HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan Penyimpanan adalah salah satu tindakan pengamanan yang bertujuan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas produk. Penyimpanan pakan dalam industri peternakan mempunyai peranan yang sangat penting untuk kelangsungan produksi yang menunjang ketersediaan pakan dengan kualitas baik saat diberikan kepada ternak. Kemasan yang digunakan pada penelitian ini adalah karung plastik yang sudah umum digunakan dalam industri besar. Pengemasan terhadap produk bertujuan untuk melindungi produk dari pengaruh oksidasi dan mencegah terjadinya kontaminasi dengan udara luar. Pengamatan dilakukan dari bulan Januari sampai Februari di dalam ruang penyimpanan berukuran 5x4x3 m 3 yang bertempat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB. Bahan disimpan di atas pallet dengan metode tumpukan bata mati. Tumpukan bata mati adalah penyusunan karung-karung dengan posisi lapisan pertama sejajar dengan lapisan kedua, ketiga dan seterusnya sampai lapisan teratas. Pallet digunakan untuk menghindari kontak langsung dengan lantai agar tidak mempercepat proses kerusakan bahan. Rataan suhu dan kelembaban lokasi penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Suhu dan Kelembaban selama Penyimpanan M0-M2 M2-M4 M4-M6 Suhu ( º C) 26,38 ± 1,10 26,37 ± 1,50 27,08 ± 1,52 RH (%) 81,94 ± 5,64 79,00 ± 6,61 75,18 ± 5,67 Suhu dan kelembaban merupakan faktor yang sangat penting dalam penyimpanan pakan terutama akan mempengaruhi sifat fisik bahan dan pertumbuhan serangga. Selain itu, suhu dan kelembaban juga akan mempengaruhi kandungan air suatu bahan sehingga akan memungkinkan pertumbuhan dan berkembangnya mikroorganisme perusak. Menurut Imdad dan Nawangsih (1995), lingkungan hidup yang ideal bagi pertumbuhan serangga yaitu pada suhu º C dengan kelembaban 70%. Tabel 5 menunjukkan bahwa rataan suhu ruang penyimpanan masih ideal, namun ruang penyimpanan memiliki kelembaban sangat tinggi. Kelembaban yang 17

2 tinggi dapat mempercepat pertumbuhan dan berkembangnya mikroorganisme perusak. Kelembaban yang tinggi juga akan menyebabkan terjadinya penyerapan uap air dari udara yang akan mengakibatkan bahan lembab yang berpengaruh terhadap kenaikan kadar air. Rataan Suhu dan Kelembaban antara Pagi, Siang, Sore, dan Malam dapat dilihat pada Tabel 6. Perbandingan suhu dan kelembaban (RH) pada pagi, siang, sore, dan malam hari selama penyimpanan mempunyai korelasi yang negatif, bila suhu udara tinggi maka kelembabannya rendah dan bila suhu rendah maka kelembaban tinggi. Rataan suhu pada pagi hari selama penyimpanan yaitu 24,85-25,37 º C. Pada siang hari rataan suhu meningkat menjadi 27,31-28,93 º C, kemudian menurun kembali di sore hari menjadi 26,91-27,53 º C, dan malam hari rataan menjadi 25,91-26,51 º C. Rataan kelembaban pada pagi hari berkisar 80,87%-86,21%, menurun pada siang hari menjadi 69,07%-80,36%, naik kembali di sore hari menjadi 73,73%-79,79% dan malam hari rataan menjadi 77,07%-81,43%. Tabel 6. Rataan Suhu dan Kelembaban antara Pagi, Siang, Sore dan Malam selama Penyimpanan M0-M2 M2-M4 M4-M6 Pagi (07.00) 25,29 ± 0,46 24,85 ± 0,48 25,37 ± 0,64 Suhu ( º C) Siang ( ,31 ± 1,05 27,74 ± 1,37 28,93 ± 0,77 Sore (17.00) 26,91 ± 0,78 26,99 ± 1,07 27,53 ± 0,73 Malam (21.00) 26,06 ± 0,74 25,91 ± 1,06 26,51 ± 0,89 Pagi (07.00) 86,21 ± 3,26 84,71 ± 4,42 80,87 ± 2,80 RH (%) Siang ( ,36 ± 6,33 74,93 ± 7,65 69,07 ± 4,43 Sore (17.00) 79,79 ± 4,67 77,00 ± 5,40 73,73 ± 4,11 Malam (21.00) 81,43 ± 5,88 79,36 ± 4,44 77,07 ± 3,21 Menurut Imdad dan Nawangsih (1995), kisaran suhu dan kelembaban nisbi ruang penyimpanan yang baik untuk kadar air bahan yang aman adalah º C dan 70%-75%, ini menunjukkan bahwa ruang penyimpanan selama penelitian tidak aman digunakan untuk penyimpanan, karena memiliki kelembaban yang tinggi yaitu sebesar 75,18%-81,94%. Fluktuasi suhu dan kelembaban lingkungan penyimpanan secara alamiah akan menyebabkan terjadinya perpindahan uap air dari bahan sehingga akan mendorong terjadinya kerusakan fisik pada pakan yang disimpan. 18

3 Karakteristik Fisik Pellet Indigofera zollingeriana dan Leucaenaa leucocephala Pellet daun Indigofera zollingerianaa dan Leucaena leucocephala yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki ukuran diameter 3 mm dan memiliki panjang ± 2 cm. Berdasarkan pengamatann fisik, empat pellet perlakuan yang dihasilkan memiliki bau yang hampir menyerupai bau teh, sedangkan untuk warna pellet (R1) dengan kandungan kandungan 30% Leucaena leucocephala (lamtoro) memiliki warna hijau yang lebih terlihat gelap dibandingkan perlakuan pellet lain. Tekstur pellet perlakuan berdasarkan pengamatan fisik memilikii tekstur yang halus. Pellet daun Indigofera zollingeriana dan Leucaenaa leucocephala hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Pellet Daun Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala dengan berbagai kombinasi taraf, R1, R2, R3, dan R4. Sifat Fisik Pemahaman tentang sifat bahan serta perubahan yang terjadi pada pakan dapat digunakan untuk menilai dan menetapkan mutu pakan, selain itu pengetahuan tentang sifat fisik dapat digunakann untuk menentukan nilai efisiensi suatu proses penanganan, pengolahan dan penyimpanann (Wirakartakusumah et al, 1992). 19

4 Beberapa sifat fisik yang diukur terdiri dari kadar air, aktivitas air, berat jenis, sudut tumpukan, ukuran partikel, kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, dan Pellet Durability Index. Kadar Air Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan sangat berbeda nyata (P<0,01) dalam meningkatkan kadar air pellet (Tabel 7). Kombinasi hijauan serta interaksi antara lama penyimpanan dan kombinasi hijauan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air pellet. Tabel 7. Rataan Kadar Air Pellet pada Berbagai Perlakuan Taraf Kombinasi Hijauan dan Lama Penyimpanan yang Berbeda (%) Lama Penyimpanan (minggu) Perlakuan Rataan R1 12,099 ± 3,200 13,258 ± 0,483 13,505 ± 0,242 13,330 ± 0,522 13,048 ± 0,641 R2 10,928 ± 0,828 12,540 ± 0,593 13,595 ± 0,197 13,717 ± 0,434 12,695 ± 1,291 R3 12,733 ± 2,545 13,093 ± 0,133 13,621 ± 0,084 13,750 ± 0,266 13,299 ± 0,473 R4 11,122 ± 0,069 13,192 ± 0,423 13,825 ± 0,141 13,892 ± 0,245 13,008 ± 1,296 Rataan 11,720 ± 0,847 B 13,021 ± 0,327 A 13,636 ± 0,135 A 13,672 ± 0,240 A Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) R1 = 30% Leucaena leucocephala + 0% Indigofera zollingeriana; R2 = 20% Leucaena leucochepala + 10% Indigofera zollingeriana; R3 = 10% Leucaena leucocephala + 20% Indigofera zollingeriana; R4 = 0% Leucaena leucocephala + 30% Indigofera zollingeriana Kadar air akan menentukan daya simpan suatu bahan pakan. Semakin lama penyimpanan akan mengakibatkan kadar air yang semakin meningkat (Yuliastanti, 2001). Perubahan kadar air juga dapat disebabkan pengaruh suhu dan kelembaban selama penyimpanan. Bila kelembaban udara ruang penyimpanan tinggi maka akan terjadi absorpsi uap air dari udara ke pellet yang menyebabkan kadar air pellet meningkat. Pernyataan tersebut didukung oleh Winarno et al., (1980) bahwa kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi (RH) udara sekitarnya, bila kadar air bahan rendah atau suhu bahan tinggi sedangkan RH disekitarnya tinggi maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi lembab atau kadar air bahan menjadi tinggi. 20

5 Aktivitas Air Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa waktu penyimpanan sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap aktivitas air dan interaksi antara taraf kombinasi hijauan dengan lama penyimpanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap aktivitas air. Rataan nilai Aw pellet dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Rataan Aktivitas Air Pellet pada Berbagai Perlakuan Taraf Kombinasi Hijauan dan Lama Penyimpanan yang Berbeda Lama Penyimpanan (minggu) Perlakuan Rataan R1 0,83 pp 0,84 pp 0,84 pp 0,80 qq 0,83 R2 0,83 pp 0,83 pp 0,84 pp 0,79 qq 0,82 R3 0,83 pp 0,83 pp 0,84 pp 0,80 qq 0,83 R4 0,84 pp 0,83 pp 0,83 pp 0,82 qp 0,83 Rataan 083 A 0,83 A 0,84 A 0,80 B Keterangan: Superskrip A dan B pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) Superskrip P dan Q menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) pada kolom yang sama Superskrip p dan q menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) pada baris yang sama R1 = 30% Leucaena leucocephala + 0% Indigofera zollingeriana; R2 = 20% Leucaena leucochepala + 10% Indigofera zollingeriana; R3 = 10% Leucaena leucocephala + 20% Indigofera zollingeriana; R4 = 0% Leucaena leucocephala + 30% Indigofera zollingeriana Interaksi antara taraf kombinasi hijauan dengan lama penyimpanan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap aktivitas air pellet penelitian. Nilai aktivitas air pellet penelitian berbeda setiap minggunya (Gambar 4). Pada pellet R1, nilai aktivitas air tertinggi ada pada minggu ke-2 dan ke-3. Pada pellet R2 dan R3 nilai aktivitas air tertinggi ada pada minggu ke-4. Pada pellet R4 nilai aktivitas tertinggi ada pada minggu ke-0. Nilai aktivitas air pellet mengalami titik terendah pada minggu ke-6. Penurunan maupun peningkatan aktivitas air dimungkinkan karena selama pengukuran terjadi kenaikan dan penurunan kelembaban dan suhu lingkungan serta disebabkan oleh adanya pertumbuhan jamur mulai minggu ke-4 di hampir semua pellet perlakuan. Hasil analisa menunjukkan kisaran nilai Aw pellet adalah 0,79 0,84 (Tabel 8). Nilai aktivitas air ini berarti jumlah air bebas yang digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme sebanyak %. Kisaran nilai Aw ini dinilai terlalu tinggi karena melebihi batas minimum aktivitas air yaitu sebesar 0,7 (Winarno, 1997). Tingginya nilai Aw dapat menyebabkan berkembangnya mikroorganisme perusak. 21

6 Gambar 4. Grafik Interaksi Waktu Penyimpanan dan Taraf Kombinasi Hijauan terhadap Aktivitas Air Pellet Berat Jenis Lama penyimpanan, kombinasi Indigofera zollingeriana dan Leucaena leucocephala serta interaksi kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap berat jenis pellet. Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian Agustina (2005) yang menyatakan bahwa berat jenis antar perlakuan baik pada mash maupun pellet menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata karena ruang antar partikel dalam mash maupun pellet sudah terisi air selama proses pengurangan (pengecilan) ukuran partikel dan selama proses produksi berlangsung. Rataan berat jenis selama waktu penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Rataan Berat Jenis Pellet pada Berbagai Perlakuan Taraf Kombinasi Hijauan dan Lama Penyimpanan yang Berbeda (kg/m 3 ) Perlakuan Lama Penyimpanan (minggu) Rataan R1 1277,67±47, ,33±47, ,00±00, ,33±47, ,58±26,48 R2 1277,67±47, ,00±00, ,00±41, ,67±47, ,83±26,20 R3 1305,33±47, ,00±00, ,67±43, ,00±00, ,75±17,76 R4 1277,67±47, ,33±47, ,67±47, ,33±47, ,50±15,97 Rataan 1284,59±13, ,17±15, ,59±21, ,33±22,59 Keterangan: R1 = 30% Leucaena leucocephala + 0% Indigofera zollingeriana; R2 = 20% Leucaena leucochepala + 10% Indigofera zollingeriana; R3 = 10% Leucaena leucocephala + 20% Indigofera zollingeriana; R4 = 0% Leucaena leucocephala + 30% Indigofera zollingeriana 22

7 Berat jenis pellet dengan kombinasi taraf hijauan dan penyimpanan selama 6 minggu berkisar antara 1284, ,75 kg/m 3. Semakin tinggi berat jenis, semakin meningkatkan kapasitas ruang penyimpanan dan memudahkan pengangkutan (Syarifudin, 2001). Komposisi kimia pakan turut mempengaruhi sifat fisik terutama terhadap nilai kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan, dan berat jenis pakan (Suadnyana, 1998). Sudut Tumpukan Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai sudut tumpukan pellet. Taraf kombinasi hijauan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai sudut tumpukan, sedangkan interaksi terhadap kedua faktor tidak berpengaruh nyata. Rataan sudut tumpukan selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 10. Sudut tumpukan yang terbentuk pada perlakuan taraf kombinasi hijauan berkisar antara 21,23º-22,32º. Pellet yang mengandung 10% lamtoro dan 20% Indigofera zollingeriana (R3) adalah pellet yang memiliki sudut tumpukan tertinggi sebesar ± 2.90º. Sudut tumpukan berpengaruh terhadap kemudahan dalam pengangkutan pakan dan kecepatan aliran pellet. Semakin lama bahan disimpan sangat nyata meningkatkan nilai sudut tumpukan. Peningkatan nilai sudut tumpukan mengandung arti bahwa dengan semakin lama waktu penyimpanan maka pellet tersebut semakin sulit bergerak, hal itu mungkin karena perlengketan antar partikel pellet karena meningkatnya nilai kadar air. Peningkatan kadar air yang meningkat akan menambahkan gaya berat pakan dan menurunkan puncak tumpukannya, sehingga sudut tumpukan semakin meningkat (Suadnyana, 1998). Pernyataan tersebut juga didukung oleh penelitian Baryeh (2002) yang menyatakan bahwa nilai sudut tumpukan dipengaruhi oleh kadar air, semakin tinggi kadar air maka akan meningkatkan nilai sudut tumpukan. Berdasarkan Tabel 10, bahan yang digunakan pada penelitian ini termasuk dalam kategori bahan yang sangat mudah mengalir karena sudut tumpukan yang terbentuk berkisar antara 20º - 30º, sehingga dapat mempercepat proses pengangkutan maupun pembongkaran dalam industri pakan yang menggunakan alat mekanik dalam proses pengerjaannya. 23

8 Tabel 10. Rataan Nilai Sudut Tumpukan Pellet pada Berbagai Taraf Kombinasi Hijauan dan Lama Penyimpanan yang Berbeda (º) Perlakuan Lama Penyimpanan (minggu) Rataan R1 17,85±1,59 21,60±0,72 22,40±0,98 23,20±1,00 21,26 ± 2,37 b R2 18,87±0,58 21,63±0,29 21,53±1,61 23,70±1,00 21,43 ± 1,98 b R3 18,53±0,29 21,60±1,21 24,17±1,27 24,97±1,21 22,32 ± 2,90 a R4 17,67±1,55 21,47±0,29 22,40±0,98 23,37±0,29 21,23 ± 2,50 b Rataan 18,23±0,56 D 21,58±0,07 C 22,63±1,11 B 23,81±0,80 A Keterangan : Superskrip a dan b menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) pada kolom yang sama Superskrip A, B, C, D menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) pada baris yang sama R1 = 30% Leucaena leucocephala + 0% Indigofera zollingeriana; R2 = 20% Leucaena leucochepala + 10% Indigofera zollingeriana; R3 = 10% Leucaena leucocephala + 20% Indigofera zollingeriana; R4 = 0% Leucaena leucocephala + 30% Indigofera zollingeriana Ukuran Partikel Taraf kombinasi hijauan, lama penyimpanan dan interaksi antara taraf kombinasi hijauan dan lama penyimpanan menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap ukuran partikel. Rataan ukuran partikel selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Rataan Nilai Ukuran Partikel Pellet pada Berbagai Taraf Kombinasi Hijauan dan Lama Penyimpanan yang Berbeda (mm) Perlakuan Lama Penyimpanan Rataan R1 7,79 rq 7,58 rq 7,47 rq 7,97 rq 7,70 B R2 7,43 rq 7,63 rq 7,54 rq 7,79 rq 7,60 B R3 7,42 rq 8,02 qp 8,58 qp 8,70 qp 8,18 A R4 7,60 rq 8,19 qp 8,29 qp 9,40 pp 8,37 A Rataan 7,56 D 7,85 C 7,97 B 8,47 A Keterangan : Superskrip A, B, C, D yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) Superskrip P, Q menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada kolom yang sama Superskrip p, q, r menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada baris yang sama R1 = 30% Leucaena leucocephala + 0% Indigofera zollingeriana; R2 = 20% Leucaena leucochepala + 10% Indigofera zollingeriana; R3 = 10% Leucaena leucocephala + 20% Indigofera zollingeriana; R4 = 0% Leucaena leucocephala + 30% Indigofera zollingeriana 24

9 Interaksi antara kombinasi taraf hijauan dan lama penyimpanan menunjukkan peningkatan nilai ukuran partikel semakin lama waktu penyimpanan (Tabel 11). Ukuran partikel tertinggi adalah perlakuan R4 minggu ke-6 yaitu sebesar 9,40 mm. Nilai ukuran partikel terendah adalah pada perlakuan R3 minggu ke-0 sebesar 7,42 mm. Hasil ukuran partikel pellet perlakuan termasuk dalam kategori bahan kasar (UP > 1,79-13,33 mm) (Henderson dan Perry, 1981). Gambar 5. Grafik Interaksi Waktu Penyimpanan dan Taraf Kombinasi Hijauan terhadap Ukuran Partikel Pellet Semakin lama pellet disimpan maka akan menaikkan nilai ukuran partikel (Tabel 11). Ukuran partikel paling tinggi yaitu pada pellet R4 dan R3 yang mengandung 30% dan 20% Indigofera zollingeriana sedangkan ukuran partikel partikel paling rendah pada perlakuan R2 dan R1 yang mengandung 30% dan 20% Leucaena leucocephala. Nilai ukuran partikel menaik bersamaan dengan meningkatnya kadar air selama penyimpanan, hal ini sesuai dengan penelitian Al- Mahasneh dan Rababah (2007) yang menyatakan bahwa ukuran partikel meningkat seiring dengan meningkatnya kadar air. Uji regresi antara kadar air dengan ukuran partikel selama penyimpanan menunjukkan hubungan yang linier (r = 39,8%) dengan persamaan y = 0,144x + 6,052 dengan y adalah ukuran partikel dan x adalah kadar air. Grafik garis hubungan antara ukuran dengan kadar air dapat dilihat pada Gambar 5. Hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan kadar air dengan ukuran partikel memiliki hubungan yang positif, yaitu semakin tinggi kadar air maka mempengaruhi meningkatnya nilai ukuran partikel. 25

10 Gambar 6. Grafik Hubungan Linear antara Kadar Air dengan Ukuran Partikel Kerapatan Tumpukan Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa taraf kombinasi hijauan, lama penyimpanan dan interaksi antara kombinasi taraf hijauan dengan lama penyimpanan menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kerapatan tumpukan pellet. Rataan nilai kerapatan tumpukan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Rataan Kerapatan Tumpukan Pellet pada Berbagai Taraf Kombinasi Hijauan dan Lama Penyimpanan yang berbeda (kg/m 3 ) Perlakuan Lama Penyimpanan (minggu) Rataan R1 616,45 pp 562,57 qq 549,07 qq 556,44 qq 571,13 B R2 612,28 pp 600,28 pp 566,14 qq 594,23 pp 593,24 A R3 594,33 pq 579,22 pq 569,19 pq 532,55 qq 568,82 B R4 582,99 pq 584,43 pp 528,58 qq 547,24 qq 560,81 B Rataan 601,52 A 581,63 B 553,24 C 557,62 C Keterangan : Superskrip A, B, C menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) pada kolom dan baris yang sama Superskrip P, Q menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada kolom yang sama Superskrip p, q menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada baris yang sama R1 = 30% Leucaena leucocephala + 0% Indigofera zollingeriana; R2 = 20% Leucaena leucochepala + 10% Indigofera zollingeriana; R3 = 10% Leucaena leucocephala + 20% Indigofera zollingeriana; R4 = 0% Leucaena leucocephala + 30% Indigofera zollingeriana Berdasarkan data pada Tabel 12, nilai kerapatan tumpukan pellet R4 sebesar 560,81 kg/m 3, yang berarti dalam 1 m 3 ruang penyimpanan dapat menampung pellet 26

11 sebesar 560,81 kg. Pada pellet R2, nilai kerapatan tumpukannya sebesar 593,24 kg/m 3 yang berarti dalam 1 m 3 mampu menampung seberat 593,235 kg. Jadi, untuk menampung berat ransum yang sama, pellet R2 memerlukan tempat yang lebih besar daripada pellet R4. Gambar 7. Grafik Interaksi Waktu Penyimpanan dan Taraf Kombinasi Hijauan terhadap Kerapatan Tumpukan Pellet Interaksi antara lama penyimpanan dengan taraf kombinasi hijauan pellet menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kerapatan tumpukan pellet penelitian. Nilai kerapatan tumpukkan pellet pada semua perlakuan mengalami penurunan hingga minggu ke-4, namun pada minggu ke-6 cenderung menaik nilai kerapatan tumpukannya di semua perlakuan. Pada minggu ke-0 pellet R1 memiliki nilai KT (kerapatan tumpukan) paling tinggi. Pada minggu ke-2 pellet R2 memiliki nilai KT paling tinggi dan R1 yang yang paling rendah. Di minggu ke-4 terjadi penurunan nilai KT di semua pellet perlakuan, namun R3 memiliki nilai KT yang tertinggi. Pada minggu ke-6 terjadi peningkatan nilai KT untuk pellet R2 memiliki nilai tertinggi sedangkan pellet R3 tetap mengalami penurunan dan nilai KT-nya yang terendah. Semakin lama bahan disimpan, akan nyata menurunkan kerapatan tumpukan (Tabel 12). Kerapatan tumpukan tertinggi pada minggu ke-0 yaitu sebesar 601,52 kg/m 3 dan terus menurun sampai minggu ke-4 sebesar 553,24 kg/m 3 dan sedikit menaik di minggu ke-6 sebesar 557,62 kg/m 3. Penurunan dan peningkatan nilai kerapatan tumpukan mungkin disebabkan karena pengaruh suhu dan kelembaban ruang penyimpanan. Kandungan air yang semakin meningkat menyebabkan bahan 27

12 semakin mengembang sehingga volume ruang yang dibutuhkan menjadi besar sebagaimana dinyatakan oleh Suadnyana (1998) bahwa nilai kerapatan tumpukan bahan semakin menurun dengan semakin tingginya level penyemprotan air atau meningkatnya kandungan air. Taraf kombinasi Hijauan juga memberikan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kerapatan tumpukan. Gambar 8. Hubungan antara Kadar Air dengan Kerapatan Tumpukan Hubungan korelasi antara kerapatan tumpukan dan kadar air menunjukkan persamaan y = -16,51x + 784,5 dengan nilai r sebesar 72,11%. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa hubungan kerapatan tumpukan dan kadar air memiliki korelasi yang negatif, yaitu semakin kecil nilai kerapatan tumpukan makan semakin tinggi nilai kadar airnya. Kerapatan Pemadatan Tumpukan Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh kombinasi taraf hijauan, lama penyimpanan dan interaksi antara taraf hijauan dengan lama penyimpanan menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kerapatan tumpukan pellet. Rataan nilai kerapatan pemadatan tumpukan dapat dilihat pada Tabel 13. Hasil uji lanjut memperlihatkan bahwa nilai KPT R2 berbeda nyata dengan R1, R3, dan R4. Rataan nilai KPT R2 memiliki nilai tertinggi dibanding pellet perlakuan lainnya sebesar 637,66 kg/m 3 (Tabel 13). Semakin tinggi nilai kerapatan pemadatan tumpukan maka volume ruang yang ditempati pellet menjadi lebih kecil. Semakin lama penyimpanan maka menurunkan nilai kerapatan pemadatan tumpukan hingga minggu ke-4, namun pada minggu ke-6 cenderung menaik nilai 28

13 kerapatan pemadatan tumpukannya. Kerapatan pemadatan tumpukan tertinggi adalah pemadatan perlakuan R2 minggu ke-0 sebesar 657,26 kg/m 3. Nilai kerapatan pemadatan tumpukan terendah ada pada perlakuan R3 minggu ke-4 sebesar kg/m 3 (Tabel 13). Tabel 13. Rataan Kerapatan Pemadatan Tumpukan Pellet pada Berbagai Kombinasi Taraf Hijauan dan Lama Penyimpanan yang Berbeda (kg/m 3 ) Perlakuan Lama Penyimpanan (minggu) Rataan R1 629,48 qq 608,29 qq 573,68 rq 625,05 qq 609,12 B R2 657,26 pp 627,19 qq 640,88 pp 625,31 qq 637,66 A R3 643,64 pp 616,45 qq 568,96 rq 608,29 qq 609,34 B R4 634,23 qp 610,69 qq 602,85 qq 602,23 qq 612,51 B Rataan 641,15 A 615,65 B 596,59 C 615,22 B Keterangan : Superskrip A, B, C menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) pada kolom dan baris yang sama Superskrip P, Q menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada kolom yang sama Superskrip p, q, r menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada baris yang sama R1 = 30% Leucaena leucocephala + 0% Indigofera zollingeriana; R2 = 20% Leucaena leucochepala + 10% Indigofera zollingeriana; R3 = 10% Leucaena leucocephala + 20% Indigofera zollingeriana; R4 = 0% Leucaena leucocephala + 30% Indigofera zollingeriana Kerapatan pemadatan tumpukan juga dipengaruhi oleh kadar air. Penurunan kerapatan pemadatan tumpukan terjadi seiring meningkatnya kadar air selama penyimpanan. Penurunan kerapatan pemadatan tumpukan pada saat kandungan air tinggi disebabkan oleh terbukanya pori-pori permukaan partikel pellet tersebut, sehingga pada saat penambahan kandungan air, pellet tersebut mengembang yang menyebabkan volume ruang yang dibutuhkan semakin besar (Suadnyana, 1998). Pellet Durability Index Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa taraf kombinasi hijauan dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai Pellet Durability Index (PDI). Interaksi antara taraf kombinasi hijauan dan lama penyimpanan tidak berpengaruh terhadap nilai Pellet Durability Index. Rataan nilai Pellet Durability Index selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel

14 Tabel 14. Rataan Nilai Pellet Durability Index pada Berbagai Taraf Kombinasi Hijauan dan Lama Penyimpanan yang Berbeda (%) Perlakuan Lama Penyimpanan (minggu) Rataan R1 99,05±0,25 98,65±0,10 98,90±0,20 98,73±0,09 98,83±0,18 C R2 99,32±0,17 99,11±0,22 99,14±0,11 99,10±0,18 99,17±0,10 B R3 99,43±0,15 99,25±0,14 99,17±0,27 99,23±0,33 99,27±0,11 A R4 99,47±0,09 99,43±0,08 99,35±0,06 99,18±0,22 99,36±0,13 A Rataan 99,32±0,19 A 99,11±0,33 B 99,14±0,18 B 99,06±0,23 B Keterangan : Superskrip A, B, dan C pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) R1 = 30% Leucaena leucocephala + 0% Indigofera zollingeriana; R2 = 20% Leucaena leucochepala + 10% Indigofera zollingeriana; R3 = 10% Leucaena leucocephala + 20% Indigofera zollingeriana; R4 = 0% Leucaena leucocephala + 30% Indigofera zollingeriana Hasil analisa menunjukkan nilai Pellet Durability Index berada pada kisaran 98,83 99,36% (Tabel 10) yang menunjukkan bahwa nilai tersebut berada di atas nilai minimum yang disarankan oleh Dozier (2001) yaitu 80%, sehingga dalam penelitian ini memberikan kecenderungan bahwa pellet dapat disimpan lebih lama. Uji lanjut pada Pellet Durability Index menunjukkan bahwa perlakuan taraf kombinasi hijauan dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) menurunkan nilai Pellet Durability Index. Nilai PDI yang paling tinggi ada pada perlakuan pellet R4 yaitu sebesar 99,36% dan nilai PDI terendah yaitu pada pellet R1 sebesar 98,83% (Tabel 14). Pellet perlakuan kombinasi hijauan memiliki nilai PDI yang baik. Pellet yang mengandung 20% dan 30% Indigofera zollingeriana yaitu R3 dan R4 memiliki nilai PDI yang lebih baik dibandingkan pellet yang mengandung 20% dan 30% Leucaena leucocephala yaitu R1 dan R2. Menurut McEllhiney (1994) faktor-faktor yang mempengaruhi Pellet Durability Index adalah: 1) Karakteristik bahan baku, dalam hal ini faktor yang dimaksud adalah protein, lemak, serat, pati, density (kepadatan), tekstur dan air, serta kestabilan karakteristik bahan akan menghasilkan kualitas pellet yang baik, dan 2) ukuran partikel. Berdasarkan Tabel 14, diketahui bahwa semakin lama pellet disimpan, maka nilai PDI akan semakin menurun. PDI mengalami penurunan yang tidak terlalu signifikan sehingga pellet tetap memenuhi standar PDI yang baik yaitu 80%. Pellet 30

15 mengalami penurunan PDI selama penyimpanan, karena pellet mengalami penggumpalan dan kerapuhan sehingga kekuatan pellet berkurang. 31

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Pelet Daun Indigofera sp. Pelet daun Indigofera sp. yang dihasilkan pada penelitian tahap pertama memiliki ukuran pelet 3, 5 dan 8 mm. Berdasarkan hasil pengamatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penyimpanan Pellet Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan sangat berpengaruh terhadap sifat fisik dan pertumbuhan serangga pada pellet yang disimpan. Ruang penyimpanan

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN KOMBINASI Indigofera zollingeriana DAN Leucaena leucocephala TERHADAP KUALITAS FISIK PELLET SKRIPSI WIDYA ARY HANDOKO

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN KOMBINASI Indigofera zollingeriana DAN Leucaena leucocephala TERHADAP KUALITAS FISIK PELLET SKRIPSI WIDYA ARY HANDOKO PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN KOMBINASI Indigofera zollingeriana DAN Leucaena leucocephala TERHADAP KUALITAS FISIK PELLET SKRIPSI WIDYA ARY HANDOKO DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Alat dan Bahan Metode Proses Pembuatan Pelet

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Alat dan Bahan Metode Proses Pembuatan Pelet MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Agustus 2010 di Laboratorium Agrostologi, Laboratorium Industri Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu dari bulan Oktober sampai Desember 2011. Penyimpanan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, pengujian kualitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap 1: Uji Fisik dan Uji Kimia Bungkil Inti Sawit Bentuk Umum dan Rasio Produk Hasil Ayakan Penggilingan bungkil inti sawit menggunakan Hammer mill yang dilengkapi dengan saringan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran terbesar di Provinsi Lampung. Terdapat 4 kecamatan yang merupakan penghasil sayuran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur, rasa, dan aroma. Adapun hasil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur, rasa, dan aroma. Adapun hasil Nilai Organoleptik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Organoleptik Ikan Tongkol Asap Uji organoleptik/mutu hedonik ikan tongkol asap dinilai berdasarkan pada kriteria yaitu warna, kenampakan, tekstur,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Rumput gajah (Pennisetum purpureum)

TINJAUAN PUSTAKA. Rumput gajah (Pennisetum purpureum) TINJAUAN PUSTAKA Rumput gajah (Pennisetum purpureum) Rumput gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah marginal (Gambar 1). Tanaman ini juga dapat hidup pada tanah kritis dimana

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pengolahan, penanganan dan penyimpanan (Khalil, 1999 dalam Retnani dkk, 2011).

HASIL DAN PEMBAHASAN. pengolahan, penanganan dan penyimpanan (Khalil, 1999 dalam Retnani dkk, 2011). 22 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Berat Jenis Berat jenis merupakan perbandingan antara massa bahan terhadap volumenya. Berat jenis memegang peranan penting dalam berbagai proses pengolahan, penanganan dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KUALITAS DEDAK YANG DISIMPAM DALAM BERBAGAI JENIS KEMASAN

IDENTIFIKASI KUALITAS DEDAK YANG DISIMPAM DALAM BERBAGAI JENIS KEMASAN IDENTIFIKASI KUALITAS DEDAK YANG DISIMPAM DALAM BERBAGAI JENIS KEMASAN Identification of Quality Rice Bran Stored in Different Types of Packaging Maulia Ramahariah (1), Farida Fathul 2), dan Liman 2) ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis Kemasan dan Lama Penyimpanan terhadap Serangan Serangga dan Sifat Fisik Ransum Broiler Starter Berbentuk Crumble

Pengaruh Jenis Kemasan dan Lama Penyimpanan terhadap Serangan Serangga dan Sifat Fisik Ransum Broiler Starter Berbentuk Crumble Pengaruh Jenis Kemasan dan Lama Penyimpanan terhadap Serangan Serangga dan Sifat Fisik Ransum Yuli Retnani, Dimar Wigati, dan Abdul Djamil Hasjmy 1 Intisari Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui serangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi permasalahan yang dihadapi oleh para peternak. Faktor penghambat. kemarau terjadi kekurangan hijauan pakan ternak.

I. PENDAHULUAN. menjadi permasalahan yang dihadapi oleh para peternak. Faktor penghambat. kemarau terjadi kekurangan hijauan pakan ternak. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang berpotensi besar untuk penyediaan hijauan pakan, namun sampai saat ini ketersedian hijauan pakan ternak masih menjadi permasalahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Karakteristik teh hijau No Parameter SNI Menurut Nasution dan Tjiptadi (1975) 1 Keadaan - Rasa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI PRODUK Karakteristik produk diketahui dengan melakukan analisis proksimat terhadap produk teh hijau. Analisis proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik dan Mekanik Media Tanam Hasil pengujian sifat fisik dan mekanik media tanam pada penelitian ini berupa densitas partikel, kerapatan lindak dan porositas, tahanan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL

BAB V ANALISIS HASIL BAB V ANALISIS HASIL Pada bab ini membahas tentang analisis terhadap output yang didapatkan dan interpretasi hasil penelitian. Analisis hasil tersebut diuraikan dalam sub bab berikut ini. 5.1 ANALISIS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Pakan Biskuit pakan merupakan inovasi bentuk baru produk pengolahan pakan khusus untuk ternak ruminansia. Pembuatan biskuit pakan menggunakan prinsip dasar pembuatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan 14 METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua percobaan yaitu 1) Percobaan mengenai evaluasi kualitas nutrisi ransum komplit yang mengandung limbah taoge kacang hijau pada ternak domba dan 2)

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. 22 A. Kecernaan Protein Burung Puyuh BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Nilai Kecernaan Protein

Lebih terperinci

Cara pengeringan. Cara pengeringan akan menentukan kualitas hay dan biaya yang diperlukan.

Cara pengeringan. Cara pengeringan akan menentukan kualitas hay dan biaya yang diperlukan. Cara pengeringan Cara pengeringan akan menentukan kualitas hay dan biaya yang diperlukan. Prinsip pengeringan adalah CEPAT agar penurunan kualitas dapat ditekan. Cara pengeringan 1. Sinar matahari. Untuk

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hardware Sistem Kendali Pada ISD Pada penelitian ini dibuat sistem pengendalian berbasis PC seperti skema yang terdapat pada Gambar 7 di atas. Pada sistem pengendalian ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan selama Proses Pengeringan Kondisi lingkungan merupakan aspek penting saat terjadinya proses pengeringan. Proses pengeringan dapat memberikan pengaruh terhadap sifat

Lebih terperinci

UJI SIFAT FISIK DAN DAYA SIMPAN WAFER RANSUM KOMPLIT BERBASIS KULIT BUAH KAKAO

UJI SIFAT FISIK DAN DAYA SIMPAN WAFER RANSUM KOMPLIT BERBASIS KULIT BUAH KAKAO Jurnal Ilmiah Peternakan 1 (1) : 18-24 (2013) ISSN : 2337-9294 UJI SIFAT FISIK DAN DAYA SIMPAN WAFER RANSUM KOMPLIT BERBASIS KULIT BUAH KAKAO The Physical Characteristic and Storage Capacity of Wafer Complete

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elais guineensis) merupakan tanaman yang termasuk keluarga palma yang tumbuh baik di daerah tropis, di Nigeria disebut orbignya cohune. Awalnya tanaman ini dikembangkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 6. Kondisi Kandang Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 6. Kondisi Kandang Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Laboratorium Lapang Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor merupakan laboratorium lapang yang terdiri dari empat buah bangunan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Mulsa Vertikal terhadap Sifat Fisik Tanah 4.1.1 Infiltrasi Kumulatif Hasil analisis sidik ragam menunjukan pemberian mulsa vertikal tidak berbeda nyata

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc Email: rahadiandimas@yahoo.com JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA PUCUK DAUN TEH Pucuk teh sangat menentukan

Lebih terperinci

PENGARUH DIAMETER PELET DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS FISIK PELET DAUN LEGUM Indigofera sp. SKRIPSI UMMUL IZZAH SHOLIHAH

PENGARUH DIAMETER PELET DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS FISIK PELET DAUN LEGUM Indigofera sp. SKRIPSI UMMUL IZZAH SHOLIHAH PENGARUH DIAMETER PELET DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS FISIK PELET DAUN LEGUM Indigofera sp. SKRIPSI UMMUL IZZAH SHOLIHAH DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. 4.1 Angka Lempeng Total (ALT) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Angka lempeng total mikroba yang diperoleh dari hasil pengujian terhadap permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RADIASI MATAHARI DAN SH DARA DI DALAM RMAH TANAMAN Radiasi matahari mempunyai nilai fluktuatif setiap waktu, tetapi akan meningkat dan mencapai nilai maksimumnya pada siang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Air air merupakan parameter yang penting pada produk ekstrusi. air secara tidak langsung akan ikut serta menentukan sifat fisik dari produk seperti kerenyahan produk dan hal

Lebih terperinci

PERUBAHAN KARAKTERISTIK FISIK KONSENTRAT DOMBA SELAMA PENYIMPANAN

PERUBAHAN KARAKTERISTIK FISIK KONSENTRAT DOMBA SELAMA PENYIMPANAN PERUBAHAN KARAKTERISTIK FISIK KONSENTRAT DOMBA SELAMA PENYIMPANAN (Physical Characteristic Condition of Sheep Diet During Storage) RANTAN KRISNAN Loka Penelitian Kambing Potong, PO Box 1, Sei Putih, Galang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas Serangan Hama Penggerek Batang Padi (HPBP) Hasil penelitian tingkat kerusakan oleh serangan hama penggerek batang pada tanaman padi sawah varietas inpari 13

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Agregat Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil pengujian agregat kasar dan halus No Jenis Pengujian Satuan Hasil Spesifikasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga tahap, yaitu : tahap pendahuluan dan tahap perlakuan dilaksanakan di Desa Cepokokuning, Kecamatan Batang,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan

METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Pakan Zat Penghambat Kerusakan Peralatan Bahan Kimia Tempat Penyimpanan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai pada bulan September hingga bulan Desember 2008 dan berlokasi di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012 20 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012 yang bertempat di Desa Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus.

Lebih terperinci

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.

Gambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras tidak memberikan pengaruh

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras tidak memberikan pengaruh IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Percobaan 4.1.1. Jumlah larva (30 HSA) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis beras tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah larva pada 30 HSA, sedangkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. bentuk daun-daunan termasuk di dalamnya rumput dan leguminosa. peternak masih bergantung pada hijauan yang berada di lapang.

I PENDAHULUAN. bentuk daun-daunan termasuk di dalamnya rumput dan leguminosa. peternak masih bergantung pada hijauan yang berada di lapang. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hijauan pakan merupakan bahan pakan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun-daunan termasuk di dalamnya rumput dan leguminosa. Rumput merupakan hijauan segar sebagai

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Frekuensi dan Awal Pemberian Pakan terhadap

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Frekuensi dan Awal Pemberian Pakan terhadap 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh Frekuensi dan Awal Pemberian Pakan terhadap Efisiensi Penggunaan Protein pada Puyuh Betina (Cortunix cortunix japonica) dilaksanakan pada Oktober

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

UJI KADAR AIR DAN DAYA SERAP AIR BISKUIT LIMBAH TANAMAN JAGUNG DAN RUMPUT LAPANG SELAMA PENYIMPANAN

UJI KADAR AIR DAN DAYA SERAP AIR BISKUIT LIMBAH TANAMAN JAGUNG DAN RUMPUT LAPANG SELAMA PENYIMPANAN UJI KADAR AIR DAN DAYA SERAP AIR BISKUIT LIMBAH TANAMAN JAGUNG DAN RUMPUT LAPANG SELAMA PENYIMPANAN (Water Content and Absorption Capacity Tests on Corn Waste Products Biscuit and Field Grass During Storage)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) Fermentasi terhadap Penggunaan Protein pada Ayam Kampung Super dilaksanakan pada tanggal 18 November

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN MAGELANG JURUSAN PENYULUHAN PETERNAKAN 2013

KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN MAGELANG JURUSAN PENYULUHAN PETERNAKAN 2013 KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN MAGELANG JURUSAN PENYULUHAN PETERNAKAN 2013 Dari bermacam-macam limbah pertanian yang mempunyai

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat penduduknya di Indonesia dengan kepadatan penduduk mencapai 13,7 ribu/km2 pada tahun

Lebih terperinci

Jasmal A. Syamsu Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar

Jasmal A. Syamsu Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2007, VOL. 7 NO. 2, 128-134 Karakteristik Fisik Pakan Itik Bentuk Pellet Yang Diberi Bahan Perekat Berbeda Dan Lama Penyimpanan Yang Berbeda (Phyical Characterisics of Duck

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar Rataan kandungan protein kasar asal daun singkong pada suhu pelarutan yang berbeda disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan

Lebih terperinci

Metode Uji Kualitas Bahan Pakan Oleh : ATI SIHOMBING, SP Pembahasan

Metode Uji Kualitas Bahan Pakan Oleh : ATI SIHOMBING, SP Pembahasan Metode Uji Kualitas Bahan Pakan Oleh : ATI SIHOMBING, SP Pembahasan Pengawasan adalah seluruh proses kegiatan penilaian terhadap obyek pengawasan dan/atau kegiatan tertentu dengan tujuan untuk memastikan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2008 di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, menggunakan kandang panggung peternak komersil. Analisis

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2005 sampai dengan Januari 2006. Penanaman dan pemeliharaan bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan KOPI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN PADA BAHAN PENYEGAR Mutu kopi dipengaruhi pengolahan dari awal - pemasaran. Kadar air kopi kering adalah 12-13% 13% Pada kadar air ini : 1. mutu berkecambah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penyusunan ransum bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Pembuatan pakan bertempat di Indofeed. Pemeliharaan kelinci dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B dan analisis plasma di Laboratorium Nutrisi Ternak Kerja dan Olahraga Unit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian pada masa adaptasi terjadi kematian delapan ekor puyuh. Faktor perbedaan cuaca dan jenis pakan serta stres transportasi mungkin menjadi penyebab kematian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi lingkungan tumbuh yang digunakan pada tahap aklimatisasi ini, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan planlet Nepenthes. Tjondronegoro dan Harran (1984) dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hijauan pakan ternak merupakan sumber pakan utama bagi ternak yang

I. PENDAHULUAN. Hijauan pakan ternak merupakan sumber pakan utama bagi ternak yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hijauan pakan ternak merupakan sumber pakan utama bagi ternak yang ketersediaannya sudah mulai berkurang. Lampung yang merupakan salah satu sentra ternak di Indonesia

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. diikuti dengan meningkatnya limbah pelepah sawit.mathius et al.,

I.PENDAHULUAN. dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. diikuti dengan meningkatnya limbah pelepah sawit.mathius et al., I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi yang menurun dan meningkatnya impor daging di Indonesia yang dikarenakan alih fungsi lahan yang digunakan untuk pembuatan perumahan dan perkebunan. Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian evaluasi pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan yang berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Desember

Lebih terperinci

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 12 (2): 69-74 ISSN 1410-5020 Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan The Effect of Ration with

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Limbah Penetasan dan Pemanfatannya sebagai Pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Limbah Penetasan dan Pemanfatannya sebagai Pakan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Penetasan dan Pemanfatannya sebagai Pakan Bahan pakan merupakan suatu bahan makanan ternak yang dapat diberikan kepada ternak secara langsung maupun melalui proses

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN Perbaikan mutu benih (fisik, fisiologis, dan mutu genetik) untuk menghasilkan benih bermutu tinggi tetap dilakukan selama penanganan pasca panen. Menjaga mutu fisik dan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kompos (Green House ) Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kompos (Green House ) Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di rumah kompos (Green House ) Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

Lebih terperinci