BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. IDENTITAS DIRI 1. Pengertian Identitas Diri Menurut Erikson (dalam Berk, 2007) identitas merupakan pencapaian besar dari kepribadian remaja dan merupakan suatu tahap yang penting agar individu dapat menjadi orang dewasa yang produktif dan bahagia. Identitas diri pada individu akan melibatkan penjelasan mengenai siapa diri individu, apa yang menjadi nilai individu, dan hal-hal yang dipilih individu tersebut untuk menjalani hidup. Identitas diri merupakan suatu konsep mengenai diri, pembuatan suatu tujuan, nilai, dan kepercayaan dimana untuk hal-hal tersebut individu memiliki komitmen. Marcia (dalam Moshman, 2005) menyatakan bahwa identitas diri adalah suatu hal yang dimiliki secara kuat oleh individu, adanya kesadaran akan diri, dan pilihan-pilihan diri akan komitmen yang dimiliki terhadap pekerjaan, seksualitas, serta idiologi agama, dan politik. Identitas diri merupakan penggabungan dari keterampilan dan kepercayaan pada masa kanak-kanak, yang mengalami pengidentifikasian sehingga membuat keterampilan dan kepercayaan tersebut menjadi lebih jelas atau pada akhirnya tidak lagi digunakan, merupakan hal yang unik, serta merupakan hal yang membuat individu merasa memiliki kelanjutan dari masa lalunya dan memiliki pandangan untuk mencapai masa depannya. 15

2 16 Sementara itu Blasi dan Glodis (dalam Moshman, 2005) menyatakan identitas diri merupakan jawaban dari pertanyaan, Siapakah saya? yang terdiri dari pencapaian suatu kesatuan antara elemen-elemen masa lalu individu dan harapan di masa yang akan datang, yang menjadi dasar adanya perasaan berkesinambungan pada diri individu. Identitas diri terbentuk melalui penilaian individu terhadap dirinya yang didasarkan pada pertimbangan budaya, idiologi, dan harapan masyarakat serta adanya penilaian diri yang didasarkan pada persepsi orang lain. Santrock (2007) menyatakan bahwa identitas diri merupakan identitas yang diawali pada masa kanak-kanak yang kemudian berlanjut di usia remaja yang ditandai dengan pertanyaan yang sering muncul, yaitu Siapakah saya?. Identitas di masa remaja banyak ditandai dengan upaya mencari keseimbangan antara kebutuhan untuk mandiri dan juga kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain. Hal yang paling sederhana yang dapat dilihat sebagai bentuk dari identitas diri adalah adanya komitmen individu dalam area tertentu seperti vokasional, sikap idiologis, dan orientasi seksual. Pengertian lain mengenai identitas dikemukakan oleh Waterman (dalam Lefrancois, 1993) yang menyatakan identitas sebagai kemampuan individu untuk menggambarkan secara jelas mengenai dirinya yang mencakup gambaran mengenai tujuan, nilai, dan kepercayaan, dimana individu tersebut memiliki komitmen yang jelas. Komitmen tersebut berkembang sepanjang waktu dan dibuat karena adanya pandangan bahwa pemilihan tujuan, nilai, dan kepercayaan,

3 17 merupakan hal-hal yang dapat memberikan petunjuk, manfaat, dan makna dalam hidup. Berdasarkan beberapa pengertian identitas diri yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa identitas diri adalah penghayatan yang berasal dari apa yang dipikirkan oleh individu mengenai siapa dirinya, adanya penentuan terhadap arah dan tujuan hidup, serta individu memiliki nilainilai yang diyakini, yang dapat dilihat berdasarkan komitmen yang dimiliki terhadap pekerjaan, seksualitas, dan idiologi; yang terbentuk dari pemikiran individu mengenai siapa dirinya dan harapan masyarakat terhadap dirinya. 2. Pembentukan Identitas Diri Erikson (dalam Berk, 2007) menyatakan bahwa dalam tahap psikososial yang dialami oleh remaja, yaitu identity versus role confusion, remaja akan mengalami kondisi yang disebut sebagai krisis identitas, yaitu suatu periode dimana remaja mengalami masa-masa yang sulit ketika mencoba alternatif yang ada pada domain identitas sebelum remaja memutuskan untuk membuat nilai dan tujuan dalam hidupnya. Remaja melalui proses pencarian dari dalam diri, melakukan pencarian melalui karakteristik-karakteristik yang menggambarkan diri yang dimiliki saat remaja berada dimasa kanak-kanak dan mengkombinasikan hal tersebut dengan kapasitas dan komitmen yang dimiliki oleh remaja. Remaja akan menjadikan hal ini menjadi bagian inti dari dalam diri yang kemudian akan menghasilkan kematangan identitas diri.

4 18 Pembentukan identitas diri dapat digambarkan melalui status identitas berdasarkan ada atau tidaknya eksplorasi dan komitmen (Marcia, 1993). Eksplorasi adalah suatu periode dimana remaja akan secara aktif bertanya, mengidentifikasi, mencari tahu, menggali, dan menyelidiki berbagai alternatif yang ada untuk mencapai suatu keputusan mengenai tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan keyakinan yang akan diambil. Remaja akan melakukan eksplorasi dengan mempertanyakan kembali, mengkaji dan mendalami berbagai domain dari identitas diri. Sementara komitmen adalah kesetiaan, keteguhan pendirian, prinsip, dan tekad yang dimiliki untuk melakukan berbagai kemungkinan atau alternatif yang dipilih. Remaja yang memiliki komitmen akan menetapkan pilihannya, mempertahankan prinsipnya, kukuh dalam pendirian dan tidak bergeming terhadap hal-hal yang dapat membuat pendiriannya berubah. Munculnya krisis dan komitmen pada domain identitas dalam diri individu akan semakin kuat ketika individu berada di remaja akhir (Marcia, 1993). Hal ini sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam teori perkembangan mengenai pembentukan identitas diri bahwa masa remaja awal dilihat sebagai masa perubahan dimana pemikiran-pemikiran, kondisi psikoseksual, dan pemenuhan fisiologis yang dimiliki individu sebelum memasuki usia remaja mengalami perubahan menjadi bentuk yang lebih dewasa. Masa remaja tengah dilihat sebagai periode terjadinya pembentukan kembali dimana pada usia ini individu mengalami pengaturan baru pada keahlian-keahlian yang lama dan yang baru dimiliki. Masa remaja akhir, yang dilihat sebagai usia yang bertolak belakang dengan usia remaja awal dan remaja tengah, merupakan usia terjadinya

5 19 penggabungan, yaitu usia dimana susunan identitas diri dapat dibedakan, dan terjadi pengujian identitas diri pada lingkungan. Oleh karena itu, masa remaja akhir merupakan periode dimana pada kebanyakan individu identitas diri sudah benar-benar terbentuk. Interaksi dengan teman sebaya merupakan hal yang sangat penting di usia remaja yang dapat menolong remaja dalam memberikan gambaran mengenai pilihan-pilihan yang ada dan nilai-nilai yang dapat dimiliki oleh remaja yang akan membentuk identitas diri remaja tersebut (Berk, 2007). Interaksi dengan teman sebaya dapat mempengaruhi pandangan remaja mengenai hubungan dengan orang lain, seperti, apa nilai yang diyakini ketika bersahabat dengan orang lain dan ketika akan memilih pasangan hidup nantinya. Selain itu, teman sebaya juga dapat mempengaruhi remaja dalam hal pencarian informasi mengenai karir dan juga mempengaruhi keputusan remaja dalam memilih karir. Menurut Papalia (2008) interaksi dengan teman sebaya merupakan sumber dari adanya rasa kasih sayang, simpati dan saling memahami bagi remaja. Melalui interaksi dengan teman sebaya remaja dapat mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan moral, yaitu pengetahuan mengenai apa yang benar dan salah serta mempelajari nilai-nilai yang berkaitan dengan politik dan agama, seperti adanya keinginan untuk memperhatikan kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat, serta memilih keyakinan yang tepat bagi dirinya. Interaksi remaja dengan teman sebaya juga dapat mempengaruhi pandangan remaja mengenai perasaan-perasaan seksual seperti gairah seksual dan perasaan tertarik, mengembangkan bentuk intimasi yang baru, serta mengatur

6 20 perilaku seksual sehingga remaja dapat menghindari konsekuensi yang tidak diinginkan (Santrock, 2007). Kelompok teman sebaya merupakan tempat bagi remaja untuk dapat membentuk hubungan yang dekat, yang dapat menjadi suatu proses pembelajaran bagi remaja untuk dapat menjalankan peran sebagai orang dewasa nantinya. 3. Status Identitas Menurut Erikson (dalam Berk, 2007), pembentukan identitas diri dapat dilihat berdasarkan ada tidaknya eksplorasi dan komitmen dalam diri individu. Kombinasi dari ada tidaknya krisis dan komitmen menghasilkan beberapa status identitas yang dikemukan oleh Marcia (dalam Berk, 2007). Status identitas yang dimiliki individu dapat dilihat ketika individu berada pada remaja akhir yaitu usia tahun (Honess & Yardley, 2005). Marcia (dalam Berk, 2007) menyatakan bahwa terdapat empat jenis status identitas, yaitu: 1. Identity Diffusion Diffusion merupakan status dimana individu tidak memiliki krisis dan komitmen. Individu pada status identitas ini tidak memiliki arahan yang jelas, dimana individu tidak memiliki keterikatan dengan nilai dan tujuan dan juga tidak secara aktif mencoba untuk menemukan nilai dan tujuan tersebut. Individu pada status identitas ini juga tidak pernah mencari alternatif-alternatif dan juga tidak pernah mendapatkan tugas-tugas yang terlalu berat dan berbahaya.

7 21 2. Identity Foreclosure Foreclosure merupakan status dimana individu tidak memiliki krisis akan tetapi memiliki komitmen. Pada status identitas foreclosure individu telah memiliki komitmen terhadap nilai dan tujuan namun tanpa disertai adanya pencarian terhadap alternatif-alternatif yang ada. Individu yang berada pada status identitas foreclosure menerima identitas yang telah dipilihkan untuk individu oleh figur otoritas seperti orang tua, guru, pemimpin agama, atau pasangan individu tersebut. 3. Identity Moratorium Moratorium merupakan status dimana individu memiliki krisis akan tetapi tidak memiliki komitmen. Pada status identitas moratorium individu berada pada proses pencarian dimana individu berusaha untuk mengumpulkan informasi dan mencoba berbagai aktivitas, dengan keinginan untuk mendapatkan nilai dan tujuan-tujuan yang akan mengarahkan kehidupan mereka. Namun pada status identitas ini individu belum membuat komitmen yang pasti dalam hidup. 4. Identity Achievement Achivement merupakan status dimana individu memiliki krisis dan komitmen. Pada status identitas ini individu telah mencari alternatif, individu melakukan penyusunan pada pilihan diri terhadap nilai-nilai dan tujuan. Individu yang memiliki status identitas achievement merasa telah memiliki kesejahteraan secara psikologis, merasa memiliki persamaan yang

8 22 dimiliki sepanjang waktu, dan mengetahui kemana arah yang akan dituju nantinya. 4. Domain Identitas Perkembangan identitas dapat terjadi dalam beberapa domain (Berk, 2007). Marcia (1993), menyatakan bahwa terdapat beberapa domain dalam identitas diri, dimana pencapaian domain tersebut meliputi tugas perkembangan pada masa remaja. Menurut Erikson (dalam Cobb, 2007), domain identitas diri yang pada umumnya terdapat pada masa remaja adalah: 1. Pilihan Pekerjaan Hal utama yang menjadi pertanyaan dalam domain ini adalah keputusan mengenai kehidupan kerja individu nantinya. Hal ini mencakup aktivitas-aktivitas yang akan dikerjakan untuk mendapatkan penghasilan, aktivitas yang dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab dalam keluarga dan orang tua, sebagai pekerja sukarela, atau aktivitas lain dimana individu menghabiskan waktunya. Akan tetapi pemilihan pekerjaan yang dilihat tidak semata-mata untuk tujuan keuangan, namun juga dapat berupa hal-hal yang dianggap menarik bagi individu untuk dikerjakan seperti penentuan pilihan terhadap karir dan juga jenis pendidikan yang diminati.

9 23 2. Kepercayaan Idiologis Domain ini mencakup hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan yang dimiliki oleh individu dalam agama dan politik. Dalam agama berkaitan dengan seberapa jauh individu melakukan apa yang menjadi pandangannya secara subjektif mengenai agama yang diyakini, filosopi hidup yang dimiliki, serta tanggung jawab sosial dan etika. Dalam politik berkaitan dengan hubungan antara individu dan masyarakat dimana individu tersebut tinggal. Domain ini tidak hanya mencakup hal-hal yang berkaitan dengan pesta politik, tetapi juga berkaitan dengan masalahmasalah yang sedang terjadi di tengah masyarakat seperti pengetahuan tentang adanya kebijakan-kebijakan ekonomi, hal-hal yang berkaitan dengan masalah perlindungan lingkungan serta hal yang berkaitan dengan masalah hukum di tengah masyarakat. 3. Kepercayaan Hubungan Seksual Interpersonal Domain ini mencakup hal yang berkaitan dengan peran gender yang menentukan seseorang disebut wanita atau pria dan hal-hal yang berkaitan dengan hubungan seksual. Kepercayaan akan peran gender mencakup hal yang berkaitan dengan pandangan individu mengenai apa yang dapat dilakukan oleh seorang wanita atau pria, dalam lingkungan yang seperti apa sebaiknya individu melakukan peran gendernya sebagai wanita atau pria, dan juga hal-hal yang berkaitan dengan peran gender yang mempengaruhi individu dalam pemilihan pasangan. Hubungan seksual berkaitan dengan pandangan individu

10 24 mengenai orientasi seksual, pandangan individu mengenai hubungan dalam berpacaran dan hubungan seksual, dan juga pandangan individu mengenai hubungan seksual sebelum dan sesudah menikah. 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Identitas Diri Pembentukan identitas dapat terjadi karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya (Weigert dalam Ristianti, 2009). Disamping itu, perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan dan juga dalam diri individu akan sangat mempengaruhi pembentukan identitas dalam diri individu tersebut (Kunnen & Bosma dalam Berk, 2007). Masa remaja merupakan periode dimana pembentukan identitas terjadi, dan menjadi lebih baik di sepanjang rentang kehidupan. Pembentukan identitas pada masa remaja merupakan awal dari pembentukan yang terjadi di sepanjang hidup, merupakan proses yang dinamis, serta dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berhubungan dengan diri dan lingkungan (Berk, 2007). Menurut Berk (2007), terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan identitas diri individu, yaitu: 1. Orang Tua Ketika orang tua menyediakan dukungan emosional dan kebebasan bagi anak untuk menjelajahi lingkungannya, maka anak akan berkembang dengan memiliki pemahaman yang sehat mengenai siapa dirinya. Hal ini juga terjadi pada remaja dalam pencarian identitas yang sedang dilakukannya. Pembentukan identitas remaja akan berkembang

11 25 dengan semakin baik ketika remaja memiliki keluarga yang memberikan rasa aman dimana anak diijinkan untuk dapat melihat ke dunia luar yang lebih luas. Kelekatan anak dengan orang tua, pemberian kebebasan kepada anak untuk menyampaikan setiap pendapat yang ingin diberikan, dukungan dan kehangatan dari orang tua, serta adanya komunikasi yang terbuka antara orang tua dan remaja akan mempengaruhi pembentukan identitas diri remaja. 2. Interaksi dengan Teman Sebaya Melalui interaksi dengan teman sebaya yang beragam, perolehan remaja mengenai ide dan nilai juga akan bertambah. Adanya dukungan secara emosi yang diperoleh dari teman dekat akan membuat remaja saling membantu satu sama lain dalam mencari pilihan-pilihan dan teman sebaya dapat menjadi model peran bagi remaja pada perkembangan identitas. Hubungan dengan teman sebaya akan membuat remaja belajar mengenai nilai yang mereka miliki dalam pertemanan, pilihan akan pasangan hidup nantinya, pencarian informasi mengenai karir, serta pemilihan remaja akan karir. Selain itu kelompok teman sebaya merupakan sumber bagi remaja untuk memperoleh pandangan mengenai kasih sayang, rasa simpati, pemahaman akan orang lain, mengetahui nilai-nilai moral, serta sebagai tempat bagi remaja untuk mempersiapkan diri menuju kehidupan dewasa nantinya.

12 26 3. Sekolah dan Komunitas Sekolah dan komunitas yang menawarkan kesempatan yang luas dan beragam dalam hal pencarian yang dilakukan oleh remaja juga mendukung perkembangan identitas. Sekolah dapat membantu remaja dalam penyediaan kelas yang memiliki tingkat pemikiran yang tinggi, kegiatan ekstrakulikuler yang membuat remaja memiliki tanggung jawab dalam peran yang diambilnya, tersedianya guru atau konselor yang dapat mengarahkan remaja pada pemilihan akan bidang-bidang yang diminatinya, seperti jurusan yang ingin diambilnya nantinya, serta tersedianya program-program pembelajaran yang dapat menjadi suatu sarana dimana remaja dapat memperoleh gambaran mengenai dunia pekerjaan yang sesungguhnya ketika remaja berada pada usia dewasa nantinya. 4. Kebudayaan Budaya memiliki pengaruh besar dalam perkembangan identitas, dimana budaya dapat membentuk adanya self-continuity disamping perubahan diri yang terjadi. Perbedaan budaya yang terdapat dalam lingkungan individu akan mempengaruhi bagaimana individu memandang peran-peran yang mereka miliki dalam lingkungan masyarakat.

13 27 6. Perkembangan Pembentukan Identitas Diri Remaja Di masa remaja awal, sebagian besar remaja memiliki status identitas diffusion, foreclosure, dan moratorium (Santrock, 2007). Seiring dengan pertambahan usia ketika memasuki remaja akhir, kebanyakan individu berada pada status identitas achievement. Menurut Berk (2007) beberapa remaja dapat mengalami hanya satu status identitas, namun terdapat juga remaja yang mengalami perubahan dari satu status identitas menjadi status identitas yang lain. Marcia (1993) membuat sebuah skema mengenai perubahan status identitas yang dapat terjadi. A A A M M M M F F F D D D D D Figure 2.1. Sebuah model yang menunjukkan perkembangan identitas (D= status identitas diffusion; F= status identitas foreclosure; M= status identitas moratorium; A= status identitas achievement) Individu yang berada pada status identitas diffusion dapat berubah ke status identitas moratorium jika individu tersebut mulai mencoba mencari tahu secara serius sejumlah alternatif yang dapat digunakannya sebagai pilihan-pilihan untuk membuat komitmen (DM), dapat berubah menjadi individu yang berada

14 28 pada status identitas foreclosure jika individu tersebut memiliki komitmen tanpa adanya pencarian pilihan-pilihan yang ada sebelum komitmen tersebut dibuat (DF), atau individu akan tetap berada pada status identitas tersebut jika individu tersebut tidak pernah berusaha untuk mencari hal-hal yang berkaitan dengan identitas (DD). Individu yang berada pada status identitas foreclosure dapat berubah menjadi individu yang berada pada status identitas moratorium jika individu tersebut mempertimbangkan kembali komitmen yang sebelumnya sudah diambil dan mencari berbagai pilihan baru yang dapat diambil (FM), dapat tetap berada pada status identitas foreclosure (FF), atau individu tersebut dapat mengalami kemunduran dengan berada pada status identitas diffusion jika komitmen yang sudah dimiliki individu tersebut tidak ada lagi dan individu tersebut tidak mencari tahu mengenai pilihan-pilihan yang dapat diambilnya (FD). Individu yang berada pada status identitas moratorium dapat berubah menjadi individu yang berada pada status identitas achievement jika individu tersebut membuat komitmen dari pilihan-pilihan yang sudah dimilikinya (MA), atau dapat berubah menjadi individu yang berada pada status identitas diffusion jika individu tersebut tidak lagi berusaha mencari tahu mengenai pilihan-pilihan yang dapat diambil untuk membuat komitmen (MD) Individu yang berada pada status identitas achievement dapat tetap berada pada status identitas tersebut dimana individu tetap mempertahankan komitmen dan terus mencari tahu mengenai berbagai alternatif yang dapat diambilnya (AA), dapat berubah menjadi individu yang berada pada status

15 29 identitas moratorium dengan mempertimbangkan kembali komitmen yang sudah dimiliki dan mencari pilihan yang lain untuk mengganti komitmen tersebut (AM), atau dapat kembali ke status identitas diffusion jika komitmen awal yang sudah dibuat tidak dipertahankan lagi dan individu tersebut tidak mencari tahu mengenai pilihan-pilihan lain yang dapat diambil (AD). Kebanyakan remaja akan mengalami perubahan dari status identitas yang lebih rendah yaitu antara foreclosure atau diffusion menuju status identitas yang lebih tinggi yaitu moratorium atau achievement (Berk 2007). Menurut Archer (dalam Santrock, 2007) remaja yang mengembangkan identitas diri yang positif biasanya memiliki siklus perubahan status identitas dari moratorium-achievementmoratorium-achievement, dimana hal ini lebih menunjukkan adanya krisis yang terjadi pada masa remaja, bukan menunjukkan suatu penurunan perkembangan identitas. Siklus tersebut dapat terus berulang pada diri remaja seiring dengan adanya perubahan yang terjadi dalam pribadi remaja tersebut, pada lingkungan keluarga, dan lingkungan sosial yang menuntut remaja untuk mengeksplorasi berbagai alternatif dan mengembangkan berbagai komitmen baru (Santrock, 2007). Menurut Berk (2007) terjadinya perubahan dalam diri individu atau pada lingkungan seperti adanya dukungan orang tua, interaksi dengan teman sebaya, sekolah dan komunitas, serta budaya, dapat menjadi suatu peluang terjadinya pembentukan identitas pada diri remaja. Menurut Monks (2002), norma-norma yang dimiliki dalam kelompok teman sebaya akan dapat mempengaruhi pembentukan identitas diri remaja. Pada masa remaja terdapat banyak hal yang dilakukan bersama dengan teman sebaya,

16 30 sehingga nilai-nilai yang dianggap benar dalam kelompok teman sebaya dapat mempengaruhi nilai yang dimiliki remaja. Hal tersebut akan mempengaruhi pandangan dan penilaian remaja mengenai suatu hal, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan identitas dirinya. B. KECANDUAN INTERNET 1. Pengertian Kecanduan Kecanduan dapat menjadi suatu masalah personal dan juga masalah sosial, dimana untuk masalah personal kecanduan dilihat sebagai suatu keberadaan yang dapat merugikan bagi individu yang memiliki kontrol dan motivasi yang kurang, dan untuk masalah sosial kecanduan dilihat sebagai kondisi yang dapat merusak lingkungan dan memperkecil kesempatankesempatan yang ada, yang dapat diambil oleh individu, pada lingkungan tersebut (Essau, 2008). Carpenter (dalam Essau, 2008) menyatakan bahwa kecanduan merupakan suatu kondisi dimana seseorang memerlukan suatu zat dengan tujuan untuk menghilangkan reaksi fisik dan psikologis yang muncul karena tidak adanya zat tersebut, dan biasanya melibatkan penyesuaian atau ketergantungan. Menurut West (dalam Essau, 2008) kecanduan adalah suatu masalah yang terjadi dalam sistem motivasi seseorang yang melibatkan dorongan dan keinginan, perasaan akan kebutuhan, dan juga melibatkan pengertian seseorang terhadap identitasnya.

17 31 Menurut Sarafino (2006) kecanduan adalah kondisi yang di sebabkan oleh konsumsi zat-zat alami atau sintetik, dimana seseorang menjadi bergantung pada zat tersebut, baik secara fisik maupun secara psikologis. Ketergantungan fisik muncul ketika tubuh telah menyesuaikan diri pada suatu zat dan zat tersebut bergabung pada fungsi jaringan tubuh yang normal. Kecanduan psikologis adalah keadaan dimana individu merasa terpaksa menggunakan zat untuk memperoleh efek dari zat tersebut. 2. Pengertian Internet Internet dideskripsikan sebagai sebuah jaringan dari jaringan-jaringan, yang menggabungkan komputer pemerintah, universitas dan pribadi bersamasama dan menyediakan infrastruktur untuk penggunaan , bulletin, penerimaan file, dokumen hypertext, basis data hingga sumber-sumber komputer lainnya. Melalui jalur elektronik inilah kita dapat bertukar informasi dengan semua tempat yang ada di dunia (Srihartati, 2007). Perkembangan internet dimulai pada tahun 1968, karena adanya kebutuhan di bidang militer, Amerika memulai rencana proyek jaringan (network) yang dinamakan the Advanced Research Project Agency Network (ARPANET). Proyek ini bertujuan menghubungkan beberapa pusat penelitian yang tersebar di berbagai tempat terpisah. Proyek ARPANET inilah yang kemudian menjadi cikal bakal berkembangnya internet. Tahun-tahun berikutnya internet terus mengalami perkembangan.

18 32 Jaringan komputer tersebut pada awalnya bertujuan memberikan pelayanan di lingkungan institusi pendidikan. Saat ini, internet benar-benar merupakan sistem komputer lintas batas, lintas negara dan lintas industri. Di seluruh dunia, ada lebih dari ratusan negara, ratusan juta pengguna yang terhubung lewat jaringan ini. 3. Aplikasi yang Terdapat dalam Internet Beberapa aplikasi yang sering digunakan dalam internet adalah (Setiyo, 2006) : 1. Chatting Chatting adalah aplikasi yang merupakan system komunikasi yang memungkinkan individu melakukan percakapan melalui internet dan dalam bentuk teks. Percakapan dapat dilakukan oleh banyak pihak, beberapa, puluhan, dan bahkan ratusan orang pada saat yang bersamaan di seluruh dunia. Dalam perkembangannya, chatting sudah tidak lagi hanya dalam bentuk teks, namun juga menggabungkan suara ataupun video dalam percakapannya. 2. Game Online Game online adalah aplikasi yang merupakan layanan game (permainan) yang tersedia di komputer. Layanan ini dapat menghubungkan berbagai orang melalui internet dalam memainkan jenis permainan yang sama dan dalam waktu yang bersamaan. Permainan dapat menjadi ajang kompetisi dan strategi serta keterampilan dalam memenangkan sebuah permainan.

19 (Electronic Mail) atau Electronic Mail merupakan aplikasi yang memungkinkan untuk mengirimkan surat berupa teks ketikan di komputer ke penerima di manapun di belahan dunia dalam waktu sangat singkat. Saat ini, selain teks, juga memungkinkan mengirimkan aneka bentuk lain seperti berbagai dokumen elektronik, gambar, suara, video, dan sebagainya sebagai lampiran dalam mengirimkan surat elektronik tersebut. 4. WWW (World Wide Web) Aplikasi WWW merupakan aplikasi internet yang paling banyak digunakan sebagai aplikasi multimedia saat ini. Melalui WWW, dapat diakses baik informasi berupa teks, gambar, suara, bahkan streaming video. Aplikasi WWW atau website merupakan aplikasi yang paling digemari dan paling banyak digunakan saat ini. 5. Web Search Aplikasi Web Search merupakan aplikasi internet yang memungkinkan untuk mendapatkan berbagai informasi mengenai berbagai macam hal yang terdapat di internet. 4. Pengertian Kecanduan Internet Menurut Young (dalam Essau, 2008), kecanduan internet memiliki pengertian yang sama dengan perilaku kecanduan yang lainnya, dimana didalamnya melibatkan perilaku yang kompulsif, kurangnya ketertarikan pada aktivitas lain, berhubungan dengan ketergantungan yang lain, dan adanya

20 34 symptom fisik dan mental yang muncul ketika perilaku tersebut berusaha dihentikan. Individu yang dinyatakan telah kecanduan terhadap internet adalah individu yang menghabiskan banyak waktunya dalam fungsi interaktif internet dan juga terlibat dalam berbagai forum yang tersedia dalam internet. Ketergantungan terhadap internet merupakan kondisi yang menunjukkan munculnya masalah-masalah yang terjadi dalam keluarga, lingkungan sosial, serta dalam kehidupan sekolah atau pekerjaan yang diakibatkan karena penggunaan internet. Individu yang mengalami kecanduan internet akan mengalami masalah yang signifikan dalam hidupnya seperti masalah dalam kesehatan, pekerjaan, masalah sosial, dan keuangan. Semakin interaktif fungsi internet yang dirasakan oleh individu maka semakin besar kecenderungan individu tersebut mengalami kecanduan. Menurut Brenner (dalam Essau, 2008) individu dapat mengalami kecanduan ketika menghabiskan waktunya selama 19 jam per minggu, dimana dalam penggunaannya individu menunjukkan adanya keinginan untuk menambah waktu penggunaan internet, adanya ketidaknyamanan yang dirasakan ketika individu tersebut tidak menggunakan internet, dan adanya keinginan untuk secara terus-menerus menggunakan internet. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kecanduan internet merupakan suatu kondisi ketergantungan yang dirasakan oleh individu sehingga menghabiskan banyak waktu menggunakan internet, minimal 3 jam per hari, dimana melibatkan perilaku yang berulang-ulang untuk menggunakan internet dan tidak tertarik untuk melakukan aktivitas lainnya, merasa bahwa dunia

21 35 maya di layar komputer lebih menarik dan munculnya perasaan yang tidak menyenangkan ketika individu berusaha untuk menghentikan tingkah laku tersebut. 5. Gejala Kecanduan Internet Individu yang mengalami kecanduan internet dapat dilihat dari beberapa simptom yang muncul. Beberapa simptom tersebut seperti selalu membayangkan aktivitas-aktivitas yang dapat dilakukan dalam menggunakan internet, merasa membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk menggunakan internet sehingga waktu untuk menggunakan internet lebih panjang dari waktu yang sudah direncanakan, merasa tidak memiliki kontrol untuk menggunakan internet, merasa tidak mampu untuk menghentikan penggunaan internet, munculnya masalahmasalah dalam hubungan dengan orang lain, dalam pekerjaan, pendidikan atau karir, serta merasa adanya perasaan tidak berguna, merasa bersalah, atau perasaan cemas ketika tidak menggunakan internet (Young dalam Essau, 2008). Tidak jauh berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Stefanescu et al (2007), remaja yang mengalami kecanduan internet akan merasa bahwa kepuasaan untuk menggunakan internet akan mereka peroleh ketika mereka memiliki waktu yang lebih banyak untuk menggunakan internet. Ketika remaja yang mengalami kecanduan tidak dapat menggunakan internet, maka mereka akan mengalami simptom-simptom seperti menarik diri, merasa cemas, menjadi orang yang mudah marah, gelisah, memiliki pemikiran yang obsesif, memiliki perilaku

22 36 kompulsif terhadap internet dan juga selalu membayangkan hal-hal yang berkaitan dengan internet. Tingkatan kecanduan terhadap internet juga beragam pada individu dan akan jelas terlihat dari pola perilaku yang muncul, yang dimulai dari rentang perilaku yang tidak biasa, kronis, dan tingkat perilaku yang terus-menerus dimiliki oleh individu tersebut. West (dalam Essau, 2008) menyatakan, terdapat tiga hal yang dapat menunjukkan tingkatan seseorang yang mengalami kecanduan, yaitu: 1. Adanya sesuatu yang tidak biasa yang dirasakan individu ketika individu tersebut tidak lagi menggunakan internet, seperti mengalami kecemasan jika tidak menggunakan internet 2. Adanya kebutuhan yang tidak biasa yang muncul karena ketergantungan terhadap penggunaan internet, seperti keinginan untuk menggunakan internet terus-menerus 3. Terjadinya sesuatu yang tidak biasa yang muncul dalam lingkungan sosial individu tersebut, seperti munculnya tekanan dari lingkungan atau larangan untuk tidak menggunakan internet pada individu 6. Komponen Kecanduan Internet Menurut Griffiths (dalam Essau, 2008) terdapat beberapa komponen inti dari kecanduan internet, yaitu: 1. Salience Hal ini terjadi ketika penggunaan internet menjadi aktivitas yang paling penting dalam kehidupan individu, mendominasi pemikiran,

23 37 perasaan (merasa sangat butuh), dan perilaku (kemunduran dalam perilaku sosial) individu. Individu akan selalu memikirkan tentang internet, meskipun sedang tidak menggunakan internet. 2. Mood modification Hal ini merupakan pengalaman subjektif yang disebutkan sebagai suatu konsekuensi yang menyenangkan dari penggunaan internet, dan dapat dilihat sebagai suatu strategi coping dari masalah yang dimiliki oleh individu. 3. Tolerance Hal ini berarti individu akan meningkatkan jumlah waktu yang dihabiskan dalam penggunaan internet sehingga dapat memperoleh efek yang menyenangkan yang dirasakan dalam diri individu tersebut ketika menggunakan internet. 4. Withdrawal symptoms Hal ini merupakan terbentuknya perasaan yang tidak menyenangkan yang terjadi ketika penggunaan internet dihentikan atau dikurangi secara tiba-tiba (misalnya mudah marah dan cemas). 5. Conflict Hal ini menunjukkan konflik yang muncul antara pengguna internet dengan orang-orang yang berada di sekitar mereka (konflik interpersonal), konflik dalam tugas yang dimiliki (pekerjaan, tugas sekolah, kehidupan sosial, hobi, dan ketertarikan) atau dengan diri individu itu sendiri (konflik dalam batin dan atau perasaan subjektif dari

24 38 kehilangan kontrol), yang disebabkan karena individu menghabiskan waktu yang terlalu banyak dalam penggunaan internet. 6. Relapse Hal ini merupakan kecenderungan untuk berulangnya kembali pola penggunaan internet dan bahkan kecenderungan untuk menggunakan kembali internet secara berlebihan. Kondisi ini terjadi segera setelah usaha penghentian penggunaan internet atau setelah pengontrolan terhadap penggunaan internet dilakukan. C. REMAJA 1. Pengertian Remaja Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin yaitu adolescer, yang berarti tumbuh atau bertumbuh menjadi dewasa. Masa remaja mencakup kematangan mental, emosional, dan fisik (Hurlock, 1990). Masa remaja merupakan masa transisi perkembangan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang melibatkan perubahan besar pada fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia, 2007). Menurut Piaget (dalam Hurlock, 1990) secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkatan orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang

25 39 khas dari cara berpikir remaja memungkinkan remaja untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang merupakan ciri khas dari periode perkembangan remaja. 2. Tugas Perkembangan pada Remaja Menurut Hurlock (1990), seluruh tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Adapun tugas perkembangan remaja adalah: a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita b. Mencapai peran sosial pria dan wanita c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya f. Mempersiapkan karir ekonomi untuk masa yang akan datang g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga h. Memperoleh nilai-nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku dan mengembangkan ideologi Tugas perkembangan tersebut berkaitan dengan domain identitas yang digunakan untuk melihat identitas diri remaja. Adapun domain identitas tersebut adalah pekerjaan, keyakinan idiologis dan keyakinan seksualitas.

26 40 3. Ciri-ciri Remaja Terdapat delapan ciri-ciri remaja yang dinyatakan oleh Hurlock (1990), yaitu: 1. Masa remaja sebagai periode yang penting Remaja mengalami perkembangan fisik dan perkembangan mental yang cepat dan penting dimana semua perkembangan tersebut menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai, dan minat baru. 2. Masa remaja sebagai periode peralihan Peralihan tidak berarti putus dengan atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan perpindahan dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang, serta mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru pada tahap berikutnya. 3. Masa remaja sebagai periode perubahan Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi dengan pesat diikuti dengan perubahan perilaku dan sikap yang juga berlangsung pesat. 4. Masa remaja sebagai usia bermasalah

27 41 Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Ada dua alasan bagi kesulitan ini, yaitu: a. Sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah b. Remaja merasa mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, sehingga menolak bantuan dari orang tua dan guru-guru 5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas Pada awal tahun masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting. Lambat laun remaja mulai mendambakan identitas diri dan tidak merasa puas dengan persamaan yang dimiliki dengan teman-teman dalam segala hal. Keinginan untuk tetap sama dengan kelompok dan juga keinginan untuk memiliki identitas diri akhirnya menimbulkan suatu dilema yang menimbulkan krisis identitas atau masalah pada identitas remaja. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Erikson (dalam Hurlock, 1990) bahwa identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat, apakah ia seorang anak atau seorang dewasa, apakah ia dapat menjadi seorang suami atau ayah, apakah ia mampu untuk tetap percaya diri sekalipun latar belakang ras, budaya,

28 42 agama atau nasionalnya membuat beberapa orang merendahkannya, dan secara keseluruhan apakah ia akan berhasil atau gagal dalam mengerjakan banyak hal dalam hidupnya. 6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan Adanya anggapan stereotype budaya bahwa remaja adalah anakanak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak, sehingga menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja. 7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik Remaja pada masa ini melihat dirinya sendiri dan orang lain sesuai dengan apa yang ia inginkan dan bukan sesuai dengan apa adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil dalam tujuan yang ditetapkannya sendiri. 8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa Semakin mendekatnya usia kematangan, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan streotype belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka hampir dewasa, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.

29 43 4. Batasan Usia Remaja Monks, dkk (2002) membagi fase-fase masa remaja ke dalam tiga tahap, yaitu: a. Remaja awal (12-15 tahun) Pada tahap ini, remaja mulai beradaptasi terhadap perubahanperubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Individu berusaha untuk menghindari ketidaksetujuan sosial atau penolakan dan mulai membentuk kode moral sendiri tentang benar dan salah. Individu menilai baik terhadap apa yang disetujui orang lain dan buruk apa yang ditolak orang lain. Pada tahap ini, minat remaja pada dunia luar sangat besar dan juga tidak mau dianggap sebagai kanak-kanak lagi namun belum bisa meninggalkan pola kekanakannya. b. Remaja pertengahan (15-18 tahun) Pada tahap ini, remaja berada dalam kondisi kebingungan dan terhalang dari pembentukan kode moral karena ketidakkonsistenan dalam konsep benar dan salah yang ditemukannya dalam kehidupan sehari-hari. Keraguan semacam ini juga jelas dalam sikap terhadap masalah mencontek, pada waktu remaja duduk di sekolah menengah atas. Karena hal ini sudah agak umum, remaja menganggap bahwa teman-teman akan memaafkan perilaku ini, dan membenarkan perbuatan mencontek bila selalu ditekan untuk mencapai nilai yang baik agar dapat diterima di sekolah tinggi dan yang akan menunjang keberhasilan dalam kehidupan

30 44 sosial dan ekonomi di masa-masa mendatang. Pada tahap ini, mulai tumbuh semacam kesadaran akan kewajiban untuk mempertahankan aturan-aturan yang ada, namun belum dapat mempertanggungjawabkannya secara pribadi. c. Masa remaja akhir (18-21 tahun) Pada tahap ini, individu dapat melihat sistem sosial secara keseluruhan. Individu mau diatur secara ketat oleh hukum-hukum umum yang lebih tinggi. Alasan mematuhi peraturan bukan merupakan ketakutan terhadap hukuman atau kebutuhan individu, melainkan kepercayaan bahwa hukum dan aturan harus dipatuhi untuk mempertahankan tatanan dan fungsi sosial. Remaja sudah mulai memilih prinsip moral untuk hidup. Individu melakukan tingkah laku moral yang dikemudikan oleh tanggung jawab batin sendiri. Pada tahap ini, remaja mulai menyadari bahwa keyakinan religius penting bagi mereka. Nilainilai yang dimiliki juga akan menuntun remaja untuk menjalin hubungan sosial dan keputusan untuk menikah atau tidak. Selain itu, individu juga mulai merasa bahwa hidupnya tidak akan dapat secara terus-menerus bergantung pada orang tua sehingga individu mulai memikirkan mengenai pekerjaan atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi yang dapat dipilih untuk masa depannya.

31 45 D. GAMBARAN IDENTITAS DIRI PADA REMAJA YANG MENGALAMI KECANDUAN INTERNET Masa remaja dikarakteristikkan dalam dua hal yang berbeda. Pertama, masa remaja dilihat sebagai suatu periode yang dipenuhi oleh ketertarikan, pertumbuhan dan pengalaman, dan mengarah kepada perkembangan untuk menjadi dewasa muda yang produktif. Kedua, masa remaja merupakan periode yang penuh konflik dan juga bermasalah dalam keluarga yang memungkinkan terjadinya disfungsi dan juga pengasingan diri (Essau, 2008). Menurut Erikson (Papalia, 2008), yang menjadi tugas utama pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Identitas diri adalah suatu konsepsi mengenai diri, penentuan tujuan, nilai, dan keyakinan yang dipegang teguh oleh individu. Masa remaja merupakan masa dimana individu harus dapat memutuskan siapakah mereka, apa keunikan yang mereka miliki dan apa yang menjadi tujuan hidup mereka. Hal ini akan diperoleh ketika remaja dapat menyelesaikan krisis yang muncul dari tahap perkembangan psikososial identity versus identity confusion. Kemampuan untuk menyelesaikan krisis tersebut akan membentuk remaja menjadi orang dewasa unik dengan pemahaman akan diri yang utuh dan memahami peran nilai dalam masyarakat. Marcia (1993) menyatakan bahwa identitas diri individu dapat digambarkan melalui status identitas, yang dilihat berdasarkan ada tidaknya dimensi krisis dan komitmen dalam beberapa area atau domain, yaitu pekerjaan (sekolah, pekerjaan, dam karir), keyakinan idiologis (berisikan masalah keagamaan dan sikap politik), serta keyakinan mengenai seksualitas (terdiri dari

32 46 sikap terhadap peran jenis kelamin dan seksualitas). Krisis adalah suatu periode dimana remaja akan secara aktif bertanya, mengidentifikasi, mencari tahu, menggali, dan menyelidiki berbagai alternatif yang ada untuk mencapai suatu keputusan mengenai tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan keyakinan yang akan diambil. Komitmen adalah kesetiaan, keteguhan pendirian, prinsip, dan tekad yang dimiliki untuk melakukan berbagai kemungkinan atau alternatif yang dipilih. Munculnya eksplorasi dan komitmen pada domain identitas dalam diri individu akan semakin kuat ketika individu berada di remaja akhir (Marcia, 1993). Hal ini disebabkan karena pada masa remaja akhir susunan identitas diri dapat dibedakan, dan terjadi pengujian identitas diri pada lingkungan. Di usia remaja akhir, individu sudah mulai memilih prinsip moral untuk hidup serta menyadari bahwa keyakinan religius penting bagi mereka. Nilai-nilai yang dimiliki juga akan menuntun individu untuk menjalin hubungan sosial dan keputusan untuk menikah atau tidak. Selain itu, di usia remaja akhir, individu juga mulai merasa bahwa hidupnya tidak akan dapat secara terus-menerus bergantung pada orang tua sehingga remaja mulai memikirkan mengenai pekerjaan atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi yang dapat dipilih untuk masa depannya. Menurut Marcia et al (1993) identitas individu dapat terbentuk melalui interaksi yang terjadi dengan orang tua, keluarga dan teman sebaya. Interaksi tentunya dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung. Interaksi individu secara langsung di usia remaja akan banyak dilakukan dengan teman sebaya, dimana remaja menghabiskan waktu dengan melakukan aktivitas bersama teman-teman seusianya (Berk, 2007). Sedangkan interaksi secara tidak langsung

33 47 dapat dilakukan dengan berbagai media, dan salah satunya yang saat ini banyak digunakan adalah komunikasi melalui internet. Interaksi yang terjadi melalui internet akan mengurangi peluang seseorang untuk menangkap tanda-tanda komunikasi dari orang yang terlibat dalam komunikasi, sehingga membatasi penerimaan informasi yang diperoleh individu. Berbeda dengan interaksi secara langsung, pada interaksi melalui internet individu tidak dapat menangkap gerak-gerik, raut muka, nada suara, dan hal-hal lain dari individu yang terlibat dalam interaksi. Namun demikian, internet tetap dapat menghasilkan suatu komunikasi antara orang-orang yang menggunakannya (Putubuku, 2008). Meskipun interaksi melalui internet memiliki perbedaan dengan interaksi yang dilakukan secara langsung, namun jumlah pengguna internet dunia, termasuk Indonesia terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari data yang dinyatakan oleh Nasir (2010) bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia berjumlah 20 juta pengguna pada tahun 2006 dan 25 juta pengguna pada tahun 2007 serta sebanyak 64% dari jumlah pengguna tersebut berasal dari kalangan remaja. Pada tahun 2010 jumlah pengguna internet di Indonesia meningkat hingga mencapai angka 30 juta orang. Penggunaan internet merupakan hal yang sangat menarik perhatian para remaja saat ini. Hal ini terjadi karena melalui internet remaja dapat melakukan komunikasi dengan orang lain sehingga dapat saling memberikan dan menerima informasi. Karakteristik sosial yang muncul dalam komunikasi yang terjadi di dunia nyata juga dapat muncul secara alami ketika terjadi komunikasi secara maya

34 48 pada penggunaan internet, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya pembentukan identitas (Rimskii, 2010). Individu yang berkomunikasi dapat menentukan dirinya sebagai anggota dari suatu kelompok, menerima nilai-nilai dari kelompok tersebut, menerima peran sebagai individu dari anggota kelompok, serta menentukan perbedaan dan persamaan dengan anggota kelompok. Selain itu, dalam pertukaran informasi, individu yang menggunakan internet juga dapat membentuk identitas mereka dengan menginternalisasikan elemen-elemen yang mereka dapatkan dari internet, seperti sikap, persepsi, pandangan mengenai orang lain, pertimbangan akan sesuatu, pendapat mengenai sesuatu, penilaian mengenai sesuatu, hal-hal yang menjadi prioritas dalam hidup, berbagi mengenai karakteristik dari aktivitas yang disukai dan hal lainnya. Seiring dengan semakin berkembang dan semakin mudahnya akses terhadap jaringan internet, penggunaan internet secara berlebihan dapat terjadi pada siapa saja. Penggunaan internet yang berlebihan menyebabkan berkurangnya kontrol individu terhadap waktu yang digunakan untuk mengakses internet sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kecanduan. Pada umumnya individu yang mengalami kecanduan internet tidak dapat mengontrol diri sehingga cenderung mengabaikan kegiatan lainnya, seperti sekolah, pekerjaan, interaksi secara langsung dengan lingkungan, dan kewajiban lainnya. Menurut Brenner (dalam Essau, 2008) individu dapat dinyatakan mengalami kecanduan internet ketika sudah menghabiskan waktunya rata-rata 19 jam per minggu untuk menggunakan internet.

35 49 Individu yang mengalami kecanduan internet dapat mengalami beberapa simptom. Simptom tersebut seperti selalu membayangkan aktivitas yang dapat dilakukan dalam internet, merasa membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk menggunakan internet, merasa tidak memiliki kontrol ketika menggunakan internet, merasa tidak mampu untuk menghentikan penggunaan internet, mengalami masalah dalam hubungan dengan orang lain, pekerjaan, pendidikan, atau karir, serta memiliki perasaan tidak berguna, merasa bersalah, atau perasaan cemas ketika tidak menggunakan internet. Hal ini tidak jauh berbeda dari pendapat Stefanescu et al (2007) yang menyatakan, remaja yang mengalami kecanduan internet akan mengalami simptom-simptom seperti menarik diri, merasa cemas, menjadi orang yang mudah marah, gelisah, memiliki pemikiran yang obsesif, memiliki perilaku kompulsif terhadap internet dan juga selalu membayangkan hal-hal yang berkaitan dengan internet. Kecanduan internet yang dimiliki oleh individu dapat dilihat dari beberapa komponen kecanduan internet yang dinyatakan oleh Griffiths (dalam Essau, 2008). Komponen kecanduan internet tersebut adalah: salience, mood modification, tolerance, withdrawal symptoms, conflict dan relapse. Remaja yang mengalami kecanduan internet akan memiliki pandangan bahwa hubungan yang dimiliki melalui internet lebih menarik dibandingkan dengan dunia nyata sehingga remaja tersebut mengabaikan hubungan yang seharusnya dapat mereka miliki dengan orang lain di dunia nyata dan lebih memilih untuk melakukan interaksi melalui internet.

36 50 Penggunaan internet dapat menjadi sebuah sarana untuk menciptakan hubungan sosial yang semakin baik bagi para penggunanya (Mazalin & Moore, 2004). Pengguna internet dapat saling memberi dukungan melalui interaksi yang terjadi, meningkatkan hubungan dengan orang lain, serta para pengguna dapat menggunakan internet untuk semakin meningkatkan pemahamannya mengenai identitas dirinya. Penggunaan internet dapat bermanfaat untuk meningkatkan interaksi sosial apabila interaksi yang dilakukan melalui internet juga tetap disertai dengan interaksi yang terjadi secara langsung di dunia nyata. Artinya, interaksi yang seharusnya dilakukan di dunia nyata tidak digantikan oleh interaksi yang dilakukan melalui internet. Interaksi yang lebih banyak dilakukan melalui internet tentunya juga dapat menyebabkan kecenderungan untuk mengabaikan interaksi secara langsung, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kematangan identitas diri individu. Kurangnya kedekatan secara langsung dengan teman sebaya, yang merupakan interaksi yang paling banyak dilakukan di usia remaja, merupakan salah satu hal yang dapat membatasi kesempatan bagi remaja untuk belajar dari lingkungan sosialnya secara langsung dan juga mengurangi kesempatan belajar peran dari teman sebayanya. Hal ini dapat menghambat kematangan identitas remaja pada masa perkembangan (Mazalin & Moore, 2004). Kedekatan remaja secara langsung dengan teman sebaya di dunia nyata akan mempengaruhi remaja untuk dapat belajar peran, menentukan sikap, dan membentuk perilaku yang juga akan mempengaruhi perkembangan identitas remaja. Menurut Kunnen & Bosma (dalam Berk, 2007), melalui interaksi secara

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identitas Ego 2.1.1 Definisi Identitas Ego Untuk dapat memenuhi semua tugas perkembangan remaja harus dapat mencapai kejelasan identitas (sense of identity) yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Diet 1. Pengertian Perilaku Diet Perilaku diet adalah pengurangan kalori untuk mengurangai berat badan (Kim & Lennon, 2006). Demikian pula Hawks (2008) mengemukakan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat MODUL PERKULIAHAN Perkembangan Sepanjang Hayat Adolescence: Perkembangan Psikososial Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Psikologi Psikologi 03 61095 Abstract Kompetensi Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson

BAB II LANDASAN TEORI. Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson BAB II LANDASAN TEORI A. Keintiman 1. Pengertian Keintiman Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson (dalam Kroger, 2001) mendefinisikan keintiman mengacu pada perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Dalam perkembangan kepribadian seseorang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kecanduan Internet Kandell (dalam Panayides dan Walker, 2012) menyatakan bahwa kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam suku, ras dan agama, hal ini yang memungkinkan terjadinya perkawinan antar suku, ras

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Calhoun dan Acocella (1990) mendefinisikan kontrol diri (self-control)

BAB II LANDASAN TEORI. Calhoun dan Acocella (1990) mendefinisikan kontrol diri (self-control) BAB II LANDASAN TEORI A. KONTROL DIRI 1. Definisi Kontrol Diri Calhoun dan Acocella (1990) mendefinisikan kontrol diri (self-control) sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang;

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

PSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT

PSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT Modul ke: PSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT Perkembangan Remaja Fakultas Psikologi Tenny Septiani Rachman, M. Psi, Psi Program Studi Psikologi http://www.mercubuana.ac.id Preface Masa remaja sering disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Merokok 1. Definisi frekuensi Frekuensi berasal dari bahasa Inggris frequency berarti kekerapan, keseimbangan, keseringan, atau jarangkerap. Smet (1994) mengatakan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo

PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MASA REMAJA (ADOLESENCE) PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir logis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identitas Ego 2.1.1. Definisi Identitas Menurut Erikson (dalam Corsini, 2002), identitas adalah suatu perasaan tentang menjadi seseorang yang sama, perasaan tersebut melibatkan

Lebih terperinci

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian keluarga Menurut Friedmen (1998) keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peserta didik pada jenjang pendidikan menengah, yakni Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berada dalam tahapan usia remaja, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan,

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki serangkaian kebutuhan yang harus dipenuhi baik itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu mengalami masa peralihan atau masa transisi. Yang dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa:

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja Menurut Havighurst (dalam Syaodih. 2009.: 161) mengatakan bahwa: Definisi tugas perkembangan adalah suatu tugas yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan menikah seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sebagai sembarang respon (reaksi, tanggapan, jawaban, alasan) yang dilakukan oleh

BAB II LANDASAN TEORI. sebagai sembarang respon (reaksi, tanggapan, jawaban, alasan) yang dilakukan oleh BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Cybersex 1. Defenisi Perilaku Cybersex Chaplin (1997) mengemukakan bahwa perilaku secara psikologi diartikan sebagai sembarang respon (reaksi, tanggapan, jawaban, alasan)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan menguraikan beberapa teori terkait dengan judul yang peneliti sampaikan diatas. Di dalam bab ini akan menguraikan teori mengenai identitas diri pada remaja beserta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PENELITIAN BAB 2 TINJAUAN PENELITIAN 2.1. Ego Development Definisi identitas menurut Erikson (dalam Subrahmanyam & Smahel, 2011) adalah perasaan subjektif terhadap diri sendiri yang konsisten dan berkembang dari

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

TINJAUAN PUSTAKA Remaja TINJAUAN PUSTAKA Remaja Istilah remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescence yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Namun saat ini adolescence memiliki arti yang lebih luas mencakup kematangan mental,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep remaja 1. Pengertian Batasan remaja menurut WHO adalah suatu masa dimana secara fisik individu berkembang dari saat pertama kali menunjukan tanda-tanda seksual sekunder

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap warga negara Indonesia harus berperan serta secara positif untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap warga negara Indonesia harus berperan serta secara positif untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terus mengalami perkembangan yang menyangkut berbagai aspek kehidupan menuju suatu kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Seksual. laku individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Seksual. laku individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual 1. Definisi Perilaku Seksual Sarwono (2005) mengungkapkan bahwa perilaku seksual adalah tingkah laku individu yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Komunikasi 1. Definisi Komunikasi Secara etimologis, istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communication, yang akar katanya adalah communis, tetapi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran identitas diri pada remaja yang menikah dini. Bab ini adalah penutup dari seluruh naskah penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas tentang landasan teori berupa definisi, dimensi, dan faktor yang berpengaruh dalam variabel yang akan diteliti, yaitu bahasa cinta, gambaran tentang subjek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan

Lebih terperinci

dasar peran 1. Kepercayaan dasar >< Ketidakpercayaan

dasar peran 1. Kepercayaan dasar >< Ketidakpercayaan 1. Kepercayaan dasar >< Ketidakpercayaan dasar 2. Otonomi >< Rasa malu dan ragu-ragu 3. Inisiatif >< Rasa bersalah 4. Industri (kerajinan) >< inferioritas 5. Mencapai identitas diri >< Kebingungan peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk yang tidak pernah berhenti berubah. Semenjak pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam kemampuan fisik maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Kebahagiaan. hati, perasaan. Kebahagiaan ada di dalam diri seseorang dan kebahagian

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Kebahagiaan. hati, perasaan. Kebahagiaan ada di dalam diri seseorang dan kebahagian BAB II TINJAUAN TEORI A. Kebahagiaan 1. Kebahagiaan Menurut Watson (2007: 238) kebahagiaan adalah suatu keadaan, suasana hati, perasaan. Kebahagiaan ada di dalam diri seseorang dan kebahagian merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Belajar 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial Cohen dan Wills (1985) mendefinisikan dukungan sosial sebagai pertolongan dan dukungan yang diperoleh seseorang dari interaksinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Pengertian Asertif menurut Corey (2007) adalah ekspresi langsung, jujur dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak-hak seseorang tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada rentang usia remaja, yaitu berkisar antara 12-15 tahun (Lytha, 2009:16). Hurlock (1980:10) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pikiran mengamati dan menggali pengalaman, termasuk emosi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pikiran mengamati dan menggali pengalaman, termasuk emosi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesadaran Diri 1. Pengertian Kesadaran Diri Menurut Goleman (1999) kesadaran diri yaitu perhatian terus menerus terhadap keadaan batin seseorang. Dalam keadaan refleksi diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. KEMATANGAN KARIR 1. Pengertian Kematangan Karir Crites (dalam Salami, 2008) menyatakan bahwa kematangan karir sebagai sejauh mana individu dapat menguasai tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB II PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL DAN KONTROL DIRI REMAJA YANG MENGALAMI KECANDUAN INTERNET

BAB II PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL DAN KONTROL DIRI REMAJA YANG MENGALAMI KECANDUAN INTERNET 19 BAB II PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL DAN KONTROL DIRI REMAJA YANG MENGALAMI KECANDUAN INTERNET A. Program Bimbingan Pribadi-Sosial 1. Pengertian Bimbingan Pribadi Sosial Menurut pandangan Shertzer

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa ini menimbulkan perubahan-perubahan baik itu secara fisik maupun

BAB I PENDAHULUAN. Masa ini menimbulkan perubahan-perubahan baik itu secara fisik maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan transisi dari masa kanak-kanak dan masa dewasa. Masa ini menimbulkan perubahan-perubahan baik itu secara fisik maupun psikologis menuju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN Menurut Havighurst, tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu; dan apabila berhasil mencapainya mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss).

BAB II LANDASAN TEORITIS. reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss). BAB II LANDASAN TEORITIS A. GRIEF 1. Definisi Grief Menurut Rando (1984), grief merupakan proses psikologis, sosial, dan reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Perilaku Seksual Pranikah. 1. Perilaku Seksual. Sarwono (2003), mendefinisikan perilaku seksual remaja sebagai

BAB II KAJIAN TEORI. A. Perilaku Seksual Pranikah. 1. Perilaku Seksual. Sarwono (2003), mendefinisikan perilaku seksual remaja sebagai 8 BAB II KAJIAN TEORI A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Perilaku Seksual Sarwono (2003), mendefinisikan perilaku seksual remaja sebagai segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mengenal masyarakat di sekitarnya. Remaja mulai memahami

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Diet 2.1.1 Pengertian Perilaku Diet Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, maupun masyarakat. Menurut Walgito (2001:71) dorongan atau motif

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, maupun masyarakat. Menurut Walgito (2001:71) dorongan atau motif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan individu sosial yang dalam kesehariannya tidak pernah lepas dari individu lain, dimana individu tersebut harus mampu berinteraksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL & PROSES ADAPTASI REMAJA. Asmika Madjri

PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL & PROSES ADAPTASI REMAJA. Asmika Madjri PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL & PROSES ADAPTASI REMAJA Asmika Madjri PENGERTIAN PERKEMBANGAN PERKEMBANGAN- Proses terus menerus- kedepan- tidak dapat diulang- serangkaian perubahan dalam susunan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ainsworth (dalam Helmi, 2004) mengartikan kelekatan sebagai ikatan afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini berlangsung lama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996). BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Banyak orang mengatakan masa-masa sekolah adalah masa yang paling menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan pembahasan mengenai masa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 17 BAB II LANDASAN TEORI A. Konflik 1. Pengertian Konflik Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Kurt Lewin (dalam Hall, Lindzey, Loehlin, Locke, 1985) mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014 BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kondisi ekonomi saat ini telah banyak menimbulkan permasalahan sosial, terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas menggejala secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja

BAB II TINJAUAN TEORI. ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja BAB II TINJAUAN TEORI Bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang digunakan didalam penelitian ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja 2.1. Parasosial 2.2.1. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi dan modernisasi yang sedang berjalan saat ini, banyak terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial budaya. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengharapkan pengaruh orangtua dalam setiap pengambilan keputusan

BAB I PENDAHULUAN. mengharapkan pengaruh orangtua dalam setiap pengambilan keputusan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tahap perkembangan remaja, kebanyakan mereka tidak lagi mengharapkan pengaruh orangtua dalam setiap pengambilan keputusan yang akan dilakukan. Hal ini sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu masa dalam tahap perkembangan manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja menurut Hurlock (1973)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan zat adiktif lainnya BNN (2006). Narkoba pada awalnya digunakan untuk keperluan medis, pemakaiannya akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Kebahagiaan Menurut Seligman (2005) kebahagiaan hidup merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan salah satu proses yang biasanya dijalani individu sebelum akhirnya memutuskan menikah dengan pasangan. Pada masa pacaran, individu saling

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin besarnya kebutuhan akan tenaga kerja profesional di bidangnya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci