IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN β-laktoglobulin DENGAN METODE PCR-SSCP PADA DOMBA DI UP3 JONGGOL SKRIPSI DIAN NURHAYATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN β-laktoglobulin DENGAN METODE PCR-SSCP PADA DOMBA DI UP3 JONGGOL SKRIPSI DIAN NURHAYATI"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN β-laktoglobulin DENGAN METODE PCR-SSCP PADA DOMBA DI UP3 JONGGOL SKRIPSI DIAN NURHAYATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 i

2 RINGKASAN DIAN NURHAYATI. D Identifikasi Keragaman Gen β- Laktoglobulin dengan Metode PCR-SSCP pada Domba di UP3 Jonggol. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Achmad Farajallah, M.Si. Produksi susu merupakan sifat kuantitatif yang dipengaruhi oleh banyak faktor, yang dikelompokkan dalam faktor genetik, lingkungan dan interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Induk dengan produksi susu yang tinggi diharapkan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bagi anaknya pada masa pra sapih. Kondisi anak domba yang baik pada masa pra-sapih, diperkirakan pada saat sapih dan fase produksi akan memiliki penampilan yang baik pula. Seiring dengan kemajuan teknologi dibidang biologi molekuler saat ini, dengan ditemukannya gen-gen penciri yang mempengaruhi sifat kuantitatif yang bersifat ekonomis maka seleksi dapat dilakukakan dalam jangka waktu yang lebih singkat. β-laktoglobulin merupakan kelompok protein susu utama dari whey. Selain itu, β-laktoglobulin merupakan salah satu major protein susu yang terdapat pada susu ruminansia dan telah banyak dilaporkan dapat menjadi penciri genetik untuk produksi susu. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman gen β- laktoglobulin ekson tujuh pada induk domba di UP3 Jonggol dengan metode PCR- SSCP. Pendeteksian keragaman gen β-laktoglobulin dengan metode PCR-SSCP menghasilkan lima tipe (tipe A 42,28%, B 12,50%, C 21,87%, D 7,81% dan E 15,62%). Keragaman tipe gen β-laktoglobulin yang terdapat pada domba induk di UP3 Jonggol dalam penelitian ini belum ditemukan terpaut dengan sifat produksi dan kualitas susu, yaitu persentase protein dan lemak susu. Hal ini dapat disebabkan gen yang mengontol sifat produksi susu bersifat poligen ataupun domba di UP3 Jonggol belum diseleksi untuk domba yang memiliki produksi susu tinggi. Kata-kata kunci: gen β-laktoglobulin, PCR-SSCP. ii

3 ABSTRACT Identification of β-laktoglobulin Gene by PCR-SSCP Methods within Sheep at UP3 Jonggol Nurhayati, D., C. Sumantri and A. Farajallah The effort that can be done to increase the productivity of local sheep are selection and crossing. Technological advancement of moleculer genetic is able to select gen by identifying the DNA polymorphism. The aim of this research was to identify the various of β-lactoglobulin gene of the local sheep and its association with milk yield and percentage of protein and milk fat. The 83 blood sample from ewes at UP3 Jonggol was used to determined polymorphism by using PCR-SSCP methods. β- Lactoglobulin is the major whey protein in the milk of ruminants. The β- lactoglobulin amplified product was 420 bp. There are five types of sheep at Study and Training Husbandary Unit in Jonggol based on SSCP methods that are A, B, C, D, and E type (A type 42,28%, B 12,50%, C 21,87%, D 7,81% and E 15,62%). Results from the analysis showed not significant association of the types using PCR- SSCP method with milk yield and percentage of protein and milk fat. It might be caused by selection in Indonesian local sheep is based on meat production. Keywords: Polymorphism, β-lactoglobulin gene, PCR-SSCP. iii

4 IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN β-laktoglobulin DENGAN METODE PCR-SSCP PADA DOMBA DI UP3 JONGGOL DIAN NURHAYATI D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 iv

5 IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN β-laktoglobulin DENGAN METODE PCR-SSCP PADA DOMBA DI UP3 JONGGOL Oleh DIAN NURHAYATI D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 29 April 2008 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr. Sc. Dr. Ir. Achmad Farajallah, MSi. NIP NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr NIP v

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 22 Mei 1986 di Jakarta. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Drs. Alwi Amin dan Maeza. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDS Perguruan Rakyat III, Jakarta. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTP Negeri 7 Jakarta, dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMA Negeri 31 Jakarta. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Himaproter) English Club (E-club), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. vi

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia yang telah diberikan-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, dan penulisan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Identifikasi Keragaman Gen β-laktoglobulin dengan Metode PCR-SSCP pada Domba di UP3 Jonggol. Ternak domba merupakan salah satu ternak yang populer dipelihara oleh masyarakat Indonesia, namun pertumbuhan domba lokal masih rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari pertambahan bobot badan yang masih rendah. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan adalah genetik dan lingkungan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu genetik ternak adalah dengan metode seleksi dan persilangan. Seleksi induk pada domba lokal dilakukan untuk mendapatkan induk dengan produksi susu yang tinggi agar mampu mencukupi kebutuhan nutrisi anaknya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi keragaman gen β- Laktoglobulin ekson tujuh dan hubungannya dengan produksi susu dan persentasi protein dan lemak susu pada induk domba di UP3 Jonggol. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini perlu dikaji lebih jauh lagi untuk dapat ditindak lanjuti, guna mendapatkan induk domba dengan produksi susu yang mampu mencukupi kebutuhan nutrisi anaknya dan peningkatan produktivitas ternak domba. Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi kemajuan dunia peternakan di Indonesia. Amin. Bogor, Mei 2008 Penulis vii

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman i PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Domba... 3 Domba Ekor Tipis... 4 Domba Ekor Gemuk... 4 Domba Garut... 4 Protein Susu... 5 β-laktoglobulin Metode Polymerase Chain Reaction-Single-Strand Conformation Polymorphism... 8 METODE Lokasi dan Waktu... 9 Materi... 9 Sampel Darah dan Isolasi DNA... 9 Primer... 9 Polymerase Chain Reaction (PCR)... 9 Polymerase Chain Reaction-Single-Starnd Conformation Polymorphism... 9 Elektroforesis Pewarnaan Perak Prosedur Data Sekunder Pengambilan Sampel Darah Ekstraksi DNA Amplifikasi Gen β-laktoglobulin ii iii iv v vi vii ix x xi viii

9 Elektroforesis Produk PCR Single-Strand Conformation Polymorphism (SSCP) Halaman Elektroforesis SSCP Pewarnaan Perak Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen κ-kasein Pendeteksian Keragaman Gen β-laktoglobulin Polymerase Chain Reaction-Single-StrandConformation Polymorphism (PCR-SSCP) Keragaman Menggunakan Metode PCR-SSCP Pengaruh Keragaman Gen β-laktoglobulin dengan PCR-SSCP terhadap Produksi Susu, Persentase Protein dan Lemak Susu KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

10 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Komposisi Protein Susu Persentase Komposisi Susu Domba Dibandingkan dengan Tiga Ruminansia lainnya Frekuensi Tipe β-laktoglobulin Pengaruh Tipe β-laktoglobulin terhadap Produksi Susu Pengaruh Tipe β-laktoglobulin terhadap Persentasi Protein dan Lemak Susu... x

11 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Hasil Amlifikasi Gen β-laktoglobulin Menggunakan Metode PCR pada Gel Poliakrilamida 6% Tempat Penempelan Pasangan Primer pada Sekuen Gen Ekson Empat (X12187) Hasil Pendeteksian Keragaman Gen β-laktoglobulin Menggunakan Metode PCR-SSCP pada Gel Poliakrilamida 9%. Tipe A (16 dan 44), Tipe B (17), Tipe C (18), Tipe D (19) dan E (43) Diagram Elektroforesis Masing-Masing Tipe Gen β-laktoglobulin 19 xi

12 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Informasi Gen β-laktoglobulin Ekson Tujuh pada Domba Metode Isolasi DNA Menggunakan Genomic DNA Mini Kit Geneiad Hasil Analisis Ragam Pengaruh Tipe β-laktoglobulin dengan Pengelompokkan Umur terhadap Produksi Susu Hasil Analisis Ragam Pengaruh Tipe β-laktoglobulin terhadap Persentase Protein Susu Hasil Analisis Ragam Pengaruh Tipe β-laktoglobuli terhadap Persentase Lemak Susu xii

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak lokal Indonesia. Populasi ternak domba pada tahun 2006 mencapai ekor (Direktorat Jendral Peternakan, 2006). Berdasarkan data Deptan RI tahun 2005, kebutuhan protein yang disuplai dari ternak ayam (56%), sapi (23%), babi (13%), sedangkan dari ternak domba dan kambing hanya sekitar 5% (Ramadas, 2007). Manajemen pemeliharaan yang masih secara tradisional dikalangan peternakan rakyat berpengaruh terhadap rendahnya produktivitas domba lokal. Hal tersebut dapat menjadi suatu penjelasan terhadap pertambahan bobot badan domba lokal yang masih tergolong rendah, yaitu rata-rata 100 g/hari (Hasnudi, 2004). Domba memiliki beberapa keunggulan dibanding ternak yang lain, yaitu telah mampu beradaptasi dengan iklim di Indonesia, memiliki resistensi terhadap cacing dan sifat reproduksi yang tinggi, serta siklus birahi yang tidak tergantung pada musim kawin (Natasasmita et al., 1986). Namun ada beberapa kendala dari ternak domba lokal, diantaranya pertambahan bobot badan yang rendah dan produksi susu induk yang rendah. Produksi susu induk yang rendah tidak mencukupi untuk kebutuhan pertumbuhan anak sehingga menyebabkan pertumbuhan anak yang rendah. Produksi susu induk sangat penting dalam menentukan daya hidup dan pertumbuhan anak pra-sapih. Kondisi anak domba yang baik pada masa pra-sapih, diperkirakan pada saat sapih dan fase produksi akan memiliki penampilan yang baik pula. Selain perbaikan pada faktor lingkungan seperti perbaikan kualitas, dapat juga dilakukan perbaikan faktor genetik yang merupakan potensi atau kemampuan yang dimiliki ternak itu sendiri. Induk dengan produksi susu yang tinggi diharapkan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bagi anaknya pada masa tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu genetik ternak adalah dengan metode seleksi dan persilangan. Seleksi induk pada domba lokal dilakukan untuk mendapatkan induk dengan produksi susu yang tinggi agar mampu mencukupi kebutuhan nutrisi anaknya. Aktifitas seleksi akan sangat efektif apabila berada pada kondisi yang sangat beragam. Kemajuan dalam bidang teknologi molekuler memungkinkan upaya seleksi dapat dilakukan pada tingkat DNA, yaitu

14 dengan cara mencari keragaman DNA gen-gen yang mengendalikan sifat yang berpengaruh terhadap produksi susu induk. Kandungan protein utama pada susu adalah Casein dan whey. Salah satu gen yang diduga memiliki pengaruh besar terhadap persentase protein dan produksi susu adalah gen β-laktoglobulin. Gen-gen protein susu termasuk gen β-laktoglobulin merupakan kandidat gen yang dapat digunakan untuk analisis pautan dengan produksi susu. Keragaman alelik dari gen-gen kandidat tersebut menarik karena kemungkinan berpengaruh langsung atau tidak langsung pada produksi susu. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan penelitian ini adalah mengidentifikasi keragaman gen β-laktoglobulin pada domba di UP3 Jonggol dengan menggunakan metode PCR-SSCP. 2

15 TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba termasuk dalam subfamili Caprinae, family Bovidae, genus Ovis dan spesies Ovis aries (Ensminger, 2002). Ternak domba merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia terutama didaerah pedesaan dan umumnya berupa domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang mempunyai daya adaptasi yang baik pada iklim tropis dan dapat beranak sepanjang tahun. Domba yang dikenal sekarang merupakan hasil domestikasi dari 3 jenis domba liar yaitu, domba Argali (Ovis ammon) dan domba Urial (Ovis vignei) yang berasal dari Asia Tengah, dan domba Mouflon (Ovis musimon) yang berasal dari Asia Minor dan Eropa (Ensminger, 2002). Ternak domba domestikasi banyak dipelihara sebagai penghasil daging, susu dan wool. Ternak domba lokal Indonesia memiliki beberapa keunggulan diantaranya yaitu prolifik, mudah dipelihara, siklus birahinya tidak dipengaruhi oleh musim dan tahan terhadap berbagai penyakit. Diwyanto (1982) mengelompokkan ternak domba di Indonesia berdasarkan lebar pangkal ekor, yaitu domba ekor gemuk (>9 cm), domba ekor sedang (5-8 cm) dan domba ekor tipis (<4 cm). Metode pengklasifikasian pada ternak domba dapat dikelompokan bedasarkan: (1) tipe ekor yaitu domba ekor gemuk, domba ekor tipis panjang dan pendek, (2) bulu penutup yaitu wool, bulu, dan fur, dan (3) fungsi utamanya yaitu daging, wool, fur, dan susu (Devendra dan McLeroy, 1982). Domba Ekor Tipis Domba Ekor Tipis merupakan domba asli Indonesia. Penyebaran domba ekor tipis menurut Hardjosubroto (1994) sekitar 80% populasinya terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Gatenby (1991) menyatakan bahwa jumlah tertinggi domba ekor tipis di Asia Tenggara adalah terpusat di Jawa Barat. Domba ini mampu hidup didaerah yang gersang. Menurut Einstiana (1999), bobot domba ekor tipis jantan yang telah dewasa antara kg, sedangkan bobot betina dewasa kg dan pola warna belangnya bervariasi mulai dari bercak, belang dan polos. Ekornya tidak menunjukkan adanya deposit lemak, betina tidak bertanduk, sedangkan jantan memiliki tanduk dengan 3

16 bentuk melingkar. Domba ini memiliki keunggulan dalam adaptasi pada kondisi iklim tropis dan dapat kawin sepanjang tahun. Domba Ekor Gemuk Domba jenis ini terdapat di Jawa Timur dan Madura, serta pulau-pulau di Nusa Tenggara. Di Sulawesi Selatan dikenal dengan nama domba Donggala. Domba ekor gemuk merupakan salah satu domba Indonesia yang telah beradaptasi dengan baik pada kondisi lingkungan dan sistem pengelolaan, baik secara intensif maupun ekstensif. Domba ekor gemuk memiliki ciri-ciri khusus yaitu berbulu kasar, baik jantan maupun betina biasanya bertanduk, warna putih dan telinga sedang (Devendra dan Mc Leroy, 1982). Ekor yang gemuk merupakan tempat penyimpanan cadangan makanan dalam bentuk lemak yang dapat dimanfaatkan jika terjadi kekurangan pakan. Pada saat banyak pakan, ekor domba ini penuh dengan lemak sehingga terlihat membesar. Namun, bila pakan kurang, ekor mengecil karena cadangan energinya dibongkar untuk mensuplai energi yang dibutuhkan tubuh. Panjang ekor normal cm tulang vertebrae, berbentuk hurup S atau sigmoid. Domba ekor gemuk jantan unggul memiliki bobot badan yang dapat mencapai kg, betina kg dan rataan bobot potong 24 kg. Domba ini bersifat prolifik dengan selang beranak hanya 8-9 bulan, umur pertama kali beranak antara bulan dan dapat menghasilkan 2,34 anak sapihan pertahun (Devendra dan Mc Leroy, 1982) Domba Priangan Domba jenis ini tersebar didaerah Priangan, yaitu Bandung, Garut, Sumedang, Ciamis dan Tasikmalaya. Domba ini penyebarannya paling banyak didaerah Garut sehingga disebut domba garut (Gatenby,1991). Domba ini merupakan hasil persilangan antara domba Merino dan domba Cape dengan domba lokal. Apabila dibandingkan dengan domba ekor tipis, domba ini termasuk domba tipe besar. Domba Priangan dikategorikan dalam dua tipe, yaitu tipe tangkas dan tipe pedaging. Domba jantan memiliki tanduk yang cukup besar, melengkung kearah belakang dan ujungnya mengarah kedepan sehingga berbentuk seperti spiral, sedangkan domba betina tidak bertanduk. Menurut Einstiana (2006), pola warna bulu 4

17 domba Garut di Margawati terdiri dari empat pola warna bulu, yaitu putih, hitam, cokelat dan kombinasi (dua warna dan tiga warna). Bobot badan domba Priangan betina sekitar kg, sedangkan bobot domba jantan mencapai kg. Domba Priangan termasuk domba yang prolifik, interval beranak yang pendek dan jumlah anak yang dihasilkan pertahun rata-rata 1,7 ekor (Devendra dan Mc Leroy, 1982). Protein Susu Protein susu pada umumnya dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kasein dan whey. Kasein merupakan komponen protein yang terbesar dalam susu dan sisanya berupa whey. Proporsi kasein dalam total susu sekitar 80%, dan whey sekitar 20% (Yahyaoui et al., 2003). Kasein terdiri atas beberapa fraksi seperti α-kasein, β-kasein, dan κ-kasein. Kasein merupakan salah satu komponen organik yang berlimpah dalam susu bersama dengan lemak dan laktosa. Whey protein merupakan protein butiran (globular). Kadar whey dalam susu mencapai 20%. β-laktoglobulin, α-laktalbumin, Immunoglobulin (Ig), Laktoferrin dan Bovine Serum Albumin (BSA) adalah contoh dari whey protein (Kontopidis, 2000). Produksi susu merupakan salah satu sifat kuantitatif yang dipengaruhi oleh banyak gen dan mempunyai daya waris rendah (Tiesnamurti, 2002). Sebagai sifat kuantitatif, maka jumlah gen yang mengatur produksi susu menyebar dibanyak kromosom dan secara bersama-sama atau sendiri-sendiri akan mempengaruhi produksi susu sehingga pengenalannya secara individu relatif sulit dilakukan dan sangat tergantung akan ketersediaan mutu pakan yang diberikan dan lingkungan yang kondusif untuk pemeliharaan. Protein susu bervariasi secara kuantitatif dan kualitatif pada masing-masing individu dalam satu spesies. Secara kuantitatif dapat dilihat dari komposisi elemenelemen penyusun protein susu yaitu proporsi dari kasein dan protein whey dapat dilihat komposisinya secara umum menurut Harper dan Hall (1981) disajikan dalam Tabel 1. Secara kualitatif variasi protein ini ditunjukkan oleh polimorfisme genetik pada spesies yang sama. 5

18 Tabel 1. Komposisi Protein Susu Jenis Protein Jenis Fraksi Jumlah dari Protein Susu Berat Molekul (%) Kasein Kasein 85 - α s1 -kasein Kasein α s2- kasein Kasein κ-kasein Kasein β-kasein Kasein β-laktogolulin Laktoglobulin α-laktalbumin Laktalbumin Serum albumin Laktalbumin 0,7-1, Imunoglobulin Laktalbumin 1,5-3, I g G1 Laktalbumin 0,8-1, IgG2 Laktalbumin 0,6-1, Sumber: Harper dan Hall (1981) Pada domba kadar protein dalam susu lebih banyak jika dibanding dengan susu sapi. Protein yang terdapat pada susu kambing butirannya juga lebih halus dan lebih cepat larut dibandingkan susu sapi. Persentase rataan komposisi susu domba dibandingkan dengan komposisi susu tiga spesies ruminansia lainnya disajikan dalam tabel 2. Tabel 2. Persentase Komposisi Susu Domba Dibandingkan dengan Tiga Ruminansia lainnya Domba Kambing Sapi Kerbau Air (%) 82,5 87,0 87,5 80,7 Total solid (%) 17,5 13,0 12,5 19,2 Lemak (%) 6,5 3,5 3,5 8,8 Casein (%) 4,5 2,8 2,6 3,8 Lactose (%) 4,8 4,8 4,7 4,4 Mineral (%) 0,92 0,80 0,72 0,80 Energy (kcal/l) Sumber : Pulina,

19 β-laktoglobulin β-laktoglobulin merupakan salah satu komponen utama protein susu selain α s1 -kasein, β-kasein, κ-kasein, dan α-laktalbumin pada susu sapi. β-laktoglobulin adalah komponen utama whey dalam protein susu. β-laktoglobulin dapat ditemukan dalam komponen susu beberapa mammalia, tetapi tidak terdapat pada manusia, rodensia dan lagomorph (Hambling et al, 1992). β-laktoglobulin termasuk kelompok protein lipocalin yang dapat mengikat molekul-molekul yang bersifat hidrofobik dan berperan penting dalam metabolisme lemak (Kontopidis, 2000). β-laktoglobulin dalam susu dapat meningkatkan persentase protein susu. β-laktoglobulin merupakan salah satu major protein susu yang terdapat pada susu ruminansia (Kumar et al., 2006). Pada domba gen β-laktoglobulin terdiri atas tiga variant yaitu A, B (Kolde dan Braunitzer, 1983) (Schlee dan Rottman, 1993) dan variant C (Erhardt, 1989). Pada ternak sapi dilaporkan terdapat dua variant untuk gen β-laktoglobulin yaitu A dan B (Yahyaoui, 2003). Menurut Yahyaoui (2003) variasi genetik A dan B berbeda pada asam amino yang terdapat pada posisi 20. Variant A terdapat asam amino histidin dan Variant B terdapat thrionin. Variant C hampir serupa dengan variant A dimana terdapat satu perubahan asam amino dari arginin menjadi glutamin pada posisi 148 (Erhardt, 1989). β-laktoglobulin adalah protein globular dengan berat molekular 36,4 kda dan terdiri atas 162 asam amino (Kontopidis, 2004). Gen β-laktoglobulin pada domba yang berasal dari Iran dan Russia yang dideteksi dengan menggunakan metode PCR-RLFP dengan menggunakan enzim restriksi RsaI menghasilkan dua alel (A dan B) dengan frekuensi masing-masing 0,65 dan 0,35 dan terdapat tiga genotipe, yaitu AA, AB dan BB. Kumar et al., (2006) melaporkan bahwa pada ternak kambing di India terdapat dua alel untuk gen β-laktoglobulin yaitu alel A dan B dan tiga variasi genotipe (AA, AB dan BB). Ternak kambing yang memiliki genotipe AA memiliki produksi susu yang lebih tinggi (81,82 l) dibandingkan dengan ternak yang memiliki genotipe AB (68,97 l) pada 90 hari laktasi. Pada domba dan sapi, genotipe gen β- Laktoglobulin memiliki pengaruh yang nyata terhadap produksi susu dan lemak susu. 7

20 Metode PCR-SSCP (Polymerase Chain Reaction- Single Strand Conformation Polymorphism) Teknik PCR mampu mengatasi masalah penelitian suatu genom, yaitu keterbatasan jumlah sampel yang akan dianalisis. PCR adalah suatu metode in vitro untuk mensintesis sekuens DNA spesifik secara enzimatis dengan menggunakan dua oligonukleotida sebagai primer yang berhibridisasi secara berlawanan pada sisi daerah target utas DNA yang diinginkan (Muladno, 2002). DNA juga dapat diperbanyak oleh reaksi berantai polimerase dari sehelai rambut, setetes darah, semen. Bahan awal untuk PCR adalah DNA yang mengandung sekuens yang akan diamplifikasi. Jumlah DNA yang diperlukan untuk proses PCR sangat kecil, biasanya lebih kecil dari 1 mikrogram. Selain itu juga diperlukan dua oligonukleotida primer untuk inisiasi target DNA, enzim DNA polymerase, dan campuran keempat deoksinukleotida trifosfat (dntps)sebagai prekusor. Konsentrasi Mg2+ pada buffer PCR yang cukup juga diperlukan Proses PCR terdiri dari 3 tahapan, yaitu (1) Denaturasi, yaitu struktur DNA utas ganda mengudar menjadi utas tunggal, (2) Anneling, yaitu penempelan primer pada sekuens DNA komplementer yang akan diperbanyak, (3) Ekstensi, yaitu pemanjangan primer oleh DNA polymerase (Muladno, 2002). Single Strand Conformation Polymorphism (SSCP) adalah metode elektroforesis yang popular untuk mengidentifikasi mutasi sekuens karena mudah, murah, dan memiliki sensitifitas tinggi walau hanya satu nukleotida saja (Nataraj, 1999). SSCP dapat mendeteksi keragaman dan mutasi titik pada berbagai posisi pada fragment DNA, meskipun mutasi yang terjadi hanya pada satu basa.(orita et al, 1998). Sensitifitasan dari analisis SSCP merupakan hal yang cukup sulit dalam teknik karena sangat peka dalam kondisi elektroforesis. Sensitifitas dipengaruhi beberapa faktor termasuk didalamnya tipe subtitusi basa, panjang fragment, kandungan G dan C dalam fragment dan lokasi variasi sekuens. 8

21 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan selama empat bulan, dimulai dari bulan September 2007 sampai dengan Desember Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Ternak Fakultas Peternakan, dan Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan Imu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Materi Sampel Darah Sampel darah domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel darah segar berjumlah 83 sampel yang didapat dari Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol. Domba yang terdapat di UP3 Jonggol merupakan domba ekor tipis yang telah dilakukan persilangan dengan beberapa domba luar. Primer Primer adalah molekul oligonukleotida yang berukuran pendek (sekitar basa) yang akan menempel pada DNA cetakan ditempat yang spesifik. Primer yang digunakan untuk mengamplifikasi gen β-laktoglobulin ekson tujuh pada domba, yaitu forward 5 CGG GAG CCT TGG CCC TCT GG 3 dan reverse 5 CCT TTG TCG AGT TTG GGT GT 3 (Kumar et al., 2006). Formamide Dye Komponen formamide dye terdiri dari 80% larutan formamida, 0,5 µl EDTA 10mM, 1 mg/ml bromthymol blue, dan 1 mg/ml xylene cyanol. Gel poliakrilamida 6% Bahan bahan yang digunakan untuk membuat 1 lembar gel poliakrilamid 6% adalah air destilata steril 4 ml, larutan 30% akrilamida (akrilamida : bis = 29 :1) 4 ml, 5 x TBE (Tris-Borat EDTA) 4 ml, tetramethylendiamine 15 µl dan 1% ammonium persulfat 160 µl. Alat yang digunakan adalah plat kaca cetakan gel. Gel poliakrilamida 9% Bahan bahan yang digunakan untuk membuat 1 lembar gel poliakrilamid 9% adalah air destilata steril 13 ml, larutan 60% akrilamida (akrilamida : bis = 59 :1) 3 ml, 5 x TBE 4 ml, tetramethylendiamine 25 µl dan 1% ammonium persulfat 180 µl. 9

22 Pewarnaan Perak Bahan-bahan yang digunakan dalam pewarnaan perak adalah CTAB (cetyltrimetil ammonium bromide), NH4OH, AgNO 3, 10 N NaOH, Na 2 CO 3, formaldehida, dan 1 % asam asetat. Alat yang digunakan adalah nampan dan horizontal shaker. Ekstraksi DNA Bahan-bahan yang digunakan dalam ekstraksi DNA adalah TE (Tris EDTA), STE (Sodium Tris-EDTA), NaCL, SDS, CIAA (chloroform iso amil alkohol), Etanol. Prosedur Data Sekunder Data sekunder yang diperoleh berasal dari domba yang telah diketahui bobot badan dan produksi susu induk di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol. Analisis kualitas susu dilakukan di Laboratorium IPT Perah (Lampiran 1) Pengambilan Sampel Darah Sampel darah diambil dari domba induk melalui vena jugularis menggunakan tabung vaccutainer yang mengandung antikoagulan. Sampel tersebut kemudian disimpan dalam termos es dan suhunya dipertahankan sekitar 4 o C maksimal selama 7 hari. Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dilakukan dari sampel darah segar menggunakan Genomic DNA mini kit (Geneaid) yang telah dimodifikasi (Lampiran 2). Ekstraksi DNA juga dilakukan secara konvensional mengikuti metode Sambrook et al., Sampel darah total yang telah disimpan dalam 95% etanol disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama lima menit. Endapan sel-sel darah yang diperoleh dicuci dengan menggunakan buffer TE sebanyak dua kali, diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung baru dan ditambahkan 1 x STE, 20µl 10 mg/ml protk dan 40µl 10% SDS. Campuran ini dikocok pelan-pelan selama 2 jam pada suhu 55 0 C. Molekul DNA dimurnikan dengan metode fenol-chloroform, yaitu dengan menambahkan 40 µl 5M NaCl, 400 µl larutan fenol dan CIAA (chloroform iso amil alkohol), kemudian dikocok pelan pada suhu ruang dengan kecepatan 500 rpm 10

23 selama 2 jam. Molekul DNA yang larut dalam fase air dipisahkan dari fase fenol dengan alat sentrifugasi pada kecepatan 7000 rpm selama lima menit. Molekul DNA dipindahkan ke dalam tabung baru dengan volume terukur dan ditambahkan 5M NaCl sebanyak 0,1 x volume DNA dan absolute alkohol sebanyak 2x volume DNA. Endapan yang dihasilkan kemudian dicuci dengan menambahkan 70% etanol sebanyak 400 µl kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1200 rpm selama lima menit, kemudian disuspensikan dalam 80 µl 80% buffer TE (Tris-EDTA). Amplifikasi Gen β-laktoglobulin Amplifikasi gen β-laktoglobulin secara in vitro menggunakan teknik PCR. Pereaksi PCR terdiri dari sampel DNA 2 µl, primer forward 25 nm, primer reverse 25 nm, enzim Taq polymerase (Promega) 0,5 unit, 5x buffer green 5 µl, 10 mm dntp, 2,5 mm MgCl 2, dan air steril dengan volume akhir 25 µl. Campuran tersebut kemudian diinkubasikan dalam mesin thermocycler (TaKaRa PCR thermalcycler MP4) dengan kodisi sebagai berikut: Tahap pradenaturasi pada suhu 94 o C selama 5 menit, tahap kedua yang terdiri dari 30 siklus yang masing-masing siklus terdiri dari denaturasi pada suhu 94 o C selama 1 menit, anneling 62 o C selama 1 menit, elongasi 72 o C selama 2 menit, dan elongasi akhir 72 o C selama 5 menit. Pendeteksian Keragaman Gen β-laktoglobulin dengan Metode PCR-SSCP (Polymerase Chain Reaction-Single Strand Conformation Polymorphism) Produk PCR yang telah dihasilkan kemudian dilakukan elektroforesis dengan menggunakan 2 µl amplikon pada gel poliakrilamida 6% dengan tegangan 180 volt selama 65 menit yang kemudian dilanjutkan dengan Silver Staining. Produk PCR yang memperlihatkan pita DNA yang berbentuk tunggal di atas gel kemudian dimurnikan dengan teknik pengendapan alkohol. Amplikon sebanyak 23 µl ditambah alkohol absolut 2 x volume dan 5M NaCl 1/10 x volume. Campuran tersebut kemudian diinkubasi selama 12 jam (over night) dalam freezer. Setelah 12 jam, kristal DNA gen β-laktoglobulin diendapkan dengan cara disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 10 menit. Bagian endapan dari larutan dimurnikan dengan cara membuang bagian supernatannya dan dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan pompa vakum selama 30 menit. Sampel yang telah dimurnikan ditambah dengan larutan formamide dye (80% larutan formamida + 10mM EDTA + 1mg/ml bromthymol blue + 1 mg/ml 11

24 xylene cyanol), kemudian campuran ini diinkubasi dalam water bath pada suhu 94 C selama 10 menit dengan tujuan membuat fragment DNA untai ganda menjadi untai tunggal. Setelah 10 menit, campuran tersebut segera didinginkan dalam ice bath selama minimal 2 menit. Alat elektroforesis dijalankan pada tegangan 150 volt selama 17 jam di dalam refrigerator. Penggunaan refrigerator dimaksudkan agar suhu gel tetap konstan pada saat proses elektroforesis dilakukan. Pewarnaan Perak Pewarnaan perak dilakukan dengan metode Tegelstrom (1992) yang secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut: Gel direndam dalam larutan CTAB 0,1% selama 10 menit dan sambil digoyang dengan menggunakan alat horizontal shaker kemudian gel dibilas dengan menggunakan air destilata selama 2 x 2 menit. Pencucian selanjutnya adalah dengan menggunakan larutan NH 4 OH 3% selama 8 menit, kemudian larutan perak nitrat selama 15 menit. Setelah itu, larutan dibuang dan gel dibilas dengan menggunakan air destilata 2 x 2 menit. Pemunculan pita pada gel dapat diamati dengan merendam gel dalam larutan Na 2 CO3. Setelah muncul pita, larutan dibuang kemudian gel direndam dalam larutan asam asetat glacial 1% untuk menghentikan reduksi perak. Penentuan Tipe Gen β-laktoglobulin Keragaman gen β-laktoglobulin dapat dideteksi dengan membandingkan banyaknya pita yang muncul dalam gel 9% poliakrilamida nondenaturasi. Penentuan tipe gen β-laktoglobulin dalam penelitian ini adalah berdasarkan perbedaan banyaknya pita yang muncul disebabkan karena perbedaan konformasi fragment DNA untai tunggal. Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan berupa rancangan acak lengkap (Mattjik dan Sumertajaya, 2002) untuk mengetahui pengaruh keragaman tipe β- Laktoglobulin (A, B, C, D dan E) terhadap produksi susu harian dan persentase protein dan lemak susu. Data produksi susu harian dan persentase protein dan lemak susu induk didapatkan dari hasil pencatatan UP3 Jonggol. Jika respon yang diperoleh menunjukkan hasil yang berbeda (α = 0,05) maka dilakukan pengujian lebih lanjut menggunakan metode uji jarak Duncan. Model matematis dari rancangan tersebut adalah sebagai berikut: 12

25 Y ij = µ + T i + ij Keterangan : Y ij = nilai pengamatan µ = nilai rataan umum T j = pengaruh tipe ke-j ij = pengaruh galat yang menyebar normal Frekuensi tipe dihitung menggunakan rumus untuk menghitung frekuensi (Mattjik dan Sumertajaya, 2002) dengan model matematis sebagai berikut: Y i = n i / N Keterangan : Y i n i N = frekuensi tipe ke-i = jumlah individu dengan tipe i = jumlah individu sampel 13

26 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen β-laktoglobulin Gen β-laktoglobulin pada ternak domba di UP3 Jonggol berhasil diamplifikasi dengan menggunakan pasangan primer berdasarkan Kumar et al., (2006) dengan menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Perkiraan panjang fragmen yang berhasil diamplifikasi dapat diketahui dengan cara mencocokkan pasangan primer pada sekuen gen β-laktoglobulin ekson tujuh yang diperoleh dari GenBank X12817 (Lampiran 3). Hasil amplifikasi gen β-laktoglobulin pada domba yang berhasil diamplifikasi diperlihatkan pada Gambar 1. M bp 420 bp 100 bp Gambar 1. Hasil Amplifikasi β-laktoglobulin Menggunakan Metode PCR pada Gel Poliakrilamida 9%. (M: marker 100 bp DNA Ladder) Penelitian ini menggunakan primer yang disusun berdasarkan literatur Kumar et al., (2006). Primer yang digunakan oleh Kumar et al., (2006) adalah untuk mengamplifikasi gen β-laktoglobulin pada 9 bangsa ternak kambing (Jamunapari, Jakhrana, Rajasthan, Barbari, Black Bengal, Beetal, Sirohi, Marwari, Gaddi, Surti, Osmanabadi, dan Chegu) di India. Meskipun terdapat perbedaan jenis ternak yang digunakan sebagai primer, hal ini tidak menjadi masalah karena primer tersebut dapat berkomplement pada sekuens ternak domba yang digunakan. 14

27 Menurut Kumar et al., (2006) panjang gen β-laktoglobulin hasil amplifikasi dengan pasangan primer yang diperoleh dari gen bank nomor akses X12817 adalah 426 bp (pasang basa). Pada penelitian ini panjang gen β-laktoglobulin yang berhasil diamplifikasi memiliki panjang 420 bp. Perbedaan panjang gen β-laktoglobulin ini disebabkan pasangan primer yang disusun oleh Kumar et al., adalah untuk bangsa ternak kambing di India. Terdapat perbedaan sekuens gen β-laktoglobulin pada ternak kambing dan domba meskipun memiliki tingkat homologi yang tinggi (95%). Pada ternak sapi sekuens asam amino β-laktoglobulin juga menunjukkan tingkat homologi yang tinggi, yaitu lebih dari 95% dan hanya terdapat enam posisi pada gen β-laktoglobulin sapi yang menyebabkan perbedaan dengan gen β- laktoglobulin pada domba dan kambing (Yahyaoui, 2003). Jika terdapat perbedaan sekuens antara gen β-laktoglobulin antara ternak kambing dan domba akan mengakibatkan perbedaan terhadap produk hasil amplifikasi. Gambar 2 menunjukkan posisi pasangan primer AF 25 dan 26 pada sekuens gen β- laktoglobulin ternak domba taaggggagg ctagcggtcc ttctcccgag gaggggctgt cctggaacca 5211 ccagccatgg agaggctggc aagggtctgg caggtgcccc aggaatcaca Primer forward 5261 ggggggcccc atgtccattt cagggcccgg gagccttgga ctcctctggg 5311 gacagacgac gtcaccaccg cccccccccc atcaggggga ctagaaggga 5361 ccaggactgc agtcaccctt cctgggaccc aggcccctcc aggcccctcc 5411 tggggctcct gctctgggca gcttctcctt caccaataaa ggcataaacc 5461 tgtgctctcc cttctgagtc tttgctggac gacgggcagg gggtggagaa 5511 gtggtgggga gggagtctgg ctcagaggat gacagcgggg ctgggatcca 5561 gggcgtctgc atcacagtct tgtgacaact gggggcccac acacatcact 5611 gcggctcttt gaaactttca ggaaccaggg agggactcgg cagagacatc Primer Reverse 5661 tgccagttca cttggagtgt tcagtcaaca cccaaactcg acaaaggaca 5711 gaaagtggaa aatggctgtc tcttagtcta ataaatattg atatgaaact 5761 caagttgctc atggatcaat atgcctttat gatccagcca gccactactg Gambar 2. Posisi pasangan primer AF 25 dan 26 pada sekuens Gen β- Laktoglobulin ekson 7 pada ternak domba (Sumber nomor akses X12817) 15

28 Suhu anneling (penempelan primer) yang digunakan dalam penelitian ini adalah 62 0 C. Suhu anneling adalah kisaran suhu yang membuat primer menempel (komplementer) ke DNA cetakan. Kumar et al., (2006) dan Agung (2007) telah melakukan amplifikasi gen β-laktoglobulin dengan suhu anneling 65 0 C. Meskipun terdapat perbedaan suhu anneling yang digunakan untuk amplifikasi gen β-laktoglobulin pada penelitian ini dengan penelitian yang sebelumnya, hal ini tidak menjadi masalah karena gen β-laktoglobulin ekson tujuh yang menjadi target pada penelitian ini tetap berhasil teramplifikasi. Suhu annealing menjadi sangat penting dalam proses amplifikasi, hal itu dikarenakan proses perpanjangan DNA baru dimulai dari primer (Muladno, 2002). Persentase keberhasilan amplifikasi gen β-laktoglobulin sekitar 77% atau sebanyak 64 sampel yang berhasil diamplifikasi dari total 83 sampel. Kurang berhasilnya amplifikasi DNA dapat dikarenakan penempelan primer tidak secara tepat sehingga perbanyakan secara in vitro tidak terjadi dan kurang optimalnya metode ekstraksi yang digunakan sehingga masih tingginya materi pengotor. Tingkat keberhasilan amplifikasi DNA ditentukan oleh konsentrasi sampel DNA, taq Polymerase, dinukleotida, ion Mg, buffer dan primer (Yuwono, 2006). Selain itu residu heparin dan hemoglobin dapat dijadikan sebagai salah satu faktor yang mampu menghambat proses penggandaan (Lestari, 2001). Heparin yang berlebih hingga 0,4 g/ml dapat menurunkan aktifitas enzim taq polymerase hingga 60%. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dengan metode PCR- SSCP adalah panjang fragment DNA, suhu, konsentarsi akrilamida, perbandingan akrilamida dan bis akrilamida dan pemurnian sampel DNA. Panjang Fragmen Gen β-laktoglobulin hasil amplifikasi dalam penelitian ini memiliki panjang fragment 420 pb. Menurut Hayashi (1991) sensitivitas dari metode PCR-SSCP adalah 99% untuk fragment DNA yang memiliki panjang pb dan 89% untuk fragment yang memiliki panjang pb. Panjang fragmen hasil amplifikasi dalam penelitian ini adalah 420 pb, sehingga keakuratan pendekatan PCR-SSCP penelitian ini dapat diperkirakan sekitar 89%. 16

29 Suhu Suhu elektroforesis yang digunakan pada penelitian ini dilakukan dalam refrigerator dengan kisaran suhu 4 0 C. Suhu yang konstan sangat berpengaruh terhadap ketegasan dan ketajaman pita yang dihasilkan (Bastos et al., 2001). Apabila elektroforesis dilakukan dalam suhu ruang diperlukan penambahan gliserol untuk menjaga kestabilan suhu. Elektroforesis pada penelitian ini dilakukan dalam refrigerator dengan suhu 4 0 C yang relatif konstan, sehingga tidak diperlukan tambahan gliserol. Konsentrasi Akrilamida Konsentrasi akrilamid gel berpengaruh terhadap pendeteksian keragaman dalam SSCP. Konsentrasi akrilamida yang semakin rendah menghasilkan gel yang lebih lembut dan lebih sensitif dalam mendeteksi keragaman (Hayashi, 1991). Barroso et al. (1999) menggunakan konsentrai akrilamida 17% untuk gel dengan kondisi terbaik. Agung (2007) menggunakan konsentrai akrilamida 12%, sedangkan Ceriotti et al. (2004) menggunakan konsentrai akrlimida 9,25%. Konsentrasi akrilamida yang digunakan dalam penelitian ini adalah 9% (59:1). Perbedaan konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini dan penelitian lainnya tidak menjadi masalah karena keragaman gen β-laktoglobulin tetap berhasil teramplifikasi. Perbandingan Akrilamida dan Bis Akrilamida Perbandingan akrilamida dan bis akrilamida yang digunakan akan berpengaruh terhadap lebar matriks yang akan dilewati oleh utas tunggal DNA. Barroso et al. (1999) menggunakan perbandingan 100:1 untuk menghasilkan kondisi gel terbaik. Ceriotti et al. (2004) menggunakan perbandingan 29:1, sedangkan Agung (2007) menggunakan perbadingan 59:1. Perbandingan akrilamida dan bis akrilamida yang digunakan dalam penelitian ini adalah 59:1. Perbedaan perbandingan tersebut tidak berpengaruh terhadap pendeteksian, selama bentuk ikatan utas tunggal DNA masih dapat bermigrasi dalam matrik gel tersebut. Pemurnian Sample DNA Pemurnian Sampel DNA hasil amplifikasi juga berperan penting dalam keberhasilan metode PCR-SSCP. Pada saat pemurnian DNA hasil amplifikasi, semua 17

30 materi selain DNA target akan terbuang saat supernatan hasil pemisahan dengan sentifugasi dibuang. Apabila sampel DNA tidak dimurnikan (masih ada sisa pereaksi PCR) maka akan mengakibatkan kemungkinan adanya pita-pita tambahan yang bukan DNA target dan akan mengurangi tingkat ketelitian dalam melakukan identifikasi tipe dan penentuan genotipe. Pendeteksian Keragaman Gen β-laktoglobulin dengan Metode PCR-SSCP Pendeteksian keragaman gen β-laktoglobulin menggunakan metode PCR- SSCP (Single Strand Conformation Polymorphism). PCR-SSCP merupakan metode yang sangat handal dalam mendeteksi keragaman DNA yang disebabkan adanya perubahan pada fragment DNA dan mendeteksi level mutasi yang rendah (Yahyaoui, 2003). PCR-SSCP memiliki asumsi bahwa perubahan yang terjadi pada nukleotida akan mempengaruhi bentuk (konformasi) dari fragment DNA untai tunggal (Bastos et al., 2001) dan laju mingrasi pada saat elektroforesis. Laju migrasi fragment DNA untai tunggal dalam gel 9% poliakrilamid nondenaturasi berbanding terbalik dengan diameter (ukuran) fragment DNA dan kandungan ion dalam gel (Muladno., 2002). Tahapan-tahapan dalam metode PCR-SSCP terdiri dari beberapa tahap. Tahap pertama yaitu amplifikasi DNA target dengan menggunakan mesin thermocycler, tahap berikutnya adalah pemurnian sampel DNA dan penambahan larutan formamida dye, tahap ketiga yaitu denaturasi DNA produk PCR pada suhu 94 0 C kemudian tahapan elektroforesis dalam gel 9% poliakrilamid nondenaturasi pada kondisi suhu yang konstan. Apabila elektroforesis dilakukan pada suhu ruang, maka perlu ditambahkan buffer aditif seperti gliserol kedalam gel untuk menjaga gel selalu dalam keadaan suhu yang konstant. Pada penelitian ini elektroforesis dilakukan didalam refrigerator bersuhu 4 0 C sehingga tanpa penambahan gliserol, suhu akan berada pada kondisi konstant. Suhu yang konstant berpengaruh terhadap ketegasan dan ketajaman pita yang dihasilkan. Keragaman Gen β-laktoglobulin dengan Metode SSCP Pada penelitian ini ditemukan bahwa gen β-laktoglobulin ekson tujuh pada domba di UP3 Jonggol adalah bersifat polimorfik (beragam). Hasil tersebut berbeda dengan hasil penelitian Agung (2007) yang melaporkan bahwa tidak ada keragaman (monomorfik) gen β-laktoglobulin pada domba lokal dengan menggunakan metode PCR-RFLP. Kucinskiene (2005) dengan metode PCR-RFLP menemukan adanya dua 18

31 alel untuk gen β-laktoglobulin pada domba Lithuanian Native Coarsewooled (domba tipe pedaging-wool) yaitu alel A dan B. Penelitian tersebut menghasilkan tiga genotipe yaitu AA, AB dan BB. Genotipe BB memiliki hubungan dengan produksi susu yang tinggi. Sedangkan genotipe AB dan BB memiliki hubungan dengan kadar protein dan casein yang tinggi. Pendeteksian keragaman gen β-laktoglobulin dengan menggunakan pendekatan SSCP (Single Strand Conformation Polymorphism) menghasilkan lima tipe yang terdiri atas tipe A, B, C, D, dan E. Gambar 3 merupakan gambar hasil pendeteksian keragaman gen β-laktoglobulin dengan metode PCR-SSCP. Gambar 4 merupakan diagram elektroforesi untuk masing-masing tipe gen β-laktoglobulin A B C D E Gambar 3. Hasil Pendeteksian Keragaman Gen β-laktoglobulin Menggunakan Metode PCR-SSCP pada Gel Poliakrilamida 9%. Tipe A 8, Tipe B 17, Tipe C 18, Tipe D 19 dan Tipe E 24. A B C D E Gambar 4. Diagram Elektroforesis Tipe Gen β-laktoglobulin Penentuan tipe dilakukan dengan melihat pola migrasi pita tunggal DNA pada lembar gel poliakrilamida 9%. Persentase keberhasilan pendeteksian keragaman 19

32 dengan PCR-SSCP dalam penelitian ini adalah 77%.Persentase tipe A, B, C, D dan E adalah 27,71%, 9,64%, 16,87%, 12,05% dan 10,84%. Frekuensi masing-masing tipe dapat diketahui dengan cara membagi jumlah sampel yang memiliki tipe tertentu dengan jumlah sampel total. Frekuensi Tipe gen β-laktoglobulin disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Frekuensi Tipe Gen β-laktoglobulin Tipe SSCP Frekunsi (%) Jumlah Sampel (n) A 42,28% 27 B 12,50% 8 C 21,87% 14 D 7,81% 5 E 15,62% 10 Jumlah 100 % 64 Dari tabel 3 terlihat bahwa Tipe A memiliki frekuensi tipe gen β- laktoglobulin yang tertinggi dan tipe D merupakan tipe dengan frekunsi yang terendah. Tipe A memiliki empat pita dan tipe D memiliki 3 pita. Pada penelitian sebelumnya Agung (2007) mengamplifikasi gen β- Laktogobulin dengan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dan mendapatkan hasil yang monomorfik (seragam). Hal ini dapat dikarenakan dengan menggunakan metode PCR RFLP yang menggunakan enzim restriction SacII tidak mengenali situs potong fragmen DNA tersebut. Tidak adanya keragaman pada gen ini juga dapat disebabkan domba yang digunakan pada penelitian tersebut berasal dari delapan daerah asal yaitu Ciomas, Jonggol, Margawati, Indramayu, Donggala, Madura, Sumbawa dan Rote yang belum diseleksi untuk domba yang memiliki produksi susu yang tinggi dan secara umum domba yang ada di Indonesia seleksi domba adalah untuk domba tipe pedaging. Seleksi yang dilakukan terhadap ternak domba di Indonesia belum mengarah pada ternak domba yang memiliki produksi dan kualitas susu yang tinggi. Pendeteksian keragaman gen β-laktoglobulin dengan metode PCR-SSCP dibedakan berdasarkan banyaknya pita yang muncul dan laju migrasi fragment DNA. Tipe gen yang ditemukan dalam penelitian ini memiliki jumlah dua hingga empat 20

33 pita. Hasil ini sesuai dengan penelitian Bastos et al (2001) yang menyatakan bahwa pita maksimum suatu sampel DNA dengan metode SSCP adalah empat pita. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini masih berupa tipe gen β-laktoglobulin sehingga tidak dapat dilakukan identifikasi alel, penentuan genotyping individu dan perhitungan nilai heterozigositas. Untuk mengetahui berapa banyak alel yang ada pada lokus β-laktoglobulin ternak domba perlu dilakukan sekuensing terhadap tipetipe yang telah ditemukan. Perbedaan hasil pendeteksian keragaman sangat bergantung kepada perubahan bentuk dari ikatan utas tunggal DNA. Bentuk dari utas tunggal DNA dalam gel dipengaruhi oleh faktor panjang fragmen dan lingkungan terhadap gel, diantaranya adalah suhu, konsentrai ion dan konsentrasi larutan dalam gel (Hayashi, 1991). Pengaruh Keragaman Gen β-laktoglobulin dengan PCR-SSCP terhadap Produksi Susu Harian dan Komposisi Susu Keragaman gen β-laktoglobulin pada ternak ruminansia telah banyak didapatkan dari berbagai penelitian. Bovenhuis(1992) dan Ng-Kwai-Hang et al. (1984) telah menemukan keragaman gen β-laktoglobulin pada ternak sapi perah yang dihubungkan dengan persentase protein dan lemak susu. Mroczkwski (2004) pun telah mendapatkan keragaman gen β-laktoglobulin pada domba merino yang dihubungkan terhadap produksi susu, persentase protein dan lemak susu. Genotip AA cenderung menghasilkan persentase protein dan lemak susu yang lebih tinggi dari genotip AB dan BB pada produksi susu dan berpengaruh terhadap persentasi protein dan lemak susu. 21

34 Tabel 4. Pengaruh Tipe β-laktoglobulin terhadap Produksi Susu, Persentase Protein dan Lemak Susu Tipe Produksi Susu (gram) x ±sb kk n A 474,5 ± 135,3 28,58 23 B 441,5 ± 129,8 29,39 8 C 483,8 ± 129,5 26,76 14 D 446,6 ± 70,5 15,78 10 E 493,3 ± 127,2 25,78 9 Keterangan: χ = rataan, sb = simpangan baku, kk = koefisien keragaman, n = jumlah sampel. Tabel 5. Pengaruh Gen β-laktoglobulin terhadap Kualitas Susu (Persentase Protein dan Lemak) Tipe Protein (%) Lemak (%) x ±sb kk n x ±sb kk n A 5,31 ± 0,625 11,77 4 3,07 ± 1,38 44,95 4 B 5,35-1 3,56-1 C 5,39 ± 0,506 9,38 7 3,91 ± 1,02 26,08 7 D 6,09-1 3,27-1 E 5,74 ± 1,12 19,51 2 4,74 ± 0,19 4,00 2 Keterangan: χ = rataan, sb = simpangan baku, kk = koefisien keragaman, n = jumlah sampel. Produksi susu harian untuk umur 1, 2, 3, dan 4 tahun adalah 368,30, 429,24, 519,96, 462,98 gram/ekor/hari, dengan simpangan baku sebesar 25,21, 137,24, 130,89, dan 116,31 gram untuk tiap umur secara berturut-turut. Produksi susu dalam penelitian ini secara nyata (p<0,05) dipengaruhi oleh umur induk (Lampiran 4). Keragaman tipe gen β-laktoglobulin ekson tujuh yang didapatkan pada domba induk di UP3 Jonggol dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap produksi susu harian, dan persentase protein dan lemak susu (Lampiran 5&6). Pengaruh yang berbeda antara penelitian ini dan penelitian yang dilakukan Mroczkwski (2004), Bovenhuis (1992) dan Ng-Kwai-Hang et al. (1984) dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Perbedaan sekuens gen β-laktoglobulin yang digunakan dalam penelitian ini dengan pengaruh keragaman tipe protein β- 22

35 Laktoglobulin yang dilakukan Mroczkwski (2004), Bovenhuis (1992) dan Ng-Kwai- Hang et al. (1984) dapat disebabkan oleh perbedaan susunan asam amino yang dihasilkan dari gen β-laktoglobulin. Ng-Kwai-Hang et al. (1990) mengatakan bahwa perbedaan jumlah populasi, bangsa sapi, dan lingkungan juga dapat menjadi faktor penyebabnya. Sifat produksi susu termasuk sifat kuantitatif yang dikendalikan oleh banyak gen, bersifat aditif serta dipengaruhi oleh lingkungan. Nudda et al. (2003) menyatakan bahwa kandungan protein dalam susu dipengaruhi oleh faktor genetik dan juga faktor lingkungan. Pada umumnya ternak domba yang ada di Indonesia termasuk kedalam tipe pedaging. Domba yang berasal dari UP3 Jonggol mungkin belum diseleksi untuk domba yang memiliki produksi susu yang tinggi sehingga keragaman tipe gen β- Laktoglobulin tidak ditemukan berpengaruh terhadap produksi susu harian, persentase protein dan lemak susu. 23

36 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction-Single Strand Conformation Polymorphism (PCR-SSCP) gen β-laktoglobulin pada domba di UP3 Jonggol bersifat polymorfik (beragam). Terdapat lima tipe gen β-laktoglobulin ekson tujuh, yaitu tipe A 27,71%, Tipe B 9,64%, Tipe C 16,87%, Tipe D 12,05% dan Tipe E 10,84%. Tipe A memiliki persentase yang tertinggi dibanding dengan tipe lainnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa variant tipe gen β-laktoglobulin yang berhasil dideteksi dengan PCR-SSCP belum terpaut terhadap sifat produksi susu harian, dan kualitas susu yaitu, persentase protein dan lemak susu pada domba di UP3 Jonggol. Hal ini disebabkan produksi susu merupakan salah satu sifat kuantitatif yang dipengaruhi oleh banyak gen dan lingkungan. Saran Disarankan untuk melakukan melakukan verifikasi terhadap lima tipe gen β- Laktoglobulin yang ditemukan dalam penelitian ini dengan cara sekuensing agar diketahui dimana terjadinya perubahan-perubahan pada fragment DNA yang menyebabkan keragaman dan diketahui jumlah alel untuk gen β-laktoglobulin. Diperlukan pula perbaikan managemen untuk meningkatkan performa dan produkstivitas domba Di UP3 Jonggol dan perbaikan dalam segi rekording serta penambahan jumlah sampel yang akan digunakan. 24

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Sampel Pengambilan Sampel Ekstraksi DNA Primer MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Nopember 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetik Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetik Ternak,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN PITUITARY SPECIFIC POSITIVE TRANSCRIPTION FACTOR 1 (PIT1) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DAN SAPI FH (Friesian-Holstein) SKRIPSI RESTU MISRIANTI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Indonesia Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah beradaptasi dengan iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Domba lokal ekor tipis

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Analisis Polymerase Chain Reaction (PCR) serta analisis penciri Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH 62 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan, yaitu dari bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba  Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Menurut Tomaszewska et al. (1993) domba berasal dari Asia, yang terdiri atas 40 varietas. Domba-domba tersebut menyebar hampir di setiap negara. Ternak domba merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Terpadu,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari empat primer yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari empat primer yang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari empat primer yang digunakan hanya primer GE 1.10 dengan suhu annealing sebesar 49,5 o C yang dapat dianalisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode B. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah sampel DNA koleksi hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Domestikasi domba diperkirakan terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 9.000 11.000 tahun lalu. Sebanyak tujuh jenis domba liar yang dikenal terbagi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7 individu udang Jari yang diambil dari Segara Anakan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.

Lebih terperinci

EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP

EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP EKSPLORASI GEN GROWTH HORMONE EXON 3 PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE), SAANEN DAN PESA MELALUI TEKNIK PCR-SSCP (Exon 3 Growth Hormone Gene Exploration in Etawah Grade, Saanen and Pesa by PCR-SSCP Method)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai ekonomi untuk budidaya sapi pedaging. Sapi Pesisir dan sapi Simmental merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian, sehingga dapat menerangkan arti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki banyak bangsa sapi dan hewan-hewan lainnya. Salah satu jenis sapi yang terdapat di Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang mengangkat fenomena alam sebagai salah satu masalah dalam penelitian. Penelitian ini dapat menerangkan

Lebih terperinci

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Kolokium Ajeng Ajeng Siti Fatimah, Achmad Farajallah dan Arif Wibowo. 2009. Karakterisasi Genom Mitokondria Gen 12SrRNA - COIII pada Ikan Belida Batik Anggota Famili Notopteridae. Kolokium disampaikan

Lebih terperinci

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans) Laguna Segara Anakan

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di II. MATERI DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di enam desa yaitu tiga desa di Kecamatan Grokgak dan tiga desa di Kecamatan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas Negeri Gorontalo Abstrak (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Materi Sampel Darah Kambing Primer Bahan dan Alat Analisis PCR

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Materi Sampel Darah Kambing Primer Bahan dan Alat Analisis PCR 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2010 hingga Januari 2011. Lokasi pengambilan sampel darah dan susu kambing dilakukan di PT Fajar Taurus Dairy Farm dan PT Elang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN -KASEIN (CSN2) PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH, SAANEN DAN PERSILANGANNYA DENGAN METODE PCR-SSCP

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN -KASEIN (CSN2) PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH, SAANEN DAN PERSILANGANNYA DENGAN METODE PCR-SSCP IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN -KASEIN (CSN2) PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH, SAANEN DAN PERSILANGANNYA DENGAN METODE PCR-SSCP Identification of β-casein Gene Variability (CSN2) in Etawah Grade, Saanen and

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Objek Penelitian Empat spesies burung anggota Famili

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Asal-Usul dan Klasifikasi Domba Domba yang dijumpai saat ini merupakan hasil domestikasi yang dilakukan manusia. Pada awalnya domba diturunkan dari 3 jenis domba liar, yaitu Mouflon

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Autentikasi Bahan Baku Ikan Tuna (Thunnus sp.) dalam Rangka Peningkatan Keamanan Pangan dengan Metode Berbasis DNA dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber : TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein merupakan bangsa sapi perah yang banyak terdapat di Amerika Serikat dengan jumlah sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang ada. Sapi ini

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian - The Netherlands) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional molekuler. Data yang diperoleh berasal dari pemeriksaan langsung yang dilakukan peneliti sebanyak

Lebih terperinci

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Perkembangan Domba Asia merupakan pusat domestikasi domba. Diperkirakan domba merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi oleh manusia kira-kira

Lebih terperinci

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid LAMPIRAN 9 Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid Satu ruas tungkai udang mantis dalam etanol dipotong dan dimasukkan ke dalam tube 1,5 ml. Ruas tungkai yang telah dipotong (otot tungkai)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian meliputi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Banda, Teluk Tolo, Laut Maluku dan Teluk Tomini (Gambar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode penelitian deskriptif. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR II. BAHAN DAN METODE Ikan Uji Ikan uji yang digunakan adalah ikan nila hibrida hasil persilangan resiprok 3 strain BEST, Nirwana dan Red NIFI koleksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini meliputi kegiatan lapang dan kegiatan laboratorium. Kegiatan lapang dilakukan melalui pengamatan dan pengambilan data di Balai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. 3.2 Objek Penelitian DNA ikan gurame (Osphronemus goramy Lac.) yang resisten dan sensitif

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Karakteristik Domba Lokal di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Karakteristik Domba Lokal di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah dan Karakteristik Domba Lokal di Indonesia Ternak atau sering juga dikenal sebagai ternak ruminansia kecil, merupakan ternak herbivora yang sangat populer di kalangan

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-) HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Daerah D-loop Amplifikasi daerah D-loop DNA mitokondria (mtdna) pada sampel DNA sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Applied

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B dan analisis plasma di Laboratorium Nutrisi Ternak Kerja dan Olahraga Unit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Kualitas DNA HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Sumber DNA pada Aves biasanya berasal dari darah. Selain itu bulu juga dapat dijadikan sebagai alternatif sumber DNA. Hal ini karena pada sebagian jenis Aves memiliki pembuluh

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September tahun 2011. Sampel ikan berasal dari 3 lokasi yaitu Jawa (Jawa Barat), Sumatera (Jambi),

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN Penelitian penanda genetik spesifik dilakukan terhadap jenis-jenis ikan endemik sungai paparan banjir Riau yaitu dari Genus Kryptopterus dan Ompok. Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

Pengujian DNA, Prinsip Umum

Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian DNA, Prinsip Umum Pengujian berbasis DNA dalam pengujian mutu benih memang saat ini belum diregulasikan sebagai salah satu standar kelulusan benih dalam proses sertifikasi. Dalam ISTA Rules,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian dasar dimana adanya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian dasar dimana adanya BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian dasar dimana adanya keingintahuan peneliti terhadap hasil suatu aktivitas. Metode penelitian ini

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal Keanekaragaman ternak sapi di Indonesia terbentuk dari sumber daya genetik ternak asli dan impor. Impor ternak sapi Ongole (Bos indicus) atau Zebu yang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN GROWTH HORMONE RELEASING HORMONE (GHRH) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DENGAN METODE PCR-RFLP

IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN GROWTH HORMONE RELEASING HORMONE (GHRH) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DENGAN METODE PCR-RFLP IDENTIFIKASI KERAGAMAN GEN GROWTH HORMONE RELEASING HORMONE (GHRH) PADA KERBAU LOKAL (Bubalus bubalis) DENGAN METODE PCR-RFLP SKRIPSI ALMIRA PRIMASARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian tentang Karakterisasi genetik Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan berdasarkan haplotipe

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi Pasundan merupakan sapi lokal di Jawa Barat yang diresmikan pada tahun 2014 oleh Menteri pertanian (mentan), sebagai rumpun baru berdasarkan SK Nomor 1051/kpts/SR.120/10/2014.

Lebih terperinci

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Disusun oleh: Hanif Wahyuni (1210411003) Prayoga Wibhawa Nu Tursedhi Dina Putri Salim (1210412032) (1210413031) SEJARAH Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1985

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (Integrated Taxonomic Information System) adalah sebagai berikut :

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (Integrated Taxonomic Information System) adalah sebagai berikut : II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Domba merupakan salah satu sumber pangan hewani bagi manusia. Domba merupakan salah satu ruminansia kecil yang dapat mengkonnsumsi pakan kualitas rendah dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 9 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan Juli 2012. Kegiatan ekstraksi DNA sampai PCR-RFLP dilakukan di laboratorium Analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan membuat gambaran secara sistematis,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Ayam Kampung Suprijatna dkk. (2005) mengemukakan taksonomi ayam kampung adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia, Phylum : Chordata, Subphylum : Vertebrata,

Lebih terperinci

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD)

KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) KERAGAMAN GENETIK POPULASI INDUK ABALONE (Haliotis diversicolor) ASAL SELAT BALI DENGAN MENGGUNAKAN PENANDA Random Amplified Polimorphic DNA (RAPD) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Peralatan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol sampel, beaker glass, cool box, labu

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Materi Sampel DNA Primer

METODE Waktu dan Tempat Materi Sampel DNA Primer METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September 2010 sampai dengan bulan Pebruari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak Bagian Pemuliaan dan Genetika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum telah dilakukan secara turun temurun meskipun dalam jumlah kecil skala rumah tangga, namun usaha tersebut telah

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci