BAB II LANDASAN TEORI. Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Keintiman 1. Pengertian Keintiman Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson (dalam Kroger, 2001) mendefinisikan keintiman mengacu pada perasaan saling percaya, terbuka dan saling berbagi dalam suatu hubungan. Keintiman dapat terjadi karena kita telah mengenal diri kita dan merasa cukup aman dengan identitas yang kita miliki (Erikson dalam Shaffer, 2005). Menurut Erikson (dalam Marcia, dkk. 1993) individu yang memiliki kemampuan keintiman akan mampu berkomitmen pada pilihan yang telah diambilnya walaupun untuk mempertahankannya membutuhkan pengorbanan dan banyak perundingan. Olforsky (dalam Marcia, dkk., 1993) mendefinisikan kemampuan keintiman sebagai kemampuan untuk membentuk dan mempertahankan hubungan yang intim atau akrab, yang biasanya terlihat dalam bentuk kedekatan, penghargaan terhadap individualitas, keterbukaan, komunikasi, tanggungjawab, hubungan timbal balik, komitmen dan seksualitas. Seksualitas disini tidak mengacu pada hubungan seks, tetapi lebih kepada kepuasan yang dirasakan individu dalam berinteraksi dengan orang lain. Levinger (dalam Masters, Johnson, & Kolodny, 1992) mendefinisikan keintiman sebagai sebuah proses dimana dua orang saling memberi perhatian

2 sebebas mungkin dalam pertukaran perasaan, pikiran dan tindakan. Keintiman secara umum ditandai oleh perasaan penerimaan, kedekatan, komitmen dan kepercayaan antara kedua belah pihak. Keintiman menunjukkan bukti bahwa individu terhubung dan dekat dengan orang yang dicintainya. Keintiman merupakan emosi yang membuat individu merasa lebih dekat satu sama lain, emosi-emosi tersebut seperti menghargai, afeksi dan saling memberikan dukungan. Merasakan keintiman dimana dua orang individu berbagi banyak informasi personal (Lefrancois, 1993). Stenberg (dalam Carrol, 2005) menyatakan bahwa keintiman melibatkan perasaan yang dekat, terikat dan saling berhubungan. Menurut Fieldman (1995), keintiman adalah proses dimana seseorang mengkomunikasikan perasaanperasaan dan informasi yang penting mengenai dirinya kepada orang lain melalui sebuah proses keterbukaan diri. Newman (2006) mendefinisikan keintiman sebagai kemampuan untuk memberi dukungan, terbuka dan mempunyai hubungan yang dekat dengan orang lain tanpa takut kehilangan identitas diri dalam prosesnya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian keintiman adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalin hubungan yang dekat atau akrab dengan orang lain dengan menunjukkan perasaan saling percaya, saling berbagi (keterbukaan diri), adanya hubungan timbal balik dan terbentuknya komitmen dalam suatu hubungan.

3 2.Kriteria Keintiman Orlofsky (dalam Marcia,dkk., 1993) mengidentifikasikan tiga kriteria utama untuk menentukan keintiman yaitu : (1) Tingkat dimana individu terlibat dalam persahabatan dengan pria dan wanita. Apakah individu memiliki hubungan dengan lawan jenis dan apakah hubungan yang terjalin dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Hal ini dapat terlihat melalui banyaknya waktu yang dihabiskan bersama-sama untuk saling mengenal pasangan lebih dalam, menerima kelebihan dan kekurangan yang dimiliki pasangan, dan kedekatan emosional mereka dalam suatu hubungan yang sedang dijalani. (2) Apakah individu tersebut terlibat atau sudah terlibat dalam komitmen yang dibangun melalui hubungan, bertahan dalam suatu hubungan seperti pada pasangan yang berpacaran. Hal ini dapat terlihat dari pembicaran mengenai kelanjutan suatu hubungan di masa depan seperti ke jenjang pernikahan, dan komitmen yang terdapat dalam suatu hubungan yang membuat hubungan tersebut dapat bertahan ketika terdapat permasalahan dalam hubungan tersebut. Komitmen yang dapat digunakan untuk mendiskusikan dan memecahkan masalah yang terjadi dalam suatu hubungan. (3) Kedalaman atau kualitas dari hubungan persahabatan dan cinta atau pacaran. Kriteria ini berfokus pada tingkat dimana individu sudah mencapai kapasitas dalam suatu hubungan yang dikarakteristikkan dengan keterbukaan,

4 kejujuran, perhatian, empati atau menerima dan mamahami perbedaan yang ada, sikap dan perilaku seksual. 3. Kategori Keintiman Olforsky (dalam Marcia, dkk., 1993) membagi keintiman ke dalam lima kategori. Penelitian ini berfokus pada dua kutub yang berlawanan yaitu intimate versus isolated. Hal ini sesuai dengan tahap perkembangan dewasa awal yaitu keintiman dengan keterasingan Adapun kelima kategori keintiman tersebut yaitu : 1. Isolated Individu pada status ini tidak memiliki hubungan yang dekat dengan teman sebaya, kenalan yang mereka miliki bersifat formal dan klise.individu pada status ini jarang berpacaran dan bukan berarti bahwa mereka akan berpacaran dengan orang yang sama untuk waktu yang lama. Individu ini menyadari mereka jarang berpacaran sebagai sebuah keinginan untuk menghindari keterikatan atau dikarenakan kesibukan mereka. Sebaliknya, mereka ingin berpacaran lebih akan tetapi mereka tidak nyaman dengan apa yang mereka jalani atau melihat diri mereka sebagai seseorang yang sangat tidak menarik atau tidak ada orang lain yang tertarik pada mereka. Individu ini cenderung menghindar dan kurang memiliki keahlian sosial. Mereka terlihat merasa tidak aman dan rendah diri, tidak puas dengan keadaan diri sendiri atau terlalu puas dengan keadaan diri sendiri, defensive, tinggal dalam sebuah dunia yang terasing dan menolak beberapa kebutuhan atau keinginan untuk dekat dengan orang lain.

5 2. Stereotyped Individu ini memiliki teman-teman dan hubungan pacaran dengan lawan jenis akan tetapi belum memiliki komitmen yang kuat. Individu ini kurang terbuka atau kurang memiliki keterlibatan dan komunikasi yang dangkal dan bersifat konvensional. Individu ini sering memiliki pacar, akan tetapi mereka jarang terlihat dengan orang yang dama dalam waktu lebih dari beberapa bulan. Mereka suka bermain-main, tidak mau terlibat terlalu dalam dan berkencan dengan beberapa orang dalam waktu yang bersamaan. Jarang menghabiskan waktu dengan berbicara dan mengenal satu sama lain. Individu ini secara seksual terhambat dan tidak matang, berganti-ganti pasangan dan melakukan aktivitas seksual sebagai suatu kegembiraan. Penekanan dalam hubungan berdasarkan apa yang mereka dapatkan dari orang lain dari pada menguntungkan satu sama lain. Secara umum, individu pada status ini dikarakteristikkan memiliki hubungan yang dangkal dan kurang memiliki kesadaran diri. 3. Pseudointimate Individu ini telah memiliki hubungan dengan lawan jenis yang bertahan lama, akan tetapi hubungan yang dijalin kurang terdapat kedekatan dan tidak mendalam. Hubungan dengan lawan jenis atau hubungan yang

6 lainnya yang sedang dijalani memiliki komunikasi yang kurang terbuka dan kurang memiliki keterlibatan emosi. Individu pada status ini menjalin hubungan yang cenderung dangkal. Mereka jarang membagi permasalahan pribadi mereka atau perasaan yang terdalam dengan orang lain. Rasa tanggung jawab yang mereka miliki sangat terbatas. Mereka hanya bersedia untuk menceritakan hal-hal yang baik. Mereka juga hanya mau mendengarkan permasalahan yang dimiliki orang lain apabila waktunya tepat untuk mereka. Pendekatan mereka terhadap suatu hubungan adalah suatu objek yang menyediakan status, kehormatan, materi atau lainnya. Ketika ditanya alasan mereka menikah atau bertunangan, mereka tidak mengetahuinya tetapi menggunakan alasan waktu yang akan menjawabnya. Secara umum individu ini dikarakteristikkan dengan memiliki hubungan yang dangkal, kurang memiliki kesadaran diri. Mereka tidak terbuka terhadap nilai-nilai dan memiliki hubungan yang tidak jujur. 4. Preintimate Individu ini memiliki satu atau lebih teman dekat tetapi belum memiliki hubungan dengan lawan jenis yang bertahan lama. Hubungan yang mereka jalani dikarakteristikkan dengan komunikasi yang terbuka, kasih sayang, perhatian dan menghormati pasangan. Individu ini tidak sering berpacaran. Hubungan berpacaran yang mereka jalani dikarakteristikkan dengan keterbukaan dan kejujuran seperti

7 hubungan dengan teman-teman mereka. Mereka secara umum berpengalaman secara seksual tetapi mengalami konflik pada area ini. Individu ini memiliki permasalahan dengan komitmen, menginginkan hubungan yang dekat tetapi perasaan mereka belum siap menerima kelekatan yang terjadi. Individu ini sangat menghormati pasangannya, mempersepsikan mereka dalam cara-cara yang realistik. Individu ini secara umum memiliki kesadaran diri yang baik dan benarbenar tertarik kepada orang lain. Mereka memberi kesan bahwa mereka mampu memiliki hubungan cinta yang lama dan berkeinginan untuk mewujudkannya di masa depan. 5. Intimate Individu membentuk dan memelihara satu atau lebih hubungan cinta yang mendalam dan lama serta telah memiliki komitmen. Hubungan ini dikarakteristikkan dengan komunikasi yang terbuka, saling memberikan kasih sayang dan perhatian, saling bertanggung jawab, menghormati diri sendiri dan pasangan. Mengembangkan hubungan personal yang saling menguntungkan. Mereka berbagi masalah dengan pasangan dan mampu mengekspresikan rasa marah dan kasih sayang kepada pasangannya. Terbuka terhadap perasaanperasaan dan masalah yang ada dengan baik. Mempunyai komitmen yang kuat dengan pasangan dan berusaha untuk mengatasi permasalahan dan menyelesaikan perbedaan dengan cara yang tepat. Mereka mempersepsikan pasangan sebagai individu yang unik dan melihat

8 kelemahan dan kelebihan pasangan dengan cara yang realistik. Mereka menikmati aktivitas yang dilakukan dengan orang lain, akan tetapi mereka juga memiliki hobi sendiri dan kegiatan yang dilakukan sendiri dan peduli terhadap kebutuhan mereka sendiri. Mereka tidak bergantung, cemburu atau memanipulasi pasangan secara berlebihan. Individu ini secara umum dikarakteristikkan dengan individu yang memiliki kesadaran diri yang baik, benar-benar tertarik kepada orang lain. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keintiman Keintiman tidak terjadi begitu saja, akan tetapi terdapat faktor-faktor yang dapat mendukung dan menghambat terbentuknya keintiman. Beberapa faktor yang dapat menghalangi terjalinnya keintiman (Cox, 1978) adalah : 1. Pengalaman masa lalu Adanya peristiwa yang bagi sebagian orang merupakan peristiwa traumatis, seperti meninggalnya orang tua, perceraian dan sebagainya. Akibatnya, orang-orang yang demikian dapat menghindar untuk berhubungan secara dekat dengan orang lain untuk mencintai orang lain. Ketakutan ini dapat menghalangi terjalinnya keintiman. 2. Kecemasan akan identitas diri Seseorang yang memiliki identitas diri yang belum mantap, belum mengetahui siapa dirinya sebenarnya, mengenai pilihan-pilihan yang akan diambilnya. Hal ini akan menyulitkan seseorang untuk menjalin keintiman dengan orang lain.

9 3. Ketakutan akan terungkapnya kelemahan Ada orang yang menghindar menjalin hubungan dekat dengan orang lain karena merasa takut kelemahan-kelemahan dan kesalahan-kesalahan mereka akan terungkap. 4. Membawa kekesalan atau dendam masa lalu ke masa kini Mengungkapkan kembali peristiwa di masa lalu yang kurang berkenan, atau harapan-harapan di masa lalu yang tidak tercapai merupakan hal-hal yang dapat menghalangi terjalinnya keintiman. 5. Konflik masa kecil yang tidak terselesaikan Konflik yang sering menimbulkan perasaan kompetitif, bersaing, iri dan sebagainya sehingga dapat mengganggu terjalinnya keintiman dengan baik. 6. Ketakutan akan mengungkapkan perasaan negatif Ada orang yang mengalami ketakutan untuk mengungkapkan perasaan negatif seperti amarah, dendam, permusuhan dan sebagainya karena mereka merasa takut akan ditolak atau memperoleh penilaian yang kurang baik. 7. Harapan-harapan terhadap peran suami istri Pasangan yang menikah belum tentu memiliki pandangan yang sama tentang peran suami istri sehingga akan menimbulkan konflik yang dapat menghalangi terjalinnya keintiman.

10 8. Pandangan tentang seks Mereka yang sejak kecil mendapatkan penjelasan yang negatif tentang seks, dapat mempengaruhi pandangan mereka terhadap seks ketika mereka telah menikah. Sedangkan dalam pernikahan, seks merupakan hal yang penting karena merupakan salah satu cara yang tepat untuk mengurangi ketegangan dan menjalin keintiman. B. Identitas 1. Pengertian Identitas Identitas versus kebingungan identitas merupakan fase kelima dalam delapan fase perkembangan Erikson, yang terjadi pada kira-kira bersamaan dengan masa remaja. Inilah saatnya remaja mengetahui siapa dirinya, bagaimana dirinya, dan ke mana ia menuju dalam kehidupannya (dalam Santrock, 1995). Erikson (dalam Lefrancois, 1993) mendefinisikan identitas sebagai keseluruhan pandangan mengenai diri yang berkembang dari masa lalu tetapi juga melibatkan tujuan dan rencana-rencana di masa depan. Erikson (dalam Gembeck & Patherick, 2006) juga mengatakan bahwa identitas digambarkan sebagai perasaan mengenai diri, menerima keadaan diri dan mengetahui tujuannya berada di dunia. Waterman (dalam Lefrancois, 1993) mendefinisikan identitas sebagai pendefinisian diri yang jelas mengenai tujuan-tujuan, nilai-nilai dan kepercayaan yang dipengang seseorang.

11 Identitas menurut Shaffer (2005) adalah pendefinisian diri yang matang, sebuah perasaan tentang siapa diri kita, kemana tujuan hidup kita dan bagaimana kita menyocokkan diri ke dalam masyarakat. Kaplan (2000) mendefinisikan identitas sebagai perasaan yang kita miliki ketika kita mengenal siapa diri kita yang sebenarnya. Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai pengertian identitas yaitu perasaan mengenai diri, menerima keadaan diri dan pandangan mengenai tujuan hidup, nilai-nilai dan kepercayaan yang kita pegang. 2. Pembentukan Identitas Pembentukan identitas diri membuat individu mulai mempertanyakan kembali tentang dirinya, meninjau dan mengevaluasi perubahan perasaan-perasaan dan penampilan yang terjadi dan mempertanyakan kembali bagaimana hubungan yang dilakukan dengan orangtua dan oranglain (Gardner, 2002). Proses pembentukan identitas diri merupakan suatu proses yang berkepanjangan. Pembentukan identitas muncul sejak timbulnya kelekatan, perkembangan perasaan diri dan munculnya kemandirian pada masa bayi, dan mencapai fase akhirnya dengan tinjauan dan integrasi kehidupan pada masa lanjut usia. Pembentukan identitas tidak dimulai atau berakhir pada masa remaja (Santrock, 1995). Perkembangan identitas oleh Marcia (1993) berfokus pada area ideologi yang merefleksikan pendekatan individu dalam konteks umum yaitu pada pekerjaan,

12 agama dan politik dan area interpersonal yang meliputi peran jenis kelamin, hubungan berpacaran dan hubungan persahabatan. Sejumlah pencarian dan komitmen yang dimiliki pada area interpersonal merupakan aspek yang penting dalam perkembangan identitas yang secara khusus berhubungan dengan pembentukan keintiman dalam hubungan berpacaran. Marcia (1993) menyatakan bahwa pembentukan identitas dapat dilihat melalui kehadiran dari krisis dan komitmen. 3. Krisis Krisis didefinisikan sebagai sebuah periode pembuatan keputusan ketika pilihan-pilihan, kepercayaan-kepercayaan, dan pengidentifikasian yang telah ada sebelumnya dipertanyakan oleh individu dan informasi atau pengalaman yang berhubungan terhadap pilihannya untuk dilakukan pencarian. Krisis juga menggambarkan sejumlah pencarian untuk meninjau kembali atau mendefinisikan ulang mengenai dirinya. Masa ini biasanya ditandai dengan kebingungan, kecemasan dan ketidakkonsistenan dan sebuah usaha aktif untuk bekerja melalui konflik (dalam Kroger, 2001). Adapun kriteria yang digunakan untuk menggambarkan terjadinya krisis yaitu : 1. Kemampuan Mengetahui Orang dewasa memiliki kemampuan mengetahui dengan standard yang lebih tinggi dari pada anak sekolah atau mahasiswa. Kehidupan yang lebih lama dan waktu yang lebih panjang dalam mengumpulkan informasi

13 berarti bahwa mereka melewati gambaran yang lebih spesifik tentang alternatif yang mereka pertimbangkan sebagai orang dewasa atau sudah mereka pertimbangkan sebelumnya. Kemampuan ini dapat dilihat dari keluasan dan kedalaman pengetahuan dalam menyelidiki berbagai pilihan yang tersedia. 2. Aktivitas Yang Bertujuan Untuk Mengumpulkan Informasi Aktivitas yang dilakukan orang dewasa untuk mendapatkan informasi dan memperdalam pengetahuan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu keputusan diantara berbagai alternatif yang ada. 3. Mempertimbangkan Alternatif Elemen Identitas yang Potensial Bukti dari sejumlah eksplorasi yang dilakukan. Hal ini terlihat dari keputusan penting yang akan diambil seseorang yang mencerminkan eksplorasi yang dilakukan. Mengenai cara yang dilakukan seseorang dalam mempertimbangkan alternatif pilihan yang tersedia dalam rangka mendapatkan komitmen yang jelas dalam hidupnya. 4. Bentuk-Bentuk Emosi Ketika krisis identitas selama masa remaja awalnya menyenangkan dan proses eksplorasi dinikmati sebagai pengembangan pengalaman. Hal ini jarang menjadi masalah apabila seseorang menjelang masa dewasa dan memasuki krisis dengan kehidupan. Selama tahun-tahun dewasa krisis identitas biasanya melibatkan perubahan pola aktivitas yang sudah ada, berhenti melakukan apa yang telah diketahui dan mencoba hal lain yang belum diketahui. Meskipun tujuan atau nilai lama dipandang tidak lagi

14 sesuai dengan seseorang di situasi yang sekarang, prospek untuk menemukan pilihan yang baru lebih cenderung menghasilkan kecemasan daripada semangat. 4. Komitmen Komitmen didefinisikan sebagai pilihan yang relatif stabil pada sejumlah pilihan dan ide-ide yang diambil. Komitmen juga menggambarkan keadaan di mana seseorang telah memiliki sejumlah pilihan-pilihan, kepercayaan dan nilainilai yang spesifik. Komitmen juga memperlihatkan suatu tanggung jawab pribadi terhadap apa yang mereka lakukan. Masa dewasa berbeda dari masa remaja dimana masa dewasa adalah waktu untuk pelaksanaan keputusan yang dibuat pada tahap perkembangan sebelumnya. Komitmen pada masa sekolah dan masa mahasiswa fokus pada reward yang diasumsikan baik interinsik maupun eksterinsik dari segala macam komitmen. Sebaliknya, pada masa dewasa, orang dewasa hidup dengan reward dan pengorbanan yang sebenarnya yang dihasilkan dari mempraktekkan tujuan, nilai dan kepercayaan ke dalam kehidupan nyata. Adapun kriteria yang digunakan untuk menggambarkan komitmen yaitu : 1. Kemampuan Mengetahui Kemampuan yang mendalam dan akurat tentang satu tujuan serta kemampuan untuk menjelaskan hal-hal yang diputuskan dalam hal ini pada area berpacaran.

15 2. Aktivitas yang Ditujukan untuk Memperoleh Informasi Aktivitas yang ditujukan untuk melaksanakan elemen identitas yang sudah dipilih. Hal ini dikarenakan masa dewasa adalah suatu tahap di mana tujuan, nilai dan kepercayaan diharapkan, standard yang lebih tinggi untuk aktivitas harus diterapkan di sini dari pada tahap sebelumnya. Aktivitas ini berupa segala macam bentuk persiapan untuk menjalankan peran-peran kehidupan di masa akan datang pada elemen identitas seseorang. 3. Bentuk-Bentuk Emosi Di antara orang dewasa, sifat emosional diasosiasikan dengan komitmen yang dapat bervariasi dari sifat yang antusias kepada realita kegembiraan akan antisipasi yang sering ditemukan pada remaja akan digantikan oleh satu perasaan yang lebih tenang karena sudah menemukan perhatian utama. 4. Identifikasi dengan Orang yang Penting Figur identifikasi merupakan sumber informasi penting untuk memberikan berbagai alternatif melalui peniruan langsung atau dengan membandingkannya dengan orang lain. Figur identifikasi secara umum tidak memainkan peranan penting selama masa dewasa. Mungkin orang yang paling sering dimintai menjadi sumber bagi komitmen identitas yang potensial adalah pasangan responden. Perbedaan antara pasangan pernikahan dalam hal tujuan, nilai dan kepercayaan mungkin menjadi stimulus untuk memikirkan kembali ide-ide yang sebelumnya sudah

16 dibangun atau komitmen yang berkembang pertama kali pada satu area yang tidak menjadi sumber bagi perhatian personal. 5. Proyeksi dari Masa Depan Seseorang Kemampuan untuk memproyeksikan gambaran diri sendiri (karakteristik pribadi) pada masa depan dan menggambarkan bermacam aktivitas (rencana) yang akan dilakukan pada lima sampai 10 tahun mendatang. 6. Ketahanan Terhadap Godaan Orang dewasa dengan komitmen identitas harusnya menjadi yang paling bertahan terhadap usaha yang berasal dari luar untuk melemahkan tujuan, nilai dan kepercayaan yang sudah mereka ekspresikan karena mereka diperkirakan akan bertindak sesuai dengan elemen identitas yang sudah mereka bangun. 5. Status Identitas Status identitas menggambarkan terbentuknya identitas diri seseorang. Berdasarkan kehadiran krisis dan komitmen, Marcia (1993) membagi status identitas menjadi empat, yaitu : 1. Diffuse Identity diffusion menggambarkan individu yang belum mengalami krisis (yaitu mereka yang belum menjajaki pilihan-pilihan yang bermakna) atau membuat komitmen apapun. Individu pada status ini terlihat apatis, kurang terarah dan kurang memiliki ketertarikan.

17 Individu yang memiliki identitas ini tidak hanya belum memutuskan pilihan-pilihan pekerjaan dan ideologis, tetapi juga cenderung memperlihatkan minat yang kecil dalam sejumlah masalah. Erikson menyatakan bahwa individu pada status ini tidak bertanggung jawab, impulsive, spontan, tidak mempunyai tujuan yang jelas mengenai karirnya, tidak memiliki ketertarikan yang khusus, dan tidak memiliki nilai-nilai yang dapat mengarahkan pilihan hidupnya (dalam Kroger, 2001). Individu pada status identitas ini juga terlihat kurang memiliki tujuan dan merasa kebingungan. Mereka merasakan kesulitan untuk merencanakan suatu keputusan. Mereka sering menunjukkan ketergantungan yang berlebihan kepada teman sebaya (Kaplan, 2000). 2. Foreclosure Identity foreclosure merupakan individu yang telah membuat suatu komitmen tetapi belum mengalami krisis. Status ini juga menggambarkan seseorang yang mengadopsi tujuan, nilai-nilai dan kepercayaan dari orangtua atau figur otoritas lainnya tanpa memikirkannya secara kritis. 3. Moratorium Identity moratorium merupakan individu yang sedang aktif melakukan pencarian, tanpa memiliki komitmen. Individu pada status identitas ini menyadari pentingnya untuk membuat suatu pilihan, tapi pada kenyataannya mereka tidak melakukan hal yang sama. Individu pada masa ini membutuhkan waktu yang lebih untuk pembentukan identitas (Kroger, 2001). Individu pada status ini juga mengalami keraguan terhadap dirinya,

18 kebingungan dan mengalami konflik dengan orangtua atau figure otoritas lainnya. Mereka sering terlihat menyendiri, memikirkan dan mempertimbangkan pilihan yang telah diambilnya (Kaplan, 2000). 4. Achievement Identity achievement adalah ketika individu telah mengalami suatu pencarian dan sudah membuat suatu komitmen. Adapun komitmen yang diambil pada masa ini berdasarkan sejumlah pencarian yang dilakukan. Individu pada status identitas ini mencapai kedewasaan dengan perasaan yang jelas mengenai siapa dirinya, kepercayaan-kepercayaan yang penting dan arah hidup yang jelas tujuannya. Marcia (1993) mengatakan bahwa individu yang berada pada status identitas ini lebih mandiri, dapat memberikan respon yang baik terhadap kondisi stress, mempunyai cita-cita yang lebih realistik dan harga diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga status identitas lainnya. Ke empat status identitas di atas, tidak saling berhubungan satu dengan yang lain. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu maka status identitas akan mengalami kemajuan dari tingkatan yang paling rendah menuju yang paling tinggi dan status identitas achievement sebagai hasil akhirnya (Adams, 2005). Marcia (1993) mengatakan dari ke empat status identitas di atas, identitas diri yang terbaik adalah identity achievement. Status identitas diffusion, foreclosure dan moratorium adalah serangkaian status identitas yang dapat berubah menjadi status identitas achievement pada akhirnya.

19 Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai status identitas adalah suatu kesadaran dan penerimaan diri secara berkesinambungan antara masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Identitas diri diperoleh melalui kehadiran krisis dan komitmen dalam area ideologi yang merefleksikan pendekatan individu dalam konteks umum yaitu pada pekerjaan, agama dan politik dan area interpersonal yang meliputi peran jenis kelamin, hubungan berpacaran dan hubungan persahabatan. Tabel 1.Status Identitas Menurut Marcia Status identitas Krisis Komitmen Identity diffusion - - Identity foreclosure - + Identity moratorium + - Identity achievement Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Identitas Santrock (1995) membagi atas tiga faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya identitas, yaitu : 1. Pengaruh Keluarga Orang tua adalah tokoh penting dalam perkembangan identitas. Pengasuhan yang demokratis mempermudah perkembangan identitas. Pengasuhan yang otokratis dan permisif tidak demikian. Cooper dan rekan-rekannya telah memperlihatkan bahwa kedua individuasi dan keterkaitan dalam relasi keluarga memberi kontribusi yang penting bagi perkembangan identitas. Hauser menunjukkan bahwa dengan

20 memperbolehkan perilaku-perilaku tertentu akan meningkatkan perkembangan identitas dari pada dibatasi dalam beberapa perilaku. 2. Pengaruh Kebudayaan dan Etnis Erikson secara khusus tertarik terhadap peran kebudayaan dalam perkembangan identitas, yang menekankan bagaimana di seluruh dunia kelompok-kelompok etnis minoritas berjuang untuk mempertahankan identitas kebudayaan mereka saat bercampur dengan kebudayaan mayoritas. Etnis dan harapan dari lingkungan etnis tempat tinggal individu akan mempengaruhi pencapaian identitas. 3. Jenis Kelamin Teori klasik Erikson mengusulkan perbedaan-perbedaan jenis kelamin dalam perkembangan identitas. Studi-studi terbaru memperlihatkan bahwa ketika kaum perempuan mengebangkan minat pekerjaan yang lebih kuat, perbedaan-perbedaan jenis kelamin dalam identitas beralih menjadi persamaan-persamaan. Ikatan relasi dan emosi lebih sentral dalam perkembangan identitas kaum perempuan dari ada kaum laki-laki,dan bahwa perkembangan identitas kaum perempuan dewasa ini lebih kompleks dari pada perkembangan identitas kaum laki-laki. C. Dewasa Awal 1. Pengertian Dewasa Awal Istilah Adult berasal dari kata kerja Latin, seperti juga istilah adollesceneadolescer yang berarti tumbuh menjadi kedewasaan. Akan tetapi, kata adult

21 berasal dari bentuk lampau partisipel dari kata kerja adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Oleh karena itu, orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock,1999). Dalam perkembangan psikososial, dewasa awal ditandai dengan adanya penemuan keintiman dengan keterasingan. Keintiman dapat terjadi karena kita telah mengenal diri kita dan merasa cukup aman dengan identitas yang kita miliki ( Erikson dalam Shaffer, 2005). Pada masa dewasa awal inilah individu membuat komitmen personal yang dalam dengan orang lain, yakni dengan membentuk keluarga. Apabila individu pada masa ini tidak mampu melakukannya, maka akan merasa kesepian dan krisis keterasingan. Setiap kebudayaan membuat perbedaan usia dimana seseorang mencapai status dewasa secara resmi. Pada sebagian kebudayaan kuno, status ini tercapai apabila pertumbuhan pubertas sudah selesai atau hampir selesai dan apabila organ kelamin anak telah berkembang dan mampu bereproduksi. Saat ini, usia 18 tahun merupakan usia dimana seseorang dianggap dewasa secara syah. Dengan meningkatnya lamanya hidup atau panjangnya usia rata-rata orang maka masa dewasa sekarang mencakup waktu yang paling lama dalam rentang hidup. Selama masa dewasa yang panjang ini, perubahan fisik dan psikologis terjadi pada waktu-waktu yang diramalkan seperti pada masa kanak-kanak dan individu yang juga mencakup periode yang cukup lama. Saat terjadinya perubahanperubahan fisik dan psikologis tertentu, masa dewasa biasanya dibagi menurut

22 periode yang menunjukkan pada perubahan-perubahan tersebut, bersama dengan masalah-masalah penyesuaian diri dan tekanan-tekanan yang timbul akibat perubahan tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas, Hurlock (1999) membagi masa dewasa dibagi kedalam tiga fase, yaitu : 1. Fase dewasa awal : usia 18 tahun sampai 40 tahun 2. Fase dewasa madya : usia 40 tahun sampai 60 tahun 3. Fase dewasa akhir : usia 60 tahun sampai kematian Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa masa dewasa awal yaitu masa yang ditandai dengan tercapainya perkembangan fisik yang optimal, mencapai kemandirian dan masa membangun hubungan yang baru dengan orang lain dalam rangka membentuk keluarga yang berusia 18 sampai 40 tahun. 2. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal Harapan masyarakat untuk orang-orang dewasa awal cukup jelas digariskan dan telah diketahui oleh mereka bahkan sebelum mereka mencapai kedewasaan secara hukum. Memasuki masa dewasa, mereka benar-benar telah mengetahui harapan-harapan yang ditujukan masyarakat kepada mereka. Menurut Havigurst (dalam Hurlock, 1999), setiap masa perkembangan memiliki tugas-tugas perkembangan. Tugas-tugas perkembangan memiliki peranan penting untuk menentukan arah perkembangan yang normal. Tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa awal yaitu mulai bekerja, memilih pasangan hidup, belajar hidup dengan tunangan, mulai membina keluarga, mengasuh anak,

23 mengelola rumah tangga, mengambil tanggung jawab sebagai warga negara dan mencari kelompok sosial yang menyenangkan. Tingkat penguasaan tugas-tugas ini pada tahun-tahun awal masa dewasa akan mempengaruhi tingkat keberhasilan mereka ketika mencapai puncak keberhasilan pada waktu setengah baya. Tingkat penguasaan ini juga akan menentukan kebahagiaan mereka saat itu maupun selama tahun-tahun terakhir kehidupan mereka. D. Mahasiswa Mahasiswa merupakan responden yang digunakan dalam penelitian ini, oleh karena itu akan dikemukakan teori tentang mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa adalah individu yang telah menyelesaikan Sekolah Menengah Atas dan Memasuki Perguruan Tinggi. Masa mahasiswa meliputi rentang umur dari 18/19 tahun sampai 24/25 tahun (Winkel,1997). Menurut Hurlock (1999) masa ini termasuk ke dalam masa dewasa awal. Masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun. Rentang umur mahasiswa ini masih dapat dibagi-bagi atas periode 18/19 tahun sampai 20/21 tahun, yaitu mahasiswa dari semester I s/d semester IV; dalam periode waktu 21/22 tahun sampai 24/25 tahun, yaitu mahasiswa dari semester V s/d semester VIII (Winkel,1997). Mahasiswa memiliki berbagai permasalahan. Salah satunya masalah yang dihadapinya sebagai mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, mereka mengalami apa yang disebut dengan perkembangan psikososial yaitu membentuk hubungan

24 yang intim dengan lawan jenis (Papalia, 2003). Ditambahkan Antorucci (dalam Kail & Cavanaugh, 1999) bahwa salah satu kelompok yang tidak lepas dari masalah percintaan adalah individu yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal. Membentuk hubungan intim juga merupakan salah satu tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh individu yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal (Erikson dalam Papalia, 2003), sehingga mahasiswa tidak merasa terasing dan terpisah dalam tahap perkembangan psikososial dewasa. E. Perbedaan Keintiman Dalam Berpacaran Ditinjau Dari Status Identitas Pada Mahasiswa Menurut teori psikososial Erikson, individu bergerak melalui delapan tahapan dalam perkembangan kepribadian yang dikarakteristikkan dengan adanya krisis dan komitmen. Tahap pertama pada masa kanak-kanak kepercayaan dengan ketidakpercayaan, otonomi dengan rasa malu dan keragu-raguan, insiatif dengan perasaan bersalah, ketekunan dengan rasa rendah diri dan identitas dengan kebingungan identitas. Tiga tahapan yang tersisa dikarakteristikkan dengan perkembangan kepribadian orang dewasa yang dinamai dengan keintiman dengan keterasingan, bangkit dengan mandeg dan integritas dengan kekecewaan. Menurut Erikson (dalam Adams, 2005), keintiman membutuhkan perkembangan identitas terlebih dahulu. Kita harus mengetahui diri kita barulah kita dapat berbagi dan memahami orang lain. Mengetahui diri sendiri terlebih dahulu dapat membantu kita dalam menciptakan hubungan yang intim tanpa harus kehilangan diri kita sendiri dalam prosesnya.

25 Identitas menggambarkan transisi yang terjadi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Berdasarkan teori perkembangan identitas, Marcia (1993) membagi empat status identitas berdasarkan kehadiran dari krisis atau komitmen yang terjadi pada area ideologi yang merefleksikan pendekatan individu dalam konteks umum yaitu pada pekerjaan, agama dan politik dan area interpersonal yang meliputi peran jenis kelamin, hubungan berpacaran dan hubungan persahabatan. Penelitian ini berfokus pada area interpersonal tepatnya keintiman dalam hubungan berpacaran. Melalui pacaran, dewasa awal mendapat bekal untuk memasuki dunia pernikahan. Mahasiswa yang merupakan sekelompok individu yang berada pada masa dewasa awal, selain memiliki tugas perkembangan untuk menjalin hubungan yang intim dengan lawan jenisnya juga diharapkan sudah mampu untuk menemukan identitas diri. Marcia (2000), mahasiswa menyelesaikan pencarian identitas dirinya dengan melakukan eksplorasi yang mempertanyakan kembali, mengkaji dan mendalami berbagai hal mengenai masalah yang menimpanya. Seiring dengan eksplorasi maka mahasiswa melakukan suatu komitmen yaitu penentuan sikap atau pilihan yang pasti terhadap suatu permasalahan. Akan tetapi, di satu pihak mahasiswa begitu penuh harap, terbuka, bangga, tetapi dilain pihak mahasiswa dipenuhi ketakutan, keraguan, kecemasan, tidak tahu apa yang dapat, tidak yakin dirinya mampu atau tidak, tidak mengethaui tujuan hidupnya, tidak mengetahui akan menjadi apa dikemudian hari dan sebagainya. Mahasiswa sering dipenuhi konflik dan tantangan tentang masa depan (Aryatmi dalam Kartono, 1985).

26 Empat status identitas yang disebutkan Marcia yang pertama yaitu identity diffusion menggambarkan individu yang belum mengalami krisis (yaitu mereka yang belum menjajaki pilihan-pilihan yang bermakna) atau membuat komitmen apapun. Individu pada status ini terlihat apatis, kurang terarah dan kurang memiliki ketertarikan. Kedua, identity foreclosure merupakan individu yang telah membuat suatu komitmen tetapi belum melakukan pencarian (exploration). Ketiga, identity moratorium merupakan individu yang sedang aktif melakukan pencarian, tanpa memiliki komitmen dan ke empat, Identity achievement ketika individu telah mengalami suatu pencarian dan sudah membuat suatu komitmen. Adapun komitmen yang diambil pada masa ini berdasarkan sejumlah pencarian yang dilakukan. Tahap penemuan identitas merupakan periode yang berkembang pada masa remaja. Akan tetapi, identitas tidak hanya berkembang pada masa remaja. Pembentukan identitas merupakan proses yang berkepanjangan. Walaupun perkembangan identitas yang utama pada masa remaja, Erikson (dalam Adams, 2005) mengatakan bahwa pada masa remaja belum mampu untuk mengungkapkan dan mengekspresikan keintiman. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkannya bahwa seseorang tidak akan mampu untuk mengembangkan keintiman sebelum mereka mencapai status identitas yang baik. Kegagalan untuk mencapai keintiman sering menghasilkan rasa takut untuk berkomitmen yang merupakan elemen penting dalam hubungan yang intim. Menurut Erikson (dalam Adams, 2005), individu yang mengalami kegagalan dalam memecahkan masalah dalam krisis perkembangan identitas akan memiliki

27 status identitas diffusion. Kegagalan ini nantinya akan menghambat seseorang untuk mencapai tahap perkembangan psikososial yang berikutnya yaitu keintiman dengan keterasingan. Keempat status identitas yang ada akan mempunyai dampak yang berbeda terhadap keintiman. Hodgson (dalam Marcia, dkk., 1993) mengatakan bahwa pada wanita, keintiman berkembang sebelum identitas berkembang dengan jelas, bahkan pada area interpersonal. Kenyataannya sebagian besar dari wanita yang memiliki status identitas yang rendah memiliki kemampuan keintiman yang baik. Wanita pada umumnya lebih baik dalam keintiman daripada identitas. Erikson (dalam Marcia, dkk., 1993) menjelaskan bahwa wanita cenderung untuk mendefenisikan identitasnya melalui sejumlah pencarian yang selektif terhadap pasangan prianya. Sangat sulit bagi wanita untuk mencapai status identitas achievement tanpa menjalin sebuah hubungan dengan orang lain. Hodgson dan Fisher (dalam Adams, 2005) mengatakan bahwa pria mengembangkan identitas terlebih dahulu dari pada wanita. Alasan penundaan terbentuknya identitas pada wanita adalah dikarenakan wanita terlebih dahulu mengembangkan keintiman setelah itu mencapai identitas dirinya. Identitas merupakan faktor yang penting dalam perkembangan keintiman seorang pria, tetapi pada wanita hal ini tidak terjadi. Mahasiswa yang sukses dalam pembentukan identitas diri akan memiliki kemampuan keintiman yang lebih baik dari pada mahasiswa yang mengalami kegagalan dalam pembentukan identitas diri. Mahasiswa yang memiliki identitas achievement dan moratorium memiliki kemampuan keintiman yang lebih baik

28 dari pada mahasiswa yang memiliki status identitas foreclosure dan diffuse (Kaplan, 2000). Gembeck & Patherick (2006) menyatakan bahwa mahasiswa yang mempunyai pencapaian identitas (achievement identity) bersikap lebih terbuka dalam suatu hubungan, dan dapat menjalin hubungan yang intim dalam jangka waktu yang lebih lama dibanding status identitas yang lainnya. F. Hipotesa Penelitian Peneliti membuat hipotesa bahwa terdapat perbedaan keintiman dalam berpacaran ditinjau dari status identitas pada mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki identitas achievement dan moratorium memiliki kemampuan keintiman dalam berpacaran yang lebih baik dari pada mahasiswa yang memiliki status identitas foreclosure dan diffuse.

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk yang tidak pernah berhenti berubah. Semenjak pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam kemampuan fisik maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat MODUL PERKULIAHAN Perkembangan Sepanjang Hayat Adolescence: Perkembangan Psikososial Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Psikologi Psikologi 03 61095 Abstract Kompetensi Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

PSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT

PSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT Modul ke: PSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT Perkembangan Remaja Fakultas Psikologi Tenny Septiani Rachman, M. Psi, Psi Program Studi Psikologi http://www.mercubuana.ac.id Preface Masa remaja sering disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran individu lain tersebut bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran individu lain tersebut bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya disebut juga dengan mahluk sosial, karena membutuhkan keberadaan individu lain untuk mendukung kelangsungan hidupnya. Kehadiran individu

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identitas Ego 2.1.1 Definisi Identitas Ego Untuk dapat memenuhi semua tugas perkembangan remaja harus dapat mencapai kejelasan identitas (sense of identity) yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bijaksana. Seiring dengan bergulirnya waktu, kini bermilyar-milyar manusia

BAB I PENDAHULUAN. bijaksana. Seiring dengan bergulirnya waktu, kini bermilyar-milyar manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuhan menciptakan bumi dengan segala isinya, termasuk manusia yang dipercaya Tuhan untuk hidup di dunia dan memanfaatkan segala yang ada dengan bijaksana. Seiring

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran identitas diri pada remaja yang menikah dini. Bab ini adalah penutup dari seluruh naskah penelitian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan menikah seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy

BAB II TINJAUAN TEORI. memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy 12 BAB II TINJAUAN TEORI A. Intimacy 1. Pengertian Intimacy Kata intimacy berasal dari bahasa Latin, yaitu intimus, yang memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy dapat diartikan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Madya dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Setiap fase

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam suku, ras dan agama, hal ini yang memungkinkan terjadinya perkawinan antar suku, ras

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan menguraikan beberapa teori terkait dengan judul yang peneliti sampaikan diatas. Di dalam bab ini akan menguraikan teori mengenai identitas diri pada remaja beserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. struktur nilai dan norma-norma pada masyarakat. Salah satunya, terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. struktur nilai dan norma-norma pada masyarakat. Salah satunya, terjadi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang terjadi, termasuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, mendorong terjadinya perubahan yang terjadi pada struktur nilai dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya, terutama kebutuhan interpersonal dan emosional. Selain bertumbuh secara

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya, terutama kebutuhan interpersonal dan emosional. Selain bertumbuh secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan sesamanya dalam memenuhi berbagai kebutuhannya, terutama kebutuhan interpersonal dan emosional. Selain bertumbuh secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk yang tidak pernah berhenti berubah, semenjak pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan baik dalam kemampuan fisik maupun

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

Erikson berpendapat bahwa perkembangan manusia melalui tahap tahap. psikososial dan tahap tahap perkembangan tersebut terus berlanjut sampai

Erikson berpendapat bahwa perkembangan manusia melalui tahap tahap. psikososial dan tahap tahap perkembangan tersebut terus berlanjut sampai Teori Psikososial, Erik Erikson ( 1902-1994 ) Erikson berpendapat bahwa perkembangan manusia melalui tahap tahap psikososial dan tahap tahap perkembangan tersebut terus berlanjut sampai manusia tersebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kepuasan Pernikahan 2.1.1. Definisi Kepuasan Pernikahan Kepuasan pernikahan merupakan suatu perasaan yang subjektif akan kebahagiaan, kepuasan dan pengalaman menyenangkan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhannya. Salah satu tugas perkembangan seorang individu adalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhannya. Salah satu tugas perkembangan seorang individu adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang kita ketahui bahwa manusia adalah makhluk sosial oleh karena itu manusia tidak dapat hidup sendiri dan manusia juga akan berinteraksi dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena perubahan yang terjadi dalam masyarakat dewasa ini khususnya bagi remaja merupakan suatu gejala yang dianggap normal, sehingga dampak langsung terhadap perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan,

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki serangkaian kebutuhan yang harus dipenuhi baik itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian

Lebih terperinci

Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti

Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa Faktor-faktor yang mempengaruhi Tumbuh Kembang 1. Faktor Genetik. 2. Faktor Eksternal a. Keluarga b. Kelompok teman sebaya c. Pengalaman hidup d. Kesehatan e.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini akan disajikan tabel-tabel yang menggambarkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini akan disajikan tabel-tabel yang menggambarkan 58 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL PENELITIAN 4.1.1. Gambaran responden Pada bagian ini akan disajikan tabel-tabel yang menggambarkan responden penelitian. Tabel 4.1. tabel persentase responden

Lebih terperinci

dasar peran 1. Kepercayaan dasar >< Ketidakpercayaan

dasar peran 1. Kepercayaan dasar >< Ketidakpercayaan 1. Kepercayaan dasar >< Ketidakpercayaan dasar 2. Otonomi >< Rasa malu dan ragu-ragu 3. Inisiatif >< Rasa bersalah 4. Industri (kerajinan) >< inferioritas 5. Mencapai identitas diri >< Kebingungan peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya, setiap individu pada tahap perkembangan dewasa awal menjalin suatu hubungan dengan lawan jenis yang berujung pada jenjang pernikahan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas perkembangan individu dewasa adalah merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis yang akan menimbulkan hubungan interpersonal sebagai bentuk interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Putri Nurul Falah F 100

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Masa remaja, menurut Stanley Hall, seorang bapak pelopor psikologi perkembangan remaja, dianggap sebagai masa topan-badai dan stres (storm and stress), karena mereka

Lebih terperinci

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?...

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?... Identitas diri: 1. Jenis kelamin : Pria / Perempuan 2. Status pernikahan : Menikah / Tidak Menikah 3. Apakah saat ini Anda bercerai? : Ya / Tidak 4. Apakah Anda sudah menjalani pernikahan 1-5 tahun? :

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Pernikahan pada dasarnya menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan PEDOMAN WAWANCARA I. Judul Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan pada pria WNA yang menikahi wanita WNI. II. Tujuan Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang muncul biasanya pada area sosial, emosi, kognisi, dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang muncul biasanya pada area sosial, emosi, kognisi, dan fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan pervasif dimana masalah yang muncul biasanya pada area sosial, emosi, kognisi, dan fungsi perceptual motor

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. IDENTITAS DIRI 1. Pengertian Identitas Diri Menurut Erikson (dalam Berk, 2007) identitas merupakan pencapaian besar dari kepribadian remaja dan merupakan suatu tahap yang penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirinya adalah seorang homoseksual. Hal ini karena di Indonesia masih banyak

BAB I PENDAHULUAN. dirinya adalah seorang homoseksual. Hal ini karena di Indonesia masih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Homoseksual masih merupakan hal yang dianggap tidak lazim oleh masyarakat di Indonesia dan tidak banyak orang yang mau mengakui bahwa dirinya adalah seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini budaya barat telah banyak yang masuk ke negara kita dan budaya barat ini sangat tidak sesuai dengan budaya negara kita yang kental dengan budaya timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu utama bagi individu yang ada pada masa perkembangan dewasa awal. Menurut Erikson,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia banyak mengalami masalah-masalah kompleks dalam kehidupannya yang sebenarnya berasal dari diri sendiri, sehingga tanpa sadar manusia menciptakan mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan membahas tentang landasan teori berupa definisi, dimensi, dan faktor yang berpengaruh dalam variabel yang akan diteliti, yaitu bahasa cinta, gambaran tentang subjek

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa ini menimbulkan perubahan-perubahan baik itu secara fisik maupun

BAB I PENDAHULUAN. Masa ini menimbulkan perubahan-perubahan baik itu secara fisik maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan transisi dari masa kanak-kanak dan masa dewasa. Masa ini menimbulkan perubahan-perubahan baik itu secara fisik maupun psikologis menuju

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian Menurut UU No.10 tahun 1992 keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami istri dan anaknya atau ayah dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Self-Esteem 2.1.1 Pengertian Self-Esteem Menurut Rosenberg (dalam Mruk, 2006), Self-Esteem merupakan bentuk evaluasi dari sikap yang di dasarkan pada perasaan menghargai diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Dalam perjalanan hidup manusia, terdapat tiga saat yang penting, yakni lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa menjadi satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat seseorang memutuskan untuk menikah, maka ia akan memiliki harapan-harapan yang tinggi atas pernikahannya (Baron & Byrne, 2000). Pernikahan merupakan awal terbentuknya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu bentuk interaksi antar manusia, yaitu antara seorang pria dengan seorang wanita (Cox, 1978). Menurut Hurlock (1999) salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Belakangan ini marak terjadi kasus perkelahian antar siswa sekolah yang beredar di media sosial. Permasalahannya pun beragam, mulai dari permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan yang terjadi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan yang terjadi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan yang terjadi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan baik itu secara biologis,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PENELITIAN BAB 2 TINJAUAN PENELITIAN 2.1. Ego Development Definisi identitas menurut Erikson (dalam Subrahmanyam & Smahel, 2011) adalah perasaan subjektif terhadap diri sendiri yang konsisten dan berkembang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang dalam menjalankan kehidupannya senantiasa membutuhkan orang lain.kehadiran orang lain bukan hanya untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Pernikahan juga memerlukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu BAB II LANDASAN TEORI A. Sibling Rivalry 1. Pengertian Sibling Rivalry Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu keluarga yang sama, teristimewa untuk memperoleh afeksi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pernikahan adalah lembaga yang memungkinkan seorang laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pernikahan adalah lembaga yang memungkinkan seorang laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebuah pernikahan adalah lembaga yang memungkinkan seorang laki-laki dan seorang perempuan yang saling mencintai menjalani kehidupan bersama secara intim, mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN LATAR BELAKANG Lerner dan Hultsch (1983) menyatakan bahwa istilah perkembangan sering diperdebatkan dalam sains. Walaupun demikian, terdapat konsensus bahwa yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia akan mencari pasangan hidupnya dan menjalin suatu hubungan serta melanjutkannya ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan yang sah dan membentuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996). Mahasiswa yang dimaksud adalah individu yang berada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman banyak perubahan yang terjadi, salah satunya adalah perubahan dalam pandangan orang dewasa mengenai pernikahan. Hal ini didukung

Lebih terperinci