BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 17 BAB II LANDASAN TEORI A. Konflik 1. Pengertian Konflik Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Kurt Lewin (dalam Hall, Lindzey, Loehlin, Locke, 1985) mendefinisikan konflik adalah suatu keadaan yang mana manusia memiliki dorongan yang saling bertentangan dan keduanya memiliki kekuatan yang sama. Konflik sangat dekat hubungannya dengan frustasi. Menurut Lahey (2007) konflik terjadi ketika motif dua orang atau lebih tidak dapat terpenuhi karena kedua belah pihak saling bertentangan. Menurut Webster (1966) istilah conflict di dalam bahasa aslinya berarti suatu perkelahian, peperangan, atau perjuangan yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Menurut Kamus Psikologi (2010) konflik adalah sebuah istilah yang sangat luas digunakan untuk mengacu situasi apapun yang di dalamnya terdapat kejadian atau peristiwa, motif, tujuan atau maksud, perilaku, impuls atau dorongan dan sebagainya, yang sama-sama antogonistiknya. Menurut Eggert dan Falzon (2012) konflik terjadi antara dua belah pihak atau lebih, bisa disebabkan karena salah satu pihak memiliki kekuatan dalam pemecahan masalahnya namun tidak dapat bernegosiasi, 17

2 18 atau ketika sumber daya yang ada terbatas, atau bahkan ketika adanya pihak yang menggagalkan pihak lain. 2. Tipe Konflik Kurt Lewin (Hall, Lindzey, Loehlin, Locke, 1985), seorang ahli psikologi menggunakan istilah approach dan avoidance di dalam membahas konflik. Menurut Kurt Lewin (dalam Hall, Lindzey, Loehlin, Locke, 1985) terdapat empat tipe konflik, yaitu: 1. Approach- approach conflict Dalam konflik tipe Approach- approach conflict ini individu harus memilih dua tujuan yang positif dari dua hal yang memiliki nilai yang kira-kira sama. Misalnya ketika seorang lulus dari sekolah kemudian terdapat dua bidang pekerjaan yang menawarkannya untuk bekerja. Kedua pekerjaan tersebut tampaknya adalah pekerjaan yang baik, prestise yang baik, dan gaji yang sama. ketika dua pekerjaan tersebut sangat baik, mengapa kita dapat merasa cemas? Mengapa ada beberapa di antara individu yang sampai sakit perut atau tidak dapat tidur karena memikirkannya? Meskipun kedua hal tersebut merupakan hal yang positif, kau harus memilih satu pekerjaan saja. Hal ini bisa membuat stres yang sangat berat pada individu. 18

3 19 2. Avoidance-avoidance conflict Tipe ini menggambarkan konflik yang mana individu harus memilih antara dua pilihan yang sama-sama memiliki nilai yang negatif. Ibarat seseorang yang menderita sakit gigi. Konflik tipe avoidance-avoidance conflict ini terjadi ketika dia diberi pilihan antara menahankan rasa sakit pada gigi tersebut terus menerus atau pergi ke rumah sakit untuk mengobati namun dalam proses pengobatannya akan sakit juga. 3. Approach-avoidance conflict Konflik tipe ini terjadi ketika sesuatu yang sebenarnya tujuannya positif namun memiliki dampak lain yang negatif. Contohnya, seseorang yang mendapat beasiswa kuliah ke luar negeri yang mana ini merupakan impiannya sejak dahulu namun di sisi lain dia sadar bahwa dia akan jauh dari keluarganya. 4. Multiple Approach-avoidance conflict Terkadang konflik yang terjadi sangat kompleks. Multiple approach-avoidance conflict terjadi ketika individu dihadapkan pada alternatif antara dua konsekuensi yang positif dan negatif. Situasi ini dapat terjadi misalnya ketika seseorang mendapatkan beasiswa di 2 sekolah atlit. Keduanya memiliki konsekuensi. Sekolah yang pertama memang memiliki rekor yang bagus dalam turnamen nasional namun pelatih dan beberapa pemainnya tidak menyenangkan bahkan dibenci orang tersebut. Sekolah yang kedua 19

4 20 pelatih dan pemainnya sangat menyenangkan namun memiliki citra yang memalukan di turnamen nasional. 3. Jenis Konflik Terdapat 2 jenis konflik yang dikemukakan oleh Hunt dan Metcalf pada tahun 1996, yaitu: 1. Intrapersonal conflict Sumber konflik intrapersonal adalah diri sendiri. konflik intrapersonal terjadi dalam diri individu tersebut dan bersifat psikologis, misalnya saat individu menyakini hal yang bertentangan dengan nilai-nilai yang terdapat di masyarakat. Ketika seseorang tidak mampu mengatasi konflik ini maka dapat mengganggu kesehatan psikologisnya. 2. Interpersonal conflict Sumber konflik interpersonal adalah lingkungan sosial seperti keluarga, kelompok teman sebaya, sekolah, masyarakat atau bahkan negara. Konflik interpersonal ini terjadi antara satu individu dengan individu-individu lainnya. 4. Dampak Konflik Konflik yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari memiliki konsekuensi tertentu. Berikut dampak konflik menurut Eggert dan Falzon (2012): 20

5 21 1. Konflik dapat menyebabkan stres yang tinggi di antara kedua pihak yang terlibat 2. Menurunkan produktivitas 3. Menurunkan hubungan interpersonal dan dukungan antar mereka serta mulai memberikan stereotype antar satu dan lainnya 4. Status dan ego menjadi hal yang lebih penting daripada alasan dan kenyataan 5. Waktu yang dihabiskan di dalam memecahkan masalah habis terbuang 6. Membuat keputusan yang tidak pantas B. Remaja 1. Definisi Remaja Setiap manusia memiliki jalan yang berbeda-beda pada kehidupannya, namun satu hal yang pasti setiap manusia mengalami perkembangan. Konsep perkembangan yang merupakan proses seumur hidup, yang dapat dipelajari secara ilmiah disebut dengan life span development. Perjalanan dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan ditandai dengan tidak dengan satu peristiwa, melainkan dengan periode panjang yang disebut dengan masa remaja (Papalia, Old, Fielman, 2009). Remaja dalam bahasa ingris disebut dengan adolescence yang berasal dari bahasa latin adolescere (kata bendanya adolescentia yang berarti remaja). 21

6 22 Adolescere berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence mempunyai arti yang luas, mencakup kematangan mental, seksual, emosional dan fisik (Hurlock,1980). Masa remaja merupakan peralihan masa perkembangan yang berlangsung sejak usia sekitar 10 atau 11, atau bahkan lebih sampai masa remaja akhir atau usia dua puluhan awal, serta melibatkan perubahan besar dalam aspek fisik, kognitif, dan psikososial yang saling berkaitan (Papalia, Old, Fielman, 2009). Secara umum, masa remaja ditandai dengan munculnya pubertas. Pubertas merupakan proses yang harus dilewati seseorang untuk mencapai kematangan seksual hingga akhirnya mampu untuk melakukan reproduksi ( Papalia, Old, Fielman, 2009). Masa remaja merupakan masa konstruksi sosial, anak-anak dalam budaya barat memasuki masa dewasa saat mereka matang secara fisik atau saat mereka mulai bekerja. Saat ini persiapan menuju kedewasaan membutuhkan waktu lebih panjang dan tidak memiliki batasan yang jelas. Pubertas mulai lebih awal dibandingkan masa sebelumnya namun proses memasuki dunia kerja cenderung terjadi lebih lambat pada masyarakat yang kompleks, yang membutuhkan periode pendidikan atau pelatihan kerja lebih panjang untuk mempersiapkan tanggungjawab sebagai orang dewasa. Masa remaja awal, sekitar usia 10 atau sampai 11 sampai 14 tahun merupakan peralihan masa kanak-kanak, masa kesempatan untuk tumbuh 22

7 23 baik itu segi kognitif, dan sosial, otonomi, harga diri dan keintiman. Namun sebagian remaja mengalami masalah dalam menghadapi berbagai perubahan yang terjadi secara bersamaan dan membutuhkan bantuan dalam mengatasi bahaya saat menjalani masa ini. 2. Tahapan Perkembangan Pada Masa Remaja Menurut erikson remaja berada ditahapan identity versus identity confusion. Tugas utama dari masa remaja adalah menghadapi krisis dari tahapan ini untuk menjadi orang dewasa yang memiliki keunikan tersendiri serta memiliki pernanan yang bernilai di masyarakat. Identitas yang terbentuk saat remaja berkaitan dengan 3 hal yaitu, pilihan pekerjaan, pemilihan nilai-nilai untuk diterapkan dalam hidup dan perkembangan identitas seksual yang memuaskan. Krisis remaja jarang terselesaikan di masa remaja sepenuhnya, isu-isu berkaitan identitas tersebut akan muncul berulang kali di masa dewasa juga. 3. Karakteristik Pemikiran Remaja Menurut Elkind Menurut Elkind (1998) ketidakmatangan cara berpikir pada masa remaja setidaknya terjadi dalam enam ciri berikut: 1. Idealisme dan mudah mengkritik Remaja meyakini bahwa dirinya lebih baik dibandingkan orang dewasa dalam melakukan segala hal, mereka sering melihat bahwa cara yang digunakan oleh orangtua mereka dalam menyikapi sesuatu sering kali salah. 23

8 24 2. Sifat argumentatif Remaja terus menerus mencari kesempatan untuk mematahkan pendapat orang tua mereka dengan menggunakan fakta yang ada disertai dengan logika berpikir mereka. 3. Sulit untuk memutuskan sesuatu Remaja memiliki alternatif dalam setiap permasalahan namun mereka cenderung tidak memiliki kemampuan atau keyakinan untuk memutuskan satu cara yang tepat untuk menyelesaikan sesuatu. 4. Kemunafikan yang tampak nyata Remaja tidak mampu untuk mengekspresikan sesuatu dengan ideal. 5. Kesadaran diri Remaja sering kali beranggapan bahwa orang lain memiliki pemikiran yang sama akan dirinya. Remaja menganggap bahwa orang lain akan terus memperhatikan dirinya. 6. Keistimewaan dan kekuatan Elkind menggunakan istilah personal fable untuk menjelaskan hal ini. Personal fable adalah keyakinan bahwa seseorang itu spesial, unik dan merasa bahwa aturan yang ada dalam dunia ini tidak berlaku untuknya. 24

9 25 4. Ciri-ciri Masa Remaja Masa remaja merupakan periode dalam rentang kehidupan yang memiliki ciri tertentu. Adapun ciri-ciri masa remaja adalah sebagai berikut: a. Masa remaja sebagai periode yang penting Remaja dikatakan masa yang penting sebab memberikan dampak yang besar pada sikap dan perilaku jangka pendek maupun jangka panjang. Selain itu pada masa ini mempengaruhi fisik dan psikologis seseorang. b. Masa remaja sebagai periode peralihan Pada periode ini status individu masih belum jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukannya. Pada masa ini, individu bukanlah anak-anak namun juga bukan orang dewasa. c. Masa remaja sebagai periode perubahan Perubahan fisik berkembang pesat pada masa ini, di samping itu perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung cepat. Terdapat beberapa perubahan yang hampir universal terjadi seperti, meningginya emosi, perubahan tubuh, minat dan peran, nilai yang dianut. Kemdian dimana ini juga terjadi ambivalensi terhadap setiap perubahan, remaja menginginkan perubahan namun mereka takut akan tanggungjawab yang harus diemban. 25

10 26 d. Masa remasa sebagai usia bermasalah Remaja biasanya sulit mengatasi masalah yang terjadi, hal ini dikarenakan sepanjang masa kanak-kanak masalah yang terjadi pada mereka diselesaikan oleh orangtua ataupun orang terdekatnya ataupun karena penyelesaian masalah yang mereka lakukan tidak sesuai dengan harapan mereka. e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat. Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting, namun lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas dengan menjadi sama dengan temanteman. f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan Stereotype yang muncul pada masa ini (remaja tidak rapi, cenderung merusak dll) mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya sendiri. g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik Remaja cenderung menilai dirinya dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan bukan sebagaimana adanya. 26

11 27 h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa Semakin mendekatnya usia kematangan yang sah para remaja menjadi semakin gelisah karena akan meninggalkan usia belasan. 5. Tugas Perkembangan Remaja Setiap kelompok budaya mengharapkan seseorang memiliki keterampilan dan pola perilaku yang disetujui pada berbagai usia sepanjang rentang kehidupan. Havighurst (1972) menamakan hal tersebut dengan tugas-tugas dalam perkembangan. Havighurst (dalam Hurlock, 1990) mengemukakan bahwa tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu, yang jika berhasil akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa ke arah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1990) masa remaja memiliki tugastugas sebagai berikut: 1. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita. 2. Mencapai peran sosial pria, dan wanita. 3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif. 27

12 28 4. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab. 5. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya. 6. Mempersiapkan karir ekonomi. 7. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga. 8. Memperoleh perangkat nilai dan sistem sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi. C. Lesbian 1. Sejarah Lesbian Istilah lesbian diambil dari nama sebuah pulau di Yunani, Lesbos. Kepulauan Lesbos ini merupakan tempat kelahiran penyair Sappho yang syairnya banyak mengungkapkan rasa cinta kepada sesama perempuan. Menurut Carrol (2005) lesbian merupakan sebutan bagi wanita yang secara seksual tertarik pada sesama jenisnya. Lesbian luas lagi dapat diartikan sebagai wanita yang secara seksual memiliki ketertaarikan kepada wanita, menyalurkan perilaku seksualnya kepada wanita, memiliki fantasi seksual kepada wanita, memiliki ketertarikan secara emosional kepada wanita, serta mengidentifikasi bahwa dirinya adalah wanita yang menyukai wanita (Carrol, 2005). 28

13 29 Menurut Agustina (2005) lesbian adalah sebutan bagi wanita yang orientasi seksualnya mengarah pada wanita juga atau wanita yang mencintai sesama wanita baik secara fisik, seksual, emosional ataupun spiritual. 2. Tahapan Pembentukan Identitas Homoseksual Cass (1984) mengungkapkan bahwa identitas sebagai homoseksual (lesbian atau gay) melalui suatu proses. Menurut Cass (1984) dalam proses penetapan ini seseorang dapat memilih untuk tidak mengembangkan lebih jauh kemungkinan akan identitas homoseksual dirinya. Cass (1984) mengungkapkan enam tahapan pembentukan identitas laki-laki dan perempuan homoseksual : 1. Identity confusion Pada tahapan ini individu menerima informasi berkaitan dengan homoseksualitas. Beberapa di antaranya akan mengabaikan informasi ini namun ada juga yang memberikan perhatian lebih sebab merasa berhubungan dengan perasaan dan perilaku mereka. Hal ini menandakan awal dari pembentukan identitas lesbian atau gay. Individu mulai sering mempertanyakan tentang who am i?. Pada tahapan ini individu merasakan keterasingan yang tinggi. 29

14 30 Ketika pertanyaan itu muncul individu mulai mencari jawabannya. Terdapat tiga pendekatan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Pertama, individu menganggap bahwa lesbian atau gay merupakan hal yang benar dan dapat diterima. Kedua, individu menganggap bahwa lesbian atau gay merupakan perilaku yang benar namun ia tidak menginginkan dirinya menjadi lesbian atau gay. Individu kemudian berusaha untuk melakukan inhibition, restriction atau denial. Ketika individu sukses melakukan hal tersebut, konflik dan kebingungan akan hilang dan individu akan mengalami indentity foreclosure. Ketiga, individu beranggapan bahwa lesbian atau gay merupakan sesuatu yang tidak benar dan tidak diinginkan. pada kasus ini, individu tidak lagi merasa bahwa perilaku mereka lesbian atau gay sehingga yang terjadi adalah identity foreclosure. 2. Identity comparison Identity comparisonterjadi ketika pada tahap sebelumnya individu tidak mengalami identity foreclosure. Pada tahapan ini individu mulai menerima bahwa identitas seksual mereka mungkin lesbian atau gay. Hal ini menandakan bahwa kebingungan pada tahap sebelumnya mulai berkurang. Ketika pada tahapan sebelumnya tugas 30

15 31 individu adalah mencari jawaban mengenai who am i?. Pada tahap kedua ini tugas indvidu adalah menangani keterasingan sosial yang mulai muncul. Perbedaan persepsi membuat individu mulai memperhatikan persepsi orang lain tentang diri dan perilakunya. Individu merasakan keterasingan dan tidak dapat menjadi bagian dari kelompok sosial tertentu. Keterasingan tersebut membuat individu menjalin hubungan dengan orang lain. 3. Identity tolerance Pada tahap ini individu mulai berhubungan dengan individu lain yang memiliki identitas yang sama, lesbian atau gay. Hal ini dilakukan untuk melawan rasa keterasingan dan isolasi dari orang lain. Pada tahap ini individu terus meningkatkan keyakinan bahwa dirinya bukan bagian dari heteroseksual sehingga hal ini membuat individu berhati-hati dalam berinteraksi. Individu mulai menjalin hubungan dengan homoseksual lainnya. Ketika individu mendapatkan pengalaman yang baik ketika berhubungan maka akan memperkuat komitmennya dan ketika individu mendapatkan pengalaman yang buruk maka individu cenderung akan mengevaluasi apa yang terlah terjadi. 31

16 32 Tahapan ketiga ini berakhir (individu tidak lagi mengalami identity foreclosure) ketika komitmen untuk menjadi seorang lesbian atau gay bertambah, individu menyatakan bahwa dirinya lesbian atau gay. Namun biasanya individu belum membeberkan orientasi seksualnya di tahap ini. 4. Identity acceptance Setelah memiliki teman sesama homoseksual biasanya akan tercipta pandangan yang baru akan dirinya. Individu mulai memandang positif akan orientasi seksualnya pada tahap ini. Pada tahap ini individu mulai membuka jati dirinya kepada keluarga atau teman. Selain itu individu mulai menikmati kehidupannya sebagai homoseksual. 5. Identity pride Pada tahap ini individu tidak hanya sepenuhnya menerima orientassi seksualnya namun telah merasa bangga. Individu tidak merasa pengobatan untuk mengalihkan orientasi seksualnya merupakan sesuatu yang baik. Individu merasa dirinya bernilai dengan orientasi seksual yang dimilikinya. 32

17 33 6. Identity synthesis Identity synthesis merupakan tahapan terakhir di dalam tahapan pembentukan identitas homoseksual. Pada tahap ini individu tidak lagi mengkotak-kotakkan kehidupan pada mana orientasi yang baik atau yang buruk. Individu benar-benar merasa bahwa tidak ada yang salah dengan orientasi seksualnya dan ia merasa nyaman dengan ini. Hubungan individu dengan mereka yang berorientasi heteroseksual telah membaik. 3. Penyebab seseorang menjadi Lesbian Saat ini banyak peneliti yang mencoba mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan seseorang menjadi lesbian, salah satunya adalah Tan (2005). Terdapat tiga hal yang menyebabkan seseorang menjadi lesbian menurut Tan (2005), yaitu: 1. Keadaan Keluarga dan Hubungan antar keluarga Keluarga yang kurang harmonis memang dapat menimbulkan banyak hal. Hubungan antar orang tua atau hubungan antara anak dan orang tua yang tidak baik dapat menyebabkan seorang anak akhirnya memilih orientasi seksual lesbian. Ketidakharmonisan tersebut seperti dominannya peran ibu sehingga membuat ayah berperan 33

18 34 sangat minimal atau hubungan yang bermasalah dengan ayah. 2. Pengalaman Seksual yang Buruk Ketika Masih Kanakkanak Kekerasan seksual yang dialami seorang anak perempuan dapat menyebabkan ia menjadi lesbian. Meskipun tidak semua perempuan yang mengalami pelecehan seksual akan menjadi lesbian. 3. Pengaruh lingkungan Seseorang yang berada di lingkungan tertentu akan menyebabkan seseorang menjadi tertentu pula. Ketika seseorang berada dilingkungan yang terdapat lesbian maka ia bisa terjerumus dan akhirnya menjadi lesbian juga. D. Tipe Konflik pada lesbian Lesbian adalah sebutan bagi perempuan yang secara seksual tertarik pada sesama jenisnya, secara lebih luas diartikan sebagai perempuan yang secara seksual memiliki ketertarikan kepada perempuan juga. Segala hal yang berhubungan dengan seksual mereka tujukan kepada sesama perempuan, seperti ketertarikan emosional, penyaluran hasrat seksual atau fantasi seksual. Ia mengidentifikasikan bahwa dirinya adalah seorang perempuan yang menyukai sesama perempuan (Carrol, 2005). Seseorang yang memiliki orientasis seksual lesbian dapat disebabkan oleh tiga faktor. Faktor yang pertama adalah keadaan keluarga, 34

19 35 lingkungan keluarga yang kurang harmonis dapat memicu seseorang menjadi lesbian. Faktor kedua adalah pengalaman yang buruk berkaitan dengan aktivitas seksual pada masa kanak-kanak. Faktor yang ketiga adalah pengaruh lingkungan. Seseorang dapat menjadi lesbian ketika individu berada di lingkungan yang terdapat lesbian juga. Individu dapat terpengaruh oleh hal tersebut (Tan, 2005). Pembentukan identitas lesbian tercipta melalui tahapan-tahapan. Terdapat enam tahapan pembentukan identitas lesbian, yaitu; identity confusion, mempertanyakan siapa sebenarnya dirinya dan ia mulai menerima informasi berkaitan dengan homoseksual; identity comparison, individu mulai berpikir bahwa identitas seksual mereka kemungkinan adalah lesbian; identity tolerance, individu mulai berhubungan dengan lesbian-lesbian lainnya; identity acceptance, individu mulai beranggapan yang positif tentang orientasi seksualnya; identity pride, individu mulai merasa bangga memiliki orientasi seksual lesbian; identity synthesis, individu tidak lagi mengkotak-kotakkan kehidupan pada mana orientasi seksual yang baik dan yang buruk.masing-masing tahapan memiliki dinamika tersendiri (Cass,1984). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nurmala, Anam, & Suyono (2006) ditemukan bahwa lesbian merasa telah terjadi pertentangan antara perasaan dengan apa yang seharusnya. Menurut norma yang seharusnya, seorang perempuan seharusnya menyukai laki-laki namun yang terjadi adalah ia menyukai perempuan. Selain itu, agama adalah sisi 35

20 36 lain dari pertentangan yang tidak dapat disanggkal. Mayoritas penduduk Indonesia adalah pemeluk agama Islam, Katholik dan Kristen Protestan dan semua agama tersebut mengajarkan atau menafsirkan bahwa homoseksual merupakan hal yang dilarang (Suvianita & Oetomo, 2013). Pickett (2009) menyatakan bahwa Al quran tidak memberitahukan secara spesifik mengenai konsekuensi yang akan diterima ketika seseorang menjalin hubungan sesama jenis. Namun meskipun begitu, Al quran menganggap hubungan sesama jenis merupakan tindakan yang negatif. Pertentangan tersebut kerap membuat lesbian merasakan konflik dan bingung karena harus memilih dua hal, tetap menjadi lesbian atau berhenti (Nurmala, Anam & Suyono, 2006). Konflik menurut Lewin (dalam Hall, Lindzey, Loehlin, 1985) adalah suatu keadaan saat manusia memiliki dorongan yang saling bertentangan dan keduanya memiliki kekuatan yang sama. Konflik dapat terjadi pada siapa saja termasuk pada remaja yang memang berada pada masa bermasalah. Remaja merupakan masa yang sangat kompleks yang dimulai sejak usia 10 atau 11 dan akan berakhir di usia dua puluhan awal (Papalia,Old, Fieldman, 2009). Pertentangan juga terjadi di setiap tahapan pembentukan identitas homosesual yang dikemukakan oleh Cass (1984). Individu yang masih berada pada tahapan awal, yaitu identity confusion biasanya merasakan konflik yang berkaitan dengan pertanyaan tentang who am i?. Sembari mencari jawaban dari pertanyaan tersebut subjek merasakan keterasingan 36

21 37 yang sangat tinggi. Pada tahapan identity comparison perasaan akan keterasingan tersebut sudah mulai berkurang namun terjadi konflik baru berkaitan dengan perasaan bahwa ia berbeda dari kelompok sosial yang ia miliki sebelumnya. Pada tahap identity tolerance individu mulai mengatasi perasaan keterasingan tersebut dengan berhubungan dengan homoseksual lainnya. Namun pada tahap ini subjek masih belum memiliki keberanian untuk mengungkapkan identitas seksual dirinya kepada semua orang. Sedangkan individu yang berada pada tahapan keempat, kelima dan keenam telah memandang bahwa orientasi seksual yang dimilikinya merupakan hal yang positif (Cass, 2009). Rich (1993) juga menyatakan bahwa seseorang lesbian sering mengalami tekanan karena memiliki memiliki orientasi seksual yang berbeda dari apa yang seharusnya. Konflik yang terjadi pada lesbian berkaitan dengan orientasi seksualnya tersebut dapat diidentifikasi berdasarkan empat tipe konflik yang dikemukakan oleh Lewin (dalam Hall, Lindzey, Loehlin, Locke, 1985), yaitu approach-approach conflict, konflik ini terjadi ketika lesbian dihadapkan pada dua keadaan yang masing-masing memiliki tujuan yang positif. Tipe konflik yang kedua adalah avoidance-avoidance conflict, konflik ini terjadi ketika lesbian harus memilih antara dua pilihan yang sama-sama memiliki konsekuensi yang negatif. Tipe konflik yang ketiga adalah approach-avoidance conflict, konflik tipe ini terjadi ketika lesbian dihadapkan pada dua keadaan yang sebenarnya memiliki tujuan positif namun sekaligus memiliki dampak lain 37

22 38 yang negatif. Tipe konflik ini juga dialami oleh seorang lesbian. Saat dilakukan wawancara ia mengaku bahwa ia ingin mengungkapkan orientasi seksualnya namun terdapat kemungkinan ia akan dijauhi oleh orang lain. Miller (1959) mengatakan bahwa ketika individu mengalami konflik ini maka pada akhirnya yang terjadi adalah keadaan yang lebih diinginkan atau lebih kuat. Tipe konflik yang terakhir adalah multiple approach-avoidance conflict, konflik ini terjadi ketika lesbian dihadapkan pada keadaan yang memiliki dua alternatif yang memiliki konsekuensi positif dan negatif sekaligus. Morgan (1986) mengatakan bahwa dalam kehidupan multiple approch-avoidance conflict sering terjadi. Misalnya pada seorang clubber, di satu sisi menjadi clubber membuatnya menjadi tenang, senang dan memiliki materi yang lebih namun ia juga menjadi tidak sehat dan dipandang negatif oleh teman dan keluarga. Di sisi lain apabila ia tidak menjadi clubber maka ia dapat hidup sehat namun ia juga akan dianggap sombong serta munafik oleh teman-teman sesama clubbernya (Panjaitan, 2009). Ketika seseorang mengalami konflik maka akan terjadi konsekuensi-konsekuensi yang negatif, seperti; akan mengalami stres yang tinggi, terjadi penurunan produktivitas, penurunan hubungan interpersonal, adanya kecenderungan lebih mementingkan ego yang dimiliki daripada kenyataan yang sebenarnya, kehilangan waktu yang cukup banyak demi menyelesaikan konflik yang terjadi, dan terakhir dapat membuat seseorang 38

23 39 menentukan keputusan yang tidak seharusnya. Sehingga akan lebih baikk ketika seseorang meminimalisir terjadinya konflik (Eggert & Falzon, 2012). Berdasarkan data-data dan teori inilah peneliti akan mengungkap bagaimana sebenarnya gambaran tipe konflik pada remaja yang memiliki orientasi seksual lesbian. Konflik tersebut berkaitan dengan kenyataan bahwa ia memiliki orientasi seksual yang berbeda serta bertentangan dengan sosial budaya, kebijakan pemerintah dan juga agama. 39

24 40 E. Paradigma Teoritis Bertentangan dengan: 1. Agama 2. Kebijakan pemerintah 3. Sosial Budaya Lesbian Konflik Tahap pembentukan identitas lesbian: 7. Identity confusion 8. Identity comparison 9. Identity tolerance Approach-approach conflict Avoidance-avoidance conflict Approach-avoidance conlfict Multiple approachavoidance conflict Keterangan: Menyebabkan Terdiri dari Fokus penelitian 40

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

berbeda saat ia berada di SMA, ia sadar bahwa ia merasakan ketertarikan dengan teman-teman perempuannya, informan merasa wanita itu perlu

berbeda saat ia berada di SMA, ia sadar bahwa ia merasakan ketertarikan dengan teman-teman perempuannya, informan merasa wanita itu perlu 63 BAB V PENUTUP 5.1. Pembahasan Identitas seksual adalah apa yang orang katakan mengenai kita berkaitan dengan perilaku atau orientasi seksual kita, kita benarkan dan percaya sebagai diri kita. Jika seorang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya diperoleh gambaran bahwa

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya diperoleh gambaran bahwa BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya diperoleh gambaran bahwa keseluruhan subyek yang sedang dalam rentang usia dewasa awal mengalami tahapan pembentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Diet 1. Pengertian Perilaku Diet Perilaku diet adalah pengurangan kalori untuk mengurangai berat badan (Kim & Lennon, 2006). Demikian pula Hawks (2008) mengemukakan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja

Bab I Pendahuluan. dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa remaja Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri, oleh Erickson disebut dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Ini terjadi karena masa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa:

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa: BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja Menurut Havighurst (dalam Syaodih. 2009.: 161) mengatakan bahwa: Definisi tugas perkembangan adalah suatu tugas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orangtua agar anak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan keinginan

BAB I PENDAHULUAN. orangtua agar anak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan keinginan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada masa sekarang banyak sistem pendidikan yang bisa diberikan oleh para orangtua agar anak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan keinginan orangtuanya.

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat MODUL PERKULIAHAN Perkembangan Sepanjang Hayat Adolescence: Perkembangan Psikososial Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Psikologi Psikologi 03 61095 Abstract Kompetensi Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu,

BAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orientasi seksual mengacu pada pola abadi emosional, atraksi romantis, dan seksual dengan laki-laki, perempuan, atau kedua jenis kelamin. Orientasi seksual

Lebih terperinci

Disusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog

Disusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog PELATIHAN PSIKOLOGI DAN KONSELING BAGI DOSEN PEMBIMBING AKADEMIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA Disusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog MAHASISWA Remaja Akhir 11 20 tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identitas Ego 2.1.1 Definisi Identitas Ego Untuk dapat memenuhi semua tugas perkembangan remaja harus dapat mencapai kejelasan identitas (sense of identity) yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini masyarakat mulai menyadari akan adanya keberadaan kaum gay disekitar mereka. Data yang dilansir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian keluarga Menurut Friedmen (1998) keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, individu akan mengalami fase-fase perkembangan selama masa hidupnya. Fase tersebut dimulai dari awal kelahiran hingga fase dewasa akhir yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, dimana manusia tersebut tidak dapat hidup sendiri melainkan membutuhkan orang lain dalam menjalankan kehidupannya. Seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Merokok 1. Definisi frekuensi Frekuensi berasal dari bahasa Inggris frequency berarti kekerapan, keseimbangan, keseringan, atau jarangkerap. Smet (1994) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA. Skripsi HUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 RUSTAM ROSIDI F100 040 101 Diajukan oleh: FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

TINJAUAN PUSTAKA Remaja TINJAUAN PUSTAKA Remaja Istilah remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescence yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Namun saat ini adolescence memiliki arti yang lebih luas mencakup kematangan mental,

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

PSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT

PSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT Modul ke: PSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT Perkembangan Remaja Fakultas Psikologi Tenny Septiani Rachman, M. Psi, Psi Program Studi Psikologi http://www.mercubuana.ac.id Preface Masa remaja sering disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan menikah seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Homoseksualitas adalah salah satu fenomena sosial yang kontroversial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Homoseksualitas adalah salah satu fenomena sosial yang kontroversial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Homoseksualitas adalah salah satu fenomena sosial yang kontroversial sekaligus menarik untuk didiskusikan. Di Indonesia sendiri, homoseksualitas sudah meranah

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia. malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia. malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial manusia memerlukan hubungan interpersonal dan manusia memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia merupakan makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketika ia dilahirkan, baik ia dilahirkan sebagai orang kaya atau miskin, berkulit

BAB I PENDAHULUAN. ketika ia dilahirkan, baik ia dilahirkan sebagai orang kaya atau miskin, berkulit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tidak ada seorangpun yang dapat memilih oleh siapa dan menjadi apa ketika ia dilahirkan, baik ia dilahirkan sebagai orang kaya atau miskin, berkulit terang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam suku, ras dan agama, hal ini yang memungkinkan terjadinya perkawinan antar suku, ras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang paling penting yang dihadapi oleh manusia adalah kebutuhan untuk mendefinisikan diri sendiri, khususnya dalam hubungannya dengan orang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Diet 2.1.1 Pengertian Perilaku Diet Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson

BAB II LANDASAN TEORI. Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson BAB II LANDASAN TEORI A. Keintiman 1. Pengertian Keintiman Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson (dalam Kroger, 2001) mendefinisikan keintiman mengacu pada perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang tabu bagi beberapa orang. seksualitas mereka. Kemunculan mereka bukannya datang tiba-tiba.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang tabu bagi beberapa orang. seksualitas mereka. Kemunculan mereka bukannya datang tiba-tiba. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dewasa ini, fenomena homoseksualitas semakin marak. Bukan hanya di luar negeri, tetapi fenomena ini juga berlaku di Indonesia. Baik itu lesbian ataupun gay. Baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mengenal masyarakat di sekitarnya. Remaja mulai memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja sering kali disebut masa transisi atau masa peralihan dari anak-anak sebelum akhirnya masuk ke masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial Cohen dan Wills (1985) mendefinisikan dukungan sosial sebagai pertolongan dan dukungan yang diperoleh seseorang dari interaksinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Homoseksual adalah orang yang konsisten tertarik secara seksual, romantik, dan afektif terhadap orang yang memiliki jenis kelamin sama dengan mereka (Papalia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang menginginkan hidupnya sejahtera dan orang selalu berusaha untuk mendapatkan kesejahteraan tersebut tetapi pandangan seseorang mengenai hidup sejahtera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap BAB I PENDAHULUIAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku seksual yang tidak sehat khususnya dikalangan remaja cenderung meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap penyalahgunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Pernikahan pada dasarnya menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk yang tidak pernah berhenti berubah. Semenjak pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam kemampuan fisik maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi mendefinisikan perkembangan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan manusia yaitu laki-laki dan perempuan secara berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk setiap masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu utama bagi individu yang ada pada masa perkembangan dewasa awal. Menurut Erikson,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penulisan.

Lebih terperinci

CHAPTER II REVIEW OF RELATED LITERATURE. pada penulisan skripsi ini. Teori yang ada pada bab ini adalah teori teori yang

CHAPTER II REVIEW OF RELATED LITERATURE. pada penulisan skripsi ini. Teori yang ada pada bab ini adalah teori teori yang CHAPTER II REVIEW OF RELATED LITERATURE Dalam bab ini, penulis menguraikan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini dan selanjutnya teori yang telah diuraikan digunakan sebagai acuan pada penulisan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014 BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan perempuan. Kemudian ketertarikan tersebut, diwujudkan dalam bentuk perkawinan atau pernikahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita yang bernama Mimi, usia 21 tahun, sudah menikah selama 2 tahun dan memiliki 1 orang anak, mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin menuntut pengorbanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama seperti halnya tahap-tahap perkembangan pada periode sebelumnya, pada periode ini, individu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Subjek berasal dari keluarga tidak harmonis, sejak kecil subjek berada dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Subjek berasal dari keluarga tidak harmonis, sejak kecil subjek berada dalam 119 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.1 Interaksi Dengan Anggota Keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa yang sangat penting. Masa remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa yang sangat penting. Masa remaja adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa yang sangat penting. Masa remaja adalah proses panjang yang dialami seorang individu dalam kehidupannya. Proses peralihan dari masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus dan berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami

Lebih terperinci

PENTINGNYA GURU MEMAHAMI KONDISI PSIKOLOGIS PESERTA DIDIK

PENTINGNYA GURU MEMAHAMI KONDISI PSIKOLOGIS PESERTA DIDIK PENTINGNYA GURU MEMAHAMI KONDISI PSIKOLOGIS PESERTA DIDIK I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memahami psikologis peserta didik, merupakan sikap yang harus dimiliki dan dilakukan guru, agar guru dapat

Lebih terperinci

Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti

Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa Faktor-faktor yang mempengaruhi Tumbuh Kembang 1. Faktor Genetik. 2. Faktor Eksternal a. Keluarga b. Kelompok teman sebaya c. Pengalaman hidup d. Kesehatan e.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi melangsungkan eksistensinya sebagai makhluk. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan psikologis dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tahap remaja melibatkan suatu proses yang menjangkau suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tahap remaja melibatkan suatu proses yang menjangkau suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahap remaja melibatkan suatu proses yang menjangkau suatu periode penting dalam kehidupan seseorang. Namun, terdapat perbedaan antara individu satu dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan

Lebih terperinci

BAB I. perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa

BAB I. perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses perkembangan dan pertumbuhan sebagai manusia ada fase perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia sebagai makhluk pribadi mengalami beberapa proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia sebagai makhluk pribadi mengalami beberapa proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia sebagai makhluk pribadi mengalami beberapa proses perkembangan dalam hidupnya, baik secara fisik maupun psikologis. Mulai dari masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan jarak jauh (long distance relationship) Pengertian hubungan jarak jauh atau sering disebut dengan long distance relationship adalah dimana pasangan dipisahkan oleh jarak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena gay dan lesbi nampaknya sudah tidak asing lagi di masyarakat luas. Hal yang pada awalnya tabu untuk dibicarakan, kini menjadi seolah-olah bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita. Setiap individu, baik pria maupun wanita memiliki peran masing-masing serta mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

B A B I I. kelembutan dan kepercayaan terhadap pasangan. Kemampuan membentuk sebuah. dirinya atau berpura-pura menjadi pribadi yang lain.

B A B I I. kelembutan dan kepercayaan terhadap pasangan. Kemampuan membentuk sebuah. dirinya atau berpura-pura menjadi pribadi yang lain. B A B I I L A N D A S A N T E O RI I. INTIMACY I. A. Pengertian Intimacy Kata intimacy berasal dari bahasa Latin, yaitu intimus, yang memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam (Caroll,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN LATAR BELAKANG Lerner dan Hultsch (1983) menyatakan bahwa istilah perkembangan sering diperdebatkan dalam sains. Walaupun demikian, terdapat konsensus bahwa yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, yaitu suatu periode yang berada dalam dua situasi antara kegoncangan, penderitaan, asmara dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological 15 BAB II LANDASAN TEORI A. PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 1. Definisi Psychological Well-Being Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological well-being menjadi afek positif dan afek negatif. Penelitiannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat pederitanya merasa bahwa identitas gendernya (sebagai laki-laki atau perempuan) tidak sesuai dengan anatomi biologisnya.

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci