BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Burnout Definisi Burnout Istilah burnout berasal dari tahun 1940-an sebagai sebuah kata untuk menggambarkan titik di mana mesin jet atau roket berhenti beroperasi. Kata ini pertama kali diterapkan pada manusia pada tahun 1970 oleh psikiater Herbert Freudenberger, yang menggunakan istilah ini untuk menggambarkan para relawan yang terlalu banyak bekerja di klinik kesehatan mental. Dia membandingkan hilangnya idealisme pada relawan dengan sebuah bangunan yang telah terbakar habis, dan ia mendifinisikan burnout sebagai hilangnya progresif idealisme, energi, dan tujuan yang dialami oleh orang-orang dalam profesi membantu sebagai akibat dari kondisi pekerjaan mereka (Alexander, 2009). Maslach (1982) menunjukkan bahwa sindrom ini merupakan respon terhadap kelelahan emosional kronis karena adanya kontak dengan orang lain, khususnya ketika mereka khawatir atau emosional atau memiliki masalah kesehatan (Silvia et al., 2005). Maslach dan Jackson (1981) mendefinisikan burnout sebagai sindrom kelelahan emosi, sinisme, dan rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri yang sering terjadi di antara individu-individu yang melakukan pekerjaan berhubungan 10

2 dengan orang banyak. Maslach menjelaskan burnout lebih lanjut sebagai suatu proses psikologis yang dimulai ketika profesi pelayanan manusia kewalahan dengan stress tak terduga dan tak tertahankan pada aspek pekerjaan yang menggagalkan upaya mereka untuk membuat dampak positif pada orang lain (Silva, Howage & Fonseka, 2013). Burnout juga didefinisikan sebagai kelelahan akibat tuntutan yang berlebihan pada energi dan sumber daya (Evans, Huxley, dan Gatley, 2006). Mimura & Griffiths (2003) menyatakan bahwa burnout terkait dengan keputusasaan, keterlambatan, dan niat untuk meninggalkan satu pekerjaan. Burnout adalah masalah karena terkait dengan semangat yang lebih rendah, kinerja kerja berkurang, keterlambatan meningkat, job turnover, hilangnya produktivitas, tingginya tingkat ketidakhadiran, dan kesehatan fisik, mental dan emosional yang buruk bagi para pekerja (Hillhouse & Adler, 1997; Wright & Bonnet, 1997 dalam Hall, 2004). Burnout sebagian besar dideskripsikan sebagai ekspresi ekstrim dari stres kerja, kondisi akhir dari proses kronis yang memburuk dan frustasi di antara pekerja individu (Miller, 2000). Burnout banyak ditemui dalam profesi pelayanan kemanusiaan, yaitu orang-orang yang bekerja pada bidang yang berkaitan langsung dengan banyak orang dan melakukan pelayanan kepada masyarakat umum, seperti guru, perawat, polisi, konselor, dokter, dan pekerja sosial. Meskipun tidak menutup kemungkinan akibat burnout dapat terjadi juga pada profesi non-pelayanan 11

3 kemanusiaan konsekuensi dari burnout berpotensi sangat serius bagi staff/karyawan, klien dan lembaga-lembaga yang lebih besar di mana mereka berinteraksi. Dengan demikian, dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa burnout adalah sindrom kelelahan fisik, emosional dan mental yang berdampak pada munculnya depersonalisasi, dan menurunnya personal accomplishment pada orang-orang yang bekerja dalam bidang pelayanan manusia kemanusiaan akibat hasil dari tuntutan yang berkepanjangan Dimensi Burnout Maslach dan Letter (1988) mengemukakan bahwa burnout terdiri dari 3 (tiga) dimensi, yaitu: 1. Emotional Exhaustion Mengacu pada perasaan emosional yang berlebihan yang dikarenakan adanya suatu kontak dengan orang lain. Sumber utama kelelahan ini adalah kelebihan beban kerja dan konflik pribadi di tempat kerja. Mereka merasa lelah dan tidak cukup energi untuk menghadapi hari lain atau orang lain yang membutuhkan. Komponen emotional exhaustion menggambarkan dimensi stres dasar dari burnout. 2. Depersonalization Mengacu pada hilangnya respon terhadap seseorang, yang pada umumnya menerima pelayanan atau perawatan. Dimensi ini biasanya berkembang dalam menanggapi kelebihan emotional exhaustion dan melindungi diri 12

4 sendiri pada awalnya. Komponen depersonalization merupakan dimensi interpersonal burnout. 3. Reduced Sense of Personal Accomplishment Mengacu pada menurunnya rasa kompetensi dan mencapai keberhasilan di tempat kerja. Hal ini menurunkan rasa self-efficacy yang dikaitkan dengan depresi dan ketidakmampuan untuk mengatasi tuntutan pekerjaan dan dapat diperburuk oleh kurangnya dukungan sosial dan kesempatan untuk mengembangkan secara profesional. Komponen reduced sense of personal accomplishment merupakan dimensi evaluasi diri dari burnout Faktor yang mempengaruhi burnout Brewer dan Shapard (2004) menyatakan bahwa burnout dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut: 1. Faktor Lingkungan/organisasi Di antara faktor lingkungan/organisasi ada beberapa yang berhubungan dengan burnout yaitu: 1. Kelebihan beban kerja Kelebihan beban kerja diakibatkan ketika tidak ada cukup waktu atau sumber daya untuk memenuhi tuntutan yang di tempatkan individu di tempat kerja (Brewer & Shapard, 2004). Mazur dan Lynch (dalam Brewer & Shapard, 2004) menemukan bahwa kelebihan beban kerja adalah prediktor yang paling signifikan dari burnout. 13

5 2. Konflik peran dan ketidakjelasan peran Konflik peran terjadi ketika salah satu atau lebih tuntutan lainnya yang ditempatkan padanya, sedangkan ketidakjelasan peran mengacu pada kurangnya pemahaman oleh individu terhadap tuntutan yang ditempatkan padanya. 3. Lingkungan kerja itu sendiri Unsur lingkungan kerja yang mempromosikan tingkat tinggi burnout meliputi ketidaknyamanan fisik dan kurangnya partipasi dalam pengambilan keputusan. 4. Dukungan atasan Dukungan atasan telah terbukti menjadi penting dalam membalikkan efek dari konflik peran (Kickul & Posig dalam Brewer & Shapard, 2004). Oleh karena itu, pelatihan supervisor untuk mengidentifikasi tanda-tanda burnout di antara karyawan dan memberikan dukungan yang tepat mungkin penting dalam meminimalkan burnout di tempat kerja. 2. Faktor Individu Faktor individu yang terkait dengan burnout meliputi ciri-ciri kepribadian tertentu. Sebagai contoh, Layman dan Guyden (dalam Brewer & Shapard, 2004) mengemukakan bahwa seseorang yang berkepribadian introvert memliki resiko lebih tinggi mengalami burnout dari pada seseorang yang berkepribadian ekstrovert. Selanjutnya, Burke dan Richardsen (dalam Brewer & Shapard, 2004) mengemukakan bahwa karyawan yang sensitif, 14

6 idealis, terlalu antusias, dan empati yang rentan terhadap burnout, seperti individu yang cemas dan obsesif. 3. Faktor Demografis Cordes dan Dougherty (1993) menunjukkan bahwa individu yang menikah mengalami burnout lebih rendah dari rekan-rekan mereka yang belum menikah. Kurangnya perpaduan dalam temuan penelitian relatif terhadap faktor demografi yang mempengaruhi burnout menimbulkan masalah bagi para penelitian dan sumber daya manusia profesional dengan merancang dan menerapkan strategi untuk mempebaiki burnout di tempat kerja. Maslach, et al., (2001) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi burnout di antarnya yaitu: 1. Faktor Situasional, seperti : a. Karakteristik pekerjaan Quantitative job demands (misal, terlalu banyak kerja pada ketersediaan waktu) yang telah diteliti oleh banyaknya peneliti burnout dan temuan mendukung dugaan umum bahwa burnout merupakan respon terhadap kelebihan beban. Peneliti burnout juga menyelidiki adanya job resources. Sumber daya yang diteliti secara ekstensif adalah dukungan sosial dan terbukti kuat bahwa dukungan sosial terkait dengan burnout adalah umpan balik dan otonomi. 15

7 b. Karakteristik jabatan Pekerjaan awal pada burnout dikembangkan dari sektor pelayanan manusia dan pendidikan (fokus utama studi burnout). Perhatian khusus dalam pekerjaan ini adalah tantang emosional dalam bekerja secara intensif dengan orang lain, baik dalam peran merawat dan mengajar. c. Karakteristik organisasi Konteks organisasi juga dibentuk oleh besarnya kekuatan sosial, budaya dan ekonomi. Baru-baru ini organisasi telah mengalami banyak perubahan, yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kehidupan karyawan. Hal yang terlihat jelas dalam perubahan ini adalah dalam hal kontrak psikologis seperti timbal balik antara atasan dengan karyawan. Pelanggaran kontrak psikologis mungkin akan menimbulkan burnout karena mengikis dugaan timbal balik, yang sangat penting dalam mempertahankan kesejahteraan. 2. Faktor Individual, seperti : a. Karakteristik demografis Variabel demografis yang paling konsisten berkaitan dengan burnout adalah usia. Karyawan yang lebih muda usianya memiliki tingkat burnout lebih tinggi daripada karyawan yang berusia tahun (Maslach, et al., 2001). Variabel demografis jenis kelamin bukan merupakan prediktor kuat pada burnout. Beberapa penelitian menunjukkan burnout lebih tinggi pada wanita, beberapa 16

8 menunjukkan skor lebih tinggi pada laki-laki dan temuan lain tidak ada perbedaan. Sedangkan variabel demografis berkenaan dengan status perkawinan, mereka yang belum menikah (terutama lakilaki) tampaknya menjadi lebih rentan terhadap burnout dibandingkan dengan mereka yang sudah menikah. b. Karakteristik kepribadian Burnout lebih tinggi diantara orang-orang yang memiliki locus of control eksternal (atribusi peristiwa dan prestasi terhadap kekuatan lain atau peluang) daripada seseorang yang memiliki locus of control internal (atribusi pada satu kemampuan dan usaha). c. Sikap kerja Seseorang memiliki harapan yang berbeda dalam setiap pekerjaan mereka. Harapan yang sangat tinggi baik dari segi pekerjaan seperti pekerjaan yang menarik, menantang maupun menyenangkan dan kemungkinan untuk mencapai keberhasilan (misalnya mengobati pasien atau mendapatkan promosi). Jika harapan tersebut tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan, maka akan menyebabkan kelelahan dan pada akhirnya menjadi sinisme. Demerouti, Bakker, Nachreiner & Schaufeli (2001) mengemukakan faktor yang mempengaruhi burnout adalah sebagai berikut: 1. Job demands Job demand didefinisikan sebagai tuntutan pekerjaan yang menjadi pemicu terjadinya kelelahan secara psikologis (psychological stressor). 17

9 Job demands sebagai aspek yang berhubungan dengan pemicu terjadinya stres kerja dan sumber beban kerja di antara para pekerja sosial (Mikkelsen, et al.,2005). 2. Job resources Job resource mengacu pada aspek fisik, psikologi, sosial, atau organisasi dari pekerjaan yang mungkin melakukan hal-hal berikut: a) Menjadi fungsional dalam mencapai tujuan kerja, b) Mengurangi job demands pada biaya fisiologis dan psikologis terkait, c) Menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan pribadi. Dalam penelitian ini, penelitian menggunakan faktor job demands dan job resources sebagai independent variabel (IV), karena faktor job demands dan job resources penting untuk perkembangan job strain (ketegangan kerja), selain itu faktor job resources dapat menjadi alat untuk mengurangi dampak job demands pada job strain, termasuk burnout (Bakker & Demerouti, 2006) Pengukuran burnout Item-item dari Maslach Burnout Inventory (MBI) didesain untuk mengukur dimensi pada sindrom burnout, yaitu emotional exhaustion, depersonalization dan reduced sense of personal accomplishment (Maslach & Jackson, 1981), lebih dari 90% dari jurnal artikel dan disertai menggunakan MBI untuk mengukur skala likert dengan 7 (tujuh) skala rating dimulai dari 1 (sangat ringan) sampai 7 (sangat kuat) 18

10 2.2. Job Demands Definisi Job Demands Asumsi utama dari job demands-resources (JDR) model adalah bahwa setiap pekerjaan memiliki faktor-faktor resiko tertentu yang diasosiasikan dengan hubungan stres kerja atau burnout, faktor-faktor ini dapat diklasifikasikan dalam dua kategori umum (seperti, job demands dan job resources), kedua model tersebut dapat diterapkan untuk berbagai pengaturan kerja, terlepas dari tuntutan tertentu dan sumber daya yang terlibat (Bakker, Demerouti, Euwema, 2005). Job demands didefinisikan sebagai tuntutan pekerjaan yang menjadi pemicu terjadinya kelelahan secara psikologis. Job demands sebagai aspek yang berhubungan dengan pemicu terjadinya stres kerja dan sumber beban kerja di antara pekerja sosial (Mikkelsen, et al., 2005). Menurut Karasek, dkk (1981) mengatakan bahwa job demands sebagai sebuah divisi dari semua potensi stres kerja terutama stressors yang bersifat psikologis yang terlibat dalam menyelesaikan beban kerja, tugas yang tak terduga, dan konflik pekerjaan pribadi. Selain itu, tuntutan kerja mengacu pada jumlah beban kerja atau tanggung jawab atau imbalan pada individu untuk bekerja. Pengertian ini menjelaskan bahwa job demands merupakan kesatuan sumber stressors yang bersifat psikologis meliputi desakan waktu kerja, tugas yang banyak, konflik kerja. Menurut Landy & Conte (2004), job demands didefinisikan sebagai beban kerja atau persyaratan intelektual dari pekerjaan. Fernet, dkk (2004) job demands 19

11 mengacu pada volume pekerjaan yang harus diselesaikan serta persyaratan dan kendala waktu yang berhubungan dengan pekerjaan. Perlu dicatat bahwa tuntutan ini merupakan tuntutan yang bersifat psikologis. Tuntutan yang berhubungan dengan penyelesaian tugas yang paling sering dinyatakan sebagai sumber tekanan pekerjaan ketika berbagai sumber stressors potensial diulas (dalam Karasek, 1979). Pengertian ini menegaskan bahwa tuntutan psikologis yang menjadi sumber potensial terhadap stres yaitu penyesuaian terhadap pekerjaan. Job demands didefinisikan sebagai stressors yang bersifat psikologis, seperti persyaratan untuk bekerja cepat dan keras, memiliki banyak hal untuk dilakukan, tidak punya cukup waktu, dan memiliki bertentangan dengan tuntutan. Penting untuk dicatata bahwa ini adalah tuntutan yang bersifat psikologis dan bukan fisik. Kecepatan bekerja dan kesibukan dapat mengakibatkan fisik mengarah pada burnout. Stres yang berhubungan dengan hasil kerja dapat memprediksi efek psikologis dari beban kerja yang berhubungan dengan kebutuhan untuk mempertahankan kecepatan kerja dan konsekuensi dari kegagalan untuk menyelesaikan pekerjaan Dimensi Job Demands Bakker, Demerouti & Schaufeli (2003) dalam penelitiannya mengkatagorikan job demands menjadi empat dimensi, yaitu: 1. Workload, mengacu pada sejauh mana karyawan perlu melakukan banyak tugas dalam jangka waktu yang singkat. Workload ditandai dengan bekerja secara non stop dalam jam kerja yang lama, beban kerja yang terlalu 20

12 banyak dan terbatasnya waktu yang diberikan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. 2. Changes in tasks, tuntutan pekerjaan menggambarkan karakteristik dari pekerjaan yang berpotensi menimbulkan ketegangan. Dalam hal ini tuntutan pekerjaan memerlukan kemampuan karyawan untuk beradaptasi (Bakker, Demerouti dan Schaufeli, 2003). Perubahan-perubahan dalam tugas diberikan organisasi terhadap karyawannya termasuk salah satu dimensi tuntutan kerja. 3. Emotional demands, tuntutan pekerjaan yang berhubungan dengan emosional individu terhadap pekerjaan. 4. Computer and technology problems, dimensi lain dari tuntutan pekerjaan adalah masalah komputer dan teknologi. Masalah-masalah ini terkadang menimbulkan ketegangan bagi karyawan Pengukuran Job Demands Skala job demands ini dikembangkan oleh Arnold B. Bakker, Evangelia Demerouti, dan Wilmar B. Schaufeli pada tahun Skala ini terdiri dari 19 item. Dimensi workload atau beban kerja terdiri dari 6 item, dimensi changes in tasks atau perubahan dalam tugas terdiri dari 5 item, dimensi emotional demands atau tuntutan emosional terdiri dari 6 item dan dimensi computer and technology problems terdiri dari 2 item. 21

13 2.3. Job Resources Definisi Job Resources Job resources mengacu pada aspek aspek fisik, psikologis, sosial atau organisasi dari pekerjaan yang mungkin melakukan hal-hal berikut: a) Menjadi fungsional dalam mencapai tujuan kerja, b) Mengurangi job demands pada biaya fisiologis dan psikologis terkait, c) Menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan pribadi (Demerouti, et al., 2001). Job resources adalah sumber daya yang dapat memainkan peran motivasi sebagai pencapaian tujuan kerja yang dapat menyangga dampak dari job demands (Schaufeli dan Bakker., 2004). Job resources diyakini dapat menurunkan tingkat stres yang dialami oleh orang yang memiliki profesi sebagai karyawan. Chung dan Angeline (2010) berpendapat bahwa job resources mengacu pada penyimpangan energi yang dapat menggambarkan pegawai dari menanggulangi job demands dan untuk mencapai keberhasilan objektif kerjanya. Menurut Hobfoll (dalam Rothmann et al., 2006) teori yang relevan untuk mengerti efek dari job resources pada karyawan adalah Conservation of Resources (COR Theory). COR theory berpendapat bahwa seseorang bekerja keras untuk mendapatkan, memelihara dan menjaga nilai-nilai mereka. Resources merupakan energi pribadi dan karakteristik, objek dan kondisi yang dihargai oleh individu atau menjalankan arti untuk pencapaian dari objek lain, karakteristik pribadi, kondisi atau energi. 22

14 Job resources menjadi alat untuk mengurangi dampak dari job demands yang berbeda, tergantung pada lingkungan kerja tertentu. Dengan demikian, berbagai jenis job demands dan job resources dapat berinteraksi dalam memprediksi job strain (ketegangan kerja). Contoh yang baik dari job resources yang memiliki potensi sebagai alat untuk mengurangi dampak dari job demands, adalah performance feedback (umpan balik kinerja) dan dukungan sosial meningkatkan kemungkinan untuk menjadi sukses dalam memperoleh satu tujuam kerja (Scaufeli, Bakker, & Van Rhenen, 2009). Dengan demikian, dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa job resources adalah sumber daya yang dapat memainkan peran motivasi sebagai pencapaian tujuan kerja yang dapat menyangga dampak dari job demands Dimensi Job Resources Bakker, Demerouti, Schaufeli. (2003) mengkatagorikan dimensi job resources menjadi 4 (empat) dimensi tersebut antara lain: 1. Dukungan sosial Dukungan sosial merupakan resources (sumber daya) yang secara langsung fungsional dalam mencapai tujuan kerja. Dengan demikian, dukungan instrumental dari rekan-rekan dapat membantu untuk mendapatkan pekerjaan yang dilakukan pada waktunya dan karena itu dapat mengurangi dampak dari kelebihan beban kerja pada strain (ketegangan), termasuk burnout. 23

15 2. Kualitas hubungan dengan Atasan Kualitas hubungan dengan atasan dapat mengurangi pengaruh job demands pada burnout, karena apreasiasi dan dukungan pemimpin menempatkan tuntutan dalam persepektif lain. Apresiasi dan dukungan pemimpin juga dapat membantu pekerja dalam menghadapi job demands, memfasilitasi kinerja, dan bertindak sebagai pelindung terhadap kesehatan yang buruk. 3. Performance feedback (umpan balik kinerja) Umpan balik (feedback) yang konstruktif tidak hanya membantu karyawan melakukan pekerjaan agar lebih efektif, tetapi juga meningkatkan komunikasi antara atasan dan karyawan. Ketika informasi yang spesifik dan akurat disediakan dalam cara yang konstruktif, baik karyawan dan atasan dapat meningkatkan atau mengubah kinerja mereka. 4. Time control Karyawan dapat menunjukkan kinerja yang baik jika sumber daya pekerjaannya seperti feedback, otonomi, dukungan sosial, kontrol waktu dan lain-lain memberikan pengaruh yang kuat. Kontrol waktu juga merupakan salah satu dimensi dari sumber daya pekerjaan. Contohnya dalam perusahaan atau organisasi, terdapat kemungkinan mendapatkan waktu istirahat. Salah satu bentuk dari kontrol waktu adalah waktu untuk beristirahat. Waktu untuk beristirahat bagi karyawan juga penting agar karyawan tidak merasa kelelahan (burnout) dan menunjukkan performa kinerja yang baik. 24

16 Pengukuran Job Resources Skala job resources ini dikembangkan oleh Arnold B. Bakker, Evangelia Demerouti, dan Wilmar B. Schaufeli pada tahun Skala ini terdiri dari 24 item. Dimensi dukungan sosial terdiri dari 6 item, dimensi kualitas hubungan dengan atasan terdiri dari 7 item, dimensi performance feedback terdiri dari 7 item dan dimensi time control terdiri dari 4 item Kerangka Berpikir Model job demands-job resources burnout pertama kali dikembangkan oleh Demerouti, Bakker, Nachreiner dan Schaufeli (2001). Dalam model JD-R mengasumsikan setiap pekerjaan mungkin memiliki karakteristik kerja spesifik, karakteristik ini dapat diklasifikasikan dalam dua katagori umum yaitu job demands dan job resources, sehingga merupakan model menyeluruh yang dapat diterapkan untuk berbagai pengaturan kerja, terlepas dari tuntutan (demands) tertentu dan sumber daya (resources) yang terlibat (Bakker & Demerouti, 2006). Menurut model JD-R, job resources, dapat menjadi alat untuk mengurangi dampak job demands pada ketegangan kerja (job strain), termasuk burnout (Bakkker & Demerouti, 2006). Perkembangan dari burnout diikuti oleh dua proses, proses pertama adalah aspek tuntutan kerja seperti kelebihan beban kerja dan tuntutan kerja fisik yang dapat mendorong ke arah kelelahan kronis dan berkepanjangan. Proses kedua, rendahnya sumber daya (misal, performance feedback) sebenarnya menghalangi pencapaian tujuan, yang mana dapat menyebabkan kegagalan dan frustasi (Bakker, et al., 2003). Dengan demikian, 25

17 berbagai jenis tuntutan pekerjaan dan sumber daya pekerjaan dapat berinteraksi dalam memprediksi ketegangan pekerjaan. Dalam penelitian ini dimensi-dimensi dari job demands dan job resources berinteraksi dengan burnout. Ketika beban kerja berlebih, fokus pada pekerjaan terbagi, lambatnya dalam proses pemecahan masalah di tempat kerja dan tanggung jawab yang diberikan terlau banyak maka sindrom burnout akan menyerang. Dimensi dari job resources seperti otonomi dapat membantu proses coping terhadap job demands karena karyawan dapat memutuskan pada dirinya sendiri ketika dan bagaimana respon terhadap tuntutannya, sedangkan dukungan sosial dan kualitas hubungan dengan atasan dapat menjadi alat untuk mengurangi dampak dari job demands pada level burnout karena karyawan menerima bantuan instrumental dan dukungan emosional. Feedback dapat membantu karena memberikan karyawan informasi yang dibutuhkan untuk memelihara kinerja mereka dan untuk tetap sehat (Kahn & Byosiere, 1992). Menurut Cordes dan Dougherty (1993), kurangnya dukungan sosial, otonomi dan performance feedback berhubungan dengan burnout. Tingginya level job demands diakibatkan dengan rendahnya level job resources. Hal ini dikarenakan job resources memiliki definisi sebagai aspek dari pekerjaan yang dapat menurunkan job demands (Schaufeli & Bakker, 2004). Ketika job demands tinggi, karyawan akan mengalami kenaikan kelelahan, namun ketika job resources rendah, diprediksikan akan terjadi tingginya tingkat 26

18 disengagement (mengundurkan diri). Jika digabungkan, job demands tinggi dan job resources rendah maka karyawan akan mengalami kelelahan dan disengagement. Kondisi keduanya ini, yaitu kelelahan dan disengagement jika secara serempak ada, maka akan mengakibatkan sindrom burnout (Demerouti, et al., 2001). Menurut model JD-R, burnout berkembang tidak tergantung pada tipe pekerjaan atau jabatan, namun ketika job demands tertentu naik dan ketika job resources rendah serta kondisi kerja yang negatif maka dapat mendorong ke arah penurunan energi dan mengurangi motivasi pekerja (Bakker, et al., 2003). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bakker, Demerouti, Taris, Scaufeli dan Schreurs (2003) yang menyatakan bahwa job demands secara positif berhubungan dengan burnout, sebaliknya job resources berhubungan negatif dengan burnout. Dalam dunia kerja, seseorang dihadapkan pada situasi kerja yang penuh tuntutan dan tekanan. Tuntutan pekerjaan yang tinggi akan menimbulkan banyak permasalahan bagi individu dan dapat berdampak negatif terhadap performa kerja seseorang. Tuntutan kerja yang berlebihan bisa meliputi jam kerja, tanggung jawab yang harus dipikul, pekerjaan rutin dan yang bukan rutin, fokus pada pekerjaan terbagi, lambatnya dalam proses pemecahan masalah di tempat kerja dan pekerjaan administrasi lainnya yang melampaui kapasitas dan kemampuan individu. Dengan kondisi tuntutan yang tinggi membuat karyawan cenderung menunjukkan level burnout yang tinggi sehingga memiliki keinginan yang kuat untuk berhenti dari pekerjaan. (Demerouti, et al., 2001). 27

19 Sedangkan job resources yang rendah atau kurang baik seperti komunikasi yang tidak baik antara karyawan dengan rekan sekerja atau pun dengan atasan, akan mendukung dan mempertahankan timbulnya kelelahan psikis dalam kerja, sehingga ada kemungkinan karyawan akan mudah jengkel, cemas, tidak berkonsentrasi pada saat melaksanakan tugas, tidak adanya kebebasan dan kemungkinan kurang adanya dorongan dari atasan yang bersifat memotivasi karyawan yang dapat mempengaruhi munculnya burnout yang tinggi dalam diri karyawan. Namun, jika ada rekan kerja yang membantu menyelesaikan tugas, hubungan yang baik dengan atasan, adanya otonomi dan umpan balik kinerja hal tersebut dapat mengurangi burnout yang dialami individu. Adanya dukungan sosial dari rekan kerja atau atasan membuat individu merasa menjadi bagian dari suatu kelompok atau komunitas tertentu, lebih nyaman karena memiliki ikatan dengan orang lain yang memiliki minat dan ketertarikan yang sama dengannya, sehingga burnout yang sedang dialami individu akan berkurang. Dari uraian di atas maka diduga besarnya job resources berpengaruh mengurangi level burnout yang dialami oleh individu. (Bakker & Demerouti, 2006). Gambar 2.1 Gambar Hubungan Antar Variabel Job Demands (X₁) ( + ) Job Resources (X₂) ( - ) Burnout (Y) 28

20 2.5. Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis penelitian ini adalah : H₁ : Ada hubungan positif antara job demands dengan burnout pada karyawan head office PT. X di Tangerang. H₂: Ada hubungan negatif antara job resources dengan burnout pada karyawan head office PT. X di Tangerang. 29

BAB III METODE PENELITIAN. yang menekankan analisisnya pada data-data numerical (angka) yang dioleh

BAB III METODE PENELITIAN. yang menekankan analisisnya pada data-data numerical (angka) yang dioleh BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, menurut Azwar (2011) pendekatan kuantitatif merupakan penelitian yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Alasan Pemilihan Teori Pada penelitian ini burnout akan dibahas menggunakan teori dari Maslach (2003). Teori digunakan karena adanya kesesuaian dengan fenomena yang didapatkan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang yang memiliki semangat kerja, dedikasi, disiplin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama, saling berhubungan atau berkomunikasi, dan saling mempengaruhi. Hidupnya selalu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. yang mendefinisikan work engagement adalah tingkat keterikatan fisik, BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Work Engagement Konsep engagement atau keterikatan dipopulerkan oleh Kahn (1990) yang mendefinisikan work engagement adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Marihot Tua E.H. menjelaskan bahwa manajemen sumber daya manusia didefinisikan: Human resources management is the activities undertaken to

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu hardiness dan burnout.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu hardiness dan burnout. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu hardiness dan burnout. Hardiness akan dibahas menggunaka teori dari Kobasa (2005), sedangkan burnout akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan masyarakat memiliki peran besar dalam pelayanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan masyarakat memiliki peran besar dalam pelayanan kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan sarana utama dan tempat penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat memiliki peran besar dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua rumah sakit, salah satunya Rumah Sakit Umum Daerah Soreang. jabatan dilakukan pada bulan Maret tahun 1999.

BAB I PENDAHULUAN. semua rumah sakit, salah satunya Rumah Sakit Umum Daerah Soreang. jabatan dilakukan pada bulan Maret tahun 1999. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu pelayanan jasa yang diberikan kepada masyarakat adalah pelayanan di bidang kesehatan. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan. Dalam hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Burnout. menjadi sinis tentang karier mereka. Penjelasan umum tentang. pergaulan dan merasa berprestasi rendah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Burnout. menjadi sinis tentang karier mereka. Penjelasan umum tentang. pergaulan dan merasa berprestasi rendah. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Burnout A. Burnout Menurut Davis dan Newstrom (1985) pemadaman (burnout) adalah situasi dimana karyawan menderita kelelahan kronis, kebosanan, depresi, dan menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung pula oleh sumber daya manusia yang berkualitas, baik dari segi mental, spritual maupun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. BURNOUT

BAB II LANDASAN TEORI A. BURNOUT BAB II LANDASAN TEORI A. BURNOUT 1. Pengertian Burnout Burnout yaitu keadaan stress secara psikologis yang sangat ekstrem sehingga individu mengalami kelelahan emosional dan motivasi yang rendah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Jenjang pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan yang memiliki peranan penting sebagai penunjang kesehatan masyarakat. Keberhasilan suatu rumah sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Burnout pada guru telah didefinisikan sebagai respon terhadap kesulitan

BAB I PENDAHULUAN. Burnout pada guru telah didefinisikan sebagai respon terhadap kesulitan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Burnout pada guru telah didefinisikan sebagai respon terhadap kesulitan menghadapi stres kerja pada guru (Cherniss, 1980). Lebih lanjut Cherniss (1980) mengatakan

Lebih terperinci

BAB 2. Tinjauan Pustaka

BAB 2. Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Kepemimpinan Sudarwan (dalam Kusriyah, 2014) berpendapat kepemimpinan ialah setiap tindakan yang dilakukan oleh individu dalam kelompok. Untuk mengkoordinasi dan memberi arah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepuasan kerja merupakan salah satu masalah yang penting dan paling

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepuasan kerja merupakan salah satu masalah yang penting dan paling BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kepuasan kerja merupakan salah satu masalah yang penting dan paling banyak diteliti dalam bidang perilaku organisasi. Hal ini dikarenakan kepuasan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat, terutama di kota-kota besar. Banyaknya jumlah rumah sakit tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat, terutama di kota-kota besar. Banyaknya jumlah rumah sakit tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan rumah sakit dalam 20 tahun belakangan ini meningkat dengan pesat, terutama di kota-kota besar. Banyaknya jumlah rumah sakit tersebut tentunya akan menimbulkan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: work-family conflict, kelelahan emosional, intention to leave.

ABSTRAK. Kata kunci: work-family conflict, kelelahan emosional, intention to leave. Judul : Pengaruh Work-Family Conflict dan Kelelahan Emosional terhadap Intention to Leave Karyawan Pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) di Denpasar Selatan Nama : Putu Aris Praptadi NIM : 1206205036 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persaingan kerja yang sehat dan tidak sehat. Adanya persaingan kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. persaingan kerja yang sehat dan tidak sehat. Adanya persaingan kerja yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan yang dilakukan oleh organisasi akan meningkatkan tuntutan pekerjaan dan persaingan di tempat kerja. Persaingan kerja dapat berupa persaingan kerja yang sehat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Psikologi dalam sebuah organisasi memberikan peranan penting pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Psikologi dalam sebuah organisasi memberikan peranan penting pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psikologi dalam sebuah organisasi memberikan peranan penting pada area-area seperti pengembangan SDM (Losyk, 2005:65). Dalam sebuah perusahaan permasalahan psikologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengetahui pengaruh konflik kerja terhadap burnout pada karyawan PT.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengetahui pengaruh konflik kerja terhadap burnout pada karyawan PT. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif untuk mengetahui pengaruh konflik kerja terhadap burnout pada karyawan PT. Setia Pratama

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention

BAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) 1.1.1 Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aspek fisik maupun emosional. Keluhan tersebut akan menimbulkan upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aspek fisik maupun emosional. Keluhan tersebut akan menimbulkan upaya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketidakmampuan karyawan untuk memenuhi harapan dan tuntutan di tempat kerja akan mengakibatkan stres. Reaksi stres biasanya berisikan keluhan, baik dari aspek

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya dinamis yang mempunyai pemikiran, perasaan dan tingkah laku yang beraneka ragam. Jika terjadi pengelolaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perawat adalah salah satu yang memberikan peranan penting dalam. menjalankan tugas sebagai perawat.

BAB 1 PENDAHULUAN. perawat adalah salah satu yang memberikan peranan penting dalam. menjalankan tugas sebagai perawat. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia kesehatankhususnya pada Rumah sakit, perawat merupakan salah satu yang memiliki komponen penting dalam menentukan kualitas baik, buruk nya suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Perubahan demografi tenaga kerja terhadap peningkatan jumlah wanita bekerja dan pasangan yang keduanya bekerja, telah mendorong

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar belakang

1 PENDAHULUAN Latar belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar belakang Organisasi menghadapi persaingan yang amat ketat dan kompetitif saat ini. Globalisasi, perkembangan komunikasi dan teknologi informasi yang terjadi cepat selama 20 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan menjadi mahasiswa di suatu perguruan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. dengan menjadi mahasiswa di suatu perguruan tinggi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesuksesan merupakan tujuan paling mendasar dalam kehidupan individu, dan untuk mencapai kesuksesan tersebut banyak hal yang harus dilakukan oleh individu, salah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. tahun 1973 (Farber, 1991; Widiyanti, Yulianto & Purba, 2007). Burnout. dengan kebutuhan dan harapan (Rizka, 2013).

BAB II LANDASAN TEORITIS. tahun 1973 (Farber, 1991; Widiyanti, Yulianto & Purba, 2007). Burnout. dengan kebutuhan dan harapan (Rizka, 2013). BAB II LANDASAN TEORITIS A. Burnout 1. Definisi Burnout Istilah burnout pertama kali diperkenalkan oleh Freudenberger pada tahun 1973 (Farber, 1991; Widiyanti, Yulianto & Purba, 2007). Burnout dapat terjadi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Tiara Noviani F 100 030 135 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan old wine in

BAB II LANDASAN TEORI. sehingga banyak yang menyebut keterikatan kerja merupakan old wine in BAB II LANDASAN TEORI A. Keterikatan Kerja 1. Definisi Keterikatan kerja marak dibicarakan di tahun-tahun belakangan ini, namun yang pertama menyebutkan mengenai kosep ini adalah Kahn (1990), sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembiayaan negara dititikberatkan pada sektor perpajakan, pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pembiayaan negara dititikberatkan pada sektor perpajakan, pemenuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembiayaan negara dititikberatkan pada sektor perpajakan, pemenuhan beberapa fasilitas seperti jalan, sekolah, rumah sakit serta fasilitas publik lainnya akan dapat

Lebih terperinci

Hubungan employee engagement dan burnout pada karyawan divisi IT

Hubungan employee engagement dan burnout pada karyawan divisi IT Hubungan employee engagement dan burnout pada karyawan divisi IT Nama : Farid Hikmatullah NPM : 12512773 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Dr. Intaglia Harsanti, Msi LATAR BELAKANG MASALAH Karyawan divisi

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA

LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA LAMPIRAN 193 194 LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA 195 LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI d. Kesan umum, meliputi keadaan fisik dan penampilan subyek e. Keadaan emosi, meliputi ekspresi, bahasa tubuh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkebunan tercatat sebagai sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap peningkatan pendapatan Indonesia. Kementerian Pertanian menyatakan bahwa pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berakibat buruk terhadap kemampuan individu untuk berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. berakibat buruk terhadap kemampuan individu untuk berhubungan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya kemajuan di bidang industri sekarang ini, menyebabkan semakin kompleksnya permasalahan permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan dan tuntutan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Burnout 2.1.1 Definisi Burnout Istilah burnout pertama kali diutarakan dan diperkenalkan kepada masyarakat oleh Herbet Freudenberger. Freudenberger menggunakan istilah yang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keadaan ekonomi yang kurang baik membuat setiap keluarga di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keadaan ekonomi yang kurang baik membuat setiap keluarga di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan ekonomi yang kurang baik membuat setiap keluarga di Indonesia harus membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pada saat ini tidak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak

PENDAHULUAN. Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan. beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak PENDAHULUAN Employee engagement merupakan topik yang banyak dibicarakan beberapa tahun terakhir. Penelitian dan aplikasi mengenai topik ini banyak dilakukan di bidang human resource development (HRD) (Chalofsky

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berat. Auditor merupakan suatu profesi yang selalu terkait dengan tingkat job stress

BAB I PENDAHULUAN. yang berat. Auditor merupakan suatu profesi yang selalu terkait dengan tingkat job stress BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Profesi auditor merupakan profesi yang rentan terhadap tekanan dan beban kerja yang berat. Auditor merupakan suatu profesi yang selalu terkait dengan tingkat job stress

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi seperti sekarang ini satu hal yang dijadikan tolak ukur keberhasilan perusahaan adalah kualitas manusia dalam bekerja, hal ini didukung oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan modern yang makin kompleks, manusia akan cenderung

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan modern yang makin kompleks, manusia akan cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan modern yang makin kompleks, manusia akan cenderung mengalami stres apabila ia kurang mampu mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Studi tentang kesejahteraan psikologis pada karyawan dalam beberapa tahun

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Studi tentang kesejahteraan psikologis pada karyawan dalam beberapa tahun BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Studi tentang kesejahteraan psikologis pada karyawan dalam beberapa tahun terakhir mendapat perhatian yang cukup besar. Menurut Russel (2008) kesejahteraan psikologis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Burnout. staf yang melayani masyarakat, pada tahun 1974, burnout merupakan representasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Burnout. staf yang melayani masyarakat, pada tahun 1974, burnout merupakan representasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Burnout 1. Pengertian Burnout Istilah burnout pertama kali dikemukakan oleh Freudenberger, seorang ahli psikologi klinis yang sangat familiar dengan respon stres yang di tunjukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan yang memadai sangat dibutuhkan. Di Indonesia, puskesmas dan rumah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan yang memadai sangat dibutuhkan. Di Indonesia, puskesmas dan rumah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya penyakit di masyarakat, maka pelayanan kesehatan yang memadai sangat dibutuhkan. Di Indonesia, puskesmas dan rumah sakit merupakan pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Jones (2007) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara seorang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Jones (2007) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara seorang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Gaya Kepemimpinan 1.1 Definisi Gaya Kepemimpinan Jones (2007) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara seorang pemimpin yang dipersepsikan oleh karyawan dalam memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin sulitnya kondisi perekonomian di Indonesia menjadikan. persaingan diantara perusahaan-perusahaan semakin ketat.

BAB I PENDAHULUAN. Semakin sulitnya kondisi perekonomian di Indonesia menjadikan. persaingan diantara perusahaan-perusahaan semakin ketat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Semakin sulitnya kondisi perekonomian di Indonesia menjadikan persaingan diantara perusahaan-perusahaan semakin ketat. Tidak hanya perusahaan-perusahaan dagang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumber pendapatan seseorang dapat berasal dari berbagai hal. Menurut Kiyosaki (2002) terdapat empat sumber untuk mendapat penghasilan, yaitu sebagai karyawan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN KEPRIBADIAN EKSTROVERT INTROVERT DENGAN BURNOUT PADA PERAWAT

HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN KEPRIBADIAN EKSTROVERT INTROVERT DENGAN BURNOUT PADA PERAWAT HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN KEPRIBADIAN EKSTROVERT INTROVERT DENGAN BURNOUT PADA PERAWAT Ranti Putri Arifianti, S.Psi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Penelitian ini bertujuan adalah untuk menguji

Lebih terperinci

Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari

Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari TINJAUAN PUSTAKA Burnout Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari seseorang yang bekerja atau melakukan sesuatu, dengan ciri-ciri mengalami kelelahan emosional, sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Di era global seperti saat ini, sumber daya manusia (SDM) sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Di era global seperti saat ini, sumber daya manusia (SDM) sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Di era global seperti saat ini, sumber daya manusia (SDM) sangat menentukan keberhasilan bisnis, maka selayaknya SDM tersebut dikelola sebaik mungkin. Kesuksesan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hadirnya fasilitas kemudahan kesehatan bagi masyarakat, BPJS, memang memudahkan masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan. Tujuan (visi) BPJS sendiri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyebabkan semakin banyak tuntutan yang dihadapi oleh sekolah-sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyebabkan semakin banyak tuntutan yang dihadapi oleh sekolah-sekolah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya kemajuan dibidang pendidikan sekarang ini, menyebabkan semakin banyak tuntutan yang dihadapi oleh sekolah-sekolah. Persaingan antar sekolah

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari di sekolah maupun di kantor, orang sering kali berbicara satu dengan yang lain tentang tingkat stres yang mereka alami. Gejala stres dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masykarakat, bangsa dan negara (Undang-undang Sisdiknas RI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komitmen telah menunjukkan pengaruh yang kuat pada keinginan karyawan

BAB I PENDAHULUAN. Komitmen telah menunjukkan pengaruh yang kuat pada keinginan karyawan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komitmen merupakan salah satu variabel yang telah banyak dikaji. Komitmen telah menunjukkan pengaruh yang kuat pada keinginan karyawan untuk tetap bertahan di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan baru semakin memperburuk suasana. Dalam sebuah survei yang dilakukan Princeton Survey Research

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan baru semakin memperburuk suasana. Dalam sebuah survei yang dilakukan Princeton Survey Research BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Karyawan didalam suatu perusahaan merupakan asset perusahaan karena dianggap sebagai salah satu faktor penggerak bagi setiap kegiatan didalam perusahaan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai hasrat karyawan

BAB II LANDASAN TEORI. Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai hasrat karyawan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Work Engagement 2.1.1 Definisi Work Engagement Kahn (1990) mendefinisikan engagement sebagai hasrat karyawan terhadap peran mereka dalam pekerjaan, dimana mereka akan mengikatkan

Lebih terperinci

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui hubungan antara dukungan rekan kerja dan sindroma burnout pada perawat ICU Rumah Sakit X Bandung.

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui hubungan antara dukungan rekan kerja dan sindroma burnout pada perawat ICU Rumah Sakit X Bandung. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui hubungan antara dukungan rekan kerja dan sindroma burnout pada perawat ICU Rumah Sakit X Bandung. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 16 orang. Rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit Ridogalih berdiri pada tahun 1934 yang memulai pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit Ridogalih berdiri pada tahun 1934 yang memulai pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rumah sakit Ridogalih berdiri pada tahun 1934 yang memulai pelayanan kesehatannya dengan membuka poliklinik. Pada tahun 1986 rumah sakit Ridogalih berkembang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kepuasan kerja, yang pada akhirnya akan berpengaruh positif terhadap

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kepuasan kerja, yang pada akhirnya akan berpengaruh positif terhadap BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan Kerja Perhatian manajer terhadap karyawan akan mengakibatkan peningkatan kepuasan kerja, yang pada akhirnya akan berpengaruh

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Mengenai Burnout pada Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Bandung

Studi Deskriptif Mengenai Burnout pada Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Burnout pada Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Bandung 1 Bellinda Triana Yusuf, 2 Ria Dewi Eryani 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Burnout 2.1.1. Pengertian Burnout Burnout pada dasarnya merupakan suatu konsep yang dekat hubungannya dengan pengalaman stres (Suwanto, 2002).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nightingale pada tahun 1859 menyatakan bahwa hospital should no harm the patients

BAB I PENDAHULUAN. Nightingale pada tahun 1859 menyatakan bahwa hospital should no harm the patients BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawat merupakan anggota tim kesehatan garda terdepan yang bertugas untuk menghadapi masalah kesehatan pasien selama 24 jam secara terus menerus. Nightingale pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. bebas dan satu variabel tergantung. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. bebas dan satu variabel tergantung. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai 55 BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel bebas dan satu variabel tergantung. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, tindakan medis, dan diagnostik serta upaya rehabilitas

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, tindakan medis, dan diagnostik serta upaya rehabilitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rumah sakit merupakan salah satu bentuk instansi atau organisasi yang bergerak di bidang jasa. Rumah sakit mempunyai tujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk memproduksi barang atau jasa, serta bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Tujuan organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kualitas dari sebuah organisasi harus benar-benar diperhatikan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kualitas dari sebuah organisasi harus benar-benar diperhatikan. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas dari sebuah organisasi harus benar-benar diperhatikan. Hal tersebut biasanya terwujud dalam upaya peningkatan kualitas karyawan dan pengaturan manajemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. dukungan sosial dari atasan dengan burnout pada paramedis keperawatan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. dukungan sosial dari atasan dengan burnout pada paramedis keperawatan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan teknik korelasional. Teknik ini digunakan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dari atasan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S1

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. A. Metode Penelitian Kegiatan penelitian dibagi menjadi tiga tahap yaitu:

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. A. Metode Penelitian Kegiatan penelitian dibagi menjadi tiga tahap yaitu: 67 BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Penelitian Kegiatan penelitian dibagi menjadi tiga tahap yaitu: 1. Tahap pertama, kegiatan penelitian difokuskan pada upaya mendeskripsikan gambaran umum, indikator,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. interpersonal (Freudenberger, 1974). Burnout adalah sindrom kelelahan emosional,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. interpersonal (Freudenberger, 1974). Burnout adalah sindrom kelelahan emosional, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Burnout Istilah burnout pertama kali diciptakan oleh Freudenberger tahun 1974 untuk menggambarkan pekerja sebagai respon terhadap stres kerja yang berhubungan dengan interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan sangat penting untuk menjamin perkembangan kelangsungan kehidupan bangsa, hal ini tidak lepas dari peran seorang guru. Guru memiliki peran

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci: kelelahan emosional, stres kerja, perilaku menyimpang karyawan.

Abstrak. Kata kunci: kelelahan emosional, stres kerja, perilaku menyimpang karyawan. Judul : Pengaruh Kelelahan Emosional Terhadap Perilaku Menyimpang Karyawan dengan Variabel Moderasi Stres Kerja (Studi Kasus Pada Hotel Bumi Ayu Sanur) Nama : Ni Wayan Ari Sitawati NIM : 1106205134 Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Interaksi karyawan dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya menghasilkan barang atau jasa. Berdasarkan unjuk kerjanya, karyawan mendapatkan imbalan yang berdampak pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Banyak orang yang menginginkan untuk bekerja. Namun, tak jarang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Banyak orang yang menginginkan untuk bekerja. Namun, tak jarang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Banyak orang yang menginginkan untuk bekerja. Namun, tak jarang mereka hanya membutuhkan gaji atau upahnya saja sebagai wujud dari sebuah kompensasi. Kompensasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres.

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres merupakan hal yang melekat pada kehidupan. Siapa saja dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam jangka panjang pendek yang

Lebih terperinci

1. Bab II Landasan Teori

1. Bab II Landasan Teori 1. Bab II Landasan Teori 1.1. Teori Terkait 1.1.1. Definisi kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa stressor kerja seperti beban kerja yang berlebihan, rendahnya gaji,

BAB I PENDAHULUAN. berupa stressor kerja seperti beban kerja yang berlebihan, rendahnya gaji, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Profesi polisi oleh hampir seluruh peneliti dikategorikan sebagai jenis pekerjaan yang sangat rawan stres (Ahmad, 2004). Stres yang dialami oleh polisi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perjanjian (Hasibuan, 2007). Sedangkan menurut kamus besar bahasa

BAB I PENDAHULUAN. dengan perjanjian (Hasibuan, 2007). Sedangkan menurut kamus besar bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karyawan adalah setiap orang yang bekerja dengan menjual tenaganya (fisik dan pikiran) kepada suatu perusahaan dan memperoleh balas jasa yang sesuai dengan perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai profesi yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai profesi yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerja adalah aktivitas dasar manusia. Dengan bekerja, seseorang dapat mensosialisasikan dirinya dengan orang lain. Bekerja dalam suatu instansi pemerintah ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. MSDM adalah mengelola unsur manusia secara baik agar diperoleh karyawan yang

BAB I PENDAHULUAN. MSDM adalah mengelola unsur manusia secara baik agar diperoleh karyawan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari manajemen keorganisasian yang memfokuskan diri pada unsur sumber daya manusia. Tugas MSDM adalah mengelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat perkembangan era modern ini, pemandangan wanita bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari budaya Timur yang pada umumnya peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepercayaan dari masyarakat atas laporan keuangan yang di audit oleh akuntan

BAB I PENDAHULUAN. Kepercayaan dari masyarakat atas laporan keuangan yang di audit oleh akuntan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari sudut profesi akuntan publik, auditor adalah akuntan profesional yang menjual jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Profesi guru merupakan satu bentuk pelayanan kemanusiaan (human service

BAB I PENDAHULUAN. Profesi guru merupakan satu bentuk pelayanan kemanusiaan (human service BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Profesi guru merupakan satu bentuk pelayanan kemanusiaan (human service profession) yang penuh tantangan (Maslach & Jackson, 1986, dalam Wardhani, 2012). Guru

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mahasiswa adalah murid pada pendidikan tinggi dan memulai jenjang kedewasaan (Daldiyono, 2009). Mahasiswa dalam tahap perkembangannya digolongkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa untuk mencapai Indonesia Sehat pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa untuk mencapai Indonesia Sehat pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi berbagai ancaman kesehatan global, kini beberapa negara termasuk Indonesia semakin meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakatnya. Menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semua pekerjaan memiliki resiko dan potensi bahaya yang berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semua pekerjaan memiliki resiko dan potensi bahaya yang berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua pekerjaan memiliki resiko dan potensi bahaya yang berpengaruh pada tenaga kerja. Resiko dan potensi bahaya tersebut dapat berupa gangguan baik berupa fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Disamping itu pula, pekerjaan semakin sulit untuk didapatkan.

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Disamping itu pula, pekerjaan semakin sulit untuk didapatkan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pekerjaan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat penting bagi masyarakat. Bekerja merupakan suatu tuntutan yang mendasar, baik dalam rangka memperoleh imbalan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Stres Kerja Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seseorang (Handoko,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia maenurut Sofyandi (2008:6) didefinisikan sebagai suatu strategi dalam menerapkan fungsi-fungsi manajemen yaitu planing,

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sampel 165 pekerja perempuan di perusahaan berteknologi tinggi Science-Based

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sampel 165 pekerja perempuan di perusahaan berteknologi tinggi Science-Based 24 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Dukungan sosial sebagai variabel dalam mengatasi stress kerja yang disebabkan oleh konflik pekerjaan keluarga

Lebih terperinci

Moch. Zulfiqar Afifuddin Rizqiansyah. Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang

Moch. Zulfiqar Afifuddin Rizqiansyah. Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang 37 Jurnal Sains Psikologi, Jilid 6, Nomor 1, Maret 2017, hlm 37-42 HUBUNGAN ANTARA BEBAN KERJA FISIK DAN BEBAN KERJA MENTAL BERBASIS ERGONOMI TERHADAP TINGKAT KEJENUHAN KERJA PADA KARYAWAN PT JASA MARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting,

BAB I PENDAHULUAN. rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting, 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam membangun negara yang sejahtera dan mampu menyejahterakan rakyatnya, kualitas sumber daya manusia memegang peran yang cukup penting, termasuk di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia mengadakan bermacam-macam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia mengadakan bermacam-macam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, manusia mengadakan bermacam-macam aktivitas. Salah satu aktivitas itu diwujudkan dalam gerakan-gerakan yang dinamakan kerja. Bekerja mengandung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tuntut untuk cepat menjadikan seseorang karyawan dapat menampilkan

BAB 1 PENDAHULUAN. tuntut untuk cepat menjadikan seseorang karyawan dapat menampilkan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menjalani kehidupan yang serba modern ini, yang mana apapun di tuntut untuk cepat menjadikan seseorang karyawan dapat menampilkan kinerja yang optimal serta tidak begitu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement

BAB II LANDASAN TEORI. Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement BAB II LANDASAN TEORI A. Keterikatan Kerja 1. Definisi Keterikatan Kerja Keterikatan kerja atau yang sering disebut engagement dinyatakan Vazirani (2007) sebagai tingkat komitmen dan keterlibatan yang

Lebih terperinci