HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Sumur Batu merupakan salah satu dari delapan kelurahan yang ada di Kecamatan Bantar Gebang Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat. Kelurahan ini terdiri dari 7 Rukun Warga dan 41 Rukun Tetangga dengan batas batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara : Kelurahan Padurenan Kecamatan Mustika Jaya - Sebelah Timur : Desa Burangkeng Kabupaten Bekasi - Sebelah Selatan : Desa Taman Rahayu Kabupaten Bekasi - Sebelah Barat : Kelurahan Cikiwul Kecamatan Bantar Gebang Letak kota pemerintahan Kelurahan Sumur Batu berada di sebelah tenggara dari kota pemerintahan Kecamatan Bantar Gebang, dengan luas ± ha. Dari luas ± ha areal yang ada, sekitar 318 ha dipergunakan untuk pemukiman penduduk dan pertanian, sedangkan sisanya dipergunakan untuk sarana gedung perkantoran dan prasarana pendidikan serta tempat pembuangan akhir (TPA) Pemda DKI 20 ha dan Kota Bekasi 17 ha. Keberadaan lokasi TPA Bantar Gebang membawa dampak tersendiri bagi masyarakat sekitarnya. Permasalahan lain yang dihadapi dengan adanya lokasi TPA sampah adalah adanya udara yang tidak bersahabat di wilayah Kelurahan Sumur Batu dan sekitarnya akibat bau yang tidak sedap apabila tersengat hidung. Wilayah peneilitian terletak pada RW 03 Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang, dimana termasuk kedalam wilayah kerja Puskesmas Bantar Gebang I. Puskesmas Bantar Gebang I terletak di jalan Narogong Raya Km.10 No.75 Kelurahan Bantar Gebang. Luas wilayah kerja Puskesmas Bantar Gebang I adalah km 2. Jumlah penduduk di Kelurahan SumurBatu adalah sebesar jiwa dengan kategori penduduk usia 0-6 tahun sebanyak jiwa, 7-12 tahun sebanyak 817 jiwa, tahun sebanyak jiwa, tahun sebanyak 961 jiwa, tahun sebanyak jiwa dan yang berusia 60 tahun sebanyak 421 jiwa. Angka kesakitan di wiliayah kerja Puskesmas Bantar Gebang 1 tertinggi dari tahun adalah penyakit ISPA. Penyakit diare dari tahun selalu meningkat dan pada tahun 2010 penyakit diare merupakan urutan ke-4 tinggi dari 10 penyakit di Puskesmas Bantar Gebang I. Jumlah angka kesakitan diare pada tahu 2010 adalah sebanyak jiwa. Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskemas gambaran status gizi di wilayah kerja Puskesmas

2 Bantar Gebang I tergolong dalam kategori baik, yakni sebanyak % balita berstatus gizi baik. Wilayah RW 03 termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Bantar Gebang I yang paling banyak memiliki masalah baik dalam kesehatan maupun ekonomi. Sebagian besar warga di RW 03 tergolong kategori berpendapatan minimum dengan pekerjaan rata rata sebagai pemulung sampah. Kejadian diare serta kecacingan di wilayah ini pun tergolong tinggi yakni sebesar 89.8%. Hal ini mungkin disebabkan karena RW 03 merupakan wilayah yang terdekat dengan tempat pembuangan akhir. Karakteristik Keluarga Ibu merupakan orang yang memiliki peranan utama dan penting dalam keluarga. Tingkat pendidikan ibu dapat berpengaruh pada perilaku ibu dalam mengelola rumah tangga, termasuk dalam konsumsi pangan, perawatan kesehatan dan higiene, serta pemberian stimulasi yang tepat kepada anak. Tingkat pendidikan juga sangat mempengaruhi kemampuan penerimaan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak yang akan membantu ibu memberikan pengasuhan yang maksimal. Umur Ibu Responden dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai anak balita berusia bulan di wilayah kerja posyandu Melati 3 dan Melati 9 RW 03 Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang Jawa Barat. Responden yang ada sebanyak 50 orang dan jumlah balita sebanyak 58 orang, dimana terdapat 4 ibu yang memiliki 2 orang anak balita. Tabel 4 menunjukkan bahwa kategori umur ibu bervariasi. Umur ibu dalam penelitian ini berada dalam rentang mulai dari 19 tahun sampai dengan 49 tahun. Pada Tabel 4 terlihat bahwa sebaran umur ibu balita, persentase tertinggi ada pada rentang kategori tahun sebanyak 55.2%. Berdasarkan data yang ada ibu balita paling banyak berusia 25 dan 30 tahun.

3 Tabel 4 Sebaran umur ibu balita Umur (tahun) n % Pekerjaan Salah satu faktor yang memiliki peran penting dalam kehidupan keluarga adalah keadaan sosial ekonomi. Keadaan sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap kehidupan mental dan fisik individu yang ada di dalam keluarga tersebut. Berdasarkan Tabel 5, sebagian besar ibu balita tidak bekerja atau hanya menjadi ibu rumah tangga (70.7%), 12.1% bekerja sebagai buruh pabrik, 10.3% sebagai karyawan swasta, 3.4% sebagai pemulung, dan sisanya masing masing sebanyak 1.7% sebagai wiraswasta dan guru. Tabel 5 Sebaran pekerjaan ibu balita Jenis pekerjaan n % Buruh pabrik Guru Ibu Rumah Tangga Karyawan Swasta Pemulung Wiraswasta Ibu yang bekerja cenderung memiliki waktu yang terbatas untuk bersama anaknya dan perhatian kepada anak juga berkurang yang menyebabkan ibu cenderung kurang memperhatikan makanan tambahan yang diberikan kepada balitanya dan juga cenderung memberikan makanan tamabahan kepada anak terlalu dini. Penelitian yang dilakukan oleh Laukau (2005) menyatakan bahwa sebanyak 53% ibu balita yang bekerja telah memberikan makanan tambahan kepada balitanya saat berusia tiga bulan.

4 Pendidikan ibu Pendidikan sangat mempengaruhi kemampuan penerimaan informasi gizi makanan. Tingkat pendidikan yang rendah akan lebih kuat mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan dengan makanan sehingga sulit menerima informasi dalam bidang gizi. Kemampuan ibu dalam memberikan makanan tambahan kepada balitanya salah satunya dipengaruhi oleh pendidikan. Pada tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu balita sampel dalam penilitian ini masih rendah. Persentase tertinggi tingkat pendidikan ibu hanyalah tamatan SD/sederajat (48.3%). Pada Tabel 6 juga terlihat hanya sebanyak 25.9% ibu yang berpendidikan SLTP/sederajat dan masih terdapat 8.6% ibu yang tidak tamat SD serta 1.7% yang tidak bersekolah. Jenjang pendidikan tertinggi pada ibu balita adalah D1 sebanyak 1.7%. Tabel 6 Sebaran tingkat pendidikan ibu balita Jenjang pendidikan n % Tidak Sekolah Tidak Tamat SD SD SLTP SLTA D Tingkat pendidikan orang tua sampel penelitian ini paling banyak adalah tamat SD. Hal ini menunjukkan masih rendahnya tingkat pendidikan orang tua.penelitian yang dilakukan oleh Murniningsih & Sulastri (2007) menunjukkan bahwa sebanyak 54.2% ibu memiliki latar belakang pendidikan setingkat SD Besar keluarga Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal bersama dan menjadi tanggungan dari kepala keluarga. Definisi anggota rumah tangga menurut BPS (2002) adalah semua orang yang biasa bertempat tinggal di suatu rumah tangga baik yang berada di rumah pada saat pencacahan maupun sementara tidak ada. Sebagian besar keluarga balita merupakan keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga 4 orang (79.3%), 19% merupakan keluarga

5 sedang dengan anggota keluarga 5-7 orang dan sisanya 1.7% merupakan keluarga besar dengan jumlah anggota 8 orang. Tabel 7 Sebaran jumlah anggota keluarga balita Besar keluarga n % Kecil ( 4 orang) Sedang (5-7 orang) Besar ( 8 orang) Salah satu faktor yang mempengaruhi kecukupan konsumsi pangan pada suatu rumah tangga adalah besarnya keluarga atau jumlah anggota keluarga. Jumlah anggota keluarga biasanya adalah faktor penentu dalam memilih jenis bahan makanan dan distribusi pangan antar anggota keluarga. Biasanya pada kondisi tersebut, faktor kuantitas lebih diutamakan daripada faktor kualitas sehingga diharapkan seluruh anggota keluarga dapat terbagi secara merata. Pendapatan keluarga Pendapatan keluarga adalah besarnya rata-rata penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga. Pendapatan per kapita keluarga balita berkisar dari Rp sampai dengan Rp dengan rata-rata Rp Apabila dibandingkan dengan garis kemiskinan Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 yaitu sebesar Rp (BPS 2012) maka diperoleh persentase keluarga miskin sebanyak 39.7%. Sebaran status ekonomi keluarga balita disajikan pada Tabel 8. Faktor kemiskinan keluarga diakui memiliki dampak terhadap penurunan ketahanan pangan dan status gizi anak (Soekirman 2000). Hal ini disebabkan daya beli keluarga yang rendah untuk memperoleh makanan dengan harga terjangkau, sehingga porsi yang dibelanjakan untuk pangan semakin tidak memadai untuk memenuhi kecukupan gizi seluruh anggota keluarga.

6 Tabel 8 Sebaran keluarga balita berdasarkan garis kemiskinan Jawa Barat (2012) Status ekonomi keluarga n % Miskin (< Rp ) Tidak miskin (> Rp ) Rata-rata ± SD Rp ± Rp Pendapatan yang kurang tidak memungkinkan keluarga dapat menyiapkan makanan yang terbaik untuk anak. Pendapatan dalam satu keluarga akan mempengaruhi aktifitas keluarga dalam pemenuhan kebutuhan keluarga (Yuliana 2004). Akan tetapi besarnya pendapatan pada keluarga tidak miskin, juga tidak menjamin pola konsumsi pangan yang lebih baik. Kadang-kadang perubahan utama yang justru terjadi dalam kebiasaan makan adalah pangan yang dimakan itu lebih mahal terutama apabila tidak didukung oleh pengetahuan gizi yang baik. Berg (1986) menyatakan bahwa semakin besar pendapatan maka persentase pengeluaran untuk makanan atau pangan akan semakin kecil. Namun menurut Suhardjo (1989) mengatakan bahwa sebagian pada umumnya keluarga miskin mnggunakan dua per tiga dari pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan makanan. Karakteristik Anak Balita Usia Usia anak balita diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu bulan, bulan, dan bulan. Usia anak balita pada penelitian sebagian besar berada pada rentang usia bulan dengan persentase sebesar 60.3% dan rata rata 34.7 bulan. Sisanya berada pada rentang bulan sebesar 24.1% dan pada rentang bulan sebesar 15.5%. Sebaran usia balita dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran anak balita menurut kelompok usia Usia (bulan) n % Rata-rata± SD 34.8 ± 10.4

7 Jenis kelamin Masalah gizi dapat terjadi pada setiap orang baik karena kurangnya asupan maupun karena faktor adanya penyakit infeksi. Anak laki- laki maupun perempuan mempunyai peluang yang sama dalam mengalami masalah gizi. Persentase jenis kelamin anak balita pada penelitian ini sebagian besar adalah perempuan dengan persentase sebesar 67.2%, sedangkan untuk jenis kelamin laki-laki adalah sebesar 32.8%. Tabel 10 Sebaran anak balita berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin n % Laki-laki Perempuan Berat badan lahir Berat badan lahir adalah salah satu indikator penting bagi kesehatan anak. Bayi dengan berat badan lahir kurang dari dua ribu lima ratus gram (<2500 gram) termasuk dalam kategori berat badan lahir rendah. Bayi dengan berat badan lahir rendah memiliki resiko tinggi dalam mengalami masalah gizi seperti kurang gizi. Tabel 11 menunjukkan bahwa seluruh anak balita lahir dengan berat badan yang normal atau cukup (100%). Hasil ini menunjukkan bahwa keadaan masalah gizi yang ada tidak terjadi sejak kandungan, namun lebih disebabkan karena kualitas serta kuantitas dari makanan pendamping maupun pengganti ASI. Tabel 11 Sebaran berat badan lahir anak balita Berat badan lahir n % Normal ( 2500 gram) Kurang ( 2500 gram) 0 0 Riwayat Pemberian ASI dan MP-ASI ASI adalah emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan garamgaram oganik yang dieksresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu yang berguna sebagai makanan utama bagi bayi (Roesli 2000). ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan faktor pertumbuhan, anti alergi, serta anti

8 inflamasi, sehingga ASI merupakan makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologi, sosial maupun spiritual (Purwanti 2004). Pemberian ASI secara tepat kepada bayi akan memberikan banyak dampak positif bagi kesehatan dan proses tumbuh kembangnya. ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biscuit, bubur nasi, dan tim. Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4 bulan tetapi bila memungkinkan sampai 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, ia harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau lebih dari 2 tahun (Depkes 2004). Tabel 12 menunjukkan bahwa hampir seluruh ibu balita memberikan ASI saja kepada anaknya saat berusia sebelum 4 bulan dan sebelum berusia 6 bulan yakni masing masing sebesar 53.4% dan 51.7%. Peringkat kedua adalah dengan memberikan ASI dan susu formula kepada bayi masing-masing sebesar 41.4% dan 43.1%. Sisanya adalah dengan hanya memberikan susu formula saja kepada bayinya sebelum berusia 4 dan 6 bulan yakni masing-masing sebesar 5.2%. Pada tahun 1999, setelah pengalaman selama 9 tahun, UNICEF memberikan klarifikasi tentang rekomendasi jangka waktu pemberian ASI eksklusif. Rekomendasi terbaru UNICEF bersama WHA dan banyak negara lainnya adalah menerapkan jangka waktu pemberian ASI ekskusif selama 6 bulan (Roesli 2005). Tabel 12 Sebaran anak balita berdasarkan riwayat pemberian ASI Pemberian n % Sebelum 4 bulan - ASI saja ASI+ Susu Formula Susu Formula Sebelum 6 bulan - ASI saja ASI+ Susu Formula Susu Formula 3 5.2

9 Dari data diatas menunjukkan bahwa tidak semua ibu memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya. Alasan ibu balita tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya sebagian besar disebabkan karena bayi rewel (51.8%). Hal tersebut membuat ibu beranggapan bahwa ASI yang diberikannya tidak cukup sehingga ibu memberikan tambahan susu formula kepada bayinya. Alasan selanjutnya adalah karena ASI tidak keluar (22.2%), ibu bekerja (14.8%), bayi menolak saat diberi ASI (7.4%). Alasan terakhir sebanyak 3.7% atau satu orang ibu mengatakan bahwa dirinya memberikan susu formula sebelum bayi berusia 4 bulan karena diberikan susu formula oleh bidan. Tabel 13 Sebaran alasan pemberian selain ASI Alasan n % ASI tidak keluar Bayi rewel Bayi tidak mau ASI Diberi oleh bidan Ibu bekerja Total WHO dan UNICEF menganjurkan pemberian ASI ekslusif kepada bayi hingga usia 6 bulan dan pemberiannya tetap diteruskan hingga usia 2 tahun atau lebih dengan didampingi makanan padat yang benar dan tepat. Hal ini disebabkan banyak kandungan dan manfaat ASI yang masih dibutuhkan anak dan justru meningkat di tahun kedua (12-24 bulan), seperti zat anti bodi, lemak, dan vitamin A (Roesli 2000).Tabel 14 menunjukkan persentase apakah ibu masih memberikan ASI sampai saat anak berusia 24 bulan. Hasil yang ada menunjukkan bahwa sebagian besar ibu sudah tidak memberikan ASI lagi kepada anaknya (67.2%) dan sisanya sebanyak 32.8% masih memberikan ASI kepada anaknya.

10 Tabel 14 Sebaran balita berdasarkan pemberian ASI Masih diberikan ASI n % Ya Tidak ASI sebaiknya diberikan kepada balita saat ia berusia 0 6 bulan. Setelah itu dilanjutkan sampai anak berusia 24 bulan. Setelah anak berusia lebih dari 24 bulan maka kebutuhannya tidak hanya diperoleh dari ASI saja. Usia 24 tahun adalah usia dimana terjadi periode perkembangan otak anak. Pada saat inilah anak membutuhkan lebih banyak nutrisi untuk perkembangan otaknya. Menyapih secara harfiah berarti membiasakan. Menurut Allan (2006) penyapihan adalah istilah yang digunakan untuk menyebut periode transisi dimana bayi masih diberi makanan cair, ASI ataupun susu formula, tetapi juga secara bertahap diperkenalkan pada makanan padat. Tabel 15 menunjukkan persentase usia penyapihan anak balita sebagian besar pada rentang usia bulan yakni sebesar 65.8%. Sebagian besar dari anak balita tersebut mulai disapih saat berusia 24 bulan. Sisanya sebanyak 29.3% mulai menyapih pada saat anak berusia 1-12 bulan dan >24 bulan sebanyak 4.9%. Tabel 15 Sebaran anak balita berdasarkan usia penyapihan Kategori umur n % > Total Penyapihan dimulai pada umur yang berbeda dalam masyarakat yang berbeda. Pada segolongan masyarakat hal ini seringkali dilakukan lebih awal. Tindakan penyapihan yang dilakukan ibu pada berbagai rentang usia tertentu pada umumnya dilatarbelakangi dengan alasan tertentu. Ibu yang menyapih

11 pada usia 1-12 bulan sebagian besar mengaku menghentikan ASI karena alasan bekerja (20%). Tabel 16 Sebaran anak balita berdasarkan alasan penyapihan Alasan disapih n % Anak sudah besar ASI tidak keluar Bayi tidak mau ASI Ibu bekerja 8 20 Ibu hamil 2 5 Total Alasan lainnya ibu menyapih saat berusia 1-12 bulan adalah karena ASI tidak keluar, anak tidak mau bayinya ASI dan ibu sedang hamil lagi dengan persentase masing-masing sebesar 5%. Ibu yang mulai menyapih saat anak berusia bulan mengaku menyapih anak dengan alasan karena anaknya sudah besar (55%). Alasan lain yang membuat ibu tidak memberikan ASI kepada bayi adalah karena bayi sudah diberikan susu formula atau makanan tambahan lain yang menurut mereka dapat mencegah resiko bayi menderita kekurangan gizi dibanding ASI. Sebagian ibu juga mengaku mangalami ketakutan akan perubahan pada ukuran dan bentuk pada payudara apabila mereka menyusui anaknya (WHO IDAI 2005). Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan yang diberikan kepada bayi sebagai pendamping ASI setelah bayi berusia lebih dari 6 bulan. Pudjiati (2000) menyatakan bahwa bayi belum siap untuk menerima makanan semi padat sebelum berusia 6 bulan. Hal ini dapat mengakibatkan munculnya berbagai penyakit seperti gangguan dalam meyesuaikan beban ginjal yang terlalu berat dan mungkin gangguan terhadap selera makan. Pemberian makanan tambahan kepada bayi bertujuan untuk melengkapi ASI dan diperlukan setelah kebutuhan energi dan zat-zat gizi tidak mampu dipenuhi dengan pemberian ASI saja (Sembiring 2009). Makanan tambahan pada bayi bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan zat gizi bayi, penyesuaian kemampuan alat cerna dalam menerima makanan tambahan dan merupakan masa peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Selain untuk memenuhi kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi pemberian makanan

12 tambahan merupakan salah satu proses pendidikan dimana bayi diajarkan untuk mengunyah dan menelan makanan padat serta membiasakan selera-selera baru (Suharjo 2002). Kehidupan masyarakat sampai saat ini masih banyak ibu yang meyakini mitos tentang menyusui sehingga dapat mengurangi rasa percaya diri maupun dukungan yang diterimanya. Ibu akhirnya lebih memilih pemberian makanan tambahan pada bayi dibanding pemberian ASI eksklusif (Hatta 2005). Pada pemberian makanan tambahan ASI terlalu dini, banyak ibu yang beranggapan bahwa bayi tidak apa-apa setelah diberikan makanan dari umur 2 atau 3 bulan sehingga hal tersebut menjadi alasan untuk mengikuti aturan yang berlaku dalam masyarakat. Tabel 17 menunjukkan bahwa sebanyak 30% ibu telah memberikan makanan kepada bayinya saat baru berusia 2 bulan. Namun masih ada sebanyak 29.3% ibu yang memberikan makanan pendamping saat bayi telah berusia 6 bulan. Sebanyak 13.8%ibu baru memberikan MP-ASI kepada bayinya saat telah berusia 7 bulan, 12.1% saat bayi berusia 4 bulan, 5.2% saat berusia 3 bulan dan sisanya sebanyak 3.4 % saat usia 5 bulan dan 1.7% saat bayi masih berusia 1 bulan. Makanan yang pertama kali diberikan kepada anak adalah bubur susu instan (60.3%). Sisanya sebanyak 32.8% memberikan pisang kerok kepada anak sebagai makanan yang pertama kali di berikan dan 6.9% memberikan biscuit bayi. UNICEF dan WHO IDAI (2005) menyatakan ada beberapa alasan ibu tidak ingin menyusui bayinya, yaitu ibu yang sudah berhenti menyusui namun tidak dapat atau ingin menyusui lagi, ibu yang pernah mengalami stress sehingga produksi ASI berkurang tidak ingin menyusui lagi setelah keadaan ibu sudah pulih kembali, kekurangan gizi ibu akan mengurangi produksi ASI sehingga susu formula dan makanan tambahan pada bayi menjadi jalan keluar pemenuhan nutrisi bayi.

13 Tabel 17 Sebaran anak balita berdasarkan makanan pendamping ASI. Umur pemberian ASI (bulan) n % Jenis MP-ASI yang pertama diberikan n % Biscuit bayi Bubur susu Pisang kerok Saat anak telah berusia 24 bulan pemberian makanan keluarga sekurang-kurangnya 3 kali sehari dengan porsi sebagian makanan orang dewasa setiap kali makan. Pemberian makanan selingan tetap diberikan 2 kali sehari (Satyanegara 2004). Tabel 18 menunjukkan bahwa sebagian besar anak makan sebanyak 3 kali dalam seharinya (55.2%). Namun masih ada juga anak yang makan hanya 2 kali dalam sehari (27.6%). Sisanya masih ada anak yang makan 1 kali, 4 dan 5 kali dalam sehari dengan persentase masing-masing sebesar 6.9%, 5.2% dan 5.2%. Hampir sebagian besar anak sudah makan makanan keluarga yakni makanan yang sama seperti makanan yang dikonsumsi oleh anggota keluarga yang lainnya dengan persentase sebesar 94.8%. Sisanya sebanyak 5.2% anak yang masih makan nasi tim sebagai menu makanan utamanya. Tabel 18 Sebaran anak balita berdasarkan makanan utama Frekuensi makan utama n % Frekuensi/hr x Batal et al. (2005) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa sebagian besar anak balita yang ada sebanyak 87.9% rata-rata dalam sehari makan sebanyak 3 kali. Jenis makanan yang dikonsumsi oleh mereka adalah makanan yang sama dengan yang dimakan oleh orangtuanya. Dalam penelitiannya juga

14 masih terdapat anak yang belum makan makanan yang sama dengan yang dimakan oleh orangtuanya. Makanan lainnya tersebut adalah sejenis bubur nasi dan juga nasi tim. Tabel 19 Sebaran anak balita berdasarkan makanan selingan. Frekuensi selingan % >3 6.9 Total 100 Jenis makanan jajanan Frekuensi (kali/hari) Chiki 4.5 Biscuit 4.4 Roti 3.2 Wafer 3.1 Minuman kemasan 2.2 Permen 1.8 Makanan selingan diperlukan oleh anak untuk mencukupi kebutuhan energi seharinya. Makanan selingan setidaknya dapat diberikan sebanyak 2 kali dalam seharinya. Tabel 19 menunjukkan bahwa sebagian besar anak mendapatkan makanan selingan sebanyak 2 kali (60.3%). Selanjutnya ada 20.7% anak mendapatkan makanan selingan 1 kali, 12.7% sebanyak 3 kali dan yang terakhir 6.9% anak mendapatkan makanan selingan lebih dari 3 kali. Usia balita adalah usia dimana anak mulai sering jajan. Makanan jajanan yang sering dibeli oleh anak adalah chiki dengan frekuensi sebanyak 4.5 kali perharinya. Jajanan lain yang sering dibeli adalah biscuit. Pola Pemberian MP-ASI Pengaturan makan adalah upaya yang penting dalam memelihara gizi bayi dan anak balita. Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan kepada bayi atau anak disamping ASI untuk memenuhi kebutuhan gizinya.

15 Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan pada bayi yang telah berusia 6 bulan atau lebih karena ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan zat gizi bayi. Perilaku pola pemberian MP-ASI yang baik hanya sebesar 46.6%. Pola pemberian MP-ASI yang baik dilihat berdasarkan umur pertama kali pemberian makanan tambahan, jenis makanan tambahan yang pertama kali diberikan dan frekuensi pemberian. Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber Protein Seiring dengan bertambahnya usia anak, maka kebutuhan akan asupan proteinnya akan semakin meningkat. Pertambahan protein pada anak yang diberi makanan tambahan untuk pertama kalinya (usia 6-12 bulan) tidak terlalu besar. Setelah menginjak usia satu tahun anak membutuhkan protein sekitar dua kali lipat dari masa sebelumnya (Krisnatuti 2000). Konsumsi pangan hewani yang cukup merupakan syarat penting untuk terpenuhinya gizi tubuh sehari-hari. Pangan hewani merupakan pangan bermutu tinggi karena mengandung asam amino esensial yang lengkap, kaya akan vitamin B12 dan vitamin A, mengandung zat besi heme yang mudah diserap, dan mempunyai nilai cerna protein yang tinggi (Khomsan 2000) sehingga sangat penting peranannya untuk memberikan pertumbuhan secara optimal. Khomsan (2004) menyatakan bahwa frekuensi konsumsi pangan per hari merupakan salah satu aspek dalam kebiasaan makan. Frekuensi konsumsi pangan dapat menjadi penduga tingkat kecukupan gizi. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi frekuensi konsumsi pangan, maka peluang untuk terpenuhinya kecukupan gizi akan semakin besar. Sumber protein dapat diperoleh dari berbagai pangan, baik pangan sumber protein hewani maupun nabati. Berdasarkan tabel 19 menunjukkan bahwa konsumsi pangan sumber protein hewani sangatlah rendah. Frekuensi konsumsi protein terbesar terdapat pada tempe yakni sebanyak 1.64 kali dalam seharinya. Tempe adalah salah satu sumber protein yang kaya akan zat gizi. Tempe tergolong dalam jenis protein nabati. Protein nabati memiliki nilai bioavaibilitas yang rendah dibandingkan dengan protein hewani. Frekuensi pangan sumber protein hewani yang terbesar terdapat pada telur yakni sebanyak 0.74 kali. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling murah jika dibandingkan dengan pangan hewani yang lainnya. Sebaran frekuensi konsumsi pangan sumber protein balita disajikan pada Tabel 20

16 Tabel 20 Sebaran frekuensi konsumsi pangan sumber protein anak balita Pangan sumber protein Frekuensi (kali/minggu) Susu 1.75 Daging sapi Daging ayam 4.06 Ikan Telur 5.18 Tempe Tahu 5.25 Status Gizi Balita Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi juga merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa 2002). Status gizi adalah salah satu aspek status kesehatan yang dihasilkan dari asupan, penyerapan, dan penggunaan pangan, serta terjadinya infeksi, trauma dan faktor metabolik. Indeks yang umum digunakan dalam menilai status gizi balita adalah Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB). Berdasarkan pengukuran status gizi balita dengan indeks BB/U menggunakan baku antropometri WHO 2005, sebesar 89.7% anak balita berstatus gizi baik, namun masih terdapat juga 8.6% anak yang termasuk gizi kurang. Jika dilihat berdasarkan status gizi indeks TB/U dapat dilihat bahwa sebesar 55.2% anak balita tergolong normal. Anak balita yang tergolong pendek atau stunted cukup tinggi angkanya yakni dengan persentase sebesar 25.9% atau hampir seperempat dari sampel penelitian. Anak yang termasuk dalam kategori sangat pendek atau severe stunted masih tergolong cukup besar yakni sebesar 15.5%. Sebaran status gizi anak berdasarkan indeks BB/TB didapatkan hasil sebagian besar anak tergolong normal dengan persentase sebesar 77.6%.

17 Tabel 21 Sebaran status gizi anak balita Status gizi n % BB/U - Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih Z-score ±SD ± 1.27 TB/U - Sangat pendek Pendek Normal Z-score±SD ± 1.58 BB/TB - Kurus Normal Gemuk Z-score±SD 0.82 ± 1.33 Anak balita dengan status gizi kurang disebabkan karena MP-ASI yang diberikan kurang baik jenis maupun kualitas, dan anak sakit. Indikator TB/U berguna untuk menggambarkan status gizi masa lalu, sehingga kejadian kependekan atau stunting pada anak menggambarkan riwayat kurang gizi kronik atau dalam jangka waktu yang lama. Stunting pada anak balita berarti kurangnya atau gagalnya pertumbuhan linear tubuh mencapai potensi genetik sebagai akibat asupan gizi yang kurang dan penyakit. Stunting mengindikasikan pertumbuhan yang rendah dan efek kumulatif dari kurangnya atau ketidakcukupan asupan energi, zat gizi makro atau zat gizi mikro dalam jangka panjang atau hasil dari infeksi kronis atau infeksi yang terjadi berulang kali (Umeta et al. 2003). Sebaran status gizi balita dapat dilihat pada Tabel 21. Penelitian yang dilakukan Khor et al. (2009) di wilayah pemukiman kumuh menyatakan bahwa sebanyak 32.6% anak balita termasuk dalam kategori gizi

18 kurang, sedangkan prevalensi untuk stunted adalah sebesar 28.8%. Penelitian sejenis juga dilakukan di daerah kompleks perumahan dan diperoleh hasil prevalensi anak dengan gizi kurang hanya sebesar 19.8% dan yang tergolong stunted hanya sebesar 15.5%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata anak balita yang tinggal dilingkungan dengan keadaan sosial yang rendah masih cukup tinggi angka permasalahan gizi yang terjadi. Higiene dan Sanitasi Lingkungan Tempat Tinggal Higiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat seseorang berada. Sanitasi adalah usaha pencegahan penyakit yang berpusat pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia (Sukandar 2007). Kebersihan adalah faktor yang besar pengaruhnya terhadap kesehatan. Menurut Depkes (2007), anak harus dapat belajar menjaga kesehatannya sejak dini, antara lain dengan memotong kuku setiap minggu, menggosok gigi dua kali sehari, mandi dengan sabun dua kali sehari, mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan setelah buang air besar. Tabel 22 Sebaran balita berdasarkan praktek kebersihan diri Praktek kebersihan diri n % Memotong kuku - 1 kali/minggu Tidak pernah Frekuensi mandi Penggunaan sabun mandi - Tidak Ya Sikat gigi/hari

19 Tabel 22 menunjukkan bagaimana higiene dan sanitasi yang dilakukan oleh ibu balita dan balita itu sendiri. Sebagian besar balita telah memotong kuku secara rutin 1 kali dalam seminggu (77.4%), mandi 2 kali dalam sehari (91.4%), dan menggunakan sabun saat mandi (98.3%). Frekuensi menyikat gigi dalam sehari sebagian besar anak baru menyikat gigi 1 kali dalam sehari (53.4%). Tabel diatas menggambarkan keadaan perilaku higiene balita. dalam tabel tergambarkan bahwa sebagian besar balita telah melakukan pratek higiene dengan baik. Pengelolaan pembuangan limbah kotoran manusia merupakan hal penting yang harus diperhatikan karena banyak penyakit yang dapat disebabkan melalui pembuangan manusia. Pembuangan kotoran yang tidak sesuai dengan aturan akan memudahkan terjadinya water borne disease (Yulia 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anak sudah buang air besar di WC (84.5%). Sisanya sebesar 10.3% buang air besar di kebon dan 5.2% di empang. Sebaran tempat buang air besar balita disajikan pada Tabel 23 Tabel 23 Sebaran tempat buang air besar anak balita Tempat buang air besar n % Empang Kebon WC Tempat pembuangan sampah yang merupakan salah satu indikator dari persyaratan rumah yang sehat. Menurut Latifah et al. (2000) rumah yang sehat sebaiknya memiliki tempat pembuangan yang tertutup sehingga tidak menyebarkan bau yang dapat mengundang lalat sebagai salah satu penyebab timbulnya penyakit. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan sebesar 53.4% ibu belum memiliki tempat pembuangan sampah di rumahnya. Mereka mengaku selama ini membuang sampah begitu saja di depan atau dibelakang rumah serta membuang sampah tersebut ke sungai. Tabel 24 Sebaran kepemilikan tempat sampah Kepemilikan tempat sampah n % Ada Tidak Total

20 Perilaku Higiene Sanitasi dan higiene dapat berpengaruh terhadap kejadian infeksi, seperti diare dan ISPA yang nantinya menjadi salah satu penyebab terjadinya kekurangan gizi. Perilaku higiene ibu balita yang diteliti adalah mencuci tangan setelah buang air besar, mencuci tangan sebelum makan, mencuci tangan sebelum menyuapi anak, dan mencuci tangan sebelum menyiapkan makan untuk anak. Tabel 25 menunjukkan sebaran perilaku higiene ibu balita serta media dalam cuci tangan. Berdasarkan tabel yang ada terlihat bahwa sebagian besar ibu telah berperilaku higiene yang baik. Hal ini dibuktikan dengan perilaku mencuci tangan sebagian besar ibu baik mencuci tangan setelah buang air besar (98.3%), mencuci tangan sebelum makan (77.6%), dan mencuci tangan sebelum menyuapi anak (56.9). Namun sebelum menyiapkan makan untuk anak, sebagian besar ibu mengaku tidak mencuci tangan dahulu (67.2%). Ibu yang tidak mencuci tangan sebelum makan dan sebelum menyuapi anaknya memberikan alasan karena telah menggunakan alat bantu makan seperti sendok sehingga mereka tidak perlu untuk mencuci tangan lagi. Tabel 25 Sebaran perilaku higiene ibu balita Perilaku hygiene ibu n % Mencuci tangan setelah buang air besar/setelah membantu anak buang air besar Mencuci tangan sebelum makan Mencuci tangan sebelum menyuapi anak Mencuci tangan sebelum menyiapkan makan anak Berdasarkan data yang ada terlihat bahwa perilaku higiene ibu masih tergolong kurang. Kesadaran ibu dalam praktek higiene masih tergolong rendah. Perilaku mencuci tangan merupakan hal tidak biasa dan dianggap remeh. Tangan merupakan salah satu kofaktor dalam penyebaran penyakit. Mencuci tangan setiap sebelum dan setelah melakukan kegiatan dalat mencegah terjadinya infeksi cacing ke dalam tubuh. Tangan merupakan salah satu jalur masuknya bakeri dan virus ke dalam tubuh serta menjadi penghantar penularan berbagai penyakit. Tangan manusia dalam waktu yang singkat dapat saja bersentuhan dengan berbagai bahan/benda yang mengandung bakteri/virus, seperti tinja, urin, tanah, air, dan sebagainya. Cuci tangan dengan menggunakan sabun dapat menghilangkan sejumlah besar virus dan bakteri yang menjadi

21 penyebab utama timbulnya berbagai penyakit seperti diare dan penyakit infeksi saluran nafas akut. Ibu yang mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar atau setelah membantu anak buang air besar sebesar 70.7%. Sebelum makan persentase ibu yang mencuci tangan menggunakan sabun sebesar 46.6%, sedangkan sebelum menyuapi anak sebagian besar ibu menjawab tidak pernah mencuci tangan dengan alasan telah memakai alat bantu berupa sendok (43.1%). Sebanyak 67.2% ibu juga tidak mencuci tangan mereka dengan air atau sabun sebelum menyiapkan makanan untuk anaknya. Kejadian Infeksi Anak Balita Kejadian infeksi anak balita atau status kesehatan pada anak balita merupakan aspek yag mempunyai efek terhadap status gizi untuk semua umur. Tabel 26 menunjukkan bahwa lebih dari separuh anak balita (79.3%) mengalami sakit dalam satu bulan terakhir. Tabel 26 Sebaran kejadian sakit anak balita dalam satu bulan terakhir Kejadian sakit n % Sakit Tidak sakit Penyakit yang sering terjadi pada anak balita adalah penyakit infeksi. Data dari Puskesmas Bantar Gebang I menunjukkan bahwa penyakit yang sering diderita oleh anak balita yang tinggal disekitar tempat pembuangan akhir adalah diare dan penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Hasil menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil anak balita yang mengalami gejala seperti tersebut di atas yakni dengan persentase sebesar 27.6%. Menurut Moehji (2003) penyakit infeksi pada balita sering disertai dengan diare dan muntah yang menyebabkan anak kehilangan cairan dan sejumlah zat gizi seperti mineral dan sebagainya.

22 Tabel 27 Sebaran kejadian diare pada anak balita Kejadian diare Saat ini 6bln terakhir N % n % Diare Tidak diare Total Tabel 27 menunjukkan bahwa pada saat penelitian sebagian besar anak tidak sedang mengalami diare. Namun dalam satu bulan terakhir terdapat sebanyak 20.7% anak pernah mengalami diare dengan frekuensi lebih dari 4 kali dalam sehari dan dengan bentuk kotoran yang lembek dan cair. Keaktifan Ibu Balita dalam Kehadiran di Posyandu Posyandu merupakan salah satu pelayanan kesehatan di desa untuk memudahkan masyarakat untuk mengetahui atau memeriksakan kesehatan terutama untuk ibu hamil dan anak balita. Tabel 31 Sebaran balita berdasarkan keaktifan ibu di posyandu Partisipasi di Posyandu n % Rendah Sedang Tinggi Total bulan terkahir - Rendah Sedang Tinggi Total Alasan tidak hadir - Malas Jauh Ibu bekerja Anak sakit Tidak tahu jadwal

23 Keaktifan keluarga pada setiap kegiatan posyandu tentu akan berpengaruh pada keadaan status gizi anak balitanya. Pada saat ini pemantauan pertumbuhan merupakan kegiatan utama posyandu yang jumlahnya mencapai lebih dari 260 ribu yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 menunjukkan bahwa sebanyak 74.5% (sekitar 15 juta) balita pernah ditimbang minimal 1 kali selama 6 bulan terakhir, 60.9% diantaraanya ditimbang lebih dari 4 kali. Berdasarkan Tabel 28 menunjukkan hasil bahwa partisipasi ibu balita dalam kehadiran di posyandu masih tergolong rendah (41.4%) dan untuk partisipasi dalam 6 bulan terakhir juga masih tergolong rendah (58.6%). Alasan ibu balita tidak hadir ke posyandu adalah malas dengan persentase sebesar 36.2% Hubungan Umur Penyapihan Balita dengan Variabel lain Penyapihan digunakan untuk menyebut proses dimana seorang bayi perlahan-lahan dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Selama masa penyapihan, makanan bayi berubah dari ASI saja ke makanan yang lazim dihidangkan dalam keluarga, sementara air susu hanya sebagai makanan tambahan (Arisman 2006). Menurut Allan (2006) penyapihan adalah istilah yang digunakan untuk menyebut periode transisi dimana bayi masih diberi makanan cair, ASI ataupun susu formula, tetapi juga secara bertahap diperkenalkan pada makanan padat. Hasil uji korelasi Spearman antara karakteristik keluarga (pendidikan dan pekerjaan ) dengan umur penyapihan balita menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan umur penyapihan balita. Hasil ini diduga disebabkan karena pendidikan ibu yang masih didominasi hanya sampai tingkat SD dapat mengindikasikan bahwa responden belum mempunyai pengalaman dan kurang mengetahui kesiapan anak untuk menerima makanan tambahan karena kurangnya pengetahuan ibu. Pengetahuan atau kognitif berperan penting dalam membentuk perilaku atau tindakan seseorang. Pengetahuan ibu dapat diperoleh baik secara internal yaitu pengetahuan yang berasal dari dirinya sendiri berdasarkan pengalaman hidup sehari-hari dan eksternal yaitu pengetahuan yang berasal dari orang lain (Notoatmojo 2007). Namun hasil uji korelasi Spearman antara pekerjaan ibu dengan umur penyapihan balita menunjukkan hasil yang sangat signifikan (p<0.01). Ibu yang bekerja cenderung memberikan makanan tambahan kepada bayinya saat mereka masih berumur kurang dari 6 bulan. Ibu yang bekerja cenderung memiliki

24 waktu yang sangat sedikit dirumah. Hal ini membuat mereka kurang dalam memperhatikan makanan yang diberikan kepada anaknya. Penelitian yang dilakukan Kwi di Malaysia (2006) menunjukkan bahwa sebanyak 28.3% ibu balita yang bekerja mulai memberikan makanan tambahan kepada anaknya saat berusia kurang dari 6 bulan. Alasan mereka memberikan makanan tambahan kepada anaknya saat berusia kurang dari 6 bulan adalah agar anaknya tidak rewel saat ditinggal bekerja dan jug karena keterbatasan waktu ibu dirumah. Hasil uji korelasi antara karakteristik ibu dengan umur penyapihan balita dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29 Analisis hubungan umur penyapihan variabel lain Variabel R p- value Pendidikan ibu Pekerjaan ibu Jumlah anggota keluarga Pendapatan keluarga BB/U TB/U BB/TB Adapun berdasarkan karakteristik keluarga, tidak ditemukan hubungan yang signifikan dengan umur penyapihan balita baik terhadap jumlah anggota keluarga dengan status ekonomi keluarga (p>0.05). Hal ini diduga dikarenakan proses penyapihan balita dimulai pada saat yang berlainan. Ada beberapa kelompok masyarakat (budaya) tertentu, bayi tidak akan disapih sebelum berusia 6 bulan, namun ada juga yang baru memulai usia penyapihan setelah bayi berusia 2 tahun (kasus ekstrem 4 tahun). Sebaliknya, pada masyarakat urban, bayi disapih terlalu dini, yaitu baru beberapa hari setelah kelahiran sudah diberi makanan tambahan (Jeliffe 1996). WHO merekomendasikan, penyapihan dilakukan setelah bayi berusia 2 tahun. Pada usia ini anak sudah mempunyai fondasi yang kuat bagi perkembangan selanjutnya. Penelitian yang dilakukan oleh Boulghourjian et al. (2005) menunjukkan bahwa sebagian besar ibu sudah menyapih anak pada saat anak belum berusia 2 tahun (87.5%). Hal ini disebabkan karena faktor pekerjaan ibu diluar rumah yang mengharuskan ibu untuk meninggalkan anak di rumah. Seringnya ibu meninggalkan anak dirumah dalam waktu yang lama

25 menyebabkan anak terbiasa untuk tidak lagi minum ASI dan pemberian MP-ASI yang dini mempercepat ketidakbergantungan anak kepada ASI. Penelitian yang dilakukan Jus at di Jakarta (2004) menunjukkan bahwa sebagian besar ibu tidak memiliki pengetahuan tentang usia penyapihan yang baik. Penyapihan yang mereka tahu dan terapkan adalah kebiasaan dari dulu yaitu dengan berdasarkan pengalaman orang tua. Besar keluarga tidak berhubungan secara signifikan dengan umur penyapihan balita diduga karena besar keluarga yang ada sebagian besar tergolong keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga rata-rata sebanyak 3 orang. Keluarga yang baru memiliki anak 1 orang cenderung belum memiliki pengalaman dalam mengasuh dan pengetahuan tentang penyapihan pun masih sangat sedikit. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur penyapihan dengan status gizi balita (p>0.05). Keadaan ini mungkin disebabkan karena dalam penelitian hanya umur penyapihan saja yang diteliti, tanpa melihat kualitas makanan sapihan yang diberikan. Penelitian Rahmani (2007) menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara penyapihan dengan status gizi anak. Hasil ini menunjukkan walaupun frekuensi dan jenis pemberian MP-ASI tepat tetapi masih ditemukan anak dengan status gizi kurang, hal ini terjadi kemungkinan karena kualitas MP- ASI yang diberikan masih kurang kualitas MP-ASI yang diberikan masih kurang memadai baik kualitas maupun kuantitas. Jus at (2004) menyebutkan bahwa ganggunan pertumbuhan atau masalah gizi utama selama anak menyusui adalah karena tidak tersedianya makanan sapihan yang sesuai engan kebutuhan bayi atau anak. Mahantha (2004) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa umur penyapihan tidak berhubungan dengan status gizi anak balita. Status gizi anak balita lebih ditentukan dari kualitas dan kuantitas dari makanan tambahan yang diberikan ibu kepada anaknya. Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Status Gizi Balita Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik keluarga (pendidikan dan pekerjaan) dengan status gizi berat badan menurut umur (p<005). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mardeyanti (2007) yang menyebutkan bahwa tingkat pendidikan ibu yang rendah meningkatkan resiko ibu untuk memberikan makanan tambahan yang kurang tepat serta pola asuh yang kurang baik sehingga menyebabkan

26 sebagian ibu cenderung memiliki anak dengan status gizi kurang. Pendidikan bertujuan untuk mengubah pengetahuan atau pengertian, pendapat dan konsepkonsep, mengubah sikap dan persepsi serta menanamkan tingkah laku atau kebiasaan yang baru pada pendidikan rendah serta meningkatkan pengetahuan yang cukup atau kurang bagi masyarakat yang masih memakai adat istiadat lama (Notoatmodjo 2005). Miller (2009) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa hampir sebagian besar ibu (45.6%) yang berlatar belakang pendidikan rendah memiliki anak dengan status gizi yang kurang. Pekerjaan memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi berat badan menurut umur (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa akan terjadi penurunan status gizi jika disertai dengan peningkatan pekerjaan ibu. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Roani (2007) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita. ibu yang bekerja pada umumnya memiliki waktu yang sedikit untuk mengurus anaknya, sehingga membuat mereka kurang dalam memperhatikan tumbuh kembang anak.korelasi antara karakteristik keluarga dengan status gizi dapat dilihat pada Tabel 30. Adapun berdasarkan karakteristik keluarga, tidak ditemukan hubungan yang signifikan dengan status gizi balita baik terhadap jumlah anggota keluarga maupun pendapatan keluarga (p<0.05). Hal ini berarti peningkatan jumlah anggota dan pendapatan kelurga akan membuat status gizi seorang anak akan menurun berdasarkan berat badan menurut umur. Faktorfaktor yang mendukung terjadinya kekurangan gizi diantaranya adalah aspek ekonomi dengan aspek pendapatan sebagai salah satu komponennya. Tingkat pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan terhadapa kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Rendahnya pendapatan menyebabkan daya beli terhadap makanan menjadi rendah dan konsumsi pangan keluarga akan berkurang. Kondisi inilah yang pada akhirnya akan mempengaruhi kesehatan dan status gizi keluarga (Riyadi et al. 1990). Sementara itu menurut Husaini et al. (2000), apabila pendapatan rendah, maka kebutuhan pangan cenderung lebih dominan dibandingkan kebutuhan non pangan. Faktor lainnya yang mempengaruhi kecukupan konsumsi pangan pada suatu keluarga adalah jumlah anggota keluarga. Bagi keluarga dengan anggota keluarga yang banyak, jumlah anggota keluarga sebagai faktor penentu dalam memilih jenis bahan makanan dan distribusi pangan antar anggota keluarga. Pada kondisi seperti ini faktor kuantitas lebih diutamakan daripada faktor kualitas

27 sehinngga seluruh anggota keluarga dapat terbagis secara merata (Fachrina 2005). Anak yang tumbuh dalam keluarga miskin adalah yang paling rawan terhadap kondisi kurang gizi, sebab jika jumlah anggota keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak akan berkurang dan banyak orang tua menyadari bahwa anak-anak yang sangat muda memerlukan pangan relatif lebih banyak daripada anak-anak yang lebih tua, sehingga anak-anak yang lebih muda tidak diberi cukup makan. Tabel 30 Analisis hubungan karakteristik keluarga dengan status gizi balita Variabel BB/U TB/U BB/TB R p-value R p-value R p-value Pendidikan ibu Pekerjaan ibu Jumlah anggota keluarga Pendapatan keluarga Hubungan yang bermakna antara karakteristik ibu dan karakteristik keluarga hanya terdapat pada status gizi berdasarkan berat badan menurut umur. Status gizi berdasarkan berat badan menurut umur merupakan indikator penilaian status gizi yang paling sensitif diantara indikator yang lainnya. Hal ini karena perubahan berat badan lebih cepat terlihat dibandingkan dengan perubahan tinggi badan. Hubungan Kejadian Infeksi dengan Status Gizi Balita Selain berhubungan dengan asupan makanan, status gizi juga dipengaruhi oleh status kesehatan balita. Status kesehatan balita juga dipengaruhi oleh perilaku sehat keluarga dan keadaan sanitasi rumah serta lingkungan (Khomsan 2000). Anak balita merupakan kelompok rawan gizi dan rawan kesehatan. Penyakit yang sering diderita oleh anak balita adalah penyakit infeksi. Infeksi yang terjadi dalam tubuh anak balita dapat mempengaruhi status gizi anak balita. Suhardjo (2005) mengemukakan bahwa antara status gizi kurang dengan infeksi terdapat interaksi bolak-balik. Infeksi yang akut mengakibatkan kurang nafsu makan dan toleransi terhadap makanan.

28 Tabel 31 Analisis hubungan kejadian infeksi dengan status gizi balita Status gizi R p- value BB/U TB/U BB/TB Penyakit yang diderita anak juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan fisik anak, kebiasaan hidup sehat, konsumsi dan kebiasaan makan, serta status gizi sebelumnya (Hastuti 2006). Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian infeksi dengan status gizi balita. Hal ini mungkin saja disebabkan karena dalam penelitian sebagian besar sampel dalam kondisi yang baik sehingga status gizinya pun baik. Jika dibedakan status gizi pada saat diare dan sedang tidak diare dapat terlihat bahwa pada anak yang diare cenderung memiliki status gizi yang kurang berdasarkan indeks BB/U dan pendek menurut status gizi TB/U.

LEMBAR PERSETUJUAN ORANGTUA

LEMBAR PERSETUJUAN ORANGTUA LAMPIRAN Lampiran 1 LEMBAR PERSETUJUAN ORANGTUA Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Usia :.tahun Alamat :... Telepon/HP : selaku Bapak/ibu/lainnya(sebutkan..) dari.. usia..bulan, setelah mendapatkan

Lebih terperinci

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh 31 Karakteristik Sosial Ekonomi keluarga Umur orangtua Sebaran umur orangtua contoh dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu kelompok remaja (

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Makanan Bayi

TINJAUAN PUSTAKA. Makanan Bayi TINJAUAN PUSTAKA Makanan Bayi Air Susu Ibu (ASI) Air Susu Ibu (ASI) merupakan gizi terbaik bagi bayi karena komposisi zat gizi di dalamnya secara optimal mampu menjamin pertumbuhan tubuh bayi, selain itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu Sejak lahir makanan pokok bayi adalah Air Susu Ibu. Air Susu Ibu merupakan makanan paling lengkap, karena mengandung zat pati, protein, lemak, vitamin dan mineral.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik tangguh, mental kuat dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keikutsertaan PAUD

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keikutsertaan PAUD HASIL DAN PEMBAHASAN Keikutsertaan PAUD Konsep Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah konsep bermain sambil belajar yang merupakan fondasi yang akan mengarahkan anak pada pengembangan kemampuan yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses tumbuh kembang balita. Balita pendek memiliki dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu Makanan Pendamping Air Susu Ibu adalah makanan yang diberikan pada bayi di samping air susu ibu kecuali air putih, untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di kebun Malabar PTPN VIII Desa Banjarsari, Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makanan utama bayi. Pada awal kehidupan, seorang bayi sangat

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makanan utama bayi. Pada awal kehidupan, seorang bayi sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bayi. Pada

Lebih terperinci

Lampiran 1 Tingkat ketahanan pangan di berbagai wilayah di Provinsi Jawa Tengah

Lampiran 1 Tingkat ketahanan pangan di berbagai wilayah di Provinsi Jawa Tengah LAMPIRAN 67 68 Lampiran 1 Tingkat ketahanan pangan di berbagai wilayah di Provinsi Jawa Tengah 68 69 68 Lampiran 2 Sebaran rumah tangga berdasarkan keragaan akses ibu terhadap informasi dan pelayanan gizi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa kekurangan gizi, terutama pada usia dini akan berdampak pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 36 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Sukawening merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Desa ini memiliki luas wilayah sebesar

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. d 2. dimana n : Jumlah sampel Z 2 1-α/2 : derajat kepercayaan (1.96) D : presisi (0.10) P : proporsi ibu balita pada populasi (0.

METODE PENELITIAN. d 2. dimana n : Jumlah sampel Z 2 1-α/2 : derajat kepercayaan (1.96) D : presisi (0.10) P : proporsi ibu balita pada populasi (0. METODE PENELITIAN Desain Penelitian, Waktu dantempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sumur Batu, Bantar Gebang Bekasi. Penelitian dilakukan pada bulan Agustusi 2012. Desain penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Makanan Pendamping Air Susu Ibu Makanan pendamping air susu ibu adalah makanan yang diberikan pada bayi disamping air susu ibu, untuk memenuhi kebutuhan gizi anak mulai umur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kualitas hidup manusia dimulai sedini mungkin sejak masih bayi. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah

Lebih terperinci

METODOLOGI. n = 2 (σ 2 ) (Zα + Zβ) δ 2

METODOLOGI. n = 2 (σ 2 ) (Zα + Zβ) δ 2 17 METODOLOGI Desain, Waktu dan Tempat Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah experimental study yaitu percobaan lapang (field experiment) dengan menggunakan rancangan randomized treatment trial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakikatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika

Lebih terperinci

Karakteristik sosial-ekonomi keluarga: Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Besarnya keluarga. Pengetahuan, sikap, dan praktik ibu contoh.

Karakteristik sosial-ekonomi keluarga: Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Besarnya keluarga. Pengetahuan, sikap, dan praktik ibu contoh. 22 Karakteristik sosial-ekonomi keluarga: Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Besarnya keluarga Ketersediaan Pangan Pengetahuan, sikap, dan praktik ibu contoh Kondisi Lingkungan Pola Asuh Tingkat kepatuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Untuk hidup dan meingkatkan kualitas hidup, setiap orang memerlukan 5 kelompok zat gizi (Karbohidrat, Protein, Lemak, Vitamin dan Mineral) dalam jumlah yang cukup,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakancg Pada negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan (mordibity) dan angka kematian (mortality).

Lebih terperinci

HASIL PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

HASIL PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5 HASIL PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Sumur Batu merupakan salah satu dari delapan yang ada di Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat, yang terdiri dari 7 rukun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat pula menyebababkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) 5 TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Posyandu merupakan salah satu bentuk kegiatan dari Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), dimana masyarakat antara lain melalui kader-kader yang terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengasuhan berasal dari kata asuh(to rear) yang mempunyai makna

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengasuhan berasal dari kata asuh(to rear) yang mempunyai makna BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pola Pengasuhan Pengasuhan berasal dari kata asuh(to rear) yang mempunyai makna menjaga, merawat, dan mendidik anak yang masih kecil. Menurut Wagnel dan Funk yang dikutip oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam siklus hidup manusia gizi memegang peranan penting. Kekurangan gizi pada anak balita akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Berat Badan Lahir Cukup (BBLC) a. Definisi Berat badan lahir adalah berat badan yang didapat dalam rentang waktu 1 jam setelah lahir (Kosim et al., 2014). BBLC

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan alat yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Apabila jantung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan alat yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Apabila jantung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pola Asuh Sering dikatakan bahwa ibu adalah jantung dari keluarga, jantung dalam tubuh merupakan alat yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Apabila jantung berhenti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat pula menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kelurahan Sumur Batu Kelurahan merupakan salah satu dari delapan yang ada di Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat terdiri dari 7 Rukun Warga dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gizi Kurang Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Energi dan Protein 1. Kebutuhan Energi Energi digunakan untuk pertumbuhan, sebagian kecil lain digunakan untuk aktivitas, tetapi sebagian besar dimanfaatkan untuk metabolisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian balita dalam kurun waktu 1990 hingga 2015 (WHO, 2015).

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian balita dalam kurun waktu 1990 hingga 2015 (WHO, 2015). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Angka kematian bayi dan anak mencerminkan tingkat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n= z 2 1-α/2.p(1-p) d 2

METODE PENELITIAN. n= z 2 1-α/2.p(1-p) d 2 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain dalam penelitian ini adalah cross sectional study. Lokasi penelitian di Desa Paberasan Kabupaten Sumenep. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

MENARA Ilmu Vol. X Jilid 2 No.70 September 2016

MENARA Ilmu Vol. X Jilid 2 No.70 September 2016 MENARA Ilmu Vol. X Jilid 2 No.70 September 2016 PEMBERDAYAAN POTENSI DAN KEMANDIRIAN MASYARAKAT DALAM RANGKA MENCAPAI DERAJAT KESEHATAN BAYI DENGAN MENGGALAKKAN ASI EKSLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. STATUS GIZI Status gizi anak pada dasarnya ditentukan oleh dua hal yaitu makanan yang dikonsumsi dan kesehatan anak itu sendiri. Kualitas dan kuantitas bahan makanan yang dikonsumsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Manggarai Manggarai terletak di Kecamatan Tebet di wilayah Jakarta Selatan. Wilayah Manggarai merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian ratarata mencapai 25.155

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik dan alamiah untuk bayi sedangkan ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersedian sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik tangguh, mental

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA UMUR PERTAMA PEMBERIAN MP ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6 12 BULAN DI DESA JATIMULYO KECAMATAN PEDAN KABUPATEN KLATEN

HUBUNGAN ANTARA UMUR PERTAMA PEMBERIAN MP ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6 12 BULAN DI DESA JATIMULYO KECAMATAN PEDAN KABUPATEN KLATEN HUBUNGAN ANTARA UMUR PERTAMA PEMBERIAN MP ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6 12 BULAN DI DESA JATIMULYO KECAMATAN PEDAN KABUPATEN KLATEN SKRIPSI Skripsi ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu 1. Pengertian ASI ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, lactose dan garamgaram organic yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Setiap manusia mengalami siklus kehidupan mulai dari dalam. kandungan (janin), berkembang menjadi bayi, tumbuh menjadi anak,

PENDAHULUAN. Setiap manusia mengalami siklus kehidupan mulai dari dalam. kandungan (janin), berkembang menjadi bayi, tumbuh menjadi anak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia mengalami siklus kehidupan mulai dari dalam kandungan (janin), berkembang menjadi bayi, tumbuh menjadi anak, kemudian menjadi dewasa, dan pada siklus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50% BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di Negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman lain atau disebut dengan ASI Eksklusif dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman lain atau disebut dengan ASI Eksklusif dapat memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air susu ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi serta mempunyai nilai gizi yang paling tinggi dibandingkan dengan makanan bayi yang dibuat manusia atau susu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung berjudul Dampak Program Warung Anak Sehat (WAS) terhadap Perilaku Hygiene-Sanitasi Ibu WAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah kekurangan energi protein seperti merasmus, kwarsiorkor, dan stunting. Kekurangan energi protein

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. n = z 2 α/2.p(1-p) = (1,96) 2. 0,15 (1-0,15) = 48,9 49 d 2 0,1 2

METODE PENELITIAN. n = z 2 α/2.p(1-p) = (1,96) 2. 0,15 (1-0,15) = 48,9 49 d 2 0,1 2 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini desain population survey, yaitu dengan mensurvei sebagian dari populasi balita yang ada di lokasi penelitian selama periode waktu tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak balita merupakan kelompok yang menunjukan pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Oleh karena itu, kelompok usia balita perlu mendapat perhatian, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian multi-center yang dilakukan UNICEF menunjukkan bahwa MP-

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian multi-center yang dilakukan UNICEF menunjukkan bahwa MP- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa bayi antara usia 6 24 bulan merupakan masa emas untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Karena itu, masa ini merupakan kesempatan yang baik bagi orang tua untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Desa Desa Paberasan merupakan salah satu desa yang terletak di Kabupaten Sumenep, Propinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Paberasan yaitu: Sebelah utara : Desa Poja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Balita pendek (stunting) merupakan keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan. Stunting dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakekatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 24 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Geografis Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah sebuah provinsi sekaligus ibu kota negara Indonesia. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau

Lebih terperinci

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi badannya. Pendek atau yang dikenal dengan istilah stunting masih menjadi masalah gizi yang prevalensinya

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian mengenai Pemberian Makanan Tambahan (PMT) biskuit yang disubstitusi tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada balita gizi kurang dan gizi buruk

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilannya dalam Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status gizi adalah ekspresi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Pola Makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu Air Susu Ibu merupakan makanan yang terbaik untuk bayi, karena

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu Air Susu Ibu merupakan makanan yang terbaik untuk bayi, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak dahulu Air Susu Ibu merupakan makanan yang terbaik untuk bayi, karena banyak mengandung zat gizi yang diperlukan oleh bayi dan sangat penting bagi pertumbuhan.

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. epidemiologi yaitu cross sectional (sekat silang) yaitu penelitian yang mengamati

BAB 3 METODE PENELITIAN. epidemiologi yaitu cross sectional (sekat silang) yaitu penelitian yang mengamati 49 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah survei, dengan menggunakan desain penelitian epidemiologi yaitu cross sectional (sekat silang) yaitu penelitian yang mengamati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. AIR SUSU IBU 1. ASI Sebagai Makanan Bayi ASI merupakan emulasi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang diekresi oleh kedua belah kelenjar mammae dari

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI

PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode:... PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI), KONSUMSI GIZI, DAN KELENGKAPAN KARTU MENUJU SEHAT (KMS) TERHADAP STATUS GIZI BAYI Nama responden :... Nomor contoh :... Nama

Lebih terperinci

Jumlah dan Teknik Pemilihan Sampel

Jumlah dan Teknik Pemilihan Sampel Penelitian METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ini menggunakan desain case control bersifat Retrospective bertujuan menilai hubungan paparan penyakit cara menentukan sekelompok kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah dan masyarakat sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM). SDM yang berkualitas

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner. Nama sheet : Coverld. 1. Tanggal wawancara : MK1. 2. Nama responden : MK2. 3. Nama balita : MK3. 4.

Lampiran 1 Kuesioner. Nama sheet : Coverld. 1. Tanggal wawancara : MK1. 2. Nama responden : MK2. 3. Nama balita : MK3. 4. LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner KUESIONER PENELITIAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DAN PERILAKU GIZI SEIMBANG IBU KAITANNYA DENGAN STATUS GIZI DAN KESEHATAN BALITA DI KABUPATEN BOJONEGORO Nama sheet

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL 71 Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Tanggal wawancara: Kode responden PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL Nama Responden :... Alamat :...... No. Telepon :... Lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan di bahas yang pertama mengenai ASI Eksklusif, air susu ibu yang meliputi pengertian ASI, komposisi asi dan manfaat asi. Kedua mengenai persepsi yang meliputi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu sumber mineral mikro yang berperan sangat penting dalam proses metabolisme tubuh (Indira, 2015). Mineral mikro sendiri merupakan mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh kali sehari, ada yang sehari 2-3 kali sehari atau ada yang hanya 2

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh kali sehari, ada yang sehari 2-3 kali sehari atau ada yang hanya 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare merupakan salah satu penyakit yang sering mengenai bayi dan balita. Seorang bayi baru lahir umumnya akan buang air besar sampai lebih dari sepuluh kali sehari,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemberian makanan tambahan pada bayi merupakan salah satu upaya. pemenuhan kebutuhan gizi bayi sehingga bayi dapat mencapai tumbuh

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemberian makanan tambahan pada bayi merupakan salah satu upaya. pemenuhan kebutuhan gizi bayi sehingga bayi dapat mencapai tumbuh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian makanan tambahan pada bayi merupakan salah satu upaya pemenuhan kebutuhan gizi bayi sehingga bayi dapat mencapai tumbuh kembang yang optimal (Sulastri, 2004

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN ASI PADA BAYI BARU LAHIR ASI adalah satu-satunya makanan bayi yang paling baik, karena mengandung zat gizi yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi yang sedang dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengasuhan makanan bergizi (Depkes RI, 2000). masyarakat dan sebagainya dari si ibu atau pengasuh anak (Sunarti, 2004).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengasuhan makanan bergizi (Depkes RI, 2000). masyarakat dan sebagainya dari si ibu atau pengasuh anak (Sunarti, 2004). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pola Asuh Anak Pola asuh anak adalah kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan yang berdampak luas pada kehidupan seluruh anggota keluarga yang menjadi dasar penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Anak prasekolah adalah anak berusia dua sampai lima tahun. Rentang usia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Anak prasekolah adalah anak berusia dua sampai lima tahun. Rentang usia BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anak prasekolah adalah anak berusia dua sampai lima tahun. Rentang usia tersebut merupakan periode emas seorang anak dalam pertumbuhan dan perkembangan terutama fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kedekatan dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kedekatan dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pola Asuh Anak Pola asuh anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatan dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan kehidupannya. Kebutuhan tersebut dapat tercukupi dengan memberikan ASI secara Eksklusif pada bayi selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berkembang secara optimal dan baik. Makanan yang baik bagi bayi baru. eksklusif banyak terdapat kendala (Pudjiadi, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. dan berkembang secara optimal dan baik. Makanan yang baik bagi bayi baru. eksklusif banyak terdapat kendala (Pudjiadi, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh masukan nutrisi, kekebalan tubuh, sinar matahari, lingkungan yang bersih, latihan jasmani dan keadaan kesehatan. Bagi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian No. Responden :

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian No. Responden : LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian No. Responden : PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT, POLA ASUH, STATUS GIZI, DAN STATUS KESEHATAN ANAK BALITA DI WILAYAH PROGRAM WARUNG ANAK SEHAT (WAS) KABUPATEN SUKABUMI

Lebih terperinci

PERBEDAAN BERAT BADAN BAYI PENGGUNA ASI EKSLUSIF DENGAN ASI TIDAK EKSLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TERMINAL BANJARMASIN

PERBEDAAN BERAT BADAN BAYI PENGGUNA ASI EKSLUSIF DENGAN ASI TIDAK EKSLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TERMINAL BANJARMASIN PERBEDAAN BERAT BADAN BAYI PENGGUNA ASI EKSLUSIF DENGAN ASI TIDAK EKSLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TERMINAL BANJARMASIN Desilestia Dwi Salmarini¹, Elvine Ivana Kabuhung², Reni Ovilla Yulianti 1 1 Akademi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Usia Pertama Pemberian Makanan Pendamping ASI a. Pengertian Makanan Pendamping ASI ( MP ASI ) Makanan Pendamping ASI ( MP ASI ) merupakan makanan yang diberikan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas anak sebagai penerus bangsa (1). Periode seribu hari,

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas anak sebagai penerus bangsa (1). Periode seribu hari, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan harapan penerus bangsa, sehingga tumbuh kembang anak sangat penting untuk diperhatikan. Tumbuh kembang ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekurangan Energi Kronis (KEK) 1. Pengertian Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan ibu hamil dan WUS (Wanita Usia Subur) yang kurang gizi diakibatkan oleh kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan termasuk dalam hal gizi. Hal ini terbukti dari

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan termasuk dalam hal gizi. Hal ini terbukti dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komitmen pemerintah untuk mensejahterakan rakyat nyata dalam peningkatan kesehatan termasuk dalam hal gizi. Hal ini terbukti dari penetapan perbaikan status gizi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak SD (sekolah dasar) yaitu anak yang berada pada usia 6-12 tahun, memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan balita, mempunyai sifat individual dalam banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang WHO (2005) menyatakan sekitar seperlima penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19 tahun, dan 900 juta berada di negara berkembang. Berdasarkan data Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah kematian anak usia bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang khususnya Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah payudara ibu, sebagai makanan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI ILMU GIZI UNIVERSITAS ESA UNGGUL

PROGRAM STUDI ILMU GIZI UNIVERSITAS ESA UNGGUL PROGRAM STUDI ILMU GIZI UNIVERSITAS ESA UNGGUL Kepada Yth. Ibu Balita Di Tempat Kabanjahe, Juli 2015 Saya mahasiswa Jurusan Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul. Dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi 20%, maupun target

BAB I PENDAHULUAN. Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi 20%, maupun target BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia prevalensi balita gizi buruk adalah 4,9% dan gizi kurang sebesar 13,0% atau secara nasional prevalensi balita gizi buruk dan gizi kurang adalah sebesar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita 6 TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita Gizi merupakan hal penting dalam pembangunan, karena gizi adalah investasi dalam pembangunan. Gizi yang baik dapat memicu terjadi pembangunan yang pesat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang

Lebih terperinci