II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kulit Udang. Ekspor komoditi hasil perikanan dari Indonesia yang terbesar sampai saat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kulit Udang. Ekspor komoditi hasil perikanan dari Indonesia yang terbesar sampai saat"

Transkripsi

1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Udang Ekspor komoditi hasil perikanan dari Indonesia yang terbesar sampai saat ini adalah udang. Realisasi ekspor udang pada tahun 2007 mencapai ton dengan nilai Rp 11,5 trilyun. Nilai ekspor udang ini adalah 50 % dari nilai ekspor komoditi perikanan Indonesia pada tahun 2007 yaitu sebesar 23 trilyun (Pusat Data Statistik dan Informasi, Departemen Kelautan dan Perikanan Ekspor udang tahun 2003 sampai 2007 terus meningkat sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1. Udang yang diekspor hampir 90 % nya adalah bentuk beku tanpa kulit dan kepala. Jenis udang yang diekspor adalah udang vannamei dan windu, untuk tiga tahun terakhir hampir 75 % adalah udang vannamei (Pusat Data Statistik dan Informasi, Departemen Kelautan dan Perikanan Tabel 1 Produksi dan ekspor udang Indonesia Tahun Produksi (ton) Ekspor (ton) Sumber : Pusat Data Statistik dan Informasi, Departemen Kelautan dan Perikanan

2 Salah satu limbah yang dihasilkan dari industri pembekuan udang tanpa kulit dan kepala adalah kulit udang. Proporsi kulit udang dapat mencapai 45 % dari berat udang keseluruhan (Dhewanto dan Kresnowati 2002). Berdasarkan asumsi tersebut, ketersediaan kulit udang di Indonesia tiap tahunnya relatif besar. Menurut Rao et al. (2000), kulit udang mengadung beberapa komponen yaitu protein, pigmen, lemak, kitin dan mineral yang berupa kalsium karbonat. Semua komponen ini dapat diisolasi atau diekstraksi sehingga mempunyai nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit udang. Tiga komponen yang keberadaannya cukup besar dalam kulit udang adalah kitin, mineral dan protein. Kandungan kitin pada kulit udang merah (Solenocera melantho) adalah 23,3 % (bk) (Chang dan Tsai 1997). Kandungan kitin pada udang Crangon crangon adalah 17,8 % (bk) (Synowiecki dan Al-Khateeb 2000). Menurut Muzzarelli (2000), kandungan kitin dalam kulit udang berkisar antara % (bk), tergantung jenisnya. 2.2 Kitin Kitin merupakan senyawa biopolimer berantai panjang dan tidak bercabang. Tiap rantai polimer pada umumnya terdiri dari 2000 hingga 5000 unit monomer N-asetil-D-Glukosamin (2-acetamido-2-deoksi-D-Glukosa) yang terpaut melalui ikatan β (1-4) glukosa. Unit monomer kitin mempunyai rumus molekul C 8 H 12 NO 5 dengan kadar C, H, N dan O berturut-turut 47%, 6%, 7% dan 40% (Bastaman 1989).

3 Struktur kitin dan kitosan serupa dengan selulosa, yaitu antara monomernya terangkai dengan ikatan glukosida pada posisi β (1-4). Perbedaan dengan selulosa adalah gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon nomor dua, digantikan oleh gugus asetamina (-NHCOCH 3 ) pada kitin sehingga kitin menjadi sebuah polimer berunit N-Asetil glukosamin sedangkan pada kitosan digantikan oleh gugus amin (NH 2 ) (Tsugita 1990). Struktur kimia kitin, kitosan dan selulosa dapat dilihat pada Gambar 1. Kitin Kitosan Selulosa Gambar 1 Struktur kimia kitin, kitosan dan selulosa (Tsugita 1990) Pengamatan dengan sinar X terhadap struktur kitin menunjukkan adanya gugus amino yang tidak terasetilasi pada setiap 6 sampai 7 gugus asetil glukosamida. Ditinjau dari segi fisik, struktur kitin tersusun atas unit-unit berbentuk ortorombik, setiap sel dibangun oleh 8 residu asetil glukosamin, dan

4 mempunyai ukuran 94Ǻ x 10,5 Ǻ x 9,3 Ǻ. Berdasarkan struktur tersebut kitin dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu α kitin (rantai antipararel), β kitin (rantai pararel) dan γ-kitin (rantai campuran) (Tsugita 1990). Menurut Stephen (1995), kitin merupakan makromolekul berbentuk padatan amorf atau kristal dengan panas spesifik 0,373 kal/g/ o C, berwarna putih, dan dapat terurai secara hayati (biodegradable), terutama oleh bakteri penghasil enzim lisozim dan kitinase. Kitin bersifat tidak larut dalam air, asam anorganik encer, asam organik, alkali pekat dan pelarut organik tetapi larut dalam asam pekat seperti asam sulfat, asam nitrit, asam fosfat dan asam formiat anhidrous. Menurut Austin (1988), kitin yang larut dalam asam pekat dapat terdegradasi menjadi monomernya dan memutuskan gugus asetil. Mutu niaga berbagai produk kitin berdasarkan spesifikasi kandungan air, abu, dan proteinnya terdapat pada Tabel 2. Menurut Bustos dan Healey (1994), harga kitin ditentukan oleh kandungan abu dan proteinnya. Semakin kecil kandungan abu dan proteinnya harga kitin semakin tinggi. Tabel 2 Mutu kitin niaga dari berbagai produk Dalian Chem Imp & Exp Spesifikasi Group Co.ltd *) Mutu Mutu Mutu I II III Kandungan abu (%) 1, Bioline **) Mutu Industri 2 Thailand ***) Mutu Komersial 1,0 Kandungan protein (%) 1, ,0 Kandungan air (%) *) **) ***)

5 Menurut Knorr (1984), sifat kitin yang penting untuk aplikasinya adalah kemampuannya mengikat air dan minyak karena terdapat gugus hidrofobik dan hidrofilik. Struktur polar kitin terdispersi membentuk misel, dan ekor hidrokarbonnya tersembunyi di sebelah dalam membentuk fase hidrofobik, sedangkan fase hidrofilik ada di sebelah luar. Jumlah air dan minyak yang dapat diikat kitin masing-masing sebesar 385 % dan 315 %. Kitin karena bersifat mengikat air dan minyak, sehingga dapat digunakan sebagai surfaktan atau pengemulsi pada makanan, dan kosmetik. Selain itu kitin dan turunannya dapat digunakan sebagai penstabil, pengental, kelengkapan ion exchanger, membran pada kromatografi dan dialisis (Knorr 1984), untuk proses penyembuhan luka bakar, pengobatan dermatitis, pengobatan infeksi jamur, sebagai benang bedah dan sebagai bahan lensa kontak yang lunak dan bersih (Alamsyah 2004). Hubungan antara penerapan dan nilai tambah kitin dan turunannya dalam berbagai industri terdapat pada Gambar 2. Nilai tambah tinggi dan volume pemakaian sedikit - Biomedik dan Pharmaceutical - Teknologi kimia - Kosmetik - Teknologi pangan - Penjernih air - Pertanian - Tekstil - Teknologi kertas Nilai tambah rendah dan volume pemakaian tinggi Gambar 2 Penerapan kitin dan turunannya di industri (Morrisey 2003).

6 Kitin dengan proses deasetilasi (pengurangan gugus asetil) diturunkan menjadi kitosan. Kitosan ini mempunyai sifat yang larut dalam asam-asam organik encer dan tidak larut dalam air (Alamsyah 2004). Proses deasetilasi kitin menjadi kitosan selama ini dilakukan secara termokimia menggunakan alkali kuat pada suhu tinggi, perlakuan secara enzimatik belum memberikan hasil yang memuaskan yaitu memperoleh derajat deasetilasi (DD) yang sangat rendah (Emmawati 2005). Penelitian yang dilakukan Tsigos dan Bouriotis (1995) pada kristal kitin dari kulit udang yang dideasetilasi secara enzimatis mendapatkan kitosan dengan nilai DD 54 %. Menurut Bartnicki-Gracia (1989), sulitnya dihasilkan kitosan dengan DD tinggi diduga karena kitin secara alami berbentuk kristalin yang mengandung rantai-rantai polimer kitin berkerapatan sangat tinggi, yang satu sama lain terikat dengan ikatan hidrogen yang sangat kuat, sehingga menghalangi enzim berpenetrasi mencapai subtrat spesifiknya. 2.3 Ekstraksi Kitin Ekstraksi kitin dilakukan melalui dua tahapan proses yaitu penghilangan protein (deproteinasi) dan penghilangan kalsium karbonat (demineralisasi) dari kulit udang (Muzzarelli 2000). Kedua tahapan proses dalam ekstraksi kitin tersebut dapat dilakukan secara kimia maupun biologi (Alamsyah 2004). Ekstraksi kitin secara kimia dilakukan dengan menggunakan senyawa kimia seperti asam klorida, atau asam laktat pada proses demineralisasinya. Sedangkan pada proses deproteinasi menggunakan basa kuat seperti natrium klorida

7 (Bastaman 1989). Ekstraksi kitin secara biologi dilakukan melalui proses fermentasi asam laktat pada tahapan demineralisasi sedangkan pada tahapan deproteinasi menggunakan enzim protease baik yang ditambahkan langsung atau enzim yang dihasilkan oleh bakteri selama proses kultivasi (Lee dan Tan 2002) Proses Deproteinasi Kulit udang selain mengandung kitin juga mengandung protein. Untuk mendapatkan kitin dari kulit udang, maka protein tersebut harus dihilangkan atau dideproteinasi. Protein yang terdapat pada kulit udang dapat berikatan secara fisik dan kovalen. Protein yang terikat secara fisik dalam kulit udang dapat dihilangkan dengan perlakuan fisik seperti pengecilan ukuran, dan pencucian dengan air. Adapun protein yang terikat secara kovalen dapat dihilangkan dengan perlakuan kimia yaitu pelarutan dalam larutan basa kuat atau dengan perlakuan biologi (Lee dan Tan 2002). Jumlah protein yang terikat secara kovalen dengan kitin setiap jenis crustacea tidak sama. Protein yang terikat secara kovalen dalam kulit udang sekitar 16 %. Perbedaan jumlah protein yang terikat secara kovalen akan mempengaruhi mudah tidaknya proses deproteinasi (Austin 1988). Deproteinasi secara kimia dari kulit udang dengan menggunakan larutan natrium hidroksida atau larutan basa lainnya dapat menyebabkan kerusakan pada asam amino protein yang direcovery. Kerusakan yang terjadi adalah pelepasan amonia pada pemecahan group amida asparagin dan glutamin menjadi asam aspartat dan asam glutamat. Selain itu group amino hidroksin seperti serin dan

8 threonin mengalami kerusakan sekitar 5 10 %, adapun sistin/sistein, asam aspartat, asam glutamat, lisin, arginin, tirosin dan prolin terdegradasi sebagian (Davidex et al. 1990). Deproteinasi secara biologi dilakukan dengan menggunakan enzim protease. Enzim protease adalah enzim yang mampu menghidrolisis ikatan peptida dalam protein. Enzim protease tersebut dapat diperoleh baik dari jaringan tanaman, hewan maupun hasil metabolik mikroba (Lee dan Tan 2002). Pada proses hidrolisis ikatan peptida terdapat tiga perubahan. Perubahan pertama yaitu struktur molekul polipeptida membentuk struktur hidrofobik yang terbuka terhadap lingkungan berair. Perubahan kedua terjadi kenaikan jumlah gugus terionisasi (NH + 4, COO - ) sehingga produk lebih bersifat hidrofilik. Perubahan ketiga adalah penurunan ukuran molekul rantai polipeptida sehingga sifat antigenisitas menurun tajam (Mahmoud 1994). Menurut Stauffer (1989), salah satu enzim protease atau proteolitik ada yang memiliki aktivitas endo-peptidolitik yaitu memutuskan ikatan peptida di dalam rantai polipeptida protein. Proses pemutusan ikatan peptida dengan katalis enzim terdapat pada Gambar 3 sedangkan secara skematis deproteinasi kulit udang dengan enzim protease dapat dilihat pada Gambar 4. Protein yang tersusun dari 20 jenis asam amino dapat memiliki 380 ikatan peptida. Ikatan peptida inilah yang akan menjadi sasaran aksi enzim. Enzim tertentu hanya memutuskan ikatan tertentu yang secara fisik cocok dengan enzim. Proses hidrolisis protein secara enzimatis memerlukan kondisi yang sesuai sehingga aksi enzim dalam memutuskan ikatan peptida menjadi maksimal.

9 Faktor-faktor yang perlu dikondisikan dalam proses hidrolisis adalah temperatur, jumlah dan jenis enzim yang digunakan, ph, dan waktu. Enzim CHR - CO-NH-CHR + H 2 O CHR -COOH + NH 2 -CHR Gambar 3 Reaksi kimia pemutusan ikatan peptida dengan katalis enzim (Mahmoud 1994) Beberapa penelitian deproteinasi kulit udang secara biologi telah banyak dilakukan, baik yang menggunakan enzim yang ditambahkan langsung maupun enzim hasil metabolik sekunder dari proses kultivasi mikroba (Yang et al. 2000). Bustos dan Healy (1994) telah membandingkan penggunaan enzim langsung dengan enzim hasil metabolik kultivasi mikroba pada proses deproteinasi kulit udang. Hasilnya menunjukkan tingkat hidrolisis protein kulit udang menggunakan enzim hasil kultivasi mikroba (82 %) lebih baik dibandingkan menggunakan enzim yang ditambahkan langsung (64 %). Menurut Gagne dan Simpson (1993) rasio enzim papain terhadap kulit udang yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil maksimum pada proses deproteinasi adalah sangat tinggi yaitu 1 : 10 (b/b). Buston dan Healey (1994) menyatakan penggunaan enzim langsung untuk proses deproteinasi pada tahapan ekstraksi kitin dari kulit udang diperlukan dua tahapan proses. Tahapan pertama dilakukan proses isolasi dan pemurnian terhadap enzim proteolitik dari jaringan hewan dan tanaman atau hasil metabolik sekunder mikroba. Tahapan kedua adalah enzim yang telah diisolasi dan dimurnikan tersebut digunakan untuk proses hidrolisis protein terhadap kulit udang. Akan tetapi, proses deproteinasi kulit udang melalui kultivasi mikroba

10 proteolitik hanya dilakukan satu tahapan saja yaitu tidak diperlukan proses isolasi dan permurnian enzim. Enzim hasil metabolik mikroba langsung menghidrolis protein kulit udang yang terdapat dalam kultivasi tersebut. Deproteinasi kulit udang melalui kultivasi mikroba telah banyak dilakukan. Bustos and Healy (1994) melaporkan penggunaan campuran mikroba B. subtilis, S. faecium, P. pentasaseus, dan A.oryzae dan mampu mendeproteinasi 81,7 % dari kulit udang yang telah didemineralisasi secara kimia. Yang et al. (2000), menggunakan B. subtilis dan mampu mendeproteinasi 78 % dari kulit udang segar. Protein terasosiasi dalam kulit udang protein terlarut hidrolisis enzim protease Mikroba penghasil enzim protease Gambar 4 Skematis deproteinasi kulit udang secara biologi (Lee dan Tan 2000) B. licheniformis mempunyai potensi untuk digunakan pada proses deproteinasi kulit udang (Waldeck et al. 2006). B. licheniformis merupakan bakteri gram positif, berbentuk batang dengan panjang antara 1,5 µm sampai 3 µm dan lebar antara 0,6 µm sampai 0,8 µm. Spora bakteri ini berbentuk batang silindris atau elips dan terdapat pada sentral atau parasentral. Suhu maksimum pertumbuhannya adalah o C dan suhu minimumnya 15 o C (Mao et al. 1992). B. licheniformis merupakan species bakteri yang mampu menghasilkan protease dalam jumlah yang relatif tinggi. Jenis protease yang dihasilkan adalah

11 enzim ekstraselular yang tergolong proteinase serin. Enzim ini bekerja sebagai endopeptidase yaitu memutuskan ikatan peptida yang berada dalam rantai protein sehingga dihasilkan peptida dan polipeptida (Fleming et al. 1995). Sifat dari enzim protease serin adalah aktivitasnya dapat dihambat kuat oleh senyawa diisopropil-fluorofosfat (DFP), 3,4-dichloroisocoumarin (3,4-DCL), L-3- carboxytrans-2,3-epoxypropyl-leucylamido (4-guanidine), butane, phenymethylsulfonylfluoride (PMSF), dan tosyl-l-lysine chlorometyl ketone (TLCK). Selain itu, protease serin tahan terhadap EDTA (Ethylene diamine tetraacetic acid) dan adanya ion Ca ++ dapat menstabilkan enzim ini pada suhu tinggi (Rao et al. 1998) Proses Demineralisasi Kulit udang mengandung mineral % (berat kering), komposisi yang utama adalah kalsium karbonat. Komponen mineral ini dapat dilarutkan dengan penambahan asam seperti asam klorida, asam sulfat atau asam laktat (Bastaman 1989). Menurut Lee dan Tan (2002), proses demineralisasi dapat dilakukan secara kimia dan biologi. Demineralisasi secara kimia digunakan senyawa kimia seperti asam klorida atau asam laktat. Demineralisasi secara biologi yaitu melarutkan mineral yang terdapat dalam kulit udang melalui proses fermentasi asam laktat. Proses demineralisasi secara biologi ini melibatkan dua proses utama yang bersamaan dalam satu sistem. Proses pertama adalah pembentukan asam laktat. Proses kedua adalah reaksi antara asam laktat yang terbentuk dengan kalsium

12 karbonat dalam kulit udang membentuk kalsium laktat (Lee dan Tan 2002). Proses biologi yang terjadi selama demineralisasi kulit udang dalam fermentasi asam laktat ditunjukkan pada Gambar 5, sedangkan reaksi antara asam laktat dan kalsium karbonat terdapat pada Gambar 6. Menurut Healey et al. (2003), demineralisasi melalui fermentasi asam laktat hampir sama dengan secara kimia yang menggunakan asam laktat. Akan tetapi demineralisasi menggunakan asam laktat langsung diperlukan dua tahapan proses. Proses pertama adalah pembentukan dan pemisahan asam laktat. Proses kedua adalah reaksi antara asam laktat dengan kalsium karbonat dalam kulit udang membentuk kalsium laktat. Glukosa L. acidophilus FNCC 116 Asam laktat + kalsium karbonat dalam kulit udang terbentuk produk akhir Kalsium laktat + CO 2 + air Kalsium laktat mengendap pada permukaan kulit udang dan dihilangkan dengan proses pencucian Gambar 5 Skema proses biologi demineralisasi kulit udang dalam fermentasi asam laktat (Lee dan Tan 2000) Fermentasi asam laktat merupakan proses perubahan bahan penghasil asam laktat seperti glukosa, sukrosa, maltosa dan laktosa menjadi asam laktat oleh enzim yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat termasuk dalam golongan bakteri gram positif, tidak berspora, berbentuk batang atau bulat, tidak berespirasi, dan suhu optimum pertumbuhan antara o C. Sifat-sifat

13 khusus bakteri asam laktat adalah mampu tumbuh pada kadar gula, alkohol, dan garam yang tinggi, tumbuh pada ph 3,8 sampai 8,0. Adapun bakteri yang tergolong dalam bakteri asam laktat adalah Aerococcus, Corinobacterium, Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, dan Vagacoccus (Frazier dan Westhoff 1988). Bakteri-bakteri yang mampu menghasilkan asam laktat dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu bakteri homofermentatif dan heterofermentatif. Bakteri heterofermentatif selain menghasilkan asam laktat, juga karbondioksida dan etanol. Adapun bakteri homofermentatif hanya menghasilkan asam laktat (Litchfield 1996). CaCO 3 + 2CH 3 CHOHCOOH (CH 3 CHOHCOO) 2 Ca + H 2 CO 3 H 2 CO 3 H 2 O + CO 2 CaCO 3 + 2CH 3 CHOHCOOH (CH 3 CHOHCOO) 2 Ca + H 2 O + CO 2 Gambar 6 Persamaan reaksi antara asam laktat dan kalsium karbonat (Lee dan Tan 2000) Seluruh anggota genus Pediococcus, dan Streptococcus merupakan bakteri homofermentatif, sedangkan seluruh genus Leuconostoc merupakan bakteri heterofermentatif. Genus bakteri Lactobacillus ada yang termasuk dalam bakteri homofermentatif dan heterofermentatif (Sharpe 1981). Beberapa penelitian proses demineralisasi kulit udang melalui fermentasi asam laktat antara lain dilaporkan oleh Rao dan Stevens (2006), Beaney et al. (2005), dan Jung et al. (2005). Bakteri asam laktat yang digunakan Rao dan Stevens (2006) adalah L. plantarum, sedangkan Beaney et al. (2005)

14 menggunakan gabungan bakteri L. salvarius, Enterococcus facium dan P. acidilactici. Adapun Jung et al. (2005) menggunakan bakteri L. paracasei. Menurut Rao dan Stevens (2006), pemilihan jenis bakteri untuk proses demineralisasi pada tahapan ekstraksi kitin dari kulit crustacea didasarkan atas kemampuannya membiokonversi gula menjadi asam laktat. Menurut Dash (2002), salah satu bakteri asam laktat yang efisien membiokonversi gula menjadi asam laktat adalah L. acidophilus. Bakteri ini bersifat homofermentatif, mampu membiokonversi gula menjadi asam laktat lebih dari 85 %. L. acidophilus secara spesifik ditemukan dan tumbuh di dalam susu skim, termasuk golongan organisme gram positif dan non-motil. Bentuknya batang bulat 0,6 0,9 µm dan panjang 1,5 6,0 µm serta ada dalam bentuk tunggal atau berpasangan. Suhu pertumbuhan optimumnya adalah 37 o C dan tidak dapat tumbuh pada temperatur di bawah 22 o C atau di atas 45 o C (Dash 2002). L. acidophilus mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam media asam dan juga dalam ragi, amigdalin, selobiosa, dan salicin. L. acidophillus dapat juga melakukan proses fermentasi pada rafinosa, trihalosa dan dekstrin. Sedangkan xylosa, arabinosa, rhamnosa, gliserol, manitol, sorbitol, dulsitol, dan inositol tidak dapat difermentasi oleh bakteri asam laktat ini. Selain itu, Lactobacillus merupakan organisme probiotik yang memiliki banyak kemampuan penting, salah satu diantaranya dapat bertahan dalam koloni sel karena menghasilkan bacteriocins yang bekerja berlawanan terhadap pertumbuhan patogen (Oyetayo et al. 2003).

15 2.4 Sistem Fermentasi Proses deproteinasi maupun demineralisasi dalam ekstraksi kitin dari kulit udang secara biologi dilakukan dengan memanfaatkan kemampuan mikroba dalam suatu proses kultivasi. Kultivasi mikroba dilakukan bersama-sama dengan kulit udang dalam suatu sistem fermentasi (Lee dan Tan 2000). Untuk proses deproteinasi, kultivasi mikroba dimaksudkan untuk memproduksi enzim protease yang selanjutnya enzim ini menghidrolisis protein yang terikat secara kovalen dalam kulit udang (Healey et al. 2003). Adapun pada proses demineralisasi, kultivasi mikroba dimaksudkan untuk memproduksi asam laktat. Asam laktat yang terbentuk secara bersamaan akan bereaksi dengan kalsium karbonat, komponen mineral yang terdapat dalam kulit udang (Rao et al. 2000). Keberhasilan ekstraksi kitin secara biologi pada tahapan deproteinasi dipengaruhi oleh kemampuan enzim untuk menghidrolis protein. Kemampuan atau aktivitas enzim ini salah satunya dipengaruhi oleh jumlah enzim yang dihasilkan dalam suatu kultivasi. Semakin banyak jumlah enzim yang dihasilkan maka aktivitas enzim semakin tinggi pula, sehingga semakin banyak protein pada kulit udang yang dihidrolisis (Bustos dan Healy 1994). Keberhasilan ekstraksi kitin secara biologi pada tahapan demineralisasi dipengaruhi oleh jumlah asam laktat. Semakin banyak jumlah asam laktat yang dihasilkan maka semakin banyak kalsium karbonat pada kulit udang yang dapat dilarutkan (Rao et al. 2000).

16 Menurut Stanbury dan Whitaker (1984), enzim dan asam laktat merupakan produk metabolik mikroba yang dikultivasi dalam suatu sistem fermentasi. Enzim merupakan produk metabolit sekunder sedangkan asam laktat termasuk metabolik primer. Metabolit sekunder bakteri akan diproduksi maksimal pada saat bakteri tersebut telah memasuki fase eksponensial sedangkan metabolit primer diproduksi sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan bakteri. Strategi untuk memproduksi secara maksimal baik terhadap produk metabolik primer maupun sekunder pada fermentasi medium cair telah banyak dilaporkan. Fleming et al. (1995), menggunakan fermentasi batch untuk mengoptimalkan sintesis enzim ektraseluler dari B. licheniformis DN286 dan B. subtilis 168. Cromwick et al. (1996) menggunakan fermentasi fed batch untuk memproduksi asam glutamat melalui kultivasi B licheniformis ATCC Sedangkan Wee et al. (2006) menggunakan fermentasi batch untuk mengoptimalkan produksi asam laktat melalui kultivasi Lactobacillus sp. RKY Aerasi dan Agitasi Aerasi Perberian aerasi selalu dilakukan untuk sistem kultivasi cair mikroba yang bersifat aerobik. Aerasi tersebut dimaksudkan untuk menyediakan oksigen dalam medium fermentasi. Tingkat aerasi yang diberikan tergantung kepada jenis bakteri yang digunakan (Cromwick et al. 1995). Mikroba aerobik seperti B. licheniformis sangat memerlukan tingkat kelarutan oksigen yang sangat tinggi dalam medium fermentasi. Kultivasi B.

17 licheniformis DSM 1969 dalam bioreaktor volume 3,5 L untuk memproduksi protease dilakukan aerasi sampai 2 vvm dan pemberian aerasi kurang dari 1 vvm menyebabkan pertumbuhan bakteri tidak optimal (Calik et al. 2000). Sementara itu (Cromwick et al. 1995) melaporkan bahwa pembentukan asam glutamat oleh B. licheniformis ATCC 9945A sangat dipengaruhi tingkat aerasi yang diberikan. Tingkat aeasi 2 vvm menghasilkan asam glutamat yang lebih banyak dibadingkan dengan pemberian aerasi 0,5 vvm; 1,0 vvm dan 1,5 vvm. Menurut Calik et al. (2000), metabolisme bakteri akan terganggu jika konsentrasi oksigen terlarut berada dibawah tingkat kritisnya. Selanjutnya, peningkatan kelarutan oksigen dalam medium kultivasi akan meningkatkan laju konsumsi oksigen spesifik oleh bakteri sampai nilai tertentu, setelah itu peningkatan oksigen terlarut tidak berpengaruh terhadap laju konsumsi oksigen spesifik. Dengan demikian ketersedian oksigen terlarut harus dipertahankan lebih besar dari tingkat kritisnya Agitasi Agitasi mempunyai peranan sangat penting pada sistem cair kultivasi mikroba baik yang bersifat aerobik (Calik et al. 1998) maupun mikroaerofilik seperti fermentasi asam laktat (Luis et al. 2003). Menurut Benz (2008), tingkat agitasi yang diberikan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba, sehingga berakibat terhadap jumlah metabolik yang dihasilkan. Menurut Calik et al. (1998), kultivasi mikroba B. licheniformis DSM 1969 untuk produksi serine alkaline protease diperlukan agitasi yang kuat yaitu lebih

18 dari 250 rpm. Karena B. licheniformis DSM 1969 adalah mikroba yang bersifat aerobik yaitu sangat memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya. Sementara itu, Luis et al. (2003) melaporkan tingkat agitasi yang diberikan untuk produksi asam laktat optimal melalui fermentasi asam laktat menggunakan L. delbrueckii NRRL B 445 hanya 200 rpm. Dijelaskan bahwa pemberian agitasi yang terlalu tinggi menyebabkan pertumbuhan bakteri tidak optimal sehingga terjadi penurunan terhadap produksi asam laktat. Pemberian agitasi juga dilakukan pada proses ekstraksi kitin secara biologi (Bustos dan Healey 1994). Tingkat agitasi yang diberikan tergantung pada jenis mikroba yang digunakan (Benz 2008). Jung et al. (2005) melalui kofermentasi L. paracasei subsp dan S. marcescens FS-3 untuk ekstraksi kitin dari cangkang kepiting, agitasi yang diberikan adalah 180 rpm. Selanjutnya (Rao dan Stevens 2005), melaporkan tingkat agitasi yang diberikan untuk ekstraksi kitin dari kulit udang adalah 50 rpm. Bakteri yang digunakan adalah L. plantarum 541, bakteri ini bersifat mikroaerofilik yaitu memerlukan oksigen dalam jumlah terbatas. 2.9 Optimasi dengan Response Surface Methodology Penggunaan metode Response Surface Methodology (RSM) untuk optimasi dalam proses-proses kimia, bioproses dan pengembangan pengolahan pangan telah banyak dilaporkan (Mangunwijadja dan Harahap 2001; Santoso dkk 2002; dan Luis et al. 2003). Optimasi adalah suatu pendekatan normatif untuk mengidentifikasi penyelesaian terbaik dalam pengambilan keputusan suatu

19 permasalahan. Dalam optimasi ini, permasalahan akan diselesaikan untuk mendapatkan hasil sesuai dengan batasan yang diberikan (Box dan Draper 1987) Selanjutnya Box dan Draper (1987) menjelaskan bahwa tujuan dari optimasi adalah untuk meminimumkan usaha yang diperlukan atau biaya operasional dan memaksimumkan hasil yang diinginkan. Jika usaha yang diperlukan atau hasil yang diharapkan dapat dinyatakan sebagai sebagai fungsi peubah keputusan, maka optimasi dapat didefinisikan sebagai proses pencapaian kondisi maksimum atau minimum fungsi tersebut. Teknik optimasi dapat digunakan untuk fungsi yang berkendala dan fungsi tidak berkendala. Penyelesaian permasalahan dapat berbentuk persamaan dan pertidaksamaan. Unsur penting dalam masalah optimasi adalah fungsi tujuan yang dipengaruhi oleh sejumlah peubah. Peubah-peubah ini dapat tidak saling bergantung atau saling bergantung melalui satu atau lebih kendala (Bronson 1982). Fungsi tujuan secara umum merupakan langkah minimalisasi biaya atau penggunaan bahan baku, maksimalisasi hasil atau efisiensi pemanfaatan bahan produksi/proses. Penentuan fungsi tujuan dikaitkan dengan permasalahan yang akan dihadapi (Box dan Draper 1987). Menurut Bronson (1982), metode penentuan kondisi optimum dikenal sebagai pemrograman teknik matematik. Tujuan dan kendala-kendala dalam program matematika diberikan dalam bentuk fungsi-fungsi matematik dan hubungan fungsional. Program matematik ini dapat berbentuk :

20 Optimasikan : z = f (x 1, x 2,... x n ) Dengan kendala : g 1 (x 1, x 2,...,x n ) b 1 g 2 (x 1, x 2,..., x n ) = b 2 g m (x 1, x 2,...x n ) b m Setiap fungsi kendala (g m ) dapat dihubungkan melalui tanda persamaan ataupun pertidaksamaan dengan alat nilai-nilai konstantanya (b m ). Dalam suatu proses, yang paling penting dioptimumkan adalah produktivitas proses. Hal ini hanya dapat dicapai dengan mengidentifikasikan dan mengendalikan berbagai faktor yang menentukan aktivitas proses. Dalam deproteinasi kulit udang secara bioproses, faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas proses adalah konsentrasi subtrat, konsentrasi inokulum, waktu proses, suhu, ph, agitasi dan aerasi (Waldeck et al. 2006). Faktor-faktor ini merupakan peubah keputusan yang perlu ditentukan nilainya dengan mempertimbangkan faktor-faktor kendalanya (Box dan Draper 1987). Masalah yang dinyatakan dalam program matematika merupakan maksimalisasi atau minimalisasi suatu fungsi tujuan f (x i ) dengan memilih faktorfaktor yang mempengaruhi (x 1, x 2,... x n ), sehingga nilainya memenuhi tujuan pemecahan masalah tersebut. Penyelesaian masalah optimasi dengan program matematika dapat dilakukan melalui program linier, program tak linier, program integral dan program dinamik (Bronson 1982). Pada program tak linier, masalah dapat berbentuk optimasi dengan satu peubah, optimasi banyak peubah tanpa kendala dan optimasi banyak peubah dengan kendala (Bronson 1982). Untuk optimasi banyak peubah dengan kendala,

21 pemecahan masalah dapat dilakukan dengan metode Response Surface Methodology (RSM) (Box dan Draper 1987). RSM adalah suatu kumpulan teknik penyelesaian masalah dengan menggunakan matematika dan statistik dalam bentuk model matematika atau fungsi dan menganalisis masalah tersebut, respon yang ingin dicapai dipengaruhi oleh beberapa peubah sehingga respon tersebut berada pada titik optimumnya (Montgomery 1991). Selanjutnya Dash et al. (1983) menjelaskan bahwa RSM ini banyak digunakan dalam masalah proses peubah ganda, yaitu ada banyak peubah yang akan ditetapkan jika interaksi antara peubah percobaan dan respon ditemukan tidak linier. Efektivitas RSM tergantung pada perkiraan nilai f dengan polinomial orde rendah dalam beberapa peubah daerah bebas. Box dan Draper (1987) menjelaskan tahapan analisis RSM ini sebagai berikut : 1. Analisis sidik ragam. Analisis ini dimaksudkan untuk memperkirakan parameter model dengan metode kuadrat terkecil (least square). Selain itu dengan analisis ini dapat dilihat apakah hasil yang diperoleh berpengaruh nyata terhadap model yang digunakan. 2. Analisis kanonik, untuk melihat kecenderungan kurva yang dihasilkan dalam memperkirakan kondisi yang diinginkan. Berdasarkan perkiraan titik diam yang diperoleh, dapat ditentukan apakah kurva tersebut mempunyai titik maksimum, titik minimum atau titik belok (saddle point).

22 3. Analisis daerah, analisis ini digunakan untuk memperkirakan daerah optimum, jika titik optimum yang diperoleh dari analisis sebelumnya berada diluar daerah percobaan. Menurut Box dan Draper (1987) bahwa analisis untuk menduga fungsi respon sering disebut sebagai analisis permukaan. Analisis permukaan pada dasarnya serupa dengan analisis regresi. Keduanya sama-sama menggunakan prosedur pendugaan parameter fungsi respon berdasarkan metode kuadrat terkecil (least square method); hanya saja dalam analisis permukaan, diperluas dengan menerapkan teknik-teknik matematika untuk menentukan titik-titik optimum agar dapat ditemukan respon yang optimum. Penentuan kondisi operasi optimum diperlukan fungsi respon ordo kedua dengan menggunakan rancangan komposit terpusat dalam mengumpulkan data percobaan. Penentuan kondisi optimum proses dilakukan menggunakan analisis kanonik dari analisis plot kontur permukaan. Analisis kanonik dalam metode permukaan respon adalah mentransformasikan pemukaan respon dalam bentuk kanonik. Sedangkan kontur adalah suatu seri garis atau kurva yang mengidentifikasikan nilai-nilai peubah uji pada respon yang konstan. Kontur memegang peranan penting dalam mempelajari analisis permukaan. Ada beberapa hal penting yang perlu diketahui dalam melakukan optimasi antara lain dalam pengujian model pada teknik optimasi untuk mengetahui ketepatan model didasarkan atas uji penyimpangan model (lack of fit), koefisien determinasi (R 2 ), uji signifikan model, dan uji asumsi residual. Ketepatan model yang dianggap tepat jika uji simpangan model (lack of fit) bersifat tidak nyata

23 secara statistik. Sebaliknya, jika bersifat nyata maka suatu model dianggap tidak cocok untuk menerangkan fenomena sistem yang dipelajari; walaupun kriteria lain cukup baik (Box dan Drapper 1987). Nilai R 2 merupakan ukuran kesesuaian model dalam kemampuannya untuk menerangkan keragaman nilai peubah Y. Uji signifikansi model dan uji asumsi residual dilakukan untuk mengetahui pengaruh peubah bebas terhadap respon. Model dikatakan tepat jika uji asumsi residual menunjukkan plot residual menyebar acak disekitar nol dan mendekati garis lurus sehingga terdistribusi normal (Rigas et al. 2001). 2.7 Perancangan Proses Perancangan proses merupakan kegiatan kreatif menciptakan gagasan untuk menghasilkan bahan baru atau meningkatkan nilai tambah, hasil yang didapat adalah rancangan proses (Mangunwidjadja dan Sailah 2005). Menurut Douglas (1988), gagasan baru diperlukan untuk menghasilkan produk baru, mengubah limbah menjadi produk yang berharga, menciptakan bahan atau produk yang sama sekali baru, menemukan cara baru untuk memproduksi produk yang telah ada (seperti alternatif bioproses), menerapkan teknologi baru, dan menggali bahan konstruksi baru. Metode perancangan proses dapat dilakukan melalui perancangan analitis dan sintesis. Perancangan analitis berdasarkan model matematika untuk menghasilkan rancangan optimal. Adapun perancangan sintesis melibatkan invensi, perancangan awal dan analitik (Hartmann dan Kaplick 1990).

24 Menurut Edgar et al. (2001), model matematik menyatakan proses transformasi substansi, seperti hubungan fungsional antara variabel bebas dan tak bebas. Pengembangan model matematik didasarkan pada teori fisik dan deskripsi empiris. Model matematik berdasarkan teori deskripsi empiris digunakan jika model metematik teori fisik tidak dapat dikembangkan karena batasan waktu dan sumber. Penggolongan model secara teoritis maupun empiris, dapat juga didasarkan kepada linier-nonlinier, steady state unsteady state, dan peubah kontiyu diskret. Menurut Seader et al. (1999), perancangan proses melalui metode sistensis dapat dilakukan secara kuantitatif (algoritma dan prosedural) dan kualitatif yaitu dengan menggunakan heuristik (pengalaman). Teknik heuristik untuk perancangan proses terdiri dari lima tahapan, (1) pengurangan perbedaan jenis molekul bahan atau pemilihan jalur proses, (2) pembagian pereaksi atau bahan dengan cara mempertemukan sumber dan tujuan proses, (3) penggurangan perbedaan komposisi, yang antara lain dilakukan dengan penerapan sistem pemisahan, (4) pengurangan perbedaan suhu, tekanan, dan fasa, (5) pemaduan atau integrasi tahapan, yaitu menggabungkan kegiatan operasi ke dalam satuansatuan proses. Douglas (1988) menyebutkan ada lima langkah heuristik untuk perancangan proses, (1) penentuan proses, (2) penentuan struktur masukan dan keluaran untuk penyusunan diagram alir proses, (3) pertimbangan adanya struktur daur ulang pada diagram alir, (4) penyusunan struktur sistem pemisahan dan (5) penyusunan jaringan penukar panas. Selanjutnya, tiap tahapan heuristik

25 senantiasa merupakan hasil pilihan terbaik dari beberapa pilihan yang dicanangkan. Oleh karena itu pengambilan keputusan secara heuristik dalam perancangan proses dapat digambarkan sebagai pohon sintesis. Hasil akhir dari sintesis adalah tersusun rancangan awal diagram alir proses. 2.8 Peningkatan Skala Bioproses Perluasan suatu bioproses dari skala kecil ke skala yang lebih besar adalah suatu tantangan karena sangat sulit dalam penentuan faktor lingkungan yang berpengaruh selama kultivasi. Hasilnya, banyak bioproses dalam skala yang lebih besar memberikan hasil yang jauh lebih rendah daripada hasil yang diperoleh dari skala kecil (Bylund et al. 2000). Menurut Hosobuchi dan Yoshikawa (1999), kondisi lingkungan bioproses harus dipertahankan optimal baik dalam skala kecil maupun skala besar. Kondisi lingkungan melibatkan faktor kimiawi dan fisik. Faktor kimiawi meliputi konsentrasi substrat, konsentrasi inokulum, ph, dan suhu pertumbuhan bakteri. Faktor kimiawi ini dapat dijaga konstan selama peningkatan skala sehingga kondisi optimal dapat dilakukan dalam skala kecil. Faktor fisik meliputi kemampuan pindah massa dan kemampuan pencampuran. Faktor fisik ini sangat tergantung kepada ukuran bioreaktor atau skala produksinya. Menurut Kossen dan Oosterhius (1985), untuk mempertahankan faktor fisik tetap optimal selama peningkatan skala, terdapat lima metode yaitu metode dasar, semi dasar, analisis dimensional, kaidah ibu jari dan coba-coba. Metode-metode tersebut memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan antara satu dengan yang

26 lainnya. Metode kaidah ibu jari adalah metode yang paling umum digunakan untuk peningkatan skala bioproses karena penerapannya sangat mudah dan sederhana. Metode kaidah ibu jari didasarkan pada penghitungan empirik yang diperoleh dari hasil proses optimal pada skala kecil sebagai kriteria peningkatan skala yang lebih besar. Kesamaan geometrik bioreaktor merupakan persyaratan utama dalam metode kaidah ibu jari (Kossen dan Ooterhius 1985). Menurut Hsu and Wu (2002), jika kesamaan geometrik bioreaktor skala kecil dan skala besar dipertahankan, maka kriteria peningkatan skala yang paling umum digunakan adalah tenaga per unit volume tetap, kecepatan ujung pengaduk tetap, laju aerasi tetap dan koefisien transfer oksigen tetap. Menurut Mavituna (1996) diperkirakan sebanyak 30 % industri bioproses menggunakan kriteria tenaga per unit volume tetap, 30 % menggunakan koefisein tranfers oksigen tetap, 20 % menggunakan kecepatan ujung pengaduk tetap dan 20 % menggunakan tingkat aerasi tetap dalam peningkatan skala. Penelitian peningkatan skala ekstraksi kitin secara biologi dari kulit udang selama ini belum pernah dilaporkan. Akan tetapi, beberapa penelitian peningkatan skala bioproses untuk produksi produk metabolik primer maupun sekunder telah banyak dilaporkan. Meskipun demikian, menurut Bustos dan Healey (1994), pada dasarnya ekstraksi kitin secara biologi dari kulit udang adalah memanfaatkan kemampuan mikroba untuk memproduksi produk metaboliknya.

27 Beberapa laporan penelitian tentang peningkatan skala bioproses antara lain : Peningkatan skala produksi bialophos oleh Streptomyces hygroscopicus berdasarkan kriteria tenaga per unit volume tetap dan koefisien tranfer oksigen tetap (Takebe et al. 1994). Peningkatan skala produksi thuringiensin oleh Bacillus thuringiensis berdasarkan kriteria koefisien transfer oksigen tetap (Flores et al. 1997). Peningkatan skala produksi biosurfaktan oleh Bacillus sp. BMN 14 berdasarkan kriteria tenaga per unit volumet tetap dan koefisen tranfer oksigen tetap (Hartoto 2002). Peningkatan skala produksi rifamycin B oleh Amycolatoposis mediterranei berdasarkan kriteria tenaga per unit volume tetap (Zhi-hua et al. 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekspor komoditi hasil perikanan dari Indonesia yang terbesar sampai saat ini adalah udang. Realisasi ekspor udang pada tahun 2007 mencapai 160.797 ton dengan nilai

Lebih terperinci

39 Universitas Indonesia

39 Universitas Indonesia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum komponen penyusun kulit udang terdiri dari 3 (tiga) komponen utama yaitu kitin, protein, dan mineral (Rao et al., 2000). Pada percobaan ini digunakan kulit udang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Udang Ekspor komoditi hasil perikanan dari Indonesia yang terbesar sampai saat ini adalah udang. Realisasi ekspor udang pada tahun 2007 mencapai 160.797 ton dengan nilai

Lebih terperinci

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009 26 BAB V. PEMBAHASAN 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Hasil foto SEM dengan perbesaran 50 kali memperlihatkan perbedaan bentuk permukaan butiran yang sudah mengandung sel Lactobacillus

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian I. Optimasi Proses Asetilasi pada Pembuatan Selulosa Triasetat dari Selulosa Mikrobial Selulosa mikrobial kering yang digunakan pada penelitian ini berukuran 10 mesh dan

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung selama 20 bulan yaitu dari bulan April 2006 sampai Desember 2007. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae Rata-rata kandungan protein produk limbah udang hasil fermentasi

Lebih terperinci

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI Pipih suptijah* ) Abstrak Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan polimer alam terdapat pada karapas/ limbah udang sekitar 10 % - 25%.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Tanah-tanah yang tersedia untuk pertanian sekarang dan akan datang adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti ordo Ultisol. Ditinjau dari

Lebih terperinci

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V. 27 PEMBAHASAN Dari tiga isolat sp. penghasil antimikrob yang diseleksi, isolat sp. Lts 40 memiliki aktivitas penghambatan paling besar terhadap E. coli dan V. harveyi dengan indeks penghambatan masing-masing

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik Cair Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan sebagian unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. Peran pupuk sangat dibutuhkan oleh tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Total produksi penangkapan dan perikanan udang dunia menurut Food and Agriculture Organization pada tahun 2009 berkisar 6 juta ton pada tahun 2006 [1] dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama yang bertempat

Lebih terperinci

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI Pipih suptijah* ) Abstrak Kitosan adalah turunan dari kitin yang merupakan polimer alam terdapat pada karapas/ limbah udang sekitar 10 % - 25%.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mikroorganisme tersebar luas di alam seperti di udara, air, tanah, dalam saluran pencernaan hewan, pada permukaan tubuh dan dapat dijumpai pula pada pangan. Mikroorganisme

Lebih terperinci

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain.

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh konsentrasi papain terhadap hidrolisis kitosan Pengaruh papain dalam menghidrolisis kitosan dapat dipelajari secara viskometri. Metode viskometri merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A.Tinjauan Pustaka. 1.Tanaman Tebu. tinggi dibanding tanaman lain dalam hal pemenuhan kebutuhan pemanis (Lutony,

BAB II LANDASAN TEORI. A.Tinjauan Pustaka. 1.Tanaman Tebu. tinggi dibanding tanaman lain dalam hal pemenuhan kebutuhan pemanis (Lutony, BAB II LANDASAN TEORI A.Tinjauan Pustaka 1.Tanaman Tebu Tanaman tebu merupakan sumber pemanis yang paling populer di dunia. Selain itu tanaman tebu juga diketahui mempunyai tingkat produksi gula yang tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemanfaatan enzim protease, yaitu pada produksi keju. tinggi sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi pada tubuh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. pemanfaatan enzim protease, yaitu pada produksi keju. tinggi sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi pada tubuh manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, pemanfaatan enzim protease dalam berbagai industri semakin meningkat. Beberapa industri yang memanfaatkan enzim protease diantaranya industri

Lebih terperinci

IV. Hasil dan Pembahasan

IV. Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Keasaman Total, ph. Ketebalan Koloni Jamur dan Berat Kering Sel pada Beberapa Perlakuan. Pada beberapa perlakuan seri pengenceran kopi yang digunakan, diperoleh data ph dan

Lebih terperinci

I. TOPIK PERCOBAAN Topik Percobaan : Reaksi Uji Asam Amino Dan Protein

I. TOPIK PERCOBAAN Topik Percobaan : Reaksi Uji Asam Amino Dan Protein I. TOPIK PERCOBAAN Topik Percobaan : Reaksi Uji Asam Amino Dan Protein II. TUJUAN Tujuan dari percobaan ini adalah : 1. Menganalisis unsur-unsur yang menyusun protein 2. Uji Biuret pada telur III. DASAR

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Isolasi Kitin dari Kulit Udang 5.1.1 Tepung kulit udang Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota Mataram dibersihkan kemudian dikeringkan yang selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri tapioka merupakan industri rumah tangga yang memiliki dampak positif bila dilihat dari segi ekonomis. Namun dampak pencemaran industri tapioka sangat dirasakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi ketiga dari negara-negara penghasil nanas olahan dan segar setelah negara Thailand dan Philippines.

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pencemaran belakangan ini sangat menarik perhatian masyarakat banyak.perkembangan industri yang demikian cepat merupakan salah satu penyebab turunnya kualitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph IV HASIL DAN PEMBAHSAN 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph Derajat keasaman (ph) merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan pada saat proses fermentasi. ph produk fermentasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecap Kedelai 1. Definisi Kecap Kedelai Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu, dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Mutu Kitosan Hasil analisis proksimat kitosan yang dihasilkan dari limbah kulit udang tercantum pada Tabel 2 yang merupakan rata-rata dari dua kali ulangan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fermentasi Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) Osteoarthritis yang juga sebagai penyakit degeneratif pada sendi adalah bentuk penyakit radang sendi yang paling umum dan merupakan sumber utama penyebab rasa

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. Sistematika dari jamur Trichoderma sp. (Rejeki, 2007)

KAJIAN PUSTAKA. Sistematika dari jamur Trichoderma sp. (Rejeki, 2007) KAJIAN PUSTAKA Jamur Trichoderma sp. Jamur Trichoderma sp. Mempunyai morfolog/' sebagai berikut kadidiofora, hylin (bening), tegak lurus, bercabang, bersepta, phialida tunggal atau kelompok, konidia hylin,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut

Lebih terperinci

Macam macam mikroba pada biogas

Macam macam mikroba pada biogas Pembuatan Biogas F I T R I A M I L A N D A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 6 ) A N J U RORO N A I S Y A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 7 ) D I N D A F E N I D W I P U T R I F E R I ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 9 ) S A L S A B I L L A

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi UPAYA PENINGKATAN KELARUTAN KITOSAN DALAM ASAM ASETAT DENGAN MELAKUKAN PERLAKUAN AWAL PADA PENGOLAHAN LIMBAH KULIT UDANG MENJADI KITOSAN Ani Purwanti 1, Muhammad Yusuf 2 1 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) sering disebut tanaman kehidupan karena bermanfaat bagi kehidupan manusia diseluruh dunia. Hampir semua bagian tanaman

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup

II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup Kompetensi: Setelah mengikuti kuliah mahasiswa dapat menjelaskan aktivitas makhluk hidup yang dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan lingkungan A. Sifat pertumbuhan

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Media Kultur Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL PENELITIAN

BAB IV. HASIL PENELITIAN 21 menit pada temperatur ruang. Setelah diinkubasi ditambahkan 200 µl Folin, kemudian campuran dinkubasi selama 30 menit pada temperatur ruang, kemudian diukur serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis

Lebih terperinci

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR Noor Isnawati, Wahyuningsih,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR Gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dengan katalis KOH merupakan satu fase yang mengandung banyak pengotor.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti makanan pokok karena mengandung karbohidrat sebesar 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selain industri pangan, asam laktat juga diketahui dapat dimanfaatkan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Selain industri pangan, asam laktat juga diketahui dapat dimanfaatkan di berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asam laktat merupakan golongan asam organik dan mempunyai nilai jual tinggi karena memiliki kegunaan yang sangat beragam di bidang industri pangan. Selain industri

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4 PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4 Yuliusman dan Adelina P.W. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus UI, Depok

Lebih terperinci

Kehidupan. Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi. 7 karakteristik kehidupan. Aspek kimia dalam tubuh - 2

Kehidupan. Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi. 7 karakteristik kehidupan. Aspek kimia dalam tubuh - 2 Kehidupan 7 karakteristik kehidupan Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi Aspek kimia dalam tubuh - 2 Aspek kimia dalam tubuh - 3 REPRODUKSI: Penting untuk kelangsungan hidup spesies.

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan

Media Kultur. Pendahuluan Media Kultur Materi Kuliah Bioindustri Minggu ke 4 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang murah sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas komponen hidrofilik dan hidrofobik serta memiliki kemampuan menurunkan

BAB I PENDAHULUAN. atas komponen hidrofilik dan hidrofobik serta memiliki kemampuan menurunkan 7 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Surfaktan atau surface active agent adalah senyawa amfifatik yang terdiri atas komponen hidrofilik dan hidrofobik serta memiliki kemampuan menurunkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. LIGNOSELULOSA Lignoselulosa merupakan bahan penyusun dinding sel tanaman yang komponen utamanya terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Demirbas, 2005). Selulosa adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang skrining dan uji aktivitas enzim protease bakteri hasil isolasi dari limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pacar Keling Surabaya menghasilkan data-data sebagai

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Kefir adalah susu yang difermentasi dengan Kefir Grains yang terdiri dari berbagai jenis bakteri asam laktat dan ragi. Kefir, sejenis susu fermentasi yang terbuat dari bakteri hidup.

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enzim merupakan senyawa protein yang disintesis di dalam sel secara biokimiawi. Salah satu jenis enzim yang memiliki peranan penting adalah enzim selulase. Enzim selulase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong pesatnya perkembangan di berbagai sektor kehidupan manusia terutama sektor industri. Perkembangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI digilib.uns.ac.id Pembuatan Kitosan dari Cangkang Keong Mas untuk Adsorben Fe pada Air BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka A.1. Keong mas Keong mas adalah siput sawah yang merupakan salah satu hama

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT PROTEIN LEMAK KIMIA KESEHATAN KELAS XII SEMESTER 5

KARBOHIDRAT PROTEIN LEMAK KIMIA KESEHATAN KELAS XII SEMESTER 5 KARBOHIDRAT PROTEIN LEMAK n KIMIA KESEHATAN KELAS XII SEMESTER 5 SK dan KD Standar Kompetensi Menjelaskan sistem klasifikasi dan kegunaan makromolekul (karbohidrat, lipid, protein) Kompetensi Dasar Menjelaskan

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS ANTIBAKTERI DARI FILM GELATIN- KITOSAN MENGGUNAKAN Staphylococcus aureus

STUDI ANALISIS ANTIBAKTERI DARI FILM GELATIN- KITOSAN MENGGUNAKAN Staphylococcus aureus STUDI ANALISIS ANTIBAKTERI DARI FILM GELATIN- KITOSAN MENGGUNAKAN Staphylococcus aureus Disusun oleh: MARDIAN DARMANTO NRP. 1407 100 051 Pembimbing 1 Lukman Atmaja, Ph.D Pembimbing 2 Drs. Muhammad Nadjib,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing 37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan

pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan 63 pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan pektinase komersial merupakan enzim kasar selulase dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME Metabolisme adalah seluruh reaksi kimia yang dilakukan oleh organisme. Metabolisme juga dapat dikatakan sebagai proses

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 Disusun Ulang Oleh: Dr. Deana Wahyuningrum Dr. Ihsanawati Dr. Irma Mulyani Dr. Mia Ledyastuti Dr. Rusnadi LABORATORIUM KIMIA DASAR PROGRAM TAHAP PERSIAPAN BERSAMA

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Udang merupakan salah satu golongan binatang air yang termasuk dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Udang merupakan salah satu golongan binatang air yang termasuk dalam 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Udang Udang merupakan salah satu golongan binatang air yang termasuk dalam arthopoda (binatang berbuku-buku). Seluruh tubuh terdiri dari ruas-ruas yang terbungkus oleh kerangka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polimer Emulsi 2.1.1 Definisi Polimer Emulsi Polimer emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT PROTEIN LEMAK

KARBOHIDRAT PROTEIN LEMAK KARBOHIDRAT PROTEIN LEMAK Kimia SMK KELAS XII SEMESTER 2 SMKN 7 BANDUNG SK DAN KD Standar Kompetensi Menjelaskan sistem klasifikasi dan kegunaan makromolekul (karbohidrat, lipid, protein) Kompetensi Dasar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar. Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar. Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan berbagai perlakuan, terhadap perubahan kandungan protein

Lebih terperinci

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb.

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Anabolisme = (biosintesis) Proses pembentukan senyawa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN FERMENTASI Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung kadar pati rata-rata sebesar 84,83%. Pati merupakan polimer senyawa glukosa yang terdiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan rucah merupakan ikan-ikan kecil dengan ukuran maksimum 10 cm yang ikut

I. PENDAHULUAN. Ikan rucah merupakan ikan-ikan kecil dengan ukuran maksimum 10 cm yang ikut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan rucah merupakan ikan-ikan kecil dengan ukuran maksimum 10 cm yang ikut tertangkap saat panen raya/ penangkapan ikan (Murtijo, 1997). Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Amobilisasi Sel Amobilisasi dalam bidang bioteknologi didefinisikan sebagai suatu cara yang digunakan untuk menempatkan secara fisika atau kimia suatu sel, organel, enzim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. pedaging (Budiansyah, 2004 dalam Pratiwi, 2016).

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. pedaging (Budiansyah, 2004 dalam Pratiwi, 2016). I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam famili Brassicaceae, tumbuh di daerah yang berhawa sejuk, yaitu pada ketinggian 800-2000 m di atas permukaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi pisang nasional. Produksi pisang Provinsi Lampung sebesar 697.140 ton pada tahun 2011 dengan luas areal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Bekerja dengan uruturutan yang teratur, enzim mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menguraikan molekul nutrien,

Lebih terperinci