KAJIAN PROSES PENGUKUSAN GABAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU FISIK BERAS PRATANAK PADA GABAH VARIETAS CIHERANG DAN IR 42 DANIAR ALFIAN RIFALDI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PROSES PENGUKUSAN GABAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU FISIK BERAS PRATANAK PADA GABAH VARIETAS CIHERANG DAN IR 42 DANIAR ALFIAN RIFALDI"

Transkripsi

1 KAJIAN PROSES PENGUKUSAN GABAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU FISIK BERAS PRATANAK PADA GABAH VARIETAS CIHERANG DAN IR 42 DANIAR ALFIAN RIFALDI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Proses Pengukusan Gabah untuk Meningkatkan Mutu Fisik Beras Pratanak pada Gabah Varietas Ciherang dan IR 42 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2016 Daniar Alfian Rifaldi NIM F

3 ABSTRAK DANIAR ALFIAN RIFALDI. Kajian Proses Pengukusan Gabah untuk Meningkatkan Mutu Fisik Beras Pratanak pada Gabah Varietas Ciherang dan IR 42. Dibimbing oleh ROKHANI HASBULLAH. Pratanak adalah proses yang dikembangkan untuk meningkatkan kualitas beras. Tahapan pengolahan beras pratanak meliputi pembersihan, perendaman, pengukusan, pengeringan, dan penggilingan. Pengolahan beras pratanak bertujuan untuk mengurangi kehilangan dan kerusakan beras, baik ditinjau dari nilai gizi maupun mutu fisiknya, meningkatkan rendemen giling dan menurunkan kadar Indeks Glikemik (IG) beras. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh lama pengukusan dan varietas gabah terhadap mutu fisik beras pratanak serta menentukan kondisi terbaik proses pengolahan beras pratanak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengukusan menunjukkan rendemen giling beras pratanak yang semakin tinggi. Ditinjau dari mutu fisiknya, pengolahan beras pratanak varietas Ciherang dengan lama pengukusan 20 menit menghasilkan persentase butir kepala tertinggi (69.6±10.0%), persentase butir patah terendah (25.3±9.8%) dan persentase butir menir terendah (4.9±2.8%). Pada hasil organoleptik uji hedonik nasi pratanak, nasi pratanak Ciherang dengan lama pengukusan 20 menit merupakan hasil yang terbaik yang dapat diterima oleh panelis. Oleh karena itu, kondisi terbaik yang dipilih adalah gabah varietas Ciherang dengan suhu perendaman 55.9±1.4 o C selama 4 jam, suhu pengukusan ±0.09 o C dengan lama pengukusan 20 menit. Kata kunci: beras pratanak, pengukusan, mutu fisik beras pratanak ABSTRACT DANIAR ALFIAN RIFALDI. The Study of Grain Steaming Process to Improve The Physical Quality of Parboiling Rice On Grain Varieties Ciherang and IR 42. Supervised by ROKHANI HASBULLAH. Parboiling is a process developed for improving rice quality. Stages of parboiled rice processing involves cleaning, soaking, steaming, drying, and grinding. Parboiled rice processing aims to reduce loss and damage to rice, both in terms of nutritional value or physical quality, increase yield and decrease levels of milled Glycemic Index (IG) of rice. This research aims to assess the effect of steaming and varieties of long grain parboiled rice to the physical quality and determine the best conditions parboiled rice processing. The results showed that the longer the steaming time show parboiled rice milled yield shows that higher. In terms of physical quality, parboiled rice Ciherang with long steaming 20 minutes resulted in a percentage point head kernel of the highest (69.6±10.0 %), the percentage point broken kernel of the lowest (25.3±9.8 %) and the percentage point of grain groats lowest (4.9±2.8 %). On the results of organoleptic test hedonic parboiled rice, parboiled rice Ciherang with long steaming 20 minutes is the best result that can be accepted by the panelists. Therefore, the best conditions are

4 selected is grain varieties Ciherang with soaking temperature of 55.9±1.4 C for 4 hours, steaming temperature of ±0.09 C with long steaming 20 minutes. Keywords: parboiled rice, steaming, physical quality of parboiled rice

5 KAJIAN PROSES PENGUKUSAN GABAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU FISIK BERAS PRATANAK PADA GABAH VARIETAS CIHERANG DAN IR 42 DANIAR ALFIAN RIFALDI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

6

7 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya dan rahmat-nya sehingga penyusunan skripsi dengan judul Kajian Proses Pengukusan Gabah untuk Meningkatkan Mutu Fisik Beras Pratanak pada Gabah Varietas Ciherang dan IR 42 dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan di Penggilingan Padi Sinar Jati Desa Dukupuntang Cirebon, Laboratorium Lingkungan dan Bangunan Pertanian, Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo, dan Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Juni hingga September Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr Ir Rokhani Hasbullah, Msi selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan serta saran membangun kepada penulis. 2. Prof Dr Ir Bambang Pramudya, MEng dan Dr Nanik Purwanti, STP, MSc selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan kritik kepada penulis. 3. Kedua orang tua (Ayah/Wali dan Ibu), adikku, serta seluruh kerabat keluarga yang memberikan doa terbaik, kasih sayang, dukungan, dan semangat yang tiada henti mengalir kepada penulis. 4. Dr Megawati Simanjuntak, SP, Msi yang pada waktu itu menjabat sebagai Kepala Sub Direktorat Kesejahteraan Mahasiswa, penulis sampaikan terima kasih atas kebijaksanaan dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat kembali menjadi bagian dari beasiswa bidik misi. 5. Keluarga besar H. Eman, Ibu Nani Herni yang telah menyediakan tempat tinggal, biaya hidup dan keramah-tamahannya selama penulis melakukan penelitian di Cirebon. 6. Laboran Lab. TPPHP, bapak Sulyaden dan mas Abas atas bantuan selama penelitian berlangsung juga kepada laboran Lab. TPP Leuwikopo, bapak Firman atas bantuan dan penjelasannya ketika penulis menggunakan alat-alat laboratorium. Tak lupa kepada bapak Ahmad yang telah membantu penulis selama di Lab. LBP. 7. Teman sebimbingan, M. Mirwan, Anggun, ka Deni, dan ka Esa yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. Teman-teman seperjuangan TMB angkatan 48 yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama penelitian. Penulis menyadari bahwa dalam karya ilmiah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2016 Daniar Alfian Rifaldi

8 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 3 TINJAUAN PUSTAKA 3 Padi dan Gabah 3 Sifat Fisik dan Kimia Beras 7 Beras Pratanak 8 Proses Pembuatan Beras Pratanak 10 METODOLOGI 12 Waktu dan Tempat Penelitian 12 Bahan dan Alat 12 Prosedur Penelitian 13 Analisis Data 15 HASIL DAN PEMBAHASAN 16 Proses Perendaman Gabah 16 Proses Pengukusan Gabah 18 Proses Pengeringan Gabah 20 Pengaruh Lama Pengukusan Terhadap Mutu Fisik dan Rendemen Beras Pratanak 20 Pengaruh Lama Pengukusan Terhadap Mutu Nasi Pratanak 22 SIMPULAN DAN SARAN 25 Simpulan 25 Saran 25 DAFTAR PUSTAKA 25 LAMPIRAN 28 RIWAYAT HIDUP 45 ix ix ix

9 DAFTAR TABEL 1 Padi varietas Ciherang 4 2 Padi varietas IR Persyaratan kuantitatif mutu gabah SNI Kandungan gizi dan kalori beras pecah kulit dan beras putih serta kehilangan selama penggilingan 7 5 Pengaruh proses pratanak terhadap nilai indeks glikemik beras 9 6 Kandungan zat gizi beras (100 g) hasil berbagai cara pengolahan 10 7 Kadar air gabah setelah proses pengukusan 18 8 Pengaruh lama pengukusan terhadap sifat fisik dan rendemen pada gabah varietas Ciherang dan IR Hasil rata-rata skor organoleptik uji hedonik 23 DAFTAR GAMBAR 1 Unit pengolahan beras pratanak : bak perendaman (a), tangki pengukusan (b), steam boiler (c), dan alat sortir (d) 13 2 Diagram alir prosedur penelitian 14 3 Grafik sebaran suhu selama perendaman gabah 18 4 Grafik sebaran suhu gabah dan uap selama pengukusan 19 5 Perbedaan warna beras varietas Ciherang berbagai lama pengukusan 24 6 Perbedaan warna beras varietas IR 42 berbagai lama pengukusan 24 DAFTAR LAMPIRAN 1 Gambar proses pengolahan beras pratanak 28 2 Data sebaran suhu selama perendaman gabah 29 3 Data sebaran suhu gabah dan uap selama pengukusan 30 4 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan rendemen giling beras pratanak varietas Ciherang 31 5 Hasil analisis sidik ragam rendemen giling beras pratanak varietas IR Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan mutu fisik (butir kepala) beras pratanak varietas Ciherang 33 7 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan mutu fisik (butir patah) beras pratanak varietas Ciherang 34 8 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan mutu fisik (butir menir) beras pratanak varietas Ciherang 35 9 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan mutu fisik (butir kepala) beras pratanak varietas IR Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan mutu fisik (butir patah) beras pratanak varietas IR Hasil analisis sidik ragam mutu fisik (butir menir) beras pratanak varietas IR Data organoleptik terhadap parameter aroma beras pratanak 39

10 13 Data organoleptik terhadap parameter warna beras pratanak Data organoleptik terhadap parameter kepulenan beras pratanak Data organoleptik terhadap parameter kelengketan beras pratanak Data organoleptik terhadap parameter kesukaan secara keseluruhan beras pratanak Form penilaian organoleptik terhadap beras pratanak 44

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan bahan makanan pokok didalam menu masyarakat Indonesia, meskipun di beberapa daerah menggunakan makanan pokok jagung, sagu, atau ubi jalar. Dibandingkan dengan makanan pokok lainnya beras mempunyai nilai gizi yang sangat tinggi. Menurut Suhardjo (1993), padi-padian terutama beras mendominasi peranannya sebagai sumber energi dan protein yang paling utama yaitu sebesar 65 persen dan 53 persen dari seluruh konsumsi. Hingga saat ini dan beberapa tahun mendatang, beras tetaplah menjadi sumber utama gizi dan energi bagi sebagian besar penduduk Indonesia, sehingga tetap memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Beras dipilih menjadi makanan pokok karena sumber daya alam yang mendukung penyediaannya dalam jumlah yang cukup, mudah dan cepat pengolahannya, memberi kenikmatan pada saat menyantap, dan aman untuk tubuh. Kebanyakan konsumen beras menyukai beras dengan rasa enak yaitu pulen, wangi, putih, dan tidak pecah (Damardjati dan Harahap 1983). Indonesia sebagai negara penghasil padi terbesar di Asia Tenggara memiliki potensi untuk pemanfaatan padi yang sangat besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) bahwa produksi padi pada tahun 2012 sebesar juta ton gabah kering giling (GKG) atau mengalami kenaikan sebesar 3.30 juta ton (5.02%) dibandingkan dengan tahun Produksi padi pada tahun 2013 diperkirakan juta ton GKG atau mengalami kenaikan sebesar 0.21 juta ton (0.31%) dibandingkan tahun Tantangan bagi Indonesia sebagai jamrud khatulistiwa dan negara agraria untuk melipatgandakan produksi padi meskipun disisi lain harus didukung dengan teknologi pertanian yang maju dan lahan pertanian yang cukup luas. Teknologi pertanian yang modern dapat meningkatkan produktivitas padi dan mengurangi tingkat kehilangan hasil (losses) yang terjadi pada kegiatan prapanen, dan pascapanen, baik berupa kehilangan bobot (kuantitatif) maupun berupa penurunan mutu dan kerusakan fisik (kualitatif) sehingga berdampak terjaganya stabilitas harga beras yang sepadan dengan pengeluaran petani padi. Kebiasaan umum yang melekat pada masyarakat Indonesia bahwa aktivitas makan itu adalah makan nasi menjadikan beras mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Ketergantungan masyarakat Indonesia pada beras terkadang menimbulkan masalah. Pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun meningkat menyebabkan permintaan akan beraspun meningkat, namun lahan pertanian sawah untuk menanam padi semakin sempit karena beralih ke lahan non pertanian sehingga persediaan beras tidak memadai. Hal inilah yang menyebabkan negara agraria dan negara penghasil padi terbesar di Asia Tenggara ini masih mengimpor beras dari luar negeri seperti Thailand, Myanmar dan lainnya. Menurut Spetriani (2011), permasalahan susut ini dapat ditangani dengan melakukan penanganan pascapanen yang tepat yakni dengan melakukan parboiling rice atau beras pratanak. Menurut Foster Powwel et al. (2002), beras pratanak (parboiled rice) mempunyai indeks glikemik yang lebih rendah dibandingkan dengan beras giling.

12 2 Sedangkan menurut Haryadi (2008), beras pratanak merupakan proses pemberian air dan uap panas terhadap gabah sebelum gabah tersebut dikeringkan. Tujuan dari pengolahan beras pratanak adalah untuk mengurangi kehilangan dan kerusakan beras, baik ditinjau dari nilai gizi maupun rendemen yang dihasilkan. Tahapan proses pengolahan beras pratanak meliputi pembersihan, perendaman, pengukusan, pengeringan, dan penggilingan. Faktor-faktor yang mempengaruhi beras pratanak adalah varietas gabah, lama perendaman, suhu dan lamanya pengukusan, dan pengeringan. Dengan adanya perlakuan perendaman dan pemanasan mengakibatkan terjadinya gelatinisasi pati yang akan menutup retakan dari butir beras, sehingga pada waktu penggilingan persentase beras kepala dapat ditingkatkan antara 5-10 % (Muljo 1973). Hal ini sependapat dengan Bhattacharya dan Subba Rao (1966) bahwa dengan adanya perendaman dan pemanasan akan memperbaiki hasil giling karena terjadinya gelatinisasi pati. Masyarakat Indonesia memiliki kesukaan yang berbeda-beda terhadap tekstur nasi, sebagian menyukai nasi dengan tekstur pulen, sebagian lainnya menyukai nasi dengan tekstur pera. Sebagai contoh masyarakat daerah Jawa Barat sebagian besar menyukai nasi yang pulen sehingga hampir sebagian besar petani di Jawa Barat menanam padi varietas Ciherang dibanding lainnya. Berbeda dengan masyarakat Minang seperti provinsi Sumatera Barat dan provinsi Riau yang lebih menyukai nasi dengan tekstur pera sehingga para petaninya lebih menanam varietas pera yang salah satunya adalah varietas IR 42. Perbedaan ini berdasarkan kebutuhannya dan selera masing-masing. Pemilihan padi varietas Ciherang dan IR 42 didasarkan pada keberagaman masyarakat Indonesia dalam selera memakan nasi dan tingkat kebutuhannya. Selain itu pemilihan kedua varietas tersebut untuk mengetahui mutu fisik beras setelah kedua varietas ini diolah dan menentukan kondisi terbaik proses pengolahan beras pratanak antara tekstur nasi pulen (varietas Ciherang) dengan tekstur nasi pera (varietas IR 42). Perumusan Masalah Pengolahan beras pratanak (parboiling rice) adalah pertama padi dipanen dan dikeringkan pada tingkat kadar air tertentu kemudian dilakukan perontokan agar diperoleh gabah, selanjutnya gabah tersebut dibersihkan dari kotoran yang bukan gabah dan gabah hampa (gabah yang tidak berisi bulir padi), kemudian dilakukan perendaman dan pengukusan lalu dikeringkan sampai kering giling. Tahap terakhir adalah penggilingan gabah padi, sortasi, dan pengemasan. Perlu menganalisa mutu fisik beras pratanak pada berbagai lama pengukusan untuk mendapatkan kondisi proses pengolahan beras pratanak yang terbaik dan meningkatkan mutu beras pratanak. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengkaji proses pengukusan gabah pada berbagai lama pengukusan yang berbeda untuk meningkatkan mutu fisik beras pratanak pada gabah varietas Ciherang dan IR 42. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Mengkaji pengaruh lama pengukusan dan varietas gabah terhadap mutu fisik beras pratanak.

13 2. Menentukan kondisi terbaik proses pengolahan beras pratanak pada gabah varietas Ciherang dan IR 42. Ruang Lingkup Penelitian Perhatian dalam memecahkan masalah agar dapat terpusat maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Beberapa batasan-batasan terhadap masalah yang akan dibahas adalah fokus membahas pengaruh proses pengukusan gabah terhadap perubahan mutu fisik beras pratanak pada gabah kering giling varietas Ciherang dan IR 42, analisis rendemen giling serta pengujian organoleptik. 3 TINJAUAN PUSTAKA Padi dan Gabah Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan utama di dunia. Sentral produksi padi berada di negara China dan India masing-masing sebesar 35% dan 20% dari total produksi dunia. Klasifikasi ilmiah tanaman padi adalah sebagai berikut : Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Ordo : Poales Famili : Poaceae atau Graminae Genus : Oryza Spesies : O. Sativa Tanaman padi dapat tumbuh pada daerah bersuhu tinggi dan mendapat sinar matahari yang lama. Temperatur rata-rata yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman padi ini berkisar antara o C (Grist 1959). Pertumbuhan tanaman padi ini dipengaruhi oleh suhu daerah penanaman, lamanya daerah tersebut terkena sinar matahari, keadaaan tanah, ph tanah, kandungan sulfit pada tanah, dan salinitas tanah (Grist 1959). Padi baru dapat dipanen setelah mencapai kematangan yaitu berkisar antara hari, tergantung kepada lingkungan dan kondisi iklim (Grist 1959). Tanaman padi mempunyai varietas hingga ribuan jumlahnya, tersebar di negara-negara beriklim tropis dan subtropis. Setiap varietas mempunyai ciri-ciri khas tersendiri sehingga berdasarkan sudut bentuk tubuh (morfologi) tidak terdapat dua varietas padi yang mempunyai bentuk tubuh (morfologi) yang sama. Antar varietas senantiasa terdapat perbedaan meskipun perbedaannya hanya sedikit. Perbedaan-perbedaan yang nampak antara varietas yang satu dengan yang lain disebabkan oleh perbedaan dalam pembawaan atau sifat varietas. Namun demikian, diantara ribuan varietas dari tanaman padi itu ada beberapa sifat yang sama untuk beberapa varietas dan berdasarkan kelompok spesies padi yang telah dibudidayakan yaitu Oryza sativa yang berasal dari Asia dan Oryza globerima yang berasal dari Afrika Barat. Kini di dunia lebih banyak dikenal dua kelompok varietas padi Oryza sativa yaitu Japonica dan Indica (Winarno 1984). Padi Japonica banyak ditanam di negara Jepang, Korea, dan negara-negara subtropis lainnya, sedangkan padi Indica banyak ditanam di negara tropis seperti Indonesia. Perbedaan antara kedua padi tersebut salah satunya adalah karakteristik pemasakan. Japonica bersifat lebih

14 4 cepat lembek setelah pemasakan, sebaliknya Indica lebih tahan terhadap pemasakan (Grist 1975). Padi varietas Ciherang merupakan salah satu varietas padi unggul. Berdasarkan data survei MT 2005, padi varietas Ciherang menempati urutan pertama berdasarkan luas tanam, mengalahkan padi varietas IR 64, terutama di daerah Jawa Barat. Padi varietas Ciherang unggul dengan luas tanam 0.73 juta ha, atau 33% lebih luas dari areal tanam IR 64 (Hermanto 2006). Varietas Ciherang ini merupakan padi hasil persilangan varietas IR 64 dengan varietas lain, oleh sebab itu padi varietas Ciherang ini memiliki sifat unggul yang mirip dengan IR 64 yaitu memiliki hasil dan mutu beras yang tinggi. Ciri-ciri umum dan morfologi padi varietas Ciherang ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1 Padi varietas Ciherang Parameter Keterangan Komoditas Padi sawah Daerah asal None SK None Anakan produktif batang Anjuran tanam Cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian dibawah 500 m dpl Tetua asal IR /IRI ///IR 64////IR 64 Bentuk gabah Panjang ramping Bobot 1000 butir gram Dilepas tahun 2000 Golongan Cere Potensi dan rerata 5-7 ton/ha None Nomor pedigri S3383-1d-Pn Ketahanan terhadap hama Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 Ketahanan penyakit Tahan terhadap bakteri tawar daun (HDB) strain III dan IV Tekstur nasi Pulen Kadar amilosa 23 % Bentuk tanaman Tegak Tinggi tanaman cm Umur tanaman hari Warna kaki Hijau Warna batang Hijau Warna daun telinga Putih Warna lidah daun Putih Warna daun Hijau Muka daun Kasar pada sebelah bawah Posisi daun Tegak Daun bendera Tegak Warna gabah Kuning bersih

15 5 Tabel 1 Padi varietas Ciherang (lanjutan) Parameter Keterangan Kerontokan Sedang Kerebahan Sedang Pemulia Tarjat T, Z. A. Simanulang, E. Sumadi dan Aan A. Daradjat. Kontak Balai Penelitian Tanaman Padi Sumber : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Balitbang Deptan (2002). Padi varietas IR 42 merupakan varietas berumur sedang yaitu umur penanaman sampai panen hari. Padi varietas ini sudah 30 tahunan lebih yaitu padi yang dilepas pada tahun Varietas ini baik ditanam dilahan sawah irigasi, pasang surut dan rawa. Jika sudah digiling, beras IR 42 bentuknya tidak bulat namun ukurannya lebih kecil. Apabila dimasak nasinya tidak pulen namun pera (agak berderai) sehingga cocok untuk keperluan khusus seperti untuk nasi goreng, nasi uduk, ketupat dan sebagainya. Ciri-ciri umum dan morfologi padi varietas IR 42 ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2 Padi varietas IR 42 Parameter Keterangan Nomor seleksi IR Asal persilangan IR2042/CR94-13 Golongan Cere Umur tanaman hari Bentuk tanaman Tegak Tinggi tanaman cm Warna kaki Hijau Warna batang Hijau Warna daun telinga Tidak berwarna Warna lidah daun Tidak berwarna Warna daun telinga Hijau tua Muka daun Kasar Posisi daun Tegak Daun bendera Tegak Bentuk gabah Ramping Warna gabah Kuning bersih, ujung gabah sewarna Kerontokan Sedang Kerebahan Tahan Tekstur nasi Pera (agak berderai) Kadar amilosa 27 % Bobot 1000 butir 23 g Rata-rata hasil 5.0 ton/ha Potensi hasil 7.0 ton/ha Ketahanan terhadap hama Tahan terhadap wereng coklat biotipe 1 dan 2 Rentan terhadap wereng coklat biotipe 3

16 6 Tabel 2 Padi varietas IR 42 (lanjutan) Parameter Keterangan Tahan terhadap bakteri tawar daun, virus tungo Ketahanan terhadap penyakit dan rumput kerdil. Rentan terhadap tawar pelepah daun Baik ditanam di lahan irigasi, pasang surut dan Anjuran tanam rawa. Toleransi terhadap tanah masam Pemulia Introduksi dari IRRI Dilepas tahun 1980 Sumber : Deskripsi Sederhana Varietas Padi Tahun BPTP Kalsel (2011). Gabah adalah butiran padi yang telah atau rontok dari malainya. Menurut Grist (1959), Juliano (1972), Ali dan Ojha (1976), susunan gabah terdiri dari sekam (kulit gabah) dan butiran beras. Sekam atau kulit gabah terdiri dari lemma dan palea, mempunyai bobot antara 18 sampai 28 persen dari bobot gabah. Butir beras (brown rice) terdiri dari lapisan pericarp, testa atau tegmen, lapisan aleuron, endosperm, dan lembaga. Persentase beras pecah kulit yang telah dihilangkan kulit atau sekamnya terdiri dari lapisan pericarp antara 1-2 persen, testa dan lapisan aleuron antara 4-6 persen, endosperm antara persen, dan lembaga antara 2-3 persen dari bobot butir beras (Juliano 1972). Pericarp terdiri atas enam lapisan, lima diantaranya memanjang ke arah melintang. Sedangkan lapisan aleuron adalah lapisan bagian dalam dari lapisan nuselus yang membungkus endosperm dan lembaga. Haryadi (2008) menyatakan bahwa gabah dan bijian secara umum merupakan bahan pangan yang penting karena sifatnya yang mampu mempertahankan mutu selama penyimpanan dengan baik. Kadar air merupakan faktor utama yang menentukan ketahanan gabah setelah gabah digiling. Kadar air yang optimum untuk melakukan penggilingan adalah %. Pemutuan/standarisasi yang berlaku di Indonesia diatur oleh SNI (Standar Nasional Indonesia). Standar gabah telah diatur oleh SNI dan diperkuat lagi dengan terbitnya Instruksi Presiden No.13 Tahun 2005 yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2006 tentang kebijaksanaan perberasan. Dalam SNI, gabah dijelaskan bahwa klasifikasi mutu gabah dibagi 3 jenis mutu I, II, dan III. Persyaratan mutu gabah berdasarkan SNI dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu sebagai berikut : 1. Persyaratan Kualitatif a. Bebas dari hama dan penyakit. b. Bebas bau busuk dan asam bau-bau lainnya. c. Bebas dari bahan kimia dan sisa-sisa pupuk, insektisida, fungisida dan bahan kimia lainnya. d. Gabah tidak boleh panas. 2. Persyaratan Kuantitatif Berikut tersaji pada Tabel 3 mengenai persyaratan kuantitatif mutu gabah SNI.

17 Tabel 3 Persyaratan kuantitatif mutu gabah SNI No. Komponen mutu Mutu I Mutu II Mutu III 1 Kadar air (% maks) Gabah hampa (% maks) Butir rusak+butir kuning (% maks) Butir mengapur+gabah muda (% maks) Butir merah (% maks) Benda asing (% maks) Gabah varietas lain (% maks) Keterangan : Tingkat mutu gabah rendah (sample grade) adalah tingkat mutu gabah tidak memenuhi persyaratan tingkat I, II, dan III, serta tidak memenuhi persyaratan kualitatif. Komponen mutu gabah yang penting untuk diketahui adalah kadar air, butir hampa dan kotoran, butir mengapur/hijau, butir kuning/rusak, dan butir merah. Kemurnian gabah dipengaruhi oleh adanya butir yang tidak ada isi bulirnya seperti butir hampa, muda, berkapur, dan sebagainya, dan benda asing atau kotoran yang tidak tergolong gabah seperti debu, butiran tanah, batu-batuan, kerikil, potongan kayu, potongan logam, tangkai padi, biji-biji lain yang bukan bijian padi, bangkai serangga/hama, serat karung/tali plastik dan sebagainya. Termasuk juga dalam kategori kotoran adalah butir-butir gabah yang telah terkelupas (beras pecah kulit) dan gabah patah. Sifat Fisik dan Kimia Beras Beras tersusun oleh pati, protein, dan unsur lain seperti lemak, serat kasar, mineral, vitamin, dan air. Sifat-sifat fisik beras antara lain suhu gelatinisasi, konsistensi gel, penyerapan air, kepulenan, kelengketan, kelunakan, dan kilap nasi (Damardjati dan Purwani 1991). Suhu gelatinisasi merupakan suhu pada saat granula pati pecah dengan cara penambahan air panas. Beras dapat digolongkan menjadi tiga kelompok menurut suhu gelatinisasinya yakni suhu rendah (55-69 o C), sedang (70-74 o C), dan tinggi (>74 o C). Suhu gelatinisasi berpengaruh terhadap lama pemasakan, suhu gelatinisasi tinggi membutuhkan waktu pemasakan lebih lama daripada beras yang mempunyai suhu gelatinisasi rendah (Winarno 1984). Komposisi kimia beras berbeda tergantung pada varietas padi dan cara pengolahannya seperti pada Tabel 4. Tabel 4 Kandungan gizi dan kalori beras pecah kulit dan beras putih serta kehilangan selama penggilingan Komposisi Beras pecah kulit Beras putih Kehilangan selama penggilingan (%) Kadar air (%) Kalori (Kcal/100 g) Kadar protein (%) Kadar lemak (%) Kadar serat (%)

18 8 Tabel 4 Kandungan gizi dan kalori beras pecah kulit dan beras putih serta kehilangan selama penggilingan (lanjutan) Komposisi Beras pecah kulit Beras putih Kehilangan selama penggilingan (%) Kadar abu (%) Total karbohidrat (%) Thiamin (mg/100 g) Riboflavin (mg/100 g) Niacin (mg/100 g) Ca (mg/100 g) P (mg/100 g) Zat besi (mg/100 g) Sumber : Juliano (1976). Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibagi menjadi 3 golongan yaitu kandungan amilosa rendah (< 20%), menengah (20-25%), dan tinggi (> 26%). Ada keterkaitan antara tekstur nasi dan kadar amilosa, yakni beras dengan kadar amilosa rendah akan menghasilkan nasi yang pulen, lekat, empuk, enak, dan mengkilat. Beras beramilosa sedang akan menghasilkan nasi yang masih bersifat empuk walaupun dibiarkan beberapa jam, sedangkan beras yang beramilosa tinggi menghasilkan nasi bertekstur keras (pera) dan berderai (Juliano 1976, Tjiptadi dan Nasution 1985). Sifat-sifat fisik dan kimiawi beras sangat menentukan mutu tanak dan mutu rasa nasi yang dihasilkan. Beras Pratanak Beras pratanak atau yang biasa disebut parboiling rice adalah beras yang dihasilkan dari proses pratanak (parboiled). Pembuatan beras pratanak merupakan proses yang unik, karena tahap pengolahan dimulai pada saat masih berbentuk gabah. Cara pembuatan beras pratanak sangat beragam, namun pada prinsipnya melalui tiga tahapan proses, yaitu perendaman (soaking), pengukusan (steaming), dan pengeringan (drying). Gabah direndam dalam air pada suhu dan lama waktu tertentu hingga diperoleh kadar air 30%, kemudian dikukus lalu dikeringkan sampai kadar air aman disimpan (±12%). Gabah pratanak kemudian disimpan dan langsung digiling menjadi beras pratanak. Tujuan dari pratanak adalah untuk menghindari kehilangan dan kerusakan beras, baik ditinjau dari nilai gizi maupun rendemen yang dihasilkan. Menurut Hasbullah (2011), kelebihan lain dari proses pratanak adalah melakukan proses sterilisasi gabah setelah dipanen, yang mungkin mengandung kotoran dan telur serangga yang terinvestasi di dalamnya. Selain itu, kelebihan proses pratanak dapat dilihat pada mutu giling, mutu gizi, sifat fungsional, dan sifat organoleptik. Berikut pada Tabel 5 terlihat hasil penelitian Widowati et al. (2009) mengenai perbedaan indeks glikemik antara beras giling dengan beras melalui proses pratanak.

19 9 Tabel 5 Pengaruh proses pratanak terhadap nilai indeks glikemik beras Indeks glikemik Varietas Beras giling Beras pratanak Sintanur Gilirang Ciherang IR Mekongga IR Batang Lembang Sumber : Widowati et al (2009). Studi tentang beras pratanak dimulai dengan adanya isu-isu dari dunia kesehatan, bahwa orang yang memakan nasi dari beras pratanak terhindar dari penyakit beri-beri dan diabetes melitus. Penyakit tersebut disebabkan oleh kekurangan vitamin B1 atau thiamine sedangkan penyakit diabeter melitus karena zat insulin yang diproduksi tubuh kurang dari yang dibutuhkan sehingga penderita diabetes melitus tidak boleh banyak mengkonsumsi pangan yang mempunyai kadar amilosa/indeks glikemik yang tinggi (Tjiptadi dan Nasution 1985). Harapannya dengan penelitian lanjutan mengenai beras pratanak dapat membantu pasien penyakit diabetes untuk dapat mengkonsumsi nasi karena beras pratanak memiliki nilai indeks glikemik yang rendah. Nilai indeks glikemik yang rendah dapat mengendalikan kadar glukosa dalam darah, sedangkat serat pangan yang tinggi akan memperlambat laju pengosongan lambung. Oleh karena itu, orang yang mengkonsumsi nasi dari pengolahan beras pratanak akan merasa kenyang lebih lama atau tidak cepat lapar (Widowati et al. 2009). Kekurangan nasi dari pengolahan beras pratanak adalah mempunyai warna yang cenderung kecoklatan atau agak kusam akibat dari terdifusinya berbagai komponen dari bekatul dan sekam, hal ini berdampak pada penurunan aroma nasi dan sifat kepulenan. Selain itu, mengapa masyarakat kurang menyukai beras pratanak dikarenakan nasinya pera atau tidak pulen (tidak melekat satu sama lain), warnanya kurang putih, aromanya asing, dedak yang melekat sangat sulit dihilangakan, membutuhkan biaya pengolahan yang lebih banyak, lebih mudah tengik, membutuhkan waktu yang cukup lama dalam memasak nasi dari beras pratanak (Wimberly 1983). Namun seiring tingginya kesadaran masyarakat akan kesehatan, pencegahan gizi buruk, mahalnya harga obat-obatan dan pengobatan yang membutuhkan dokter spesialis, maka mengkonsumsi nasi dari beras pratanak merupakan solusi yang tepat. Ini berarti dapat diprediksi bahwa kebutuhan akan pengembangan teknologi pengolahan beras pratanak terbuka lebar seiring permintaan masyarakat untuk menghasilkan beras yang bermutu, sehat, dan baik dicerna oleh tubuh. Terjadinya perubahan zat gizi pada proses pratanak dapat dilihat pada Tabel 6.

20 10 Tabel 6 Kandungan zat gizi beras (100 g) hasil berbagai cara pengolahan Jenis Beras Air Energi Protein Lemak Karbohidrat (g) (kkal) (g) (g) (g) Beras pecah kulit Beras setengah giling Beras giling Beras parboiled Sumber : Damardjati (1981) dalam Akhyar (2009) Proses Pembuatan Beras Pratanak Pada prinsipnya beras pratanak melalui tiga tahapan yaitu perendaman (soaking), pengukusan (steaming), dan pengeringan (drying). Namun menurut Ali dan Ojha (1976) menyatakan bahwa prinsip dasar dari proses pratanak padi/gabah adalah pembersihan (cleaning), perendaman (soaking), pengukusan (steaming), dan pengeringan (drying). Selain keempat tahap tersebut, ada juga tahap penggilingan (milling) yang juga merupakan tahap yang sangat penting untuk mendapatkan hasil beras pratanak. Berikut ini penjelasan detail tahapan-tahapan tersebut : 1. Pembersihan (cleaning) Gabah yang akan diproses pratanak dibersihkan terlebih dahulu dari kotorankotoran dan benda asing. Cara lama pembersihan gabah dengan pengapuran. Hal ini dimaksudkan untuk memisahkan gabah hampa, daun, dan benda lain yang ringan dari tumpukan gabah. Jika teknologi gradding gabah memadai dapat digunakan alat pemisah kotoran kecil, ringan dan berat berupa aspirator ataupun sieving. 2. Perendaman (soaking) Proses perendaman atau soaking bertujuan untuk memasukkan air ke dalam ruang inter cellular dari sel-sel pati endosperm dan sebagian air diserap oleh selsel pati sendiri sampai pada tingkat tertentu, sehingga cukup untuk proses gelatinisasi. Selama perendaman, gabah harus benar-benar terendam air. Perendaman umumnya dilakukan dengan dua cara, yaitu perendaman dengan air bersuhu ruang dan perendaman dengan air panas. Periode perendaman tergantung kepada suhu air yang digunakan. Semakin tinggi suhu air tersebut maka waktu perendaman semakin singkat. Padi atau gabah yang direndam pada suhu lingkungan (20-30 o C) membutuhkan waktu selama 36 hingga 48 jam agar gabah dapat mencapai kadar air 30%. Pada perendaman yang dilakukan dengan air panas bersuhu sekitar o C hanya membutuhkan waktu selama 2 hingga 4 jam perendaman (Wimberly 1983). 3. Pengukusan (steaming) Setelah mengalami perendaman dalam jangka waktu tertentu, gabah tersebut diberi uap panas (steaming). Steaming ini ditujukan untuk melunakkan struktur sel pati endosperm sehingga tekstur granula pati dari endosperm menjadi seperti pasta akibat proses gelatinisasi. Gelatinisasi total merupakan tujuan utama dari proses pratanak sehingga memberikan hasil yang jernih. Alat pengukusan yang digunakan dapat berupa ketel, tangki metal tanpa ataupun yang dilengkapi dengan boiler. Sumber panas untuk steam yang digunakan pada proses

21 pengukusan beras pratanak adalah tungku. Bahan bakar untuk tungku steam ini menggunakan biomassa berupa serbuk gergaji atau sekam hasil samping penggilingan padi. Menurut Wimberly (1983), pemberian uap panas ini juga mempunyai beberapa kelebihan diantaranya panas yang tinggi dapat diaplikasikan pada suhu yang konstan, relatif mudah ditangani, pengendalian suhu gabah yang mudah, dapat dihentikan secara cepat, dan mempunyai tingkat pindah panas yang tinggi dibanding media lain (seperti halnya air panas). Pada umumnya steam jenuh yang digunakan untuk pengukusan mempunyai tekanan antara 1-5 kg/cm 2 atau pada suhu sekitar o C. Pengukusan pada tangki yang kecil membutuhkan waktu 2-3 menit dan pada tangki yang besar dapat memakan waktu selama menit. 4. Pengeringan (drying) Pengeringan dalam proses pratanak sedikit berbeda dengan pengeringan untuk padi biasa atau tanpa proses pratanak. Hal ini disebabkan karena padi pratanak mempunyai suhu yang lebih tinggi (bisa mencapai 100 o C), mengandung kadar air yang tinggi (dapat mencapai 45%), tekstur butir yang berbeda akibat pemanasan yang intensif dan steril akibat pemanasan yang dilakukan terutama pada saat steaming (Burhanudin 1981). Pengeringan gabah hasil pratanak dilakukan hingga mencapai kadar air gabah kering giling (GKG) yaitu 14%. Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan energi matahari secara langsung (sun drying) ataupun menggunakan alat pengering yang sudah ada. Pengeringan terhadap padi yang telah direndam dan dikukus harus dilakukan dengan segera untuk menghindari pertumbuhan jamur dan terjadinya fermentasi. Pengeringan ini merupakan tahap akhir dalam pengolahan padi secara pratanak (parboiling rice). Penundaan pengeringan yang dilakukan terhadap padi pratanak akan mengakibatkan proses gelatinisasi terus berlangsung serta akan mengakibatkan butir padi menjadi berwarna gelap akibat terlalu lama dibiarkan di udara terbuka. Penundaan pengeringan juga akan mengakibatkan pertumbuhan jamur dan kapang. Walaupun gabah tersebut telah steril akan tetapi kadar air gabah yang tinggi tersebut sangat sesuai bagi perkembangan mikroorganisme tersebut. 5. Penggilingan (milling) Tahap akhir untuk menghasilkan beras pratanak adalah penggilingan (milling). Patiwiri (2006) menerangkan bahwa proses penggilingan padi diawali dengan pembersihan awal untuk membersihkan gabah dari kotoran-kotoran hingga gabah menjadi bersih. Selanjutnya gabah bersih mengalami proses pemecahan kulit sehingga sekam yang berbobot sekitar 20% dari bobot awal gabah akan terlepas dari butiran gabah dan menghasilkan beras pecah kulit. Jika butir gabah tidak ditemukan pada beras pecah kulit, maka proses pemecahan kulit dikatakan sempurna. Beras pecah kulit hasil penggilingan masih berwarna coklat kusam sehingga perlu proses penyosohan guna memisahkan bekatul dan untuk mendapatkan warna beras yang mengkilap. Setelah penyosohan selesai maka hasil akhir penggilingan yang berupa beras telah siap untuk menjadi bahan pangan dan dikonsumsi. 11

22 12 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan mulai dari bulan Juni sampai dengan September 2015 di beberapa tempat dan laboratorium berikut : 1. Penggilingan Padi Sinar Jati Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon. 2. Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo (Leuwikopo), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. 3. Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Gabah Kering Giling (GKG) varietas IR 42 dan Gabah Kering Giling (GKG) varietas Ciherang yang didapatkan dari Penggilingan Padi Sinar Jati Dukupuntang, Cirebon. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer bola basah dan bola kering, bak perendaman gabah, termokopel, stopwatch, cylinder separator, kett moisture tester, hybrid recorder, crown moisture tester, cawan, timbangan digital, tangki pengukusan, mesin penggiling padi, termometer, timbangan dan alat-alat untuk uji organoleptik. Unit pengolahan beras pratanak dan alat bantu lainnya disajikan pada Gambar 1.

23 13 (a) (b) (c) (d) Gambar 1 Unit pengolahan beras pratanak : bak perendaman (a), tangki pengukusan (b), steam boiler (c), dan alat sortir (d) Prosedur Penelitian Secara umum, pembuatan beras pratanak terdiri dari 5 tahap yaitu pembersihan, perendaman, pengukusan, pengeringan, dan penggilingan. Pembersihan atau sortasi dilakukan dengan menggunakan mesin pembersih padi. Tujuannya untuk memisahkan gabah hampa dan benda-benda asing. Selanjutnya adalah perendaman, pada proses perendaman gabah menggunakan air dengan suhu sekitar 60±5 o C selama rentang waktu 4 jam. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kadar air gabah. Gabah yang telah direndam selanjutnya dikukus dalam tangki pengukusan dengan suhu sekitar o C dengan waktu bervariasi yaitu t1 selama 20 menit, t2 selama 30 menit, dan t3 berupa kontrol (gabah tanpa proses perendaman dan tanpa proses pengukusan) sehingga diperoleh gabah yang mengalami gelatinisasi dan sekam yang sedikit terbuka (pecah). Selanjutnya dilakukan pengeringan dengan bantuan sinar matahari sampai kadar air gabah mencapai 12-14%. Gabah yang kering kemudian digiling dan dilakukan analisis mutu fisik beras pratanak hingga diperoleh beras pratanak varietas Ciherang atau beras pratanak varietas IR 42 yang paling baik. Penelitian dilakukan dua tahap yakni untuk Gabah Kering Giling (GKG) varietas Ciherang, dan Gabah Kering

24 14 Giling (GKG) varietas IR 42. Pada setiap pengolahan beras pratanak menggunakan 100 kg gabah kering giling. Diagram alir prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Gabah Kering Giling (GKG) Varietas IR 42 Varietas Ciherang Pembersihan Perendaman T air 60±5 o C selama 4 jam t = 20 menit Pengukusan T = o C t = 30 menit Kontrol (Tanpa perendaman dan pengukusan) Pengeringan Hingga KA = 12-14% Penggilingan Beras pratanak Pengamatan mutu beras : Mutu fisik (butir kepala, butir patah, butir menir) dan rendemen. Selesai Gambar 2 Diagram alir prosedur penelitian

25 15 Analisis Data Rendemen Pengukuran rendemen beras pratanak dihitung berdasarkan perbandingan berat akhir beras pratanak yang dihasilkan (b kg) terhadap berat awal gabah yang digunakan (a kg) rendemen dihitung dengan rumus : Rendemen = (b/a) * 100% (1) Kadar Air, Metode Oven (AOAC 1995) Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang (a gram). Sampel ditimbang sebanyak 2 gram lalu dimasukkan dalam cawan (b gram/berat awal) dan dikeringkan dalam oven dengan suhu o C selama 3 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Sampel dipanaskan lagi di dalam oven sampai tercapai berat konstan (c gram/berat akhir) yang kira-kira dibutuhkan waktu 72 jam untuk bisa konstan beratnya. Kadar air dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut : Kadar air (%) = (b a) (c a) * 100% (2) (b a) Mutu Giling (SNI ) Penentuan derajat sosoh dilakukan pada beras contoh analisis sebanyak 100 gram secara visual dengan indra penglihatan menggunakan pertolongan kaca pembesar yang dibandingkan dengan contoh beras standar yang mempunyai derajat sosoh 100%, 90%, dan 80%. Sampel beras giling dan beras pratanak ditimbang sebanyak 100 gram (berat awal) dengan 3 kali ulangan. Sampel dipisahkan menjadi butir kepala (>2/3), butir patah (1/3-2/3) dan butir menir (<1/3) dengan menggunakan alat rice grader/cylinder separator. Bobot dari masing-masing butir kepala, butir patah dan butir menir tersebut selanjutnya ditimbang. Mutu giling beras pratanak ditentukan dengan rumus sebagai berikut : berat beras kepala Butir kepala (%) = * 100% (3) Butir patah (%) = Butir menir (%) = berat awal berat beras patah berat awal berat beras menir berat awal * 100% (4) * 100% (5) Uji Organoleptik (Soekarto 1985) Pengujian organoleptik dikenal dengan sebutan pengujian sensori atau pengujian dengan indra. Pengujian sensori ini bisa dikatakan unik dan berbeda dengan pengujian menggunakan instrumen karena melibatkan manusia tidak hanya sebagai objek analisis, akan tetapi juga sebagai alat penentu hasil atau data yang diperoleh. Penilaian nasi secara organoleptik memerlukan fasilitas laboratorium (peralatan dan ruang penyajian) dan suasana penilaian. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik. Uji hedonik dilakukan dengan menggunakan relawan sebagai konsumen dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap produk yang diuji berupa nasi dari beras pratanak. Dalam penelitian ini beras pratanak yang telah ditanak sebelumnya diberi

26 16 kode-kode untuk tiap-tiap sampel nasi kemudian disajikan kepada panelis satu per satu dengan tujuan agar panelis tidak membandingkan antara beberapa sampel nasi pratanak dengan nasi yang berasal dari beras kontrol (panelis disini tidak terlatih baik dari mahasiswa maupun pegawai secara acak tanpa adanya pemilihan tertentu). Parameter pada beras pratanak yang diuji meliputi aroma, warna, kepulenan, kelengketan dan kesukaan secara keseluruhan terhadap nasi beras pratanak. Tingkat kepulenan dan peranya nasi dapat diketahui dengan cara mengunyahnya, sedangkan ukuran penilaian kelengketan didasarkan pada cara memijit nasi dimana nasi dikatakan lengket bila melekat diantara kedua jari. Pengujian dilakukan dengan uji skorsing pada skala 1-7. Panelis diminta memberikan skor 7 (sangat suka), 6 (suka), 5 (agak suka), 4 (netral), 3 (agak tidak suka), 2 (tidak suka), 1 (sangat tidak suka). Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK). Perlakuannya adalah lama proses pengukusan dengan 3 taraf yaitu 20 menit, 30 menit, dan kontrol. Untuk kontrol merupakan gabah tanpa pengukusan dan perendaman. Sebagai kelompok adalah varietas padi dengan 2 taraf kelompok yakni gabah kering giling varietas IR 42 dan varietas Ciherang. Data kemudian dianalisis menggunakan uji sidik ragam dan apabila hasilnya berpengaruh nyata terhadap respon parameter mutu, maka dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf alfa (α) = 5 %. Rumus rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut : dimana : Yij = µ + τi + βj + ɛij Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j µ = rataan umum τi = pengaruh perlakuan ke-i βj = pengaruh kelompok/blok ke-j ɛij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Perendaman Gabah Gabah sebelum dilakukan perendaman sebaiknya dibersihkan terlebih dahulu dari gabah hampa, daun, dan benda asing lain. Pada penelitian ini proses pembersihan gabah dilakukan dengan cara pengapungan dimana gabah yang sedang direndam diaduk-aduk untuk pemerataan suhu air. Gabah hampa, daun, dan benda asing yang ringan akan terapung diatas permukaan air. Gabah hampa yang mengapung kemudian dipisahkan dengan gabah yang berisi. Kadar air awal gabah varietas Ciherang dan gabah varietas IR 42 berturut-turut 13.6±0.8 % dan 14.0±0.1 %. Untuk kadar air gabah kontrol varietas Ciherang dan IR 42 berturutturut 14.9±0.1 % dan 13.7±0.1 %. Perendaman gabah bertujuan untuk meningkatkan kadar air gabah. Lamanya perendaman gabah yakni selama 4 jam pada suhu 60±5 o C. Hal tersebut mengacu kepada penelitian Putri (2012) yang menyimpulkan bahwa lama perendaman yang dipilih adalah lama perendaman 4 jam karena dapat meningkatkan rendemen giling, tidak berpengaruh secara

27 signifikan terhadap perubahan komposisi kimia beras pratanak serta menghemat energi dan waktu. Lamanya perendaman gabah selama 4 jam dapat menghemat energi dan waktu sependapat juga dengan Wimberly (1983) bahwa semakin tinggi suhu air tersebut maka waktu perendaman semakin singkat. Perendaman pada suhu lingkungan (20-30 o C) membutuhkan waktu lebih lama (36-48 jam) agar dapat mencapai kadar air 30 %. Perendaman gabah pada suhu lingkungan juga menyebabkan penurunan kualitas, aroma, dan rasa yang tidak enak dari beras pratanak yang dihasilkan (Ramalingan dan Raj 1996). Suhu perendaman harus dijaga konstan agar proses masuknya air ke dalam ruang inter cellular dari sel-sel pati endosperm dan sebagian besar diserap oleh selsel pati sendiri sampai pada tingkat tertentu sehingga cukup untuk proses gelatinisasi (Akhyar 2009). Agar suhu perendaman gabah konstan maka diperlukan penambahan air panas secara berkala. Perendaman gabah untuk pembuatan beras pratanak tidak disarankan menggunakan air dingin karena fermentasi pati akan terjadi. Fermentasi pati akan menyebabkan tumbuhnya jamur dan mikroorganisme yang merugikan pada gabah dan menyebabkan bau yang tidak sedap pada beras pratanak. Dari hasil penelitian, kadar air gabah setelah perendaman gabah meningkat menjadi 28.7±1.7 % untuk varietas Ciherang dan 27.7±4.6 % untuk gabah varietas IR 42. Lamanya perendaman untuk mencapai target kadar air gabah % tergantung pada suhu air yang digunakan, semakin panas air yang digunakan semakin singkat waktu perendaman. Kadar air keseimbangan kurang lebih 29 % pada suhu ruang dan suhu 50 o C, kadar air keseimbangan antara % pada suhu 60 o C dan pada suhu 75 o C atau lebih tinggi maka absorbsi air meningkat juga (Hoseney 1998). Absorpsi air ke dalam biji beras antara lain dipengaruhi suhu perendaman (Lee et al. 1995). Kecepatan absorbsi air akan meningkat dengan naiknya suhu perendaman. Miah et al. (2002) menjelaskan bahwa pada perendaman panas memungkinkan terganggunya ikatan hidrogen dan melemahkan struktur misel dari granula pati sehingga lebih banyak air yang menembus ke dalam gabah. Ruang antara kulit dan endosperm menjadi jenuh dengan cepat melalui pori-pori sekam. Gambar proses perendaman gabah dapat dilihat pada Lampiran 1. Sebaran Suhu Perendaman Gabah Proses perendaman gabah dilakukan pada bak perendaman. Pada saat perendaman berlangsung, penyebaran suhu gabah diukur pada masing-masing perlakuan agar didapatkan kadar air yang diinginkan. Dari hasil pengujian didapatkan grafik sebaran suhu selama perendaman pada varietas Ciherang dan IR 42 yang disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan grafik sebaran suhu perendaman gabah pada Gambar 3 menunjukkan bahwa suhu selama perendaman pada varietas Ciherang dan IR 42 pada menit ke-0 adalah 54.3±3.4 o C dan 55.1±1.3 o C dan pada menit ke-240 berakhir pada suhu 56.7±0.7 o C dan 56.5±0.6 o C. Suhu rata-rata perendaman gabah varietas Ciherang dan IR 42 berturut-turut yaitu 55.9±1.4 o C dan 55.1±1.3 o C. Data sebaran suhu selama perendaman gabah dapat dilihat pada Lampiran 2. 17

28 Suhu ( o C) varietas Ciherang varietas IR Waktu (menit) Gambar 3 Grafik sebaran suhu selama perendaman gabah Proses Pengukusan Gabah Pengukusan gabah dilakukan untuk meningkatkan kadar nutrisi pada gabah. Peningkatan nutrisi ini akan terjadi pada proses pengukusan gabah yakni pada proses gelatinisasi. Perubahan yang terjadi secara kasat mata (fisik) pada proses ini adalah perubahan warna dan swelling atau pembengkakan yang terjadi pada butir gabah. Semakin lama proses pengukusan gabah maka berdampak pada warna beras yang semakin gelap dan beras semakin tidak mudah pecah. Lama pengukusan pada penelitian ini yaitu 20 menit dan 30 menit pada suhu o C. Proses pengukusan dilakukan dengan mengalirkan steam yang berasal dari boiler. Gambar proses pengukusan gabah dapat dilihat pada Lampiran 1. Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukkan banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air juga merupakan komponen penting dalam bahan pangan. Berikut hasil pengukuran terhadap kadar air gabah setelah proses pengukusan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Kadar air gabah setelah proses pengukusan Perlakuan Varietas Ciherang IR 42 Lama pengukusan (menit) Kadar air setelah pengukusan (%) ± ± ± ±0.1 Pada Tabel 7 ditunjukkan kadar air gabah setelah proses pengukusan. Kadar air yang terukur setelah proses pengukusan gabah mengalami penurunan bila dibandingkan dengan proses perendaman gabah yang bisa mencapai kadar air 28.7±1.7 %. Menurunnya kadar air gabah pada proses pengukusan gabah kemungkinan terjadi karena pengolahan bahan pangan dengan menggunakan suhu

29 Suhu ( o C) tinggi (proses pengukusan) dapat menyebabkan terjadinya penguapan air pada bahan pangan tersebut. Selain itu, dilihat dari lama pengukusan bahwa semakin lama pengukusan gabah akan mengakibatkan berkurangnya kadar air pada gabah tersebut dalam jumlah banyak. Hal ini sesuai dengan Winarno (1997) yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan semakin banyak pula molekul-molekul air yang keluar dari permukaan dan menjadi gas. Sebaran Suhu Pengukusan Gabah Proses pengukusan gabah dilakukan pada perlakuan lama pengukusan 20 menit dan 30 menit dengan suhu o C. Proses pengukusan gabah menggunakan dua buah silo pengukusan dengan masing-masing silo berkapasitas 100 kg. Masing-masing silo tersebut dilengkapi dengan pipa uap dimana pada tepi uap terdapat lubang pengeluaran uap. Pengambilan data dilakukan setiap 1 menit. Selama proses pengukusan gabah, suhu gabah mengalami perkembangan. Suhu uap pengukusan pada gabah mencapai rata-rata ±0.09 o C. Berikut pada Gambar 4 ditunjukkan grafik sebaran suhu gabah dan uap selama pengukusan. Berdasarkan grafik tersebut, suhu gabah varietas Ciherang dan IR 42 pada menit ke-0 berturutturut 47.62±0.86 o C dan 54.97±15.01 o C kemudian meningkat secara signifikan menit ke-8 pada varietas IR 42 dan menit ke-4 pada varietas Ciherang. Suhu pengukusan gabah varietas Ciherang terus meningkat secara signifikan pada menit ke-20. Suhu akhir lama pengukusan 20 menit ialah 83.48±5.64 o C pada varietas Ciherang dan ±0 o C pada varietas IR 42. Suhu gabah varietas Ciherang berangsur meningkat dan konstan setelah menit ke-22 hingga menit ke-30 mencapai 100.8±0 o C terjadi karena api pada boiler yang semakin panas menyebabkan suhu steam pada tangki air meningkat. Hal itu berakibat pada tekanan silo pengukusan semakin tinggi dan suhu steam di dalam silo pengukusan semakin tinggi juga, akan tetapi karena steam yang keluar pada tepi uap dimana terdapat lubang pengeluaran uap lebih sedikit dibandingkan dengan steam yang masuk maka suhu gabah yang ada di dalam silo pengukusan menjadi semakin tinggi. Data sebaran suhu gabah dan uap selama pengukusan dapat dilihat pada Lampiran suhu gabah varietas Ciherang suhu gabah varietas IR 42 suhu uap Waktu (menit) Gambar 4 Grafik sebaran suhu gabah dan uap selama pengukusan

30 20 Proses Pengeringan Gabah Setelah proses pengukusan selama 20 menit dan 30 menit selesai, proses selanjutnya adalah pengeringan. Pengeringan ditujukan untuk menurunkan kadar air gabah hingga mencapai kadar air GKG yaitu antara %. Pada kadar air tersebut, gabah siap untuk digiling menjadi beras dan aman disimpan dalam jangka waktu yang lama. Metode pengeringan yang digunakan pada penelitian ini adalah memanfaatkan sinar matahari langsung. Penjemuran menggunakan alas berupa lantai jemur yang ada di penggilingan padi tersebut. Hal ini dilakukan dengan tujuan pemerataan panas matahari, memudahkan dalam mengumpulkan gabah serta menekan hilangnya butiran gabah. Gambar proses pengeringan gabah dapat dilihat pada Lampiran 1. Gabah yang telah dijemur selanjutnya persiapan untuk digiling. Penggilingan ialah proses untuk memisahan antara butir gabah (sekam) dengan beras. Proses penggilingan dimulai dengan pemecahan kulit gabah. Gambar proses penggilingan gabah pratanak dapat dilihat pada Lampiran 1. Karena setelah pemecahan kulit, beras pecah kulit masih berwarna gelap maka proses selanjutnya dilakukan penyosohan. Proses penyosohan dilakukan guna menghilangkan dedak dan bekatul. Disamping itu pula agar penampakannya lebih menarik. Manfaat proses penyosohan sendiri adalah untuk mengolah beras pecah kulit menjadi beras yang putih dan warnanya yang mengkilap. Menurut Gariboldi (1974) menyatakan sebelum digiling, beras pratanak harus diistirahatkan untuk menghilangkan panas yang diterima selama perendaman, pengukusan, dan pengeringan. Pengaruh Lama Pengukusan Terhadap Mutu Fisik dan Rendemen Beras Pratanak Mutu Fisik dan Rendemen Beras Pratanak Pengamatan mutu fisik dilakukan pada saat gabah padi selesai diolah dan kemudian digiling dan disosoh. Proses penggilingan dan penyosohan dilakukan di tempat yang sama yaitu di Penggilingan Padi Sinar Jati Desa Dukupuntang, Kabupaten Cirebon. Klasifikasi mutu beras pratanak yang dihasilkan dilakukan dengan melihat kriteria yang ada pada standar mutu beras yang sudah ditetapkan. Pengamatan parameter utama seperti butir kepala, butir patah, dan butir menir dilakukan dalam skala laboratorium menggunakan Satake Test Rice Grader di Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo-Leuwikopo, sedangkan parameter lainnya dilakukan pemisahan manual dengan pengamatan visual. Hasil pengukuran kadar air beras pratanak pada varietas Ciherang dengan lama pengukusan 20 menit, 30 menit, dan kontrol adalah 13.5±0.1 %, 14.5±0.2 %, dan 12.9±0.2 %. Adapun hasil pengukuran kadar air beras pratanak pada varietas IR 42 dengan lama pengukusan 20 menit, 30 menit, dan kontrol adalah 13.2±0.1 %, 13.5±0.0 %, dan 13.4±0.1 %. Berikut disajikan pada Tabel 8 pengaruh lama pengukusan terhadap sifat fisik dan rendemen pada gabah varietas Ciherang dan IR 42.

31 Tabel 8 Pengaruh lama pengukusan terhadap sifat fisik dan rendemen pada gabah varietas Ciherang dan IR 42 Varietas Perlakuan Lama pengukusan (menit) Butir kepala (%) Butir patah (%) Butir menir (%) Rendemen (%) ±10.0 b 25.3±9.8 a 4.9±2.8 a 68.6±0.8 ab Ciherang ±15.9 a 58.7±11.7 b 14.5±4.0 b 71.2±0.2 b kontrol 66.4±0.1 b 19.3±2.4 a 4.2±0.8 a 65.4±1.6 a ±2.3 a 58.1±1.7 b 15.8±2.8 b 71.8±2.6 a IR ±16.4 a 52.4±5.3 b 16.2±11.5 b 72.2±1.0 a kontrol 87.6±0.2 b 11.2±0.4 a 1.0±0.1 a 68.1±0.3 a Keterangan : Angka diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji lanjut Duncan Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 8, dapat diketahui bahwa proses pratanak dengan lama pengukusan 20 menit dan 30 menit pada varietas Ciherang dan IR 42 dapat meningkatkan rendemen giling dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan rendemen giling beras pratanak disebabkan adanya proses perendaman dan pengukusan yang mengakibatkan terjadinya gelatinisasi pati yang akan menutup retakan dari butir beras. Menurut Burhanudin (1981), peningkatan rendemen giling ini disebabkan ikatan sel-sel beras lebih kompak dan kuat sehingga pada proses penggilingan lebih tahan terhadap gesekan saat pengupasan dan penyosohan. Dilihat dari lamanya waktu pengukusan menunjukkan bahwa semakin lama pengukusan akan cenderung menghasilkan rendemen giling beras pratanak yang semakin tinggi. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam lama pengukusan pada varietas Ciherang berpengaruh nyata terhadap rendemen giling beras pratanak. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa persentase rendemen memberikan perbedaan nyata antar perlakuan lama pengukusan (20 menit dan 30 menit). Persentase rendemen kontrol dengan perlakuan juga berbeda nyata. Hasil data analisis ragam dan uji lanjut Duncan disajikan pada Lampiran 4. Pada varietas IR 42, rendemen tertinggi pada perlakuan lama pengukusan 30 menit. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam lama pengukusan pada varietas IR 42 tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen giling beras pratanak. Hasil data analisis sidik ragam disajikan pada Lampiran 5. Fokus parameter mutu fisik beras pratanak pada penelitian ini adalah butir kepala, butir patah, dan butir menir. Hasil analisis sidik ragam mutu fisik beras pratanak pada varietas Ciherang pada Lampiran 6-8 menunjukkan bahwa lama pengukusan memberikan pengaruh nyata terhadap persentase butir kepala, butir patah, dan butir menir. Dengan uji lanjut Duncan dapat dilihat bahwa beras pratanak dengan pengukusan 20 menit dan kontrol berbeda nyata dengan beras pratanak pengukusan 30 menit (parameter butir kepala), beras pratanak dengan pengukusan 20 menit dan kontrol berbeda nyata dengan beras pratanak pengukusan 30 menit (parameter butir patah), dan beras pratanak dengan pengukusan 20 menit dan kontrol berbeda nyata dengan beras pratanak pengukusan 30 menit (parameter butir menir). Hasil analisis sidik ragam mutu fisik beras pratanak pada varietas IR 42 pada Lampiran 9-11 menunjukkan bahwa lama pengukusan memberikan pengaruh 21

32 22 nyata terhadap persentase butir kepala dan butir patah namun tidak berpengaruh nyata terhadap persentase butir menir. Dengan uji lanjut Duncan dapat dilihat bahwa beras pratanak dengan pengukusan 20 menit dan 30 menit berbeda nyata dengan beras kontrol (parameter butir kepala), dan beras pratanak dengan pengukusan 20 menit dan 30 menit berbeda nyata dengan beras kontrol (parameter butir patah). Lama pengukusan dapat berkaitan dengan persentase butir kepala yang dihasilkan dimana semakin lama pengukusan diduga akan semakin tinggi pula persentase butir kepala yang dihasilkan. Lama pengukusan cenderung meningkatkan persentase butir kepala pada varietas Ciherang namun pada varietas IR 42 terjadi penurunan persentase butir kepala dan peningkatan persentase butir patah. Tingginya persentase butir patah dan butir menir serta rendahnya butir kepala kemungkinan karena faktor genetik, teknik pengeringan, teknik pemanenan, dan kadar air. Selain itu kemungkinan dapat terjadi karena kondisi pengolahan dan karakter masing-masing varietas gabah. Menurut Budijanto dan Sitanggang (2011) melaporkan bahwa bahwa produktivitas dari penggilingan padi terkait dengan rendemen butir kepala yang dihasilkan dimana faktor yang mempengaruhi salah satunya adalah varietas gabah yang digunakan. Adanya butir patah juga dapat disebabkan oleh proses penyosohan (Patiwiri 2006). Pada proses pengukusan terjadi gelatinisasi pati. Menurut Fonseca et al. (2014) bahwa pada proses pengukusan terjadi gelatinisasi pati dimana terjadi perubahan dari fase amorf ke bentuk pasta dan setelah pengeringan berubah ke fase kristal. Fase kristal ini akan membuat tekstur beras lebih kompak sehingga memberikan keuntungan pada proses penggilingan karena menghasilkan rendemen butir kepala lebih tinggi dibandingkan kontrol. Pengaruh Lama Pengukusan Terhadap Mutu Nasi Pratanak Organoleptik Pengujian organoleptik adalah salah satu cara untuk mengetahui tingkat penerimaan/kesukaan konsumen terhadap nasi pratanak (uji hedonik). Uji organoleptik suatu bahan pangan atau makanan merupakan penilaian menggunakan panca indra yaitu indra penglihatan, pencicip, pembau dan pendengar (Soekarto 1985). Jumlah panelis yang melakukan uji organoleptik adalah 20 orang panelis tidak terlatih. Panelis menilai produk nasi pratanak secara subyektif dan spontan tanpa membandingkan contoh satu sama lain. Panelis memberikan angka nilai atau menetapkan nilai mutu sensorik terhadap nasi pratanak pada jenjang skala mutu yang telah baku. Parameter yang diamati pada pengujian organoleptik ini adalah aroma, warna, kepulenan, kelengketan, dan kesukaan secara keseluruhan. Berikut disajikan pada Tabel 9 yang menunjukkan rata-rata skor organoleptik uji hedonik.

33 23 Varietas Tabel 9 Hasil rata-rata skor organoleptik uji hedonik Perlakuan Rata-rata skor organoleptik*) Lama pengukusan (menit) Aroma Warna Kepulenan Kelengketan Kesukaan secara Keseluruhan Ciherang 20 menit menit IR menit menit *) 7=(sangat suka), 6=(suka), 5=(agak suka), 4=(netral), 3=(agak tidak suka), 2=(tidak suka), 1=(sangat tidak suka) Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa seluruh sampel yang dicobakan memiliki aroma yang berkisar antara 4.05 hingga Skor rata-rata tertinggi parameter aroma terdapat pada sampel nasi pratanak Ciherang lama pengukusan 20 menit (skor=5.25) sedangkan skor rata-rata yang terendah dimiliki oleh sampel nasi pratanak IR 42 kukus 20 menit (skor=4.05). Menurut Juliano (1994) aroma nasi dipengaruhi oleh varietas padinya. Selain dipengaruhi oleh varietas, aroma nasi juga dipengaruhi oleh lama penyimpanan. Beras yang tidak disosoh 100 % akan berbau tidak enak (apek) setelah disimpan dalam jangka waktu yang lama. Hal tersebut disebabkan adanya kandungan lemak dan minyak pada beras yang tidak disosoh. Perubahan aroma selama penyimpanan lebih cepat daripada perubahan warnanya. Untuk pencegahannya dengan cara proses pengemasan yang baik seperti jenis pengemasan yang tidak memiliki tingkat porositas yang tinggi, suhu dan waktu penyimpanan, dll. Aroma pada beras dapat bertahan dengan dilakukan coating (pelapisan) dengan menggunakan maltodekstrin (Haryadi 2008). Parameter lain pada Tabel 9 adalah warna. Berdasarkan hasil uji organoleptik parameter warna dapat diketahui bahwa sampel nasi pratanak yang memiliki skor tertinggi adalah nasi pratanak Ciherang lama pengukusan 20 menit dengan rata-rata 5.70, sedangkan yang memiliki skor terendah adalah nasi pratanak IR 42 lama pengukusan 30 menit dengan rata-rata Beras yang dihasilkan dari proses pratanak (parboiling rice) berwarna kecoklatan dibanding beras kontrol. Haryadi (2008) berpendapat bahwa proses parboiling rice memang mengakibatkan beras menjadi berwarna kecoklatan, aromanya agak berubah, selama pemasakan biji tetap utuh dan terpisah satu sama lain atau tidak lengket, serta lebih lambat dalam penyerapan air sehingga perlu direndam dahulu sebelum dimasak. Walaupun warna nasi beras pratanak pada kedua varietas tidak lebih putih dari beras kontrol namun berdasarkan rata-rata skor organoleptik uji hedonik, nilai warna beras pratanak pada kedua perlakuan dapat diterima karena berada pada area netral. Berikut disajikan Gambar 5 dan 6 perbedaan warna beras pratanak kedua varietas dengan lama pengukusan 20 menit dan 30 menit dibandingkan dengan beras kontrol (tanpa proses perendaman dan pengukusan).

34 24 Gambar 5 Perbedaan warna beras varietas Ciherang berbagai lama pengukusan Gambar 6 Perbedaan warna beras varietas IR 42 berbagai lama pengukusan Dilihat pada Gambar 5 dan 6 dapat diketahui bahwa semakin lama proses pengukusan gabah maka akan berdampak semakin berwarna kuning kecoklatan hingga coklat hasil warna beras pratanak. Hal ini disebabkan selama proses pratanak (tahap perendaman dan pengukusan) terjadi penurunan derajat putih, kemungkinan semakin banyaknya lapisan aleuron atau bekatul yang melekat pada endosperm sehingga warna beras pratanak menjadi agak coklat yang berasal dari sekam dan bekatul. Selain warna beras yang kecoklatan, proses pratanak mengakibatkan adanya butir rusak/kuning. Oleh karena itu diperlukan adanya pemisahan manual atau teknologi sortasi beras agar penampakan butir rusak/kuning dapat dikurangi seminimal mungkin mengingat warna merupakan parameter organoleptik pertama yang dilihat oleh konsumen dalam membeli beras atau mengkonsumsi nasi. Parameter selanjutnya adalah kepulenan. Berdasarkan hasil uji organoleptik parameter kepulenen dapat diketahui bahwa sampel nasi pratanak yang memiliki skor tertinggi adalah nasi pratanak Ciherang lama pengukusan 20 menit dengan rata-rata 5.20, sedangkan yang memiliki skor terendah adalah nasi pratanak IR 42 lama pengukusan 20 menit dengan rata-rata Parameter lainnya adalah kelengketan. Berdasarkan hasil uji organoleptik parameter kelengketan dapat diketahui bahwa sampel nasi pratanak yang memiliki skor tertinggi adalah nasi pratanak Ciherang lama pengukusan 20 menit dengan rata-rata 4.85, sedangkan yang memiliki skor terendah adalah nasi pratanak IR 42 pengukusan 20 menit dan 30 menit dengan rata-rata Parameter terakhir yang diuji dalam organoleptik adalah kesukaan secara keseluruhan yakni panelis melihat keseluruhan pada parameter sebelumnya seperti aroma, warna, kepulenan dan kelengketan. Berdasarkan hasil uji organoleptik parameter kesukaan secara keseluruhan dapat

35 diketahui bahwa sampel nasi pratanak yang memiliki skor tertinggi adalah nasi pratanak Ciherang lama pengukusan 20 menit dengan rata-rata 5.40, sedangkan yang memiliki skor terendah adalah nasi pratanak IR 42 lama pengukusan 20 menit dengan rata-rata Secara keseluruhan tampak bahwa hasil organoleptik uji hedonik dapat disimpulkan bahwa nasi pratanak varietas Ciherang dengan perlakuan lama pengukusan 20 menit adalah hasil yang terbaik yang dapat diterima oleh para panelis. Data organoleptik pada tiap-tiap parameter dapat dilihat pada Lampiran Adapun form penilaian yang digunakan dalam uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Proses perendaman pada suhu 55.9±1.4 o C pada varietas Ciherang dan 55.1±1.3 o C pada varietas IR 42 selama 4 jam menghasilkan kadar air gabah dari 13.6±0.8 % (Ciherang) dan 14.0±0.1 % (IR 42) menjadi 28.7±1.7 % (Ciherang) dan 27.7±4.6 % (IR 42). Proses pengukusan dengan suhu ±0.09 o C selama 20 menit pada varietas Ciherang menghasilkan persentase butir kepala tertinggi (69.6±10.0%), persentase butir patah terendah (25.3±9.8%) dan persentase butir menir terendah (4.9±2.8%). Proses pratanak mampu menghasilkan rendemen giling dari 65.4±1.6 % menjadi 68.6±0.8 % (lama pengukusan 20 menit) dan 71.2±0.2 % (lama pengukusan 30 menit) pada varietas Ciherang sedangkan pada varietas IR 42 menghasilkan rendemen dari 68.1±0.3 % menjadi 71.8±2.6 % (lama pengukusan 20 menit) dan 72.2±1.0 % (lama pengukusan 30 menit). Pada organoleptik (uji hedonik nasi pratanak), perlakuan lama pengukusan 20 menit varietas Ciherang merupakan hasil terbaik yang dapat diterima oleh panelis. Berdasarkan hal tersebut kondisi terbaik proses pengolahan beras pratanak yaitu pada gabah varietas Ciherang dengan suhu perendaman 55.9±1.4 o C selama 4 jam dan suhu pengukusan ±0.09 o C dengan lama pengukusan selama 20 menit. Saran Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut tentang analisa indeks glikemik, uji proksimat, dan uji amilopektin dalam beras pratanak pada berbagai lama pengukusan. DAFTAR PUSTAKA Akhyar Pengaruh proses pratanak terhadap mutu gizi dan indeks glikemik berbagai varietas beras Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

36 26 Ali N dan Ojha TP Parboiling technology of paddy. Di dalam: Araullo EV, de Padua DB dan Graham M, editor. Rice Post Harvest Technology. IDRC. Ottawa. Hal Anonim, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Balitbang Deptan [Internet]. [diunduh 2015 Maret 3]. Tersedia pada: http// Anonim, BPTP Kalimantan Selatan. Deskripsi sederhana varietas padi tahun [Internet]. [diunduh 2015 Agustus 1]. Tersedia pada: AOAC Official Method of Analysis. Washington DC (US): AOAC Inc. BPS Badan Pusat Statistik [Internet]. [diunduh 2016 April 4]. Tersedia pada: http//digilib.unila.ac.id/7764/35/bab%2011. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. Standar Nasional Indonesia Beras. Jakarta (ID). Budijanto S, Sitanggang AB Produktivitas dan proses penggilingan padi terkait dengan pengendalian faktor mutu berasnya. Pangan 20 (2): Burhanudin A Mempelajari pengaruh proses pratanak (parboiling) padi terhadap rendemen dan sifat-sifat fisik beras yang dihasilkan dari dua varietas padi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bhattacharya KR, Subba Rao PV Processing condition and miliing yield in parboiling of rice. J. Agr. Food Chem. 14(5): Damardjati DS, Harahap Z Penelitian dan pengembangan mutu beras di Indonesia. Makalah disajikan dalam lokakarya penelitian padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor (ID). Damardjati DS, Harahap Z Struktur Kandungan Gizi Beras. Dalam Padi- Buku 1 Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Damardjati dan Purwani, EY Mutu Beras. Dalam Padi-Buku 3 Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Fonseca FA, Junior MSS, Bassinello PZ, Eifert EC, Garcia DM, Caliari M Technological, physicochemical and sensory changes of upland rice in soaking step of the parboiling process. Acta Scientiarum Technology 36(4): Foster Powell KF, Holt SHA, Miller JCB International table of glycemic index and glicemic load values Am J Clin Nurt. 76: Gariboldi, Rice Parboiling. Food And Agriculture Organization Of The United Nations. Rome (RO). Grist Rice Longmans, Green and Co. Ltd, London (GB). Grist Rice. Formerly Agricultural Economist, Colonial Agricultural Service, Malaya. Longmans, Green and Co. Ltd, London (GB). Haryadi, Teknologi Pengolahan Beras. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Hasbullah R Beras pratanak adalah VHT pada gabah [Internet]. [diunduh 2015 Maret 3]. Tersedia pada: http// Hermanto Warta penelitian dan pengembangan pertanian [catatan penelitian]. 28(2): Hoseney RC Principles of Cereal Science and Technology. American Association of Cereal Chemists, Inc St. Paul. Minnesota. USA. Juliano BO The rice caryopsis and its composition. Di dalam: Houston DF, editor. Rice Chemistry and Technology. AACC Inc. Minnesota.

37 Julianto BO Rice biology. Di dalam: Araullo EV, de Padua DF, editor. Rice Post Harvest Technology. IDRC. Ottawa. Hlm Julianto BO Rice In Human Nutrition. Collaboration IRRI and FAO. Rome (RO). Lee MH, Hettiarachchy NS, Gnanasambandam R, McNew RW Physicochemical Properties of Calcium-Fortified Rice. Cereal Chemistry 72: Miah MAK, Haque A, Douglass MP, Clarke B Parboiling of rice part I: effect of hot soaking time on quality of milled rice. International Journal of Food Science and Technology 37: Muljo S Parboiling sebagai salah satu cara pengawetan beras. Di dalam: Proceeding Seminar Teknologi Pangan I. Balai Penelitian Kimia, Departemen Perindustrian, Bogor (ID). Patiwiri AW Teknologi Penggilingan Padi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Putri PRD Pengaruh lama perendaman terhadap mutu beras pratanak (parboiling rice) varietas IR 64. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ramalingan N, Raj SA Studies on the soak water characteristics in various paddy parboiling methods. Bio-Resources Technology 55: Soekarto ST Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta (ID): Bhatara Karya Aksara. Spetriani Kajian teknologi proses pengolahan beras pratanak (parboiling rice) pada gabah varietas Situ Bagendit. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suhardjo Strategi dibidang konsumsi pangan dalam mendorong terwujudnya swasembada pangan dan perbaikan gizi. Di dalam: Makalah Seminar Kebijakan dan Strategi menuju Tercapainya Swasembada Pangan, Bogor (ID). Tjiptadi W, Nasution MZ Padi dan Pengolahannya. Bogor (ID): IPB Pr. Widowati, Santosa BAS, Astawan M, Akhyar Penurunan indeks glikemik berbagai varietas beras melalui beras pratanak. J Pascapanen 6(1): 1-9. Winarno, Padi dan Beras. Riset Pengembangan Teknologi Pangan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Winarno Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Wimberly, J.E Paddy Rice Post Harvest Industry in Developing Countries. Manila (PH): IRRI (Internasional Rice Research Institute). 27

38 28 Lampiran 1 Gambar proses pengolahan beras pratanak Proses perendaman gabah Proses pengukusan gabah Proses pengeringan gabah Proses penggilingan gabah Proses sortasi beras pratanak

39 29 Lampiran 2 Data sebaran suhu selama perendaman gabah Waktu Suhu perendaman ( o C) (menit) Ciherang IR ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ±0.6 Rata-rata 55.9± ±

40 30 Lampiran 3 Data sebaran suhu gabah dan uap selama pengukusan Waktu (menit) Suhu uap ( o C) Suhu gabah ( o C) Ciherang IR ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ±0.26 Rata-rata ± ± ±21.44

41 31 Lampiran 4 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan rendemen giling beras pratanak varietas Ciherang a. Analisis sidik ragam Rendemen Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F hitung Peluang Corrected Model a Intercept Perlakuan Error Total Corrected Total a. R Squared = (Adjusted R Squared = 0.849) b. Uji lanjut Duncan Duncan a,b Perlakuan N Nilai untuk alfa = Kontrol menit menit Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha = 0.05.

42 32 Lampiran 5 Hasil analisis sidik ragam rendemen giling beras pratanak varietas IR 42 a. Univariate Analysis of Variance Rendemen Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F hitung Peluang Corrected Model a Intercept Perlakuan Error Total Corrected Total a. R Squared = (Adjusted R Squared = 0.530)

43 Lampiran 6 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan mutu fisik (butir kepala) beras pratanak varietas Ciherang a. Analisis sidik ragam Butir kepala Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F hitung Peluang Corrected Model a Intercept Perlakuan Error Total Corrected Total a. R Squared = (Adjusted R Squared = 0.775) b. Uji lanjut Duncan Perlakuan N Nilai untuk alfa = menit Duncan a,b kontrol menit Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha =

44 34 Lampiran 7 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan mutu fisik (butir patah) beras pratanak varietas Ciherang a. Analisis sidik ragam Butir patah Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F hitung Peluang Corrected Model a Intercept Perlakuan Error Total Corrected Total a. R Squared = (Adjusted R Squared = 0.800) b. Uji lanjut Duncan Perlakuan N Nilai untuk alfa = kontrol Duncan a,b 20 menit menit Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha = 0.05.

45 Lampiran 8 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan mutu fisik (butir menir) beras pratanak varietas Ciherang a. Analisis sidik ragam Butir menir Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F hitung Peluang Corrected Model a Intercept Perlakuan Error Total Corrected Total a. R Squared = (Adjusted R Squared = 0.737) b. Uji lanjut Duncan Perlakuan N Nilai untuk alfa = kontrol Duncan a,b 20 menit menit Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha =

46 36 Lampiran 9 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan mutu fisik (butir kepala) beras pratanak varietas IR 42 a. Analisis sidik ragam Butir kepala Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F hitung Peluang Corrected Model a Intercept Perlakuan Error Total Corrected Total a. R Squared = (Adjusted R Squared = 0.903) b. Uji lanjut Duncan Perlakuan N Nilai untuk alfa = menit Duncan a,b 30 menit kontrol Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha = 0.05.

47 Lampiran 10 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan mutu fisik (butir patah) beras pratanak varietas IR 42 a. Analisis sidik ragam Butir patah Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F hitung Peluang Corrected Model a Intercept Perlakuan Error Total Corrected Total a. R Squared = (Adjusted R Squared = 0.980) b. Uji lanjut Duncan Perlakuan N Nilai untuk alfa = kontrol Duncan a,b 30 menit menit Sig Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = a. Uses Harmonic Mean Sample Size = b. Alpha =

48 38 Lampiran 11 Hasil analisis sidik ragam mutu fisik (butir menir) beras pratanak varietas IR 42 a. Analisis sidik ragam Butir menir Sumber keragaman Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F hitung Peluang Corrected Model a Intercept Perlakuan Error Total Corrected Total a. R Squared = (Adjusted R Squared = 0.486)

49 39 Lampiran 12 Data organoleptik terhadap parameter aroma beras pratanak No. Nama Sampel Nasi Pratanak Ciherang Ciherang IR 42 IR 42 kukus 20 menit kukus 30 menit kukus 20 menit kukus 30 menit 1 Aan Ade Irka Engker Deny Saputro Fifa Rohma Rahayu Mordiati Ugik Farista Didik Pramono Putro H. Setiko M. Zahwan Gigih Bangun W M. Mirwan Islamy Naufal Annur S Ujang Endang Siti Kulsum Widaningsih Maman Nurhadi Detio Purnomo Nuryati

50 40 Lampiran 13 Data organoleptik terhadap parameter warna beras pratanak No. Nama Sampel Nasi Pratanak Ciherang Ciherang IR 42 IR 42 kukus 20 menit kukus 30 menit kukus 20 menit kukus 30 menit 1 Aan Ade Irka Engker Deny Saputro Fifa Rohma Rahayu Mordiati Ugik Farista Didik Pramono Putro H. Setiko M. Zahwan Gigih Bangun W M. Mirwan Islamy Naufal Annur S Ujang Endang Siti Kulsum Widaningsih Maman Nurhadi Detio Purnomo Nuryati

51 41 Lampiran 14 Data organoleptik terhadap parameter kepulenan beras pratanak No. Nama Sampel Nasi Pratanak Ciherang Ciherang IR 42 IR 42 kukus 20 menit kukus 30 menit kukus 20 menit kukus 30 menit 1 Aan Ade Irka Engker Deny Saputro Fifa Rohma Rahayu Mordiati Ugik Farista Didik Pramono Putro H. Setiko M. Zahwan Gigih Bangun W M. Mirwan Islamy Naufal Annur S Ujang Endang Siti Kulsum Widaningsih Maman Nurhadi Detio Purnomo Nuryati

52 42 Lampiran 15 Data organoleptik terhadap parameter kelengketan beras pratanak No. Nama Sampel Nasi Pratanak Ciherang Ciherang IR 42 IR 42 kukus 20 menit kukus 30 menit kukus 20 menit kukus 30 menit 1 Aan Ade Irka Engker Deny Saputro Fifa Rohma Rahayu Mordiati Ugik Farista Didik Pramono Putro H. Setiko M. Zahwan Gigih Bangun W M. Mirwan Islamy Naufal Annur S Ujang Endang Siti Kulsum Widaningsih Maman Nurhadi Detio Purnomo Nuryati

53 Lampiran 16 Data organoleptik terhadap parameter kesukaan secara keseluruhan beras pratanak No. Nama Sampel Nasi Pratanak Ciherang Ciherang IR 42 IR 42 kukus 20 menit kukus 30 menit kukus 20 menit kukus 30 menit 1 Aan Ade Irka Engker Deny Saputro Fifa Rohma Rahayu Mordiati Ugik Farista Didik Pramono Putro H. Setiko M. Zahwan Gigih Bangun W M. Mirwan Islamy Naufal Annur S Ujang Endang Siti Kulsum Widaningsih Maman Nurhadi Detio Purnomo Nuryati

54 44 Lampiran 17 Form penilaian organoleptik terhadap beras pratanak PENGUJIAN HEDONIK NASI PRATANAK Nama : Varietas : Ulangan : Lama Pengukusan : Kode : Parameter Sangat Tidak Suka* Tidak Suka* Agak Tidak Suka* Frekuensi Netral* Agak Suka* Suka* Sangat Suka* Aroma Warna Kepulenan Kelengketan Kesukaan Secara Keseluruhan * : Ceklis sesuai dengan pilihan anda Keterangan : - Kepulenan dapat diketahui dengan cara mengunyahnya - Kelengketan dapat diketahui dengan cara memijit nasi dimana nasi dikatakan lengket bila melekat diantara kedua jari - Aroma dapat diketahui dengan cara membaui nasi pratanak

55 45 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Subang pada tanggal 22 Februari 1992 dari ayah Aju dan ibu Widaningsih. Penulis juga mempunyai wali bernama Nurhadi. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di Raudlatul Athfal (RA) Miftahul Huda Rancasari pada tahun 1999, SDN Baktisari pada tahun 2005, SMPN 1 Pamanukan pada tahun 2008, SMAN 1 Subang pada tahun 2011, dan pada tahun yang sama penulis berhasil lulus seleksi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) Undangan dan diterima di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dibeberapa kegiatan organisasi seperti bakti sosial BEM Muda pada tahun 2012, panitia FAC (Fateta Art Contest) pada tahun 2012 sebagai divisi Fundrising, panitia acara Semarak Bidik Misi IPB 2012, Kadiv medis pada rangkaian perlombaan Semarak Bidik Misi IPB 2013, dan Ketua Pelaksana kegiatan POKJA SPP Fateta, pemeriksaan kesehatan gratis Fateta, dan kegiatan Fateta Peduli. Penulis juga aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah Forum Komunikasi Kulawargi Subang (FOKKUS Subang) pada tahun , anggota divisi Advokasi Kesejahteraan Mahasiswa (Adkesmah) Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian pada tahun Pada tahun ajaran 2012/2013 penulis pernah menjadi asistensi mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI) TPB. Pada bulan Juni-Agustus 2014 penulis melakukan Praktik Lapangan di PT PG Rajawali II Unit PG Subang dengan topik : Mempelajari Aspek Keteknikan (Engineering) pada Proses Pengolahan Tebu di PT PG Rajawali II Unit PG Subang.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. GABAH 1. Struktur Gabah Padi merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Klasifikasi ilmiah tanaman padi yang menjadi bahan baku beras adalah sebagai berikut.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di laboratorium LBP (Lingkungan dan Bangunan Pertanian) dan

Lebih terperinci

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara

KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Data pengamatan tinggi tanaman padi (cm) pada umur 3 MST pada P0V1 60.90 60.33 59.33 180.57 60.19 P0V2 53.33 59.00 58.33 170.67 56.89 P0V3 62.97 61.33 60.97 185.27 61.76 P1V1 61.57 60.03 59.33

Lebih terperinci

Deskripsi Padi Varietas Cigeulis Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Deskripsi Padi Varietas Cigeulis Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Deskripsi Padi Varietas Cigeulis Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi 2008 Nama Varietas Tahun Tetua Rataan Hasil Pemulia Golongan Umur tanaman

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNOLOGI PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK (PARBOILING RICE) PADA GABAH VARIETAS SITU BAGENDIT SKRIPSI SPETRIANI F

KAJIAN TEKNOLOGI PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK (PARBOILING RICE) PADA GABAH VARIETAS SITU BAGENDIT SKRIPSI SPETRIANI F KAJIAN TEKNOLOGI PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK (PARBOILING RICE) PADA GABAH VARIETAS SITU BAGENDIT SKRIPSI SPETRIANI F14070125 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 STUDY

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Terminologi Pasca Panen Padi. A. Kualitas Fisik Gabah

II. TINJAUAN PUSTAKA Terminologi Pasca Panen Padi. A. Kualitas Fisik Gabah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terminologi Pasca Panen Padi Kegiatan pascapanen padi perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan dan pengemasan (Patiwiri, 2006). Padi biasanya dipanen pada

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM MEMPRODUKSI BERAS SEHAT MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN BERAS PRATANAK PADA PENGGILINGAN PADI KECIL

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM MEMPRODUKSI BERAS SEHAT MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN BERAS PRATANAK PADA PENGGILINGAN PADI KECIL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM MEMPRODUKSI BERAS SEHAT MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN BERAS PRATANAK PADA PENGGILINGAN PADI KECIL BIDANG KEGIATAN PKM-GT Diusulkan oleh : Ketua Pelaksana

Lebih terperinci

Lampiran 1. BaganPenelitian U I U II U III S1 S2 S3 V1 V2 V3 V2 V1 V cm V3 V3 V1 S2 S3 S1 V cm. 50 cm V1. 18,5 m S3 S1 S2.

Lampiran 1. BaganPenelitian U I U II U III S1 S2 S3 V1 V2 V3 V2 V1 V cm V3 V3 V1 S2 S3 S1 V cm. 50 cm V1. 18,5 m S3 S1 S2. Lampiran 1. BaganPenelitian U I U II U III T V1 V2 V3 U S V2 V1 V2 B 150 cm V3 V3 V1 100 cm V3 V3 V1 50 cm V1 V2 V3 18,5 m V2 V1 V2 V3 V1 V1 V2 V2 V2 5,5 m V1 V3 V3 80 cm 300 cm Lampiran 2.Bagan Tanaman

Lebih terperinci

V4A2(3) V3A1(1) V2A1(2) V3A1(2) V1A1(1) V5A2(1) V3A2(3) V4A1(3) V1A2(2)

V4A2(3) V3A1(1) V2A1(2) V3A1(2) V1A1(1) V5A2(1) V3A2(3) V4A1(3) V1A2(2) 64 Lampiran 1. Lay Out Penelitian V4A2(3) V3A1(1) V2A1(2) V2A1(3) V4A1(2) V1A1(3) V3A1(3) V2A2(2) V3A1(2) V1A1(1) V5A2(1) V3A2(3) V4A1(3) V4A1(1) V5A1(2) V4A2(1) V2A2(1) V1A2(3) V3A2(2) V4A2(2) V2A1(1)

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: padi, konfigurasi penggilingan, susut penggilingan, rendemen giling PENDAHULUAN Konfigurasi Mesin Penggilingan Padi Untuk Menekan Susut dan Meningkatkan Rendemen Giling (Rice Milling Machine Configuration to Reduce Losses and Increase Milling Yield) Rokhani Hasbullah, Anggitha Ratri

Lebih terperinci

TANAMAN PENGHASIL PATI

TANAMAN PENGHASIL PATI TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica

Lebih terperinci

: Kasar pada sebelah bawah daun

: Kasar pada sebelah bawah daun Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Varietas : Ciherang Nomor Pedigree : S 3383-1d-Pn-41-3-1 Asal/Persilangan : IR 18349-53-1-3-1-3/IR Golongan : Cere Bentuk : Tegak Tinggi : 107 115 cm Anakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Nama Varietas : Ciherang Kelompok : Padi Sawah Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41 3-1 Asal Persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1//IR19661-131- 3-1///IR64

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deksripsi Varietas Padi CISADANE

Lampiran 1. Deksripsi Varietas Padi CISADANE Lampiran 1. Deksripsi Varietas Padi CISADANE Nomor seleksi : B2484B-PN-28-3-MR-1 Asal persilangan : Pelita I-1/B2388 Golongan : Cere, kadang-kadang berbulu Umur tanaman : 135-140 hari Bentuk tanaman :

Lebih terperinci

LAMPIRAN U1 U2 U3 T2 T3 T1 T3 T1 T2 T1 T2 T3 U4 U5 U6 T1 T3 T2 T1 T3 T2 T2 T3 T1 U7 U8 U9 T3 T1 T2 T2 T1 T3 T3 T1 T2

LAMPIRAN U1 U2 U3 T2 T3 T1 T3 T1 T2 T1 T2 T3 U4 U5 U6 T1 T3 T2 T1 T3 T2 T2 T3 T1 U7 U8 U9 T3 T1 T2 T2 T1 T3 T3 T1 T2 LAMPIRAN Lampiran 1. Bagan Penelitian U U1 U2 U3 T2 T3 T1 T3 T1 T2 T1 T2 T3 U4 U5 U6 T1 T3 T2 T1 T3 T2 T2 T3 T1 U7 U8 U9 T3 T1 T2 T2 T1 T3 T3 T1 T2 Keterangan: U T1 T2 T3 : : Padi Sawah : Padi Gogo : Rumput

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag LAMPIRAN 38 39 Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag Kadar total Satuan BF Slag Korea EF Slag Indonesia Fe 2 O 3 g kg -1 7.9 431.8 CaO g kg -1 408 260.0 SiO 2 g

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Beras diperoleh dari butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekam), merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebagian besar butir beras

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 Deskripsi dan gambar varietas tanaman padi. 1. Deskripsi Varietas Padi Ciherang (Suprihatno et al. 2009)

LAMPIRAN. Lampiran 1 Deskripsi dan gambar varietas tanaman padi. 1. Deskripsi Varietas Padi Ciherang (Suprihatno et al. 2009) 40 LAMPIRAN Lampiran 1 Deskripsi dan gambar varietas tanaman padi 1. Deskripsi Varietas Padi Ciherang (Suprihatno et al. 2009) Nomor seleksi : S3383-1D-PN-41-3-1 Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/3*IR19661-131-3-1-3//4*IR64

Lebih terperinci

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3 Nomor persilangan : BP3448E-4-2 Asal persilangan : Digul/BPT164-C-68-7-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 110 hari Bentuk tanaman : Sedang Tinggi tanaman : 95

Lebih terperinci

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem - Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor 2

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem - Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor   2 UNIT PENGOLAHAN BERAS PRATANAK TERINTEGRASI DENGAN PENGGILINGAN PADI KECIL Parboiled Rice Processing Technology integrated with Small Rice Milling Unit Rokhani Hasbullah 1, Sutrisno Koswara 2 dan Memen

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - April 2014 di Kabupaten Pringsewu

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - April 2014 di Kabupaten Pringsewu 26 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - April 2014 di Kabupaten Pringsewu dan Laboratorium Rekayasa dan Bioproses Pascapanen, Jurusan

Lebih terperinci

KOLEKSI VARIETAS UNGGULAN PROVINSI SUMATERA BARAT

KOLEKSI VARIETAS UNGGULAN PROVINSI SUMATERA BARAT KOLEKSI VARIETAS UNGGULAN PROVINSI SUMATERA BARAT Obyek koleksi varietas Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (Balai Besar PPMB-TPH) pada Tahun 2016, selain berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Padi Padi merupakan tanaman pertanian kuno yang sampai saat ini terus dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan merupakan tanaman pangan yang dapat

Lebih terperinci

: tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2, 3 dan Sumatera Utara Ketahanan terhadap penyakit

: tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2, 3 dan Sumatera Utara Ketahanan terhadap penyakit LAMPIRAN 52 Lampiran 1. Deskripsi Varietas Aek Sibundong Nomor pedigri : BP1924-1E-5-2rni Asal persilangan : Sitali/Way Apo Buru//2*Widas Golongan : Cere Umur tanaman : 108-125 hari Bentuk tanaman : Tegak

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007)

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007) Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007) Asal persilangan : IR 18349-53-1-3-1-3/IR 19661-131-3-1//IR 19661-131-3-1///IR 64////IR 64 Umur tanaman : 116-125 hari Bentuk tanaman

Lebih terperinci

Potensi Hasil : 5-8,5 ton/ha Ketahanan : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 Terhadap Hama. Ketahanan. Terhadap Penyakit

Potensi Hasil : 5-8,5 ton/ha Ketahanan : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 Terhadap Hama. Ketahanan. Terhadap Penyakit LAMPIRAN 30 31 Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang Nama Varietas : Ciherang Kelompok : Padi sawah Nomor Seleksi : S3383-1d-Pn-41 3-1 Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-31//IR19661131-3-

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Padi Varietas Cibogo. Asal Persilangan :S487B-75/IR //IR I///IR 64////IR64

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Padi Varietas Cibogo. Asal Persilangan :S487B-75/IR //IR I///IR 64////IR64 Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Padi Varietas Cibogo Nomor seleksi : S3382-2D-PN-16-3-KP-I Asal Persilangan :S487B-75/IR 19661-131-3-1//IR 19661-131-3- I///IR 64////IR64 Golongan : Cere Umur tanaman : 115-125

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Beras Struktur Beras Penggilingan Padi menjadi Beras

TINJAUAN PUSTAKA Beras Struktur Beras Penggilingan Padi menjadi Beras TINJAUAN PUSTAKA Beras Beras merupakan hasil proses pasca panen dari tanaman padi yaitu setelah tangkai dan kulit malainya dilepaskan dan digiling. Berdasarkan kelompok spesies padi yang telah dibudidayakan

Lebih terperinci

Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik

Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Mutu Fisik Beberapa Beras Aromatik Beras aromatik adalah beras yang popular saat ini baik di dalam dan luar negeri karena mutu yang baik dan aroma yang wangi. Banyak

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai

II.TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai 9 II.TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Taksonomi tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai berikut : Regnum Divisio Sub Divisio Class Ordo Family Genus : Plantae

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 533/Kpts/SR.120/9/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA ZY-64 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA ADIRASA-64

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 533/Kpts/SR.120/9/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA ZY-64 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA ADIRASA-64 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 533/Kpts/SR.120/9/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA ZY-64 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA ADIRASA-64 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Tanaman padi merupakan tanaman tropis, secara morfologi bentuk vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun berbentuk pita dan berbunga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian adalah sektor yang sangat berpengaruh pada perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian adalah sektor yang sangat berpengaruh pada perkembangan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian adalah sektor yang sangat berpengaruh pada perkembangan kebutuhan ekonomi di Indonesia. Salah satunya adalah penghasil makanan pokok

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA 93011 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2 Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha meningkatkan

Lebih terperinci

J3V3 J1V3 J3V2 J1V2 J3V4 J1V5 J2V3 J2V5

J3V3 J1V3 J3V2 J1V2 J3V4 J1V5 J2V3 J2V5 Lampiran 1. Bagan Percobaan 1 2 3 J2V5 J1V2 J3V1 X X X X X X X X X X J1V4 J2V2 J3V3 X X X X X X X X X X J3V1 J3V4 J1V1 X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X J2V3 J1V5 J2V4 X X X X X X X X X X J1V2 J3V5

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH

KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH KARAKTERISASI MUTU GABAH, MUTU FISIK, DAN MUTU GILING BERAS GALUR HARAPAN PADI SAWAH Zahara Mardiah dan Siti Dewi Indrasari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi ABSTRAK Permintaan beras berkualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 377/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 377/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 377/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SL - 11H SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA VARIETAS SL 11 SHS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Mie merupakan salah satu masakan yang sangat populer di Asia, salah satunya di Indonesia. Bahan baku mie di Indonesia berupa tepung terigu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah dengan mengembangkan alternatif pangan. Program diversifikasi pangan belum dapat berhasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai wilayah di Indonesia memiliki lahan pertanian yang dapat ditanami

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai wilayah di Indonesia memiliki lahan pertanian yang dapat ditanami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai wilayah di Indonesia memiliki lahan pertanian yang dapat ditanami berbagai tanaman komoditas pangan sehingga dapat menghasilkan bermacammacam produk pangan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung

Lebih terperinci

Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014

Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014 Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia Yogyakarta, 5-6 September 2014 PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN TINGKAT KECERAHAN BERAS GILING (ORYZA SATIVA L.) PADA BERBAGAI PENGGILINGAN BERAS Budidarmawan Idris 1, Junaedi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 132/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 132/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 132/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA P.05 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA VARIETAS MAPAN-P.05 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Penyediaan bahan pangan sesuai potensi daerah masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Penyediaan bahan pangan sesuai potensi daerah masingmasing BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki beragam ekosistem sangat cocok bila bahan pangan pokok penduduknya beragam. Penyediaan bahan pangan sesuai potensi daerah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asam Salisilat 1. Struktur Kimia Asam Salisilat Struktur kimia asam salisilat dan turunannya dapat dilihat pada Gambar 2 : Gambar 2. Struktur kimia asam salisilat dan turunannya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 131/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 131/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 131/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA P.02 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA VARIETAS MAPAN-P.02 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Padi Organik Dan Bekatul Organik. ditanam dan diolah menurut standar yang telah ditetapkan (IRRI, 2007).

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Padi Organik Dan Bekatul Organik. ditanam dan diolah menurut standar yang telah ditetapkan (IRRI, 2007). BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Padi Organik Dan Bekatul Organik. Padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L yang meliputi kurang lebih 25 spesies tersebar di daerah tropis dan daerah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah LAMPIRAN 62 63 Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah Jenis Analisa Satuan Hasil Kriteria ph H 2 O (1:2,5) - 6,2 Agak masam ph KCl (1:2,5) - 5,1 - C-Organik % 1,25 Rendah N-Total % 0,14 Rendah C/N - 12 Sedang

Lebih terperinci

SNI 6128:2008. Standar Nasional Indonesia. Beras. Badan Standardisasi Nasional

SNI 6128:2008. Standar Nasional Indonesia. Beras. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Beras ICS 67.060 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan definisi...1 4 Klasifikasi...4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempunyai masa depan baik untuk dikembangkan. Hingga kini semakin banyak orang mengetahui nilai gizi jamur

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Tanaman padi termasuk famili Graminae dengan ciri batang yang tersusun dari beberapa ruas, rumpun dengan anakan yang tumbuh dari dasar batang. Semua anakan memiliki

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 133/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 133/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 133/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI SAWAH S3254-2G-21-2 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA SARINAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH

BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH SNI 6128:2015 BERAS Ruang lingkup : SNI ini menetapkan ketentuan tentang persyaratan mutu, penandaan dan pengemasan semua jenis beras yang diperdagangkan untuk konsumsi.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dengan klasifikasi sebagai berikut : Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

TINJAUAN PUSTAKA. dengan klasifikasi sebagai berikut : Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Padi Botani Tanaman Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumputrumputan dengan klasifikasi sebagai berikut : Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta

Lebih terperinci

UJI KINERJA PIPA ALIRAN STEAM PADA TANGKI PENGUKUS BERAS PRATANAK (PARBOILED RICE) RYAN AKBAR PRAYOGI

UJI KINERJA PIPA ALIRAN STEAM PADA TANGKI PENGUKUS BERAS PRATANAK (PARBOILED RICE) RYAN AKBAR PRAYOGI UJI KINERJA PIPA ALIRAN STEAM PADA TANGKI PENGUKUS BERAS PRATANAK (PARBOILED RICE) RYAN AKBAR PRAYOGI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Lebih terperinci

LAMPIRAN B 1 C 4 F 4 A 4 D 1 E 2 G 1 C 1 C 3 G 2 A 1 B 4 G 3 C 2 F 2 G 4 E 4 D 2 D 3 A 2 A 3 B 3 F 3 E 1 F 1 D 4 E 3 B 2

LAMPIRAN B 1 C 4 F 4 A 4 D 1 E 2 G 1 C 1 C 3 G 2 A 1 B 4 G 3 C 2 F 2 G 4 E 4 D 2 D 3 A 2 A 3 B 3 F 3 E 1 F 1 D 4 E 3 B 2 Lampiran 1. Layout Penelitian LAMPIRAN B 1 C 4 F 4 A 4 D 1 E 2 G 1 C 1 C 3 G 2 A 1 B 4 G 3 C 2 F 2 G 4 E 4 D 2 D 3 A 2 A 3 B 3 F 3 E 1 F 1 D 4 E 3 B 2 Keterangan : A B C D E F G = Kontrol = Urea = Urea

Lebih terperinci

KAJIAN PENGERINGAN GABAH PADA PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK OLDGA AGUSTA DEZARINO

KAJIAN PENGERINGAN GABAH PADA PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK OLDGA AGUSTA DEZARINO KAJIAN PENGERINGAN GABAH PADA PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK OLDGA AGUSTA DEZARINO DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan komoditas pangan unggulan Provinsi Lampung. Produksi padi yang dihasilkan di Provinsi Lampung secara

Lebih terperinci

Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian

Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian Ade Santika dan Rozakurniati: Evaluasi mutu beras ketan dan beras merah pada beberapa galur padi gogo 1 Buletin Teknik Pertanian Vol. 15, No. 1, 2010: 1-5 TEKNIK EVALUASI MUTU BERAS KETAN DAN BERAS MERAH

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 517/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 517/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA PHB71 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA VARIETAS PP-1 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil, PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil, umur masak, ketahanan terhadap hama dan penyakit, serta rasa nasi. Umumnya konsumen beras di Indonesia menyukai

Lebih terperinci

Dukat Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon

Dukat Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon PENGARUH UMUR PANEN DAN KULTIVAR PADI (Oryza sativa L.) TERHADAP MUTU FISIK BERAS GILING Dukat Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon ABSTRAK Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh interaksi umur panen

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA KUALITAS NATA DARI BAHAN BEKATUL (NATA DE KATUL) DENGAN STARTER BAKTERI Acetobacter xylinum SKRIPSI Disusun Guna Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidian Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

Beras SNI 6128:2015. Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di dan tidak untuk di komersialkan

Beras SNI 6128:2015. Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di  dan tidak untuk di komersialkan Standar Nasional Indonesia Beras ICS 67.060 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini dengan

Lebih terperinci

Volume 5 No. 2 Juni 2017 ISSN: KARAKTERISASI DAN PENGARUH BERBAGAI PERLAKUAN TERHADAP PRODUKSI TEPUNG BERAS MERAH (Oryza nivara) INSTAN

Volume 5 No. 2 Juni 2017 ISSN: KARAKTERISASI DAN PENGARUH BERBAGAI PERLAKUAN TERHADAP PRODUKSI TEPUNG BERAS MERAH (Oryza nivara) INSTAN KARAKTERISASI DAN PENGARUH BERBAGAI PERLAKUAN TERHADAP PRODUKSI TEPUNG BERAS MERAH (Oryza nivara) INSTAN FIRMAN SANTHY GALUNG Email : firman_galung@yahoo.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya penting dalam peradaban manusia. Padi sudah dikenal sebagai tanaman pangan sejak jaman prasejarah.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bagan Penelitian di Rumah Kasa FP USU

Lampiran 1. Bagan Penelitian di Rumah Kasa FP USU Lampiran 1. Bagan Penelitian di Rumah Kasa FP USU U P7 P3 P5 P4 P0 P2 P8 P5 P3 P5 P8 P4 P1 P6 P8 P3 P7 P6 P6 P1 P7 P0 P2 P1 P2 P4 P0 U1 U2 U3 Lampiran 2. Prosedur Metode Bray II Prinsip : P tersedia tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama ±3 bulan dimulai dari Februari sampai April 2013 yang berlokasikan di Kecamatan Majauleng Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis khatulistiwa, sehingga sepanjang tahun Indonesia hanya mengalami musim hujan dan musim kemarau.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia. Perkembangan produksi tanaman pada (Oryza sativa L.) baik di Indonesia maupun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family Oryzoideae dan Genus Oryza. Organ tanaman padi terdiri atas organ vegetatif dan organ generatif.

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

Jember, Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011] Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) Abstrak

Jember, Juli, 2011 [PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTETA 2011] Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) Abstrak Penggunaan Mesin Perontok untuk Menekan Susut dan Mempertahankan Kualitas Gabah (The Use of Power Thresher to Reduce Losses and Maintain Quality of Paddy) Rokhani Hasbullah 1), Riska Indaryani 1) 1) Departemen

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 163/Kpts/LB.240/3/2004 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 163/Kpts/LB.240/3/2004 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 163/Kpts/LB.240/3/2004 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI SAWAH LOKAL PANDANWANGI CIANJUR SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA PANDANWANGI Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terutama diperkotaan. Budidaya jamur di Indonesia masih sangat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terutama diperkotaan. Budidaya jamur di Indonesia masih sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan letaknya yang sangat strategis yaitu pada zona khatulistiwa, maka termasuk salah satu negara yang memiliki kekayaan alam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari

BAB I PENDAHULUAN. muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekatul tidak banyak dikenal di masyarakat perkotaan, khususnya anak muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari beras yang terlepas saat

Lebih terperinci