ANALISA POTENSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN * Bambang Wicaksono ABSTRACT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISA POTENSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN * Bambang Wicaksono ABSTRACT"

Transkripsi

1 ANALISA POTENSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2006 * Bambang Wicaksono ABSTRACT Penelitian ini bertujuan untuk menginvestasikan potensi potensi penerimaan pajak daerah yang sudah tergali maupun yang belum, sebagai upaya dalam meningkatkan penerimaan pajak daerah pada khususnya serta meningkatkan pendapatan asli daerah pada umumnya. Penelitian ini dilakukan di 24 kecamatan yang ada di kabupaten Banyuwangi, selama waktu 5 juli september Pengumpulan data dilakukan dengan cara dokumentasi dan wawancara dengan daftar pertanyaan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dimana untuk mengetahui nilai variable mandiri, baik satu variable atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variable yang lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 7 jenis pajak yakni pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak pengambilan bahan galian golongan c, pajak parkir, pajak reklame yang diteliti semua mengalami peningkatan. Kata Kunci: potensi, pajak, daerah PENDAHULUAN Pemberlakuan Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sejak 1 Januari 2001, memberikan kewenangan yang lebih luas bagi penyelenggara pemerintahan daerah untuk mengelola dan memanfaatkan potensi sumberdaya dan Nasional, dengan pengaturan pembagian secara proporsional. Dengan adanya kewenangan yang lebih luas tersebut, diharapkan pemerintah daerah beserta masyarakatnya dapat memanfaatkan, mengelola dan mengembangkan potensi sumberdaya yang ada di daerah sebagai modal utama bagi peningkatan perekonomian dan pembangunan daerah, sehingga secara bertahap ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat diharapkan dapat berkurang. Salah satu indikator keberhasilan Pemerintah daerah dalam pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Daerah (OTODA) adalah kemampuannya dalam meningkatkan pembangunan perekonomian daerah. Peningkatan pembangunan perekonomian di daerah dapat terlaksana dengan baik jika ditunjang oleh kemampuan keuangan daerah yang mencukupi. Sumber-sumber keuangan daerah untuk pelaksanaan pembangunan berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, bantuan Pemerintah Pusat serta sumber-sumber pendapatan lainnya. Sumber-sumber penerimaan daerah menurut Undang-Undang nomor 25 tahun 1999 mengenai perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah meliputi: Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.4 No.11, Agustus

2 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang meliputi : a. Pajak Daerah b. Retribusi Daerah c. Hasil perusahaan milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah lainnya yang dipisahkan d. Lain-lain PAD yang sah 2. Dana perimbangan meliputi : a. Dana bagi hasil Pajak/SDA b. Dana Alokasi Umum c. Dana Alokasi Khusus d. Bagi Hasil Pajak dan Bantuan Keuangan dari Propinsi 3. Lain-lain Pendapatan yang sah meliputi : a. Bantuan dari Pemerintah Pusat b. Penerimaan dari Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota c. Bantuan/Hibah dll Di era OTODA ini, pembia-yaan pelaksanaan pembangunan daerah sebagian besar diharapkan bersumber dari Pendapatan Asli Daerah. Namun demikian sampai dengan tahun 2005, ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan pendanaan dari pemerintah pusat, pemerintah propinsi maupun sumber pendanaan lainnya masih cukup tinggi. Pendapatan Daerah Kabupaten Banyuwangi selama empat tahun terakhir mengalami peningkatan ratarata 6,86% - 9,05% dari Rp ,02 pada tahun 2001 menjadi Rp ,00 pada tahun 2004 dan menjadi Rp ,00 pada tahun 2005 (belum akhir tahun anggaran). Namun peningkatan Pendapatan Daerah ini belum ditunjang oleh peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi merupakan kontribusi dari adanya peningkatan Dana Perimbangan yang rata-rata meningkat sebesar 9,65% yang berasal dari Dana Alokasi Umum, Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak, Bagi Hasil Pajak dan bantuan Propinsi, dan lain-lain. Komponen sumber Pendapatan Daerah masih tergantung pada Dana Perimbangan yang menyumbang rata-rata 84,69% dari total Pendapatan Daerah dan setiap tahun terjadi peningkatan rata-rata sebesar 10,55%, sementara PAD hanya memberi kontribusi rata-rata sebesar 7,44% dan setiap tahun semakin menurun. Hal ini kurang menguntungkan penyelenggaraan pembangunan, karena pembiayaan pembangunan sangat dipengaruhi oleh kondisi anggaran pemerintah baik pusat maupun propinsi. Meskipun kontribusi PAD Kabupaten Banyuwangi terhadap komposisi pembiayaan pembangunan relatif kecil, tetapi dari tahun ke tahun cenderung terjadi peningkatan sebagaimana digambarkan tabel berikut : Tabel 1. Daftar perolehan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Banyuwangi selama lima tahun terakhir. NO TAHUN Pendapatan Asli Daerah TARGET REALISASI Rp Rp , Rp Rp , Rp Rp , Rp Rp , Rp Rp ,78 Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.4 No.11, Agustus

3 Penerimaan PAD Kabupaten Banyuwangi meningkat dari tahun ke tahun, tetapi belum seimbang dan masih relatif kecil jika dibandingkan dengan potensi sumberdaya yang ada di Kabupaten Banyuwangi serta kebutuhan anggaran pembangunan. Relatif kecilnya penerimaan PAD Kabupaten Banyuwangi tersebut akan menyulitkan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan keuangan sebagai sumber pendanaan pembangunan dan organisasi pemerintah. Oleh karena itu diperlukan suatu usaha untuk menggali dan meningkatkan sumber-sumber penerimaan PAD secara komprehensif dan berkesinambungan. Sumber penerimaan PAD Kabupaten Banyuwangi sebagian besar berasal dari penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah. Penerimaan pajak daerah yang terbesar bersumber dari pajak penerangan jalan, sedang penerimaan retribusi daerah yang terbesar berturut -turut berasal dari retribusi pelayanan kesehatan, retribusi pelayanan parkir dan retribusi pelayanan pasar. Melihat kenyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa sumber-sumber penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah belum seluruhnya memberikan kontribusi yang maksimal bagi penerimaan PAD. Hal ini dapat dilihat dari belum tergalinya dan belum optimalnya penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah dari beberapa sumber penerimaan, padahal peraturan daerah yang mengatur telah ditetapkan. Beberapa upaya telah dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan kinerja pemungutan serta penyederhanaan, penyempurnaan dan penambahan jenis pajak melalui Undang-Undang No.18 Tahun Namun hasil yang diperoleh belum seimbang dengan keberadaan peraturan yang ada. Untuk itu sudah semestinya apabila kondisi ini harus segera diantisipasi dengan langkahlangkah terarah, terencana dan sistematis dalam upaya meningkatkan penerimaan PAD secara optimal. Perumusan Masalah Rumusan masalah yang digunakan sebagai pedoman dalam penelitian ini adalah : a. Beberapa estimasi penerimaan pajak daerah Kabupaten Banyuwangi tahun 2006? b. Beberapa tingkat pertumbuhan penerimaan pajak daerah Kabupaten Banyuwangi sampai dengan tahun 2006? Tujuan Penelitian Tujuan dilakukan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui berapa estimasi penerimaan pajak Kabupaten Banyuwangi tahun Untuk mengetahui berapa tingkat pertumbuhan penerimaan pajak daerah Kabupaten Banyuwangi sampai dengan tahun 2006 METODE PENELITIAN Obyek Penelitian Obyek penelitian ini adalah pajak daerah Kabupaten Banyuwangi, yang meliputi 7 jenis obyek pajak, yaitu obyek pajak Hotel, pajak Restoran, pajak Hiburan, pajak Reklame, pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, pajak Penerangan Jalan dan pajak Parkir. Populasi dan Sampel Populasi yang dijadikan obyek dalam penelitian ini adalah seluruh Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.4 No.11, Agustus

4 obyek Pajak Daerah yang berada di wilayah Kabupaten Banyuwangi yang meliputi 24 kecamatan yaitu kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Banyuwangi, Giri, Glagah, Licin, Kabat, Rogojampi, Singojuruh, Songgon, Sempu, Srono, Genteng, Glenmore, Kalibaru, Gambiran, Tegalsari, Cluring, Muncar, Tegaldlimo, Bangorejo, Siliragung, Purwoharjo dan Pesanggaran (Tampilkan jumlah responden berdasarkan data dispenda). Teknik pengambilan sample adalah non-proportional cluster Random sampling dengan pertim-bangan bahwa hanya informasi yang benar yang diperoleh dari pengisian kuisioner saja yang digunakan sebagai sample. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di 24 Kecamatan yang ada di Kabupaten Banyuwangi sejak tanggal 4 Juli sampai dengan 15 September 2005, yang meliputi Kecamatan Kalibaru, Glenmore, Gambiran, Tegalsari, Genteng, Sempu, Pesanggaran, Bangorejo, Siliragung, Purwoharjo, Tegaldlimo, Muncar, Cluring, Srono, Singojuruh, Songgon, Rogojampi, Kabat, Licin, Banyuwangi, Glagah, Giri, Kalipuro, dan Wongsorejo. Prosedur Pengambilan/ Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan : a. Dokumentasi Metode ini digunakan untuk memperoleh data primer dengan pendataan langsung di lapangan dan data sekunder yaitu data intern Dispenda Kabupaten Banyuwangi yang meliputi data tentang Daftar SKPD masing-masing Pajak Daerah, tentang Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah mulai tahun b. Wawancara Metode ini digunakan untuk memperoleh data primer. Interview dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner). Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain (Sugiyono,2000). Bila penelitian dilakukan pada sample maka analisisnya dapat menggunakan statistic deskriptif. Statistik deskriptif dapat digunakan bila peneliti hanya ingin mendeskripsikan data sample, dan tidak ingin membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi dimana sampel diambil. Teknik Analisa Data Teknik analisa data dalam penelitian ini dengan menggunakan beberapa langkah sebagai berikut : 1) Melakukan perhitungan terhadap pajak daerah dari tahun 2002 sampai dengan Nopember 2005 untuk mengetahui tingkat partumbuhan pajak, dengan metode ratarata ukur. 2) Melakukan perhitungan terhadap pajak daerah hasil penelitian di tahun ) Melakukan identifikasi terhadap pajak daerah terkait dengan objek lama dan objek baru. 4) Melakukan perhitungan terhadap pajak daerah hasil penelitian di Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.4 No.11, Agustus

5 tahun 2005 untuk mengetahui tingkat pertumbuhan masingmasing objek pajak dan prediksi penerimaan pajak daerah tahun HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penerimaan Pajak Daerah Realisasi penerimaan pajak daerah apabila dihitung sejak tahun 2002 sampai Nopember 2005, ratarata mengalami peningkatan yang cukup baik, meskipun masih terdapat penurunan pada penerimaan pajak daerah dari jenis pajak pengambilan bahan galian golongan C. Hal ini dapat dilihat pada nilai pertumbuhan masing-masing pajak daerah yang pertumbuhannya antara 0,55 20,97%. Pajak daerah yang memiliki nilai pertumbuhan lebih dari 10% antara lain pajak restoran, pajak reklame, pajak penerangan jalan listrik PLN dan pajak parkir. Sedangkan pajak daerah yang memiliki nilai pertumbuhan kurang dari 10% antara lain adalah pajak hotel, pajak hiburan, pajak penerangan jalan listrik Non PLN dan pajak parkir dari PT. ASDP. Pajak parkir dari PT. ASDP pada tahun 2006 dan seterusnya tidak akan memberikan kontribusi terhadap penerimaan pajak daerah karena adanya perubahan kesepakatan dengan Departemen Perhubungan. Pajak Hotel Obyek pajak hotel hasil pendataan di seluruh Kabupaten Banyuwangi meningkat sebesar 12%, yaitu dari 50 objek pajak menjadi 56 objek pajak. Peningkatan jumlah objek pajak hotel selain dikarenakan adanya penambahan hotel yang baru beroperasi, juga adanya objek pajak yang belum menjadi wajib pajak. Hal ini dapat dilihat dari lama usaha hotel tersebut. Peningkatan jumlah objek pajak hotel diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak hotel. Penerimaan Pajak Hotel diperkirakan sebesar Rp ,00,- yang dihitung dari 56 hotel yang ada di Kabupaten Banyuwangi. Penghasilan hotel kena pajak dihitung berdasarkan tingkat hunian 50% (rata-rata tingkat hunian kamar hotel) dan sudah dikurangi biaya operasional hotel sebesar 50%. Tingkat hunian dihitung 50% berdasarkan anggapan bahwa separuh jumlah kamar hotel yang tersedia selalu terisi oleh tamu karena melihat rata-rata lama usaha hotel hamper seluruhnya diatas 5 tahun. Lama usaha hotel yang rata-rata diatas 5 tahun menunjukkan bahwa hotel tersebut mampu membiayai operasional pengusahaannya, sehingga apabila tingkat hunian ditetapkan 50% sebagai dasar perhitungan penghasilan hotel adalah realistis. Mengingat lama usaha hotel rata-rata lebih dari 5 tahun, maka biaya operasional hotel diperhitungkan sebesar 50% dengan anggapan bahwa banyak komponen biaya yang harus dikeluarkan oleh hotel untuk pelayanan, bahkan dimungkinkan biaya operasional hotel bisa lebih rendah dari itu. Pajak Hotel menurut Peraturan Daerah Nomor 38 Tahun 2002 ditetapkan sebesar 10% dari jumlah pembayaran kepada hotel Dengan melihat data sekunder Dispenda dapat dikatakan bahwa penerimaan pajak hotel per tahun selama ini yang berkisar Rp 200 juta rupiah dihitung berdasarkan tingkat hunian kurang dari 50%, sehingga Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.4 No.11, Agustus

6 penerimaan pajak hotel untuk waktu yang akan dating sangat realistis untuk ditingkatkan. Dibandingkan rata-rata penerimaan pajak hotel selama yang berkisar Rp. 200 juta, maka perkiraan penerimaan pajak hotel tahun 2006 yang mencapai Rp. 1,7 milyar, mempunyai selisih yang sangat tinggi. Namun demikian perkiraan ini cukup realistis mengingat penghasilan hotel sebagai dasar pengenaan pajak sudah dikurangi dengan biaya operasional sebesar 50% dengan perkiraan tingkat hunian setengah dari jumlah kamar. Selain itu penambahan jumlah objek pajak hotel sebesar 12% juga merupakan satu komponen yang dapat menyumbang bagi peningkatan penerimaan pajak hotel. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, penerimaan pajak hotel diperkirakan minimal sebesar Rp ,48,-. Nilai ini diperoleh berdasarkan penerimaan pajak hotel tahun 2005 ditambah dengan pertumbuhan penerimaan pajak hotel sebesar 6,7% dan peningkatan jumlah objek pajak sebesar 12%. Pajak Restoran Objek pajak restoran hasil pendataan di seluruh Kabupaten Banyuwangi meningkat sebesar 306,52%, yaitu dari 92 objek pajak menjadi 374. Peningkatan jumlah objek pajak yang sangat tinggi ini merupakan hasil pendataan di lapangan yang mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 37 Tahun 2002 yang menyatakan bahwa restoran atau rumah makan adalah tempat menyantap makanan atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran atas pelayanan restoran atau rumah makan. Sehingga pendataan dilakukan tanpa membedakan besar kecilnya rumah makan tersebut, karena peraturan yang ada tidak menentukan klasifikasi rumah makan. Jika peraturan diterapkan sebagaimana yang ada, maka peningkatan jumlah objek pajak restoran akan meningkatkan penerimaan pajak secara signifikan. Penerimaan Pajak Restoran diperkirakan sebesar Rp ,- yang dihitung dari 374 restoran yang ada di Banyuwangi. Penghasilan restoran kena pajak dihitung berdasarkan 50% dari jumlah kursi dikalikan dengan penjumlahan dari tarif makanan dan minuman dan dikurangi biaya operasional restoran sebesar 50%. Tingkat kunjungan dihitung 50% berdasarkan anggapan bahwa jumlah tamu yang makan di restoran adalah separuh jumlah kursi yang tersedia. Lama usaha restoran yang ratarata lebih dari 5 tahun dianggap bahwa restoran tersebut memperoleh keuntungan minimal lebih dari biaya operasional, dan mampu buka setiap hari, sehingga apabila tingkat kunjungan ditetapkan 50% sebagai dasar perhitungan penghasilan restoran adalah realistis. Biaya operasional restoran diperhitungkan sebesar 50% dengan anggapan bahwa banyak komponen biaya yang harus dikeluarkan oleh restoran. Dengan melihat data sekunder Dispenda dapat dikatakan bahwa penerimaan pajak restoran per tahun selama ini yang berkisar Rp 90 juta sampai Rp. 120 juta dihitung berdasarkan tingkat kunjungan kurang dari 50%, sehingga penerimaan pajak restoran untuk waktu yang akan datang sangat realistis untuk ditingkatkan. Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.4 No.11, Agustus

7 Dibandingkan rata-rata penerimaan pajak restoran selam yang berkisar Rp juta, maka perkiraan penerimaan pajak restoran tahun 2006 yang mencapai Rp ,- mempunyai selisih yang cukup tinggi. Namun demikian perkiraan ini cukup realistis mengingat penghasilan restoran sebagai dasar pengenaan pajak sudah dikurangi dengan biaya operasional sebesar 50% dengan perkiraan tingkat kunjungan setengah dari jumlah kursi yang dimiliki. Selain itu penambahan jumlah objek pajak restoran yang lebih dari 300% juga merupakan satu komponen yang dapat menyumbang bagi peningkatan penerimaan pajak restoran. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, penerimaan pajak restoran tahun 2006 diperkirakan minimal sebesar Rp ,53,-. Nilai ini diperoleh berdasarkan penerimaan pajak restoran tahun 2005 ditambah dengan pertumbuhan penerimaan pajak restoran sebesar 14,67% dan peningkatan jumlah objek pajak sebesar 303,26%. Belum optimalnya penerimaan pajak restoran selama ini diduga disebabkan penerapan Perda Nomor 37 Tahun 2002 belum dapat dilaksanakan secara optimal. Karena belum semua tempat menyantap makanan dan minuman yang disertai dengan fasilitas penyantapnya dikenakan pajak atau membayar pajak, terutama warung-warung kecil yang mungkin merasa keberatan dengan adanya kewajiban pembayaran pajak. Keengganan warung-warung kecil tersebut untuk melakukan pembayaran pajak karena mempunyai penghasilan yang relatif kecil. Terbukti dari hasil survey yang menunjukkan bahwa sebagian besar dari warungwarung tersebut membayar pungutan pada petugas pajak secara harian, sebagaimana pungutan retribusi. Hal ini bias dijadikan pertimbangan dalam melakukan peninjauan kembali terhadap keefektifan Perda tersebut. Pajak Hiburan Objek pajak hiburan hasil pendataan di seluruh Kabupaten Banyuwangi meningkat sebesar 13,19 %, yaitu dari 91 objek pajak menjadi 103 objek pajak. Peningkatan jumlah objek pajak hiburan mayoritas disebabkan adanya penambahan objek pajak baru dari objek hiburan yang tetap, seperti rental playstation, rental VCD, dan sebagainya. Hasil pendataan diperoleh bahwa sebanyak 67,96% atau 70 objek pajak bersifat tetap, yaitu meningkat dari 23 objek pajak menjadi 70 objek pajak bersifat tetap. Sedang objek pajak tidak tetap sebanyak 33 atau 32,04%, yang mengalami penurunan dari 68 objek pajak menjadi 33 objek pajak. Penambahan objek pajak hiburan yang bersifat tetap (meningkat 204,34%) diharapkan dapat lebih meningkatkan penerimaan pajak secara lebih pasti dan kontinu, karena penerimaan pajak hiburan selama ini banyak di dominasi oleh penerimaan pajak hiburan yang tidak seperti pertunjukan musik, pertunjukan tari, pertandingan olahraga, dan lain-lain. Penerimaan Pajak Hiburan diperkirakan sebesar Rp ,- yang dihitung dari 103 objek pajak hiburan (mayoritas bersifat tetap) yang ada di seluruh Kabupaten Banyuwangi. Penghasilan hiburan kena pajak dihitung berdasarkan tarif dari masing-masing jenis hiburan dikalikan dengan jumlah pengunjung atau penonton per hari Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.4 No.11, Agustus

8 atau per pertunjukan, yang dihitung selama satu tahun dan dikurangi biaya operasional sebesar 25%. Biaya operasional hiburan diperhitungkan sebesar 25% dengan anggapan bahwa biaya yang harus dikeluarkan untuk operasional uasaha tidak terlalu banyak komponennya. Dengan melihat data sekunder Dispenda dapat dikatakan bahwa penerimaan pajak hiburan per tahun selama ini yang berkisar Rp. 130 juta sampai 200 juta rupiah, umtuk masa yang akan dating dapat ditingkatkan dengan perhitungan seperti yang telah disebutkan diatas. Dibandingkan rata-rata penerimaan pajak hiburan selama yang berkisar antara Rp juta, maka perkiraan penerimaan pajak hiburan tahun 2006 yang mencapai Rp ,- mempunyai selisih yang cukup tinggi (hamper 50%) dalam peningkatan penerimaan pajak. Namun demikian perkiraan ini dianggap rasional mengingat penghasilan kena pajak sudah dikurangi dengan biaya operasional 25% dan waktu efektif per tahun dianggap 9 bulan. Penambahan jumlah objek pajak hiburan sebesar 77,59% juga merupakan salah satu komponen yang dapat menyumbang bagi peningkatan penerimaan pajak. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, penerimaan pajak hiburan diperkirakan minimal sebesar Rp ,-. Nilai ini diperoleh berdasarkan penerimaan pajak hiburan tahun 2005 ditambah dengan rata-rata tingkat pertumbuhan pajak hiburan sebesar 0,55% dan peningkatan jumlah objek pajak hiburan sebesar 77,59%. Belum optimalnya penerapan Perda Nomor 12 Tahun 1998 terhadap seluruh pengelola atau penyelenggara hiburan menjadikan penerimaan pajak hiburan selama ini belum optimal. Sedangkan pendataan dilakukan terhadap pengelola atau penyelenggara hiburan sesuai dengan Perda. Sehingga adanya perkiraan peningkatan penerimaan pajak hiburan yang cukup tinggi tersebut masih mungkin untuk direalisasikan. Pajak Penerangan Jalan Listrik Non PLN Objek pajak penerangan jalan listrik non PLN hasil pendataan di seluruh Kabupaten Banyuwangi meningkat 121%, yaitu dari 42 objek pajak menjadi 93 objek pajak. Penerimaan pajak penerangan jalan listrik non PLN diperkirakan sebesar Rp ,- yang dihitung berdasarkan 93 objek pajak penerangan jalan listrik non PLN yang ada di seluruh Kabupaten Banyuwangi. Pajak dihitung berdasarkan tarif listrik yang semestinya dibayarkan oleh wajib pajak, dengan dasar perhitungan adalah kapasitas listrik terpakai minimal 5 jam kerja per hari, dengan tarif dasar listrik untuk industri, yaitu Rp. 709,88,-. Penerimaan pajak penerangan jalan listrik non PLN selama ini berkisar Rp. 20 juta, maka perkiraan penerimaan pajak penerangan listrik non PLN tahun 2006 yang mencapai Rp ,- mempunyai selisih yang sangat tinggi, namun demikian perkiraan ini masih dalam kapasitas yang wajar mengingat dasar perhitungan yang digunakan adalah kapasitas terpakai dengan waktu pemakaian minimal 5 jam per hari kerja dan bukan 24 jam kerja. Untuk memperoleh penerimaan yang mendekati perkiraan memang dibutuhkan usaha dan komitmen yang kuat dari seluruh komponen. Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.4 No.11, Agustus

9 Penambahan jumlah objek pajak baru sebesar 121,43% juga merupakan salah satu komponen yang dapat menyumbang bagi peningkatan penerimaan pajak penerangan jalan listrik non PLN. Jika dibandingkan dengan penerimaan pajak penerangan jalan listrik PLN yang diperkirakan sebesar Rp ,- maka penerimaan pajak penerangan jalan listrik non PLN sangat rendah. Dibandingkan rata-rata penerimaan pajak penerangan jalan listrik non PLN selama tahun yang berkisar antara Rp juta, maka perkiraan penerimaan pajak penerangan jalan listrik non PLN yang mencapai Rp. 687 juta mempunyai selisih yang sangat tinggi dalam peningkatan penerimaan pajak. Namun demikian perkiraan ini dianggap rasional mengingat dasar perhitungan tarif listrik adalah kappasitas terpakai hanya 5 jam kerja per hari, serta adanya penambahan jumlah objek pajak penerangan jalan listrik non PLN sebesar 121% juga merupakan salah satu komponen yang dapat menyumbang bagi peningkatan penerimaan pajak. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka penerimaan pajak penerangan jalan listrik non PLN diperkirakan minimal sebesar Rp ,45 yang dihitung berdasarkan penerimaan pajak penerangan jalan listrik non PLN tahun 2005 ditambah dengan rata-rata tingkat pertumbuhannya sebesar 4,91% dan peningkatan jumlah objek pajak sebesar 121,43%. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C Objek pajak bahan galian golongan C hasil pendataan di seluruh Kabupaten Banyuwangi meningkat 73,8%, yaitu dari 126 objek pajak menjadi 219 objek pajak. Jumlah objek pajak bahan galian golongan C ini secara subtansi ada perbedaan dengan objek pajak bahan galian golongan C tahun sebelumnya. Penerimaan pajak bahan galian golongan C selama ini sebagian besar bersumber dari CV atau kontraktor bangunan, sedangkan objek pajak bahan galian golongan C hasil pendataan hampir sebagian besar sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun Jika ditinjau berdasarkan subtansi objek pajak berdasarkan peraturan yang ditetapkan maka objek pajak bahan galian golongan C hasil pendataan mengalami peningkatan sebesar 73,81% yaitu dari 126 objek pajak menjadi 219 objek pajak. Penerimaan pajak bahan galian golongan C diperkirakan sebesar Rp ,- yang dihitung dari 219 objek pajak bahan galian golongan C yang ada di Kabupaten Banyuwangi. Penghasilan kena pajak dihitung berdasarkan kegiatan eksploatasi, pengolahan dan penjualan bahan galian golongan C dengan asumsi bahwa pengolahan dan penjualan yang terjadi setiap hari minimal 1 m³ dikalikan dengan harga jual yang dihitung selama satu tahun setelah dikurangi dengan biaya operasional sebesar 25%. Penjualan setiap hari diasumsikan secara minimal yaitu rata-rata 1 m³, dengan harapan dalam hitungan tahun diperoleh angka perkiraan yang mendekati kenyataan. Artinya, dalam kenyataan belum tentu setiap hari pengelola bahan galian golongan C mampu menjual dagangannya, namun adakalanya dalam satu hari mampu Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.4 No.11, Agustus

10 menjual lebih dari 5 m³. Untuk itulah diambil asumsi minimal rata-rata penjualan per hari sebanyak 1 m³. Penerimaan pajak bahan galian golongan C selama ini berkisar antara Rp juta, maka perkiraan penerimaan pajak bahan galian golongan C tahun 2006 yang mencapai Rp ,- mempunyai selisih yang cukup tinggi. Untuk memperoleh nilai hasil penerimaan pajak sebagaimana perkiraan diperlukan usaha yang cukup tinggi dan konsisten dari seluruh aparat pengelola pajak, mengingat selama ini pengenaan pajak bahan galian golongan C belum sepenuhnya sesuai dengan peraturan yang ada. Belum terlaksananya penerapan Perda pajak pengambilan bahan galian golongan C diduga karena kesulitan mengklasifikasikan usaha pengambilan bahan galian golongan C sebagaimana aturan. Hal ini terajad karena belum ada batasan yang tegas dan konsisten dari Peraturan Daerah tentang pajak pengambilan bahan galian golongan C yang telah ada. Sehingga para wajib pajak mempunyai celah untuk menghindar dari aturan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu pada masa yang akan dating diharapkan ada kajian terhadap aturan yang ada. Hasil survey didapat 93 objek pajak baru bagi Dispenda yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan perolehan pajak pengambilan bahan galian golongan C yang bila dilihat dari tingkat pertumbuhan masih selalu mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Diharapkan dengan tambahan objek pajak baru dapat meningkatkan perolehan penerimaan pajak daerah secara keseluruhan dan secara khusus dapat meningkatkan penerimaan pajak pengambilan bahan galian golongan C di Kabupaten Banyuwangi. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka penerimaan pajak pengambilan bahan galian golongan C diperkirakan minimal sebesar Rp ,12,-. Nilai ini diperoleh berdasarkan penerimaan pajak pengambilan bahan galian golongan C tahun 2005 dan peningkatan objek pajak sebesar 73,81%. Pajak Parkir Objek pajak parkir hasil pendataan di seluruh Kabupaten Banyuwangi tidak ada peningkatan yang cukup berarti dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu hanya ada penambahan 1 objek pajak baru, dari 35 objek pajak menjadi 36 objek pajak. Penerimaan pajak parkir diperkirakan sebesar Rp ,- yang dihitung dari 36 objek pajak parkir yang ada di Kabupaten Banyuwangi. Penghasilan pengelola parkir dihitung berdasarkan penghasilan rata-rata per bulan dengan memperhitungkan tarif untuk 2 dan roda 4 dikalikan dengan tingkat kunjungan kendaraan roda 2 dan roda 4, dikurangi dengan biaya operasional sebesar 25%. Pengurangan beban biaya operasional sebesar 25% dianggap cukup realistis dan diharapkan dapat meminimalkan pengenaan tarif pajak. Penerimaan pajak parkir selain dari PT. ASDP selama ini berkisar antara Rp juta, maka perkiraan penerimaan pajak parkir selain PT. ASDP tahun 2006 yang mencapai Rp ,- mempunyai selisih yang cukup tinggi dengan tahun 2005, tetapi sangat mungkin untuk ditingkatkan. Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.4 No.11, Agustus

11 Penerimaan pajak parkir selain dari PT. ASDP diperkirakan minimal sebesar Rp ,00,-. Nilai ini diperoleh berdasarkan penerimaan pajak parkir tahun 2005 ditambah dengan pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 18,65%. Pajak Reklame Objek pajak reklame hasil pendataan di seluruh Kabupaten Banyuwangi terdapat buah, yang terdiri dari objek pajak bersifat tetap dan objek pajak bersifat insidentil atau tidak tetap. Jika ditinjau secara keseluruhan, jumlah objek pajak yang ditemukan memang lebih sedikit dibandingkan jumlah objek pajak tahun sebelumnya, namun jika ditinjau berdasarkan sifatnya, hasil pendataan jumlah objek pajak yang bersifat tetap lebih banyak dibandingkan jumlah objek pajak tetap pada tahun sebelumnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan jumlah objek pajak tetap di seluruh Kabupaten Banyuwangi sebanyak 213,12% dibandingkan tahun sebelumnya. Penerimaan pajak reklame diperkirakan sebesar Rp ,- yang dihitung dari objek pajak reklame di seluruh Kabupaten Banyuwangi. Dasar perhitungan pajak reklame yang bersifat tetap adalah penjumlahan nilai strategis dan nilai jual objek pajak per meter persegi yang diasumsikan memiliki panjang 1 meter persegi kali nilai / harga berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun Sedang dasar perhitungan pajak reklame yang bersifat insidentil terdiri dari : a. Untuk spanduk, umbul-umbul, layer/tenda dengan asumsi ukuran minimal 8 meter persegi masingmasing 1 buah kali harga / nilai jual objek pajak / meter persegi sesuai peraturan yang ditetapkan. b. Untuk timplat, selebaran, poster, label produk, iklan udara, slide dan siaran diasumsikan berjumlah minimal 10 buah per objek pajak kali harga / nilai jual objek pajak per meter persegi sesuai peraturan yang ditetapkan. Pembayaran pajak reklame yang bersifat insidentil umumnya dilakukan oleh agen atau biro reklame. Secara umum terjadi peningkatan jumlah biro reklame sebanyak 11%, yaitu dari 90 biro manjadi 100 biro. Peningkatan jumlah wajib pajak dari biro reklame ini tentunya akan meningkatkan penerimaan pajak reklame insidentil. Perkiraan penerimaan pajak reklame memang lebih kecil jika dibandingkan dengan penerimaan pajak tahun sebelumnya yang sebesar Rp ,- Hal ini terjadi karena objek pajak dihitung berdasarkan asumsi terendah atau terkecil dari dasar perhitungan nilai jual objek pajak. Misalnya : spanduk hanya dihitung sepanjang 8 meter dengan jumlah 1 buah. Padahal umumnya pemasang spanduk memasang lebih dari dua spanduk, umbulumbul umumnya dipasang lebih dari 10 lembar per lokasi, tetapi yang dihitung hanya 1 buah, selebaran / poster hanya diasumsikan 10 lembar per objek pajak padahal umumnya dibuat ratusan lembar. Kondisi seperti tersebut di atas sangat mempengaruhi terhadap jumlah penerimaan pajak reklame yang diperkirakan. Lebih kecilnya perkiraan penerimaan pajak reklame dibandingkan tahun sebelumnya juga dapat dikarenakan sebagian besar objek Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.4 No.11, Agustus

12 pajak reklame yang bersifat insidentil sudah habis masa berlakunya atau masa pasangnya sehingga sudah tidak dapat ditentukan lagi pada saat pendataan di lapangan. Dari data sekunder yang diperoleh, dapat diketahui bahwa mayoritas penerimaan pajak reklame berasal dari objek pajak insidentil yang bersifat hanya sementara dan dalam waktu yang kurang dari satu tahun. Jika ditinjau berdasarkan objek pajak yang bersifat tetap, maka penerimaan pajak diperkirakan sebesar Rp ,- Penerimaan pajak reklame diperkirakan sebesar Rp ,00,- Nilai ini diperoleh berdasarkan penerimaan pajak reklame tahun 2005 ditambah dengan pertumbuhan penerimaan pajak reklame sebesar 19,96%. Penerimaan Pajak Daerah Penerimaan pajak daerah Kabupaten Banyuwangi tahun 2006 diperkirakan sebesar Rp. 17,836 milyar atau mengalami peningkatan sebesar 25%. Adanya peningkatan penerimaan pajak daerah yang cukup tinggi ini diharapkan bersumber dari adanya temuan beberapa objek pajak baru yang belum teridentifikasi selama ini. Beberapa temuan objek pajak baru tersebut dapat bersumber dari objek pajak hotel, restoran, hiburan, penerangan listrik non PLN dan bahan galian golongan C yanh selama ini belim teridentifikasi. Objek pajak reklame yang bersifat tetap sebenarnya dapat diharapkan sebagai salah satu sumber peningkatan penerimaan pajak daerah, mengingat objek pajak reklame yang bersifat tetap mengalami peningkatan sebesar 213,12%. Jika diasumsikan objek pajak reklame yang bersifat insidentil memberikan penerimaan pajak yang tetap, maka dengan adanya peningkatan objek reklame yang bersifat tetap sebesar 213,12% akan meningkatkan penerimaan pajak reklame secara keseluruhan. Selain karena adanya penambahan objek pajak baru, peningkatan penerimaan pajak daerah diharapkan berasal dari peningkatan penerimaan pajak sesuai dengan kondisi nyata objek pajak di lapangan, yang dalam hal ini tentunya membutuhkan komitmen yang kuat baik dari subyek pajak, wajib pajak, maupun petugas pengelola pajak dalam menerapkan peraturan yang telah ditetapkan. Penerimaan pajak daerah Kabupaten Banyuwangi tahun 2006 minimal diperkirakan sebesar Rp. 16,806 milyar sebagaimana partumbuhan penerimaan masing-masing objek pajak daerah. Selisih perkiraan penerimaan pajak daerah yang sebesar Rp 1 milyar diharapkan dapat terlampui. Dengan komitmen dan usaha yang sungguh-sungguh, diharapkan penerimaan pajak daerah tahun 2006 dapat mencapai lebih dari Rp. 17 milyar. Karena berdasarkan analisis terhadap objek pajak yang ada, peningkatan penerimaan pajak daerah sebagaimana yang diperkirakan masih realistis untuk diusahakan, sebagaimana komdisi yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu dengan adanya peningkatan jumlah objek pajak baru sebanyak 118,61% dan potensi obyektif dari masing-masing objek pajak daerah. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan analisis tehadap seluruh data potensi objek pajak Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.4 No.11, Agustus

13 daerah di Kabupaten Banyuwangi dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Potensi objek pajak hotel meningkat 12%, dari 50 objek pajak menjadi 56 objek pajak. Penerimaan pajak hotel diperkirakan minimal Rp ,- dengan peningkatan objek hotel 12% diperkirakan penerimaan pajak hotel menjadi Rp ,48,- namun berdasarkan kondisi potensi objek yang ada diperkirakan penerimaan pajak hotel yang dapat diperoleh sebesar Rp ,-. 2. Potensi objek pajak restoran meningkat 306,52%, dari 92 objek pajak menjadi 374 objek pajak. Penerimaan pajak restoran diperkirakan minimal Rp , dengan peningkatan objek pajak restoran 306,52% diperkirakan penerimaan pajak menjadi Rp ,53 namun berdasarkan kondisi potensi objek pajak restoran yang ada diperkirakan penerimaan pajak restoran yang dapat diperoleh sebesar Rp Penerapan perda nomor 37 tahun 2002 belum optimal, terutama dalam hal kewajiban pembayaran pajak. 3. Potensi objek pajak hiburan yang bersifat tetap meningkat 204,34% dari 23 objek pajak menjadi 70 objek pajak. Penerimaan pajak hiburan diperkirakan minimal Rp dengan peningkatan objek pajak hiburan 204,34% diperkirakan penerimaan pajak hiburan yang dapat diperoleh sebesar Rp namun berdasarkan kondisi potensi objek pajak yang ada diperkirakan penerimaan pajak hiburan yang dapat diperoleh sebesar Rp Potensi objek pajak penerangan jalan listrik non PLN meningkat 121%, dari 42 objek pajak menjadi 93 objek pajak. Penerimaan pajak penerangan jalan listrik non PLN diperkirakan minimal Rp , dengan peningkatan objek pajak penerangan jalan listrik non PLN 121,43% diperkirakan penerimaan pajak penerangan jalan listrik non PLN menjadi Rp ,45 namun berdasarkan kondisi potensi objek pajak penerangan jalan listrik non PLN yang ada diperkirakan penerimaan pajak penerangan listrik non PLN dapat mencapai Rp Penerimaan pajak pengambilan bahan galian golongan C selama ini berasal dari wajib pajak yang tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun Potensi objek pajak pengambilan bahan galian golongan C meningkat 73,81% dari 126 objek pajak menjadi 219 objek pajak. Penerimaan pajak pengambilan bahan galian golongan C diperkirakan minimal Rp ,62 dengan adanya peningkatan objek pajak pengambilan bahan galian golongan C sebesar 73,81% diperkirakan penerimaan pajak pengambilan bahan galian golongan C menjadi Rp ,12 namun berdasarkan kondisi potensi objek pajak pengambilan bahan galian golongan C yang ada diperkirakan penerimaan pajak pengambilan bahan galian golongan C dapat mencapai Rp Potensi objek pajak parkir selain dari PT. ASDP relatif tidak Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.4 No.11, Agustus

14 meningkat. Penerimaan pajak parkir diperkirakan minimal Rp , namun dengan melihat kondisi potensi objek pajak parkir yang ada diperkirakan penerimaan pajak parkir dapat mencapai Rp Potensi objek pajak reklame yang bersifat tetap meningkat 213,44% dari objek pajak menjadi objek. Penerimaan pajak reklame diperkirakan minimal Rp dengan adanya pertumbuhan sebesar 19,96% diperkirakan penerimaan pajak reklame menjadi Rp namun dengan adanya peningkatan objek pajak tetap sebesar 213,44% diperkirakan penerimaan pajak reklame yang dapat diperoleh sebesar Rp Potensi penerimaan pajak daerah Kabupaten Banyuwangi tahun 2006 diperkirakan minimal Rp ,11 yang dihitung berdasarkan nilai partumbuhan pajak daerah. Hasil analisis terhadap potensi objek pajak daerah yang ada diperkirakan penerimaan pajak daerah Kabupaten Banyuwangi tahun 2006 dapat mencapai Rp ,23 yang didukung oleh peningkatan objek pajak hotel, restoran, hiburan, reklame, penerangan jalan listrik non PLN, dan pengambilan bahan galian golongan C. Saran 1. Perlu peninjauan kembali terhadap subtansi beberapa Peraturan Pajak Daerah, agar lebih mudah diterapkan dan dipahami baik oleh wajib pajak maupun pengelola pajak serta tidak membebani masyarakat. 2. Perlu pengkajian lebih mendalam terhadap Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 1998, mengingat penerapannya yang tidak tepat serta masih belum adanya batasan yang tegas terhadap upaya pengelolaan bahan galian golongan C. yang dikenakan pajak. 3. Perlu komitmen yang kuat antara wajib pajak, pengelola pajak dan pemerintah daerah terhadap penerapan dan kompensasi dari pemberlakuan Peraturan Pajak Daerah, agar apa yang menjadi kewajiban masyarakat dan pemerintah daerah dapat saling menunjang kebutuhan masingmasing. DAFTAR PUSTAKA Bagian Perekonomian, 2004, Pendataan Bahan Galian di Kabupaten Banyuwangi, Laporan Akhir, Sub Bagian Pertambangan dan Kelautan Bagian Perekonomian Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. BAPPEDA Kabupaten Banyuwangi, 2005, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Dayan, Anto, 2000, Pengantar Metode Statistik, Jilid I, LP3S. Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.4 No.11, Agustus

15 Med Press, 2001, Pajak dan Retribusi Daerah, Undang-Undang Republik Indonesia No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun Sub Dinas Penetapan,, Peraturan Daerah Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten Banyuwangi. Sugiyono, 2000, Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung. Jurnal Ilmiah PROGRESSIF, Vol.4 No.11, Agustus

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PENDAPATAN KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PROGRES PENGEMBANGAN SANITASI SAMPAI SAAT INI. Tabel 1.1 Capaian Tingkat Pelayanan Sanitasi Sampai Akhir Tahun 2013

EXECUTIVE SUMMARY PROGRES PENGEMBANGAN SANITASI SAMPAI SAAT INI. Tabel 1.1 Capaian Tingkat Pelayanan Sanitasi Sampai Akhir Tahun 2013 EXECUTIVE SUMMARY Memorandum Program Sanitasi Tahunan ( Tahunan) adalah merupakan komitmen jangka pendek/tahunan yang mengacu kepada Memorandum Program Sanitasi () jangka menengah/5 tahunan yang sudah

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN KEPUTUSAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR: 188/365/KEP/429.011/2017 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DISTRIBUSI PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN

Lebih terperinci

KABUPATEN BANYUWANGI RINGKASAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2016

KABUPATEN BANYUWANGI RINGKASAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2016 LAMPIRAN II : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR : 9 Tahun 206 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 206 KABUPATEN BANYUWANGI RINGKASAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah menerapkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah Pembangunan Nasional. Pembangunan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA, CIPTA KARYA DAN TATA RUANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI RINGKASAN LAPORAN REALISASI ANGGARAN MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2014

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI RINGKASAN LAPORAN REALISASI ANGGARAN MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2014 LAMPIRAN I. : PERATURAN DAERAH BANYUWANGI NOMOR : 04 Tahun 205 TANGGAL : 22 JULI 205 PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI RINGKASAN LAPORAN REALISASI ANGGARAN MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI

Lebih terperinci

Ditetapkan di Banyuwangi Pada tanggal 1 Oktober 2015 BUPATI BANYUWANGI. ttd H. ABDULLAH AZWAR ANAS

Ditetapkan di Banyuwangi Pada tanggal 1 Oktober 2015 BUPATI BANYUWANGI. ttd H. ABDULLAH AZWAR ANAS SALINAN KEPUTUSAN NOMOR: 88/482/KEP/429.0/205 TENTANG PENETAPAN PENERIMA DAN BESARAN ALOKASI DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG PENDIDIKAN UNTUK PENGADAAN ALAT PRAKTIK DAN PERAGA SISWA BERUPA ALAT LABORATORIUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001, pemerintah daerah merupakan organisasi sektor publik yang diberikan kewenangan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN KEPUTUSAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR: 188/487/KEP/ /2015 TENTANG BUPATI BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN KEPUTUSAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR: 188/487/KEP/ /2015 TENTANG BUPATI BANYUWANGI SALINAN KEPUTUSAN NOMOR: 188/487/KEP/429.011/2015 TENTANG PADA SEKOLAH DASAR, SEKOLAH MENENGAH PERTAMA, SEKOLAH MENENGAH ATAS DAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN SWASTA/NEGERI Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat ini potensi yang ada masih terus digali. Pajak digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan.

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN KEPUTUSAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR: 188/ 3 /KEP/429.011/2016 TENTANG PENETAPAN UANG PERSEDIAAN ANGGARAN BELANJA PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN. : Perolehan jasa giro atas rekening tersebut wajib disetorkan ke Rekening Kas Umum Daerah Kabupaten Banyuwangi.

MEMUTUSKAN. : Perolehan jasa giro atas rekening tersebut wajib disetorkan ke Rekening Kas Umum Daerah Kabupaten Banyuwangi. KEPUTUSAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 188/ 5 /KEP/429.011/2012 TENTANG NOMOR REKENING BENDAHARA PENGELUARAN PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN ANGGARAN 2012 BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan berlaku surut terhitung mulai tanggal 1 Januari 2012.

MEMUTUSKAN: : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan berlaku surut terhitung mulai tanggal 1 Januari 2012. KEPUTUSAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR: 188/ 8 /KEP/429.011/2012 TENTANG UANG PERSEDIAAN ANGGARAN BELANJA PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN ANGGARAN 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan pembangunan yang dapat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, oleh karena itu hasil pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrator pemerintah. Setelah

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrator pemerintah. Setelah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah daerah berusaha mengembangkan dan meningkatkan, perannya dalam bidang ekonomi dan keuangan. Dalam rangka meningkatkan daya guna penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pembangunan merupakan usaha terencana dan terarah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia yang menuntut adanya perubahan sosial budaya sebagai pendukung keberhasilannya

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN KEPUTUSAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 188/923/KEP/ /2012 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI SALINAN KEPUTUSAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 188/923/KEP/ /2012 TENTANG BUPATI BANYUWANGI SALINAN KEPUTUSAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 188/923/KEP/429.011/2012 TENTANG PENETAPAN PENERIMA DAN ALOKASI DANA HIBAH UNTUK KEGIATAN BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH JENJANG SEKOLAH LANJUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam upaya pelaksanaan pembangunan nasional, hal yang paling penting adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan pengeluaran pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemandirian pembangunan diperlukan baik tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Hal ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengubah sistem sentralisasi menjadi desentralisasi yang berarti pemerintah daerah dapat mengurus keuangannya

Lebih terperinci

MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN (MUSRENBANGCAM) TAHUN 2016 Gotong Royong Mewujudkan Pembangunan Daerah Berkelanjutan

MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN (MUSRENBANGCAM) TAHUN 2016 Gotong Royong Mewujudkan Pembangunan Daerah Berkelanjutan RAPAT KOORDINASI PERSIAPAN MUSRENBANGCAM 2016 JUM AT, 12 PEBRUARI 2016 MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN (MUSRENBANGCAM) TAHUN 2016 Gotong Royong Mewujudkan Pembangunan Daerah Berkelanjutan Drs. H. Agus Siswanto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, memiliki tujuan untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Disparitas Pendapatan Antar Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi

Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Disparitas Pendapatan Antar Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi Vol.1 / No. 2: 1-24, Agustus 2015, ISSN : 2460-0083 96 Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Disparitas Pendapatan Antar Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi Nur Anim Jauhariyah, S.Pd.,M.Si Institut Agama Islam

Lebih terperinci

: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. SALINAN KEPUTUSAN NOMOR 188/486/KEP/429.011/2015 TENTANG PADA SEKOAH DASAR, SEKOLAH MENENGAH PERTAMA, SEKOLAH MENENGAH ATAS DAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN SWASTA/NEGERI Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN SRONO TAHUN 2013

MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN SRONO TAHUN 2013 MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN SRONO TAHUN 2013 Menguatkan Responsivitas Rencana Pembangunan Daerah Untuk Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Drs. H. Agus Siswanto, MM Kepala Disampaikan pada Rakor Persiapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih BAB I PENDAHULUAN` 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah di Indonesia mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah menetapkan Undang- Undang (UU)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru dengan dikeluarkannya Undangundang No.22 tahun 1999 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1999 telah menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN PENELITIAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI Bidang Ilmu Tipe Penelitian Ekonomi Inovatif LAPORAN PENELITIAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI KAJIAN KEBIJAKAN MAPPING SENTRA KOMODITAS UNGGULAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan

Lebih terperinci

MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN GENTENG TAHUN 2013

MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN GENTENG TAHUN 2013 MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN GENTENG TAHUN 2013 Menguatkan Responsivitas Rencana Pembangunan Daerah Untuk Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Drs. H. Agus Siswanto, MM Kepala Disampaikan pada Rakor Persiapan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 72 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 72 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 72 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah membawa perubahan dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, Undangundang tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, serta Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu sumber utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan adalah pajak. Sehingga dalam pelaksanaannya

Lebih terperinci

MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN (MUSRENBANGCAM) TAHUN 2013

MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN (MUSRENBANGCAM) TAHUN 2013 MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN (MUSRENBANGCAM) TAHUN 2013 Menguatkan Responsivitas Rencana Pembangunan Daerah Untuk Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Oleh : Drs. H. Agus Siswanto, MM Kepala Disampaikan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

Lebih terperinci

85 DESA TERHUBUNG FIBER OPTIK SISTEM INFORMASI PERENCANAAN & KEUANGAN Rancangan Mei RKP MUSRENBANGNAS RPJMD Apr Prioritas pemb, Pagu indiakatif berdasar fungsi SKPD, sumber dana & Wilayah kerja Rancangan

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIFITAS PAJAK REKLAME TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN BANYUWANGI. * Rahayuningsih ABSTRAK

ANALISIS EFEKTIFITAS PAJAK REKLAME TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN BANYUWANGI. * Rahayuningsih ABSTRAK ANALISIS EFEKTIFITAS PAJAK REKLAME TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN BANYUWANGI * Rahayuningsih ABSTRAK Pajak daerah khususnya pajak reklame menjadi sumber pendapatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dimana Pemerintah

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : PERATURAN BUPATI TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BANYUWANGI

MEMUTUSKAN : PERATURAN BUPATI TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BANYUWANGI 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BANYUWANGI

Lebih terperinci

Nilai Investasi/ Invest Value

Nilai Investasi/ Invest Value Kecamatan/ Districts Tabel/Table : 7.1.1 Banyaknya Industri Kerajinan Informal (Rumah Tangga) Menurut Kecamatan Tahun 2010 Number of Informal Craft Industries (Home Industry) by Districts, 2010 Unit Usaha/

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR Salinan

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR Salinan BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR Salinan KEPUTUSAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 188/3/KEP/429.011/2017 TENTANG PENUNJUKAN PEJABAT PENGGUNA ANGGARAN, KUASA PENGGUNA ANGGARAN, BENDAHARA PENERIMAAN, BENDAHARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, penyelenggaraan pemerintah daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya,

Lebih terperinci

BAB IV. Pembahasan. IV.1. Analisa Tingkat Efektifitas Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap. Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bekasi

BAB IV. Pembahasan. IV.1. Analisa Tingkat Efektifitas Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap. Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bekasi BAB IV Pembahasan IV.1. Analisa Tingkat Efektifitas Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bekasi IV.1.1. Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik Indonesia disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu sumber penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya era reformasi yang di prakarsai oleh mahasiswa 10 tahun silam yang ditandai dengan tumbangnya resim orde baru di bawah pimpinan Presiden Suharto, telah membawa

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN KEPUTUSAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR : 188/55/KEP/429.011/2016 TENTANG KODE WILAYAH KEARSIPAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DAN LEMBAGA LAINNYA DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki tujuan pembangunan nasional yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Pembangunan daerah termasuk ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengelola daerah masing-masing. Sebagai administrator penuh, masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kabupaten Bandung Potensi Daya Tarik Wisata Kabupaten Bandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kabupaten Bandung Potensi Daya Tarik Wisata Kabupaten Bandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kabupaten Bandung 1.1.1 Potensi Daya Tarik Wisata Kabupaten Bandung Sebagai daerah yang tengah mengembangkan pariwisatanya, Kabupaten Bandung dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak daerah merupakan sumber pendapatan yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk mendukung pelaksanaan otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi merupakan babak baru dalam pemerintahan Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi merupakan babak baru dalam pemerintahan Indonesia, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Era reformasi merupakan babak baru dalam pemerintahan Indonesia, dimana pada era ini banyak melahirkan berbagai kebijakan baru. Salah satu kebijakan baru

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang terdiri dari : dapat dipaksakan untuk keperluan APBD.

BAB IV PEMBAHASAN. Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang terdiri dari : dapat dipaksakan untuk keperluan APBD. BAB IV PEMBAHASAN 4.1. PENDAPATAN ASLI DAERAH Pendapatan Asli Daerah Kota Semarang terdiri dari : 1. Laba Usaha Daerah Adalah keuntungan yang diperoleh oleh daerah yang bergerak dibidang usaha barang maupun

Lebih terperinci

Rata-rata Kelembaban Udara ( % ) The Average of Humidity (%) (1) (2) (3) (4) 01. Januari/January ,1 152,3

Rata-rata Kelembaban Udara ( % ) The Average of Humidity (%) (1) (2) (3) (4) 01. Januari/January ,1 152,3 Tabel/Table : 2.1 Kelembaban Udara, Tekanan Udara dan Penguapan Air Dirinci Menurut, 2010 The Average of Humidity, Atmospheric Pressure and Evaporation of Water by, 2010 Kelembaban Udara ( % ) The Average

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mengakibatkan banyak dampak bagi daerah, terutama terhadap kabupaten dan kota. Salah satu dampak otonomi daerah dan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DATA DAN PEBAHASAN. Daerah Kabupaten Boyolali Tahun daerah kabupaten boyolali tahun :

BAB III ANALISIS DATA DAN PEBAHASAN. Daerah Kabupaten Boyolali Tahun daerah kabupaten boyolali tahun : BAB III ANALISIS DATA DAN PEBAHASAN A. Pembahasan Masalah 1. Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2013-2015 Pajak Penerangan Jalan ini termasuk ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI Oleh: Muhammad Alfa Niam Dosen Akuntansi, Universitas Islam Kadiri,Kediri Email: alfa_niam69@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang memberikan hak kepada setiap warganya untuk ikut berpartisipasi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali. Secara langsung, yang

BAB I PENDAHULUAN. wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali. Secara langsung, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum pajak diartikan sebagai pungutan dari masyarakat oleh negara berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi hubungan antara pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi hubungan antara pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN BUPATI TENTANG KODE WILAYAH KEARSIPAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI

MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN BUPATI TENTANG KODE WILAYAH KEARSIPAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN KEPUTUSAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR : 188/56/KEP/429.011/2017 TENTANG KODE WILAYAH KEARSIPAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang kita ketahui pajak merupakan salah satu sumber penerimaan utama bagi negara yang dibayarkan oleh masyarakat. Pajak juga sebagai iuran pemungutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kesatuan, Indonesia mempunyai fungsi dalam membangun masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Dengan

Lebih terperinci

: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berlaku surut sejak tanggal 1 Januari 2017.

: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berlaku surut sejak tanggal 1 Januari 2017. BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN KEPUTUSAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR: 188/184/KEP/429.011/2017 TENTANG PENUNJUKAN PETUGAS OPERATOR ENTRY DATA KEPENDUDUKAN DALAM PELAKSANAAN SISTEM INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah sebagai bagian dari pembangunan nasional didasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah sebagai bagian dari pembangunan nasional didasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian dari pembangunan nasional didasarkan pada prinsip otonomi daerah dalam pengelolaan sumber daya. Prinsip otonomi daerah memberi kewenangan

Lebih terperinci

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Lombok Barat merupakan daerah tujuan wisata di kawasan Provinsi NTB dan merupakan daerah yang diberikan hak otonomi untuk mengelola daerahnya sendiri baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu membangun prasarana yang sangat dibutuhkan di wilayahnya. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. mampu membangun prasarana yang sangat dibutuhkan di wilayahnya. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah pada masa lalu masih memungkinkan untuk mendapatkan bantuan khusus dari pemerintah pusat jika mengalami kesulitan keuangan atau kurang mampu membangun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan dampak reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN NASKAH PUBLIKASI ANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN 1990-2010 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah membutuhkan sumber-sumber penerimaan yang cukup memadai. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. daerah membutuhkan sumber-sumber penerimaan yang cukup memadai. Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat serta melaksanakan pembngunan daerah, maka daerah membutuhkan sumber-sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Arditia (2012) Otonomi daerah adalah kewenangan dan kewajiban setiap daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hasil dari pembayaran pajak kemudian digunakan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hasil dari pembayaran pajak kemudian digunakan untuk pembiayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan iuran wajib masyarakat kepada kas negara yang diatur sesuai undang- undang. Pemungutan pajak dapat dipaksakan oleh setiap warga negara. Hasil dari pembayaran

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 100 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PEMBERIAN BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH KEPADA INSTANSI PEMUNGUT DAN INSTANSI/PENUNJANG LAINNYA DENGAN

Lebih terperinci

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan Kabupaten Sleman memuat tentang hasil-hasil analisis dan prediksi melalui metode analisis ekonomi

Lebih terperinci

S K P D. hal : 1 T O T A L REALISASI SISA ANGGARAN BELANJA TDK LGS / GAJI PEGAWAI ( APBD ) ANGGARAN % REALISASI % REALISASI REALISASI UP S.

S K P D. hal : 1 T O T A L REALISASI SISA ANGGARAN BELANJA TDK LGS / GAJI PEGAWAI ( APBD ) ANGGARAN % REALISASI % REALISASI REALISASI UP S. hal : 1 REKAPITULASI SURAT PERINTAH PENCAIRAN DANA (SP2D) S.D TGL 09 APRIL 2015 SETELAH TERBITNYA PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 41 TAHUN 2014 TANGGAL 23 DESEMBER 2015 TENTANG PENJABARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional, Indonesia menganut pada asas desentralisasi dengan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Kota Malang dalam segi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat merupakan hal besar yang harus mendapatkan perhatianserius dari Pemerintah Kota Malang.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kabupaten Penajam Paser Utara merupakan daerah pemekaran yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Penajam Paser Utara

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD 2.1. Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD Dalam penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBD ini, perhatian atas perkembangan kondisi perekonomian Kabupaten Lombok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (pemerintah) berdasarkan Undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan

BAB I PENDAHULUAN. (pemerintah) berdasarkan Undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur dengan melalui peningkatan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. pendapatan daerah kota Bandar Lampung tahun Realisasi Anggaran Pendapatan Daerah di kota Bandar Lampung

III. METODE PENELITIAN. pendapatan daerah kota Bandar Lampung tahun Realisasi Anggaran Pendapatan Daerah di kota Bandar Lampung III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian dilakukan pada instansi Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandar Lampung yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian urusan Pemerintahan Kota

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat dengan daerah, dimana pemerintah harus dapat mengatur dan mengurus

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat dengan daerah, dimana pemerintah harus dapat mengatur dan mengurus BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Dalam era reformasi di negeri kita, begitu banyak tuntutan rakyat untuk mensejahterakan daerah mereka. Kemandirian suatu daerah atau otonomi menjadi harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik atau dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu kemandirian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin modern,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin modern, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin modern, Perguruan Tinggi dituntut untuk meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2008:96) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok PAD dipisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan dalam pembangunan nasional sangat didukung oleh pembiayaan yang berasal dari masyarakat, yaitu penerimaan pajak. Segala bentuk fasilitas umum seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem pemerintahan di negara Indonesia khususnya dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. sistem pemerintahan di negara Indonesia khususnya dalam sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak bergulirnya era reformasi telah terjadi perubahan dalam sistem pemerintahan di negara Indonesia khususnya dalam sistem pemerintahan di daerah. Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa melalui otonomi daerah, pembangunan ekonomi

Lebih terperinci