A. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS. pengeringan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "A. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS. pengeringan"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS A. 1. Hubungan perubahan kadar air terhadap waktu pengeringan Hasil pengamatan perubahan kadar air dan laju pengeringan daun tembakau rdjangan terhadap waktu pengeringan untuk daun bawah dan daun atas seperti pada Lamp. 5-1 sampai dengan Lamp Jika digambarkan dalam bentuk kurva seperti Gambar 5-1 dan Gambar 5-2. Makin tinggi suhu udara pengering makin pendek waktu pengeringan yang dibutuhkan dan kadar air keseimbangannya makin rendah. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya (Brooker et al., 1974; Geankoplis, 1978). Pada awal pengeringan nampak bahwa kadar air daun tembakau rajangan menurun dengan cepat karena pada saat itu kadar air masih tinggi, sehingga difusifitas air ke permukaan daun ber-langsung cepat. Kecepatan penurunan kadar air makin lambat setelah menit pengeringan pertama. Makin rendah suhu udara pengering, bentuk kurva relatip menjadi lebih landai, berarti untuk membebaskan jumlah air yang sama diperlukan waktu lebih lama. Pada suhu udara pengering lebih rendah kecepatan pembebasan air lebih rendah sehingga air lebih lama tertahan didalam daun.

2 MUW BAWAH : Gambar 5-1. Perubahan kadar air terhadap waktu peng,eringan untuk daun bawah sehingga bentuk kurva menjadi lebih landai. Daun bawah dan daun atas mempunyai pola penurunan kadar air yang sama tetapi berbeda kecepatannya untuk mencapai kadar air seimbang. Sebagai penyebab terjadinya

3 Gambar 5-2. Perubahan kadar air terhadap waktu pengeringan daun atas perbedaan kecepatan pengeringan tersebut adalah perbedaan. kadar air awal dan sifat fisik daun tembakau. Daun atas mempunyai kadar air awal sedikit lebih rendah (Lamp. 5-1 sampai dengan Lamp. 5-8). Jika perbedaan yang kecil ini

4 diabaikan, maka sebagai penyebab perbedaan adalah tekstur daun atas yang relatip lebih lunak dapat mempercepat pengeringan, meskipun daun atas lebih tebal dibanding daun bawah. Daun atas mengalami pemeraman lebih lama yaitu enam hari dibanding daun bawah yang hanya memerlukan waktu dua hari. Akibat pemeraman yang lebih lama struktur sel menjadi lebih longgar sehingga lebih mudah membebaskan air. A. 2. Hubungan Laju pengeringan terhadap waktu pengeringan f Hasil analisis laju pengeringan daun tembakau rajangan terhadap waktu pengeringan untuk daun bawah dan daun atas juga tercantum pada Lamp. 5-1 sampai dengan 5-8. Jika hubungan laju pengeringan terhadap waktu pengeringan digambarkan dalam bentuk kurva seperti Gambar 5-3 dan 5-4. Nampak bahwa pengeringan dengan suhu udara pengering yang makin tinggi, laju pengeringan juga makin tinggi. Selain itu bentuk laju pengeringan daun bawah dan daun atas mempunyai pola yang Sama. Hubungan laju pengeringan terhadap waktu pengeringan untuk daun bawah dan daun atas (Gambar 5-3 dan Gambar 5-4) diawali dengan laju pengeringan yang tinggi tetapi dengan cepat menurun tajam dan setelah menit pengeringan pertama, mempunyai bentuk yang landai. Suhu udara pengering makin tinggi laju pengeringan juga makin tinggi dan diikuti penurunan laju pengeringan yang makin cepat. Menurut Geankoplis (1978) pada pengeringan dengan laju pengeringar

5 wun mvnn : Gambar 5-3. Kurva laju pengeringan terhadap waktu pengeringan daun bawah

6 Gambar 5-4. Kurva laju pengeringan terhadap waktu pengeringan daun atas

7 menurun difusi air ke permukaan makin lama makin menurun, sehingga jumlah air yang diuapkan makin lama juga makin rendah atau laju penguapan makin lama makin menurun seperti ditunjukkan pada Gambar 5-3 dan Gambar 5-4. Ukuran daun tembakau yang tipis dan dalam keadaan telah dirajang, memungkinkan daun cepat kering karena. difusi air dari dalam ke permukaan hanya memerlukan waktu yang singkat. Selain itu pemeraman mengakibatkan struktur sel yang lebih longgar karena degradasi senyawa senyawa I pektin yang membentuk ikatan antar sel (Eskin et al., 1971). A. 3. Hubungan laju pengeringan terhadap kadar air Karakteristik laju pengeringan terhadap kadar air untuk daun bawah dan daun atas seperti pada Gambar 5-5 dan 5-6. Pada suhu udara pengering C dan kadar air % bb. tidak menunjukkan periode laju pengeringan konstan. Nampak pada Gambar 5-5 dan Gambar 5-6, sejak awal pengeringan langsung mengikuti laju pengeringan menurun. Pada pengeringan gabah laju pengeringan terhadap kadar air dapat dibagi menjadi tiga periode laju pengeringan menurun yang lebih spesif ik (Thahir, 1986). Pada *setiap periode dibatasi oleh titik kritis yang merupakan perpindphan kecepatan laju pengeringan, sehingga terjadi perubahan bentuk kurva yang makin landai. Pada pengeringan daun

8 UMR hir (x BK) Gambar 5-5. Kurva laju pengeringan terhadap kadar air pada pengegingan daun bawah hanya mempunyai satu periode pengbringan. * Karakteristik laju pengeringan suatu 'bahan,yang dikeringkan sangat penting sekali untuk diketahui karena sangat erat kaitannya dengan model analisis pengeringan

9 MWR AIR tx Bn) Gambar 5-6. Kurva laju pengeringan terhadap kadar air pada pengeringan daun atas yang akan digunakan. Jika laju pengeringan hanya terdiri * * atas satu periode laju pengeringan berarti bentuk kurva cenderung mempunyai bentuk lurus. Nampaknya bentuk daun yang tipis dan dalam keadaan sudah dirajang tidak memungkinkan terjadinya perubahan periode pengeringan.

10 B. KADAR AIR KESEIMBANGAN Kadar air keseimbangan daun tembakau rajangan yang berasal dari daun daun yang terletak pada batang bagian bawah dan bagian atas berdasar hasil perhitungan dan pengamatan seperti pada Lamp. 5-9 dan Lamp Besarnya konstanta C dan N dari persamaan Henderson untuk setiap perlakuan suhu udara pengering seperti pada Tabel 5-1. I Tabel 5-1. Konstanta C dan N persamaan Henderson - C T M,N Persamaan Henderson : 1-RH = e a. Daun bawah Suhu (C) RH (%I C N R~ b. Daun atas Suhu (C) RH (%I c. * N ~ x x x x

11 Berdasar bentuk kurva kadar air keseimbangan untuk daun bawah (Gambar 5-7) dan daun atas (Gambar 5-8) memberi gambaran bahwa suhu udara pengering makin tinggi kadar air keseimbangan makin rendah dan sebaliknya jika pengeringan Gambar 5-7. Kurva kadar air keseimbangan daun bawah 96

12 menggunakan suhu lebih rendah akan diperoleh kadar air keseimbangan lebih tinggi. Pada pengeringan dengan kelembaban yang tinggi akan menghasilkan kadar air keseimbangan yang tinggi dan sebaliknya jika pengeringan Gambar 5-8. Kurva kadar air keseimbangan daun atas

13 pada suhu yang sama tetapi dengan kelembaban yang lebih rendah akan diperoleh kadar air keseimbangan yang lebih rendah pula. Hasil pegujian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya (Geankoplis, 1978; Henderson dan Perry, 1982). Jika kadar air keseimbangan berdasar hasil pengamatan dan perhitungan diuji dengan metode Uji T, ternyata pada taraf nyata 95 persen masih belum menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 5-2). Hasil pengujian ini membuktikan bahwa bentuk persamaan Hendersoh dapat digunakan untuk menghitung kadar air keseimbangan pada pengeringan daun tembakau rajangan dengan suhu dan kelembaban udara pengering tertentu. Tabel 5-2. Hasil uji T kadar air keseimbangan hasil percobaan dan perhitungan Posisi daun Me (% BK) T hitung T tabel Bawah Daun atas C. KONSTANTA PEHGERINGAN * Konstanta pengeringan dihitung sebagai koefisien persamaan penurunan kadar air 3-6. Hasil analisis konstanta pengeringan untuk daun bawah dan daun atas seperti pada

14 ! Lamp Jika data hasil perhitungan tersebut digambarkan dalam bentuk persamaan regresi sebagai fungsi suhu udara pengering (3-32) diperoleh hasil sebagai berikut : a. Daun bawah, K = e ( /T) R~ = 0.94 b. Daun atas, K = e ( ) Berdasar bentuk kurva persamaan konstanta pengeringan (Gambar 5-9) daun bawah dan daun atas mempunyai kecenderungan yang sama. Suhu udara pengering makin tinggi konstanta pengeringan makin tinggi dan sebaliknya, suhu udara pengering makin rendah konstanta pengeringan makin rendah. Konstanta pengeringan makin tinggi berarti kemampuan daun tembakau mempertahankan kandungan air makin rendah atau daun makin cepat kehilangan air. Dalam percobaan ini pemeraman daun atas lebih lama dibanding daun bawah. Cara ini dilakukan sesuai kebiasaan petani untuk memperoleh mutu yang baik. Perbedaan cara pemeraman ini nampaknya mengakiiatkan daua atas mempunyai struktur sel lebih longgar dibanding daun bawah, akibatnya konstanta pengeringan daun atas tidak jauh berbeda dengan daun bawah meskipun daun atas lebih tebal (Gambar 5-9).

15 68, 1 55, I.. 1 I I! A MUM MMH : Cl=5.999 C2= I 40. A MUM AT~S : ci=3.493 a=23a0841 t I 35. I i / I j! A 28. i b I m 15. L I \ I v 5 0,. 0 h d0 3b 4b 5b do 7b 8b bo lee S U H U (C) Gambar 5-9. Konstanta pengeringan daun tembakau rajangan D. PENGUJIAN MODEL PENURUNAN KADAR AIR w & I Untuk mengetahui keabsahan model penurunan kadar air yang digunakan perlu dilakukan pengujian. Untuk menguji

16 model tersebut, perubahan kadar air pada waktu 8 dihitung dengan persamaan penurunan kadar air 3-6, yang dapat diubah menjadi persamaan 3-30 yang dapat ditulis dalam Bahasa Basic. Besarnya nilai Me dan nilai K dihitung dengan persamaan persamaan 5-1, 5-2 dan 5-3. Perubahan kadar air yang diperoleh berdasar hasil perhitungan seperti pada Lamp dan Selisih perubahan kadar air berdasar perhitungan (Lamp dan Lamp. 5-13) dan berdasar pengamatan (Lamp. 5-1 sampai dengan Lamp. 5-8), seperti pada Tabel 5-3. Selisih kadar air daun tembakau rajangan hasil perhitungan dan pengamatan selama pengeringan lapisan tipis masih menunjukkan selisih yang cukup besar. Terjadinya selisih kadar air yang cukup besar ini menurut Brooker et al., (1974) karena belum dijelaskannya nilai batas untuk pemecahan persamaan 3-3 dan perhitungan konstanta pengeringan tanpa mempertimbangkan kadar air bahan. Berdasar alasan yang kedua berarti pada setiap periode laju pengeringan (Gambar '5-5 dan Gambar 5-6) terdapat nilai K yang berbeda. Namun demikian pendapat ini tidak dapat dibuktikan jika dilakukan perhitungan nilai K dengan metode grafik dari (Henderson dan Perry, 1982), karena hanya terdapat satu nilai K untuk setiap suhu pengeringan (Gambar I..c 5-10 dan Gambar 5-11). Hasil perhitungan nisbah kadar air (~-M,/M,-M,) seperti pada Lamp dan Kemungkinan yang lain penyebab perbedaan yang masih cukup besar ini karena pada pemecahan persamaan eksponensial 3-6 untuk I

17 Waktu pengeringan (menit) Gambar Kurva nisbah kadar air terhadap waktu pengeringan untuk daun bawah I

18 Waktu pengeringan (menit)? % Gambar Kurva nisbah kadar air terhadap waktu pengeringan untuk daun atas

19 Tabel 5-3. Selisih kadar air berdasar hasil pengamatan dan perhitungan pada pengeringan lapisan tipis a. Daun bawah Udara pengering Suhu (OC) RH (%I Selisih kadar air (% bk) b. Daun atas Udara pengering Suhu (OC) RH (%) Selisih kadar air (% bk) - untuk memperbleh nilai Me, K dan A (Lamp. 3-2) diawali dengan prinsip deret Taylor sehingga ada bagian yang diabaikan meskipun jumlahnya kecil. Henson et al., (1965) menambahkan n positip sebagai pangkat dari waktu (8) seperti pada persamaan 2-4 agar diperoleh basil perhitungan yang lebih saksama. Jika hasil pengu j ian penurunan kadar air daun bawah dan daun atas. tersebut digambarkan dalam

20 bentuk kurva nampak seperti Gambar 5-12 dan 5-13 serta 5-14 dan Berdasar bentuk kurva tersebut nampak bahwa persamaan eksponensial 3-6 belum sepenuhnya dapat menerangkan Gambar Perubahan kadar air terhadap waktu pengeringan daun bawah, ~=35Oc, RH=70 %

21 Gambar Perubahan kadar air terhadap waktu pengeringan daun bawah, pada ~=65Oc, RH=30 % - perubahan kadar air selama pengeringan. ~amun demj.kian model tersebut dapat menerangkan berapa waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar air keseimbangan. Sehingga

22 Gambar Perubahan kadar air terhadap waktu pengeringan daun atas, pada T-~~OC, RH=70 % kapan daun tembakau telah kering dan berapa kadar airnya I pada saat telah kering tersebut dapat diterangkan oleh model tersebut. Namun demikian model tersebut belum dapat

23 Gambar Perubahan kadar air terhadap waktu pengeringan daun atas, T=6Ei0c, RH=28 %. 1%.I menjawab dengan baik berapa kadar air yang tercapai pada lama pengeringan tertentu, sebelum mencapai kadar air keseimbangan.

24 E. PANAS LATEN PENGUAPAN Nisbah panas laten penguapan daun tembakau (Hfg, b) terhadap panas laten penguapan air (Higta) yang dihitung berdasar kadar air keseimbangan untuk daun bawah dan daun atas seperti pada Lamp dan Selanjutnya berdasar nisbah panas laten tersebut dapat dihitung besarnya panas laten penguapan daun tembakau yarg berasal dari daun bawah dan daun atas seperti Lamp dan Lamp Jika panas laten penguapan daun bawah dan daun atas tersebut dibuat persamaan regresi berdasar persamaan Gallaher (Hall, 1971) diperoleh persamaan 5-4 dan 5-5. Jika kedua persamaan tersebut digambarkan dalam bent~k kurva seperti Gambar 5-14 dan Berdasar bentuk kurva tersebut nampak pada pengeringan dengan suhu tinggi panas laten penguapan makin rendah dan sebaliknya. Pada suhu yang sudah tinggi hanya diperlukan panas yang lebih kecil untuk penguapan air. Pada pengeringan dengan kelembaban udara pengering yang makin tinggi, panas laten penguapan makin rendah Hfg,b=( T) (1 + 0:943 e Me 5-3 (Daun bawah) I Hfgtb=( T)( e Me 5-4 (Daun atas)

25 MMR AIR KESEIIIBIIMN ('/; DB) Gambar Panas laten penguapan untuk daun bawah d karena pada suhu udara pengering dengan kelembaban makin I tinggi jumlah air yang dapat diuapkan makin rendah. Sehingga jumlah panas laten penguapan yang diperlukan untuk setiap satuan berat air yang sama juga makin rendah. Bentuk

26 - SUHU 35 C A!I - SUHU 65 C Gambar 5-17 Panas laten penguapan untuk daun atas setiap satuan berat air yang sama juga makin rendah. yentuk kurva nampak makin menurun pada pengeringan dengan kelembaban udara yang makin tinggi.

27 F. PENGERING ENERGI GANDA F. 1. Karakteristik daun tembakau dan lokasi percobaan Sebagai bahan percobaan pengeringan daun tembakau rajangan dengan pengering energi ganda adalah daun tembakau Temanggung varietas Kemloko yang ditanam di daerah Malang. Tanaman tumbuh normal dan tidak ada gangguan iklim selama pertumbuhan. Daun dipetik seeelah masak optimal dan dilakukan pengolahan awal sehingga diperoleh daun tembakau rajangan sebagai bahan percobaan. Pengolahan awal terdiri atas sortasi, pemeraman, penggulungan dan perajangan. Daun cacat karena hama, ~en~akit, memar dan mempunyai ukuran terlalu kecil atau terlalu besar dipisahkan dan dibuang. Pengambilan contoh untuk daun bawah dan daun atas sesuai ketentuan seperti skema Gambar 4-2. Cara pengolahan awal mengikuti kebiasaan petani setempat. Pembraman dilakukan didalam ruang tertutup dan lama pemeraman disesuaikan dengan letak daun pada batang. Daun atas memerlukan waktu pemeraman lebih lama dibanding daun bawah. Beberapa karakteristik daun tembakau untuk bahan percobaan seperti Tabel % Percobaan dilaksanakan di lokasi P. T. Gudang Garam, Kediri, Jawa Timur pada bulan Agustus ~elakganaan percobaan dilakukan pada pagi hari ( ) dan selesai sore hari ( ). Perajangan daun tembakau

28 Tabel 5-4. Beberapa karakteristik daun tembakau bahan percobaan dengan pengering energi ganda Karakteristik Daun Bawah Daun atas Warna daun segar Hijau agak kuning Hijau kekuningan Ratarata kadar air : - Setelah dipetik persen persen - Setelah dirajang persen persen Warna setelah diperam Hijau kekuningan Kuning Lama pemeraman 2 hari t 5 hari dilakukan malam hari sehingga percobaan pengeringan segera dapat dimulai pada pagi hari. Selama percobaan perlangsung cuaca cukup cerah, tidak ada gangguan hujan atau awan yang mengurangi intensitas sinar surya. Tingginya intensitas sinar surya pada saat saat percobaan berlangsung seperti Gambar Jumlah percobaan yang dilakukan sebanyak empat kali masing masing dua kali untuk daun bawah dan dua kali untuk daun atas. F, 2, Kebutuhan bahan bakar LPG Kebutuhan bahan bakar LPG untuk percobaan banyak dipengaruhi oleh saat percobaa~ dimulai, kadar air awal,% daun tembakau rajangan, kondisi cuaca dan efisiensi kompor d LPG yang digunakan. Pada pagi hari atau malam hari kebutuhan LPG lebih besar dibanding siang hari jika

29 Gambar Intensitas sinar surya selama percobaan pengeringan dilakukan dengan suhu udara pengering yang 4 sama. Karena pada pagi hari atau malam hari, suhu udara luar lebih rendah sehingga untuk memanaskan udara tersebut diperlukan energi lebih besar. Percobaan yang dilaksanakan. %

30 siang hari dan berlangsung pada kondisi sinar surya yang cerah akan mengurangi kebutuhan bahan bakar. Lama pengeringan dipengaruhi oleh tingginya suhu udara pengering yang masuk ruang pengering, besarnya sumbangan energi surya yang terserap oleh daun tembakau dan tingginya kadar air awal daun tembakau rajangan. Kebutuhan bahan bakar dan lama pengeringan yang akan digunakan sebagai bahan analisis pengeringan seperti Tabel 5-5. Tabel 5-5. Waktu pengeringan dav kebutuhan bahan bakar pada percobaan pengering energi ganda Percobaan Posisi Waktu Kebutuhan ke : Daun Pengeringan LPG I Bawah 11 jam 10.6 kg I1 Bawah 10 jam 10.2 kg I11 Atas 8 jam 11.5 kg IV Atas 9 jam 11.7 kg F. 3. Perubahan suhu udara ruang pengering Untuk mengetahui perubahan suhu ruang pengering, perubahan suhu dan perubahan kadar air daun tembakau rajangan selama pengeringan digunakan data hasil pengamatan percobaan ke I11 yaitu pengqringan untuk daun atas. 4 Perubahan suhu ruang ruang pengering seperti.skema Gambar I 3-4, antara selubung plastik dan rak pertama (Rl), antara rak rak pengering (R2, R3, R4) dan antara rak keempat dan

31 lantai pengering (R5), berdasar perhitungan dan pengamatan, seperti Lamp dan Lamp Jika hasil analisis Gambar Perubahan suhu ryang pengering berdasar >% hasil perhitungan perubahan suhu tersebut digambarkan dalam bentuk kurva seperti Gambar 5-19 dan

32 Ruang atas mempunyai suhu paling tinggi kemudian letak ruang makin kebawah suhu makin rendah. Hal ini akibat udara Gambar 5-20 Perubahan suhu ruang pengering berdasar e \ hasil pengamatan pengering masuk pertama kali melewati rak aling atas, kemudian masuk ruang ruang antar rak berikutnya (R2, R3,

33 R4 dan R5) dan selanjutnya keluar melewati cerobong. Pada saat udara pengering melewati hamparan daun tembakau rajangan rak pertama dan rak berikutnya akan mengalami pengurangan panas secara berturut-turut karena terjadi pindgh panas dari udara pengering ke masing-masing hamparan daun tembakau rajangan tersebut. Sehingga suhu udara pengering makin ke bawah makin rendah (Gambar 19 dan 5-20). Bentuk kurva perubahan suhu ruang pengering untuk ruang satu (Rl) dan ruang lima (R5) berdasar hasil perhitungan mempunyai kecenderunean yang sama dengan kurva perubahan suhu ruang pengering hasil pengamatan seperti Gambar 5-21 dan Gambar Perbedaan suhu terendah dan tertinggi untuk masing-masing ruang pengering seperti Tabel 5-6. Perbedaan suhu yang masih cukup besar tersebut belum tepatnya parameter-parameter yang digunakan, selaln model Tabel 5-6. Selisih suhu udara pengering berdasar hasil perhitungan dan pengamatan Ruang pengering Selisih suhu (OC)

34 Gambar Perubahan suhu udara ruang pengering untuk ruang satu (Rl) disusun berdasa asumsi-asumsi yang dengan sendirinya dapat I mengurangi ketepatan eprhitungan. Faktor lain yang rnenyebabkan hasil perhitungan masih cukup besar karena perubahan kadar air berdasar persamaan 3-30, yang digunakan. 3% 119

35 Gambar Perubahan suhu udara ruang pengering untuk ruang lima (R5) untuk menyusun model pengering energi qanda ini, belum dapat menerangkan seluruh perubahan kadar air daun tembakau Z rajangan selama pengeringan kadar air daun tembakau rajangan selama pengeringan berlangsung seperti telah

36 diuraikan dimuka. Hal ini menunjukkan belum dapat menerangkan secara lebih saksama jumlah panas yang diserap dari udara pengering untuk menguhpkan kandungan air daun tembakau rajangan yang dikeringkan. Jumlah panas.yang diserap daun tembakau selama pengeringan berlangsung akan mempengaruhi tingginya suhu udara pengering. F. 4. Perubahan suhu daun tembakau rajangan 1 Perubahan suhu daun tembakau rajangan berdasar perhitungan yang mewakili suhu gagang dan suhu lamina daun sekaligus, seperti pada Lamp Sedang hasil pengamatan suhu yang meliputi suhu lamina dan suhu gagang daun secara terpisah, seperti Lamp.5-23 dan Lamp Kurva perubahan suhu daun tembakau rajangan terhadap waktu pengeringan berdasar hasil perhitungan dan pengamatan seperti pada Gambar 5-23 dan Gambar Pada awal pengeringan, letak rak makin ke atas, atau makin dekat dengan masuknya udara pengering, perbedaan suhunya dengan suhu tembakau di rak-rak di bawahnya makin tinggi. Tetapi makin lama perbedaan tersebut makin mengecil dan akhirnya makin berimpit, atau tidak menunjukkan * perbedaan. 3 Daun tembakau rajangan di rak paling atas paling awal menerima suhu udara pengering yang suhunya masih tinggi. Karena daun tembakau suhunya masih rendah dan kadar airnya

37 Gambar Perubahan suhu daun tembakau rajangan berdasar hasil perhitungan masih tinggi, pada awal pengeringan banyak. panas yang I digunakan untuk menaikkan suhu daun tembakau dan untuk. penguapan. Sehingga udara pengering setelah mengalir ke rak-rak berikutnya suhunya makin rendah.. 'r

38 Gambar Perubahan suhu lamina dan gagang daun tembakau rajangan berdasar hasil pengamatan Perubahan suhu daun tembakau rajangan di rak paling atas mempunyai kecenderungan yang berbeda dengan suhu daun tembakau rajangan yang berada di tiga rak berikutnya. Hal ini disebabkan daun tembakau rajangan di rak pertama

39 panas dari surya yang tidak dapat diterima oleh daun tembakau rajangan di tiga rak berikutnya. Selain itu daun tembakau rajangan di rak pertama juga menerima panas dari udara pengering. Seperti halnya pada perhitungan perubahan suhu udara pengering, perhitungan perubahan suhu daun tembakau belum sepenuhnya dapat menerangkan perubahan suhu yang sebenarnya. Hal ini akibat kurang tepatnya parameter, pemakaian beberapa asumsi penyusunan model dan kemungkinan I karena kurang saksamanya pemasangan termokopel. Pemasangan termokopel dengan menusuk lamina daun (Gambar 4-13) masih memberi peluang sensor termokopel terpengaruh oleh perubahan suhu udara pengering. Pada saat daun tembakau mulai mengering akan terjadi kerenggangan antara tembakau dan sensor termokopel. Akibat selanjutnya dapat ' ter jadi perpindahan udara di sela ruang yang terbentuk antara sensor dan daun tembakau. Namun demikian perubahan suhu daun tembakau rajangan hasil perhitungan clan pengamatan masih mempunyai kecenderungan yang sama (Gambar 5-25 dan Gambar 5-26). Suhu hamparan daun tembakau rajangan hasil perhitungan lebih mewakili suhu rata rata gagang dan lamina hasil pengamatan. Hal ini ditunjukkan oleh seyisih suhu yang lebih kecil dibanding suhu gagang dan lamina sendiri I sendiri (Tabel 5-7). Hal ini antara lain disebabkan oleh hasil perhitungan konstanta pengeringan dan kadar air keseimbangan yang didasarkan pada daun tembakau rajangan

40 secara keseluruhan tidak dalam keadaan terpisah antara lamina dan gagang daun. Tabel 5-7. Selisih suhu tembakau berdasar hasil perhitungan dan pengamatan - -- Tembakau di : Selisih suhu tembakau hasil perhitungan dan pengamatan (lamina, gagang dan rata rata lamina dan gagang (OC) : Lamina gagang gagang+lamina i Rak satu Rak dua Rak tiga Rak empat F. 5. Perubahan kadar air daun tembakau rajangan Perubahan kadar air daun tembakau rajangan di masing masing rak pengering berdasar hasil perhitungan seperti pada Lamp dan berdasar penurunan berat yang dianggap sebagai penurunan kadar air seperti Lamp, Jika perubahan kadar air tersebut digambarkan dalam bentuk kurva seperti Gambar 5-27 dan Gambar Daun tembakau rajangan di rak paling atas mempunyai. suhu lebih tinggi dibanding yang terlekak di rak rak berikutnya. Hal ini mengakibatkan daun tembakau rajangan di rak paling atas lebih cepat mengalami penurunan berat atau cepat mencapai kadar air keseimbangan dibanding yang

41 Gambar Perubahan suhu daun tembakau rajangan di rak satu terletak di rak rak berikutnya..i Selisih kadar air berdasar hasil perhitungan rnasih cukup besar jika dibanding hasil pengamatan (Tabel 5-8), seperti yang terjadi pada perubahan suhu ruang pengering

42 Gambar Perubahan suhu daun tembakau rajangan di rak empat dan suhu daun tembakau rajangan. Model pengering energi i ganda yang telah tersusun seperti diatas, belum dapat menerangkan secara keseluruhan perubahan kadar air daun tembakau rajangan.

43 Gambar Perubahan kadar air daun tembakau rajangan berdasar hasil perhitungan daun tembakau ra jangan yang ter ja'di. C Namun demikian berdasar bentuk kurva perubahan kadar daun tembakau rajangan di rak satu dan rak empat seperti nampak pada Gambar 5-29 dan Gambar 5-30 menunjukkan bahwa

44 Gambar Perubahan kadar air daun tembakau rajangan berdasar hasil pengamatan. + model dapat menerangkan kapan pengeringan selesai dan berapa kadar air keseimbangannya. Namun demikian s&erti telah diuraikan dimuka pada hasil penelitian pengeringan lapisan tipis model pengering energi ganda tidak dapat

45 Tabel 5-8. Selisih kadar air berdasar hasil - perhitungan dan pengamatan Tembakau di : Selisih suhu (OC) Rak satu Rak dua Rak tiga Rak empat menerangkan dengan saksama perubahan kadar air sebelum mencapai kadar air keseimbangan. Sehingga model pengering energi ganda tersebut meskipun belum dapat menduga perubahan kadar air secara saksama tetapi telah dapat menduga tingginya kadar air keseimbangan dan wartu yang diperlukan untuk mencapai kadar air keseimbangan tersebut. F. 6. Kebutuhan Energi Hasil perhitungan sumbangan energi surya terhadap energi keseluruhan dengan menggunakan persamaan 3-57 seperti pada Lamp Besarnya sumbangan energi surya seperti pada Gambar 5-31 dengan rata rata selama * pengeringan sebesar persen..i Besarnya sumbangan energi surya makin kecil jika konsumsi energi dari LPG makin besar. Sedang besarnya energi surya sendiri, seperti telah diuraikan dimuka,

46 Gambar Perubahan kadar air daun tembakau rajangan di rak satu merupakan fungsi intensitas sinar shrya, koefisien transmisi selubung plastik dan absorbsi daun te~bakau rajangan selain luas permukaan rak pengering. Sedang besarnya konsumsi energi LPG ditentukan oleh tingginya

47 Gambar Perubahan kadar air daun tembakau rajangan di rak empat 1 ic suhu udara pengering yang keluar plenum pemanas 2dara. Makin tinggi kecepatan aliran udara pengering, untuk mendapatkan ketinggian suhu udara pengering yang sama, diperlukan LPG lebih besar.

48 Gambar Sumbangan energi surya terhadap kebutuhan energi untuk pengeringan Dengan mengatur keeepatan aliran udara tepat sesuai I kebutuhan saja dan meningkatkan luas permukaan rak pengering akan diperoleh nisbah energi surya terhadap total energi pengeringan yang lebih besar. Dalam perhitungan

49 simulasi akan dapat diketahui kebutuhan energi yang sesuai dengan keperluan sehingga diperoleh sumbangan energi surya yang maksimal. Efisiensi sistem pemanas udara pengering yang terdiri atas kompor LPG dan pemanas udara pengering, yahg dihitung sebagai nisbah panas yang digunakan untuk meningkatkan suhu udara pengering terhadap total energi yang dihasilkan LPG. Hasil perhitungan efisiensi sistem pemanas selama pengeringan seperti Lamp dan rata rata efisiensi sistem pemanas sebesar 0.57k. Efisiensi pengering menunjukkan hasil yang relatip kecil dan berkisar antara persen (Lamp. 5-29). Efisiensi pengering yang kecil ini akibat belumoptimalnya kondisi pengeringan. Jika kecepatan alirak udara pengering dibatasi sesuai kebutuhan dan kapasitas pengering ditingkatkan maka efisiensi pengering akan meningkat. E. 7. Mutu Tembakau Ra jangan Hasil analisis sifat kimia (Tabel 5-9) menunjukkan bahwa pengeringan dengan udara panas buatan tidak berpengaruh terhadap sisa pati, dan kadar nikotin tetapi? berpengaruh terhadap kadar gula tembakau rajangan. Tembakau I yang berasal dari rak pertama mempunyai kadar gula lebih tinggi dan letak rak makin kebawah kadar gula makin menurun.

50 Daun tembakau rajangan pada setiap rak sebelum dikeringkan menjadi tembakau rajangan, mempunyai kadar gula Tabel 5-9. Hasil analisis kadar gula, kadar nikotin dan kadar pati tembakau rajangan Tembakau di : Kadar gula Kadar nikotin Kadar pati... (% bk)... Rak satu 6.20 a 4.31 a 1.37 a Rak dua 6.13 a 4.19 a 1.40 a Rak tiga b 4.26 a 1.44.a Rak empat 5.39 c 4.13 a 1.55 a Pen j emuran 5.39 c 4.52 a 1.55 a BNT Keterangan : Angka yang disertai huruf yang sama pada tiap tiap'kolom, tidak berbeda nyata pada taraf nyata 0.05 Daun tembakau rajangan pada setiap rak sebelum dikeringkan menjadi tembakau rajangan mempunyai komponen kornponen kimia dalam jumlah yang sama. Jika contoh terletak pada rak pertama, akan menerima suhu awal yang relatip lebih tinggi dibanding contoh yang terletak pada rak rak * berikutnya. Akibatnya enzirn yang berkaitan dengan pemecahan gula menjadi cepat tidak aktif sehingga contoh" daun tembakau rajangan di rak pertama tidak banyak mengalami

51 penurunan. Kemungkinan yang lain letak rak makin kebawah timbulnya reaksi pencoklatan non enzimatik ' yang menghasilkan warna coklat menjadi lebih leluasa. Pendapat yang kedua ini diperkuat oleh kenampakan tembakau rajangan yang makin coklat jika letak rak makin kebawah (Gambar 5-32 dan Garnbar 5-33). Tembakau rajangan yang berasal dari daun bawah (Gambar 5-32) terlihat lebih hijau dibanding yang berasal dari daun atas (Gambar 5-33). Hal ini akibat daun bawah hanya diperam selama dua hari, sehingga warda daun masih hijau agak kekuningan pada saat dirajang, sehingga setelah kering masih nampak sisa sisa khlorofil. Sedang tembakau rajangan yang berasal dari daun atas berwarna coklat kekuningan, tidak terlihat kesan warna hijau dari sisa khlorofil. Selain itu tembakau rajangan yang dikeringkan dengan pengering energi ganda nampak mempunyai warna dan kecerahan yang tidak jauh berbeda dengan cara penjemuran pada kondisi cuaca yang normal meskipun letak rak makin kebawah terdapat sedikit kecenderungan warnanya semakin coklat. Kadar pati dan kadar nikotin tidak mengalami perubahan selama pengeringan (Tabel 5-9). Pati merupakan senyawa rantai panjang yang pemecahannya memerlukan reaksi enzirnatis yang cukup panjang. Fondisi pengeringan dengan A pengering energi ganda belum memungkinkan reaksi tersebut I dapat berlangsung. Hasil penelitian sebelumnya (Bacon et al., 1951) pada pengolahan daun tembakau Virginia dengan suhu C, tidak mengakibatkan perubahan kadar nikotin. 136

52 ~ i ' *'..~ r;, , : *....,>wbag~$-) ~QaQbh,bbakau raj anpan yanp... : -. C :...&un ba~ah haail p ~np~~ing~n 4-q pagering energi ganda.. Peagujian sensorik asnggunakan sombilqn panelis masing - masing lima panelis dari Balai Penelitian Tembakau dan 1 Tanaman Serat dan empat panelis dari konsumen. Pdnelis dari Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat adalah para Peneliti atau Teknisi Tanaman Tembakau dan sudah lebih

53 ~ E- e, RAK SANI ~-.= - a::.'>-- ;::; :i'3--.,-.-+-g* -.. * earnbar 5-33r,Cantah tembakau.raj%ngan yaw herasal, dari '..- ~- W n atas hasil pengeringan denga..~ i.:..=' -. :;;2,..$enger ing energi ganda.,.*,::" :- s *. :SGSs,.c. <.--,:.,.<..7:-::...; _ -.., I. :, =..;$25F;>&i=,;*;:+ii;2:;=i.-gi,$;;.., :;._ <. > -.~. ~., -.,.?.. -,. ;.?\. :.;. :;.\;;..-.,.~c. CC ;.; ----, p I.~ ,.,.! -* dari inrra tc In menangani penelitian tembskau rajangan *.. -masuk grading tamhakau tkrsebut. Sedang -.-; panelis dari konsumen adalah grader yang begtugas menetapkan mutu tembakau rajangan untuk menentukan harga pernbelian ',.,.,g ;. > *,=q..:...$g::>:?-- --.===x<-c--. :-$ %-* -3%;:

54 Hasil uji sensori (Tabel 5-10) dengan metode pembedaan perbandingan jamak (multiple comparison difference analysis) untuk aroma, warna dan elastisitas menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata dengan tembakau yang sama tetapi dikeringkan dengan penjemuran Tabel Hasil analisis sensori, aroma, warna dan elastisitas tembakau rajanqan Tembakau di : Aroma Warna Elastisitas (Skor) (Skor ) (Skor) Rak satu 3.89 a 3.63 a 3.93 a Rak dua 3.78 a 3.89 a 4.19 a Rak tiga 3.74 a 3.96 a 4.11 a Rak empat 3.78 a 4.03 a 4.07 a BNT Keterangan :- Angka yang disertai huruf yang sama pada tiap kolom, tidak berbeda nyata pada taraf nyata Skor : l=sangat jelek sekali, 2=Jelek sekali 3=jelek, 4=Cukup, 5=Baik, 6=Baik sekali dan 7=Sangat baik sekali biasa. Berarti pengeringan daun tembakau rajangan Temanggung menggunakan pengering energi ganda, dengan kondisi pengeringan seperti pada Lamp menghasilkan tembakau rajangan yang mutunya teidak dapat,dibedakan dengan tembakau yang sama yang dikeringkan dengan penjemuran. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa suhu udara pengering yang sesuai untuk pengeringan daun tembakau #

55 rajangan antara 35O C sampai dengan 45O C dengan lama pengeringan jam (Tirtosastro, 1988). Berdasar hasil penelitian ini suhu udara pengering dapat ditingkatkan sampai 51.46O C dengan suhu terendah C, suhu tertinggi 66.36O C serta kelembaban relatip rata rata persen, terendah 23 persen dan tertinggi 72 persen (Lamp. 25). Daun tembakau ra jangan menjadi kering setelah 4.5 jam pengeringan (Lamp. 5-23). ~elanjutnya kondisi pengeringan masing masing suhu dan kelembaban udara pengering, lama pengeringan dan kadar air akhir ini digunakan sebagai pedoman usaha perbaikan pengering energi ganda. F. SIMULASI Sebagai batasan apakah hasil perhitungan simulasi dapat dimanfaatkan adalah beberapa ketentuan sebagai berikut : a. Waktu pengeringan tidak lebih dari 10 jam. Batasan ini mengikuti pedoman bahwa daun tembakau ra j angan harus kering setelah satu hari penjemuran agar diperoleh warna sesuai permintaan konsumen, tidak terbentuk warna coklat gelap atau noda noda bekas serangan jamur. b. Kadar air daun tembakau telah mencapai 10 % bk. atau # atau lebih rendah. Produk produk pertanian pada kadar air dibawah 10 % kerusakan biologis. bk. dapat mengurangi serangan hama dan

56 c. Suhu udara pengering antara C. Suhu makin tinggi daun tembakau rajangan makin cepat kering. Tetapi suhu terlalu tinggi pada saat kadar air daun tembakau masih tinggi dapat merusak mutu tembakau karena mempercepat reaksi enzimatis yang menghasilkan warna coklat gelap. Suhu lebih rendah masih memungkinkan asal diikuti kelembaban lebih rendah sehingga daun tembakau rajangan dapat kering setelah 10 jam pengeringan atau kurang. I d. Mutu tembakau rajangan hasil percobaan (Tabel 9 dan Tabel 10) menunjukkan bahwa berdasar evaluasi mutu sensori tidak menunjukan perbedaan dibanding cara penjemuran biasa. Suhu udara pengering dan kadar air untuk perhitungan simulasi hanya didasarkan pada suhu udara pengering ruang empat dan rak empat yaitu ruang dan rak yang paling akhir dilewati udara pengering. Jika tembakau rajangan diatas rak terakhir tersebut telah kering, berarti tembakau rajangan diatas rak terakhir telah kering. Demikian juga jika suhu udara pengering ' diatas rak terakhir telah memenuhi syarat berarti yang terletak diatasnya juga sudah sesuai dengan yang diinginkan., Hasil simulasi dengan meningkatkan luas rak menjadi tiga kali lipat dan mengurangi kecepatan aliran udard dari 5 m/detik menjadi 2 mldetik, ternyata masih belum berpengaruh terhadap suhu ruang pengering. Demikian juga

57 kadar air tembakau rajangan yang dihasilkan setelah lima jam pengeringan (Tabel 5-11, Simulasi No. 1). Jika energi surya tidak tersedia selama pengeringan ternyata pengering masih dapat bekerja dan tidak banyak mengalami perubahan suhu udara pengering (Tabel 5-11, simulasi No. 2). Hal ini dapat dimengerti karena energi surya hanya berperan 6.84 persen dari total energi yang disediakan sehingga pengaruhnya sangat kecil. Jika pada saat pengeringan berlangsung tersedia energi surya dengan intensitas rata rata' w/m2 atau lebih, pengering energi ganda dapat bekerja tanpa energi LPG atau dapat juga diganti dengan sumber energi yang lain (Tabel 5-11, Simulasi No. 3). Meskipun suhu udara pengering hanya mencapai 33.23OC tetapi daun tembakau rajangan telah kering setelah 6.28 jam. Jika pengering energi ganda terpaksa bekerja tanpa energi surya, misalnya karena gangguan awan atau harus bekerja malam hari, pengering dapat bekerja dengan energi LPG. Kalau suhu rata rata udara luar 25O C dan kelembaban 50 persen kemudian dipanaskan sampai 40 C sebelum masuk pengering, diperoleh hasil simulasi No. 4 (Tabel 11) dan daun tembakau rajangan kering setelah 5.63 jam, kebutuhan bahan bakar LPG untuk skenario ini 3.52 kg. * Jika hasil simulasi tersebut digambarkan dalam bentuk # kurva seperti Gambar Nampak bahwa skenario No. 1 dan skenario No. 2 tidak menunjukkan perbedaan waktu untuk mencapai kadar air daun tembakau rajangan sebesar 10 % bk.

58 Tabel Hasil simulasi pengering energi ganda Uraian Percobaan Skenario No : Kapasitas (kg) *) Luas rak (m2) 2.88 Suhu udara (OC) : - udara luar masuk pengering Aliran udara 5 (mldetik) Intensitas surya (w/m2) Sumbangan energi 6.84 surya (%) Kebutuhan LPG 6.00 (kg) Suhu udara pengering (OC) * *) Kadar air tembakau (% bk) ***) Lama pengeringan 4.12 ( j am) Keterangan : *) Dalam bentuk daun tembakau rajangan **) Rata rata suhu ruang empat (R4) ***) Daun tembakau 2ajangan di+rak empat (G4) I Sedang pada skenario No. 4 menunjukkan waktu pengeringan lebih pendek tetapi diperlukan 3.52 kg LPG. Untuk skenario No. 3 meskipun waktu pengeringan 0.65 jam lebih lama

59 Q - SlnuLlrSI NO, 1 - SINIMSI NO, 2 A 0 - s1nuus1 NO. 3 I - SInuLlrSI no. 4 Gambar Kurva penurunan kadar air terhadap waktu pengeringan untuk mencapai kadar air 10 persen pada perhitungan simulasi dibanding skenario No. 4, tetapi tidak memerlukan tambahan bahan bakar dan waktu pengeringan tidak lebih dari 10 jam.

60 G. PERHITUNGAN TITIK IMPAS Analisis titik impas (break even point) bertujuan mengetahui batas harga jual atau produksi yang menunjukkan usaha pada titik impas artinya keuntungan baru dapat diperoleh jika produksi atau harga jualnya diatas titik tersebut. Perhitungan titik impas pengering energi ganda dianggap sebagai titik impas usahatani tembakau rajangan '. Temanggung dengan menggunakan pengering energi ganda sebagai salah satu faktor produksi. Berdasar hasil simulasi (Tabel 5-11) terdapat dua kondisi pengeringan yang dapat berhasil baik dan kebutuhan energi paling rendah. Pertama, jika intensitas surya tersedia cukup, pengering dapat bekerja hanya dengan energi surya, udara pengering dialirkan dengan kecepatan 2 m/detik dan tidak perlu dipanaskan. Kedua, jika energi surya sama sekali tidak tersedia, misalnya bekerja malam hari atau karena gangguan cuaca, pengering dapat menggunakan energi LPG untuk memanaskan udara pengering menjadi 40 C, kecepatan aliran udara cukup 2 mldetik. Jika udara luar mempunyai suhu rata rata 25O C, kelembaban relatip 50 persen, pengering meherlukan 1:8 kq LPG untuk pengeringan sampai batas kadar air yang aman (Tabel 5711). Besarnya biaya produksi, biaya pengeringan dengan penjemuran dan pengeringan dengan pengering energi ganda

61 untuk keperluan analisis titik impas seperti pada Lamp Harga bahan dan upah tercatat untuk tahun 1991 dan diperoleh dari Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat Malang serta P. T. Gudang Garam, Kediri. Hasil analisis dengan beberapa harga jual seperti pada Tabel Kurva titik impas jika menggunakan energi LPG dan energi surya Tabel Hasil analisis titik impas pengering energi ganda dengan sumber energi surya dan energi LPG. Harga tembakau Energi (rupiah /kg) (rupiah) (Hektar) (kg daun) (operasi) (PEG) Surya LPG Surya LPG Surya LPG Surya LPG kali kali ka.1 i kali kali kali kali kali 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah seperti Gambar 5-35 dan Gambar Jika harga tembakau rajafigan Rp ,-Jkg dan pengering energi ganda hanya bekerja dengan energi surya titik impas tercapai pada penjualan senilai Rp ,- atau telah mengeringkan sebanyak 822 kg daun hijau yang

62 setara dengan kg tembakau rajangan (Tabel 5-12). Jika hanya menggunakan energi LPG titik impas tercapai pada harga jual Rp ,- atau telah mengolah 832 kg daun PROWKSI (KC RAJANCIIN DAUN TMBAKRU) Gambar Titik impas usahatani tembakau rajangah Temanggung menggunakan pengering energi ganda dengan energi surya

63 daun hijau yang setara dengan kg tembakau rajangan. Selama satu musim panen, waktu pengolahan daun tembakau rajangan antara 30 hari sampai dengan 45 hari. PROWKSl (KC RIJINCAN MUN TMBRWIU) 4 Gambar Titik impas usahatani tembakau raj ang& Temanggung menggunakan pengering energi ganda dengan sumber energi LPG,

64 Jika pengering energi ganda bekerja dengan ketentuan sebagai berikut : 1). Pengering bekerja paling lama 30 hari untuk setiap musim panen, 2). Sehari melakukan operasi pengeringan sebanyak dua kali masing masing 6.5 jam dan 3). Harga jual tembakau rajangan Rp ,-/kg. Selama musim panen pengering energi ganda dapat melayani pengeringan daerah tembakau yang berasal dari produksi areal seluas Ha atau lebih dari 5.5 kali diatas titik impas untuk pengeringan dengan energi surya atau energi LPG. Analisis titik impas didasarkan harga tembakau rajangan yang berbeda atas dasar pertimbangan harga tembakau sering berfluktuasi. Perhitungan dengan harga berbeda memberi kemungkinan lain sebagai pilihan sesuai perkembangan harga jual. Faktor penyebab fluktuasi harga antara lain pengaruh iklim dan cuaca saat panefi, belum adanya standar mutu untuk dasar penetapan harga dan sistim perdagangan yang belum menjamin stabilitas harga.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa 1. Perubahan Kadar Air terhadap Waktu Pengeringan buah mahkota dewa dimulai dari kadar air awal bahan sampai mendekati

Lebih terperinci

Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, Kadar Air pada Pengeringan Daun Tembakau Rajangan Madura

Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, Kadar Air pada Pengeringan Daun Tembakau Rajangan Madura Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, Kadar Air pada Pengeringan Daun Tembakau Rajangan Madura HUMAIDILLAH KURNIADI WARDANA 1) Program Studi Teknik Elektro Universitas Hasyim Asy Ari. Jl. Irian Jaya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Menurut Brooker et al. (1974) terdapat beberapa kombinasi waktu dan suhu udara pengering dimana komoditas hasil pertanian dengan kadar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Tanpa Beban Untuk mengetahui profil sebaran suhu dalam mesin pengering ERK hibrid tipe bak yang diuji dilakukan dua kali percobaan tanpa beban yang dilakukan pada

Lebih terperinci

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN Perbaikan mutu benih (fisik, fisiologis, dan mutu genetik) untuk menghasilkan benih bermutu tinggi tetap dilakukan selama penanganan pasca panen. Menjaga mutu fisik dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Termal Kayu Meranti (Shorea Leprosula Miq.) Karakteristik termal menunjukkan pengaruh perlakuan suhu pada bahan (Welty,1950). Dengan mengetahui karakteristik termal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Prinsip pengeringan lapisan tipis pada dasarnya adalah mengeringkan bahan sampai kadar air bahan mencapai kadar air keseimbangannya. Sesuai

Lebih terperinci

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK

SIMPULAN UMUM 7.1. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI PENGERING ERK VII. SIMPULAN UMUM Berdasarkan serangkaian penelitian yang telah dilakukan dan hasil-hasil yang telah dicapai, telah diperoleh disain pengering ERK dengan biaya konstruksi yang optimal dan dapat memberikan

Lebih terperinci

A. ANALISIS PENGERINGAN LAPISAN TIPIS

A. ANALISIS PENGERINGAN LAPISAN TIPIS 111. ANALISIS PENGERINGAN DAUN TEMBAKAU RAJANGAN A. ANALISIS PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Pada pengeringan lapisan tipis digunakan model semi. teoritik dari Henderson dan Perry (1982). Secara teoritis pengeringan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA AgroinovasI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA Dalam menghasilkan benih bermutu tinggi, perbaikan mutu fisik, fisiologis maupun mutu genetik juga dilakukan selama penanganan pascapanen. Menjaga mutu fisik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas hasil pertanian, terutama gabah masih memegang peranan penting sebagai bahan pangan pokok. Revitalisasi di bidang pertanian yang telah dicanangkan Presiden

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hardware Sistem Kendali Pada ISD Pada penelitian ini dibuat sistem pengendalian berbasis PC seperti skema yang terdapat pada Gambar 7 di atas. Pada sistem pengendalian ini

Lebih terperinci

Pengolahan tembakau adalah proses kiuring (curing) yang pada prinsipnya melalui dua tahap kegiatan masing masing (Wilson, 1987; Voges, 1984) :

Pengolahan tembakau adalah proses kiuring (curing) yang pada prinsipnya melalui dua tahap kegiatan masing masing (Wilson, 1987; Voges, 1984) : 11, TINJAUAN PUSTAKA A* PENGOLAHAN TEMBAKAU Pengolahan tembakau adalah proses kiuring (curing) yang pada prinsipnya melalui dua tahap kegiatan masing masing (Wilson, 1987; Voges, 1984) : 1. Memberikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. B. Alat dan Bahan. C. Parameter Pengeringan dan Mutu Irisan Mangga III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2011 sampai dengan Agustus 2011 di Laboratorium Pindah Panas serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

III. METODE PENELITIAN. dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen dan di Ruang Gudang Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KENTANG (SOLANUM TUBEROSUM L.) Tumbuhan kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas sayuran yang dapat dikembangkan dan bahkan dipasarkan di dalam negeri maupun di luar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penggunaan Kolektor Terhadap Suhu Ruang Pengering Energi surya untuk proses pengeringan didasarkan atas curahan iradisai yang diterima rumah kaca dari matahari. Iradiasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan Penyimpanan adalah salah satu tindakan pengamanan yang bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas produk. Penyimpanan pakan dalam industri

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan utama dalam pascapanen komoditi biji-bijian adalah susut panen dan turunnya kualitas, sehingga perlu diupayakan metode pengeringan dan penyimpanan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat III. MEODE PENELIIAN A. Waktu dan empat Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi Surya Leuwikopo, serta Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen eknik Pertanian, Fakultas eknologi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai September 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian dan di Laboratorium Rekayasa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spesifikasi Biji Jarak Pagar Tanaman jarak (Jatropha curcas L.) dikenal sebagai jarak pagar. Menurut Hambali et al. (2007), tanaman jarak pagar dapat hidup dan berkembang dari dataran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING Bambang Setyoko, Seno Darmanto, Rahmat Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik UNDIP Jl. Prof H. Sudharto, SH, Tembalang,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan selama Proses Pengeringan Kondisi lingkungan merupakan aspek penting saat terjadinya proses pengeringan. Proses pengeringan dapat memberikan pengaruh terhadap sifat

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc Email: rahadiandimas@yahoo.com JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA PUCUK DAUN TEH Pucuk teh sangat menentukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Parameter Fisik dan Organoleptik Pada Perlakuan Blansir 1. Susut Bobot Hasil pengukuran menunjukkan bahwa selama penyimpanan 8 hari, bobot rajangan selada mengalami

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

Uji Pembedaan Ikan Teri Kering pada Lama Pengeringan Berbeda dengan Ikan Teri Komersial dari Desa Tolotio Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo

Uji Pembedaan Ikan Teri Kering pada Lama Pengeringan Berbeda dengan Ikan Teri Komersial dari Desa Tolotio Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo Uji Pembedaan Ikan Teri Kering pada Lama Pengeringan Berbeda dengan Ikan Teri Komersial dari Desa Tolotio Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo 1.2 Rimin Lasimpala, 2 Asri Silvana aiu 2 Lukman Mile

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER

KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER Endri Yani* & Suryadi Fajrin Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas Kampus Limau Manis

Lebih terperinci

PASCA PANEN BAWANG MERAH

PASCA PANEN BAWANG MERAH PASCA PANEN BAWANG MERAH Oleh : Juwariyah BP3K Garum Indikator Keberhasilan : Setelah selesai mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu : a. Menjelaskan kembali pelayuan dan pengeringan bawang merah

Lebih terperinci

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil

dengan optimal. Selama ini mereka hanya menjalankan proses pembudidayaan bawang merah pada musim kemarau saja. Jika musim tidak menentu maka hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk didalamnya agribisnis. Kesepakatankesepakatan GATT, WTO,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar

Lebih terperinci

PENGERINGAN PADI Oleh : M Mundir BP3K Nglegok

PENGERINGAN PADI Oleh : M Mundir BP3K Nglegok PENGERINGAN PADI Oleh : M Mundir BP3K Nglegok I. LATAR BELAKANG Kegiatan pengeringan merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam usaha mempertahankan mutu gabah. Kadar air gabah yang baru dipanen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang perekonomian nasional dan menjadi

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penurunan Kadar Air Setelah melakukan penelitian pengeringan ikan dengan rata rata suhu ruang pengeringan sekitar 32,30 o C, suhu ruang hasil pembakaran 51,21 0 C dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea. sistimatika tanaman jagung yaitu sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, menurut Purwono dan Hartanto (2007), klasifikasi dan sistimatika tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen

I. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman jagung ( Zea mays L) sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Berdasarkan urutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penanganan Pasca Panen Lateks Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang masih segar 35 jam setelah penyadapan. Getah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama 38 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dalam 2 (dua) tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah pembuatan alat yang dilaksanakan di Laboratorium Mekanisasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat 20 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen, Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian (2017) TUJUAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan mutu yang diamati selama penyimpanan buah manggis meliputi penampakan sepal, susut bobot, tekstur atau kekerasan dan warna. 1. Penampakan Sepal Visual Sepal atau biasa

Lebih terperinci

Pada proses pengeringan terjadi pula proses transfer panas. Panas di transfer dari

Pada proses pengeringan terjadi pula proses transfer panas. Panas di transfer dari \ Menentukan koefisien transfer massa optimum aweiica BAB II LANDASAN TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Proses pengeringan adalah perpindahan masa dari suatu bahan yang terjadi karena perbedaan konsentrasi.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENYIMPANAN KOPI Penyimpanan kopi dilakukan selama 36 hari. Penyimpanan ini digunakan sebagai verifikasi dari model program simulasi pendugaan kadar air biji kopi selama penyimpanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi sumber daya ikan laut Indonesia pada tahun 2006 sebesar 4,8 juta ton dan

I. PENDAHULUAN. Potensi sumber daya ikan laut Indonesia pada tahun 2006 sebesar 4,8 juta ton dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan hasil lautnya. Potensi sumber daya ikan laut Indonesia pada tahun 2006 sebesar 4,8 juta ton dan meningkat menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Ikan Pengeringan merupakan cara pengawetan ikan dengan mengurangi kadar air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika kandungan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas LAMPIRAN 49 Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas 1. Jumlah Air yang Harus Diuapkan = = = 180 = 72.4 Air yang harus diuapkan (w v ) = 180 72.4 = 107.6 kg Laju penguapan (Ẇ v ) = 107.6 / (32 x 3600) =

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan beberapa hal pokok mengenai penelitian ini, yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tanaman tembakau memiliki sistem perakaran yang relatif dangkal, namun sangat peka terhadap drainase yang kurang baik, sehingga persediaan air yang cukup didalam

Lebih terperinci

PENGOLAHAN PRODUK PASCA PANEN HASIL PERIKANAN DI ACEH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA

PENGOLAHAN PRODUK PASCA PANEN HASIL PERIKANAN DI ACEH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN PRODUK PASCA PANEN HASIL PERIKANAN DI ACEH MENGGUNAKAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA Faisal Amir 1, Jumadi 2 Prodi Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Malikussaleh

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani Oleh: Ir. Nur Asni, MS PENDAHULUAN Tanaman kopi (Coffea.sp) merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan sebagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Coba Lapang Paremeter suhu yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu lingkungan, kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi produktivitas

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Sifat-sifat Fisik dan Mekanik Edible film. Analisis terhadap sifat-sifat fisik, mekanik dan biologis edible filmini meliputi:

Lampiran 1. Analisis Sifat-sifat Fisik dan Mekanik Edible film. Analisis terhadap sifat-sifat fisik, mekanik dan biologis edible filmini meliputi: 55 Lampiran 1. Analisis Sifat-sifat Fisik dan Mekanik Edible film Analisis terhadap sifat-sifat fisik, mekanik dan biologis edible filmini meliputi: a. Pengukuran Ketebalan Film (McHugh dan Krochta, 1994).

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada

III. METODOLOGI PENELITIAN. pengeringan tetap dapat dilakukan menggunakan udara panas dari radiator. Pada III. METODOLOGI PENELITIAN Alat pengering ini menggunakan sistem hibrida yang mempunyai dua sumber panas yaitu kolektor surya dan radiator. Saat cuaca cerah pengeringan menggunakan sumber panas dari kolektor

Lebih terperinci

PEDOMAN PENANGANAN PASCAPANEN TEMBAKAU

PEDOMAN PENANGANAN PASCAPANEN TEMBAKAU 2012, No.913 6 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56/PERMENTAN/OT.140/9/2012 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PASCAPANEN TEMBAKAU PEDOMAN PENANGANAN PASCAPANEN TEMBAKAU I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Cara pengeringan. Cara pengeringan akan menentukan kualitas hay dan biaya yang diperlukan.

Cara pengeringan. Cara pengeringan akan menentukan kualitas hay dan biaya yang diperlukan. Cara pengeringan Cara pengeringan akan menentukan kualitas hay dan biaya yang diperlukan. Prinsip pengeringan adalah CEPAT agar penurunan kualitas dapat ditekan. Cara pengeringan 1. Sinar matahari. Untuk

Lebih terperinci

Gambar 17. Tampilan Web Field Server

Gambar 17. Tampilan Web Field Server IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KALIBRASI SENSOR Dengan mengakses Field server (FS) menggunakan internet explorer dari komputer, maka nilai-nilai dari parameter lingkungan mikro yang diukur dapat terlihat.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Metode Pengusangan Cepat Benih Kedelai dengan MPC IPB 77-1 MM Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan metode pengusangan cepat benih kedelai menggunakan

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN Paper Pendugaan Umur Simpan Produk Kopi Instan Formula Merk-Z Dengan Metode Arrhenius, kami ambil dari hasil karya tulis Christamam Herry Wijaya yang merupakan tugas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN SERI I 4.1.1. Perubahan Kapasitas Antioksidan Bir Pletok Selama Penyimpanan Penentuan kapasitas antioksidan diawali dengan menentukan persamaan kurva standar asam

Lebih terperinci

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi Besarnya radiasi yang diserap atau dipantulkan, baik oleh permukaan bumi atau awan berubah-ubah tergantung pada ketebalan awan, kandungan uap air, atau jumlah partikel debu Radiasi datang (100%) Radiasi

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING PISANG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 4,5 kg PER-SIKLUS Tugas Akhir Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ELWINSYAH SITOMPUL

Lebih terperinci

MESIN PENGERING HANDUK DENGAN ENERGI LISTRIK

MESIN PENGERING HANDUK DENGAN ENERGI LISTRIK Volume Nomor September MESIN PENGERING HANDUK DENGAN ENERGI LISTRIK Kurniandy Wijaya PK Purwadi Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Indonesia Email : kurniandywijaya@gmail.com

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dalam penelitian pengeringan kerupuk dengan menggunakan alat pengering tipe tray dengan media udara panas. Udara panas berasal dari air keluaran ketel uap yang sudah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik dan Mekanik Media Tanam Hasil pengujian sifat fisik dan mekanik media tanam pada penelitian ini berupa densitas partikel, kerapatan lindak dan porositas, tahanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

DIREKTORAT PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 i

DIREKTORAT PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 i PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN PASCAPANEN TEMBAKAU DIREKTORAT PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 i PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN PASCAPANEN TEMBAKAU Penanggung

Lebih terperinci