LAPORAN PENELITIAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PENELITIAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI"

Transkripsi

1 Bidang Ilmu Tipe Penelitian Ekonomi Inovatif LAPORAN PENELITIAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI KAJIAN KEBIJAKAN MAPPING SENTRA KOMODITAS UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN BANYUWANGI Tim Peneliti: Nur Anim Jauhariyah, S.Pd., M.Si. (Peneliti Utama) Dr. H. Abdul Kholiq Syafa at, MA. (Anggota 1) Nurul Inayah, SE., M.Si. (Anggota 2) Lely Ana Ferawati Ekaningsih, SE., MH.,MM. (Anggota 3) LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LPPM) SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUSSALAM (STAIDA) BANYUWANGI NOVEMBER

2 SUMMARY KAJIAN KEBIJAKAN MAPPING SENTRA KOMODITAS UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN BANYUWANGI Oleh: Nur Anim Jauhariyah, S.Pd., M.Si. Dr. H. Abdul Kholiq Syafa at, MA. Nurul Inayah, E., M.Si. Lely Ana Ferawati Ekaningsih, SE., MH., MM. (Sekolah Tinggi Agama Islam Darussalam (STAIDA) Banyuwangi) 1.1 Latar Belakang Masalah Menjelang akhir tahun 1970-an perhatian dunia terhadap peranan sumberdaya alam dan lingkungan menjadi semakin intens dengan terbitnya buku The Limits to Growth yang ditulis oleh Meadows dan Meadows dari kelompok Roma. 1 Buku itu mengingatkan bahwa jika pertumbuhan ekonomi dan konsumsi sumberdaya alam tetap seperti yang terjadi sebelum tahun 1970-an, sumberdaya alam akan terkuras habis dan lingkungan menjadi rusak serta menjadi batas pertumbuhan ekonomi pertumbuhan ekonomi dunia. Sejak itu pula muncul pemikiran tentang pembangunan berkelanjutan (Bruntland Commission), pendapatan yang berkelanjutan (sustainable income), dan pendapatan hijau (green income). Akhir-akhir ini istilah pembangunan berkelanjutan (sustainable development) merupakan istilah yang banyak didengar hampir di semua lapisan masyarakat. Berbagai diskusi dalam rangka memelihara pembangunan berkelanjutan telah banyak diselenggarakan. Dalam arti lunak, pembangunan berkelanjutan boleh dilakukan dengan apa saja, seperti pengambilan sumberdaya alam dan mencemari lingkungan, asalkan hasil yang diperoleh dari eksploitasi sumberdaya alam itu diinvestasikan kembali dalam bentuk sumberdaya alam yang dapat diperbarui (SDA), atau pada sumberdaya capital buatan manusia (produced asset) (SDK), ataupun pada sumberdaya manusia (SDM). 2 Ada dua syarat yang harus dipenuhi agar terdapat pengambilan sumber daya alam secara optimal. Harus dilihat dahulu perbedaan antara sumberdaya alam yang dapat diperbaharui dan jenis barang yang lain. Pada umumnya perbedaan itu semata-mata terletak pada jumlah sumber daya alam yang terbatas dan sifatnya yang tak dapat dihasilkan kembali dalam waktu singkat. Hal ini berarti bahwa pengambilan dan pengkonsumsian barang sumber daya alam saat ini akan berakibat pada tidak tersedianya barang tersebut dikemudian hari. Atau dengan kata lain akan ada biaya alternatif (opportunity cost), yang berupa hilangnya nilai sumber daya alam yang dapat diperoleh pada masa yang akan datang. Biaya alternatif yang harus diperhitungkan dalam menentukan bagaimana mengalokasikan sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui tersebut sepanjang waktu. 3 Sebenarnya apa yang menjadi permasalahan dalam mengembangkan potensi daerah di Kabupaten Banyuwangi. Walaupun sektor pertanian, peternakan, dan sektor lain tersebut berkembang seiring dengan pertumbuhan pembangunan, sesuai data BPS Tahun 2011 pertanian di Kabupaten Banyuwangi menunjukkan angka produksi padi sawah dan ladang sebesar ton (dalam bentuk gabah kering giling) telah mengalami kenaikan sebesar 10,95 persen dibandingkan tahun Dan trend dari produksi padi pada tiga tahun terakhir indikasinya menunjukkan pola yang meningkat, yaitu tahun 2008 sebesar ton, tahun 2009 sebesar ton (naik 2,1%), tahun 2010 sebesar ton (naik 10,95%). 4 Hasil dan capaian pembangunan daerah tahun 2011, serta tantangan dan permasalahan yang dihadapi di Tahun Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi Banyuwangi menunjukkan tren peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010, pertumbuhan ekonomi berada pada angka 6,22 persen, tahun 2011 naik menjadi 6,38 persen. Walau masih berada di bawah Jawa Timur, ekonomi Banyuwangi terus tumbuh dengan fundamental yang makin kuat. Terbukti pada Tahun 2009, ekonomi Banyuwangi lebih tahan terhadap krisis, dengan dukungan sektor riil. Perekonomian Banyuwangi masih didominasi sektor pertanian dengan kontribusi 45,12 persen. 5 Dalam upaya memajukan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Banyuwangi, penting halnya untuk meningkatkan sistem perencanaan pembangunan daerah dengan menganalisis integrasi antar aspek pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi dengan melihat pertumbuhan ekonomi antarkecamatan sehingga kebijakan strategi pembangunan diarahkan pada kebijakan yang memberikan dampak yang optimal bagi 1 Ratnaningsih, M., dkk., (2009).PDRB Hijau, Yogyakarta, BPFE-Yogyakarta 2 Suparmoko, M.(2006). Panduan dan Analisis Valuasi Ekonomi, Yogyakarta, BPFE-Yogyakarta 3 Suparmoko, M. (2008). Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Suatu Pendekatan Teoritis, Yogyakarta, BPFE-Yogyakarta 4 BPS.(2011). Banyuwangi Dalam Angka 2011, Banyuwangi, BPS Kabupaten Banyuwangi 5 Bappeda. (2012). PDRB Kabupaten Banyuwangi SMT I, Estimasi Tahun 2011, Banyuwangi, Bappeda Kabupaten Banyuwangi 2

3 pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan masyarakat, dan penciptaan lapangan pekerjaan. Analisis sektor unggulan dan penemuan wilayah pusat pertumbuhan yang diperoleh melalui analisis penelitian dapat menjadi dasar pertimbangan dalam perencanaan pembangunan selanjutnya sebagai kontribusi arah kebijakan Pemerintah Daerah di Kabupaten Banyuwangi. 1.2 Rumusan Permasalahan a. Bagaimana posisi perekonomian di Kabupaten Banyuwangi dan 24 kecamatan di Kabupaten Banyuwangi pada masing-masing sektor ekonomi? b. Apakah ada disparitas ekonomi antar kecamatan di Kabupaten Banyuwangi? c. Bagaimana strategi kebijakan dalam mengembangkan potensi daerah di 24 kecamatan mengacu pada potensi yang dimiliki oleh masing-masing kecamatan? d. Bagaimana profil sektor potensial, industri kecil, dan kerajinan rakyat masing-masing kecamatan di Kabupaten Banyuwangi, apakah secara keseluruhan sudah tersentuh oleh program pemerintah daerah? 2. METODE PENELITIAN 2.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di 24 Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi yaitu Kecamatan Pesanggaran, Siliragung, Bangorejo, Purwoharjo, Tegaldlimo, Muncar, Cluring, Gambiran, Tegalsari, Glenmore, Kalibaru, Genteng, Srono, Rogojampi, Kabat, Singojuruh, Sempu, Songgon, Glagah, Licin, Banyuwangi, Giri,, Kalipuro, dan Wongsorejo 2.2 Jenis Penelitian Penelitian ini tergolong dalam penelitian deskriptif dengan jenis data kuantitatif. Untuk analisis sektor potensi unggulan di Kabupaten Banyuwangi dan 24 kecamatan, data diambil dari 24 Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi, BPS Jawa Timur, BPS Kabupaten Banyuwangi, Bappeda Kabupaten Banyuwangi, Dinas Perdagangan, Perindustrian, dan Pertambangan (Disperindagtam) Kabupaten Banyuwangi, Dinas Pertanian, Dinas Pariwisata, dan Dinas Koperasi Kabupaten Banyuwangi. 2.3 Metode Pengumpulan Data a. Kuisioner, yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden penelitian. b. Wawancara mendalam (in depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. 6 c. Observasi dengan pengamatan langsung di lapangan untuk memperkuat data penelitian sehingga fenomena yang terjadi selama penelitian berlangsung bisa terpantau oleh peneliti. d. Dokumentasi dilakukan untuk mengabadikan fenomena di lapangan yang tidak tercover pada data primer sehingga hasil penelitian lebih hidup dan mudah dimengerti oleh pembaca. 2.4 Jenis Data a. Data Primer Data primer dari hasil analisis kuisioner responden penelitian yang dianggap expert yaitu dari BPS Kabupaten Banyuwangi, Bappeda Kabupaten Banyuwangi, Dinas Perdagangan, Perindustrian, dan Pertambangan (Disperindagtam) Kabupaten Banyuwangi, Dinas Pertanian, Dinas Pariwisata, dan Dinas Koperasi Kabupaten Banyuwangi. b. Data Sekunder 1) Data sekunder didapatkan dari hasil analisis Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Banyuwangi dan Provinsi Jawa Timur menurut sektor ekonomi ADHK Tahun ) Data sekunder didapatkan dari hasil analisis Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di 24 Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi menurut sektor ekonomi Tahun Analisis Data a. Penentuan Berdasarkan Persepsi Stakeholder Persepsi stakeholder dilihat dari pendapat dari 24 Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi, BPS Jawa Timur, BPS Kabupaten Banyuwangi, Bappeda Kabupaten Banyuwangi, Dinas Perdagangan, Perindustrian, dan Pertambangan (Disperindagtam) Kabupaten Banyuwangi, Dinas Pertanian, Dinas Pariwisata, dan Dinas Koperasi Kabupaten Banyuwangi. 6 Kuncoro, Mudrajat. (2004). Otonomi dan Pembangunan Daerah; Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang, Jakarta, Erlangga. 7 BPS Jawa Timur. ( ). Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Jawa Timur , BPS Propinsi Jawa Timur BPS Jawa Timur. (2011). PDRB Provinsi Jawa Timur, Surabaya, CV. Aneka Surya. 8 BPS.(2011). Banyuwangi Dalam Angka 2011, Banyuwangi, BPS Kabupaten Banyuwangi. 3

4 b. Penentuan Berdasarkan Analisis Sektor Unggulan 1) Location Quotient (LQ) Formula untuk Location Quotient (LQ) 9 adalah: Keterangan: V ik = Nilai output (PDRB) sektor i daerah studi k (kabupaten/kotamadya misalnya) dalam pembentukan Produk Domestik Riil (PDRB) daerah studi k. V k = Produk Domestik Regional Bruto total semua sektor di daerah studi k. V ip = Nilai output (PDRB) sektor i daerah studi p (propinsi misalnya) dalam pembentukan Produk Domestik Riil (PDRR) daerah studi p. V p = Produk Domestik Regional Bruto total semua sektor di daerah referensi p. 2) Tipologi Klassen Analisis tipologi klasen digunakan mengidentifikasikan posisi perekonomian daerah dengan memperhatikan perekonomian daerah yang diacunya. Mengidentifikasikan sektor, subsektor, usaha, atau komoditi unggulan suatu daerah. Cara mencari Rata-rata Pangsa dan Rata-rata Pertumbuhan di Kabupaten Banyuwangi. Karena data PDRB Kabupaten Banyuwangi tahun maka untuk PDRB Provinsi Jawa Timur juga diambil data tahun untuk kesinkronan analisis data. 10 3) Analisis Shift-Share a) Analisis shift-share dilakukan pada data Tahun 2000 sampai dengan 2011 b) Cara menganalisis Perubahan suatu variabel PDRB Kabupaten Banyuwangi dan Jawa Timur menurut Analisis Shift-share Klasik. Formulasi Shift-Share sebagai berikut: 11 D ij = N ij + M ij + C ij Keterangan: D ij = perubahan suatu variabel regional sektor i di wilayah j dalam kurung waktu tertentu; N ij = komponen pertumbuhan nasional sektor i di wilayah j M ij = bauran sektor i di wilayah j = keunggulan sektor i di wilayah j C ij 4) Analisis Kebijakan Analytical Hierarchy Process (AHP) analisis untuk mengetahui respon dari responden yang expert dibidangnya untuk dijadikan responden sebagai penentu kebijakan yang tepat guna pengembangan pusat wilayah pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi. 12 c. Analisis Disparitas Antar Kecamatan 1) Indeks ketimpangan regional (regional inequality) yang dinamakan Indeks Ketimpangan Williamson (Sjarizal, 1997) (dalam Kuncoro, 2004:133): Keterangan: Yi = PDRB perkapita di kecamatan i Y = PDRB perkapita rata-rata Kabupaten Banyuwangi fi = jumlah penduduk di kecamatan i n = jumlah penduduk di Kabupaten Banyuwangi 2) Analisis Indeks Theil akan diketahui ada tidaknya ketimpangan yang terjadi di Kabupaten Banyuwangi. Rumus Indeks Theil adalah sebagai berikut. ( ) [ ] Dimana: I(y) = Indeks Entropi Theil y j = PDRB Perkapitan kecamatan j Y = rata-rata PDRB Perkapita Kabupaten Banyuwangi x j = jumlah penduduk kecamatan j X = jumlah penduduk Kabupaten Banyuwangi 9 Widodo. (2006). Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer, Jogjakarta, UPP STIM YKPN 10 Widodo. (2006). Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer, Jogjakarta, UPP STIM YKPN 11 Widodo. (2006). Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer, Jogjakarta, UPP STIM YKPN 12 Widodo. (2006). Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer, Jogjakarta, UPP STIM YKPN 4

5 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil analisis PDRB Kabupaten Banyuwangi Tahun dan PDRB Provinsi Jawa Timur a. Hasil Analisis Tipologi Klassen Sesuai hasil analisis, sektor yang dapat dikategorikan sebagai sektor maju dan tumbuh pesat (sektor prima) adalah Sektor Pertanian, sektor inilah yang sebaiknya mendapatkan perhatian yang lebih dari Pemerintah Daerah untuk dikembangkan. Sementara Sektor Pertambangan dan Penggalian, dan Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa perusahaan masuk pada kategori sektor maju tapi tertekan (Sektor Potensial). Sektor yang berpotensi untuk Berkembang adalah sektor Kontruksi dan Listrik, gas, dan air bersih. Sektor tertinggal di Kabupaten Banyuwangi adalah Industri Pengolahan, Perdagangan, Hotel, dan Restoran, Pengangkutan dan Komunikasi, dan Jasa jasa. Tabel. 1 Matrik Tipologi Klassen Kabupaten Banyuwangi Tahun Tumbuh Cepat (R IJ>=R IN) Tumbuh Lambat (R ij<r in) Kontribusi Besar (K ij >=K in) Sektor Pertanian Prima 1. Pertambangan dan Penggalian 2. Keuangan, Persewaan, dan Jasa perusahaan Potensial Kontribusi Besar (K ij >=K in) Kontribusi Kecil (K ij<k in) 1. Kontruksi 2. Listrik, Gas, dan Air Bersih Berkembang 1. Industri Pengolahan, 2. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 3. Pengangkutan dan Komunikasi 4. Jasa-jasa Terbelakang Kontribusi Kecil (K ij<k in) Tumbuh Cepat (R IJ>=R IN) Tumbuh Lambat (R ij<r in) Hasil pemetaan dari analisis Tipologi Klassen pada Tabel 4. bila dikaitkan dengan kegiatan perencanaan untuk pengembangan ekonomi daerah di Kabupaten Banyuwangi dimasa datang, antara lain dapat dilakukan dengan strategi dari 9 (sembilan) sektor yang ada. Sektor yang dikembangkan adalah sektor yang merupakan sektor prima atau menjadi sektor prioritas di Kabupaten Banyuwangi terlebih dahulu untuk bahan kebijakan, sehingga kebijakan akan tepat sasaran, lebih efisien waktu dan biaya, dan kesejahteraan masyarakat akan lebih cepat terealisasi. b. Hasil Analisis Shift Share Nilai PDRB sektoral Kabupaten Banyuwangi telah mengalami perubahan atau perkembangan. Nilai PDRB tersebut tumbuh sebesar Rp ,- atau 5,396 Triliun rupiah atau sekitar 84,4 persen, sedangkan perekonomian Provinsi Jawa Timur tumbuh sebesar Rp ,- atau 164,154 Triliun rupiah atau sekitar 80,9 persen. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh komponen pertumbuhan nasional (N ij ), bauran industry (M ij ), dan keunggulan kompetitif (C ij ). Menurut perhitungan komponen pertumbuhan di Provinsi Jawa Timur telah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi sebesar Rp ,- atau sekitar 3,541 Triliun rupiah. Hal ini dikarenakan masih ada dua komponen lain yang memberikan pengaruh yaitu bauran industri dan keunggulan kompetitif. Komponen bauran industri menyatakan besarnya perubahan perekonomian wilayah akibat adanya bauran industri. Hasil analisis menunjukkan bahwa bauran industri memberikan pengaruh positif bagi perkembangan perekonomian di Kabupaten Banyuwangi, yaitu sebesar Rp ,- atau Milyar rupiah atau persen. Nilai negative mengindikasikan bahwa komposisi sector pada PDRB Kabupaten Banyuwangi cenderung mengarah pada perekonomian yang akan tumbuh relative lambat. Sektorsektor yang mendapat pengaruh bauran industri, yaitu sektor pertambangan dan penggalian; Listrik, Gas, dan Air bersih; Perdagangan, Hotel, dan Restoran; Pengangkutan dan Komunikasi; dan sector Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan; dan Jasa-jasa. Perhitungan komponen keunggulan kompetitif dengan menggunakan analisis Shift-share Klasik menghasilkan nilai keunggulan kompetitif sebesar Rp ,- atau Milyar rupiah atau sebesar 10,63 persen. Ini mengindikasikan bahwa keunggulan kompetitif yang dihasilkan akan menambah perkembangan perekonomian Kabupaten Banyuwangi. Sektor yang memiliki nilai keunggulan kompetitif adalah Listrik, Gas, dan Air, sektor pertanian dilanjutkan dengan sektor kontruksi, dan sektor-sektor yang lain memiliki nilai keunggulan kompetitif negative. 5

6 c. Hasil Analisis Location Quotient (LQ) Sektor unggulan yaitu sektor yang memiliki nilai LQ>1 terdiri dari 1) Sektor Pertanian sebesar 2,80; 2) Sektor Pertambangan dan penggalian 2,12; dan 3) Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan sebesar 1,23. Hasil analisis Location Quotient (LQ) menurut Subsektor PDRB Tahun 2011 adalah sebagai berikut: 1) Tanaman Bahan Makanan sebesar 2,958 2) Tanaman Perkebunan sebesar 4,006 3) Peternakan dan Hasil-hasilnya sebesar 2,226 4) Kehutanan sebesar 7,677 5) Perikanan sebesar 4,358 6) Pertambangan tanpa Migas sebesar 10,805 7) Penggalian sebesar 1,474 8) Hotel sebesar 1,237 9) Angkutan Rel sebesar 1,995 10) Angkutan Laut sebesar 7,564 11) Angkutan Sungai, Danau sebesar 40,543 12) Sewa Bangunan sebesar 1,567 d. Hasil Analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) di Kabupaten Banyuwangi Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kabupaten Banyuwangi menurut sektor adalah sebagai berikut: Grafik. 1 Komoditas Unggulan di Kabupaten Banyuwangi 12% 16% 16% 11% 33% 12% Bahan Baku Pangsa Pasar SDM Pelaku Usaha Pelayanan Nilai Ekonomis Menurut versi responden expert peran SDM dalam menentukan potensi suatu daerah sangat penting, melihat proporsinya sebesar 33.5%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kabupaten Banyuwangi menurut sektor potensial adalah sebagai berikut: ,3 21,3 5,7 10,8 7,7 8, Grafik. 2 Komoditas Unggulan di Kabupaten Banyuwangi Grafik. 2 Keterangan Grafik: 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Perhotelan 4. Pengangkutan Rel Sungai Danau dan Laut 5. Sewa Bangunan 6. Jasa Pemerintahan Umum Hasil analisis AHP membuktikan bahwa Pertanian memiliki peranan yang tinggi yaitu sebesar 46.3%. yang tinggi bagi kesejatreaan masyarakat. 6

7 3.2 Hasil analisis PDRB Kabupaten Banyuwangi Tahun dan PDRB Kecamatan Tahun a. Hasil Analisis Location Quotient (LQ) PDRB Kecamatan Tahun Hasil analisis Location Quotient (LQ) PDRB Kecamatan Tahun menunjukkan kontribusi nilai LQ di sektor i >1 di kecamatan tertentu yang mengindikasikan bahwa laju pertumbuhan sektor i di kecamatan tersebut adalah lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan pada sektor yang sama dalam perekonomian di Kabupaten Banyuwangi sebagai referensinya. Dengan demikian sektor i merupakan sektor unggulan kecamatan tersebut sekaligus merupakan basis ekonomi untuk dikembangkan lebih lanjut oleh kecamatan tersebut dengan kebijakan baik dari Pemerintah Kecamatan maupun Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi. Adapun subsektor di 24 Kecamatan yang memiliki nilai LQ tertinggi dan terendah yaitu sebagai berikut: Tabel. 2 Nilai Location Quotient tertinggi dan terendah 24 Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi No. Sektor / Subsektor Kecamatan LQ Tertinggi (LQ>1) LQ Terendah (LQ<1) 1. Pertanian Wongsorejo Banyuwangi 2. Pertambangan dan Penggalian Licin Pesanggaran, Bangorejo, Tegaldlimo, Muncar, Songgon, Banyuwangi, Giri, Kalipuro, Tegalsari, Glenmore, dan Singojuruh 3. Industri Pengolahan Muncar Tegalsari 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih Banyuwangi Licin 5. Bangunan Giri Wongsorejo 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran Genteng Licin 7. Pengangkutan dan Komunikasi Kalipuro Licin 8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Glagah Siliragung 9. Jasa-jasa Genteng Wongsorejo (Sumber: PDRB Kecamatan Tahun , diolah) Tabel. 2 Keterangan Tabel: 1) Sektor potensial di Kecamatan Wongsorejo adalah sektor pertanian pada subsektor tanaman perkebunan, sedangkan Kecamatan Banyuwangi memberikan kontribusi kecil pada sektor Pertanian. 2) Sektor potensial di Kecamatan Licin adalah sektor Pertambangan dan Penggalian, karena mengingat bahwa kecamatan tersebut memiliki kawasan pertambangan belerang. 3) Subsektor Listrik dan Air bersih banyak dipergunakan oleh masyarakat Kecamatan Banyuwangi, mengingat daerah tersebut padat penduduk dan berada di kawasan perkotaan. 4) Kecamatan yang melalukan transaksi perdagangan yang tinggi secara data berada di Kecamatan Genteng. Kebalikannya adalah Kecamatan Licin yang memiliki nilai yang rendah pada sektor tersebut. 5) Kecamatan Kalipuro memiliki nilai kontribusi besar pada subsektor Pengangkutan Laut karena mengingat satu-satunya pelabuhan besar yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Bali berada di Desa Ketapang di Kecamatan tersebut. 6) Kecamatan Genteng memiliki kontribusi yang tinggi pada sektor Jasa-jasa dan kebalikannya adalah Kecamatan Wongsorejo. b. Hasil Analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) 1) Kecamatan Pesanggaran Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Pesanggaran menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 58,5 % dan sektor terkecil adalah sektor jasa-jasa sebesar 6,1%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Pesanggaran menurut subsektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 43.4% dan subsektor terkecil adalah Lembaga keuangan bukan Bank sebesar 3.4%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Pesanggaran didominasi oleh tanaman Padi. 2) Kecamatan Siliragung Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Siliragung menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 51,6% dan sektor terkecil adalah sektor Pertambangan dan penggalian sebesar 9.1%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Siliragung menurut subsektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 41.6 % dan subsektor terkecil adalah pengalian sebesar 7.3%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Siliragung didominasi oleh tanaman Padi. 3) Kecamatan Bangorejo Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Bangorejo menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 39,6 % dan sektor terkecil adalah sektor Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan sebesar 6.6%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Bangorejo menurut subsektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 33.8 % dan subsektor terkecil adalah Jasa hiburan dan kebudayaan yaitu sebesar 2.2%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Siliragung didominasi oleh tanaman Padi. 7

8 4) Kecamatan Purwoharjo Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Purwoharjo menurut sector menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 44.8 % dan sektor terkecil adalah sektor Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan dan Jasa-jasa sebesar 5.5%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Purwoharjo menurut subsektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 33.8 % dan subsektor terkecil adalah Jasa perusahaan yaitu sebesar 2.1%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Purwoharjo didominasi oleh tanaman Padi. 5) Kecamatan Tegaldlimo Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Tegaldlimo menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 48.7 % dan sektor terkecil adalah sektor Jasa-jasa sebesar 9.6%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Tegaldlimo menurut subsektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 29.0 % dan subsektor terkecil adalah Semen dan Barang galian non logam yaitu sebesar 4.7%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Tegaldlimo didominasi oleh tanaman Padi dan kedelai. 6) Kecamatan Muncar Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Muncar menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 83.3 % dan sektor terkecil adalah sektor Industri Pengolahan sebesar 16.7%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Muncar menurut subsektor adalah perikanan yaitu sebesar 66.3 % dan subsektor terkecil adalah Semen dan Barang lainnya yaitu sebesar 3.2%. Perikanan di Kecamatan Muncar didominasi oleh perikanan laut dari hasil tangkapan nelayan. 7) Kecamatan Cluring Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Cluring menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 28.8 % dan sektor terkecil adalah sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 5.6%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Cluring menurut subsektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 18.6% dan subsektor terkecil adalah Jasa Hiburan &Kebudayaan dan Jasa Perorangan & Rumah Tangga yaitu sebesar 4.1%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Cluring didominasi oleh tanaman Padi. 8) Kecamatan Gambiran Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Gambiran menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 41.4% dan sektor terkecil adalah sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 6.1%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Gambiran menurut subsektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 25.8% dan subsektor terkecil adalah Jasa Perorangan & Rumah Tangga yaitu sebesar 1.0%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Gambiran didominasi oleh tanaman Padi. 9) Kecamatan Tegalsari Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Tegalsari menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 51.1% dan sektor terkecil adalah sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih yaitu sebesar 7.1%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Tegalsari menurut subsektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 43.5% dan subsektor terkecil adalah Jasa Hiburan dan Kebudayaan yaitu sebesar 1.7%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Tegalsari didominasi oleh tanaman Padi. 10) Kecamatan Glenmore Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Glenmore menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 41.8% dan sektor terkecil adalah sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih, Pengangkutan dan Komunikasi, Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan, dan Jasa-jasa yaitu sebesar 6.2%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Glenmore menurut subsektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 31.0% dan subsektor terkecil adalah Jasa Sosial Kemasyarakatan dan Jasa Hiburan dan Kebudayaan yaitu sebesar 1.5%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Glenmore didominasi oleh tanaman Padi. 8

9 11) Kecamatan Kalibaru Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Kalibaru menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 52.2% dan sektor terkecil adalah sektor Pengangkutan dan Komunikasi yaitu sebesar 7.8%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Kalibaru menurut subsektor adalah subsektor yang berasal dari kehutanan yaitu sebesar 52.2% dan subsektor terkecil adalah Angkutan Rel yaitu sebesar 7.8%. 12) Kecamatan Genteng Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Genteng menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran yaitu sebesar 25.8% dan sektor terkecil adalah sektor Jasa-jasa sebesar 7.4%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Genteng menurut subsektor adalah Perdagangan besar dan eceran yaitu sebesar 12.9 % dan subsektor terkecil adalah Jasa perorangan dan rumah tangga sebesar 1.2%. 13) Kecamatan Srono Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Srono menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 31,2 % dan sektor terkecil adalah sektor Pertambangan dan Penggalian yaitu sebesar 5,3%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Srono menurut subsektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 18.9 % dan subsektor terkecil adalah Jasa hiburan dan kebudayaan sebesar 1.2%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Srono didominasi oleh tanaman Padi. 14) Kecamatan Rogojampi Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Rogojampi menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 39,1% dan sektor terkecil adalah sektor Jasa-Jasa yaitu sebesar 4,3%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Rogojampi menurut sub sektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 24.7 % dan subsektor terkecil adalah Jasa Perorangan dan Rumah tangga sebesar 0.9%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Rogojampi didominasi oleh tanaman Padi. 15) Kecamatan Singojuruh Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Singojuruh menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 47,2 % dan sektor terkecil adalah sektor Jasa-Jasa yaitu sebesar 6,1%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Singojuruh menurut sub sektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 38.3% dan subsektor terkecil adalah Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki & Barang Lainnya sebesar 4.4%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Singojuruh didominasi oleh tanaman Padi. 16) Kecamatan Sempu Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Sempu menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 39,3 % dan sektor terkecil adalah sektor Pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 5,2%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Sempu menurut subsektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 30.5% dan subsektor terkecil adalah Angkutan Jalan Raya sebesar 1.1%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Sempu didominasi oleh tanaman Padi. 17) Kecamatan Songgon Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Songgon menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 71.4% dan sektor terkecil adalah sektor Listrik, Gas, dan Air Minum dan Sektor Jasa-jasa yaitu sebesar 14,3%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Songgon menurut subsektor adalah tanaman bahan makanan yaitu sebesar 46.9% dan subsektor terkecil adalah Jasa Hiburan dan Kebudayaan sebesar 3.1%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Songgon didominasi oleh tanaman Padi. 9

10 18) Kecamatan Glagah Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Glagah menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 41.5% dan sektor terkecil adalah Pertambangan dan Penggalian yaitu sebesar 2,8%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Glagah menurut subsektor adalah tanaman bahan makanan dan Peternakan dan hasil-hasilnya yaitu sebesar 24.8% dan subsektor terkecil adalah Sewa Bangunan sebesar 0.6%. Tanaman bahan makanan di Kecamatan Glagah didominasi oleh tanaman Padi. 19) Kecamatan Licin Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Licin menurut sector menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor pertanian yaitu sebesar 66.7% dan sektor terkecil adalah Pertambangan dan Penggalian yaitu sebesar 33.3%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Licin menurut subsektor adalah Peternakan dan hasilhasilnya yaitu sebesar 66.7% dan subsektor terkecil adalah Pertambangan tanpa migas sebesar 33.3%. 20) Kecamatan Banyuwangi Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Banyuwangi menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran yaitu sebesar 32.8% dan sektor terkecil adalah Jasa-jasa yaitu sebesar 9.5%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Banyuwangi menurut subsektor adalah Perdagangan Besar dan eceran yaitu sebesar 17.5% dan subsektor terkecil adalah Jasa Penunjang Angkutan sebesar 1.1%. 21) Kecamatan Giri Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Giri menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor Pertanian yaitu sebesar 37.2% dan sektor terkecil adalah Pengangkutan dan Komunikasi, Keuangan, Persewaan,dan Jasa Perusahaan, dan Jasa-jasa yaitu sebesar 6.3%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Giri menurut subsektor adalah Tanaman Bahan Makanan yaitu sebesar 22.4% dan subsektor terkecil adalah Jasa Hiburan dan Kebudayaan dan Jasa Perorangan dan Rumah Tangga sebesar 0.9%. 22) Kecamatan Kalipuro Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Kalipuro menurut sektor menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor Pertanian yaitu sebesar 33.1% dan sektor terkecil adalah Industri Pengolahan yaitu sebesar 18.8%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Kalipuro menurut subsektor adalah Tanaman Bahan Makanan dan Peternakan dan hasil-hasilnya yaitu sebesar 20.1% dan subsektor terkecil adalah Makanan, Minuman, dan Tembakau sebesar 2.3%. 23) Kecamatan Wongsorejo Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Wongsorejo menurut sektor adalah menunjukkan bahwa sektor yang paling dominan adalah sektor Pertanian yaitu sebesar 78.5% dan sektor terkecil adalah Pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 6.6%. Hasil analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Kecamatan Wongsorejo menurut subsektor adalah Tanaman Bahan Perkebunan yaitu sebesar 38.4% dan subsektor terkecil adalah Penggalian hasilnya sebesar 3.6%. 24) Kecamatan Kabat Secara perhitungan LQ pada Kecamatan Kabat sektor yang memiliki nilai LQ>1 adalah subsektor penggalian saja sehingga tidak dapat dianalisis menggunakan analisis Analytical Hierarchy Process (AHP). 4.1 Analisis Disparitas Antar Kecamatan a. Hasil analisis Indeks Ketimpangan Williamson data PDRB antar kecamatan Tahun 2009 dan 2010 Pada Tahun 2009 hasil analisis menunjukkan Kecamatan Wongsorejo memiliki nilai ketimpangan yang tinggi yaitu dan menurun pada tahun 2010 yaitu diikuti Kecamatan Kalipuro dan menurun menjadi dan Licin pada Tahun 2009 dan meningkat menjadi pada Tahun Indeks Williamson yang paling rendah adalah Kecamatan Purwoharjo pada Tahun 2009 dan menjadi tanpa ketimpangan pada Tahun

11 b. Hasil analisis Indeks Entropi Theil data PDRB antar kecamatan Tahun 2009 dan 2010 Hasil analisis PDRB Kecamatan Tahun 2009 dan 2010 menunjukkan bahwa kecamatan yang memiliki disparitas yang paling tinggi adalah Kecamatan Licin, Kalipuro, dan Wongsorejo. Dan yang paling kecil indeks Entropi Theil adalah Kecamatan Tegalsari. c. Analisis PDRB Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi Antar Kecamatan Hasil analisis menunjukkan bahwa seluruh kecamatan di Kabupaten Banyuwangi menempati kuadran Cepat Maju dan Cepat Tumbuh. Pada Tahun 2009 dan 2010 Kecamatan yang memiliki nilai rata-rata pendapatan perkapita terbesar adalah Kecamatan Wongsorejo yaitu sebesar Rp ,- pertahun. Sedangkan kecamatan yang memiliki nilai pendapatan terendah adalah Kecamatan Tegalsari Rp ,- pertahun. 4. KESIMPULAN a. Potensi sektor basis di Kabupaten Banyuwangi hasil analisis Tipologi klassen menunjukkan sektor yang dikategorikan sebagai sektor maju dan tumbuh pesat (sektor prima) dalah Sektor Pertanian dan sektor yang terbelakang adalah sektor Industri Pengolahan, Perdagangan, Hotel dan Restoran, Pengangkutan dan Komunikasi, dan Jasa-jasa. Hasil analisis Shift-share menunjukkan bahwa sektor yang memiliki nilai keunggulan kompetitif adalah Listrik, Gas, dan Air, sektor pertanian dilanjutkan dengan sektor kontruksi, dan sektor-sektor yang lain memiliki nilai keunggulan kompetitif negative. Hasil analisis LQ sektor unggulan yaitu sektor yang memiliki nilai LQ>1 terdiri dari sektor Pertanian, sektor Pertambangan dan penggalian, dan Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Sektor pertanian merupakan sektor yang masih berperan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi, terlihat dari kontribusinya yang dominan terhadap pendapatan daerah. Potensi di masing-masing kecamatan pada sektor pertanian nilai LQ tertinggi di Kecamatan Wongsorejo, sektor Industri pengolahan di Kecamatan Muncar, sektor Listrik, Gas, dan Air bersih di Kecamatan Banyuwangi, sektor Bangunan di Kecamatan Giri, sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran di Kecamatan Genteng, sektor Pengangkutan dan Komunikasi di Kecamatan Kalipuro, sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan di Kecamatan Glagah, dan Sektor Jasa-jasa di Kecamatan Genteng. b. Hasil analisis AHP untuk mencari solusi kebijakan dari analisis data sekunder mengindikasikan bahwa sektor yang masih sangat potensial dan optimis dikembangkan di Kabupaten Banyuwangi sesuai dengan tahun analisis masih optimis pada sektor pertanian kemudian diikuti dengan sektor perhotelan melihat potensi wisata di Kabupaten Banyuwangi yang masih asri dan bersih yang sangat potensial untuk dioptimalkan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah Kabupaten Banyuwangi. c. Hasil analisis disparitas antar kecamatan menggunakan Indeks Williamson dan Indeks Entropi Theil bahwa Kecamatan Muncar, Wongsorejo, Licin, dan Kalipuro mempunya indeks ketimpangan yang relative lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan yang lain. Hal ini disebabkan tingkat pendapatan perkapita di kecamatan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan lain. Kecamatan Tegalsari pendapatan perkapitanya relative paling rendah dibandingkan dengan kecamatan yang lain. 11

KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN MELALUI KAJIAN POTENSI SEKTOR BASIS DI KABUPATEN BANYUWANGI

KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN MELALUI KAJIAN POTENSI SEKTOR BASIS DI KABUPATEN BANYUWANGI KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN MELALUI KAJIAN POTENSI SEKTOR BASIS DI KABUPATEN BANYUWANGI Nur Anim Jauhariyah Institut Agama Islam Darussalam (IAIDA) Banyuwangi email: nuranim_staida@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Disparitas Pendapatan Antar Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi

Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Disparitas Pendapatan Antar Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi Vol.1 / No. 2: 1-24, Agustus 2015, ISSN : 2460-0083 96 Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Disparitas Pendapatan Antar Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi Nur Anim Jauhariyah, S.Pd.,M.Si Institut Agama Islam

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN DI KABUPATEN BANYUWANGI. Nur Anim Jauhariyah & Nurul Inayah

ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN DI KABUPATEN BANYUWANGI. Nur Anim Jauhariyah & Nurul Inayah ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN DI KABUPATEN BANYUWANGI Nur Anim Jauhariyah & Nurul Inayah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIDA Banyuwangi Email: nuranim_staida@yahoo.com & Email: inayahsyaiqoni@yahoo.com

Lebih terperinci

MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN SRONO TAHUN 2013

MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN SRONO TAHUN 2013 MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN SRONO TAHUN 2013 Menguatkan Responsivitas Rencana Pembangunan Daerah Untuk Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Drs. H. Agus Siswanto, MM Kepala Disampaikan pada Rakor Persiapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN GENTENG TAHUN 2013

MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN GENTENG TAHUN 2013 MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN GENTENG TAHUN 2013 Menguatkan Responsivitas Rencana Pembangunan Daerah Untuk Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Drs. H. Agus Siswanto, MM Kepala Disampaikan pada Rakor Persiapan

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPETITIF DAN STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BANYUWANGI. Abd. Rahman

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPETITIF DAN STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BANYUWANGI. Abd. Rahman ANALISIS KEUNGGULAN KOMPETITIF DAN STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BANYUWANGI Abd. Rahman Institut Agama Islam Darussalam (IAIDA) Banyuwangi Abstrak Kemiskinan masih menjadi problem nasional

Lebih terperinci

Analisis Pengembangan Wilayah Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan di Kabupaten Banyuwangi

Analisis Pengembangan Wilayah Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan di Kabupaten Banyuwangi Analisis Pengembangan Wilayah Kecamatan sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pusat Pelayanan di Kabupaten (Analysis of Regional Development SubDistricts as The Economic Growth and of Service Center in ) Vika

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. sebuah penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Struktur

III. METODOLOGI PENELITIAN. sebuah penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Struktur III. METODOLOGI PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel merupakan suatu objek yang diteliti atau menjadi fokus perhatian dalam sebuah penelitian. Variabel yang digunakan dalam

Lebih terperinci

KABUPATEN BANYUWANGI RINGKASAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2016

KABUPATEN BANYUWANGI RINGKASAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2016 LAMPIRAN II : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR : 9 Tahun 206 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 206 KABUPATEN BANYUWANGI RINGKASAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI RINGKASAN LAPORAN REALISASI ANGGARAN MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2014

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI RINGKASAN LAPORAN REALISASI ANGGARAN MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2014 LAMPIRAN I. : PERATURAN DAERAH BANYUWANGI NOMOR : 04 Tahun 205 TANGGAL : 22 JULI 205 PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI RINGKASAN LAPORAN REALISASI ANGGARAN MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI

Lebih terperinci

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa:

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa: V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa: a. Sektor ekonomi Kota Bandar Lampung

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN

Lebih terperinci

MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN (MUSRENBANGCAM) TAHUN 2016 Gotong Royong Mewujudkan Pembangunan Daerah Berkelanjutan

MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN (MUSRENBANGCAM) TAHUN 2016 Gotong Royong Mewujudkan Pembangunan Daerah Berkelanjutan RAPAT KOORDINASI PERSIAPAN MUSRENBANGCAM 2016 JUM AT, 12 PEBRUARI 2016 MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN (MUSRENBANGCAM) TAHUN 2016 Gotong Royong Mewujudkan Pembangunan Daerah Berkelanjutan Drs. H. Agus Siswanto,

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PROGRES PENGEMBANGAN SANITASI SAMPAI SAAT INI. Tabel 1.1 Capaian Tingkat Pelayanan Sanitasi Sampai Akhir Tahun 2013

EXECUTIVE SUMMARY PROGRES PENGEMBANGAN SANITASI SAMPAI SAAT INI. Tabel 1.1 Capaian Tingkat Pelayanan Sanitasi Sampai Akhir Tahun 2013 EXECUTIVE SUMMARY Memorandum Program Sanitasi Tahunan ( Tahunan) adalah merupakan komitmen jangka pendek/tahunan yang mengacu kepada Memorandum Program Sanitasi () jangka menengah/5 tahunan yang sudah

Lebih terperinci

ANALISA POTENSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN * Bambang Wicaksono ABSTRACT

ANALISA POTENSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN * Bambang Wicaksono ABSTRACT ANALISA POTENSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2006 * Bambang Wicaksono ABSTRACT Penelitian ini bertujuan untuk menginvestasikan potensi potensi penerimaan pajak daerah yang sudah tergali

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK Chanlis Nopriyandri, Syaiful Hadi, Novia dewi Fakultas Pertanian Universitas Riau Hp: 082390386798; Email: chanlisnopriyandri@gmail.com ABSTRACT This research

Lebih terperinci

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 TABEL-TABEL POKOK Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 Tabel 1. Tabel-Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Lamandau Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN 164 BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN Adanya keterbatasan dalam pembangunan baik keterbatasan sumber daya maupun dana merupakan alasan pentingnya dalam penentuan sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah upaya multidimensional yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PENDAPATAN KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka. nasional, serta koefisien gini mengecil.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka. nasional, serta koefisien gini mengecil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan ekonomi suatu daerah pada hakekatnya merupakan rangkaian kegiatan integral dari pembangunan ekonomi nasional yang dilaksanakan terarah dan terus

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya

I. PENDAHULUAN. dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangannya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah daerah bersama dengan masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MALANG TAHUN

ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MALANG TAHUN ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MALANG TAHUN 2007-2011 JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Bakhtiar Yusuf Ghozali 0810210036 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, terlebih dahulu kita harus menganalisa potensi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan implementasi serta bagian integral dari pembangunan nasional. Dengan kata lain, pembangunan nasional tidak akan lepas dari peran

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON 4.1 Analisis Struktur Ekonomi Dengan struktur ekonomi kita dapat mengatakan suatu daerah telah mengalami perubahan dari perekonomian

Lebih terperinci

KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA

KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA SEPA : Vol. 9 No. 2 Februari 2013 : 201-208 ISSN : 1829-9946 KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA WIWIT RAHAYU Staf Pengajar Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN EKONOMI MURUNG RAYA TAHUN

BAB II TINJAUAN EKONOMI MURUNG RAYA TAHUN BAB II TINJAUAN EKONOMI MURUNG RAYA TAHUN 2010-2014 2.1 STRUKTUR EKONOMI Penetapan SDG s Sustainable Development Goals) sebagai kelanjutan dari MDG s Millenium Development Goals) dalam rangka menata arah

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI BIDANG USAHA UNGGULAN BERBAHAN BAKU PERTANIAN DALAM SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI BIDANG USAHA UNGGULAN BERBAHAN BAKU PERTANIAN DALAM SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI BIDANG USAHA UNGGULAN BERBAHAN BAKU PERTANIAN DALAM SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA OLEH MUHAMMAD MARDIANTO 07114042 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan berlaku surut terhitung mulai tanggal 1 Januari 2012.

MEMUTUSKAN: : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan berlaku surut terhitung mulai tanggal 1 Januari 2012. KEPUTUSAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR: 188/ 8 /KEP/429.011/2012 TENTANG UANG PERSEDIAAN ANGGARAN BELANJA PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN ANGGARAN 2012

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sisterm kelembagaan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sisterm kelembagaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN (MUSRENBANGCAM) TAHUN 2013

MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN (MUSRENBANGCAM) TAHUN 2013 MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN (MUSRENBANGCAM) TAHUN 2013 Menguatkan Responsivitas Rencana Pembangunan Daerah Untuk Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Oleh : Drs. H. Agus Siswanto, MM Kepala Disampaikan pada

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pembangunan Ekonomi Pembangunan adalah suatu proses yang mengalami perkembangan secara cepat dan terus-merenus demi tercapainya kesejahteraan masyarakat sampai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Triwulan II-29 Perekonomian Indonesia secara tahunan (yoy) pada triwulan II- 29 tumbuh 4,%, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,4%). Sementara itu, perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH No.51/11/12/Th.VII, 5 November 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III-2012 Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan III-2012 secara triwulanan (q-to-q)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN KEPUTUSAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR: 188/ 3 /KEP/429.011/2016 TENTANG PENETAPAN UANG PERSEDIAAN ANGGARAN BELANJA PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN. : Perolehan jasa giro atas rekening tersebut wajib disetorkan ke Rekening Kas Umum Daerah Kabupaten Banyuwangi.

MEMUTUSKAN. : Perolehan jasa giro atas rekening tersebut wajib disetorkan ke Rekening Kas Umum Daerah Kabupaten Banyuwangi. KEPUTUSAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 188/ 5 /KEP/429.011/2012 TENTANG NOMOR REKENING BENDAHARA PENGELUARAN PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN ANGGARAN 2012 BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

10. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ( PDRB )

10. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ( PDRB ) 10. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ( PDRB ) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Lapangan Usaha memberikan gambaran tentang nilai tambah yang dibentuk dalam suatu daerah sebagai akibat dari adanya

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI UTARA No. 08/07/1205/Th. VI, 06 Oktober 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara yang diukur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah beserta masyarakatnya bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada dan

BAB I PENDAHULUAN. daerah beserta masyarakatnya bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan proses dimana pemerintah daerah beserta masyarakatnya bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada dan melakukan mitra kerja dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pusat dan daerah membawa implikasi mendasar terhadap. yang antara lain di bidang ekonomi yang meliputi implikasi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pusat dan daerah membawa implikasi mendasar terhadap. yang antara lain di bidang ekonomi yang meliputi implikasi terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pergeseran paradigma dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan dari pola sentralisasi menjadi desentralisasi yang ditandai dengan lahirnya undang-undang nomer 22 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai tambah bruto seluruh barang dan jasa yang tercipta atau dihasilkan di wilayah domestik suatu daerah yang timbul

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 19/05/14/Th.XI, 10 Mei PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas y-on-y Triwulan I Tahun sebesar 5,93 persen Ekonomi Riau dengan migas pada triwulan I tahun mengalami kontraksi sebesar 1,19

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan pembangunan yang dipandang tepat dan strategis dalam rangka pembangunan wilayah di Indonesia sekaligus mengantisipasi dimulainya era perdagangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Lokasi yang diidentifikasi dalam penelitian ini Provinsi Sulawesi Utara dan kabupaten Bolaang Mongondow dan waktu yang dibutuhkan dalam pengumpulan data ini

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th. X, 5 November 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan III Tahun 2012 (y-on-y) mencapai 7,24 persen

Lebih terperinci

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN

II PENDAHULUAN PENDAHULUAN I II PENDAHULUAN PENDAHULUAN Pembangunan dapat diartikan berbeda-beda oleh setiap orang tergantung dari sudut pandang apa yang digunakan oleh orang tersebut. Perbedaan cara pandang mengenai proses pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

Rumus. 9. Jasa-Jasa 0,47 0,50 0,52 0,54 0,56 0,52 Non Basis. = Nilai produksi subsektor i pada provinsi. = Total PDRB Provinsi

Rumus. 9. Jasa-Jasa 0,47 0,50 0,52 0,54 0,56 0,52 Non Basis. = Nilai produksi subsektor i pada provinsi. = Total PDRB Provinsi Hasil Perhitungan Dengan Metode LQ di Provinsi Riau Tabel 1 Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010* Rerata Keterangan 1. Pertanian 1,19 1,24 1,24 1,26 1,30 1,25 Basis 2. Penggalian 5,96 6,00 6,22 6,04

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki kontribusi terhadap pembangunan terutama di daerah, salah satunya di Provinsi Jawa Barat. Pembangunan ekonomi daerah erat kaitannya dengan industrialisasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

9.1. Analisis LQ Sektor Jembrana Terhadap Sektor Propinsi Bali

9.1. Analisis LQ Sektor Jembrana Terhadap Sektor Propinsi Bali 9.1. Analisis LQ Sektor Jembrana Terhadap Sektor Propinsi Bali A nalisis LQ menunjukkan potensi dari tempat terkait dengan kondisi kekayaan yang ada di wilayah tersebut. LQ berguna untuk melihat spesialisasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Tahun 27 Perekonomian Indonesia pada Tahun 27 tumbuh 6,32%, mencapai pertumbuhan tertinggi dalam lima tahun terakhir. Dari sisi produksi, semua sektor mengalami ekspansi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

Analisis Tipologi Pertumbuhan Ekonomi Dan Disparitas Pendapatan Dalam Implementasi Otonomi Derah di Propinsi Jambi. Oleh : Etik Umiyati.SE.

Analisis Tipologi Pertumbuhan Ekonomi Dan Disparitas Pendapatan Dalam Implementasi Otonomi Derah di Propinsi Jambi. Oleh : Etik Umiyati.SE. Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.5 April 2012 Analisis Tipologi Pertumbuhan Ekonomi Dan Disparitas Pendapatan Dalam Implementasi Otonomi Derah di Propinsi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Katalog BPS : 9302008.53 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 Anggota Tim Penyusun : Pengarah :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kerangka kebijakan pembangunan suatu daerah sangat tergantung pada permasalahan dan

Lebih terperinci

85 DESA TERHUBUNG FIBER OPTIK SISTEM INFORMASI PERENCANAAN & KEUANGAN Rancangan Mei RKP MUSRENBANGNAS RPJMD Apr Prioritas pemb, Pagu indiakatif berdasar fungsi SKPD, sumber dana & Wilayah kerja Rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan lapangan kerja dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan lapangan kerja dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : Katalog BPS : 9302008.53 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Karo

Lampiran 1. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Karo Lampiran 1. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Karo Lampiran 2. Perhitungan Tipologi Klasen Pendekatan Sektoral Kabupaten Karo Tahun 2006 ADHK 2000 No Lapangan Usaha / Sektor Laju Pertumbuhan S 2006 2007

Lebih terperinci

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN

VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN 102 VII. ANALISIS POTENSI PEREKONOMIAN LOKAL DI WILAYAH PEMBANGUNAN CIANJUR SELATAN Adanya otonomi daerah menuntut setiap daerah untuk dapat melaksanakan pembangunan daerah berdasarkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN 2003 2013 Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 c_rahanra@yahoo.com P. N. Patinggi 2 Charley M. Bisai 3 chabisay@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2013

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH No. 1/8/124/Th. XIII, 25 Agustus 214 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 213 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 213 sebesar 6,85 persen mengalami

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN TATA RUANG

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 No. 06/08/62/Th. V, 5 Agustus 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah triwulan I-II 2011 (cum to cum) sebesar 6,22%. Pertumbuhan tertinggi pada

Lebih terperinci

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL III. EKONOMI MAKRO KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Pembangunan ekonomi merupakan suatu hal mendasar suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi itu sendiri pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang giat dalam. merupakan rangkaian usaha untuk pembangunan yang merata dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang giat dalam. merupakan rangkaian usaha untuk pembangunan yang merata dalam rangka BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang giat dalam melaksanakan kegiatan pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan rangkaian usaha untuk pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang pada umumnya termasuk di Indonesia masih memunculkan adanya dualisme yang mengakibatkan adanya gap atau kesenjangan antara daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Analisis regresi menjadi salah satu bagian statistika yang paling banyak aplikasinya. Analisis regresi memberikan keleluasaan untuk menyusun model hubungan atau pengaruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia dalam perannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas fungsi-fungsi pelayanannya kepada seluruh lapisan masyarakat diwujudkan dalam bentuk kebijakan

Lebih terperinci