BAB 2. Tinjauan Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2. Tinjauan Pustaka"

Transkripsi

1 7 BAB 2 Tinjauan Pustaka Bab ini akan menjelaskan mengenai teori-teori yang akan berkaitan dengan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah impulsive buying dan post purchase dissonance. Dalam bab ini juga akan membahas mengenai kerangka berpikir dan hipotesis Impulsive Buying Behavior Impulsive buying terjadi ketika konsumen mengalaminya secara tiba-tiba, sering bersifat kuat dan cenderung mendesak untuk membeli barang secara langsung. Impulse dalam membeli barang bersifat komplek hedonically dan mungkin bisa menstimulasi konflik emosional (Rook dalam Verplanken & Sato, 2011). Impulsive buying dapat terjadi ketika seorang individu mengalami dorongan yang kuat dan ia tidak dapat menahan dirinya (Solomon, 2004). Menurut Cobb & Hoyer (dalam Park & Choi, 2013), impulsive buying adalah suatu situasi ketika seorang konsumen membuat keputusan untuk membeli barang ketika berada di dalam toko. Keinginan membeli barang tersebut muncul ketika berada di dalam toko dikarenakan faktor display barang, promosi dan diskon harga yang disediakan oleh pihak toko. Menurut Bayley & Nancarrow (1998), impulsive buying adalah perilaku yang muncul secara tiba-tiba, spontan dan mengesampingkan pemikiran, pertimbangan semua variabel informasi dan pilihan alternatif. Beatty & Ferrell (1998) telah mengembangkan definisi Impulsive Buying yang dikemukakan oleh Rook, impulsive buying adalah membeli suatu barang secara langsung dan tiba-tiba tanpa ada niat untuk membeli kategori barang secara spesifik atau untuk memenuhi daftar belanjaan yang telah direncanakannya. Rook & Gardner (1993), Impulsive buying behavior adalah perilaku membeli suatu barang yang tidak direncanakan. Karakteristik dari impulse buying behavior adalah relatif cepat dalam proses membuat keputusan dan bias subjektif yang mendorong atau menguatkan keinginan untuk memiliki sesuatu dengan cepat (dalam Dameyasani & Abraham, 2013). Impulsive buying terjadi ketika konsumen merasa tiba-tiba, secara kuat dan memiliki keinginan untuk membeli sesuatu secara tiba-tiba. Keinginan untuk membeli

2 sesuatu ini bersifat hedonically complex dan dapat merangsang konflik emosional individu tersebut (Rook, 1987). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rook (1987) bahwa responden merasa menyesal dengan produk yang ia beli secara impulsif. Impulsive buying didefinisikan sebagai suatu perilaku membeli barang yang dilakukan tanpa perencanaan dan tidak rasional, terjadi secara tiba-tiba, membuat keputusan yang cepat dalam membeli produk tertentu, dan disertai dengan respon emosi yang dimiliki oleh konsumen ketika melihat produk tersebut. Emosi yang dimaksud adalah rasa kesukaan dan ketertarikan terhadap produk tersebut (Verplanken & Herabadi, 2001). Menurut Verplanken dan Herabadi (2001), terdapat 2 dimensi penting dalam impulsive buying, yaitu: 1. Dimensi Kognitif Dimensi ini berfokus pada konflik yang terjadi pada kognitif individu seperti tidak ada pertimbangan, tidak ada pemikiran dan tidak ada perencanaan ketika melakukan pembelian. 2. Dimensi Afektif Dimensi ini berfokus pada kondisi emosional individu seperti perasaan senang, perasaan gembira dan ketertarikan terhadap pembelian atau produk tersebut. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi impulsive buying pada individu, seperti suasana hati konsumen, self-identity (Dittmar dalam Dameyasani & Abraham, 2013), usia seseorang, ketersediaan uang saku, jenis kelamin (Semuel, 2007) dan pengaruh budaya (Dameyasani & Abraham, 2013; Kacen & lee, 2002). Menurut Rook dan Gardner (dalam Verplanken & Sato, 2011) bahwa perasaan positif merupakan suatu faktor yang meningkatkan kesempatan untuk terjadinya impulsive buying. Menurut Trope dan Liberman (dalam Verplanken & Sato, 2011) bahwa penilaian dan pengaruh seseorang sangatlah kuat untuk mempengaruhi konsumen dalam menentukan barang yang akan ia beli. Selain itu, Herabadi (dalam Verplanken & Sato, 2011) berpendapat bahwa konsumen sering mengalami impulsive buying ketika berbelanja di department store, hal ini dikarenakan banyaknya barang barang yang dijual seperti baju, celana, barang kecantikan tubuh. Tipe-tipe perilaku impulsive buying dapat dikategorikan kedalam 4 tipe yaitu (1) Pure Impulse, (2) suggestion impulse, (3) reminder impulse dan (4) planned impulse.

3 Menurut Loudon & Bitta (1993), tipe pure impulse terjadi ketika konsumen membeli tanpa melakukan pertimbangan; tipe suggestion impulse terjadi ketika konsumen melihat suatu produk dan langsung membelinya walaupun tidak mengenal tentang produk tersebut; tipe reminder impulse terjadi ketika konsumen melihat suatu produk dan langsung membeli produk tersebut karena membutuhkan produk tersebut; dan tipe planned impulse terjadi ketika konsumen membeli suatu barang kemudian ia membeli barang yang lainnya dikarenakan faktor diskon, promosi, kupon dan lainnya (Loudon & Bitta, 1993). Banyak pandangan dan definisi mengenai impulsive buying dari berbagai ahli di bidang perilaku konsumen, tetapi memiliki inti yang sama dari definisi impulsive buying yaitu suatu perilaku konsumen yang terjadi ketika melihat barang yang diinginkannya tanpa direncanakan dan konsumen tersebut mengambil keputusan secara cepat dalam membeli barang tersebut Post Purchase Dissonance Teori dasar yang digunakan adalah cognitive dissonance. Teori Cognitive dissonance telah digunakan secara luas di dunia, digunakan untuk meneliti tentang perilaku konsumen dalam konteks tahap setelah pembelian barang dilakukan oleh konsumen. Jika terjadi cognitive dissonance pada konsumen setelah membeli barang, hal ini disebut sebagai post purchase dissonance (Hasan & Nasreen, 2014; Koller & Salzberger, 2007). Menurut Festinger (dalam Aronson, Wilson & Akert, 2010), ketika seorang individu memegang dua atau lebih keyakinan tetapi terjadi ketidaksesuaian diantara kedua keyakinan tersebut, maka individu tersebut akan mengalami situasi yang tidak nyaman. Festinger menyebut kondisi tidak nyaman tersebut adalah dissonance. Dengan munculnya situasi ketidaknyamanan itu, dapat memotivasi individu untuk berbuat sesuatu agar disonansi tersebut dapat dikurang. Istilah disonansi berarti terjadi ketidaksesuaian antara keyakinan yang dimiliki individu, sedangkan konsonan berarti terjadi kesesuaian antara keyakinan yang dimiliki individu (Aronson, Wilson & Akert, 2010). Contoh dari disonansi kognitif adalah jika seseorang tahu bahwa ia sedang berhemat dan dia membeli barang-barang yang tidak terlalu dibutuhkannya, maka akan terjadi hubungan yang disonan antara kedua elemen kognitif tersebut.

4 Menurut Festinger (dalam Aronson, Wilson & Akert, 2010), bahwa hubungan yang konsonan antara elemen kognitif akan menghasilkan perasaan yang menyenangkan, sedangkan hubungan yang disonan antara elemen kognitif akan menghasilkan perasaan yang tidak menyenangkan. Menurut Festinger (dalam Breckler, Olson & Wiggins, 2006) menyatakan bahwa tingkat kepentingan dari elemen-elemen kognitif mempengaruhi besarnya disonansi yang terjadi. Semakin penting atau semakin bernilainya suatu elemen kognitif akan mempengaruhi besarnya hubungan yang disonan antara elemen tersebut. Breckler, Olson & Wiggins (2006) menyatakan bahwa disonansi antara elemen kognitif yang penting akan menyebabkan perasaan negatif yang lebih besar dibandingkan disonansi pada elemen elemen yang kurang penting. sebagai contoh, melukai perasaan sahabat akan lebih menimbulkan disonansi yang besar dibanding ketika melukai perasaan orang asing. Adanya disonansi yang dialami individu maka akan meningkatkan motivasi untuk mengurangi atau bahkan mengeleminasi disonansi tersebut. Semakin besar suatu disonansi kognitif yang terjadi, maka intensitas perilaku yang dikeluarkan untuk mengurangi disonansi tersebut akan semakin meningkat serta perilaku penghindaran yang dapat meningkatkan disonansi juga akan semakin sering dilakukan (Festinger, 1957, dalam Breckler, Olson & Wiggins, 2006). Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi disonansi kognitif menurut Festinger (1957 dalam Breckler, Olson & Wiggins, 2006) yaitu : 1. Mengubah elemen kognitif tingkah laku Ketika disonansi terjadi antara elemen kognitif lingkungan dengan elemen tingkah laku, disonansi dapat dihilangkan dengan cara mengubah elemen kognitif tingkah laku agar konsonan dengan elemen lingkungan. Sebagai contoh adalah orang yang merokok dan dia tau bahwa rokok dapat menyebabkan kanker, akan berhenti merokok untuk menghilangkan disonansi kognitif yang dia rasakan. 2. Mengubah elemen kognitif lingkungan

5 Mengubah elemen lingkungan agar konsonan dengan elemen kognitif tingkah laku dapat dilakukan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan disonansi kognitif yang terjadi. Hal ini tentu saja lebih sulit dibandingkan mengubah elemen tingkah laku karena individu harus punya kontrol yang cukup terhadap lingkungannya. 3. Menambahkan elemen kognitif yang baru Disonansi kognitif juga dapat dikurangi dengan cara menambah elemen kognitif yang baru agar konsonan dengan elemen kognitif yang lain. Dengan menambah elemen kognitif yang baru maka disonansi kemungkinan akan berkurang dengan menurunkan tingkatan dari pentingnya disonansi tersebut. Contohnya orang yang merokok dan tau efek negatif dari merokok akan mengurangi disonansi kognitif yang terjadi dengan cara mencari informasi terkait perilaku merokok yang dapat menurunkan disonansi kognitif secara keseluruhan, seperti informasi bahwa konsumsi minuman keras lebih mematikan daripada perilaku merokok. Lewat cara ini berarti individu juga secara aktif menghindari informasi yang dapat meningkatkan cognitive dissonance yang mereka alami. Sedangkan menurut Breckler, Olson & Wiggins (2006) cara mereduksi cognitive dissonance tersebut juga dapat dilakukan lewat rasionalisasi, yaitu meyakinkan diri sendiri bahwa perilaku yang dilakukan saat ini atau di masa lampau semuanya masuk akal dan dapat diterima. Penelitian mengenai cognitive dissonance telah berkembangkan secara luas di bidang marketing dan bisnis. Banyak penelitian yang dilakukan tentang cognitive dissonance yang terjadi pada konsumen setelah melakukan pembelian barang. Fenomena ini disebut dengan istilah post purchase dissonance (Hasan & Nasreen, 2014; Koller & Salzberger, 2007). Post purchase dissonance terjadi ketika pembeli mempertanyakan apakah dia membuat keputusan yang benar atau tidak (Montgomery & Barnes, 1993). Pembeli yang mengalami dissonance, sering merasakan kecemasan dan ketidakpastian setelah membeli barang tersebut. Menurut Bell (dalam Montgomery & Barnes, 1993) Consumer dissonance memiliki arti yang sama dengan istilah buyer s remorse dan post purchase dissonance.

6 Menurut Hawkins & Mothersbaugh (2010), kecemasan dan masalah yang muncul setelah konsumen mengambil suatu keputusan yang sulit dan relatif permanen. Hal ini disebut sebagai post purchase dissonance. Dissonance dapat terjadi karena keinginan dan hasrat konsumen akan suatu barang tidak konsisten dengan apa yang ia beli. Kondisi ini terjadi pada tahap pasca pembelian (post purchase) suatu produk oleh konsumen. Sweeney, Hausknecht dan Soutar (2000) berpendapat bahwa post purchase dissonance adalah kecemasan dan ketidaknyamanan psikologis yang muncul setelah konsumen membeli produk, hal ini terjadi karena ketidaksesuaian antara tingkat kepuasan ketika memakai barang tersebut dengan tingkat kepuasan dari barang yang diharapkan. Sweeney, Hausknecht dan Soutar (2000) mengemukakan bahwa dissonance melibatkan aspek kognitif dan emosi. Dimensi tersebut adalah: 1. Emosi Ketidaknyamanan psikologis yang muncul dikarenakan keputusan membeli suatu produk. Keadaan psikologis yang tidak nyaman karena keputusan membeli yang dialami individu apabila produk itu dirasa penting untuk dirinya maka individu tersebut dapat dikatakan mengalami post purchase dissonance. 2. Kebijaksanaan membeli Dimensi ini didefinisikan sebagai kesadaraan individu mengenai pembelian yang telah dilakukannya. Contohnya seperti individu tersebut tidak membutuhkan produk tersebut atau tidak menyeleksi yang benar-benar cocok baginya. Kassarjian dan Cohen dalam Sweeney et al (2000) mengemukakan bahwa walaupun individu telah membuat keputusan, individu sering dihadapkan dengan ketidakpastian akan pembelian produknya. Contohnya seperti keputusan sulit yang diambil oleh konsumen membawa atribut positif pada alternatif barang yang ditolak dan alternatif barang yang dipilih memiliki atribut negatif, maka akan timbul ketidakkonsistenan logika antara elemen kognitif. 3. Perhatian pada transaksi

7 Kesadaran individu setelah melakukan pembelian bahwa individu telah dipengaruhi oleh sales atau promosi yang ditawarkan. Bell dalam Sweeney et al (2000) mengidentifikasi bahwa persuasi yang diterima konsumen atau keadaan dimana mereka dipengaruhi oleh sales atau promosi merupakan pengaruh besar yang menyebabkan individu mengalami dissonance. Konsumen mengalami post purchase dissonance ketika konsumen menyadari bahwa terdapat ketidaksesuaian tingkat kepuasan yang ada ketika memakai produk tersebut dengan tingkat kepuasan yang diharapkan dari produk yang dibeli. Sweeney, Hausknecht & Soutar menyimpulkan bahwa post purchase dissonance bukan dikarenakan oleh elemen kognitif saja, tetapi juga dipengaruhi oleh elemen emosional (dalam Hasan & Nasreen, 2014). Selain itu, ada juga faktor-faktor penyebab post purchase dissonance yang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal individu. Faktor internal adalah kondisi kepribadian individu yang menyebabkan mereka mudah merasa cemas, sulit untuk memiliki komitmen pada produk yang telah dipilihnya, kurangnya tingkat pengetahuan tentang produk yang akan dibeli, pemikiran yang tidak rasional dalam membeli produk dan keberanian dalam mengambil resiko. Sedangkan faktor eksternal adalah kondisi di luar individu, dalam hal ini misalnya adanya sejumlah pilihan dan alternatif produk, bujukan, diskon, promosi dan ketersediaan informasi dari barang yang dijual (Hawkins, Mothersbaugh & Best 2007; Halloway, dalam Loudon & Bitta, 1993). 2.3 Teori Mengenai Subyek Penelitian Rentang usia yang dimiliki oleh mahasiswa/i adalah 17 tahun sampai 24 tahun. Menurut tahap perkembangan yang dikemukakan oleh Santrock (2008) bahwa rentang usia yang dimiliki oleh mahasiswa/i termasuk ke dalam masa transisi dari tahap remaja ke dewasa. Pada tahap ini, individu telah dapat bertanggung jawab untuk membuat keputusannya sendiri dan belum sepenuhnya mandiri secara financial. Beberapa jenis kebutuhan mahasiswa/i yaitu kebutuhan makan, bergaul dengan teman dan mendapatkan pengakuan dari pihak lain. Mahasiswa/i memiliki citra (image) sebagai model dalam cara dan gaya berpakaian pada kaum remaja. Hal ini bertujuan untuk menunjukan status sosial yang telah menjadi citra (image) tersebut. Oleh karena

8 itu, remaja suka mengikuti perkembangan model pakaian. Hal ini berpengaruh dengan kecenderungan remaja untuk membeli pakaian yang baru (Nugroho, 2003). Dalam penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, Wood (dalam Masouleh, Pazhang & Moradi, 2012) telah menemukan bahwa terdapat suatu hubungan impulsive buying dengan umur seseorang. Menurut Wood (dalam Masouleh, Pazhang & Moradi, 2012) bahwa individu yang berusia 18 sampai 25 tahun memiliki kecenderungan impulsive buying, hal ini juga sependapat dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Dameyasani dan Semuel. Dameyasani (2013) dan Semuel (2007) telah meneliti bahwa individu yang berusia 18 sampai 25 tahun merupakan umur seorang individu yang memiliki kecenderungan impulsive buying. Selain itu, Hill & Monks (2000 dalam Anastasia et.al, 2008) berpendapat bahwa individu yang berusia 18 sampai 24 tahun termasuk ke dalam kelompok tahap perkembangan yang sama yaitu tahap remaja.

9 2.4 Kerangka Berpikir Mahasiswa Bina Nusantara Mahasiswa yang membeli produk Fashion Kecenderungan Impulsive Buying Post Purchase Dissonance Impulsive Buying : - Pembelian barang yang tidak terencana. - Pembelian barang secara tibatiba. - Pembelian yang sulit untuk dikontrol oleh konsumen. - Pembelian yang dipengaruhi oleh respon-respon emosional. Post Purchase Dissonance : - Ketidaksesuaian antara keyakinan yang dimiliki individu setelah membeli barang. - Pembelian barang yang tidak sesuai dengan harapan pembeli. - Pembelian yang terjadi menimbulkan perasaan tidak senang. - Terjadinya kecemasan setelah melakukan pembelian. Sumber : Diolah oleh penulis Mahasiswa/i Universitas Bina Nusantara merupakan individu yang berada pada tahap perkembangan remaja. Bagi remaja, model pakaian atau fashion merupakan aspek yang penting untuk menunjukkan status sosial yang dimilikinya ketika bergaul dengan teman. Untuk memenuhi kebutuhan ini, para remaja memiliki kecenderungan untuk melakukan impulsive buying ketika membeli produk fashion, seperti sering membeli baju, selalu mengikuti trend atau gaya yang baru. Perilaku ini memperlihatkan bahwa mahasiswa/i Universitas Bina Nusantara memiliki kecenderungan untuk impulsive buying. Impulsive buying adalah pembelian barang yang tidak terencana, muncul secara tiba-tiba, sulit dikontrol dan dipengaruhi oleh respon-respon emosional. Hal ini

10 diperkuat oleh data yang didapatkan dari penelitian sebelumnya dan interview singkat yang dilakukan oleh peneliti untuk memperkuat data mengenai fenomena di mahasiswa/i Universitas Bina Nusantara, bahwa remaja memiliki kecenderungan impulsive buying yang tinggi. Mahasiswa/i Universitas Bina Nusantara yang memiliki kecenderungan untuk melakukan impulsive buying ketika membeli produk fashion dapat menyebabkan rasa tidak nyaman, ketidakpuasan dan rasa kecewa pada barang yang telah dipilihnya. Hal ini dikarenakan oleh terjadinya ketidaksesuaian antara keyakinan yang dimilikinya setelah membeli barang, tidak sesuai dengan harapan, menimbulkan perasaan tidak senang dan terjadinya kecemasan setelah melakukan pembelian. Hal ini disebut sebagai post purchase dissonance. Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara impulsive buying dengan post purchase dissonance. Dalam fenomena yang terjadi pada mahasiswa/i Universitas Bina Nusantara, peneliti menemukan indikator post purchase dissonance yaitu adanya kekecewaan mengenai barang yang baru dibeli dan tidak senang dengan barang yang dibeli. Oleh karena itu peneliti menjadikan hal tersebut sebagai kerangka berpikir untuk melihat apakah ada hubungan antara impulsive buying dengan post purchase dissonance pada mahasiswa/i Universitas Bina Nusantara yang membeli produk fashion. 2.5 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan, dirumuskan atas dasar kerangka berfikir dan merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan (Sugiyono, 2012). Hipotesis dalam penelitian ini: Ho : Tidak ada hubungan yang signifikan antara impulsive buying dengan post purchase dissonance pada mahasiswa/i Bina Nusantara yang membeli produk fashion. Ha : Ada hubungan yang signifikan antara impulsive buying dengan post purchase dissonance pada mahasiswa/i Bina Nusantara yang membeli produk fashion.

11

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pada masa modern ini, kegiatan berbelanja sudah menjadi kegiatan sehari-hari. Kegiatan berbelanja sangat penting dalam kehidupan sehari-hari dalam sebuah keluarga.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak dapat terpuaskan secara permanen. Dalam usahanya untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak dapat terpuaskan secara permanen. Dalam usahanya untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap individu memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi. Namun, kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan tersebut terbatas. Hal ini dikarenakan kebutuhan manusia tidak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif. impulsif sebagai a consumers tendency to buy spontaneusly, immediately and

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif. impulsif sebagai a consumers tendency to buy spontaneusly, immediately and BAB II LANDASAN TEORI A. KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF 1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif Rook dan Fisher (dalam Semuel, 2007), mendefinisikan sifat pembelian impulsif sebagai a consumers

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan aktivitas gaya hidup (misalnya Lury, 1996; Bayley dan Nancarrow, 1998

BAB I PENDAHULUAN. dan aktivitas gaya hidup (misalnya Lury, 1996; Bayley dan Nancarrow, 1998 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini kegiatan berbelanja bukan merupakan kegiatan untuk memperoleh barang-barang atau memenuhi kebutuhan namun telah menjadi hiburan penting dan aktivitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Festinger (1957, hal. 3) disonansi kognitif adalah ketidaksesuaian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Festinger (1957, hal. 3) disonansi kognitif adalah ketidaksesuaian BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Disonansi Kognitif 2.1.1 Definisi Disonansi Kognitif Menurut Festinger (1957, hal. 3) disonansi kognitif adalah ketidaksesuaian yang terjadi antara dua elemen kognitif yang tidak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. POSTPURCHASE DISSONANCE A.1 Definisi Postpurchase Postpurchase (pasca pembelian) adalah evaluasi setelah pembelian yang melibatkan sejumlah konsep, antara lain harapan konsumen,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya dunia modemenyebabkan tingginya tuntutan pada mode di kehidupan modern saat ini. Banyak masyarakat khususnya di Surabaya memperhatikan gaya hidup dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak pernah lepas dari perilaku konsumsi untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak pernah lepas dari perilaku konsumsi untuk dapat memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia tidak pernah lepas dari perilaku konsumsi untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam melakukan perilaku konsumsi, konsumen harus mampu untuk mengambil keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Perilaku Konsumen Pengertian perilaku konsumen menurut para ahli sangatlah beraneka ragam, salah satunya yaitu menurut Kotler (2007) yang menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari atau kebutuhan primer, kebutuhan sekunder seperti televisi serta

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari atau kebutuhan primer, kebutuhan sekunder seperti televisi serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia tidak bisa lepas dari kegiatan membeli. Kegiatan membeli tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup, mulai dari kebutuhan sehari-hari atau kebutuhan primer,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada mulanya belanja merupakan suatu konsep yang menunjukan sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari dengan cara menukarkan sejumlah uang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri, bahkan telah menjadi suatu kegemaran bagi sejumlah orang.

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri, bahkan telah menjadi suatu kegemaran bagi sejumlah orang. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Belanja merupakan suatu aktivitas yang menyenangkan bagi banyak orang dan tidak terbatas pada kaum perempuan maupun kaum laki-laki. Secara umum orang berbelanja

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. terbentuk sebelum memasuki toko. Bisa juga dikatakan suatu desakan hati yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. terbentuk sebelum memasuki toko. Bisa juga dikatakan suatu desakan hati yang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Impulse Buying Behaviour Impulse buying behaviour merupakan tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Perubahan cepat dalam teknologi informasi telah mengubah budaya

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Perubahan cepat dalam teknologi informasi telah mengubah budaya BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Pergeseran Paradigma Pemasaran Perubahan cepat dalam teknologi informasi telah mengubah budaya sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecenderungan Impulsive Buying. Murray dan Dholakia (2000), mendefinisikan impulsive buying sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecenderungan Impulsive Buying. Murray dan Dholakia (2000), mendefinisikan impulsive buying sebagai 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecenderungan Impulsive Buying 1. Pengertian Impulsive Buying Murray dan Dholakia (2000), mendefinisikan impulsive buying sebagai kecenderungan individu untuk membeli secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Mowen dan Minor (2002:10), impulse buying didefinisikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Mowen dan Minor (2002:10), impulse buying didefinisikan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Impulse Buying Menurut Mowen dan Minor (2002:10), impulse buying didefinisikan sebagai tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia sebagai Homo economicus, tidak akan pernah lepas dari pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengambilan keputusan membeli merupakan suatu proses pemecahan masalah

BAB II LANDASAN TEORI. Pengambilan keputusan membeli merupakan suatu proses pemecahan masalah BAB II LANDASAN TEORI A. TIPE PENGAMBILAN KEPUTUSAN MEMBELI 1. Pengertian Pengambilan Keputusan Membeli Pengambilan keputusan membeli merupakan suatu proses pemecahan masalah (John Dewey dalam Engel, Blackwell

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jurnal penelitian dengan judul Analisis Pembentukan Disonansi Kognitif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jurnal penelitian dengan judul Analisis Pembentukan Disonansi Kognitif 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Jurnal penelitian dengan judul Analisis Pembentukan Disonansi Kognitif Konsumen Pemilik Mobil Toyota Avanza dilakukan oleh Edwin Japarianto, staf pengajar

Lebih terperinci

PENGARUH LONELINESS TERHADAP IMPULSIVE BUYING PRODUK FASHION PADA MAHASISWI KONSUMEN ONLINE SHOP

PENGARUH LONELINESS TERHADAP IMPULSIVE BUYING PRODUK FASHION PADA MAHASISWI KONSUMEN ONLINE SHOP PENGARUH LONELINESS TERHADAP IMPULSIVE BUYING PRODUK FASHION PADA MAHASISWI KONSUMEN ONLINE SHOP Mariatul Qibtiyah_11410027 Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fashion merupakan salah satu industri yang penting dalam perkembangan Industri Kreatif Indonesia. Di tahun 2013 fashion menjadi penyumbang terbesar kedua terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah Aktivitas berbelanja merupakan suatu aktivitas yang awam atau umum dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pusat perbelanjaan merupakan tempat konsumen melakukan pembelian, baik itu terencana maupun tidak terencana. Pembelian terencana adalah perilaku pembelian dimana

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. Halaman. Lampiran 1 Pedoman Wawancara. Lampiran 2 Verbatim Wawancara. Lampiran 3 Rekonstruksi Data. Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN. Halaman. Lampiran 1 Pedoman Wawancara. Lampiran 2 Verbatim Wawancara. Lampiran 3 Rekonstruksi Data. Universitas Sumatera Utara DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Pedoman Wawancara Lampiran 2 Verbatim Wawancara Lampiran 3 Rekonstruksi Data LAMPIRAN 1 PEDOMAN WAWANCARA PEDOMAN WAWANCARA I. Identitas Informan: 1. Nama : 2. Jenis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena saat ini tidak bisa dilepaskan dari perilaku konsumen yang menjadi target pasar suatu perusahaan ritel modern. Indonesia merupakan negara berkembang yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mall mendorong terjadinya pembelian secara tiba-tiba atau pembelian impulsif,

BAB I PENDAHULUAN. mall mendorong terjadinya pembelian secara tiba-tiba atau pembelian impulsif, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Meningkatnya kecenderungan orang untuk berbelanja di supermarket atau mall mendorong terjadinya pembelian secara tiba-tiba atau pembelian impulsif, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengambilan keputusan pembelian tanpa rencana atau impulsive buying.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengambilan keputusan pembelian tanpa rencana atau impulsive buying. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelian kompulsif dewasa ini menjadi salah satu topik yang menarik bagi sejumlah peneliti dibidang konsumsi maupun bidang pemasaran karena dianggap sebagai akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melewati tiga tahap yang berbeda namun berhubungan yang harus dilalui, tahap

BAB I PENDAHULUAN. melewati tiga tahap yang berbeda namun berhubungan yang harus dilalui, tahap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pengambilan keputusan konsumen untuk membeli suatu barang melewati tiga tahap yang berbeda namun berhubungan yang harus dilalui, tahap yang pertama berupa input

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Belanja merupakan aktivitas yang menyenangkan bagi semua kalangan. Hal ini tidak hanya pada kalangan wanita saja, namun berlaku juga bagi kaum pria. Umumnya, orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleksitas dan berbagai tekanan yang dihadapi perusahaan meningkat. Globalisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleksitas dan berbagai tekanan yang dihadapi perusahaan meningkat. Globalisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi telah menimbulkan persaingan pada bisnis global sehingga kompleksitas dan berbagai tekanan yang dihadapi perusahaan meningkat. Globalisasi ini diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi, yaitu kegiatan konsumsi. Konsumsi, dari bahasa

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi, yaitu kegiatan konsumsi. Konsumsi, dari bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam memenuhi kebutuhannya tidak pernah lepas dari salah satu kegiatan ekonomi, yaitu kegiatan konsumsi. Konsumsi, dari bahasa Belanda consumptie, ialah suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan yang semakin ketat, perubahan lingkungan yang cepat, dan kemajuan teknologi yang pesat mendorong pelaku usaha untuk selalu melakukan perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini, teknologi telah memegang peranan yang signifikan dalam kehidupan

I. PENDAHULUAN. Saat ini, teknologi telah memegang peranan yang signifikan dalam kehidupan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini, teknologi telah memegang peranan yang signifikan dalam kehidupan manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telekomunikasi mengimplikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya pusat-pusat perbelanjaan seperti department store, factory

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya pusat-pusat perbelanjaan seperti department store, factory BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia fashion yang semakin meningkat diiringi dengan semakin banyaknya pusat-pusat perbelanjaan seperti department store, factory outlet, butik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penentuan Pokok Bahasan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penentuan Pokok Bahasan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penentuan Pokok Bahasan Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern menyebabkan banyaknya pembangunan mall atau shopping centre. Hal ini menjadikan satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis ritel merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan atau peritel dalam menambah nilai barang dan jasa yang diperjual belikan kepada konsumen akhir untuk penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang penting dari kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang penting dari kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman modern seperti sekarang ini, sarana komunikasi telah menjadi bagian yang penting dari kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan komunikasi merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern menyebabkan banyaknya pembangunan mall atau shopping centre. Indonesia Tourism News melansir bahwa kehadiran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk BAB II LANDASAN TEORI A. Proses Pengambilan Keputusan Membeli Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk melakukan pemilihan produk atau jasa. Evaluasi dan pemilihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan pemasaran tidak bisa terlepas dari aktifitas bisnis yang bertujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan pemasaran tidak bisa terlepas dari aktifitas bisnis yang bertujuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pemasaran tidak bisa terlepas dari aktifitas bisnis yang bertujuan pada pencapaian profit. Fokus utama kegiatan pemasaran adalah mengidentifikasikan peluang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang adalah belanja online. Berdasarkan UCLA Center for Communication

BAB I PENDAHULUAN. sekarang adalah belanja online. Berdasarkan UCLA Center for Communication BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belanja adalah aktivitas yang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Salah satu alternatif belanja yang sudah mengikuti gaya hidup sekarang adalah belanja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dibidang fashion semakin meningkat. Gaya hidup berbelanja. hanya bagi perempuan saja, laki-laki bahkan tidak

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dibidang fashion semakin meningkat. Gaya hidup berbelanja. hanya bagi perempuan saja, laki-laki bahkan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan bertambahnya pusat perbelanjaan dengan menawarkan berbagai macam produk yang ditawarkan akan menambah persaingan yang semakin ketat didunia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap harinya manusia dihadapkan dengan berbagai macam tugas, mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap harinya manusia dihadapkan dengan berbagai macam tugas, mulai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap harinya manusia dihadapkan dengan berbagai macam tugas, mulai dari tugas rumah tangga, tugas dari kantor ataupun tugas akademis. Banyaknya tugas yang diberikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini perkembangan ekonomi di Indonesia meningkat sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini perkembangan ekonomi di Indonesia meningkat sangat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan ekonomi di Indonesia meningkat sangat cepat, salah satu penyebab meningkatnya perekonomian di Indonesia seiring berjalan atau adanya globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama konsumen yang hidup di perkotaan. Hal itu didukung oleh The

BAB I PENDAHULUAN. terutama konsumen yang hidup di perkotaan. Hal itu didukung oleh The BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi perekonomian Indonesia semakin berkembang. Hal ini dapat di lihat dari banyaknya para produsen membuka pasar produk baru untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern sekarang perkembangan perusahaan yang sangat pesat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern sekarang perkembangan perusahaan yang sangat pesat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern sekarang perkembangan perusahaan yang sangat pesat dalam memproduksi dan memasarkan produknya. Dengan keadaan ini pula maka para pelaku bisnis dipaksa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Perilaku Konsumen Menurut Utami (2010:45) perilaku konsumen merupakan perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup memiliki kebutuhan, tidak terkecuali manusia. Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup memiliki kebutuhan, tidak terkecuali manusia. Menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup memiliki kebutuhan, tidak terkecuali manusia. Menurut Asmadi (2008), kebutuhan setiap individu berbeda-beda, namun pada dasarnya mempunyai kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin berbelanja dengan mudah dan nyaman. Meningkatnya retail modern

BAB I PENDAHULUAN. yang ingin berbelanja dengan mudah dan nyaman. Meningkatnya retail modern BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern sekarang ini, keberadaan pasar tradisional mulai tergeser dimana masyarakat cenderung lebih memilih berbelanja di ritel modern. Perkembangan bisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk fashion yang bisa disebutkan. Produk fashion merupakan suatu pasar

BAB I PENDAHULUAN. produk fashion yang bisa disebutkan. Produk fashion merupakan suatu pasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Baju, celana, aksesoris, sepatu, tas merupakan satu dari sekian banyak produk fashion yang bisa disebutkan. Produk fashion merupakan suatu pasar yang sangat dinamis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I menjelaskan mengenai fenomena penelitian beserta variabel -variabel yang

BAB I PENDAHULUAN. Bab I menjelaskan mengenai fenomena penelitian beserta variabel -variabel yang BAB I PENDAHULUAN Bab I menjelaskan mengenai fenomena penelitian beserta variabel -variabel yang diteliti, dan alasan pemilihan topik. Rumusan masalah, tujuan penelitian, serta manfaat penelitian juga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana

BAB II LANDASAN TEORI. Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana BAB II LANDASAN TEORI A. PEMBELIAN IMPULSIF Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana perilaku pembelian ini berhubungan dengan adanya dorongan yang menyebabkan konsumen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuannya mereka terus memperjuangkan tujuan lama, atau tujuan pengganti.

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuannya mereka terus memperjuangkan tujuan lama, atau tujuan pengganti. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kebiasaan berbelanja sebagai bentuk mencari suatu kesenangan adalah merupakan suatu motif berbelanja baru. Motivasi merupakan konsepsi yang dinamis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelian impulsif, salah satunya adalah model stimulus organism response

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelian impulsif, salah satunya adalah model stimulus organism response 13 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Stimulus Organism Respons (SOR) Berbagai teori telah diusulkan untuk menjelaskan secara perilaku pembelian impulsif, salah satunya adalah model stimulus organism response

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena adanya ransangan yang menarik dari toko tersebut (Utami, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena adanya ransangan yang menarik dari toko tersebut (Utami, 2010). 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembelian Impulsif Pembelian impulsif terjadi ketika konsumen melihat produk atau merek tertentu, kemudian konsumen menjadi tertarik untuk mendapatkannya, biasanya karena

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian disonansi kognitif Teori disonansi kognitif mengemukakan bahwa orang terdorong untuk mengurangi keadaan negatif dengan cara membuat suatu keadaan sesuai dengan keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sebagian besar konsumen Indonesia memiliki karakter unplanned.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sebagian besar konsumen Indonesia memiliki karakter unplanned. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan pemasaran saat ini tidak bisa dilepaskan dari perilaku konsumen yang menjadi target pasar suatu perusahaan. Indonesia merupakan negara berkembang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelian Impulsif (Impulse Buying) 1. Pengertian Perilaku Pembelian Impulsif Perilaku konsumen (consumer behavior) merupakan aktivitas langsung terlibat dalam memperoleh dan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman modern seperti sekarang ini, sarana transportasi telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman modern seperti sekarang ini, sarana transportasi telah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman modern seperti sekarang ini, sarana transportasi telah menjadi bagian yang penting dari kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan transportasi merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Impulsive Buying Behavior Impulsive buying (pembelian impulsif) adalah suatu pembelian yang tidak terencana, yang dicirikan dengan keputusan pembelian yang relatif cepat,

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Pemasaran adalah salah satu kegiatan-kegiatan pokok dalam suatu perusahaan

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Pemasaran adalah salah satu kegiatan-kegiatan pokok dalam suatu perusahaan II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Pemasaran Pemasaran adalah salah satu kegiatan-kegiatan pokok dalam suatu perusahaan untuk mempertahankan hidup dan untuk mendapatkan laba atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jurnal penelitian dengan judul Analisis Pembentukan Disonansi Kognitif Konsumen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jurnal penelitian dengan judul Analisis Pembentukan Disonansi Kognitif Konsumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Jurnal penelitian dengan judul Analisis Pembentukan Disonansi Kognitif Konsumen Pemilik Mobil Toyota Avanza dilakukan oleh Edwin Japarianto(2006), staf pengajar

Lebih terperinci

IMPULSIVE BUYING PADA DEWASA AWAL DI YOGYAKARTA

IMPULSIVE BUYING PADA DEWASA AWAL DI YOGYAKARTA IMPULSIVE BUYING PADA DEWASA AWAL DI YOGYAKARTA P. Henrietta P. D. A. D. S., M. A. Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta henrietta.paulus@yahoo.com Abstract This research aimed to know

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. hasil yang paling diharapkan dari sebuah penelitian mengenai perilaku konsumen.

BAB II LANDASAN TEORI. hasil yang paling diharapkan dari sebuah penelitian mengenai perilaku konsumen. BAB II LANDASAN TEORI A. LOYALITAS MEREK 1. Definisi Loyalitas Merek Schiffman dan Kanuk (2004) mengatakan bahwa loyalitas merek merupakan hasil yang paling diharapkan dari sebuah penelitian mengenai perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Survei yang dilakukan oleh AC Nielsen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Survei yang dilakukan oleh AC Nielsen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perilaku membeli impulsif atau impulsive buying merupakan sebuah fenomena psikoekonomik yang melanda kehidupan masyarakat pada jaman modern, khususnya masyarakat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Didasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada. bab IV, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :

BAB V PENUTUP. Didasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada. bab IV, maka dapat diambil kesimpulan bahwa : BAB V PENUTUP 5.1.Kesimpulan Didasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Variabel Fashion Involvement (keterlibatan mode)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, pemasaran dipandang sebagai proses untuk menciptakan, memperkenalkan dan menyerahkan barang dan jasa kepada konsumen

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, pemasaran dipandang sebagai proses untuk menciptakan, memperkenalkan dan menyerahkan barang dan jasa kepada konsumen BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, pemasaran dipandang sebagai proses untuk menciptakan, memperkenalkan dan menyerahkan barang dan jasa kepada konsumen (Kotler, 2000:4). Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di kota Bandung akhir-akhir ini banyak bermunculan pusat-pusat

BAB I PENDAHULUAN. Di kota Bandung akhir-akhir ini banyak bermunculan pusat-pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Di kota Bandung akhir-akhir ini banyak bermunculan pusat-pusat perbelanjaan baru sehingga masyarakat Bandung memiliki banyak pilihan tempat untuk membeli barang-barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (JBE), hlm Dani Mohamad Dahwilani, Pertumbuhan Ritel Indonesia Peringkat 12 Dunia,

BAB I PENDAHULUAN. (JBE), hlm Dani Mohamad Dahwilani, Pertumbuhan Ritel Indonesia Peringkat 12 Dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri ritel di Indonesia cukup menarik bagi pendatang baru dimana pasar yang ada saat ini cukup potensial melihat peningkatan ekonomi dan peningkatan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. toko dapat memicu munculnya needs atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak disadari

BAB I PENDAHULUAN. toko dapat memicu munculnya needs atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak disadari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap konsumen rata-rata membuat ratusan keputusan setiap harinya. Hal ini termasuk tidak hanya keputusan mengenai produk atau merk yang akan mereka beli dan kuantitasnya,

Lebih terperinci

Dwi Irawati, S.E, M.Si, PhD.cand. Murry Harmawan, S.E, M.Sc.

Dwi Irawati, S.E, M.Si, PhD.cand.   Murry Harmawan, S.E, M.Sc. 1 PENGARUH SHOPPING LIFESTYLE, FASHION INVOLVEMENT, HEDONIC SHOPPING VALUE, DAN INSTORE ENVIRONMENT TERHADAP IMPULSE BUYING BEHAVIOR KONSUMEN (Survei pada konsumen Galeria Mall di Kota Yogyakarta) Dwi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjenis mall, boutique, factory outlet, clothing, distro, telah menjadikan bisnis ini

BAB I PENDAHULUAN. berjenis mall, boutique, factory outlet, clothing, distro, telah menjadikan bisnis ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Semakin maraknya bisnis retail di berbagai kota di Indonesia, baik yang berjenis mall, boutique, factory outlet, clothing, distro, telah menjadikan bisnis ini banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inovasi desainer muda yang semakin potensial, tingkat perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. inovasi desainer muda yang semakin potensial, tingkat perekonomian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia fashion di Indonesia bisa dikatakan berkembang sangat pesat dalam beberapa dekade terakhir. Hal ini didukung berbagai segi baik kreativitas dan inovasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengevaluasi keputusan yang telah mereka buat (Bakshi, 2012). Konsumen tidak. keputusan tersebut (Hoyer dan MacInnis, 2010).

BAB II LANDASAN TEORI. mengevaluasi keputusan yang telah mereka buat (Bakshi, 2012). Konsumen tidak. keputusan tersebut (Hoyer dan MacInnis, 2010). BAB II LANDASAN TEORI A. Penyesalan Pasca Pembelian Meskipun proses pembelian telah selesai, konsumen masih sering mengevaluasi keputusan yang telah mereka buat (Bakshi, 2012). Konsumen tidak selalu merasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri perdagangan via elektronik (e-commerce) menjadi industri yang semakin hari semakin digemari oleh masyarakat Indonesia bahkan dunia. Kemajuan teknologi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belanja merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh konsumen untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pada bulan Juni 2013, Nielsen melaporkan studi penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gaya hidup yang konsumtif sering terjadi di masa kini. Berbagai iklan yang sering dijumpai, tersedianya banyak ritel, dan berbagai kemudahan dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Konsumen Elzatta di Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo. impulsif di Galeri Elzatta Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo.

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Konsumen Elzatta di Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo. impulsif di Galeri Elzatta Ruko Sentra Tropodo Sidoarjo. BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan interpretasi dari hasil analisis data yang telah disajikan pada bab sebelumnya. Pembahasan dilakukan dengan melihat hubungan kausalitas yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. DISONANSI SETELAH PROSES PEMBELIAN. Menurut Solomon (1992), Teori Disonansi Kognitif adalah salah satu dari

BAB II LANDASAN TEORI A. DISONANSI SETELAH PROSES PEMBELIAN. Menurut Solomon (1992), Teori Disonansi Kognitif adalah salah satu dari BAB II LANDASAN TEORI A. DISONANSI SETELAH PROSES PEMBELIAN 6. Pengertian Disonansi Menurut Solomon (1992), Teori Disonansi Kognitif adalah salah satu dari pendekatan terhadap tingkah laku yang paling

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Konsumen 1. Pengertian Kepuasan Konsumen Kepuasan konsumen adalah sejauh mana manfaat sebuah produk dirasakan (perceived) sesuai dengan apa yang diharapkan pelanggan (Amir,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA dan HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA dan HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA dan HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Definisi Perilaku Konsumen Definisi dari perilaku konsumen menurut Dharmmesta dan Handoko (2000:10) adalah sebagai berikut: Perilaku konsumen (consumer

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 13 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Sebagai sumber referensi empirik, penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian tersebut dilakukan oleh Naomi dan Mayasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dan memenangkan persaingan bisnis. Banyak bisnis didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. besar dan memenangkan persaingan bisnis. Banyak bisnis didirikan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan jaman yang semakin pesat membuat bisnis dalam indutri yang sama bersaing secara lebih kompetitif untuk mendapatkan pangsa pasar yang besar dan memenangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti trend yang berkembang di pasar. Oleh karena itu, para pemasar

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti trend yang berkembang di pasar. Oleh karena itu, para pemasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sifat manusia cenderung konsumtif, yang berarti bahwa konsumen selalu mengkonsumsi produk atau jasa sepanjang waktu. Perilaku konsumtif ini muncul selain dikarenakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Fashion Involvement secara signifikan mempengaruhi Impulse Buying. keterlibatan konsumen terhadap produk fashion maka akan

BAB V PENUTUP. 1. Fashion Involvement secara signifikan mempengaruhi Impulse Buying. keterlibatan konsumen terhadap produk fashion maka akan BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Didasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab IV maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Fashion Involvement secara signifikan mempengaruhi Impulse

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belanja merupakan aktifitas yang menyenangkan bagi banyak orang dan tidak terbatas pada kaum perempuan tetapi laki-laki juga. Hasil survey terbaru dari Nielsen

Lebih terperinci

PASAR KONSUMEN. dan Perilaku Pembelian Konsumen

PASAR KONSUMEN. dan Perilaku Pembelian Konsumen PASAR KONSUMEN dan Perilaku Pembelian Konsumen Topik Pembahasan Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen Bagaimana karakteristik pembeli Bagaimana proses pengambilan keputusan pembelian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ragam yang sesuai dengan kebutuhan manusia yang beragam, namun perusahaan juga

BAB 1 PENDAHULUAN. ragam yang sesuai dengan kebutuhan manusia yang beragam, namun perusahaan juga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan tidak hanya berusaha untuk menghasilkan produk yang beraneka ragam yang sesuai dengan kebutuhan manusia yang beragam, namun perusahaan juga harus memikirkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Industri ritel merupakan industri yang memberikan kontribusi strategis terhadap perekonomian Indonesia. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pergi ke pusat perbelanjaan atau mall sudah menjadi agenda rutin masyarakat, terutama di kota-kota besar. Berbagai kebutuhan tersedia di mall, mulai dari pakaian hingga

Lebih terperinci

Proses Pengambilan Keputusan Konsumen

Proses Pengambilan Keputusan Konsumen MODUL PERKULIAHAN Proses Pengambilan Keputusan Konsumen Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Ekonomi dan Bisnis Manajemen 14 Abstract Membahas proses dalam pengambilan keputusan pembelian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dijalani setiap hari, setiap orang pasti membutuhkan sesuatu. Namun, kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dijalani setiap hari, setiap orang pasti membutuhkan sesuatu. Namun, kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbelanja untuk membeli suatu barang kebutuhan sehari-hari merupakan hal yang wajar. Untuk menunjang kehidupan atau kegiatan yang dijalani setiap hari, setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada perilaku konsumennya (Tjiptono, 2002). konsumen ada dua hal yaitu faktor internal dan eksternal.

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada perilaku konsumennya (Tjiptono, 2002). konsumen ada dua hal yaitu faktor internal dan eksternal. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan produk saat ini merupakan sebuah dampak dari semakin banyak dan kompleksnya kebutuhan manusia. Dengan dasar tersebut, maka setiap perusahaan harus memahami

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. dalam keadaan pembuatan keputusan secara cepat tanpa memikirkan akibat

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. dalam keadaan pembuatan keputusan secara cepat tanpa memikirkan akibat BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Impulse Buying Impulse Buying adalah perilaku berbelanja yang terjadi secara tidak terencana dalam keadaan pembuatan keputusan secara

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN Variabel penelitian dan definisi operasional. Variabel penelitian adalah atribut atau sifat yang dimiliki oleh objek,

BAB 3 METODE PENELITIAN Variabel penelitian dan definisi operasional. Variabel penelitian adalah atribut atau sifat yang dimiliki oleh objek, BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Hipotesis 3.1.1 Variabel penelitian dan definisi operasional Variabel penelitian adalah atribut atau sifat yang dimiliki oleh objek, individu, ataupun

Lebih terperinci

2.1 Motif Pembelian Penggunaan internet di masa sekarang semakin hari semakin meningkat di Indonesia, kebutuhan akan internet semakin dirasa penting

2.1 Motif Pembelian Penggunaan internet di masa sekarang semakin hari semakin meningkat di Indonesia, kebutuhan akan internet semakin dirasa penting 2.1 Motif Pembelian Penggunaan internet di masa sekarang semakin hari semakin meningkat di Indonesia, kebutuhan akan internet semakin dirasa penting karena mampu memenuhi kebutuhan akan informasi. Dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Tjiptono (2008:222), price discount merupakan potongan harga yang

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Tjiptono (2008:222), price discount merupakan potongan harga yang BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Price Discount 2.1.1 Pengertian Price Discount (Potongan Harga) Dalam pemasaran, Price Discount (Potongan harga) merupakan alat promosi yang dapat menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan rencana. Pembelanja sekarang lebih impulsif dengan 21% mengatakan, mereka tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan rencana. Pembelanja sekarang lebih impulsif dengan 21% mengatakan, mereka tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku konsumen saat ini cenderung berbelanja barang tidak sesuai dengan rencana. Pembelanja sekarang lebih impulsif dengan 21% mengatakan, mereka tidak pernah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. konsepsi yang dinamis yang terus-menerus berubah sebagai reaksi terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. konsepsi yang dinamis yang terus-menerus berubah sebagai reaksi terhadap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kebiasaan berbelanja sebagai bentuk mencari suatu kesenangan adalah merupakan suatu motif berbelanja baru. Motivasi merupakan konsepsi yang dinamis yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis pengaruh fashion involvement,

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis pengaruh fashion involvement, BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis pengaruh fashion involvement, positive emotion, store attribute dan hedonic consumption tendency terhadap impulse buying behavior

Lebih terperinci