BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
|
|
- Hadi Pranoto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Burnout Pengertian Burnout Burnout pada dasarnya merupakan suatu konsep yang dekat hubungannya dengan pengalaman stres (Suwanto, 2002). Golembiewsky (dalam Toifur, 2003) yang menyatakan burnout sebagai kelelahan fisik, emosi, mental yang berasal dari suatu keadaan yang kronik sebagai akibat dari akumulasi tekanan atau stres ditempat kerja. Pada umumnya stres merupakan suatu kondisi yang negatif, stres dapat muncul karena adanya sumber pembakit yang disebut stressor. Stressor ini dibagi menjadi dua yaitu distres dan eustres (dalam Luthans, 2006). Eustres merupakan sisi stres yang positif dan menyenangkan yang disebabkan oleh hal yang baik, seperti karyawan yang ditawari promosi kerja ditempat lain. Sedangkan distres disebabkan oleh sesuatu yang buruk, misalnya teguran formal dari atasan (dalam Luthans, 2006). Jika sumber stres dibiarkan dan tidak mampu diatasi khususnya (distres), maka akan terjadi stres kerja yang menyebabkan terjadinya burnout. Stres adalah normal dan sehat, tetapi saat kemampuan
2 menghadapi stres mulai menurun, mungkin seseorang akan mengalami burnout (Grensing-Popbal dalam Luthans, 2006). Rice (dalam Kurniawati & Windiyaningrum, 2006) mengatakan bahwa burnout bukan merupakan simptom dari stres terhadap pekerjaan (job stres) tetapi merupakan hasil dari job stres yang tidak mampu diatasi. Stres kerja itu sendiri adalah respon adaptif yang dihubungkan oleh perbedaan individu atau proses psikologi yang merupakan konsekuensi tindakan, situasi atatu kejadian eksternal (lingkungan) yang menenempatkan tuntutan psikologis ataupun fisik secara berlebihan pada seseorang (Ivancevich & Matteson dalam Luthans, 2006). Istilah Burnout pertama kali diutarakan dan diperkenalkan kepada masyarakat oleh Herbet Freudenberger. Freudenberger menggunakan istilah yang pada awalnya digunakan pada tahun 1960-an untuk merujuk pada efek efek penyalahgunaan obat obat terlarang yang kronis (dalam Faber, 1991). Menurutnya, burnout sebagai suatu keadaan lelah atau frustasi yang disebabkan oleh cara hidup atau hubungan yang gagal untuk mendapatkan apa yang diharapkan. Jenis individu yang seperti ini pada awalnya memiliki komitmen penuh dan berdedikasi tinggi kepada pekerjaannya. Maslach (dalam Maslach & Leiter, 1997), mendefinisikan burnout sebagai berikut: Burnout is a syndrome of emotional exhaustion, depersonalization, and reduced personal accomplishment that
3 can occur among individuals who do people work of some kind. Definisi dari Maslach menjelaskan bahwa sindrom burnout terdiri dari tiga dimensi yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi, dan rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri yang dialami oleh individu yang bekerja melayani orang lain. Burnout sebagai sindrom ketegangan psikologis yang terdiri dari emotional exhaustion (kelelahan emosi) yang ditandai dengan perasaan frustasi, putus asa, sedih, tidak berdaya, tertekan, merasa terjebak, dan mudah tersinggung. Depersonalisasi ditandai dengan menjauhnya individu dari lingkungan sosial, apatis, dan tidak peduli pada individu disekitarnya. Sedangkan reduced personal accomplishment (rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri) ditandai dengan individu yang merasa tidak puas dengan pekerjaannya, merasa tidak pernah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya maupun individu lainnya. Baron dan Greenberger (dalam Farhati & Rosyid, 1996), mengemukakan bahwa burnout merupakan sindrom kelelahan emosional, fisik, mental yang ditunjang oleh perasaan rendahnya penghargaan terhadap diri, serta penderitaan stres yang intens dan berkepanjangan. Dalam definisi ini tampak bahwa burnout dapat muncul akibat kondisi internal individu yang ditunjang oleh faktor lingkungan berupa stres yang berlarut-larut. Menurut Cherniss (dalam Farber, 1991), burnout merupakan perubahan sikap dan perilaku dalam bentuk reaksi menarik diri secara psikologis dari
4 pekerjaan, seperti menjaga jarak dengan klien maupun bersikap sinis dengan mereka. Hal seperti ini yang harus dihindari oleh perawat, karena seorang perawat tidak mungkin menjaga jarak dengan pasiennya, bahkan sampai bersikap sinis dengan pasiennya. Dengan demikian, berdasarkan sejumlah definisi di atas dapat disimpulkan bahwa burnout merupakan sindrom ketegangan psikologis dari gejala emotional exhaustion, depersonalisasi, dan reduced personal accomplishment yang terjadi karena individu berada dalam kondisi yang menuntut keterlibatan emosional yang tinggi dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama Dimensi Burnout Lebih lanjut Maslach (dalam Lubis, 2009) memberikan gambaran adanya tiga dimensi burnout, yaitu: a. Emotional exhaustion (kelelahan emosional) adalah perasaan seluruh energi habis digunakan. Ketika seseorang mengalami kelelahan emosional seseorang mencoba mengurangi stres emosional terhadap orang lain dengan cara memisahkan diri dari orang lain. Mereka mulai menjaga jarak dengan orang lain. Kelelahan emosional juga ditandai dengan perasaan frustasi, putus asa, sedih, tidak berdaya, tertekan, mudah merasa lelah dan merasa terjebak. Kelelahan emosional menurut Baron dan Greenberger (dalam Toifur, 2003), ditandai dengan depresi, frustasi, perasaan tak berdaya, sedih, merasa
5 terganggu oleh tugas-tugas yang ada, mudah tersinggung dan marah tanpa alasan yang jelas. b. Depersonalisasi, menurut Maslach (dalam Maslach & Leiter, 1997), merupakan perkembangan dari dimensi kelelahan emosional. Seseorang dengan burnout melihat orang lain sebagai objek, mereka memperlakukan orang lain dengan kasar dan kritis. Depersonalisasi ditandai dengan tidak peduli terhadap individu lain, menghindari kontak dengan pekerjaan serta apatis atau tidak peduli terhadap lingkungan atau keadaan sekitar. Baron dan Greenberger (dalam Toifur, 2003) menyatakan bahwa kelelahan mental termasuk depersonalisasi, yang ditandai dengan sikap sinis terhadap orang lain, dan berpandangan negatif terhadap diri sendiri maupun orang lain. c. Reduced personal accomplishment (penurunan pencapaian pribadi), merupakan kelanjutan dari depersonalisasi, yaitu munculnya perasaan bersalah telah memperlakukan klien secara negatif. Seseorang dengan burnout mencoba mengurangi beban kerjanya dengan menghindari kerja, absen, mengerjakan sedikit mungkin, tidak mengerjakan tugas tertentu yang dianggap lebih berat dan memakan waktu lebih lama. Selain itu individu tidak pernah merasa puas dengan hasil karyanya sendiri, merasa tidak pernah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun individu lain. Menurut Baron dan Greenberger (dalam Toifur, 2003), reduced personal accomplishment ditandai dengan adanya perasaan tidak puas terhadap diri sendiri, pekerjaan, dan kehidupan.
6 Sumber Burnout Baron dan Greenberger (dalam Andarika,2004) mengemukakan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi munculnya burnout yaitu: 1) Faktor Eksternal, yang meliputi kondisi kerja yang buruk, kurangnya kesempatan kesempatan untuk promosi, adanya prosedur dan aturan-aturan yang kaku, dn tuntutan pekerjaan. 2) Faktor Internal, meliputi jenis kelamin, usia, harga diri, dan karakteristik kepribadian. Selanjutnya Farber (1991) mengemukakan bahwa secara umum ada tiga sumber yang menyebabkan timbulnya burnout, diantaranya adalah: a. Karakteristik Individual Sumber dari dalam diri individu yang turut memberi sumbangan terhadap timbulnya burnout dapat digolongkan atas dua faktor, yaitu: 1. Faktor Demografik Dari hasil penelitiannya yang mengacu pada perbedaan jenis kelamin antara pria dan wanita, Farber (1991) menemukan bahwa pria lebih rentan terhadap stres dan burnout jika dibandingkan dengan wanita. Pria yang terserang burnout menunjukkan sikap dan perilaku depersonalisasi yang menonjol, sedangkan wanita lebih banyak menunjukkan reaksi keletihan emosional. Jadi terlihat bahwa setiap jenis kelamin memiliki kekuatan dan kelemahan terhadap timbulnya burnout.
7 Dari segi usia pada hasil penelitian Maslach (dalam Maslach & Leiter, 1997), burnout paling banyak dijumpai pada individu yang berusia muda. Hal ini didukung oleh penelitian Farber yang menyatakan bahwa usia dibawah empat puluh tahun paling beresiko terhadap gangguan yang berhubungan dengan burnout. Dari segi pendidikan Maslach (dalam Maslach & Leiter, 1997), menemukan bahwa individu dengan latar belakang pendidikan yang tinggi cenderung rentan terhadap burnout jika dibandingkan dengan individu yang tidak berpendidikan tinggi. Hal ini dikarenakan individu yang berpendidikan tinggi memiliki harapan atau aspirasi yang idealis, sehingga ketika terdapat kesenjangan antara harapannya yang idealis dengan kenyataan yang sebenarnya, maka individu tersebut cenderung mengalami kekecewaan, apatis dan tidak bergairah. Sedangkan individu yang tidak berpendidikan tinggi cenderung kurang memiliki harapan yang tinggi, sehingga tidak menjumpai banyak kesenjangan antara harapan dan kenyataan. 2. Faktor Kepribadian Salah satu karakteristik kepribadian yang rentan terhadap burnout adalah individu yang idealis dan antusias. Bloch (dalam Farber, 1991) mengemukakan bahwa individu yang obsesional, penuh kasih, idealis dan berdedikasi cenderung lebih rentan terkena burnout. Karekteristik kepribadian yang berikutnya adalah perfeksionis yaitu individu yang selalu berusaha melakukan pekerjaan sampai sangat sempurna, sehingga akan sangat mudah merasa frustasi bila kebutujhan
8 untuk tampil sempurna tidak tercapai, karena menurut Caputo (dalam Sutjipto, 2001) individu yang perfeksionis rentan terhadap burnout. b. Lingkungan Kerja Masalah beban kerja yang berlebihan adalah salah satu sumber dari pekerjaan yang berdampak pada timbulnya burnout. Beban kerja yang berlebihan bisa meliputi jam kerja, jumlah individu yang harus dilayani, tanggung jawab yang harus dipikul, pekerjaan rutin dan yang tidak rutin, dan pekerjaan administrasi lainnya yang melampaui kapasitas dan kemampuan individu. Maslach (dalam Maslach & Leiter, 1997), mengemukakan bahwa dengan beban kerja yang berlebihan menyebabkan pemberi pelayanan merasakan adanya ketegangan emosional saat melayani klien sehingga dapat mengarahkan perilaku pemberi pelayanan untuk menarik diri secara psikologis dan menghindar untuk terlibat dengan klien. c. Keterlibatan emosional dengan penerima pelayanan Dalam beberapa pekerjaan tertentu, para pekerja memiliki keterlibatan langsung dengan objek kerja atau kliennya, keterlibatan yang tinggi dengan pelanggan dan disertai masalah dalam berhubungan dengan pelanggan dapat menyebabkan burnout (Cherniss dalam Lubis, 2009). Menurut Maslach (dalam Maslach & Leiter, 1997), mengemukakan bahwa hubungan antara pemberi dan penerima pelayanan merupakan hubungan yang asimetris, sehingga si pemberi mengalami kelelahan emosional. Pemberian dan peneriman pelayanan turut membentuk dan mengarahkan terjadinya hubungan yang melibatkan emosional
9 dan secara tidak sengaja dapat menyebabkan stres emosional karena keterlibatan antara individu dapat memberikan penguat positif atau kepuasan bagi kedua belah pihak Proses Burnout Ketidakmampuan individu dalam mencapai apa yang diinginkannya selain karena harapannya yang tidak realistik, juga dikarenakan pengaruh lingkungan pekerjaan yang penuh stres, kebijakan organisasi yang tidak adil dan tidak tersalurkannya aspirasi lama kelamaan akan memunculkan burnout. Dalam hal ini Farber akan menjelaskan proses terjadinya burnout. Secara bertahap Farber (1991) menjelaskan konsep dasar mengenai terjadinya burnout: a) Tahap Antusias dan Berdedikasi Individu mengawali pekerjaannya dengan semangat tinggi, memiliki harapan yang tinggi dan harapan tersebut kurang realistis. b) Tahap Frustasi Pada tahap ini individu mulai merasa frustasi, sering marah tanpa alasan yang jelas dalam menghadapi pekerjaan atau dalam menghadapi stres sosial. c) Tahap Ketidakseimbangan Individu merasa adanya ketidakseimbangan antara sumber daya (tenaga, ide, dan harapan) dengan tuntutan (dari atasan, organisasi dan diri sendiri). d) Tahap Penarikan Diri
10 Individu mulai menarik diri dan semakin sulit untuk bekerja sama dengan rekan-rekannya. e) Tahap Sensitivitas Individu mulai sensitif, mudah tersinggung, peka terhadap gejala-gejala fisik (sakit kepala, tekanan darah naik), perubahan pola pikir (sering menyalahkan orang lain, berpikiran negative terhadap diri dan pekerjaan), perubahan emosional (putus asa, terperangkap, tidak berdaya). f) Tahap Kehilangan Energi Individu menjadi apatis, menghindari berbagai tantangan, acuh tak acuh terhadap pekerjaan. Chernis (dalam Kurniawati & Widiyaningrum, 2006), menjelaskan mengenai proses terjadinya burnout melalui tiga tahap, yaitu: a. Tahap pertama adalah stres, adanya hubungan yang tidak seimbang antara sumber daya yang dimiliki individu dengan tuntutan dari lingkungan. b. Tahap kedua adalah strain, merupakan respon emosional terhadap ketidakseimbangan yang ditandai dengan gejala cemas, tegang, dan lelah. c. Tahap ketiga adalah coping, terjadi perubahan sikap dan perilaku yang merupakan dampak dari coping terhadap situasi yang sudah tidak dapat ditangani dengan strategi pemecahan masalah aktif. Hingga pada akhirnya individu memilih strategi coping pertahanan intrapsikis dengan menjaga jarak, menarik diri, dan menyalahkan orang lain, hal inilah yang yang disebut burnout.
11 Dampak Burnout Dampak burnout secara umum dapat dilihat pengaruhnya pada individu, orang lain dan organisasi. Dampak burnout pada individu dapat dilihat pada penurunnya daya tahan tubuh, menyebabkan individu rentan terhadap penyakit, penurunan pencapaian prestasi diri seperti perasaan tidak kompeten dan meragukan kemampuan diri (Maslach dalam Maslach & Leiter, 1997). Sedangkan dampak burnout pada orang lain dapat dirasakan oleh penerima pelayanan dan keluarganya. Keluarga pemberi pelayananpun merasakan dampak burnout ini. Dalam kasus-kasus tertentu bahkan dapat terjadi perceraian (Maslach dalam Maslach & Leiter, 1997). Baron dan Greenberger (dalam Farhati dan Rosyid, 1996), mengatakan bahwa burnout bisa berakibat negatif baik terhadap individu yang bersangkutan ataupun pada organisasi tempat individu bekerja. Pendapat Baron dan Greenberger ini didukung oleh penelitian Jackson dkk (dalam Farhati & Rosyid, 1996), yang menyatakan bahwa individu yang mengalami burnout memiliki kecenderungan untuk meninggalkan pekerjaan dan mencari pekerjaan tempat lain. Kahil (dalam Toifur, 2003), bahwa individu yang mengalami burnout akan menunjukkan keadaan-keadaan seperti meningkatnya ketidakpuasan terhadap pekerjan, kesehatan fisik menurun, depresi, memburuknya kualitas hubungan interpersonal.
12 Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dampak burnout berpengaruh serius dalam kehidupan seseorang. Hal ini dapat menghambat seseorang dalam mengembangkan dan mengaktualisasikan pekerjaannya. Akibat dari burnout ini pada akhirnya merugikan kedua belah pihak, baik individu yang bersangkutan maupun organisasi tempat dimana individu bekerja Kecerdasan Emosional Pengertian Kecerdasan Emosional Dalam khazanah disiplin ilmu pengetahuan, istilah kecerdasan emosional (Emotional Intelligence), merupakan sebuah istilah yang relatif baru. Istilah ini dipopulerkan oleh Daniel Goleman berdasarkan hasil penelitian neurolog dan psikolog yang menunjukkan bahwa kecerdasan emosional sama pentingnya dengan kecerdasan intelektual. Berdasarkan hasil penelitian para neurolog dan psikolog tersebut, maka Goleman (2002), berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua pikiran, yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional. Pikiran rasional digerakkan oleh kemampuan intelektual atau yang disebut IQ, sedangkan pikiran emosional digerakkan oleh emosi atau yang disebut EI. Goleman (2006), mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai berikut : Being able, for example, to rein in emotional impulse; to read another s innermost feelings; to handle relationship smoothly as aristotle put it, the rare skill to be angry with the right person, to the right degree, at the right time, for the right purpose, and in the right away.
13 Definisi diatas menjelaskan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan individu untuk mengendalikan impuls emosional, kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain dan kemampuan untuk membina hubungan baik dengan orang lain. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Aristoteles yaitu marah pada orang yang tepat, dengan kadar yang tepat, pada saat yang tepat, dengan tujuan yang tepat, dan dengan cara yang tepat. Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk menyerap dan mengekspresikan emosi, kemampuan untuk mengasimilasikan emosi dengan pikiran, pemahaman dan rasio, dan kemampuan untuk mengatur emosi dalam diri sendiri dan orang lain (Mayer, Salovey, & Caruso, dalam Sternberg. 2008). Menurut Goleman (2002), kecerdasan emosional merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali, mengatur dan mengelola emosinya baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, guna menjalin hubungan yang baik dengan orang lain Dimensi Kecerdasan Emosional
14 Goleman (2002) mengklasifikasikan kecerdasan emosional atas lima komponen penting, yaitu: 1. Kesadaran Diri (self-awareness), yaitu mengetahui apa yang dirasakan seseorang pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri; memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat. Kesadaran diri memungkinkan pikiran rasional memberikan informasi penting untuk menyingkirkan suasana hati yang tidak menyenangkan. Menurut John Mayer (dalam Goleman, 2002), kesadaran diri adalah kemampuan seseorang untuk mewaspadai suasana hatinya. 2. Pengaturan diri (self regulation), yaitu menangani emosi sendiri agar berdampak positif bagi pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya satu tujuan, serta mampu menetralisir tekanan emosi. Orang yang memiliki kecerdasan emosional adalah orang yang mampu menguasai, mengelola, dan mengarahkan emosinya dengan baik. 3. Motivasi (motivation), yaitu menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun manusia menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif serta bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. Kunci motivasi adalah memanfaatkan emosi, sehingga dapat mendukung kesuksesan hidup seseorang dengan didukung oleh harapan dan optimisme yang tinggi. Menurut Goleman (2002), motivasi dan emosi pada dasarnya memiliki kesamaan, yaitu sama-sama menggerakkan. Motivasi menggerakkan manusia
15 untuk meraih sasaran, emosi menjadi bahan bakar motivasi, dan motivasi yang akan menggerakkan persepsi dan membentuk tindakan-tindakan. 4. Empati (empathy), yaitu kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan orang banyak atau masyarakat. Hal ini berarti orang yang memiliki kecerdasan emosional ditandai dengan kemampuannya untuk memahami perasaan atau emosi orang lain. Emosi jarang diungkapkan melalui kata-kata, melainkan lebih sering diungkapkan melalui pesan nonverbal, seperti nada suara, ekspresi wajah, gerak-gerik, dan sebagainya. Kemampuan mengindra, memahami dam membaca perasaan atau pesan dari orang lain melalui pesan-pesan nonverbal ini merupakan intisari dari empati. 5. Keterampilan sosial (social skills), yaitu kemampuan mengendalikan dan menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain, cermat membaca situasi dan jaringan soisal, berinteraksi dengan lancar, memahami dan bertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia Perawat Pengertian Perawat Definisi perawat menurut PPNI (dalam Hidayat, 2008), yaitu seseorang yang telah menyelesaikan pendidikkan sekolah perawat kesehatan (spk) yang diakui pemerintah dan diberi tugas secara penuh oleh pejabat berwenang. Tyalor C Lillis
16 C Lemone (dalam Windayanti, 2007) mendefinisikan perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dengan melindungi seseorang karena sakit, luka dan proses penuaan. Menurut Flexner (dalam Hidayat, 2008), perawat adalah seseorang yang telah memenuhi syarat dengan adanya aktivitas intelektual, yang berdasarkan ilmu dan belajar untuk tujuan praktek dan pelayanan. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan, yang memiliki kemampuan dalam memberikan pelayanan keperawatan Peran Perawat Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan (dalam Hidayat, 2008) yang terdiri dari: a. Peran Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan, sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks. b. Peran Sebagai Advokat Klien
17 Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, dan hak menerima ganti rugi akibat kelalaian. c. Peran Edukator Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan. d. Peran Kordinator Peran ini dilakasanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan, sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien. e. Peran Kolaborator Peran perawat ini dilakukan karena perawat bekerja melelui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapi, ahli gizi dan lain-lain, dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya. f. Peran Konsultan
18 Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan. g. Peran Pembaharu Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan Fungsi Perawat Fungsi perawat (dalam Hidayat, 2008) adalah sebagai berikut: 1) Fungsi Independen Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, yang dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan yang memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, nutrisi), pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan. 2) Fungsi Dependen Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain, sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang telah diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana. 3) Fungsi Interdependen
19 Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan di antara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja, melainkan juga dari dokter, seperti dokter dalam memberikan tindakan pengobatan bekerja sama dengan perawat dalam pemantauan reaksi obat yang telah diberikan Dinamika psikologis burnout pada perawat Dalam kehidupan manusia, pekerjaan mempunyai peran penting, baik menyangkut kehidupan fisik maupun psikologisnya. Oleh karena itu dalam kaitannya dengan pekerjaan apapun bentuknya, individu akan terdorong untuk menyumbangkan sebagian atau seluruh pikiran, waktu, tenaga, dan sebagainya guna mencapai tujuan yang telah disepakati dimana tempat individu bekerja. Tuntutan didalam lingkungan pekerjaan dapat menyebabkan terjadinya stres. Stres yang tidak mampu diatasi oleh seseorang akan menimbulkan burnout. Seseorang perawat yang mengalami burnout akan lebih merasa tertekan, frustasi dan tak berdaya, hal itu merupakan bentuk dari kelelahan emosional. Selain itu ia akan bersikap kasar dan apatis terhadap lingkungan, wujud dari depersonalisasi. Terakhir adalah reduced personal accomplishment, dimana seorang perawat
20 merasa bahwa ia merasa tidak dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat kepada orang lain, khususnya pasien. Seseorang perawat yang mengalami burnout akan berpengaruh terhadap pekerjaannya. Perawat yang berada dalam keadaan yang penuh dengan tuntuan karena beban tugas yang berlebihan, maka pemikiran rasionalnya akan terhambat oleh pemikiran emosional. Dengan demikian, seseorang yang memiliki kecerdasan emosional akan mampu mengelola emosinya, sehingga memungkinkan dia untuk bertindak lebih rasional dan tentunya tidak akan terjadi burnout. Kecerdasan emosional itu meliputi kesadaran diri, kemampuan mengelola emosi, memiliki motivasi, empati dan keterampilan sosial. Seorang perawat yang memiliki kecerdasaan emosional yang tinggi, kemungkinan terjadinya burnout rendah. Begitu juga sebaliknya kecerdasan emosional yang rendah, memungkinkan terjadinya burnout tinggi.
21 2.5. Kerangka Pemikiran Bagan 2.1. Kerangka Berpikir Stres Tuntutan pekerjaan tidak seimbang dengan sumbersumber individu. Burnout -Kelelahan emosional -Depersonalisasi -Reduced personal accomplishment Kecerdasan Emosional -Kesadaran diri -Mengelola emosi -Motivasi -Empati -Keterampilan sosial
22 2.6. Hipotesis Berdasarkan pembahasan variabel-variabel dan kerangka teoritis, maka penulis mengajukan hipotesis yang akan diujikan pada penelitian ini, yaitu: Hipotesis Alternatif: Ada pengaruh antara kecerdasan emosional terhadap burnout pada perawat. Hipotesis Nol: Tidak ada pengaruh antara kecerdasan emosional terhadap burnout pada perawat.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Alasan Pemilihan Teori Pada penelitian ini burnout akan dibahas menggunakan teori dari Maslach (2003). Teori digunakan karena adanya kesesuaian dengan fenomena yang didapatkan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama, saling berhubungan atau berkomunikasi, dan saling mempengaruhi. Hidupnya selalu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan masyarakat memiliki peran besar dalam pelayanan kesehatan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan sarana utama dan tempat penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat memiliki peran besar dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Sebagai
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Burnout 2.1.1 Definisi Burnout Istilah burnout pertama kali diutarakan dan diperkenalkan kepada masyarakat oleh Herbet Freudenberger. Freudenberger menggunakan istilah yang pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung pula oleh sumber daya manusia yang berkualitas, baik dari segi mental, spritual maupun
Lebih terperinciBAB 2. Tinjauan Pustaka
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Kepemimpinan Sudarwan (dalam Kusriyah, 2014) berpendapat kepemimpinan ialah setiap tindakan yang dilakukan oleh individu dalam kelompok. Untuk mengkoordinasi dan memberi arah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Work-Life Balance Work-Life Balance didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk memenuhi pekerjaan mereka, memenuhi komitmen keluarga, serta tangung jawab kerja dan kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Banyak orang yang menginginkan untuk bekerja. Namun, tak jarang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Banyak orang yang menginginkan untuk bekerja. Namun, tak jarang mereka hanya membutuhkan gaji atau upahnya saja sebagai wujud dari sebuah kompensasi. Kompensasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepuasan Kerja 2.1.1 Defenisi Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan sikap positif terhadap pekerjaan pada diri seseorang. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini membahas masalah yang berhubungan dengan penelitian
BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini membahas masalah yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu pengaruh kecerdasan emosional terhadap kepuasan kerja. Hal ini termasuk latar belakang penelitian, rumusan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Psikologi dalam sebuah organisasi memberikan peranan penting pada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psikologi dalam sebuah organisasi memberikan peranan penting pada area-area seperti pengembangan SDM (Losyk, 2005:65). Dalam sebuah perusahaan permasalahan psikologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semua rumah sakit, salah satunya Rumah Sakit Umum Daerah Soreang. jabatan dilakukan pada bulan Maret tahun 1999.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu pelayanan jasa yang diberikan kepada masyarakat adalah pelayanan di bidang kesehatan. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan. Dalam hal
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1
HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Tiara Noviani F 100 030 135 FAKULTAS PSIKOLOGI
Lebih terperinciAda sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari
TINJAUAN PUSTAKA Burnout Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari seseorang yang bekerja atau melakukan sesuatu, dengan ciri-ciri mengalami kelelahan emosional, sikap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu hardiness dan burnout.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu hardiness dan burnout. Hardiness akan dibahas menggunaka teori dari Kobasa (2005), sedangkan burnout akan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Burnout. staf yang melayani masyarakat, pada tahun 1974, burnout merupakan representasi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Burnout 1. Pengertian Burnout Istilah burnout pertama kali dikemukakan oleh Freudenberger, seorang ahli psikologi klinis yang sangat familiar dengan respon stres yang di tunjukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Burnout. menjadi sinis tentang karier mereka. Penjelasan umum tentang. pergaulan dan merasa berprestasi rendah.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Burnout A. Burnout Menurut Davis dan Newstrom (1985) pemadaman (burnout) adalah situasi dimana karyawan menderita kelelahan kronis, kebosanan, depresi, dan menarik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi di Indonesia yang semakin pesat membuat kebutuhan rumah tangga semakin meningkat. Kurangnya pendapatan yang dihasilkan suami sebagai kepala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lebih dari 35 tahun yang lalu burnout menjadi isu yang. menarik ketika para peneliti Maslach dan Freudenberger mulai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari 35 tahun yang lalu burnout menjadi isu yang menarik ketika para peneliti Maslach dan Freudenberger mulai menulis tentang fenomena yang terus-menerus tidak
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sehingga, perawat sebagai profesi dibidang pelayanan sosial rentan
1 I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Profesi keperawatan memiliki pekerjaan yang kompleks dan rentan mengalami kejenuhan kerja. Kejenuhan kerja adalah keadaan kelelahan fisik, mental dan emosional yang biasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Di era global seperti saat ini, sumber daya manusia (SDM) sangat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Di era global seperti saat ini, sumber daya manusia (SDM) sangat menentukan keberhasilan bisnis, maka selayaknya SDM tersebut dikelola sebaik mungkin. Kesuksesan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan yang semakin kompleks, terutama kita yang hidup di perkotaan yang sangat rentan pada perkembangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian kecerdasan emosional Kecerdasan emosional, secara sederhana dipahami sebagai kepekaan mengenali dan mengelola perasaan sendiri dan orang
Lebih terperinciPeran, Fungsi, Tugas perawat dalam Pengembangan Sistem Pelayanan Kesehatan. Rahmad Gurusinga
Peran, Fungsi, Tugas perawat dalam Pengembangan Sistem Pelayanan Kesehatan Rahmad Gurusinga Sesuai dengan Kepmenkes RI No. 1239 tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktek Perawat, perawat adalah seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aspek fisik maupun emosional. Keluhan tersebut akan menimbulkan upaya untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketidakmampuan karyawan untuk memenuhi harapan dan tuntutan di tempat kerja akan mengakibatkan stres. Reaksi stres biasanya berisikan keluhan, baik dari aspek
Lebih terperinciBAB I. Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang berperan besar menentukan pelayanan kesehatan. Keperawatan sebagai profesi dan perawat sebagai
Lebih terperinciBab 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Seseorang cenderung bekerja dengan penuh semangat apabila memperoleh kepuasan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seseorang cenderung bekerja dengan penuh semangat apabila memperoleh kepuasan kerja (Hasibuan, 2003). Kepuasan kerja tercermin dari sikap karyawan terhadap pekerjaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit Ridogalih berdiri pada tahun 1934 yang memulai pelayanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rumah sakit Ridogalih berdiri pada tahun 1934 yang memulai pelayanan kesehatannya dengan membuka poliklinik. Pada tahun 1986 rumah sakit Ridogalih berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres merupakan hal yang melekat pada kehidupan. Siapa saja dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam jangka panjang pendek yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Rumah sakit memiliki berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat. ISPA masih menjadi masalah kesehatan yang penting karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan yang memadai sangat dibutuhkan. Di Indonesia, puskesmas dan rumah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya penyakit di masyarakat, maka pelayanan kesehatan yang memadai sangat dibutuhkan. Di Indonesia, puskesmas dan rumah sakit merupakan pelayanan kesehatan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI A. BURNOUT
BAB II LANDASAN TEORI A. BURNOUT 1. Pengertian Burnout Burnout yaitu keadaan stress secara psikologis yang sangat ekstrem sehingga individu mengalami kelelahan emosional dan motivasi yang rendah untuk
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Stres Kerja
BAB II LANDASAN TEORI A. STRES KERJA 1. Definisi Stres Kerja Menurut Lazarus & Folkman (dalam Morgan, 1986) stres merupakan suatu keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya dinamis yang mempunyai pemikiran, perasaan dan tingkah laku yang beraneka ragam. Jika terjadi pengelolaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan yang memiliki
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan yang memiliki peranan penting sebagai penunjang kesehatan masyarakat. Keberhasilan suatu rumah sakit
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penyesuaian Sosial 2.1.1. Pengertian Penyesuaian Sosial Schneider (1964) mengemukakan tentang penyesuaian sosial bahwa, Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kepuasan kerja, yang pada akhirnya akan berpengaruh positif terhadap
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kepuasan Kerja Perhatian manajer terhadap karyawan akan mengakibatkan peningkatan kepuasan kerja, yang pada akhirnya akan berpengaruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres merupakan fenomena yang sering dialami dialami tidak terkecuali oleh para karyawan sebuah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres merupakan fenomena yang sering dialami dialami tidak terkecuali oleh para karyawan sebuah organisasi ataupun lembaga. Stres yang dialami secara berkepanjangan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Perubahan demografi tenaga kerja terhadap peningkatan jumlah wanita bekerja dan pasangan yang keduanya bekerja, telah mendorong
Lebih terperinciEFEKTIVITAS STRATEGI COPING SKILLS UNTUK MENGURANGI KEJENUHAN BELAJAR (BURNOUT) SISWA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan aset yang tak ternilai bagi individu dan masyarakat. Secara filosofis dan historis, pendidikan menggambarkan suatu proses yang melibatkan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Jones (2007) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara seorang
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Gaya Kepemimpinan 1.1 Definisi Gaya Kepemimpinan Jones (2007) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara seorang pemimpin yang dipersepsikan oleh karyawan dalam memberikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Burnout Pada Pegawai. Maslach (dalam Cherniss, 1980), mendefinisikan burnout yaitu hilangnya
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Burnout Pada Pegawai 1. Pengertian Burnout Maslach (dalam Cherniss, 1980), mendefinisikan burnout yaitu hilangnya perhatian terhadap orang-orang yang terlibat dalam pekerjaan
Lebih terperinciPERAN PERAWAT DALAM PELAKSANAAN DIET PASIEN
PERAN PERAWAT DALAM PELAKSANAAN DIET PASIEN Peran perawat Merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukan dalam sistem, dimana dapat dipengartuhi oleh keadaan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORETIK. daya tarik baginya. Menurut Slameto (Djamarah, 2008) minat adalah suatu
BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Minat Belajar Minat merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh cukup besar dalam belajar. Apabila bahan pelajaran yang tidak sesuai dengan minat
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Semangat Kerja 1. Definisi Semangat Kerja Davis & Newstrom (2000) menyebutkan bahwa semangat kerja adalah kesediaan perasaan maupun perilaku yang memungkinkan seseorang bekerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peneliti menganggap bahwa penelitian tentang kecerdasan emosional pada mahasiswa yang bekerja sangat penting, karena siapa pun dapat mengalami emosi, tak terkecuali
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIS. tahun 1973 (Farber, 1991; Widiyanti, Yulianto & Purba, 2007). Burnout. dengan kebutuhan dan harapan (Rizka, 2013).
BAB II LANDASAN TEORITIS A. Burnout 1. Definisi Burnout Istilah burnout pertama kali diperkenalkan oleh Freudenberger pada tahun 1973 (Farber, 1991; Widiyanti, Yulianto & Purba, 2007). Burnout dapat terjadi
Lebih terperinciBab 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kondisi psikis atau mental akan mempengaruhi performa atlet baik saat latihan
Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan emosi Kondisi psikis atau mental akan mempengaruhi performa atlet baik saat latihan maupun saat bertanding. Menurut Suranto (2005, dalam Anggraeni, 2013) mengatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan sosial (social skill) adalah kemampuan untuk dapat berhubungan dan bekerjasama dengan orang lain. Keterampilan sosial meliputi beberapa hal, diantaranya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang paling sempurna. Ada yang membedakan manusia dengan makhluk lain yaitu manusia dilengkapi dengan akal budi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Burnout Burnout merupakan fenomena baru di dalam bidang psikologi industri dan organisasi. Pemahaman tentang konsep ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penunjang. Menurut Para Ahli Rumah sakit adalah suatu organisasi tenaga medis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang di selenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat yang berfungsi untuk melakukan upaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan perjanjian (Hasibuan, 2007). Sedangkan menurut kamus besar bahasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karyawan adalah setiap orang yang bekerja dengan menjual tenaganya (fisik dan pikiran) kepada suatu perusahaan dan memperoleh balas jasa yang sesuai dengan perjanjian
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN
HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S1
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori yang mendukung penelitian ini adalah role theory (teori peran) yang
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Role Theory (Teori Peran) Teori yang mendukung penelitian ini adalah role theory (teori peran) yang dikemukakan oleh Kahn dkk. (1964). Teori Peran menekankan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Kecerdasan Emosional 1. Pengertian Kecerdasan dan Emosi Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi: kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang merupakan keterampilan
Lebih terperinciPengaruh Kelelahan Emosional Dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika. Meilantifa
26 INOVASI, Volume XX, Nomor 1, Januari 2018 Pengaruh Kelelahan Emosional Dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika Meilantifa Email : meilantifa@gmail.com Program Studi Pendidikan Matematika,
Lebih terperinciStudi Deskriptif Mengenai Burnout pada Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Bandung
Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Burnout pada Perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Bandung 1 Bellinda Triana Yusuf, 2 Ria Dewi Eryani 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut WHO (World Health Organization) rumah sakit adalah bagian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit 1. Pengertian Rumah Sakit Menurut WHO (World Health Organization) rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan
Lebih terperinciEmotional Intelligence (EI) Compiled by : Idayustina
Emotional Intelligence (EI) Compiled by : Idayustina Hasil penelitian Daniel Goleman (2000) menyimpulkan : Kecerdasan emosi (EQ) menentukan 80 persen pencapaian kinerja individu dan organisasi; IQ (kecerdasan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Burnout. namun tokoh yang dianggap sebagai penemu dan penggagas istilah burnout
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Burnout 1. Pengertian Burnout Istilah burnout sebenarnya diperkenalkan oleh Bradley pada tahun 1969, namun tokoh yang dianggap sebagai penemu dan penggagas istilah burnout adalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perawat adalah salah satu yang memberikan peranan penting dalam. menjalankan tugas sebagai perawat.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia kesehatankhususnya pada Rumah sakit, perawat merupakan salah satu yang memiliki komponen penting dalam menentukan kualitas baik, buruk nya suatu
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kuantitatif dengan menggunakan teknik korelasional. Penelitian dengan teknik korelasional merupakan penelitian
Lebih terperinciPROFIL BURNOUT GURU SMP DI KECAMATAN CIRACAS JAKARTA TIMUR BERDASARKAN FAKTOR DEMOGRAFI DAN LINGKUNGAN KERJA
Profil Burnout Guru SMP Di Kecamatan Ciracas Jakarta Timur Berdasarkan Faktor Demografi dan... 91 PROFIL BURNOUT GURU SMP DI KECAMATAN CIRACAS JAKARTA TIMUR BERDASARKAN FAKTOR DEMOGRAFI DAN LINGKUNGAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying 1. Pengertian perilaku bullying Randall (2002) berpendapat bahwa Bullying dapat didefinisikan sebagai tindakan atau perilaku agresif yang disengaja untuk menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan pesat, terutama di kota-kota besar. Banyaknya jumlah rumah sakit tersebut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan rumah sakit dalam 20 tahun belakangan ini meningkat dengan pesat, terutama di kota-kota besar. Banyaknya jumlah rumah sakit tersebut tentunya akan menimbulkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. persaingan kerja yang sehat dan tidak sehat. Adanya persaingan kerja yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan yang dilakukan oleh organisasi akan meningkatkan tuntutan pekerjaan dan persaingan di tempat kerja. Persaingan kerja dapat berupa persaingan kerja yang sehat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang International Council of Nurses mendefinisikan keperawatan adalah profesi yang bertujuan melindungi, meningkatkan dan merehabilitasi kesehatan individu, keluarga, serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berakibat buruk terhadap kemampuan individu untuk berhubungan dengan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya kemajuan di bidang industri sekarang ini, menyebabkan semakin kompleksnya permasalahan permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan dan tuntutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dyah Kusuma Ayu Pradini, 2014
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perilaku belajar seorang siswa sangat berpengaruh terhadap kelangsungan pembelajarannya. Sesuai dengan pendapat Roestiah (2001), belajar yang efisien dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. malu, benci, dan ketakberdayaan pada realitas hidup. Stres bisa menyerang siapa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidup di hari-hari ini semakin rentan dengan stres, mahasiswa sudah masuk dalam tahap persaingan yang sangat ketat, hanya yang siap mampu menjawab kemajuan teknologi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan emosional
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecerdasan emosional 1. Definisi Kecerdasan emosional Kecerdasan emosional berarti menggunakan emosi secara efektif untuk mencapai sebuah tujuan, membangun hubungan produktif
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional Secara umum kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami secara lebih efektif terhadap daya kepekaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau organisasi. Menurut Robbins (2008) perusahaan atau organisasi ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia kerja merupakan dunia tempat sekumpulan individu melakukan suatu aktivitas kerja, yang mana aktivitas tersebut terdapat di dalam perusahaan atau organisasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.
Lebih terperinciMANFAAT EMOTIONAL INTELLIGENCE BAGI PENGAJAR DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
MANFAAT EMOTIONAL INTELLIGENCE BAGI PENGAJAR DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR Astrini Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Bina Nusantara University, Jln. Kemanggisan Ilir III No 45, Kemanggisan, Palmerah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Caring. Swanson (dalam Watson, 2005) mendefinisikan caring sebagai cara perawat
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Caring 1. Pengertian Perilaku Caring Swanson (dalam Watson, 2005) mendefinisikan caring sebagai cara perawat memelihara hubungan yang bernilai dengan pasien agar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Marihot Tua E.H. menjelaskan bahwa manajemen sumber daya manusia didefinisikan: Human resources management is the activities undertaken to
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi Terapeutik 2.1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan oleh perawat dan tenaga kesehatan lain yang direncanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi seperti sekarang ini satu hal yang dijadikan tolak ukur keberhasilan perusahaan adalah kualitas manusia dalam bekerja, hal ini didukung oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
Lebih terperinciBAB III PROSEDUR PENELITIAN. A. Metode Penelitian Kegiatan penelitian dibagi menjadi tiga tahap yaitu:
67 BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Penelitian Kegiatan penelitian dibagi menjadi tiga tahap yaitu: 1. Tahap pertama, kegiatan penelitian difokuskan pada upaya mendeskripsikan gambaran umum, indikator,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada diri seseorang. Pada dasarnya kepuasaan kerja merupakan hal. kepuasan yang berbeda-beda seseuai dengan sistem nilai yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan kerja 2.1.1 kepuasan kerja Kepuasaan kerja merupakan sikap positif terhadap pekerjaan pada diri seseorang. Pada dasarnya kepuasaan kerja merupakan hal yang bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, manusia dan pekerjaan merupakan dua sisi yang saling berkaitan dan tidak bisa dilepaskan; keduanya saling mempengaruhi
Lebih terperinci1. Bagaimana gambaran burnout pada anggota. 2. Mengapa terjadi burnout pada anggota polisi. 3. Bagaimana dampak burnout pada anggota
BURNOUT PADA ANGGOTA POLISI BAGIAN RESERSE DI POLSEK BOGOR Nama : Rizka Fadilla Khaerunnisa NPM : 10508201 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Anugriaty Indah Asmarany, S.Psi.,., Msi. Latar Belakang Masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam manajemen Sumber Daya Manusia (SDM), karena secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan kinerja karyawan menurun. Penurunan kinerja karyawan akan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa tahun terakhir ini, kecerdasan emosional menjadi bahan pembicaraan yang semakin hangat diperbincangkan. Dalam berbagai teori, kecerdasan emosional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tantangan atau hambatan akan muncul dan mempengaruhi suatu organisasi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Era pengetahuan saat ini menimbulkan berbagai dampak baik secara positif maupun negatif terhadap suatu organisasi atau perusahaan. Dalam kondisi tersebut,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. kurang dari 40% dari tingkat tinggi mengalami kelelahan. Didunia kerja,
BAB II KAJIAN TEORI A. Burnout 1. Pengertian Burnout Burnout adalah istilah psikologis untuk pengalaman kelelahan dan kejenuhan jangka panjang. Penelitian menunjukkan dokter umum memiliki proporsi kasus
Lebih terperinciBab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari di sekolah maupun di kantor, orang sering kali berbicara satu dengan yang lain tentang tingkat stres yang mereka alami. Gejala stres dimiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Disamping itu pula, pekerjaan semakin sulit untuk didapatkan.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pekerjaan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat penting bagi masyarakat. Bekerja merupakan suatu tuntutan yang mendasar, baik dalam rangka memperoleh imbalan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Flow Akademik 1. Definisi Flow Akademik Menurut Bakker (2005), flow adalah suatu keadaan sadar dimana individu menjadi benar-benar tenggelam dalam suatu kegiatan, dan menikmatinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Interaksi karyawan dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya menghasilkan barang atau jasa. Berdasarkan unjuk kerjanya, karyawan mendapatkan imbalan yang berdampak pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membawa dampak terhadap bidang ekonomi, politik, sosial, budaya saja, melainkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, pengaruh globalisasi bukan hanya membawa dampak terhadap bidang ekonomi, politik, sosial, budaya saja, melainkan juga membawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial, maupun sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan persoalan hidup dan kehidupan manusia sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial, maupun sebagai bangsa. Pendidikan tidak
Lebih terperinci