BAB II LANDASAN TEORI
|
|
- Budi Hardja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II LANDASAN TEORI A. Postpurchase Dissonance A. 1. Pengertian Postpurchase Dissonance Cornwell (2007) menjelaskan bahwa konsep postpurchase dissonance adalahkonsep cognitive dissonance yang dikembangkan oleh Leon Festinger pada tahun Festinger (Loundon dan Bitta, 1993; Sweeney, Hausknecht, dan Soutar, 2000) mendefinisikan cognitive dissonance sebagai berikut: Cognitive dissonance is as a psychological state which results when a person perceives that two cognitions (thoughts), both of which he believes to be true, do not fit together Kehadiran disonansi akan menimbulkan tekanan untuk mengurangi atau menghilangkannya. Setelah diperkenalkannya konsepcognitive dissonance, banyak ahli telah mengaplikasikannya dalam berbagai jenis penelitian dan yang paling mencolok terdapat pada penelitian di perilaku konsumen (Chou, 2012). Dimana cognitive dissonance yang terjadi setelah suatu pembelian, hal inilah yang dinamakan dengan postpurchase dissonance (Schiffman dan Kanuk, 2004). Postpurchase dissonance merupakan suatu tahap dari postpurchase consumer behavior yang dapat dialami oleh setiap konsumen setelah melakukan prosespembelian suatu produk. Hawkins, Mothersbaugh, & Best (2007) mendefinisikan postpurchase dissonance sebagai suatu keraguan atau kecemasan
2 yang dialamioleh seorang konsumen setelah melakukan suatu keputusan yang sulit dan relatif permanen.keraguan atau kecemasan ini terjadi karena konsumen tersebut beradadalam suatu keadaan yang mengharuskannya membuat komitmen yang relatif permanen terhadap sebuah pilihan alternatif dari pilihan alternatif lainnya yangtidak jadi dipilih oleh konsumen tersebut. Oleh karena itu kebanyakan pembuatankeputusan terbatas (limited decision making) tidak akan menghasilkan postpurchase dissonance karena konsumen tidak mempertimbangkan tampilan tampilanyang menarik yang ada dalam merk atau produk yang tidak dipilihdimana hal tersebut juga tidak ada dalam produk atau merk yang dipilih. Loudon & Bitta (1993) berpendapatbahwa postpurchase dissonance terjadi sebagai hasil dari perbedaan antarakeputusan konsumen dan evaluasi sebelumnya.hawkins, Mothersbaugh dan Best (2007) menyatakan bahwa postpurchase dissonance adalah salah satu bentuk keraguan yang terjadi pada tahap pasca pembelian (postpurchase) suatu produk oleh konsumen. Tahap ini sangat kritis bagi para konsumen, dimana pada tahap ini konsumen akan mencaripenguatan (reinforcement) atas keputusan membeli yang telah mereka lakukan.
3 Skema 2. Alur Postpurchase Dissonance dalam pembelian Pada skema di atas, Hawkins, Mothersbaugh & Best (2007) membuat suatu diagram yang menggambarkan bagaimana perilaku konsumen yang terjadi dimulai dari saat pembelian barang, dimana beberapa pembelian diikuti dengan fenomena yang disebut postpurchase dissonance. Hal ini terjadi ketika kosumen meragukan kebijakan pembelian (wisdom of purchase) yang telah dilakukan. Pembelian lainnya diikuti dengan nonuse. Konsumen mengembalikan atau menyimpan barang tersebut tanpa menggunakannya. Kebanyakan pembelian akan berakhir pada penggunaan barang, meskipun juga terjadi postpurchase dissonance pada saat tersebut. Ketidakpuasan mungkin menimbullkan complaint
4 behaviors sedangkan kepuasan (satisfaction) dapat memberikan peningkatan dan pengulangan pembelian kembali dari konsumen. Berdasarkan skema tersebut, dapat disimpulkan bahwa hadirnya postpurchase dissonance dapat mempengaruhi motivasi konsumen untuk kembali membeli produk atau malah menolak sama sekali produk tersebut di masa mendatang. Dari uraian penjeleasan mengenai postpurchase dissonance dapat disimpulkan bahwa postpurchase dissonance adalah keraguan yang dialami oleh seorang konsumen setelah melakukan suatu keputusan pembelian yang sulit dan relatif permanen terhadap suatu produk. A. 2. Indikator pengukuran Postpurchase Dissonance Sweeney, Hausknecht, & Soutar (2000) menjelaskan 3 (tiga) dimensi yang digunakan untuk mengukur Postpurchase Dissonance, yaitu: 1. Emotional (Kondisi Emosi) Ketidaknyamanan psikologis yang merupakan konsekuensi dari keputusan membeli. Keadaan yang tidak nyaman secara psikologis yang dialami oleh seseorang setelah membeli suatu produk yang dirasakan penting bagi dirinya mengindikasikan bahwa ia sedang mengalami postpurchase dissonance. 2. Wisdom of Purchase (Kebijaksanaan dalam Pembelian) Kesadaran individu setelah melakukan pembelian apakah mereka telah membeli produk yang tepat atau mereka mungkin tidak membutuhkan produk tersebut. Setelah proses pembelian dilakukan, individu dihadapkan kepada pertanyaan-pertanyaan seputar keputusan membeli yang telah dilakukan
5 apakah keputusan pembelian yang dilakukan memang benar. Jika dia merasa bahwa produk yang telah dibeli adalah tepat dan berguna, maka individu cenderung tidak akan mengalami postpurchase dissonance. 3. Concern Over Deal (Kesadaran Setelah Pembelian Dilakukan) Kesadaran individu setelah proses pembelian telah dilakukan, apakah mereka telah dipengaruhi oleh agen penjual (sales staff) atau atas dasar pertimbangan sendiri. Pada saat hendak melakukan pembelian, individu yang melakukan keputusan membeli atas dasar pertimbangan sendiri (individu merasa bebas dalam memutuskan pembelian terhadap suatu produk) akan dihadapkan pada informasi- informasi dari luar diri individu. Kondisi ini dapat membuat individu mengalami postpurchase dissonance. Ditambahkan pula oleh Sweeney, Hausknecht, & Soutar (2000) bahwa pada pengukuran terhadap tarafpostpurchase dissonance konsumen maka ada sejumlah karakteristik sampel yang harus dipenuhi: 1. Konsumen menganggap keputusan untuk membeli produk tersebut adalah penting bagi dirinya. 2. Ketika membeli produk tersebut konsumen membelinya atas dasar kemauan sendiri tanpa adanya tekanan atau paksaan dari orang lain. 3. Produk tersebut tidak dapat dikembalikan lagi apabila telah dibeli.
6 A. 3. Faktor-faktor Postpurchase Dissonance Hawkins. Mothersbaugh, & Best, (2007) menjelaskan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi postpurchase dissonance, yaitu: 1. The degree of commitment or irrevocability of the decision (Derajat Komitmen dan Keputusan yang Tidak Dapat Diubah) Semakin mudah mengubah keputusan, semakin rendah kemungkinan seorang mengalami kebingungan (dissonance). Hal ini dapat terjadi pada saat membeli suatu produk yang memiliki banyak alternatif lainnya dimana masing-masing alternatif memiliki kelebihan ataupun kekurangan yang relatif sama. Dengan demikian keputusan untuk mengubah pembelian terhadap suatu produk seperti di atas tidak akan mengarah kepada postpurchase dissonance. Keputusan yang telah dibuat tidak mungkin lagi untuk diubah oleh konsumen tersebut. 2. The importance of the decision to the consumer (Tingkat Kepentingan Keputusan oleh Konsumen) Semakin penting keputusan tersebut bagi konsumen, semakin besar kemungkinannya mengalami keraguan (dissonance). Keputusan seperti ini akan membuat seorang konsumen memikirkan secara matang produk yang hendak dibeli sebelum melakukan pembelian. Oleh karena itu keputusan yang salah dalam membeli suatu produk akan mengarah kepada keraguan pasca pembelian (postpurchase dissonance) yang akan dialami oleh konsumen tersebut.
7 3. The difficulty of choosing among alternatives (Kesulitan Mengambil Keputusan Diantara Sejumlah Alternatif) Semakin sulit memilih alternatif, semakin tinggi kemungkinan seorang konsumen mengalami dissonance. Hal ini dikarenakan alternatif yang ada tidak menawarkan kelebihan-kelebihan lainnya yang tidak ada pada produk yang hendak dipilih. Atau dengan kata lain alternatif yang ada tidak dapat menutupi kekurangan yang ada pada produk yang hendak dibeli. 4. The individual s tendency to experience anxiety (Kecenderungan Individu Merasa Cemas) Beberapa individu memiliki tingkatan atau kecenderungan yang berbeda dalam mengalami rasa cemas. Kecemasan ini dapat disebabkan oleh salah satu trait kepribadian yang dimiliki oleh seorang konsumen yang merupakan bawaan dari lahir (nature) ataupun dikarenakan pengaruh lingkungan (nurture). Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat kecemasan yang dimiliki oleh seorang individu maka semakin tinggi kemungkinannya mengalami postpurchase dissonance.
8 B. Harga B. 1. Konsep dan Pengertian Harga Harga (price) menurut Hawkins. Mothersbaugh, & Best, (2007) adalah jumlah uang yang harus dikeluarkan (dibayarkan) oleh konsumen, untuk memperoleh produk barang atau jasa. Tjiptono (2000) menambahkan bahwa harga merupakan satu-satunya unsur bauran pemasaran yang bersifat fleksibel dan memberikan pemasukan atau pendapatan bagi perusahaan, sedangkan ketiga unsur lainnya(produk, distribusi, dan promosi) menyebabkan timbulnya biaya(pengeluaran). Tjiptono (2000) menyimpulkan bahwa harga memiliki dua peranan utama dalam proses pengambilan keputusan para pembeli yaitu: 1. Peranan alokasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam membantu para pembeli untuk memutuskan cara memperoleh manfaat atau utilitas tertinggi yang diharapkan berdasarkan daya belinya. Dengan demikian, adanya harga dapat membantu para pembeli untuk memutuskan cara mengalokasikan daya belinya pada berbagai jenis barang dan jasa. Pembeli membandingkan harga dari berbagai alternative yang tersedia, kemudian memutuskan alokasi dana yang dikehendaki. 2. Peranan informasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam mendidik konsumen menggenai faktor-faktor produk, seperti kualitas. Hal ini terutama bermanfaat dalam situasi di mana pembeli mengalami kesuilitan untuk menilai faktor
9 produk secara objektif. Persepsi yang sering berlaku adalah bahwa harga yang mahal mencerminkan kualitas yang tinggi. B. 2. Faktor dalam menetapkan Harga Menurut Kotler dan Armstrong (dalam Tjiptono, 2000) terdapat dua faktor dalam menetapkan harga yaitu: 1. Faktor Internal Perusahaan a. Tujuan Pemasaran Perusahaan Faktor utama yang menentukan dalam penetapan harga adalah tujuan pemasaran perusahaan. Tujuan tersebut bisa berupa maksimisasi laba, mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, meraih pangsa pasar yang besar, menciptakan kepemimpinan dalam hal kualitas, mengatasi persaingan, melaksanakan tanggung jawab sosial, dan lain-lain. b. Strategi Bauran Pemasaran Harga hanyalah salah satu komponen dari bauran pemasaran. Oleh karena itu, harga perlu dikoordinasikan dan saling mendukung dengan bauran pemasaran lainnya, yaitu produk, distribusi, dan promosi. c. Biaya Biaya merupakan faktor yang menentukan harga minimal yang harus ditetapkan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Oleh karena itu, setiap perusahaan pasti menaruh perhatian besar pada aspek struktur biaya (tetap dan variable), serta jenis-jenis biaya lainnya, seperti out-of-pocket cost, incremental cost, opportunity cost, controllable cost, dan replacement cost.
10 2. Faktor Lingkungan Eksternal a. Sifat Pasar dan Permintaan Setiap perusahaan perlu memahami sifat pasar dan permintaan yang dihadapinya, apakah termasuk pasar persaingan sempurna, persaingan monopolistic, oligopoly, atau monopoli. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah elastisitas permintaan. b. Persaingan Terdapat lima kekuatan pokok yang berpengaruh dalam persaingan suatu industry, yaitu persaingan dalam industri yang bersangkutan, produk substitusi, pemasok, pelanggan, dan ancaman pendatang baru. Informasiinformasi yang dibutuhkan untuk menganalisis karakteristik persaingan yang dihadapi antara lain meliputi: 1) Jumlah perusahaan dalam industri Bila hanya ada satu perusahaan dalam industri, maka secara teoretis perusahaan yang bersangkutan bebas menetapkan harganya seberapa pun. Akan tetapi sebaliknya, bila industri terdiri atas banyak perusahaan, maka persaingan harga terjadi. Bila produk yang dihasilkan tidak terdiferensiasi, maka hanya pemimpin industri yang leluasa menentukan perubahan harga. 2) Ukuran relatif setiap anggota dalam industri Bila perusahaan memiliki pangsa pasar yang besar, maka perusahaan yang bersangkutan dapat memegang inisiatif perubahan harga. Bila pangsa pasarnya kecil, maka hanya menjadi pengikut.
11 3) Diferensiasi produk Bila perusahaan berpeluang melakukan diferensiasi dalam industrinya, maka perusahaan tersebut dapat mengendalikan aspek penetapan harganya, bahkan sekalipun perusahaan itu kecil dan banyak pesaing dalam industri. 4) Kemudahan untuk memasuki industri yang bersangkutan Bila suatu industri mudah untuk dimasuki, maka perusahaan yang ada sulit mempengaruhi atau mengendalikan harga. Sedangkan bila ada hambatan masuk ke pasar, maka perusahaan yang sudah ada dalam industri tersebut dapat mengendalikan harga. Hambatan masuk ke pasar dapat berupa: a) Persyaratan teknologi b) Investasi modal yang besar c) Ketidaktersediaan bahan baku pokok/utama d) Skala ekonomis yang sudah dicapai perusahaan-perusahaan yang telah ada dan sulit diraih oleh para pendatang baru e) Kendali atas sumber daya alam oleh perusahaan-perusahaan yang sudah ada f) Keahlian dalam pemasaran c. Unsur-unsur Lingkungan Eksternal Lainnya Selain faktor-faktor diatas, perusahaan juga perlu mempertimbangkan faktor kondisi ekonomi (inflasi, resesi, tingkat bunga), kebijakan dan peraturan pemerintah, dan aspek sosial (kepedulian terhadap lingkungan).
12 B.3. Persepsi Harga Dari perspektif konsumen, harga adalah apa yang diberikan atau dikorbankan untuk mendapatkan suatu produk (Zeithaml, 1988). Menurut Monroe (1990), harga pada konsumen merupakan salah satu salah satu isyarat yang digunakan konsumen dalam proses persepsi, dimana harga akan mempengaruhi penilaian konsumen tentang suatu produk. Dan pada akhirnya konsumen akan mengevaluasi berbagai alternatif di kriteria yang berbeda pula dan membuat keputusan akhir. Persepsi harga didefinisikan sebagai sesuatu yang diberikan atau dikorbankan untuk mendapatkan jasa atau produk (Zeithaml, 1988). Dalam memandang suatu harga konsumen mempunyai beberapa pandangan berbeda. Harga yang ditetapkan di atas harga pesaing dipandang mencerminkan kualitas yang lebih baik atau mungkin juga dipandang sebagai harga yang terlalu mahal. Sementara harga yang ditetapkan di bawah harga produk pesaing akan dipandang sebagai produk yang murah atau dipandang sebagai produk yang berkualitas rendah (Leliana dan Suryandari, 2004). Harga kerap kali menjadi fokus dalam penelitian konsumen karena kecenderungan berhubungan dengan diagnosis dan dapat digunakan untuk menyimpulkan tentang atribut lainnya seperti kualitas dan nilai (Hoyer& MacInnis, 2010). Schiffman & Kanuk (1994) menyatakan bahwa konsumen melihat harga sebagai indikator kualitas produk. Hoyer & MacInnis (2010) menambahkan bahwa konsumen membuat kesimpulan atas sebuah produk/jasa
13 berdasarkan harganya. Sebagai contoh, ada informasi yang menyatakan bahwa harga dan kualitas berhubungan, sehingga seorang konsumen menyimpulkan bahwa produk dengan harga tinggi mempunyai kualitas yang tinggi pula. Konsumen kerap membuat kesimpulan seperti ini ketika mereka percaya bahwa merek berbeda dalam hal kualitas, dan memilih produk dengan kualitas rendah itu beresiko dan ketika tidak mempunyai informasi tentang kualitas sebuah merk merupakan hal yang beresiko. Hal ini sejalan dengan Hawkins, Mothersbaugh, & Best (2007) yang menambahkan adanya konsep price-perceived quality pada konsumen saat membuat kesimpulan. Price-perceived quality ini berangkat dari peribahasa terkenal kamu mendapatkan sesuai dengan apa yang kamu bayar. Konsumen kerap menyimpulkan bahwa barang dengan harga tinggi mempunyai kualitas yang lebih tinggi dibanding barang dengan harga yang rendah. Jacoby dan Olson (1977) membedakan antara harga objektif/objective price dengan harga yang dikodekan oleh konsumen/perceived price. Dickson dan Sawyer (1957) menambahkan konsumen jarang mengingat harga sebenarnya dari suatu produk (objective price). Sebagai gantinya mereka membuat kode harga dalam cara-cara yang mempunyai arti bagi mereka.
14 B.4. Konsep yang berhubungan dengan persepsi Harga Lichtenstein, Ridgway & Netemeyer (1993) menjelaskan lima konstruk yang konsisten dengan persepsi harga dalam peranan negative dan dua konstruk konsisten dengan persepsi harga dalam peran positif telah diidentifikasi, yaitu: a. Negative Role of Price 1. Value Consciousness Persepsi mengenai harga menjadi petunjuk untuk beberapa konsumen dapat dikarakteristikkan sebagai kesadaran atas perbandingan kualitas yang diterima terhadap harga yang sudah dibayar dalam transaksi pembelian. Beberapa peneliti telah mendefenisikan konsep nilai ini, sejalan dengan persepsi yang telah disebutkan. Akibatnya, value consciousness disini mencerminkan kesadaran akan harga yang telah dibayar dengan kualitas yang diterima. 2. Price Consciousness Persepsi mengenai harga menjadi petunjuk untuk beberapa konsumen dapat dikarakteristikkan sebagai pencerminan dari price consciousness itu sendiri. Walaupun istilah price consciousness telah dipakai oleh peneliti yang berbeda untuk menjelaskan beberapa konsep mengenai harga, defenisinya merujuk pada tingkatan dimana konsumen fokus terhadap pembelian di harga yang rendah.
15 3. Coupon proneness Persepsi terhadap harga juga mempunyai peranan negatif yang dihubungkan dengan bagaimana petunjuk harga dipresentasikan. Sejalan dengan pandangan ini, beberapa peneliti mengatakan bahwa penurunan harga dalam bentuk kupon dapat meningkatkan respon konsumen dibandingkan respon terhadap harga nonkupon yang lebih rendah. Penemuan ini mengakibatkan peningkatan penjualan dari harga yang ditawarkan melalui kupon. Coupon proneness diartikan sebagai peningkatan kecenderungan untuk bereaksi terhadap tawaran pembelian karena bentuk kupon mempengarhui evaluasi pembelian secara positif. 4. Sale proneness Alasan yang mirip dengan coupon proneness mengusulkan terhadap beberapa konsumen, peningkatan kepekaan kepada harga dalam peran negartif dihubungkan dengan harga dalam bentuk potongan harga. Karena lebih banyak evaluasi harga yang positif pada harga pembelian dalam bentuk potongan harga, persepsi konsumen terhadap harga mempunyai peranan negative dalam mencerminkan sale proneness. Akibatnya, sale proneness diartikan sebagai peningkatan kecenderungan untuk merespon terhadap penawaran pembelian karenabentuk potongan harga, dimana harga yang diberikan mempengaruhi evaluasi pembelian secara positif.
16 5. Price mavenism Persepsi terhadap harga dalam peranannya yang negative dapat berhubungan dengan keinginan untuk diinformasikan mengenai harga pasaran dengan tujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain. Pernyataan ini didukung oleh Feick dan Price(1987, p.85), bahwa siapapun yang menunjukkan konsumen dijelaskan sebagai market mavens, karena keinginan mereka untuk diinformasikan tentang pasar sehingga mereka dapat meneruskan informasi kepada orang lain. Price mavenism diartikan sebagai tingkatan dimana seorang individu adalah sumber informasi mengenai harga dari banyak produk dan tempat untuk berbelanja di tempat yang harganya paling rendah, memulai diskusi dengan konsumen dan berekasi terhadap permintaan konsumen untuk informasi harga pasaran. b. Positive Role of Price 1. Price-quality schema Untuk beberapa konsumen, petunjuk harga dapat dipersepsikan dalam peranan positif karena disimpulkan bahwa tingkatan harga berhubungan dengan tingkatan kualitas produk secara positif. Untuk konsumen yang mempunyai pandangan seperti ini, mereka melihat harga yang lebih tinggi lebih disukai karena persepi dari peningkatan kualitas. Dalam kenyataanya, jenis konsumen seperti ini lebih
17 cenderung membayar dalam harga yang lebih tinggi, perilaku mereka dikatakan sebagai price-seeking. Banyak bukti yang menyatakan harga sebagai indikator dari kualitas produk bervariasi dari situasi dan produk yang sedang dievaluasi, penemuan dari beberapa penelitian juaga mendukung bahwa konsumen cenderung menggunakan harga sebagai indikator umum tentang kualitas produk. Sehingga, price-quality schema adalah kepercayaan umum terhadap berbagai kategori produk bahwa tingkatan petunjuk harga berhubungan secara positif terhadap dtingkatan kualitas produk. 2. Prestige sensitivity Hampir sama dengan persepsi dari petunjuk harga berdasarkan sinyal terhadap pembeli mengenai kualitas produk adalah persepsi terhadap harga berdasarkan kesimpulan tentang bagaimana sinyal tersebut terhadap orang lain mengenai pembeli. Sehingga prestige sensitivity diartikan sebagai persepsi harga berdasarkan perasaan unggul dan status dimana harga yang tinggi merupakan sinyal kepada orang lain terhadap pembeli. C. Perilaku Konsumen Pria Bakshi (2009) mengatakan konsumen pria dalam melihat suatu produk lebih berfokus pada fungsi utama dari pada suatu produk dibanding fungsi sekundernya. Hal ini sangat berbeda dengan perempuan yang dikatakan kegiatan
18 berbelanja merupakan kebutuhan sosial. Dalam tahap pencarian informasi, pria cenderung ke tanda-tanda atau petunjuk yang mencolok dan kurang komprehensif dibandingkan perempuan. Kecenderungan pria adalah berfokus pada sumber informasi dan topik tertentu. Block dan Morwitz (1999) mengatakan kemungkinan produk yang sudah dibeli sudah direncanakan sebelumnya lebih rendah terjadi pada pria dibanding wanita. Kecenderungan ini terjadi karena konsumen pria membuat keputusan pembelian berdasarkan kebutuhan saat itu dan sejauh mana barang atau jasa akan memenuhi kebutuhan yang dirasakan. Dalam pengambilan keputusan, pria didominasi oleh fakta dan data dibanding wanita dimana wanita lebih cenderung bereaksi lebih kuat terhada interaksi personal dengan agen penjual. Bakshi (2009) juga menambahkan adanya kecenderungan pria untuk lebih bersifat analitis dan logis pada tahap setelah pembelian, karena pria yang pada umumnya mempunyai fokus pada kualitas nilai dan suatu produk tidak jarang tetap mengevaluasi keputusan pembelian. Hal ini dikarenakan mereka ingin merasakan percaya diri dengan pilihan mereka dan meyakinkan bahwa produk tersebut akan memenuhi kebutuhan mereka. Situmorang (2011), menjelaskan terdapat lima jenis tipe konsumen pria, yaitu:
19 a. Metroseksual Meski banyak yang bilang tipe ini sudah mati, pria kota kaya berumur 20 sampai 50 tahun ini jelas berbelanja, bahkan lebih dari sekedar membeli. Mereka tak hanya mencari barang yang diperlukan, tapi mengisi konsumerismenya dengan makna, kualitas, dan keindahan yang lebih dalam. Misalnya, mereka memandang sandal selop sebagai karya seni, perawawatan tubuh/salon bukan hal yang tabu/memalukan, dsb., penampilan menjadi ciri khas mereka. Berkat metroseksual, pemasaran untuk pria tak akan sama lagi. b. Maturiteen Remaja pria ini lebih pintar, bertanggung jawab, matang, dan pragmatis dibanding remaja pria pada generasi sebelumnya. Pengamat budaya berpendapat kepercayaan diri mereka tumbuh berkat orang tua generasi baby boomer yang memperlakukan anak-anak layaknya teman. Lantaran akrab dengan teknologi, mereka sangat terampil dengan riset online dan kerap bersikap seperti konsultan belanja di rumah. Mereka tak pernah lepas dari internet. Aktivitas para remaja ini pun membuat mereka punya pandangan radikal. Perusahaan yang punya merk seperti Adidas, Sony dan Unilever terbukti sukses menuruti kemauan remaja-remaja ini.
20 c. Pria Modern Tidak masuk retro ataupun metro, mereka ada di tengah. Para pria ini adalah konsumen matang usia 20-an dan 30-an tahun, pembeli yang lebih besar dari pada generasi sebelumnya tapi juga gemar olah raga. Mereka merasa nyaman dengan perempuan tapi tidak menganggap belanja dengan wanita itu menyenangkan. Anggap saja begini: pelembab dan gel rambut masih bisa diterima tapi manicure rasanya agak berlebihan. d. Sang Ayah Adakah tipe pria lain yang terabaikan selain mereka? Begitu pria menikah dan punya anak, mereka berhenti belanja. Sekalinya belanja, mereka palingpaling menjadi seperti ayah yang meminta saran anaknya untuk tampil keren. Tapi pra pria ini cenderung berada dalam tahun-tahun pendapatan. Plus, mereka sering terlihat sedang mendorong kereta bayi dan membeli popok, seperti halnya para ibu. e. Retroseksual Jika metroseksual mendukung etos wanita, retroseksual justtru menentang. Para tradisionalis ini telah menjjalani kekacauan kultur dan konsumerisme yang sama dengan pria modern dan metroseksual, tapi retro menolak feminisme dan dengan senang hati menikmati perilaku para tradisonal. Ia merindukan bagaimana segala sesuatu dilakukan pada masa lalu.
21 D. Dinamika Postpurchase Dissonance pada konsumen pria dengan faktor hargasebagaipemicu. Proses pembelian produk merupakan proses yang mempunyai beberapa tahapan sampai akhirnya seseorang mengambil keputusan pembelian. Hoyers dan MacInnis (2010) menyatakan bahwa faktor harga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh kritis terhadap pengenalan, penggunaan, dan pengambilan keputusan pembelian. Setelah melakukan pembelian, konsumen pada umumnya tetap mengevaluasi keputusan mereka. Hal ini dikarenakan mereka ingin merasa nyaman atas pilihan mereka dan meyakinkan bahwa produk tersebut dapat memenuhi kebutuhan. Kenyamanan yang dicapai konsumen adalah ketika konsumen merasa bahwa apa yang dikeluarkan untuk mendapat sesuatu sama dengan kualitas yang diperoleh dari barang tersebut. Bentuk evaluasi ini membutuhkan pemikiran analitis, yang khususnya dimiliki oleh konsumen pria. Hal ini didukung oleh Bakhsi (2009),dimana konsumen pria cenderung bersifat analitis terhadap keputusan pembelian yang telah diambilnya. Sehingga konsumen pria membandingkan apakah biaya yang dikeluarkan sebanding dengan kualitas produk yang dia dapatkan. Dimana hal ini kemudian disebut sebagai analisis harga. Harga oleh Jacoby dan Olson (1977) dibedakan antaraobjective price dan perceived price. Objective price merupakan harga aktual (objektif) dan perceived price merupakan harga yang disandikan oleh konsumen. Harga aktual (objektif)
22 produk yang ditemukan konsumen akan lebih tinggi, lebih rendah, atau sama dengan harga referensi yang dibuat oleh konsumen, sedangkan harga referensi (reference price) merupakan suatu standar internal yang dibandingkan dengan harga produk yang ditemukan (Lindsey-Mullikin, 2003). Berdasarkan konsep tentang harga referensi (price reference) dapat diketahui bahwa konsumen mengevaluasi harga secara komparatif (Monroe, 2003). Harga referensi dibentuk berdasarkan memori terhadap pengalaman-pengalaman pembelian sebelumnya, persepsi terhadap stimulus yang ada (kontekstual), gabungan dari pengalaman yang berhubungan (temporal), dan informasi dari orang lain (Van Raaij, 1991). Zeithaml (1988) mengatakan konsumen terkadang tidak mengingat objective price dari suatu produk melainkan mereka mengingatnya sebagai harga yang mahal atau murah.harga yang dianalisa oleh konsumen pria merupakan perceived price dan menghasilkan berbagai persepsi mengenai harga (price perception). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Lichtenstein, Ridgway & Netemeyer (1993), dimana penelitian tersebut menghasilkan lima konstruk yang konsisten dengan persepsi harga. Bakhsi (2009) menambahkan, adanya kecenderungan pria berfokus pada kualitas produk membuat adanya satu persepsi antara harga dengan kualitas yaitu price-perceived quality. Hal ini didukung oleh studi sebelumnya yang dilakukan oleh Olson dan Jacoby (dalam Chang & Wildt,1994) juga mengindikasikan bahwa persepsi kualitas produk dipengaruhi juga oleh faktor harga dan atributatribut dalam suatu produk. Sawyer dan Dickson (1984) dan Zeithmal (1988)
23 menemukan bahwa faktor harga tidak berhubungan dengan persepsi terhadap nilai (value perception) melainkan secara jelas terbukti bahwa adanya hubungan kuat antara faktor harga dan persepsi kualitas (price-perceived quality). Menurut assimilation-contrast theory ketika responden dihadapkan dengan sebuah harga yang baru, harga baru akan dapat diterima respondenatau malah ditolak. Ketika konsumen dihadapkan dengan sebuah harga diluar kisaran level kesesuaian yang ia miliki atau level of acceptance terhadap harganya maka konsumen tersebut akan mengalami cognitive dissonance. Festinger (1957) mencetuskan teori cognitive dissonance, menyediakan suatu kerangka berpikir yang berguna untuk mengevaluasi keadaan-keadaan, dimana konsumen menemukan bahwa harga yang sudah dibayarkan ternyata berbeda dengan reference price, sehingga membentuk dissonance. Disonansi yang terbentuk akibat keputusan pembelian disebut sebagai postpurchase dissonance.postpurchase Dissonance merupakan salah satu bentuk cognitive dissonance, dimana seseorang mengalami ketidaknyamanan psikologis berupa kecemasan atau keraguan pasca pembelian karena ketidaksesuaian antara ekspektasi dengan kenyataan produk (Schiffman dan Kanuk, 2000). Faktor harga yang menjadi salah satu indikator kualitas produk, dimana hal ini merupakan fokus pada konsumen pria sehingga membuat suatu bentuk analisis terhadap faktor tersebut. Dimana di saat reference price tidak sesuai dengan perceived price makan konsumen pria akan mengalami postpurchase dissonance.
24 Kerangka Teoritis Faktor Harga Pembelian Konsumen Pria: - Fokus pada kualitas dan efisiensi produk - Cenderung untuk kebutuhan pada saat itu - Kecenderun gan sebagai makhluk ekonomis Analisa Harga Postpurchase Dissonance Price perception (Lichtenstein, Ridgway, & Netemeyer, 1993) Dimensi PPD (Sweeney, Hausknecht, & Soutar, 2000): Dinamika Postpurchase dissonance pada konsumen pria dengan faktor harga sebagai pemicu.
BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum membahas tentang postpurchase dissonance, terlebih dahulu perlu
BAB II LANDASAN TEORI A. Postpurchase Dissonance A.1. Pengertian Postpurchase Dissonance Sebelum membahas tentang postpurchase dissonance, terlebih dahulu perlu dipahami tentang cognitive dissonance. Teori
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. POSTPURCHASE DISSONANCE A.1 Definisi Postpurchase Postpurchase (pasca pembelian) adalah evaluasi setelah pembelian yang melibatkan sejumlah konsep, antara lain harapan konsumen,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi, yaitu kegiatan konsumsi. Konsumsi, dari bahasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam memenuhi kebutuhannya tidak pernah lepas dari salah satu kegiatan ekonomi, yaitu kegiatan konsumsi. Konsumsi, dari bahasa Belanda consumptie, ialah suatu
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Postpurchase dissonance adalah suatu tahap dari postpurchase consumer
BAB II LANDASAN TEORI II. A. Postpurchase Dissonance II. A. 1. Pengertian Postpurchase Dissonance Postpurchase dissonance adalah suatu tahap dari postpurchase consumer behavior yang dapat dialami oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehari-hari atau kebutuhan primer, kebutuhan sekunder seperti televisi serta
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia tidak bisa lepas dari kegiatan membeli. Kegiatan membeli tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup, mulai dari kebutuhan sehari-hari atau kebutuhan primer,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak pernah lepas dari perilaku konsumsi untuk dapat memenuhi
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia tidak pernah lepas dari perilaku konsumsi untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam melakukan perilaku konsumsi, konsumen harus mampu untuk mengambil keputusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dan informasi yang pesat dewasa ini. mengakibatkan tingkat konsumsi yang cukup tinggi di kalangan masyarakat
BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan informasi yang pesat dewasa ini mengakibatkan tingkat konsumsi yang cukup tinggi di kalangan masyarakat Indonesia. Perkembangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jurnal penelitian dengan judul Analisis Pembentukan Disonansi Kognitif
16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Jurnal penelitian dengan judul Analisis Pembentukan Disonansi Kognitif Konsumen Pemilik Mobil Toyota Avanza dilakukan oleh Edwin Japarianto, staf pengajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia tidak dapat terpuaskan secara permanen. Dalam usahanya untuk memenuhi
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap individu memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi. Namun, kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan tersebut terbatas. Hal ini dikarenakan kebutuhan manusia tidak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produk adalah penawaran nyata perusahaan pada dasarnya mereknya dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Produk Produk adalah penawaran nyata perusahaan pada dasarnya mereknya dan penyajiannya (Kotler, 2001:126). Produk adalah suatu sifat yang kompleks
Lebih terperinciBAB II URAIAN TEORITIS. Japarianto (2006) dengan judul Analisis Pembentukan Disonansi Kognitif
BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan disonansi kognitif dilakukan oleh Edwin Japarianto (2006) dengan judul Analisis Pembentukan Disonansi Kognitif Konsumen
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pemasaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Kotler dan Armstrong (2008:10), Pemasaran sebagai suatu proses sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya mulai dari hal yang kecil dan besar. Manusia juga sekaligus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya, manusia merupakan makhluk sosial dan makhluk individual. Manusia dikatakan makhluk sosial karena manusia pasti memerlukan orang lain dalam kehidupannya
Lebih terperinciBAB II URAIAN TEORITIS
BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Jurnal penelitian dengan judul Analisis Pembentukan Disonansi Kognitif Konsumen Pemilik Mobil Toyota Avanza dilakukan oleh Edwin Japarianto, staf pengajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagian yang penting dari kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan komunikasi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman modern seperti sekarang ini, sarana komunikasi telah menjadi bagian yang penting dari kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan komunikasi merupakan
Lebih terperinciBAB 2. Tinjauan Pustaka
7 BAB 2 Tinjauan Pustaka Bab ini akan menjelaskan mengenai teori-teori yang akan berkaitan dengan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah impulsive buying
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jurnal penelitian dengan judul Analisis Pembentukan Disonansi Kognitif Konsumen
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Jurnal penelitian dengan judul Analisis Pembentukan Disonansi Kognitif Konsumen Pemilik Mobil Toyota Avanza dilakukan oleh Edwin Japarianto(2006), staf pengajar
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan jumlah pengguna internet di Indonesia saat ini sedang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan jumlah pengguna internet di Indonesia saat ini sedang berkembang dengan cepat dalam beberapa tahun terakhir. Dalam publikasi hasil survei yang dilakukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2002) memberikan definisi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. hubungan pelanggan yang menguntungkan. Dua sasaran pemasaran adalah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Definisi Pemasaran Menurut Kotler & Amstrong (2008:5) pemasaran adalah proses mengelola hubungan pelanggan yang menguntungkan. Dua sasaran pemasaran adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada zaman modern seperti sekarang ini, sarana transportasi telah menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman modern seperti sekarang ini, sarana transportasi telah menjadi bagian yang penting dari kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan transportasi merupakan
Lebih terperinciBAB II. LANDASAN TEORI
9 BAB II. LANDASAN TEORI 2.1 Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Menurut Kotler dan Keller (2011) pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1.1 Pengertian Keputusan Pembelian
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Keputusan Pembelian 1.1 Pengertian Keputusan Pembelian Menurut Kotler dan Armstrong (2012), perilaku pembelian konsumen mengacu
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. maka diperlukan adanya teori-teori atau konsep-konsep yang memerlukan
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pemasaran Sehubungan dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini maka diperlukan adanya teori-teori atau konsep-konsep yang memerlukan penjelasan. Dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian Indonesia yang tidak stabil, diawali dengan krisis
BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Penelitian Kondisi perekonomian Indonesia yang tidak stabil, diawali dengan krisis moneter pada tahun 1997 dimana nilai tukar rupiah sangat terpuruk terhadap mata
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI A. DISONANSI SETELAH PROSES PEMBELIAN. Menurut Solomon (1992), Teori Disonansi Kognitif adalah salah satu dari
BAB II LANDASAN TEORI A. DISONANSI SETELAH PROSES PEMBELIAN 6. Pengertian Disonansi Menurut Solomon (1992), Teori Disonansi Kognitif adalah salah satu dari pendekatan terhadap tingkah laku yang paling
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepuasan Konsumen 2.1.1. Definisi Kepuasan Konsumen Kepuasan konsumen merupakan suatu perasaan dalam evaluasi konsumen sebagai pengalaman menggunakan produk atau jasa (Wilkie,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku Konsumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Pengertian Perilaku Konsumen Perilaku konsumen adalah sikap atau sifat dari individu, kelompok dan organisasi dalam memilih, menilai, dan menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. toko dapat memicu munculnya needs atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak disadari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap konsumen rata-rata membuat ratusan keputusan setiap harinya. Hal ini termasuk tidak hanya keputusan mengenai produk atau merk yang akan mereka beli dan kuantitasnya,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus menerus mencapai
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Definisi Bauran Pemasaran (Marketing Mix) Menurut Kotler (2009:101) menyatakan bahwa marketing mix merupakan seperangkat alat pemasaran
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. hasil yang paling diharapkan dari sebuah penelitian mengenai perilaku konsumen.
BAB II LANDASAN TEORI A. LOYALITAS MEREK 1. Definisi Loyalitas Merek Schiffman dan Kanuk (2004) mengatakan bahwa loyalitas merek merupakan hasil yang paling diharapkan dari sebuah penelitian mengenai perilaku
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Pengambilan keputusan membeli merupakan suatu proses pemecahan masalah
BAB II LANDASAN TEORI A. TIPE PENGAMBILAN KEPUTUSAN MEMBELI 1. Pengertian Pengambilan Keputusan Membeli Pengambilan keputusan membeli merupakan suatu proses pemecahan masalah (John Dewey dalam Engel, Blackwell
Lebih terperinciLANDASAN TEORI. teknologi, dan perubahan gaya hidup manusia modern, maka jenis dan tingkat
II. LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Pentingnya Pemasaran Kegiatan pemasaran adalah kegiatan penawaran suatu produk sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Seiring dengan perkembangan jaman, teknologi,
Lebih terperinci10 c. Persepsi sikap terhadap penggunaan (attitude) d. Persepsi minat perilaku (behavioral intention to use) Persepsi pengguna terhadap manfaat teknol
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Model Penerimaan Teknologi Technology Acceptance Model (TAM) merupakan salah satu model yang dibangun untuk menganalisis dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berpenampilan seadanya melainkan mulai bergeser menjadi kebutuhan fashion,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia mempunyai kebutuhan yang begitu kompleks yang harus dipenuhi demi kelangsungan hidupnya. Kebutuhan adalah segala sesuatu yang harus dipenuhi oleh setiap manusia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Banyak cara yang dilakukan perusahaan untuk dapat mencapai tujuan organisasinya. Salah satunya adalah merancang strategi pemasaran yang efektif. Pemasaran merupakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. nilai pelanggan total dan biaya pelanggan total. Nilai pelanggan total (total
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Nilai Pelanggan 2.1.1.1 Pengertian Nilai Pelanggan Menurut Sunarto (2006: 17), nilai bagi pelanggan adalah selisis antara nilai pelanggan total dan biaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekarang adalah belanja online. Berdasarkan UCLA Center for Communication
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belanja adalah aktivitas yang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Salah satu alternatif belanja yang sudah mengikuti gaya hidup sekarang adalah belanja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di dalam hidup, manusia tidak lepas dari berbagai macam kebutuhan,
Bab 1 Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di dalam hidup, manusia tidak lepas dari berbagai macam kebutuhan, mulai dari kebutuhan dasar yang harus dipenuhi secara rutin atau disebut
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Manajemen Pemasaran Suparyanto & Rosad (2015:3) mengatakan bahwa manajemen pemasaran adalah ilmu yang mempelajari tentang perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Dalam rangka memperoleh suatu pedoman guna lebih memperdalam
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Yang Melandasi Permasalahan Dalam rangka memperoleh suatu pedoman guna lebih memperdalam masalah, maka perlu dikemukakan suatu landasan teori yang bersifat ilmiah. Dalam
Lebih terperinciBab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. dunia usaha ke persaingan yang sangat ketat untuk memperebutkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia usaha saat ini telah membawa para pelaku dunia usaha ke persaingan yang sangat ketat untuk memperebutkan konsumen. Berbagai pendekatan dilakukan
Lebih terperinciLANDASAN TEORI. memberikan informasi mengenai barang atau jasa dalam kaitannya dengan. memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia.
II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran adalah proses penyusunan komunikasi terpadu yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai barang atau jasa dalam kaitannya dengan memuaskan kebutuhan
Lebih terperinciDASAR-DASAR MANAJEMEN PEMASARAN
Modul ke: DASAR-DASAR MANAJEMEN PEMASARAN PRICING PRODUCT Fakultas FIKOM Dra. Tri Diah Cahyowati, Msi. Program Studi Marcomm & Advertising http://www.mercubuana.ac.id Definisi Harga dapat didefinisikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Citra Merek Citra menurut Kotler dan Keller (2009) adalah sejumlah keyakinan, ide, dan kesan yang dipegang oleh seseorang tentang sebuah objek. Citra merek
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran dan Orientasi Pada Konsumen Perusahaan yang sudah mengenal bahwa pemasaran merupakan faktor penting untuk mencapai sukses utamanya, akan mengetahui adanya cara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan proses perencanaan dan pelaksanaan dari perwujudan, pemberian harga, promosi dan distribusi dari barang barang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan ide-ide yang kreatif dan inovatif. Industri barang dan jasa pun semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini di Indonesia banyak yang tertarik untuk terjun dalam dunia bisnis. Perkembangan zaman yang semakin modern ini membuat para pengusaha muncul dengan ide-ide
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Pemasaran Menurut Philip Kotler (2000), pemasaran adalah proses perencanaan pelaksanaan dari perwujudan, pemberian harga, promosi dan distribusi dari barang-barang,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Riteler berusaha menciptakan keunggulan kompetitif untuk bersaing di tengah kompetisi yang ketat pada sektor ritel. Pengembangan produk dan pelayanan kepada konsumen,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Setiap masyarakat selalu mengembangkan suatu sistem dalam
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perilaku Konsumen Setiap masyarakat selalu mengembangkan suatu sistem dalam memproduksi dan meyalurkan barang-barang dan jasa. Dalam masyarakat industri yang sudah maju, seperti
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kemajuan perekonomian mempengaruhi kehidupan masyarakat. Peningkatan status sosial dan ekonomi masyarakat berakibat pada perubahan perilaku dan gaya hidup
Lebih terperinciPemasaran Ritel. Sessi
Pemasaran Ritel Sessi PRICING Penetapan Harga KUWAT RIYANTO, SE, M.M. 081319434370 kuwat_riyanto@yahoo.com http://kuwatriy.wordpress.com Pict LAZA?? Each People have theyselves opinion. Everything. Tugas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Memasuki era globalisasi ini, teknologi pun telah merambat secara luas ke bidang komunikasi. Hadirnya telepon seluler (handphone) memberikan gaya hidup
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsumen Konsumen adalah seseorang yang membeli suatu produk/jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan tujuan pembeliannya, Kotler menklasifikasikan konsumen menjadi dua kelompok
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. PT. Cahaya Sakti Yamaha Di Surabaya oleh Radiktya Hutama Putra tahun 2013.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Pengaruh Harga dan Kualitas Layanan Terhadap Keputusan Pembelian Pada PT. Cahaya Sakti Yamaha Di Surabaya oleh Radiktya Hutama Putra tahun 2013. Tujuan
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORETIS
BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1. Teori Tentang Perilaku Konsumen Perilaku konsumen menyangkut masalah keputusan yang diambil seseorang dalam persaingannya dan penentuan untuk mendapatkan dan mempergunakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Konsumen 2.2 Kepuasan Konsumen
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Konsumen Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Merek 2.1.1 Pengertian Citra Merek Citra merek dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi yang muncul di benak konsumen ketika mengingat suatu merek dari produk tertentu.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Minat Beli Ulang Hal yang penting bagi perusahaan adalah mempengaruhi pelanggan agar mereka mengambil keputusan untuk membeli produk atau jasa yang disediakan. Pembelian sebagai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya teknologi informasi yang semakin pesat ini, menimbulkan pemikiran baru bagi pelaku bisnis untuk menjalankan bisnisnya agar dapat bersaing dengan pelaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keputusan pembelian. Pandangan strategi perusahaan telah berubah, yang mana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan usaha dewasa ini telah diwarnai dengan berbagai macam persaingan di segala bidang. Salah satunya adalah persaingan di bidang bisnis yang semakin ketat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan yang ada, baik politik, sosial budaya, ekonomi dan teknologi. Sebagian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia saat ini menciptakan persaingan yang semakin ketat. Hal ini yang menuntut produsen untuk lebih peka, kritis dan reaktif terhadap perubahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. nilai yang terkandung didalam produk tersebut. Salah satu nilai yang
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Merek Didalam suatu produk yang dijual ke pasar oleh produsen terdapat nilai yang terkandung didalam produk tersebut. Salah satu nilai yang
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. pendek, tetapi disisi lain akan sulit dijangkau pelanggan. Marjin laba yang besar
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Harga Harga merupakan salah satu penentu keberhasilan suatu perusahaan karena harga menentukan seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh perusahaan dari penjualan produknya.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk
BAB II LANDASAN TEORI A. Proses Pengambilan Keputusan Membeli Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk melakukan pemilihan produk atau jasa. Evaluasi dan pemilihan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini maka diperlukan adanya teori-teori atau konsep-konsep yang
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemasaran Sehubungan dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini maka diperlukan adanya teori-teori atau konsep-konsep yang memerlukan penjelasan. Dalam banyak perusahaan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI Pengertian Pemasaran
6 BAB II LANDASAN TEORI 2. 2 2.1 Pemasaran 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yaitu mempertahankan kelangsungan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perkembangan telekomunikasi dan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perkembangan telekomunikasi dan informatika (IT), terutama perkembangan dalam penggunaan teknologi internet, dimana saat
Lebih terperinciBAB II URAIAN TEORITIS
BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang perilaku berpindah merek telah dilakukan oleh Purwanto Waluyo dan Pamungkas dan Agus Pamungkas (2003) dengan judul Analisis Perilaku Brand
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dibidang perdagangan eceran yang berbentuk toko, minimarket, departement
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Untuk meraih dan merebut hati para pelanggan merupakan tantangan bagi setiap pelaku bisnis di tengah situasi persaingan yang semakin ketat dewasa ini. Sejalan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Lingkungan Toko Lingkungan toko merupakan salah satu bagian dari bauran eceran yang memiliki arti yang sangat penting dalam menjalankan bisnis ritel. Dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ketidakpuasan Konsumen Dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Brand
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Noorhayati (2011) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen Dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Brand Switching Behavior
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Loyalitas Merek. Menurut (Griffin, 2005; dalam Mamang, 2014) menyatakan Loyalty is
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Loyalitas Merek 1. Pengertian Loyalitas Merek Menurut (Griffin, 2005; dalam Mamang, 2014) menyatakan Loyalty is difined as non random purchase expressed over by some decision
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kata kepuasan atau satisfaction berasal dari bahasa latin, yang terdiri dari kata
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Customer Satisfaction Kata kepuasan atau satisfaction berasal dari bahasa latin, yang terdiri dari kata satis yang artinya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Untuk memulai suatu penelitian penulis memerlukan suatu tinjauan pustaka dengan masalah yang diteliti. Tinjauan pustaka digunakan untuk menjelaskan konsep.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori Kegiatan pemasaran merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dan berpengaruh dalam naik turunnya perusahaan, khususnya penyampaian informasi dari perusahaan
Lebih terperinciPresented by : M Anang Firmansyah. Nilai Pelanggan. dari masyarakat tempat mereka tinggal namun dimodifikasi oleh
Presented by : M Anang Firmansyah Nilai Pelanggan Pengertian Nilai Pelanggan Individu mempunyai nilai yang didasarkan pada nilai inti dari masyarakat tempat mereka tinggal namun dimodifikasi oleh nilai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. gejolak keinginanya bahkan sebagian orang rela membelanjakan uang lebih
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era masyarakat yang semakin maju sistem ekonomi semakin terbuka dan pendapatan masyarakat semakin meningkat sehingga mendorong perbedaan gaya hidup masyarakat. Gaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebgai hablum minannas. Ketetapan tentang hablum minannas ini. maupun kebutuhan psikologis seperti pengambilan keputusan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk individu. Namun demikian, bukan berarti setiap individu dapat hidup tanpa membutuhkan pertolongan individu lainnya.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepuasan konsumen sangat penting bagi sebuah bisnis, karena dapat menciptakan komitmen dan loyalitas terhadap suatu produk. Konsumen akan membeli berulang-ulang,
Lebih terperinciBAB II MANAJEMEN PEMASARAN
BAB II MANAJEMEN PEMASARAN 2.1 Konsep Pemasaran Pemasaran tidak bisa dipandang sebagai cara yang sempit yaitu sebagai tugas mencari cara-cara yang benar untuk menjual produk/jasa. Pemasaran yang ahli bukan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. kesetiaan. Secara umum loyalitas dapat diartikan sebagai kesetiaan seseorang
1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Customer Loyalty Secara harfiah loyal berarti setia dan loyalitas diartikan sebagai suatu kesetiaan. Secara umum loyalitas dapat diartikan sebagai kesetiaan seseorang suatu
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Pengertian peluang pasar menurut Kotler (2008) adalah suatu bidang
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peluang Pasar Pengertian peluang pasar menurut Kotler (2008) adalah suatu bidang kebutuhan pembeli dimana perusahaan dapat beroperasi secara menguntungkan. Sedangkan menurut
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. revolusi mutu melalui pendekatan manajemen mutu terpadu menjadi tuntutan
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Pelayanan Kualitas merupakan inti kelangsungan hidup sebuah lembaga. Gerakan revolusi mutu melalui pendekatan manajemen mutu terpadu menjadi tuntutan yang tidak boleh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2.1.1 Pengertian Persepsi Ada beberapa pengertian persepsi menurut para ahli, yaitu: Persepsi menurut Pride dan Ferrel dalam Fadila dan Lestari (2013:45), persepsi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. paksaan, tetapi timbul dari kesadaran sendiri dikarenakan pada
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Loyalitas Pelanggan Secara harfiah loyal berarti setia, sedangkan loyalitas dapat diartikan sebagai suatu kesetiaan. Kesetiaan ini timbul tanpa adanya paksaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semakin maju perkembangan teknologi, semakin marak pula
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semakin maju perkembangan teknologi, semakin marak pula keanekaragaman produk yang dihasilkan. Produk dengan jenis, kemasan, manfaat, rasa, dan tampilan
Lebih terperinciBab I: Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. Konsep pemasaran mengarahkan perusahaan pada seluruh usaha untuk
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsep pemasaran mengarahkan perusahaan pada seluruh usaha untuk memuaskan konsumen dengan mengambil keuntungan dari bisnis yang dijalankan. Cara memuaskan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. gagasan, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Konsumen 2.1.1 Pengertian Perilaku Konsumen Perilaku konsumen merupakan studi tentang cara individu, kelompok, dan organisasi menyeleksi, membeli, menggunakan dan
Lebih terperinciBAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penjualan Pribadi (Personal Selling) Menurut Kotler (2010: 29), pemasaran adalah suatu proses sosial-manajerial yang membuat seorang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanggapan yang diinginkan perusahaan dalam pasar sasaran (Kotler,2003).
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bauran Pemasaran Bauran pemasaran merupakan salah satu konsep utama dalam dunia pemasaran modern. Bauran pemasaran dapat didefinisikan sebagai serangkaian alat pemasaran taktis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Lingkungan bisnis bergerak sangat dinamis, serta mempunyai. spesifik disebut konsumen). Semakin ketatnya persaingan toko ataupun
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Lingkungan bisnis bergerak sangat dinamis, serta mempunyai ketidakpastian paling besar. Oleh karena itu, dalam abad millenium seperti sekarang perusahaan dituntut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami metamorfosis yang berkesinambungan. Tidak terkecuali di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis di Abad ke-21 berkembang sangat pesat dan telah mengalami metamorfosis yang berkesinambungan. Tidak terkecuali di Indonesia yang ditandai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhannya. Perkembangan ini menciptakan suatu persaingan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin cepat dan batas yang semakin tipis membuat masyarakat sekarang ini lebih selektif dan menuntut dalam pemenuhan
Lebih terperinciStrategi Pemasaran yang Digerakkan oleh Pelanggan Menciptakan Nilai Bagi Pelanggan Sasaran
Strategi Pemasaran yang Digerakkan oleh Pelanggan Menciptakan Nilai Bagi Pelanggan Sasaran Market segmentation membagi pasar menjadi kelompok-kelompok kecil dengan kebutuhan, karakteristik atau perilaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perilaku konsumen merupakan proses yang berdinamika. Dari waktu ke
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku konsumen merupakan proses yang berdinamika. Dari waktu ke waktu perubahan yang luas terjadi dalam perilaku konsumen. Sebagai contohnya, lima puluh tahun yang
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. pemasaran dan biaya lainnya yang terkait dengan delivery layanan.
10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bundling Bundling merupakan pengelompokan beberapa layanan telekomunikasi jadi satu paket untuk meningkatkan pelanggan potensial dan mengurangi biaya iklan, pemasaran
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut Mulyana (2001:167), persepsi adalah proses internal yang
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Persepsi Menurut Mulyana (2001:167), persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memiih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses
Lebih terperinci