Bab IV Hasil dan Pembahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab IV Hasil dan Pembahasan"

Transkripsi

1 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Larutan Garam Klorida Besi dari Pasir Besi Hasil reaksi bahan alam pasir besi dengan asam klorida diperoleh larutan yang berwarna coklat kekuningan, seperti ditunjukkan pada Gambar IV.1. Warna tersebut menunjukkan bahwa larutan hasil reaksi mengandung ion besi Fe 3+ dan Fe 2+. Warna coklat pada larutan dibentuk oleh ion penyusun Fe 3+ dan warna kekuningan dibentuk oleh ion penyusun Fe 2+. Reaksi antara bahan alam pasir besi dan asam klorida mengikuti persamaan : Fe 3 O HCl FeCl FeCl H 2 O Gambar IV.1. Larutan garam klorida besi hasil reaksi bahan alam pasir besi dan larutan asam klorida. Hasil reaksi tersebut membentuk larutan garam klorida besi FeCl 3 dan FeCl 2 dalam satu larutan. Hal ini sedikit berbeda karena pada umumnya untuk penumbuhan magnetit dengan metode presipitasi diperlukan dua larutan klorida besi yang terpisah. Sehingga pembuatan larutan garam klorida besi dari bahan alam pasir besi lebih singkat dan sederhana. Larutan garam klorida besi dengan 19

2 berbagai variasi konsentrasi digunakan sebagai precursor dalam proses presipitasi. Hasil variasi konsentasi larutan garam klorida besi memberikan efek warna yang berbeda. Larutan garam klorida besi dengan konsentrasi tinggi memiliki warna coklat yang lebih gelap, artinya pada larutan tersebut kaya akan kandungan ion Fe 3+. Sedangkan larutan dengan konsentrasi yang lebih rendah memiliki warna yang cenderung kuning kehiajuan. Hal ini disebabkan pada larutan garam klorida besi konsentrasi rendah terjadi reaksi hidrolisis akibat penambahan H 2 O dimana ion Fe 3+ yang lebih reaktif akan cenderung menuju kestabilan menjadi ion Fe 2+ (Adaikkalam, 2002). Dengan demikian larutan garam klorida besi pada konsentrasi rendah akan berwarna kuning kehijauan akibat melimpahnya kandungan ion Fe 2+. IV.2 Massa Serbuk Penambahan larutan basa secara perlahan pada larutan garam klorida besi menghasilkan endapan yang berwarna hitam yang bersifat magnetik (merespon medan magnet luar), seperti ditunjukkan pada Gambar IV.2. Proses tersebut mengikuti persamaan reaksi : FeCl FeCl NH 4 OH Fe 3 O NH 4 Cl + 4 H 2 O (a) Gambar IV.2. (b) Endapan hasil presipitasi (a). tanpa medan magnet (b). diberi medan magnet. 20

3 Endapan hasil proses presipitasi tersebut memiliki massa yang beragam akibat adanya variasi konsentrasi larutan basa dan larutan garam klorida besi saat proses presiptasi. Kemudian endapan dibentuk serbuk melalui proses pemanasan. Terlihat pada Tabel IV.1, massa serbuk yang dihasilkan sebagai fungsi konsentrasi larutan basa dan larutan garam klorida besi. Tabel IV.1. Massa serbuk (dalam gram) yang dihasilkan dari proses presipitasi dengan variasi konsentrasi larutan basa dan larutan garam klorida besi. Pada tabel di atas, proses presipitasi tidak terjadi pada kondisi konsentrasi larutan garam klorida besi 70% dan 30% konsentrasi larutan basa. Hal ini disebabkan rendahnya daya endap larutan basa sehingga belum mampu memecah rantai-rantai molekul larutan garam klorida besi tersebut. Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan meningkatkan konsentrasi larutan basa atau dapat pula dengan menurunkan konsentrasi larutan garam klorida besi. Maka nilai ambang konsentrasi larutan agar terjadi proses presipitasi merupakan bagian yang sangat penting untuk diketahui sebelum mencari parameter-parameter optimal dalam proses presipitasi selanjutnya. 21

4 Gambar IV.3 menunjukkan bahwa distribusi massa serbuk yang dihasilkan bertambah dengan meningkatnya konsentrasi larutan garam klorida besi. Hal ini disebabkan keberadaan ion-ion Fe 2+ dan Fe 3+ semakin melimpah seiring meningkatnya kosentrasi larutan garam klorida besi. Selain bergantung pada konsentrasi larutan garam klorida besi, massa serbuk yang dihasilkan juga bergantung pada konsentrasi larutan basa. Larutan basa dengan konsentrasi tinggi (70%) memiliki daya endap yang kuat saat proses presipitasi sehingga dihasilkan massa serbuk yang relatif berbanyak. Sebaliknya daya endap rendah pada larutan basa dengan konsentrasi 30% diperoleh serbuk yang relatif sedikit. Namun pada kondisi larutan garam klorida besi 10% diperoleh massa serbuk yang relatif sama untuk berbagai variasi larutan basa. Hal ini diperoleh karena kemampuan untuk mengendapkan seluruh partikel yang ada pada larutan garam klorida besi 10% hanya diperlukan larutan basa dengan konstrasi minimum 30%. Sehingga untuk penggunaan larutan basa dengan konsentrasi 50% dan 70% diperoleh massa serbuk yang relatif sama dengan penggunaan konsetrasi 30%. Gambar IV.3. Massa serbuk hasil presipitasi sebagai fungsi konsentrasi larutan garam klorida besi dan larutan basa. 22

5 IV.3 Sifat Magnetik Serbuk IV.3.1 Suseptibilitas Magnetik Nilai suseptibilitas magnetik merupakan fungsi dari banyaknya material magnetik dan menunjukkan sifatnya. Oleh karena itu besarnya nilai suseptibilitas magnetik hasil pengukuran dapat digunakan untuk memperkirakan banyaknya mineral magnetik serta jenisnya yang terdapat pada serbuk hasil presipitasi. Hasil pengukuran suseptibilitas magnetik serbuk diperoleh nilai yang bervariasi dalam orde Nilai suseptibilitas magnetik ini terletak pada rentang 10-4 dan 10-3 mengindikasikan bahwa serbuk yang dihasilkan dikontrol oleh mineral ferimagnetik dan paramagnetik. Nilai suseptibilitas magnetik serbuk dipengaruhi oleh variasi konsentrasi larutan basa dan larutan garam klorida besi saat proses presipitasi, seperti ditunjukkan pada Gambar IV.4. Gambar IV.4a adalah distribusi nilai suseptibilitas magnetik serbuk yang dihasilkan dari proses presipitasi dengan konsentrasi larutan basa 30% dan variasi konsterasi larutan garam klorida besi 10% (sampel A 13 ), 30% (sampel A 33 ) serta 50% (sampel A 53 ). Pola yang terbentuk pada gambar tersebut bahwa nilai suseptibilitas maksimum diperoleh pada larutan garam klorida besi dengan konsentrasi rendah yaitu 10%. Sedangkan nilai suseptibilitas minimum dihasilkan oleh larutan garam klorida besi dengan konsentrasi tinggi. Hal yang sama ditunjukkan untuk sampel serbuk yang dihasilkan dengan konsentrasi larutan basa 50% (sampel B 15, B 35, B 55, B 75 ) pada Gambar IV.4b dan 70% (sampel C 17, C 37, C 57, C 77 ) pada Gambar IV.4c. Nilai suseptibilitas magnetik minimum diduga disebabkan oleh adanya kelebihan ion Fe 3+. Ion Fe 3+ teresebut bereaksi dengan larutan basa yang memicu terbentuknya goetit pada temperatur kamar dan hematit pada temepratur di bawah 100 C (Alvarez, 2004). Proses tersebut mengikuti persamaan reaksi : Fe OH - α-feooh + H 2 O ( 25 C) 2Fe OH - α-fe 2 O 3 + 3H 2 O ( 100 C) 23

6 Dimana kedua bahan yaitu goetit dan hematit tergolong bahan dengan sifat magnetik yang sangat lemah (antiferomagnetik). Ion Fe 2+ tidak berkontribusi terhadap pembentukkan oksida-oksida besi tersebut karena sifatnya lebih stabil dan tidak reaktif. (a) (b) 24

7 (c) Gambar IV.4. Distribusi nilai suseptibilitas serbuk sebagai fungsi konsentrasi larutan garam klorida besi pada konsentrasi larutan basa (a). 30% (b). 50% serta (c). 70%. Sedangkan pengaruh konsentrasi larutan basa terhadap distribusi nilai suseptibilitas magnetik serbuk ditunjukkan pada Gambar IV.5. Gambar IV.5a adalah sampel serbuk yang dihasilkan pada konsentrasi larutan garam klorida besi 10% (sampel A 13, B 15 dan C 17 ). Nilai suseptibilitas magnetik maksimum diperoleh serbuk yang dihasilkan pada konsentrasi larutan basa 30% yaitu sampel A 13. Pada konsentrasi tersebut dimungkinkan terjadi pengendapan secara sempurna artinya tidak terdapat ion Fe 3+ berlebih yang akan bereaksi dengan ion OH - membentuk endapan bersifat magnetik lemah. Sedangkan pemberian larutan basa konsentrasi yang lebih tinggi 50% dan 70% diperoleh serbuk dengan nilai suseptibilitas magnetik cenderung menurun. Hal ini diperkirakan terdapat ion Fe 3+ berlebih yang bereaksi dengan ion OH - sehingga berakibat endapan yang bersifat magnetik kuat jumlahnya berkurang. Pola yang sama ditunjukkan oleh serbuk yang dihasilkan pada konsentrasi larutan garam klorida besi 30% (sampel A 33, B 35 dan C 37 ), terlihat pada Gambar IV.5b. Pada konsentrasi tersebut keberadaan ion Fe 3+ berlebih cenderung banyak dalam larutan yang dapat memicu terbentuknya oksida lain, sehingga serbuk yang dihasilkan ini memiliki nilai suseptibilitas magnetik lebih rendah dari serbuk yang dihasilkan dari larutan garam klorida besi dengan konsentrasi 10%. 25

8 Pola berbeda untuk distribusi nilai suseptibilitas magnetik ditunjukkan pada Gambar IV.5c dan IV.5d yaitu sampel serbuk yang dihasilkan dengan konsentrasi larutan garam klorida besi 50% (sampel A 53, B 55, C 57 ) dan 70% (sampel B 75, C 77 ). Kedua gambar tersebut menunjukkan bahwa nilai suseptibilitas magnetik maksimum diperoleh serbuk yang dihasilkan pada konsentrasi larutan basa 50% dan 70% yaitu sampel B 55 dan C 77. Akan tetapi pada kondisi tersebut nilai suseptibilitas magnetik maksimum serbuk lebih rendah dibandingkan serbuk yang diperoleh dari larutan garam klorida besi 10% dan 30%. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi konsentrasi untuk proses presipitasi belum optimal untuk menghasilkan serbuk dengan sifat yang unggul. Namun demikian untuk proses presipitasi pada kondisi konsentrasi larutan garam klorida besi 50% dan 70%, larutan basa dengan konsentrasi 50% dan 70% merupakan komposisi tepat untuk memperoleh serbuk dengan nilai suseptibilitas magnetik maksimum. Beberapa serbuk memiliki nilai suseptibilitas magnetik lebih rendah dari pada bahan alam pasir besi (sampel RPB). Sebagai contoh sampel serbuk A 53, B 55, B 75, C 57 dan C 77. Selain akibat dimungkinkannya terbentuk oksida lain seperti goetit, rendahnya nilai suseptibilitas magnetik serbuk dapat dipengaruhi oleh ukuran bulir dan pengotor lain seperti garam klorida yang tersisa saat proses presipitasi. Bahan dengan ukuran bulir besar memiliki nilai suseptibilitas magnetik yang cenderung lebih tinggi dibanding bahan berukuran bulir kecil. (a) 26

9 (b) (c) (d) Gambar IV.5. Distribusi nilai suseptibilitas magnetik serbuk sebagai fungsi konsentrasi larutan basa pada konsentrasi larutan garam klorida besi (a). 10% (b). 30% (c). 50% dan (d). 70%. 27

10 IV.3.2 Saturasi IRM Menurut Butler (1998), mineral magnetit mengalami saturasi pada medan 300 mt, sedangkan medan saturasi hematit pada kisaran 800 mt. Jika mineral terdiri dari campuran magnetit dan hematit, maka saturasinya pun akan terjadi pada medan 300 mt. Oleh karena itu melalui pengukuran IRM akan diketahui nilai medan saturasi untuk sampel serbuk hasil presipitasi, sehingga jenis mineralnya dapat ditentukan. Gambar IV.6 menunjukkan kurva magnetisasi hasil pengukuran IRM. Semua kurva tersebut mencapai saturasi pada medan < 300 mt. Hasil ini menunjukkan bahwa seluruh serbuk hasil presiptasi terdapat mineral magnetit. Namun variasi konsentrasi larutan basa dan larutan garam klorida besi mempengaruhi tingkat saturasi serbuk saat dikenai medan magnet luar. Perbedaan tingkat saturasi erat kaitannya intensitas magnetisasi serbuk. Serbuk yang dihasilkan dari larutan garam klorida besi dengan konsentrasi rendah, intensitas magnetisasinya lebih cepat mencapai saturasi saat dikenai medan magnet luar. Artinya pada kodisi ini, momen dipol magnet lebih mudah terarah seiring kenaikkan medan magnet luar. Namun, serbuk yang dihasilkan dari larutan garam klorida besi dengan konsentrasi lebih tinggi, momen dipol magnet membutuhkan medan magnet yang lebih besar untuk menyearahkannya. Proses tersebut ditunjukkan dengan intensitas magnetisasinnya cenderung lebih lambat mencapai saturasi. Perbedaan sifat magnetik dapat disebabkan kandungan mineral magnetik yang bervariasi pada serbuk. Keberadaan mineral magnetik lemah seperti goetit dan pengotor garam klorida dapat pula mempengaruhi pola saturasi IRM serbuk. Pada serbuk hasil proses presipitasi diperoleh saturasi yang lebih cepat jika dibandingkan dengan bahan alam pasir besi (sampel RPB) walaupun beberapa serbuk tersebut memiliki nilai suseptibilitas magnetik lebih rendah. Sebagai contoh sampel serbuk A 53, B 55, B 75, C 57 dan C 77. Hal ini dapat terjadi karena magnetisasi remanen bahan magnetik tidak saja bergantung pada jenis mineralnya, tetapi juga bergantung pada ukuran bulir. 28

11 (a) (b) (c) Gambar IV.6. Kurva saturasi IRM serbuk sebagai fungsi konsentrasi larutan garam klorida besi pada konsentrasi larutan basa (a). 30% (b). 50% dan (c). 70%. 29

12 IV.3.3 Ukuran Bulir Estimasi ukuran bulir magnetit telah dilakukan oleh King dkk (1982) dengan mengkombinasikan pengukuran suseptibilitas AMS dan suseptibilitas AAS yang diperoleh melalui pengukuran ARM. Hasil pengukuran kedua parameter tersebut diperoleh estimasi ukuran bulir magnetit untuk serbuk-serbuk hasil presipitasi, seperti ditunjukkan pada Gambar IV.7. Konsentrasi larutan basa sangat mempengaruhi pembentukkan ukuran bulir magnetit. Hal ini disebabkan konsentrasi larutan basa menentukan kecepatan reaksi pengendapan. Penggunaan konsentrasi larutan basa 30% (Gambar IV.7a), bulir magnetit sebagian besar berukuran µm. Sedangankan penggunaan konsentrasi larutan basa 50% (Gambar IV.7b), bulir magnetit sebagian besar berukuran 5-25 µm. Dan penggunaan konsentrasi larutan basa 70% (Gambar IV.7c), bulir magnetit sebagian besar berukuran 5 µm. Dengan demikian penggunaan larutan basa konsentrasi tinggi akan diperoleh ukuran bulir magnetit yang lebih kecil. Proses penumbuhan ukuran bulir magnetit ini analog dengan proses pembentukkan batuan ektrusif dengan pendinginan/pembekuaan cepat diperoleh ukuran bulir magnetit yang lebih kecil jika dibandingkan batuan intrusif yang mengalami pembekuaan lebih lambat akan memiliki bulir magnetit yang lebih besar. Pembentukkan ukuran bulir magnetit tidak hanya bergantung pada konsentrasi larutan basa melainkan konsentrasi larutan garam klorida besi ikut berperan. Ukuran bulir magnetit kecil diperoleh pada larutan garam klorida besi dengan konsentrasi tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembentukkan magnetit lebih cepat. Dan penggunaan larutan garam klorida besi dengan konstrasi yang lebih rendah, proses penumbuhan magnetit lebih lambat sehingga dihasilkan bulirbulir berukuran lebih besar. Akan tetapi pada satu jenis sampel atau serbuk, mineral magnetit yang terbentuk memiliki bulir-bulir yang lebih homogen jika dibandingkan bulir pada bahan alam pasir besi. Homogenitas bulir terlihat secara eksplisit pada King s Plot pada Gambar IV.7. Dimana ukuran bulir terlihat dari keteraturan sampel dengan massa yang berbeda akan menempati area estimasi ukuran bulir yang sama dan terletak sejajar satu sama lain. Sebagai contoh sampel 30

13 A 53, variasi massa serbuk yang digunakan akan memberikan estimasi ukuran bulir yang relatif sama berkisar 1-5 µm. Demikian pula untuk serbuk-serbuk hasil presipitasi lainnya menunjukkan konsistensi ukuran bulir yang seragam. (a) (b) 31

14 (c) Gambar IV.7. Estimasi ukuran bulir magnetit untuk serbuk hasil presipitasi dengan konsentrasi larutan basa (a). 30% (b). 50% dan (c). 70%. Proses presipitasi terbukti menghasilkan serbuk-serbuk yang memiliki keteraturan ukuran bulir meskipun berasal dari pasir besi yang cenderung bersifat heterogen. Hasil ini menunjukkan bahwa proses presipitasi dapat menghasilkan keteraturan ukuran bulir tanpa pengontrolan bahan awal. Dengan demikian, proses presipitasi tidak sensitif terhadap input karena karakteristik input tidak memberikan kontribusi yang besar dalam penentuan sifat endapan. Ini terjadi karena proses presipitasi berlangsung secara kimiawi dimana keteraturan terbentuk semata-mata akibat proses reaksi. Misalnya pencampuran pasir besi dan larutan asam klorida, ion klorida (Cl - ) akan mengikat ion-ion besi (Fe 3+ dan Fe 2+ ) pada pasir besi sesuai konsentrasi ion klorida dalam larutan asam klorida. Sehingga larutan garam klorida besi yang dihasilkan telah memiliki keteraturan komposisi. 32

15 IV.3.4 Peluruhan ARM Pemberian medan demagnetisasi pada serbuk hasil proses presipitasi diperoleh peluruhan intensitas magnetisasi seperti ditunjukkan pada Gambar IV.8. Pengukuran peluruhan intensitas magnetisasi pada serbuk bertujuan untuk melihat stabilitas bulir magnetit terhadap medan demagnetisasi. Pada gambar tersebut terlihat bahwa peluruhan intensitas magnetisasi serbuk dari semua komposisi konsentrasi menurun secara cepat dengan kenaikkan medan demagnetisasi. Remanensi serbuk telah menurun hingga kurang dari setengah kali remanensi semula pada harga medan demagnetisasi di bawah 10 mt. Peluruhan intensitas magnetisasi suatu bahan magnetik oleh medan demagnetisasi sangat bergantung pada ukuran bulir. Bulir domain jamak akan cenderung meluruh cepat, sedangkan bulir domain tunggal akan meluruh secara lambat. Kurva peluruhan ARM yang dihasilkan bersesuaian dengan pola peluruhan bulir domain jamak, seperti terlihat pada Gambar II.5 dan Gambar III.4. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa serbuk-serbuk hasil presipitasi terdiri dari bulirbulir magnetik berdomain jamak. (a) 33

16 (b) (c) Gambar IV.8. Peluruhan intensitas magnetisasi oleh medan demagnetisasi untuk serbuk hasil presipitasi dengan konsentrasi larutan basa (a). 30% (b). 50% dan (c). 70%. 34

17 IV.4 Analisis SEM dan EDS Serbuk Secara visual diketahui bahwa bahan alam pasir besi memiliki butiran yang beragam baik bentuk dan ukurannya, seperti ditunjukkan pada Gambar IV.9a. Sedangkan hasil analisis EDS pada Gambar IV.9b, menunjukkan bahwa mineral yang terkandung pada bahan alam ini didominasi oleh oksida besi (FeO) berkisar 85,67%. Selain itu, mineral dioksida titanium (TiO2) dan silika (SiO2) terdapat pula pada bahan alam pasir besi. Keberadaan mineral TiO2 tersebut mendukung bahwa bahan alam pasir ini tergolong dalam deret titanomagnetit. Secara umum rumusan komposisi untuk mineral deret titanomagnetit adalah Fe3-xTixO4. Diketahui dari analisis komposisi mineral EDS, persentase mineral dioksida titanium lebih rendah dibandingkan mineral oksida besi. Sehingga bahan alam pasir besi dapat dikatakan didominasi oleh mineral magnetit. Hasil ini mendukung yang telah diperoleh pada subbahasan IV.3.2. (a) 35

18 (b) Gambar IV.9. (a). Pencitraan SEM dan (b). Analisis EDS untuk bahan alam pasir besi. 36

19 Analisis SEM dan EDS juga dilakukan untuk serbuk hasil presipitasi dengan konsentrasi-konsentrasi terendah (sampel A 13 ) dan tertinggi (sampel C 77 ). Hal ini dilakukan untuk melihat perubahan morfologi dan komposisi serbuk akibat penggunaan konsentrasi yang berbeda saat proses presipitasi. Untuk serbuk A 13, pencitraan SEM dan analisis EDS ditunjukkan pada Gambar IV.10. Hasil pecitraan SEM diperoleh bahwa butiran-butiran serbuk berupa serpihan yang tidak homogen. Hal ini diperkirakan pembentukkan butiran yang lebih kompak belum terjadi secara sempurna. Sedangkan hasil analisis EDS diperoleh bahwa serbuk A 13 didominasi mineral oksida besi. Dan keberadaan mineral TiO 2 mendukung bahwa serbuk hasil presipitasi ini tergolong dalam deret titanomagnetit. Diketahui dari persentase mineral dioksida titanium lebih rendah dibandingkan mineral oksida besi, maka serbuk hasil presipitasi ini dapat dikatakan didominasi oleh mineral magnetit. Hasil ini bersesuaian dengan saturasi IRM serbuk di bawah < 300 mt yang mengindikasikan keberadaan magnetit. Namun pada sampel serbuk A 13 terdapat pengotor oleh unsur klorida. Unsur ini terbentuk saat proses presipitasi. Selain oksida besi yang dihasilkan terdapat pula garam sisa reaksi yaitu NH 4 Cl. Ikatan molekul ini diharapkan terlepas dengan proses pemanasan saat pembentukkan serbuk kering. Keberadaannya masih terdapat pada serbuk dapat disebabkan belum sempurnanya saat proses pembentukkan serbuk kering. Penggunaan larutan garam klorida besi dengan konsentrasi yang lebih rendah menjadi salah satu cara untuk meminimalisasi keberadaan unsur klorida pada serbuk. 37

20 (a) (b) Gambar IV.10. (a). Pencitraan SEM dan (b). Analisis EDS untuk sampel serbuk A13. 38

21 Untuk sampel C77, analisis SEM dan EDS ditunjukkan pada Gambar IV.11. Distribusi butiran serbuk tersebut tidak homogen baik ukuran dan bentuknya. Dan pada seluruh butiran terlihat dipenuhi oleh bunga-bunga oksida yang diduga mencitrakan keberadaan mineral goetit dalam serbuk. Dari Chaparro (2006), pencitraan SEM bahan alam goetit seperti ditunjukkan pada Gambar IV.12. Gambar tersebut menunjukkan keberadaan bunga-bunga oksida terletak pada permukaan bahan. Hasil ini bersesuaian dengan pencitraan serbuk pada Gambar IV.11a. Namun, keberadaan bunga-bunga oksida pada serbuk hasil presipitasi cenderung lebih homogen. Menurut Alvarez (2004), pembentukkan mineral goetit terjadi ketika tidak terdapat ion Fe2+ atau keberadaannya dalam jumlah yang sangat sedikit jika dibandingkan ion Fe3+ dalam larutan garam klorida besi. Sehingga keberadaan ion Fe2+ dan Fe3+ dalam larutan menjadi sangat mempengaruhi sifat endapan hasil prespitasi. Pada larutan garam klorida besi dengan konsentrasi 70%, diperkirakan keberadaan ion Fe3+ lebih banyak dibandingkan ion Fe2+. Warna coklat gelap pada larutan tersebut dapat dijadikan salah satu indikator melimpahnya ion Fe3+. Sehingga saat proses presipitasi sebagian ion Fe3+ diperkirakan akan membentuk endapan goetit. (a) 39

22 (b) Gambar IV.11. (a). Pencitraan SEM dan (b). Analisis EDS untuk sampel serbuk C

23 Gambar IV.12. Pencitraan SEM untuk bahan alam Goetit (Chaparro, 2006). Keberadaan oksida besi goetit diduga dominan pada serbuk C 77. Sehingga serbuk tersebut cenderung lebih bersifat magnetik lemah. Sifat ini berkorelasi dengan nilai suseptibilitas magnetik yang rendah jika dibandingkan dengan serbuk A 13 dan bahan alam pasir besi (subbahasan IV.3.1). Namun, keberadaan mineral magnetit tetap memberi kontribusi terhadap sifat magnetik. Intensitas magnetisasi tersaturasi pada medan < 300 mt, merupakan indikator keberadaan mineral magnetit pada serbuk, walaupun proses saturasinya lebih lambat. Perubahan sifat magnetik ini diduga akibat pertumbuhan oksida besi lain seperti goetit dan pengotor seperti garam klorida, seperti ditunjukkan dari hasil analisis EDS bahwa tingginya persentase keberadaan garam klorida dalam serbuk. Sedangkan ukuran bulir tidak banyak memberi kontribusi terhadap perubahan sifat tersebut karena serbuk memiliki jenis domain yang sama yaitu domain jamak 41

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian yang dilakukan ini menggunakan metode eksperimen. Eksperimen dilakukan di beberapa tempat yaitu Laboratorium Kemagnetan Bahan, Jurusan Fisika, FMIPA Universitas

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Mineral Magnetik Alamiah Mineral magnetik di alam dapat digolongkan dalam keluarga oksida besi-titanium, sulfida besi dan oksihidroksida besi. Keluarga oksida besi-titanium

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Diskusi

Bab IV Hasil dan Diskusi Bab IV Hasil dan Diskusi IV.1. Hasil Hasil pengukuran suseptibilitas magnetik frekuensi rendah menunjukkan bahwa nilai tertinggi untuk suseptibilitas permassa (χ) adalah 15.76 x 10-8 m 3 /kg pada sampel

Lebih terperinci

SINTESIS SERBUK BARIUM HEKSAFERIT DENGAN METODE KOPRESIPITASI

SINTESIS SERBUK BARIUM HEKSAFERIT DENGAN METODE KOPRESIPITASI SINTESIS SERBUK BARIUM HEKSAFERIT DENGAN METODE KOPRESIPITASI EL INDAHNIA KAMARIYAH 1109201715 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT MAGNETIK MAGNETIT (Fe 3 O 4 ) HASIL PENUMBUHAN DENGAN METODE PRESIPITASI BERBAHAN DASAR PASIR BESI TESIS

KAJIAN SIFAT MAGNETIK MAGNETIT (Fe 3 O 4 ) HASIL PENUMBUHAN DENGAN METODE PRESIPITASI BERBAHAN DASAR PASIR BESI TESIS KAJIAN SIFAT MAGNETIK MAGNETIT (Fe 3 O 4 ) HASIL PENUMBUHAN DENGAN METODE PRESIPITASI BERBAHAN DASAR PASIR BESI TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP UKURAN PARTIKEL FE3O4 DENGAN TEMPLATE PEG-2000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP UKURAN PARTIKEL FE3O4 DENGAN TEMPLATE PEG-2000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP UKURAN PARTIKEL FE3O4 DENGAN TEMPLATE PEG-2000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI Santi Dewi Rosanti, Dwi Puryanti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand, Limau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.1 Latar Belakang Pasir besi merupakan salah satu sumber besi yang dalam

Lebih terperinci

θ HASIL DAN PEMBAHASAN. oksida besi yang terkomposit pada struktur karbon aktif.

θ HASIL DAN PEMBAHASAN. oksida besi yang terkomposit pada struktur karbon aktif. Intensitas 5 selama 24 jam. Setelah itu, filtrat dipisahkan dari sampel C, D, dan E dengan cara mendekatkan batang magnet permanen pada permukaan Erlenmeyer. Konsentrasi filtrat ditentukan menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode pasta karbon.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode pasta karbon. 3 Pasta dimasukkan ke ujung tabung hingga penuh dan padat. Permukaan elektrode dihaluskan menggunakan ampelas halus dan kertas minyak hingga licin dan berkilau (Gambar 2). Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND

PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND Oleh : Henny Dwi Bhakti Dosen Pembimbing : Dr. Mashuri, M.Si PENDAHULUAN Latar Belakang Dibutuhkannya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

Gambar V.3 (a). Spektra FTIR dan (b). Difraktogram XRD material hasil sintesis (dengan variasi perbandingan molar Fe 3+ /Fe 2+ pada T = 60ºC dan

Gambar V.3 (a). Spektra FTIR dan (b). Difraktogram XRD material hasil sintesis (dengan variasi perbandingan molar Fe 3+ /Fe 2+ pada T = 60ºC dan DAFTAR TABEL Tabel II.1 Jenis-jenis oksida besi berdasarkan komposisi penyusunnya (Schwertmann dan Cornell, 2000)... 8 Tabel III.1. Indikator capaian setiap tahapan penelitian untuk membuktikan hipotesis...

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. 1.1 Latar Belakang Masalah Mineral besi oksida merupakan komponen utama dari

Lebih terperinci

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Penelitian yang sudah ada Pirometalurgi Hidrometalurgi Pelindian Sulfat Pelindian Pelindian Klorida Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasir besi umumnya ditambang di areal sungai dasar atau tambang pasir (quarry) di pegunungan, tetapi hanya beberapa saja pegunungan di Indonesia yang banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Analisis Hasil Pengujian TGA - DTA Gambar 4.1 memperlihatkan kuva DTA sampel yang telah di milling menggunakan high energy milling selama 6 jam. Hasil yang didapatkan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

Pengaruh Polietilen Glikol (PEG) Terhadap Ukuran Partikel Magnetit (Fe 3 O 4 ) yang Disintesis dengan Menggunakan Metode Kopresipitasi

Pengaruh Polietilen Glikol (PEG) Terhadap Ukuran Partikel Magnetit (Fe 3 O 4 ) yang Disintesis dengan Menggunakan Metode Kopresipitasi Pengaruh Polietilen Glikol (PEG) Terhadap Ukuran Partikel Magnetit (Fe 3 O 4 ) yang Disintesis dengan Menggunakan Metode Kopresipitasi Irfan Nursa*, Dwi Puryanti, Arif Budiman Jurusan Fisika FMIPA Universitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini pada intinya dilakukan dengan dua tujuan utama, yakni mempelajari pembuatan katalis Fe 3 O 4 dari substrat Fe 2 O 3 dengan metode solgel, dan mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Menurut sifatnya terhadap pengaruh kemagnetan, bahan dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar 2.1.1 Momen Magnet Arus yang mengalir pada suatu kawat yang lurus akan menghasilkan medan magnet yang melingkar di sekitar kawat, dan apabila kawat tersebut dilingkarkan

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK BARIUM M-HEKSAFERRIT DENGAN DOPING ION Zn PADA VARIASI TEMPERATUR RENDAH ARIZA NOLY KOSASIH 1108 100 025 PEMBIMBING : Dr. M. ZAINURI M,Si LATAR BELAKANG Barium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia tidak dapat lepas dari teknologi, seiring dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka seiring dengan hal itu juga kebutuhan

Lebih terperinci

EFEK KADAR LARUTAN TERHADAP KECEPATAN PROSES PENGHILANGAN KARAT PADA BAJA LUNAK

EFEK KADAR LARUTAN TERHADAP KECEPATAN PROSES PENGHILANGAN KARAT PADA BAJA LUNAK Laporan Penelitian EFEK KADAR LARUTAN TERHADAP KECEPATAN PROSES PENGHILANGAN KARAT PADA BAJA LUNAK Oleh Riswan Dwi Djatmiko FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 1995 BAB I PENDAHULUAN A. Latar

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Pembuatan Larutan Buffer Semua zat yang digunakan untuk membuat larutan buffer dapat larut dengan sempurna. Larutan yang diperoleh jernih, homogen, dan tidak berbau. Data

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN 3.1 Percobaan Percobaan tabling merupakan percobaan konsentrasi gravitasi berdasarkan perbedaan berat jenis dari mineral berharga dan pengotornya. Sampel bijih dipersiapkan

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memicu terjadinya pencemaran lingkungan, seperti: air, tanah dan udara. Pencemaran lingkungan hidup, terutama logam berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Riset bidang material skala nanometer sangat pesat dilakukan di seluruh dunia saat ini. Jika diamati, hasil akhir dari riset tersebut adalah mengubah teknologi yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi TiO2 Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. TiO2 dapat ditemukan sebagai rutile dan anatase yang mempunyai fotoreaktivitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ). 0.45 µm, ph meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON Maria 1, Chris 2, Handoko 3, dan Paravita 4 ABSTRAK : Beton pozzolanic merupakan beton dengan penambahan material

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Material berukuran nano atau yang dikenal dengan istilah nanomaterial merupakan topik yang sedang ramai diteliti dan dikembangkan di dunia sains dan teknologi. Material

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Efek medan magnet pada air sadah. Konsep sistem AMT yang efektif

METODE PENELITIAN. Efek medan magnet pada air sadah. Konsep sistem AMT yang efektif METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka pemikiran Berdasarkan pembahasan teori dan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan pada bab II, maka efek medan magnet pada air sadah dapat diklasifikasikan menjadi 4

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Partikel adalah unsur butir (dasar) benda atau bagian benda yang sangat kecil dan berdimensi; materi yang sangat kecil, seperti butir pasir, elektron, atom, atau molekul;

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya energi yang melimpah dan beraneka ragam, diantaranya minyak bumi, gas bumi, batubara, gas alam, geotermal, dll.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanopartikel merupakan suatu partikel dengan ukuran nanometer, yaitu sekitar 1 100 nm (Hosokawa, dkk. 2007). Nanopartikel menjadi kajian yang sangat menarik, karena

Lebih terperinci

...ل لن سن اف ا ن ب ن ل باف د ل ل لللن

...ل لن سن اف ا ن ب ن ل باف د ل ل لللن BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Besi merupakan logam yang paling banyak terdapat di alam. Besi juga diketahui sebagai unsur yang paling banyak membentuk bumi, yaitu kira-kira 4,7-5% pada kerak bumi.

Lebih terperinci

STUDI EKSTRAKSI RUTILE (TiO 2 ) DARI PASIR BESI MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DENGAN VARIABEL WAKTU PENYINARAN GELOMBANG MIKRO

STUDI EKSTRAKSI RUTILE (TiO 2 ) DARI PASIR BESI MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DENGAN VARIABEL WAKTU PENYINARAN GELOMBANG MIKRO STUDI EKSTRAKSI RUTILE (TiO 2 ) DARI PASIR BESI MENGGUNAKAN GELOMBANG MIKRO DENGAN VARIABEL WAKTU PENYINARAN GELOMBANG MIKRO IGA A RI H IMANDO 2710 100 114 D O SEN P E MBIMBING SUNGGING P INTOWA N T ORO,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

4.2 Hasil Karakterisasi SEM

4.2 Hasil Karakterisasi SEM 4. Hasil Karakterisasi SEM Serbuk yang melewati proses kalsinasi tadi selain dianalisis dengan XRD juga dianalisis dengan menggunakan SEM untuk melihat struktur mikro, sehingga bisa dilihat bentuk dan

Lebih terperinci

d) Dipol magnet merupakan sebuah magnet dipol, akselerator partikel, magnet yang dibangun untuk menciptakan medan magnet homogen dari jarak tertentu.

d) Dipol magnet merupakan sebuah magnet dipol, akselerator partikel, magnet yang dibangun untuk menciptakan medan magnet homogen dari jarak tertentu. Tugas Perbaikan Mid Sifat Magnetik Batuan Soal : 1. Jelaskan tentang : a) Magnetisasi b) Permeabilitas Magnetic c) Suseptibilitas Magnetik d) Dipol Magnetik e) Suhu Curie f) Histeresis 2. Ceritakanlah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan pengaruh suhu sintering terhadap struktur Na 2 O dari Na 2 CO 3 yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dunia penelitian sains hari ini dapat dikatakan telah dan akan terus memberikan banyak perhatian pada bidang nanoteknologi. Karakternya yang unik membuat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

ENKAPSULASI NANOPARTIKEL MAGNESIUM FERRITE (MgFe2O4) PADA ADSORPSI LOGAM Cu(II), Fe(II) DAN Ni(II) DALAM LIMBAH CAIR

ENKAPSULASI NANOPARTIKEL MAGNESIUM FERRITE (MgFe2O4) PADA ADSORPSI LOGAM Cu(II), Fe(II) DAN Ni(II) DALAM LIMBAH CAIR ENKAPSULASI NANOPARTIKEL MAGNESIUM FERRITE (MgFe2O4) PADA ADSORPSI LOGAM Cu(II), Fe(II) DAN Ni(II) DALAM LIMBAH CAIR Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pilihan Teknologi Nano Oleh : Nama : Dwi Tri

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Karakterisasi Awal Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 sebagai bahan utama membran merupakan hasil pengolahan mineral pasir zirkon. Kedua serbuk tersebut

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh Contoh yang diambil dari alam merupakan contoh zeolit dengan bentuk bongkahan batuan yang berukuran besar, sehingga untuk dapat dimanfaatkan harus diubah ukurannya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini didahului dengan perlakuan awal bahan baku untuk mengurangi pengotor yang terkandung dalam abu batubara. Penentuan pengaruh parameter proses dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

SINTESIS TITANIUM DIOKSIDA MENGGUNAKAN METODE LOGAM-TERLARUT ASAM

SINTESIS TITANIUM DIOKSIDA MENGGUNAKAN METODE LOGAM-TERLARUT ASAM SINTESIS TITANIUM DIOKSIDA MENGGUNAKAN METODE LOGAM-TERLARUT ASAM Oleh: Ella Agustin Dwi Kiswanti/1110100009 Dosen Pembimbing: Prof. Suminar Pratapa, M.Sc., Ph.D. Bidang Material Jurusan Fisika Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanomaterial memiliki sifat unik yang sangat cocok untuk diaplikasikan dalam bidang industri. Sebuah material dapat dikatakan sebagai nanomaterial jika salah satu

Lebih terperinci

KAITAN SIFAT MAGNETIK DENGAN TINGKAT KEHITAMAN (DARKNESS) PASIR BESI DI PANTAI MASANG SUMATERA BARAT

KAITAN SIFAT MAGNETIK DENGAN TINGKAT KEHITAMAN (DARKNESS) PASIR BESI DI PANTAI MASANG SUMATERA BARAT KAITAN SIFAT MAGNETIK DENGAN TINGKAT KEHITAMAN (DARKNESS) PASIR BESI DI PANTAI MASANG SUMATERA BARAT Fatni Mufit, Harman Amir, Fadhilah, Satria Bijaksana Jurusan Fisika FMIPA UNP, Jurusan Teknik Pertambangan

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

Diagram Fasa. Latar Belakang Taufiqurrahman 1 LOGAM. Pemaduan logam

Diagram Fasa. Latar Belakang Taufiqurrahman 1 LOGAM. Pemaduan logam Diagram Fasa Latar Belakang Umumnya logam tidak berdiri sendiri (tidak dalam keadaan murni Kemurnian Sifat Pemaduan logam akan memperbaiki sifat logam, a.l.: kekuatan, keuletan, kekerasan, ketahanan korosi,

Lebih terperinci

Tentukan ph dari suatu larutan yang memiliki konsentrasi ion H + sebesar 10 4 M dengan tanpa bantuan alat hitung kalkulator!

Tentukan ph dari suatu larutan yang memiliki konsentrasi ion H + sebesar 10 4 M dengan tanpa bantuan alat hitung kalkulator! Kimia Study Center - Contoh soal dan pembahasan tentang cara menghitung ph dan poh larutan asam basa berdasarkan konsentrasi ion [H + ] dan [OH ] SMA kelas 11 IPA. Berikut contoh-contoh soal yang bisa

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN : Pengaruh Konsentrasi Aktivator Kalium Hidroksida (KOH) terhadap Kualitas Karbon Aktif Kulit Durian sebagai Adsorben Logam Fe pada Air Gambut Ririn Apriani 1), Irfana Diah Faryuni 1), Dwiria Wahyuni 1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanopartikel magnetik adalah partikel yang bersifat magnetik, berukuran dalam kisaran 1 nm sampai 100 nm. Ukuran partikel dalam skala nanometer hingga mikrometer identik

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO Sifat Umum Lumpur Sidoarjo merupakan lumpur yang keluar dari perut bumi, berasal dari bagian sedimentasi formasi Kujung, formasi Kalibeng dan formasi Pucangan. Sedimen formasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit 8 s n i1 n 1 x x i 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit s RSD (%) 100% x Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit Pengujian Alkaloid Satu gram contoh dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA 30 BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Polarisasi Potensiodinamik 4.1.1 Data Laju Korosi (Corrosion Rate) Pengujian polarisasi potensiodinamik dilakukan berdasarkan analisa tafel dan memperlihatkan

Lebih terperinci

2. Konfigurasi elektron dua buah unsur tidak sebenarnya:

2. Konfigurasi elektron dua buah unsur tidak sebenarnya: . Atom X memiliki elektron valensi dengan bilangan kuantum: n =, l =, m = 0, dan s =. Periode dan golongan yang mungkin untuk atom X adalah A. dan IIIB B. dan VA C. 4 dan III B D. 4 dan V B E. 5 dan III

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel 26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 P-larut Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel 9 (Lampiran), dan berdasarkan hasil analisis ragam pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA 59 BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA 4.1 PENDAHULUAN Hasil perhitungan dan pengujian material uji akan ditampilkan pada Bab IV ini. Hasil perhitungan didiskusikan untuk mengetahui komposisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. INDIKASI FASA PADA SETIAP LAPISAN INTERMETALIK Berdasarkan hasil SEM terhadap H13 yang telah mengalami proses pencelupan di dalam Al-12Si cair, terlihat dalam permukaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik FMIPA Universitas Lampung. Penyiapan alga Tetraselmis sp

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2, 50/50 (sampel 3), 70/30 (sampel 4), dan 0/100 (sampel 5) dilarutkan dalam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2, 50/50 (sampel 3), 70/30 (sampel 4), dan 0/100 (sampel 5) dilarutkan dalam IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Oksidasi Spesimen baja AISI 4130 dilapisi alumunium dengan cara mencelupkan ke dalam bak alumunium cair pada temperatur 700 ºC selama 16 detik. NaCl/Na2SO4 dengan perbandingan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV HSIL N PMHSN 4.1 Pengamatan Secara Visual Pengamatan terhadap damar mata kucing dilakukan secara visual. Mutu damar mata kucing yang semakin tinggi umumnya memiliki warna yang semakin kuning bening

Lebih terperinci

Titrasi Pengendapan. Titrasi yang hasil reaksi titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut

Titrasi Pengendapan. Titrasi yang hasil reaksi titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut TITRASI PENGENDAPAN Titrasi Pengendapan Titrasi yang hasil reaksi titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut Prinsip Titrasi:: Reaksi pengendapan yangg cepat mencapai kesetimbangan pada setiap

Lebih terperinci

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT 5.1. Genesa Lateritisasi Proses lateritisasi mineral nikel disebabkan karena adanya proses pelapukan. Pengertian pelapukan menurut Geological Society Engineering Group Working

Lebih terperinci

LOGO ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION

LOGO ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION LOGO ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION BY : Djadjat Tisnadjaja Golongan ketiga Besi (II) dan (III), Alumunium, Kromium (III) dan (VI), nikel, kobalt, Mangan (II) dan (VII) serta Zink Djadjat Tisnadjaja,

Lebih terperinci

Bahan Listrik. Bahan Magnet

Bahan Listrik. Bahan Magnet Bahan Listrik Bahan Magnet Sejarah Magnet Kata magnet berasal dari bahasa yunani magnitis lithos yang berarti batu magnesia. Magnesia adalah nama sebuah wilayah di Yunani pada masa lalu yang kini bernama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara Untuk mengetahui laju korosi baja karbon dalam lingkungan elektrolit jenuh udara, maka dilakukan uji korosi dengan

Lebih terperinci

Bab 3 Metodologi Penelitian

Bab 3 Metodologi Penelitian Bab 3 Metodologi Penelitian Percobaan ini melewati beberapa tahap dalam pelaksanaannya. Langkah pertama yang diambil adalah mempelajari perkembangan teknologi mengenai barium ferit dari berbagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Material Giant-Magnetoresistance (GMR) merupakan material yang sedang dikembangkan di berbagai negara. GMR pertama kali diselidiki oleh Baibich dkk (1988) dalam struktur

Lebih terperinci

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3

Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3 SINTESIS DAN KARAKTERISASI MATERIAL MAGNET HIBRIDA BaFe 12 O 19 - Sm 2 Co 17 Erfan Handoko 1, Iwan Sugihartono 1, Zulkarnain Jalil 2, Bambang Soegijono 3 1 Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

kimia ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran

kimia ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran KTSP K-13 kimia K e l a s XI ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami mekanisme reaksi asam-basa. 2. Memahami stoikiometri

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian yang dilakukan dalam tugas akhir ini secara umum adalah sebagai berikut Gambar 3.1 Tahapan Penelitian 3.2 Bahan dan Peralatan Bahan

Lebih terperinci

EFEK PENGADUKAN DAN VARIASI ph PADA SINTESIS Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI DENGAN METODE KOPRESIPITASI

EFEK PENGADUKAN DAN VARIASI ph PADA SINTESIS Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI DENGAN METODE KOPRESIPITASI EFEK PENGADUKAN DAN VARIASI ph PADA SINTESIS Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI DENGAN METODE KOPRESIPITASI Oleh : Darmawan Prasetia, Prof. Dr. Darminto, M.Sc Malik Anjelh Baqiya, M.Si Jurusan Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La 1-x Sr x FeO 3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KALSIUM FERIT MENGGUKAN PASIR BESI DAN BATU KAPUR

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KALSIUM FERIT MENGGUKAN PASIR BESI DAN BATU KAPUR SINTESIS DAN KARAKTERISASI KALSIUM FERIT MENGGUKAN PASIR BESI DAN BATU KAPUR MASTUKI NRP 1108 100 055 Pembimbing Prof. Dr. Darminto, M.Sc Malik Anjelh Baqiya, M.Si Jurusan Fisika Fakultas Matematika Dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap pembuatan magnet barium ferit, tahap karakterisasi magnet

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c. Pada proses pembentukan magnetit, urea terurai menjadi N-organik (HNCO), NH + 4,

HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c. Pada proses pembentukan magnetit, urea terurai menjadi N-organik (HNCO), NH + 4, 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Magnetit Pembentukan magnetit diawali dengan reaksi reduksi oleh natrium sitrat terhadap FeCl 3 (Gambar 1). Ketika FeCl 3 ditambahkan air dan urea, larutan berwarna jingga.

Lebih terperinci

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar

Uji Kekerasan Sintesis Sintesis BCP HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Bahan Dasar dilapisi bahan konduktif terlebih dahulu agar tidak terjadi akumulasi muatan listrik pada permukaan scaffold. Bahan konduktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon. Permukaan scaffold diperbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi memiliki jangkauan keilmuan yang bersifat interdisipliner. Satu bidang kajian terkait dengan bidang kajian lainnya. Sebagai contoh, ilmu fisika terkait

Lebih terperinci

Kunci jawaban dan pembahasan soal laju reaksi

Kunci jawaban dan pembahasan soal laju reaksi Kunci jawaban dan pembahasan soal laju reaksi Soal nomor 1 Mencari volume yang dibutuhkan pada proses pengenceran. Rumus pengenceran V 1. M 1 = V 2. M 2 Misal volume yang dibutuhkan sebanyak x ml, maka

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA)

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA) 10 1. Disiapkan sampel yang sudah dikeringkan ± 3 gram. 2. Sampel ditaburkan ke dalam holder yang berasal dari kaca preparat dibagi dua, sampel ditaburkan pada bagian holder berukuran 2 x 2 cm 2, diratakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Preparasi Awal Bahan Dasar Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa dan Batu Bara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Preparasi Awal Bahan Dasar Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa dan Batu Bara 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab hasil dan pembahasan ini akan diuraikan mengenai hasil preparasi bahan dasar karbon aktif dari tempurung kelapa dan batu bara, serta hasil karakterisasi luas permukaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KEMAGNETAN DAN INDUKSI MAGNETIK TOTAL ENDAPAN PASIR LAUT PANTAI PADANG SEBAGAI FUNGSI KEDALAMAN

PENENTUAN TINGKAT KEMAGNETAN DAN INDUKSI MAGNETIK TOTAL ENDAPAN PASIR LAUT PANTAI PADANG SEBAGAI FUNGSI KEDALAMAN Jurnal Komunikasi Fisika Indonesia http://ejournal.unri.ac.id./index.php/jkfi Jurusan Fisika FMIPA Univ. Riau Pekanbaru. http://www.kfi.-fmipa.unri.ac.id Edisi April 217. p-issn.1412-296.; e-2579-521x

Lebih terperinci