TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita
|
|
- Widyawati Kusuma
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 6 TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita Gizi merupakan hal penting dalam pembangunan, karena gizi adalah investasi dalam pembangunan. Gizi yang baik dapat memicu terjadi pembangunan yang pesat karena tingginya produktifitas kerja. Sebaliknya jika masalah gizi banyak terdapat dalam suatu masyarakat hal ini dapat menghambat pembangunan dan menimbulkan kerugian yang tidak terhingga (Soekirman, 2005). Permasalahan gizi sangat berkaitan erat dengan masalah kemiskinan. Peningkatan ekonomi masyarakat akan berdampak terhadap peningkatan status gizi. Peningkatan ekonomi masyarakat dapat menurunkan masalah gizi dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, mengurangi biaya kematian dan kesakitan, kedua melalui peningkatan produktifitas. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Soekirman (2005) yaitu kemiskinan memiliki hubungan timbal balik dengan permasalahan gizi. Kurang gizi berpotensi sebagai penyebab kemiskinan melalui rendahnya pendidikan dan produktivitas. Sebaliknya, kemiskinan menyebabkan anak tidak mendapat makanan bergizi yang cukup sehingga kurang gizi. Tahun 2004 sekitar 50 persen penduduk Indonesia pada semua kelompok usia mengalami masalah kekurangan gizi baik dalam keadaan sakit maupun sehat. Kejadian kekurangan gizi cenderung dikesampingkan, padahal secara perlahan dapat berdampak pada tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita dan rendahnya umur harapan hidup (Atmarita, 2004). Pada tahun 2001, prevalensi underweight dan stunting di Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand. Tabel 1 menunjukkan pada tahun 2001 prevalensi underweight ( BB/U) <-2SD) pada balita di Indonesia sebesar 26,1 persen, sementara Malaysia dan Thailand masing-masing sebesar 18,3 persen dan 18,6 persen. Cina sebagai negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi memiliki permasalahan underweight sebesar 9,6 persen. Negara-negara miskin seperti Bangladesh dan India menghadapi permasalahan underweight yang tinggi dibandingkan negara lainnya sebesar 47.8 persen dan 47.0 persen.
2 7 Tabel 1 Perbandingan masalah gizi kurang pada balita negara di Asia, 2001 Negara Prevalensi Prevalensi Underweight Stunting (%) (%) pada beberapa Prevalensi BBLR (%) Bangladesh 47,8 44,8 30,0 India 47,0 45,6 25,5 Kamboja 45,9 46,0 8,9 Pakistan 38,2-21,4 Myanmar 36,0 37,2 16,0 Vietnam 33,1 36,4 18,9 Srilangka 33,0 17,0 17,0 Indonesia 26,1 42,6 7,7 Thailand 18,6 16,0 7,2 Malaysia 18,3 - - Cina 9,6 16,7 5,9 Sumber : Atmarita (2004) Analisis Situasi Gizi dan KesehatanMasyarakat Tabel 1 juga menunjukan prevalensi stunting pada balita di Indonesia sebesar 42,6 persen. Ini menunjukkan Indonesia memiliki permasalahan stunting yang cukup tinggi. Sama halnya dengan Indonesia, Bangladesh, India dan Kamboja juga memiliki prevalensi stunting yang tinggi sebesar 44,8 persen, 45,6 persen dan 46,0 persen. Negara dengan prevalensi stunting yang rendah antara lain Thailand sebesar 16,0 persen dan Cina sebesar 16,7 persen. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) prevalensi balita gizi buruk dari tahun 1989 sampai tahun 1995 meningkat tajam, lalu cenderung fluktuatif sampai dengan tahun 2003 (Tabel 2). Sedangkan prevalensi balita gizi kurang dari tahun 1989 sampai tahun 2000 mengalami penurunan, lalu cenderung fluktuatif sampai dengan tahun Untuk prevalensi balita yang mengalami status gizi buruk dan gizi kurang dari tahun 1989 sampai tahun 2000 mengalami penurunan, lalu cenderung fluktuatif sampai dengan tahun Tahun 2003 prevalensi balita gizi buruk dan gizi kurang mencapai 27,5 persen.
3 8 Tabel 2 Jumlah balita gizi buruk dan gizi kurang berdasarkan Susenas Tahun Total Total Jumlah Prevalensi (%) Penduduk Balita Gizi Gizi Total Gizi Gizi Total Buruk Kurang Buruk Kurang ,614,965 21,313,796 1,342,769 6,643,510 7,98, ,323,458 22,238,815 1,607,866 6,302,480 7,910, ,860,899 21,544,699 2,490,567 4,313,249 6,803, ,398,340 20,639,834 2,169,247 3,921,568 6,090, ,910,821 19,941,528 1,617,258 3,639,329 5,256, ,456,005 17,904,128 1,348,181 3,066,977 4,415, ,070,543 18,134,208 1,142,455 3,590,573 4,733, ,749,460 18,369,952 1,469,596 3,545,401 5,014, ,463,203 18,608,762 1,544,527 3,572,882 5,117, Sumber : Atmarita (2004) : Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat Kronisnya masalah gizi kurang pada balita di Indonesia ditunjukkan pula dengan tingginya prevalensi stunting. Tabel 3 menunjukkan berdasarkan survey gizi dan kesehatan HKI tahun prevalensi balita stunting dari tahun di wilayah pedesaan di delapan propinsi masih berkisar antara persen begitu juga dengan prevalensi balita stunting di wilayah kumuh perkotaan di empat kota menunjukan prevalensi balita stunting tergolong tinggi berkisar antara persen. Tabel 3 menunjukkan Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan propinsi yang memiliki prevalensi stunting paling tinggi untuk wilayah pedesaan pada tahun yaitu mencapai 48 persen. Pada tahun 2000 dan 2001 untuk wilayah perkotaan, Makasar merupakan kota dengan prevalensi stunting tertinggi, masing masing mencapai 43,1 persen dan 42,6 persen. Untuk membandingkan dengan hasil survey gizi kesehatan HKI tahun di atas, maka pada tabel 3 juga ditampilkan hasil Riskesdas 2007 pada wilayah yang terdapat pada tabel 3. Berdasarkan data Riskesdas 2007 prevalensi stunting di Nusa Tenggara Barat (NTB) sebesar 43,7 persen. Semarang merupakan kota dengan prevalensi tinggi yaitu 29,0 persen. Untuk lingkup nasional, propinsi yang memiliki prevalensi stunting paling tinggi adalah Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar 46,7 persen.
4 9 Tabel 3 Prevalensi stunting balita berdasarkan survei gizi dan kesehatan HKI tahun dan Riskesdas 2007 Wilayah Tahun ) ) ) ) ) Sumatera Barat 36,5 37,9 37,0 37,2 36,5 Lampung - 27,3 29,5 30,4 38,7 Banten 28,4 31,0 33,0 37,4 38,9 Jawa Barat 30,7 33,0 33,4 35,4 35,4 Jawa Tengah 36,0 30,8 29,5 29,0 36,4 Jawa Timur 34,5 34,9 33,5 31,2 34,8 NTB 44,0 46,9 48,2 48,8 43,7 Jakarta - 31,0 28,8-26,7 Semarang - 30,2 28,2-29,0 Surabaya - 27,7 27,9-24,8 Makasar - 43,1 42,6-26,9 Sumber : 1) Atmarita (2004)Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat 2) Riskesdas 2007 Menurut data Riskesdas 2007 prevalensi nasional underweight adalah 18,4 persen. Sedangkan prevalensi nasional stunting sebesar 36,8 persen. Bila dibandingkan dengan target pencapaian program perbaikan gizi pada Rencana Pembangunan Jangka Menegah Nasional (RPJMN) tahun 2015 sebesar 20 persen dan target Millenium Development Goals (MDGs) untuk Indonesia sebesar 18,5 persen, maka secara nasional target untuk underweight terlampaui, namun pencapaian tersebut belum merata di 33 propinsi. Prevalensi stunting yang masih tinggi di atas 20 persen menunjukkan adanya permasalahan di masyarakat yang harus segera ditangani. Status Gizi Balita Masa balita merupakan proses pertumbuhan yang pesat dimana memerlukan perhatian dan kasih sayang dari orang tua dan lingkungan. Disamping itu balita membutuhkan zat gizi yang seimbang agar status gizinya baik dan proses pertumbuhan tidak terhambat, karena balita merupakan kelompok umur yang paling menderita akibat kekurangan gizi (Santoso dan Lies, 2004 ). Status gizi pada saat bayi dapat memberi andil terhadap status gizi anakanak bahkan sampai masa dewasa. Menurut Riyadi (1995) Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh
5 10 konsumsi, penyerapan (absorbs) dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan yang ditentukan berdasarkan ukuran tertentu. Mengingat pentingnya status gizi pada masa bayi maka orang tua dalam hal ini ibu mempunyai peran penting untuk dapat mengendalikan agar status gizi anak dapat mencapai optimal serta mempertahankan status gizi yang sudah baik agar tetap di zona aman ( tidak kekurangan gizi atau kelebihan gizi). Oleh karena itu diperlukan penilaian status gizi anak yang dilakukan secara berkelanjutan. Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan cara antropometri, konsumsi pangan, biokimia dan klinis. Cara mana yang akan digunakan sangat tergantung pada tahapan dan keadaan gizi seseorang yang akan dinilai status gizinya. Dari ketiga cara penilaian ini, antropometri merupakan cara yang paling sederhana dan praktis untuk penilaian status gizi (Riyadi, 1995). Hal ini disebabkan pada pengukuran dengan antropometri prosedur pemeriksaannya lebih mudah dan harga peralatannya juga relatif murah. Menurut Riyadi (1995), pengukuran status gizi dengan menggunakan antropometri dapat memberikan gambaran tentang status konsumsi energi dan protein seseorang. Oleh karena itu, antropometri sering digunakan sebagai indikator status gizi yang berkaitan dengan masalah kurang energi-protein. Nyoman (2001) menyatakan indeks antropometri yang sering digunakan ada tiga yaitu : 1) Berat badan menurut umur (BB/U) untuk menilai underweight Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan meningkat mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat dua kemungkinan peningkatan berat badan yaitu dapat meningkat cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks BB/U digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi.
6 11 2) Tinggi badan menurut umur (TB/U) untuk menilai stunting Tinggi badan merupakan parameter yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan tampak dalam waktu yang lama. 3) Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) untuk menilai wasting Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan berat badan dengan kecepatan tertentu. Ketiga indeks ini dapat digunakan untuk melihat status gizi balita. Indeks BB/U merupakan indeks untuk menilai status gizi anak akibat dari kekurangan asupan gizi. Oleh karena itu secara umum indeks BB/U mengindikasikan adanya gangguan gizi. Indeks TB/U merupakan indeks yang menggambarkan status gizi anak balita akibat keadaan yang berlangsung lama, misalnya kekurangan asupan gizi atau sakit dalam waktu lama. Oleh karena itu indeks TB/U mengindikasikan permasalahan gizi kronis. Indeks BB/TB merupakan indeks untuk menilai status gizi anak balita akibat kekurangan asupan gizi atau terkena penyakit infeksi dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu indeks BB/TB mengindikasikan permasalahan gizi akut (Depkes, 2009). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita Menurut UNICEF (1997) ada dua faktor yang menjadi penyebab langsung permasalahan gizi, ketidakmampuan dan kematian anak di negara-negara berkembang yaitu asupan makanan yang tidak cukup dan penyakit yang diderita oleh anak. Faktor-faktor yang menjadi penyebab yang mendasari permasalahan gizi pada level keluarga adalah tidak cukup akses terhadap pangan, pola asuh anak yang tidak memadai dan akses pelayanan kesehatan dan sanitasi air bersih yang tidak memadai. Penyebab dasar permasalahan gizi di level masyarakat adalah kuantitas dan kualitas sumber daya potensial yang ada di masyarakat misalnya : manusia, ekonomi, lingkungan, organisasi, dan teknologi.
7 12 Dalam penelitian ini faktor yang mempengaruhi status gizi yang akan dianalisis yaitu faktor karakteristik keluarga terdiri dari wilayah tempat tinggal, jumlah anggota keluarga dan jumlah balita dalam keluarga. Faktor karakteristik ibu meliputi usia ibu, pendidikan ibu dan status bekerja ibu. Faktor karakteristik anak yaitu umur dan jenis kelamin. Faktor lainnya yaitu faktor sanitasi lingkungan, faktor perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), faktor akses pelayanan kesehatan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan, faktor penyakit infeksi anak, serta faktor asupan gizi anak. Kaitan antara faktor yang akan dianalisis dalam penelitian ini dengan faktor penyebab permasalahan gizi, ketidakmampuan dan kematian anak berdasarkan kerangka konsep Unicef (1997) adalah asupan gizi dan penyakit infeksi merupakan penyebab langsung. Sanitasi, PHBS, akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan merupakan penyebab yang mendasari permasalahan gizi pada level keluarga. Faktor karakteristik keluarga, karakteristik ibu dan karakteristik anak merupakan penyebab dasar permasalahan gizi di level masyarakat yang berkaitan dengan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia di masyarakat. Faktor Karakteristik Keluarga Secara teoritis permasalahan gizi banyak terjadi pada rumah tangga miskin. Namun tidak menutup kemungkinan permasalahan gizi juga terjadi pada rumah tangga yang memiliki kemampuan ekonomi yang mapan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2005) di Indonesia menyatakan bahwa rumah tangga yang memiliki pengeluaran total lebih dari dua juta rupiah sebulan terdapat juga kasus gizi kurang pada balita, sebaliknya kasus gizi lebih juga terjadi pada rumah tangga miskin yang memiliki pengeluaran dibawah rupiah sebulan sebesar 32 persen. Soekirman (2005) menyatakan bahwa kemiskinan merupakan akar terjadinya permasalahan gizi. Kemiskinan memiliki hubungan timbal balik dengan permasalahan gizi. Kurang gizi berpotensi sebagai penyebab kemiskinan melalui rendahnya pendidikan dan produktivitas. Sebaliknya, kemiskinan menyebabkan anak tidak mendapat makanan bergizi yang cukup sehingga kurang
8 13 gizi. Mahgoup (2006) dalam penelitiannya di Botswana menemukan sebesar 53,3 persen rumah tangga memiliki pendapatan bulanan di bawah 400 Pula (setara 87 US $) yang merupakan rentang terendah dalam penelitian. Hal ini menempatkan mereka berada pada golongan miskin dalam masyarakat. Seiring meningkatnya pendapatan pada rumah tangga ini, maka kejadian gizi buruk menurun secara signifikan sebesar 18,1 persen. Suhardjo (2003) menyatakan bahwa hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga, terutama mereka yang sangat miskin, akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika yang harus diberi makanan jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin paling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Sebab seandainya besar keluarga bertambah maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orang tua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sangat muda memerlukan pangan relatif lebih banyak dari pada anak-anak yang lebih tua. Dengan demikian anakanak yang muda mungkin tidak diberi cukup makan. Selain anak-anak, wanita yang sedang hamil dan menyusui juga merupakan kelompok yang rawan akan kekurangan gizi. Apabila mereka hidup dalam keluarga dengan jumlah yang besar dan kesulitan dalam persediaan pangan tentunya masalah gizi akan timbul (Suhardjo, 2003) Pembagian pangan yang tepat kepada setiap anggota keluarga sangat penting untuk mencapai gizi yang baik. Pangan harus dibagikan untuk memenuhi kebutuhan gizi setiap orang dalam keluarga. Anak, wanita hamil dan menyusui harus memperoleh sebagian besar pangan yang kaya akan protein. Semua anggota keluarga sesuai dengan kebutuhan perorangan, harus mendapat bagian energi, protein dan zat-zat gizi lain yang cukup setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan (Suhardjo, 2003).
9 14 Penelitian yang dilakukan oleh Chaudury (1984) di Bangladesh menunjukan pertambahan jumlah keluarga akan memberikan dampak merugikan kepada status gizi anggota keluarga, termasuk anak berusia dibawah dua tahun, sebab hal tersebut akan menurunkan pendapatan perkapitanya. Dengan kata lain, alokasi makanan tiap anak akan mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya jumlah anggota keluarga. Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Wray dan Aquire dalam Jus at (1991) di Guatemala menemukan bahwa status gizi anak berhubungan dengan ukuran keluarga dalam jumlah total anak-anak, tetapi hasil penelitian Megawangi (1991) di tiga propinsi di Indonesia menunjukan bahwa ukuran keluarga tidak berpengaruh pada status gizi anak balita walaupun jumlah anggota keluarga yang besar diperkirakan akan mempengaruhi status gizi. Faktor karakteristik Ibu Menurut Hurlock (1999) ibu yang berumur muda cenderung kurang memperhatikan kebutuhan anak. Ibu yang berusia muda masih miskin pengetahuan dan pengalaman tentang pertumbuhan dan perkembangan anak. Pengetahuan ibu muda umumnya diperoleh dari orang tua sehingga masih mengalami ketergantungan dalam hal perawatan dan dalam memperhatikan anak. Sebaliknya ibu yang berumur tua lebih dapat memainkan peran dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Ibu merupakan pendidik pertama dalam keluarga, untuk itu ibu perlu menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan ibu di samping merupakan modal utama dalam menunjang perekonomian rumah tangga juga berperan dalam pola penyusunan makanan untuk rumah tangga. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi konsumsi melalui pemilihan bahan pangan. Ibu yang berpendidikan lebih tinggi cenderung memilih makanan yang lebih baik dalam jumlah dan mutu dibandingkan mereka yang berpendidikan rendah (Moehji, 1995). Penelitian yang dilakukan oleh Mahgoup (2006) di Bostwana, Afrika menunjukan hubungan yang kuat antara kenaikan tingkat pendidikan ibu dengan penurunan angka gizi kurang pada anak-anak. Hal ini sejalan dengan penelitian
10 15 yang dilakukan Chaudury (1984) di Bangladesh yang menunjukan bahwa pendidikan ibu berpengaruh positif terhadap asupan protein dan rasio kecukupan protein pada anak pra sekolah, terutama anak yang berusia muda (tahun pertama kehidupannya). Wanita sebagai pekerja mempunyai potensi dan sudah dibuktikan dalam dunia kerja yang tidak kalah dengan pria. Sebagai pekerja, masalah yang dihadapi wanita lebih berat dibandingkan pria. Karena dalam diri wanita lebih dahulu harus mengatasi urusan keluarga, suami, anak dan hal-hal lain yang menyangkut urusan rumah tangganya (Anoraga, 2005 ). Pada kenyataannya cukup banyak wanita yang tidak cukup mengatasi masalah itu, sekalipun mempunyai kemampuan teknis cukup tinggi. Kalau wanita tidak pandai menyeimbangkan peran ganda tersebut akhirnya balita akan terlantar (Anoraga, 2005). Ibu yang sudah mempunyai pekerjaan penuh tidak lagi dapat memberikan perhatian penuh terhadap anak balita, apalagi untuk mengurusnya. Meskipun tidak semua ibu bekerja tidak mengurus anaknya, akan tetapi kesibukan dan beban kerja yang ditanggung ibu dapat menyebabkan berkurangnya perhatian ibu dalam menyiapkan hidangan yang sesuai untuk balitanya. Dalam sebuah penelitian menunjukkan bahwa seringkali terjadi ketidaksesuaian antara konsumsi zat gizi terutama energi dan protein dengan kebutuhan tubuh pada kelompok anak yang berusia diatas satu tahun (Moehji,1995) Penelitian di wilayah kumuh Bostwana yang dilakukan oleh Mahgoup (2006) menunjukkan bahwa anak yang tinggal bersama orang tua tunggal (bersama ibunya saja) signifikan terkena wasting, stunting, dan underweight. Hal ini dikarenakan ibu berperan ganda sebagai pencari nafkah juga sebagai ibu rumah tangga. Karena peran ganda ini ibu tidak dapat secara penuh dan fokus untuk mengurus anak sehingga anak lebih rentan terkena permasalahan gizi. Faktor Karakteristik Anak Faktor anak yang berperan nyata terhadap risiko kurang gizi adalah riwayat berat badan lahir yang rendah, adanya penyakit infeksi yaitu batuk, pilek, dan tanda-tanda klinis kurang gizi. Risiko kurang gizi lebih tinggi bila konsumsi
11 16 semua zat gizi pada anak rendah. Riwayat kelahiran juga berperan dalam risiko kurang gizi antara lain tempat lahir dan penolong persalinan (Sandjaja, 2001). Penelitian pada keluarga-keluarga petani di pedesaan Bangladesh oleh Chen, Hug dan D Souza (dalam Ai Nurhayati, 2000) menyimpulkan bahwa terdapat disparitas dalam konsumsi pangan diantara perempuan dan laki-laki pada setiap kelompok umur termasuk umur balita, dimana konsumsi pangan anak lakilaki lebih tinggi dari anak perempuan yang kemudian akibat dari dispritas pangan ini menyebabkan permasalahan gizi lebih besar terjadi pada anak perempuan. Berbeda dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Mahgoup (2006) di Botswana, Afrika menunjukan tingkat permasalahan gizi di kalangan anak-anak usia di bawah tiga tahun yaitu wasting, stunting dan underweight, semuanya secara signifikan umum terjadi diantara anak laki-laki dibandingkan perempuan. Faktor Sanitasi Lingkungan dan Akses Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit. Penyakit-penyakit yang terjadi antara lain adalah diare dan infeksi saluran pernafasan. Apabila anak menderita penyakit tersebut, penyerapan zat-zat gizi akan terganggu dan akhirnya mengakibatkan penurunan berat badan. Bila terjadi dalam waktu lama maka anak akan menderita kurang gizi (Supriasa, 2002). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Triska (2005) yang menyatakan bahwa akibat sanitasi yang tidak memadai menyebabkan semakin tingginya penyakit infeksi yang akan berpengaruh terhadap kesehatan. Andersen (2005) melaporkan bahwa kondisi sanitasi lingkungan di negaranegara berkembang berada pada kategori buruk. Kondisi sanitasi yang buruk mempertinggi kejadian penyakit infeksi. Keadaan ini menyebabkan tingginya prevalensi gizi kurang. Perilaku hidup yang tidak sehat memicu terjadinya sanitasi lingkungan yang buruk dan memudahkan anak mengalami penyakit infeksi. Pelayanan kesehatan adalah keterjangkauan anak dan keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, penyuluhan kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas, praktek bidan, dokter dan rumah sakit. Kendala keluarga dan masyarakat dalam
12 17 memanfaatkan secara langsung pelayanan kesehatan yang tersedia adalah jarak pelayanan kesehata jauh, tidak mampu membayar, kurang pendidikan dan pengetahuan. Hal ini berdampak terhadap status gizi anak (Sunarya, 2005) Menurut Arimond dan Ruel (2004), keluarga dengan pendapatan yang memadai dapat memenuhi kebutuhan asupan makannya juga mempunyai akses yang baik terhadap pelayanan kesehatan serta memiliki lingkungan yang sehat dapat terhindar dari gizi kurang. Faktor Penyakit Infeksi Anak Anak-anak di negara berkembang terutama pada tahun-tahun pertama dari kehidupan mereka sering menderita penyakit infeksi. Penyakit infeksi memiliki pengaruh yang besar terhadap pertambahan berat badan anak balita. Penelitian di Guatemala Amerika Tengah yang dilakukan oleh Rodhe (1979) menunjukkan bahwa ada hubungan erat antara infeksi dan kegagalan untuk menambah berat badan. Infeksi yang sering terjadi pada anak balita adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan infeksi saluran pencernaan yaitu diare. Berdasarkan data yang diambil dari berbagai kota dan kabupaten yang mewakili daerah ekonomi rendah, sedang dan tinggi ditemukan bahwa pola penyakit utama masih didominasi oleh penyakit-penyakit infeksi. ISPA menempati urutan pertama di semua daerah baik kabupaten atau kota disusul oleh penyakit lain seperti malaria dan penyakit kulit. Data WHO menunjukan bahwa setiap tahun kurang lebih 11 juta balita di seluruh dunia meninggal karena penyakit infeksi seperti ISPA, diare, malaria, dan campak. Ironisnya, 54 persen dari kematian tersebut berkaitan dengan adanya kurang gizi (BAPPENAS, 2004). Sandjaja (2001) dalam penelitiannya menunjukan faktor yang berperan nyata terhadap resiko kurang gizi adalah riwayat berat badan lahir yang rendah, adanya penyakit infeksi yaitu batuk, pilek, penyakit kulit, dan tanda-tanda klinis kurang gizi. Sedangkan penyakit yang tidak berperan nyata antara lain : campak, bronchitis, penyakit mata, telinga dan lainnya.
13 18 Faktor Asupan Gizi Gizi merupakan kebutuhan setiap mahluk hidup agar mampu melakukan proses tumbuh kembang. Kecukupan asupan gizi ditentukan dengan kecukupan energi dan protein yang dikonsumsi setiap orang per hari. Energi dan protein yang dibutuhkan tubuh setiap hari bergantung pada kualitas, kuantitas dan jenis makanan yang dikonsumsi. Sayogya (2006) menyatakan kuantitas menunjukan kuantum masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh. Apabila kekurangan akan menimbulkan kondisi gizi kurang dan sebaliknya apabila berlebihan akan menimbulkan gizi lebih. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) tahun 2004 menganjurkan kecukupan gizi rata-rata anak 0-3 tahun sebagai berikut : Tabel 4 Angka kecukupan gizi anak usia 0-3 tahun No Kelompok Umur Berat Badan (Kg) Tinggi Badan (cm) Energi (Kkal) Protein (g) bulan bulan 8, tahun Sumber : WNPG 2004 Adi (2005) dalam penelitiannya yang dilakukan di Kecamatan Gunung Pati, Semarang menunjukan resiko kekurangan energi protein (KEP) pada balita yang konsumsi energinya kurang dari 80 persen AKG sebesar 6,9 kali lebih besar dari balita yang konsumsi energinya lebih dari 80 persen AKG. Sementara itu Hidayat (2005) menyatakan perubahan asupan gizi tergantung pada tingkat pendidikan ibu. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, maka peningkatan gizi semakin tinggi. Wishik dan Vynckt (1976) menyatakan faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi adalah sumber makanan, ketersediaan makanan, tempat menyimpan makanan, konsumsi dan kualitas konsumsi.
ANALISIS DETERMINAN STATUS GIZI ANAK 0-23 BULAN PADA DAERAH MISKIN DI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR BUNGA CHRISTITHA ROSHA
ANALISIS DETERMINAN STATUS GIZI ANAK 0-23 BULAN PADA DAERAH MISKIN DI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR BUNGA CHRISTITHA ROSHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2010 PERNYATAAN MENGENAI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa kekurangan gizi, terutama pada usia dini akan berdampak pada
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan di Indonesia saat ini mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025 yang memiliki lima tujuan pokok. Salah satu tujuan pokok
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan pangan. Banyak kasus kurang gizi disebabkan karena rendahnya pemahaman pola konsumsi yang sehat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Balita (1 5 Tahun) Anak balita adalah anak yang berusia 1-5 tahun. Pada kelompok usia ini, pertumbuhan anak tidak sepesat masa bayi, tapi aktifitasnya lebih banyak (Azwar,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakancg Pada negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan (mordibity) dan angka kematian (mortality).
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakekatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah dan masyarakat sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM). SDM yang berkualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN atau 45% dari total jumlah kematian balita (WHO, 2013). UNICEF
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas merupakan modal utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan. Gizi merupakan penentu kualitas sumber daya manusia.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi adalah zat-zat yang ada dalam makanan dan minuman yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai sumber energi untuk pertumbuhan badan. Gizi merupakan faktor penting untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gizi Kurang Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekurangan Energi Kronis (KEK) 1. Pengertian Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan ibu hamil dan WUS (Wanita Usia Subur) yang kurang gizi diakibatkan oleh kekurangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam siklus hidup manusia gizi memegang peranan penting. Kekurangan gizi pada anak balita akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah keseimbangan antara pemasukan zat gizi dari bahan makanan yang dimakan dengan bertambahnya pertumbuhan aktifitas dan metabolisme dalam tubuh. Status
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilannya dalam Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status gizi adalah ekspresi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fisik dan mentalnya akan lambat. Salah satu indikator kesehatan yang dinilai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tahun lebih dari sepertiga kematian anak di dunia berkaitan dengan masalah kurang gizi, yang dapat melemahkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Ibu yang mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses tumbuh kembang balita. Balita pendek memiliki dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Berat Badan Lahir Cukup (BBLC) a. Definisi Berat badan lahir adalah berat badan yang didapat dalam rentang waktu 1 jam setelah lahir (Kosim et al., 2014). BBLC
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi yang baik dapat dicapai dengan memperhatikan pola konsumsi makanan terutama energi, protein, dan zat gizi mikro. Pola konsumsi makanan harus memperhatikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menurunkan prevalensi balita gizi pendek menjadi 32% (Kemenkes RI, 2010).
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia balita merupakan masa di mana proses pertumbuhan dan perkembangan terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup dalam jumlah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah tingkat kesehatan seseorang atau masyarakat yang di pengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi di nilaidengan ukuran atau parameer gizi.balita yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah kekurangan energi protein seperti merasmus, kwarsiorkor, dan stunting. Kekurangan energi protein
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang. Status gizi berhubungan dengan kecerdasan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
21 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Karakteristik sosial ekonomi yang diteliti dalam penelitian ini terdiri atas proporsi ibu lulus wajib belajar (wajar) 9 tahun, pengeluaran rumah tangga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakikatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah stunting masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Stunting pada balita bisa berakibat rendahnya produktivitas dan kualitas sumber daya manusia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia. Jumlah penderita kurang gizi di dunia mencapai 104 juta anak dan keadaan kurang gizi merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Visi Pembangunan Indonesia kedepan berdasarkan rencana pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) (2005-2025) adalah menciptakan masyarakat Indonesia yang mandiri,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
49 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sampel Hasil pemilahan data dari sebanyak 2.822 rumah tangga yang mempunyai anak usia 6-11 bulan yang berasal dari 10 provinsi di Sumatera, hanya 1.749 rumah tangga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade terakhir ditandai dengan perbaikan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010, pendapatan
Lebih terperinciNurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi masih menjadi perhatian di negara berkembang termasuk Indonesia. Hal ini dapat terlihat di dalam rumusan Millennium Development Goals (MDGs) goal pertama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi untuk
Lebih terperinciHUBUNGAN STATUS GIZI BERDASARKAN INDEKS ANTROPOMETRI TUNGGAL DAN ANALISIS LANJUT DATA RISKESDAS 2007 YEKTI WIDODO & TIM
HUBUNGAN STATUS GIZI BERDASARKAN INDEKS ANTROPOMETRI TUNGGAL DAN KOMPOSIT DENGAN MORBIDITAS ANALISIS LANJUT DATA RISKESDAS 2007 YEKTI WIDODO & TIM ANALISIS INDEKS KOMPOSIT Penentuan prevalensi gangguan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang yang ditandai dengan indeks panjang badan dibanding
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)
5 TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Posyandu merupakan salah satu bentuk kegiatan dari Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), dimana masyarakat antara lain melalui kader-kader yang terlatih
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang masih belum bergizi-seimbang. Hasil Riskesdas (2007) anak balita yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah gizi kurang pada balita masih cukup tinggi, salah satunya karena kualitas makanan sebagian besar masyarakat Indonesia terutama pada anak balita yang masih
Lebih terperinciESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :
ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk
Lebih terperinciISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia
ISSN 2442-7659 InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI di Indonesia 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia Pembangunan kesehatan dalam periode tahun 2015-2019 difokuskan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Menurut Supariasa dkk (2002) status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu sedangkan menurut Almatsier
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hasil analisis data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas 2005) menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan gizi kurang pada anak usia sekolah yaitu
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah. menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan faktor langsung dan tidak langsung
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. STATUS GIZI Status gizi anak pada dasarnya ditentukan oleh dua hal yaitu makanan yang dikonsumsi dan kesehatan anak itu sendiri. Kualitas dan kuantitas bahan makanan yang dikonsumsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. MDGs lainnya, seperti angka kematian anak dan akses terhadap pendidikan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus kekurangan gizi pada anak balita yang diukur dengan prevalensi anak balita gizi kurang dan gizi buruk digunakan sebagai indikator kelaparan, karena mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas hidup manusia. Kualitas hidup manusia terbagi atas kualitas fisik dan kualitas non
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok adalah salah satu perilaku hidup yang tidak sehat yang dapat merugikan dan sangat mengganggu bagi diri sendiri maupun orang lain disekelilingnya khususnya bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelompok anak sekolah merupakan salah satu segmen penting di masyarakat dalam upaya peningkatan pemahaman dan kesadaran gizi sejak dini. Anak sekolah merupakan sasaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gizi merupakan salah satu masalah kesehatan di berbagai negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Masalah gizi ini diikuti dengan semakin bertambahnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kualitas hidup manusia dimulai sedini mungkin sejak masih bayi. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Indikatornya adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, yang dapat menikmati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang bermutu. Menurut data United Nations Development Program
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Titik berat dari pembangunan Bangsa Indonesia adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja. Salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan terhadap penyakit. Salah satu penyebab terbesar kematian pada anak usia balita di dunia adalah pneumonia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia akhir-akhir ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia akhir-akhir ini menghadapi berbagai permasalahan yang mendesak/akut, yang memerlukan penanggulangan dengan seksama
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi. Kelompok
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi. Kelompok tersebut mengalami siklus pertumbuhan dan perkembangan yang membutuhkan zat-zat gizi yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The United Nations
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status gizi balita merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, khususnya di berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The United Nations Children s Fund (UNICEF)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang WHO (2005) menyatakan sekitar seperlima penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19 tahun, dan 900 juta berada di negara berkembang. Berdasarkan data Departemen Kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keikutsertaan PAUD
HASIL DAN PEMBAHASAN Keikutsertaan PAUD Konsep Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah konsep bermain sambil belajar yang merupakan fondasi yang akan mengarahkan anak pada pengembangan kemampuan yang lebih
Lebih terperinciANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB GIZI KURANG PADA BALITA DI DESA BANYUANYAR KECAMATAN KALIBARU BANYUWANGI
ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB GIZI KURANG PADA BALITA DI DESA BANYUANYAR KECAMATAN KALIBARU BANYUWANGI Firdawsyi Nuzula 1, Maulida Nurfazriah Oktaviana 1, Roshinta Sony Anggari 1 1. Prodi D
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Masalah Gizi Ganda
5 TINJAUAN PUSTAKA Masalah Gizi Ganda Pembangunan suatu bangsa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan setiap warga negara. Peningkatan kemajuan dan kesejahteraan bangsa sangat tergantung pada kemampuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terutama penyakit infeksi. Asupan gizi yang kurang akan menyebabkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi dipengaruhi oleh asupan makanan dan penyakit terutama penyakit infeksi. Asupan gizi yang kurang akan menyebabkan status gizi menurun dimana keadaan ini akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Yang dimaksud dengan status gizi yaitu : Keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan dan penggunaan makan. Makanan yang memenuhi kebutuhan gizi tubuh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Sekolah Dasar 2.1.1. Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat mempunyai sifat
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh
METODE PENELITIAN Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di kebun Malabar PTPN VIII Desa Banjarsari, Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung
Lebih terperinciBAB II T1NJAUAN PUSTAKA
BAB II T1NJAUAN PUSTAKA A. Pola Konsumsi Anak Balita Pola konsumsi makan adalah kebiasaan makan yang meliputi jumlah, frekuensi dan jenis atau macam makanan. Penentuan pola konsumsi makan harus memperhatikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan sosial ekonomi secara keseluruhan di masa lampau dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Balita pendek (stunting) merupakan keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan. Stunting dapat
Lebih terperinciKERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran
21 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Kekurangan gizi pada usia dini mempunyai dampak buruk pada masa dewasa yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik yang lebih kecil dengan tingkat produktifitas yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehari-hari. Makanan atau zat gizi merupakan salah satu penentu kualitas kinerja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang memerlukan energi untuk melakukan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari. Energi ini diperoleh dari hasil metabolisme bahan makanan sehari-hari. Makanan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas yang sehat, cerdas, dan produktif. Pencapaian pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memasuki era globalisasi karena harus bersaing dengan negara-negara lain dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang menghadapi tantangan yang lebih besar memasuki era globalisasi karena harus bersaing dengan negara-negara lain dalam berbagai bidang.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena
17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi pada anak masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas gizi. Salah
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara yang menanda tangani Tujuan Pembangunan Millenium Developmen Goals (MDGs) berkomitmen mewujudkan peningkatan kualitas sumber daya
Lebih terperinciESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :
ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI GORONTALO TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Gorontalo
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masalah Gizi Pada Anak Balita Masa balita merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak. Akan tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah kematian anak usia bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang khususnya Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah utama kesehatan di Negara berkembang adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi kurang yang dialami oleh negara -negara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di tiap-tiap negara, baik negara miskin, negara berkembang, dan negara maju. Negara miskin cenderung dengan masalah gizi
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. kembang. Gizi buruk menyebabkan 10,9 Juta kematian anak balita didunia setiap tahun. Secara
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Anak Balita rentan untuk menjadi gizi buruk karena balita merupakan anak yang dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia secara berkelanjutan. Manusia yang berkualitas dapat menentukan keberhasilan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. ISPA menyebabkan empat dari
Lebih terperinci1 Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Keadaan ini banyak diderita oleh kelompok balita yang merupakan generasi penerus bangsa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau calon ibu merupakan kelompok rawan, karena membutuhkan gizi yang cukup
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Rumahtangga
20 TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Rumahtangga Konsep ketahanan pangan menurut World Food Conference on Human Rights 1993 dan World Food Summit 1996 memiliki arti setiap orang pada setiap saat memiliki
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya. Manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak yang sehat akan mengalami pertumbuhan yang normal dan wajar, yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya. Manusia terutama pada masa kanak-kanak, mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan peradangan atau infeksi pada bronkiolus dan alveolus di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan Ball,2003). Sedangkan
Lebih terperinci