BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB. II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB. II TINJAUAN PUSTAKA Dasar Pembentukan Jagung Hibrida Kultivar hibrida mengandung makna bahwa biji (benih) yang dipergunakan untuk pertanaman produksi komersial adalah biji generasi F1, dan merupakan hasil persilangan genotipe-genotipe yang terpilih melalui seleksi. Kultivar hibrida dibentuk dengan memanfaatkan gejala heterosis atau vigor hibrida pada F1, yang akan digunakan sebagai tanaman produksi. Pada generasi lebih lanjut akan terjadi segregasi sehingga manfaat heterosis hilang. Dalam pemuliaan tanaman, tingkat keberhasilan seleksi sangat ditentukan oleh tersedianya variabilitas genetik bahan atau materi pemuliaan yang akan diseleksi. Hal tersebut erat kaitannya dengan cara menghasilkan materi pemuliaan. Tersedianya informasi tentang tingkat diversitas genetik dari materi plasma nutfah sangat diperlukan untuk identifikasi kandidat tetua persilangan yang potensial. Melalui persilangan tetua yang potensial dapat diharapkan adanya kisaran variabilitas genetik pada F2 yang luas, serta tingkat heterosis yang tinggi pada generasi F 1 (Daradjat et al., 1991). Dalam pembuatan inbrida (galur murni), ada lima kelompok sumber tetua yaitu kultivar komersial, galur-galur elit pemuliaan, galur-galur pemuliaan dengan satu atau beberapa karakter superior, spesies introduksi tanaman, dan kerabat-kerabat liar (Fehr, 1987). Dahlan dan Sugiyatni (1992) mengemukakan bahwa keberhasilan program hibrida tergantung dari bahan dasar galur-galur murni. Heterosis akan menjadi lebih efektif jika menggunakan sumber genetik yang berasal dari varietas bersari bebas. Tomes, (1998) mengemukakan bahwa cara yang produktif dalam observasi heterosis pada jagung hibrida adalah dengan memanfaatkan sumber genetik yang tersedia seperti kultivar bersari bebas atau jenis lokal. 8

2 Peranan Pola Heterosis dalam Pemuliaan Jagung Hibrida Kelompok dan pola heterotik merupakan dasar yang sangat penting dalam pemuliaan hibrida. Prinsip dasar dan sistematika yang mendukung identifikasi kelompok dan pola heterotik serta perluasan dasar genetik harus diberi perhatian khusus dengan menggunakan marka molekuler untuk pengelompokan plasma nutfah (Melchinger and Gumber, 1998). Melalui identifikasi kelompok dan pola heterotik maka penampilan hibrida rata-rata pada sejumlah besar persilangan dapat ditentukan dengan akurat melalui evaluasi di lapang dengan menggunakan ulangan, estimasi variasi genetik tetua atau populasi hibrida melalui percobaan lapang dari sejumlah besar generasi S1, half-sib, atau turunan (progeny) full-sib per populasi. Namun demikian, kegiatan tersebut sangat banyak memerlukan tenaga dan waktu. Sebagai alternatif, marka molekuler seperti RFLP, SSR, AFLP dapat dimanfaatkan, yang terbukti efektif di dalam mengukur diversitas genetik (genetic diversity) pada level DNA (Melchinger, 1993). Messmer et al. (1993) menyatakan bahwa di dalam pemuliaan jagung hibrida, informasi pedigree telah umum digunakan untuk mengelompokkan galur-galur harapan baru ke dalam kelompok heterotik yang sama sebagai turunan tetua jantan (progenitor) dan memilih tester yang tepat untuk pengujian kemampuan daya gabung umum (DGU). Oleh sebab itu berdasarkan asal-usul (coancestri) dengan dukungan marka molekuler akan mampu untuk mengukur rata-rata tingkat kekerabatan dan untuk identifikasi galurgalur yang sangat berkerabat. Romero-Severson et al. (2001) menambahkan bahwa polimorfisme yang memunculkan perbedaan di antara genotipe harus dihubungkan dengan identitas dari galur murni bersangkutan jika identitas merupakan faktor penentu. Fenomena munculnya heterosis yaitu bila dua individu homozigot yang berbeda disilangkan, maka keturunannya akan memperlihatkan gejala heterosis atau vigor hibrida (Poehlman dan Sleeper, 1995). Manifestasi heterosis biasanya tergantung pada perbedaan genetik dari dua tetua persilangan. Perbedaan genetik dari tetua dapat diduga dari pola heterosis yang secara nyata diketahui dari seri persilangan (Hallauer dan Miranda, 1988). Heterosis, secara mendasar tergantung pada pengaruh genetik dominan (Fehr, 1987; Falconer dan McCay, 1989). Oleh sebab itu memaksimalkan diversitas genetik di antara genotipe-genotipe galur murni, merupakan langkah utama dalam 9

3 program pemuliaan hibrida sehubungan dengan peningkatan heterosigositas yang maksimal untuk lokus over-dominan dan komplit-dominan pada turunan F1 (Melchinger dan Gumber, 1998). Telah diketahui bahwa refleksi morfologi bukan hanya merupakan konstitusi genetik dari kultivar tetapi juga hasil interaksi genotipe dan lingkungan. Melchinger et al. (1991) menambahkan bahwa klasifikasi materi persilangan jagung ke dalam kelompok heterosis yang didasarkan misalnya hanya pada tipe endosperm (flint vs dent) diakui tidak memuaskan karena variasi tipe endosperm hanya dikendalikan oleh satu gen saja. Konsep DGU dan daya gabung khusus (DGK) diperkenalkan oleh Sprague dan Tatum (1942) dan model matematikanya di set oleh Griffing (1956) dalam tulisan yang klasik yang berhubungan dengan persilangan dialel. Istilah kemampuan DGU untuk melihat penampilan rata-rata galur-galur dalam kombinasi hibrida, sedangkan istilah DGK untuk mengklarifikasi sejumlah kombinasi tertentu yang relatif lebih baik atau lebih jelek dari yang diperkirakan pada penampilan rata-rata dari galur-galur yang terlibat. Nilai dari setiap populasi tergantung pada potensi per se dan kemampuan daya gabung dalam persilangan (Vacaro et al., 2002). Pemanfaatan konsep ini untuk karakterisasi suatu inbrida dalam persilangan telah populer di antara pemulia jagung sejak beberapa dekade terakhir. Aplikasi marka molekuler Inbrida jagung mempunyai sejarah yang kompleks karena dibentuk dari varietas bersari bebas dan disilangkan pada sejumlah inbridanya sendiri. Kondisi ini yang menyebabkan sulitnya menempatkan inbrida ke dalam kelompok yang tepat berdasarkan pedigree dan hubungan kekerabatan genetiknya. Walaupun informasi pedigree dapat digunakan sebagai penuntun, namun seleksi dan penghanyutan genetik (genetic drift) selama proses silang dalam (inbreeding) dapat menyebabkan ketidak sesuaian di antara silsilah (pedigree) dan konstitusi genetiknya. Selain itu seringkali didapati informasi silsilah yang tidak komplit, kurang akurat dan saling bertentangan (Liu et al., 2003). 10

4 Data morfologi telah lama digunakan dalam perlindungan varietas tanaman, registrasi tanaman untuk deskripsi identifikasi, dan dalam membedakan kultivar-kultivar dan galur-galur yang mengacu pada Union Pour la Protection des Obtention Vegetales (UPOV). Namun karakter-karakter morfologi sering tidak menggambarkan hubungan genetik akibat interaksi lingkungan dan sejumlah kontrol genetik yang tidak diketahui (Smith dan Smith, 1989). Data biokimia yang diperoleh melalui pemisahan protein dengan menggunakan elektroforesis atau gas kromatografi merupakan pembeda genotipe yang superior karena secara nyata tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan dasar genetiknya secara umum dapat diketahui (Smith dan Smith, 1987). Informasi silsilah dan marka DNA telah banyak dimanfaatkan untuk memperkirakan hubungan genetik dari sejumlah kultivar pada beberapa tanaman (Cox et al., 1985; Murphy et al., 1986; van Beuningen dan Bush, 1997). Melchinger et al. (1991) mengestimasi jarak genetik pada sejumlah galur dengan menggunakan penanda molekuler RFLP dengan persamaan Roger Distance (RD) memperoleh diversitas genetik yang luas pada sejumlah galur-galur dari Iowa Shift Stalk Synthetic (BSSS), Reid Yellow Dent (RYD) dan Lancaster Sure Crop (LSC). Senior et al. (1998) mengemukakan hasil analisis gerombol yang mengelompokkan galur-galur murni yang diuji menjadi sembilan gerombol dan sesuai dengan kelompok heterotik utama atau jagung kelas komersial di Amerika Utara. Paterson et al. (1991) melaporkan bahwa marka genetik dapat meningkatkan kemampuan dalam mempelajari pengaruh gen secara individual. Dengan demikian lebih memungkinkan untuk menentukan fenomena yang manakah yang lebih berperan di dalam pemunculan heterosis, apakah dominan, over dominan atau gabungan dari keduanya. Menurut Karp dan Edward (1998), marka yang informatif merupakan elemen penting yang perlu dipertimbangkan dalam membandingkan metode yang berbeda, namun faktor-faktor lain seperti biaya, tingkat keterampilan yang dibutuhkan, tingkat ketelitian dan perbanyakan marka molekuler yang akan digunakan juga perlu dipertimbangkan. Jika marka berkorelasi secara positif dengan kemampuan daya gabung, maka marka ini dapat digunakan sebagai penyaring pertama yang dapat mengidentifikasi 11

5 maksimal 50% dari hasil pengujian lapangan dari progeni tersebut, sehingga hanya tanaman atau progeni tertentu yang disilangkan dengan tester. Namun, prosedur ini tidak akan mengurangi waktu yang digunakan untuk pengujian dan pengembangan hibrida potensial, walaupun dapat menurunkan jumlah materi yang diuji. Marka molekuler untuk analisis keragaman Ada tiga tipe utama marka genetik: (i) marka morfologi adalah ciri atau karakter fenotipik; (ii) marka biokimia, yang menyangkut varian alelik dari ensim yang disebut isozim; dan (iii) marka DNA (molekuler), yang menggambarkan letak variasi DNA (Tanksley and McCouch, 1997). Marka morfologi secara visual dikarakterisasi secara fenotipik seperti warna bunga, bentuk biji, tipe tumbuh atau pigmentasi. Marka isozim adalah marka yang dapat membedakan enzim yang dideteksi melalui elektroforesis dan merupakan penanda spesifik. Keterbatasan dari marka-marka biokimia dan morfologi terbatas dalam jumlah dan dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan atau fase perkembangan dari tanaman (Tanksley dan McCouch, 1997). Marka DNA adalah tipe yang paling luas mendominasi dalam kaitannya dengan jumlah. Marka tersebut berkembang dari perbedaan klas dalam mutasi DNA seperti mutasi titik (substitution), insersi atau delesi (rearrangement) atau kesalahan dalam replikasi dari DNA berulang secara tandem (Matsuoka et al., 2002). Tidak seperti marka morfologi dan biokimia, marka DNA pada kenyataannya selain tidak terbatas di dalam jumlah, juga tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan/atau fase perkembangan dari tanaman (Tanksley and McCouch, 1997). Terlepas dari penggunaan marka DNA di dalam konstruksi pemetaan terpaut, aplikasinya banyak terkait dengan pemuliaan tanaman seperti pendugaan tingkat keragaman genetik di dalam plasma nutfah (Warburton et al., 2002) dan identifikasi kultivar (Gethi et al., 2002). Sekarang ini, jumlah pengujian molekuler yang tersedia untuk studi keragaman tanaman meningkat secara dramatis, dimana masing-masing metode berbeda dalam prinsip, aplikasi, tipe dan jumlah polimorfisme yang terdeteksi, dan juga biaya dan waktu yang dibutuhkan (Tanksley and McCouch, 1997). Marka DNA secara luas dapat dibagi dalam tiga klas berdasarkan metode deteksi: (i) berbasis hibridisasi seperti RFLPs 12

6 (Restriction Fragment Length Polymorphisms) ; (ii) berbasis PCR (polymerase chain reaction) seperti AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism), RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA), SSR (Simple Sequence Repeats), dan (iii) berbasis sekuen DNA seperti SNPs (Single Nucleotide Polymorphisms) (Tanksley and McCouch, 1997). Keragaman genetik pada jagung Dengan munculnya metode molekuler untuk menduga variasi genetik, berbagai studi mengenai keragaman genetik dan hubungannya dengan galur-galur inbrida jagung, hibrida dan bersari bebas. Keragaman molekuler pada jagung telah diteliti untuk berbagai kepentingan. Mum dan Dudley (1994) telah berhasil mengidentifikasi kelompok heterotik utama dan subgrup dalam set yang terdiri atas 148 galur inbrida Amerika Serikat (A.S.), menggunakan 46 marka RFLP. Sebaliknya, Warburton et al. (2005) tidak menemukan gerombol yang jelas dalam set 218 galur inbrida yang bervariasi secara fenotipik yang dibentuk di CIMMYT. Mereka menyimpulkan bahwa alat bantu marka molekuler bermanfaat di dalam menyaring kelompok heterotik dan menyeleksi tester representatif yang akan digunakan di dalam program pemuliaan hibrida. Di Cina, Xia et al. (2004 a ) menunjukkan bahwa SSR dapat digunakan untuk menduga hubungan antara galur inbrida jagung, tetapi sukar untuk memprediksi heterosis dan penampilan hibrida. Berdasarkan analisis molekuler dengan menggunakan 83 marka SSR, Lu dan Bernardo (2001) menyimpulkan bahwa keragaman genetik sejumlah galur inbrida A.S. terbaru telah menurun pada level genetik tetapi tidak pada level populasi jika dibandingkan dengan galur-galur penting yang telah lama digunakan. George et al. (2004 a ) menduga keragaman genetik untuk penyakit bulai terhadap 102 galur inbrida Asia menggunakan 76 marka SSR dan menyimpulkan bahwa aktivitas pemuliaan jagung di Asia tidak menyebabkan penurunan keragaman genetik dalam skala besar pada daerah tertentu dimana aktivitas dilakukan. 13

7 Marka SSR berbasis PCR Single Sequence Repeats atau biasa disebut mikrosatelit merupakan unit pengulangan 1-6 pasang basa DNA dengan variasi yang tinggi (Gupta et al., 1996; Senior et al., 1998). Primer SSR dibentuk berdasarkan pada daerah pengapit konservatif (conserved flanking region) lokus SSR (Akkaya et al., 1992), yang bisa menghasilkan amplifikasi PCR (Polymerase Chain Reaction) pada lokus SSR tersebut. Hasil produk PCR dapat dielektroforesis yang dibedakan menurut jumlah unit pengulangan DNA dalam alel-alel SSR yang muncul dan menghasilkan polimorfisme yang tinggi antar spesies (Senior dan Heun, 1993; Taramino dan Tingey, 1996; Senior et al., 1998), dan yang lebih penting adalah antar individu-individu di dalam spesies dan populasi (Gupta et al., 1996; Chen et al., 1997). Marka SSR juga bersifat multialelik dan mudah diulangi, yang menjadikan marka SSR ini penggunaannya lebih menarik dalam mempelajari keragaman genetik di antara genotipe-genotipe yang berbeda (Senior et al., 1998). Ditambahkan bahwa teknik SSR sering menggunakan gel polyakrilamid karena lokus SSR mengandung dinucleotida yang berulang yang mengamplifikasi produk PCR pada kisaran 100 sampai 300 bp, dimana jika susunannya berbeda setiap 2 bp maka pada kisaran tersebut gel agarose tidak mampu digunakan. Gel polyacrylamide mempunyai resolusi yang lebih tinggi dari pada gel agarose menyebabkan gel tersebut mampu mendeteksi sejumlah besar alel per lokus (Macaulay et al., 2001). Kemudahan SSR dalam amplifikasi dan deteksi serta tingginya polimorfisme yang dihasilkan menyebabkan ideal untuk dipakai dalam studi dengan jumlah sampel yang banyak. Selain itu dalam teknik PCR metode SSR hanya menggunakan DNA dalam jumlah kecil dengan daerah amplifikasi yang kecil dari genom. SSR dapat diaplikasikan tanpa merusak bahan tanaman karena hanya sedikit yang digunakan dalam ekstraksi DNA atau dapat menggunakan bagian lain seperti biji atau pollen (Senior et al., 1996). Pada tanaman kedelai, marka SSR menghasilkan perkiraan heterosigositas yang paling tinggi, sedangkan marka AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism) menghasilkan rasio multipleks efektif paling tinggi (Powel et al., 1996 b ). Pejic et al. (1998) melaporkan bahwa apabila yang menjadi target utama adalah jumlah alel per 14

8 lokus, secara rata-rata marka SSR dapat menghasilkan informasi dua kali lebih tinggi dari AFLP dan RAPD, dan 40% lebih tinggi dari pada RFLP. Penggunaan marka molekuler pada tahap awal, khususnya SSR diketahui cukup mahal namun dengan bantuan marka tersebut maka seleksi genotipe berdasarkan hubungan kekerabatan dapat dilakukan dalam waktu yang relatif lebih cepat dan pemanfaatan sifat heterosis dapat dieksploitasi secara maksimal. Secara khusus DNA berdasarkan tingkat polimorfisme merupakan alat yang paling kuat dalam memperoleh similaritas genetik antara breeding stock (Lee, 1995). Senior et al. (1998) meneliti penggunaan marka SSR untuk menentukan hubungan kekerabatan genetik pada jagung dengan menggunakan sistem gel agarose. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan pola perbedaan genetik yang digambarkan oleh polimorfisme hasil SSR, konsisten dengan informasi pedigree. Macaulay et al. (2001) mengemukakan bahwa akan lebih baik jika data genetik yang dihasilkan menggunakan metode yang fleksibel, dengan breeding record yang sesuai dengan gabungan dari set data pada waktu yang berbeda serta laboratorium yang berbeda di seluruh dunia. Marka mikrosatelit merupakan tipe pengujian yang potensial dalam menghasilkan format set data seperti itu (Powel et al., 1996 a ). Warburton et al., (2002) menjadikan marka SSR sebagai marka pilihan untuk sidikjari (fingerprinting) dan keragaman genetik tanaman karena merupakan marka yang ideal dalam kaitannya dengan pewarisan ko-dominan, lokus spesifik, dan karakter multi alelik. Marka molekuler berbasis PCR seperti SSR dapat menganalisis dataset dalam jumlah besar dalam periode waktu yang relatif singkat (Rebourg et al., 2001). Dalam studi 33 galur murni jagung, SSR menghasilkan informasi dua kali lebih banyak dari pada AFLP dan RAPD, lebih besar 40% dibandingkan RFLP dalam kaitannya dengan jumlah alel per lokus (Pejic et al., 1998). Analisis Statistik untuk Data Molekuler Metode statistik dan multivariat secara luas digunakan untuk analisis pola genotipe DNA dalam studi keragaman tanaman. Khusus untuk analisis genotipe DNA dilakukan untuk kemiripan genetik atau matriks jarak genetik dalam jumlah yang lebih 15

9 besar dibandingkan pada matriks raw data multivariat. Pilihan yang tepat untuk mengukur jarak genetik merupakan komponen penting dalam analisis keragaman genetik sejumlah set genotipe. Untuk data marka molekuler dimana produk amplifikasi dapat diasumsikan dengan alel, sebagai seperti SSR dan RFLP, sehingga frekuensi alel dapat dihitung dan data tersebut akan digunakan dalam bentuk matriks data biner untuk analisis statistik. Untuk marka ko-dominan, dapat menggunakan koefisien simple matching (SM) (Sokal and Michener, 1958), koefisien Jaccard (1908), koefisien Nei dan Li (1979), dan jarak Rogers termodifikasi (Roger, 1972) umumnya digunakan untuk mengukur kemiripan genetik dimana data dalam bentuk binari (ada atau tidak ada). Koefisien simple matching adalah ratio jumlah yang matches (sesuai/sepadan) terhadap jumlah matches dan mismathes sedangkan koefisien Jaccard adalah rasio matches positif terhadap jumlah matches positip dan mismatches. Prasanna (2002, komunikasi pribadi) menyarankan untuk menggunakan koefisien Jaccard pada data yang mempunyai missing data. George et al. (2004 a ) menghitung kemiripan genetik sejumlah pair-wise comparisons galur inbrida jagung dalam kaitannya dengan resistensi penyakit bulai menggunakan koefisien SM dan Jaccard. Dalam studi galur murni jagung Brazilia, Oliveira et al. (2004) menemukan koefisien kemiripan Jaccard berkisar dari 0,345 sampai 0,891 dan menentukan hubungan genetik sejumlah pasangan inbrida menggunakan koefisien tersebut. Modifikasi jarak Roger telah digunakan dalam menentukan jarak genetik antara sejumlah galur inbrida jagung dataran rendah tropis (Xia et al., 2004 b ), dan galur inbrida serta populasi CIMMYT (Warburton et al., 2002). Estimasi jarak genetik Nei dan Li (1979) telah dikembangkan untuk analisis restriction site polimorphisms, dan pengestimasinya dihasilkan oleh Dice (1945) pada era pramolekuler. Barcaccia et al. (2003) menggunakan pengukuran jarak genetik Neis s unbiased untuk menghitung jarak antara populasi dari landrace jagung Itali yang disebut Nostrano I. Analisis gerombol, analisis komponen utama (PCA=Pricipal Component Analysis), Analisis koordinat utama (PCoA=Principal Coordinate Analysis) dan Multidimensional Scaling (MDS) adalah sejumlah metode multivariat yang umum digunakan untuk studi keragaman genetik. Alat statistik yang menonjol dan pertimbangan di dalam analisis kemiripan genetik pada tanaman dibahas oleh 16

10 Mohammadi dan Prasanna (2003). PCA dan PCoA juga digunakan untuk menunjukkan penyebaran posisi relatif dari materi yang diuji dalam dua atau tiga dimensi sehingga jarak geometrikal sejumlah materi yang diuji merefleksikan jarak genetik di antara materi tersebut dengan sedikit distorsi. Pengelompokan materi dalam plot sebaran akan menunjukkan set berdasarkan kemiripan genetik secara individu. George et al. (2004 b ) menggunakan PCoA untuk mendapatkan perbedaan visualisasi yang lebih baik pada resistensi penyakit bulai pada sejumlah set galur inbrida di Asia, sedangkan Warburton et al. (2005) menggunakan PCA pada set data yang dihasilkan dari analisis SSR dan RFLP. Xia et al. (2005) menggunakan PCoA terhadap set galur inbrida jagung di daerah subtropika, mid-altitude dan dataran tinggi berdasarkan data SSR. Analisis gerombol yang mengarah pada materi dalam grup yaitu genotipe yang berdasarkan pada karakteristik yang dimilikinya, dimana individu dengan diskripsi yang serupa/sama secara matematik dikumpulkan ke dalam gerombol yang sama. Metode geromboling biasanya digambarkan dalam bentuk diagram pohon atau dendrogram dimana gerombol dapat diidentifikasi secara visual (Mohammadi dan Prasanna, 2003). Analisis gerombol juga telah digunakan dalam studi variasi SSR pada galur-galur penting U.S (Gethi et al., 2002). Oliveira et al. (2004) menggunakan analisis gerombol dalam mengevaluasi hubungan antara galur inbrida tropika dari Brazil, tetapi tidak berhasil untuk membedakan dengan jelas galur-galur tersebut dalam kelompok. Tidak ada aturan statistik formal untuk menetapkan berapa marka genetik yang dibutuhkan untuk mengklasifikasi aksesi secara akurat, menjelaskan pola genetik atau mengestimasi jarak genetik atau fenogram secara akurat. Smith et al. (1991) menggunakan 200 marka RFLP yang menyebar pada seluruh genom jagung untuk sidikjari 11 galur inbrida. Mereka mengestimasi matriks jarak genetik dengan sampling lima sampai 200 marka RFLP dengan melakukan lima penambahan pada setiap tahap (mis. 5, 10, 15,...200). Mereka menyimpulkan bahwa akurasi sudah cukup dengan 100 atau lebih marka. Bernardo (1993) menyimpulkan bahwa 250 atau lebih lokus marka dibutuhkan untuk menghasilkan estimasi yang tepat untuk koefisien coancestry pada jagung. Jumlah marka genetik yang digunakan di dalam analisis kemungkinan bisa ditentukan oleh faktor-faktor nonstatistik. Hasil analisis mungkin merupakan satu kriteria yang digunakan untuk menyeleksi marka genetik untuk analisis ke depan. 17

11 Kemiripan genetik antara dua populasi dipengaruhi oleh jumlah dan karakteristik dari sampel marka genetik. Idealnya, marka genetik untuk tujuan perlindungan varietas dan untuk mengklasifikasi materi genetik yang belum diketahui, harus dengan marka polimorfisme tinggi dan menyebar secara merata pada genom. Korelasi Marka DNA dengan Informasi Fenotipik Penelitian mengenai hubungan antara marka-marka dan karakter-karakter yang bernilai ekonomi, penting dalam kaitannya dengan pemanfaatan marka molekuler sebagai alat bantu dalam pemuliaan. Perhatian utama dalam pogram pemuliaan jagung hibrida adalah mengidentifikasi galur-galur murni dimana dari hasil persilangannya akan diperoleh tingkat heterosis yang optimal (Lee et al., 1989). Estimasi kedekatan genetik antara tanaman bermanfaat di dalam studi evolusi populasi atau spesies dan dalam perencanaan persilangan untuk hibrida atau dalam pengembangan kultivar homozigous (Cox et al., 1985). Hubungan genetik dapat bermanfaat sebagai alat peramal dalam penampilan kombinasi genotipe untuk program pemuliaan sehingga dapat mengurangi biaya dan waktu yang dibutuhkan dalam pengujian hibrida. Eksploitasi secara komersial dari fenomena heterosis adalah salah satu kontribusi yang sangat penting dari pemanfaatan hubungan genetik dalam pemuliaan tanaman di abad ini (Barbosa-Neto et al., 1996). Estimasi jarak genetik sejumlah galur murni jagung yang dilakukan oleh Lee et al. (1989) berdasarkan MRD (Modified Rogers Distance) menunjukkan bahwa hasil (ton/ha) dan kemampuan daya gabung khusus (DGK) mempunyai korelasi yang nyata dengan MRD pada enam dari 10 peta kromosom jagung. Oleh sebab itu, gerombolisasi galur-galur jagung ke dalam kelompok heterosis sebelum pengujian di lapangan akan memungkinkan bagi peneliti pemulia untuk mengurangi biaya karena dapat menghindari terjadinya persilangan di dalam kelompok heterosis. Pinto et al. (2003) mengamati pengaruh seleksi berulang berbalasan (recurrent resiprokal) pada struktur genetik populasi jagung tropik pada lokus mikrosatelit, menemukan adanya reduksi jumlah alel setelah seleksi yang sejalan dengan terjadinya perubahan di dalam frekuensi alel. 18

12 Riday et al. (2003) membandingkan antara nilai jarak genetik dengan morfologi dan heterosis pada Medicago sativa sub sp. sativa dan subsp. Falcata, menemukan bahwa jarak genetik berdasarkan AFLP tidak berkorelasi dengan hasil daya gabung khusus (DGK) namun sebaliknya matriks jarak berdasarkan morfologi terhadap 17 karakter agronomik dan karakter kualitatif mempunyai korelasi yang nyata dengan heterosis. Salah satu aplikasi yang penting dari marka DNA adalah memprediksi heterosis pada hibrida. Evaluasi hibrida untuk heterosis dan nilai daya gabung di lapang mahal dan boros waktu (Sant et al., 1999). Parameter-parameter lain seperti informasi pedigree, karakter kualitatif dan kuantitatif (Smith et al., 1990; Wang et al., 1992) dan data biokimia (Leonardi et al., 1991) telah digunakan untuk studi heterosis. Marka DNA juga telah digunakan secara ekstensif untuk korelasi keragaman genetik dan heterosis pada jagung (Smith et al., 1990; Ajmone Marshan et al., 1998; Parentoni et al., 2001), pada padi (Xiao et al., 1996; Zhang et al., 1994; Zhao et al., 1999), oat (Mosser dan Lee, 1994; O Donoughue et al., 1994), barley (Melchinger et al., 1990) dan cheakpea (Sant et al., 1999). Pemuliaan tanaman secara sederhana terdiri atas (a) meningkatkan variasi genetik melalui rekombinasi dan (b) seleksi untuk mengidentifikasi rekombinan superior untuk kemajuan di dalam program pemuliaan. Semua metode pemuliaan mengandung kedua tahap tersebut. Protokol yang digunakan pada masing-masing tahapan kompleks dengan dengan metode pemuliaan yang berbeda sesuai tujuan pemuliaan, dan materi genetik yang digunakan (Hallauer, 1990; Fehr, 1987). Sampai sekarang pada umumnya metodologi pemuliaan tanaman masih membutuhkan proses panjang lima sampai 10 tahun untuk mendapatkan kultivar baru atau hibrida sampai di pasaran. Perbaikan masih diperlukan, dan tawaran marka molekuler adalah salah satu terobosan yang dapat dimanfaatkan. 19

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung merupakan komoditas penting kedua dalam ekonomi tanaman pangan di Indonesia setelah padi/beras. Akan tetapi dengan berkembang pesatnya industri peternakan, dimana

Lebih terperinci

BAB. IV. Simulasi Analisis Marka Mikrosatelit Untuk Penduga Heterosis Pada Populasi Inbrida

BAB. IV. Simulasi Analisis Marka Mikrosatelit Untuk Penduga Heterosis Pada Populasi Inbrida BAB. IV Simulasi Analisis Marka Mikrosatelit Untuk Penduga Heterosis Pada Populasi Inbrida ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan paket marka SSR (Single Sequence Repeats) yang efektif dalam

Lebih terperinci

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan PEMBAHASAN UMUM Penggabungan karakter resisten terhadap penyakit bulai dan karakter yang mengendalikan peningkatan lisin dan triptofan pada jagung merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman

I. PENDAHULUAN. Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jenis kelamin menjadi salah satu studi genetik yang menarik pada tanaman dioecious. Jenis kelamin betina menjamin keberlangsungan hidup suatu individu, dan juga penting

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida 6 TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida Jagung (Zea mays L., 2n = 20) merupakan tanaman berumah satu (monoceous) dan tergolong ke dalam tanaman menyerbuk silang. Penyerbukannya terjadi secara acak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Varietas unggul padi telah tersebar di seluruh dunia untuk dijadikan bibit yang digunakan oleh para petani. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan lebih dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Varietas Jagung Hibrida

TINJAUAN PUSTAKA Varietas Jagung Hibrida 6 TINJAUAN PUSTAKA Varietas Jagung Hibrida Varietas atau kultivar adalah sekelompok individu tanaman yang dapat dibedakan berdasarkan sifat morfologi, fisiologis, atau sifat lainnya apabila diproduksi

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA Genetika Jagung Manis (Sweet Corn) Jagung manis (Zea mays L. var. saccharata) merupakan salah satu sayurmayur yang populer di negara-negara maju seperti Amerika, Brasil, Prancis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida Kegiatan pemuliaan diawali dengan ketersediaan sumberdaya genetik yang beragam. Keanekaragaman plasma nutfah tanaman jagung merupakan aset penting sebagai sumber

Lebih terperinci

Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o2 untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai

Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o2 untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai Penelitian III: Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o untuk Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai Pendahuluan Penyakit bulai merupakan salah satu penyakit utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan Cyprinid salah satu yang populer diantaranya adalah ikan mas atau common carp (Cyprinus carpio) merupakan ikan air tawar yang bernilai ekonomis penting dan cukup

Lebih terperinci

BAB VII PEMBAHASAN UMUM

BAB VII PEMBAHASAN UMUM BAB VII PEMBAHASAN UMUM Kajian tentang potensi jarak pagar sebagai penghasil bahan bakar nabati telah banyak dilakukan. Sebagai penghasil bahan bakar nabati, secara teknis banyak nilai positif yang dimiliki

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN Darda Efendi, Ph.D Nurul Khumaida, Ph.D Sintho W. Ardie, Ph.D Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB 2013 Marka = tanda Marka (marka biologi) adalah sesuatu/penanda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas

PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditas unggulan nasional karena kontribusinya yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Saat ini, Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

I. PEMBAHASAN. Hasil Uji Kuantitatif dan Kualitatif DNA. menggunakan teknik elektroforesis gel agarosa konsentrasi 1% pada tangki berisi

I. PEMBAHASAN. Hasil Uji Kuantitatif dan Kualitatif DNA. menggunakan teknik elektroforesis gel agarosa konsentrasi 1% pada tangki berisi I. PEMBAHASAN A. Hasil Uji Kuantitatif dan Kualitatif DNA Uji kualitatif dilakukan dengan dipilih secara acak sebanyak 14 sampel dari 27 sampel yang digunakan karena dianggap mewakili keseluruhan sampel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

Lebih terperinci

Pokok Bahasan: Pemuliaan untuk Tanaman Menyerbuk Sendiri. Arya Widura R., SP., MSI PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi

Pokok Bahasan: Pemuliaan untuk Tanaman Menyerbuk Sendiri. Arya Widura R., SP., MSI PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi 5 Pokok Bahasan: Pemuliaan untuk Tanaman Menyerbuk Sendiri Arya Widura R., SP., MSI PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi 1. Tanaman menyerbuk sendiri 2. Dasar genetik Pemuliaan Tanaman Menyerbuk Sendiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan serealia utama penghasil beras yang dikonsumsi sebagai makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan serealia utama penghasil beras yang dikonsumsi sebagai makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan serealia utama penghasil beras yang dikonsumsi sebagai makanan pokok oleh sebagian besar penduduk. Sekitar 95% padi diproduksi di Asia (Battacharjee et al.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas merupakan salah satu ikan dengan penyebaran dan domestikasi terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia dan dari lokai

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD Herdiyana Fitriani Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) merupakan komoditas pangan kedua setelah padi di Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan sebagai pakan ternak.

Lebih terperinci

2014 STUDI KEKERABATAN FENETIK BEBERAPA JENIS TANAMAN SAWO

2014 STUDI KEKERABATAN FENETIK BEBERAPA JENIS TANAMAN SAWO BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negeri khatulistiwa yang terdiri dari bentangan luas lautan dan sekitar 13.000 pulau-pulau yang berjajar dari ujung Sabang sampai Merauke. Iklim

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Padi Inbrida di Indonesia Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama (F1) dari persilangan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan terpenting yang memiliki peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia, mengingat komoditas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Amplifikasi silang jenis Mindi Amplifikasi DNA merupakan proses penggandaan DNA dimana basa penyusun DNA direplikasi dengan bantuan primer. Primer merupakan potongan rantai

Lebih terperinci

karakter yang akan diperbaiki. Efektivitas suatu karakter untuk dijadikan karakter seleksi tidak langsung ditunjukkan oleh nilai respon terkorelasi

karakter yang akan diperbaiki. Efektivitas suatu karakter untuk dijadikan karakter seleksi tidak langsung ditunjukkan oleh nilai respon terkorelasi 87 PEMBAHASAN UMUM Pemanfaatan lahan yang ada di bawah tegakan tanaman perkebunan dapat memperluas areal tanam kedelai sehingga memacu peningkatan produksi kedelai nasional. Kendala yang dihadapi dalam

Lebih terperinci

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau terancam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn. f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan diminati oleh banyak orang, baik dalam maupun luar negeri.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 Kromosom Meiosis Dan Mitosis Biokimia Sifat Keturunan Apakah Gen Itu? Regulasi Gen Mutasi Gen, Alel, dan Lokus Pewarisan Sederhana atau Mendel Keterpautan (Linkage) Inaktivasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki kawasan hutan tropika basah dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi di dunia. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Maskoki memiliki keindahan dan daya tarik tersendiri karena bentuk dan ukuran tubuhnya serta keindahan pada variasi warna dan corak yang beragam (Perkasa & Abdullah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di Indonesia, dan memegang peranan penting diantaranya iklim, tenaga kerja, dan kesediaan lahan yang masih cukup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu bahan pangan penting di Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat dominan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi yang baik semakin meningkat, baik kecukupan protein hewani

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR UMUM. PENGGUNAAN PENANDA MOLEKULER UNTUK MENDUGA PENAMPILAN F1 JAGUNG (Zea mays) HIBRIDA SILANG TUNGGAL

MAKALAH SEMINAR UMUM. PENGGUNAAN PENANDA MOLEKULER UNTUK MENDUGA PENAMPILAN F1 JAGUNG (Zea mays) HIBRIDA SILANG TUNGGAL MAKALAH SEMINAR UMUM PENGGUNAAN PENANDA MOLEKULER UNTUK MENDUGA PENAMPILAN F1 JAGUNG (Zea mays) HIBRIDA SILANG TUNGGAL Nama NIM Dosen Pembimbing : Rizqi Fadillah Romadhona : 09/288913/PN/11879 : Dr. Panjisakti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi tinggi sebagai sumber protein nabati dengan harga terjangkau. Di Indonesia, kedelai banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai ekonomi untuk budidaya sapi pedaging. Sapi Pesisir dan sapi Simmental merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil protein dan lemak nabati yang cukup penting untuk memenuhi nutrisi tubuh manusia. Bagi industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman.

I. PENDAHULUAN. Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman. Pemuliaan tanaman berkaitan erat dengan proses seleksi. Seleksi hanya dapat dilakukan dengan

Lebih terperinci

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan strategis ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Sejalan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAB. V. Introgresi Gen Resesif Mutan opaque-2 ke dalam Galur Jagung Pulut (waxy corn) Memanfaatkan Alat Bantu Marker Assisted Selection (MAS) ABSTRAK

BAB. V. Introgresi Gen Resesif Mutan opaque-2 ke dalam Galur Jagung Pulut (waxy corn) Memanfaatkan Alat Bantu Marker Assisted Selection (MAS) ABSTRAK BAB. V Introgresi Gen Resesif Mutan opaque-2 ke dalam Galur Jagung Pulut (waxy corn) Memanfaatkan Alat Bantu Marker Assisted Selection (MAS) ABSTRAK Pemanfaatan marka molekuler sebagai alat bantu seleksi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Polimorfisme RAPD dan Mikrosatelit Penelitian ini menggunakan primer dari Operon Technology, dimana dari 10 primer acak yang diseleksi, primer yang menghasilkan pita amplifikasi yang

Lebih terperinci

METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI

METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI Metode Pemuliaan Introduksi Seleksi Hibridisasi penanganan generasi bersegregasi dengan Metode silsilah (pedigree) Metode curah (bulk) Metode silang balik (back

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (Makmur,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun seleksi tidak langsung melalui karakter sekunder. Salah satu syarat

II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun seleksi tidak langsung melalui karakter sekunder. Salah satu syarat 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seleksi Perbaikan hasil dan kualitas hasil melalui pemuliaan tanaman dapat dilakukan dengan cara seleksi, baik seleksi langsung terhadap karakter yang bersangkutan maupun seleksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fauna (CITES), P. pruatjan masuk ke dalam daftar Appendix I yang dinyatakan

I. PENDAHULUAN. Fauna (CITES), P. pruatjan masuk ke dalam daftar Appendix I yang dinyatakan I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pimpinella pruatjan Molkenb. (Apiaceae) atau yang dikenal dengan nama purwoceng. P. pruatjan sebagai tanaman herba komersial berkhasiat obat yaitu sebagai afrodisiak, diuretik

Lebih terperinci

Tanaman Penyerbuk Silang CROSS POLLINATED CROPS METODE PEMULIAAN TANAMAN

Tanaman Penyerbuk Silang CROSS POLLINATED CROPS METODE PEMULIAAN TANAMAN Tanaman Penyerbuk Silang CROSS POLLINATED CROPS METODE PEMULIAAN TANAMAN Dasar Genetik Tanaman Penyerbuk Silang Heterosigot dan heterogenous Satu individu dan individu lainnya genetis berbeda Keragaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu komoditas pangan penting setelah padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. Sebagai sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian tersebar ke daerah Mancuria, Korea, Jepang, Rusia,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Padi (Oryza sativa L.) Padi merupakan tanaman pangan penting yang menyediakan bahan pangan pokok, dan 35-60% kalorinya dikonsumsi lebih dari 2,7 milyar penduduk dunia.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum telah dilakukan secara turun temurun meskipun dalam jumlah kecil skala rumah tangga, namun usaha tersebut telah

Lebih terperinci

homozigot lebih banyak didapatkan pada tanaman BC2F2 persilangan Situ Bagendit x NIL-C443 dan Batur x NIL-C443 dibandingkan dengan Situ Bagendit x

homozigot lebih banyak didapatkan pada tanaman BC2F2 persilangan Situ Bagendit x NIL-C443 dan Batur x NIL-C443 dibandingkan dengan Situ Bagendit x 144 PEMBAHASAN UMUM Penelitian introgresi segmen Pup1 ke dalam tetua Situ Bagendit dan Batur ini memiliki keunikan tersendiri. Kasalath dan NIL-C443 yang sebagai tetua sumber segmen Pup1 memiliki karakteristik

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HASIL GALUR JAGUNG DR UNPAD MELALUI ANALISIS DIALEL

ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HASIL GALUR JAGUNG DR UNPAD MELALUI ANALISIS DIALEL ANALISIS DAYA GABUNG DAN HETEROSIS HASIL GALUR JAGUNG DR UNPAD MELALUI ANALISIS DIALEL D. Ruswandi, M. Saraswati, T. Herawati, A. Wahyudin, dan N. Istifadah Lab. Pemuliaan Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian,

Lebih terperinci

BAB VIII PEMBAHASAN UMUM

BAB VIII PEMBAHASAN UMUM BAB VIII PEMBAHASAN UMUM Pengembangan tanaman pisang di Indonesia masih terus berlangsung walaupun menghadapi beberapa kendala baik kendala teknis maupun non teknis. Kendala non teknis berupa makin berkurangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mangga merupakan salah satu buah tropis unggulan. Luas panen dan

BAB I PENDAHULUAN. Mangga merupakan salah satu buah tropis unggulan. Luas panen dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mangga merupakan salah satu buah tropis unggulan. Luas panen dan produksi mangga Indonesia menempati posisi kedua setelah pisang. Pada tahun 2005, volume ekspor mangga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Secara umum kerabat durian (Durio spp.) merupakan tanaman buah yang memiliki nilai ekonomi tinggi di Indonesia. Jangkauan pasarnya sangat luas dan beragam mulai dari pasar

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau PENGANTAR Latar Belakang Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau Wild Mallard). Proses penjinakan telah terjadi berabad-abad yang lalu dan di Asia Tenggara merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata [Sturt.] Bailey) merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata [Sturt.] Bailey) merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung manis (Zea mays saccharata [Sturt.] Bailey) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi karena banyak disukai oleh masyarakat.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae, ordo Solanes, famili Solanaceae, dan genus Capsicum. Tanaman ini berasal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal Keanekaragaman ternak sapi di Indonesia terbentuk dari sumber daya genetik ternak asli dan impor. Impor ternak sapi Ongole (Bos indicus) atau Zebu yang

Lebih terperinci

Karakterisasi Kemiripan Genetik Koleksi Inbrida Jagung Berdasarkan Marka Mikrosatelit

Karakterisasi Kemiripan Genetik Koleksi Inbrida Jagung Berdasarkan Marka Mikrosatelit Jurnal AgroBiogen 2(2):45-51 Karakterisasi Kemiripan Genetik Koleksi Inbrida Jagung Berdasarkan Marka Mikrosatelit Marcia B. Pabendon 1, M. Dahlan 1, Sutrisno 2, dan M.L.C. George 3 1 Balai Penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) tersebar luas di Daratan Asia Tenggara, Lempeng Sunda, Kepulauan Filipina, dan daerah Wallacea Selatan. Monyet ekor panjang di Indonesia

Lebih terperinci

Wereng batang coklat (WBC)

Wereng batang coklat (WBC) Wereng batang coklat (WBC) Penusuk pengisap batang padi (& rumput Leersia hexandra) Menularkan 2 penyakit oleh virus Dimorfisme sayap Kromosom diploid=30 (28 autosom, XY dan XX) Ukuran genom: 1,2 Gbp Grassy

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Klasifikasi Jagung Manis Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dengan letak bunga jantan terpisah dari bunga betina pada

Lebih terperinci

DAYA WARIS DAN HARAPAN KEMAJUAN SELEKSI KARAKTER AGRONOMI KEDELAI GENERASI F 2

DAYA WARIS DAN HARAPAN KEMAJUAN SELEKSI KARAKTER AGRONOMI KEDELAI GENERASI F 2 J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 20 Jurnal Agrotek Tropika 1(1):20-24, 2013 Vol. 1, No. 1: 20 24, Januari 2013 DAYA WARIS DAN HARAPAN KEMAJUAN SELEKSI KARAKTER AGRONOMI KEDELAI GENERASI F 2 HASIL PERSILANGAN

Lebih terperinci

SCREENING GALUR TETUA JAGUNG (Zea mays L.) MUTAN GENERASI M4 BERDASARKAN ANALISIS TOPCROSS DI ARJASARI, JAWA BARAT

SCREENING GALUR TETUA JAGUNG (Zea mays L.) MUTAN GENERASI M4 BERDASARKAN ANALISIS TOPCROSS DI ARJASARI, JAWA BARAT SCREENING GALUR TETUA JAGUNG (Zea mays L.) MUTAN GENERASI M4 BERDASARKAN ANALISIS TOPCROSS DI ARJASARI, JAWA BARAT Screening of Parental Lines of Maize (Zea mays) mutant M4 Generation based on Analysis

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. kemakmuran rakyat. Paradigma ini makin menyadarkan para. pemangku kepentingan bahwa produk hasil hutan bukan kayu (HHBK)

BAB 1. PENDAHULUAN. kemakmuran rakyat. Paradigma ini makin menyadarkan para. pemangku kepentingan bahwa produk hasil hutan bukan kayu (HHBK) 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Paradigma baru sektor kehutanan memandang hutan sebagai sistem sumberdaya yang bersifat multi fungsi, multi guna dan memuat multi kepentingan serta pemanfaatannya

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. 6. Warna buah Buah masak fisiologis berwarna kuning (Sumber : diolah dari berbagai sumber dalam Halawane et al.

II. TELAAH PUSTAKA. 6. Warna buah Buah masak fisiologis berwarna kuning (Sumber : diolah dari berbagai sumber dalam Halawane et al. 4 II. TELAAH PUSTAKA Jabon (Neolamarckia sp.) merupakan tanaman yang tumbuh di daerah beriklim muson tropika seperti Indonesia, Malaysia, Vietnam dan Filipina. Jabon juga ditemukan tumbuh di Sri Lanka,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) merupakan salah satu tanaman buah tropika penting ketiga setelah pisang dan mangga, yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan mempunyai kandungan

Lebih terperinci

PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi

PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi PENDAHULUAN Seleksi merupakan salah satu kegiatan utama dalam pemuliaan tanaman.

Lebih terperinci

PENDUGAAN KOMPONEN GENETIK, DAYA GABUNG, DAN SEGREGASI BIJI PADA JAGUNG MANIS KUNING KISUT

PENDUGAAN KOMPONEN GENETIK, DAYA GABUNG, DAN SEGREGASI BIJI PADA JAGUNG MANIS KUNING KISUT J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 Yunita et al.: Pendugaan Komponen Genetik, Daya Gabung, dan Segregesi Biji 25 Vol. 1, No. 1: 25 31, Januari 2013 PENDUGAAN KOMPONEN GENETIK, DAYA GABUNG, DAN SEGREGASI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Efisiensi Keberhasilan Hibridisasi Buatan Keberhasilan suatu hibridisasi buatan dapat dilihat satu minggu setelah dilakukan penyerbukan. Pada hibridisasi buatan kacang tanah,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuna mata besar (Thunnus obesus) atau lebih dikenal dengan bigeye tuna adalah salah satu anggota Famili Scombridae dan merupakan salah satu komoditi ekspor perikanan tuna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Pertumbuhan Turunan Hibrid Huna Pertumbuhan bobot tubuh turunan hibrid antara huna capitmerah dengan huna biru sampai umur 4 bulan relatif sama, pada umur 5 bulan mulai tumbuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki banyak bangsa sapi dan hewan-hewan lainnya. Salah satu jenis sapi yang terdapat di Indonesia adalah

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT BAB I

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRACT BAB I DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT...

Lebih terperinci

Penelitian I: Pendugaan Ragam dan Model Genetik Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai pada Jagung Pendahuluan

Penelitian I: Pendugaan Ragam dan Model Genetik Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai pada Jagung Pendahuluan Penelitian I: Pendugaan Ragam dan Model Genetik Karakter Ketahanan terhadap Penyakit Bulai pada Jagung Pendahuluan Kendala biotis yang paling sering terjadi dalam budidaya jagung di Indonesia adalah penyakit

Lebih terperinci

Oleh MARCIA BUNGA PABENDON

Oleh MARCIA BUNGA PABENDON ANALISIS KORELASI POLA HETEROTIK INBRIDA BERBASIS MARKA MIKROSATELIT DALAM MENDUGA PENAMPILAN FENOTIPIK HASIL SILANG UJI DAN SILANG DIALEL HIBRIDA JAGUNG Oleh MARCIA BUNGA PABENDON SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein nabati yang penting mengingat kualitas asam aminonya yang tinggi, seimbang dan

Lebih terperinci

Nurul Qalby *, Juhriah a, A. Masniawati a, Sri Suhadiyah a. Universitas Hasanuddin, Makassar

Nurul Qalby *, Juhriah a, A. Masniawati a, Sri Suhadiyah a. Universitas Hasanuddin, Makassar KARAKTERISASI DAN KEKERABATAN JAGUNG LOKAL BIRALLE BAKKA DIDI ASAL TAKALAR SULAWESI SELATAN DAN JAGUNG KAROTENOID SYN 3 ASAL CIMMYT BERDASARKAN MARKA MOLEKULER SIMPLE SEQUENCE REPEAT (SSR) Characterization

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Hasil Karakterisasi Marka SSR Saat ini marka SSR (penanda mikrosatelit) telah digunakan secara luas dalam analisis yang berbasis molekuler. Marka tersebut merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unggul yang telah dihasilkan dibagi menjadi empat generasi, yaitu: Generasi-1 ( ) : Seedling selected

BAB I PENDAHULUAN. unggul yang telah dihasilkan dibagi menjadi empat generasi, yaitu: Generasi-1 ( ) : Seedling selected 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian di Indonesia salah satunya dihasilkan dari pengembangan perkebunan karet. Fungsi dari perkebunan karet tidak hanya sebagai sumber devisa, sumber bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki 3 pasang sungut peraba (barbel) pada sisi kanan dan kiri anterior kepala, tidak memiliki sisik, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit Amplifikasi DNA mikrosatelit pada sapi Katingan dianalisis menggunakan tiga primer yaitu ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013. Ketiga primer tersebut dapat mengamplifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara tropis dan diketahui memiliki level

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara tropis dan diketahui memiliki level BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis dan diketahui memiliki level biodiversitas tinggi. Tingginya level biodiversitas tersebut ditunjukkan dengan tingginya keanekaragaman

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Profil RAPD Keanekaragaman profil RAPD meliputi jumlah fragmen dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan tiga primer (OPA-2, OPC- 2, dan OPC-5)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki nilai gizi yang sangat tinggi terutama proteinnya (35-38%) hampir mendekati protein

Lebih terperinci