HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 36 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Sukawening merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Desa ini memiliki luas wilayah sebesar Ha dan terdiri atas 7 RW serta 29 RT. Sebelah utara desa berbatasan dengan Desa Neglasari, Sinarsari, dan Ciherang, sebelah timur berbatasan dengan Desa Ciapus, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sukadamai, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Petir. Desa Sukawening terletak sekitar 3 km dari pusat Pemerintahan Kecamatan, 35 km dari pusat Pemerintahan Kabupaten, 135 km dari pusat Ibukota Propinsi, dan 65 km dari pusat Ibukota Negara. Secara geografis Desa Sukawening terletak pada ketinggian tanah 550 meter, dengan curah hujan rata-rata sebesar 33mm/tahun dan suhu udara ratarata 24ºC. Sementara berdasarkan topografi, Desa Sukawening terdiri ata 93 ha dataran dan 26 ha perbukitan dengan tingkat erosi ringan sebesar 1.5 ha. Berdasarkan data tahun 2006, jumlah penduduk Desa Sukawening adalah sebesar 7326 jiwa dengan 1928 kepala keluarga (KK) dan kepadatan penduduk 2.46/km 2. Berdasarkan jenis kelamin, penduduk terdiri atas 3772 lakilaki dan 3554 perempuan yang sebarannya menurut kelompok usia disajikan pada Tabel 5. Jumlah penduduk yang berada pada usia produktif (15-60 tahun) sebesar 2212 laki-laki dan 2268 perempuan dengan tingkat pendidikan kelompok usia produktif didominasi oleh tamat SD. Tabel 5 Sebaran jumlah penduduk berdasarkan kelompok usia Kelompok usia Laki-laki Perempuan Jumlah % ke atas

2 37 Mata pencaharian penduduk sangat beragam. Petani dan pedagang merupakan profesi yang paling banyak ditekuni, disusul dengan supir dan buruh tani. Sebaran matapencaharian penduduk disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran matapencaharian penduduk Mata pencaharian Jumlah % PNS TNI POLRI Swasta Wiraswasta Dagang Tani Pertukangan Buruh Tani Pemulung Jasa (PRT) Pengemudi/Supir Tukang ojek Desa Sukawening mempunyai beberapa sarana dan prasarana, antara lain sarana dan prasarana sosial, pendidikan, kesehatan, dan pengairan. Prasarana sosial meliputi 1 kantor desa, 9 masjid, dan 23 mushola. Prasarana pendidikan terdiri atas 3 Sekolah Dasar (SD) dan 1 Sekolah Menengah Pertama, sedangkan prasarana kesehatan, antara lain 1 Puskemas Pembantu (Pustu) dan 10 Posyandu. Sarana dan prasarana pengairan terdiri dari 36 mata air, 1 unit PAM, 1 hidran umum, serta 573 sumur gali dan sumur pompa. Karakteristik Keluarga Keluarga adalah sekelompok orang yang tinggal atau hidup bersama dalam satu rumah tangga dan ada ikatan darah. Jumlah contoh dalam penelitian ini adalah 30 keluarga dengan satu diantaranya adalah keluarga dengan status perkawinan cerai. Pendidikan Orang Tua Salah satu faktor sosial ekonomi yang ikut mempengaruhi tumbuh kembang anak adalah pendidikan (Supariasa et al. 2002). Pendidikan yang tinggi diharapkan sampai kepada perubahan tingkah laku yang baik (Suhardjo 1989).

3 38 Sebaliknya tingkat pendidikan yang rendah mempunyai konsekuensi terhadap rendahnya kemampuan ekonomi, pengetahuan gizi, dan pola asuh anak, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kemampuan penyediaan dan pemilihan pangan dalam kuantitas maupun kualitas yang cukup. Kondisi ini kemudian akan mempengaruhi kesehatan dan status gizi anggota keluarga terutama anak. Tabel 7 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan orang tua balita masih rendah. Persentase tertinggi tingkat pendidikan ayah (40.0%) dan ibu (50.0%) hanyalah tamat SD/sederajat. Pada tabel 7 terlihat pula bahwa hanya terdapat 20.0% ayah yang berpendidikan SMA/sederajat dan masih terdapat 6.7% ayah yang tidak tamat SD. Sementara pada tingkat pendidikan ibu hanya sebesar 3.3% ibu yang berpendidikan Perguruan Tinggi dan 6.7% berpendidikan SMA/sederajat, sedangkan sebanyak 10.0% ibu tidak tamat SD. Tabel 7 Sebaran tingkat pendidikan orang tua balita Jenjang Ayah Ibu n % n % tidak tamat SD SD/Sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat PT Total Ibu sebagai gate keeper utama dalam keluarga berperan penting dalam menentukan proses tumbuh kembang anak. Hasil penelitian Rivera et al. (1995) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada anak. Tingkat pendidikan ibu dapat berpengaruh pada perilaku ibu dalam mengelola rumah tangga, termasuk dalam konsumsi pangan, perawatan kesehatan dan higiene, serta pemberian stimulasi yang tepat kepada anak. Tingkat pendidikan juga sangat mempengaruhi kemampuan penerimaan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak yang akan membantu ibu memberikan pengasuhan yang maksimal. Pekerjaan dan Pendapatan Pekerjaan memiliki hubungan yang erat dengan pendapatan. Sementara aspek pendapatan merupakan salah satu aspek sosial ekonomi yang dapat mendukung terjadinya kekurangan gizi. Tingkat pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan terhadap kuantitas dan kualitas makanan yang

4 39 dikonsumsi. Rendahnya pendapatan menyebabkan daya beli terhadap makanan menjadi rendah dan konsumsi pangan keluarga akan berkurang. Kondisi ini akhirnya akan mempengaruhi kesehatan dan status gizi keluarga (Riyadi et al. 1990). Berdasarkan Tabel 8, sebagian besar ayah balita bermatapencaharian sebagai buruh bangunan/industri (40.0%) dan pedagang (33.3%) yang tidak memiliki pendapatan yang tetap. Sedangkan hampir seluruh ibu (86.7%) tidak bekerja atau hanya menjadi ibu rumah tangga, sisanya sebanyak 10.0% bekerja sebagai pedagang dengan berjualan di rumah dan sebanyak 3.3% sebagai pembantu rumah tangga. Tabel 8 Sebaran pekerjaan orang tua balita Jenis pekerjaan n % Ayah tidak bekerja buruh bangunan/industri guru pedagang karyawan swasta PNS supir dan buruh industri lainnya Total Ibu tidak bekerja wirausaha PRT Pendapatan per kapita keluarga adalah seluruh pendapatan anggota keluarga per bulan dibagi jumlah anggota keluarga. Besarnya pendapatan tergantung pada jenis pekerjaan kepala keluarga dan anggota keluarga lainnya. Pendapatan per kapita keluarga balita berkisar dari Rp sampai Rp dengan rata-rata Rp Apabila dibandingkan dengan garis kemiskinan Propinsi Jawa Barat pada tahun yaitu sebesar Rp (BPS 2010) maka diperoleh persentase keluarga miskin sebanyak 60.0%. Sebaran status ekonomi keluarga balita disajikan pada Tabel 9.

5 40 Tabel 9 Sebaran keluarga balita berdasarkan garis kemiskinan Jawa Barat tahun 2010 Status ekonomi keluarga n % Miskin (< ) Tidak miskin (>201138) Rata-rata ± SD ± Pendapatan yang kurang tidak memungkinkan keluarga dapat menyiapkan makanan yang terbaik untuk anak. Pendapatan dalam satu keluarga akan mempengaruhi aktifitas keluarga dalam pemenuhan kebutuhan keluarga (Yuliana 2004). Akan tetapi besarnya pendapatan pada keluarga tidak miskin, juga tidak menjamin pola konsumsi pangan yang lebih baik. Kadang-kadang perubahan utama yang justru terjadi dalam kebiasaan makan adalah pangan yang dimakan itu lebih mahal terutama apabila tidak didukung oleh pengetahuan gizi yang baik. Menurut Suhardjo (1989) di negara-negara berkembang golongan keluarga miskin menggunakan bagian terbesar dari pendapatan untuk memenuhi kebutuhan makanan yaitu umumnya dua per tiga dari pendapatannya. Namun sebaliknya. apabila pendapatan semakin baik, maka pengeluaran untuk non pangan akan semakin besar, mengingat semua kebutuhan pokok untuk makan sudah terpenuhi. Besar Keluarga Besar keluarga menggambarkan jumlah anggota keluarga yang tinggal bersama dalam satu atap dan hidup dari pendapatan yang sama. Sebagian besar (70.0%) keluarga balita merupakan keluarga kecil dengan jumah anggota keluarga 4 orang, dan sisanya (30.0%) merupakan keluarga sedang dengan anggota keluarga 5-7 orang, dengan rata-rata 4.3 orang, nilai minimum 2 dikarenakan status bercerai dan nilai maksimum 7. Sebaran besar keluarga balita dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Sebaran jumlah anggota keluarga balita Besar keluarga n % Kecil ( 4 orang) Sedang (5-6 orang) Besar ( 7 orang) 0 0 Rata-rata + SD 4.3 ± 1.24

6 41 Meski tidak hidup dari penghasilan yang sama, sebanyak 20% keluarga balita tinggal bersama dengan dua sampai empat keluarga di bawah satu atap, yang sebarannya dapat dilihat pada Tabel 11. Pada umumnya kondisi tersebut terjadi apabila keluarga inti balita (ayah, ibu, adik, kakak) masih tinggal bersama dengan kakek dan neneknya namun telah terpisah secara keuangan keluarga. Adapula yang tinggal bersama dengan kerabat dekat lainnya. Tabel 11 Sebaran jumlah keluarga yang tinggal dalam satu atap Jumlah keluarga n % 1 keluarga > 1 keluarga Rata-rata + SD 1.3 ± 0.70 Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu Menurut Suhardjo (1996) pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Praktek konsumsi pangan merupakan hasil interaksi dari pengetahuan gizi dan sikap terhadap gizi. Pengetahuan gizi dapat membentuk praktek pangan secara langsung dan dapat juga mempengaruhi praktek pangan melalui sikap. Secara tidak langsung pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi status gizi balita, karena dengan pengetahuannya para ibu dapat mengasuh dan memenuhi gizi anak balitanya, yang pada gilirannya dapat menjamin asupan gizi anak. Pengetahuan gizi yang diukur pada penelitian ini meliputi pengetahuan ibu seputar kehamilan, tumbuh kembang anak, praktek pemberian ASI dan MP-ASI, serta pengetahuan mengenai zat gizi dan pangan sumber zat gizi. Tabel 12 menunjukkan sebaran item yang dijawab benar oleh ibu balita. Item pertanyaan yang dijawab benar oleh seluruh ibu adalah pertanyaan mengenai bahaya rokok dan asap rokok bagi ibu hamil, sedangkan item pertanyaan yang paling sedikit diketahui oleh ibu balita adalah pertanyaan mengenai penyebab kejadian anemia atau kurang darah (23.3%).

7 42 Tabel 12 Sebaran item pertanyaan yang dijawab dengan benar oleh ibu balita Jawaban No Pertanyaan benar n % I. Pengetahuan mengenai kehamilan 1 Porsi makan ibu ketika hamil sebaiknya lebih banyak dibandingkan saat tidak hamil (Benar) Anemia atau kurang darah dapat terjadi dikarenakan kekurangan vitamin A (Salah) Salah satu akibat apabila ibu hamil mengalami anemia (kurang darah) adalah berat badan bayi ketika lahir rendah (Benar) Rokok dan asap rokok adalah hal yang berbahaya bagi ibu hamil (Benar) Kecukupan gizi ibu ketika hamil akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak setelah lahir (Benar) II. Pengetahuan mengenai tumbuh kembang balita 6 Masa kritis (emas) pertumbuhan dan perkembangan anak terjadi sejak dalam kandungan hingga usia 2 tahun (Benar) Seorang anak dikatakan sehat apabila gemuk/gendut badannya (Salah) III. Pengetahuan mengenai praktek pemberian ASI dan MP-ASI 8 Untuk mendukung pertumbuhan anak sebaiknya makanan tambahan selain ASI diberikan setelah usia satu bulan (Salah) ASI cukup diberikan hingga anak berusia 18 bulan (Salah) Pada usia 9 bulan anak boleh diberikan makanan seperti orang dewasa (Salah) IV. Pengetahuan mengenai zat gizi dan pangan sumber zat gizi 11 Contoh bahan makanan yang mengandung protein hewani adalah telur (Benar) Zat gizi untuk mendukung pertumbuhan anak adalah protein (Benar) Rabun/buta senja pada mata disebabkan kekurangan vitamin C (Salah) Nasi adalah makanan sumber karbohidrat (Benar) Garam beryodium dapat mencegah anemia (Salah) Bahan makanan sumber zat besi adalah hati (Benar) Vitamin D dan kalsium dibutuhkan dalam pertumbuhan karena sehat untuk mata (Salah) Makanan yang banyak mengandung kalsium adalah susu (Benar) Asam lemak jenuh omega-3. DHA dan EPA yang banyak ditambahkan pada susu berfungsi untuk energi bagi tubuh (Salah) Vitamin A banyak didapat dari sayuran berwarna hijau (Benar) Rendahnya persentase ibu yang menjawab benar item pertanyaan mengenai penyebab kejadian anemia atau kurang darah menandakan bahwa pengetahuan ibu mengenai kejadian anemia yang banyak terjadi pada ibu hamil sangat rendah dan sangat beresiko bagi kehamilan yang tidak sehat. Pemeriksaan rutin kehamilan kepada bidan desa merupakan cara penjagaan

8 43 kesehatan kehamilan yang umumnya dilakukan para ibu meskipun mereka tidak cukup memahami pengetahuan penting seputar kehamilan. Pertanyaan mengenai tumbuh kembang balita telah dapat dijawab dengan baik oleh sebagian besar ibu (83.3% dan 80.0%). Sementara lebih dari separuh ibu menjawab salah mengenai usia minimal pemberian ASI (53.3%). Para ibu banyak yang beranggapan bahwa memberikan ASI cukup hanya sampai anak berusia 18 bulan atau 1.5 tahun. Sebagian besar ibu mampu menjawab dengan benar contoh bahan pangan sumber protein hewani (80.0%), zat gizi untuk mendukung pertumbuhan (96.7%), zat gizi yang kaya terkandung dalam nasi (93.3%), dan bahan makanan yang banyak mengandung kalsium (90.0%). Meskipun demikian pengetahuan yang baik juga harus didukung oleh sikap dan keterampilan yang baik sehingga dapat dipraktekkan dengan baik dan tepat sesuai kebutuhan. Secara keseluruhan lebih dari separuh ibu balita memiliki tingkat pengetahuan gizi yang sedang (skor 60-80) (60%), sebanyak 30% ibu memiliki tingkat pengetahuan gizi yang tinggi (skor >80), dan hanya 10% ibu yang memiliki tingkat pengetahuan gizi rendah (skor <60). Sebaran tingkat pengetahuan gizi ibu disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Sebaran tingkat pengetahuan gizi ibu balita Tingkat pengetahuan gizi ibu n % Rendah (>60) 3 10 Sedang (60-80) Tinggi (<80) 9 30 Total Rata-rata ± SD 74.2 ± Pengetahuan gizi ibu yang sebagian besar berada pada kategori sedang (60%) dengan rata-rata skor 74.2, dapat disebabkan oleh tingkat pendidikan ibu yang masih didominasi tamatan SD/sederajat (50%) dan SMP/sederajat (30%), serta kurangnya akses terhadap informasi gizi dan pelayanan kesehatan. Pengetahuan gizi seseorang dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun non formal serta melalui media massa. Hasil penelitian Ariefani (2009) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan dan akses ibu terhadap informasi dan pelayanan gizi dan kesehatan, semakin tinggi pula tingkat pengetahuan gizi ibu tersebut. Berbagai informasi gizi dan kesehatan dapat diperoleh dengan melihat atau mendengar sendiri, melalui alat-alat komunikasi

9 44 seperti membaca surat kabar/majalah, mendengarkan siaran radio, menyaksikan siaran televisi, atau melalui penyuluhan. Akses ibu terhadap informasi dan pelayanan gizi dan kesehatan ditentukan oleh pendidikan ibu serta motivasi ibu untuk mendapatkan layanan gizi dan kesehatan (Engle, Menon & Haddad 1997). Usia Karakteristik Anak Balita Usia anak balita diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu bulan, bulan, dan bulan, sesuai dengan instrumen perkembangan bahasa yang digunakan. Usia anak balita pada penelitian ini sebagian besar berada pada rentang usia bulan dan bulan dengan persentase masingmasing sebesar 43.3% dan rata-rata 44.2 bulan. Sisanya berada pada rentang usia bulan sebanyak 13.3%. Tabel 14. Sebaran usia balita dapat dilihat pada Tabel 14 Sebaran anak balita menurut kelompok usia Usia (bulan) n % Rata-rata ± SD 44.2 ± 7.64 Jenis Kelamin Kekurangan gizi dapat terjadi pada setiap orang baik karena kurangnya asupan maupun karena faktor penyakit infeksi yang diderita. Anak laki-laki maupun anak perempuan mempunyai peluang yang sama mengalami kurang gizi kronik yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya stunting. Persentase jenis kelamin anak balita pada penelitian ini tersebar merata, yaitu 50.0% laki-laki dan 50.0% perempuan yang disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Sebaran anak balita menurut jenis kelamin Jenis kelamin n % Laki-laki Perempuan

10 45 Berat Badan Lahir Berat badan lahir merupakan salah satu indikator penting bagi kesehatan bayi, sebab bayi yang lahir dengan berat badan yang rendah (<2500 gram) beresiko tinggi mengalami kurang gizi dan gangguan dalam tahapan perkembangannya. Tabel 16 menunjukkan bahwa hampir seluruh anak balita lahir dengan berat badan yang cukup atau normal (93.3%) dan hanya sebagian kecil yang lahir dengan berat badan yang kurang atau rendah (6.7%). Hasil ini menunjukkan bahwa kurang gizi kronik yang dialami balita stunted diduga tidak terjadi sejak dalam kandungan, namun terjadi karena kuantitas dan kualitas makanan pendamping (sampai usia 2 tahun) maupun pengganti ASI (setelah usia 2 tahun) yang tidak mencukupi. Tabel 16 Sebaran berat badan lahir anak balita Berat badan lahir n % < 2500 gram gram Riwayat Pemberian ASI ASI (Air Susu Ibu) merupakan makanan pertama dan utama bagi bayi. ASI merupakan makanan yang paling ideal bagi bayi karena mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan bayi. Pemberian ASI dengan tepat kepada bayi akan memberikan banyak dampak positif bagi kesehatan dan proses tumbuh kembangnya. ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi seimbang dan sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI juga mengandung zat-zat penting yang akan memberi perlindungan kepada bayi dari serangan penyakit dan alergi, serta membantu pengembangan kecerdasan bayi secara optimal. Pemberian ASI juga akan menunjang perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional, kematangan spiritual, dan perkembangan sosialisasi yang baik bagi bayi (Roesli 2000). Tabel 17 menunjukkan bahwa hampir seluruh ibu balita memberikan ASI kepada anaknya (96.7%) dan hanya seorang ibu yang tidak memberikan (3.3%) dikarenakan alasan ASI tidak keluar.

11 46 Tabel 17 Sebaran riwayat pemberian ASI Pemberian ASI n % Ya Tidak WHO dan UNICEF menganjurkan pemberian ASI ekslusif kepada bayi hingga usia 6 bulan dan pemberiannya tetap diteruskan hingga usia 2 tahun atau lebih dengan didampingi makanan padat yang benar dan tepat. Hal ini disebabkan banyak kandungan dan manfaat ASI yang masih dibutuhkan anak dan justru meningkat di tahun kedua (12-24 bulan), seperti zat anti bodi, lemak, dan vitamin A (Roesli 2000). Tabel 18 menunjukkan persentase usia penyapihan anak balita tersebar hampir cukup merata pada setiap rentang usia, secara berturut-turut, yaitu pada usia bulan sebanyak 23.3%, pada usia bulan sebanyak 26.7%, persentase terbesar yaitu pada usia 24 bulan sebanyak 33.3%, dan sebagian kecil pada usia lebih dari 24 bulan sebesar 13.3%. Tabel 18 Sebaran usia penyapihan anak balita Usia penyapihan n % bulan bulan bulan > 24 bulan Total Tindakan penyapihan yang dilakukan ibu pada berbagai rentang usia tertentu pada umumnya dilatarbelakangi oleh alasan tertentu. Ibu yang menyapih pada usia bulan sebagian besar mengaku memang merencanakan untuk menghentikan pemberian ASI pada usia tersebut (10%). Begitu pula pada sebagian besar ibu yang menyapih pada usia bulan (10%). Para ibu umumnya sengaja menghentikan pemberian ASI karena percaya dengan menghentikan pemberian ASI, anak mereka akan banyak makan sehingga bisa tumbuh dengan baik. Sementara ibu yang menyapih pada usia 24 bulan kebanyakan telah mengetahui bahwa ASI memang sebaiknya diberikan hingga anak usia 2 tahun (16.7%). Para ibu yang menyapih anaknya pada usia lebih dari 24 bulan kebanyakan disebabkan anaknya susah untuk berhenti menyusu (6.7%). Sebaran alasan usia penyapihan anak disajikan pada Tabel 19.

12 47 Tabel 19 Sebaran alasan usia penyapihan anak Alasan usia penyapihan n % bulan Dibantu dengan susu Budaya/kepercayaan Sengaja diberhentikan Putting susu lecet Bayi tidak lagi mau menyusu bulan Dibantu dengan susu Sengaja diberhentikan Ibu tidak sehat Putting susu lecet Bayi tidak lagi mau menyusu Sulit diberhentikan bulan Sesuai yang dianjurkan Budaya Sengaja diberhentikan Sulit diberhentikan Untuk menaikkan berat badan anak > 24 bulan Sulit diberhentikan Sengaja diberhentikan Untuk menaikkan berat badan anak Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama dianjurkan dengan berdasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan perkembangannya. ASI memberi semua energi dan zat gizi yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan pertama hidupnya. Pemberian ASI eksklusif juga akan mengurangi tingkat kematian bayi yang disebabkan berbagai penyakit yang umum menimpa anak-anak seperti diare dan radang paru, serta mempercepat pemulihan bila sakit (Linkages 2002). Berbagai penelitian membuktikan bahwa ternyata bayi yang diberikan ASI eksklusif akan lebih sehat dan lebih jarang sakit serta memiliki IQ yang lebih tinggi dibandingkan bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif. ASI eksklusif berarti memberikan ASI saja tanpa tambahan cairan lainnya, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, atau air putih, serta tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim (Roesli 2000).

13 48 Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktek pemberian ASI eksklusif tidak dilakukan oleh seorang ibu balita pun. Para ibu telah memberikan beberapa makanan/minuman selain ASI sebelum usia 6 bulan seperti, air putih (86.7%), madu (40.0%), bubur saring (6.7%), biskuit (3.3%), bubur tepung (13.3%), pisang (6.7%), dan susu (6.7%). Para ibu yang menginginkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama menganggap bahwa yang dilarang untuk diberikan sebelum 6 bulan hanyalah pemberian makanan padat seperti pisang atau bubur, karena akan berbahaya bagi bayi, sedangkan pemberian cairan terutama air putih tidak akan berdampak apapun dan dapat dijadikan sebagai pendamping ASI selama 6 bulan pertama. Tabel 20 menyajikan sebaran riwayat pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama usia balita. Tabel 20 Sebaran riwayat pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama ASI eksklusif n % Ya Tidak Makanan/minuman yang diberikan sebelum 6 bulan n % air putih madu bubur saring biskuit bubur tepung pisang susu Tabel 21 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang memberikan air putih sebagai pendamping ASI pada 6 bulan pertama usia bayi (60.0%) menyatakan khawatir bayi akan haus. Mereka menganggap bahwa ASI adalah makanan bukan minuman sehingga air putih dibutuhkan untuk menghilangkan rasa seret setelah pemberian ASI, serta untuk menghilangkan rasa haus bayi. Air putih mulai diberikan setelah bayi lahir. Para ibu yang memberikan madu, sebagian besar (40.0%) dilatarbelakangi oleh alasan budaya dikarenakan ASI belum keluar sebelum hari ketiga setelah melahirkan sehingga madu akan diberikan sebagai pengganti setelah lahir sampai ASI keluar. Sementara persentase tertinggi ibu yang memberikan makanan padat, seperti bubur saring, biskuit, bubur tepung, pisang, serta susu disebabkan anggapan bahwa bayi lapar karena hanya sedikit ASI yang keluar (20.0%). Makanan padat seperti

14 49 bubur saring, biskuit, bubur tepung, dan pisang hampir seluruhnya diberikan mulai usia 4 bulan (30.0%), sedangkan susu diberikan mulai setelah lahir (6.7%). Tabel 21 Sebaran alasan pemberian makanan/minuman sebelum usia 6 bulan Alasan memberikan makanan/minuman sebelum 6 bulan n % air putih takut bayi haus supaya bayi sehat gantian dengan ASI untuk diperjalanan menurunkan demam madu budaya mengobati sariawan bubur saring. bubur tepung. pisang dan susu ingin mencoba memberikan tambahan ASI bayi lapar,asi sedikit atau kurang ASI tidak keluar Usia pemberian n % air putih 0 bulan madu 0 bulan bubur saring, biskuit, bubur tepung, dan pisang <4 bulan bulan susu 0 bulan Menurut Linkages (2002) pemberian cairan sebelum bayi berusia 6 bulan berisiko membahayakan kesehatan bayi. Tambahan cairan sebelum waktunya akan meningkatkan resiko kekurangan gizi dan resiko terkena penyakit. ASI telah mengandung air sebagai komponen utama, yaitu sebanyak 88% ASI mengandung semua yang diperlukan untuk menghilangkan rasa haus dan membuat bayi merasa kenyang. ASI adalah makanan dan minuman terbaik bagi bayi agar tumbuh kuat dan sehat. Konsumsi air putih atau cairan lain meskipun dalam jumlah yang sedikit, akan membuat bayi merasa kenyang sehingga tidak mau menyusu, padahal ASI kaya dengan gizi yang sempurna untuk bayi. Meskipun madu tampaknya seperti makanan sehat dan alami untuk bagi bayi, pemberian madu sebelum 1 tahun banyak tidak direkomendasikan. Hal ini

15 50 disebabkan madu beresiko mengandung bakteri Clostridium botulinum yang bisa menghasilkan racun pada saluran cerna bayi yang belum sempurna dan dikenal sebagai toksin botulinum (infant botulism) yang berbahaya bagi sistem saraf bayi. Begitu pula bagi pemberian makanan padat yang terlalu dini. Apabila bayi diberikan makanan tambahan di bawah usia 6 bulan, maka ada kemungkinan bayi dapat mengalami gangguan pencernaan maupun alergi. Hal ini disebabkan sistem pencernaan dan sistem kekebalan tubuh bayi yang masih belum sempurna. Pemberian makanan padat yang terlalu dini juga dapat menyebabkan beban yang berlebihan bagi ginjal bayi dan terjadi hyperosmolalitas (Krisnatuti & Yenrina 2000). Pemberian cairan dan makanan sebelum 6 bulan juga dapat menjadi sarana masuknya bakteri patogen, sementara bayi merupakan tahapan usia yang sangat rentan. Susu formula adalah produk berupa tepung (umumnya susu sapi) yang telah diformulasikan sedemikian rupa sehingga komposisinya mendekati air susu ibu (Muchtadi 2002). Menurut Arisman (2004) susu formula merupakan susu selain ASI yang diberikan kepada bayi sampai usia satu tahun. Pada penelitian ini juga dilihat persentase riwayat pemberian susu formula sebelum usia 6 bulan pada bayi. Tabel 22 menunjukkan bahwa sebanyak 6.7% ibu memberikan susu formula. Alasan pemberian adalah karena ASI tidak keluar dan sebagai tambahan makanan bagi bayi karena ASI hanya keluar sedikit. Sebagian besar ibu telah menyadari pentingnya pemberian ASI saja dibandingkan susu formula (90.0%). Tabel 22 Sebaran pemberian susu formula sebelum usia 6 bulan Susu formula n % Ya Tidak Alasan pemberian susu formula n % Ya Tidak ASI sedikit atau kurang ASI tidak keluar tidak mau memberikan/cukup dengan ASI rawan diare pernah mencoba tapi tidak cocok 1 3.3

16 51 Pemberian susu formula tidaklah lebih menguntungkan daripada pemberian ASI. ASI merupakan makanan bayi yang paling sempurna. kandungan gizi sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal pada anak. ASI juga mengandung zat untuk perkembangan kecerdasan, zat kekebalan (mencegah dari berbagai penyakit) dan dapat menjalin hubungan cinta kasih antara bayi dengan ibu (Judarwanto 2008). Menurut Khasanah (2011) kandungan susu formula tidak bisa menyamai kandungan gizi lengkap ASI meskipun dilakukan usaha fortifikasi. Disisi lain banyak temuan bahwa anak yang diberikan susu formula lebih rentan terkena infeksi, seperti diare atau jatuh sakit karena kurangnya higienitas, serta beresiko menyebabkan alergi. Selain itu harga dari susu formula yang relatif mahal menyebabkan pada beberapa kejadian terdapat kecenderungan untuk mengencerkan susu formula, sehingga kandungan gizinya yang tidak lagi memenuhi kebutuhan bayi (Muchtadi 2002). Status Gizi Anak Balita Status gizi adalah salah satu aspek status kesehatan yang dihasilkan dari asupan, penyerapan, dan penggunaan pangan, serta terjadinya infeksi, trauma, dan faktor metabolik. Menurut Suhardjo (1986) status gizi merupakan keadaan tubuh yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan makanan. Berdasarkan pemantauan status gizi balita dengan indeks TB/U menggunakan baku antropometri WHO 2005, sebesar 80.0% anak balita memiliki status gizi pendek atau stunted, sedangkan 20.0% anak lainnya berstatus gizi sangat pendek atau severe stunted, dengan rata-rata nilai Z-skor sebesar Indikator TB/U berguna untuk menggambarkan status gizi masa lalu sehingga kejadian stunting atau kependekan menggambarkan riwayat kurang gizi kronik atau dalam jangka waktu yang lama. Sebaran status gizi balita dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Sebaran status gizi anak balita berdasarkan indeks TB/U Status gizi n % Pendek (stunted) Sangat pendek (severe stunted) Rata-rata ± SD Z-skor ± 0.48

17 52 Status Kesehatan Anak Balita Status kesehatan anak balita merupakan aspek dari kualitas fisik anak balita yang dapat mempengaruhi status gizi. Tabel 24 menunjukkan bahwa lebih dari separuh anak balita pernah mengalami sakit dalam sebulan terakhir (63.3%). Tabel 24 Sebaran status kesehatan anak balita dalam satu bulan terakhir Status kesehatan anak balita n % Sakit Tidak sakit Tabel 25 menunjukkan bahwa jenis penyakit yang paling banyak diderita anak balita dalam satu bulan terakhir adalah batuk, pilek (20.0%) serta pilek/influenza dan panas/demam (16.7%). Tabel 25 Sebaran jenis penyakit yang diderita anak balita dalam satu bulan terakhir Jenis penyakit n % Pilek Batuk biasa Batuk,pilek Panas/demam Panas, pilek, batuk (ISPA) Diare Sementara Tabel 26 menunjukkan bahwa persentase tertinggi frekuensi sakit anak balita dalam satu bulan terakhir adalah sebanyak satu kali (53.3%). Adapun persentase tertinggi lama anak sakit dalam satu bulan terakhir adalah 4-7 hari (30.0%) dengan rata-rata 4.6 hari. Tabel 26 Sebaran frekuensi dan lama sakit anak balita dalam satu bulan terakhir Frekuensi sakit n % 1 kali > 1 kali Total Rata-rata ± SD 1.0 ± 0.20 Lama sakit n % 1-3 hari hari hari Total Rata-rata ± SD 4.6 ± 3.28

18 53 Sanitasi Lingkungan Pemukiman Menurut Syarief (1992) status gizi juga dipengaruhi oleh sanitasi termasuk sanitasi lingkungan pemukiman. Pemukiman yang sanitasi lingkungannya tidak baik memungkinkan seseorang dapat menderita penyakit infeksi yang dapat menyebabkan seseorang dapat menjadi kurang gizi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan kejadian kurang gizi dan sanitasi lingkungan yang buruk (Yulia 2008). Kondisi sanitasi dilihat dari penyediaan air bersih, jenis lantai rumah, dan kepemilikan kamar mandi. Sarana Air Bersih Tersedianya sarana air bersih merupakan salah satu syarat rumah sederhana sehat. Kualitas dari air bersih yang akan digunakan sebagai air minum diantaranya, yaitu jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, dan tidak mengandung bibit penyakit. Sebaran sarana air bersih keluarga balita disajikan pada Tabel 27. Lebih dari separuh keluarga balita menggunakan sumur dengan kedalaman rata-rata 8-12m (60%) sebagai sumber air minum. Sebanyak 16.7% menggunakan ledeng/pam, sedangkan sebanyak 20.0% keluarga masih menggunakan mata air tak terlindungi, dan 3.3% keluarga menggunakan sungai. Sebanyak 53.3% dari pengguna sumur memakai pompa mesin untuk mengalirkan air, sementara 6.7% lainnya masih timba. Tabel 27 Sebaran sarana air bersih keluarga balita Sarana penyediaan air bersih n % Mata air tidak terlindungi PAM 5 16,7 Sumur terlindungi Sungai Total Menurut Subandriyo et al (1997) dalam Sukandar (2007), sumber minum air yang bersih dan sehat dapat diperoleh dari air pompa, air ledeng, sumur yang terlindungi, dan mata air yang terlindungi. Berdasarkan sarana penyediaan air bersih yang digunakan keluarga balita, hanya keluarga yang menggunakan PAM (air ledeng) dan sumur yang dapat memberikan air yang bersih dan sehat bagi anggota keluarga selama kebersihan sumur terus dapat terlindungi dengan baik dari segala macam pencemaran yang dapat merusak kualitas air.

19 54 Jenis Lantai Rumah Lantai merupakan bagian dari rumah yang paling banyak berinteraksi dengan seluruh anggota keluarga, tidak terkecuali anak balita. Jenis lantai rumah dapat mempengaruhi tingkat kesakitan anak balita, sebab lantai dapat menjadi sumber penyakit seperti cacingan dan penyakit penyebab sakit perut (Latifah et al. 2002). Sebaran jenis lantai rumah keluarga balita disajikan pada Tabel 28. Tabel 28 Sebaran jenis lantai rumah keluarga balita Lantai rumah n % Keramik Plester/semen Bambu Total Seluruh keluarga balita telah memiliki rumah dengan lantai yang sesuai dengan persyaratan rumah sehat, dengan persentase tertinggi menggunakan lantai plester/semen (50.0%). Menurut Latifah et al. (2002) rumah dikatakan sehat apabila memenuhi persyaratan, yaitu lantai rumah harus mudah dibersihkan seperti keramik, teraso, tegel atau semen, dan kayu atau bambu. Kepemilikan Kamar Mandi Pengelolaan pembuangan limbah kotoran manusia merupakan hal penting yang harus diperhatikan, dikarenakan banyak penyakit yang dapat disebabkan melalui pembuangan manusia. Penyakit-penyakit tersebut disebarkan melalui air (water borne disease), seperti penyakit pada saluran cerna, infeksi cacing gelang, dan disentri (Yulia 2008). Menurut Entjang (2000) pembuangan kotoran yang tidak sesuai dengan aturan akan memudahkan terjadinya water borne disease. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70.0% keluarga balita telah mempunyai WC sendiri, 20.0% menggunakan WC umum, sedangkan sebanyak 10.0% membuang hajat di sungai. Sebaran kepemilikan kamar mandi keluarga balita dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29 Sebaran kepemilikan kamar mandi keluarga balita Kamar Mandi n % Sungai WC sendiri WC umum

20 55 Perilaku Higiene Higiene merupakan usaha kesehatan untuk mencegah penyakit. Menurut Fewtrell et al. (2007), sanitasi dan higiene dapat berpengaruh terhadap kejadian infeksi, seperti diare dan ISPA, yang kemudian dapat menjadi penyebab terjadinya kekurangan gizi. Perilaku Higiene Ibu Perilaku higiene ibu yang dilihat pada penelitian ini adalah mencuci bahan makanan sebelum dimasak, memasak air (minum) hingga mendidih, mencuci tangan dengan sabun sebelum mengolah makanan, dan mencuci tangan dengan sabun sebelum memberi makan anak balita. Tabel 30 menunjukkan sebaran perilaku higiene ibu balita. Tabel 30 Sebaran perilaku higiene ibu balita Kadangkadang pernah Tidak Selalu Perilaku higiene ibu Total n % n % n % n % Mencuci bahan makanan sebelum dimasak Memasak air (minum) hingga mendidih Mencuci tangan dengan sabun sebelum mengolah makanan Mencuci tangan dengan sabun sebelum memberi makan anak balita Mencuci atau membersihkan bahan makanan sebelum dimasak merupakan hal yang tidak boleh dianggap remeh. Bahan makanan yang berasal dari pasar, warung, atau kebun biasanya masih kotor dan mengandung berbagai macam kotoran atau telah terkontaminasi oleh lalat maupun debu. Pencucian bahan-bahan makanan sampai bersih terutama sayuran dapat menghilangkan telur-telur cacing yang menempel di sayuran tersebut. Pencucian bahan makanan sebelum dimasak dapat mencegah terjadinya infeksi cacing ke dalam tubuh (cacingan). Penyediaan air minum yang bersih dan bebas penyakit bagi anggota keluarga terutama balita yang masih sangat rentan terhadap penyakit dapat dilakukan dengan merebus air hingga mendidih. Harianto (2004) dalam Yulia (2008) mengemukakan bahwa penyakit diare bisa berasal dari air minum yang tidak direbus sampai mendidih.

21 56 Penyakit cacingan dan diare merupakan penyakit infeksi yang cukup banyak berhubungan dengan kejadian kurang gizi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh ibu balita telah membiasakan mencuci bahan makanan sebelum dimasak dan memasak air minum hingga mendidih. Tangan merupakan salah satu jalur masuknya bakteri dan virus ke dalam tubuh serta menjadi penghantar penularan berbagai penyakit. Tangan manusia dalam waktu yang singkat dapat saja bersentuhan dengan berbagai bahan/benda yang mengandung bakteri/virus, seperti tinja, urin, tanah, air, dan sebagainya. Cuci tangan dengan sabun dapat menghilangkan sejumlah besar virus dan bakteri yang menjadi penyebab berbagai penyakit, terutama penyakit yang menyerang saluran cerna, seperti diare dan penyakit infeksi saluran nafas akut. Hampir semua orang mengerti pentingnya cuci tangan dengan sabun, namun tidak membiasakan diri untuk melakukannya dengan benar pada saat yang penting. Persentase terbesar ibu hanya kadang-kadang mencuci tangan dengan sabun sebelum mengolah makanan (40.0%). Sementara ibu yang selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum memberi makan anak mempunyai perbandingan yang tidak jauh berbeda dengan yang tidak pernah melakukannya (40.0% dan 36.7%). Para ibu yang tidak pernah mencuci tangan dengan sabun sebelum menyuapi anak balita beralasan menggunakan sendok untuk menyuapi anaknya sehingga tidak perlu mencuci tangannya terlebih dahulu. Perilaku Higiene Anak Balita Kebersihan adalah faktor yang besar pengaruhnya terhadap kesehatan. Menurut Depkes RI (1997), beberapa kebiasaan yang harus dibiasakan kepada anak agar mereka dapat belajar menjaga kesehatannya sendiri sejak dini, antara lain memotong kuku setiap minggu, mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar, serta menggunakan alas kaki saat berada di luar rumah. Sebaran perilaku higiene anak balita disajikan pada Tabel 31. Pentingnya kebiasaan mencuci tangan sebelum makan masih belum disadari secara penuh oleh para ibu balita. Hal ini terlihat dari persentase tertinggi anak balita tidak pernah dibiasakan mencuci tangan sebelum makan (40.0%). Usaha preventif lain yang dilakukan untuk mencegah bakteri, virus, cacing, dan zat-zat berbahaya lainnya masuk ke dalam tubuh adalah dengan mencuci tangan dengan sabun setelah buang air kecil/besar, menggunakan alas

22 57 kaki jika bermain di luar rumah, dan menggunting kuku. Sebagian besar anak balita sudah terbiasa untuk selalu mencuci tangan setelah buang air kecil/besar (60.0%) dan menggunakan alas kaki di luar rumah (53.3%). Sebagian ibu mengaku kesulitan mengajarkan anak untuk selalu menggunakan alas kaki di luar rumah. Sebanyak 43.3% anak umumnya menggunakan sendal jika keluar rumah kemudian melepasnya ketika bermain. Tabel 31 Sebaran perilaku higiene anak balita Kadangkadang pernah Tidak Selalu Total Perilaku higiene anak balita n % n % n % n % Mencuci tangan dengan sabun sebelum makan Mencuci tangan dengan sabun setelah buang air kecil/besar Menggunakan alas kaki jika bermain di luar rumah Pengguntingan kuku balita merupakan hal yang penting dalam usaha penjagaan kebersihan dan kesehatan balita. Kuku balita tumbuh dengan cepat dan mudah kotor terutama ketika mereka sedang bermain, sehingga berpotensi menjadi jalan masuk bakteri maupun telur cacing ke dalam tubuh. Pengguntingan kuku anak balita umumnya masih dilakukan oleh ibu balita, sehingga penjagaan kebersihan kuku balita masih tergantung pada kebiasaan yang dilakukan oleh para ibu. Lebih dari separuh anak balita telah terbiasa digunting kukunya setiap seminggu sekali (53.3%), sedangkan 30.0% lainnya digunting setiap dua minggu sekali. Hanya 16.7% balita yang dibiasakan digunting kuku lebih dari satu kali dalam seminggu. Pola Asuh Makan Anak Balita Tumbuh kembang anak yang optimal membutuhkan dukungan pengasuhan yang berkualitas baik pula, salah satunya adalah pola asuh makan anak balita yang diterapkan orang tua terutama ibu sebagai penanggung jawab utama dalam pengasuhan anak. Pola asuh makan anak mengacu pada apa dan bagaimana anak makan, serta situasi yang terjadi saat makan (Hastuti 2006). Karyadi (1985) menyatakan bahwa pola asuh makan merupakan praktek-praktek pengasuhan yang berkaitan dengan cara dan situasi pemberian makan kepada anak.

23 58 Tabel 32 Sebaran praktek pemberian makan anak Praktek pemberian makan n % Susunan menu makan balita Makanan pokok, lauk pauk/sayur Makanan pokok, lauk pauk, sayur/ buah Makanan pokok, lauk pauk, sayur, buah Jadwal makan teratur Ya Tidak Frekuensi makan dalam sehari 1 kali kali kali > 3 kali Kebutuhan gizi anak balita dapat terpenuhi melalui praktek pemberian makan yang tepat, serta dengan kuantitas dan kualitas yang cukup. Berdasarkan tabel 32 di atas, sebagian besar anak balita hanya biasa diberikan makanan pokok dan lauk pauk atau sayur (70.0%) dalam menu sehari-harinya. Penentuan menu pada umumnya mengikuti kemauan makan anak yang hanya mau makan hanya dengan lauk saja atau dengan sayur saja, serta mengikuti daya beli yang tidak mampu membeli buah setiap hari, tanpa diiringi pengetahuan yang cukup mengenai pemilihan makanan bergizi dan peranan pentingnya bagi tumbuh kembang balita. Pemilihan makanan yang kurang tepat bagi anak balita dalam menu makannya sehari-hari akan mempengaruhi kecukupan gizinya dan pada akhirnya akan berdampak pada proses tumbuh kembangnya. Pembiasaan jadwal makan yang teratur hanya dilakukan oleh 63.3% ibu. Pemberian makan dengan jadwal yang tidak teratur dapat menyebabkan anak balita susah makan dan akhirnya tidak dapat terpenuhi kebutuhan gizinya. Apabila waktu makan dan sarapan tidak teratur akan membuat mereka biasa melewati waktu makannya dan menyebabkan dirinya tidak lagi merasa lapar (Meutiara 2010). Belum lagi apabila penerapan jadwal makan yang tidak teratur menyebabkan jadwal makan selingan dan minum susu yang terlalu dekat dengan waktu makan utama anak, sehingga membuat anak menjadi enggan untuk makan karena merasa kenyang atau hanya mau makan sedikit (Febry &

24 59 Marendra 2008). Apabila dibiarkan, maka dengan sendirinya asupan gizi anak balita tidak dapat terpenuhi dengan baik. Hanya 43.3% anak yang biasa memiliki frekuensi makan 3 kali sehari belum termasuk selingan. Jumlah frekuensi makan anak balita dalam sehari akan mempengaruhi konsumsi pangannya. Anak balita yang makan lebih dari 3 kali dalam sehari kemungkinan akan lebih mencukupi kebutuhan gizinya dibandingkan dengan anak yang hanya makan 2 kali sehari. Pola asuh makan yang baik bukan hanya mengenai bagaimana memberi makan dengan pola gizi yang baik dan sesuai dengan usia anak, namun juga melibatkan adanya interaksi antara ibu dan anak. Perilaku ibu saat memberi makan anak serta situasi dan kondisi ketika anak diberi makan dapat berpengaruh terhadap konsumsi pangan anak dan pada akhirnya berpengaruh terhadap status gizinya. Situasi dan kondisi saat makan sangat mempengaruhi seseorang dalam menikmati makanannya. Seorang anak balita masih sangat tergantung kepada orang dewasa dalam hal makan, sehingga seorang ibu harus mengetahui beberapa hal agar anak balita tersebut nyaman dalam menyantap makanannya. Separuh ibu membangun kebiasaan makan anaknya dalam situasi disiplin duduk di dalam rumah, baik sambil menonton televisi atau makan bersama anggota keluarga lainnya, sedangkan 46.7% ibu lainnya membiarkan anaknya makan di luar rumah sambil bermain. Para orang tua hendaknya mengupayakan agar aktifitas makan menjadi sesuatu yang menyenangkan. Usaha sebagian ibu hanya difokuskan pada bagaimana membuat anaknya mau makan dan menghabiskan makanannya bukan membangun aktifitas makan sebagai sesuatu yang menyenangkan. Perilaku ibu yang mengajak anaknya makan sambil jalan-jalan atau bermain dengan tujuan agar anak mau makan beresiko makanannya akan tercemar debu sehingga berpotensi menularkan penyakit. Orang tua sebaiknya membiarkan anak untuk makan di dalam rumah sehingga anak paham bahwa makan sebaiknya dilakukan ditempatnya (Westcott 2008). Membangun suasana yang menyenangkan saat makan dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain penyediaan alat makan yang desain yang menarik, melakukan kegiatan yang disukai anak seperti bercerita atau mendengarkan lagu yang disukainya, dan makan bersama dengan anggota keluarga lain atau bersama temannya sehingga ia menjadi lebih bersemangat (Farida 2008).

25 60 Menghadapi anak yang susah makan, 50.0% ibu memilih untuk membuat makanan lain yang disukai anak. Akan tetapi variasi yang dibuat ibu hanya berupa memasakkan makanan yang biasa disukai anak dan terbatas pada hanya beberapa menu saja. Para ibu balita kurang dapat memvariasikan menu dengan berbagai cara pengolahan ataupun cara penghidangan sehingga anak cenderung bisa menjadi bosan. Menu makanan yang bervariasi dengan tetap memperhatikan komposisi gizinya dan penyajian makanan yang menarik dapat mempengaruhi selera makan anak, baik dari penampilan, tekstur, aroma, warna, dan besar porsi (Febry & Marendra 2008). Menurut Khumaidi (1989) bahwa masalah gizi yang terjadi di pedesaan salah satunya dipengaruhi oleh pengetahuan gizi ibu yang sangat rendah yaitu para ibu tidak mengetahui cara memasak dan menghidangkan makanan agar anaknya tidak bosan. Pengetahuan ibu tentang memilih makanan yang bernilai gizi baik juga masih sangat rendah. Problema penolakan makan oleh anak balita dihadapi sebagian besar ibu dengan cara merayu anak (76.7%). Di pedesaan cara yang banyak digunakan ibu dalam merayu atau membujuk anak agar mau makan adalah dengan menjanjikan sesuatu kepadanya. Sedangkan persentase terbesar ibu akan membiarkan ketika tiba-tiba anaknya berhenti makan sebelum makanannya habis (40%). Pada umumnya mereka beranggapan anak sudah kenyang sehingga tidak menghabiskan makannya. Pemberian pujian ketika anak makan dengan lahap dapat meningkatkan semangat anak untuk makan. Hampir seluruh ibu memberikan pujian ketika anaknya makan dengan lahap (96.7%). Seluruh ibu balita juga memprioritaskan memberi makan anak dibandingkan kesibukan pekerjaannya. Para ibu memilih untuk menunda pekerjaannya dan segera memberi makan anak ketika anak meminta untuk makan. Seluruh ibu balita juga selalu memantau sisa makanan anaknya meskipun beberapa diantaranya sudah terbiasa makan sendiri tanpa disuapi. Sementara sebanyak 6.7% ibu menyatakan bahwa anaknya tidak pernah mengalami kesulitan makan dan selalu menghabiskan makanannya. Sebaran perilaku ibu dalam pemberian makan anak balita dapat dilihat pada Tabel 33.

26 61 Tabel 33 Sebaran perilaku ibu dalam pemberian makan anak Perilaku ibu dalam pemberian makan n % Situasi makan anak Disiplin makan, duduk di dalam rumah Sambil bermain di luar rumah Situasi tidak diperhatikan Tindakan ibu apabila anak susah makan Mengganti dengan jajanan Membuatkan makanan lain Memaksa anak untuk makan Mengganti dengan jajanan+membuatkan makanan lain Total Tindakan ibu apabila anak menolak makan Mengganti dengan jajanan Memaksa anak untuk makan Merayu anak agar mau makan Total Pemberian pujian apabila anak makan dengan lahap Ya Tidak Tindakan ibu apabila anak berhenti makan Menunggu kemudian menawarkan kembali Memaksa anak makan kembali Memarahi anak Membiarkan Total Tindakan ibu apabila anak meminta makan ketika ibu sedang sibuk Memberikan makan dengan segera Menyelesaikan pekerjaan terlebih dahulu Membiarkan atau tidak menghiraukan Pemantauan sisa makanan anak Selalu Kadang-kadang Tidak pernah 0 0.0

27 62 Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber Protein Hewani Konsumsi pangan hewani yang cukup merupakan syarat penting untuk terpenuhinya gizi tubuh sehari-hari. Pangan hewani merupakan pangan bermutu tinggi karena mengandung asam amino esensial yang lengkap, kaya akan vitamin B 12 dan vitamin A, mengandung zat besi heme yang mudah diserap, dan mempunyai nilai cerna protein yang tinggi (Khomsan 2002) sehingga sangat penting peranannya untuk untuk memberikan pertumbuhan secara optimal. Khomsan (2004) menyatakan bahwa frekuensi konsumsi pangan per hari merupakan salah satu aspek dalam kebiasaan makan. Frekuensi konsumsi pangan bisa menjadi penduga tingkat kecukupan gizi, artinya semakin tinggi frekuensi konsumsi pangan, maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi semakin besar. Protein hewani dapat diperoleh dari berbagai bahan pangan dan olahannya. Pangan sumber protein hewani yang paling sering dikonsumsi anak balita adalah susu dengan rata-rata frekuensi 8.5 kali/minggu, sementara yang paling jarang dikonsumsi adalah makanan olahan ikan dalam bentuk otak-otak yang hanya dikonsumsi 1.0 kali/minggu. Sebaran frekuensi pangan sumber protein hewani anak balita dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34 Sebaran frekuensi konsumsi pangan sumber protein hewani anak balita Jenis pangan Frekuensi (kali/minggu) Berat (g/hari) Susu Telur Ikan teri Sosis Sate Ayam Ikan tongkol Ayam Bakso Nugget Otak-otak Pangan sumber protein hewani yang paling banyak dikonsumsi anak balita stunting adalah susu dengan berat gram/hari. Telur merupakan pilihan pangan lauk hewani yang paling banyak dipilih balita stunting dalam menu sehari-hari dengan frekuensi 4.4 kali/minggu dan berat konsumsi 45.7 gram/hari atau hampir setara dengan sebutir telur (60 gram). Sedangkan sosis merupakan

28 63 pangan hewani yang paling banyak dipilih sebagai jajanan oleh anak balita stunting dengan frekuensi 3.1 kali/minggu dan berat 19.4 gram mendekati satu buah sosis setiap harinya (25 gram). Faktor Budaya Banyak sekali penemuan para peneliti yang menyatakan bahwa faktor budaya sangat berperan dalam proses terjadinya masalah gizi di berbagai masyarakat dan negara. Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk yang kadang-kadang bertentangan dengan prinsipprinsip ilmu gizi (Suhardjo 2005). Tabu Makanan Pantangan atau tabu makanan adalah suatu larangan untuk mengkonsumsi jenis makanan tertentu, karena terdapat ancaman bahaya atau hukuman terhadap barang siapa yang melanggarnya (Suhardjo 1989). Banyak faktor yang mendasari tabu makanan, misalnya karena magis, kepercayaan, takut berkomunikasi, kesehatan, dan lain-lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tabu makanan sama sekali tidak dijalankan kepada satu anak balita pun dalam keluarga balita seperti yang terlihat pada Tabel 35, sehingga tidak akan mempengaruhi konsumsi pangan dan kecukupan gizi anak balita. Tabel 35 Sebaran tabu makanan pada anak balita Tabu makanan n % Ada Tidak ada Distribusi Makanan dalam Keluarga Distribusi konsumsi pangan yang tidak baik (maldistribution) diantara anggota keluarga dapat mendukung terjadinya masalah gizi kurang pada balita yang termasuk kelompok rawan gizi (Suhardjo 2005), sebab prioritas pemberian makanan dalam keluarga akan mempengaruhi kualitas konsumsi pangan setiap anggota keluarga. Anak balita yang tidak mendapat prioritas utama pemberian makan dalam keluarga hanya akan mendapat sisa-sisa dari anggota keluarga lainnya, sehingga akan mempengaruhi kecukupan gizinya yang sangat penting dalam masa tumbuh kembangnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Sumur Batu merupakan salah satu dari delapan kelurahan yang ada di Kecamatan Bantar Gebang Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat. Kelurahan ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu Sejak lahir makanan pokok bayi adalah Air Susu Ibu. Air Susu Ibu merupakan makanan paling lengkap, karena mengandung zat pati, protein, lemak, vitamin dan mineral.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan di bahas yang pertama mengenai ASI Eksklusif, air susu ibu yang meliputi pengertian ASI, komposisi asi dan manfaat asi. Kedua mengenai persepsi yang meliputi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu Makanan Pendamping Air Susu Ibu adalah makanan yang diberikan pada bayi di samping air susu ibu kecuali air putih, untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh 31 Karakteristik Sosial Ekonomi keluarga Umur orangtua Sebaran umur orangtua contoh dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu kelompok remaja (

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian No. Responden :

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian No. Responden : LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian No. Responden : PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT, POLA ASUH, STATUS GIZI, DAN STATUS KESEHATAN ANAK BALITA DI WILAYAH PROGRAM WARUNG ANAK SEHAT (WAS) KABUPATEN SUKABUMI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kualitas hidup manusia dimulai sedini mungkin sejak masih bayi. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah

Lebih terperinci

Lampiran 1 Tingkat ketahanan pangan di berbagai wilayah di Provinsi Jawa Tengah

Lampiran 1 Tingkat ketahanan pangan di berbagai wilayah di Provinsi Jawa Tengah LAMPIRAN 67 68 Lampiran 1 Tingkat ketahanan pangan di berbagai wilayah di Provinsi Jawa Tengah 68 69 68 Lampiran 2 Sebaran rumah tangga berdasarkan keragaan akses ibu terhadap informasi dan pelayanan gizi

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL 71 Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Tanggal wawancara: Kode responden PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL Nama Responden :... Alamat :...... No. Telepon :... Lokasi penelitian

Lebih terperinci

Karakteristik sosial-ekonomi keluarga: Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Besarnya keluarga. Pengetahuan, sikap, dan praktik ibu contoh.

Karakteristik sosial-ekonomi keluarga: Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Besarnya keluarga. Pengetahuan, sikap, dan praktik ibu contoh. 22 Karakteristik sosial-ekonomi keluarga: Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Besarnya keluarga Ketersediaan Pangan Pengetahuan, sikap, dan praktik ibu contoh Kondisi Lingkungan Pola Asuh Tingkat kepatuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keikutsertaan PAUD

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keikutsertaan PAUD HASIL DAN PEMBAHASAN Keikutsertaan PAUD Konsep Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah konsep bermain sambil belajar yang merupakan fondasi yang akan mengarahkan anak pada pengembangan kemampuan yang lebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara merupakan satu dari 29 kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Secara astronomi, Kabupaten Banjarnegara

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI

PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode:... PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI Nama responden :... Nomor contoh :... Nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

Oleh : Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Bali

Oleh : Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Bali Oleh : Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Bali Anak bukan miniatur orang dewasa Anak sedang tumbuh dan berkembang Anak membutuhkan energi per kg BB lebih tinggi Anak rentan mengalami malnutrisi Gagal

Lebih terperinci

Lampiran 1. Lembaran permohonan menjadi responden LEMBARAN PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Lampiran 1. Lembaran permohonan menjadi responden LEMBARAN PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN 66 Lampiran 1. Lembaran permohonan menjadi responden LEMBARAN PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Yogyakarta, Maret 2017 Kepada Yth. Saudara/Responden Di Posyandu Dengan Hormat, Saya yang bertanda tangan di bawah

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN ORANGTUA

LEMBAR PERSETUJUAN ORANGTUA LAMPIRAN Lampiran 1 LEMBAR PERSETUJUAN ORANGTUA Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Usia :.tahun Alamat :... Telepon/HP : selaku Bapak/ibu/lainnya(sebutkan..) dari.. usia..bulan, setelah mendapatkan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner. Nama sheet : Coverld. 1. Tanggal wawancara : MK1. 2. Nama responden : MK2. 3. Nama balita : MK3. 4.

Lampiran 1 Kuesioner. Nama sheet : Coverld. 1. Tanggal wawancara : MK1. 2. Nama responden : MK2. 3. Nama balita : MK3. 4. LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner KUESIONER PENELITIAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DAN PERILAKU GIZI SEIMBANG IBU KAITANNYA DENGAN STATUS GIZI DAN KESEHATAN BALITA DI KABUPATEN BOJONEGORO Nama sheet

Lebih terperinci

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DAN STATUS GIZI ANAK USIA 6 23 BULAN DI POSYANDU DURI KEPA JAKARTA BARAT TAHUN 2016

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DAN STATUS GIZI ANAK USIA 6 23 BULAN DI POSYANDU DURI KEPA JAKARTA BARAT TAHUN 2016 LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DAN STATUS GIZI ANAK USIA 6 23 BULAN DI POSYANDU DURI KEPA JAKARTA BARAT TAHUN 2016 Saya Yudan Nur Mubarok, mahasiswa Jurusan Gizi Fakultas Ilmu-Ilmu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyapihan 1. Pengertian Penyapihan adalah suatu proses berhentinya masa menyusui secara berangsur-angsur atau sekaligus. Proses tersebut dapat disebabkan oleh berhentinya sang

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI ILMU GIZI UNIVERSITAS ESA UNGGUL

PROGRAM STUDI ILMU GIZI UNIVERSITAS ESA UNGGUL PROGRAM STUDI ILMU GIZI UNIVERSITAS ESA UNGGUL Kepada Yth. Ibu Balita Di Tempat Kabanjahe, Juli 2015 Saya mahasiswa Jurusan Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul. Dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman lain atau disebut dengan ASI Eksklusif dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman lain atau disebut dengan ASI Eksklusif dapat memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air susu ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi serta mempunyai nilai gizi yang paling tinggi dibandingkan dengan makanan bayi yang dibuat manusia atau susu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Warung Anak Sehat (WAS)

TINJAUAN PUSTAKA. Warung Anak Sehat (WAS) TINJAUAN PUSTAKA Warung Anak Sehat (WAS) Warung Anak Sehat merupakan suatu program pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk memberikan kontribusi terhadap kesehatan anak-anak yang rawan mengalami masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi 20%, maupun target

BAB I PENDAHULUAN. Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi 20%, maupun target BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia prevalensi balita gizi buruk adalah 4,9% dan gizi kurang sebesar 13,0% atau secara nasional prevalensi balita gizi buruk dan gizi kurang adalah sebesar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Air Susu Ibu (ASI) Air Susu Ibu (ASI) adalah emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang disekresikan oleh kedua belah kelenjar payudara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran umum sekolah SDN Kebon Kopi 2 adalah sekolah yang berada di jalan Kebon Kopi Rt.04/09 kelurahan Kebon Kelapa terletak di Kota Bogor Kecamatan Bogor Tengah. Berdiri pada

Lebih terperinci

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup 7 II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola makan anak balita Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Pangan merupakan bahan yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di kebun Malabar PTPN VIII Desa Banjarsari, Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

KONSUMSI MAKANAN ANAK BALITA DI DESA TANJUNG TANAH KECAMATAN DANAU KERINCI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

KONSUMSI MAKANAN ANAK BALITA DI DESA TANJUNG TANAH KECAMATAN DANAU KERINCI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI KONSUMSI MAKANAN ANAK BALITA DI DESA TANJUNG TANAH KECAMATAN DANAU KERINCI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI Yuliana 1, Lucy Fridayati 1, Apridanti Harmupeka 2 Dosen Fakultas Pariwisata dan perhotelan UNP

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Untuk hidup dan meingkatkan kualitas hidup, setiap orang memerlukan 5 kelompok zat gizi (Karbohidrat, Protein, Lemak, Vitamin dan Mineral) dalam jumlah yang cukup,

Lebih terperinci

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG 12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG Makanlah Aneka Ragam Makanan Kecuali bayi diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya Triguna makanan; - zat tenaga; beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Karakteristik contoh meliputi usia, pendidikan, status pekerjaan, jenis pekerjaan, riwayat kehamilan serta pengeluaran/bulan untuk susu. Karakteristik contoh

Lebih terperinci

KUESIONER HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN PRAKTEK KADARZI DI KECAMATAN TRIENGGADENG KABUPATEN PIDIE JAYA

KUESIONER HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN PRAKTEK KADARZI DI KECAMATAN TRIENGGADENG KABUPATEN PIDIE JAYA 94 KUESIONER HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN PRAKTEK KADARZI DI KECAMATAN TRIENGGADENG KABUPATEN PIDIE JAYA KARAKTERISTIK KELUARGA Nomor Responden : Nama Responden (Inisial)

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun oleh : AGUSTINA ITRIANI J

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Gizi. Disusun oleh : AGUSTINA ITRIANI J HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN IBU BALITA DENGAN POLA PEMBERIAN MP-ASI PADA ANAK USIA 6-24 BULAN DI POSYANDU MENUR IV KELURAHAN JEBRES KECAMATAN JEBRES SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Desa Desa Paberasan merupakan salah satu desa yang terletak di Kabupaten Sumenep, Propinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Paberasan yaitu: Sebelah utara : Desa Poja

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Labuhan Deli terletak di Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan Propinsi Sumatera Utara. Luas wilayah + 4,50 km 2 dengan jarak antara Kelurahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Usia Pertama Pemberian Makanan Pendamping ASI a. Pengertian Makanan Pendamping ASI ( MP ASI ) Makanan Pendamping ASI ( MP ASI ) merupakan makanan yang diberikan

Lebih terperinci

Memperkenalkan Makanan pada Bayi.

Memperkenalkan Makanan pada Bayi. Memperkenalkan Makanan pada Bayi. Bayi sangat membutuhkan nutrisi yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan pertama dan utama bayi pada enam bulan pertama kehidupannya.

Lebih terperinci

KUESIONER GAMBARAN BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INSIDENSI DIARE PADA BALITA DI RSU SARASWATI CIKAMPEK PERIODE BULAN JULI 2008

KUESIONER GAMBARAN BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INSIDENSI DIARE PADA BALITA DI RSU SARASWATI CIKAMPEK PERIODE BULAN JULI 2008 Lampiran 1 KUESIONER GAMBARAN BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INSIDENSI DIARE PADA BALITA DI RSU SARASWATI CIKAMPEK PERIODE BULAN JULI 2008 IDENTITAS RESPONDEN 1. Umur Responden : a). < 20 tahun b).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan pelayanan medis dan pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas periode pertumbuhan (Golden Age Periode) dimana pada usia ini sangat baik untuk pertumbuhan otak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

HASIL PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

HASIL PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5 HASIL PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Sumur Batu merupakan salah satu dari delapan yang ada di Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat, yang terdiri dari 7 rukun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. variabel tertentu, atau perwujudan dari Nutriture dalam bentuk variabel

BAB I PENDAHULUAN. variabel tertentu, atau perwujudan dari Nutriture dalam bentuk variabel 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari Nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Status gizi merupakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian mengenai Pemberian Makanan Tambahan (PMT) biskuit yang disubstitusi tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada balita gizi kurang dan gizi buruk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Energi dan Protein 1. Kebutuhan Energi Energi digunakan untuk pertumbuhan, sebagian kecil lain digunakan untuk aktivitas, tetapi sebagian besar dimanfaatkan untuk metabolisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah payudara ibu, sebagai makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi.

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi. BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan hidupnya, manusia memerlukan makanan karena makanan merupakan sumber gizi dalam bentuk kalori,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah kekurangan energi protein seperti merasmus, kwarsiorkor, dan stunting. Kekurangan energi protein

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Makanan Pendamping Air Susu Ibu Makanan pendamping air susu ibu adalah makanan yang diberikan pada bayi disamping air susu ibu, untuk memenuhi kebutuhan gizi anak mulai umur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. AIR SUSU IBU 1. ASI Sebagai Makanan Bayi ASI merupakan emulasi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang diekresi oleh kedua belah kelenjar mammae dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia akhir-akhir ini BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia akhir-akhir ini menghadapi berbagai permasalahan yang mendesak/akut, yang memerlukan penanggulangan dengan seksama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Sukabumi merupakan Kabupaten dengan wilayah terluas di Jawa Barat. Posisi geografis Kabupaten Sukabumi terletak di antara 106 0 49-107

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Manggarai Manggarai terletak di Kecamatan Tebet di wilayah Jakarta Selatan. Wilayah Manggarai merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian ratarata mencapai 25.155

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan pangan. Banyak kasus kurang gizi disebabkan karena rendahnya pemahaman pola konsumsi yang sehat

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN BERSEDIA MENJADI SUBJEK PENELITIAN

SURAT PERNYATAAN BERSEDIA MENJADI SUBJEK PENELITIAN Lampiran 1 SURAT PERNYATAAN BERSEDIA MENJADI SUBJEK PENELITIAN Kami yang bertanda tangan dibawah ini : Nama Ibu : Nama anak balita : Tempat/tanggal lahir : Alamat : Dengan ini menyatakan bahwa kami bersedia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Pola Makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses tumbuh kembang balita. Balita pendek memiliki dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sosial Ekonomi Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA. Sosial Ekonomi Keluarga TINJAUAN PUSTAKA Sosial Ekonomi Keluarga Besar Keluarga Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya

Lebih terperinci

Gambar 1 Hubungan pola asuh makan dan kesehatan dengan status gizi anak balita

Gambar 1 Hubungan pola asuh makan dan kesehatan dengan status gizi anak balita 17 KERANGKA PEMIKIRAN Masa balita merupakan periode emas, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan otak yang optimal, terlebih lagi pada periode dua tahun pertama kehidupan seorang anak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASI sangat dianjurkan pada bayi sampai usia 6 bulan dan dapat dilanjutkan sampai usia 2 tahun karena ASI akan memberikan sejumlah zatzat gizi yang berguna untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat pula menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di Negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Status gizi merupakan gambaran keseimbangan antara kebutuhan akan zat-zat gizi dan penggunaannya dalam tubuh. Status gizi dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian multi-center yang dilakukan UNICEF menunjukkan bahwa MP-

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian multi-center yang dilakukan UNICEF menunjukkan bahwa MP- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa bayi antara usia 6 24 bulan merupakan masa emas untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Karena itu, masa ini merupakan kesempatan yang baik bagi orang tua untuk

Lebih terperinci

Jumlah dan Teknik Pemilihan Sampel

Jumlah dan Teknik Pemilihan Sampel Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini menggunakan desain case control bersifat Retrospective bertujuan menilai hubungan paparan penyakit cara menentukan sekelompok kasus

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI I. PENJELASAN UMUM Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri

Lebih terperinci

KUESIONER PERAN IBU. Lampiran:

KUESIONER PERAN IBU. Lampiran: Lampiran: KUESIONER PERAN IBU Petunjuk Pengisian 1. Untuk pertanyaan A, B, C, D diharapkan mengisi jawaban sesuai kolom yang tersedia dan memilih satu jawaban dengan memberi tanda silang (X) pada jawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh kali sehari, ada yang sehari 2-3 kali sehari atau ada yang hanya 2

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh kali sehari, ada yang sehari 2-3 kali sehari atau ada yang hanya 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare merupakan salah satu penyakit yang sering mengenai bayi dan balita. Seorang bayi baru lahir umumnya akan buang air besar sampai lebih dari sepuluh kali sehari,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu sumber mineral mikro yang berperan sangat penting dalam proses metabolisme tubuh (Indira, 2015). Mineral mikro sendiri merupakan mineral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu 1. Pengertian ASI ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, lactose dan garamgaram organic yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu sebagai

Lebih terperinci

Kode. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian

Kode. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian Kode Hubungan Peran Orang Tua dalam Pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan Kekambuhan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada anak balita

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada anak balita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia yang terus terjadi di suatu tempat tertentu biasanya daerah pemukiman padat penduduk, termasuk penyakit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian dengan judul Gambaran Praktik Pencegahan Penularan TB Paru di Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungwuni I Kabupaten Pekalongan telah dilaksanakan

Lebih terperinci

KUESIONER SURVEY MAWAS DIRI

KUESIONER SURVEY MAWAS DIRI I. IDENTITAS RESPONDEN Nama Responden : Alamat : Tanggal Wawancara : KUESIONER SURVEY MAWAS DIRI II. DATA KELUARGA 1. Nama KK :... 2. Umur :... 3. Jenis Kelamin : L / P 4. Agama : 5. Pendidikan :... 6.

Lebih terperinci

Bagaimana Memberikan Makan Bayi Setelah Usia 6 Bulan

Bagaimana Memberikan Makan Bayi Setelah Usia 6 Bulan Berikan Makan Lebih Banyak Selagi Bayi Tumbuh HalHal Yang Perlu Diingat Mulai beri makan di usia Usia antara 6 bulan sampai 2 tahun, seorang anak perlu terus disusui. Bila Anda tidak menyusui, beri makan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada usia 6 bulan saluran pencernaan bayi sudah mulai bisa diperkenalkan pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada usia 6 bulan saluran pencernaan bayi sudah mulai bisa diperkenalkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada usia 6 bulan saluran pencernaan bayi sudah mulai bisa diperkenalkan pada makanan padat sebagai makanan tambahannya. Berdasarkan ilmu gizi, para bayi perlu diperkenalkan

Lebih terperinci

Ikan, merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi. protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3.

Ikan, merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi. protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3. BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan, merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3. Ikan baik untuk tambahan diet karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia diperkirakan sebesar 5.8 juta km 2 dengan garis pantai terpanjang

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia diperkirakan sebesar 5.8 juta km 2 dengan garis pantai terpanjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan laut Indonesia yang tersebar pada hampir semua bagian perairan laut Indonesia yang ada seperti pada perairan laut teritorial, perairan laut nusantara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN ASI EKSKLUSIF ASI adalah satu satunya makanan bayi yang paling baik, karena mengandung zat gizi yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi yang sedang dalam tahap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi yaitu makanan yang dimakan pada pagi hari sebelum beraktifitas, yang terdiri dari makanan pokok dan lauk pauk atau makanan kudapan. Energi dari sarapan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Makanan Bayi

TINJAUAN PUSTAKA. Makanan Bayi TINJAUAN PUSTAKA Makanan Bayi Air Susu Ibu (ASI) Air Susu Ibu (ASI) merupakan gizi terbaik bagi bayi karena komposisi zat gizi di dalamnya secara optimal mampu menjamin pertumbuhan tubuh bayi, selain itu

Lebih terperinci

: Ceramah, presentasi dan Tanya jawab

: Ceramah, presentasi dan Tanya jawab SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) Pokok Bahasan : Kesehatan Bayi Sub Pokok Bahasan : Penyuluhan MP ASI Sasaran : Ibu yang mempunyai Bayi usia 0-2 tahun di Puskesmas Kecamatan Cilandak Waktu : 30 menit (08.00-08.30)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Keluarga sadar gizi (Kadarzi) adalalah suatu keluarga yang mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Keluarga sadar gizi (Kadarzi) adalalah suatu keluarga yang mampu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Keluarga sadar gizi (Kadarzi) adalalah suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya. Suatu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. STATUS GIZI Status gizi anak pada dasarnya ditentukan oleh dua hal yaitu makanan yang dikonsumsi dan kesehatan anak itu sendiri. Kualitas dan kuantitas bahan makanan yang dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari membangun manusia seutuhnya yang diawali dengan pembinaan kesehatan anak mulai sejak dini. Pembinaan kesehatan anak sejak awal

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Tempat. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study dan

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Tempat. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study dan METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study dan prospective study. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2003 (antara musim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarapan pagi merupakan makanan yang dimakan setiap pagi hari atau suatu kegiatan yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per kelahiran hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per kelahiran hidup. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Bayi (AKB) menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini berada jauh dari yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang

I. PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan di Indonesia (Hidayat, 2008). Masalah kesehatan anak ditandai dengan tingginya angka kematian

Lebih terperinci

2. Tanggal Lahir : Umur : bulan. 4. Nama Ayah :. Umur : tahun. 5. Nama Ibu :. Umur : tahun

2. Tanggal Lahir : Umur : bulan. 4. Nama Ayah :. Umur : tahun. 5. Nama Ibu :. Umur : tahun KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI ANAK BAWAH DUA TAHUN (BADUTA) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SABOKINGKING KOTA PALEMBANG (RESPONDEN ADALAH IBU) Tanggal pengumpulan data : / / Enumerator

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA DIARE DI KELURAHAN HAMDAN KECAMATAN MEDAN MAIMUN KOTA MEDAN TAHUN : Tidak Tamat Sekolah.

KUESIONER PENELITIAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA DIARE DI KELURAHAN HAMDAN KECAMATAN MEDAN MAIMUN KOTA MEDAN TAHUN : Tidak Tamat Sekolah. KUESIONER PENELITIAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA DIARE DI KELURAHAN HAMDAN KECAMATAN MEDAN MAIMUN KOTA MEDAN TAHUN 2014 Nama : Umur : Tingkat Pendidikan : Tidak Tamat Sekolah Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat pula menyebababkan

Lebih terperinci