BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Formation. Marcia menyatakan bahwa pembentukan identitas diri dapat digambarkan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Formation. Marcia menyatakan bahwa pembentukan identitas diri dapat digambarkan"

Transkripsi

1 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Formation 1. Pengertian Identity Formation Marcia (1993) menyatakan bahwa identity formation atau pembentukan identitas diri merupakan: Identity formation involves a synthesis of childhood skills, beliefs, and identification into a more or less coherent, unique whole that provides the young adult with both a sense of continuity with the past and a direction for the future (Marcia, 1993) Marcia menyatakan bahwa pembentukan identitas diri dapat digambarkan melalui status identitas berdasarkan ada tidaknya eksplorasi (krisis) dan komitmen. Erickson 1989 (dalam Santrock, 2003) juga menyebutkan, bahwa pembentukan identitas diri juga memerlukan dua elemen penting, yaitu eksplorasi (krisis) dan komitmen. Istilah eksplorasi menunjuk pada suatu masa dimana seseorang berusa menjelajahi berbagai alternatif tertentu dan memberikan perhatian yang besar terhadap keyakinan dan nilai-nilai yang diperlukan dalam pemilihan alternatif tersebut. Sedangkan komitmen menunjuk pada usaha membuat keputusan mengenai pekerjaan atau ideologi, serta menentukan berbagai strategi untuk merealisasikan keputusan tersebut. 10

2 11 Berdasarkan definisi diatas maka definisi operasional identity formation merupakan suatu proses pengkombinasian pengalaman, kepercayaan, dan identifikasi yang dimiliki pada masa kanak-kanak kepada kesatuan yang unik dan akan semakin lebih atau tidak koheren, yang akan memberikan para dewasa awal baik perasaan keterkaitan dengan masa lalu maupun arah bagi masa yang akan datang. Hal ini berarti bahwa dalam pembentukan identitas diri terdapat aspek-aspek masa kanakkanak seperti pengalaman, kepercayaan dan identifikasi yang menjadi dasar terbentuknya identitas pada masa dewasa awal yang akan memberikan arah untuk masa depan dan menjadi sebuah benang pengait dengan masa lalu. 2. Dimensi Identity Formation a. Eksplorasi Eksplorasi yang juga dikenal dengan istilah krisis adalah suatu periode dimana adanya keinginan untuk berusaha mencari tahu, menyelidiki berbagai pilihan yang ada dan aktif bertanya secara serius, untuk mencapai sebuah keputusan tentang tujuan-tujuan yang akan dicapai, nilai-nilai, dan keyakinankeyakinan. Dimensi eksplorasi (krisis) ialah (Marcia, 1993): 1) Sudah melalui eksplorasi (past crisis) Seseorang dikatakan berada pada tahap eksplorasi di masa lalu ( past crisis) ketika periode dimana pemikiran aktif terhadap sejumlah variasi dari aspek-aspek identitas yang potensial sudah berlalu sekarang. Individu mampu menyelesaikan krisis dan memiliki pandangan yang pasti tentang

3 12 masa depan atau tugas tersebut ditunda tanpa mencapai adanya sebuah kesimpulan yang bermakna. 2) Sedang dalam eksplorasi (in crisis) Seseorang dikatakan sedang berada pada tahap eksplorasi ketika seseorang sedang berusaha untuk mencari tahu dan menjajagi pertanyaanpertanyaan mengenai identitas dan sedang berjuang untuk membuat keputusan hidup yang penting. 3) Tidak adanya eksplorasi (absence of crisis) Seseorang dikatakan tidak mengalami eksplorasi ketika seseorang tidak pernah merasa penting untuk melakukan eksplorasi pada berbagai alternatif identitas tentang tujuan yang ingin dicapai, nilai ataupun kepercayaan seseorang. b. Komitmen Komitmen adalah suatu periode dimana adanya pembuatan pilihan yang relatif tetap mengenai aspek-aspek identitas seseorang dan terlibat dalam aktivitas yang secara signifikan mengarahkan kepada perwujudan pilihan yang sudah diambil. Dimensi komitmen ialah (Marcia, 1993): 1) Seseorang dikatakan memiliki komitmen ketika aspek identitas yang dimiliki individu berguna untuk mengarahkan perilaku di masa depan dan tidak adanya perubahan yang besar pada aspek tersebut.

4 13 2) Tidak adanya komitmen ditunjukkan dengan keragu-raguan yang dialami seseorang, tindakan yang terus berubah-ubah, tidak terarah, dan membentuk komitmen personal pada saat ini bukanlah suatu hal yang penting. 3. Tipe Status Identitas Marcia menemkan empat tipe status identitas yaitu (Papalia, D.E., Olda, S.W., Feldman, R.D., 2004): 1. Identity Achievement ( Krisis Yang Mengarah Kepada Komitmen) Seseorang yang berada dalam status identity achievement telah mengalami sebuah moratorium psikologis, telah menyelesaikan krisis identitas mereka dengan secara berhati-hati mengevaluasi sejumlah alternatif dan pilihan, dan telah menyimpulkan dan memutuskan sendiri setiap pilihan yang akan dilakukan. 2. Foreclosure ( Komitmen Tanpa Krisis) Seseorang yang berada dalam status identity foreclosure tidak mengalami periode eksplorasi (krisis) tapi mereka telah membuat sejumlah komitmen pada aspek-aspek identitas seperti pekerjaan dan ideologi yang bukan berasal dari pencarian mereka sendiri tapi sudah disiapkan oleh orang disekitar mereka, khususnya orang tua. Mereka menjadi seseorang yang diinginkan oleh orang lain, tanpa benar-benar memutuskan untuk diri mereka sendiri. 3. Moratorium ( Krisis Tanpa Komitmen) Seseorang yang berada dalam status identity moratorium sudah ataupun sedang mengalami masa eksplorasi (krisis) terhadap alternatif -alternatif pilihan namun belum membuat komitmen pada aspek identitas. Beberapa orang yang

5 14 berada dalam status moratorium mengalami krisis yang berkelanjutan, sehingga mereka mengalami kebingungan, tidak stabil, dan tidak puas. Individu dengan status moratorium juga menghindari berhadapan dengan masalah, dan mereka memiliki kecenderungan untuk menunda sampai situasi memaksa sebuah tindakan harus dilakukan. 4. Identity Diffuction ( Tidak Ada Komitmen, Tidak Ada Krisis) Seseorang yang berada dalam status identity diffused tidak mengalami sebuah periode eksplorasi (krisis), dan mereka juga tidak membuat komitmen pada aspek pekerjaan, agama, filosofi politik, peran gender, ataupun memiliki standar personal dalam berperilaku. Mereka tidak mengalami sebuah krisis identitas dalam salah satu atau semua aspek yang telah disebutkan diatas, dan mereka juga tidak melewati proses mengevaluasi, mencari, ataupun mempertimbangkan alternatif-alternatif. Tabel 1. Status Identitas Marcia Achievement Moratorium Foreclosure Diffusion Eksplorasi Ada Dalam proses Tidak ada Ada atau (krisis) tidak ada Komitmen Ada Ada tapi tidak jelas Ada Tidak ada 4. Faktor-Faktor Identity Formation. Fuhrmann (1990), mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan identitas diri:

6 15 a. Pola asuh Pola asuh orang tua mempunyai pengaruh penting dalam pembentukan identitas diri remaja b. Homogenitas lingkungan Seseorang cenderung memperoleh identitas yang foreclosure pada lingkungan yang homogen karena tidak mengalami krisis dan memperoleh komitmen dari nilai-nilai orang tua dengan mudah. Sebaliknya, pada lingkungan yang heterogen, individu diharapkan pada banyak pilihan sehingga sering mengalami krisis dan dipaksa untuk menentukan suatu pilihan tertentu. c. Model untuk identifikasi Anak mengadakan identifikasi dengan orang-orang yang dikagumi dengan harapan kelak akan menjadi seperti orang tersebut. Remaja menjadikan idola dan model dalam hidupnya. Orang yang berperan dewasa sebagai model bagi remaja dapat mempengaruhi pembentukan identitas diri. d. Pengalaman masa kanak-kanak Individu yang mampu menyelesaikan konflik-konflik pada masa kanakkanak akan menngalami kemudahan dalam menyelesaikan krisis identitas pada masa remaja. Menurut Erikson (dalam Santrock, 2002 ), identitas berkembang dari rangkaian identifikasi pada masa kanak-kanak. e. Perkembangan kognisi

7 16 Individu yang memiliki kemampuan berpikir operasional formal akan mempunyai komitmen yang kuat dan konsisten sehingga dapat menyelesaikan krisis identitas dengan baik. f. Sifat individu Rasa ingin tahu dan keinginan yang kuat untuk mengadakan eksplorasi membantu tercapainya identity achievement. g. Pengalaman kerja Individu yang telah memiliki pengalaman kerja atau telah memasuki dunia kerja akan menstimulasi identitas diri. h. Identitas etnik Etnis dan harapan dari lingkungan etnis tempat individu tinggal akan mempengaruhi pencapaian identitas 5. Identity Formation Pada Gay Pada tahun 1979, Vivienne C. Cass menjadi psikolog pertama yang menawarkan teori mengenai identitas homseksual, yang kemudian dikenal dengan Cass Model Of Gay & Lesbian Identity Formation. Model ini memiliki enam tahapan dalam menjelaskan pembentukan identitas pada individu homoseksual. Tahapan-tahapan tersebut terdiri dari identity confusion, identity comparasion, identity tolerance, identity acceptance, identity pride, dan identity synthesis (Abes, 2003).

8 17 Menyusul kemudian pada tahun 1994, Anthony R. Augelli mengajukan sebuah konsep perkembangan identits gay, lesbian dan biseksual. Konsep perkembangan identitas augelli ini berangkat dari konsep Erik Erikson, yaitu Erikson Theory of identity development (dalam Abes, 2003). Teori Augelli ini dikenal dengan D Augelli social construction st theory of gay, lesbian and bisexsual identity development. Teori ini terdiri dari enam proses tahapan pembentukan identitas homoseksual. Enam proses pembentukan identitas itu terdiri dari exiting heterosexsual identity, developing a personal lesbian-gaybisexsual identity, status developing a lesbian-gay-bisexual social identity, becoming a lesbian-gay-bisexual offspring, developing a lesbian-gay-bisexual intimacy status, dan entering a lesbian-gay-bisexual community (Abes, 2003). Selain itu pada tahun 1996 Ruth Fassinger (Fassinger, 1998) menawarkan teori yang dikenal dengan Fassinger s inclusive model of lesbian/gay identity formation. Menurut Fassinger (1998) individu homoseksual mempunyai dua tugas dalam prosespengembangan identitas homoseksualnya. Tugas tersebut yaitu mengembangkan identitas homoseksualnya secara pribadi dan mengembangkan identitas sosialnya sebagai homoseksual yang merupakan kelompok minoritas dalam masyarakat. Baik perkembangan identitas homoseksual secara pribadi maupun sosial sebagai homoseksual mempunyai empat fase yang sama Empat fase itu tediri dari awareness, exploration, deepening/ commitment dan interbalization/ synthesis. Menurut Fassinger (1998) menyatakan bahwa individu

9 18 homoseksual dapat mencapai perkembangan identitas seksualnya tanpa perlu terintegrasi kedalam komunitas sosial homoseksual. Jadi menurut teori Fassinger s inclusive model of lesbian/gay identity formation tidak masalah bagi individu homoseksual untuk tidak melakukan coming out secara sosial. (Lynch, 2005). B. Gay 1. Pengertian Gay Sebutan gay seringkali digunakan untuk menyebut pria yang memiliki kecendrungan mencintai sesama jenis. efinisi gay yakni lelaki yang mempunyai orientasi seksual terhadap sesama lelaki (duffy & Atwater, 2005). Michael dkk (dalam Kendal 1998), mengidentifikasikan tiga kriteria dalam menentukan seseorang itu homoseksual, yakni sebagai berikut: 1. Ketertarikan seksual terhadap orang yang memiliki kesamaan gender dirinya. 2. Keterlibatan seksual dengan satu atau lebih yang memiliki kesamaan gender dengan dirinya. 3. Mengidentifikasi diri sebagai gay atau lesbian. 2. Faktor-Faktor Menjadi Gay a. Teori Biologis : Perbedaan adalah sesuatu yang dibawa lahir Banyak gay yang menyatakan bahwa orientasi seksual yang dimiliki adalah hasil yang muncul dari faktor biologis, sehingga mereka tidak

10 19 memiliki kendali ataupun pilihan terhadap orientasi seksualnya. Menurut pandangan biologis penyebab seorang pria menjadi gay adalah: 1) Faktor Genetik Kallman (dalam Maters, 1992), melaporkan bahwa kondisi homoseksualitas adalah kondisi genetik. Kesimpulan ini diambil dari penelitian yang dilakukan terhadap kembar yang identik dan kembar fraternal. Penelitian menemukan jika salah satu saudara kembar adalah seorang gay, kemungkinan saudara kembarnya juga adalah seorang gay. Penelitian lainnya menemukan bahwa gay dapat diturunkan, jika dalam sebuah keluarga ada seorang gay, gay tersebut juga memiliki cenderung memiliki saudara laki-laki, paman atau sepupu yang juga gay. 2) Faktor Hormonal Menurut teori ini, hormon seks berperan dalam menentukan orientasi seksual seseorang (Cohen & Savin-Williams 1996). Hormon testosteron ditemukan lebih rendah dan hormon estrogen lebih tinggi pada seorang gay (Meyer et al, dalam Santrock, 2002). Hasil penelitian lain menemukan gay memiliki tingkat androgen yang lebih rendah dibandingkan pria straight. 3) Urutan Kelahiran Berdasarkan penelitian hubungan urutan kelahiran dengan kecenderungan pria menjadi gay ditemukan seorang gay cenderung lahir

11 20 pada urutan terakhir dengan memiliki saudara laki-laki tetapi tidak memiliki saudara perempuan (Caroll, 2005). b. Teori Perkembangan 1) Pandangan Freud Freud yakin bahwa homoseksualitas merupakan hasil dari kelanjutan predisposisi mengenai manusia yang terlahir dengan keadaan biseksual. Dibawah lingkungan biasa, psikoseksual berkembang pada masa kanakkanak yang berhadapan dengan kehidupan heteroseksual, tetapi pada kondisi lingkungan tertentu, perkembangan yang normal mengalami gangguan dalam tahap ketidakmatangan, dan menghasilkan homoseksualitas dalam masa dewasa (Masters, 1992). Freud yakin ada satu tahap dalam perkembangan manusia yang tertarik kepada jenis kelamin yang sama, dan kebanyakan kaum homoseksual melewati masa tersebut beberapa tahun sebelum masuk ke dalam masa pubertas (Cohen & Savin-Williams, 1996). Pada homoseksual, perkembangan tersebut dialami lebih lambat bila dibandingkan dengan orang normal pada umumnya, dan mengalami fixasi dalam tahap ketertarikan kepada jenis kelamin yang sama. Fixasi tersebut terjadi karena keadaan ibu yang terlalu dominan, juga karena ayah yang terlalu dominan. Homoseksualitas juga dapat disebabkan trauma pada masa kanak-kanak, dimana selama masa kanak-kanak awal

12 21 mendapatkan penyiksaan dari saudara kandung, teman bermain ataupun orang dewasa (Cameron dalam Savin -Williams, 1996, dalam Santrock 2006). 2) Bieber s Model Bene (dalam Masters, 1996) menyatakan seorang gay memiliki hubungan yang kurang dengan ayahnya dibandingkan dengan pria straight. Greenbal (dalam Masters, 1992) menemukan ayah dari seorang gay bersifat dominan, tidak protektif, sementara ibu seorang gay memberikan perlindungan dan dominansi yang berlebih-lebihan). Pendapat Marmor (dalam Masters,1992) mengenai gay, gay bisa juga muncul dari keluarga dengan kondisi jauh dari ibu, atau ibu yang pemarah, terlalu dekat dengan ayah, tidak memiliki ayah atau ibu yang ideal, dan ketidakberadaan figur ayah atau ibu. c. Teori Behavioral Teori behavioral menekankan pada homoseksualitas yang muncul karena proses belajar (McGuire et al dalam Masters, 1992). Homoseksual muncul karena adanya penguatan positif atau reward terhadap pengalaman homoseksualitas dan hukuman atau penguatan negatif terhadap pengalaman heteroseksualitas. Masters (1992) menyatakan teori behavioral juga menduga pada masa dewasa dini seorang heteroseksual bisa berubah menjadi homoseksual. Menurut Feldmen dan MacCulloch

13 22 (dalam Masters, 1992), jika seseorang mengalami pengalaman heteroseksual yang tidak menyenangkan kemudian mendapatkan penguatan dalam pengalaman homoseksualitas, ada kemungkinan heteroseksual tersebut akan menjadi homoseksual. C. Kerangka Berpikir Gay adalah seseorang homoseksual dimana pria yang menyukai sesama pria (Fransiska, 2009). Sejauh ini telah banyak penelitian mengenai penyebab mengapa seseorang mengalami homoseksual. Ada yang menyatakan berasal dari faktor biologis, lingkungan, bahkan psikologis. Namun sampai sekarang belum ada satu pendapat tentang penyebab seseorang mengalami homoseksual. Permasalah-permasalahan yang dialami oleh gay begitu banyak baik yang menyangkut dirinya atau orang lain di sekitarnya yang menggangap mereka tidak normal. Mulai dari masalah ketika mereka menyadari bahwa mereka adalah seorang gay dan tidak menerima dirinya sebagai seorang gay. Seperti masalah tekanan sosial, stigma dan internalisasi homophobia yang secara otomatis mempengaruhi pembentukan identitas pada gay. Gay cenderung menutupi dirinya karena dalam masyarakat dominan kaum heteroseksual sehingga gay sulit mengambil keputusan terhadap identitas seksualnya. karena terpakasa mengikuti orang lain dalam menentukan tujuan hidupnya. sebagian masyarakat menentang bahkan tidak segan untuk bertindak anarkis terhadap kaum Gay karena di Indonesia menjadi gay merupakan hal yang sakit dan menyimpang hal

14 23 ini menyebabkan korban penganiayaan tersebut terpaksa menutupi jati dirinya. Padahal, penerimaan diri kaum gay termasuk pada tahapan pembentukan identitas diri kaum gay. Permasalahan yang akan penulis angkat dalam penelitian ini yaitu bagaimana proses pembentukan identitas diri gay yang terjadi dari masa kanak-kanak hingga individu memutuskan menjadi seorang gay. Masalah apa yang terjadi pada proses perkembangan individu yang menjadikan mereka sebagai seorang gay pada masa dewasa atau remaja. Pengalaman-pengalaman yang dihadapi kaum gay akankah memberi pengaruh serta lingkungan berupa komunitas gay pada keputusan mereka untuk menjadi seorang gay. Adanya komunitas gay membantu kaum gay untuk menemukan identitas dirinya dari persamaan identitas sosial yang ada di komunitas tersebut. Keterlibatan komunitas dalam menemukan identitas diri kaum gay yaitu memberikan informasi serta dukungan individu seebagai seorang gay. Dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi kaum gay. Kesimpulan kerangka berpikir dalam penelitian ini yaitu bagaimana proses awal pembentukan identitas gay hingga akhir.

B A B I I. kelembutan dan kepercayaan terhadap pasangan. Kemampuan membentuk sebuah. dirinya atau berpura-pura menjadi pribadi yang lain.

B A B I I. kelembutan dan kepercayaan terhadap pasangan. Kemampuan membentuk sebuah. dirinya atau berpura-pura menjadi pribadi yang lain. B A B I I L A N D A S A N T E O RI I. INTIMACY I. A. Pengertian Intimacy Kata intimacy berasal dari bahasa Latin, yaitu intimus, yang memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam (Caroll,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Homoseksualitas adalah salah satu fenomena sosial yang kontroversial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Homoseksualitas adalah salah satu fenomena sosial yang kontroversial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Homoseksualitas adalah salah satu fenomena sosial yang kontroversial sekaligus menarik untuk didiskusikan. Di Indonesia sendiri, homoseksualitas sudah meranah

Lebih terperinci

yang sama. Sehingga, orang lain yang menyadari kontinuitas karakter individu lain mampu memastikan perasaan subjektif tersebut (Kroger, 1997).

yang sama. Sehingga, orang lain yang menyadari kontinuitas karakter individu lain mampu memastikan perasaan subjektif tersebut (Kroger, 1997). II.A. IDENTITAS DIRI II.A.1. Definisi Identitas Diri Erikson (1968) menjelaskan identitas sebagai perasaan subjektif tentang diri yang konsisten dan berkembang dari waktu ke waktu. Dalam berbagai tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam suku, ras dan agama, hal ini yang memungkinkan terjadinya perkawinan antar suku, ras

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Homoseksual berasal dari kata Yunani yaitu homo yang berarti sama.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Homoseksual berasal dari kata Yunani yaitu homo yang berarti sama. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Homoseksual 2.1.1 Pengertian Homoseksual berasal dari kata Yunani yaitu homo yang berarti sama. Homoseksual dapat digunakan sebagai kata sifat atau kata benda yang menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identitas Ego 2.1.1 Definisi Identitas Ego Untuk dapat memenuhi semua tugas perkembangan remaja harus dapat mencapai kejelasan identitas (sense of identity) yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

PSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT

PSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT Modul ke: PSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT Perkembangan Remaja Fakultas Psikologi Tenny Septiani Rachman, M. Psi, Psi Program Studi Psikologi http://www.mercubuana.ac.id Preface Masa remaja sering disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang tabu bagi beberapa orang. seksualitas mereka. Kemunculan mereka bukannya datang tiba-tiba.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang tabu bagi beberapa orang. seksualitas mereka. Kemunculan mereka bukannya datang tiba-tiba. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dewasa ini, fenomena homoseksualitas semakin marak. Bukan hanya di luar negeri, tetapi fenomena ini juga berlaku di Indonesia. Baik itu lesbian ataupun gay. Baik

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat MODUL PERKULIAHAN Perkembangan Sepanjang Hayat Adolescence: Perkembangan Psikososial Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Psikologi Psikologi 03 61095 Abstract Kompetensi Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

berbeda saat ia berada di SMA, ia sadar bahwa ia merasakan ketertarikan dengan teman-teman perempuannya, informan merasa wanita itu perlu

berbeda saat ia berada di SMA, ia sadar bahwa ia merasakan ketertarikan dengan teman-teman perempuannya, informan merasa wanita itu perlu 63 BAB V PENUTUP 5.1. Pembahasan Identitas seksual adalah apa yang orang katakan mengenai kita berkaitan dengan perilaku atau orientasi seksual kita, kita benarkan dan percaya sebagai diri kita. Jika seorang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan menguraikan beberapa teori terkait dengan judul yang peneliti sampaikan diatas. Di dalam bab ini akan menguraikan teori mengenai identitas diri pada remaja beserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang paling penting yang dihadapi oleh manusia adalah kebutuhan untuk mendefinisikan diri sendiri, khususnya dalam hubungannya dengan orang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identitas Ego 2.1.1 Definisi Identitas Erikson (dalam Papalia & Feldman, 2014 ) mendefinisikan identitas sebagai konsep yang berhubungan tentang diri yang membuat tujuan-tujuan,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya diperoleh gambaran bahwa

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya diperoleh gambaran bahwa BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya diperoleh gambaran bahwa keseluruhan subyek yang sedang dalam rentang usia dewasa awal mengalami tahapan pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu,

BAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orientasi seksual mengacu pada pola abadi emosional, atraksi romantis, dan seksual dengan laki-laki, perempuan, atau kedua jenis kelamin. Orientasi seksual

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological 15 BAB II LANDASAN TEORI A. PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 1. Definisi Psychological Well-Being Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological well-being menjadi afek positif dan afek negatif. Penelitiannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini masyarakat mulai menyadari akan adanya keberadaan kaum gay disekitar mereka. Data yang dilansir

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu 19 BAB II LANDASAN TEORI A. Biseksual 1. Definisi Biseksual Krafft-Ebing, salah seorang seksologis Jerman menyebut biseksual dengan sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena gay dan lesbi nampaknya sudah tidak asing lagi di masyarakat luas. Hal yang pada awalnya tabu untuk dibicarakan, kini menjadi seolah-olah bagian dari

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian Corrected item-total correlation semua angka diatas 0,300, karena

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian Corrected item-total correlation semua angka diatas 0,300, karena BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengolahan Data 4.1.A Validitas Pada bagian Corrected item-total correlation semua angka diatas 0,300, karena menurut Azwar (1996), suatu item dikatakan valid apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, dimana manusia tersebut tidak dapat hidup sendiri melainkan membutuhkan orang lain dalam menjalankan kehidupannya. Seseorang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson

BAB II LANDASAN TEORI. Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson BAB II LANDASAN TEORI A. Keintiman 1. Pengertian Keintiman Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson (dalam Kroger, 2001) mendefinisikan keintiman mengacu pada perasaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Homoseksual berasal dari bahasa Mesir yaitu homo yang artinya

BAB 1 PENDAHULUAN. Homoseksual berasal dari bahasa Mesir yaitu homo yang artinya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Homoseksual berasal dari bahasa Mesir yaitu homo yang artinya sama dan dari bahasa Latin yaitu sex yang artinya jenis kelamin. Homoseksual biasanya dikonotasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan komunitas homoseksual ini sebenarnya telah diakui oleh

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan komunitas homoseksual ini sebenarnya telah diakui oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan komunitas homoseksual ini sebenarnya telah diakui oleh Indonesia, antara lain dengan adanya Peraturan Menteri Sosial No.8 / 2012 yang memasukan kelompok

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identitas Ego 2.1.1. Definisi Identitas Menurut Erikson (dalam Corsini, 2002), identitas adalah suatu perasaan tentang menjadi seseorang yang sama, perasaan tersebut melibatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan menikah seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap warga negara Indonesia harus berperan serta secara positif untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap warga negara Indonesia harus berperan serta secara positif untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terus mengalami perkembangan yang menyangkut berbagai aspek kehidupan menuju suatu kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasar kodratnya, manusia ditakdirkan berpasang-pasangan membangun

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasar kodratnya, manusia ditakdirkan berpasang-pasangan membangun BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasar kodratnya, manusia ditakdirkan berpasang-pasangan membangun keluarga melalui pernikahan lalu memiliki keturunan dan terkait dengan kecenderungan seksual

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Ruka Kishimoto Dalam Serial Drama Jepang Last Friends. Adapun tujuan dan metode penelitian juga tercantum dalam pendahuluan.

Bab 5. Ringkasan. Ruka Kishimoto Dalam Serial Drama Jepang Last Friends. Adapun tujuan dan metode penelitian juga tercantum dalam pendahuluan. Bab 5 Ringkasan 5.1 Ringkasan Isi Skripsi Mengenai Analisis Psikologi Transgender Pada Tokoh Ruka Kishimoto Dalam Serial Drama Jepang Last Friends. Dalam bab ini, penulis akan menjabarkan ringkasan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa ini menimbulkan perubahan-perubahan baik itu secara fisik maupun

BAB I PENDAHULUAN. Masa ini menimbulkan perubahan-perubahan baik itu secara fisik maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan transisi dari masa kanak-kanak dan masa dewasa. Masa ini menimbulkan perubahan-perubahan baik itu secara fisik maupun psikologis menuju

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Subjek berasal dari keluarga tidak harmonis, sejak kecil subjek berada dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Subjek berasal dari keluarga tidak harmonis, sejak kecil subjek berada dalam 119 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.1 Interaksi Dengan Anggota Keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pernikahan adalah lembaga yang memungkinkan seorang laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pernikahan adalah lembaga yang memungkinkan seorang laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebuah pernikahan adalah lembaga yang memungkinkan seorang laki-laki dan seorang perempuan yang saling mencintai menjalani kehidupan bersama secara intim, mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman suku bangsa. Sampai saat ini tercatat terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman suku bangsa. Sampai saat ini tercatat terdapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki keanekaragaman suku bangsa. Sampai saat ini tercatat terdapat lebih dari 500 etnis di Indonesia (Suryadinata, 1999). Suku Batak merupakan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Manusia secara umum menyukai orang yang memiliki karakteristik

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Manusia secara umum menyukai orang yang memiliki karakteristik 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia secara umum menyukai orang yang memiliki karakteristik sama dan tidak menyukai orang yang memiliki karakteristik berbeda dengan mereka (Baron, Byrne

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 17 BAB II LANDASAN TEORI A. Konflik 1. Pengertian Konflik Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Kurt Lewin (dalam Hall, Lindzey, Loehlin, Locke, 1985) mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Menurut Clarke-Sweart & Friedman (dalam Hendriati 2006) masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Menurut Clarke-Sweart & Friedman (dalam Hendriati 2006) masa remaja BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Penelitian Menurut Clarke-Sweart & Friedman (dalam Hendriati 2006) masa remaja merupakan masa transisi atau masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keragaman dimasyarakat memerlukan sosialisasi dan memerlukan interaksi

I. PENDAHULUAN. Keragaman dimasyarakat memerlukan sosialisasi dan memerlukan interaksi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keragaman dimasyarakat memerlukan sosialisasi dan memerlukan interaksi sesama manusia. Manusia membutuhkan manusia lainnya sebagai pemenuhan kebutuhan lahir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Orientasi seksual yang dikenal dan diketahui masyarakat Indonesia pada umumnya hanya ada satu jenis saja, yakni heteroseksual atau pasangan yang terdiri dari dua orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berusia diatas enam belas tahun berpendapat sama mengenai hubungan sesama jenis

BAB I PENDAHULUAN. yang berusia diatas enam belas tahun berpendapat sama mengenai hubungan sesama jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Homoseksual (Lesbian) merupakan masalah yang kompleks, menyangkut berbagai aspek kehidupan manusia baik sosial maupun agama. Hawari (2009) menyatakan bahwa istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. biseksual (kedua jenis kelamin) (Kaplan, 1997).

BAB II LANDASAN TEORI. biseksual (kedua jenis kelamin) (Kaplan, 1997). BAB II LANDASAN TEORI II.A. Homoseksual II.A.1. Pengertian Homoseksual Orientasi seksual digambarkan sebagai objek impuls seksual sesesorang: heteroseksual (jenis kelamin berlawanan), homoseksual (jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mengenal masyarakat di sekitarnya. Remaja mulai memahami

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Perceived Social Support 2.1.1 Definisi perceived social support Pada dasarnya social support terdiri dari dukungan yang benar-benar diberikan kepada individu serta bagaimana

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kecenderungan mencintai sesama jenis. Definisi gay yakni lelaki yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kecenderungan mencintai sesama jenis. Definisi gay yakni lelaki yang 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gay 2.1.1 Definisi Gay Sebutan gay seringkali digunakan untuk menyebut pria yang memiliki kecenderungan mencintai sesama jenis. Definisi gay yakni lelaki yang mempunyai orientasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog

BAB I PENDAHULUAN. Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog Jerman Karoly Maria Benkert. Walaupun istilah ini tergolong baru tetapi diskusi tentang seksualitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PENELITIAN BAB 2 TINJAUAN PENELITIAN 2.1. Ego Development Definisi identitas menurut Erikson (dalam Subrahmanyam & Smahel, 2011) adalah perasaan subjektif terhadap diri sendiri yang konsisten dan berkembang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Homoseksual adalah orang yang konsisten tertarik secara seksual, romantik, dan afektif terhadap orang yang memiliki jenis kelamin sama dengan mereka (Papalia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual.

BAB I PENDAHULUAN. hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu periode transisi dari masa anak-anak hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual. Remaja tidak mempunyai tempat

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Tuhan menciptakan setiap manusia dengan ciri khasnya masing-masing. Manusia tidak ada yang sama persis di dunia ini walaupun dengan saudara kembarnya sendiri.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran status identity di bidang akademik dalam pemilihan jurusan pada mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2007 di Universitas X, Bandung. Metode yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. IDENTITAS DIRI 1. Pengertian Identitas Diri Menurut Erikson (dalam Berk, 2007) identitas merupakan pencapaian besar dari kepribadian remaja dan merupakan suatu tahap yang penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seksualitas merupakan salah satu topik yang bersifat sensitif dan kompleks. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan individu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran identitas diri pada remaja yang menikah dini. Bab ini adalah penutup dari seluruh naskah penelitian,

Lebih terperinci

Keseimbangan Seks & Seksualitas,KDK/KDM- Sal

Keseimbangan Seks & Seksualitas,KDK/KDM- Sal KESEIMBANGAN SEKS & SEKSUALITAS S A L B I A H, S K p Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Seksualitas merupakan bagian integral dari kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada masa transisi ini remaja mengalami perubahan yang cepat dan fundamental menuju

Lebih terperinci

materi tambahan dari diskusi kelas PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN oleh Dr. Triana Noor Edwina D.S., M.Si Fakultas Psikologi Mercu Buana Yogyakarta

materi tambahan dari diskusi kelas PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN oleh Dr. Triana Noor Edwina D.S., M.Si Fakultas Psikologi Mercu Buana Yogyakarta materi tambahan dari diskusi kelas PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN oleh Dr. Triana Noor Edwina D.S., M.Si Fakultas Psikologi Mercu Buana Yogyakarta DIRI Pemahaman Diri Pemahaman diri remaja merupakan konstruksi

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat pederitanya merasa bahwa identitas gendernya (sebagai laki-laki atau perempuan) tidak sesuai dengan anatomi biologisnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi dan bersosialisasi. Karena manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penulisan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksual kepada sesama jenisnya, disebut gay bila laki-laki dan lesbian bila

BAB I PENDAHULUAN. seksual kepada sesama jenisnya, disebut gay bila laki-laki dan lesbian bila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia orientasi seksual yang umum dan diakui oleh masyarakat kebanyakan adalah heteroseksual. Namun tidak dapat dipungkiri ada sebagian kecil dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bijaksana. Seiring dengan bergulirnya waktu, kini bermilyar-milyar manusia

BAB I PENDAHULUAN. bijaksana. Seiring dengan bergulirnya waktu, kini bermilyar-milyar manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuhan menciptakan bumi dengan segala isinya, termasuk manusia yang dipercaya Tuhan untuk hidup di dunia dan memanfaatkan segala yang ada dengan bijaksana. Seiring

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anxiety 2.1.1 Definisi Anxiety atau kecemasan adalah emosi spesifik yang terkarakterisasi dari timbulnya kewaspadaan yang tinggi, negatif valensi, ketidakpastian, dan rendahnya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan yaitu : 5.1.1. Indikator Identitas Diri Menurut subjek SN dan GD memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki atau perempuan. Secara biologis manusia dengan mudah dibedakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 67 BAB II LANDASAN TEORI II.A. KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS II.A.1. Definisi Kesejahteraan Psikologis Ryff (1989) meramu pandangan mengenai pemfungsian positif manusia dan kemudian mengemukakan bahwa individu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Tinjauan tentang Orientasi Seksual a. Pengertian Orientasi Seksual Setiap individu memiliki suatu ketertarikan, baik secara fisik maupun emosional

Lebih terperinci

Erikson. Rizki Dawanti, M.Psi., Psikolog. 8 tahap psikososial. Daftar Pustaka. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI

Erikson. Rizki Dawanti, M.Psi., Psikolog. 8 tahap psikososial. Daftar Pustaka. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI Modul ke: Erikson Fakultas PSIKOLOGI Rizki Dawanti, M.Psi., Psikolog. Program Studi PSIKOLOGI Biografi Evaluasi Teori 8 tahap psikososial Daftar Pustaka Biografi Bernama lengkap Erik Homberger Erikson,

Lebih terperinci

PERIODISASI MASA REMAJA DAN CIRI KHASNYA; PUBERTAS, REMAJA AWAL DAN REMAJA AKHIR

PERIODISASI MASA REMAJA DAN CIRI KHASNYA; PUBERTAS, REMAJA AWAL DAN REMAJA AKHIR PERIODISASI MASA REMAJA DAN CIRI KHASNYA; PUBERTAS, REMAJA AWAL DAN REMAJA AKHIR Tugas Perkembangan Perkembangan Fisik Periodisasi Masa Remaja dan Ciri Khasnya Perkembangan Intelektual Perkembangan Emosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita. Setiap individu, baik pria maupun wanita memiliki peran masing-masing serta mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DISKUSI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Gambaran Perilaku seksual Perkembangan seksual seorang individu

Lebih terperinci

GAMBARAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI PADA REMAJA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN SEKSUAL

GAMBARAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI PADA REMAJA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN SEKSUAL GAMBARAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI PADA REMAJA PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN SEKSUAL SKRIPSI Guna Memenuhi Persyaratan Sarjana Psikologi Oleh : MIRNA S. GIOVANY RITONGA 051301142 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

2015 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN SEKSUAL UNTUK ANAK USIA DINI

2015 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN SEKSUAL UNTUK ANAK USIA DINI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa usia dini sering dikatakan sebagai masa keemasan atau golden age. Masa keemasan adalah masa dimana anak memiliki kemampuan penyerapan informasi yang

Lebih terperinci

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN LATAR BELAKANG Lerner dan Hultsch (1983) menyatakan bahwa istilah perkembangan sering diperdebatkan dalam sains. Walaupun demikian, terdapat konsensus bahwa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terdiri atas lebih kurang pulau ini dihuni oleh lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terdiri atas lebih kurang pulau ini dihuni oleh lebih dari 300 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Indonesia merupakan negara kepulauan. Penduduk Indonesia tahun 2010 sejumlah 237.556.363 jiwa, terdiri atas 119.507.580 pria dan 118.048.783 wanita. Negara

Lebih terperinci

Selamat Membaca dan Memahami Materi Perkembangan Kepribadian Rentang Perkembangan Manusia II

Selamat Membaca dan Memahami Materi Perkembangan Kepribadian Rentang Perkembangan Manusia II Selamat Membaca dan Memahami Materi Perkembangan Kepribadian Rentang Perkembangan Manusia II PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN oleh Dr Triana Noor Edwina DS, M.Si Fak Psikologi UMBY DIRI Pemahaman Diri Pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti rasa kasih sayang, rasa aman, dihargai, diakui, dan sebagainya.memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. seperti rasa kasih sayang, rasa aman, dihargai, diakui, dan sebagainya.memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia membutuhkan manusia lain dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, baik itu kebutuhan biologis seperti makan dan minum maupun kebutuhan psikologis, seperti

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. kepada orang tuanya. Perilaku yang dinamakan Attachment behaviors ini

BAB II KAJIAN TEORI. kepada orang tuanya. Perilaku yang dinamakan Attachment behaviors ini BAB II KAJIAN TEORI A. Attachment 1. Definisi Attachment Istilah Attachment untuk pertama kalinya dikemukakan oleh seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby. Kemudian formulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pribadi, biasanya intim dan seksual. Sedangkan pernikahan diartikan dengan

BAB I PENDAHULUAN. pribadi, biasanya intim dan seksual. Sedangkan pernikahan diartikan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nikah berarti ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan dengan ketentuan hukum dan ajaran agama. Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo

PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MASA REMAJA (ADOLESENCE) PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir logis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencapaian kebermaknaan hidup dapat diartikan lebih luas sebagai usaha manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencapaian kebermaknaan hidup dapat diartikan lebih luas sebagai usaha manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan individu tidak lepas dari pencarian identitas dan jati diri. Pencapaian kebermaknaan hidup dapat diartikan lebih luas sebagai usaha manusia untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan,

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki serangkaian kebutuhan yang harus dipenuhi baik itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan mendorong peserta didik untuk memiliki kekuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Homoseksualitas merupakan rasa tertarik pada orang-orang berjenis kelamin sama baik secara perasaan ataupun secara erotik, dengan atau tanpa hubungan fisik. Disebutkan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembantu rumah tangga (PRT) sudah tidak asing lagi keberadaannya di tengah masyarakat Indonesia, dan diantara pembantu tersebut masih banyak yang berada dalam

Lebih terperinci

PERBEDAN STATUS IDENTITAS DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH OTORITER DI PANTI ASUHAN X. Siti Mahmudah Fakultas Psikologi Universitas Semarang

PERBEDAN STATUS IDENTITAS DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH OTORITER DI PANTI ASUHAN X. Siti Mahmudah Fakultas Psikologi Universitas Semarang PERBEDAN STATUS IDENTITAS DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH OTORITER DI PANTI ASUHAN X Siti Mahmudah Fakultas Psikologi Universitas Semarang Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan

Lebih terperinci

Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda. Jadi singkatnya Seks bisa disebut juga sebagai Jenis kelamin biologis.

Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda. Jadi singkatnya Seks bisa disebut juga sebagai Jenis kelamin biologis. BAB 2. SEKSUALITAS Apa itu Seks dan Gender? Sebelum kita melangkah ke apa itu seksualitas, pertanyaan mengenai apa itu Seks dan Gender serta istilah lain yang berkaitan dengan nya sering sekali muncul.

Lebih terperinci

Prosiding Psikologi ISSN:

Prosiding Psikologi ISSN: Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Religious Identity Status pada Mahasiswa Tingkat Akhir Universitas Islam Bandung Descriptive Study about Religious Identity Status of Bandung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

TINJAUAN PUSTAKA Remaja TINJAUAN PUSTAKA Remaja Istilah remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescence yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Namun saat ini adolescence memiliki arti yang lebih luas mencakup kematangan mental,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peserta didik pada jenjang pendidikan menengah, yakni Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berada dalam tahapan usia remaja, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Williya Novianti, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Williya Novianti, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Siswa sekolah menengah pertama berada pada masa remaja. Piaget (Hurlock, 1980, hlm. 206) menyatakan secara psikologis, masa remaja adalah usia di mana individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirinya adalah seorang homoseksual. Hal ini karena di Indonesia masih banyak

BAB I PENDAHULUAN. dirinya adalah seorang homoseksual. Hal ini karena di Indonesia masih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Homoseksual masih merupakan hal yang dianggap tidak lazim oleh masyarakat di Indonesia dan tidak banyak orang yang mau mengakui bahwa dirinya adalah seorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Konsep Teoritis. identitas ( identity vs identity confusion). Menurut Kroger (dalam Papalia, 2004)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Konsep Teoritis. identitas ( identity vs identity confusion). Menurut Kroger (dalam Papalia, 2004) 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penjelasan Konsep Teoritis 1. Aspek Psikososial Remaja Masa remaja merupakaan masa dimana remaja mencari identitas, dan dalam proses pencarian identitas tersebut tugas utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketika ia dilahirkan, baik ia dilahirkan sebagai orang kaya atau miskin, berkulit

BAB I PENDAHULUAN. ketika ia dilahirkan, baik ia dilahirkan sebagai orang kaya atau miskin, berkulit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tidak ada seorangpun yang dapat memilih oleh siapa dan menjadi apa ketika ia dilahirkan, baik ia dilahirkan sebagai orang kaya atau miskin, berkulit terang

Lebih terperinci