUK MENILAI ASUPAN MP ASI IKAN MUJAIR PADA BADUTA

TAKSIRAN VISUAL COMSTOCK UNTUK MENILAI ASUPAN MP ASI IKAN MUJAIR PADA BADUTA TAKSIRAN VISUAL COMSTOCK UNTUK MENILAI ASUPAN MP ASI IKAN MUJAIR PADA BADUTA Lilik Hidayanti 1), Sri Maywati 2) 1,2) Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Siliwangi email: lilikhidayanti@unsil.ac.id email:

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENGETAHUAN GIZI MASYARAKAT MELALUI PENDIDIKAN DAN LATIHAN

PENINGKATAN PENGETAHUAN GIZI MASYARAKAT MELALUI PENDIDIKAN DAN LATIHAN PENINGKATAN PENGETAHUAN GIZI MASYARAKAT MELALUI PENDIDIKAN DAN LATIHAN Astini Syarkowi *) Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan gizi masyarakat sehingga memiliki kecakapan memilih

Lebih terperinci

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup 7 II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola makan anak balita Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Pangan merupakan bahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun sumber daya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif. Perjalanan sejarah bangsa-bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu komponen penting dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan.sumber daya manusia yang berkualitas sangat dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi. Balita dengan berat badan BGM menjadi indikator awal bahwa balita tersebut mengalami masalah gizi. Balita merupakan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI ILMU GIZI UNIVERSITAS ESA UNGGUL

PROGRAM STUDI ILMU GIZI UNIVERSITAS ESA UNGGUL PROGRAM STUDI ILMU GIZI UNIVERSITAS ESA UNGGUL Kepada Yth. Ibu Balita Di Tempat Kabanjahe, Juli 2015 Saya mahasiswa Jurusan Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul. Dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah kematian anak usia bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang khususnya Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia akhir-akhir ini BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia akhir-akhir ini menghadapi berbagai permasalahan yang mendesak/akut, yang memerlukan penanggulangan dengan seksama

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional study, dilakukan di SDN 09 Pagi Pademangan Barat Jakarta Utara. Pemilihan lokasi sekolah dasar dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh manusia mengalami kemajuan melalui fase petumbuhan dan perkembangan yang pasti tetapi tahapan dan perilaku kemajuan ini sifatnya sangat individual (Potter

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Keadaan ini banyak diderita oleh kelompok balita yang merupakan generasi penerus bangsa.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan pangan. Banyak kasus kurang gizi disebabkan karena rendahnya pemahaman pola konsumsi yang sehat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian berjudul Dampak Program Warung Anak Sehat terhadap Perubahan Pengetahuan dan Perilaku Hidup Bersih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan mentalnya akan lambat. Salah satu indikator kesehatan yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan mentalnya akan lambat. Salah satu indikator kesehatan yang dinilai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tahun lebih dari sepertiga kematian anak di dunia berkaitan dengan masalah kurang gizi, yang dapat melemahkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Ibu yang mengalami

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara merupakan satu dari 29 kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Secara astronomi, Kabupaten Banjarnegara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah Explanatory Research dibidang gizi masyarakat, yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan antar variabel. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Karakteristik contoh meliputi usia, pendidikan, status pekerjaan, jenis pekerjaan, riwayat kehamilan serta pengeluaran/bulan untuk susu. Karakteristik contoh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi.

BAB 1 PENDAHULUAN. gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang

Lebih terperinci

BAB II T1NJAUAN PUSTAKA

BAB II T1NJAUAN PUSTAKA BAB II T1NJAUAN PUSTAKA A. Pola Konsumsi Anak Balita Pola konsumsi makan adalah kebiasaan makan yang meliputi jumlah, frekuensi dan jenis atau macam makanan. Penentuan pola konsumsi makan harus memperhatikan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran 21 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Kekurangan gizi pada usia dini mempunyai dampak buruk pada masa dewasa yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik yang lebih kecil dengan tingkat produktifitas yang

Lebih terperinci

2. Tanggal Lahir : Umur : bulan. 4. Nama Ayah :. Umur : tahun. 5. Nama Ibu :. Umur : tahun

2. Tanggal Lahir : Umur : bulan. 4. Nama Ayah :. Umur : tahun. 5. Nama Ibu :. Umur : tahun KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI ANAK BAWAH DUA TAHUN (BADUTA) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SABOKINGKING KOTA PALEMBANG (RESPONDEN ADALAH IBU) Tanggal pengumpulan data : / / Enumerator

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR BAGAN... viii

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR BAGAN... viii DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... iv Halaman DAFTAR BAGAN... viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 4 C.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya. Masa ini dapat disebut juga sebagai The Golden Age atau masa. pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya. Masa ini dapat disebut juga sebagai The Golden Age atau masa. pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berkembang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah investasi masa depan bagi keluarga dan bangsa yang sedang menjalani proses perkembangan dengan pesat untuk menjalani kehidupan selanjutnya.

Lebih terperinci

perkembangan kognitif anak. Kerangka pemikiran penelitian secara skematis di sajikan pada Gambar 1.

perkembangan kognitif anak. Kerangka pemikiran penelitian secara skematis di sajikan pada Gambar 1. KERANGKA PEMIKIRAN Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seorang anak ada dua yaitu, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal bersifat bawaan atau genetik, merupakan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kamu makan sering dikutip tetapi tidak direnungkan lebih dalam apa maksud

BAB I PENDAHULUAN. kamu makan sering dikutip tetapi tidak direnungkan lebih dalam apa maksud A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dari sejarah perkembangan ilmu gizi makin banyak bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara apa yang di makan dengan kesehatan dan penyakit. Suatu pribahasa kuno

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sekolah Dasar yang diteliti Jumlah SD yang diteliti pada data sekunder Monitoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional Tahun 008 yaitu sebanyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsumsi Energi dan Protein 1. Energi Tubuh memerlukan energi sebagai sumber tenaga untuk segala aktivitas. Energi diperoleh dari makanan sehari-hari yang terdiri dari berbagai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n = z 2 α/2.p(1-p) = (1,96) 2. 0,15 (1-0,15) = 48,9 49 d 2 0,1 2

METODE PENELITIAN. n = z 2 α/2.p(1-p) = (1,96) 2. 0,15 (1-0,15) = 48,9 49 d 2 0,1 2 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini desain population survey, yaitu dengan mensurvei sebagian dari populasi balita yang ada di lokasi penelitian selama periode waktu tertentu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Pemberian Makanan Sumber Protein Pada Balita 1. Frekuensi Pangan Frekuensi pemberian makanan sumber protein pada balita adalah berapa kali perhari pemberian pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Perhatian utama adalah untuk mempersiapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Perhatian utama adalah untuk mempersiapkan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional. Perhatian utama adalah untuk mempersiapkan dan meningkatkan kualitas penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Energi dan Protein 1. Kebutuhan Energi Energi digunakan untuk pertumbuhan, sebagian kecil lain digunakan untuk aktivitas, tetapi sebagian besar dimanfaatkan untuk metabolisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Sehat Anak sehat adalah anak yang dapat tumbuh kembang dengan baik dan teratur, jiwanya berkembang sesuai dengan tingkat umurnya, aktif, gembira, makannya teratur, bersih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita 6 TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita Gizi merupakan hal penting dalam pembangunan, karena gizi adalah investasi dalam pembangunan. Gizi yang baik dapat memicu terjadi pembangunan yang pesat

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Kelurahan Penjaringan memiliki lahan seluas 395.43 ha yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekurangan Energi Kronis (KEK) 1. Pengertian Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan ibu hamil dan WUS (Wanita Usia Subur) yang kurang gizi diakibatkan oleh kekurangan

Lebih terperinci

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian. Karakteristik anak 1. jenis kelamin 2. usia. Status Gizi

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian. Karakteristik anak 1. jenis kelamin 2. usia. Status Gizi KERANGKA PEMIKIRAN Perkembangan kognitif merupakan suatu proses psikologis yang terjadi dalam bentuk pengenalan, pengertian, dan pemahaman dengan menggunakan pengamatan, pendengaran, dan pemikiran (Baraja

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 36 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Sukawening merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Desa ini memiliki luas wilayah sebesar

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT

LAMPIRAN KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT 65 LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT FILE : AllData Sheet 1 CoverInd

Lebih terperinci