KAJIAN TEKNOLOGI PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK (PARBOILING RICE) PADA GABAH VARIETAS SITU BAGENDIT SKRIPSI SPETRIANI F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN TEKNOLOGI PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK (PARBOILING RICE) PADA GABAH VARIETAS SITU BAGENDIT SKRIPSI SPETRIANI F"

Transkripsi

1 KAJIAN TEKNOLOGI PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK (PARBOILING RICE) PADA GABAH VARIETAS SITU BAGENDIT SKRIPSI SPETRIANI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 STUDY OF PROCESSING TECHNOLOGY OF PARBOILING RICE ON SITU BAGENDIT VARIETY GRAIN Spetriani and Rokhani Hasbullah Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 16680, Bogor, West Java, Indonesia. Phone , spetriani_sl@yahoo.com ABSTRACT The processing of parboiling rice is the process of provision of water and steam heat of grain before the dried and milled grain. The purpose of proceedings parboiling rice is to avoid the loss of nutrient and damage of rice. Several factors can affect the quality of the parboiling rice is the process of grain, old varieties, long soaking, temperature and long steaming, and drying. The purpose of this research is (1) examine the uniformity of grain temperature distribution during the steaming process. (2) examine the influence of long steaming for physical quality of parboiled rice. (3) examine the influence of the nutritional value of old rice steaming process of parboiling rice, and (4) determine the Standard Operational Procedur (SOP) parboiling rice processing process. Processing begins with the cleaning of grain ripening and then soaking the grain in water-60 o C 5 for 4 hours. Once soaked, grain steamed with a temperature of 80 C for 20 minutes and 30 minutes. Grain and then dried to moisture content 14%. Grains which have been dried and then milled and conducted observation of parboiled rice quality. The treatment of steaming duration has no significantly to the yield milling but significant effect for milling of parboiled rice milling quality. Proximate test results show no effect against old steaming ash content, fat, protein and carbohydrates from parboiled rice. Organoleptiktest that is performed on rice cooking process before it shows that the results of the study process parboiling rice is acceptable to the panelists.treatment process of parboiling rice on this research led to an increase in yield, ash content, fat, protein, and carbohydrates. The quality of milled parboiling rice based on the standard process of SNI is the quality of the process before the Process V. Parboiling rice processing suggested is by soaking grains at a temperature of 60 C 5 for 4 hours followed by the steaming at temperature of 80 C for 20 minutes. Keywords : parboiling rice, paddy soaking, paddy steaming 2

3 SPETRIANI. F Kajian Teknologi Proses Pengolahan Beras Pratanak (Parboiling Rice) pada Gabah Varietas Situ Bagendit. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, MSi RINGKASAN Beras merupakan makanan pokok hampir di seluruh wilayah Indonesia. Menurut data dari Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, jumlah produksi padi dalam bentuk gabah kering giling (GKG) setiap tahunnya meningkat. Peningkatan jumlah produksi ini sudah semestinya diikuti dengan peningkatan hasil pengolahan gabah berupa beras. Peningkatan produksi beras dilakukan tidak hanya terbatas pada peningkatan produksi padi di lahan, tetapi juga melalui perbaikan proses tahapan pascapanen. Salah satu tahapan pascapanen yang dapat diterapkan adalah proses pratanak. Beras pratanak atau yang biasa disebut parboiling rice adalah proses perendaman gabah dalam air dan pengukusan dengan uap panas kemudian dikeringkan sebelum digiling (Grist 1975, Haryadi 2006, Tjiptadi dan Nasution 1985). Tahapan proses pengolahan beras pratanak meliputi pembersihan, perendaman, pengukusan, pengeringan dan penggilingan. Tujuan dari pratanak adalah untuk menghindari kehilangan dan kerusakan beras, baik ditinjau dari nilai gizi maupun rendemen yang dihasilkan, dan sterilisasi gabah setelah dipanen, yang mungkin mengandung kotoran dan telur serangga yang terinvestasi di dalamnya. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mutu beras pratanak adalah varietas gabah, lama perendaman, suhu dan lama pengukusan, dan pengeringan. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengkaji keseragaman distribusi suhu gabah selama proses pengukusan. (2) mengkaji pengaruh lama pengukusan terhadap mutu fisik beras pratanak. (3) mengkaji pengaruh lama pengukusan terhadap nilai gizi beras pratanak, dan (4) menentukan Standard Operational Procedure (SOP) pengolahan beras pratanak. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2011 di laboratorium LBP (Lingkungan dan Bangunan Pertanian) dan laboratorium Leuwikopo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB. Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah gabah varietas Situ Bagendit dan air bersih untuk perendaman gabah. Peralatan yang digunakan drum perendaman gabah, tangki pengukusan gabah, hybrid recorder, termokopel, timbangan analitik, rice grader/cylinder separator, baki penampung, dan beberapa peralatan bantu lainnya. Proses pratanak yang dilakukan pada penelitian ini didahului dengan pembersihan gabah agar gabah terpisah dari gabah hampa dan kotoran lain. Selanjutnya dilakukan perendaman gabah dalam air bersuhu 60 o C ± 5 selama 4 jam. Perendaman ini bertujuan untuk mencapai kadar air gabah hingga 30%. Kemudian gabah tersebut dibagi ke dalam 2 bagian dan diberikan perlakuan pemanasan dengan suhu yang sama yaitu 80 o C, namun dalam lama waktu pemanasan yang berbeda, masing-masing selama t1= 20 menit, t2= 30 menit, serta terdapat t0 (tanpa proses pratanak) yang dijadikan kontrol. Setelah proses pemanasan atau pemberian uap panas selesai, selanjutnya dilakukan pengeringan terhadap gabah hingga mencapai kadar air 14 %. Gabah yang telah kering kemudian digiling dan dilakukan pengamatan mutu giling sekaligus mutu gizi beras pratanak tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beras pratanak pada pengukusan selama 20 menit ditinjau dari mutu fisik, mempunyai rendemen giling sebesar 69.37%, kadar air %bb, butir kepala 61.67%, butir patah 34.34%, butir menir 3.99%, butir kuning/rusak 0.41%, dan butir mengapur 0.14%. Sedangkan pengukusan 30 menit mempunyai rendemen giling 69.55%, kadar air 13.53%bb, butir kepala 67.94%, butir patah 27.94%, butir menir 4.22%, butir kuning/rusak 0.42%, dan butir mengapur 0.26%. Perlakuan lama pengukusan tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen giling namun berpengaruh nyata terhadap mutu giling beras pratanak. 3

4 Hasil pengujian proksimat menunjukkan perlakuan lama pengukusan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan abu, lemak, protein dan karbohidrat dari beras pratanak. Hal ini dapat disebabkan karena tidak meratanya penyebaran steam selama pengukusan. Pengukusan 20 menit memiliki kadar abu sebesar 0.95%bk, kadar lemak 1.00%bk, kadar protein 9.49% dan kadar karbohidrat 88.35%bk. Pengukusan 30 menit mengandung 0.94%bk abu, 1.44%bk lemak, 10.08%bk protein dan 89.11%bk karbohidrat. Perlakuan pratanak pada penelitian ini menyebabkan peningkatan rendemen, kadar abu, kadar lemak, protein, dan karbohidrat. Mutu giling beras pratanak berdasarkan standar dari SNI berada pada mutu V. Uji organoleptik yang dilakukan pada beras pratanak hasil penelitian ini menunjukkan bahwa beras pratanak sudah dapat diterima oleh panelis. Parameter yang diujikan adalah aroma dengan nilai rata-rata untuk pengukusan 20 menit dan 30 menit adalah 4.01 dan 3.47 (netral), warna dengan nilai rata-rata 4.01 dan 3.47 (netral) dan penerimaan secara umum dengan nilai rata-rata 4.31 dan 3.07 (agak tidak suka sampai netral). Secara keseluruhan yang paling disukai diantara keduanya adalah beras pratanak dengan lama pengukusan 20 menit. Proses pratanak yang terpilih adalah dengan melakukan pembersihan gabah terlebih dahulu menggunakan precleaner. Setelah gabah tersebut bersih kemudian dilakukan perendaman dengan suhu 60 o C ± 5 selama 4 jam dilanjutkan dengan pengukusan pada suhu 80 o C selama 20 menit. Gabah yang telah dikukus selanjutnya dikeringkan hingga kadar air 14% dan siap untuk digiling. 4

5 KAJIAN TEKNOLOGI PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK (PARBOILING RICE) PADA GABAH VARIETAS SITU BAGENDIT SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh SPETRIANI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

6 Judul skripsi Nama NIM : Kajian Teknologi Proses Pengolahan Beras Pratanak (Parboiling Rice) pada Gabah Varietas Situ Bagendit : Spetriani : F Menyetujui, Pembimbing Akademik (Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si) NIP Mengetahui : Ketua Departemen ( Dr. Ir. Desrial, M.Eng.) NIP Tanggal lulus : 6

7 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Teknologi Proses Pengolahan Beras Pratanak (Parboiling Rice) pada Gabah Varietas Situ Bagendit adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2011 Yang membuat pernyataan Spetriani F

8 Hak cipta milik Spetriani, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya 8

9 BIODATA PENULIS Spetriani. Lahir di Gio, 8 Mei 1989 dari ayah Subardjo MT Lamadau dan ibu Natin, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2007 dari Madrasah Aliyah Alkhairaat Pusat Palu dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD). Penulis memperoleh beasiswa selama kuliah melalui Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) oleh Kementrian Agama. Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi Community of Santri Scholar (CSS IPB) sebagai sekretaris Departemen Infokom pada tahun Selain itu, penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA). Pada tahun 2010 penulis memperoleh dana dari DIKTI dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Kewirausahaan dengan judul proposal Pencitraan Motif Batik dalam Miniatur Rumah Adat di Indonesia. Penulis menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Lingkungan dan Bangunan Pertanian serta mata kuliah Teknologi Greenhouse dan Hidroponik pada tahun Pada tahun 2010 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di PTPN VIII Kebun Panyairan, Cianjur, dengan judul Mempelajari Aspek Keteknikan pada Proses Pengemasan Teh di PTPN VIII Kebun Panyairan. 9

10 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah Swt. atas terselesaikannya skripsi ini dengan judul Kajian Teknologi Proses Pengolahan Beras Pratanak (Parboiling Rice) pada Gabah Varietas Situ Bagendit. Skripsi ini disusun dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada bulan Juli-Oktober Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang turut membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini terutama kepada : (1) Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.Si sebagai dosen Pembimbing Akademik yang telah bersedia memberikan arahan dan bimbingan sepenuhnya terhadap penyelesaian skripsi ini. (2) Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr dan Ir. Mad Yamin, MT sebagai dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan selama penyusunan skripsi ini. (3) Kementerian Agama yang telah memberikan beasiswa penuh selama masa perkuliahan. (4) Papa, Mama, dan kedua adik, Amit dan Anto dan seluruh keluarga besar Lamadau yang tak henti-hentinya memberikan doa tulus, kasih sayang, dukungan serta motivasi. (5) Keluarga besar CSS MoRA IPB terutama untuk angkatan 44. (6) Pak Ahmad, Pak Parma, mas Firman, mas Darma yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini. (7) Teman seperjuangan dan sebimbingan, R Afni dan Satria Asa yang rela memberikan bantuannya selama masa penelitian berjalan. (8) Rahma Utami, Dewi Sartika, Yuni Maria, Ratih, Syahid, Arie Tambosoe dan teman-teman kelas D TEP 44 lainnya. (9) Waqif Agusta, Anggie Kurniawan, Trya Adhesi, Dipta, Mudho Saksono, Tri Yulni, Denis dan teman-teman TEP 44 lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. (10) Rizki Andini, Linda Imaniar, Siti Masturoh, Miftahul Jannah, Istirokhah, dan Mutia, para penghuni Green House yang selalu ada saat susah maupun senang dalam pelaksanaan penelitian ini. Skripsi ini disadari masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran serta kritik yang membangun sangat diharapkan oleh penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata bagi semua pihak terutama untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Bogor, Desember 2011 Spetriani iii

11 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN PENELITIAN... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. GABAH Struktur Gabah Varietas Gabah... 4 B. SIFAT FISIK DAN KIMIA BERAS... 6 C. MUTU BERAS... 7 D. BERAS PRATANAK... 8 E. TEKNOLOGI PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Pembersihan (cleaning) Perendaman (soaking) Pengukusan (steaming) Pengeringan (drying) Penggilingan (milling) III. METODOLOGI A. TEMPAT DAN WAKTU B. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN Prosedur Penelitian Rancangan Percobaan Analisis Parameter Mutu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK B. PENGARUH LAMA PENGUKUSAN TERHADAP MUTU FISIK BERAS PRATANAK Rendemen Giling Mutu Giling C. PENGARUH LAMA PENGUKUSAN TERHADAP KANDUNGAN GIZI BERAS PRATANAK D. UJI ORGANOLEPTIK iv

12 1. Aroma Warna Penerimaan Secara Umum E. STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN v

13 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Produksi padi Indonesia tahun (dalam ton)... 1 Tabel 2. Pengelompokan butiran gabah menurut USDA... 4 Tabel 3. Deskripsi varietas padi Situ Bagendit... 5 Tabel 4. Kandungan gizi dan kalori beras pecah kulit dan beras putih serta kehilangan selama penggilingan... 6 Tabel 5. Spesifikasi persyaratan mutu beras menurut SNI : Tabel 6. Kandungan zat gizi dan indeks glikemik sumber karbohidrat (per 300 kkal)... 9 Tabel 7. Mutu giling beras pratanak dengan perlakuan lama pengukusan yang berbeda Tabel 8. Pengaruh lama pengukusan terhadap kandungan gizi beras pratanak Tabel 9. Pengaruh lama pengukusan terhadap aroma beras pratanak Tabel 10. Pengaruh lama pengukusan terhadap warna beras pratanak Tabel 11. Pengaruh lama pengukusan terhadap penerimaan secara umum beras pratanak vi

14 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur gabah... 3 Gambar 2. Unit pengolahan beras pratanak : drum perendaman (a) tangki pengukusan dan steam boiler (b)... 4 Gambar 3. Layout letak titik pengukuran suhu saat pengukusan Gambar 4. Diagram alir prosedur penelitian Gambar 5. Distribusi suhu gabah secara horizontal pada pengukusan 20 menit Gambar 6. Distribusi suhu gabah secara vertikal pada pengukusan 20 menit Gambar 7. Distribusi suhu gabah secara horizontal pada pengukusan 30 menit Gambar 8. Distribusi suhu gabah secara vertikal pada pengukusan 30 menit Gambar 9. Rendemen giling beras pratanak Gambar 10. Nilai aroma beras pratanak Gambar 11. Nilai warna beras pratanak Gambar 12. Nilai penerimaan secara umum terhadap beras pratanak Gambar 13. Diagram alir prosedur pengolahan beras pratanak vii

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Suhu di setiap titik pengukuran saat pengukusan gabah selama 20 menit Lampiran 2. Suhu di setiap titik pengukuran saat pengukusan gabah selama 30 menit Lampiran 3. Mutu giling beras pratanak dengan perlakuan lama pengukusan (steaming) Lampiran 4. Data rendemen giling beras pratanak Lampiran 5. Data pengukuran kadar air (%bb) beras pratanak Lampiran 6. Data pengukuran kadar abu beras pratanak Lampiran 7. Data pengukuran kadar lemak beras pratanak Lampiran 8. Data pengukuran kadar protein beras pratanak Lampiran 9. Data pengukuran kadar karbohidrat beras pratanak Lampiran 10. Data organoleptik terhadap aroma beras pratanak Lampiran 11. Data organoleptik terhadap warna beras pratanak Lampiran 12. Data organoleptik terhadap penerimaan secara umum beras pratanak Lampiran 13. Analisis sidik ragam dan uji lanjut rendemen giling beras pratanak Lampiran 14. Analisis sidik ragam dan uji lanjut derajat sosoh beras pratanak Lampiran 15. Analisis sidik ragam dan uji lanjut kadar air beras pratanak Lampiran 16. Analisis sidik ragam dan uji lanjut butir kepala pada beras pratanak Lampiran 17. Analisis sidik ragam dan uji lanjut butir patah pada beras pratanak Lampiran 18. Analisis sidik ragam dan uji lanjut butir menir pada beras pratanak Lampiran 19. Analisis sidik ragam dan uji lanjut butir kuning/rusak pada beras pratanak Lampiran 20. Analisis sidik ragam dan uji lanjut butir mengapur pada beras pratanak Lampiran 21. Analisis sidik ragam dan uji lanjut kadar abu beras pratanak Lampiran 22. Analisis sidik ragam dan uji lanjut kadar lemak beras pratanak Lampiran 23. Analisis sidik ragam dan uji lanjut kadar protein beras pratanak Lampiran 24. Analisis sidik ragam dan uji lanjut kadar karbohidrat beras pratanak Lampiran 25. Analisis sidik ragam dan uji lanjut organoleptik aroma beras pratanak Lampiran 26. Analisis sidik ragam dan uji lanjut organoleptik warna beras pratanak Lampiran 27. Analisis sidik ragam dan uji lanjut organoleptik penerimaan secara umum beras pratanak Lampiran 28. Form isian organoleptik terhadap beras pratanak Lampiran 29. Gambar proses pengolahan beras pratanak Lampiran 30. Gambar beras pratanak hasil giling viii

16 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Beras merupakan makanan pokok hampir di seluruh wilayah Indonesia bahkan termasuk makanan pokok terpenting warga dunia. Hasil olahan beras berupa nasi dimakan oleh sebagian besar penduduk Asia sebagai sumber karbohidrat utama dalam menu sehari-hari. Kebiasaan umum yang melekat pada masyarakat Indonesia bahwa aktivitas makan itu adalah makan nasi menjadikan beras ini mempunyai peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Sebutan beras sendiri dikhususkan untuk padi yang telah melewati beberapa proses dalam penanganan pascapanen. Makin pesatnya pertambahan penduduk Indonesia, tuntutan pemenuhan jumlah (kuantitas) produksi beras juga terus meningkat. Disisi lain, dengan makin tingginya tingkat pendidikan masyarakat serta dengan mudahnya penyebaran informasi seiring kemajuan teknologi, juga secara bertahap mengubah pola konsumsi dan cara pandang masyarakat terhadap mutu (kualitas) pangan yang dikonsumsi. Perbaikan daya beli masyarakat yang diharapkan meningkat setelah Indonesia keluar dari krisis ekonomi akan menggeser peta permintaan ke arah beras bermutu tinggi (Hasbullah dan Bantacut 2006). Menurut data dari Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian yang ditunjukkan pada Tabel 1, jumlah produksi padi dalam bentuk gabah kering giling (GKG) setiap tahunnya meningkat. Peningkatan jumlah produksi ini sudah semestinya diikuti dengan peningkatan hasil pengolahan gabah berupa beras. Tabel 1. Produksi padi Indonesia tahun (dalam ton) Tahun Pulau Jawa Luar Jawa Indonesia Sumber: Ditjen Tanaman Pangan (2011) Peningkatan produksi beras tidak hanya terbatas pada peningkatan produksi prapanen, tetapi dilakukan pula peningkatan produksi beras melalui perbaikan pada perlakuan pascapanen. Secara umum penanganan pascapanen padi yang dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut: pengangkutan, perontokan, pengeringan, penggilingan dan penyimpanan. Setiap tahap penanganan pascapanen mempunyai pengaruh penting terhadap rendemen dan mutu beras yang dihasilkan terutama terhadap kandungan nutrisi beras. Menurut Patiwiri (2006) meskipun penggilingan adalah proses fisik, penggilingan juga berpengaruh terhadap kandungan nutrisi beras. Hal ini disebabkan oleh adanya pengelepasan dan

17 pengikisan bagian-bagian butiran gabah/beras selama proses penggilingan yang menyebabkan sebagian nutrisi akan terbuang. Karbohidrat terakumulasi di dalam endosperm yang merupakan bagian terbesar dari butiran beras. Protein paling banyak terdapat dalam lembaga, pericarp, dan lapisan aleuron. Pada lapisan endosperm juga terdapat protein, namun makin jauh masuk ke dalam pusat endosperm kandungannya semakin menurun. Vitamin dan lemak juga terakumulasi terutama pada lapisan pericarp dan lapisan aleuron. Berdasarkan penyebaran tersebut maka dapat dipahami bahwa protein, lemak dan vitamin akan banyak terbuang pada saat penggilingan, terutama pada saat penyosohan yang mengikis lapisan bekatul. Dengan kata lain kandungan ketiganya akan menurun pada beras sosoh jika dibandingkan dengan beras pecah kulit. Beras yang memiliki cita rasa yang disukai, seperti beras sosoh belum tentu bermutu gizi lebih baik dibandingkan dengan beras yang bercita rasa kurang enak. Sebaliknya karbohidrat terkikis paling sedikit selama penyosohan karena berada pada endosperm yang letaknya paling dalam. Dengan demikian, porsinya terhadap massa keseluruhan beras akan meningkat jika dibandingkan dengan porsinya pada beras pecah kulit (Patiwiri 2006). Agar kandungan nutrisi pada beras tidak terbuang maka perlu perbaikan cara pengolahan gabah diantaranya menggunakan teknologi beras pratanak (parboiling rice). Tahapan proses pengolahan beras pratanak meliputi pembersihan, perendaman, pengukusan, pengeringan dan penggilingan. Menurut Sumardi (1977) dalam Burhanudin (1981), pengolahan gabah dengan cara pratanak dapat meningkatkan rendemen beras giling maupun rendemen beras kepala. Selain itu, mutu beras pratanak memiliki beberapa kelebihan antara lain memiliki kandungan indeks glikemik (IG) dan lemak yang rendah serta vitamin B yang tinggi. Beras pratanak dapat dijadikan makanan diet bagi penderita diabetes melitus. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mutu beras pratanak adalah varietas gabah, lama perendaman, suhu dan lama pengukusan, dan pengeringan. Oleh karena itu, perlu dikaji lebih mendalam untuk mendapatkan kondisi proses pengolahan beras pratanak yang dapat meningkatkan rendemen dan mutu beras pratanak. B. TUJUAN Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengkaji keseragaman distribusi suhu gabah selama proses pengukusan. (2) Mengkaji pengaruh lama pengukusan terhadap mutu fisik beras pratanak. (3) Mengkaji pengaruh lama pengukusan terhadap nilai gizi beras pratanak. (4) Menentukan Standard Operational Procedure (SOP) pengolahan beras pratanak. 2

18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. GABAH 1. Struktur Gabah Padi merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Klasifikasi ilmiah tanaman padi yang menjadi bahan baku beras adalah sebagai berikut. Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Ordo : Poales Famili : Poaceae atau Graminae Genus : Oryza Spesies : O. Sativa Ciri-ciri umum tanaman padi ini adalah termasuk dalam terna semusim yang berakar serabut, batang sangat pendek, struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang. Padi saat ini tersebar luas di seluruh dunia dan tumbuh di hampir semua bagian dunia yang memiliki cukup air dan suhu udara cukup hangat (Anonim 2011). Tanaman padi dapat tumbuh pada daerah bersuhu tinggi dan mendapatkan sinar matahari yang yang lama. Temperatur rata-rata yang dibutuhkan yaitu sekitar o C (Grist 1975). Gabah adalah bulir padi. Biasanya mengacu pada bulir padi yang telah dipisahkan dari tangkainya (jerami). Asal kata "gabah" dari bahasa Jawa gabah. Dalam perdagangan komoditas, gabah merupakan tahap yang penting dalam pengolahan padi sebelum dikonsumsi karena perdagangan padi dalam partai besar dilakukan dalam bentuk gabah. Terdapat definisi teknis perdagangan untuk gabah, yaitu hasil tanaman padi yang telah dipisahkan dari tangkainya dengan cara perontokan (Anonim 2011). Pada Gambar 1 berikut ditunjukkan bagian- bagian penyusun pada struktur gabah. Gambar 1. Struktur gabah 3

19 Butir padi atau gabah terdiri atas satu bagian yang dapat dimakan, disebut caryopsis, dan satu bagian lagi yang merupakan suatu struktur kulitnya yang disebut sekam. Bagian kulitnya merupakan % dari berat butir gabah pada tingkat kadar air 13% berat basah. Buah padi adalah caryopsis yang di dalamnya terdapat biji tunggal yang bersatu dengan dinding evary (pericarp) matang, membentuk butiran biji. Caryopsis disebut brown rice sebab warna pericarpnya kecoklatan (Tjiptadi dan Nasution 1985). Secara umum, struktur gabah terbagi dalam beberapa bagian yaitu hull atau daun sekam, pericarp, tegmen atau testa, aleuron, embrio atau germ, dan endosperm (Anonim 2011). Lapisan pembungkus endosperm dinamakan kulit ari. Testa dan lapisan aleuron disebut lapisan dalam, sedangkan pericarp disebut lapisan luar. Lapisan-lapisan kulit ari ini hanya dapat dilihat secara mikroskopis. Warna kulit ari ini dari putih sampai kehitam-hitaman. Penghilangan sebagian atau keseluruhan lapisan ini akan menentukan derajat sosoh. Endosperm hampir seluruhnya terdiri dari selsel pati, membentuk biji yang dapat dimakan (Grist 1975). 2. Varietas Gabah Tanaman padi adalah tanaman yang mempunyai varietas sampai ribuan jumlahnya, lebih dari 90% tumbuh di wilayah Asia Selatan dan Asia Timur, tersebar di negara-negara beriklim subtropis. Dari kelompok spesies padi yang telah dibudidayakan terdapat kelompok utama yaitu Oryza sativa yang berasal dari Asia dan Oryza globerima yang berasal dari Afrika Barat (Winarno 1984). Subspesies padi yang ditanam di dunia secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga subspesies, yaitu japonica (tipe A), javanica (tipe B), dan indica (tipe C). Pengelompokkan ini didasarkan pada bentuk gabah baik dari panjang maupun lebarnya (Patiwiri 2006). Kini di dunia lebih banyak dikenal dua varietas padi Oryza sativa yaitu japonica dan indica (Winarno 1984). Selain bentuknya, varietas padi atau gabah biasa juga diklasifikasikan berdasarkan panjang butiran serta rasio antara panjang/lebar butiran. Klasifikasi butiran gabah ini dilakukan oleh Brandon (1981) di Amerika Serikat, seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pengelompokan butiran gabah menurut USDA Tipe Butiran Panjang Butiran Rasio Panjang/ Lebar Butir Pendek <5.5 mm <2.1 Butir Sedang mm Butir Panjang >6.6 mm >3.1 Sumber: Patiwiri (2006) Varietas-varietas padi yang ditanam di Indonesia termasuk dalam subspesies indica. Rasio panjang-lebar paling rendah 2.0 ditunjukkan oleh PB 36 dengan panjang butiran sekitar 6.4 mm, sedangkan rasio panjang-lebar yang tinggi ditunjukkan oleh varietas rojolele dan semeru sebesar 2.9 dengan panjang butiran mm (Patiwiri 2006). Terdapat berbagai macam varietas padi yang dibudidayakan di Indonesia, salah satunya adalah varietas Situ Bagendit atau Bagendit. Deskripsi varietas tersebut seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3 di bawah ini. 4

20 Tabel 3. Deskripsi varietas padi Situ Bagendit Nomor seleksi : S4325D Asal persilangan : Batur/ 2* S2823-7D-8-1-A Golongan : Cere Umur tanaman : hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : cm Anakan produktif : batang Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun : Hijau Muka daun : Kasar Posisi daun : Tegak Daun bendera : Tegak Bentuk gabah : Panjang ramping Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Kerebahan : Sedang Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 22% Bobot 1000 butir : 27.5 g Rata-rata hasil : 4.0 t/ha pada lahan kering 5.0 t/ha pada lahan sawah Potensi hasil : 6.0 t/ha Ketahanan terhadap hama penyakit : Tahan terhadap blas Agak tahan hawar daun bakteri strain III dan IV Anjuran tanam : Cocok ditanam di lahan kering maupun di lahan sawah Pemulia : Z.A. Simanulang, Aan A. Daradjat, Ismail BP, dan N. Yunani Dilepas tahun : 2003 Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2009) 5

21 B. SIFAT FISIK DAN KIMIA BERAS Sifat-sifat fisik beras antara lain suhu gelatinisasi, konsistensi gel, penyerapan air, kepulenan, kelengketan, kelunakan, dan kilap nasi (Damardjati dan Purwani 1991 diacu dalam Argasasmita 2008). Menurut winarno (1992) suhu gelatinisasi adalah suhu pada saat granula pati pecah dengan penambahan air panas. Beras dapat digolongkan menjadi tiga kelompok menurut suhu gelatinisasinya, yaitu suhu rendah (55-69 o C) sedang (70-74 o C) dan tinggi (>74 o C). Suhu gelatinisasi berpengaruh terhadap lama pemasakan. Beras yang mempunyai suhu gelatinisasi tinggi membutuhkan waktu pemasakan lebih lama daripada beras yang mempunyai suhu gelatinisasi rendah. Beras sebagai bahan pangan disusun oleh pati, protein, dan unsur lain seperti lemak, serat kasar, mineral, vitamin, dan air. Analisis komponen kimia beras dan fraksi gilingnya menunjukkan bahwa distribusi penyusunannya tidak merata. Lapisan terluar beras kaya akan komponen non pati seperti protein, lemak, serat, abu, pentosa, dan lignin, sedangkan bagian endosperm kaya akan pati (Juliano 1972). Komposisi kimia beras berbeda-beda dan hal ini tergantung kepada varietas padi dan cara pengolahan yang dilakukan seperti pada Tabel 4 dibawah ini. Tabel 4. Kandungan gizi dan kalori beras pecah kulit dan beras putih serta kehilangan selama penggilingan Komposisi Beras pecah kulit Beras putih Kehilangan selama penggilingan (%) Kadar air (%) Kalori (Kcal/100g) Kadar protein (%) Kadar lemak (%) Kadar serat (%) Kadar abu (%) Total karbohidrat (%) Thiamin (mg/100g) Riboflavin (mg/100g) Niacin (mg/100g) Ca (mg/100g) P (mg/100g) Zat besi (mg/100g) Sumber: Juliano (1976) Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibagi menjadi 3 golongan yaitu kandungan amilosa rendah (<20 %), menengah (20-25%) dan tinggi (>26 %). Beras di Indonesia pada umumnya termasuk ke dalam golongan menengah (Juliano 1976 ). Antara tekstur nasi dan kadar amilosa terdapat hubungan yang nyata. Beras dengan kadar amilosa rendah akan menghasilkan nasi yang pulen, lekat, empuk, enak dan mengkilat. Beras beramilosa sedang akan menghasilkan nasi yang msih bersifat empuk walaupun dibiarkan beberapa jam. Sedangkan beras yang beramilosa tinggi, nasinya keras (pera) dan berderai (Juliano 1976; Tjiptadi dan Nasution 1985). Komponen yang terutama pada beras adalah pati. Hampir 90 % beras terdiri dari zat pati. Zat pati yang tertinggi terdapat pada bagian endosperm, makin ke tengah kandungan patinya makin besar 6

22 sedangkan makin keluar kandungan patinya makin menipis, tetapi kandungan bukan pati makin meninggi (Juliano 1972) dalam Tabel 4 terlihat bahwa kandungan pati pada beras pecah kulit lebih sedikit daripada beras putih, tetapi komponen bukan patinya lebih tinggi. Sifat fisik dan kimia dari beras ini menjadi indikator terhadap berbagai macam mutu beras. C. MUTU BERAS Standar merupakan unsur penunjang pembangunan pertanian yang memiliki peranan penting dalam upaya untuk meningkatkan optimalisasi pendayagunaan sumberdaya dan keseluruhan kegiatan pembangunan pertanian. Penetapan kelayakan suatu bahan atau produk untuk digunakan terutama dalam bidang pangan biasa disebut dengan standar mutu. Biasanya dalam penentuan standar mutu ini terdapat berbagai syarat dan ketentuan spesifikasi teknis yang harus dipenuhi oleh bahan atau produk tersebut. Standar mutu yang digunakan di Indonesia mengacu kepada SNI (Standar Nasional Indonesia). Dalam bidang pertanian pemutuan bahan dan produk pertanian seperti mutu gabah dan mutu beras sangat penting. Secara umum, mutu beras dapat dikategorikan ke dalam empat kelompok, yaitu (i) mutu giling (ii) mutu rasa dan mutu tanak (iii) mutu gizi dan (iv) standar spesifik untuk penampakan dan kemurnian biji (misalnya besar dan bentuk beras, kebeningan (transluency), dan beras chalky). Sedangkan dalam program pemuliaan padi, komponen mutu beras dapat dikelompokkan atas (i) rendemen giling (ii) penampakan (iii) bentuk dan ukuran biji dan (iv) sifat-sifat tanak dan rasa nasi (Damardjati dan Purwani, 1991). Pemutuan beras yang didasarkan pada aturan SNI : 2008 membagi beras dalam 5 kelas mutu yaitu mutu I, II, III, IV dan V. Syarat umum beras adalah (a) bebas hama dan penyakit (b) bebas bau apek, asam, atau bau asing lainnya (c) bebas dari campuran dedak dan bekatul (d) bebas dari bahan kimia yang membahayakan konsumen. Sedangkan untuk persyaratan khusus didasarkan pada komponen mutu seperti yang tercantum dalam Tabel 5 berikut. Tabel 5. Spesifikasi persyaratan mutu beras menurut SNI : 2008 No Komponen mutu Satuan Mutu I Mutu II Mutu III Mutu IV Mutu V 1 Derajat sosoh (min) (%) Kadar air (maks) (%) Butir kepala (min) (%) Butir patah (maks) (%) Butir menir (maks) (%) Butir merah (maks) (%) Butir kuning/rusak (maks) (%)

23 Tabel 5. Spesifikasi persyaratan mutu beras menurut SNI : 2008 (lanjutan) No Komponen mutu Satuan Mutu I Mutu II Mutu III Mutu IV Mutu V 8 Butir mengapur (maks) (%) Benda asing (maks) (%) Butir gabah (maks) (butir/ 100g) Sumber: BSN (2011) Berbagai macam perlakuan telah dilakukan terhadap gabah agar dapat menghasilkan beras yang bermutu tinggi. Penanganan pascapanen yang tepat mengenai cara pemanenan, perontokan, pengeringan dan penggilingan pada akhirnya bertujuan yang sama yaitu untuk memperoleh beras bermutu. Penggunaan teknologi juga sangat membantu, khususnya dalam peningkatan rendemen beras. Salah satu teknologi yang dapat diaplikasikan pada penggilingan padi ialah pengolahan beras secara pratanak. D. BERAS PRATANAK Beras pratanak atau yang biasa disebut parboiling rice adalah proses perendaman padi dalam air dingin dan kemudian ke dalam air panas (atau dalam uap pada tekanan rendah) yang mungkin berasal dari India sekitar 2000 tahun yang lalu (Grist 1975) atau proses pemberian air dan uap panas terhadap gabah sebelum gabah tersebut dikeringkan (Haryadi 2006) dan digiling (Tjiptadi dan Nasution 1985). Tujuan dari pratanak adalah untuk menghindari kehilangan dan kerusakan beras, baik ditinjau dari nilai gizi maupun rendemen yang dihasilkan. Kelebihan lain dari proses pratanak menurut Hasbullah (2011) berarti juga melakukan proses sterilisasi gabah setelah dipanen, yang mungkin mengandung kotoran dan telur serangga yang terinvestasi di dalamnya. Pada zaman dahulu proses ini dilakukan guna mendapatkan kondisi gabah yang lebih mudah dikupas sekamnya. Sedangkan perubahan sifat lainnya pada hasil akhir dianggap merupakan suatu penyimpangan yang tidak berarti. Setelah penggilingan secara mekanis dikembangkan, maka proses parboiling ini bukannya tetap statis, tetapi berkembang di dalam aspek ekonomi, nutrisi dan praktisnya dalam rangka memodifikasi hasil berasnya (Tjiptadi dan Nasution 1985). Kandungan gizi beras pratanak mencapai 80% mirip dengan beras tanpa sosoh (brown rice). Menurut Nurhaeni (1980), peningkatan nilai gizi pada beras pratanak disebabkan oleh proses difusi dan panas yang melekatkan vitamin-vitamin dan nutrien lainnya dalam endosperm, serta derajat sosoh beras yang rendah akibat mengerasnya lapisan aleuron yang mengakibatkan sedikitnya bekatul dan nutrien yang hilang. Nutrisi yang terkandung dalam beras pratanak, utamanya seperti tiamin meningkat sehingga menyebabkan beras pratanak ini memiliki kandungan vitamin B yang lebih tinggi dibandingkan beras biasa. Studi pratanak dimulai dengan adanya isu-isu dari dunia kesehatan, bahwa orang yang makan nasi dari beras pratanak terhindar dari penyakit beri-beri. Penyakit tersebut disebabkan oleh kekurangan vitamin B1 atau thiamine (Tjiptadi dan Nasution 1985). Selain itu, para penderita diabetes melitus (DM) sering kali menahan diri untuk mengkonsumsi nasi karena beras dianggap mempunyai kandungan IG yang tinggi. Namun dengan adanya beras pratanak ini penderita DM dapat dengan 8

24 nyaman mengkonsumsi nasi sebab beras pratanak juga disinyalir memiliki nilai indeks glikemik (IG) yang rendah. Konsep IG pertama kali dikembangkan tahun 1981 oleh David Jenkins, seorang Profesor Gizi pada Universitas Toronto, Kanada, untuk membantu menentukan pangan yang tepat untuk penderita DM. Pada masa itu, diet bagi penderita DM didasarkan pada porsi karbohidrat, pada kuantitas yang sama, menghasilkan pengaruh yang sama pada kadar glukosa darah (Rimbawan 2006). Karbohidrat dalam pangan yang dicerna dan diserap dengan cepat selama pencernaan akan memiliki IG yang tinggi. Dengan kata lain, glukosa dalam aliran darah akan meningkat dengan cepat setelah mengkonsumsi pangan tersebut. Sebaliknya karbohidrat yang dicerna dan diserap dengan lambat akan melepaskan glukosa ke dalam darah dengan lambat pula sehingga memiliki IG yang rendah (slowrelease carbohydrate). Indeks glikemik yang rendah dapat mengendalikan kadar glukosa dalam darah, sedangkan serat pangan yang tinggi akan memperlambat laju pengosongan lambung. Oleh karena itu, orang yang mengonsumsi nasi dari beras pratanak akan merasa kenyang lebih lama atau tidak cepat lapar (Widowati 2008). Sebenarnya anjuran untuk mengkonsumsi makanan dengan IG yang rendah ini juga ditujukan kepada masyarakat umum, jadi tidak hanya untuk penderita diabetes. Badan Kesehatan Dunia WHO bersama dengan FAO menganjurkan konsumsi makanan dengan IG rendah untuk mencegah penyakitpenyakit degeneratif yang terkait dengan pola makan seperti penyakit jantung, diabetes, dan obesitas. Perlu diketahui jenis-jenis makanan yang memiliki IG lebih dari 55 dikategorikan IG tinggi sementara yang kurang dari itu dikategorikan IG rendah. Pada Tabel 6 di bawah ini ditunjukkan kandungan zat gizi dan juga nilai IG beberapa jenis pangan yang menjadi sumber karbohidrat. Tabel 6. Kandungan zat gizi dan indeks glikemik sumber karbohidrat (per 300 kkal) Sumber Karbohidrat Berat (gram) Protein (%) KH (%) IG Nasi Pera Nasi Pulen Sagu Ambon Nasi Ketan Nasi Gaplek Singkong Kukus Sumber : Soetrisno dan Apriyantono (2005) Nasi seperti juga kentang dan roti tawar secara umum dikenal sebagai pangan dengan IG tinggi. Meskipun demikian banyak penelitian yang menunjukkan bahwa varietas dan jenis pengolahan yang berbeda ternyata dapat memberikan IG yang berbeda. Nilai IG beras dan produk olahannya dibandingkan dengan glukosa bervariasi antara Ada juga yang melaporkan antara Beberapa hasil penelitian menunjukkan nasi parboiled dan basmati cenderung mempunyai IG yang lebih rendah (intermediate), khususnya apabila tidak dimasak secara berlebihan (overcooked) (Rimbawan 2006). Nilai IG beras pratanak sendiri berkisar antara , nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai IG beras giling biasa yang berkisar antara (Widowati et al. 2009). Walaupun beras pratanak lebih disukai oleh beberapa konsumen karena kelebihannya, beras pratanak juga memiliki kelemahan diantaranya dedak yang melekat sangat sulit dihilangkan, membutuhkan biaya pengolahan yang lebih banyak, lebih mudah menjadi tengik, membutuhkan 9

25 waktu yang cukup lama dalam memasak nasi pratanak (Wimberly 1983). Namun demikian, mengingat semakin tingginya kesadaran masyarakat akan kesehatan, pencegahan gizi buruk serta mahalnya harga obat-obatan, maka mengkonsumsi beras pratanak merupakan salah satu pilihan yang tepat. Dengan semakin meningkatnya permintaan terhadap beras sehat maka peluang memproduksi beras pratanak akan terbuka lebar, khususnya untuk para petani dan industri penggilingan padi di Indonesia. Oleh karena itu, pengembangan teknologi proses pengolahan beras pratanak ini sangat dibutuhkan, terutama untuk menghasilkan beras yang bermutu tinggi. E. TEKNOLOGI PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Dalam suatu sistem klasik terdapat tiga tahap proses beras pratanak yaitu: perendaman (steeping in water), pengukusan (steaming), dan pengeringan (drying). Pemakaian air dan panas mengakibatkan terjadinya modifikasi sifat fisik, kimia, fisiko-kimia, biokimia, estetika dam organoleptik (Tjiptadi dan Nasution 1985). Sedangkan menurut Ali dan Ojha (1976) prinsip dasar dari proses pratanak padi adalah pembersihan (cleaning), perendaman (soaking), pengukusan (steaming) dan pengeringan (drying). Selain keempat tahap tersebut, penggilingan (milling) juga tahap yang sangat penting dalam menghasilkan beras pratanak. 1. Pembersihan (cleaning) Gabah yang akan diproses pratanak terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran-kotoran dan benda asing seperti batu dan gabah hampa. Cara lama pembersihan gabah dilakukan dengan pengapungan. Hal ini dimaksudkan untuk memisahkan gabah hampa, daun, dan benda lain yang ringan dari tumpukan gabah. Jika teknologi grading gabah memadai dapat digunakan alat pemisah kotoran kecil, ringan dan berat berupa aspirator ataupun sieving. 2. Perendaman (soaking) Proses perendaman atau soaking bertujuan untuk memasukkan air ke dalam ruang inter cellular dari sel-sel pati endosperm dan sebagian air diserap oleh sel-sel pati sendiri sampai pada tingkat tertentu, sehingga cukup untuk proses gelatinisasi. Selama perendaman, gabah harus benarbenar terendam air. Perendaman umumnya dilakukan dengan dua cara, yaitu perendaman dengan air bersuhu ruang dan perendaman dengan air panas. Periode perendaman tergantung kepada suhu air yang digunakan. Semakin tinggi suhu air tersebut maka waktu perendaman semakin singkat. Padi atau gabah yang direndam pada suhu lingkungan (20-30 o C) membutuhkan waktu selama 36 hingga 48 jam agar gabah dapat mencapai kadar air 30%. Pada perendaman yang dilakukan dengan air panas bersuhu sekitar o C hanya membutuhkan waktu selama 2 hingga 4 jam perendaman (Wimberly 1983). 3. Pengukusan (steaming) Setelah mengalami perendaman dalam jangka waktu tertentu, gabah tersebut diberi uap panas atau steaming. Steaming ini ditujukan untuk melunakkan struktur sel pati endosperm sehingga tekstur granula pati dari endosperm menjadi seperti pasta akibat proses gelatinisasi. Gelatinisasi total merupakan tujuan utama dari proses pratanak sehingga memberikan hasil yang jernih. Alat pengukusan yang digunakan dapat berupa ketel, tangki metal tanpa ataupun yang dilengkapi dengan boiler. Sumber panas untuk steam yang digunakan pada pemanasan beras pratanak adalah tungku. 10

26 Bahan bakar untuk tungku steam ini menggunakan biomassa berupa serbuk gergaji atau sekam hasil samping penggilingan padi. Menurut Wimberly (1983), pemberian uap panas ini juga mempunyai beberapa kelebihan diantaranya panas yang tinggi dapat diaplikasikan pada suhu yang konstan, relatif mudah ditangani, pengendalian suhu gabah yang mudah, dapat dihentikan secara cepat, dan mempunyai tingkat pindah panas yang tinggi dibanding media lain (seperti halnya air panas). Pada umumnya steam jenuh yang digunakan untuk pengukusan mempunyai tekanan antara 1-5 kg/cm 2 atau pada suhu sekitar o C. Pengukusan pada tangki yang kecil membutuhkan waktu 2-3 menit dan pada tangki yang besar dapat memakan waktu selama menit. 4. Pengeringan (drying) Pengeringan dalam proses pratanak sedikit berbeda dengan pengeringan untuk padi biasa atau tanpa proses pratanak. Hal ini disebabkan karena padi pratanak mempunyai suhu yang lebih tinggi (bisa mencapai 100 o C), mengandung kadar air yang tinggi (dapat mencapai 45 %), tekstur butir yang berbeda akibat pemanasan yang intensif dan steril akibat pemanasan yang dilakukan terutama pada saat steaming (Ruiten 1979 diacu dalam Burhanudin 1981). Pengeringan gabah hasil pratanak dilakukan hingga mencapai kadar air GKG (Gabah Kering Giling) yaitu 14%. Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan energi matahari secara langsung (sun drying) ataupun menggunakan alat pengering yang telah ada. Pengeringan terhadap padi yang telah direndam dan dikukus harus dilakukan dengan segera untuk menghindari pertumbuhan jamur dan terjadinya fermentasi. Pengeringan ini merupakan tahap akhir dalam pengolahan padi secara pratanak (parboiling rice). Penundaan pengeringan yang dilakukan terhadap padi pratanak akan mengakibatkan proses gelatinisasi terus berlangsung serta akan mengakibatkan butir padi menjadi berwarna gelap akibat terlalu lama dibiarkan di udara terbuka. Penundaan pengeringan juga akan mengakibatkan pertumbuhan jamur dan kapang. Walaupun gabah tersebut telah steril akan tetapi kadar air gabah yang tinggi tersebut sangat sesuai bagi perkembangan mikroorganisme tersebut. 5. Penggilingan (milling) Tahap akhir untuk menghasilkan beras pratanak adalah penggilingan (milling). Patiwiri (2006) menerangkan bahwa proses penggilingan padi diawali dengan pembersihan awal untuk membersihkan gabah dari kotoran-kotoran hingga gabah menjadi bersih. Selanjutnya gabah bersih mengalami proses pemecahan kulit sehingga sekam yang berbobot sekitar 20% dari bobot awal gabah akan terlepas dari butiran gabah dan menghasilkan beras pecah kulit. Jika butir gabah tidak ditemukan pada beras pecah kulit, maka proses pemecahan kulit dikatakan sempurna. Beras pecah kulit hasil penggilingan masih berwarna coklat kusam sehingga perlu proses penyosohan guna memisahkan bekatul dan untuk mendapatkan warna beras yang mengkilap. Setelah penyosohan selesai maka hasil akhir penggilingan yang berupa beras telah siap untuk menjadi bahan pangan dan dikonsumsi. 11

27 III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober Penelitian dilaksanakan di laboratorium LBP (Lingkungan dan Bangunan Pertanian) dan di laboratorium Leuwikopo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. B. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabah dengan varietas Situ Bagendit serta air bersih untuk perendaman gabah. Gabah diperoleh dari petani di wilayah Dramaga, Bogor. Peralatan yang digunakan adalah unit pengolahan beras pratanak (drum perendaman gabah, tangki pengukusan gabah, dan steam boiler) hybrid recorder, termokopel, grain moisture tester, timbangan analitik, rice grader/cylinder separator, baki penampung, dan beberapa peralatan bantu lainnya. Peralatan utama yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2. (a) (b) Gambar 2. Unit pengolahan beras pratanak : drum perendaman (a) tangki pengukusan dan steam boiler (b) C. METODE PENELITIAN 1. Prosedur Penelitian Sejumlah gabah yang telah dibersihkan direndam dalam air bersuhu 60 o C ± 5 selama 4 jam. Perendaman ini bertujuan untuk mencapai kadar air gabah hingga 30%. Kemudian gabah tersebut dibagi ke dalam 2 bagian dan diberikan perlakuan pemanasan dengan suhu yang sama yaitu 80 o C, namun dalam lama waktu pemanasan yang berbeda, masing-masing selama t1= 20 menit, t2= 30 menit, serta terdapat t0 (tanpa proses pratanak) yang dijadikan kontrol. Terdapat 2 kali pengulangan 12

28 untuk masing-masing perlakuan ini. Pada saat pengukusan berlangsung, penyebaran suhu gabah diukur untuk masing-masing perlakuan. Letak titik pengukuran suhu saat pengukusan dapat dilihat pada gambar 3. Setelah proses pemanasan atau pemberian uap panas selesai, selanjutnya dilakukan pengeringan terhadap gabah hingga mencapai kadar air Gabah Kering Giling (GKP) yakni 14%. Gabah yang telah kering kemudian digiling dan dilakukan pengamatan mutu. Pengamatan mutu beras meliputi mutu fisik yaitu rendemen giling dan mutu giling, mutu gizi yaitu analisa proksimat terhadap beras pratanak hasil dari penggilingan gabah tersebut, serta organoleptik terhadap beras pratanak. Diagram alir prosedur penelitian ini dapat dilihat pada Gambar Gambar 3. Layout letak titik pengukuran suhu saat pengukusan Pembagian titik pengukuran untuk keduabelas titik tersebut adalah sebagai berikut : a. Suhu gabah bagian atas (Tha) terdiri dari nomor 1, 2, 3, dan 4 b. Suhu gabah bagian tengah (Tht) terdiri dari nomor 5, 6, 7, dan 8 c. Suhu gabah bagian bawah (Thb) terdiri dari nomor 9, 10, 11, dan 12 d. Suhu gabah bagian dalam (Tvi) terdiri dari nomor 2, 3, 6, 7, 10, dan 11 e. Suhu gabah bagian luar (Tvo) terdiri dari nomor 1, 4, 5, 8, 9, dan Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga buah perlakuan dan setiap perlakuan diberi ulangan sebanyak 2 kali. Rumus rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut : Keterangan : i = t0, t1 dan t2 (perlakuan) j = 1,2 (ulangan) Y ij μ τ i ε ij Y ij = μ + τ i + ε ij = hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j = rataan umum = pengaruh perlakuan ke-i = μ i μ = pengaruh acak pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j 13

29 Gabah (varietas Bagendit) Pembersihan (precleaning) Perendaman (steeping in water) Suhu 60 o C ± 5 selama 4 jam kontrol Pemberian uap panas (steaming) Suhu 80 o C t = 20 menit t = 30 menit Pengeringan (drying) hingga mencapai kadar air ±14% Pengukuran kadar air ±14% Gabah Kering Giling Penggilingan (milling) Beras pratanak Pengamatan mutu beras : Rendemen kadar air, mutu giling, kadar abu, lemak, protein, dan karbohidrat Organoleptik : warna, aroma dan penerimaan umum Gambar 4. Diagram alir prosedur penelitian 14

30 3. Analisis Parameter Mutu a. Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono 1992) Pengukuran rendemen beras pratanak dihitung berdasarkan perbandingan berat beras pratanak yang dihasilkan (b kg) terhadap berat awal gabah yang digunakan (a kg) rendemen dihitung dengan rumus: Rendemen = (b/a) x 100 % b. Mutu giling (SNI : 2008) Penentuan derajat sosoh dilakukan pada beras contoh analisis sebanyak 100 gram secara visual dengan indra penglihatan menggunakan pertolongan kaca pembesar yang dibandingkan dengan contoh beras standar yang mempunyai derajat sosoh 100%, 90%, dan 80%. Sampel beras giling dan beras pratanak ditimbang sebanyak 100 gram (berat awal) dengan 3 kali ulangan. Sampel dipisahkan menjadi beras kepala (>2/3), beras patah (1/3-2/3) dan beras menir (<1/3) dengan menggunakan alat rice grader. Bobot dari masing-masing beras kepala, beras patah dan beras menir tersebut selanjutnya ditimbang. Mutu giling beras pratanak ditentukan dengan rumus sebagai berikut. berat beras kepala (>2/3) Beras kepala (%) = x 100 % berat awal Beras patah (%) = ber at beras pata h (1 3 2/3) x 100 % Beras menir (%) = berat awal berat beras menir (<1/3) berat awal x 100 % Penentuan butir merah dilakukan dengan menimbang 100 gram beras (B) sampel analisis, kemudian dipisahkan secara visual menggunakan pinset dan kaca pembesar. Bobot butir merah ditimbang dan ditentukan dengan rumus: berat butir mera h Butir merah (%) = x 100 % berat beras (B) Penentuan butir kuning/rusak dilakukan dengan menimbang 100 gram beras (B) sampel analisis, kemudian dipisahkan secara visual menggunakan pinset dan kaca pembesar. Bobot butir kuning/rusak ditimbang dan ditentukan dengan rumus: Butir kuning/rusak (%) = berat butir kuning /rusak berat beras (B) x 100 % Penentuan butir kapur dilakukan dengan menimbang 100 gram beras (B) sampel analisis, kemudian dipisahkan secara visual menggunakan pinset dan kaca pembesar. Bobot butir mengapur ditimbang dan ditentukan dengan rumus: berat butir mengapur Butir kapur (%) = x 100 % berat beras (B) Penentuan adanya benda asing dilakukan dengan menimbang 100 gram beras (B) sampel analisis, kemudian dipisahkan secara visual menggunakan pinset dan kaca pembesar. Bobot benda asing ditimbang dan ditentukan dengan rumus: Berat benda asing Kadar benda asing (%) = x 100 % berat beras (B) Penentuan adanya butir gabah dilakukan dengan menimbang 100 gram beras (B) sampel analisis, kemudian dipisahkan secara visual menggunakan pinset dan kaca pembesar. Bobot butir gabah ditimbang dan ditentukan dengan rumus: berat butir gaba h Kadar butir gabah (%) = berat beras (B) x 100 % 15

31 c. Kadar Air, Metode Oven (AOAC 1995) Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (a gram). Sampel ditimbang sebanyak 2 gram lalu dimasukkan dalam cawan (b gram) dan dikeringkan dalam oven dengan suhu o C selama 3 jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel dipanaskan lagi di dalam oven sampai tercapai berat konstan (c gram). Kadar air dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut. Kadar air (%) = b a (c a) (b a) x 100 % d. Kadar Abu, Metode Pengabuan Kering (AOAC 1995) Ditimbang sampel sebanyak 2 gram (a gram), dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya (b gram), kemudian diabukan dalam tanur pengabuan pada suhu o C selama 2 jam atau sampai semua sampel telah menjadi abu, didinginkan dalam desikator dan ditimbang (c gram). Kadar abu (%bb) = c a (b a) x 100 % kadar abu (%bb ) Kadar abu (%bk) = x 100 % 100 kadar air e. Kadar Lemak, Metode Soxhlet (AOAC 1995) Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu o C, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dibungkus dengan kertas saring lalu dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang berisi pelarut heksana. Reflux dilakukan selama 5 jam, kemudian pelarut yang ada didalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100 o C hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang. Kadar lemak ditentukan dengan rumus sebagai berikut. Kadar lemak (%bb) = Kadar lemak (%bk) = berat labu ak hir berat labu awal berat sampel kadar lemak (%bb) 100 kadar air x 100 % x 100 % f. Kadar Protein, Metode Mikro Kjeldahl (AOAC 1995) Sampel ditimbang sebanyak 0.2 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 ml lalu ditambahkan 2 gram K 2 SO 4, 40 mg HgO dan 2.5 ml H 2 SO 4 pekat, setelah itu didestruksi selama 30 menit sampai warna cairan berwarna hijau jernih, dibiarkan sampai dingin, lalu ditambahkan 35 ml air suling dan 10 ml NaOH pekat sampai berwarna coklat kehitaman, kemudian didistilasi. Hasil destruksi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi H 3 BO 3 dan indikator, lalu dititrasi dengan HCl 0.02 N, larutan blangko dianalisis seperti sampel. Kadar nitrogen dihitung berdasarkan rumus: Kadar nitrogren (%) = HCl sampel HCl blangko ml x N HCl x mg conto h x 100 % Kadar protein (% bb) = % N x faktor konversi (Faktor konversi beras = 5.95) 16

32 Kadar lemak (% bk) = Kadar protein (% bb) 100 kadar air x 100 % g. Kadar Karbohidrat by difference (Winarno 1992) rumus: Kadar karbohidrat dihitung menggunakan metode by difference yaitu dengan menggunakan h. Organoleptik Kadar karbohidrat (%bk) = 100-%bk (abu+ lemak + protein) Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik. Uji hedonik dilakukan dengan menggunakan panelis tidak terlatih dari mahasiswa dan pegawai dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap beras pratanak yang diuji. Uji organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma dan penampakan secara umum. Pengujian menggunakan skala 1-7, skala 1 untuk sangat tidak suka dan skala 7 untuk sangat suka. 17

33 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan. Oleh karena itu pengolahan beras pratanak dimulai dengan pembersihan gabah menggunakan precleaner. Alat ini berfungsi untuk memisahkan gabah dari kotoran serta gabah hampa. Setelah dibersihkan, berat keseluruhan gabah mengalami penyusutan hingga 5%. Gabah yang telah bersih disiapkan untuk proses perendaman. Gabah ditimbang dan dimasukkan ke dalam karung dengan tujuan untuk mempermudah saat gabah dimasukkan dan dikeluarkan dari drum perendaman. Kadar air awal gabah sebelum direndam berkisar antara 13-15%. Suhu air dalam drum dipertahankan berkisar antara o C dengan cara menambahkan air panas jika suhu terukur mengalami penurunan. Perendaman gabah dengan suhu berkisar antara o C dimaksudkan untuk meningkatkan kadar air gabah hingga mencapai sekitar 30% basis basah. Menurut Ali dan Ojha (1976) pada kadar air tersebut proses gelatinisasi pati dalam gabah dapat berlangsung. Namun demikian, pada saat perendaman dihentikan kadar air yang terukur hanya berkisar antara 24-26%. Hal ini kemungkinan terjadi karena penggunaan karung yang dapat memperlambat peresapan air ke dalam gabah sehingga dalam waktu 4 jam perendaman belum cukup untuk meningkatkan kadar air 30%. Selama pengukusan, suhu steam yang digunakan mengalami perkembangan. Setelah gabah dipindahkan ke dalam tangki pengukusan, suhu steam dalam tangki pengukusan yang pada awalnya telah disiapkan berkisar antara 80 o C hingga 90 o C mengalami penurunan kemudian dengan perlahan meningkat hingga mencapai hampir 100 o C. Pada Gambar 5 dan Gambar 6 ditunjukkan profil suhu gabah saat pengukusan 20 menit. Gambar 5 menjelaskan penyebaran suhu yang diambil secara horizontal. Suhu gabah bagian atas (Tha) terlihat lebih rendah dibanding suhu bagian tengah (Tht) dan suhu bagian bawah (Thb). Kemungkinan besar hal ini dapat terjadi karena pada saat pengukusan, tangki pengukusan tidak ditutup. Sedangkan suhu pada Tht dan Thb menunjukkan penyebaran suhu yang merata dan sesuai dengan target yaitu mencapai 80 o C Suhu ( o C) Suhu bagian atas Suhu bagian tengah Suhu bagian bawah Waktu (menit) Gambar 5. Distribusi suhu gabah secara horizontal pada pengukusan 20 menit 18

34 Pada Gambar 6 ditunjukkan penyebaran suhu gabah yang diukur secara vertikal. Suhu yang terukur pada bagian dalam (Tvi) lebih tinggi dibanding dengan suhu bagian luar (Tvo). Hal ini dapat disebabkan Tvi berada lebih dekat dengan pipa pengeluaran uap yang memungkinkan suhu gabah masih sama seperti suhu uap yang dihasilkan. Tidak meratanya distribusi suhu ini dapat menyebabkan ketidakseragaman kualitas beras hasil pratanak. Suhu ( o C) Suhu bagian luar Suhu bagian dalam Waktu (menit) Gambar 6. Distribusi suhu gabah secara vertikal pada pengukusan 20 menit Pada Gambar 7 ditunjukkan grafik penyebaran suhu dalam tangki untuk lama pengukusan 30 menit. Sama seperti pada pengukusan 20 menit, karena adanya penghentian suplai steam, suhu steam pada menit ke-0 masih berkisar antara 40 o C hingga 50 o C dan mengalami peningkatan pada menit selanjutnya. Pada grafik terlihat suhu gabah di bagian tengah (Tht) dapat mencapai suhu pengukusan yang diinginkan yaitu 80 o C. Sedangkan suhu gabah bagian atas (Tha) dan suhu bagian bawah (Thb) masih dibawah 80 o C. Pada bagian atas kemungkinan karena tangki pengukusan tetap terbuka saat pengukusan dan bagian bawah karena telah berada jauh dari sumber steam Suhu ( o C) Suhu bagian atas Suhu bagian bawah Suhu bagian tengah Waktu (menit) Gambar 7. Distribusi suhu gabah secara horizontal pada pengukusan 30 menit 19

35 Grafik yang ditunjukkan pada Gambar 8 menjelaskan profil suhu pada pengukusan 30 menit. Pada grafik terlihat suhu yang terukur pada bagian luar (Tvo) lebih rendah dibanding suhu bagian dalam (Tvi). Sama seperti pada pengukusan 20 menit, hal ini dapat terjadi karena Tvi terletak dekat di pipa pengeluaran uap. Karena alasan ini suhu gabah pada bagian dalam masih relatif sama dengan suhu uap yang dihasilkan dari boiler dan sesuai dengan suhu pengukusan yang diharapkan. Agar penyebaran suhu gabah merata saat pengukusan berlangsung, tangki pengukusan diupayakan tertutup dan dilakukan penambahan pipa saluran steam ke dalam tangki Suhu ( o C) Suhu bagian luar Suhu bagian dalam Waktu (menit) Gambar 8. Distribusi suhu gabah secara vertikal pada pengukusan 30 menit Setelah pengukusan berlangsung dengan lama 20 menit atau 30 menit, proses selanjutnya adalah pengeringan. Pengeringan ditujukan untuk menurunkan kadar air gabah hingga mencapai kadar air GKG yaitu antara 13-14%. Pada kadar air ini gabah siap untuk digiling atau aman untuk disimpan dalam waktu yang lama. Metode pengeringan yang digunakan pada penelitian ini adalah penjemuran dengan memanfaatkan panas sinar matahari. Penjemuran dilakukan dengan menggunakan alas berupa lantai jemur. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah bercampurnya kotoran, kehilangan butiran gabah, memudahkan pengumpulan gabah dan menghasilkan penyebaran panas yang merata. Gabah hasil pengeringan yang telah mencapai kadar air GKG tersebut selanjutnya digiling. Penggilingan gabah dilakukan di penggilingan padi milik petani di daerah Situ Gede. Penggilingan merupakan proses untuk mengubah gabah menjadi beras. Penggilingan gabah dimulai dengan pemecahan kulit yang bertujuan untuk melepaskan kulit gabah dengan kerusakan yang sekecil mungkin pada butiran beras. Setelah pemecahan kulit, beras pecah kulit masih berwarna gelap kecoklatan dan tidak bercahaya sehingga dilakukan tahap selanjutnya yaitu penyosohan. Menurut Patiwiri (2006) disamping penampakannya yang kurang menarik, adanya bekatul pada beras juga membuat rasa nasi kurang enak meskipun bekatul memiliki nilai gizi yang tinggi. Proses penggilingan gabah ini mengalami 2 kali pecah kulit dan 2 kali penyosohan. Hal penting yang harus diperhatikan sebelum proses penggilingan adalah kondisi fisik gabah antara ketiga perlakuan harus sama, seperti umur simpan setelah proses pengeringan dan kadar air gabah. Hal ini dimaksudkan agar tidak terdapat perbedaan lain antara gabah yang digiling kecuali beda perlakuan lama pengukusan. 20

36 B. PENGARUH LAMA PENGUKUSAN TERHADAP MUTU FISIK BERAS PRATANAK 1. Rendemen Giling Rendemen giling beras pratanak dihitung berdasarkan perbandingan antara berat beras hasil giling dengan berat awal gabah yang digiling. Hasil perhitungan untuk rendemen giling beras pratanak menunjukkan adanya peningkatan jika dibandingkan dengan kontrol meskipun secara statistik tidak berbeda nyata. Hasil perhitungan rendemen penggilingan dapat dilihat pada Lampiran 4. Besarnya peningkatan rendemen giling berkisar antara 2.76% %. Melalui Gambar 9 dapat dilihat bahwa rendemen giling terbesar berdasarkan lama pengukusan adalah beras pratanak dengan pengukusan selama 30 menit. Pada histogram terlihat rendemen giling beras biasa sebesar 66.61%, sedangkan rendemen giling beras pratanak berturut-turut meningkat menjadi 69.37% dan 69.55%. Peningkatan rendemen giling ini disebabkan ikatan sel-sel beras lebih kompak dan kuat akibatnya pada proses penggilingan lebih tahan terhadap gesekan saat pengupasan dan penyosohan (Burhanuddin 1981). 80 Rendemen Giling (%) menit 30 menit kontrol Gambar 9. Rendemen giling beras pratanak Berdasarkan analisis sidik ragam, perlakuan lama pengukusan tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen giling beras pratanak. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa lama pengukusan 20 menit tidak berbeda nyata dengan pengukusan selama 30 menit dan kontrol. Analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran Mutu Giling Lama pengukusan Menurut aturan SNI : 2008, beras adalah hasil utama yang diperoleh dari proses penggilingan gabah hasil tanaman padi (Oryza sativa L.) yang seluruh lapisan sekamnya terkelupas dan seluruh atau sebagian lembaga dan lapisan bekatulnya telah dipisahkan. Beras pratanak hasil penelitian ini telah memenuhi persyaratan umum sesuai dengan standar SNI : Pengamatan yang dilakukan secara visual dan penciuman menerangkan bahwa beras pratanak ini a) bebas hama dan penyakit. b) bebas bau apek, asam, atau bau asing lainnya. c) bebas dari campuran dedak dan bekatul. d) bebas dari bahan kimia yang membahayakan konsumen. Sedangkan pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui tingkat mutu pada persyaratan khusus atau syarat kualitatif beras pratanak dapat dilihat pada Tabel 7. 21

37 Beras pratanak memiliki tingkat derajat sosoh yang rendah. Pemanasan yang lama menyebabkan pigmen sekam yang larut dalam air perendaman menembus endosperm sebagai akibat panas yang diberikan sehingga warna beras berubah menjadi berwarna kekuning-kuningan. Perubahan warna yang terjadi pada beras pratanak disebabkan oleh adanya reaksi beberapa asam amino bebas dengan monosakarida pada proses pratanak, sehingga berpengaruh pada derajat sosoh beras pratanak (Gariboldi 1974). Berdasarkan hasil analisa sidik ragam menyatakan bahwa lama pengukusan berpengaruh terhadap tingkat derajat sosoh beras pratanak. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa beras pratanak dengan pengukusan 20 menit dan 30 menit berbeda nyata dengan beras yang dijadikan kontrol. Menurut Widowati et al. (2009) kandungan air dalam bahan pangan juga ikut menentukan daya terima, kesegaran dan daya tahan produk. Kadar air yang rendah dapat memperpanjang umur simpan beras. Hal tersebut dikarenakan mikroba sulit tumbuh pada kondisi kering. Berdasarkan analisis sidik ragam, perlakuan lama pengukusan tidak mempengaruhi kadar air akhir beras setelah penggilingan. Kadar air dari beras hasil penggilingan dipengaruhi oleh proses pengeringan. Pada pengolahan beras pratanak ini gabah hasil pengukusan dikeringkan dengan metode penjemuran di bawah sinar matahari langsung, begitu juga dengan gabah yang dijadikan kontrol. Tabel 7. Mutu giling beras pratanak dengan perlakuan lama pengukusan yang berbeda Komponen mutu Perlakuan (lama pengukusan) 20 menit 30 menit kontrol Derajat sosoh (%) 85±0 b 85±0 b 95±0 a Kadar air (%) 13.20±0.49 a 13.53±0.18 a 13.63±1.45 a Butir kepala (%) 61.67±3.28 b 67.94±1.79 a 71.35±0.82 a Butir patah (%) 34.34±0.56 a 27.94±1.66 b 26.19±0.09 b Butir menir (%) 3.99±0.05 a 4.12±0.13 a 2.45±0.73 b Butir merah (%) Butir kuning/rusak (%) 0.41±0.30 a 0.42±0.02 a 0.44±0.24 a Butir mengapur (%) 0.14±0.03 a 0.26±0.18 a 0.28±0.01 a Benda asing (%) ±0.01 Butir gabah (butir/100 g) Rendemen (%) 69.37±1.03 a 69.55±0.64 a 66.61±2.05 a Huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 16 menunjukkan bahwa perlakuan lama pengukusan memiliki pengaruh terhadap persentase butir kepala beras pratanak. Dengan uji lanjut dapat dilihat bahwa beras pratanak dengan pengukusan 30 menit dan kontrol berbeda nyata dengan beras pratanak pengukusan 20 menit. Pada Tabel 7 terlihat bahwa persentase terbesar butir kepala adalah pada kontrol dengan besar 71.35%, diikuti dengan perlakuan lama pengukusan 30 menit sebesar 67.94% dan terakhir sebesar 61.67% untuk lama pengukusan 20 menit. Namun demikian, berdasarkan mutu SNI : 2008 dengan hasil persentase butir kepala seperti yang telah disebutkan, ketiga perlakuan ini termasuk ke dalam mutu V. 22

38 Persentase butir patah paling besar terdapat pada perlakuan lama pengukusan 20 menit yaitu sebesar 34.34%, kemudian diikuti oleh perlakuan lama pengukusan 30 menit sebesar 27.94% dan terakhir perlakuan kontrol sebesar 26.19%. Banyaknya butir patah hasil giling ini disebabkan oleh tidak sempurnanya gelatinisasi pati yang terjadi saat perendaman. Berdasarkan analisis sidik ragam seperti pada Lampiran 17, perlakuan lama pengukusan berpengaruh terhadap persentase butir patah. Dengan uji lanjut dapat dilihat bahwa persentase butir patah pada perlakuan lama pengukusan 20 menit berbeda nyata dengan perlakuan pengukusan 30 menit dan kontrol. Berdasarkan analisis sidik ragam seperti pada Lampiran 18, perlakuan lama pengukusan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase butir menir (P>0.05). Dengan uji lanjut dapat dilihat bahwa persentase butir menir pada perlakuan lama pengukusan 20 menit dan 30 menit berbeda nyata dengan persentase butir menir pada perlakuan kontrol. Butir menir tertinggi seperti yang terlihat pada Tabel 7 dimiliki oleh beras pratanak dengan lama pengukusan 30 menit yaitu sebesar 4.12%, kemudian beras pratanak dengan lama pengukusan 20 menit yaitu sebesar 3.99% dan terakhir beras biasa atau kontrol sebanyak 2.45%. Namun, jika dilihat dari butir menir yang dihasilkan maka ketiga perlakuan ini termasuk ke dalam mutu V berdasarkan SNI : Pada Tabel 7 terlihat bahwa persentase butir kuning/rusak terbesar berturut-turut adalah pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 0.44%, pengukusan 30 menit sebesar 0.42%. dan pengukusan 20 menit sebesar 0.41%. Berdasarkan analisis sidik ragam, perlakuan lama pengukusan tidak berpengaruh nyata terhadap banyaknya butir kuning/rusak pada beras. Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 19. Namun, jika dilihat dari butir kuning/rusak yang dihasilkan maka ketiga perlakuan ini termasuk ke dalam mutu II berdasarkan SNI : Penyebab utama butir kuning/rusak pada beras adalah adanya peragian, pembusukan, atau pertumbuhan jamur karena kurang sempurnanya proses pengeringan gabah setelah panen. Gabah dari hasil panen musim hujan yang tidak sempat segera dikeringkan akan banyak menghasilkan butir kuning (Damardjati dan Purwani 1991). Persentase butir mengapur untuk ketiga perlakuan berturut-turut adalah 0.28% untuk perlakuan kontrol, 0.26% untuk lama pengukusan 30 menit dan 0.14% untuk lama pengukusan 20 menit. Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 20, ketiga perlakuan yang diujikan tidak berpengaruh nyata terhadap banyaknya butir mengapur pada beras. Menurut Damardjati dan Purwani (1991), butir mengapur dapat berasal dari biji yang masih muda atau karena pertumbuhan yang kurang sempurna. Butir mengapur ini juga dapat disebabkan karena adanya faktor genetik. Adanya butir hijau dan butir mengapur merupakan sifat varietas disamping pengaruh lingkungan dan pengelolaan. Benda asing yang tidak tergolong beras dan gabah hanya ditemukan pada beras biasa atau perlakuan kontrol, yakni sebesar 0.02%. Sedangkan pada beras pratanak dengan perlakuan pengukusan 20 menit dan 30 menit tidak ditemukan adanya benda asing. Komponen mutu lain seperti butir merah dan butir gabah tidak ditemukan dari beras pratanak hasil percobaan ini. C. PENGARUH LAMA PENGUKUSAN TERHADAP KANDUNGAN GIZI BERAS PRATANAK Menurut Juliano (1972), lapisan aleuron pada beras banyak mengandung protein, lemak, vitamin dan mineral. Pada pengolahan gabah cara biasa, lapiran aleuron sebagai pembungkus endosperm yang disebut juga kulit ari banyak yang terkelupas akibat penyosohan dan gesekan antara butir-butir beras. Pada pengolahan cara pratanak, kandungan pada lapisan aleuron ini terserap ke dalam endosperm akibat proses gelatinisasi pati. Oleh karena itu, nilai gizi beras pratanak meningkat. Kandungan gizi beras pratanak dapat dilihat pada Tabel 8. 23

39 Tabel 8. Pengaruh lama pengukusan terhadap kandungan gizi beras pratanak Komponen gizi Perlakuan (lama pengukusan) 20 menit 30 menit Kontrol Kadar abu (% bk) 0.95±0.14 a 0.94±0.00 a 0.62±0.02 b Kadar lemak (% bk) 1.00±0.12 ab 1.44±0.17 a 0.67±0.23 b Kadar protein (% bk) 9.49±0.41 a 10.08±0.56 a 9.35±0.86 a Kadar karbohidrat (% bk) 88.35±0.43 a 89.11±0.95 a 87.97±1.35 a Huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 Pada penelitian ini diperoleh kadar abu dan kadar lemak beras pratanak lebih tinggi dibandingkan dengan beras kontrol, namun lama pengukusan 20 menit dan 30 menit tidak berbeda nyata. Penerapan teknologi pengolahan beras pratanak dapat meningkatkan kadar abu sebesar 0.32%- 0.33%. Peningkatan ini terjadi karena selama proses pengolahan beras pratanak mineral-mineral yang terkandung dalam sekam dan bekatul terserap ke dalam beras pratanak. Berdasarkan analisis sidik ragam seperti terlihat pada Lampiran 21, perlakuan lama pengukusan berpengaruh nyata terhadap kandungan abu dalam beras pratanak. Dengan uji lanjut diperoleh adanya perbedaan nyata antara lama pengukusan 20 menit dan 30 menit dengan beras yang dijadikan sebagai kontrol seperti yang tertera pada Tabel 8 di atas. Menurut Kunze dan Calderwood (2004) dalam Dewi (2009), beras dengan derajat sosoh yang tinggi lebih tahan dalam hal penyimpanan dibandingkan dengan beras derajat sosoh rendah, karena beras dengan derajat sosoh rendah mudah mengalami ketengikan karena masih memiliki lapisan dedak aleuron yang memiliki kandungan lemak tinggi. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pengukusan selama 30 menit mampu meningkatkan kadar lemak beras pratanak. Dari uji lanjut diperoleh bahwa pengukusan 30 menit berbeda nyata dengan kontrol namun tidak berbeda nyata dengan pengukusan selama 20 menit. Pada beras, protein merupakan penyusun kedua setelah pati. Kadar protein pada beras umumnya ditentukan oleh faktor lingkungan tempat tumbuhnya padi seperti unsur nitrogen dalam tanah. Protein pada beras biasa atau beras giling yang dijadikan kontrol memiliki kadar protein sebesar 9.35%. Setelah dilakukan proses pratanak, kadar protein dalam beras secara statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan (Lampiran 23). Proses pratanak yang diharapkan dapat meningkatkan kandungan gizi beras belum bisa meningkatkan kadar protein beras. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tidak meratanya panas yang dterima gabah saat pengukusan sehingga gelatinisasi total tidak terjadi. Namun demikian, proses pratanak yang telah dicobakan tidak merusak atau menurunkan kadar protein beras pratanak. Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi manusia. Karbohidrat juga mempunyai peran penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna dan tekstur. Sedangkan dalam tubuh. karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno 1992). Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 24, perlakuan lama pengukusan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat beras pratanak. Namun demikian, jika dilihat dari hasil pengukuran terhadap kadar karbohidrat, persentase karbohidrat terbesar yaitu 89.11% terdapat pada perlakuan lama pengukusan 30 menit. 24

40 Selain peningkatan kandungan gizi berupa komposisi proksimat, kelebihan lain yang dimiliki oleh proses pratanak ditinjau dari sifat fungsionalnya adalah dapat menurunkan indeks glikemik. Dengan penurunan nilai indeks glikemik ini, dapat dikatakan bahwa beras pratanak sangat cocok untuk penderita diabetes. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Widowati et al. (2009), proses pratanak mampu menurunkan indeks glikemik beras dari menjadi karena terjadi peningkatan kadar amilosa dan serat pangan. Difusi dan peleketan komponen penyusun bekatul dan sebagian sekam berpengaruh nyata meningkatkan kandungan serat pangan, terutama serat pangan tidak larut. D. UJI ORGANOLEPTIK 1. Aroma Proses pratanak yang dilakukan pada gabah dapat memberikan pengaruh terhadap penampakan secara fisik beras pratanak tersebut. Sebagai contoh, melekatnya lapisan aleuron pada beras membuat warna beras menjadi kecoklatan. Oleh karena itu diperlukan pengujian organoleptik yang ditujukan untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap beras pratanak. Uji organoleptik terhadap suatu bahan pangan atau makanan merupakan penilaian dengan menggunakan alat indra yaitu indra penglihatan, pencicip, pembau dan pendengar. Menurut Soekarto (1985) pembauan juga disebut pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium baunya dari jarak jauh. Indra pembau berfungsi untuk menilai bau-bauan dari suatu produk atau komoditi baik berupa makanan atau nonpangan. Bau-bauan lebih kompleks daripada cicip. Kepekaan pembauan lebih tinggi daripada pencicipan. Berikut ini ditampilkan histogram penilaian terhadap aroma beras pratanak (Gambar 10) menit 30 menit kontrol Nilai Aroma Lama pengukusan Gambar 10. Nilai aroma beras pratanak Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 25 menunjukkan bahwa perlakuan lama pengukusan berpengaruh nyata terhadap nilai aroma beras pratanak. Dengan uji lanjut seperti pada Tabel 9, diperoleh bahwa aroma beras pratanak dengan lama pengukusan 20 menit tidak jauh berbeda dengan aroma beras giling yang dijadikan kontrol. Akan tetapi beras pratanak pengukusan 30 menit memiliki aroma yang berbeda dengan kedua perlakuan sebelumnya. 25

41 Tabel 9. Pengaruh lama pengukusan terhadap aroma beras pratanak Perlakuan Nilai aroma beras Pengukusan 20 menit 4.01 a Pengukusan 30 menit 3.47 b Kontrol 4.31 a Huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf Warna Menurut De Man (1997) dalam Akhyar (2009) warna penting bagi banyak makanan. baik bagi makanan yang tidak diproses maupun bagi yang dimanufaktur. Bersama-sama dengan bau, rasa, dan tesktur, warna memegang peranan penting dalam penerimaan makanan. Selain itu, warna dapat memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan seperti pencoklatan dan pengkaramelan. Warna merupakan sifat sensoris pertama yang bisa dinilai langsung oleh panelis. Suatu bahan makanan dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dikonsumsi apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Pada penelitian ini, sebagian besar panelis lebih memilih beras tanpa perlakuan pratanak karena memiliki warna yang lebih putih dan lebih menarik. Seperti yang terlihat pada Gambar 11, warna beras pratanak yang kecoklatan membuat nilai organoleptiknya menjadi rendah. Nilai rata-rata uji organoleptik beras pratanak untuk lama pengukusan 20 menit dan 30 menit berturut-turut adalah 3.47 dan Nilai ini mengindikasikan bahwa warna beras pratanak dapat diterima karena berada pada area netral. Namun, nilai warna beras pratanak pada pengukusan 20 menit lebih baik dibandingkan dengan pengukusan 30 menit. Nilai Warna menit 30 menit kontrol Lama pengukusan Gambar 11. Nilai warna beras pratanak Analisis sidik ragam pada Lampiran 26 menunjukkan bahwa perlakuan lama pengukusan mempunyai pengaruh nyata terhadap penilaian warna beras pratanak oleh panelis. Dari uji lanjut seperti pada Tabel 10, diperoleh nilai warna beras pratanak dengan perlakuan pengukusan 20 menit berbeda nyata dengan pengukusan 30 menit dan berbeda nyata dengan perlakuan kontrol. 26

42 Tabel 10. Pengaruh lama pengukusan terhadap warna beras pratanak Perlakuan Nilai warna beras Pengukusan 20 menit 4.01 b Pengukusan 30 menit 3.47 c Kontrol 5.03 a Huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf Penerimaan Secara Umum Penampakan merupakan parameter organoleptik yang penting karena sifat sensoris yang pertama kali dilihat oleh konsumen. Pada umumnya konsumen memilih makanan yang memiliki penampakan yang menarik (Soekarto 1985). Perlakuan pengukusan selama 20 menit memiliki nilai diantara netral dan agak suka seperti pada Gambar 12. Namun tidak demikian dengan yang terjadi pada pengukusan 30 menit, rata-rata panelis memilih agak tidak suka terhadap penampakan umum beras pratanak tersebut. Jika dilihat dari uji organoleptik sebelumnya terhadap aroma dan warna, pengukusan 30 menit juga menunjukkan nilai yang rendah menit 30 menit kontrol 5.73 Nilai Penerimaan Umum Lama pengukusan Gambar 12. Nilai penerimaan secara umum terhadap beras pratanak Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa proses pratanak dengan perlakuan lama pengukusan signifikan terhadap nilai penerimaan secara umum beras pratanak. Pilihan pertama panelis jatuh pada kontrol (Tabel 11) karena penampakan secara keseluruhan lebih menarik dibanding dengan beras yang diberi perlakuan pratanak atau beras pratanak. Sedangkan untuk beras hasil pratanak, penerimaan secara umum beras pratanak dengan lama pengukusan 20 menit lebih disukai dibandingkan dengan pengukusan 30 menit. Menurut Damardjati (1988) dalam Prabowo (2006) walaupun beras pratanak mempunyai keunggulan dibandingkan dengan beras giling biasa, antara lain mutu giling, mutu tanak dan nilai gizinya, tetapi penduduk Indonesia kurang menyukai rasa nasi pera dan warna yang kurang putih. Sebaliknya penduduk India dan Pakistan sangat menyukai beras tersebut. 27

43 Tabel 11. Pengaruh lama pengukusan terhadap penerimaan secara umum beras pratanak Perlakuan Nilai penerimaan umum beras Pengukusan 20 menit 4.31 b Pengukusan 30 menit 3.07 c Kontrol 5.73 a Huruf yang sama menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 E. STANDARD OPERATING PROCEDURES (SOP) SOP merupakan langkah-langkah kerja yang tertib yang dilakukan agar pekerjaan dapat terlaksana dengan baik, tepat waktu dan dapat dipertanggung jawabkan. Dalam pengolahan beras pratanak diperlukan adanya SOP yang baik agar semua elemen yang terlibat dalam proses pengolahan dapat menjalankan tugas dengan baik dan benar. Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disusun SOP proses pengolahan beras pratanak. Bahan yang diperlukan dalam pengolahan beras pratanak adalah gabah dan air bersih sedangkan peralatan yang akan digunakan adalah unit pengolahan beras pratanak (drum perendaman, burner, tangki pengukusan dan steam boiler). Setelah semua bahan dan peralatan yang dibutuhkan telah disiapkan langkah kerja pertama yang dilakukan adalah pembersihan gabah. Gabah hasil panen petani biasanya masih bercampur dengan jerami, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan. Pembersihan gabah dapat menggunakan mesin precleaner. Setelah gabah tersebut bersih, gabah ditimbang dan disiapkan sebanyak 45 kg. Sementara itu drum untuk perendaman disiapkan dengan diisi air sesuai perbandingan antara gabah dan air yaitu 1:3. Air di dalam drum kemudian dipanaskan selama kurang lebih 4 jam menggunakan burner hingga suhu air mencapai 70 o C. Setelah air tersebut panas, burner dimatikan dan gabah dimasukkan ke dalam drum perendaman. Gabah kemudian direndam selama 4 jam dengan suhu 60±5 o C. Setelah proses perendaman selesai, gabah selanjutnya dikukus menggunakan tangki pengukusan yang telah disiapkan sebelumnya. Proses penyiapan tangki pengukusan adalah dengan memanaskan steam boiler selama perendaman berlangsung. Pemanasan ini memakan waktu sekitar 3 jam hingga diperoleh steam dengan suhu o C. Sebelum pengisian gabah ke dalam tangki pengukusan, aliran steam dari boiler dihentikan untuk sementara waktu. Gabah yang telah direndam air panas dikeluarkan dari drum perendaman untuk kemudian dimasukkan ke dalam tangki pengukusan. Setelah tangki terisi penuh oleh gabah, aliran steam kembali dibuka dengan terlebih dahulu menutup bagian atas tangki. Proses pengukusan ini berlangsung selama 20 menit. Gabah yang telah mengalami pengukusan kemudian dikeringkan. Pengeringan gabah dapat menggunakan alat pengering atau dengan metode penjemuran. Pengeringan gabah dengan metode penjemuran dilakukan di atas lantai jemur. Sebelum dilakukan penjemuran, lantai jemur dibersihkan terlebih dahulu. Pengeringan gabah dilakukan hingga kadar air gabah mencapai kadar air giling yaitu 13-14%. Gabah yang telah mencapai GKG tersebut kemudian digiling untuk bisa menghasilkan beras pratanak. Proses pengolahan beras pratanak diatas dapat disederhanakan ke dalam diagram alir prosedur kerja seperti pada Gambar 13 berikut. 28

44 Gabah Pembersihan menggunakan precleaner Gabah bersih Perendaman dengan suhu 60±5 o C selama 4 jam Pengukusan dengan suhu 80 o C selama 20 menit Pengeringan hingga kadar air 13-14% Gabah Kering Giling Penggilingan Beras pratanak Gambar 13. Diagram alir prosedur pengolahan beras pratanak 29

45 V. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN 1. Suhu gabah yang terukur saat pengukusan menunjukkan suhu gabah bagian dalam dan suhu bagian tengah lebih tinggi dibanding suhu di bagian lainnya, untuk lama pengukusan 20 menit maupun 30 menit. Hal ini terjadi karena suhu steam belum menyebar secara merata di dalam tangki pengukusan. Namun demikian suhu gabah dapat mencapai dan sesuai dengan yang diharapkan yaitu 80 o C. 2. Pengolahan beras pratanak mampu meningkatkan mutu fisik beras terutama pada rendemen giling. Lama pengukusan 20 menit ditinjau dari mutu fisik, mempunyai rendemen giling sebesar 69.37%, kadar air %bb, butir kepala 61.67%, butir patah 34.34%, butir menir 3.99%, butir kuning/rusak 0.41%, dan butir mengapur 0.14%. Sedangkan pengukusan 30 menit mempunyai rendemen giling 69.55%, kadar air 13.53%bb, butir kepala 67.94%, butir patah 27.94%, butir menir 4.22%, butir kuning/rusak 0.42%, dan butir mengapur 0.26%. Perlakuan lama pengukusan tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen giling namun berpengaruh nyata terhadap mutu giling beras pratanak. 3. Pengukusan 20 menit memiliki kadar abu sebesar 0.95%bk, kadar lemak 1.00%bk, kadar protein 9.49% dan kadar karbohidrat 88.35%bk. Pengukusan 30 menit mengandung 0.94%bk abu, 1.44%bk lemak, 10.08%bk protein dan 89.11%bk karbohidrat. Hasil pengujian proksimat menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata perlakuan lama pengukusan terhadap kandungan abu, lemak, protein dan karbohidrat dari beras pratanak. Namun demikian pengolahan beras pratanak mampu mempertahankan bahkan meningkatkan nilai gizi beras karena gizi beras pratanak lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. 4. Dari 2 perlakuan yang dicobakan yaitu pengukusan 20 menit dan 30 menit, perbedaan yang ditemukan pada mutu fisik hanya pada persentase butir kepala, sedangkan komponen mutu lainnya tidak berbeda nyata termasuk rendemen giling diantara keduanya. Pada mutu gizi tidak ada perbedaan yang nyata antara kedua perlakuan baik kadar abu, lemak, protein dan karbohidrat. Pada uji organoleptik beras pratanak lama pengukusan 20 menit lebih disukai dibandingkan dengan 30 menit. Melalui perbandingan ini maka lama pengukusan yang dipilih adalah 20 menit dengan mempertimbangkan efisiensi waktu pengukusan karena energi yang digunakan pada pengukusan 20 menit lebih kecil dibandingkan dengan pengukusan selama 30 menit. 5. SOP pengolahan beras pratanak adalah dengan dilakukan pembersihan gabah, perendaman gabah pada suhu 60 o C ± 5 selama 4 jam dan dilanjutkan dengan pengukusan pada suhu 80 o C selama 20 menit serta pengeringan hingga kadar air ±14% dan penggilingan. B. SARAN 1. Pengaturan suhu air selama perendaman dan pengendalian suhu steam selama proses pratanak perlu dilakukan untuk memperoleh penyebaran suhu yang merata. 2. Terkait dengan kandungan lemak yang tinggi perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai umur simpan beras pratanak. 3. Pengukuran kadar air sebelum penggilingan perlu dilakukan untuk memastikan gabah memiliki kondisi fisik yang sama saat penggilingan 30

46 DAFTAR PUSTAKA Akhyar Pengaruh Proses Pratanak Terhadap Mutu Gizi dan Indeks Glikemik Berbagai Varietas Beras Indonesia [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ali, N dan Ojha, T.P Parboiling technology of paddy. In: Araullo, E.V, de Padua, D.B dan Graham, M (ed). Rice Post Harvest Technology. IDRC. Ottawa. Hal Anonim Structure of a rice grain. [16 Februari 2011]. Anonim Padi. [30 Januari 2011]. Argasasmita T.U Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Indeks Glikemik Varietas Beras Beramilosa Rendah dan Tinggi [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. AOAC Official Method of Analysis. AOAC. Inc. Washington DC. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Balitbang Deptan Deskripsi Varietas Padi. Jakarta. Departemen Pertanian RI. Burhanudin, A Mempelajari Pengaruh Proses Pratanak (parboiling) Padi Terhadap Rendemen dan Sifat-Sifat Fisik Beras yang Dihasilkan dari Dua Varietas Padi [skripsi]. Bogor : Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [BSN] Badan Standarisasi Nasional Indonesia Persyaratan Mutu Beras Giling. SNI [16 Februari 2011]. Damardjati, DS Struktur Kandungan Gizi Beras. Dalam Padi-Buku 1. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Damardjati, D.S dan Purwani, E.Y Mutu Beras. Dalam Padi-Buku 3. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. De Man, JM Kimia Makanan. Edisi kedua. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB. Dewi, AR Kajian Konfigurasi Mesin Penggilingan untuk Meningkatkan Rendemen dan Menekan Susut Penggilingan pada Beberapa Varietas Padi [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Data produksi biji-bijian di Indonesia. [16 Februari 2011]. Gariboldi Parboiled rice. In: Houston D.F (ed). Rice Chemistry and Technology. American Assosiation of Chemists. Inc. St. Paul. Minnesota. Grist, D.H Rice. 5th ed. London: Longmans. Haryadi Teknologi Pengolahan Beras. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hasbullah, R Beras Pratanak adalah VHT pada Gabah. [16 Februari 2011]. Hasbullah, R dan Bantacut, T Teknologi pengolahan beras ke beras (rice to rice processing technology). Dalam: Prosiding Lokakarya Nasional: Peningkatan Daya Saing Beras Nasional Melalui Perbaikan Kualitas. Perum bulog. Jakarta. Hal Juliano, B.O The rice caryopsis and its composition. In: Houston D.F (ed). Rice Chemistry and Technology. American Assosiation of Chemists, Inc. St. Paul. Minnesota. Juliano, B.O Rice biology. In: Araullo, E.V, de Padua, D.B dan Graham, M (ed). Rice Post Harvest Technology. IDRC. Ottawa. Hal

47 Kunze, O.R dan Calderwood, D.L Rough Rice Drying-Moisture Adsorption and Desorption. Dalam: Campagne, E.T. (ed). Rice : Chemistry and Technology. Third Edition. American Association of Cereal Chemists, Inc, USA. Hal : Muchtadi dan Sugiyono Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nurhaeni, S Mempelajari Kebutuhan Panas dan Kecepatan Pengeringan Pengolahan Parboiled Rice [skripsi]. Bogor: Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Patiwiri, A.W Teknologi Penggilingan Padi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Prabowo, S Pengolahan dan pengaruhnya terhadap sifat fisik dan kimia serta kualitas beras. J Teknologi Pertanian 1(2) : Rimbawan Pengembangan teknologi pengolahan beras rendah indeks glisemik. Dalam: Prosiding Lokakarya Nasional: Peningkatan Daya Saing Beras Nasional Melalui Perbaikan Kualitas. Perum bulog. Jakarta. Hal Soekarto, ST Metode Penelitian Organoleptik. Jakarta : Bhatara Karya Aksara. Soetrisno U.S.S dan R.R.S. Apriyantono. Formula Karbohidrat dan Protein Terolah untuk Makanan Jajanan Glikemik Tinggi. Proseding Temu Ilmiah Kongres XIII PERSAGI 2005 Denpasar Bali, pp. 349 : 352. Sumardi Pengaruh Proses Parboiling Terhadap Rendemen, Vitamin, dan Mineral Beras. Di dalam Prosiding Seminar Teknologi Pangan III. Balai Penelitian Kimia, Departemen Perindustrian Bogor. Bogor. Tjiptadi, W dan Nasution M.Z Padi dan Pengolahannya. Bogor: Agro Industri Press Departemen teknologi industri pertanian, fateta, IPB. Widowati S, Santosa BAS, Astawan M, Akhyar Penurunan indeks glikemik berbagai varietas beras melalui proses pratanak. J Pascapenen 6(1) : 1-9. Wimberly J.E Paddy Rice Postharvest Industry in Developing Countries. Manila: IRRI (International Rice Research Institute). Winarno, F.G Padi dan Beras. Riset Pengembangan Teknologi Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Winarno, F.G Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 32

48 LAMPIRAN 33

49 Lampiran 1. Suhu di setiap titik pengukuran saat pengukusan gabah selama 20 menit Suhu di titik pengukuran ( o C) Menit

50 Lampiran 2. Suhu di setiap titik pengukuran saat pengukusan gabah selama 30 menit Suhu di titik pengukuran ( o C) Menit

51 Lampiran 2. Suhu di setiap titik pengukuran saat pengukusan gabah selama 30 menit (lanjutan) Menit Suhu di titik pengukuran ( o C)

52 Lampiran 3. Mutu giling beras pratanak dengan perlakuan lama pengukusan (steaming) Perlakuan (lama steaming) Komponen mutu Ulangan 1 Ulangan 2 20 menit 30 menit Kontrol 20 menit 30 menit kontrol 1 2 rata-rata 1 2 rata-rata 1 2 rata-rata 1 2 rata-rata 1 2 rata-rata 1 2 rata-rata Derajat sosoh Kadar air (%) Butir kepala (%) Butir patah (%) Butir menir (%) Butir merah (%) Butir kuning/rusak (%) Butir mengapur (%) Benda asing (%) Butir gabah (butir/100 g)

53 Lampiran 4. Data rendemen giling beras pratanak Ulangan Perlakuan (lama steaming) Berat awal (kg) Berat akhir (kg) Rendemen (%) 20 menit menit Kontrol menit menit Kontrol Lampiran 5. Data pengukuran kadar air (%bb) beras pratanak Ulangan 1 2 Perlakuan (lama steaming) W w2 w1 (w1- w2) k. Air (g/100g) rata-rata 20 menit menit Kontrol menit menit Kontrol

54 Lampiran 6. Data pengukuran kadar abu beras pratanak Perlakuan k. Abu Ulangan (lama W w2 w1 (g/100g) steaming) rata-rata kadar air (%bb) k.abu (%) bk 1 20 menit menit kontrol menit menit kontrol Lampiran 7. Data pengukuran kadar lemak beras pratanak Ulangan Perlakuan (lama steaming) W w2 w1 k. Lemak (g/100g) ratarata kadar air (%bb) k.lemak (%bk) 1 20 menit menit kontrol menit menit kontrol

55 Lampiran 8. Data pengukuran kadar protein beras pratanak Ulangan Perlakuan (lama steaming) W v. HCl N. HCl K. Nitrogen k. Protein (g/100g) ratarata kadar air (%bb) k.protein (%bk) 1 20 menit menit Kontrol menit menit Kontrol Lampiran 9. Data pengukuran kadar karbohidrat beras pratanak Perlakuan (lama k.abu (% k.lemak (%bk) k.protein (%bk) k.karbohidrat Ulangan steaming) bk) (%bk) 1 20 menit menit Kontrol menit menit Kontrol

56 Lampiran 10. Data organoleptik terhadap aroma beras pratanak Nomor Nama responden Perlakuan (lama steaming) Ulangan 1 Ulangan 2 20 menit 30 menit kontrol 20 menit 30 menit Kontrol 1 Hendra Ririn Deni Hermawan Rani Lukman Rubiyah Hana Ida Meilani 10 Yane Shinta N Ria N Nurhayati Fajar Annisa F Vanya Eka Vera Lia Budiyah Bertha Yolanda Novie Lina Yesica Putri Yuli Yerris Rangga Dian Siti Ria CN Arief R Wanny H Yanti Antin

57 Lampiran 11. Data organoleptik terhadap warna beras pratanak Nomor Nama Responden Perlakuan (lama steaming) Ulangan 1 Ulangan 2 20 menit 30 menit kontrol 20 menit 30 menit kontrol 1 Hendra Ririn A Deni Hermawan Rani Lukman Rubiyah Hana Ida Meilani 10 Yane Shinta N Ria N Nurhayati Fajar Annisa F Vanya Eka Vera Lia Budiyah Bertha Yolanda Novie Lina Yesica Putri Yuli Yerris Rangga Dian Siti Ria CN Arief R Wanny H Yanti Antin

58 Lampiran 12. Data organoleptik terhadap penerimaan secara umum beras pratanak Nomor Nama Responden Perlakuan (lama steaming) Ulangan 1 Ulangan 2 20 menit 30 menit kontrol 20 menit 30 menit kontrol 1 Hendra Ririn A Deni Hermawan Rani Lukman Rubiyah Hana Ida Meilani 10 Yane Shinta N Ria N Nurhayati Fajar Annisa F Vanya Eka Vera Lia Budiyah Bertha Yolanda Novie Lina Yesica Putri Yuli Yerris Rangga Dian Siti Ria CN Arief R Wanny H Yanti Antin

59 Lampiran 13. Analisis sidik ragam dan uji lanjut rendemen giling beras pratanak Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Peluang Lama Pengukusan Galat Total Lampiran 14. Analisis sidik ragam dan uji lanjut derajat sosoh beras pratanak a. Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Peluang Lama Pengukusan e Galat e e-15 Total e b. Uji beda nyata LSD Taraf nyata: 0.05 Keragaman : e-15 Derajat bebas: 3 LSD 0.05 = e-7 Nomor Perlakuan Rataan n Beda nyata 1 Kontrol 95 2 a 2 20 menit 85 2 b 3 30 menit 85 2 b Lampiran 15. Analisis sidik ragam dan uji lanjut kadar air beras pratanak Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Peluang Lama Pengukusan Galat Total

60 Lampiran 16. Analisis sidik ragam dan uji lanjut butir kepala pada beras pratanak c. Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Peluang Lama Pengukusan Galat Total d. Uji beda nyata LSD Taraf nyata: 0.05 Keragaman : Derajat bebas: 3 LSD 0.05 = Nomor Perlakuan Rataan n Beda nyata 1 Kontrol a 2 30 menit a 3 20 menit b Lampiran 17. Analisis sidik ragam dan uji lanjut butir patah pada beras pratanak a. Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Peluang Lama Pengukusan Galat Total b. Uji beda nyata LSD Taraf nyata: 0.05 Keragaman : Derajat bebas: 3 LSD 0.05 = Nomor Perlakuan Rataan n Beda nyata 1 20 menit a 2 30 menit b 3 Kontrol b 45

61 Lampiran 18. Analisis sidik ragam dan uji lanjut butir menir pada beras pratanak a. Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Peluang Lama Pengukusan ns Galat Total b. Uji beda nyata LSD Taraf nyata: 0.05 Keragaman : Derajat bebas: 3 LSD 0.05 = Nomor Perlakuan Rataan n Beda nyata 1 30 menit a 2 20 menit a 3 Kontrol b Lampiran 19. Analisis sidik ragam dan uji lanjut butir kuning/rusak pada beras pratanak Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Peluang Lama Pengukusan e e ns Galat Total Lampiran 20. Analisis sidik ragam dan uji lanjut butir mengapur pada beras pratanak Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Peluang Lama Pengukusan ns Galat Total

62 Lampiran 21. Analisis sidik ragam dan uji lanjut kadar abu beras pratanak a. Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Peluang Lama Pengukusan Galat Total b. Uji beda nyata LSD Taraf nyata: 0.05 Keragaman : Derajat bebas: 3 LSD 0.05 = Nomor Perlakuan Rataan n Beda nyata 1 20 menit a 2 30 menit a 3 Kontrol b Lampiran 22. Analisis sidik ragam dan uji lanjut kadar lemak beras pratanak a. Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Peluang Lama Pengukusan ns Galat Total b. Uji beda nyata LSD Taraf nyata: 0.05 Keragaman : Derajat bebas: 3 LSD 0.05 = Nomor Perlakuan Rataan n Beda nyata 1 30 menit a 2 20 menit ab 3 Kontrol b 47

63 Lampiran 23. Analisis sidik ragam dan uji lanjut kadar protein beras pratanak Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Peluang Lama Pengukusan ns Galat Total Lampiran 24. Analisis sidik ragam dan uji lanjut kadar karbohidrat beras pratanak Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Peluang Lama Pengukusan ns Galat Total Lampiran 25. Analisis sidik ragam dan uji lanjut organoleptik aroma beras pratanak a. Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Peluang Lama Pengukusan Galat Total b. Uji beda nyata Duncan Taraf nyata: 0.05 Keragaman : Derajat bebas: 207 Nomor Perlakuan Rataan n Beda nyata 1 Kontrol a 2 20 menit a 3 30 menit b 48

64 Lampiran 26. Analisis sidik ragam dan uji lanjut organoleptik warna beras pratanak a. Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Peluang Lama Pengukusan Galat Total b. Uji beda nyata Duncan Taraf nyata: 0.05 Keragaman : Derajat bebas: 207 Nomor Perlakuan Rataan n Beda nyata 1 Kontrol a 2 20 menit b 3 30 menit c Lampiran 27. Analisis sidik ragam dan uji lanjut organoleptik penerimaan secara umum beras pratanak a. Analisis sidik ragam Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung Peluang Lama Pengukusan Galat Total b. Uji beda nyata Duncan Taraf nyata: 0.05 Keragaman : Derajat bebas: 207 Nomor Perlakuan Rataan n Beda nyata 1 Kontrol a 2 20 menit b 3 30 menit c 49

65 Lampiran 28. Form isian organoleptik terhadap beras pratanak Nama :... Tanggal :... Petunjuk : Di hadapan Anda terdapat 6 contoh beras pratanak (PARBOILED RICE), Anda diminta untuk menilai masing-masing contoh dengan cara memberi tanda centang ( ) pada kolom sesuai dengan tingkat penilaian 1. Aroma Penilaian Kode contoh Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka 2. Warna Penilaian Kode contoh Sangat coklat Coklat Agak coklat Netral Agak putih Putih Sangat putih 3. Penerimaan secara keseluruhan Penilaian Kode contoh Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka 50

66 Lampiran 29. Gambar proses pengolahan beras pratanak Perendaman Pengukusan Pengeringan Penggilingan 51

67 Lampiran 30. Gambar beras pratanak hasil giling Beras pratanak hasil giling ulangan pertama (dari kiri ke kanan : 20 menit, 30 menit, kontrol) Beras pratanak hasil giling ulangan kedua (dari kiri ke kanan : 20 menit, 30 menit, kontrol) 52

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. GABAH 1. Struktur Gabah Padi merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Klasifikasi ilmiah tanaman padi yang menjadi bahan baku beras adalah sebagai berikut.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di laboratorium LBP (Lingkungan dan Bangunan Pertanian) dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM MEMPRODUKSI BERAS SEHAT MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN BERAS PRATANAK PADA PENGGILINGAN PADI KECIL

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM MEMPRODUKSI BERAS SEHAT MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN BERAS PRATANAK PADA PENGGILINGAN PADI KECIL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM MEMPRODUKSI BERAS SEHAT MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN BERAS PRATANAK PADA PENGGILINGAN PADI KECIL BIDANG KEGIATAN PKM-GT Diusulkan oleh : Ketua Pelaksana

Lebih terperinci

KAJIAN PROSES PENGUKUSAN GABAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU FISIK BERAS PRATANAK PADA GABAH VARIETAS CIHERANG DAN IR 42 DANIAR ALFIAN RIFALDI

KAJIAN PROSES PENGUKUSAN GABAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU FISIK BERAS PRATANAK PADA GABAH VARIETAS CIHERANG DAN IR 42 DANIAR ALFIAN RIFALDI KAJIAN PROSES PENGUKUSAN GABAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU FISIK BERAS PRATANAK PADA GABAH VARIETAS CIHERANG DAN IR 42 DANIAR ALFIAN RIFALDI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Terminologi Pasca Panen Padi. A. Kualitas Fisik Gabah

II. TINJAUAN PUSTAKA Terminologi Pasca Panen Padi. A. Kualitas Fisik Gabah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminologi Pasca Panen Padi Kegiatan pascapanen padi perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan dan pengemasan (Patiwiri, 2006). Padi biasanya dipanen pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Beras diperoleh dari butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekam), merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebagian besar butir beras

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH

KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH Zahara Mardiah dan Siti Dewi Indrasari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi ABSTRAK Permintaan beras berkualitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - April 2014 di Kabupaten Pringsewu

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - April 2014 di Kabupaten Pringsewu 26 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - April 2014 di Kabupaten Pringsewu dan Laboratorium Rekayasa dan Bioproses Pascapanen, Jurusan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Beras Struktur Beras Penggilingan Padi menjadi Beras

TINJAUAN PUSTAKA Beras Struktur Beras Penggilingan Padi menjadi Beras TINJAUAN PUSTAKA Beras Beras merupakan hasil proses pasca panen dari tanaman padi yaitu setelah tangkai dan kulit malainya dilepaskan dan digiling. Berdasarkan kelompok spesies padi yang telah dibudidayakan

Lebih terperinci

Deskripsi Padi Varietas Cigeulis Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Deskripsi Padi Varietas Cigeulis Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Deskripsi Padi Varietas Cigeulis Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi 2008 Nama Varietas Tahun Tetua Rataan Hasil Pemulia Golongan Umur tanaman

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN Konfigurasi Mesin Penggilingan Padi Untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling (Rice Milling Machine Configuration to Reduce Losses and Increase Milling Yield) Rokhani Hasbullah, Anggitha Ratri

Lebih terperinci

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem - Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor 2

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem - Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor   2 UNIT PENGOLAHAN BERAS PRATANAK TERINTEGRASI DENGAN PENGGILINGAN PADI KECIL Parboiled Rice Processing Technology integrated with Small Rice Milling Unit Rokhani Hasbullah 1, Sutrisno Koswara 2 dan Memen

Lebih terperinci

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama ±3 bulan dimulai dari Februari sampai April 2013 yang berlokasikan di Kecamatan Majauleng Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Padi Padi merupakan tanaman pertanian kuno yang sampai saat ini terus dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan merupakan tanaman pangan yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu

Lebih terperinci

BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH

BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH SNI 6128:2015 BERAS Ruang lingkup : SNI ini menetapkan ketentuan tentang persyaratan mutu, penandaan dan pengemasan semua jenis beras yang diperdagangkan untuk konsumsi.

Lebih terperinci

BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT

BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT KARYA ILMIAH BISNIS BEKATUL KAYA MANFAAT MATA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS Nama : Asmorojati Kridatmaja NIM : 10.11.3641 Kelas : SI-TI 2B SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

PENGUJIAN MUTU BERAS

PENGUJIAN MUTU BERAS PENGUJIAN MUTU BERAS RINI YULIANINGSIH Good Equipment Good Paddy Rice Skilled Miller Jika Anda memilik padi berkualitas tinggi dengan unit penggiling yang bagus dan dioperasikan oleh tenaga yang ahli Jika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

J3V3 J1V3 J3V2 J1V2 J3V4 J1V5 J2V3 J2V5

J3V3 J1V3 J3V2 J1V2 J3V4 J1V5 J2V3 J2V5 Lampiran 1. Bagan Percobaan 1 2 3 J2V5 J1V2 J3V1 X X X X X X X X X X J1V4 J2V2 J3V3 X X X X X X X X X X J3V1 J3V4 J1V1 X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X J2V3 J1V5 J2V4 X X X X X X X X X X J1V2 J3V5

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

SNI 6128:2008. Standar Nasional Indonesia. Beras. Badan Standardisasi Nasional

SNI 6128:2008. Standar Nasional Indonesia. Beras. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Beras ICS 67.060 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan definisi...1 4 Klasifikasi...4

Lebih terperinci

Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik

Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik Beras aromatik adalah beras yang popular saat ini baik di dalam dan luar negeri karena mutu yang baik dan aroma yang wangi. Banyak

Lebih terperinci

Beras SNI 6128:2015. Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di dan tidak untuk di komersialkan

Beras SNI 6128:2015. Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di  dan tidak untuk di komersialkan Standar Nasional Indonesia Beras ICS 67.060 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dengan klasifikasi sebagai berikut : Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

TINJAUAN PUSTAKA. dengan klasifikasi sebagai berikut : Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi Botani Tanaman Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan dengan klasifikasi sebagai berikut : Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta

Lebih terperinci

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung

Lebih terperinci

UJI KINERJA PIPA ALIRAN STEAM PADA TANGKI PENGUKUS BERAS PRATANAK (PARBOILED RICE) RYAN AKBAR PRAYOGI

UJI KINERJA PIPA ALIRAN STEAM PADA TANGKI PENGUKUS BERAS PRATANAK (PARBOILED RICE) RYAN AKBAR PRAYOGI UJI KINERJA PIPA ALIRAN STEAM PADA TANGKI PENGUKUS BERAS PRATANAK (PARBOILED RICE) RYAN AKBAR PRAYOGI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

TANAMAN PENGHASIL PATI

TANAMAN PENGHASIL PATI TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica

Lebih terperinci

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Data pengamatan tinggi tanaman padi (cm) pada umur 3 MST pada P0V1 60.90 60.33 59.33 180.57 60.19 P0V2 53.33 59.00 58.33 170.67 56.89 P0V3 62.97 61.33 60.97 185.27 61.76 P1V1 61.57 60.03 59.33

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA 93011 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2 Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha meningkatkan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGERINGAN GABAH PADA PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK OLDGA AGUSTA DEZARINO

KAJIAN PENGERINGAN GABAH PADA PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK OLDGA AGUSTA DEZARINO KAJIAN PENGERINGAN GABAH PADA PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK OLDGA AGUSTA DEZARINO DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai wilayah di Indonesia memiliki lahan pertanian yang dapat ditanami

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai wilayah di Indonesia memiliki lahan pertanian yang dapat ditanami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai wilayah di Indonesia memiliki lahan pertanian yang dapat ditanami berbagai tanaman komoditas pangan sehingga dapat menghasilkan bermacammacam produk pangan.

Lebih terperinci

KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI

KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI OLEH: ANGGITHA RATRI DEWI F14051034 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

UJI GLUKOSA DAN ORGANOLEPTIK KUE BOLU DARI PENAMBAHAN TEPUNG GAPLEK DAN BEKATUL SKRIPSI

UJI GLUKOSA DAN ORGANOLEPTIK KUE BOLU DARI PENAMBAHAN TEPUNG GAPLEK DAN BEKATUL SKRIPSI UJI GLUKOSA DAN ORGANOLEPTIK KUE BOLU DARI PENAMBAHAN TEPUNG GAPLEK DAN BEKATUL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi Disusun oleh: ANTRI

Lebih terperinci

LAMPIRAN U1 U2 U3 T2 T3 T1 T3 T1 T2 T1 T2 T3 U4 U5 U6 T1 T3 T2 T1 T3 T2 T2 T3 T1 U7 U8 U9 T3 T1 T2 T2 T1 T3 T3 T1 T2

LAMPIRAN U1 U2 U3 T2 T3 T1 T3 T1 T2 T1 T2 T3 U4 U5 U6 T1 T3 T2 T1 T3 T2 T2 T3 T1 U7 U8 U9 T3 T1 T2 T2 T1 T3 T3 T1 T2 LAMPIRAN Lampiran 1. Bagan Penelitian U U1 U2 U3 T2 T3 T1 T3 T1 T2 T1 T2 T3 U4 U5 U6 T1 T3 T2 T1 T3 T2 T2 T3 T1 U7 U8 U9 T3 T1 T2 T2 T1 T3 T3 T1 T2 Keterangan: U T1 T2 T3 : : Padi Sawah : Padi Gogo : Rumput

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

V4A2(3) V3A1(1) V2A1(2) V3A1(2) V1A1(1) V5A2(1) V3A2(3) V4A1(3) V1A2(2)

V4A2(3) V3A1(1) V2A1(2) V3A1(2) V1A1(1) V5A2(1) V3A2(3) V4A1(3) V1A2(2) 64 Lampiran 1. Lay Out Penelitian V4A2(3) V3A1(1) V2A1(2) V2A1(3) V4A1(2) V1A1(3) V3A1(3) V2A2(2) V3A1(2) V1A1(1) V5A2(1) V3A2(3) V4A1(3) V4A1(1) V5A1(2) V4A2(1) V2A2(1) V1A2(3) V3A2(2) V4A2(2) V2A1(1)

Lebih terperinci

Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian

Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian Ade Santika dan Rozakurniati: Evaluasi mutu beras ketan dan beras merah pada beberapa galur padi gogo 1 Buletin Teknik Pertanian Vol. 15, No. 1, 2010: 1-5 TEKNIK EVALUASI MUTU BERAS KETAN DAN BERAS MERAH

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan di Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Mekar Tani, Kecamatan Kutawaluya, Kabupaten Karawang dan Balai Besar Penelitian dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM Mata Kuliah Pasca Panen Tanaman PENGGILINGAN PADI. Disusun oleh: Kelompok 3

LAPORAN PRAKTIKUM Mata Kuliah Pasca Panen Tanaman PENGGILINGAN PADI. Disusun oleh: Kelompok 3 LAPORAN PRAKTIKUM Mata Kuliah Pasca Panen Tanaman PENGGILINGAN PADI Disusun oleh: Kelompok 3 Arya Widura Ritonga Najmi Ridho Syabani Dwi Ari Novianti Siti Fatimah Deddy Effendi (A24051682) (A24051758)

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag LAMPIRAN 38 39 Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag Kadar total Satuan BF Slag Korea EF Slag Indonesia Fe 2 O 3 g kg -1 7.9 431.8 CaO g kg -1 408 260.0 SiO 2 g

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik

TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik Indeks Glikemik pertama dikembangkan tahun 1981 oleh Dr. David Jenkins, seorang Profesor Gizi pada Universitas Toronto, Kanada, untuk membantu menentukan pangan yang paling

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG STUDI PENGARUH PEMANASAN PADA PADI (Oryza sativa) ORGANIK PANDAN WANGI TINJAUAN SIFAT KIMIA (AMILOSA, KADAR SERAT PANGAN, KADAR PROKSIMAT ) DAN SENSORIS A STUDY ON THE EFFECT OF HEATING PROCESS ON ORGANIC

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam peradaban manusia. Padi sudah dikenal sebagai tanaman pangan sejak jaman prasejarah.

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014

Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014 Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014 PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN TINGKAT KECERAHAN BERAS GILING (ORYZA SATIVA L.) PADA BERBAGAI PENGGILINGAN BERAS Budidarmawan Idris 1, Junaedi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan komoditas pangan unggulan Provinsi Lampung. Produksi padi yang dihasilkan di Provinsi Lampung secara

Lebih terperinci

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MESIN PENYOSOH BIJI BURU HOTONG (Setaria italica (L) Beauv.)

MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MESIN PENYOSOH BIJI BURU HOTONG (Setaria italica (L) Beauv.) SKRIPSI MODIFIKASI DAN UJI PERFORMANSI MESIN PENYOSOH BIJI BURU HOTONG (Setaria italica (L) Beauv.) Oleh: KINDI KALABADI F14103008 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

KOMPOSISI BIJI PADI. Sekam

KOMPOSISI BIJI PADI. Sekam PASCA PANEN PADI KOMPOSISI BIJI PADI Sekam Kariopsis padi (beras) dibungkus oleh sekam yang merupakan modifikasi daun (lemmae). Sekam terdiri dari palea (yang kecil) dan lemma (yang besar) Bentuk kariopsis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai

II.TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai 9 II.TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Taksonomi tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai berikut : Regnum Divisio Sub Divisio Class Ordo Family Genus : Plantae

Lebih terperinci

: Kasar pada sebelah bawah daun

: Kasar pada sebelah bawah daun Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Varietas : Ciherang Nomor Pedigree : S 3383-1d-Pn-41-3-1 Asal/Persilangan : IR 18349-53-1-3-1-3/IR Golongan : Cere Bentuk : Tegak Tinggi : 107 115 cm Anakan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Mie merupakan salah satu masakan yang sangat populer di Asia, salah satunya di Indonesia. Bahan baku mie di Indonesia berupa tepung terigu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asam Salisilat 1. Struktur Kimia Asam Salisilat Struktur kimia asam salisilat dan turunannya dapat dilihat pada Gambar 2 : Gambar 2. Struktur kimia asam salisilat dan turunannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

Lampiran 1. BaganPenelitian U I U II U III S1 S2 S3 V1 V2 V3 V2 V1 V cm V3 V3 V1 S2 S3 S1 V cm. 50 cm V1. 18,5 m S3 S1 S2.

Lampiran 1. BaganPenelitian U I U II U III S1 S2 S3 V1 V2 V3 V2 V1 V cm V3 V3 V1 S2 S3 S1 V cm. 50 cm V1. 18,5 m S3 S1 S2. Lampiran 1. BaganPenelitian U I U II U III T V1 V2 V3 U S V2 V1 V2 B 150 cm V3 V3 V1 100 cm V3 V3 V1 50 cm V1 V2 V3 18,5 m V2 V1 V2 V3 V1 V1 V2 V2 V2 5,5 m V1 V3 V3 80 cm 300 cm Lampiran 2.Bagan Tanaman

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1

UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1 UNJUK KERJA MESIN PENGGILING PADI TIPE SINGLE PASS 1 Hanim Zuhrotul A 2, Nursigit Bintoro 2 dan Devi Yuni Susanti 2 ABSTRAK Salah satu faktor yang mengakibatkan kehilangan hasil pada produk pertanian tanaman

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Padi Organik Dan Bekatul Organik. ditanam dan diolah menurut standar yang telah ditetapkan (IRRI, 2007).

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Padi Organik Dan Bekatul Organik. ditanam dan diolah menurut standar yang telah ditetapkan (IRRI, 2007). BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Padi Organik Dan Bekatul Organik. Padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L yang meliputi kurang lebih 25 spesies tersebar di daerah tropis dan daerah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Nama Varietas : Ciherang Kelompok : Padi Sawah Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41 3-1 Asal Persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1//IR19661-131- 3-1///IR64

Lebih terperinci

Volume 5 No. 2 Juni 2017 ISSN: KARAKTERISASI DAN PENGARUH BERBAGAI PERLAKUAN TERHADAP PRODUKSI TEPUNG BERAS MERAH (Oryza nivara) INSTAN

Volume 5 No. 2 Juni 2017 ISSN: KARAKTERISASI DAN PENGARUH BERBAGAI PERLAKUAN TERHADAP PRODUKSI TEPUNG BERAS MERAH (Oryza nivara) INSTAN KARAKTERISASI DAN PENGARUH BERBAGAI PERLAKUAN TERHADAP PRODUKSI TEPUNG BERAS MERAH (Oryza nivara) INSTAN FIRMAN SANTHY GALUNG Email : firman_galung@yahoo.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

KOLEKSI VARIETAS UNGGULAN PROVINSI SUMATERA BARAT

KOLEKSI VARIETAS UNGGULAN PROVINSI SUMATERA BARAT KOLEKSI VARIETAS UNGGULAN PROVINSI SUMATERA BARAT Obyek koleksi varietas Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (Balai Besar PPMB-TPH) pada Tahun 2016, selain berupa

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional PERTETA 2015 Makassar,Sulawesi Selatan,5-7 Agustus 2015

Prosiding Seminar Nasional PERTETA 2015 Makassar,Sulawesi Selatan,5-7 Agustus 2015 AMP-20 DISAIN TUNGKU BIOMASA UNTUK PENGOLAHAN BERAS PRATANAK TERINTEGRASI DENGAN PENGGILINGAN PADI KECIL Rokhani Hasbullah1, Deny Saputro1,Ryan Akbar Prayogi1, Deva Primadia Almada2, Sutrisno Koswara3

Lebih terperinci

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3 Nomor persilangan : BP3448E-4-2 Asal persilangan : Digul/BPT164-C-68-7-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 110 hari Bentuk tanaman : Sedang Tinggi tanaman : 95

Lebih terperinci

PREFERENSI KONSUMEN KALIMANTAN SELATAN TERHADAP BERAS DAN RASA NASI VARIETAS UNGGUL

PREFERENSI KONSUMEN KALIMANTAN SELATAN TERHADAP BERAS DAN RASA NASI VARIETAS UNGGUL PREFERENSI KONSUMEN KALIMANTAN SELATAN TERHADAP BERAS DAN RASA NASI VARIETAS UNGGUL Rina D.Ningsih dan Khairatun Nafisah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. P. Batur Barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO, Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang disebabkan karena ketidakmampuan pankreas dalam menghasilkan hormon insulin yang cukup atau ketika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. barang dan jasa akan terdistribusi dengan jumlah, waktu, serta lokasi yang

TINJAUAN PUSTAKA. barang dan jasa akan terdistribusi dengan jumlah, waktu, serta lokasi yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Rantai Pasok Rantai pasok adalah sekumpulan aktivitas dan keputusan yang saling terkait untuk mengintegrasi pemasok, manufaktur, gudang, jasa transportasi, pengecer,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA KUALITAS NATA DARI BAHAN BEKATUL (NATA DE KATUL) DENGAN STARTER BAKTERI Acetobacter xylinum SKRIPSI Disusun Guna Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidian Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN MESIN PENGGILING MOBILE TERHADAP MUTU BERAS UNTUK BEBERAPA VARIETAS PADI DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT

KAJIAN PENGGUNAAN MESIN PENGGILING MOBILE TERHADAP MUTU BERAS UNTUK BEBERAPA VARIETAS PADI DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT JRPB, Vol. 6, No. 1, Maret 2018, Hal. 53-59 DOI: https://doi.org/10.29303/jrpb.v6i1.72 ISSN 2301-8119, e-issn 2443-1354 Tersedia online di http://jrpb.unram.ac.id/ KAJIAN PENGGUNAAN MESIN PENGGILING MOBILE

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 133/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 133/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 133/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI SAWAH S3254-2G-21-2 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA SARINAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi

Lebih terperinci

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch Arfendi (0706112356) Usman Pato and Evy Rossi Arfendi_thp07@yahoo.com

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

Jember, Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011] Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) Abstrak

Jember, Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011] Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) Abstrak Penggunaan Mesin Perontok untuk Menekan Susut dan Mempertahankan Kualitas Gabah (The Use of Power Thresher to Reduce Losses and Maintain Quality of Paddy) Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) 1) Departemen

Lebih terperinci

SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK COOKIES DAN DONAT TEPUNG TERIGU YANG DISUBSTITUSI PARSIAL DENGAN TEPUNG BEKATUL

SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK COOKIES DAN DONAT TEPUNG TERIGU YANG DISUBSTITUSI PARSIAL DENGAN TEPUNG BEKATUL SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK COOKIES DAN DONAT TEPUNG TERIGU YANG DISUBSTITUSI PARSIAL DENGAN TEPUNG BEKATUL Oleh: Indira Saputra F24103088 2008 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP dan GWP

Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP dan GWP Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP dan GWP Ir. Linda Yanti M.Si BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAMBI 2 0 1 7 1 Teknologi Penanganan Beras Berkualitas Melalui Penerapan GMP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai masa depan baik untuk dikembangkan. Hingga kini semakin banyak orang mengetahui nilai gizi jamur

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok

I. PENDAHULUAN. Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Saat ini masyarakat mengkonsumsi mie sebagai bahan pangan pokok alternatif selain beras. Mie merupakan produk pangan yang telah menjadi kebiasaan konsumsi masyarakat

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terutama diperkotaan. Budidaya jamur di Indonesia masih sangat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terutama diperkotaan. Budidaya jamur di Indonesia masih sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan letaknya yang sangat strategis yaitu pada zona khatulistiwa, maka termasuk salah satu negara yang memiliki kekayaan alam yang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI Yunus Zarkati Kurdiawan / 2310100083 Makayasa Erlangga / 2310100140 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI

KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI KAJIAN KONFIGURASI MESIN PENGGILINGAN UNTUK MENINGKATKAN RENDEMEN DAN MENEKAN SUSUT PENGGILINGAN PADA BEBERAPA VARIETAS PADI OLEH: ANGGITHA RATRI DEWI F14051034 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan

BAB I PENDAHULUAN. Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan BAB I PENDAHULUAN.. Latar Belakang Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan utama. Camilan disukai oleh anak-anak dan orang dewasa, yang umumnya dikonsumsi kurang lebih

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 Deskripsi dan gambar varietas tanaman padi. 1. Deskripsi Varietas Padi Ciherang (Suprihatno et al. 2009)

LAMPIRAN. Lampiran 1 Deskripsi dan gambar varietas tanaman padi. 1. Deskripsi Varietas Padi Ciherang (Suprihatno et al. 2009) 40 LAMPIRAN Lampiran 1 Deskripsi dan gambar varietas tanaman padi 1. Deskripsi Varietas Padi Ciherang (Suprihatno et al. 2009) Nomor seleksi : S3383-1D-PN-41-3-1 Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/3*IR19661-131-3-1-3//4*IR64

Lebih terperinci

: tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2, 3 dan Sumatera Utara Ketahanan terhadap penyakit

: tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2, 3 dan Sumatera Utara Ketahanan terhadap penyakit LAMPIRAN 52 Lampiran 1. Deskripsi Varietas Aek Sibundong Nomor pedigri : BP1924-1E-5-2rni Asal persilangan : Sitali/Way Apo Buru//2*Widas Golongan : Cere Umur tanaman : 108-125 hari Bentuk tanaman : Tegak

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci