Korelasi Jarak Genetik Berbasis Marka Mikrosatelit Inbrida Jagung dengan Bobot Biji F1
|
|
- Erlin Kurniawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Korelasi Jarak Genetik Berbasis Marka Mikrosatelit Inbrida Jagung dengan Bobot Biji F1 M.B. Pabendon 1, M.J. Mejaya 2, J. Koswara 3, dan H. Aswidinnoor 3 1 Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi Nomor 274, Maros Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian Jl. Kendalpayak, Kotak Pos 66 Malang, Jawa Timur 3 Institut Pertanian Bogor (IPB) Jl. Dramaga, Bogor ABSTRACT. Correlation between Genetic Distances based on Microsatellite Marker in Maize Inbred with Seed Weight of F1. This study was aimed to determine: (a) the correlation between the value of microsatellite marker-based genetic distances with maize seed yield of F1 testcross, and (b) the effectiveness of Mr14 and Mr4 inbred as testers on maize phenotypic seed weight performances. The trial was conducted in two stages. The first stage was the formation of two sets of F1 single crosses, one set using Mr4 inbred tester and another set using Mr14 inbred tester, each tester was crossed with 32 maize lines. Each set contained 32 F1 testcrosses. The values of genetic distances of the F1 testcrosses were obtained by DNA-based characterization using the microsatellite markers. The second stage was to test yield performances of the F1 testcrosses of each set derived from Mr4 and Mr14. Results of the trial showed that one F1 testcross with Mr4 tester and one F1 testcross with Mr14 tester produced seed weights per plant significantly higher than that of cultivar Bisma 1 (control variety). The two genotypes of the F1 testcrosses were P5/GM26-9 x Mr4 and Bisma-3-1 x Mr14, each produced and g seed weight/plant, respectively. The genetic distances of both F1 testcrosses were 0.82 and 0.84, respectively, where as in the Bima1 hybrid was The two F1 testcrosses indicate potential as new testers replacing the Mr14 and Mr4 inbred testers. The coefficient of correlations between genetic distances and seed weights of P5/GM26-9 x Mr4 and Bisma-3-1 x Mr14 inbred were 0.81 and 0.76, respectively. These values are quite high, suggesting that the microsatellite markers can be used to test maize genotypes to obtain better maize testers than Mr4 testers and Mr14. Keywords:Microsatellite marker-based genetic distances, maize inbred testers, yield potentials ABSTRAK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (a) korelasi antara nilai jarak genetik berbasis marka mikrosatelit dengan bobot biji F1 jagung inbrida hasil silang uji (testcross), dan (b) efektivitas inbrida Mr4 dan Mr14 sebagai inbrida penguji (tester) terhadap penampilan fenotipik (bobot biji). Penelitian dilakukan di lapangan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pembentukan dua set F1 silang tunggal, masing-masing dengan inbrida penguji Mr4 dan Mr14 yang disilangkan dengan 32 galur jagung, sehingga masing-masing set materi menghasilkan 32 genotipe F1 silang tunggal. Nilai jarak genetik diperoleh dengan melakukan karakterisasi DNA berbasis marka mikrosatelit. Tahap kedua adalah uji daya hasil jagung silang tunggal dari masing-masing set (Mr4 dan Mr14). Hasil penelitian menunjukkan bahwa satu genotipe silang tunggal F1 dari hasil persilangan dengan inbrida Mr4 dan satu genotipe F1 dari hasil persilangan dengan inbrida Mr14 memiliki bobot biji per tanaman yang secara nyata lebih tinggi dibanding dengan bobot biji pada varietas pembanding Bima1. Kedua genotipe silang tunggal F1 tersebut adalah P5/GM26-9 x Mr4 dan Bisma-3-1 x Mr14, dengan bobot biji masing-masing 179,1 g/tanaman dan 178,5 g/tanaman. Nilai jarak genetik kedua genotipe silang tunggal F1 adalah masingmasing 0,82 dan 0,84, sedangkan jarak genetik hibrida Bima1 adalah 0,65. Kedua genotype inbrida tersebut berpotensi sebagai inbrida penguji baru, masing-masing menggantikan inbrida penguji Mr14 dan Mr4. Nilai korelasi antara jarak genetik dengan bobot biji genotipe F1 hasil silang uji adalah 0,81 dan 0,76, masing masing pada persilangan 32 inbrida dengan inbrida penguji Mr4 dan Mr14. Nilai ini tergolong tinggi, sehingga marka mikrosatelit dapat digunakan untuk menguji inbrida jagung lain guna mendapatkan inbrida yang lebih potensial daripada inbrida penguji Mr4 dan Mr14. Kata kunci: Jarak genetik, inbrida penguji, potensi hasil Pemuliaan jagung hibrida termasuk pembentukan galur dan evaluasi kemampuan daya gabung hasil persilangan yang dibentuk berdasarkan karakter yang ingin dikembangkan. Identifikasi kombinasi tetua yang menghasilkan hibrida superior merupakan tahapan yang sangat penting dalam pengembangan hibrida. Kegiatan ini merupakan tahapan yang paling mahal dan membutuhkan banyak waktu, seperti penyilangan inbrida yang satu dengan lainnya dan mengevaluasi hibrida secara ekstensif di lapangan. Penampilan galur inbrida jagung tidak menggambarkan hasil biji hibrida jagung (Hallauer and Miranda 1988). Oleh karena itu, kemampuan memprediksi nilai hibrida silang tunggal atau heterosis antara tetua galur inbrida berperan penting dalam meningkatkan efisiensi pemuliaan hibrida, terutama jika dapat dilakukan sebelum persilangan. Permintaan jagung akan terus meningkat sehingga potensi hasil tinggi dari calon varietas selalu menjadi prioritas utama. Oleh sebab itu, jika seleksi tetua menggunakan metode silang uji maka materi penguji harus mempunyai kemampuan daya gabung yang tinggi terhadap berbagai karakter. Dalam beberapa studi, efek daya gabung umum (DGU) untuk tetua dan efek daya gabung khusus (DGK) untuk persilangan telah diestimasi pada jagung (Dehghanpour et al. 1996; San-Vicente et al. 1998; Konak et al. 1999; Chaudhary et al. 2000; Araujo et al. 2001; Kalla et al. 2001). Derajat heritabilitas bervariasi dari rendah sampai sedang untuk hasil biji (Deghanpour et al. 1996; Singh et al. 1998). 11
2 PABENDON ET AL.: JARAK GENETIK INBRIDA JAGUNG Efek heterosis yang besar ditentukan oleh penampilan kedua tetua dan hibrida. Penampilan tetua akan berbeda antarlingkungan, dan besarnya heterosis kemungkinan akan memperlihatkan variasi yang sama. El-Haddad (1975) dan Uddin et al. (1992) menyarikan hasil studi pendahuluan yang mengindikasikan terjadinya heterosis nyata pada heterosis rata-rata tetua dan heterosis tetua tertinggi untuk hasil dan beberapa karakter agronomi. Jumlah pengujian molekuler yang tersedia untuk studi keragaman tanaman meningkat secara dramatis, masing-masing metode berbeda dalam prinsip, aplikasi, tipe dan jumlah polimorfisme yang terdeteksi, termasuk biaya dan waktu yang dibutuhkan (Tanksley and McCouch 1997). Menurut Warburton et al. (2005), alat bantu marka molekuler bermanfaat dalam menyaring kelompok heterotik dan menyeleksi materi penyaji representatif yang akan digunakan dalam program pemuliaan hibrida. Single Sequence Repeats (SSRs) atau biasa disebut mikrosatelit merupakan unit pengulangan 1-6 pasang basa DNA dengan variasi yang tinggi (Gupta et al. 1996; Senior et al. 1998). Primer SSR dibentuk berdasarkan daerah pengapit konservatif (conserved flanking region) lokus SSR (Akkaya et al. 1992), yang bisa menghasilkan amplifikasi PCR (Polymerase Chain Reaction) pada lokus SSR tersebut. Hasil produk PCR dapat dielektroforesis yang dibedakan menurut jumlah unit pengulangan DNA dalam alel-alel SSR yang muncul dan menghasilkan polimorfisme yang tinggi antarspesies (Senior and Heun 1993; Taramino and Tingey 1996; Senior et al. 1998), dan yang lebih penting adalah antarindividu dalam spesies dan populasi (Gupta et al. 1996; Chen et al. 1997). Modifikasi jarak Roger telah digunakan dalam menentukan jarak genetik antarsejumlah galur inbrida jagung dataran rendah tropis (Xia et al. 2004), serta galur jagung inbrida dan populasi CIMMYT (Warburton et al. 2002). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (a) posisi inbrida Mr4 dan Mr14 sebagai inbrida penguji terhadap hasil (bobot biji) berdasarkan marka mikrosatelit, dan (b) kegunaan marka molekuler melalui korelasi antara nilai jarak genetik berbasis marka mikrosatelit dengan bobot biji genotipe jagung hasil silang uji. BAHAN DAN METODE Materi Genetik Untuk pembuatan materi silang uji digunakan 32 inbrida dan dua materi penguji (Mr4 dan Mr14). Uji daya hasil silang uji terdiri atas dua set genotipe hasil silang uji yaitu 32 genotipe silang tunggal dengan inbrida penguji Mr4 dan 32 genotipe silang tunggal dengan inbrida penguji Mr14. Masing-masing set materi menggunakan tiga varietas pembanding yaitu Bima 1, Bisi 2, dan Semar 10. Karakterisasi Genetik untuk Penentuan Nilai Jarak Genetik Protokol karakterisasi genetik berbasis marka SSR meliputi ekstraksi DNA, amplifikasi, elektroforesis, dan visualisasi gel mengikuti prosedur yang digunakan oleh George et al. (2004) dengan sedikit modifikasi, yaitu mengganti penggunaan cairan nitrogen dengan buffer CTAB (Khan et al. 2004). Proses ini lebih sederhana dan lebih murah tanpa mengurangi kualitas DNA yang diperoleh. Proses amplifikasi menggunakan mesin PTC- 100 Programmable Thermal Controller (MJ Research, Waltham, Mass). Primer dibeli dari Research Genetics (Huntsville, Ala). Fenotipe SSR diskoring sebagai data biner yaitu 1 jika ada pita dan 0 jika tidak ada pita, atau 9 jika pita yang muncul meragukan. Jika pita yang muncul meragukan maka diskoring sebagai missing data. Data biner akan digunakan dalam analisis data molekuler untuk mengestimasi nilai jarak genetik. Pembentukan Hibrida F1 Pembentukan dua set hibrida F1 dilaksanakan di KP Maros, Balitsereal, dilakukan dengan metode silang uji, menggunakan dua penguji (tester) atau sebagai tetua jantan, yaitu inbrida Mr4 dan Mr14. Materi genetik pasangan persilangan (tetua betina) terdiri atas 32 inbrida harapan. Benih ditanam dengan jarak 75 cm x 20 cm dan panjang baris 5 m. Setiap nomor ditanam dua biji per lubang tanam. Sebagai penguji yang akan menjadi sumber tepung sari 32 inbrida, kedua genotipe masing-masing ditanam dalam dua petak, masingmasing terdiri atas empat baris. Sebagai tetua betina (32 inbrida), setiap nomor ditanam dua baris dengan jarak tanam 75 cm x 20 cm dan panjang baris 5 m. Takaran pupuk yang diberikan 350 kg urea, 200 kg SP36, dan 100 kg KCl/ha. Pemupukan dilakukan dua kali, pertama pada saat tanam, yaitu setengah takaran pupuk urea dan seluruh pupuk SP36 dan KCl. Pemupukan kedua dilakukan pada umur 30 hari setelah tanam (HST), yaitu setengah takaran pupuk urea yang tersisa. Penjarangan tanaman dilakukan pada umur 7-10 HST dengan meninggalkan satu tanaman per lubang tanam. Pemeliharaan tanaman sesuai dengan rekomendasi dan kondisi di lapangan, antara lain penyiangan, pengairan, dan pembumbunan. Sebelum keluar bunga jantan dan bunga betina, kantong penutup untuk masing-masing bunga sudah dipersiapkan. Untuk menghindari kontaminasi bunga betina, pada saat tongkol sudah muncul segera 12
3 disungkup dengan kantong sebelum rambut tongkol keluar untuk menghindari benangsari yang tidak diinginkan jatuh pada rambut tongkol. Untuk menghindari kontaminasi pada bunga jantan (malai), pada saat malai sudah siap disilangkan segera disungkup dengan kantong kertas yang sudah disiapkan, maksimal 24 jam sebelum disilangkan. Pada saat panen, masing-masing set persilangan dipanen secara terpisah, dikeringkan, kemudian disimpan dalam kantong kertas untuk digunakan pada musim berikutnya. Hal ini bertujuan untuk melihat penampilan fenotipik masing-masing genotipe yang akan dikorelasikan dengan nilai jarak genetik masingmasing pasangan. Uji Daya Hasil Pendahuluan F1 Hasil Silang Uji Pengujian dilakukan di KP Bajeng, Balitsereal, Sulawesi Selatan. Jumlah perlakuan sebanyak 35 genotipe terdiri atas 32 hibrida silang tunggal dan tiga kultivar pembanding, yaitu Semar 10, Bisi 2, dan Bima 1. Tata letak di lapangan menggunakan rancangan alpha latis 7 x 6 diulang dua kali. Jarak tanam 75 cm x 20 cm, panjang baris 5 m, masing-masing genotipe terdiri atas dua baris. Pupuk yang digunakan pada semua kegiatan di lapangan sesuai dengan yang direkomendasikan untuk jagung, yaitu 300 kg urea, 200 kg SP36, dan 100 kg KCl/ha. Pemberian urea dilakukan dua kali, pertama pada umur satu minggu setelah tanam (150 kg urea/ha), bersamaan dengan semua pupuk SP36 dan KCl. Pemupukan urea kedua (150 kg/ha) pada umur 30 HST. Data yang dikumpulkan adalah umur 50% berbunga, tinggi tanaman, tinggi letak tongkol, skoring hama dan penyakit yang menyerang, skoring penampilan tanaman dan tongkol, kadar air biji saat panen, jumlah tongkol panen per petak, bobot tongkol per petak, rendemen biji, dan komponen hasil (panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah baris per tongkol, jumlah biji per baris, dan bobot biji). Analisis Data Analisis data molekuler dilakukan berdasarkan hasil skoring pita DNA yang muncul pada plate. Skoring dilakukan dengan cara:jika ada pita diberi skor satu (1) dan jika tidak ada pita diberi skor nol (0). Hasil skoring dalam bentuk data biner. Tingkat polimorfisme (PIC) dari primer yang digunakan dihitung untuk masing-masing marka SSR (Smith et al. 1997), dengan formula: PIC = n 2 1 f i i = 1, 2, 3, n, 1 di mana f 1 adalah frekuensi alel ke-i. Tingkat kemiripan genetik (GS) diestimasi dari data jumlah alel dengan menggunakan koefisien Jaccard (Rohlf 2000) dengan formula: m S =, ( n + u) di mana m = jumlah pita (alel) DNA yang sama posisinya, n = total pita (alel) DNA, dan u = jumlah pita (alel) DNA yang tidak sama posisinya. Kemiripan genetik dianalisis dengan menggunakan program komputer NTSYS-pc versi 2.1 (Rohlf 2000). Analisis matriks jarak genetik diperoleh dari hasil analisis kemiripan genetik (Lee 1998) dengan formula: S = 1 GS di mana S = jarak genetik, GS = Kemiripan genetik (Genetic Similarity). Principal Coordinate Analysis (PCoA) digunakan untuk mengetahui posisi relatif dari masing-masing hibrida dan tetuanya. Komponen utama dari peubah data asal diperoleh dari matriks varians-kovarians peubah asalnya (Dillon and Goldstein 1984). Analisis data lapangan menggunakan program IRRIstat. Koefisien korelasi (r) antara jarak genetik berdasarkan marka mikrosatelit dan bobot biji menggunakan analisis korelasi sederhana. Analisis data lapangan mengikuti rancangan alpha latis, sedangkan analisis korelasi sederhana dilakukan untuk melihat hubungan antara nilai jarak genetik berbasis marka SSR dengan data fenotipik hibrida F1 hasil biji, rendemen biji, dan bobot biji. Jika nilai r positif berarti data molekuler didukung oleh data fenotipik, namun jika nilai r negatif maka data molekuler tidak didukung oleh data fenotipik. HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai jarak genetik antara masing-masing galur dengan materi penguji dalam dua set persilangan disajikan pada Tabel 1. Pada set genotipe F1 hasil silang uji dengan Mr4, nilai jarak genetik berkisar antara 0,62-0,89. Nilai jarak genetik terendah adalah pada persilangan P5/GM26-22xMr4 yang menghasilkan bobot biji 106,8 g/tanaman, sedangkan tertinggi pada persilangan MKB24xMr4 dengan bobot biji 169,2 g/tanaman. Bobot biji terendah adalah 96,0 g/tanaman dengan jarak genetik 0,70, dan bobot biji tertinggi 179,1 g/tanaman dengan jarak genetik 0,82. Dalam hal ini terdapat 11 genotipe F1 yang berbeda nyata dengan varietas pembanding Semar 10 dan Bima 1. 13
4 PABENDON ET AL.: JARAK GENETIK INBRIDA JAGUNG Inbrida penguji Mr4 dan Mr14 adalah tetua Bima 1. Dari karakterisasi marka SSR diperoleh nilai jarak genetik Mr4 dengan Mr14 sebesar 0,65 yang tergolong sedang. Dengan demikian, peluang untuk memperoleh hibrida yang lebih baik dari varietas hibrida pembanding relatif Tabel 1. Jarak genetik dan bobot biji per tanaman hibrida F1 hasil silang uji 32 inbrida dengan penguji inbrida Mr4 dan Mr14, KP. Bajeng, Sulawesi Selatan 2006 Genotipe Jarak genetik** Bobot biji per tanaman (g) x Mr4 x Mr14 x Mr4 x Mr14 Inbrida: P5/GM ,69 0,87 112,92 146,03 P5/GM ,63 0,74 101,70 132,51 P5/GM ,71 0,73 120,25 130,01 P5/GM ,75 0,72 118,04 163,34 P5/GM ,75 0,77 147,24 139,86 P5/GM26-9 0,82 0,69 179,10 * 136,41 P5/GM ,62 0,76 106,75 135,74 P5/GM ,72 0,72 119,31 122,60 P5/GM30-9 0,81 0,76 155,17 116,16 P5/GM ,79 0,71 132,33 133,65 P5/GM ,76 0,78 108,34 149,45 Bisma-3-1 0,71 0,84 126,19 178,52 * Bisma-137 0,69 0,52 109,27 75,99 Bisma ,76 0,69 153,28 115,15 Bisma ,75 0,73 130,93 118,76 BM(S1)C0-10 0,78 0,69 148,86 98,44 BM(S1)C ,78 0,83 153,36 118,91 MKB-24 0,89 0,83 169,20 129,85 MKB-52 0,85 0,73 171,24 101,15 SP006BBBB-27 0,77 0,80 161,63 156,98 SP006BBBB-65 0,74 0,78 131,33 131,37 SP ,70 0,81 95,99 153,64 SP ,81 0,67 160,80 96,17 SP ,76 0,68 129,72 109,26 SP ,74 0,58 110,31 81,43 SP ,78 0,71 132,84 117,49 SP ,76 0,83 115,03 167,88 SP ,74 0,81 118,13 150,87 SP ,75 0,86 126,68 170,52 SM5-9x 0,69 0,73 112,73 108,63 SW7-6 0,75 0,78 144,86 113,96 SM7-11x 0,73 0,67 123,01 126,81 Rata-rata 0,75 0,74 146,94 143,69 Korelasi (r) 0,81 0,76 Hibrida pembanding Bima 1 = (Mr 4 x Mr 14) 159,97 153,63 Semar ,91 121,40 Hibrida Multi Nasional 193,83 195,39 5% LSD 13,06 22,64 KK (%) 5,00 8,80 Angka bobot biji per tanaman yang diikuti notasi * berarti berbeda nyata lebih tinggi terhadap hibrida pembanding Bima1, sedangkan yang tidak mempunyai notasi berarti lebih kecil atau tidak berbeda nyata terhadap pembanding Bima1; r adalah korelasi antara jarak genetik dan bobot biji F1 hasil silang uji dengan Mr4 dan Mr14. Nilai jarak genetik anatara Mr4 dan Mr14 sebesar 0,70. **Sumber:Laboratorium Biologi Molekuler, Balitsereal (2007). kecil jika pengujinya inbrida Mr4 dan Mr14. Oleh sebab itu, jika potensi hasil merupakan tujuan utama maka perlu dipertimbangkan untuk mencari inbrida baru dengan potensi daya gabung yang lebih tinggi dari inbrida penguji Mr4 dan Mr14. Dalam penelitian ini hasil ketiga varietas pembanding yang masing-masing adalah 9 t/ha untuk Semar 10, 12 t/ha untuk Bisi 2, dan 9 t/ha untuk Bima 1. Semar 10 adalah varietas hibrida silang tiga jalur, sedangkan Bisi 2 dan Bima 1 merupakan hibrida silang tunggal. Pada set genotipe F1 hasil silang uji dengan Mr14, nilai jarak genetik berkisar antara 0,52-0,87. Nilai jarak genetik tersebut diperoleh dari hasil persilangan Bisma137xMr14 yang menghasilkan bobot biji 76,0 g/ tanaman, sedangkan nilai jarak genetik tertinggi pada persilangan P5/GM25-42xMr14 menghasilkan bobot biji 146,0 g/tanaman. Bobot biji terendah adalah 76,0 g/ tanaman dengan jarak genetik 0,52, dan bobot biji tertinggi adalah 178,5 g/tanaman dengan jarak genetik 0,84. Dalam hal ini terdapat sembilan genotipe F1 yang berbeda nyata dengan pembanding Semar 10 dan Bima 1. Pada kedua set persilangan, pasangan persilangan dengan bobot biji tertinggi terdapat pada P5/GM26-9xMr4 dan Bisma-3-1xMr14, berbeda nyata dengan pembanding Bima 1. Tidak terdapat genotipe F1 yang berbeda nyata dengan pembanding Bisi 2, baik pada hibrida hasil silang uji dengan inbrida penguji Mr4 maupun pada hibrida hasil silang uji dengan inbrida penguji Mr14. Tidak ditemukan genotipe yang berbeda nyata dengan Bisi 2, baik pada hibrida hasil silang tunggal dengan inbrida Mr4 maupun dengan inbrida Mr14. Hal ini wajar karena inbrida penguji Mr4 dan Mr14 diperoleh hanya melalui seleksi fenotipik. Genotipe F1 yang berbeda nyata dengan Bima1 juga sangat rendah, hanya satu pada masing-masing set persilangan. Berdasarkan hasil pengujian secara fenotipik selama lima tahun, inbrida Mr4 dan Mr14 mempunyai kemampuan daya gabung yang tinggi, sehingga dipilih sebagai tetua penguji (Mejaya et al. 2005). Namun pengujian tersebut dilakukan lebih dari 10 tahun yang lalu dan sampai sekarang belum ada inbrida penguji lain yang digunakan. Di lain pihak, dengan tingginya permintaan, banyak varietas-varietas baru yang dilepas oleh berbagai perusahaan perbenihan, terutama dari swasta dengan potensi hasil yang sangat tinggi berkisar antara t/ha. Nilai jarak genetik genotipe hasil silang uji dengan Mr4 yang berbeda nyata dengan varietas pembanding adalah 0,80 dengan bobot biji rata-rata 158,61 g/ tanaman, sedangkan nilai jarak genetik genotipe hasil silang tunggal yang tidak berbeda nyata dengan varietas 14
5 lebih kecil, yaitu 0,76 dengan bobot biji rata-rata 120,4 g/ tanaman. Nilai jarak genetik genotipe hasil silang uji dengan Mr14 yang berbeda nyata dengan varietas pembanding adalah 0,81 dengan bobot biji rata-rata 159,7 g/tanaman, sedangkan nilai jarak genetik genotipe hasil silang uji yang tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding juga lebih kecil, yaitu 0,72 dengan bobot biji rata-rata 111,3 g/tanaman (Tabel 2). Bobot biji tertinggi yang diperoleh dari kedua set silang uji yaitu P5/GM26-9xMr4 (179,10 g/tanaman) dan Bisma-3-1xMr14 masing-masing adalah 179,1 g dan 178,5 g/tanaman, berbeda nyata dengan pembanding Bima 1. Jika bobot biji yang diperoleh kedua hibrida tersebut diekstrapolasi ke dalam ton/ha dengan populasi tanaman/ha maka diperoleh hasil masing-masing 10,8 dan 10,7 t/ha. Nilai jarak genetik hibrida Bima 1 (Mr4xMr14) adalah 0,70 dengan bobot biji antara set-1 dan set-2 rata-rata 156,8 g/tanaman. Jika bobot biji varietas Bima1 diekstrapolasi ke dalam t/ha dengan populasi tanaman/ha maka diperoleh hasil 10,4 t/ha. Hasil ekstrapolasi Bima 1 lebih rendah dari kedua hibrida terdahulu. Dengan demikian kedua inbrida tersebut mempunyai peluang untuk diuji lebih lanjut sebagai inbrida penguji yang baru, sebagai alternatif untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas inbrida penguji. Selain itu perlu dilakukan eksplorasi yang lebih jauh untuk mencari genotipe yang mampu bersaing dengan varietas unggul baru berpotensi hasil tinggi. Salah satu harapan dari penelitian ini adalah mendapatkan konfirmasi yang tegas bahwa dengan nilai jarak genetik jauh akan diperoleh hasil yang tinggi dan sebaliknya. Ada beberapa data yang tidak konsisten. Misalnya pada kedua set silang uji, bobot tertinggi tidak diperoleh dari pasangan persilangan dengan nilai jarak genetik tertinggi. Namun secara umum menunjukkan kecenderungan bahwa nilai jarak genetik rendah Tabel 2. Nilai rata-rata jarak genetik dan bobot biji dua set genotipe hasil silang uji. Bobot biji/ Genotipe hasil silang uji Jarak genetik tanaman (g) Inbrida penguji Mr4 Berbeda nyata dengan cek 0,80 158,6 Tidak berbeda nyata dengan cek 0,76 120,4 Inbrida penguji Mr14 Berbeda nyata dengan cek 0,81 159,7 Tidak berbeda nyata dengan cek 0,72 111,3 Varietas Bima 1 (cek) 0,70 156,8 Tidak berbeda nyata atau berbeda nyata terhadap kultivar pembanding Bima 1 dan Semar 10. menghasilkan bobot biji yang rendah dan nilai jarak genetik tinggi menghasilkan bobot biji yang tinggi (Tabel 2). Bobot biji genotipe F1 yang berbeda nyata dengan varietas pembanding mempunyai nilai jarak genetik yang lebih tinggi dibandingkan bobot biji genotipe F1 yang tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding. Nilai korelasi (r) antara jarak genetik vs bobot biji F1 hasil silang uji dengan Mr4 dan Mr14 masing-masing 0,81 dan 0,76, tergolong sedang sampai tinggi. Nilai korelasi rata-rata dari kedua set genotipe silang tunggal tergolong sedang sampai tinggi, artinya kadang-kadang ditemukan nilai jarak genetik tinggi tetapi bobot biji lebih rendah. Sebaliknya, nilai jarak genetik sedang tetapi bobot biji tinggi, namun secara umum dari nilai jarak genetik sedang sampai tinggi diperoleh bobot biji sedang sampai tinggi. Nilai jarak genetik yang rendah (< 0,70) menghasilkan bobot biji yang rendah, yang tidak bisa bersaing dengan varietas hibrida lain. Gambar 1 menunjukkan nilai regresi jarak genetik terhadap bobot biji dan nilai korelasi antara jarak genetik dan bobot biji per tanaman. Perlu diketahui bahwa faktor lingkungan seperti lokasi atau musim turut berpengaruh sehingga nilai korelasi antara jarak genetik dan penampilan fenotipik seperti bobot biji tidak akan maksimum. Parentoni et al. (2001) menggunakan marka RAPD pada jagung, di mana filogeny yang diperoleh sesuai dengan data pedigree. Walaupun korelasi antara jarak genetik dan DGK positif nyata, tetapi sangat lemah. Barbosa et al. (2003) menganalisis gerombol untuk membentuk kelompok heterotik inbrida jagung, dan memperoleh korelasi yang signifikan antara jarak genetik dan hasil. Lanza et al. (1997) tidak menemukan korelasi antara jarak genetik Bobot biji per tanaman (g) 190 Hibrida F1 hasil silang uji dengan galur Mr4 180 Hibrida F1 hasil silang uji dengan galur Mr y = 247,54x - 55,281 R 2 = 0,5793 r = 0, y = 323,55x - 110,38 R 2 = 0, r = 0, ,40 0,45 0,50 0,55 0,60 0,65 0,70 0,75 0,80 0,85 0,90 0,95 Jarak genetik Gambar 1. Hasil regresi jarak genetik berdasarkan marka SSR terhadap bobot biji per tanaman (g) hibrida F1 hasil silang uji dengan inbrida Mr4 dan Mr14. Nilai r adalah hasil analisis korelasi antara jarak genetik dan bobot biji per tanaman (g) hibrida F1 hasil silang uji dengan inbrida Mr4 dan Mr14. 15
6 PABENDON ET AL.: JARAK GENETIK INBRIDA JAGUNG dan hasil secara umum, namun korelasi menjadi nyata jika menggunakan analisis antargerombol. Menurut Dias et al. (2004), perbedaan genetik yang kontras dan heterosis tidak selalu berhubungan secara linier. Sant et al. (1999) menggambarkan bahwa hubungan nonlinier yang terjadi antara jarak genetik dan hasil yang tidak menentu dari sejumlah hasil penelitian disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Dari hasil penelitian ini dapat dikemukakan bahwa nilai jarak genetik berdasarkan marka molekuler bermanfaat dalam menyaring sejumlah besar inbrida berdasarkan nilai jarak genetik antara inbrida yang diuji dengan inbrida pengujinya, sehingga dapat mengurangi materi pengujian. Jadi peluang untuk mendapatkan hibrida bisa hanya melalui metode silang uji, tanpa harus dilanjutkan ke persilangan dialel, namun inbrida penguji harus mempunyai potensi penggabung yang besar. KESIMPULAN 1. Jarak genetik antartetua hibrida yang rendah (<0,70) menghasilkan hibrida dengan bobot biji yang rendah, sedangkan jarak genetik antartetua hibrida sedang sampai tinggi (>0,70) menghasilkan hibrida dengan bobot biji tinggi. 2. Nilai jarak genetik dapat digunakan sebagai alat prediksi awal untuk menyeleksi atau menyaring sejumlah besar inbrida, sehingga peluang untuk memperoleh kandidat hibrida potensial melalui metode silang uji akan lebih cepat dan akurat. 3. Inbrida P5/GM26-9 dan Bisma-3-1 mempunyai peluang sebagai inbrida penguji yang baru, masingmasing menggantikan inbrida penguji Mr4 dan Mr14. DAFTAR PUSTAKA Akkaya, M.S., A.A. Bhagwat, P.B. Cregan Length polymorphisms of simple sequence repeat DNA in soybean. Genetics 132: Araujo, P.M. and J.B. Miranda Analysis of diallel cross for evaluation of maize populations across environments. Crop Breed. Appl. Biotech. 1: Barbosa, A.M.M., I.O. Gerald, L.L. Benchimol, A.A.F. Garcia, Jr. Souza, and A.P. Souza Relatioship of intra- and interpopulation tropical maize single cross hybrid performance and genetic distances computed from AFLP and SSR markers. Euphytica 130: Chaudhary, A.K., L.B. Chaudhary, and K.C. Sharma Combining ability estimates of early generation inbred lines derived from two maize populations. Ind. J. Genet. and Plant Breeding 60: Chen, X., S. Temnykh, Y. Xu, Y.G. Cho, and S.R. McCouch Development of a microsatellite framework map providing genome-wide coverage in rice (Oryza sativa L.). Theor. Appl. Genet. 95: Deghanpour, Z., B. Ehdaie, and M. Moghaddam Diallel analysis of agronomic characters in white endosperm maize. J. Genet. and Breeding 50: Dias, L.A.S., E.A.T. Picolt, R.B. Roca, and A.C. Alfenas A priori choise of hybrid parents in plants. Genet. Mol. Res. 3(3): El-Haddad, M.M Genetical analysis of diallel crosses in spring wheat. Egypt J. Genet. Cytol. 4: George, M.L.C., E. Regalado, M. Warburton, S. Vasal, and D. Hoisington Genetic diversity of maize inbred lines in relation to downy mildew. Euphytica 135: Gupta, P.K., H.S Balyan, P.C. Sharma, and B. Ramesh Microsatellites in plants: A new class of molecular markers. Current Sci. 7 (1): Hallauer, A.R., and J.B. Miranda Quantitative genetics in maize breeding. Second Edition. Iowa State University Press/ Ames. Iowa. p Kalla, V., R. Kumar, and A.K. Basandrai Combining ability analysis and gene action estimates of yield and yield contributing characters in maize. Crop Res. Hisar. 22: Khan, I.A., F.S. Awan, A. Ahmad, and A.A. Khan A modified mini-prep method for economical and rapid extraction of genomic DNA in plants. Plant Molecular Biology Reporter 22:89a-89e. Konak, C., A. Ünay, E. Serter, and H. Baal Estimation of combining ability effects, heterosis and heterobeltiosis by line x tester method in maize. Turk J. of Field Crops 4:1-9. Lanza, L.L.B., C.L. de Souza, L.M.M. Ottoboni, M.L.C. Vieira, and A.P. de Souza Genetik distance of inbred lines and prediction of maize single-cross performance using RAPD markers. Theor. Appl. Genet. 94: Mejaya, M.J., M.B. Pabendon, dan M. Dahlan Pola heterosis dalam pembentukan varietas unggul jagung bersari bebas dan hibrida. Makalah disampaikan pada Seminar Puslitbangtan. Bogor, 12 Mei Parentoni, S.N., J.V. Magalhaes, C.A.P. Pacheco, M.X. Santos, T. Abadie, and E.E.G. Gama, P.E.O. Guimaraes, W.F. Meirelles, M.A. Lopes, M.J.V. Vasconcelos, E. Paiva Heterotic groups based on yield specific combining ability data and phylogenetic relationship determined by RAPD markers for 28 tropicalmaize open pollinated varieties. Euphytica 121: Rohlf, F.J NTSYSpc numerical taxonomy and multivariate analysis system version 2.1. Applied Biostatistics Inc. San-Vicente, F.M., A. Bejarano, C. Marin, and J. Crossa Analysis of diallel crosses among improved tropical white endosperm maize populations. Maydica, 43: Sant, V.J., A.G. Patankar, N.D. Sarode, L.B. Mhase, M.N. Sainani, R.B. Deshmukh, P.K. Rajenkar, and V.S. Gupta Potential of DNA markers in detecting divergence and in analyzing heterosis in Indian elite chickpea cultivars. Theor. Appl. Genet. 98: Senior, M.L. and M. Heun Mapping maize microsatellites and polymerase chain reaction confirmation of the targeted repeats using a CT primer. Genome 36:
7 Senior, M.L., J.P. Murphy, M.M. Goodman, and C.W. Stuber Utility of SSR for determining genetic similarities and relationships in maize using an agarose gel system. Crop Sci. 38: Singh, A.K., J.P. Shai, and J.K. Singh Heritability and genetic advance for maturity and yield attributes in maize. J. Appl. Biol. 8: Tanksley, S.D. and S.R. McCouch Seed banks and molecular maps: unlocking genetic potential from the wild. Science 277: Taramino, G. and S. Tingey Simple sequence repeats for germplasm analysis and mapping in maize. Genome 39: Uddin, M.N., F.W. Ellison, L. O Brian, and B.D.H. Latter Heterosis in F1 hybrids derived from crosses of adapted Australian Wheats. Aust. J. Agric. Res. 43: Warburton, M., J.M. Ribaut, J. Franco, J. Crossa, P. Dubreuil, and F.J. Betran Genetic characterization of 218 elite CIMMYT maize inbred lines using RFLP markers. Euphytica 142: Warburton, M.L., X.Xianchun, J. Crossa, J. Franco, A.E. Melchinger, M. Frisch, M. Bohn, and D. Hoisington Genetic characteristization of CIMMYT inbred maize lines and openpollinated population using large-scale fingerprinting methods. Crop Sci. 42: Xia, X., J. C. Reif, D.A. Hoisington, A.E. Melchinger, M. Frich, and M.L. Warburton, Genetic diversity among CIMMYT maize inbred lines investigated with SSR markers: I. lowlanf tropical maize. Crop Sci. 44:
Dalam genetika kuantitatif telah dijelaskan
Korelasi antara Jarak Genetik Inbrida dengan Penampilan Fenotipik Hibrida Jagung Marcia B. Pabendon 1, Made J. Mejaya 2, H. Aswidinnoor 3, dan J. Koswara 3 1 Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi
Lebih terperinciKeragaman Genetik Inbrida Jagung QPM dan Normal Berbasis Marka Mikrosatelit dan Hubungannya dengan Penampilan Hibrida
Jurnal AgroBiogen 4(2):77-82 Keragaman Genetik Inbrida Jagung QPM dan Normal Berbasis Marka Mikrosatelit dan Hubungannya dengan Penampilan Hibrida Marcia B. Pabendon 1, M. Azrai 1, M.J. Mejaya 1, dan Sutrisno
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan komoditas penting kedua dalam ekonomi tanaman pangan di Indonesia setelah padi/beras. Akan tetapi dengan berkembang pesatnya industri peternakan, dimana
Lebih terperinciBAB. IV. Simulasi Analisis Marka Mikrosatelit Untuk Penduga Heterosis Pada Populasi Inbrida
BAB. IV Simulasi Analisis Marka Mikrosatelit Untuk Penduga Heterosis Pada Populasi Inbrida ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan paket marka SSR (Single Sequence Repeats) yang efektif dalam
Lebih terperinciBAB. VI. Penampilan Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) yang Memiliki Gen opaque-2 hasil Persilangan Testcross (silang puncak) ABSTRAK
BAB. VI Penampilan Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) yang Memiliki Gen opaque-2 hasil Persilangan Testcross (silang puncak) ABSTRAK Galur yang akan digunakan sebagai tetua dalam persilangan untuk menghasilkan
Lebih terperinciPENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO
PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS
Lebih terperinci( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan
PEMBAHASAN UMUM Penggabungan karakter resisten terhadap penyakit bulai dan karakter yang mengendalikan peningkatan lisin dan triptofan pada jagung merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini disebabkan
Lebih terperinciKarakterisasi Kemiripan Genetik Koleksi Inbrida Jagung Berdasarkan Marka Mikrosatelit
Jurnal AgroBiogen 2(2):45-51 Karakterisasi Kemiripan Genetik Koleksi Inbrida Jagung Berdasarkan Marka Mikrosatelit Marcia B. Pabendon 1, M. Dahlan 1, Sutrisno 2, dan M.L.C. George 3 1 Balai Penelitian
Lebih terperinciANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HASIL GALUR JAGUNG DR UNPAD MELALUI ANALISIS DIALEL
ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HASIL GALUR JAGUNG DR UNPAD MELALUI ANALISIS DIALEL D. Ruswandi, M. Saraswati, T. Herawati, A. Wahyudin, dan N. Istifadah Lab. Pemuliaan Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian,
Lebih terperinciOleh MARCIA BUNGA PABENDON
ANALISIS KORELASI POLA HETEROTIK INBRIDA BERBASIS MARKA MIKROSATELIT DALAM MENDUGA PENAMPILAN FENOTIPIK HASIL SILANG UJI DAN SILANG DIALEL HIBRIDA JAGUNG Oleh MARCIA BUNGA PABENDON SEKOLAH PASCASARJANA
Lebih terperinciBAB. II TINJAUAN PUSTAKA
BAB. II TINJAUAN PUSTAKA Dasar Pembentukan Jagung Hibrida Kultivar hibrida mengandung makna bahwa biji (benih) yang dipergunakan untuk pertanaman produksi komersial adalah biji generasi F1, dan merupakan
Lebih terperinciPENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI
PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat
8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida
6 TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida Jagung (Zea mays L., 2n = 20) merupakan tanaman berumah satu (monoceous) dan tergolong ke dalam tanaman menyerbuk silang. Penyerbukannya terjadi secara acak
Lebih terperinciOleh MARCIA BUNGA PABENDON
ANALISIS KORELASI POLA HETEROTIK INBRIDA BERBASIS MARKA MIKROSATELIT DALAM MENDUGA PENAMPILAN FENOTIPIK HASIL SILANG UJI DAN SILANG DIALEL HIBRIDA JAGUNG Oleh MARCIA BUNGA PABENDON SEKOLAH PASCASARJANA
Lebih terperinciEvaluasi Heterosis Tanaman Jagung
Evaluasi Heterosis Tanaman Jagung Hadiatmi, Sri G. Budiarti, dan Sutoro Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian ABSTRAK Informasi mengenai nilai heterosis dan pengaruh daya gabung
Lebih terperinciPenelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o2 untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai
Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai Pendahuluan Penyakit bulai merupakan salah satu penyakit utama
Lebih terperinciSCREENING GALUR TETUA JAGUNG (Zea mays L.) MUTAN GENERASI M4 BERDASARKAN ANALISIS TOPCROSS DI ARJASARI, JAWA BARAT
SCREENING GALUR TETUA JAGUNG (Zea mays L.) MUTAN GENERASI M4 BERDASARKAN ANALISIS TOPCROSS DI ARJASARI, JAWA BARAT Screening of Parental Lines of Maize (Zea mays) mutant M4 Generation based on Analysis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemuliaan tanaman telah menghasilkan bibit unggul yang meningkatkan hasil pertanian secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan dihasilkan
Lebih terperinciBAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan terpenting yang memiliki peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia, mengingat komoditas
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif
Lebih terperinciPERAKITAN VARIETAS UNGGUL PADI BERAS HITAM FUNGSIONAL TOLERAN KEKERINGAN SERTA BERDAYA HASIL TINGGI
PERAKITAN VARIETAS UNGGUL PADI BERAS HITAM FUNGSIONAL TOLERAN KEKERINGAN SERTA BERDAYA HASIL TINGGI BREEDING OF BLACK RICE VARIETY FOR DROUGHT TOLERANCE AND HIGH YIELD I Gusti Putu Muliarta Aryana 1),
Lebih terperinci3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian
3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dengan
Lebih terperinciPENGARUH WAKTU TANAM INDUK BETINA TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH JAGUNG HIBRIDA
PENGARUH WAKTU TANAM INDUK BETINA TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH JAGUNG HIBRIDA Fauziah Koes dan Oom Komalasari Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
Lebih terperinciPOTENSI JAGUNG VARIETAS LOKAL SEBAGAI JAGUNG SEMI
POTENSI JAGUNG VARIETAS LOKAL SEBAGAI JAGUNG SEMI Yudiwanti 1), Sri Gajatri Budiarti 2) Wakhyono 3), 1) Dosen pada Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB, Jl. Meranti Kampus IPB Darmaga
Lebih terperinciSalah satu upaya peningkatan produksi jagung
Daya Gabung Galur-galur Jagung Berkualitas Protein Tinggi Muhammad Azrai 1, Made Jana Mejaya 2, dan Hajrial Aswidinnoor 3 1 Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi No. 274 Maros, Sulawesi Selatan
Lebih terperinciDaya Gabung Umum dan Daya Gabung Spesifik Lima Galur Harapan Jagung Berprotein Mutu Tinggi. M. Yasin HG., Abd. Rahman, dan Nuning A.
Daya Gabung Umum dan Daya Gabung Spesifik Lima Galur Harapan Jagung Berprotein Mutu Tinggi M. Yasin HG., Abd. Rahman, dan Nuning A. Subekti Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Ratulangi 274 Maros, Sulawesi
Lebih terperinciTEKNOLOGI PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA
TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA Dewasa ini, pemerintah terus menggalakkan penggunaan benih jagung hibrida untuk menggenjot produksi jagung nasional. Pangsa pasar jagung hibrida pun terus tumbuh
Lebih terperinciEVALUASI KEMURNIAN GENETIK BENIH JAGUNG HIBRIDA DENGAN MARKA MIKROSATELIT
11 EVALUASI KEMURNIAN GENETIK BENIH JAGUNG HIBRIDA DENGAN MARKA MIKROSATELIT Abstract The development of hybrid varieties should be supported by the availability of high quality seeds. Genetic purity is
Lebih terperinciBAB. V. Introgresi Gen Resesif Mutan opaque-2 ke dalam Galur Jagung Pulut (waxy corn) Memanfaatkan Alat Bantu Marker Assisted Selection (MAS) ABSTRAK
BAB. V Introgresi Gen Resesif Mutan opaque-2 ke dalam Galur Jagung Pulut (waxy corn) Memanfaatkan Alat Bantu Marker Assisted Selection (MAS) ABSTRAK Pemanfaatan marka molekuler sebagai alat bantu seleksi,
Lebih terperinciSalah satu kesulitan dalam pembentukan kultivar
PABENDON ET AL.: PEMBENTUKAN KLASTER GENOTIPE JAGUNG Pembentukan Klaster Genotipe Jagung Berdasarkan Markah SSR (Simple Sequence Repeat) Marcia B. Pabendon 1, E. Regalado 2, Sutrisno 3, M. Dahlan 1, dan
Lebih terperinciVARIABILITAS GENETIK DAN HERITABILITAS KARAKTER AGRONOMIS GALUR JAGUNG DENGAN TESTER MR 14
JURNAL AGROTEKNOS Maret 013 Vol. 3 No. 1. Hal 34-40 ISSN: 087-7706 VARIABILITAS GENETIK DAN HERITABILITAS KARAKTER AGRONOMIS GALUR JAGUNG DENGAN TESTER MR 14 Genetic Variability and Heritability of Agronomic
Lebih terperinciEvaluasi dan Identifikasi Markah Molekuler untuk Sifat Tahan Penyakit Bulai dan Heterosis pada Tanaman Jagung
Evaluasi dan Identifikasi Markah Molekuler untuk Sifat Tahan Penyakit Bulai dan Heterosis pada Tanaman Jagung Sutoro, Hadiatmi, S.B. Gajatri, H. Purwanti, dan Nurhayati Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman
Lebih terperinciANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS GALUR-GALUR JAGUNG TROPIS DI DUA LOKASI
24 ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS GALUR-GALUR JAGUNG TROPIS DI DUA LOKASI ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya gabung umum (DGU), daya gabung khusus (DGK), heterosis dan kelompok
Lebih terperinciKERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH :
KERAGAAN FENOTIPE BERDASARKAN KARAKTER AGRONOMI PADA GENERASI F 2 BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merril.) S K R I P S I OLEH : DINI RIZKITA PULUNGAN 110301079 / PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI
Lebih terperinciPendugaan Nilai Heterosis dan Daya Gabung Beberapa Komponen Hasil pada Persilangan Dialel Penuh Enam Genotipe Cabai (Capsicum annuum L.
Pendugaan Nilai dan Daya Gabung Beberapa Komponen Hasil pada Persilangan Dialel Penuh Enam Cabai (Capsicum annuum L.) Estimation of and Combining Ability for Yield Components of Six Chili (Capsicum annuum
Lebih terperinciLampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian
Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian Jenis Kegiatan Minggu ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Persiapan Lahan X Penanaman X Penjarangan X Pemupukan X X Aplikasi Pupuk Hayati X X X X Pembubunan
Lebih terperinciISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI, (PCR) GENOM DNA KOPI (Coffea Sp ) MELALUI PROSES ELEKTROFORESIS GEL POLIAKRILAMID
Jurnal Dinamika, April 213, halaman 43-48 ISSN 287-7889 Vol. 4. No. 1 ISOLASI DNA DAN AMPLIFIKASI, (PCR) GENOM DNA KOPI (Coffea Sp ) MELALUI PROSES ELEKTROFORESIS GEL POLIAKRILAMID Rahman Hairuddin Program
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida
TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida Kegiatan pemuliaan diawali dengan ketersediaan sumberdaya genetik yang beragam. Keanekaragaman plasma nutfah tanaman jagung merupakan aset penting sebagai sumber
Lebih terperinciKAJIAN GENETIK DAN SELEKSI GENOTIPE S5 KACANG HIJAU (Vigna radiata) MENUJU KULTIVAR BERDAYA HASIL TINGGI DAN SEREMPAK PANEN
Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian Agrin, Vol.11 No. 1, April 007 KAJIAN GENETIK DAN SELEKSI GENOTIPE S5 KACANG HIJAU (Vigna radiata) MENUJU KULTIVAR BERDAYA HASIL TINGGI DAN SEREMPAK PANEN Genetic
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Varietas Jagung Hibrida
6 TINJAUAN PUSTAKA Varietas Jagung Hibrida Varietas atau kultivar adalah sekelompok individu tanaman yang dapat dibedakan berdasarkan sifat morfologi, fisiologis, atau sifat lainnya apabila diproduksi
Lebih terperinciPERSILANGAN BUATAN PADA TANAMAN KACANG HIJAU (VIGNA RADIATA (L.) WILCZEK)
PERSILANGAN BUATAN PADA TANAMAN KACANG HIJAU (VIGNA RADIATA (L.) WILCZEK) AGUS SUPENO Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Jalan Raya Kendalpayak, Kotak Pos 66, Malang RINGKASAN Persilangan
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei s/d September 2012 di lahan kering Kabupaten Bone Bolango dan bulan Oktober 2012 di Laboratorium Balai Karantina
Lebih terperinciPENDUGAAN KOMPONEN GENETIK, DAYA GABUNG, DAN SEGREGASI BIJI PADA JAGUNG MANIS KUNING KISUT
J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 Yunita et al.: Pendugaan Komponen Genetik, Daya Gabung, dan Segregesi Biji 25 Vol. 1, No. 1: 25 31, Januari 2013 PENDUGAAN KOMPONEN GENETIK, DAYA GABUNG, DAN SEGREGASI
Lebih terperinciEFEKTIFITAS METODE SELEKSI MASSA PADA POPULASI BERSARI BEBAS JAGUNG MANIS
Jurnal Dinamika Pertanian Volume XXX Nomor 3 Desember 2015 (209-214) ISSN 0215-2525 EFEKTIFITAS METODE SELEKSI MASSA PADA POPULASI BERSARI BEBAS JAGUNG MANIS The Effectivity of Mass Selection Method in
Lebih terperinciHAKIM: HERIBILITAS DAN HARAPAN KEMAJUAN GENETIK KACANG HIJAU
Heritabilitas dan Harapan Kemajuan Genetik Beberapa Karakter Kuantitatif pada Galur F2 Hasil Persilangan Kacang Hijau Lukman Hakim Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Jl. Merdeka 147, Bogor
Lebih terperinciUmur 50% keluar rambut : ± 60 hari setelah tanam (HST) : Menutup tongkol dengan cukup baik. Kedudukan tongkol : Kurang lebih di tengah-tengah batang
Lampiran 1. Deskripsi Jagung Varietas Bisma Golongan : Bersari bebas Umur 50% keluar rambut : ± 60 hari setelah tanam (HST) Umur panen : ± 96 HST Batang : Tinggi sedang, tegap dengan tinggi ± 190 cm Daun
Lebih terperinciLAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL TAHUN ANGGARAN 2009
LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL TAHUN ANGGARAN 2009 UJI ADAPTASI POPULASI-POPULASI JAGUNG BERSARI BEBAS HASIL PERAKITAN LABORATORIUM PEMULIAAN TANAMAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA Peneliti
Lebih terperinciINTERAKSI GENETIC X LINGKUNGAN DAN STABILITAS HASIL GALUR-GALUR GANDUM TROPIS PADA DATARAN MENENGAH DI INDONESIA
INTERAKSI GENETIC X LINGKUNGAN DAN STABILITAS HASIL GALUR-GALUR GANDUM TROPIS PADA DATARAN MENENGAH DI INDONESIA Amin Nur 1), Karlina Syahruddin 1), dan Muhammad Azrai 1) 1) Peneliti Pemuliaan pada Balai
Lebih terperinciKERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT
KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT Baiq Tri Ratna Erawati 1), Awaludin Hipi 1) dan Andi Takdir M. 2) 1)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB 2)Balai Penelitian
Lebih terperinciBlok I Blok II Blok III. c 3 P 0 V 1 P 1 V 5 P 0 V 1 P 1
Lampiran 1. Bagan Penelitian a Blok I Blok II Blok III V 2 P 0 b V 1 P 1 V c 3 P 0 V 1 P 1 V 5 P 0 V 1 P 1 e d V 3 P 1 V 4 P 0 V 3 P 1 V 2 P 1 V 1 P 0 V 2 P 1 V 3 P 0 V 5 P 1 V 5 P 0 V 4 P 1 V 3 P 0 V
Lebih terperinciDaya Gabung Inbred Jagung Pulut untuk Pembentukan Varietas Hibrida
SANTOSO DAN YASIN: PEMBENTUKAN JAGUNG PULUT HIBRIDA Daya Gabung Inbred Jagung Pulut untuk Pembentukan Varietas Hibrida Sigit Budi Santoso, M. Yasin H.G., dan Faesal Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl.
Lebih terperinciLAMPIRAN Lampiran 1. Layout Tata Letak Penelitian. Blok II TS 3 TS 1 TS 3 TS 2 TS 1
LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Tata Letak Penelitian Blok I Blok II Blok III TS 1 K TS 2 J TS 3 K TS 2 TS 1 J K J TS 3 TS 3 TS 2 TS 1 Keterangan : J : Jagung monokultur K : Kacang tanah monokultur TS 1 :
Lebih terperinciMAKALAH SEMINAR UMUM. PENGGUNAAN PENANDA MOLEKULER UNTUK MENDUGA PENAMPILAN F1 JAGUNG (Zea mays) HIBRIDA SILANG TUNGGAL
MAKALAH SEMINAR UMUM PENGGUNAAN PENANDA MOLEKULER UNTUK MENDUGA PENAMPILAN F1 JAGUNG (Zea mays) HIBRIDA SILANG TUNGGAL Nama NIM Dosen Pembimbing : Rizqi Fadillah Romadhona : 09/288913/PN/11879 : Dr. Panjisakti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Varietas unggul padi telah tersebar di seluruh dunia untuk dijadikan bibit yang digunakan oleh para petani. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan lebih dari
Lebih terperinciKERAGAAN KARAKTER AGRONOMIS GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA
KERAGAAN KARAKTER AGRONOMIS GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA Anna Sulistyaningrum, Muzdalifah Isnaini, dan Andi Takdir M. Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Ratulangi 274, Maros, Sulawesi Selatan Email: anna.sulistya@gmail.com
Lebih terperinciTeknik pemuliaan kedelai pada umumnya
Heritabilitas dan Harapan Kemajuan Genetik Beberapa Karakter Kuantitatif Populasi Galur F 4 Kedelai Hasil Persilangan Lukman Hakim 1 dan Suyamto 2 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan JI.
Lebih terperinciPENGARUH KEPADATAN POPULASI TERHADAP HASIL DUA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA
PENGARUH KEPADATAN POPULASI TERHADAP HASIL DUA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA Fahdiana Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Jarak tanam berhubungan dengan luas atau ruang tumbuh tanaman dan penyediaan
Lebih terperinciKeberhasilan pengembangan padi hibrida tidak
MULSANTI ET AL.: GALUR TETUA PADI HIBRIDA DAN UJI KEMURNIAN BENIH Identifikasi Galur Tetua Padi Hibrida dengan Marka SSR Spesifik dan Pemanfaatannya dalam Uji Kemurnian Benih Indria W. Mulsanti 1, Memen
Lebih terperinciKeragaman Genetik dan Penampilan Jagung Hibrida Silang Puncak pada Kondisi Cekaman Kekeringan
AZRAI ET AL.: KERAGAMAN GENETIK JAGUNG HIBRIDA SILANG PUNCAK Keragaman Genetik dan Penampilan Jagung Hibrida Silang Puncak pada Kondisi Cekaman Kekeringan Genetic Diversity and Agronomic Performance of
Lebih terperinciKERAGAAN GENERASI SELFING-1 TANAMAN JAGUNG (Zea mays) VARIETAS NK33
KERAGAAN GENERASI SELFING-1 TANAMAN JAGUNG (Zea mays) VARIETAS NK33 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Program Studi Agroteknologi oleh ERICK
Lebih terperinciKARAKTER NILAI TENGAH DAN RAGAM CONTOH JAGUNG GALUR CML TERHADAP TETUA BIMA-1
KARAKTER NILAI TENGAH DAN RAGAM CONTOH JAGUNG GALUR CML TERHADAP TETUA BIMA-1 Characters of Means and Varians Sample of CML Inbred Lines on Parental Maize of Bima-1 M Yasin HG, Syamsuddin Mas, dan Idar
Lebih terperinciPeluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara
Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara Bahtiar 1), Andi Tenrirawe 2), A.Takdir 2) 1)Balai Pengkajian Teknologi pertanian Sulawesi Utara dan 2)Balai Penelitian
Lebih terperinciPENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA
PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk
Lebih terperinciTinggi tongkol : cm : Menutup tongkol cukup baik
42 Lampiran 1. Deskripsi Varietas Jagung Hibrida BISI-18 Nama varietas : BISI-18 Tanggal dilepas : 12 Oktober 2004 Asal : F1 silang tunggal antara galur murni FS46 sebagai induk betina dan galur murni
Lebih terperinciPENGEMBANGAN METODE SELEKSI GALUR MURNI TETUA HIBRIDA JAGUNG PULUT
PENGEMBANGAN METODE SELEKSI GALUR MURNI TETUA HIBRIDA JAGUNG PULUT (waxy corn) TOLERAN KEKERINGAN DAN INTROGRESI GEN opaque-2 (oo) DENGAN MARKA SSRs (Simple Sequence Repeats) ANDI TAKDIR MAKKULAWU SEKOLAH
Lebih terperinciKERAGAMAN GENETIK, HERITABILITAS, DAN RESPON SELEKSI SEPULUH GENOTIPE KEDELAI DI KABUPATEN TULUNGAGUNG
KERAGAMAN GENETIK, HERITABILITAS, DAN RESPON SELEKSI SEPULUH GENOTIPE KEDELAI DI KABUPATEN TULUNGAGUNG SKRIPSI Oleh Dheska Pratikasari NIM 091510501136 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB. IV ABSTRAK. Kata kunci: jagung pulut, komponen hasil, daya gabung umum, daya gabung khusus, dan toleran kekeringan
BAB. IV Daya Gabung Karakter Hasil dan Komponen Hasil Galur-galur Jagung Pulut (waxy corn) pada Kondisi Lingkungan Tanpa Cekaman dan Lingkungan Tercekam Kekeringan ABSTRAK Percobaan ini bertujuan untuk
Lebih terperinciSTUDI DAYA HASIL GALUR F4 KEDELAI (Glycine max L.) HASIL PERSILANGAN VARIETAS GROBOGAN DENGAN ANJAMORO, UB, AP DAN ARGOPURO
STUDI DAYA HASIL GALUR F4 KEDELAI (Glycine max L.) HASIL PERSILANGAN VARIETAS GROBOGAN DENGAN ANJAMORO, UB, AP DAN ARGOPURO STUDY OF YIELD CAPABILITY ON SOYBEAN (Glycine max L.) F4 LINES CROSSING BETWEEN
Lebih terperinciKERAGAAN GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS TANGGAMUS x ANJASMORO DAN TANGGAMUS x BURANGRANG DI TANAH ENTISOL DAN INCEPTISOL TESIS
KERAGAAN GALUR KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS TANGGAMUS x ANJASMORO DAN TANGGAMUS x BURANGRANG DI TANAH ENTISOL DAN INCEPTISOL TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister
Lebih terperinciKERAGAAN DAYA HASIL DAN KEMIRIPAN BEBERAPA GALUR JAGUNG TROPIS KOLEKSI PT. BISI International, Tbk.
12 KERAGAAN DAYA HASIL DAN KEMIRIPAN BEBERAPA GALUR JAGUNG TROPIS KOLEKSI PT. BISI International, Tbk. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaan daya hasil dan kemiripan beberapa galur
Lebih terperinciParameter Genetik Jagung Populasi Bisma pada Pemupukan Berbeda. I. Ragam Aditif-Dominan Bobot Biji Jagung
Jurnal AgroBiogen 2(2):60-67 Parameter Genetik Jagung Populasi Bisma pada Pemupukan Berbeda. I. Ragam Aditif-Dominan Bobot Biji Jagung Sutoro 1, Abdul Bari 2, Subandi 3, dan Sudirman Yahya 2 1 Balai Besar
Lebih terperinciHeterosis dan Heterobeltiosis pada Persilangan 5 Genotip
J. Hort. 17(2):111-117, 2007 Heterosis dan Heterobeltiosis pada Persilangan 5 Genotip Cabai dengan Metode Dialil Kirana, R. dan E. Sofiari Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Parahu No.517,
Lebih terperinciPENDUGAAN PARAMETER GENETIK VIGOR BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) MENGGUNAKAN ANALISIS SILANG HALF DIALEL
PENDUGAAN PARAMETER GENETIK VIGOR BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) MENGGUNAKAN ANALISIS SILANG HALF DIALEL Estimation of genetic parameters chilli (Capsicum annuum L.) seeds vigor with half diallel cross
Lebih terperinciPenentuan Komposisi Tanaman Induk Jantan dan Betina Terhadap Produktivitas dan Vigor Benih F1 Jagung Hibrida Bima-5
Penentuan Tanaman Induk Jantan dan Betina Terhadap Produktivitas dan Vigor Benih F1 Jagung Hibrida Bima-5 Abstrak Sania Saenong dan Rahmawati Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi 274 Maros,
Lebih terperinciAnalisis Daya Gabung Galur-Galur Jagung Tropis di Dua Lokasi. Combining Ability Analysis of Tropical Maize Lines Across Two Locations
Analisis Daya Gabung Galur-Galur Jagung Tropis di Dua Lokasi Combining Ability Analysis of Tropical Maize Lines Across Two Locations Yustiana 1, Muhamad Syukur 2*, dan Surjono Hadi Sutjahjo 2 1 PT. BISI
Lebih terperinciProduktivitas tanaman antara lain dipengaruhi oleh
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 1 2009 Analisis Lintasan Genotipik dan Fenotipik Karakter Sekunder Jagung pada Fase Pembungaan dengan Pemupukan Takaran Rendah Sutoro Balai Besar Penelitian
Lebih terperinciPerakitan Varietas Hibrida Jagung Manis Berdaya Hasil Tinggi dan Tahan Terhadap Penyakit Bulai
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), Desember 2012 ISSN 0853 4217 Vol. 17 (3): 159 165 Perakitan Varietas Hibrida Jagung Manis Berdaya Hasil Tinggi dan Tahan Terhadap Penyakit Bulai (Improvement of
Lebih terperinciEfektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering
Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Abstrak Sumanto 1) dan Suwardi 2) 1)BPTP Kalimantan Selatan, Jl. Panglima Batur Barat No. 4, Banjarbaru 2)Balai Penelitian
Lebih terperinciPENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.)
PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.) SKRIPSI Oleh : FIDELIA MELISSA J. S. 040307013 / BDP PET PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA
Lebih terperinciParameter Genetik Jagung Populasi Bisma pada Pemupukan yang Berbeda. II. Ragam dan Korelasi Genetik Karakter Sekunder
Jurnal AgroBiogen 3(1):9-14 Parameter Genetik Jagung Populasi Bisma pada Pemupukan yang Berbeda. II. Ragam dan Korelasi Genetik Karakter Sekunder Sutoro 1, Abdul Bari 2, Subandi 3, dan Sudirman Yahya 2
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Banjarsari Bedeng 29, Kecamatan Metro
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Banjarsari Bedeng 29, Kecamatan Metro Utara, Kota Metro dan Laboratorium Tanaman Fakultas Pertanian Universitas
Lebih terperinciPENGARUH HUMIC ACID TERHADAP EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PUPUK NPK SUPER PADA TANAMAN JAGUNG. Zubachtirodin Balai Penelitian Tanaman Serealia
PENGARUH HUMIC ACID TERHADAP EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PUPUK NPK SUPER PADA TANAMAN JAGUNG Zubachtirodin Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui pranan terhadap
Lebih terperinciANALISIS SEBARAN HOTELLING S PADA PEUBAH BIJI JAGUNG QPM
ANALISIS SEBARAN HOTELLING S PADA PEUBAH BIJI JAGUNG QPM Analysis of Hotelling s Distribution on Seeds Variable of QPM M. Yasin HG 1, Husnaini, Kahar Mustari dan Nadira R. Sennang 1. Balai Penelitian Tanaman
Lebih terperinciAPLIKASI BIOINFORMATIKA PADA STUDI GENETIK JAGUNG PROVITAMIN A. Bioinformatics Application on Genetic Study of Provitamin A Maize
APLIKASI BIOINFORMATIKA PADA STUDI GENETIK JAGUNG PROVITAMIN A Bioinformatics Application on Genetic Study of Provitamin A Maize Nining Nurini Andayani, Muhammad Aqil, M.B. Pabendon Balai Penelitian Tanaman
Lebih terperinciRINGKASAN Maspeke, S. P dan Nurdin
RINGKASAN Maspeke, S. P dan Nurdin. 2006. Uji Kurang Satu Pupuk N, P, dan K terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays L.) pada Tanah Vertisol Isimu Utara. Pembangunan di sektor pertanian merupakan
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij
11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di
Lebih terperinciLESTARI DAN NUGRAHA: KERAGAMAN GENETIK PADI KULTUR ANTER. Keragaman Genetik Hasil dan Komponen Hasil Galur-galur Padi Hasil Kultur Anter
LESTARI DAN NUGRAHA: KERAGAMAN GENETIK PADI KULTUR ANTER Keragaman Genetik Hasil dan Komponen Hasil Galur-galur Padi Hasil Kultur Anter Angelita Puji Lestari dan Yudhistira Nugraha Balai Besar Penelitian
Lebih terperinciSUTORO: SELEKSI BOBOT BIJI JAGUNG PADA LINGKUNGAN BERBEDA
SUTORO: SELEKSI BOBOT BIJI JAGUNG PADA LINGKUNGAN BERBEDA Seleksi Bobot Biji Jagung pada Lingkungan Seleksi dan Lingkungan Target dengan Intensitas Cekaman Berbeda Sutoro Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Lebih terperinciINDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR
INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 i ABSTRACT ERNI SUMINAR. Genetic Variability Induced
Lebih terperinciEVALUASI KARAKTER FENOTIP, GENOTIP DAN HERITABILITAS KETURUNAN KEDUA DARI HASIL SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.)
EVALUASI KARAKTER FENOTIP, GENOTIP DAN HERITABILITAS KETURUNAN KEDUA DARI HASIL SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) SKRIPSI Oleh: SERI WATI SEMBIRING 050307003 / BDP-PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN
Lebih terperinciTHE PERFORMANCES FROM FIRST GENERATION LINES OF SELECTED CHILI PEPPER (Capsicum frutescens L.) LOCAL VARIETY
PENAMPILAN GALUR GENERASI PERTAMA HASIL SELEKSI DARI CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) VARIETAS LOKAL THE PERFORMANCES FROM FIRST GENERATION LINES OF SELECTED CHILI PEPPER (Capsicum frutescens L.) LOCAL
Lebih terperinciStudi Keragaman Genetik Dua Puluh Galur Inbred Jagung Manis Generasi S 7
Ilmu Pertanian Vol. 18 No.3, 015 : 17-134 Studi Keragaman Genetik Dua Puluh Galur Inbred Jagung Manis Generasi S 7 Morphological Genetic Variations of Twenty Sweet Corn Inbred Lines S 7 Generations Purwito
Lebih terperinciLampiran 1. Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman 2 MST (cm) Lampiran 2. Tabel Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST (cm)
Lampiran 1. Tabel Pengamatan Tinggi Tanaman 2 MST (cm) A 23.8 26.2 22.2 72.2 24.07 B 20.8 18.9 20.8 60.5 20.17 C 26.3 29.1 24.4 79.8 26.60 D 28.1 24.6 25.6 78.3 26.10 Total 99 98.8 93 290.8 Rataan 24.75
Lebih terperinciUJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR Amir dan M. Basir Nappu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Jagung
18 TINJAUAN PUSTAKA Jagung Kebutuhan jagung di Indonesia semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Upaya peningkatan produksi jagung terus dilakukan melalui usaha secara ekstensifikasi dan
Lebih terperinciTEKNOLOGI BUDIDAYA JAGUNG UNTUK PRODUKSI BIOMAS PADA LAHAN MARJINAL. M. Akil Balitsereal Maros ABSTRAK
TEKNOLOGI BUDIDAYA JAGUNG UNTUK PRODUKSI BIOMAS PADA LAHAN MARJINAL M. Akil Balitsereal Maros ABSTRAK Pengembangan pertanaman jagung akan lebih produktif dan berorientasi pendapatan/agribisnis, selain
Lebih terperinciEvaluasi Daya Gabung dan Heterosis Lima Galur Jagung Manis (Zea mays var. saccharata) Hasil Persilangan Dialel
Evaluasi Daya Gabung dan Heterosis Lima Galur Jagung Manis (Zea mays var. saccharata) Hasil Persilangan Dialel Evaluation of Combining Ability and Heterosis of Five Sweet Corn Lines (Zea mays var. saccharata)
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu
7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan
Lebih terperinciSumber : Lampiran SK Menteri Pertanian No.76/Kpts/SR.120/2/2007, tanggal 7 Pebruari 2007.
76 Lampiran 1. Deskripsi varietas jagung hibrida Bima3 DESKRIPSI VARIETAS JAGUNG HIBRIDA BIMA3 Tanggal dilepas : 7 Februari 2007 Asal : Silang tunggal antara galur murni Nei 9008 dengan galur murni Mr14.
Lebih terperinci