BAB V PEMBAHASAN. Gambar 5.1. (a)proses sintesis nanopartikel Mg1-xNixFe2O4, (b) nanopartikel Mg1-

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V PEMBAHASAN. Gambar 5.1. (a)proses sintesis nanopartikel Mg1-xNixFe2O4, (b) nanopartikel Mg1-"

Transkripsi

1 34 BAB V PEMBAHASAN 5.1. Hasil Sintesis Mg1-xNixFe2O4 Telah berhasil disintesis nanopartikel magnetik Mg1-xNixFe2O4 dengan metode kopresipitasi. nanopartikel magnetik yang dihasilkan berwarna hitam kecokelatan. Serbuk partikel hasil sintesis selanjutnya dikarakterikasi dengan XRD, TEM, VSM, dan FTIR. a b c Gambar 5.1. (a)proses sintesis nanopartikel Mg1-xNixFe2O4, (b) nanopartikel Mg1- xnixfe2o4 telah di furnace, dan (c) nanopartikel Mg1-xNixFe2O4 hasil sintesis yang telah dihaluskan membentuk serbuk partikel Analisis X-Ray Diffractometer (XRD) XRD digunakan untuk mengidentifikasi stuktur kristalin dari sampel nanopartikel magnetik Mg1-xNixFe2O4. Panjang gelombang (λ) sinar X yang digunakan adalah 1,5406 Å. Selanjutnya data yang diperoleh diolah menggunakan software Origin 9.0, Match!2, dan Maud. sehingga diperoleh grafik seperti yang ditampilkan pada gambar

2 35 (a) (b) 35

3 36 (c) (d)

4 37 (e) (f) Gambar 5.2. Spektrum XRD, (a)mg 0.7Ni 0.3Fe 2O 4, (b)mg 0.6Ni 0.4Fe 2O 4, (c)mg 0.5Ni 0.5Fe 2O 4, (d)mg 0.4Ni 0.6Fe 2O 4, (e)mg 0.3Ni 0.7Fe 2O 4, (f) Gabungan x=0,3 s.d x=0,7.

5 38 Berdasarkan grafik yang disajikan pada gambar 5.2 menunjukkan puncak puncak difraksi dari sampel Mg1-x Nix Fe2O4 yang dilengkapi indeks miller (hkl) dari sampel. Puncak-puncak diffraksi yang muncul merupakan indeks miller khas dari struktur spinel. Indeks miller khas dari spinel ferrit yaitu (111), (220), (311), (222), (400), (422), (511), dan (440) (Gabal dkk,2014). Proses penentuan puncak puncak diffraksi ini dengan menandai setiap puncak yang muncul didalam spektrum dengan menggunakan software Match!2 yang kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi fasa yang mungkin muncul, Maka pada software tersebut muncul garis dan hkl untuk setiap fasa yang berimpit dengan puncak yang telah ditandai. Puncak puncak yang dilewati atau berimpit oleh garis standar fasa kemudian dianggap sebagai puncak diffraksi dan memiliki hkl masing-masing. Sedangkan yang tidak dilewati garis standart maka dianggap noise. Pada gambar 5.2 (a) puncak diffraksi yang muncul adalah (220), (311), (331), dan (422). Pada gambar 5.2 (b),(c),dan (d) puncak diffraksi yang muncul adalah (311) dan (331). Pada gambar 5.2e puncak diffraksi yang muncul adalah (220), (311), (331), dan (444). Dari seluruh gambar yang disajikan pada gamabr 5.2 terlihat jelas bahwa tidak semua puncak diffraksi yang muncul itu sama. Ketidak munculan puncak puncak tersebut mungkin disebabkan oleh noise yang terlalu besar, sehingga puncak yang seharusnya muncul menjadi tidak terlihat, noise yang terlalu besar tersebut mungkin disebabkan oleh settingan instrument dari alat XRD yang digunakan. Faktor lain yang mungkin menyebabkan puncak-puncak diffraksi tidak terlihat adalah proses sintesis kimia yang tidak sempurna. Pada gambar 5.2 (f) menunjukkan gabungan spektrum XRD dari variasi x = 0,3 hingga x=0,7. dari gambar 5.2 (f) tersebut hanya dua puncak diffraksi yang terlihat jelas yaitu (311) dan (331) namun kedudukan kedua puncak tersebut mengalami pergeseran yang tidak signifikant. Pergeseran ini mungkin disebabkan oleh instrumentasi alat XRD. Puncak-puncak diffraksi yang disajikan dalam gambar 5.2 juga memberikan informasi tingkat kekristalan yang berbeda untuk setiap x yang berbeda. Kekristalan terbesar ini ditandai dengan tingginya intensitas puncak diffraksi terbentuk. Dari gambar 5.2, sampel yang memiliki kekeristalan tertinggi terdapat x=0,5 dengan

6 39 komposisi Mg0,5Ni0,5Fe2O4 (lihat gambar 5.2c). Sedangkan sampel yang memiliki tingkat kekristalan terendah ditemukan pada sampel x=0,4 (lihat gambar 5.2.b) hal ini ditandai dengan rendahnya puncak diffraksi yang dihasilkan. Tingkat kekristalan yang dihasilkan dari kelima sampel berbeda. Hal ini mungkin disebabkan ketidak sempurnaan hasil sintesis nanopartikel, sehingga tingkat kekristalan yang dihasilkan juga berbeda. Penentuan puncak-puncak diffraksi dalam spektrum XRD dapat ditentukan hklnya dengan menggunakan (JCPDS card No: ) sebagai acuan ketika Mgrich dengan komposisi nikel (x=0,3 s.d 0.5) dan (No: ) ketika Ni-rich dengan komposisi nikel (x=0,6 s.d 0,7) sebagai acuan standart. Dari gambar 5.2(f) terlihat jelas bahwa puncak hkl (311) pada bidang 2θ mengalami pergeseran. Pergeseran ini mungkin disebabkan oleh kerandoman orientasi kristal yang mungkin terbentuk akibat dari proses sintesis kimia. Atau dapat juga disebabkan oleh instrumentasi alat Pengaruh Komposisi Nikel Terhadap Ukuran Butir dan Parameter Kisi Eksperimen Dari puncak puncak hkl yang diidentifikasi maka dapat ditentukan lattice parameter (a), ukuran butir (t), full width hight maximum (FWHM) seperti yang disajikan pada tabel 5.1. Tabel 5.1. Komposisi x didalam Mg1-xNixFe2O4 terhadap lattice parameter(a), ukuran butir (t), dan strain No Sampel 2 θ Parameter Ukuran Strain Kisi (Å) Butir (nm) 1 Mg0,7Ni0,3 Fe2O4 34,27 8,67 ±0,14 42,6±0,2 0,63 2 Mg0,6Ni0,4 Fe2O4 34,33 8,66 ±0,45 15,2±0,2 1,76 3 Mg0,5Ni0,5 Fe2O4 34,58 8,60 ±0,20 47,5±0,3 0,56 4 Mg0,4Ni0,6 Fe2O4 34,59 8,59 ±0,22 46,2±0,3 0,57 5 Mg0,3Ni0,7 Fe2O4 35,04 8,49 ±0,17 45,7±0,3 0,57 Dari Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa posisi 2θ puncak tertinggi (311) setiap sampel memiliki pergeseran. Namun pergeseran yang terjadi dari kelima sampel sangat kecil. Pergeseran ini mungkin disebabkan oleh suhu pengukuran yang berbeda untuk setiap sampel. Atau dapat juga disebabkan perbedaan komposisi nikel didalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4. Akibat dari perbedaan komposisi ini

7 40 memungkinkan merubah kedudukan atom didalam kristal. Akibat dari perubahan kedudukan atom dalam kristal, maka memungkinkan kristal tersebut mengalami strain. Munculnya strain pada kristal dapat mempengaruhi parameter kisi dari kristal itu sendiri. Dari Tabel 5.1 parameter kisi terbesar pada nanopartikel Mg1-xNixFe2O4 terdapat pada komposisi nikel (x=0,3). Nilai parameter kisi yang dihasilkan adalah 8, 67 Å, dengan ukuran butir yang dihasilkan sebesar 42,6 nm. Untuk parameter kisi terkecil terdapat komposisi nikel (x=0,7) dengan ukuran butir 45,7 nm. Dari Tabel 5.1 dapat dilihat nilai parameter kisi semakin menurun seiring dengan bertambahnya komposisi nikel didalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4. Besarnya nilai parameter kisi dan ukuran butir dihitung berdasarkan spektrum XRD yang dihasilkan (lihat gambar 5.2). Dari gambar 5.2 terlihat bahwa spektrum XRD yang dihasilkan memiliki puncak diffraksi yang cenderung sharp, kecuali pada gambar 5.2 (b) hasil spektrum XRD untuk komposisi nikel (x=0,4) memiliki puncak diffraksi yang sedikit melebar (broad). Sharp atau broad nya puncak diffraksi yang dihasilkan akan mempengaruhi besarnya ukuran butir yang dihasilkan. Dari Tabel 5.1 terlihat bahwa ukuran butir untuk komposisi x=0,4 sebesar 15,2 nm. Ukuran ini adalah ukuran terkecil dari ukuran yang dihasilkan oleh keempat variasi x lainnya. Ukuran butir terbesar terdapat pada sampel (x=0,5) sebesar 47,5 nm. Pada sampel (x=0,5) juga memiliki kristalinitas terbesar dibandingkan keempat sampel lainnya. hal ini dapat dilihat dari spektrum XRD yang dihasilkan (gambar 5.2c). Pada gambar 5.2c tersebut puncak diffraksi terbentuk sangat sharp dan memiliki intensitas tertinggi dibandingkan dari variasi x lainnya. Grafik perbandingan ukuran butir dan paramter kisi terhadap variasi komposisi nikel (x) dapat dilihat pada gambar 5.3 berikut:

8 41 Gambar 5.3. Pengaruh komposisi nikel terhadap parameter kisi terhadap ukuran butir. Dari grafik (lihat gambar 5.3) terlihat jelas bahwa seiring bertambahnya komposisi logam Ni dapat mempengaruhi parameter kisi. Parameter kisi yang dihasilkan menurun seiring dengan meningkatnya komposisi nikel didalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4. Namun penurunan yang terjadi pada parameter kisi tidaklah begitu signifikan. Hal ini ditandai besarnya ralat yang dihasilkan (lihat Tabel 5.1). sehingga dapat disimpulkan meningkatkan komposisi nikel kedalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4 tidak begitu mempengaruhi parameter kisi. Dari gambar 5.3 juga terlihat estimasi ukuran butir untuk setiap variasi x cenderung sama, namun terjadi anomali pada x=0,4. Ukuran butir yang dihasilkan sebesar 15,2 nm. Anomali ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, parameter sintesis berupa pencampuran kimia, strain kristal, dan distribusi kation-kation. Parameter sintesis didalam pencampuran kimia dan suhu sintesis memberikan kontribusi utama terhadap ukuran butir dan parameter kisi nanopartikel yang dihasilkan. Pencampuran kimia dimaksud disini adalah penggunaan NaOH dan HCl didalam proses sintesis. Penggunaan dua senyawa basa dan asam tersebut pada dasarnya memberikan kontribusi terhadap ph larutan. Pada

9 42 penelitian ini konsentrasi NaOH dan HCl dikontrol konstant (tidak berubah) yaitu sebesar 7,8. ph larutan ini memberikan pengaruh terhadap kinerja reaksi seiring dengan disubsitusikan logam Nikel kedalam Mg1-xNixFe2O4. Ketika komposisi logam nikel ditingkatkan kedalam larutan nanopartikel Mg1-xNixFe2O4 maka ph yang dimiliki larutan pun akan berubah, namun perubahan ph yang terjadi tidaklah begitu signifikan. Perubahan ph yang terjadi berkisar 0,2. ph larutan ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil dari sintesis dengan metode kopresipitasi. Proses sintesis yang berjalan sempurna juga menghasilkan kristalinitas yang ideal dan ukuran butir cenderung seragam. Apabila proses sintesis tidak sempurna maka kristal yang dihasilkan akan mengalami cacat kristal (strain). Microstrain atau strain dapat merupakan suatu tanda ketidak sempurnaan suatu kristal. Nilai strain dari kisi kristal berbanding terbalik dengan ukuran butir partikel yang dihasilkan. Seperti yang disajikan dalam Tabel 5.1. Dari tabel 5.1 terlihat jelas bahwa ukuran strain terbesar dimiliki oleh x =0,4 dengan komposisi Mg0,6Ni0,4Fe2O4 dengan ukuran 1,76 yang memiliki ukuran butir terkecil yaitu 15,2 nm. Sedangkan strain terkecil dimiliki oleh sampel x=0,5 yang memiliki komposisi Mg0,5Ni0,5Fe2O4 dengan nilai strain 0,56 dan memiliki ukuran butir terbesar 47,5 nm. Strain pada kristal dapat diminimalisir atau dihilangkan dengan melakukan proses pemanasan lanjutan berupa anneling dengan suhu tinggi (Cullity, 1972). Pengaruh lain dari meningkatnya komposisi nikel pada nanopartikel Mg1- xnixfe2o4 berdampak pada parameter kisi yang disebabkan oleh distirbusi kationkation penyusunnya. Pendistribusian kation kation ini mungkin disebabkan oleh ph yang berubah seiring dengan meningkatnya komposisi logam nikel kedalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4 seperti yang sudah dijelaskan diatas. Secara teoritik logam Ni memiliki karakteristik invers spinel yang menempati subkisi oktahedral (B). sedangkan Mg memiliki karateristik normal spinel dan menempati subkisi tetrahedral (A) (Shrikant dkk, 2013). Sehingga pendistribusian ion ion dari Mg1- xnixfe2o4 dapat ditulis dengan persamaan berikut: [Mg1-x 2+ Fe 3+ 1-x]A [NixFe 3+ 1-x]B (5.1).

10 43 Dari persamaan tersebut dapat diasumsikan penyebaran ion Ni didalam subkisi oktahedral (B) yang menggantikan ion Fe 3+ dan penyebaran ion Mg pada subkisi tetrahedral (A) yang menggantikan komposisi ion Fe 3+. Hal yang sama juga dijelaskan dalam (Shrikant dkk, 2013). Lihat tabel (5.2). Selain distribusi kation, radius kation pada tetrahedral (rb) dan oktahedral (ra) juga dapat ditentukan dengan persamaan 5.2 sebagai berikut: A r A = (C Mg 2+ r B = (C A Ni 2+ A )(r Mg 2+ A )(r Ni 2+ A ) + (C Fe 3+ A )+(C Fe 3+ 2 A )(r Fe 3+ ) A )(r Fe 3+ ) (5.2), ra adalah radius kation pada subkisi tetrahedral (A) dan rb adalah radius kation pada subkisi oktahedral (B), r merupakan jari-jari ionik dan C merupakan konsentrasi komposisi unsur (Mohammed dkk, 2011). Tabel 5.2. Distribusi Kation Mg 2+,Ni 2+, dan Fe 3+ dalam subkisi struktur kristal. Komposisi Distribusi kation Parameter ra rb Kimia Kisi (a) 2+ Mg0,7Ni0,3Fe2O4 [Mg 0,7 Fe 2+ 0,3 ] A [Ni 0,3 Fe 2 1,7 ] B O 4 0,738 0,7665 8,67 ±0,14 2+ Mg0,6Ni0,4Fe2O4 [Mg 0,6 Fe 2+ 0,4 ] A [Ni 0,4 Fe 2 1,6 ] B O 4 0,744 0,762 8,66 ±0,45 Mg0,5Ni0,5Fe2O4 [ Mg ,5 Fe 0,5 ] A [Ni 0,5 Fe 2 1,5 ] B O 4 0,75 0,7575 8,60 ±0, Mg0,4Ni0,6Fe2O4 [Mg 0,4 Fe 0,6 ] A [ Ni 0,6 Fe 2 1,4 ] B O 4 0,756 0,753 8,59 ±0, Mg0,3Ni0,7Fe2O4 [Mg 0,3 Fe 0,7 ] A [ Ni 0,7 Fe 2 1,3 ] B O 4 0,762 0,7485 8,49 ±0,17 Dari data yang disajikan pada tabel 5.2 bahwa parameter kisi terbesar terdapat pada sampel x=0,3 yang memiliki komposisi Mg0,7Ni0,3Fe2O4. Besarnya parameter kisi pada x=0,3 adalah 8,67 ±0,14 Å. Sedangkan radius kation pada subkisi tetrahedral (A) dan Oktahedral (B) yang dimiliki oleh sampel x=0,3 berturut turut adalah 0,738 Å dan 0,7665 Å. Sehingga dapat diasumsikan dalam satu parameter kisi terdapat beberapa kation yang menempati subkisi tetrahedral (A) dan oktahedral (B). Besarnya radius kation ra dan rb dipengaruhi dengan banyaknya jumlah ion Ni 2+ dan Mg 2+ dalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4. Hal ini disebabkan karena masing-masing unsur memiliki radius ionik yang berbeda. Ion Fe 3+ memiliki radius ionik (0,78 Å) yang tersebar didalam subkisi tetrahedral (A) dan oktahedral (B). Pada subkisi tetrahedral (A) juga ditempati oleh ion Mg 2+ yang beradius (0,72 Å) dan pada subkisi oktahedral (B) juga ditempati

11 44 oleh ion Ni 2+ yang beradius (0,69 Å). Dari pola data yang disajikan pada tabel 5.2 juga menampilkan bahwa parameter kisi (a) seolah tidak memberikan pengaruh terhadap radius dari subkisi ra dan rb. Tetapi ra dan rb dipengaruhi oleh meningkatnya konsentrasi ion Ni 2+ kedalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4. Lihat gambar 5.4 berikut. Gambar 5.4. Grafik pengaruh konsentrasi X terhadap radius ionik pada subkisi tetrahedral(a) dan oktahedral(b). Dari pola data grafik yang disajikan pada gambar 5.4 terlihat jelas bahwa radius kation pada subkisi tetrahedral (A) mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya komposisi konsentrasi nikel didalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4. Peningkatan ini mungkin menginformasikan berapa banyak ruang yang digunakan kation untuk mengisi subkisi tetrahedral yang terbentuk didalam parameter kisi dari suatu kristal, peningkatan ukuran radius kation pada subkisi tentunya tidak terlepas dari banyaknya ion ion yang terdistribusi pada subkisi tersebut. Radius subkisi oktahedral (B) yang dihasilkan cenderung menurun seiring dengan bertambahnya komposisi konsentrasi Nikel didalam nano partikel Mg1-xNixFe2O4. Menurunnya radius kation yang menempati subkisi oktahedral (B) dapat diasumsikan bahwa

12 45 ruang yang ditempati oleh ion ion pada subkisi oktahedral(b) didalam parameter kisi (a) semakin berkurang. Banyaknya ruang yang ditempati oleh ion ion pada subkisi tetrahedral (A) dan oktahedral (B) dalam satu paramter kisi ditentukan oleh distribusi ion-ion penyusunnya. Dalam penelitian ini ion-ion yang dimaksud adalah Ni 2+, Mg 2+, Fe 3+, dan O 2-. Kation-anion dalam suatu substruktur tetrahedral (A) dan oktahedral (B) memiliki keterkaitan (terikat) satu sama lain. Panjang ikatan ini dipengaruhi oleh komposisi logam Ni kedalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4. Komposisi konsentrasi Ni berpengaruh pada panjang ikatan cation-anion (bonds lengths) yang terdapat pada ruang tetrahedral (A) yang disebut dengan RA, dan pada ruang oktahedral (B) yang disebut RB. Nilai dari panjang ikatan dapat dihitung dengan persamaan 5.3 dan 5.4 berikut: R A = a 3(δ + 1 ) (5.3), 8 R B = a 3δ 2 δ (5.4) (Mohammed dkk, 2012). Dimana a merupakan paramater kisi dan δ deviasi dari parameter oxygen (uideal =0,375). besarnya nilai RA dan RB disajikan didalam tabel 5.3 berikut Tabel 5.3. Informasi bond lenghts cation-anion pada subkisi tetrahedral(a) dan oktahedral (B) Komposisi ra rb a u δ RA RB Kimia 0,738 0,7665 Mg0,7Ni0,3Fe2O4 8,66 0,38 0,01 2,09 2,05 Mg0,6Ni0,4Fe2O4 0,744 0,762 8,60 0,38 0,01 2,09 2,05 Mg0,5Ni0,5Fe2O4 0,75 0,7575 8,59 0,39 0,02 2,10 2,02 Mg0,4Ni0,6Fe2O4 0,756 0,753 8,49 0,39 0,02 2,11 2,02 Mg0,3Ni0,7Fe2O4 0,762 0,7485 8,67 0,39 0,02 2,11 1,98 Nilai u untuk nanopartikel Mg1-xNixFe2O4 yang disajikan didalam tabel 5.3 bervariasi dari 0,38 hingga 0,39. Nilai u meningkat seiring dengan meningkatnya komposisi Nikel (Ni) yang terdapat pada nanopartikel Mg1- xnixfe2o4. Nilai u menyatakan menyatakan ukuran distorsi trigonal dari koordinat

13 46 oksigen yang terdapat pada subkisi tetrahedral(a) dan subkisi oktahedral (B). Peningkatan ini terjadi seiring dengan meningkatnya konsentrasi nilai x pada Nikel (Ni). Hal yang sama juga dijelaskan oleh (Amer dkk., 2011). Nilai RA dan RB semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi Nikel (Ni), lihat gambar 5.4. Meningkatnya ion Ni 2+ didalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4 menyebabkan ekspansi pada subkisi oktahedral (B). Akibat dari ekspansi ion Mg 2+ pada ruang tetrahderal (A) menyebabkan perpindahan anion oksigen karena penyusutan pada subkisi oktahedral (B). Nilai dari RA, dan RB menjelaskan panjang ikatan. Panjang ikatan yang terdapat pada subkisi tetrahedral (A) lebih panjang dari pada yang terdapat pada subkisi oktahedral (B). panjang ikatan ini juga dapat menjelaskan kekuatan ikatan kovalen ion Fe 3+ yang terdapat pada subkisi tetrahedral (A) dan oktahedral (B). Akibat dari penyusutan subkisi oktahderal (B) dan mengembangnya subkisi tetrahedral (A) tidak memberikan pengaruh terhadap parameter kisi yang dibentuk, namun memberikan pengaruh terhadap kedudukan ion-ion yang terdapat didalam parameter kisi tersebut. Kedudukan ion ion ini nantinya akan memberikan juga pengaruh pada energi yang terdapat didalam parameter kisi. Nilai δ semakin meningkat seiiring meningkatnya komposisi Ni (x). Hal ini menginformasikan bahwa adanya proses ekspansi pada subkisi tetrahedral (A). Terjadinya ekspansi pada subkisi tetrahedral (A) mungkin disebabkan oleh perbedaan radius ionik dari Mg 2+ dan Fe 2+. Pada subkisi tetrahedral(a) diisi oleh ion Mg 2+ yang memiliki radius ionik lebih besar daripada radius ionik Ni yang menempati subkisi oktahedral (B). selain ion Mg dan Ni yang mengisi kedua subsiki terdapat juga ion Fe 3+ yang mengisi kedua subkisi. Akibat dari ekspansi yang terjadi pada subkisi tetrahedral(a) menyebabkan terjadinya penyusutan pada subkisi oktahedral (B). Penyusutan pada subkisi oktahedral (B) mungkin disebabkan oleh pergerakan anion. Anion yang terdekat pada subkisi tetrahedral (A) bergerak menjauhi kation tanpa merubah struktur simetri.

14 47 Gambar 5.5. Grafik pengaruh konsentrasi X terhadap panjang ikatan pada subkisi tetrahedral(ra) dan oktahedral(rb). Dari gambar 5.5 terlihat pola data RA semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi Nikel didalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4. Hal ini dapat diasumsikan bahwa panjang ikatan antar ionik didalam subkisi tetrahedral (A) dalam satu kisi parameter semakin meningkat. Begitu juga pola data yang disajikan oleh RB cenderung berbentuk pola fluktuatif menurun, hal ini dapat diasumsikan panjang ikatan antar ionik pada subkisi oktahedral (B) secara keseluruhan mengalami penyusutan seiring dengan bertambahnya konsentrasi nikel didalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4. Ketika RA mengembang maka RB menyusut, begitupun sebaliknya Pengaruh Konsentrasi Nikel Terhadap Parameter Kisi Secara Teoritik Parameter kisi secara eksperimen telah dihitung dan dibahas dalam subbab Parameter kisi juga dapat ditentukan secara teoritik dapat dihitung dengan persamaan 5.5. Persamaan ini menggunakan radius kation sebagai unsur utama didalam menghitung parameter kisi. a th = [r A + R 0 + 3(r B + R 0 )] (5.5) (Gabal dkk, 2012).

15 48 Dimana ra dan rb merupakaan radius kation dari tetrahedral (A) dan oktahedral (B), Ro merupakan radius ion Oksigen (1,35 Å). Dengan menggunakan persamaan 5.5 tersebut dapat diperoleh parameter kisi secara teoritik seperti yang disajikan didalam tabel 5.4 berikut. Tabel 5.4. Perbandingan parameter kisi secara teoritik(ath) dan ekperimen (aexp) Komposisi No Konsentrasi (ath) (aexp) Ni 1 0,3 8,41 8,67 2 0,4 8,43 8,66 3 0,5 8,44 8,60 4 0,6 8,44 8,59 5 0,7 8,41 8,49 Dari tabel 5.4. tersebut terdapat perbedaan parameter kisi secara teoritik yang dihitung menggunakan persamaan 5.4 dengan parameter kisi eksperimen yang dihitung menggunakan persamaan 4.1 secara grafik dapat dilihat pada gambar 5.5. Gambar 5.6. Grafik perbandingan parameter kisi teoritik (ath) dengan parameter kisi ekperimen (aexp).

16 49 Dari gambar 5.6. dapat dilihat perbedaan parameter kisi hasil perhitungan secara eksperimen (aexp) dan perhitungan secara teoritik(ath). Perhitungan parameter kisi secara teoritik berdasarkan distribusi kation yang tersebar didalam sub kisi tetrahedral(a) dan subkisi oktahedral(b) yang cenderung menurun meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi ion Ni 2+ sebagai mana yang telah disajikan dalam tabel 5.2. hasil perhitungan parameter kisi secara teoritik seharusnya sama dengan yang disajikan dengan eksperimen sebagaimana dilaporkan oleh (Gabal dkk,2013). Namun hasil perhitungan eksperimen menampilkan hasil yang berbeda, grafik yang dihasilkan dari perhitungan secara ekperimen cenderung memiliki pola menurun seiring dengan bertambahnya komposisi nikel kedalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4. Secara eksperimen parameter kisi tertinggi terdapat pada x=0,3 dengan komposisi Mg0,7Ni0,3Fe2O4 yang bernilai 8,67 Å. Pada pola data secara eksperimen (aexp) nilai parameter kisi cenderung menurun dari 8,67 8,49 Å. Sedangkan yang terjadi pada perhitungan parameter kisi secara teoritik (ath) memiliki nilai yang meningkat dari 8,41 ke 8,43 Å. Ketika komposisi Mg 2+ dan Ni 2+ seimbang dengan nilai x =0,5 (Mg0,5Ni0,5Fe2O4) maka pola data yang ditunjukkan oleh perhitungan secara teoritik cenderung meningkat dari 8,43 hingga 8,44 Å. Sedangkan yang disajikan oleh pola data eksperimen nilai paramter kisi (aexp) cenderung menurun dari 8,66 hingga 8,60 Å. Ketidak sesuaian ini mungkin disebabkan oleh ketidak sempurnaan proses sintesis naopartikel Pengaruh Konsentrasi NikelTerhadap Kerapatan X-Ray (X-Ray Density) Kerapatan X-Ray dapat dihitung dengan dengan persamaan 5.6. ρ = ZM Na 3 (5.6), ρ = rapat sinar X (X-Ray density), Z =number of molecules per unit cell (8), N = Bilangan Avogadro (6,0225 x ) M = Molecular weight.

17 50 Pengaruh konsentrasi nikel di dalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4 kerapatan X-Ray dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut: Tabel 5.5. X-Ray Density Komposisi aexp ρ (g/cm 3 ) Konsentrasi Ni 0,3 8,67 4,29 0,4 8,66 4,37 0,5 8,60 4,54 0,6 8,59 4,62 0,7 8,49 4,86 terhadap Dari tabel 5.5. dapat dilihat nilai dari kerapatan sinar X yang berada dari 4,29-4,86 g/cm 3. Densitas X-Ray berbanding terbalik dengan parameter kisi. Ketika densitas X-Ray meningkat maka parameter kisi menurun, begitupun sebaliknya. Secara umum pola data yang dihasilkan oleh densitas X-Ray memiliki pola fluktuatif cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya komposisi Nikeldidalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4. Hal yang sama telah dilaporkan oleh (Gabal dkk, 2012). Densitas X-Ray terbesar terdapat pada sampel x=0,7 dengan komposisi Mg0,3Ni0,7Fe2O4 dengan parameter kisi 8,49 Å dengan densitas 4,86 g/cm 3. Hal ini menginformasikan kerapatan yang terjadi didalam parameter kisi pada sampel x=0,7 sangatlah besar. Sehingga dapat diasumsikan sub ruang kisi tetrahedral(a) dan oktahedral (B) tempat terdistrusinya ion-ion dalam satu parameter kisi menjadi sangat termampatkan. Dengan termampatnya parameter kisi oleh subkisi tetrahedral (A) dan oktahedral(b) yang disebabkan oleh distribusi dari kationkation penyusun sub kisi tersebut. Sehingga kemungkinan untuk terjadi ekpansi pada sub kisi sangatlah besar (nilai δ = 0,02). Akibat dari ekpansi ini maka terjadinya distorsi kisi pada kristal Analisis TEM Sampel yang dipilih untuk dikarakterisasi dengan TEM adalah sampel x=0,5 dengan komposisi Mg0,5Ni0,5Fe2O4. Pemilihan sampel ini berdasarkan komposisi konsentrasi Mg dan Ni yang seimbang. Analisis TEM diperlukan untuk

18 51 memperkuat hasil perhitungan XRD. Hasil pengamatan morfologi sampel A4 dan cincin diffraksinya dapat dilihat pada gambar 5.7 berikut. (a) (b) Gambar 5.7. (a) Morfologi sampel Mg0,5Ni0,5Fe2O4 (b) Cincin diffraksi yang terdapat pada sampel. Dari gambar 5.7 (a) terlihat jelas bahwa sampel secara keseluruhan mengalami aglomerasi sehingga sulit untuk diukur diameter ukuran butirnya. Dan bentuk sampel secara keseluruhan tidaklah bulat sempurna. Algomerasi mungkin terjadi karena dipengaruhi oleh ph dari larutan nanopartikel Mg1-xNixFe2O4 sewaktu sintesis. Kemudian ph larutan ini mempengaruhi energi ionik yang terdapat pada partikel. Sehingga pada partikel yang dihasilkan dapat terjadinya gaya tarik dan gaya tolak antar partikel. dengan adanya interaksi dari kedua gaya tersebut

19 52 yang disebabkan oleh gerak brown maka dihasilkan suatu energi kinetik. jika kekuatan ionik antar partikel cukup tinggi maka memungkinkan untuk terjadinya aglomerasi. Morfologi dari nanopartikel yang dihasilkan diasumsikan kurang mulus yang disebabkan oleh munculnya pori-pori sehingga bentuk dari nanopartikel yang dihasilkan tidaklah bulat sempurna seperti yang ditunjukkan pada gambar 5.7(a). Munculnya pori pada nanopartikel mungkin disebabkan adanya strain pada kristal. Pada pengujian TEM juga dapat dilihat pola cincin diffraksi seperti yang disajikan pada gambar 5.7(b). Pola pola cincin diffraksi ini menginformasikan terdapatnya struktur poli kristalin pada sampel yang diuji. Dari cincin cincin tersebut juga dapat diketahui bidang kristal hkl (311),(400), dan (420) Analisis FTIR Sampel Mg1-xNixFe2O4 telah dilakukan analisa gugus fungsi dengan menggunakan FTIR. Spektrum analisa FTIR untuk dapat dilihat pada gambar 5.9 sebagai berikut: Gambar 5.8. Spektrum FTIR Dari spektrum FTIR yang disajikan diatas, terdapat lima puncak serapan yang muncul dari tiap-tiap spektrum dari sampel. Pada sampel puncak serapan

20 53 yang terbentuk adalah 362,62 cm -1, 609,51 cm -1, 1357,89 cm -1, 1627,95 cm -1, dan 3417,86 cm -1. Pada sampel A7 terbentuk puncak serapan pada 347,19 cm -1, 609,51 cm -1, 1350,17 cm -1, 1627,92 cm -1, dan 3410,15 cm -1. Dari gambar 5.8 puncak serapan yang terbentuk cenderung tidak mengalami pergeseran yang signifikan. Pada puncak serapan 362,62 cm -1 mengintepretasikan terjadinya vibrasi streching gugus M-O di subkisi oktahedral. Hal yang sama telah pernah dijelaskan dalam penelitian El Hiti dkk (2006) yang menjelaskan bahwa terjadinya vibrasi streching didaerah cm -1 dibagian Oktahedral. Pada bilangan gelombang 609,51 cm -1 menginformasikan terjadinya vibrasi streching M-O di bagian tetrahedral (Hankare dkk, 2008). puncak serapan selanjutnya terjadi pada bilangan gelombang 1357,89 cm -1 yang menginformasikan pada puncak serapan tersebut terjadinya bending O-H. Pada puncak serapan 1627,95 cm -1 ditemukannya bending dengan molekul H2O (Moradmard, 2015). Keberadaan molekul H2O dapat diasumsikan bahwa sampel tidak mengering secara sempurna. Pada bilangan gelombang 3410,15 cm -1 ditemukannya gugus O-H streching. Dari puncak puncak serapan yang muncul dari ketiga sampel tersebut dapat asumsikan bahwa seluruh sampel memiliki struktur spinel. Karena ditemukannya gugus fungsi M-O streching pada bagian tetrahedral dan oktahedral. Meskipun logam Ni komposisinya ditingkatkan kedalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4 tetap tidak mengubah struktur kristal yang dibentuk. Untuk lebih jelas informasi puncak serapan yang muncul pada ketiga sampel dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut. Tabel 5.6. Gugus fungsi dan bilangan gelombang pada analisa FTIR. No Sampel Bil. Gelombang Gugus Fungsi Interprestasi M-O Streching (Oktahedral) 1 Mg0,5Ni0,5Fe2O4 609,51 M-O Streching (Tetrahedral) 1357,89 O-H Bending 1627,95 H-O-H Streching 3417,86 O-H Bending Keterangan : M=Ion Logam, O= Oksigen, H=Hidrogen.

21 Analisis Sifat Kemagnetan Pengukuran magnetisasi dari Mg1-xNixFe2O4 menggunakan VSM. Grafik M-H dari Magnesium NikelFerrite dengan variasi konsentrasi dari x=0,3 hingga x=0,7 pada suhu sintesis 90 0 C disajikan pada gambar 5.7. Hasil secara kuantitatif diolah menggunakan originlab 9.0. VSM dilakukan pada ke 5 sampel yaitu x=0,3 hingga x=0,5 yang secara kurva hysterisis disajikan pada gambar 5.9 berikut. X=0,3 X=0,4 X=0,5 X=0,6

22 55 X=0,7 Gambar 5.9.Kurva histersis hasil VSM sampel A2, A3, A4, A5, dan A6. Berdasarkan gambar 5.9 dapat disimpulkan bahwa pada saat diberikan medan magnet eksternal sebesar 15 koe pada seluruh sampel, dapat dikatakan bahwa sampel secara keseluruhan tidak mencapai keadaan saturasi. Sehingga dapat diasumsikan bahwa sampel memiliki karakteristik ferrimagnetik. Dan seluruh kurva histerisis yang disajikan pada gambar 5.9 mengidentifikasikan bahwa seluruh sampel bersifat soft magnetik Pengaruh Komposisi Nikel terhadap Koersivitas Pensubsitusian komposisi nikel kedalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4 memberikan pengaruh terhadap ukuran butir seperti yang sudah dijelaskan pada subbab Ukuran butir partikel yang dihasilkan akan memberikan pengaruh terhadap sifat kemagnetan yang ditimbulkan. Komposisi nikel (x), ukuran butir (t), dan Koersivitas (Hc) disajikan pada tabel 5.7 berikut. Tabel 5.7. Pengaruh subsitusi Nikel kedalam Mg1-xNixFe2O4 terhadap magnetisasi saturasi (Ms), Magnetisasi remanen (Mr), dan koersivitas (Hc) No X Komposisi Uk. Butir (nm) Hc (Oe) K 1 0,3 Mg0,7Ni0,3Fe2O4 42,6 54,56 8,15 2 0,4 Mg0,6Ni0,4Fe2O4 15,2 68,20 9,86 3 0,5 Mg0,5Ni0,5Fe2O4 47,5 50,01 6,84 4 0,6 Mg0,4Ni0,6Fe2O4 46,2 36,37 5,79 5 0,7 Mg0,3Ni0,7Fe2O4 45,7 4,55 0,52

23 56 Dari data yang disajikan pada tabel 5.7 diatas koersivitas yang terjadi pada seluruh sampel bervariasi dari 4,5 Oe hingga 68,19 Oe. Secara umum jika diperhatikan pola data koersivitas dari tabel 5.7 cenderung menurun seiring dengan meningkatnya komposisi nikel didalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4. Secara grafik dapat dilihat pada gambar Nilai koersivitas tertinggi terdapat pada sampel x=0,4 sebesar 68,18 Oe. Nilai koersivitas ini dapat diasumsikan karena kontribusi dari ion-ion penyusun yang tersebar kedua subkisi yaitu tetrahedral(a) dan oktaheral(b). Gambar Pengaruh komposisi nikel (X) terhadap ukuran butir (t) dan Koersivitas (Hc). Dari pola grafik yag disajikan pada gambar 5.10 terlihat jelas bahwa pola yang dihasilkan cenderung menurun. Namun pada x=0,4 terdapat kenaikan nilai koersivitas dari 54,56 menjadi 68,20. Fenomena yang terjadi pada x=0,4 dengan komposisi Mg0,6Ni0,4Fe2O4 dapat diasumsikan bahwa partikel yang dihasilkan bersifat single domain. Seperti yang dijelaskan pada gambar 5.12 ketika ukuran butir kecil dan koersvitas meningkat maka partikel bersifat single domain. Namun jika ukuran partikel meningkat dan koersivitas menurun maka partikel berada

24 57 diwilayah multi domain. Dari grafik yang disajikan pada gambar 5.10 terlihat bahwa sampel x=0,4 bersifat single domain. Sedangkan untuk x=0,3, 0,5, 0,6, dan 0,7 partikel bersifat multi domain. Gambar Hubungan koersivitas magnetik dan ukuran partikel (Mathew dan Juang, 2007). Dari gambar 5.11 diatas ditampilkan analisis hubungan ukuran partikel terhadap koersivitas magnet. Dari gambar 5.11 dijelaskan bahwa pada area single domain koersivitas meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran partikel dan koersvitas akan menurun seiring dengan menurunnya ukuran partikel. Sedangkan pada area multidomain koersivitas menurun seiring dengan meningkatnya ukuran butir. Pada partikel yang bersifat multidomain orientasi momen magnetnya cenderung bersifat acak. Hal ini menyebabkan interaksi antar partikel dan energi anistropinya akan semakin kecil sehingga untuk mendemagnetisasi membutuhkan medan eksternal yang lebih kecil. Meningkatnya koersivitas seiring dengan menurunnya ukuran partikel mungkin disebabkan sampel yang disintesis mengalami aglomerasi (penggumpalan). Dengan terjadinya aglomerasi maka partikel-partikel diasumsikan memiliki banyak domain. Sehingga, ketahanan terhadap medan demagnetisasi semakin besar yang berarti nilai koersivitas semakin meningkat.

25 Magnetik Anisotropi pada H = 15 koe Magnetik anisotropi dari nanopartikel Mg1-xNixFe2O4 erat kaitannya dengan energi yang dibutuhkan untuk memepertahankan keadaan awal momen magnetik yang dimilikinya. Perbandingan magnetik anisotropi untuk perbedaan komposisi nikel didalam nanopartikel Mg1-xNixFe2O4 disajikan dalam tabel 5.8. Tabel 5.8. Pengaruh komposisi Nikel kedalam Mg1-xNixFe2O4 terhadap magnetisasi magnetik anisotropi pada H = 15 koe. No X Magnetisasi pada H max 15 koe (emu /g) B ( x 10-3 ) 1 0,3 14, ,4 13, ,5 12, ,6 15, ,7 10,94 4 Magnetik anisotropi terkait dengan energi yang dibutuhkan untuk mengubah orientasi arah momen magnetik suatu material dan terkait juga dengan kecenderungan untuk mempertahankan kondisi momen magnetik mula-mula. Saat magnetik anisotropinya besar akan dibutuhkan medan magnet luar yang besar untuk dapat menyearahkan momen magnetiknya, sehingga diperoleh magnetisasi saturasi yang besar pula.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nano material memiliki sifat mekanik, optik, listrik, termal, dan magnetik yang unik. Sifat sifat unik tersebut tidak ditemukan pada material yang berukuran bulk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi merupakan penelitian dan pengembangan teknologi pada level atom, molekul dan makromolekul, dengan rentang skala 1-100 nm. Nanoteknologi dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanomaterial memiliki sifat unik yang sangat cocok untuk diaplikasikan dalam bidang industri. Sebuah material dapat dikatakan sebagai nanomaterial jika salah satu

Lebih terperinci

ENKAPSULASI NANOPARTIKEL MAGNESIUM FERRITE (MgFe2O4) PADA ADSORPSI LOGAM Cu(II), Fe(II) DAN Ni(II) DALAM LIMBAH CAIR

ENKAPSULASI NANOPARTIKEL MAGNESIUM FERRITE (MgFe2O4) PADA ADSORPSI LOGAM Cu(II), Fe(II) DAN Ni(II) DALAM LIMBAH CAIR ENKAPSULASI NANOPARTIKEL MAGNESIUM FERRITE (MgFe2O4) PADA ADSORPSI LOGAM Cu(II), Fe(II) DAN Ni(II) DALAM LIMBAH CAIR Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pilihan Teknologi Nano Oleh : Nama : Dwi Tri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi rekayasa zat dalam skala nano selalu menjadi daya tarik di kalangan peneliti. Hal ini dikarenakan nanoteknologi akan sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

MOTTO DAN PERSEMBAHAN...

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xii INTISARI... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini peran nanoteknologi begitu penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan kehidupan manusia. Nanoteknologi merupakan bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi terus mengalami perkembangan dengan semakin besar manfaat yang dapat dihasilkan seperti untuk kepentingan medis (pengembangan peralatan baru untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi merupakan ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer (Abdullah & Khairurrijal, 2009). Material

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material dan struktur fungsional dalam skala nanometer. Perkembangan nanoteknologi selalu dikaitkan

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasir besi umumnya ditambang di areal sungai dasar atau tambang pasir (quarry) di pegunungan, tetapi hanya beberapa saja pegunungan di Indonesia yang banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil-hasil penelitian bidang nanoteknologi telah diaplikasikan diberbagai bidang kehidupan, seperti industri, teknologi informasi, lingkungan, pertanian dan kesehatan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.I Sintesis dan Karakterisasi Zeolit Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah kaolin alam Cicalengka, Jawa Barat, Indonesia. Kaolin tersebut secara fisik berwarna

Lebih terperinci

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu

dengan panjang a. Ukuran kristal dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan Debye Scherrer. Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 6 Dilanjutkan dengan sintering pada suhu 900⁰C dengan waktu penahanannya 5 jam. Timbang massa sampel setelah proses sintering, lalu sampel dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan FTIR. Metode wise drop

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanopartikel merupakan suatu partikel dengan ukuran nanometer, yaitu sekitar 1 100 nm (Hosokawa, dkk. 2007). Nanopartikel menjadi kajian yang sangat menarik, karena

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 23 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Fisika- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPF-LIPI) Kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fotokalisis adalah proses degradasi senyawa organik atau nonorganik menggunakan katalis dengan bantuan energi foton (Pang dkk., 2016). Fotokatalis sampai saat ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dunia penelitian sains hari ini dapat dikatakan telah dan akan terus memberikan banyak perhatian pada bidang nanoteknologi. Karakternya yang unik membuat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Guimaraes, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. (Guimaraes, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah teknologi pembuatan dan penggunaan material yang memiliki ukuran nanometer dengan skala (1-100 nm). Perubahan ukuran bulk ke nanomaterial mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia tidak dapat lepas dari teknologi, seiring dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka seiring dengan hal itu juga kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini banyak dikembangkan penelitian tentang nanopartikel spinel ferrit. Hal ini dikarenakan bidang aplikasinya yang sangat luas yaitu dalam sistem penyimpanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging pada sintesis zeolit dari abu jerami padi dan karakteristik zeolit dari

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. XRD Uji XRD menggunakan difraktometer type Phylips PW3710 BASED dilengkapi dengan perangkat software APD (Automatic Powder Difraction) yang ada di Laboratorium UI Salemba

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN iii PERNYATAAN iv PRAKATA v DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR TABEL xiii INTISARI xiv ABSTRACT xv BAB I. PENDAHULUAN 1 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer. Perkembangan nanoteknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan oleh logam berat menjadi masalah yang cukup serius seiring dengan penggunaan logam berat dalam bidang industri yang semakin meningkat. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PENGUJIAN X-RAY DIFFRACTION (XRD) Pengujian struktur kristal SBA-15 dilakukan dengan menggunakan X-Ray Diffraction dan hasil yang di dapat dari pengujian

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH ARIZA NOLY KOSASIH 1108 100 025 PEMBIMBING : Dr. M. ZAINURI M,Si LATAR BELAKANG Barium

Lebih terperinci

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar 2.1.1 Momen Magnet Arus yang mengalir pada suatu kawat yang lurus akan menghasilkan medan magnet yang melingkar di sekitar kawat, dan apabila kawat tersebut dilingkarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan waktu aging optimal pada sintesis zeolit dari abu sekam padi pada temperatur kamar

Lebih terperinci

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1]

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1] BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Momen Magnet Sifat magnetik makroskopik dari material adalah akibat dari momen momen magnet yang berkaitan dengan elektron-elektron individual. Setiap elektron dalam atom mempunyai

Lebih terperinci

θ HASIL DAN PEMBAHASAN. oksida besi yang terkomposit pada struktur karbon aktif.

θ HASIL DAN PEMBAHASAN. oksida besi yang terkomposit pada struktur karbon aktif. Intensitas 5 selama 24 jam. Setelah itu, filtrat dipisahkan dari sampel C, D, dan E dengan cara mendekatkan batang magnet permanen pada permukaan Erlenmeyer. Konsentrasi filtrat ditentukan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Magnet Magnet merupakan benda yang terbuat dari bahan tertentu dengan sifat mampu menarik bahan ferromagnetik dan ferrimagnetik. Nama magnet diambil dari nama daerah

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP UKURAN PARTIKEL FE3O4 DENGAN TEMPLATE PEG-2000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP UKURAN PARTIKEL FE3O4 DENGAN TEMPLATE PEG-2000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP UKURAN PARTIKEL FE3O4 DENGAN TEMPLATE PEG-2000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI Santi Dewi Rosanti, Dwi Puryanti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand, Limau

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil XRD

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil XRD 9 Hasil XRD HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi dengan difraktometer sinar-x bertujuan untuk mengetahui fasa kristal yang terdapat dalam sampel, mengetahui parameter kisi dan menentukan ukuran kristal.

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3METODOLOGI PENELITIAN BAB 3METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Pusat PenelitianPengembangan Fisika (P2F) Lembaga Ilmu PengetahuanIndonesia (LIPI) PUSPITEK, Serpong. 3.1.2 Waktu Penelitian

Lebih terperinci

EFEK PENGADUKAN DAN VARIASI ph PADA SINTESIS Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI DENGAN METODE KOPRESIPITASI

EFEK PENGADUKAN DAN VARIASI ph PADA SINTESIS Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI DENGAN METODE KOPRESIPITASI EFEK PENGADUKAN DAN VARIASI ph PADA SINTESIS Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI DENGAN METODE KOPRESIPITASI Oleh : Darmawan Prasetia, Prof. Dr. Darminto, M.Sc Malik Anjelh Baqiya, M.Si Jurusan Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb.unit) Intensitas (arb. unit) Intensitas 7 konstan menggunakan buret. Selama proses presipitasi berlangsung, suhu larutan tetap dikontrol pada 7 o C dengan kecepatan

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND

PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND Oleh : Henny Dwi Bhakti Dosen Pembimbing : Dr. Mashuri, M.Si PENDAHULUAN Latar Belakang Dibutuhkannya

Lebih terperinci

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat

BAB III EKSPERIMEN. 1. Bahan dan Alat BAB III EKSPERIMEN 1. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah Ca(NO 3 ).4H O (99%) dan (NH 4 ) HPO 4 (99%) sebagai sumber ion kalsium dan fosfat. NaCl (99%), NaHCO 3 (99%),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan nanoteknologi telah mendapat perhatian besar dari para ilmuwan dan peneliti. Nanoteknologi secara umum dapat didefinisikan sebagai teknologi perancangan,

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanopartikel magnetik adalah partikel yang bersifat magnetik, berukuran dalam kisaran 1 nm sampai 100 nm. Ukuran partikel dalam skala nanometer hingga mikrometer identik

Lebih terperinci

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar dilapisi bahan konduktif terlebih dahulu agar tidak terjadi akumulasi muatan listrik pada permukaan scaffold. Bahan konduktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon. Permukaan scaffold diperbesar

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19 KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19 NOER AF IDAH 1109201712 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Darminto, MSc Pendahuluan: Smart magnetic materials Barium M-Heksaferit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin meningkat seiring dengan perkembangan kehidupan manusia. Perkembangan tersebut diikuti dengan meningkatnya aktivitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

Studi Spektral Inframerah pada Ferit Spinel Nanokristal MFe 2 O 4 (M = Ni, Mn dan Zn)

Studi Spektral Inframerah pada Ferit Spinel Nanokristal MFe 2 O 4 (M = Ni, Mn dan Zn) JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 2, NOMOR 2 JULI 2006 Studi Spektral Inframerah pada Ferit Spinel Nanokristal MFe 2 O 4 (M = Ni, Mn dan Zn) Heni Sungkono dan Darminto Jurusan Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Mineral Magnetik Alamiah Mineral magnetik di alam dapat digolongkan dalam keluarga oksida besi-titanium, sulfida besi dan oksihidroksida besi. Keluarga oksida besi-titanium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan kebutuhan manusia disegala bidang selain membawa kemajuan terhadap kehidupan manusia, tetapi juga akan memberikan dampak negatif kepada lingkungan. Industrialisasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan pengaruh suhu sintering terhadap struktur Na 2 O dari Na 2 CO 3 yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa. Pada

Lebih terperinci

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis

3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis 7 konsentrasi larutan Ca, dan H 3 PO 4 yang digunakan ada 2 yaitu: 1) Larutan Ca 1 M (massa 7,6889 gram) dan H 3 PO 4 0,6 M (volume 3,4386 ml) 2) Larutan Ca 0,5 M (massa 3,8449) dan H 3 PO 4 0,3 M (volume

Lebih terperinci

4.2 Hasil Karakterisasi SEM

4.2 Hasil Karakterisasi SEM 4. Hasil Karakterisasi SEM Serbuk yang melewati proses kalsinasi tadi selain dianalisis dengan XRD juga dianalisis dengan menggunakan SEM untuk melihat struktur mikro, sehingga bisa dilihat bentuk dan

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel Nickel Ferrite (NiFe 2 O 4 ) dengan Metode Kopresipitasi dan Karakterisasi Sifat Kemagnetannya

Sintesis Nanopartikel Nickel Ferrite (NiFe 2 O 4 ) dengan Metode Kopresipitasi dan Karakterisasi Sifat Kemagnetannya Muflihatun / Sintesis Nanopartikel Nickel Ferrite (NiFe O ) dengan Metode Kopresipitasi dan Karakterisasi Sifat Sintesis Nanopartikel Nickel Ferrite (NiFe O ) dengan Metode Kopresipitasi dan Karakterisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Perkembangan nanoteknologi telah mendapat perhatian besar dari para ilmuwan dan peneliti. Nanoteknologi secara umum dapat didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI PARTIKEL NANO Fe 3 O 4 DENGAN TEMPLATE PEG- 1000

SINTESIS DAN KARAKTERISASI PARTIKEL NANO Fe 3 O 4 DENGAN TEMPLATE PEG- 1000 SINTESIS DAN KARAKTERISASI PARTIKEL NANO Fe 3 O 4 DENGAN TEMPLATE PEG- 1000 Febie Angelia Perdana Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA)

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA) 10 1. Disiapkan sampel yang sudah dikeringkan ± 3 gram. 2. Sampel ditaburkan ke dalam holder yang berasal dari kaca preparat dibagi dua, sampel ditaburkan pada bagian holder berukuran 2 x 2 cm 2, diratakan

Lebih terperinci

SIDANG TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

SIDANG TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 SENIN, 14 MARET 2014 MT 204 SIDANG TUGAS AKHIR TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FTI-ITS

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini difabrikasi nanopartikel magnetik cobalt ferrite (CoFe 2 O 4 ) menggunakan metode kopresipitasi dengan konsentrasi NaOH 1,5 M, suhu 80 C dan lama pengadukan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Larutan Garam Klorida Besi dari Pasir Besi Hasil reaksi bahan alam pasir besi dengan asam klorida diperoleh larutan yang berwarna coklat kekuningan, seperti ditunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 Penganalisa Ukuran Partikel (PSA) (Malvern 2012) Analisis ukuran partikel, pengukuran ukuran partikel, atau hanya ukuran partikel adalah nama kolektif prosedur teknis, atau teknik laboratorium yang

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel Magnesium Ferrite (MgFe 2 O 4 ) dengan Metode Kopresipitasi dan Karakterisasi Sifat Kemagnetannya

Sintesis Nanopartikel Magnesium Ferrite (MgFe 2 O 4 ) dengan Metode Kopresipitasi dan Karakterisasi Sifat Kemagnetannya 178 Agung Hermawan / Sintesis dan Karakterisasi Sifat Kemagnetan Nanopartikel Magnesium Ferrite (MgFe 2O 4) Sintesis Nanopartikel Magnesium Ferrite (MgFe 2 O 4 ) dengan Metode Kopresipitasi dan Karakterisasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan analisis struktur kristal semen gigi seng oksida eugenol untuk mengetahui keterkaitan sifat mekanik dengan struktur kristalnya. Ada lima sampel

Lebih terperinci

MODUL IV JUDUL : KRISTALOGRAFI I BAB I PENDAHULUAN

MODUL IV JUDUL : KRISTALOGRAFI I BAB I PENDAHULUAN MODUL IV JUDUL : KRISTALOGRAFI I BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Modul IV ini adalah modul yang akan memberikan gambaran umum tentang kristalografi, pengetahuan tentang kristalografi sangat penting

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron

Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron 1 Pengaruh Variasi Waktu Milling dan Penambahan Silicon Carbide Terhadap Ukuran Kristal, Remanen, Koersivitas, dan Saturasi Pada Material Iron Luthfi Fajriani, Bambang Soegijono Departemen Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Material berukuran nano atau yang dikenal dengan istilah nanomaterial merupakan topik yang sedang ramai diteliti dan dikembangkan di dunia sains dan teknologi. Material

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 33 Bab IV Hasil dan Pembahasan Pada bab ini dilaporkan hasil sintesis dan karakterisasi dari senyawa yang disintesis. Senyawa disintesis menggunakan metoda deposisi dalam larutan pada temperatur rendah

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh Contoh yang diambil dari alam merupakan contoh zeolit dengan bentuk bongkahan batuan yang berukuran besar, sehingga untuk dapat dimanfaatkan harus diubah ukurannya

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La 1-x Sr x FeO 3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6

Lebih terperinci

polutan. Pada dasarnya terdapat empat kelas bahan nano yang telah dievaluasi sebagai bahan fungsional untuk pemurnian air yaitu nanopartikel

polutan. Pada dasarnya terdapat empat kelas bahan nano yang telah dievaluasi sebagai bahan fungsional untuk pemurnian air yaitu nanopartikel 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan mendasar bagi makhluk hidup. Namun, kualitas air terus menurun karena pertumbuhan penduduk maupun industrialisasi yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Serapan Fourier Transform Infrared (FTIR) Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis FTIR. Analisis serapan FTIR dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Morfologi Analisis struktur mikro dilakukan dengan menggunakan Scanning Electromicroscope (SEM) Philips 515 dengan perbesaran 10000 kali. Gambar 5. menunjukkan morfologi hidroksiapatit

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi hidrogen klorida (HCl) dan waktu hidrotermal terhadap kristalinitas SBA-15, maka penelitian ini dilakukan dengan tahapan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal Hasil karakterisasi struktur kristal dengan menggunakan pola difraksi sinar- X (XRD) keramik komposit CS- sebelum reduksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI HASIL 4.1.1 Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam Pengujian untuk mengetahui densitas sampel pellet Abu vulkanik 9,5gr dan Al 2 O 3 5 gr dilakukan

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

Bab 4 Data dan Analisis

Bab 4 Data dan Analisis Bab 4 Data dan Analisis 4.1 Hasil XRD Pada penelitian ini dilakukan analisa dengan menggunakan XRD, serbuk yang dihasilkan lewat proses auto-combustion dan telah dikalsinasi dianalisa dengan XRD untuk

Lebih terperinci

PENGARUH PEG-2000 TERHADAP UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 YANG DISINTESIS DENGAN METODE KOPRESIPITASI

PENGARUH PEG-2000 TERHADAP UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 YANG DISINTESIS DENGAN METODE KOPRESIPITASI PENGARUH PEG-2000 TERHADAP UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 YANG DISINTESIS DENGAN METODE KOPRESIPITASI Dori Andani, Dwi Puryanti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas, Padang Kampus Unand Limau Manis, Pauh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi memiliki jangkauan keilmuan yang bersifat interdisipliner. Satu bidang kajian terkait dengan bidang kajian lainnya. Sebagai contoh, ilmu fisika terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia maka kemajuan dibidang teknologi mutlak adanya guna menyokong kebutuhan manusia. Efek daripada hal tersebut kini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan baik udara, tanah, ataupun air banyak terjadi akibat dari aktivitas manusia. Menurut UU No.32 tahun 2009, yang dimaksud dengan pencemaran adalah

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

Bab IV Hasil Dan Pembahasan 33 Bab IV Hasil Dan Pembahasan Pada bagian ini dilaporkan hasil sintesis dan karakterisasi dari senyawa-senyawa yang disintesis. Sampel dipreparasi dengan menggunakan proses sonikasi pada campuran material-material

Lebih terperinci

BAB 4 DATA DAN ANALISIS

BAB 4 DATA DAN ANALISIS BAB 4 DATA DAN ANALISIS 4.1. Kondisi Sampel TiO 2 Sampel TiO 2 disintesa dengan memvariasikan jenis pelarut, block copolymer, temperatur kalsinasi, dan kelembaban relatif saat proses aging. Kondisi sintesisnya

Lebih terperinci