BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Magnet Magnet merupakan benda yang terbuat dari bahan tertentu dengan sifat mampu menarik bahan ferromagnetik dan ferrimagnetik. Nama magnet diambil dari nama daerah dimana batu yang bisa menarik atau menempel pada tongkat besi ditemukan (Overshott, 1991). Pada tahun 1820, Oersted memahami hubungan magnet dengan kelistrikan. Hubungan tersebut didapatkan dari pengamatan medan magnet yang terbentuk di sekitar kawat berarus. Dari penemuan tersebut, muncul hubungan antara medan magnet, medan listrik, dan cahaya yang dijelaskan dalam teori gelombang elektromagnetik Maxwell (Griffith, 1999). Pengembangan tentang magnet terus dilakukan hingga sekarang Medan Magnet, Induksi Magnetik, dan Magnetisasi Salah satu hal untuk menjelaskan fenomena magnetik adalah interaksi dari dua kutub magnetik (Chikazumi, 1997). Jika dua kutub magnet saling berinteraksi maka dapat terjadi gejala tarik-menarik atau tolak-menolak terhadap bahan magnet lain bergantung kutubnya (Dent, 2012). Dua gejala ini muncul karena adanya perubahan energi di area sekitar magnet. Area ini disebut sebagai medan magnet dan dilambangkan dengan H dengan satuan Oersted. Medan magnet yang berasal dari magnet permanen ada karena gerak dari elektron. Elektron terus bergerak secara kontinu karena mengalami gerak orbital dan gerak spin (Jiles, 1998). Gerak orbital merupakan gerak elektron mengelilingi inti atom. Tiap gerak tersebut menghasilkan momen magnetik. Momen magnetik merupakan hasil dari kuat kutub magnetik dan panjang magnet yang bekerja pada magnet (Chikazumi, 1997). Jika elektron mengelilingi inti atom dengan luas daerah A dan membawa arus muatan sebesar i, maka momen dipol magnetnya m dituliskan: = (2.1)

2 Untuk elektron yang berpasangan, momen magnet akan saling menghilangkan. Sedangkan untuk elektron yang tidak berpasangan menyebabkan adanya resultan momen magnet. Oleh karena itu, area dari suatu medan magnet sangat dipengaruhi oleh momen magnet dari bahan (Jiles, 1998). Medan magnet juga dapat muncul dari pergerakan muatan listrik disebut medan magnet Ampere. Medan magnet yang terbentuk bergantung pada bentuk dari lintasan gerak dan muatan yang dibawa. Jika pergerakan muatan terjadi pada suatu konduktor berbentuk lingkaran, berdasarkan hukum Biot-Savart dan teorema Ampere, medan magnet H, pada konduktor pembawa arus i, dengan jarijari r adalah (Jiles, 1998): = 2 (2.2) Suatu bahan yang dikenai medan magnet akan mengalami induksi magnetik. Besarnya medan magnet yang menembus tegak lurus terhadap medium disebut fluks. Besar induksi magnetik dipengaruhi oleh permeabilitas bahan. Persamaan induksi magnetik adalah sebagai berikut: = (2.3) Dimana adalah permeabilitas ruang hampa dan B adalah induksi medan magnet dengan satuan Tesla atau Oersted (Griffith, 1999). Magnetisasi menunjukkan seberapa besar suatu bahan dapat dipengaruhi oleh medan magnet dari luar. Magnetisasi terhadap suatu bahan dipengaruhi oleh suseptibilitas. Suseptibilitas dari suatu bahan merupakan tingkatan suatu bahan saat dimagnetisasi. Persamaan suseptibilitas dituliskan sebagai berikut (Kotnala & Shah, 2015): = (2.4) Dimana M adalah magnetisasi dari bahan dan adalah suseptibilitas dari bahan. Persamaan 2.4 menunjukkan bahwa besar suseptibilitas akan mempengaruhi besar magnetisasi oleh medan magnet eksternal. Magnetisasi secara kuantitas merupakan besar momen magnet tiap satuan volume yang terjadi karena pemberian induksi magnetik pada bahan.

3 2.3. Sifat-Sifat Magnetik Energi Domain Wall Momen magnetik di kedua sisi magnet memiliki orientasi yang berbeda. Hal ini berhubungan dengan terbentuknya medan magnet yang seragam (uniform) (Chikazumi, 1997). Domain magnetik mewakili orientasi tertentu dari momen magnetik. Momen magnet yang berorientasi sama bergabung dalam kelompokkelompok domain. Daerah batas antar momen magnet yang memiliki orientasi berbeda disebut dengan domain wall. Magnetisasi spontan yang diberikan pada suatu bahan mengakibatkan domain wall mengalami perubahan atau perpindahan disebut domain wall displacement (Chikazumi, 1997). Magnetisasi spontan dari masingmasing domain berkebalikan dengan domain yang terpisah karena adanya energi domain walls. Energi domain walls bergantung pada kenaikan atau penurunan dari lebar domain walls akibat penumbuhan domain (Cullity & Graham, 2009) Koersivitas Koersivitas menunjukkan kestabilan keadaan remanen dan digunakan untuk klasifikasi jenis magnet yaitu hard magnet, semi-hard magnet atau soft magnet. Koersivitas dari suatu bahan sangat bergantung pada ukuran butirnya. Ketika ukuran butir turun, maka koersivitas akan naik mencapai maksimum dan kemudian akan turun. Perubahan koersivitas ini terjadi karena perubahan dari keadaan multi domain menjadi keadaan domain tunggal superparamagnetik. Domain tunggal dapat dicapai dengan cara menurunkan ukuran butir sehingga keadaan tidak stabil dan fluktuasi spin mendominasi (Overshott, 1991) Ferromagnetik Bahan ferromagnetik menunjukkan interaksi dipolar yang arahnya paralel dengan vektor dipol magnetiknya. Total energi dari bahan ferromagnetik merupakan jumlah dari energi exchange, magnetostatik, anisotropi, dan energi Zeeman. Energi exchange dalam hal ini terjadi pada permukaan bahan. Pada bahan ferromagnetik, interaksi exchange mekanik kuantumnya menjadikan

4 momen magnet atom sebelah menjadi paralel walaupun tanpa adanya medan magnet dari luar. Momen atom kopling ini menghasilkan magnetisasi yang besar dari bahan ferromagnetik atau disebut momen tiap satuan volume (Kotnala & Shah, 2015). Jika suhu dinaikkan hingga energi termalnya sebanding dengan energi exchange, susunan panjang atom ferromagnetik akan hilang. Suhu ketika magnetisasi spontan bernilai nol disebut sebagai suhu Curie dari bahan. Suhu Curie memisahkan fase ferromagnetik dan paramagnetik, fase ferromagnetik berada dibawah suhu Curie dan fase paramagnetik berada diatas suhu Curie. Beberapa bahan ferromagnetik dengan suhu Curie yang berbeda-beda ditampilkan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Suhu Curie dari beberapa material (Jiles, 1998) Material Suhu Curie (T c ) ( C) Iron 770 Nikel 358 Kobalt 1130 Gadolinium 20 Terfenol Alnico 850 SmCo 720 Nd2Fe14B 312 Sm2Co Hard Ferrite Barium Ferrite Kurva Histerisis Karakteristik bahan ferromagnetik yang dipengaruhi oleh induksi magnetik, medan magnet luar, dan magnetisasi ditunjukkan dalam bentuk kurva histerisis. Hubungan dari ketiga besaran tersebut ditunjukkan dengan persamaan: = + (2.5) Dimana B adalah induksi magnet (Tesla), H adalah medan magnet luar (A/m), M adalah magnetisasi (A/m), dan µ o merupakan permeabilitas ruang hampa.

5 Ketika suatu bahan ferromagnetik dikenakan medan magnet luar H, maka bahan akan termagnetisasi. Jika nilai H diperbesar, magnetisasi M juga semakin besar. Pada keadaan tertentu saat magnetisasi sudah tidak naik dengan kenaikan H keadaan ini disebut magnetisasi saturasi M s. Selanjutnya, saat H dikecilkan nilainya dan mencapai nol, magnetisasi bahan ferromagnetik tidak kembali nol namun memiliki nilai dan disebut magnetisasi remanen M r. Magnetisasi remanen merupakan magnetisasi yang didapatkan setelah memberi perlakuan medan magnet pada bahan dan kemudian dihilangkan. Pada keadaan ini, ada momen magnetik yang orientasinya tidak kembali ke orientasi awal sehingga bahan memiliki sisa magnetisasi. Gambar 2.1. Kurva histerisis untuk bahan ferromagnetik, paramagnetik, diamagnetik, dan superparamagnetik berdasarkan besaran magnetisasi saturasi (M s ), magnetisasi remanen (M r ), dan koersivitas (H c ) (Kotnala & Shah, 2015) Medan koersif H c merupakan medan yang dibutuhkan untuk membuat magnetisasi remanen bernilai nol. Medan koersif mengukur besar medan magnet yang harus diberikan untuk membalik magnetisasi. Pada keadaan M r bernilai nol ini, orientasi seluruh magnet bahan ferromagnetik tadi kembali ke orientasi awal. Medan magnet luar kemudian dibalik polaritasnya dan diperbesar nilainya (dalam H bernilai negatif), hingga keadaan tertentu magnetisasi saturasi bernilai negatif terjadi. Proses dilanjutkan dengan pemberian medan magnet luar bernilai nol, dan didapatkan magnetisasi remanan bernilai negatif. Keseluruhan proses magnetisasi

6 ditunjukkan dalam kurva histerisis pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 juga menunjukkan kurva histerisis tiap bahan. Terlihat bahwa bahan yang bersifat diamagnetik, jika diberi medan magnet luar maka akan mengalami magnetisasi dengan nilai sebaliknya. Jika medan magnet luarnya positif, maka magnetisasinya bernilai negatif. Selain itu, ketika medan magnet luarnya dihilangkan (bernilai nol), maka tidak ada magnetisasi sisa pada bahan. Hubungan medan magnet luar dan magnetisasi bahan terlihat jelas pada Gambar 2.1. Magnetisasi saturasi merupakan batas dari magnetisasi bahan. Magnetisasi saturasi dari masing-masing bahan berbeda satu sama lain. Tabel 2.2 menunjukkan magnetisasi saturasi (M s ) dari beberapa bahan ferromagnetik. Tabel 2.2. Magnetisasi saturasi beberapa bahan ferromagnetik (Jiles, 1998) Material M s (10 6 Am -1 ) Iron 1,71 Kobalt 1,42 Nikel 0,48 78 Permalloy 0,86 Supermalloy 0,63 Mctglass ,27 Permendur 1,91 Kurva histerisis antara M dan H biasanya disebut dengan kurva histerisis intrinsik. Kurva histerisis antara B dan H disebut kurva histerisis normal. Bentuk kurva histerisis digunakan untuk klasifikasi antara soft magnetic dan hard magnetic. Soft magnetic memiliki nilai medan koersif dan remanen yang kecil, sehingga bentuk kurva sangat pipih. Nilai koersivitas yang kecil ini menunjukkan bahwa bahan dapat dengan mudah dihilangkan magnetisasinya. Aplikasi soft magnetic banyak dilakukan pada medan koersif yang kecil. Contoh dari soft magnetic adalah campuran Si-Fe, Mn-Zn ferrite, dan Ni-Zn ferrite. Hard magnetic memiliki nilai medan koersif dan remanen yang cukup besar. Hal ini berkaitan dengan aplikasi dari hard magnetic sebagai bahan yang stabil dan sebagai sumber permanen dari medan magnet. Parameter penting lain dari hard magnetic adalah hasil energi maksimum. Contoh dari hard magnetic adalah bahan campuran ferrite, nickel, cobalt, alumunium, dan cooper (Bertotti, 1998).

7 2.6. Nanopartikel Magnetik Bahan magnetik mengalami banyak perkembangan penelitian mulai dari penelitian magnet permanen berupa alloy, bulk hingga nanopartikel magnetik. Ketika suatu bahan menjadi lebih kecil ukurannya, maka jumlah atom di permukaan sama dengan total atom. Hal ini menyebabkan efek permukaan menjadi penting. Berdasarkan penelitian tentang nanopartikel magnetik, nano bukan berarti memiliki skala nanometer, namun lebih kepada submikro atau lebih kecil. Sifat-sifat menarik dari suatu nanopartikel magnetik terjadi karena dinamika sistem spin. Pada suhu rendah, momen magnetik akan secara spontan berubah arah pada proses kuantum tunneling (Sangregorio et al., 1997). Partikel magnetik berukuran nano memberikan sifat khas seperti superparamagnetik dan sifat seperti spin-glass, yang berhubungan dengan ketidakteraturan kation dan efek permukaan (Nathani et al., 2004) Metode Kopresipitasi Metode kopresipitasi merupakan salah satu metode dalam fabrikasi nanopartikel kobalt ferit berupa pengendapan. Reaksi kopresipitasi terdiri dari tahapan nukleasi, penumbuhan, pengerasan, dan aglomerasi. Reaksi kimia yang digunakan untuk kopresipitasi ini dapat mengalami beberapa bentuk reaksi. Penambahan campuran berupa senyawa-senyawa dalam tahap awal belum tentu menghasilkan bahan yang terdispersi secara homogen dan berupa nanopartikel. Proses nukleasi dan penumbuhan memiliki berpengaruh besar terhadap ukuran partikel dan morfologi dari bahan (Kotnala & Shah, 2015). Berdasarkan proses termodinamika, proses penumbuhan terjadi untuk mencapai keadaan partikel yang lebih stabil. Proses pengerasan dapat didefinisikan sebagai proses partikel kecil dimakan oleh partikel besar. Setiap prosedur kopresipitasi dipengaruhi oleh banyak faktor. Kecepatan reaksi dan transpor secara umum dipengaruhi oleh konsentrasi, suhu, ph, dan urutan saat pencampuran bahan. Struktur dan kristalinitas partikel dipengaruhi

8 oleh kecepatan reaksi dan impuritas. Ukuran partikel dan morfologi dipengaruhi oleh supersaturasi, kecepatan nukleasi dan penumbuhan, stabilitas koloidal, dan rekristalisasi. Menurut Houshiar et al. (2014), metode kopresipitasi memiliki kelebihan kontrol terhadap ukuran sintesis nanopartikel dengan mudah. Kontrol ukuran tersebut berkaitan dengan penelitian Maaz et al. (2009) yang menyebutkan bahwa ukuran butir nanopartikel sangat berpengaruh terhadap sifat magnetik yang dihasilkan. Jadi secara langsung, sifat magnetik dari nanopartikel kobalt ferit dipengaruhi oleh ukuran butir dan dapat dikontrol Kobalt Ferit Ferit merupakan oksida dari bahan feromagnetik yang memiliki resistivitas dan permeabilitas yang tinggi. Material ferit dikenal sebagai magnet keramik dengan rumus kimia MO.Fe 2 O 3 dengan M adalah Mn, Fe, Co, Ni, Cu, Zn, Mg, dan lain-lain (Chikazumi, 1997). Salah satu contoh magnet ferit adalah kobalt ferit (CoFe 2 O 4 ). Menurut Lee sebagaimana ditulis oleh Zhang et al. (2010), kobalt ferit memiliki kestabilan kimia, kekuatan mekanik, anisotropi magnetik, koersivitas, dan anisotropi magnetisasi yang tinggi. Aplikasi bahan magnetik ini adalah medium perekaman seperti piringan hitam, tape recording, dan high density disk hard disk (Maaz et al., 2009). Kobalt ferit memiliki struktur spinel inversi face centered cubic (fcc). Struktur spinel terdiri dari 8 formula atau total 8 7 = 56 ion, tiap sel satuan. Ion oksigen tersusun saling dekat membentuk susunan fcc dan ion logam yang lebih kecil ukurannya menempati ruang diantara susunan oksigen. Ruang tersebut terdiri dari dua macam yaitu tetrahedral sites dan oktahedral sites seperti terlihat pada Gambar 2.2a dan 2.2b. Gambar 2.2c dan 2.2d menunjukkan pembagian sel. Untuk struktur spinel inversi, satu satuan sel terdiri dari 32 ion O 2-, 8 ion logam di tetrahedral sites, dan 16 ion logam di oktahedral sites dengan jumlah total adalah 56 ion. Dalam struktur spinel inversi, ion Fe 3+ mengisi tetrahedral sites (A-sites)

9 dan oktahedral sites (B-sites), sedangkan ion Co 2+ hanya mengisi oktahedral sites (Chikazumi, 1997). Gambar 2.2. Struktur kristal dari ferit kubus (Cullity & Graham, 2009) Magnetisasi saturasi dari suatu bahan magnetik dipengaruhi oleh distribusi dari kation penyusunnya. Berikut merupakan rumus terkait momen magnet dari bahan pada sites oktahedral (B-sites) dan sites tetrahedral (A-sites). = (2.6) Dengan adalah momen magnetik dari kation B-sites dan adalah momen magnetik dari kation A-sites Karakterisasi Bahan Magnet Fourier Transform Infra-Red (FTIR) Spektrum infra merah jika dikenai pada suatu bahan, maka akan terjadi serapan energi oleh atom dalam bahan. Serapan energi menyebabkan terjadinya perubahan energi yang dipengaruhi oleh frekuensi dari berkas cahaya yang dikenakan pada bahan. Frekuensi berbanding lurus dengan kecepatan berkas cahaya dan berbanding terbalik dengan panjang gelombang. Prinsip frekuensi ini mendasari prinsip dari Fourier Transform Infra-Red (FTIR). Spektroskopi FTIR mengacu pada interferensi radiasi diantara dua berkas untuk menghasilkan sebuah

10 interferogram. Sinyal yang diproduksi sebagai fungsi dari perubahan panjang gelombang diantara dua berkas disebut latter. Kedua domain dari jarak dan frekuensi ini diubah dengan metode matematika yaitu Fourier-transformation (Stuart, 2004). wavenumber, k (cm -1 ) Gambar 2.3. Kurva serapan FTIR CoFe 2 O 4 dan MnFe 2 O 4 (Waldron, 1955) Pada bahan magnet khususnya ferit, kurva serapan FTIR masing-masing bahan berbeda. Kurva serapan ini menunjukkan ikatan oksida antara ion logam dengan ion oksigen. Gambar 2.3 menunjukkan kurva serapan dari CoFe 2 O 4 dan MnFe 2 O 4. Kurva serapan CoFe 2 O 4 muncul pada angka gelombang sekitar cm -1 dan cm -1, sedangkan kurva serapan MnFe 2 O 4 muncul pada angka gelombang cm -1 dan cm -1 (Waldron, 1955) X-Ray Diffraction (XRD) X-ray atau sinar-x merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang sekitar 0,01-1,00 Å. Panjang gelombang pada ukuran ini sesuai dengan rentang jarak antar atom dalam suatu kristal. Ketika sebuah berkas sinar-x mengenai sampel, selain terjadi penyerapan atau absorbi oleh bahan dan fenomena lain, juga terjadi hamburan sinar-x pada panjang gelombang yang sama dengan berkas awal (He, 2009).

11 Analisa struktur kristal dari suatu bahan dapat dilakukan dengan prinsip sinar-x tersebut dengan menggunakan X-Ray Diffraction (XRD). Prinsip utama XRD adalah difraksi sinar-x. Ketika sinar-x mengenai bidang kristal suatu bahan dengan sudut datang θ dan terjadi pemantulan dengan sudut θ, maka akan terjadi difraksi sinar-x pada bidang kristal tersebut sesuai dengan hukum Bragg ditunjukkan pada Gambar 2.4a. (a) Gambar 2.4. (a) Sinar-X datang dan sinar-x terpantul dengan sudut θ simetri dengan garis normal dari bidang kristal (Callister, 2007) dan (b) Puncak difraksi pada sudut Bragg θ (He, 2009) Persamaan hukum Bragg adalah sebagai berikut (Beiser, 1987): 2 sin = (2.7) Dimana n adalah orde difraksi, d merupakan jarak dua bidang atom yang sejajar dan berdekatan, dan λ adalah panjang gelombang sumber sinar-x. Sinar-X yang masuk pada bidang kristal akan dihamburkan ke segala arah, sebagian gelombang berinterferensi konstruktif dan sebagian yang lain berinterferensi destruktif. Interferensi konstruktif terjadi antara sinar terhambur yang sejajar dan beda jarak lintasannya tepat λ, 2λ, 3λ, nλ (Beiser, 1987). Puncak-puncak intensitas yang ditunjukkan oleh difraktogram merupakan interferensi yang konstruktif. Puncak difraksi pada intensitas tertinggi dari sampel digambarkan pada Gambar 2.4b. Gambar 2.4b menunjukkan puncak difraksi dengan lebar tertentu. Pelebaran dari puncak ini dapat terjadi karena kondisi kristal yang tidak sempurna akibat regangan dan ukuran tertentu, vibrasi panas atom atau karena kondisi alat. Lebar dari puncak intensitas tertinggi diukur

12 sebagai lebar setengah puncak tertinggi atau full width at half maximum (FWHM) (He, 2009) Scanning Elektron Microscopy (SEM) Morfologi dari bahan nanopartikel dapat dilihat menggunakan alat Scanning Elektron Microscopy (SEM). Prinsip kerja dari SEM adalah menggambarkan permukaan sampel dengan berkas elektron yang dipantulkan menggunakan energi tinggi. Filamen yang dihubungkan dengan tegangan sumber akan menyebabkan emisi medan (penyebab elektron lepas). Emisi ini difokuskan menuju sampel dengan lensa magnetik. Permukaan material yang terkena berkas elektron akan memantulkan kembali berkas elektron sekunder ke segala arah. Terdapat secondary electron detector dan backscattered electron detector sebagai detektor untuk menangkap intensitas elektron akibat pantulan dari bahan. Selain itu detektor juga menentukan lokasi berkas elektron yang berintensitas tertinggi. Ketika dilakukan pengamatan terhadap bahan tertentu, lokasi permukaan benda yang ditembak dengan berkas elektron diamati dan dilakukan scanning ke seluruh permukaan bahan pengamatan (McMullan, 1995) Vibrating Sample Magnetometer (VSM) Vibrating Sample Magnetometer (VSM) mengacu pada hukum Faraday, dimana ketika tegangan emf dikenakan pada suatu coil maka akan terjadi perubahan fluks di sekitar coil tersebut (Foner, 1959). Jika coil diposisikan konstan terhadap medan magnet, maka sinyal keluaran dari coil akan sebanding dengan magnetisasi M, namun independen terhadap medan magnet. Pada VSM, sampel digerakkan dengan pergerakan sinusoidal dengan frekuensi ν. Sinyal keluaran listrik dari coil ini memiliki frekuensi yang sama yaitu ν. Intensitas keluaran yang terukur sebanding dengan momen magnetik dari sampel, amplitudo getaran, dan frekuensi ν. Pengukuran sifat-sifat magnet dari suatu bahan dengan vibrating sample magnetometer (VSM) dilakukan dengan menempatkan sampel di tengah di daerah antara kutub dari magnet laboratorium, yang mampu menghasilkan medan terukur

13 H 0. Batang tipis panjang vertikal menyambungkan sample holder dengan transduser. Transduser ini sebagai penggetar sampel sehingga sampel bergerak sinusoidal terhadap medan magnet H 0. Coil menangkap sinyal hasil dari gerakan sampel. Sinyal pada frekuensi vibrasi ν ini sebanding dengan besar momen dari sampel. Sehingga dari pengukuran sifat magnetik dengan VSM didapatkan besaran magnetisasi dan medan magnet yang dikenakan pada sampel (Buschow & Boer, 2004).

MOTTO DAN PERSEMBAHAN...

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xii INTISARI... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini peran nanoteknologi begitu penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kesejahteraan kehidupan manusia. Nanoteknologi merupakan bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material dan struktur fungsional dalam skala nanometer. Perkembangan nanoteknologi selalu dikaitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanomaterial memiliki sifat unik yang sangat cocok untuk diaplikasikan dalam bidang industri. Sebuah material dapat dikatakan sebagai nanomaterial jika salah satu

Lebih terperinci

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1]

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1] BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Momen Magnet Sifat magnetik makroskopik dari material adalah akibat dari momen momen magnet yang berkaitan dengan elektron-elektron individual. Setiap elektron dalam atom mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nano material memiliki sifat mekanik, optik, listrik, termal, dan magnetik yang unik. Sifat sifat unik tersebut tidak ditemukan pada material yang berukuran bulk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil-hasil penelitian bidang nanoteknologi telah diaplikasikan diberbagai bidang kehidupan, seperti industri, teknologi informasi, lingkungan, pertanian dan kesehatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi terus mengalami perkembangan dengan semakin besar manfaat yang dapat dihasilkan seperti untuk kepentingan medis (pengembangan peralatan baru untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi merupakan ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer (Abdullah & Khairurrijal, 2009). Material

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi merupakan penelitian dan pengembangan teknologi pada level atom, molekul dan makromolekul, dengan rentang skala 1-100 nm. Nanoteknologi dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi rekayasa zat dalam skala nano selalu menjadi daya tarik di kalangan peneliti. Hal ini dikarenakan nanoteknologi akan sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar

BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar BAB 2 Teori Dasar 2.1 Konsep Dasar 2.1.1 Momen Magnet Arus yang mengalir pada suatu kawat yang lurus akan menghasilkan medan magnet yang melingkar di sekitar kawat, dan apabila kawat tersebut dilingkarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasir besi umumnya ditambang di areal sungai dasar atau tambang pasir (quarry) di pegunungan, tetapi hanya beberapa saja pegunungan di Indonesia yang banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer. Perkembangan nanoteknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dunia penelitian sains hari ini dapat dikatakan telah dan akan terus memberikan banyak perhatian pada bidang nanoteknologi. Karakternya yang unik membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan nanoteknologi telah mendapat perhatian besar dari para ilmuwan dan peneliti. Nanoteknologi secara umum dapat didefinisikan sebagai teknologi perancangan,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN iii PERNYATAAN iv PRAKATA v DAFTAR ISI vii DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR TABEL xiii INTISARI xiv ABSTRACT xv BAB I. PENDAHULUAN 1 1.1 Latar

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Guimaraes, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. (Guimaraes, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah teknologi pembuatan dan penggunaan material yang memiliki ukuran nanometer dengan skala (1-100 nm). Perubahan ukuran bulk ke nanomaterial mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fotokalisis adalah proses degradasi senyawa organik atau nonorganik menggunakan katalis dengan bantuan energi foton (Pang dkk., 2016). Fotokatalis sampai saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia tidak dapat lepas dari teknologi, seiring dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka seiring dengan hal itu juga kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia kecil. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Perkembangan nanoteknologi telah mendapat perhatian besar dari para ilmuwan dan peneliti. Nanoteknologi secara umum dapat didefinisikan sebagai teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA)

HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Partikel Magnetik Terlapis Polilaktat (PLA) 10 1. Disiapkan sampel yang sudah dikeringkan ± 3 gram. 2. Sampel ditaburkan ke dalam holder yang berasal dari kaca preparat dibagi dua, sampel ditaburkan pada bagian holder berukuran 2 x 2 cm 2, diratakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan nanoteknologi yang semakin pesat saat ini, memberikan dampak positif terhadap kesejahteraaan manusia. Nanoteknologi banyak berkembang di berbagai bidang, seperti

Lebih terperinci

MEDAN MAGNET SUGIYO,S.SI.M.KOM

MEDAN MAGNET SUGIYO,S.SI.M.KOM MEDAN MAGNET SUGIYO,S.SI.M.KOM PENDAHULUAN Magnet dalam teknologi terapan KEMAGNETAN Macam macam bentuk magnet Magnet batang, U bulat jarum 6.2 HUKUM COLUMB 6.3 PENGERTIAN MEDAN MAGNET Ruangan disekitar

Lebih terperinci

ENKAPSULASI NANOPARTIKEL MAGNESIUM FERRITE (MgFe2O4) PADA ADSORPSI LOGAM Cu(II), Fe(II) DAN Ni(II) DALAM LIMBAH CAIR

ENKAPSULASI NANOPARTIKEL MAGNESIUM FERRITE (MgFe2O4) PADA ADSORPSI LOGAM Cu(II), Fe(II) DAN Ni(II) DALAM LIMBAH CAIR ENKAPSULASI NANOPARTIKEL MAGNESIUM FERRITE (MgFe2O4) PADA ADSORPSI LOGAM Cu(II), Fe(II) DAN Ni(II) DALAM LIMBAH CAIR Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pilihan Teknologi Nano Oleh : Nama : Dwi Tri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini banyak dikembangkan penelitian tentang nanopartikel spinel ferrit. Hal ini dikarenakan bidang aplikasinya yang sangat luas yaitu dalam sistem penyimpanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan magnetik digunakan pada peralatan tradisional dan modern. Magnet permanen telah digunakan manusia selama lebih dari 5000 tahun seperti medium perekam pada komputer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi memiliki jangkauan keilmuan yang bersifat interdisipliner. Satu bidang kajian terkait dengan bidang kajian lainnya. Sebagai contoh, ilmu fisika terkait

Lebih terperinci

Bahan Magnetik. oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber)

Bahan Magnetik. oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Bahan Magnetik oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Historis Magnet Gejala kemagnetan merupakan cikal bakal berkembangnya pengetahuan tentang kelistrikan. Ditemukan sejak 2000 tahun

Lebih terperinci

polutan. Pada dasarnya terdapat empat kelas bahan nano yang telah dievaluasi sebagai bahan fungsional untuk pemurnian air yaitu nanopartikel

polutan. Pada dasarnya terdapat empat kelas bahan nano yang telah dievaluasi sebagai bahan fungsional untuk pemurnian air yaitu nanopartikel 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan mendasar bagi makhluk hidup. Namun, kualitas air terus menurun karena pertumbuhan penduduk maupun industrialisasi yang menghasilkan

Lebih terperinci

d) Dipol magnet merupakan sebuah magnet dipol, akselerator partikel, magnet yang dibangun untuk menciptakan medan magnet homogen dari jarak tertentu.

d) Dipol magnet merupakan sebuah magnet dipol, akselerator partikel, magnet yang dibangun untuk menciptakan medan magnet homogen dari jarak tertentu. Tugas Perbaikan Mid Sifat Magnetik Batuan Soal : 1. Jelaskan tentang : a) Magnetisasi b) Permeabilitas Magnetic c) Suseptibilitas Magnetik d) Dipol Magnetik e) Suhu Curie f) Histeresis 2. Ceritakanlah

Lebih terperinci

Bahan Listrik. Bahan Magnet

Bahan Listrik. Bahan Magnet Bahan Listrik Bahan Magnet Sejarah Magnet Kata magnet berasal dari bahasa yunani magnitis lithos yang berarti batu magnesia. Magnesia adalah nama sebuah wilayah di Yunani pada masa lalu yang kini bernama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Nanoteknologi merupakan salah satu bidang yang menarik perhatian para peneliti dunia saat ini. Nanoteknologi adalah teknik rekayasa atau sintesis (kombinasi

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI PUSTAKA Magnet

BAB 2 STUDI PUSTAKA Magnet BAB 2 STUDI PUSTAKA 2.1. Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

Karya Tulis Ilmiah MAGNET

Karya Tulis Ilmiah MAGNET Karya Tulis Ilmiah MAGNET Ditulis oleh : Dina Kurnia Putri 1231120065 POLITEKNIK NEGERI MALANG JURUSAN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM STUDI TEKNIK LISTRIK MALANG 2013 1 DAFTAR ISI Daftar Isi...2 Kata Pengantar...3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi telah mendapat perhatian besar dari ilmuawan yang mana merupakan ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU ANNEALING DAN MOLARITAS LARUTAN TITRASI PADA KOBALT FERIT DOPING STRONTIUM MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI

PENGARUH WAKTU ANNEALING DAN MOLARITAS LARUTAN TITRASI PADA KOBALT FERIT DOPING STRONTIUM MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI PENGARUH WAKTU ANNEALING DAN MOLARITAS LARUTAN TITRASI PADA KOBALT FERIT DOPING STRONTIUM MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI Disusun Oleh: RICA RACHMANIA FEBRIANI M0213078 SKRIPSI PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanopartikel merupakan suatu partikel dengan ukuran nanometer, yaitu sekitar 1 100 nm (Hosokawa, dkk. 2007). Nanopartikel menjadi kajian yang sangat menarik, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan oleh logam berat menjadi masalah yang cukup serius seiring dengan penggunaan logam berat dalam bidang industri yang semakin meningkat. Keberadaan

Lebih terperinci

V. Medan Magnet. Ditemukan sebuah kota di Asia Kecil (bernama Magnesia) lebih dahulu dari listrik

V. Medan Magnet. Ditemukan sebuah kota di Asia Kecil (bernama Magnesia) lebih dahulu dari listrik V. Medan Magnet Ditemukan sebuah kota di Asia Kecil (bernama Magnesia) lebih dahulu dari listrik Di tempat tersebut ada batu-batu yang saling tarik menarik. Magnet besar Bumi [sudah dari dahulu dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin meningkat seiring dengan perkembangan kehidupan manusia. Perkembangan tersebut diikuti dengan meningkatnya aktivitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat sangat berbahaya bagi lingkungan. Banyak laporan yang memberikan fakta betapa berbahayanya pencemaran lingkungan terutama oleh logam berat pada

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19

KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19 KARAKTERISASI SIFAT MAGNETIK DAN SERAPAN GELOMBANG MIKRO BARIUM M-HEKSAFERIT BaFe 12 O 19 NOER AF IDAH 1109201712 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Darminto, MSc Pendahuluan: Smart magnetic materials Barium M-Heksaferit

Lebih terperinci

Sistem Telekomunikasi

Sistem Telekomunikasi Sistem Telekomunikasi Pertemuan ke,6 Gelombang Elektromagnetik Taufal hidayat MT. email :taufal.hidayat@itp.ac.id ; blog : catatansangpendidik.wordpress.com 1 10/21/2015 Outline I Pengertian gelombang

Lebih terperinci

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER)

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER) Oleh: Kusnanto Mukti / M0209031 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 I. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sintesis Fe 2 O 3 Dari Pasir Besi Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis pasir besi dapat dilakukan dengan pengolahan mineral magnetik (Fe 3 O 4 ) yang diambil dari pasir besi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 23 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Fisika- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPF-LIPI) Kawasan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI MAGNET SECARA UMUM Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Sebuah magnet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanopartikel magnetik adalah partikel yang bersifat magnetik, berukuran dalam kisaran 1 nm sampai 100 nm. Ukuran partikel dalam skala nanometer hingga mikrometer identik

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Gambar 5.1. (a)proses sintesis nanopartikel Mg1-xNixFe2O4, (b) nanopartikel Mg1-

BAB V PEMBAHASAN. Gambar 5.1. (a)proses sintesis nanopartikel Mg1-xNixFe2O4, (b) nanopartikel Mg1- 34 BAB V PEMBAHASAN 5.1. Hasil Sintesis Mg1-xNixFe2O4 Telah berhasil disintesis nanopartikel magnetik Mg1-xNixFe2O4 dengan metode kopresipitasi. nanopartikel magnetik yang dihasilkan berwarna hitam kecokelatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia maka kemajuan dibidang teknologi mutlak adanya guna menyokong kebutuhan manusia. Efek daripada hal tersebut kini

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fe 2 O 3 dari Pasir Besi Partikel nano magnetik Fe 3 O 4 merupakan salah satu material nano yang telah banyak dikembangkan. Untuk berbagai aplikasi seperti ferrogel, penyerap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini difabrikasi nanopartikel magnetik cobalt ferrite (CoFe 2 O 4 ) menggunakan metode kopresipitasi dengan konsentrasi NaOH 1,5 M, suhu 80 C dan lama pengadukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan kebutuhan manusia disegala bidang selain membawa kemajuan terhadap kehidupan manusia, tetapi juga akan memberikan dampak negatif kepada lingkungan. Industrialisasi

Lebih terperinci

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd)

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd) Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd) Spektroskopi difraksi sinar-x (X-ray difraction/xrd) merupakan salah satu metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan

Lebih terperinci

BAB 2 PENGGUNAAN SENSOR MEDAN MAGNET TUNGGAL BERBASIS EFEK HALL DALAM PENGEMBANGAN ALAT UKUR HISTERISIS MAGNET UNTUK MATERIAL MAGNET LEMAH

BAB 2 PENGGUNAAN SENSOR MEDAN MAGNET TUNGGAL BERBASIS EFEK HALL DALAM PENGEMBANGAN ALAT UKUR HISTERISIS MAGNET UNTUK MATERIAL MAGNET LEMAH BB 2 PENGGUNN SENSOR MEDN MGNET TUNGGL BERBSIS EFEK HLL DLM PENGEMBNGN LT UKUR HISTERISIS MGNET UNTUK MTERIL MGNET LEMH 1) gustinus Gigih Widodo, 1,2) Made Rai Suci Shanti, 2) Nur ji Wibowo 1) Pendidikan

Lebih terperinci

GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. Oleh: DHELLA MARDHELA NIM: 15B08052

GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. Oleh: DHELLA MARDHELA NIM: 15B08052 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK Oleh: DHELLA MARDHELA NIM: 15B08052 Apa itu Gelombang? Gelombang adalah getaran yang merambat Apakah dalam perambatannya perlu medium/zat perantara? Tidak harus! Berdasarkan ada/tidak

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam komponen pembentuknya. Menurut sifatnya terhadap pengaruh kemagnetan, bahan dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh alat ukur dibawah ini adalah.

1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh alat ukur dibawah ini adalah. 1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh alat ukur dibawah ini adalah. 1 A. 5, 22 mm B. 5, 72 mm C. 6, 22 mm D. 6, 70 mm E. 6,72 mm 5 25 20 2. Dua buah vektor masing-masing 5 N dan 12 N. Resultan kedua

Lebih terperinci

Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK =================================================

Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK ================================================= Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK ================================================= Bila dalam kawat PQ terjadi perubahan-perubahan tegangan baik besar maupun arahnya, maka dalam kawat PQ

Lebih terperinci

MEDAN MAGNET DAN ELEKTROMAGNET

MEDAN MAGNET DAN ELEKTROMAGNET BAB II MEDAN MAGNET DAN ELEKTROMAGNET Kompetensi dasar : Mengenal gejala kemagnetan Indikator Oersted : - Konsep medan magnet oleh arus listrik didapatkan dari percobaan - Konsep magnet dan medan magnet

Lebih terperinci

θ HASIL DAN PEMBAHASAN. oksida besi yang terkomposit pada struktur karbon aktif.

θ HASIL DAN PEMBAHASAN. oksida besi yang terkomposit pada struktur karbon aktif. Intensitas 5 selama 24 jam. Setelah itu, filtrat dipisahkan dari sampel C, D, dan E dengan cara mendekatkan batang magnet permanen pada permukaan Erlenmeyer. Konsentrasi filtrat ditentukan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Skema Teori Listrik dan Magnetik Untuk mempelajari tentang ilmu kelistrikan dan ilmu kemagnetikan diperlukan dasar dari kelistrikan dan kemagnetikan yang ditunjukkan oleh gambar

Lebih terperinci

BAB 20. KEMAGNETAN Magnet dan Medan Magnet Hubungan Arus Listrik dan Medan Magnet

BAB 20. KEMAGNETAN Magnet dan Medan Magnet Hubungan Arus Listrik dan Medan Magnet DAFTAR ISI DAFTAR ISI...1 BAB 20. KEMAGNETAN...2 20.1 Magnet dan Medan Magnet...2 20.2 Hubungan Arus Listrik dan Medan Magnet...2 20.3 Gaya Magnet...4 20.4 Hukum Ampere...9 20.5 Efek Hall...13 20.6 Quis

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Magnet permanen adalah salah satu jenis material maju dengan aplikasi yang sangat luas dan strategis yang perlu dikembangkan di Indonesia. Efisiensi energi yang tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan dunia industri saat ini dan masa yang akan datang menekankan pada peningkatan sistem otomatisasi, keamanan, kenyamanan akan sangat bergantung pada suatu

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Mineral Magnetik Alamiah Mineral magnetik di alam dapat digolongkan dalam keluarga oksida besi-titanium, sulfida besi dan oksihidroksida besi. Keluarga oksida besi-titanium

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Yaghtin (2013), melakukan penelitian tentang efek perlakuan panas terhadap sifat magnetik dari sebuah soft-magnetic composite (SMC-s) dengan dilapisi Al 2 O

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Material berukuran nano atau yang dikenal dengan istilah nanomaterial merupakan topik yang sedang ramai diteliti dan dikembangkan di dunia sains dan teknologi. Material

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

FABRIKASI NANOPARTIKEL COBALT FERRITE HASIL KO- PRESIPITASI DENGAN TWO STEP ANNEALING

FABRIKASI NANOPARTIKEL COBALT FERRITE HASIL KO- PRESIPITASI DENGAN TWO STEP ANNEALING FABRIKASI NANOPARTIKEL COBALT FERRITE HASIL KO- PRESIPITASI DENGAN TWO STEP ANNEALING Disusun Oleh : CHOMSATIN AMALIA M0211013 SKRIPSI FAKULTAS ILMU MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Medan Magnet Suatu Material Magnet[5]

Gambar 2.1. Medan Magnet Suatu Material Magnet[5] BAB II DASAR TEORI II.1. Kemagnetan II.1.1. Magnet Magnet adalah suatu benda yang dibuat dari material tertentu yang menghasilkan suatu medan magnet. Medan magnet suatu magnet adalah daerah sekeliling

Lebih terperinci

Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003

Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003 Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003 UAN-03-01 Perhatikan tabel berikut ini! No. Besaran Satuan Dimensi 1 Momentum kg. ms 1 [M] [L] [T] 1 2 Gaya kg. ms 2 [M] [L] [T] 2 3 Daya kg. ms 3 [M] [L] [T] 3 Dari

Lebih terperinci

: Dr. Budi Mulyanti, MSi. Pertemuan ke-9

: Dr. Budi Mulyanti, MSi. Pertemuan ke-9 MATA KULIAH KODE MK Dosen : FISIKA DASAR II : EL-122 : Dr. Budi Mulyanti, MSi Pertemuan ke-9 CAKUPAN MATERI 1. HUKUM AMPERE 2. GAYA OLEH 2 KAWAT PARALEL 3. SOLENOIDA 4. TOROIDA 5. SIFAT-SIFAT MAGNETIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA MUSYAWARAH KERJA KEPALA SEKOLAH (MKKS) SMA TRY OUT UJIAN NASIONAL 2010

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA MUSYAWARAH KERJA KEPALA SEKOLAH (MKKS) SMA TRY OUT UJIAN NASIONAL 2010 PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA MUSYAWARAH KERJA KEPALA SEKOLAH (MKKS) SMA TRY OUT UJIAN NASIONAL 200 Mata Pelajaran : Fisika Kelas : XII IPA Alokasi Waktu : 20 menit

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND

PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND PENGARUH UKURAN PARTIKEL Fe 3 O 4 DARI PASIR BESI SEBAGAI BAHAN PENYERAP RADAR PADA FREKUENSI X DAN Ku BAND Oleh : Henny Dwi Bhakti Dosen Pembimbing : Dr. Mashuri, M.Si PENDAHULUAN Latar Belakang Dibutuhkannya

Lebih terperinci

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J 1. Bila sinar ultra ungu, sinar inframerah, dan sinar X berturut-turut ditandai dengan U, I, dan X, maka urutan yang menunjukkan paket (kuantum) energi makin besar ialah : A. U, I, X B. U, X, I C. I, X,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Magnet adalah suatu benda yang dibuat dari material tertentu yang menghasilkan suatu medan magnet. Medan magnet suatu magnet adalah daerah sekeliling magnet

Lebih terperinci

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut : METODE X-RAY Kristalografi X-ray adalah metode untuk menentukan susunan atom-atom dalam kristal, di mana seberkas sinar-x menyerang kristal dan diffracts ke arah tertentu. Dari sudut dan intensitas difraksi

Lebih terperinci

Teori Dasar GAYA MAGNETIK : (F) Jika dua buah benda atau kutub magnetik terpisah pada jarak r dan muatannya masing-masing m 1.

Teori Dasar GAYA MAGNETIK : (F) Jika dua buah benda atau kutub magnetik terpisah pada jarak r dan muatannya masing-masing m 1. GEOMAGNETIK Metoda magnetik merupakan metoda pengolahan data potensial untuk memperoleh gambaran bawah permukaan bumi atau berdasarkan karakteristik magnetiknya. Metode ini didasarkan pada pengukuran intensitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 33 Bab IV Hasil dan Pembahasan Pada bab ini dilaporkan hasil sintesis dan karakterisasi dari senyawa yang disintesis. Senyawa disintesis menggunakan metoda deposisi dalam larutan pada temperatur rendah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah "anisotropi magnetik" mengacu pada ketergantungan sifat magnetik pada arah dimana mereka diukur. Anisotropi magnetik mempengaruhi sifat magnetisasi dan kurva

Lebih terperinci

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i Sifat gelombang elektromagnetik Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i Pantulan (Refleksi) Pemantulan gelombang terjadi ketika gelombang

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

BAB II STUDI PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara BAB II STUDI PUSTAKA 2.1.Meteran Air Ada banyak tipe meter air yang dibuat, salah satunya adalah multi jet. Meter air tipe ini digerakkan oleh putaran turbin di dalam rumah meter. Meteran ini bekerja berdasarkan

Lebih terperinci

LATIHAN UJIAN NASIONAL

LATIHAN UJIAN NASIONAL LATIHAN UJIAN NASIONAL 1. Seorang siswa menghitung luas suatu lempengan logam kecil berbentuk persegi panjang. Siswa tersebut menggunakan mistar untuk mengukur panjang lempengan dan menggunakan jangka

Lebih terperinci

BAHAN AJAR 1 MEDAN MAGNET MATERI FISIKA SMA KELAS XII

BAHAN AJAR 1 MEDAN MAGNET MATERI FISIKA SMA KELAS XII BAHAN AJAR 1 MEDAN MAGNET MATERI FISIKA SMA KELAS XII MEDAN MAGNET 1. Kemagnetan ( Magnetostatika ) Benda yang dapat menarik besi disebut MAGNET. Macam-macam bentuk magnet, antara lain : magnet batang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 18 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Magnet Secara Umum Magnet adalah suatu benda yang mempunyai medan magnet dan mempunyai gaya tolak menolak dan tarik menarik terhadap benda-benda tertentu. Efek

Lebih terperinci

Medan magnet bumi, Utara geografik D. Utara magnetik I. Timur

Medan magnet bumi, Utara geografik D. Utara magnetik I. Timur Magnetometer. Medan magnet bumi mempunyai arah utara-selatan dan besarnya 45000 gama ( 1 gama = 1 nano Tesla), untuk posisi di katulistiwa. Medan ini disebut juga dengan medan normal. Keberadaan mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Riset bidang material skala nanometer sangat pesat dilakukan di seluruh dunia saat ini. Jika diamati, hasil akhir dari riset tersebut adalah mengubah teknologi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan baik udara, tanah, ataupun air banyak terjadi akibat dari aktivitas manusia. Menurut UU No.32 tahun 2009, yang dimaksud dengan pencemaran adalah

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM

MATA PELAJARAN WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM MATA PELAJARAN Mata Pelajaran Jenjang Program Studi : Fisika : SMA/MA : IPA Hari/Tanggal : Kamis, 3 April 009 Jam : 08.00 0.00 WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM. Isikan identitas Anda ke dalam Lembar Jawaban

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM

MATA PELAJARAN WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM MATA PELAJARAN Mata Pelajaran Jenjang Program Studi : Fisika : SMA/MA : IPA Hari/Tanggal : Kamis, 3 April 009 Jam : 08.00 0.00 WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM. Isikan identitas Anda ke dalam Lembar Jawaban

Lebih terperinci