KAJIAN SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI BANTEN EFITA MEY LINA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI BANTEN EFITA MEY LINA"

Transkripsi

1 KAJIAN SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI BANTEN EFITA MEY LINA DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Provinsi Bantenadalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014 Efita Mey Lina NIM H

4 ABSTRAK EFITA MEY LINA. Kajian Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Provinsi Banten. Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA. Pelaksanaan pembangunan wilayah di Provinsi Banten belum optimal karena tingginya angka pengangguran dan meningkatnya jumlah penduduk miskin.pemerintah perlu melakukan perencanaan terintegrasi untuk mengembangkan sektor-sektor yang mampu menggerakan perekonomian daerah.tujuan utama dari penelitian ini adalah menganalisis sektor unggulan Provinsi Banten. Metode dalam penelitian ini adalah analisis Input-Output dengan menggunakan data Tabel Input-Output Provinsi Banten transaksi domestik atas dasar harga domestik produsen tahun 2010, klasifikasi 58 sektor yang diagregasi mejadi 9 sektor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor unggulan diprovinsi Banten adalah sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta sektor transportasi dan komunikasi. Sub-sektor yang mampu untuk mendukung ketiga sektor unggulan ini adalah sektor industri makanan, minuman dan tembakau, sekor industri kertas dan barang dari kertas, sektor industri komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik, sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan motor, sektor angkutan darat dan sektor angkatan udara.sektor pertanian memiliki potensi sebagai sektor basis untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan wilayah di Banten Selatan. Kata Kunci: sektor unggulan, Provinsi Banten, analisis input-output ABSTRACT EFITA MEY LINA. Study of Regional Economic Leading Sector of Banten Province. Supervised by BAMBANG JUANDA. Implementation of regional develompment in Banten Province hasn t been optimal because the high number of unemployment and increasing of number of poor people.government needs to do an integrated planning to expand some sectors,which are able to drive economic region. The main purpose of this study is to analyze the leading sectors of Banten Province. The method of this research is Input-Output table analysis of Banten Province at producer domestic prices in 2010, the classification of 58 sectors aggregated into 9 sectors. Result of the research showed leading sectors in Banten Province are manufacturing industry sector, trade, hotel, and restaurant sector, and transport and communication sector. Sub-sectors that are able to support them are food, beverages, and tobacco industry sector, papper and printing products industry sector, computers, electronics, optics, and electrical equipment industry sector, wholesale, retail trade, and repair of motor vehicles sector, road transport sector and air transport sector.agriculture sector has a potential as basic sector to increase economic growth and domestic income in South Banten. Keywords: leading sector, Banten Province, input-output analysis

5

6 KAJIAN SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN WILAYAH PROVINSI BANTEN EFITA MEY LINA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

7

8 Judul Skripsi : Kajian Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Provinsi Banten Nama : Efita Mey Lina NIM : H Disetujui oleh Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S. Pembimbing Diketahui oleh Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Ketua Departemen Tanggal Lulus:

9 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini adalahsektor unggulan, dengan judul Kajian Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Provinsi Banten. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS selaku dosen pembimbing, yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan saran untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.terima kasih kepada Dr. Wiwiek Rindayati, M.Si selaku dosen penguji utama dan Dr. Muhammad Findi Alexandi, S.E, M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini.ungkapan terima kasih disampaikan kepadaibu Hastuti,S.P, M.P, M.Si yang memberikan bantuan dan saran dalam penelitian ini.terima kasih yang tak terhingga kepada orangtua, Togar Situmorang (alm) dan Maria Linda Sitanggang, serta kedua adik Elvira Nathasya Aulya dan Ellycia Cathleen Angelica untuk segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada temanteman satu bimbingan, Nindya, Elli, Lundu, dan Gagas untuk saran, kritik dan bimbingan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada para sahabat, Yola, Laura, Novia, Vina, Dea, Revi, Tuty, Ellisa, Desi, Kartini, dan Dian untuk perhatian dan motivasi yang selalu diberikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2014 Efita Mey Lina

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 4 Ruang Lingkup Penelitian 4 TINJAUAN PUSTAKA 4 Pembangunan Ekonomi 4 Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah 5 Tabel Input Output 6 Sektor Unggulan 9 Penelitian Terdahulu 9 Kerangka Pemikiran 10 METODE PENELITIAN 12 Jenis dan Sumber Data 12 Metode Analisis 12 Definisi Operasional Data 16 GAMBARAN UMUM 18 Letak Astronomis, Geografis dan Iklim 18 Kependudukan 20 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat 21 Pertumbuhan Ekonomi 22 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 Struktur Perekonomian Provinsi Banten 23 Analisis Keterkaitan 29 Analisis Dampak Penyebaran 33 Analisis Angka Pengganda (Multiplier) 34 Analisis Sektor Basis 39 Penentuan Sektor Unggulan 42 Perbandingan Hasil Penelitian dengan RPJMD Provinsi Banten

11 Alokasi Anggaran Belanja Pemerintah untuk Sektor Unggulan 49 SIMPULAN DAN SARAN 52 Simpulan 53 Saran 53 DAFTAR PUSTAKA 54 LAMPIRAN 55 RIWAYAT HIDUP 79 DAFTAR TABEL 1 PDRB dan laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten atas dasar harga konstan Ilustrasi tabel input-output 3 Rumus multiplieroutput, pendapatan dan tenaga kerja 4 Klasifikasi kabupaten/kota dan luas wilayah Provinsi Banten 5 Kepadatan penduduk menurut kabupaten/kota 6 Struktur angkatan kerja Provinsi Banten (Februari 2013) 7 Penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama, tahun (ribu orang) 8 Garis kemiskinan, jumlah dan persentase penduduk miskin 9 Laju pertumbuhan ekonomi PDRB Banten menurut lapangan usaha tahun PDRB per kapita Provinsi Banten atas dasar harga berlaku menurut kabupaten/kota tahun Struktur permintaan sektor ekonomi Provinsi Banten 12 Struktur konsumsi rumah tangga terhadap sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten 13 Struktur konsumsi pemerintah terhadap sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten 14 Investasi sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten 15 Net ekspor sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten 16 Struktur nilai tambah bruto sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten 17 Struktur tenaga kerja sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten 18 Keterkaitan ke depan sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten klasifikasi 9 Sektor 19 Keterkaitan ke depan sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten klasifikasi 58 Sektor 20 Keterkaitan ke belakang sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten klasifikasi 9 sektor 21 Keterkaitan ke belakang sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten klasifikasi 58 sektor

12 22 Indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten klasifikasi 9 Sektor 23 Indeks daya penyebaran dan derajat kepekaan sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten klasifikasi 58 sektor 24 Nilai multiplier output sektor perekonomian Provinsi Banten klasifikasi 9 sektor 25 Nilai multiplier output sektor perekonomian Provinsi Banten klasifikasi 58 Sektor 26 Nilai multiplier pendapatan sektor perekonomian Provinsi Banten klasifikasi 58 sektor 27 Nilai multiplier pendapatan sektor perekonomian Provinsi Banten klasifikasi 58 sektor 28 Nilai multiplier tenaga kerja sektor perekonomian Provinsi Banten klasifikasi 9 sektor 29 Nilai multiplier tenaga kerja sektor perekonomian Provinsi Banten klasifikasi 58 Sektor 30 Nilai LQ sektor ekonomi Provinsi Banten 31 Nilai LQ sektor ekonomi tiap kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun Nilai LQ sektor ekonomi tiap kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun Nilai LQ tenaga kerja sektoral Provinsi Banten tahun Kuadran nilai indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan klasifikasi 9 sektor 35 Total peringkat multiplier sektor ekonomi klasifikasi 9 sektor 36 Kuadran nilai indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan klasifikasi 58 sektor 37 Total peringkat multiplier sektor ekonomi klasifikasi 58 sektor 38 Target capaian fokus layanan urusan pilihan RPJMD Provinsi Banten 39 Data belanja APBD Provinsi Banten 2013 menurut urusan 40 Alokasi APBD menurut urusan dan PDRB atas dasar harga konstan 2000 untuk sektor unggulan Provinsi Banten tahun Anggaran belanja pemerintah Provinsi Baten tahun DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran 2 Daya penyebaran dan derajat kepekaan 3 Peta administratif Provinsi Banten 4 Anggaran penerimaan dan belanja Provinsi Banten tahun DAFTAR LAMPIRAN 1 Klasifikasi sektor-sektor ekonomi berdasarkan tabel input-output Provinsi Banten tahun

13 2 Tabel input-output Provinsi Banten klasifikasi 9 sektor tahun 2010 (Rp juta) 3 Matriks koefisien teknis klasifikasi 9 sektor 4 Matriks kebalikan leontief terbuka klasifikasi 9 sektor 5 Multiplier output klasifikasi 9 sektor 6 Multiplier pendapatan klasifikasi 9 sektor 7 Multiplier tenaga kerja klasifikasi 9 sektor 8 Matriks koefisien teknis klasifikasi 58 sektor 9 Matriks kebalikan leontief terbuka klasifikasi 58 sektor 10 Multiplier output klasifikasi 58 sektor 11 Multiplier pendapatan klasifikasi 58 sektor 12 Multiplier tenaga kerja klasifikasi 58 sektor 13 Anggaran belanja pemerintah Provinsi Banten menurut urusan tahun

14

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Persaingan dunia pada tahun 2014 yang semakin maju menuntut Indonesia untuk terus meningkatkan daya saing dan pembangunan nasional. Partisipasi daerah didalam pelaksanaan pembangunan dilakukan melalui pembangunan daerah yang merupakan bagian lanjutan dari pembangunan nasional. Suatu rancangan pembangunan wilayah yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan wilayah diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Pemerintah daerah memiliki wewenang untuk mengatur perekonomian, menggali dan mengembangkan potensi wilayah masing-masing. Salah satu ciri otonomi daerah yang tercantum dalam UU Nomor 25 Tahun 1999 adalah daerah otonom memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan sendiri untuk pembiayaan pembangunan daerah (Daryanto dan Hafizrianda 2010). Pelimpahan sebagian kewenangan sumber penerimaan negara kepada pemerintah daerah ditujukan agar daerah dapat melaksanakan tugas rutin dan meningkatkan pelayanan publik. Peran masyarakat serta pihak luar yang ingin melakukan kegiatan di wilayah tersebutsangat diperlukan dalam menyusun perencanaan pembangunan daerah. Pemerintah berperan sebagai regulator dalam pembuatan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah sehingga tujuan utama otonomi daerah yaitu kemandirian daerah terwujud. Provinsi Banten adalah salah satu wilayah pemekaran yang dulu termasuk dalam Provinsi Jawa Barat. Sejak tahun 1963, panitia Provinsi Banten terbentuk untuk mendirikan provinsi sendiri yang terpisah dari Jawa Barat. Baru pada tahun 2000, Banten secara resmi dinyatakan mandiri menjadi Provinsi Banten melalui Undang-undang Nomor 23 Tahun Seiring dengan perkembangan terjadi juga pemekaran wilayah, sehingga saat ini Provinsi Banten terdiri dari empat kabupaten dan empat kota. Pelaksanaan otonomi daerah sering menimbulkan beberapa permasalahan yang disebabkan minimnya koordinasi dan kurangnya pengawasan pemerintah daerah. Tarigan (2005) berpendapat baik dalam perencanaan pembangunan nasional maupun daerah, pendekatan perencanaan dapat dilakukan melalui pendekatan regional dan pendekatan sektoral. Pendekatan regional melihat pemanfaatan ruang serta interaksi beberapa kegiatan dalam ruang wilayah, sedangkan pendekatan sektoral memfokuskan pada sektor-sektor kegiatan yang ada di wilayah tersebut. Salah satu pendekatan sektoral yang sekaligus melihat kaitan pertumbuhan antara satu sektor dengan sektor lainnya dan sebaliknya, dikenal dengan analisis input-output. Permasalahan muncul ketika pemerintah daerah merancang anggaran pembangunan sektoral yang sering tidak sesuai dengan potensi sektor yang ada.kebijakan pemerintah yang tepat dalam pengalokasiananggaran terutama yang mendukung sektor unggulan akan menciptakan nilai tambah dan meningkatkan penerimaan daerah.undang-undang No 17/2004 tentang Keuangan Negara yang berlaku semenjak 1 Januari 2005 menegaskan bahwa anggaran yang disusun harusmengacu kepada anggaran yang berbasis kinerja.kebijakan

16 2 pembangunan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Banten Tahun memfokuskan kinerja pembangunan daerah pada tiga sektor yaitu sektor industri, sektor perdagangan, dan sektor pertanian. Ketiganya diharapkan mampu mencapai target kontribusi tertinggi terhadap PDRB sebesar 44.3 persen untuk sektor industri, persen untuk sektor perdagangan, dan persenuntuk sektor pertanian (Bappeda Provinsi Banten, 2011). Revitalisasi pertanian, perdagangan, dan industri pengolahan yang berdaya saing merupakan bagian dari tahapan-tahapan yang diprioritaskan provinsi Banten untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Dampak pembangunan suatu sekor ekonomi terhadap perekonomian wilayahnya tidak bisa dilihat dari kontribusi terhadap PDRB saja. Daryanto dan Hafizrianda (2010) berpendapat bahwa kontribusi sektor terhadap penciptaan PDRB belum cukup untuk menggambarkan perekonomian wilayah secara keseluruhan karena hanya melihat pada efek langsung saja. Hal yang lebih utama adalah bagaimana sektor tersebut mampu menggerakkan seluruh roda perekonomian wilayah dengan mengkaji ketergantungan struktural antar berbagai sektor serta keterkaitan serta efek sebarnya. Penelitian lebih lanjut mengenai kajian sektor unggulan perlu dilakukan untuk menganalisis struktur dan ketergantungan antar sektor ekonomi. Perumusan Masalah Salah satu aspek keberhasilan suatu pembangunan daerah dapat dilihat dari pertumbuhan perekonomian daerah. Provinsi Banten merupakan provinsi yang yang lahir pada tahun 2000, dengan pertumbuhan PDRB sebesar 5.86 persen pada tahun 2013 (BPS 2014). Struktur perekonomian Provinsi Banten didominasi oleh dua sektor utama yaitu sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang kontribusinya cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Kedua sektor tersebut menjadi sektor dominan dalam perekonomian Banten dengan kontribusi sekitar miliar rupiah atau 68 persen dari total PDRB Banten yang ditunjukkan pada tabel 1. Laju pertumbuhan sektor perdagangan, hotel, dan restoran adalah 7.91 persen, sedangkan laju pertumbuhan sektor industri pengolahan cukup rendah yaitu 3.92 persen. Tingginya angka pertumbuhan ekonomi tidak mengindikasikan bahwa pembangunan Provinsi Banten selama ini berjalan dengan lancar. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Banten adalah ketidakmerataan pembangunan, kemisikinan dan pengangguran. Data dari Badan Pusat Statistika (BPS) bulan September 2013 menginformasikan jumlah penduduk miskin di Banten mencapai orang (5.89 persen), meningkat 0.19 persen dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2013 yang sebesar orang (5.71 persen). Kabupaten Pandeglang adalah wilayah yang paling banyak penduduk miskinnya di Provinsi Banten dengan jumlah 9.8 persen dari total penduduk wilayahnya. Persentase penduduk miskin Provinsi Banten sebenarnya masih di bawah persentase penduduk miskin nasional yaitu 11.6 persen. Pada sisi lain, penduduk Provinsi Banten yang menganggur mengalami penurunan sebanyak orang menjadi orang pada Februari Tingkat pengangguran terbuka provinsi Banten masih tinggi yaitu persen, walaupun jumlah penduduk yang

17 menganggur mengalami penurunan. Angka ini jauh di atas tingkat pengangguran terbuka nasional yaitu 6.14 persen sehingga menjadikan Provinsi Banten sebagai provinsi dengan tingkat pengangguran tertinggi. Tabel 1 PDRB dan laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Bantenatas dasar harga konstan2000 Nilai (Miliar Rupiah) Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Tahun 2013 (%) Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pangangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Peusahaan Jasa-jasa PDRB Sumber: BPS Provinsi Banten2014 Penjabaran kondisi perekonomian diatas menunjukkan perlu adanya evaluasi kebijakan yang selama ini dilaksanakan oleh pemerintah Provinsi Banten mengenai pengembangan sektor-sektor perekonomian. Perencanaan terintegrasi perlu dilakukan sehinga mampu menggambarkan ketergantungan struktural antar berbagai sektor dalam perekonomian secara konsisten. Identifikasi sektor unggulan di Provinsi Banten dapat dilakukan melalui analisis Input-Output sehingga memberikan deskripsi detail mengenai perekonomian regional.hasil identifikasi ini juga dapat membantu pemerintah dalam merecanakan kebijakan dan anggaran belanja untuk menyelesaikan permasalahan perekonomian regional Banten. Rumusan masalah dalam penelitian ini yang didasarkan dari uraian di atas adalah: 1. Bagaimana struktur perekonomian regional provinsi Banten yang ditinjau berdasarkan struktur permintaan, konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, surplus perdagangan, nilai tambah bruto dan tenaga kerja? 2. Bagaimana keterkaitan, dampak penyebaran, dan efek pengganda (multiplier) sektor-sektor dalam perekonomian Provinsi Banten? 3. Sektor-sektor apa yang menjadi sektor unggulan dalam perekonomian Provinsi Banten? 3

18 4 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut: 1. Menganalisis struktur perekonomian regional Provinsi Banten yang ditinjau berdasarkan struktur permintaan, konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, surplus perdagangan, nilai tambah bruto dan tenaga kerja. 2. Menganalisis keterkaitan, dampak penyebaran dan efek pengganda(multiplier)sektor-sektor dalam perekonomian Provinsi Banten. 3. Mengidentifikasi sektor unggulan dalam struktur perekonomian Provinsi Banten. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi pembuat kebijakan dan pemerintah, khususnya pemerintah daerah Provinsi Banten, sebagai evaluasi dan bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan pembangunan secara terintegrasi. 2. Sebagai bahan pustaka, informasi, dan referensi bagi pihak yang membutuhkan serta sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya. 3. Sebagai wawasan bagi para pembaca mengenai analisis multisektoral dalam perekonomian Provinsi Banten. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis struktur perekonomian, keterkaitan, penyebaran dan efek pengganda pada setiap sektor ekonomi Provinsi Banten, yang bisa digunakan untuk menentukan sektor unggulan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tabel Input-Output Provinsi Banten Tahun 2010 klasifikasi 58 sektor yang kemudian diagregasi menjadi 9 sektor untuk mengelompokkan kegiatan ekonomi yang beragam ke dalam satuan sektor yang memiliki persamaan. Jenis Tabel Input-Output yang digunakan adalah Tabel Input-Output transaksi domestik atas dasar harga produsen. Metode analisis yang digunakan yaitu analisis input output dan diolah dengan aplikasi Input Output Analysis for Practitioners (IOAP)Complementary Version 1.01 dan Microsoft Excel TINJAUAN PUSTAKA Pembangunan Ekonomi Pembangunan secara tradisional dipandang sebagai fenomena ekonomi yang hanya berorientasikan pada kenaikan Gross National Income (GNI). Sebelum tahun 1970-an, pembangunan dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. Indikator kemajuan pembangunan di suatu negara hanya diukur berdasarkan

19 tingkat pertumbuhan GNI keseluruhan dan GNI per kapita, yang akan menetes dengan sendirinya sehingga menciptakan lapangan pekerjaan dan berbagai peluang ekonomi lain, yang pada akhirnya akan menumbuhkan berbagai kondisi yang diperlukan demi terciptanya distribusi hasil-hasil pertumbuhan ekonomi dan sosial secara lebih merata (Todaro dan Smith 2006).Pandangan yang dianut beberapa negara Dunia Ketiga pada tahun 1950-an berhasil meningkatkan tingkat pertumbuhan ekonomi sesuai target, namun gagal memperbaiki taraf hidup sebagian besar penduduknya. Pada era ekonomi baru, pembangunan dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan (Todaro dan Smith 2006). Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinsikan sebagai sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan rill per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad 1999). Pembangunan harus dilakukan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Tiga tujuan inti pembangunan menurut Todaro dan Smith (2006) yaitu: 1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup yang pokok. 2. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya memperbaiki kesejahteraan materil, tetapi juga menumbuhkan harga diri pada pribadi dan bangsa. 3. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan. 5 Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah Keadaan sosial ekonomi yang berbeda dari setiap daerah memberikan implikasi bahwa cakupan pemerintah untuk pembangunan masing-masing daerah juga berbeda. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut (Arsyad 1999). Pemerintah dituntut untuk mampu menaksir potensi sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. Objek ekonomi pembangunan mencakup seluruh wilayah dari suatu negara, sedangkat objek ekonomi regional adalah wilayah tertentu dari suatu negara. Banyak teori yang membahas pertumbuhan ekonomi yang umumnya bersifat makro dan berlaku untuk perekonomian nasional. Teori yang langsung terkait dengan kebijakan yang dapat ditempuh oleh pemerintah daerah adalah sebagai berikut. Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik Teori pertumbuhan ekonomi klasik dikembangkan oleh Adam Smith dan David Ricardo. Adam Smith menentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian dan menganjurkan kebijaksanaan pasar bebas (laissez-faire). Smith

20 6 juga berpendapat bahwa perkembangan penduduk akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperluas pasar yang seterusnya akan meningkatkan spesialisasi dalam perekonomian tersebut (Priyarsono et al 2007). Spesilisasi akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan kemajuan teknologi, sehingga akan terjadi peningkatan upah dan keuntungan. Pada saat yang bersamaan pertumbuhan penduduk akan meningkatkan akumulasi kapital dan tabungan untuk alat-alat modal. Pertumbuhan akan terus berlangsung sampai seluruh sumber daya digunakan atau tercapai kondisi stationary state. David Ricardo mempunyai pandangan yang bertentangan dengan Smith. Ricardo berpendapatperkembangan penduduk yang berjalan cepat, pada akhirnya akan menurunkan kembali tingkat pertumbuhan ekonomi ke taraf yang rendah (Priyarsono et al 2007). Pada taraf ini para pekerja akan menerima tingkat upah minimal, yang hanya cukup untuk hidup (subsistence level). Jumlah penduduk yang rendah dan sumber daya melimpah akan menghasilkan keuntungan tinggi bagi pengusaha, dan menciptakan tingkat pembentukan modal yang tinggi. Produksi akan meningkat sehingga membutuhkan tambahan tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja yang meningkat akan meningkatkan upah dan mendorong pertambahan penduduk. Tenaga kerja yang banyak akan menurunkan tambahan hasil yang diciptakan oleh seorang pekerja. Teori Harrod-Domar Teori ini dikembangkan oleh Roy F. Harrod pada tahun 1948 dan Evsey D. Domar pada tahun Asumsi yang mendasari teori ini adalah (1) perekonomian tertutup, (2) produksi bersifat constant return to scale (CRS), (3) hasrat menabung konstan dan (4) tingkat pertumbuhan angkatan kerja konstan dan sama dengan tingkat pertumbuhan penduduk. Teori ini menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap hanya dapat dicapai jika tingkat pertumbuhan output (growth) sama dengan tingkat pertumbuhan modal (capital) dan sama dengan tingkat pertumbuhan angkatan kerja. Peranan modal untuk menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh rasio modal-output, yaitu rasio tambahan neto terhadap stok modal dalam bentuk investasi baru terhadap kenaikan output (Priyarsono et al 2007). Kondisi pertumbuhan yang mantap sulit dicapai karena rasio modal-output dan tingkat pertumbuhan angkatan kerja bersifat independen dalam perekonomian tertutup. Pada perekonomian daerah yang bersifat terbuka, daerah dapat melakukan kegiatan ekspor-impor barang dan jasa untuk menjaga keseimbangan penawaran dan permintaan barang. Tabel Input Output Model Input-Output adalah model yang diperkenalkan pertama kali oleh Wassily Leontief pada tahun 1930-an, yang dapat menunjukkan seberapa besar aliran keterkaitan antarsektor dalam suatu perekonomian. Leontief dalamdaryanto dan Hafizrianda (2010) menguraikan bahwa analisis Input-Output merupakan suatu metode yang secara sistematis mengukur hubungan timbal balik beberapa sektor dalam sistem ekonomi yang kompleks. Pengaruh dari interaksi dalam perekonomian bisa diklasifikasikan dalam tiga jenis yaitu pengaruh langsung,

21 pengaruh tidak langsung, dan pengaruh total. Pengaruh langsung merupakan pengaruh yang secara langsung dirasakan oleh suatu sektor yang outputnya digunakan sebagai input dari produksi sektor yang bersangkutan. Pengaruh tidak langsung adalah pengaruh secara tidak langsung yang dirasakan oleh suatu sektor yang outputnya tidak digunakan sebagai input dari produksi sektor yang bersangkutan. Pengaruh total adalah pengaruh secara keseluruhan dalam perekonomian dimana sektor yang bersangkutan berada. Pengertian Tabel Input-Output adalah suatu tabel yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa yang terjadi antarsektor dengan bentuk penyajian matriks (Priyarsonoet al 2007). Sepanjang baris Tabel Input- Output menunjukkan pengalokasian output yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir, selain itu pada baris nilai tambah menunjukkan komposisi penciptaan nilai tambah sektoral, sedangkan sepanjang kolomnya menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masingmasing sektor dalam proses produksi, baik yang berupa input antara maupun input primer. Jensen dan West dalampriyarsonoet al(2007) menyatakan terdapat tiga asumsi dasar dalam menyusun suatu Tabel Input-Output, yaitu: 1. Keseragaman (homogenitas) Prinsip dimana output hanya dihasilkan secara tunggal dengan susunan input tunggal dan tidak ada subtitusi otomatis terhadap input dari output sektor yang berbeda. 2. Kesebandingan (proportionality) Prinsip dimana hubungan antara output dan input bersifat linier danhomogen. Artinya perubahan suatu tingkat output selalu didahului oleh perubahan pemakaian input yang proporsional. 3. Penjumlahan (additivitas) Prinsip dimana efek total dari pelaksanaan produksi diberbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara terpisah. Hal ini berarti bahwa semua pengaruh diluar sistem input-output diabaikan. Struktur Tabel Input-Output Tabel Input-Output memuat dua neraca yang saling terintegrasi, yakni neraca endogen dan neraca eksogen. Neraca endogen memuat seluruh kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas produksi yaitu input antara dan output antara. Faktor-faktor yang merupakan komponen dari permintaan akhir dan input primer dimasukkan dalam neraca eksogen (Daryanto dan Hafizrianda 2010). Tabel Input- Output terdiri atas suatu kerangka matriks berukuran n x n dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran. Keseluruhan sistem adalah suatu seri yang mengkorelasikan baris (output) dan kolom (input). Gambaran lengkap mengenai format Tabel Input-Output dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 memperlihatkan empat kuadran yang ada dalam Tabel Input-Output. Penjelasan mengenai masing-masing kuadran adalah sebagai berikut: 1. Kuadran I (Intermediate quadrant) Sel pada kuadran I merupakan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Informasi mengenai saling ketergantungan antarsektor produksi dalam suatu perekonomian diberikan 7

22 8 pada kuadran ini. Kuadran ini berperan penting karena menunjukkan keterkaitan antarsektor ekonomi dalam melakukan proses produksinya. 2. Kuadran II (Final demand quadrant) Kuadran ini menunjukkan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir adalah output suatu sektor yang langsung digunakan oleh rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok, dan ekspor. 3. Kuadran III (Primary input quadrant) Kuadran III menunjukkan pembelian input yang dihasilkan di luar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran ini terdiri atas pendapatan rumah tangga, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak langsung netto. 4. Kuadran IV (Primary input-final demand quadrant) Kuadran ini menunjukkan input primer permintaan akhir dari transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara. Tabel 2Ilustrasi tabel input-output Alokasi Output Permintaan Antara Permintaan Total Sektor Produksi Akhir Output Susunan Input N x 11 x x 1n Y 1 X 1 x 12 x x 2n Y 2 X 2 Input Sektor Antara Produksi x n1 x n2... x nm Y n X n Upah dan Gaji Rumah Tangga W 1 W 2... W n Surplus Usaha S 1 S 2... S n Input Primer Lainnya P 1 P 2... P n Total Input X 1 X 2... X n Sumber: Miller dan Blair(1985) dalam Priyarsonoet al(2007) Kelebihan dan Keterbatasan Analisis Input-Output Peranan yang penting sebagai alat perencanaan pembangunan membuat model Input-Output terus menerus dikembangkan untuk keperluan analisis ekonomi. Kelebihan dari penggunaan analisis Input-Output (Priyarsono et al 2007) adalah sebagai berikut: 1. Mampu memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, impor, penerimaan pajak, dan penyerapan tenaga di berbagai sektor produksi. 2. Mampu melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya.

23 3. Mampu mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian. 4. Mampu menggambarkan perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasi karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah. Tabel Input-Output sebagai model kuantitatif memiliki keterbatasan, yakni koefisien input ataupun koefisien teknis diasumsikan konstan selama periode analisis. Teknologi yang digunakan oleh sektor-sektor ekonomi dalam proses produksi pun dianggap konstan sehingga perubahan kuantitas dan harga input akan selalu sebanding dengan perubahan kualitas dan harga output. Keterbatasan juga disebabkan oleh besarnya dana atau biaya dalam penyusunan Tabel Input- Output dengan menggunakan metode survei. Akibatnya, publikasi rutin dan analisis Tabel Input-Output tidak bisa dilakukan setiap tahun kecuali menggunakan teknik updating Tabel Input-Output. 9 Sektor Unggulan Suatu sektor dijadikan sebagai sektor unggulan apabila sektor itu berperan paling efektif sebagai motor penggerak dalam pembangunan wilayah secara berkelanjutan. Arsyad (1999) menyatakan sektor unggulan secara umum memilki ciri-ciri, (1) perkembangannya relatif cepat, (2) industrinya relatif besar untuk memberikan dampak langsung dan dampak tidak langsung, (3) memiliki keterkaitan tinggi antar industri, dan (4) inovatif. Arief dalam Daryanto dan Hafizrinda (2010) menjelaskan empat cara untuk mendeteksi sektor unggulan dalam metode Input-Output, yaitu: 1. Sektor mempunyai kaitan ke belakang (backward linkage) dan kaitan ke depan (forward linkage) yang relatif tinggi. 2. Sektor bisa menghasilkan output bruto yang relatif tinggi, sehingga mampu mempertahankan final demand yang relatif tinggi. 3. Sektor yang mampu menghasilkan penerimaan bersih devisa yang relatif tinggi. 4. Sektor yang mampu menciptakan lapangan kerja yang relatif tinggi. Penelitian Terdahulu Penelitian Sukatendel (2007) menganalisis keterkaitan alokasi anggaran dan sektor unggulan di Kabupaten Bogor. Metode yang digunakan adalah analisis input-output, analisis kewilayahan dan analisis kelembagaan alokasi anggaran. Hasil penelitian menunjukkan sektor unggulan di Kabupaten Bogor adalahindustri pengolahan, perdagangan, bangunan dan pertanian tanaman pangan. Dukungan anggaran pembangunankabupaten Bogor untuk sektor unggulan masih sangat kurang (tidak ada keterkaitan) kecuali untuk sektor Bangunan. Sektor unggulan tanamanbahan makanan masih perlu didukung oleh anggaran pembangunan yang besar agarsektor tersebut bisa semakin berkembang sehingga diharapkan dapat mengatasiketimpangan wilayah pembangunan di Kabupaten Bogor

24 10 Penelitan Samiun (2008) menganalisis perekonomian Provinsi Maluku Utara dengan pendekatan multisektoral. Metode analisis yang digunakan adalah analisis updating input-output Tabel Input Output 2001, analisis LocationQuotient, analisis Shift Share, dan analisis deskriptif. Hasil studi menunjukkan sektor unggulan Provinsi Maluku Utara adalah sektor industri pengolahan, sektor angkutan laut dan sektor bangunan. Indikator keterkaitan, angka pengganda, penggunaan input, kontribusi PDRB dan aspek keberlanjutan menunjukkan bahwa sektor pertanian bukan sektor unggulan Provinsi Maluku Utara sebagaimana dijabarkan sebelumnya dalam kebijakan perekonomian. Sektor pertanian memiliki keterkaitan ke depan yang tinggi khususnya pada subsektor tanaman bahan makanan, perkebunan dan perikanan, namun memiliki tingkat keterkaitan ke belakang yang sangat rendah. Penelitian Syahara (2012) menganalisis perekonomian regional Provinsi Jambi dengan pendekatan multisektoral analisis input-output. Hasil analisis menunjukkan bahwa sektor-sektor yang memiliki peranan besar dalam perekonomian Provinsi Jambi dilihat dari nilai keterkaitan, nilai daya penyebaran adalah sektor industri pengolahan, sektor pertanian, sektor keuangan, persewaan, jasa perusahaan, sektor perdagangan, hotel dan restoran. Pada aspek nilai pengganda output dan pengganda pendapatan, sektor yang perlu mendapat prioritas adalah sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Penelitian Tounsi et al (2013) mengidentifikasi sektor kunci di negara Maroko melalui analisis input-output tahun 1998 dan Sektor kunci ditentukan melalui Rasmussenapproach sehingga terbentuk klasifikasi produktivitas sektor-sektor yang kemudian diberikan rank. Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan jumlah sektor kunci dari empat sektor pada tahun 1998 menjadi dua sektor di tahun 2007, yaitu sektor industri makanan dan tembakau dan sektor industri lainnya. Hasil kedua, pengurutan rank pada sektor sangat sensitif terhadap keakuratan data dan tahun di mana klasifikasi tersebut direalisasikan. Penelitian Walida (2013) menganalisis penentuan sektor kunci perekonomian wilayah Kabupaten Belitung Timur menggunakan Tabel Input- Output Kabupaten Belitung Timur Tahun Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor kunci pada daerah Kabupaten Belitung Timur adalah sektor pertambangan dan sektor konstruksi. Hasil penentuan sektor kunci diperoleh dengan menggunakan analisis indeks nilai pengganda aktual. Sektor dengan nilai multiplier output tipe I dan tipe II terbesar adalah sektor konstruksi. Jika dilihat angka penyebaran, sektor dengan nilai koefisien penyebaran lebih besar dari satu berturut-turut adalah industri pengolahan), konstruksi, pertambangan dan penggalian. Kerangka Pemikiran Rancangan strategi perencanaan pembangunan wilayah yang tepat diperlukan analisis untuk memperoleh sektor-sektor unggulan. Sektor-sektor ini diharapkan dapat menguatkan struktur ekonomi dan menggerakan roda

25 perekonomian daerah melalui keterkaitan antar sektor. Analisis input-output berfungsi untuk mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi yang dapat meningkatkan output sektor lainnya melalui keterkaitan (linkage), dampak penyebaran, efek pengganda (multiplier)antar sektor. Strategi pembangunan melalui pendekatan multisektoral ditujukan untuk membantu pemerintah provinsi Banten dalam merancang kebijakan yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan mengatasi masalah-masalah pembangunan regional.berikut adalah gambaran dalam kerangka penelitian ini 11. Kondisi Perekonomian Wilayah Provinsi Banten Permasalahan Pembangunan Provinsi Banten: Pengangguran Tinggi dan Jumlah Penduduk Miskin Meningkat Perencanaan Pengembangan Sektor-sektor Ekonomi Analisis Input-Output Analisis Location Quotient Analisis Struktur Perekonomian Analisis Keterkaitan Analisis Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan Analisis Multiplier Sektor Basis Penentuan Sektor Unggulan Analisis Alokasi APBD untuk Sektor Unggulan Rekomendasi Alokasi Anggaran untuk Pengembangan Sektor Unggulan Gambar 1Kerangka pemikiran Keterangan : = fokus utama penelitian = bukan fokus utama penelitian

26 12 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Datadata diperoleh dari Tabel Input-Output Provinsi Banten transaksi domestik atas dasar harga produsen tahun 2010 klasifikasi 58 sektor yang kemudian diagregasi menjadi 9 sektor, serta beberapa data sekunder lainnya dari Badan Pusat Statistika (BPS), Bank Indonesia, dan instansi lain yang terkait. Analisis ini dilakukan dengan bantuan software Input-Output Analysis for Practitioners (IOAP) Complementary Version dan Microsoft Excel2007. Metode Analisis Analisis Keterkaitan Analisis keterkaitan dalam analisis Input-Output dikembangkan oleh Chenery-Watanabe (1958) dan Rasmussen (1956). Konsep keterkaitan ini mencakup keterkaitan ke belakang yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar industri atau sektor dalam alokasi pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk proses produksi dan keterkaitan ke depan yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar industri atau sektor dalam alokasi penjualan terhadap total penjualan output yang dihasilkannya. Keterkaitan langsung dalam pembelian dan penjualan input antara ditunjukkan oleh koefisien langsung, sedangkan keterkaitan langsung dan tidak langsungnya ditunjukan dari matriks kebalikan Leontief. 1. Keterkaitan langsung ke depan Fungsinya untuk menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektorsektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Rumus keterkaitan langsung ke depan adalah sebagai berikut: n F(d) i = α ij j= 1 Keterangan: F(d) i = keterkaitan langsung ke depan sektor i α ij = unsur matrik koefisien teknis n = jumlah sektor 2. Keterkaitan langsung ke belakang Fungsinya untuk menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Rumus keterkaitan langsung ke belakang adalah sebagai berikut: n B(d) j = α ij i= 1 Keterangan: B(d) j = keterkaitan langsung ke belakang sektor j

27 α ij = unsur matrik koefisien teknis n = jumlah sektor 3. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. Rumus keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan adalah sebagai berikut: n F(d+i) i = α ij j= 1 Keterangan: F(d+i) i = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i α ij = unsur matrik kebalikan Leontief terbuka n = jumlah sektor 4. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total Rumus keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang adalah sebagai berikut: n B(d+i) j = α ij i= 1 Keterangan: B(d+i) j = keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor j α ij = unsur matrik kebalikan Leontief terbuka n = jumlah sektor Analisis Dampak Penyebaran Dua indeks keterkaitan Rasmussen lainnya yaitu indeks daya penyebaran (IDP) dan indeks derajat kepekaan (IDK) dapat digunakan untuk melihat keterkaitan ke depan dan ke belakang dari suatu sektor dalam perekonomian.kedua indeks ini merupakan perbandingan dampak baik ke depan maupun ke belakang, terhadap rata-rata seluruh dampak sektor (Daryanto dan Hafizrianda 2010). Suatu sektor dikatakan memiliki koefisien penyebaran dan derajat kepekaan yang tinggi apabila nilai indeksnya lebih besar dari satu. 1. Indeks daya penyebaran Indeks daya penyebaran atau daya penyebaran ke belakang digunakan untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input. Jika nilai indeks daya penyebaran sektor j lebih besar dari satu, artinya secara relatif permintaan akhir sektor j dalam merangsang pertumbuhan produksi lebih besar dari rata-rata dan mampu memacu pertumbuhan ekonomi. Rumus indeks daya penyebaran adalah sebagai berikut: 13

28 14 n i= 1 Pd j = n n n i= 1 j= 1 αij αij Keterangan: Pd j = indeks daya penyebaran sektor j α ij = unsur matrik kebalikan Leontief terbuka n = jumlah sektor 2. Indeks kepekaan penyebaran Kepekaan penyebaran atau daya penyebaran ke depan digunakan untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Jika sektor i mempunyai nilai indeks kepekaan penyebaran lebih besar dari satu, artinya secara relatif sektor i dapat memenuhi permintaan akhir sebanyak di atas kemampuan rata-rata dari sektor lainnya. Rumus indeks kepekaan penyebaran adalah sebagai berikut: n j= 1 Sd i = n n n i= 1 j= 1 αij αij Keterangan: Sd i = indeks kepekaan penyebaran sektor i α ij = unsur matrik kebalikan Leontief terbuka n = jumlah sektor Analisis Angka Pengganda (Multiplier) Analisis angka pengganda (multiplier) dibutuhkan dalam memproyeksikan dampak dari perubahan variabel-variabel endogen yaitu suatu sektor tertentu apabila terjadi perubahan dalam variabel-variabel eksogen yaitu permintaan akhir. Tiga variabel yang menjadi fokus utama dalam analisis angka pengganda adalah output produksi, pendapatan rumah tangga, dan tenaga kerja (Tabel 3). Tabel 3Rumus multiplieroutput, pendapatan dan tenaga kerja Nilai Multiplier Output (Rp) Pendapatan (Rp) Tenaga Kerja (Orang) Efek Awal 1 h j e j Efek Putaran Pertama i a ij i a ij h i i a ij e i Efek Dukungan Industri i α ij -1- i a ij i α ij h i -h j - i a ij h i i α ij e i -e j - i a ij e i Efek Induksi Konsumsi i α* ij - i α ij i α* ij h i - i α ij h i i α* ij e i - i α ij e i Efek Total i α* ij i α* ij h i i α* ij e i Efek Lanjutan i α* ij -1 i α* ij h i -h j i α* ij e i -e j Sumber: Daryanto, 1990 dalam Priyarsono et al, 2007 Keterangan: a ij = Koefisien Output

29 15 h i e i α ij = Koefisien Pendapatan Rumah Tangga = Koefisien Tenaga Kerja = Matrik kebalikan Leontief model terbuka α* ij = Matrik kebalikan Leontief model terbuka Sedangkan untuk melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit pengukuran dari sisi output, pendapatan dan tenaga kerja, dapat dihitung dengan menggunakan rumus multipler tipe I dan multiplier tipe II berikut: Efek Awal + Efek Putaran Pertama + Efek Dukungan Industri Tipe 1 = Efek Awal Tipe II = Efek Awal + Efek Putaran Pertama + Efek Dukungan Industri + Efek Induksi Konsumsi Efek Awal Analisis Location Quotient Location Quotient (LQ) merupakan metode untuk menghitung perbandingan relatif antara pendapatan suatu sektor di daerah bawah (kota/provinsi) terhadap pendapatan sektor yang bersangkutan di daerah atas (provinsi/nasional). Secara matematis LQ dirumuskan sebagai berikut. Sib / Sb LQ = Sia / Sa Keterangan: S ib = Pendapatan sektor i pada Provinsi Banten. = Pendapatan total semua sektor Provinsi Banten. S b S ia S a = Pendapatan sektor i nasional. = Pendapatan total semua sektor nasional. Nilai LQ >1 mengindikasikan ada kegiatan ekspor di sektor tersebut atau sektorbasis (B), sedangkan nilai LQ<1 disebut sektor nonbasis (NB). Dua asumsi utama dalam metode LQ adalah (1) pola konsumsi rumah tangga di daerah bawah identik dengan daerah atasnya dan (2) kedua daerah mempunyai fungsi produksi yang linier dengan produktivitas di tiap sektor yang sama bersarnya. Analisis Sektor Unggulan Analisis sektor unggulan melalui pendekatan sektoral digunakan untuk menentukan sektor-sektor yang dapat dijadikan sebagai sektor unggulan dalan pembangunan ekonomi daerah. Dua kriteria utama yang digunakan untuk mengidentifikasi sektor unggulan adalah kriteria keterkaitan antar sektor dan kriteria multiplier. Kriteria keterkaitan menggunakan dua indeks keterkaitan Rasmussen yaitu daya penyebaran dan derajat kepekaan. Sektor-sektor dikelompokkan berdasarkan nilai indeks daya penyebaran (IDP) dan indeks derajat kepekaan (IDK). Sektor-sektor yang memiliki nilai IDP dan IDK lebih dari satu akan ditempatkan pada kuadran I yang artinya sektor tersebut berpotensi menjadi sektor unggulan

30 16 Indeks Derajat 1 2 Kuadran II Kuadran I Kepekaan Kuadran IV Kuadran III Indeks Daya Penyebaran Sumber: Daryanto dan Hafizrianda (2010) Gambar 2Daya penyebaran dan derajat kepekaan Kriteria multiplier berfungsi sebagai proxy untuk menentukan sektor-sektor prioritas dalam perencanaan pembangunan. Nilai multiplier tipe I dan tipe II setiap sektor dijumlahkan untuk ketiga jenis multiplier yaitu multiplier output, multiplier pendapatan, dan multiplier tenaga kerja. Total nilai multiplier yang ada kemudian diurutkan dari yang tertinggi ke terendah dan diberi peringkat (rank). Rank masing-masing sektor untuk ketiga jenis multiplier kemudian dijumlahkan untuk dilihat total peringkatnya. Tiga sektor dari klasifikasi 9 sektor dan enam sub-sektor dari klasifikasi 58 sektor dengan total rank terkecil serta memiliki nilai IDP dan IDK lebih dari satu akan ditetapkan sebagai sektor unggulan. Definisi Operasional Data Output Pengertian output dalam Tabel Input-Output adalah nilai dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi di suatu wilayah, tanpa membedakan asal usul pelaku produksinya. Bagi unit usaha yang produksinya berupa barang, maka output merupakan hasil perkalian kuantitas produksi barang dengan harga produsen per unit barang. Bagi unit usaha yang bergerak di bidang jasa, maka outputnya adalah nilai penerimaan dari jasa yang diberikan ke pihak lain. Transaksi Antara Transaksi antara adalah transaksi antara sektor produksi dan sektor konsumsi, yang hanya mencakup transaksi barang dan jasa yang terjadi dalam proses produksi. Sektor produksi merupakan sektor pada masing-masing baris, sedangkan sektor konsumsi ditunjukkan oleh sektor pada masing-masing kolom. Isian sepanjang baris pada transaksi antara atau disebut juga sebagai permintaan antara memperlihatkan alokasi output suatu sektor dalam memenuhi kebutuhan input sektor-sektor lain untuk keperluan produksi. Sedangkan isian sepanjang kolomnya atau disebut sebagai input antara menunjukkan input barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi suatu sektor.

31 Input Primer Input Input primer adalah balas jasa atau pemakaian faktor-faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal dan kewiraswastaan. Input primer disebut juga nilai tambah bruto dan merupakan selisih antara output dengan input antara. a. Upah dan gaji Upah dan gaji adalah penerimaan yang diterima pekerja berupa uang atau barang yang dibayarkan oleh pengusaha atas pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan. b. Surplus usaha Surplus usaha adalah balas jasa atas kewiraswastaan dan pendapatan atas pemilikan modal. Surplus usaha antara lain terdiri dari keuntungan sebelum dipotong pajak penghasilan, bunga atas modal, sewa tanah dan pendapatan atas hak kepemilikan lainnya. Besarnya nilai surplus usaha adalah sama dengan nilai tambah bruto dikurangi dengan upah/gaji, penyusutan dan pajak tak langsung netto. c. Penyusutan Penyusutan yang dimaksudkan adalah penyusutan barang-barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. Penyusutan barang modal adalah penyisihan pendapatan yang akan digunakan untuk pembelian barang modal baru yang digunakan dalam proses produksi. d. Pajak tak langsung netto Pajak tak langsung netto adalah pajak tak langsung dikurangi dengan subsidi. Pajak tak langsung yang dibayar pemerintah hanyalah pajak atau retribusi atas kegiatan di sekor real estate dan pajak atas commodities produced. Pajak tak langsung mencakup pajak impor, pajak ekspor, bea masuk, pajak pertambahan nilai, cukai dan sebagainya. Subsidi adalah bantuan yang diberikan pemerintah kepada produsen dan menjadi tambahan pendapatan bagi produsen. Permintaan Akhir dan Impor Permintaan akhir adalah permintaan atas barang dan jasa untuk keperluan konsumsi, bukan untuk proses produksi. Permintaan akhir terdiri dari pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor. a. Pengeluaran konsumsi rumah tangga Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah pengeluaran yang dilakukan rumah tangga untuk semua pembelian barang dan jasa dikurangi dengan penjualan netto barang bekas. Barang dan jasa dalam hal ini mencakup barang tahan lama dan barang tidak tahan lama kecuali pembelian rumah tempat tinggal. Konsumsi penduduk suatu negara yang dilakukan di luar negeri diperlakukan sebagai impor, sebaliknya konsumsi oleh penduduk asing di wilayah negara tersebut diperlakukan sebagai ekspor. b. Pengeluaran konsumsi pemerintah Cakupan dalam konsumsi pemerintah adalah semua pengeluaran barang dan jasa untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan administrasi pemerintahan dan pertahanan, baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 17

32 18 c. Perubahan modal tetap Pembentukan modal tetap meliputi pengadaan, pembuatan, atau pembelian barang-barang modal baru baik dari dalam maupun impor termasuk barang modal bekas dari luar daerah. d. Perubahan stok Perubahan stok adalah selisih antara nilai stok barang pada akhir tahun dengan nilai stok barang pada awal tahun. Perubahan stok dapat digolongkan menjadi : (1) perubahan stok barang jadi dan setengah jadi yang disimpan oleh produsen, termasuk perubahan jumlah ternak dan unggas serta barang-barang strategis yang merupakan cadangan nasional, (2) perubahan stok bahan mentah dan bahan baku yang belum digunakan oleh produsen, dan (3) perubahan stok di sektor perdagangan, yang terdiri dari barang-barang dagangan yang belum terjual. e. Ekspor dan impor Pada Tabel Input-Output regional yang dimaksud dengan ekspor dan impor barang dan jasa adalah meliputi transaksi barang dan jasa antara penduduk suatu negara atau daerah dengan penduduk negara atau daerah lain. Transaksi tersebut terdiri dari ekspor dan impor untuk barang dagangan, jasa pengangkutan, komunikasi, asuransi, dan berbagai jasa lainnya. Transaksi ekspor barang keluar negeri dinyatakan dengan nilai free on board (f.o.b) yaitu suatu nilai yang mencakup juga semua biaya angkutan di negara pengekspor, bea ekspor, dan biaya pemuatan barang barang sampai ke kapal yang akan mengangkutnya. Sedangkan transaksi impor dari luar negeri dinyatakan atas dasar biaya pendaratan (landed cost) yang terdiri dari nilai cost, insurance and freight (c.i.f) ditambah dengan bea masuk dan pajak penjualan impor. GAMBARAN UMUM Letak Astronomis, Geografis dan Iklim Provinsi Banten adalah salah satu wilayah pemekaran yang dulu termasuk dalam Provinsi Jawa Barat dan terbentuk melalui Undang-undang No.23 Tahun 2000 (BPS 2013). Kota Serang merupakan ibukota dari Provinsi Banten. Provinsi Banten secara geografis terletak di ujung barat Pulau Jawa, berjarak sekitar 90 km dari DKI Jakarta serta memiliki luas sebesar km 2. Provinsi Banten memiliki 55 pulau yang tersebar diwilayah provinsi maupun diperbatasannya. Letak geografis Provinsi Banten mempunyai posisi yang strategis, yaitu sebagai jalur penghubung antara pulau Jawa dan pulau Sumatra.Wilayahnya, berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat di sebelah timur, Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah selatan, dan Selat Sunda di sebelah barat. Letak astronomis wilayah Provinsi Banten adalah 5 o o 1 1 Lintang Selatan dan 105 o o 7 12 Bujur Timur. Iklim wilayah Banten dipengaruhi oleh Angin Moonson dan gelombang La Nina. Cuaca didominasi oleh Angin Barat dari Samudra Hindia dan Angin Asia di musim penghujan serta Angin Timur pada musim kemarau. Suhu udara di Banten pada tahun 2009 umumnya antara 22.1 o C 33.7 o C, dengan kelembaban udara bervariasi antara 74

33 persen 86 persen. Hujan turun setiap bulannya, dengan jumlah hari dan curah hujan dalam setahun masing-masing sebanyak 170 hari dan mm. 19 Sumber : Peta Tematik Indonesia Gambar 3Peta administratif Provinsi Banten Provinsi Banten pada awalnya terdiri dari empat kabupaten yaitu Kabupaten Pandeglang, Lebak, Tangerang, Serang dan dua kota yaitu Kota Tangerang dan Kota Cilegon. Seiring perkembangan pembangunan, telah terjadi pemekaran wilayah, Kabupaten Serang menjadi Kabupaten Serang dan Kota Serang. Kabupaten Tangerang dimekarkan menjadi Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Provinsi Banten saat ini terdiri dari empat kabupaten dan empat kota (Tabel 4). Tabel 4Klasifikasi kabupaten/kota dan luas wilayah Provinsi Banten Kabupaten/Kota Ibukota Luas (km 2 ) Persentase (%) Kabupaten Pandeglang Pandeglang Kabupaten Lebak Rangkasbitung Kabupaten Tangerang Tigaraksa Kabupaten Serang Ciruas Kota Tangerang Tangerang Kota Cilegon Purwakarta Kota Serang Serang Kota Tangerang Selatan Pamulang Provinsi Banten Kota Serang Sumber: BPS Provinsi Banten, 2013 Ekosistem wilayah provinsi Banten pada dasarnya terdiri dari : a. Lingkungan Pantai Utara yang merupakan ekosistem sawah irigasi teknis dan setengah teknis, kawasan pemukiman dan industri.

34 20 b. Kawasan Banten Bagian Tengah yang merupakan kawasan pertanian dan perkebunan, sebagian berupa pemukiman perdesaan. c. Kawasan Banten Selatan merupakan kawasan lindung Gunung Halimun Salak, Kendeng hingga Malingping, Bayah berupa pegunungan yang menyimpan potensi sumber daya alam. DAS Cibaliung-Malingping merupakan cekungan sumber air. d. Banten Bagian Barat (DAS Cidano dan lereng Gunung Karang-Aseupan dan Pulosari sampai DAS Ciliman wilayah Pandeglang dan Serang Bagian Barat) yang kaya akan potensi air, merupakan kawasan pertanian. e. Ujung Kulon sebagai Taman Nasional Konservasi Badak Jawa (Rhinoceros Sondaicus). Kependudukan Data BPS Provinsi Banten pada publikasi Banten Dalam Angka 2013 menunjukkan pada tahun 2012,jumlah penduduk di provinsi Banten adalah sebesar juta jiwa meningkat dengan laju pertumbuhan 2.16 persen dari tahun Kepadatan penduduk di provinsi Banten sebesar 1164 jiwa/km 2 tidaklah merata karena sebagian besar penduduknya tinggal di Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang yang merupakan kawasan pusat bisnis dan konsentrasi industri. Kota Tangerang adalah kota dengan kepadatan penduduk terbesar di Provinsi Banten yaitu jiwa/km 2, sedangkan Kabupaten Lebak merupakan daerah dengan kepadatan penduduk terkecil yaitu 362 jiwa/km 2. Kabupaten/Kota Tabel 5Kepadatan penduduk menurut kabupaten/kota Jumlah Penduduk Persentase Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km 2 ) Laju Pertumbuhan Penduduk ( ) Kabupaten Pandeglang Kabupaten Lebak Kabupaten Tangerang Kabupaten Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten Sumber: BPS Provinsi Banten,2013 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting dalamproses pembangunan di suatu daerah. Jumlah tenaga kerja yang besar dengan disertai keahlian yang cukup memadai akan mempercepat perkembanganpembangunan di

35 daerah tersebut. Jumlah angkatan kerja Provinsi Banten pada bulan Februari 2013 sebanyak 5.47 juta orang dengan proporsi 4.92 juta orang atau sekitar persen bekerja dan 579 ribu orang atau sekitar persen pengangguran (Tabel 6). Tingginya angka tingkat pengangguran mengindikasikan bahwa pembangunan daerah di provinsi Banten belum berjalan secara baik. Tabel 6Struktur angkatan kerja Provinsi Banten (Februari 2013) No Uraian Jumlah Orang Persen (%) 1 Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran Bukan Angkatan Kerja Sumber: BPS Provinsi Banten, 2013 Sebagian besar penduduk Banten bekerja di sektor perdagangan dan industri seperti yang ditunjukkan pada tabel 7. Selama kurun waktu Februari 2013sampai dengan Agustus 2013 terjadi shifting lapangan pekerjaan sektor pertanian ke sektor industri. Hal ini terindikasi dari terjadinya drop out tenaga kerja pada sektor pertanian sebesarkurang lebih 11 ribu orang dan bertambahnya penyerapan tenaga kerja pada sektor industrisebanyak kurang lebih 171 ribu orang. 21 Tabel 7 Penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama, tahun (ribu orang) Lapangan Pekerjaan Utama Februari Agustus Februari Agustus Pertanian Industri Perdagangan Jasa Kemasyarakatan Lainnya Total Sumber: BI,2014 Besar kecilnya jumlah penduduk miskin di suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh garis kemiskinan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis kemiskinan. Jika garis kemiskinan semakin tinggi, maka semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin. Garis kemiskinan Provinsi Banten pada bulan September 2013 adalah Rp per kapita per bulan, meningkat sebesar Rp dari periode Maret 2013 (Tabel 8). Kenaikan nilai garis kemiskinan bersamaan juga dengan kenaikan jumlah penduduk miskin pada bulan September 2013 dengan total penduduk dan persentase penduduk miskin sebesar 5.89 persen.

36 22 Periode Tabel 8Garis kemiskinan, jumlah dan persentase penduduk miskin Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) Jumlah Penduduk Miskin (Ribu) Penduduk Miskin (%) Maret 2013 Perdesaan Perkotaan Kota + Desa September 2013 Perdesaan Perkotaan Kota + Desa Sumber: BI, 2014 Pertumbuhan Ekonomi Kinerja pembangunan daerah dapat dinilai dari gambaran hasil pelaksanaan pembangunan, salah satunya adalah laju pertumbuhan ekonomi. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat wilayah menggambarkan kemampuan suatu wilayah untuk menciptakan output (nilai tambah) pada suatu waktu tertentu. PDRB atas dasar harga konstan berfungsi untuk melihat pertambahan pendapatan wilayah dari satu waktu ke waktu berikutnya secara rill. Tabel 9 Laju pertumbuhan ekonomi PDRB Banten menurut lapangan usaha tahun 2013 Sektor ekonomi Laju Pertumbuhan (%) Pertanian 7.35 Pertambangan dan Penggalian 3.18 Industri Pengolahan 3.92 Listrik, Gas, dan Air Bersih 4.01 Bangunan 9.68 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 7.91 Pengangkutan dan Komunikasi 7.73 Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan 8.52 Jasa-Jasa 8.45 PDRB 5.86 Sumber: BPSProvinsi Banten, 2014 Besaran PDRB Banten tahun 2013 atas dasar harga konstan mencapai Rp triliun, meningkat Rp 5.87 triliun dibandingkan PDRB tahun 2012 sebesar Rp triliun. Pertumbuhan ekonomi tahun 2013 sebesar 5.86 persen ini lebih rendah dibandingkan tahun 2012 sebesar 6.15 persen. Pada sisi penawaran, seluruh sektor PDRB Banten pada tahun 2013 tumbuh secara positif.

37 Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor bangunan yang tumbuh 9.68 persen. Sektor dengan persentase pertumbuhan ekonomi paling rendah selama tahun 2013 adalah sektor pertambangan dan penggalian yang tumbuh 3.18 persen. PDRB per kapita diperoleh dari PDRB atas dasar harga berlaku dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun (BPS, 2013). PDRB per kapita merupakan gambaran rata-rata pendapatan yang diterima penduduk di suatu wilayah selama satu tahun. Kota Cilegon adalah kota dengan PDRB per kapita tertinggi di Provinsi Banten, dengan pendapatan tahun 2013 sebesar juta rupiah (Tabel 10). Hal ini disebabkan oleh jumlah penduduk yang sedikit disertai PDRB kota Cilegon yang besar karena adanya industri-industri besar besi dan baja penghasil nilai tambah yang tinggi. Kota dengan PDRB per kapita terendah adalah Kabupaten Lebak, daerah berbasis pertanian dengan PDRB yang cukup rendah. Tabel 10PDRB per kapita Provinsi Banten atas dasar harga berlaku menurut kabupaten/kota tahun Kabupaten / Kota PDRB per kapita (Rp juta) Kabupaten Pandeglang Kabupaten Lebak Kabupaten Tangerang Kabupaten Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Kota Tangerang Selatan Sumber: BPS Provinsi Banten, HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Perekonomian Provinsi Banten Gambaran mengenai struktur perekonomian provinsi Banten diperoleh dari Tabel Input-Output Provinsi Banten tahun Struktur perekonomian regional Provinsi Banten yang ditinjau berdasarkan struktur permintaan, struktur konsumsi rumah tangga, struktur konsumsi pemerintah, struktur investasi, struktur surplus perdagangan, struktur nilai tambah bruto dan struktur tenaga kerja. Struktur Permintaan Total permintaan merupakan penjumlahan dari permintaan antara dan permintaan akhir dalam struktur tabel Input-Output. Permintaan antara menunjukkan jumlah permintaan barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi, sedangkan permintaan akhir merupakan output suatu sektor yang langsung dipergunakan oleh rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok dan ekspor. Total permintaan Provinsi Banten pada tahun 2010

38 24 adalah sebesar Rp 555 triliun, yang terdiri dari permintaan antara sebesar Rp 166 triliun dan permintaan akhir sebesar Rp 389 triliun (Tabel 11). Tabel 11Struktur permintaan sektor ekonomi Provinsi Banten Permintaan antara Permintaan akhir Total permintaan Jumlah Sektor ekonomi Persen Jumlah Persen Jumlah Persen (Rp Juta) (%) (Rp Juta) (%) (Rp Juta) (%) Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pegolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Transportasi dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 9 sektor (diolah) Besarnya kontribusi setiap sektor terhadap permintaan antara dan permintaan akhir Provinsi Banten ditunjukkan pada tabel 11. Sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar yaitu Rp 252 triliun atau sebesar persen dari total permintaan Provinsi Banten. Kontribusinya terdiri dari permintaan antara sebesar Rp 51 triliun dan permintaan akhir sebesar Rp 201 triliun. Jumlah permintaan akhir yang lebih besar dari permintaan antara mengindikasikan bahwa output sektor industri pengolahan lebih banyak digunakan untuk konsumsi langsung bukan sebagai input pada sektor lain dalam perekonomian Provinsi Banten. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran dan sektor transportasi dan komunikasi menempati peringkat kedua dan ketiga dalam kontribusi total permintaan. Sektor Penggalian memiliki total permintaan terkecil yaitu Rp 373 miliar atau sebesar 0.07 persen dari total permintaan provinsi Banten. Struktur Konsumsi Rumah Tangga Total konsumsi rumah tangga Provinsi Banten berdasarkan Tabel Input- Output klasifikasi 58 sektor tahun 2010 mencapai Rp 78 triliun. Sektor industri pengolahan menghasilkan nilai konsumsi rumah tangga tertinggi, yaitu sebesar Rp 23 triliun atau sekitar persen dari total konsumsi rumah tangga (Tabel 12). Kemudian pada posisi kedua ditempati oleh perdagangan, hotel, dan restoran dengan nilai konsumsi rumah tangga sebesar Rp 15 triliun atau sebesar

39 19.66persen dan ketiga sektor transportasi dan komunikasi sebesar Rp 14 triliun atau sebesar persen. Tabel 12Struktur konsumsi rumah tangga terhadap sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten Sektor ekonomi Konsumsi rumah tangga Jumlah (Rp juta) Persen (%) Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pegolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Transportasi dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 9 sektor (diolah) Struktur Konsumsi Pemerintah Jumlah konsumsi pemerintah berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Banten tahun 2010 adalah Rp triliun. Tabel 13 menunjukkan bahwa konsumsi pemerintah terbesar dialokasikan pada sektor jasa yaitu sebesar Rp 7.28 triliun atau sekitar persen dari total keseluruhan konsumsi pemerintah. Berdasarkan tabel Input-Output provinsi Banten klasifikasi 58 sektor, sekitar Rp 4.52 triliun dialokasikan pemerintah untuk jasa administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib. Alokasi untuk subsektor ini lebih besar dibandingkan alokasi untuk subsektor jasa lainnya. Tabel 13 Struktur konsumsi pemerintah terhadap sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten Sektor ekonomi Konsumsi pemerintah Jumlah (Rp juta) Persen (%) Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pegolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Transportasi dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 9 sektor (diolah) 25

40 26 Struktur Investasi Total investasi merupakan penjumlahan dari pembentukan modal tetap dan perubahan stok. Total keseluruhan investasi Provinsi Banten pada tahun 2010 adalah Rp triliun. Pada tabel 14 ditunjukkan bahwa sektor konstruksi mempunyai investasi terbesar yaitu Rp triliun atau persen dari total investasi provinsi Banten. Sektor selanjutnya yaitu sektor industri pengolahan berkontribusi sebesar Rp triliun atau sekitar persen dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar Rp 4.05 triliun atau sekitar 7.26 persen dari total investasi provinsi Banten. Sektor ekonomi Tabel 14Investasi sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten Pembentukan modal tetap (Rp juta) Perubahan stok (Rp juta) Investasi (Rp Juta) Persen (%) Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pegolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Transportasi dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 9 sektor (diolah) Struktur Ekspor dan Impor Total ekspor bersih diperoleh dari selisih antara total ekspor dan total impor. Jumlah ekspor bersih Provinsi Banten berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Banten Tahun 2010 adalah sebesar Rp triliun. Tabel 15Net ekspor sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten Sektor ekonomi Net ekspor (Ekspor - Impor) Jumlah (Rp juta) Persen (%) Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pegolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Transportasi dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 9 sektor (diolah)

41 Sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap ekspor bersih Provinsi Banten adalah sektor industri pengolahan dengan nilai kontribusi sebesar Rp triliun atau persen dari total keseluruhan ekspor bersih (Tabel 15). Sektor perdagangan, hotel, dan restoran berada pada urutan kedua dalam dengan nilai Rp triliun atau sebesar persen dari total ekspor bersih Provinsi Banten. Sektor transportasi dan komunikasi menempati urutan ketiga dengan kontribusi sebesar Rp triliun atau sebesar 9.23 persen dari total ekspor bersih Provinsi Banten. Struktur Nilai Tambah Bruto Nilai tambah bruto (NTB) adalah balas jasa terhadap faktor produksi yang tercipta karena adanya kegiatan produksi. Nilai tambah bruto (NTB) pada Tabel Input Output Provinsi Banten Tahun 2010 dirinci menurut upah dan gaji, surplus usaha, penyusustan, pajak tidak langsung dan subsidi. Pajak tidak langsung netto merupakan selisih antara pajak tidak langsung dengan subsidi. Besarnya nilai tambah setiap sektor ditentukan oleh besarnya output atau nilai yang diproduksi atau yang dihasilkan serta jumlah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Tabel 16 menunjukkan total NTB yang dihasilkan oleh Provinsi Banten Tahun 2010 adalah sebesar Rp triliun dengan perincian dari upah dan gaji sebesar Rp triliun, surplus usaha Rp triliun, penyusutan sebesar Rp triliun, dan pajak tidak langsung netto sebesar Rp 8.72 triliun. Tabel 16 Struktur nilai tambah bruto sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten Sektor ekonomi Upah dan gaji (Rp juta) Surplus usaha (Rp juta) Ratio upah gaji dan surplus usaha Penyusutan (Rp juta) Pajak tak langsung (Rp juta) 27 Jumlah (Rp juta) Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pegolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Transportasi dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 9 sektor (diolah) Sektor penyusun upah dan gaji tertinggi adalah sektor industri pengolahan dengan nilai sebesar Rp triliun, kedua adalah sektor jasa dengan nilai Rp triliun dan ketiga adalah sektor transportasi dan komunikasi sebesar Rp 7.91

42 28 triliun. Sektor industri pengolahan adalah sektor dengan penyerapan tenaga kerja tertinggi di Provinsi Banten.Sektor yang memberikan kontribusi paling tinggi pada surplus usaha adalah sektor industri pengolahan dengan nilai sebesar Rp triliun, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai Rp triliun dan ketiga sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar Rp triliun. Rasio upah gaji dan surplus usaha dapat digunakan untuk mengukur keseimbangan distribusi pendapatan antara pemilik modal dan tenaga kerja. Jika rasio upah gaji dengan surplus usaha suatu sektor bernilai satu, hal tersebut mengindikasikan bahwa terjadi keseimbangan dalam pendistribusian pendapatan pada suatu sektor perekonomian. Sektor jasa merupakan satu-satunya sektor yang memiliki rasio upah gaji dan surplus usaha lebih besar dari satu yaitu 8.92 karena besarnya pendapatan pekerja lebih rendah dibandingkan surplus usaha pemilik modal.hal ini terjadi akibat faktor produksi yang digunakan yang digunakan pada sektor tersebut adalah padat karya.pada sektor-sektor lainnya terjadi ketidakseimbangan antara upah dan gaji yang diterima pekerja dengan surplus usaha yang diterima oleh pemilik modal. Unsur selanjutnya dari nilai tambah bruto adalah nilai penyusutan (pengurangan dari nilai barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi). Sektor yang memberikan nilai penyusutan tertinggi pada perekonomian Provinsi Banten tahun 2010 adalah sektor industri pengolahan dengan nilai Rp triliun serta transportasi dan komunikasi menempati urutan kedua tertinggi dimana nilai penyusatannya sebesar Rp 9.54 triliun yang diikuti oleh sektor jasa dengan nilai penyusutan sebesar Rp 2.42 triliun. Pajak tak langsung netto adalah selisih antara pajak tak langsung yang dibayar pemilik modal dengan subsidi yang diberikan pemerintah pada sektor tersebut. Pajak tak langsung netto yang terdapat pada perekonomian Provinsi Banten tahun 2010 terbesar berasal dari sektor industri pengolahan dengan nilai sebesar Rp 3.74 triliun, diikuti sektor perdagagan, hotel, dan restoran dengan nilai pajak tak langsung netto sebesar Rp 2.02 triliun, urutan ketiga sektor listrik, gas, dan air bersih yang memiliki nilai pajak tak langsung netto sebesar Rp miliar. Struktur Tenaga Kerja Analisis struktur tenaga kerja ditujukan untuk mengukur tingkat produktivitas tenaga kerja sektoral yang dilihatberdasarkan rasio perbandingan antara nilai tambah sektoral dengan jumlahtenaga kerja masing-masing sektor. Jumlah tenaga kerja yang terserap oleh sektor ekonomi Provinsi Banten tahun 2010 sebanyak orang (Tabel 17). Sektor yang menyerap tenaga kerja terbanyak yaitu sektor industri pengolahan sekitar persen, kemudian sektor perdagangan, hotel, dan restoran persen dan sektor jasa20.40 persen dari total tenaga kerja yang ada di Provinsi Banten. Dua sektor yang memiliki tingkat produktivitas yang tinggi yaitu sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar Rp juta/tk dan sektor listrik, gas dan air bersih sebesar Rp juta/tk. Kebutuhan akan output dari sub-sektor ketenagalistrikan didominasi oleh sektor industri pengolahan di Banten. Total kapasitas pembangkit listrik yang terpasang di Banten tahun 2010 sekitar MW (Distamben Provinsi Banten, 2013). Kedua sektor ini memiliki sedikit

43 pekerja tetapi mampu menghasilkan nilai tambah bruto yang tinggi sehingga menghasilkan tingkat produktivitas yang tinggi. Tabel 17Struktur tenaga kerja sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten Sektor ekonomi Nilai tambah bruto (Rp juta) Upah dan gaji (Rp juta) Jumlah tenaga kerja (Orang) Produktivitas (Juta/TK) 29 Upah per tenaga kerja (Juta/TK) Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pegolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Transportasi dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 9 sektor (diolah) Upah per tenaga kerja dihitung melalui rasio upah dan gaji dengan jumlah tenaga kerja masing-masing sektor. Sektor listrik, gas, dan air bersih memiliki upah per tenaga kerja tertinggi yaitu Rp juta/tk/tahun atau sekitar Rp 4.33 juta/tk/bulan. Upah per tenaga kerja yang besar disebabkan oleh jumlah tenaga kerja yang digunakan sedikit tetapi upah dan gaji keseluruhan yang diterima pekerja besar. Sektor dengan upah per tenaga kerja terendah adalah sektor penggalian yaitu Rp 4.32 juta/tk/tahun atau sekitar Rp ribu/tk/bulan. Jumlah ini jauh dari Upah Minimum Provinsi Banten tahun 2010 yaitu Rp ribu/tk/bulan. Analisis Keterkaitan Analisis keterkaitan terbagi menjadi dua yaitu, keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang. Nilai keterkaitan langsung ke depan dan ke belakang diperoleh dari nilai koefisien teknis, sedangkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan dan ke belakang diperoleh dari nilai matriks kebalikan Leontief. Keterkaitan ke Depan Keterkaitan ke depan merupakan keterkaitan sektor produksi hulu terhadap sektor produksi hilirnya.keterkaitan ke depan terbagi menjadi dua, yaitu keterkaitan langsung ke depan dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke

44 30 depan.nilai keterkaitan ke depan mendeskripsikan jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan, maka output suatu sektor yang dialokasikan ke sektor tersebut dan juga sektor-sektor lainnya akan meningkat sebesar nilai keterkaitannya. Tabel 18 Keterkaitan ke depan sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten klasifikasi 9 Sektor Sektor ekonomi Keterkaitan ke depan KD KDLTi Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pegolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Transportasi dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Keterangan: KD : Keterkaitan ke depan langsung KDLTi : Keterkaitan ke depan langsung dan tidak langsung Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 9 sektor (diolah) Tabel 18 menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan memiliki nilai keterkaitan langsung dan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan terbesar dengan nilai dan Nilai ini menjelaskan bahwa apabila terjadi peningkatan pada permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka output sektor industri pengolahan yang langsung dialokasikan ke sektor yang menggunakan output dari sektor industri pengolahan termasuk sektor itu sendiri akan mengalami peningkatan sebesar Rp serta secara langsung dan tidak langsung akan mengalami peningkatan sebesar Rp Tabel 19 menunjukkan sepuluh sektor dengan nilai keterkaitan ke depan terbesar pada tabel Input-Output klasifikasi 58 sektor untuk memfokusan subsekor ekonomi apa yang dapat dikembangkan pada sektor industri pengolahan. Sektor industri makanan, minuman, dan tembakau merupakan sub-sektor dari sektor industri pengolahan yang berada pada urutan ketiga dengan nilai keterkaitan ke depan langsung terbesar sebesar Tiga sektor yang terbanyak menggunakan output dari sektor industri makanan, minuman, dan tembakau secara langsung adalah sektor peternakan, sektor industri kulit dan barang dari kulit, serta sektor penyediaan makanan dan minuman. Sektor ini juga memiliki nilai keterkaitan ke depan langsung dan tidak langsung yang berada pada urutan kedua yaitu Tiga sektor yang menggunakan output per unit kenaikan permintaan akhir untuk sektor industri makanan, minuman, dan tembakau adalah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau, sektor peternakan dan sektor penyediaan makanan dan minuman.

45 Tabel 19 Keterkaitan ke depan sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten klasifikasi 58 Sektor Rank Sektor ekonomi KD Sektor ekonomi KDLTi 1 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Ketenagalistrikan Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 3 Industri Makanan, Ketenagalistrikan Minuman dan Tembakau 4 Angkutan Udara Angkutan Udara Angkutan Darat Informasi dan Komunikasi Informasi dan Komunikasi Angkutan Darat Real Estate Konstruksi Industri Komputer, Barang Pertambangan Minyak Elektronik, Optik dan Peralatan Listrik Bumi, Gas Alam dan Panas, Batubara dan Lignit 9 Tanaman Pangan Industri Komputer, Barang Elektronik, Optik dan Peralatan Listrik 10 Konstruksi Pertambangan dan Penggalian Lainnya Keterangan: KD : Keterkaitan ke depan langsung KDLTi : Keterkaitan ke depan langsung dan tidak langsung Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 58 sektor (diolah) Keterkaitan ke Belakang Keterkaitan ke belakang merupakan keterkaitan sektor produksi hilir terhadap sektor produksi hulunya. Keterkaitan ke belakang terbagi menjadi dua, yaitu keterkaitan langsung ke belakang dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang. Tabel 20 Keterkaitan ke belakang sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten klasifikasi 9 sektor Sektor ekonomi Keterkaitan ke belakang KB KBLTi Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pegolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Transportasi dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Keterangan: KB : Keterkaitan ke belakang langsung KBLTi : Keterkaitan ke belakang langsung dan tidak langsung Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 9 sektor (diolah) 31

46 32 Nilai keterkaitan ke belakang mendeskripsikan seberapa besar nilai input yang dibutuhkan suatu sektor untuk setiap unit kenaikan permintaan total dari sektor lain maupun dari sektor itu sendiri.pada tabel 20 ditunjukkan bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki nilai keterkaitan langsung dan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang terbesar dengan nilai dan Nilai ini menjelaskan bahwa apabila terjadi peningkatan pada permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka sektor perdagangan, hotel dan restoran akan meningkatan permintaan input secara langsung terhadap sektor hulunya maupun sektor itu sendiri sebesar Rp serta secara langsung dan tidak langsung akan meningkatkan permintaan input sebesar Rp Tabel 21 Keterkaitan ke belakang sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten klasifikasi 58 sektor Rank Sektor Ekonomi KB Sektor Ekonomi KBLTi 1 Industri Komputer, Barang Industri Komputer, Elektronik, Optik dan Peralatan Listrik Barang Elektronik, Optik dan Peralatan Listrik 2 Industri Makanan, Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 3 Industri Barang-Barang Dari Logam Dasar Bukan Besi 4 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Minuman dan Tembakau Industri Kertas dan Barang dari Kertas Angkutan Darat Angkutan Darat Peternakan Industri Kertas dan Barang Perdagangan Besar dan dari Kertas Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7 Perikanan Penyediaan Makan Minum 8 Angkutan Udara Angkutan Laut Jasa Kesehatan dan Angkutan Udara Kegiatan Sosial 10 Penyediaan Makan Minum Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Keterangan: KB : Keterkaitan ke belakang langsung KBLTi : Keterkaitan ke belakang langsung dan tidak langsung Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 9 sektor (diolah) Tabel 21 menunjukkan sepuluh sektor dengan nilai keterkaitan ke belakang terbesar pada tabel Input-Output klasifikasi 58 sektor untuk memfokusan subsekor ekonomi apa yang dapat dikembangkan pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor merupakan sub-sektor dari sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran yang berada pada urutan keempat dengan nilai keterkaitan langsung ke belakang sebesar Tiga sektor penyedia input secara langsung bagi sektor ini adalah sektor real estate, sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor, serta sektor informasi dan komunikasi. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor juga

47 memiliki nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang cukup besar yaitu , dimana tiga sektor utama yang menyediakan input per unit kenaikan permintaan akhirnya sama dengan ketiga sektor penyedia input secara langsung. Analisis Dampak Penyebaran Daya penyebaran dan derajat kepekaan merupakan perbandingan dampak, baik ke belakang maupun ke depan, terhadap rata-rata seluruh dampak sektor (Daryanto dan Hafizrianda 2010). Kedua indeks ini merupakan bagian dalam analisis dampak penyebaran mampu memperbandingkan derajat keterkaitan antarsektor sehingga memadai untuk dipakai sebagai landasan penentuan sektor unggulan. Suatu sektor dikatakan memiliki koefisien penyebaran dan derajat kepekaan yang tinggi apabila nilai indeksnya lebih besar dari satu. Tabel 22 Indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten klasifikasi 9 Sektor Sektor Ekonomi IDP IDK Pertanian Penggalian Industri Pegolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Transportasi dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Keterangan: IDP : Indeks daya penyebaran IDK : Indeks derajat kepekaan Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 9 sektor (diolah) Koefisien Penyeberan (Daya Penyebaran ke Belakang) Koefisien penyebaran adalah efek yang ditimbulkan akibat peningkatan output suatu sektor tersebut terhadap output sektor-sektor hulunya. Tabel 22 menunjukan terdapat empat sektor ekonomi yang memiliki koefisien penyebarandengan nilai indeks lebih besar dari satu di Provinsi Banten, yaitu sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, sektor perdagangan, hotel, dan restoran dan sektor transportasi dan komunikasi. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran memiliki nilai koefisien penyebaran tertinggi sebesar Sub-sektor yang dapat dikembangan dari sektor ini adalah sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor dan sektor penyediaan makan minum karena memiliki nilai koefisien yang besar yaitu dan (Tabel23). Derajat Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan) Derajat Kepekaan adalah efek yang ditimbulkan akibat peningkatan output suatu sektor tersebut terhadap output sektor-sektor hilirnya. Tabel 22 menunjukan terdapat tiga sektor ekonomi yang memiliki kepekaan penyebaran dengan nilai 33

48 34 indeks lebih besar dari satu di Provinsi Banten, yaitu sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran dan sektor transportasi dan komunikasi.sektor industri pengolahan memiliki nilai derajat kepekaan tertinggi sebesar Sub-sektor yang dapat dikembangan dari sektor industri pengolahan adalah sektor industri makanan, minuman dan tembakau dengan nilai indeks dan sektor industri komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik dengan nilai indeks (Tabel 23). Tabel 23 Indeks daya penyebaran dan derajat kepekaan sektor-sektor perekonomian Provinsi Banten klasifikasi 58 sektor Rank Sektor ekonomi IDP Sektor ekonomi IDK 1 Industri Komputer, Barang Elektronik, Optik dan Peralatan Listrik Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Motor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Industri Kertas dan Ketenagalistrikan Barang dari Kertas 4 Angkutan Darat Angkutan Udara Peternakan Informasi dan Komunikasi 6 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Angkutan Darat Penyediaan Makan Konstruksi Minum 8 Angkutan Laut Tanaman Pangan Angkutan Udara Industri Komputer, Barang Elektronik, Optik dan Peralatan Listrik Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Peternakan Keterangan: IDP : Indeks daya penyebaran IDK : Indeks derajat kepekaan Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 58 sektor (diolah) AnalisisAngkaPengganda(Multiplier) Tujuan dari dilakukannya analisis multiplier adalah melihat seberapa besar perubahan output suatu sektor produksi akibat terjadi perubahan dalam permintaan akhir. Terdapat dua jenis multiplier yaitu multiplier tipe I dan multiplier tipe II. Nilai dari multiplier tipe I adalah total dari efek awal(initial effect), efek putaran pertama(first round effect), dan efek dukungan industri(industrial support effect). Dalam tipe ini, rumah tangga dianggap mampu menentukan pola konsumsi di luar sistem ekonomi sehingga ditempatkan sebagai

49 variabel eksogen. Pada multiplier tipe II, rumah tangga ditempatkan sebagai variabel endogen, sehingga efek induksi konsumsi (consumption induced effect)turut diperhitungkan. Tiga variabel utama dalam analisis multiplier adalah output sektor produksi, pendapatan rumah tangga, dan tenaga kerja. MultiplierOutput Multiplieroutput digunakan untuk mengukur peningkatan nilai total dari output akibat adanya perubahan satu unit permintaan akhir. Tabel 24 menunjukkan nilai multiplier output tipe I tertinggi dimiliki oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan nilai Nilai ini berarti jika terjadi peningkatan permintaan akhir terhadap sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp 1 juta, maka akan meningkatkan output pada semua sektor ekonomi sebesar Rp Hal ini juga didukung oleh hasil analisis multiplieroutput klasifikasi 58 sektor yang ditampilkan pada tabel 25. Tabel ini menunjukkan sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor dan sektor penyediaan makan minum dengan nilai multiplier tipe I yang berada pada peringkat keenam dan ketujuh. Keduanya merupakan sub sektor dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Tabel 24 Nilai multiplier output sektor perekonomian Provinsi Banten klasifikasi 9 sektor Sektor ekonomi Multiplier output Tipe I Tipe II Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pegolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Transportasi dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 9 sektor (diolah) Sektor jasa-jasa memiliki nilai tertinggi dalam hasil multiplieroutput tipe II, yaitu sebesar Nilai ini berarti dengan memasukkan efek induksi konsumsi, jika terjadi peningkatan permintaan akhir terhadap jasa-jasa sebesar Rp 1 juta maka akan meningkatkan output pada semua sektor ekonomi sebesar Rp Kelima sub-sektor dari sektor jasa-jasa yang memiliki nilai multiplier output tipe II tertinggi adalah (1) sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib, (2) sektor jasa pendidikan, (3) sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial, (4) sektor jasa lainnya, dan (5) sektor jasa hiburan, rekreasi dan kebudayaan Swasta (Tabel 23). 35

50 36 Tabel 25 Nilai multiplier output sektor perekonomian Provinsi Banten klasifikasi 58 Sektor Multiplier Output Rank Sektor Ekonomi Tipe 1 Sektor Ekonomi Tipe II 1 Industri Komputer, Barang Elektronik, Optik dan Peralatan Listrik 2 Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 3 Industri Kertas dan Barang dari Kertas Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Pertambangan dan Penggalian Lainnya 4 Angkutan Darat Tanaman Pangan Peternakan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Jasa lainnya Penyediaan Makan Minum Angkutan Rel Angkutan Laut Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 9 Angkutan Udara Jasa Hiburan, Rekreasi dan Kebudayaan Swasta 10 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Industri Komputer, Barang Elektronik, Optik dan Peralatan Listrik Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 58 sektor (diolah) Multiplier Pendapatan Multiplier pendapatan digunakan untuk mengukur peningkatan nilai pendapatan rumah tangga akibat adanya perubahan satu unit permintaan akhir. Tabel 26 menunjukkan bahwa sektor perdagangan, hotel, dan restoran memiliki nilai multiplier pendapatan tipe I dan tipe II tertinggi. Tabel 26 Nilai multiplier pendapatan sektor perekonomian Provinsi Banten klasifikasi 58 sektor Sektor Ekonomi Multiplierpendapatan Tipe I Tipe II Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pegolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Transportasi dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 9 sektor (diolah)

51 37 Nilai multiplier pendapatan tipe I sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar menunjukkan jika ada penambahan perrmintaan akhir output dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar Rp 1 juta, maka pendapatan rumah tangga yang bekerja di sektor tersebut akan meningkat sebesar Rp Selanjutnya untuk nilai pengganda pendapatan rumah tangga tipe II berarti bahwa dengan memasukkan efek konsumsi rumah tangga, jika ada penambahan perrmintaan akhir output dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar Rp 1 juta, maka pendapatan rumah tangga yang bekerja di sektor tersebut akan meningkat sebesar Rp Kedua hal ini juga didukung oleh hasil analisis multiplier pendapatan klasifikasi 58 sektor yang ditampilkan pada tabel 27. Tabel ini menunjukkan sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor memiliki nilai multiplier pendapatan tipe I dan tipe II yang tinggi. Nilai multiplier pendapatan tipe I sebesar berada pada peringkat kesembilan, sedangkan nilai multiplier pendapatan tipe II sebesar ada di peringkat kedelapan. Sekor lainnya yang menempati peringkat kedua pada multiplier pendapatan tipe I dan tipe II adalah sektor transportasi dan komunikasi dengan nilai sebesar dan Peringkat ketiga ditempati oleh sektor industri pengolahan dengan nilai sebesar dan Tabel 27 Nilai multiplier pendapatan sektor perekonomian Provinsi Banten klasifikasi 58 sektor Multiplier pendapatan Rank Sektor ekonomi Tipe 1 Sektor ekonomi Tipe II 1 Industri Kimia Industri Kimia Industri Besi Dan Baja Industri Besi Dan Baja Dasar Dasar 3 Industri Makanan, Minuman Industri Barang-Barang dan Tembakau Dari Besi Dan Baja Dasar 4 Industri Barang-Barang Dari Real Estate Besi Dan Baja Dasar 5 Real Estate Angkutan Laut Angkutan Laut Angkutan Udara Angkutan Udara Peternakan Peternakan Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 10 Industri Komputer, Barang Elektronik, Optik dan Peralatan Listrik Mobil dan Sepeda Motor Industri Komputer, Barang Elektronik, Optik dan Peralatan Listrik Industri Kertas dan Barang dari Kertas Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 58 sektor (diolah)

52 38 Multiplier Tenaga Kerja Multipliertenaga kerja digunakan untuk mengukur perubahan lapangan pekerjaan dalam perekonomian akibat adanya perubahan satu unit permintaan akhir di suatu sektor. Tabel 28 menunjukkan bahwa sektor listrik, gas, dan air bersih memiliki nilai multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II tertinggi. Nilai multipliertenaga kerja tipe I sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar menunjukkan jika sektor listrik, gas, dan air bersih akan menciptakan lapangan kerja untuk orang (3 orang) tenaga kerja di semua sektor ekonomi jika output sektor tersebut meningkat sebesar satu juta rupiah. Selanjutnya untuk nilai multiplier tenaga kerja tipe II berarti bahwa dengan memasukkan efek konsumsi rumah tangga, sektor listrik, gas, dan air bersih akan menciptakan lapangan kerja untuk orang (5 orang) tenaga kerja di semua sektor ekonomi jika output sektor tersebut meningkat sebesar satu juta rupiah. Tabel 28Nilai multiplier tenaga kerja sektor perekonomian Provinsi Banten klasifikasi 9 sektor Sektor ekonomi Multiplier tenaga kerja Tipe I Tipe II Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pegolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Transportasi dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 9 sektor (diolah) Kedua hal ini didukung oleh hasil analisis multiplier tenaga kerja klasifikasi 58 sektor yang ditampilkan pada tabel 29. Tabel ini menunjukkan dua sub-sektor listrik, gas, dan air bersih, yaitu sektor ketenagalisrikan dan gas memiliki nilai multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II yang tinggi. Sektor ketenagalistrikan memiliki nilai multiplier tenaga kerja tipe I sebesar berada pada peringkat ketiga, sedangkan tipe II sebesar ada di peringkat pertama. Sektor gas memiliki nilai multiplier tenaga kerja tipe I sebesar berada pada peringkat keempat, sedangkan tipe II sebesar ada di peringkat kedua. Nilai multiplier tenaga kerja yang tinggi pada sektor listrik, gas, dan air disebabkan jumlah tenaga kerja yang bekerja tidak terlalu besar sedangkan nilai tambah yang dihasilkan sektor ini sangat besar. Sektor yang berproduktivitas tinggi akan menghasilkan nilai multiplier tenaga kerja yang tinggi.

53 Tabel 29Nilai multiplier tenaga kerja sektor perekonomian Provinsi Banten klasifikasi 58 Sektor Multiplier tenaga kerja Rank Sektor ekonomi Tipe 1 Sektor ekonomi Tipe II 1 Industri Kimia Ketenagalistrikan Industri Makanan, Gas Minuman dan Tembakau 3 Ketenagalistrikan Industri Kimia Gas Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 5 Industri Besi Dan Baja Pengadaan Air Dasar 6 Industri Barang-Barang Industri Besi Dan Baja Dari Besi Dan Baja Dasar Dasar 7 Angkutan Laut Industri Barang-Barang Dari Besi Dan Baja Dasar 8 Angkutan Udara Angkutan Laut Industri Logam Dasar Angkutan Udara Bukan Besi 10 Real Estate Real Estate Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 58 sektor (diolah) 39 Analisis Sektor Basis Kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah untuk menentukan arah pembangunan ekonominya masing-masing haruslah digunakan secara tepat. Pemerintah harus memilih sektor-sektor basis yang bisa dikembangkan untuk menggerakan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Metode Location Quotient(LQ) digunakan untuk mengetahui sektor-sektor ekonomi yang merupakan sektor basis dan non basis.metode ini merupakan perbandingan relatif antara kemampuan sektor yangsama pada daerah yang cakupannya luas dalam suatu wilayah. Tabel 30Nilai LQ sektor ekonomi Provinsi Banten Sektor Ekonomi Nilai LQ Pertanian ,57 0,58 Pertambangan dan Penggalian ,01 0,01 Industri Pegolahan ,94 1,90 Listrik, Gas dan Air Bersih ,76 4,77 Kontruksi ,43 0,43 Perdagangan, Hotel dan Restoran ,08 1,11 Transportasi dan Komunikasi ,92 0,92 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan ,39 0,39 Jasa-jasa ,46 0,48 Sumber:BPS, 2013 (diolah)

54 40 Salah satu indikator ekonomi yang digunakan untuk menentukan sektor basis adalah indikator pendapatan. Data pendapatan yang digunakan dalam analisis LQ ini adalah nilai PDRB sektoral (klasifikasi 9 sektor) atas dasar harga konstan tahun Provinsi Banten dengan wilayah referensi Negara Indonesia tahun Hasil perhitungan analisis LQ pada tabel 30 adalah ada tiga sektor basis di Provinsi Banten yaitu (1) sektor listrik, gas, dan air bersih, (2) sektor industri pengolahan, dan (3) sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Nilai LQ yang lebih besar dari selama tiga tahun menunjukkan pangsa pendapatan ketiga sektor di Provinsi Banten lebih besar dibanding pangsa pendapatan ketiganya secara nasional dan berorientasi ekspor. Tabel 31 Nilai LQ sektor ekonomi tiap kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2010 Kabupaten/Kota Sektor Ekonomi Kabupaten Pandeglang Kabupaten Lebak Kabupaten Tangerang Kabupaten Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Kota Tangerang Selatan Sumber: BPS, 2013 (diolah) Potensi sektor basis pada masing-masing wilayah dapat dilihat melalui analisis LQ untuk setiap kota dan kabupaten di Provinsi Banten. Data yang digunakan adalah PDRB Kota dan Kabupaten di Provinsi Banten tahun 2010 dan 2011 dengan wilayah referensi Provinsi Banten.Sektor pertambangan dan penggalian di Kabupaten Lebak memiliki nilai LQ tertinggi, baik pada tahun 2010 sebesar (tabel 31) dan tahun 2011 yaitu sebesar (tabel 32). Tabel 32Nilai LQ sektor ekonomi tiap kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2011 Kabupaten/Kota Sektor Ekonomi Kabupaten Pandeglang Kabupaten Lebak Kabupaten Tangerang Kabupaten Serang Kota Tangerang Kota Cilegon Kota Serang Kota Tangerang Selatan Sumber: BPS, 2013 (diolah)

55 41 Indikasi sektor basis yang berpotensi menjadi sektor unggulan tiap kabupaten/kota di Provinsi Banten tahun 2011, yaitu: 1. Sektor pertanian dapat dikembangkan di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, dan Kota Tangerang Selatan. 2. Sektor pertambangan dan penggalian dapat dikembangkan di Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak. 3. Sektor industri pengolahan dapat dikembangkan Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, dan Kota Cilegon 4. Sektor listrik, gas, dan air bersih dapat dikembangkan di Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Cilegon dan Kota Tangerang Selatan..5. Sektor konstruksi dapat dikembangkan di dapat dikembangkan di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kota Tangerang, Kabupaten Serang, dan Kota Tangerang Selatan. 6. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran dapat dikembangkan di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kota Tangerang, Kota Serang, dan Kota Tangerang Selatan. 7. Sektor transportasi dan komunikasi dapat dikembangkan di Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. 8. Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaandapat dikembangkan di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kota Tangerang, Kota Serang, dan Kota Tangerang Selatan. 9. Sektor jasa-jasadapat dikembangkan di Kabupaten Lebak, Kota Serang, dan Kota Tangerang Selatan. Tabel 33Nilai LQ tenaga kerja sektoral Provinsi Banten tahun 2010 Sektor Ekonomi Nilai LQ Tenaga Kerja Pertanian 0.47 Pertambangan dan penggalian 0.61 Industri Pegolahan 2.22 Listrik, Gas dan Air Bersih 1.86 Kontruksi 0.92 Perdagangan, Hotel dan Restoran 1.13 Trasportasi dan Komunikasi 1.54 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 1.61 Jasa-jasa 1.17 Sumber: BPS, 2013 (diolah) Indikator lain yang dapat digunakan untuk menentukan sektor basis adalah indikator tenaga kerja. Data yang digunakan adalah jumlah tenaga kerja sektoral di Provinsi Banten tahun 2010 dengan wilayah referensi negara Indonesia.Hasil perhitungan analisis LQ pada tabel 33 adalah ada enam sektor basis di Provinsi Banten yaitu (1) sektor listrik, gas, dan air bersih, (2) sektor industri pengolahan, dan (3) sektor perdagangan, hotel, dan restoran, (4) sektor transportasi dan komunikasi, (5) sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan (6) sektor

56 42 jasa-jasa. Nilai LQ yang lebih besar dari selama tiga tahun menunjukkan pangsa tenaga kerja keenam sektor di Provinsi Banten lebih besar dibanding pangsa tenaga kerja secara nasional. Hasil dari analisis LQ belum cukup untuk membuktikan bahwa sektor basis juga merupakan sektor unggulan di Provinsi Banten. Suatu sektor yang terindikasi sebagai sektor unggulan harus memiiki kemampuan daya penyebaran dan kepekaan yang tinggi, serta mampu mendorong permintaan agregat dan meningkatkan penawaran agregat untuk pemenuhan kebutuhan domestik. Penetapan sektor basis melalui analisis LQ hanya mampu untuk menganalisis dampak sektor pada sisi permintaan saja. Analisis Input-Output dapat digunakan sebagai teknik perencanaan lanjutan dalam menyusun strategi pembangunan sektoral di masa depan. Penentuan Sektor Unggulan Penilaian pada analisis Input-Output dilakukan berdasarkan data pada Tabel Input-Output Provinsi Banten tahun Kriteria dalam penentuan sektor unggulan adalah sektor-sektor yang memiliki efek penyebaran dan multiplier effect yang besar. Hasil pengolahan pada Tabel Input-Output klasifikasi 9 sektor (agregasi) mengarahkan kepada tiga sektor yang menjadi sektor unggulan yaitu sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor transportasi dan komunikasi. Ketiga sektor mempunyai nilai IDP dan IDK yang lebih besar dari satu dan berada pada kuadran I (Tabel 34). Ketiga sektor ini memiliki nilai total peringkat multiplier terendah jika rank ketiga total multipliernya dijumlahkan (Tabel 35). Tabel 34 Kuadran nilai indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan klasifikasi 9 sektor IDP<1 IDP>1 IDK>1 - Industri Pegolahan - Perdagangan, Hotel dan Restoran - Transportasi dan Komunikasi IDK<1 - Pertanian - Konstruksi - Pertambangan dan Penggalian - Listrik, Gas dan Air Bersih - Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan - Jasa-jasa Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 9 sektor (diolah) Hasil ini sedikit berbeda dengan hasil analisis sektor basis, karena dengan identifikasi sektor unggulan menunjukkan bahwa secara agregasi, sektor listrik, gas, dan air bersih bukanlah sektor unggulan di Provinsi Banten. Nilai koefisien penyebaran dan derajat kepekaan sektor ini kurang dari satu, yang artinya sektor listrik, gas, dan air bersih kurang mampu memacu pertumbuhan baik sektor hulu

57 maupun sektor hilirnya. Nilai multiplier tenaga kerja yang diperoleh dari produktivitas tenaga kerja sektor yang tinggi tidak didukung dengan efek multiplier pada sisi output dan pendapatan. Sebaliknya, sektor transportasi dan komunikasi yang sebelumnya tidak dinyatakan sebagai sektor basis, namun hasil pada analisis input-output menunjukkan sektor ini memiliki daya penyebaran, derajat kepekaan, dan efek pengganda tinggi di ketiga koefiseinnya. Tabel 35Total peringkat multiplier sektor ekonomi klasifikasi 9 sektor Sektor Ekonomi Total Multiplier Output Total Multiplier Pendapatan Total Multiplier Tenaga Kerja 43 Total Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 9 sektor (diolah) Rincian lebih lanjut mengenai sub-sektor apa saja yang berperan dalam pengembangan ketiga sektor unggulan tersebut diperoleh dari hasil analisis Input- Output Provinsi Banten tahun 2010 untuk klasifikasi 58 sektor. Sektor unggulan yang ditetapkan dari hasil analisis Input-Output klasifikasi 58 sektor dan dipilih karena mempunyai nilai IDP dan IDK yang lebih besar dari satu dan berada pada kuadran I (Tabel 36). Tabel 36Kuadran nilai indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan klasifikasi 58 sektor IDK>1 IDK<1 IDP<1 sektor 1, sektor 20, sektor 48, sektor 52 sektor 2, sektor 5, sektor 6, sektor 7, sektor 8, sektor 9, sektor 10, sektor 11, sektor 13, sektor 16, sektor 19, sektor 21, sektor 23, sektor 24, sektor 27, sektor 31, sektor 33, sektor 34, sektor 36, sektor 49, sektor 50, sektor51, sektor 54 IDP>1 sektor 4, sektor 12, sektor 18, sektor 22, sektor 30, sektor 32, sektor 35, sektor 38, sektor 39, sektor 41, sektor 43, sektor 46, sektor 47 sektor 14, sektor 15, sektor 17, sektor 25, sektor 26, sektor 28, sektor 29, sektor 37, sektor 40, sektor 42, sektor 44, sektor 45, sektor 53, sektor 55, sektor 56, sektor 57, sektor 58, Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 58 sektor (diolah)

58 44 Enam sektor pada tabel 37 memiliki nilai total peringkat multiplier terendah jika rank total multipliernya dijumlahkan. Sektor angkutan laut (sektor 44) tidak menjadi sektor unggulan karena nilai IDK yang kecil dan kurang dari satu, meskipun memiliki total multiplier yang tinggi. Sektor angkutan laut kurang mampu untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor hilirnya. Sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor di sisi lain memiliki nilai multiplier tenaga kerja yang rendah tetapi memiliki efek penyebaran yang sangat tinggi. Sektor ini tidak bisa dijadikan sektor unggulan karena tidak memenuhi kriteria multiplier dalam klasifikasi 58 sektor, tetapi pembahasan akan dilanjutkan untuk mendukung sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebagai sektor unggulan pada agregasi 9 sektor. Tabel 37Total peringkat multiplier sektor ekonomi klasifikasi 58 sektor Sektor Ekonomi Total Multiplier Output Total Multiplier Pendapatan Total Multiplier Tenaga Kerja Total Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 58 sektor (diolah) Tiga sub-sektor unggulan dalam sektor indusri pengolahan di Provinsi Banten adalah (1) sektor industri komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik, (2) sektor industri makanan, minuman dan tembakau dan (3) sektor industri kertas dan barang dari kertas. Jumlah perusahaan industri besar dan sedang di tahun 2012 pada industri makanan, minuman, dan tembakau adalah 164 perusahaan, industri komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik adalah 73 perusahaandan untuk industri kertas dan barang dari kertas adalah 75 perusahaan (BPS 2013). Realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) terbesar di Provinsi Banten pada triwulan IV-2013 adalah sektor industri logam dasar, barang logam, dan mesin elektronik sebesar US$ juta, dan terbesar kedua untuk sektor industri makanan, minuman, dan tembakau sebesar US$ juta. Industri kertas dan barang dari kertas mendapatkan porsi realisasi investasi lebih besar pada Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dibandingkan porsi pada PMA yaitu sebesar Rp miliar. Sektor industri kertas dan barang dari kertas belum banyak menarik investor untuk menanamkan modal pada sektor ini. Sektor industri komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik menggunakan output dari sektor industri barang dari plastik, sektor industri barang dari besi dan baja sebagai input utama dalam proses produksinya. Bahanbahan produksi didistribusikan melalui angkutan darat dan udara. Output sektor tenaga listrik juga digunakan untuk menggerakan mesin dalam produksi. Hasil dari output sektor industri komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik kemudian dijual kepada pasar melalui sektor perdagangan besar dan eceran. Output sektor seperti barang elektronik dan peralatan listrik digunakan sebagai

59 input oleh sektor industri mesin dan perlengkapan dan sektor industri angkutan. Komputer dan barang elektronik juga banyak digunakan untuk mendukung kegiatan sektor jasa lainnya. Bahan produksi utama untuk industri makanan, minuman, dan tembakau berasal dari output sektor tanaman pangan dan sektor peternakan. Bahan produksi dibeli melalui sektor perdagangan besar dan eceran. Hasil output sektor ini kedepannya digunakan untuk mendukung kembali kegiatan sektor peternakan untuk pakan ternak, sektor penyediaan makan minum seperti restoran, dan sektor industri barang dari kulit. Keterkaitan yang tinggi antara sektor tanaman pangan, sektor indutri makanan, minuman, dan tembakau, dan sektor penyediaan makan minum diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pangan penduduk Banten dan ketahanan pangan nasional. Input utama industri kertas dan barang dari kertas di Provinsi Banten berasal dari sektor itu sendiri. Contohnya adalah industri pembuatan buku tulis yang memakai hasil output industri pembuatan kertas sebagai input utamanya. Kertaskertas tersebut didistribusikan menggunakan angkutan darat dan dijual dalam sektor perdagangan besar dan eceran untuk kemudain dibeli oleh industri pembuatan buku tulis. Listrik yang dihasilkan dari sektor tenaga listrik digunakan juga sebagai input untuk menggerakan mesin pengolah. Output dari sektor industri kertas dan barang dari kertas digunakan sebagai input oleh sektor industri percetakan. Industri percetakan yang mencetak buku-buku pelajaran digunakan sebagai bahan ajar untuk sektor jasa pendidikan. Koran dan media informasi lainnya yang dicetak juga digunakan sebagai media oleh sektor komunikasi dan informasi. Sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor adalah sub-sektor unggulan dari sektor perdagangan hotel, dan restoran di Provinsi Banten mempunyai keterkaitan ke depan tertinggi dibandingkan 57 sektor lainnya. Sektor ini merupakan sektor dengan pangsa kredit UMKM terbesar di provinsi Banten pada tahun 2014 yaitu persen dari total keseluruhan kredit UMKM (Bank Indonesia, 2014). Pengeluaran konsumsi rumah tangga untuk sektor ini merupakan yang tertinggi kedua setelah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau. Kota Tangerang merupakan kota yang memberikan kontribusi PDRB terbesar pada sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor. Kegiatan perdagangan meliputi pengumpulan barang dari produsen atau pelabuhan impor dan mendistribusikannya kepada konsumen tanpa mengbah bentuk barang tersebut. Input terbesar dalam sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor di Provinsi Banten adalah sektor real estate, sektor informasi dan komunikasi, dan sektor angkutan darat sebagai transportasi yang banyak digunakan untuk mendistribusikan hasil produksi industri ke penjual. Hasil output dari sektor ini kemudian digunakan untuk mendukung kegiatan sektor-sektor unggulan seperti industri makanan, minuman, dan tembakau, industri komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik serta industri lain seperti industri kayu dan barang dari kayu yang didistribusikan melalui jasa angkutan darat. Kegiatan perdagangan memiliki keterkaitan ke depan dengan semua sektor ekonomi karena melayani seluruh konsumen, pedagang, dan perusahaan. 45

60 46 Sektor transportasi dan komunikasi mempunyai dua sub-sektor yang menjadi pemimpin di dalamnya yaitu sektor angkutan darat dan angkutan udara. Keberadaan Bandara Internasional Soekarno-Hattta memberikan kontribusi yang besar pada sektor angkutan udara di Banten. Setiap tahunnya jumlah penerbangan di bandara ini terus meningkat, begitu juga dengan banyaknya kargo domestik dan internasional yang diangkut. Bertambahnya jumlah kendaraan yang diiringi dengan pertambahan panjang jalan provinsi akan meningkatkan aktivitas di sektor angkutan darat. Peningkatan kinerja sektor industri akan meningkatkan kinerja di sektor perdagangan yang memasarkan produk dan sektor transportasi untuk mendistribusikan ke seluruh konsumen di dalam dan luar provinsi. Input utama sektor angkutan darat adalah output dari sektor industri karet dan barang dari karet yang digunakan untuk roda kendaraan, kursi penumpang serta perlengkapan kendaraan lainnya dan sektor informasi dan komunikasi untuk menghubungkan antara pihak pemilik dan pengguna kendaraan. Input dibeli melalui sektor perdagangan besar dan eceran dan didistribusikan juga melalui jasa angkutan darat. Angkutan darat digunakan sebagai input untuk mendistribusikan bahan produksi bagi sektor industri kayu, sektor industri barang dari besi dan baja, sektor industri komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik dan sektor industri kertas dan barang dari kertas. Produk-produk dari sektor industri alat angkutan seperti rangkaian pesawat utama merupakan input utama untuk sektor angkutan udara. Perlengkapan fasilitas pesawat dan bandara dibeli melalui sektor perdagangan besar dan eceran. Sektor penyediaan makan minum turut melayani konsumsi penumpang, awak pesawat, serta pegawai-pegawai di bandara. Output dari sektor angkutan udara digunakan menjadi input untuk membantu pendistribusian bahan produksi oleh sektor industri komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik, dan sektor angkutan udara itu sendiri. Sektor jasa perusahaan dan sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial juga menggunakan angkutan udara sebagai transportasi utama untuk mendukung aktivitas mereka. Perbandingan Hasil Penelitian dengan RPJMD Provinsi Banten Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan rencana pembangunan daerah untuk kurun waktu 5 tahun yang penyusunannya berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. RPJMD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja serta pendanaannya. Pemantapan kualitas pertumbuhan dan pemerataan perekonomian merupakan salah satu dari tujuh prioritas percepatan pembangunan provinsi Banten yang tertuang dalam RPJMD Tahun Langkah pemerintah untuk mewujudkan prioritas pembangunan adalah melalui pemanfaatan potensi sumber daya lokal berbasis unggulan, peningkatan industri pengolahan dan UMKM, serta peningkatan perdagangan dan jasa (Bappeda Provinsi Banten, 2011). Program pembangunan di provinsi Banten terbagi atas urusan wajib dan urusan pilihan yang merupakan fokus layanan urusan di bidang sektoral. Indikator ketercapaian ditinjau dari kontribusi setiap sektor terhadap PDRB sesuai target

61 yang ditetapkan. Sektor perindustrian, sektor perdagangan, dan sektor pertanian merupakan tiga sektor prioritas yang diharapkan memberikan kontribusi terbesar pada PDRB. Sektor industri ditargetkan memberikan sumbangan sebesar 44,43%, sektor perdagangan sebesar 17,25%, dan sektor pertanian sebesar 12,63%. Salah satu program untuk meningkatkan daya saing industri adalah program pengembangan industri kecil dan menengah. Tabel 38Target capaian fokus layanan urusan pilihan RPJMD Provinsi Banten Sektor Ekonomi Kontribusi terhadap PDRB (%) Awal Periode RPJMD (Tahun 2011) Akhir Periode RPJMD (Tahun 2017) Pertanian Kehutanan Energi dan Sumber Daya Mineral Pariwisata Kelautan dan Perikanan Perdagangan Perindustrian Sumber: Bappeda Provinsi Banten, 2011 Sektor prioritas yang tertulis dalam RPJMD Provinsi Banten ditentukan berdasarkan kontribusi nilai PDRB nya. Perbedaan hasil penelitian dengan RPJMD adalah tidak ditentukannya sektor transportasi dan komunikasi sebagai sektor prioritas. Padahal sektor ini memiliki keterkaitan dan daya sebar ke depan dan ke belakang, serta efek multiplier yang tinggi. Satu-satunya sub-sektor pertanian yang mempunyai nilai koefisien penyebaran dan derajat kepekaan yang lebih dari satu adalah sektor peternakan. Sedangkan sub-sektor pertanian lainnya memiliki nilai kurang dari satu sehingga secara agregasi, sektor pertanian tidak berada dalam kuadran unggulan. Banten selama ini bersandar pada sektor industri pengolahan sebagaimana kontributor utama PDRB. Jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi, kinerja sektor pertanian terus meningkat dari 4.31 persen di tahun 2012 menjadi 7.35 persen di tahun 2013 (BI 2013). Peningkatan produksi didukung oleh peningkatan luas panen dan produktivitas yang siginifikan. Data dari Bank Indonesia menjelaskan tingkat produksi panen padi di Provinsi Banten pada akhir triwulan 2013 adalah sebesar 120 persen. Ekspansi usaha terjadi pada sub sektor tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Hasil Survei Kegiatan Dana Usaha menunjukkan kinerja usaha di sub sektor peternakan stabil.rata-rata luas lahan yang dikuasai per rumah tangga usaha pertanian mengalami peningkatan dari 0.2 ha pada tahun 2003 menjadi 0.54 ha pada tahun 2013 dengan presentase luasan terluas di Kabupaten Pandeglang sebesar ha. Penduduk Banten yang bekerja di sektor pertanian pada tahun 2012 adalah 12 persen dan masih didominasi oleh penduduk kelompok umur 45 tahun ke atas. Persentase kelompok umur tahun sebesar persen,sedangkan pekerja pada kelompok umur tahun hanya sebesar 10,51 persen. Pekerja di sektor 47

62 48 pertanian sebanyak 236 ribu orang tidak lulus sekolah dasar dan 298 ribu orang hanya lulus sampai sekolah dasar. Penduduk yang bekerja di sektor pertanian sebesar 61 persen adalah penduduk yang tinggal di Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak (BPS 2013). Kualitas SDM pekerja yang rendah menyebabkan pertanian di Banten kurang bisa dikembangkan dengan baik, sehingga ketimpangan daerah antara Banten Utara dengan Banten Selatan yang didominasi oleh pertanian semakin tinggi. Modal usaha juga dianggap sebagai permasalahan bagi petani. Pangsa kredit bank umum untuk UMKM sektor pertanian di Provinsi Banten hanya sebesar 0.91 persen (BI 2014). Kredit Ketahanan Pangan pada beberapa bank di Banten sudah tersedia, tapi akses bagi petani yang masih sulit, salah satunya faktornya adalah masalah agunan.permasalahan lainnya adalah kesulitan pembiayaan usahatani dan kebutuhan dana cash untuk keperluan hidup selama masa menunggu penjualan hasil panen, menyebabkan banyak petani terjebak sistem ijon dan atau hutang kepada para tengkulak yang mematok harga pertanian dengan harga rendah, dimana para petani sudah tidak memiliki bargaining position lagi. Penuntasan masalah infrastruktur pertanian yang tidak hanya menunjang distribusi barang tapi juga penunjang produksi harus dilaksanakan. Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak yang berada dalam kawasan Banten Selatan memiliki total panjang jalan kilometer, tetapi sepanjang kilometer dalam kondisi rusak. Perbaikan infrastruktur jalan dan jembatan dapat mendukung aktivitas bertani masyarakat serta distribusi hasil produksi pertanian dan peternakan. Akses jalan yang semakin membaik, tertutama akses jalan ke wilayah Banten Utara, akan membuat kesempatan petani untuk mendistribusikan hasil pertaniannya ke daerah kawasan industri untuk diolah. Ketersediaan air bersih dan perbaikan sistem pengairan perlu diperhatikan pemerintah untuk membantu petani dalam mengelola lahan pertaniannya. Lahan pertanian yang produktif dapat menjadi alasan untuk mencegah adanya konversi lahan menjadi kawasan komersil seperti perumahan. Sejalan dengan pembangunan sektor pertanian banten yang terus di pacu maka sektor ini sudah dapat memberikan hasil dengan trend yang positif khususnya pada peningkatan dan perbaikan Nilai Tukar Petani (NTP).NTP merupakan perbandingan antara indeksharga yang diterima petani (IT) terhadap indeks harga yang dibayar (IB) oleh petani untukkeperluan konsumsi rumah tangga dan biaya produksi.nilai tukar petani yang secara konsisten di atas angka nasional sejak tahun 2009 dan bahkan pada data terakhir bulan Oktober 2013 NTP Banten mencapai angka dibandingkan angka nasional yaitu Jika dilihat secara nasional, NTP Provinsi Banten berada di peringkat ketiga dibawah Yogyakarta dan Jawa Tengah (BI 2014). Berdasarkan data dan permasalahan di lapangan yang terjadi pada sektor pertanian, sektor pertanian dapat menjadi sektor potensial untuk mengurangi tingkat pengangguran dan ketimpangan di Banten. Penigkatan produksi yang berkelanjutan diharapkan dapat memenuhi target RPJMD Provinsi Banten dan memenuhi kebutuhan penduduk lokal. Sumber daya lokal yang menarik untuk digarap seperti budidaya sawo di Serang, rambutan tankue di Lebak, durian di Pandeglang, Lebak dan Serang, manggis di Pandeglang dan Lebak, anggrek di Tangerang, kerbau di Pandeglang dan Lebak sertamelon di Serang dan Cilegon.Pelaksanaan pembangunan pertanian ditujukan untuk menigkatkan

63 kesejahteraan petani, terutama petani di kawasan basis pertanian yaitu Lebak dan Pandeglang. 49 Alokasi AnggaranBelanja Pemerintah untuk Sektor Unggulan Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusanpemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota yang terdiridari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagianatau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah daerahatau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundangundangan. Sumber penerimaan daerah yang diperoleh dari pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman, dan sumber penerimaan lainnya. Belanja pemerintah daerah dialkoasikan untuk belanja tidak langsung dan belanja langsung. 8,000,000 7,000,000 6,000,000 5,000,000 4,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000, Penerimaan 2,924,6 3,902,0 5,718,7 6,878,0 Belanja 3,485,2 4,134,0 6,052,0 7,349,4 Sumber: DJPKKemenkeu RI, 2014 (diolah) APBD (Rp Juta) Gambar 4Anggaran penerimaan dan belanja Provinsi Banten tahun Grafik pada gambar 4 memperlihatkan struktur APBD untuk penerimaan dan belanja provinsi selalu meningkat. Anggaran penerimaan yang lebih kecil dari anggaran belanja disebabkan penerimaan pembiayaan dari sisa belanja tahun sebelumnya. Data dari Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan Republik Indonesia (DJPK Kemenkeu RI) tahun 2014 menunjukkan anggaran belanja terbesar digunakan untuk belanja bagi hasil kepada provinsi, kabupaten/kota, dan kepdes sebesar persen dari total anggaran belanja. Belanja menurut urusan Provinsi Banten tahun 2013 dibagi atas 35 sektor (Tabel 39). Data pada tabel 35 menunjukkan bahwa pengalokasian anggaran belanja terbesar adalah untuk pemerintahan umum sebesar 3.47 triliun rupiah atau 57 persen dari total belanja daerah Provinsi Banten. Hal ini menjelaskan bahwa anggaran belanja daerah masih didominasi untuk membiayai kebutuhan dan kegiatan yang dilaksanakan pemerintah. Anggaran untuk sektor-sektor pelayanan publik yaitu pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan, dan sosial menempati urutan kedua sampai kelima untuk alokasi anggaran belanja terbesar. Pemerintah Provinsi Banten menyadari pentingnya pelayanan publik terutama pendidikan dan

64 50 kesehatan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Banten. Alokasi belanja urusan untuk ketiga sektor unggulan yaitu perindustrian, perdagangan, dan perhubungan pada tahun 2010 sampai tahun 2013 yang ditunjukkan pada tabel 31 berfluktuasi. Anggaran belanja untuk sektor industri menurun drastis pada tahun 2013, dengan penurunan sebesar 5.7 miliar rupiah. Begitu juga dengan sektor perhubungan mengalami penurunan sebesar 4.3 miliar rupiah. Peningkatan anggaran terjadi untuk sektor perdagangan yang sebelumnya tidak mendapatkan porsi belanja, tahun 2013 mendapatkan anggaran sebesar 2.5 miliar rupiah. Tabel 39Data belanja APBD Provinsi Banten 2013 menurut urusan Urusan Anggaran (Rp juta) Urusan Anggaran (Rp juta) Pemerintahan Umum Koperasi dan UKM Pekerjaan Umum Statistik Kesehatan Pemberdayaan Perempuan Pendidikan Perumahan 8600 Sosial Perpustakaan 8546 Pertanian Ketahanan Pangan 8473 Energi dan Sumberdaya Pariwisata 7770 Perencanaan Pembangunan Komunikasi dan Informatika 7228 Perhubungan Pemberdayaan Masyarakat 4300 dan Desa Tenaga Kerja Perdagangan 2512 Kesatuan Bangsa dan Transmigrasi 1237 Politik Dalam Negeri Penanaman Modal Kearsipan 849 Perindustrian Kependudukan 700 Kebudayaan Keluarga Berencana dan 350 Keluarga Sejahtera Pemuda dan Olah Raga Penataan Ruang 0 Lingkungan Hidup Pertanahan 0 Kehutanan Kepegawaian 0 Kelautan dan Perikanan Sumber: DJPKKemenkeu RI, 2013 Jika dilihat pada sumbangan ketiga sektor untuk PDRB Banten, setiap tahunnya selalu ada peningkatan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan anggaran belanja tahun 2013 pada sekor perdagangan ternyata mampu menggerakan pertumbuhan sebesar 7.91 persen. Penurunan anggaran belanja untuk sektor industri dan perhubungan nyatanya tidak menurunkan sumbangan untuk PDRB, keduanya tetap menglami pertumbuhan masing-masing sebesar 7.73 persen dan 3.92 persen yang berarti kedua sektor sudah cukup mandiri. Pemerintah Provinsi Banten menyadari bahwa APBD Provinsi Banten sampai saat ini belum meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara signifikan.

65 Pemerintah menyusun rencana kerja pembangunan untuk tahun 2013 untuk mendukung upaya-upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi sektor rill. Upaya yang dilakukan pemerintah diantaranya pembangunan infrastruktur, fasilitasi keuangan UMKM, dan memfasilitasi sektor ekonomi lainnya seperti sektor bangunan dan sektor perdagangan, hotel, dan jasa. Penurunan anggaran untuk sektor industri dan perhubungan bisa disebabkan karena adanya pengalihan alokasi anggaran untuk mendukung sektor lain seperti sektor perdagangan dan komunikasi yang pada tahun 2012 tidak mendapatkan porsi dalam APBD. Pada lampiran 13 ditunjukkan ada 10 sektor yang baru memperoleh prosi anggaran pada tahun Tabel 40Alokasi APBD menurut urusan dan PDRB atas dasar harga konstan 2000 untuk sektor unggulan Provinsi Banten tahun Sektor Ekonomi Perindustrian Anggaran belanja dan PDRB Anggaran belanja (Rp juta) 51 Tahun PDRB (Rp miliar) Perdagangan Anggaran belanja (Rp juta) PDRB (Rp miliar) Perhubungan Anggaran belanja (Rp Juta) PDRB (Rp miliar) Sumber: BPS, 2014 dan DJPKKemenkeu RI, 2013 Pemberian anggaran untuk sektor pedagangan dinilai tepat karena sesuai dengan tujuan pembangunan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat melalui fasilitas UMKM. Sebagian besar usaha pada sektor perdagangan di provinsi Banten memang didominasi oleh UMKM. Anggaran belanja menurut urusan Provinsi Banten memang tidak sepenuhnya mendukung sektor unggulan, namun pemerintah dapat membuat kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan investasi dengan memberikan rasa aman dan kepastian hukum. Sektor industri pengolahan merupakan private sector yang mandiri dan memberikan kontribusi tinggi pada PDRB, sehingga penambahan anggaran kedalamnya akan semakin memperbesar ketimpangan antara daerah berbasis industri yaitu Banten Utara dengan daerah yang berbasis pertanian yaitu Banten Selatan. Anggaran yang besar untuk sektor pertanian lebih baik ditujukan untuk membiayai subsidi input produksi seperti benih dan pestisida, bantuan alat mesin serta memfasilitasi akses-akses petani terhadap lembaga jasa keuangan perbankan. Pada sektor perhubungan sebaiknya lebih ditingkatkan pada pembangunan dan rehabilitasi jalan sebagai sarana pendukung kegiatan sektor ekonomi lain seperti industri pengolahan, perdagangan dan jasa. Data dari Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2013 oleh Bank Indonesia menginformasikan realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun 2013 untuk keselamatan transportasi darat tidak terealisasi.

66 52 Perencanaan anggaran belanja yang tepat akan membantu pemerintah untuk mecapai tujuannya yaitu kesejahteraan masyarakat. Pemerintah harus memprioritaskan alokasi anggaran dan kebijakan untuk sektor-sektor unggulan agar mampu menggerakan perekonomian sektor-sektor lainnya. Kenaikan belanja pemerintah sebesar G akan meningkatkan pengeluaran yang direncanakan sebesarjumlah itu untuk semua tingkat pendapatan. Jika kenaikan pendapatan melebihi kenaikan pengeluaran pemerintah, maka kebijakan fiskal tersebut memiliki multiplier effect terhadap pendapatan daerah dan selanjutnya pada pembangunan daerah. Anggaran belanja modal pemerintah Provinsi Banten pada tahun 2013 hanya meningkat 1.41 persen dari tahun 2012 (Tabel 41). Peningkatan anggaran terbesar adalah untuk belanja hibah yang mencapai 16 persen. Penyalahgunaan belanja hibah dan bantuan sosial merupakan penyebab tingginya angka korupsi di pemerintahan Provinsi Banten. Pemerintah sebaiknya dapat lebih meningkatkan belanja modal untuk pembangunan infrastruktur untuk mengurangi ketimpangan Banten Utara dan Banten Selatan. Pembangunan infrastruktur di Provinsi Banten dalam belanja modal pemerintah pada tahun 2013 baru terealisasi sebesar persen karena kendala pembebasan lahan (BI 2013). Penyusunan anggaran seharusnya tidak hanya sekedar rutinitas melainkan menjadi alat pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Tabel 41Anggaran belanja pemerintah Provinsi Baten tahun Jenis Belanja Daerah Tahun 2012 (Rp Juta) % Total Belanja Tahun 2013 (Rp Juta) % Total Belanja Total Belanja Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan sosial Belanja Bagi hasil kpd Prov/Kab/Kota dan Pemdes Belanja Bantuan keuangan kpd Prov/Kab/Kota dan Pemdes Belanja tidak terduga Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan jasa Belanja Modal Sumber: BPS 2014 dan DJPK Kemenkeu RI, 2013

67 53 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis terhadap Tabel Input-Output Provinsi Banten Tahun 2010 klasifikasi 58 sektor maka dapat disimpulkan beberapa hal di bawah ini: 1. Sektor industri pengolahan memiliki kontribusi terbesar dalamnilai permintaan akhir, konsumsi rumah tangga, surpus perdagangan, dan nilai tambah bruto.pengeluaran konsumsi pemerintah dialokasikan pada sektor jasa. Sektor dengan struktur investasi terbesar adalah sektor konstruksi. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan adalah sektor dengan produktivitas tenaga kerja tertinggi sebesar 286 juta/tenaga kerja. 2. Sektor industri pengolahan memiliki keterkaitan ke depan tertinggi dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran memiliki keterkaitan ke belakang tertinggi. Sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, dan sektor transportasi dan komunikasi mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi sektor hulu dan hilirnya memiliki nilai daya penyebaran dan derajat kepekaan yang lebih besar dari satu. Pada klasifikasi 58 sektor, terdapat 12 sektor yang memiliki nilai daya penyebaran dan derajat kepekaan yang lebih besar dari satu. Sektor dengan multiplier output terbesar adalah sektor jasa, terutama sub-sektor jasa pendidikan. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran merupakan sektor dengan multiplier pendapatan terbesar. Multiplier tenaga kerja terbesar dimiliki oleh sektor ketenagalistrikan, air bersih, dan gas dengan sub-sektor utama yaitu sektor tenaga listrik. 3. Sektor-sektor yang menjadi sektor unggulan provinsi Banten berdasarkan analisis Input-Output adalah sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta sektor transportasi dan komunikasi. Sub-sektor yang dapat dikembangkan untuk mendukung ketiga sektor unggulan ini adalah sektor industri makanan, minuman dan tembakau, setkor industri kertas dan barang dari kertas, sektor industri komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik, sektor perdagangan besar dan eceran, dan sektor angkutan darat. Sektor pertanian memiliki potensi sebagai sektor basis untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan wilayah di Banten Selatan, jika infrastruktur untuk mendukung pertanian diperbaiki. Saran 1. Sektor industri pengolahan mendominasi hampir semua struktur perekonomian provinsi Banten. Penciptaan iklim investasi pada sektor industri pengolahan yang berbasis pertanian seperti industri makan, minum, dan tembakau, industri kertas dan barang dari kertas, industri karet dan barang dari karet perlu dikembangkan. Kerjasama antara pemerintah dan pihak swasta diperlukan agar tujuan pembangunan yaitu mengurangi

68 54 ketimpangan antara daerah berbasis industri dengan daerah berbasis pertanian terwujud. 2. Pengangguran merupakan masalah utama pembangunan di Banten, sehingga diperlukan penambahan jumlah usaha pada sektor-sektor yang memiliki nilai multiplier tenaga kerja besar untuk menyerap tenaga kerja. Pengembangan usaha pada sektor industri kimia, sektor industri makanan, minuman, dan tembakau, sektor ketenagalistrikan, dan sektor gas diharapkan dapat mengurangi angka pengangguran penduduk Banten. 3. Persentase anggaran belanja hibah yang besardan kurang efisien diturunkan sehingga dapatdialokasikan untuk belanja modal pembangunan infrastruktur. Perbaikan infrastruktur jalan sangat penting untuk mendukung pembangunan di provinsi Banten dan mencapai salah satu fokus pada Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yaitu konektivitas. Infrastruktur yang baik akan mendukung kegiatan distribusi output sektor unggulan dan meningkatkan minat investasi pihak swasta. DAFTAR PUSTAKA [Bappeda Provinsi Banten]. Badan Perencanaan dan Pembangun Daerah Provinsi Baten RPJMD Provinsi Banten Tahun Bappeda, Serang (ID). [BI] Bank Indonesia KajianEkonomi Regional Triwulan IV Bank Indonesia, Jakarta (ID). [BPS] Badan Pusat Statisitika Tabel Input-Output Provinsi Banten Tahun 2010.BPS, Jakarta (ID). [BPS Provinsi Banten] Badan Pusat Statistika Provinsi Banten Banten dalam Angka Tahun BPS, Serang (ID). [BPS Provinsi Banten] Badan Pusat Statistika Provinsi Banten Kepadatan Penduduk Banten menurut Kabupaten/Kota. [diakses pada 5 Maret 2014] [BPS Provinsi Banten] Badan Pusat Statistika Provinsi Banten PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi. [diakses pada 24 Februari 2014] [BPS Provinsi Banten] Badan Pusat Statistika Provinsi Banten Penduduk Miskin. [diakses pada 7 Mei 2014] [BPS Provinsi Banten] Badan Pusat Statistika Provinsi Banten Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran Terbuka. [diakses pada 7 Mei 2014] [DJPK] Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Anggaran Belanja Menurut Urusan Provinsi Banten.DJPK, Jakarta (ID). [DJPK] Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Anggaran Belanja Ringkas Provinsi Banten.DJPK, Jakarta (ID). [Distamben Provinsi Banten] Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Banten Potensi Ketenagalistrikan.

69 /read/articledetail/ketenagalistrikan/16/ketenagalistrikan-banten.html [diakses pada 12 Juni 2014] Arsyad L Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi. Yogyakarta (ID): BPFE-UGM. Daryanto A, Hafizrianda Y Analisis Input-Output & Social Accounting Matrix untuk Pembangunan Ekonomi Daerah. Bogor (ID): IPB Pr. Peta Administratif Provinsi Banten [diakses pada 16 April 2014] Priyarsono DS, Sahara, Firdaus M Ekonomi Regional. Jakarta (ID): Universitas Terbuka. Samiun MZ Analisis Perekonomian Provinsi Maluku Utara: Pendekatan Multisektoral [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sukatendel F Analisis Keterkaitan Alokasi Anggaran dan Sektor Unggulan dalam Mengoptimalkan Kinerja Pembangunan Daerah di Kabupaten Bogor [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Syahara A Perekonomian Regional Provinsi Jambi: Analisis Multisektoral dengan Metode Input-Output [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tarigan R Ekonomi Regional, Teori, dan Aplikasi. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara. Todaro MP, Smith SC Pembangunan Ekonomi. Edisi ke-9. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Economic Development. Tounsi S, Hadj EE, Abdelaziz N Key Sector in the Moroccan Economy: An Application of Input Output Analysis. Vol 7. [diakses pada 17 Mei 2014] Walida RF Analisis Penentuan Sektor Kunci Perekonomian Wilayah Kabupaten Belitung Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 55

70 56 Lampiran 1 Klasifikasi sektor-sektor ekonomi berdasarkan tabel input-output Provinsi Banten tahun 2010 NO SEKTOR KODE 1 Tanaman Pangan 2 Tanaman Hortikultura 3 Perkebunan 4 Peternakan 5 Jasa Pertanian, dan Perburuan 6 Kehutanan dan Penebangan Kayu 7 Perikanan 8 Pertambangan Minyak Bumi, Gas Alam dan Panas, Batubara dan Lignit 9 Pertambangan Bijih Logam 10 Pertambangan dan Penggalian Lainnya 11 Industri Batubara dan Pengilangan Migas 12 Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 13 Industri Tekstil 14 Industri Pakaian Jadi 15 Industri Kulit, Barang dari Kulit 16 Industri Alas Kaki 17 Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya 18 Industri Kertas dan Barang dari Kertas 19 Industri Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman 20 Industri Kimia 21 Industri Farmasi, Produk Obat Kimia dan Obat Tradisional 22 Industri Karet, Barang dari Karet 23 Industri Barang dari Plastik 24 Industri Barang Galian bukan Logam 25 Industri Besi Dan Baja Dasar 26 Industri Barang-Barang Dari Besi Dan Baja Dasar 27 Industri Logam Dasar Bukan Besi 28 Industri Barang-Barang Dari Logam Dasar Bukan Besi 29 Industri Barang dari Logam 30 Industri Komputer, Barang Elektronik, Optik dan Peralatan Listrik 31 Industri Mesin dan Perlengkapan YTDL 32 Industri Alat Angkutan 33 Industri Furnitur 34 Industri pengolahan lainnya, jasa reparasi dan KLASIFIKASI 9 SEKTOR 1 PERTANIAN 2 3 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN

71 pemasangan mesin dan peralatan 35 Ketenagalistrikan 36 LISTRIK, GAS, Gas 4 DAN AIR BERSIH 37 Pengadaan Air 38 Konstruksi 5 KONSTRUKSI 39 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor PERDAGANGAN, 40 6 HOTEL, DAN Penyediaan Akomodasi RESTORAN 41 Penyediaan Makan Minum 42 Angkutan Rel 43 Angkutan Darat 44 Angkutan Laut 45 Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan 46 Angkutan Udara 47 Pergudangan dan Jasa Penunjang Angkutan, Pos dan Kurir 48 Informasi dan Komunikasi 49 Bank 50 Asuransi dan Dana Pensiun 51 Jasa Keuangan Lainnya dan Jasa Penunjang Keuangan 52 Real Estate 53 Jasa Perusahaan 54 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 55 Jasa Pendidikan 56 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 57 Jasa Hiburan, Rekreasi dan Kebudayaan Swasta 58 Jasa lainnya 7 8 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 57 KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 9 JASA Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 58 sektor (diolah)

72 58 Lampiran 2Tabel input-output Provinsi Banten klasifikasi 9 sektor tahun 2010 (Rp juta) No Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian 3 Industri Pegolahan 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 5 Kontruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran 7 Transportasi dan Komunikasi 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9 Jasa-jasa Input Antara Impor Upah dan Gaji Surplus Usaha Penyusutan Pajak Tidak Langsung 205 Subsidi Input Primer / Nilai Tambah Bruto 210 Jumlah Input Tenaga Kerja (orang) Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 9 sektor

73 Lampiran 2 (lanjutan) No TK Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 9 sektor Lampiran 2 (lanjutan) No Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 9 sektor 59

74 60 Lampiran 3Matriks koefisien teknis klasifikasi 9 sektor Sektor TK Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 9 sektor (diolah) Lampiran 3 (lanjutan) Sektor TK Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 9 sektor (diolah)

75 61 Lampiran 4Matriks kebalikan leontief terbuka klasifikasi 9 sektor Sektor Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 9 sektor (diolah) Lampiran 4 (Lanjutan) Sektor Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 9 sektor (diolah)

76 62 Lampiran 5Multiplier output klasifikasi 9 sektor Sektor Awal Pertama Industri Konsumsi Total Elastisitas Tipe I Tipe II Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 9 sektor (diolah) Lampiran 6Multiplierpendapatan klasifikasi 9 sektor Sektor Awal Pertama Industri Konsumsi Total Elastisitas Tipe I Tipe II Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 9 sektor (diolah) Lampiran 7Multiplier tenaga kerja klasifikasi 9 sektor Sektor Awal Pertama Industri Konsumsi Total Elastisitas Tipe I Tipe II Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 9 sektor (diolah)

77 Lampiran 8Matriks koefisien teknis klasifikasi 58 sektor 63 Sektor ,0829 0,0015 0,0000 0,0547 0,0294 0,0007 0,0014 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,1541 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0002 0,0229 0,0008 0,0072 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0044 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0003 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0241 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0170 0,0181 0,0003 0,0015 0,0000 0,0026 0,0000 0,0000 0, ,0295 0,0233 0,0179 0,0436 0,0679 0,0020 0,0004 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0388 0,0001 0,0000 0,0008 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0193 0,0017 0,0134 0,0054 0,0008 0,0503 0,0004 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0007 0,0000 0,0000 0, ,0001 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0007 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0081 0,0005 0,0000 0, ,0002 0,0000 0,0001 0,0001 0,0008 0,0006 0,0544 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0187 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0004 0,0000 0,0000 0,0006 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0040 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0001 0,0003 0,0000 0,0001 0,0001 0,0005 0,0068 0,0001 0,0004 0,0004 0,0001 0,0002 0,0007 0,0008 0,0003 0, ,0000 0,0012 0,0004 0,1836 0,0042 0,0001 0,0076 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,1018 0,0091 0,0219 0,1535 0,0088 0,0139 0,0102 0,0018 0, ,0000 0,0001 0,0001 0,0000 0,0000 0,0004 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0776 0,1065 0,0043 0,0138 0,0005 0,0005 0,0001 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0006 0,0228 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0015 0,0069 0,0084 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0005 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0080 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0126 0,0002 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0006 0,0000 0,0003 0,0002 0,0000 0,0000 0,0038 0,0005 0,0017 0,0005 0,0080 0,0013 0,2146 0,0837 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0147 0,0064 0,0308 0,0000 0,0000 0,0003 0,0001 0,0007 0,0011 0,0012 0,0001 0,0004 0,0213 0,0059 0,0030 0,0140 0,0093 0,0131 0,0069 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0027 0,0008 0,0000 0,0002 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0001 0,0001 0,0006 0,0000 0,0003 0,0001 0,0001 0,0002 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0004 0,0008 0,0002 0,0158 0,0000 0,0004 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0001 0,0001 0,0003 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0008 0,0003 0,0031 0,0029 0,0096 0,0011 0,0010 0,0007 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0003 0,0003 0,0011 0,0008 0,0001 0,0001 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0004 0,0000 0,0000 0,0023 0,0000 0,0000 0,0023 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0007 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0013 0,0001 0,0013 0,0000 0,0003 0,0029 0,0000 0,0000 0,0000 0,0011 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0008 0,0023 0,0000 0,0013 0,0004 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0010 0,0003 0,0018 0,0001 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0032 0,0005 0,0001 0,0001 Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 58 sektor (diolah)

78 64 Lampiran 8 (lanjutan) Sektor ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0010 0,0003 0,0018 0,0001 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0032 0,0005 0,0001 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0003 0,0000 0,0003 0,0001 0,0001 0,0000 0,0000 0,0001 0,0001 0,0000 0,0001 0,0002 0,0001 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0004 0,0047 0,0002 0,0000 0,0002 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0007 0,0000 0,0002 0,0002 0,0001 0,0000 0,0000 0,0006 0,0008 0,0010 0,0004 0,0007 0,0001 0,0001 0, ,0000 0,0000 0,0001 0,0013 0,0005 0,0008 0,0001 0,0027 0,0006 0,0005 0,0003 0,0015 0,0289 0,0201 0,0064 0,0228 0,0211 0,0250 0,0071 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0020 0,0019 0,0004 0,0015 0,0000 0,0017 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0001 0,0002 0,0002 0,0002 0,0001 0,0001 0, ,0021 0,0017 0,0397 0,0004 0,0017 0,0274 0,0005 0,0175 0,0084 0,0619 0,0002 0,0003 0,0016 0,0045 0,0022 0,0067 0,0012 0,0004 0,0000 0, ,0183 0,0148 0,0399 0,0588 0,0200 0,0222 0,0202 0,0192 0,0255 0,0295 0,0446 0,0649 0,0344 0,0318 0,0477 0,0296 0,0930 0,0512 0,0184 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0002 0,0000 0,0001 0,0001 0,0001 0,0005 0,0005 0,0002 0,0003 0,0001 0,0003 0,0001 0, ,0001 0,0000 0,0004 0,0000 0,0005 0,0010 0,0002 0,0000 0,0000 0,0054 0,0003 0,0013 0,0019 0,0121 0,0008 0,0106 0,0103 0,0042 0,0018 0, ,0000 0,0000 0,0001 0,0001 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0006 0,0001 0,0001 0,0001 0,0005 0,0002 0,0004 0,0003 0,0003 0,0003 0, ,0035 0,0029 0,0077 0,0102 0,0033 0,0057 0,0034 0,0172 0,0036 0,0061 0,0077 0,0127 0,0106 0,0151 0,0114 0,0171 0,0376 0,0320 0,0070 0, ,000-0,000-0,000-0,000-0,000-0,000-0,000-0,005-0,000-0,000-0,000-0,001-0,000-0,006-0,001-0,002-0,008-0,002-0,000-0, ,0000 0,0000 0,0001 0,0002 0,0001 0,0018 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0002 0,0001 0,0008 0,0003 0,0002 0,0024 0,0003 0,0001 0, ,0053 0,0045 0,0083 0,0175 0,0046 0,0036 0,0062 0,0114 0,0069 0,0025 0,0131 0,0195 0,0096 0,0095 0,0142 0,0077 0,0221 0,0151 0,0055 0, ,0003 0,0002 0,0005 0,0010 0,0003 0,0007 0,0003 0,0005 0,0005 0,0002 0,0007 0,0015 0,0012 0,0064 0,0020 0,0018 0,0110 0,0021 0,0004 0, ,0000 0,0001 0,0004 0,0000 0,0000 0,0011 0,0000 0,0119 0,0013 0,0009 0,0001 0,0013 0,0028 0,0105 0,0063 0,0206 0,0031 0,0068 0,0038 0, ,0001 0,0001 0,0092 0,0003 0,0007 0,0017 0,0001 0,0015 0,0005 0,0013 0,0006 0,0016 0,0032 0,0068 0,0008 0,0075 0,0098 0,0074 0,0007 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0010 0,0000 0,0030 0,0010 0,0014 0,0003 0,0001 0,0021 0,0037 0,0004 0,0066 0,0005 0,0013 0,0005 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0003 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0028 0,0006 0,0040 0,0000 0,0000 0,0000 0,0016 0,0004 0,0016 0,0002 0,0021 0,0001 0, ,0001 0,0000 0,0003 0,0001 0,0001 0,0008 0,0000 0,0021 0,0004 0,0013 0,0002 0,0006 0,0008 0,0018 0,0002 0,0016 0,0022 0,0009 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0002 0,0007 0,0001 0,0004 0,0001 0,0012 0,0007 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0009 0,0001 0,0006 0,0000 0,0001 0,0007 0,0024 0,0005 0,0013 0,0001 0,0042 0,0012 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0003 0,0005 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0001 0,0000 0,0013 0,0001 0,0007 0,0018 0,0000 0,0014 0,0014 0,0026 0,0002 0,0010 0,0005 0,0006 0,0003 0,0038 0,0026 0,0021 0,0018 0, ,1779 0,0818 0,1970 0,3868 0,1372 0,1296 0,0957 0,0902 0,0565 0,1241 0,0763 0,4460 0,2311 0,2992 0,2704 0,2315 0,2684 0,3996 0,1439 0,1562 Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 58 sektor (diolah)

79 Lampiran 8 (lanjutan) 65 Sektor ,0008 0,0000 0,0000 0,0016 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0, ,0102 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0005 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0004 0, ,0355 0,0561 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0045 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0055 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0048 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0004 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0022 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0011 0,0000 0, ,0011 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0323 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0009 0,0004 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0008 0,0009 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0186 0,0000 0,0002 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0016 0,0001 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0019 0,0000 0, ,0000 0,0007 0,0002 0,0007 0,0013 0,0016 0,0000 0,0013 0,0006 0,0001 0,0001 0,0001 0,0002 0,0001 0,0048 0,0020 0,0001 0,0022 0,0004 0, ,0404 0,0002 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0002 0,0164 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0019 0, ,0001 0,0046 0,0002 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0009 0,0003 0,0005 0,0004 0,0016 0,0005 0,0000 0,0000 0,0002 0,0004 0,0009 0, ,0000 0,0000 0,0006 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0001 0,0000 0,0078 0,0000 0,0023 0, ,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0002 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0001 0,0000 0,0003 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0002 0,0000 0,0006 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0005 0,0001 0,0001 0,0001 0,0178 0,0010 0,0000 0,0000 0,0000 0,0053 0,0004 0, ,0013 0,0002 0,0021 0,0023 0,0003 0,0003 0,0000 0,0021 0,0011 0,0033 0,0003 0,0005 0,0011 0,0006 0,0001 0,0005 0,0020 0,0010 0,0061 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0090 0,0305 0,0829 0,0102 0,0004 0,0279 0,0000 0,0079 0,0350 0,0066 0,0019 0,0008 0,0039 0,0023 0,0001 0,0020 0,0266 0,0014 0,0006 0, ,0180 0,0002 0,0018 0,0003 0,0000 0,0008 0,0000 0,0001 0,0002 0,0002 0,0003 0,0000 0,0001 0,0001 0,0000 0,0000 0,0025 0,0000 0,0009 0, ,0000 0,0679 0,0020 0,0001 0,0000 0,0004 0,0000 0,0000 0,0003 0,0042 0,0007 0,0148 0,0017 0,0037 0,0000 0,0000 0,0000 0,0085 0,0319 0, ,0005 0,0040 0,0025 0,0002 0,0004 0,0004 0,0000 0,0015 0,0046 0,0228 0,0010 0,0022 0,0020 0,0029 0,0000 0,0010 0,0000 0,0057 0,0031 0, ,0005 0,0005 0,0005 0,0040 0,0000 0,0000 0,0000 0,0005 0,0027 0,0020 0,0003 0,0012 0,0012 0,0014 0,0000 0,0001 0,0001 0,0395 0,0006 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0022 0,0740 0,0000 0,0000 0,0072 0,0003 0,0023 0,0017 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0087 0,0047 0,0000 0, ,0000 0,0033 0,0013 0,0016 0,0004 0,0046 0,0000 0,0103 0,0362 0,0085 0,0192 0,0186 0,0041 0,0049 0,0000 0,0000 0,0023 0,0642 0,0038 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0017 0,0014 0,1788 0,0075 0,0080 0,0236 0,0123 0,0011 0,0218 0,0000 0,0000 0,0002 0,0004 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0002 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0, ,0001 0,0000 0,0000 0,0004 0,0001 0,0005 0,0000 0,0049 0,0477 0,0023 0,0037 0,0085 0,0001 0,0022 0,0002 0,0001 0,0006 0,0184 0,0002 0,0002 Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 58 sektor (diolah)

80 Lampiran 66 8 (lanjutan) Sektor ,0000 0,0001 0,0017 0,0007 0,0000 0,0009 0,0000 0,0020 0,0064 0,2143 0,0222 0,0201 0,0004 0,0074 0,0098 0,0000 0,0009 0,0126 0,0124 0, ,0000 0,0001 0,0001 0,0001 0,0000 0,0002 0,0000 0,0001 0,0000 0,0003 0,0092 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0000 0,0001 0,0005 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,1114 0,0000 0,0029 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0198 0, ,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0565 0,0002 0,0000 0,0000 0,0002 0,0000 0,0003 0, ,0000 0,0000 0,0009 0,0008 0,0000 0,0003 0,0000 0,0005 0,0011 0,0011 0,0006 0,0004 0,0005 0,0107 0,0001 0,0001 0,0002 0,0008 0,0008 0, ,0025 0,0077 0,0141 0,0357 0,1932 0,0960 0,0008 0,0643 0,0170 0,0127 0,0056 0,0113 0,0208 0,0107 0,1468 0,0327 0,0916 0,0003 0,0264 0, ,0003 0,0005 0,0009 0,0024 0,0130 0,0065 0,0001 0,0043 0,0011 0,0010 0,0004 0,0008 0,0014 0,0007 0,0099 0,0022 0,0062 0,0000 0,0018 0, ,0001 0,0001 0,0000 0,0004 0,0005 0,0011 0,0000 0,0023 0,0088 0,0005 0,0008 0,0017 0,0002 0,0005 0,0001 0,0002 0,0751 0,0035 0,0009 0, ,0010 0,0011 0,0001 0,0055 0,0035 0,0001 0,0006 0,0094 0,0047 0,0025 0,0025 0,0023 0,0001 0,0006 0,0105 0,0009 0,0157 0,0029 0,0280 0, ,0504 0,0557 0,0301 0,0194 0,0347 0,0440 0,0538 0,0313 0,0524 0,0867 0,0363 0,0626 0,0392 0,0309 0,0390 0,0253 0,0156 0,0600 0,0484 0, ,0001 0,0002 0,0001 0,0003 0,0004 0,0019 0,0000 0,0002 0,0001 0,0002 0,0003 0,0005 0,0000 0,0002 0,0001 0,0001 0,0012 0,0010 0,0017 0, ,0051 0,0060 0,0022 0,0040 0,0072 0,0159 0,0007 0,0122 0,0040 0,0021 0,0013 0,0051 0,0056 0,0013 0,0005 0,0019 0,0143 0,0149 0,0167 0, ,0001 0,0002 0,0002 0,0003 0,0012 0,0007 0,0001 0,0006 0,0002 0,0003 0,0005 0,0003 0,0001 0,0002 0,0001 0,0000 0,0000 0,0002 0,0004 0, ,0120 0,0159 0,0064 0,0097 0,0172 0,0195 0,0087 0,0230 0,0128 0,0239 0,0135 0,0151 0,0206 0,0110 0,0077 0,0074 0,0083 0,0164 0,0344 0, ,001-0,002-0,002-0,002-0,004-0,003-0,001-0,003-0,003-0,004-0,001-0,002-0,003-0,003-0,001-0,001-0,001-0,001-0,001-0, ,0003 0,0005 0,0001 0,0008 0,0012 0,0018 0,0001 0,0010 0,0006 0,0004 0,0005 0,0004 0,0008 0,0003 0,0001 0,0007 0,0014 0,0003 0,0022 0, ,0152 0,0166 0,0094 0,0045 0,0109 0,0149 0,0153 0,0110 0,0114 0,0234 0,0091 0,0193 0,0117 0,0098 0,0119 0,0076 0,0059 0,0201 0,0136 0, ,0011 0,0019 0,0026 0,0023 0,0021 0,0127 0,0008 0,0047 0,0019 0,0036 0,0013 0,0015 0,0020 0,0012 0,0006 0,0012 0,0022 0,0010 0,0010 0, ,0120 0,0040 0,0066 0,0079 0,0042 0,0016 0,0014 0,0124 0,0064 0,0094 0,0041 0,0055 0,0137 0,0031 0,0029 0,0073 0,0073 0,0166 0,0386 0, ,0007 0,0057 0,0032 0,0032 0,0031 0,0038 0,0001 0,0156 0,0034 0,0021 0,0021 0,0040 0,0076 0,0025 0,0028 0,0056 0,0063 0,0056 0,0127 0, ,0017 0,0007 0,0002 0,0006 0,0005 0,0003 0,0000 0,0016 0,0004 0,0016 0,0013 0,0013 0,0005 0,0003 0,0013 0,0011 0,0016 0,0053 0,0066 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0003 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0002 0, ,0002 0,0005 0,0036 0,0011 0,0013 0,0146 0,0000 0,0000 0,0045 0,0005 0,0024 0,0001 0,0003 0,0006 0,0009 0,0016 0,0064 0,0024 0,0674 0, ,0004 0,0013 0,0002 0,0008 0,0024 0,0024 0,0000 0,0043 0,0054 0,0038 0,0006 0,0025 0,0035 0,0005 0,0026 0,0020 0,0051 0,0097 0,0043 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0009 0, ,0007 0,0002 0,0000 0,0008 0,0004 0,0002 0,0001 0,0000 0,0003 0,0002 0,0017 0,0015 0,0001 0,0001 0,0000 0,0029 0,0000 0,0022 0,0011 0, ,0035 0,0004 0,0005 0,0008 0,0012 0,0011 0,0041 0,0013 0,0003 0,0002 0,0003 0,0027 0,0003 0,0006 0,0007 0,0011 0,0025 0,0063 0,0018 0, ,0002 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0008 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0003 0,0027 0,0037 0,0012 0,0411 0,0079 0,0007 0,0058 0,0024 0,0015 0,0016 0,0002 0,0020 0,0006 0,0001 0,0003 0,0002 0,0017 0,0059 0, ,2298 0,2882 0,1794 0,1244 0,3413 0,3581 0,1068 0,4124 0,2885 0,4479 0,1715 0,3309 0,2238 0,1950 0,2543 0,1079 0,3188 0,3380 0,4017 0,2997 Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 58 sektor (diolah)

81 Lampiran 8 (lanjutan) 67 Sektor ,0085 0,0000 0,0000 0,0012 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0002 0,0045 0,0532 0,0024 0, ,0160 0,0000 0,0000 0,0020 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0021 0,0514 0,0699 0,0114 0, ,0003 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0028 0, ,0787 0,0000 0,0001 0,0018 0,0021 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0303 0,0035 0,0007 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0, ,0164 0,0000 0,0000 0,0033 0,0018 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0183 0,0000 0,0033 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0018 0,0032 0,0029 0,0037 0,0052 0,0001 0,0002 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0002 0,0000 0,0002 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,1527 0,0189 0,0006 0,1381 0,0687 0,0047 0,0040 0,0117 0,0008 0,0000 0,0007 0,0032 0,0013 0,0000 0,0000 0,1446 0,1252 0,0330 0, ,0001 0,0003 0,0000 0,0001 0,0001 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0004 0,0000 0,0003 0,0000 0,0000 0,0004 0, ,0004 0,0000 0,0014 0,0002 0,0002 0,0003 0,0031 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0002 0,0000 0,0000 0,0010 0,0000 0,0000 0,0024 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0003 0,0000 0,0001 0,0001 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0003 0,0000 0,0000 0,0003 0,0000 0,0000 0,0005 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0008 0,0007 0,0002 0,0002 0,0001 0,0001 0,0219 0,0010 0,0013 0,0030 0,0007 0,0022 0,0000 0,0224 0,0000 0,0000 0,0002 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0033 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0001 0,0002 0,0001 0,0001 0,0001 0,0000 0,0022 0,0000 0,0001 0,0001 0,0000 0,0010 0,0000 0,0063 0,0001 0,0000 0,0005 0, ,0001 0,0015 0,0007 0,0006 0,0007 0,0002 0,0002 0,0001 0,0000 0,0001 0,0001 0,0000 0,0014 0,0000 0,0013 0,0064 0,0000 0,0028 0, ,0000 0,0002 0,0166 0,0001 0,0000 0,0209 0,0036 0,0003 0,0000 0,0000 0,0001 0,0001 0,0009 0,0000 0,0003 0,0000 0,0000 0,0350 0, ,0000 0,0000 0,0006 0,0000 0,0002 0,0001 0,0002 0,0012 0,0005 0,0003 0,0005 0,0000 0,0001 0,0000 0,0009 0,0001 0,0000 0,0035 0, ,0000 0,0005 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0001 0,0000 0,0001 0,0000 0,0001 0,0000 0,0002 0,0000 0,0000 0,0006 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0041 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0008 0,0105 0,0013 0,0003 0,0001 0,0003 0,0007 0,0013 0,0002 0,0007 0,0000 0,0017 0,0000 0,0023 0,0004 0,0000 0,0002 0,0037 Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 58 sektor (diolah)

82 Lampiran 68 8 (lanjutan) Sektor ,0000 0,0011 0,0006 0,0002 0,0010 0,0025 0,0054 0,0111 0,0010 0,0007 0,0011 0,0000 0,0011 0,0000 0,0045 0,0002 0,0000 0,0134 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0008 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0, ,0000 0,0299 0,0000 0,0170 0,0248 0,0226 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0210 0, ,0000 0,0003 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0002 0,0001 0,0000 0,0001 0,0000 0,0001 0,0000 0,0006 0,0001 0,0001 0,0003 0, ,0000 0,0004 0,0004 0,0014 0,0015 0,0001 0,0005 0,0003 0,0001 0,0004 0,0003 0,0001 0,0009 0,0000 0,0070 0,0000 0,0000 0,0002 0, ,0002 0,0736 0,0027 0,0058 0,0061 0,0019 0,0245 0,0144 0,0029 0,0049 0,0052 0,0005 0,0142 0,0000 0,0086 0,0004 0,0000 0,0131 0, ,0000 0,0061 0,0002 0,0006 0,0005 0,0002 0,0017 0,0010 0,0002 0,0003 0,0004 0,0000 0,0010 0,0000 0,0006 0,0000 0,0000 0,0009 0, ,0000 0,0002 0,0002 0,0004 0,0022 0,0006 0,0015 0,0005 0,0000 0,0002 0,0001 0,0000 0,0003 0,0000 0,0007 0,0001 0,0000 0,0004 0, ,0000 0,1148 0,0037 0,0070 0,0022 0,0010 0,1197 0,0172 0,0036 0,0028 0,0011 0,0812 0,0083 0,0000 0,0250 0,0005 0,0001 0,0025 0, ,0583 0,0378 0,2698 0,0637 0,0558 0,0465 0,0273 0,0227 0,0042 0,0201 0,0163 0,0059 0,0620 0,0000 0,0331 0,0678 0,0614 0,0407 0, ,0000 0,0006 0,0003 0,0008 0,0001 0,0016 0,0005 0,0003 0,0002 0,0010 0,0025 0,0001 0,0015 0,0000 0,0005 0,0000 0,0000 0,0006 0, ,0000 0,0045 0,0025 0,0050 0,0006 0,0492 0,0012 0,0032 0,0009 0,0034 0,0120 0,0000 0,0149 0,0000 0,0048 0,0001 0,0000 0,0030 0, ,0001 0,0007 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0007 0,0003 0,0000 0,0003 0,0001 0,0000 0,0003 0,0000 0,0003 0,0001 0,0001 0,0001 0, ,0098 0,0058 0,0108 0,0098 0,0082 0,0067 0,0026 0,0057 0,0014 0,0165 0,0027 0,0017 0,0079 0,0000 0,0081 0,0114 0,0103 0,0077 0, ,001-0,001-0,001-0,003-0,001-0,001-0,002-0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000-0,001-0,001-0,001-0,001-0, ,0001 0,0002 0,0037 0,0001 0,0098 0,0001 0,0012 0,0002 0,0000 0,0001 0,0001 0,0000 0,0009 0,0000 0,0005 0,0002 0,0001 0,0001 0, ,0177 0,0114 0,0073 0,0176 0,0142 0,0716 0,0056 0,0067 0,0017 0,0056 0,0024 0,0025 0,0268 0,0000 0,0072 0,0205 0,0186 0,0110 0, ,0010 0,0037 0,0057 0,0583 0,0355 0,0774 0,0339 0,0005 0,0000 0,0002 0,0013 0,0001 0,0006 0,0000 0,0005 0,0011 0,0010 0,0006 0, ,0001 0,0155 0,0165 0,0068 0,0110 0,0156 0,0616 0,0846 0,0121 0,0192 0,0209 0,0048 0,0377 0,0000 0,0706 0,0008 0,0001 0,0111 0, ,0001 0,0015 0,0017 0,0015 0,0017 0,0029 0,0007 0,0038 0,0247 0,0196 0,0151 0,0032 0,0049 0,0000 0,0038 0,0001 0,0000 0,0010 0, ,0000 0,0037 0,0054 0,0079 0,0070 0,0169 0,0085 0,0038 0,0052 0,0231 0,0138 0,0002 0,0027 0,0000 0,0017 0,0002 0,0000 0,0004 0, ,0000 0,0003 0,0005 0,0002 0,0001 0,0004 0,0000 0,0003 0,0002 0,0012 0,0061 0,0000 0,0017 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0002 0,0000 0,0046 0,0003 0,0014 0,0012 0,0014 0,0034 0,0018 0,0029 0,0038 0,0013 0,0176 0,0000 0,0090 0,0002 0,0000 0,0282 0, ,0000 0,0028 0,0020 0,0022 0,0029 0,0057 0,0054 0,0038 0,0012 0,0110 0,0029 0,0011 0,0033 0,0000 0,0028 0,0001 0,0000 0,0013 0, ,0001 0,0022 0,0019 0,0015 0,0005 0,0098 0,0002 0,0053 0,0137 0,0082 0,0214 0,0278 0,0478 0,0000 0,0094 0,0006 0,0000 0,0014 0, ,0000 0,0118 0,0006 0,0006 0,0010 0,0034 0,0007 0,0055 0,0017 0,0087 0,0034 0,0000 0,0175 0,0000 0,0471 0,0009 0,0000 0,0002 0, ,0000 0,0054 0,0003 0,0001 0,0003 0,0007 0,0019 0,0020 0,0002 0,0025 0,0003 0,0005 0,0087 0,0000 0,0010 0,0008 0,0000 0,0012 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0009 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0015 0,0254 0,0008 0,0010 0,0006 0,0028 0,0025 0,0004 0,0022 0,0017 0,0006 0,0114 0,0000 0,0022 0,0001 0,0000 0,0010 0, ,3602 0,3598 0,4009 0,3590 0,2673 0,3703 0,3196 0,2378 0,0813 0,1569 0,1401 0,1365 0,3037 0,0000 0,2900 0,3619 0,3431 0,2643 0,2998 Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 58 sektor (diolah)

83 69 Lampiran 9Matriks kebalikan leontief terbuka klasifikasi 58 sektor Sektor ,0945 0,0044 0,0027 0,1001 0,0399 0,0032 0,0034 0,0001 0,0001 0,0005 0,0002 0,1926 0,0023 0,0053 0,0301 0,0028 0,0035 0,0032 0,0008 0, ,0005 1,0237 0,0011 0,0089 0,0007 0,0002 0,0001 0,0001 0,0001 0,0003 0,0001 0,0057 0,0003 0,0006 0,0010 0,0005 0,0008 0,0007 0,0002 0, ,0003 0,0002 1,0251 0,0043 0,0005 0,0002 0,0002 0,0001 0,0001 0,0002 0,0002 0,0199 0,0206 0,0034 0,0049 0,0018 0,0034 0,0007 0,0002 0, ,0357 0,0256 0,0208 1,0587 0,0734 0,0061 0,0010 0,0002 0,0001 0,0008 0,0002 0,0529 0,0015 0,0028 0,0094 0,0019 0,0023 0,0018 0,0006 0, ,0214 0,0019 0,0139 0,0077 1,0020 0,0505 0,0005 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0043 0,0003 0,0002 0,0007 0,0001 0,0012 0,0001 0,0000 0, ,0001 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 1,0007 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0082 0,0006 0,0001 0, ,0004 0,0002 0,0003 0,0045 0,0013 0,0008 1,0577 0,0001 0,0000 0,0002 0,0001 0,0224 0,0004 0,0009 0,0036 0,0006 0,0007 0,0006 0,0002 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 1,0004 0,0000 0,0000 0,0006 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 1,0040 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 1,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0002 0,0001 0,0006 0,0003 0,0002 0,0005 0,0001 0,0004 0,0002 0,0008 1,0070 0,0004 0,0010 0,0009 0,0004 0,0007 0,0013 0,0017 0,0006 0, ,0078 0,0069 0,0058 0,2177 0,0202 0,0025 0,0095 0,0002 0,0005 0,0020 0,0007 1,1259 0,0127 0,0298 0,1754 0,0152 0,0187 0,0178 0,0045 0, ,0001 0,0001 0,0002 0,0002 0,0001 0,0005 0,0000 0,0001 0,0001 0,0002 0,0001 0,0002 1,0843 0,1183 0,0049 0,0153 0,0007 0,0008 0,0003 0, ,0001 0,0001 0,0002 0,0003 0,0001 0,0001 0,0001 0,0002 0,0001 0,0001 0,0002 0,0003 0,0008 1,0236 0,0003 0,0002 0,0004 0,0003 0,0001 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0015 1,0069 0,0085 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0005 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0001 1,0081 0,0001 0,0001 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0003 0,0001 0,0000 0,0002 0,0000 0,0001 0,0001 0,0004 0,0000 0,0001 0,0001 0,0002 0,0001 0,0001 1,0128 0,0003 0,0000 0, ,0004 0,0003 0,0009 0,0021 0,0004 0,0012 0,0003 0,0011 0,0007 0,0006 0,0006 0,0065 0,0015 0,0034 0,0025 0,0117 0,0033 1,2746 0,1071 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 1,0000 0, ,0167 0,0069 0,0330 0,0022 0,0008 0,0008 0,0002 0,0010 0,0013 0,0019 0,0003 0,0045 0,0248 0,0097 0,0045 0,0169 0,0106 0,0179 0,0088 1, ,0002 0,0001 0,0002 0,0030 0,0011 0,0001 0,0003 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0004 0,0002 0,0008 0,0002 0,0005 0,0003 0,0003 0,0003 0, ,0013 0,0010 0,0030 0,0043 0,0015 0,0017 0,0012 0,0020 0,0015 0,0025 0,0024 0,0045 0,0030 0,0037 0,0037 0,0198 0,0061 0,0053 0,0017 0, ,0002 0,0001 0,0006 0,0007 0,0005 0,0004 0,0002 0,0003 0,0002 0,0007 0,0003 0,0013 0,0006 0,0036 0,0034 0,0102 0,0018 0,0018 0,0010 0, ,0002 0,0001 0,0018 0,0003 0,0002 0,0012 0,0001 0,0008 0,0004 0,0026 0,0001 0,0004 0,0003 0,0008 0,0007 0,0016 0,0013 0,0005 0,0002 0, ,0001 0,0000 0,0005 0,0001 0,0000 0,0003 0,0000 0,0002 0,0001 0,0007 0,0001 0,0001 0,0001 0,0003 0,0001 0,0002 0,0003 0,0001 0,0000 0, ,0004 0,0003 0,0032 0,0008 0,0004 0,0022 0,0002 0,0015 0,0008 0,0045 0,0008 0,0009 0,0006 0,0032 0,0008 0,0011 0,0036 0,0009 0,0003 0, ,0000 0,0000 0,0001 0,0001 0,0000 0,0001 0,0000 0,0001 0,0000 0,0001 0,0000 0,0001 0,0002 0,0002 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0007 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0017 0,0003 0,0024 0,0005 0,0005 0,0037 0,0001 0,0006 0,0003 0,0025 0,0002 0,0008 0,0004 0,0006 0,0013 0,0030 0,0008 0,0025 0,0008 0,0007 Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 58 sektor (diolah)

84 70 Lampiran 9 (lanjutan) Sektor ,0006 0,0005 0,0019 0,0019 0,0007 0,0012 0,0005 0,0024 0,0012 0,0042 0,0011 0,0021 0,0018 0,0019 0,0018 0,0020 0,0072 0,0034 0,0011 0, ,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0003 0,0000 0,0003 0,0002 0,0001 0,0000 0,0000 0,0001 0,0001 0,0000 0,0001 0,0002 0,0001 0,0000 0, ,0009 0,0006 0,0016 0,0028 0,0009 0,0010 0,0009 0,0010 0,0009 0,0012 0,0016 0,0029 0,0015 0,0015 0,0022 0,0015 0,0035 0,0027 0,0010 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0005 0,0051 0,0003 0,0001 0,0003 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0002 0,0001 0,0001 0,0007 0,0000 0,0003 0,0002 0,0002 0,0001 0,0002 0,0007 0,0010 0,0011 0,0005 0,0009 0,0002 0,0001 0, ,0014 0,0010 0,0033 0,0056 0,0019 0,0028 0,0012 0,0050 0,0021 0,0032 0,0025 0,0060 0,0393 0,0317 0,0113 0,0313 0,0310 0,0418 0,0131 0, ,0001 0,0001 0,0002 0,0003 0,0001 0,0001 0,0001 0,0002 0,0001 0,0002 0,0002 0,0004 0,0027 0,0027 0,0008 0,0021 0,0007 0,0028 0,0004 0, ,0001 0,0001 0,0003 0,0002 0,0001 0,0002 0,0001 0,0001 0,0001 0,0004 0,0001 0,0002 0,0002 0,0003 0,0004 0,0003 0,0005 0,0003 0,0001 0, ,0036 0,0027 0,0433 0,0048 0,0032 0,0291 0,0017 0,0194 0,0098 0,0643 0,0024 0,0057 0,0053 0,0088 0,0061 0,0103 0,0083 0,0057 0,0018 0, ,0282 0,0207 0,0556 0,0917 0,0308 0,0311 0,0257 0,0292 0,0304 0,0408 0,0520 0,0954 0,0512 0,0535 0,0732 0,0485 0,1212 0,0909 0,0319 0, ,0001 0,0001 0,0002 0,0002 0,0001 0,0002 0,0001 0,0004 0,0001 0,0003 0,0002 0,0003 0,0007 0,0007 0,0005 0,0005 0,0004 0,0006 0,0002 0, ,0011 0,0008 0,0028 0,0035 0,0015 0,0024 0,0011 0,0017 0,0012 0,0076 0,0021 0,0048 0,0040 0,0148 0,0036 0,0128 0,0145 0,0086 0,0034 0, ,0001 0,0001 0,0001 0,0002 0,0001 0,0001 0,0001 0,0000 0,0000 0,0006 0,0001 0,0002 0,0002 0,0006 0,0003 0,0005 0,0004 0,0005 0,0003 0, ,0059 0,0044 0,0119 0,0181 0,0059 0,0080 0,0049 0,0193 0,0051 0,0094 0,0100 0,0203 0,0150 0,0207 0,0177 0,0219 0,0447 0,0462 0,0123 0, ,000 0,000-0,001-0,001 0,000 0,000 0,000-0,006 0,000 0,000-0,001-0,002-0,001-0,007-0,002-0,002-0,009-0,003-0,001-0, ,0002 0,0001 0,0003 0,0005 0,0002 0,0020 0,0001 0,0002 0,0001 0,0002 0,0003 0,0006 0,0003 0,0011 0,0006 0,0004 0,0029 0,0008 0,0003 0, ,0083 0,0063 0,0128 0,0275 0,0079 0,0060 0,0079 0,0138 0,0085 0,0056 0,0154 0,0287 0,0142 0,0152 0,0217 0,0124 0,0287 0,0248 0,0091 0, ,0011 0,0009 0,0019 0,0038 0,0011 0,0014 0,0011 0,0015 0,0013 0,0010 0,0021 0,0044 0,0028 0,0082 0,0043 0,0032 0,0141 0,0051 0,0015 0, ,0018 0,0014 0,0046 0,0057 0,0019 0,0037 0,0015 0,0156 0,0033 0,0046 0,0031 0,0073 0,0069 0,0166 0,0118 0,0269 0,0118 0,0159 0,0071 0, ,0007 0,0005 0,0110 0,0022 0,0013 0,0025 0,0005 0,0023 0,0011 0,0024 0,0015 0,0037 0,0049 0,0089 0,0025 0,0093 0,0125 0,0115 0,0021 0, ,0004 0,0003 0,0011 0,0014 0,0004 0,0017 0,0004 0,0038 0,0015 0,0022 0,0011 0,0015 0,0032 0,0052 0,0016 0,0078 0,0024 0,0033 0,0012 0, ,0001 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0001 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0002 0,0004 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0000 0, ,0020 0,0015 0,0042 0,0064 0,0022 0,0024 0,0018 0,0052 0,0028 0,0073 0,0037 0,0068 0,0038 0,0057 0,0056 0,0055 0,0090 0,0095 0,0027 0, ,0004 0,0002 0,0012 0,0010 0,0004 0,0014 0,0002 0,0027 0,0008 0,0023 0,0006 0,0015 0,0015 0,0028 0,0010 0,0025 0,0034 0,0021 0,0005 0, ,0002 0,0002 0,0006 0,0007 0,0002 0,0003 0,0002 0,0006 0,0003 0,0005 0,0004 0,0008 0,0005 0,0008 0,0006 0,0008 0,0012 0,0011 0,0003 0, ,0001 0,0001 0,0003 0,0003 0,0001 0,0002 0,0001 0,0003 0,0001 0,0003 0,0002 0,0004 0,0005 0,0012 0,0004 0,0009 0,0006 0,0021 0,0010 0, ,0001 0,0001 0,0005 0,0004 0,0001 0,0003 0,0001 0,0012 0,0002 0,0011 0,0002 0,0004 0,0010 0,0029 0,0008 0,0017 0,0006 0,0057 0,0018 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0002 0,0000 0,0000 0,0003 0,0005 0,0000 0,0000 0,0001 0, ,0005 0,0003 0,0022 0,0015 0,0012 0,0023 0,0003 0,0022 0,0018 0,0034 0,0008 0,0024 0,0014 0,0018 0,0016 0,0050 0,0047 0,0046 0,0026 0, ,2399 1,1149 1,2785 1,5964 1,2059 1,1788 1,1256 1,1331 1,0838 1,1855 1,1155 1,6398 1,3201 1,4216 1,4258 1,3279 1,3997 1,6202 1,2236 1,2258 Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 58 sektor (diolah)

85 Lampiran 9 (lanjutan) 71 Sektor ,0102 0,0008 0,0004 0,0021 0,0009 0,0012 0,0004 0,0009 0,0005 0,0006 0,0003 0,0007 0,0007 0,0040 0,0003 0,0003 0,0011 0,0015 0,0019 0, ,0114 0,0004 0,0003 0,0002 0,0008 0,0007 0,0003 0,0005 0,0003 0,0003 0,0002 0,0005 0,0004 0,0008 0,0002 0,0002 0,0006 0,0009 0,0011 0, ,0382 0,0622 0,0006 0,0002 0,0005 0,0005 0,0002 0,0003 0,0004 0,0008 0,0003 0,0014 0,0005 0,0054 0,0002 0,0001 0,0004 0,0010 0,0025 0, ,0101 0,0022 0,0005 0,0006 0,0011 0,0021 0,0005 0,0016 0,0009 0,0009 0,0004 0,0012 0,0009 0,0065 0,0004 0,0004 0,0019 0,0023 0,0024 0, ,0008 0,0009 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0006 0,0002 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0001 0, ,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0025 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0011 0,0001 0, ,0024 0,0003 0,0002 0,0002 0,0004 0,0006 0,0002 0,0004 0,0003 0,0003 0,0001 0,0003 0,0002 0,0350 0,0001 0,0001 0,0005 0,0007 0,0007 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0011 0,0006 0,0000 0,0001 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0010 0,0009 0,0001 0,0001 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0187 0,0033 0,0004 0,0002 0,0005 0,0003 0,0000 0,0004 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0017 0,0001 0,0000 0,0001 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0020 0,0001 0, ,0004 0,0014 0,0011 0,0011 0,0027 0,0029 0,0002 0,0021 0,0014 0,0008 0,0004 0,0006 0,0006 0,0004 0,0059 0,0024 0,0011 0,0028 0,0011 0, ,0504 0,0030 0,0016 0,0016 0,0037 0,0052 0,0016 0,0039 0,0023 0,0026 0,0013 0,0031 0,0028 0,0209 0,0011 0,0011 0,0050 0,0061 0,0087 0, ,0002 0,0055 0,0004 0,0002 0,0002 0,0002 0,0001 0,0002 0,0012 0,0007 0,0007 0,0007 0,0020 0,0006 0,0001 0,0001 0,0013 0,0007 0,0017 0, ,0002 0,0003 0,0008 0,0002 0,0003 0,0003 0,0002 0,0003 0,0005 0,0005 0,0002 0,0003 0,0003 0,0002 0,0003 0,0001 0,0088 0,0003 0,0027 0, ,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0001 0,0000 0,0000 0,0001 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0001 0,0001 0,0002 0,0000 0,0001 0,0001 0,0000 0,0001 0,0001 0,0002 0,0000 0,0004 0,0000 0,0001 0,0001 0,0000 0,0003 0,0001 0,0007 0, ,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0000 0,0001 0,0006 0,0003 0,0001 0,0003 0,0191 0,0011 0,0001 0,0001 0,0001 0,0054 0,0007 0, ,0030 0,0013 0,0034 0,0036 0,0013 0,0015 0,0007 0,0040 0,0027 0,0074 0,0013 0,0021 0,0026 0,0016 0,0009 0,0013 0,0037 0,0032 0,0103 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0, ,0113 0,0365 0,0858 0,0109 0,0010 0,0294 0,0003 0,0094 0,0401 0,0125 0,0034 0,0035 0,0053 0,0036 0,0006 0,0024 0,0302 0,0061 0,0034 0, ,0185 0,0004 0,0021 0,0003 0,0002 0,0010 0,0001 0,0003 0,0004 0,0005 0,0005 0,0002 0,0002 0,0003 0,0001 0,0001 0,0029 0,0003 0,0011 0, ,0033 1,0768 0,0044 0,0017 0,0046 0,0045 0,0029 0,0036 0,0041 0,0125 0,0036 0,0225 0,0050 0,0064 0,0029 0,0017 0,0021 0,0136 0,0395 0, ,0009 0,0047 1,0029 0,0004 0,0010 0,0009 0,0003 0,0020 0,0055 0,0298 0,0019 0,0038 0,0025 0,0035 0,0007 0,0012 0,0004 0,0067 0,0044 0, ,0008 0,0009 0,0007 1,0044 0,0005 0,0004 0,0002 0,0011 0,0033 0,0032 0,0006 0,0018 0,0015 0,0016 0,0007 0,0003 0,0010 0,0402 0,0023 0, ,0001 0,0004 0,0002 0,0002 1,0024 0,0746 0,0001 0,0010 0,0106 0,0014 0,0040 0,0037 0,0004 0,0006 0,0002 0,0001 0,0098 0,0099 0,0008 0, ,0007 0,0045 0,0018 0,0024 0,0016 1,0056 0,0005 0,0119 0,0394 0,0125 0,0205 0,0226 0,0050 0,0057 0,0014 0,0004 0,0041 0,0665 0,0076 0, ,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0019 1,0015 0,1793 0,0081 0,0104 0,0242 0,0143 0,0013 0,0223 0,0002 0,0000 0,0003 0,0010 0,0005 0, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 1,0002 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0, ,0005 0,0006 0,0003 0,0008 0,0007 0,0011 0,0003 0,0059 1,0506 0,0038 0,0044 0,0107 0,0006 0,0026 0,0008 0,0003 0,0014 0,0200 0,0018 0,0005 Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 58 sektor (diolah)

86 72 Lampiran 9 (lanjutan) Sektor ,0017 0,0022 0,0035 0,0024 0,0050 0,0048 0,0013 0,0055 0,0109 1,2764 0,0300 0,0312 0,0025 0,0109 0,0161 0,0014 0,0041 0,0188 0,0199 0, ,0000 0,0001 0,0001 0,0001 0,0000 0,0003 0,0000 0,0001 0,0001 0,0004 1,0093 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0000 0,0002 0,0005 0,0001 0, ,0021 0,0024 0,0014 0,0009 0,0028 0,0025 0,0019 0,0021 0,0024 0,0041 0,0016 1,1282 0,0018 0,0047 0,0017 0,0010 0,0012 0,0029 0,0249 0, ,0000 0,0002 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 1,0600 0,0002 0,0000 0,0000 0,0003 0,0000 0,0003 0, ,0001 0,0002 0,0010 0,0009 0,0001 0,0004 0,0001 0,0007 0,0013 0,0016 0,0008 0,0006 0,0007 1,0109 0,0002 0,0002 0,0004 0,0011 0,0010 0, ,0064 0,0142 0,0197 0,0441 0,2312 0,1344 0,0035 0,0811 0,0330 0,0274 0,0128 0,0235 0,0301 0,0160 1,1754 0,0401 0,1217 0,0173 0,0380 0, ,0005 0,0010 0,0013 0,0030 0,0155 0,0090 0,0002 0,0055 0,0022 0,0020 0,0009 0,0016 0,0020 0,0011 0,0118 1,0027 0,0082 0,0012 0,0026 0, ,0002 0,0003 0,0002 0,0005 0,0007 0,0014 0,0001 0,0028 0,0102 0,0010 0,0010 0,0023 0,0003 0,0006 0,0003 0,0002 1,0814 0,0043 0,0013 0, ,0059 0,0075 0,0031 0,0080 0,0094 0,0079 0,0035 0,0142 0,0097 0,0101 0,0056 0,0074 0,0037 0,0033 0,0151 0,0033 0,0212 1,0084 0,0389 0, ,0696 0,0793 0,0440 0,0294 0,0593 0,0708 0,0632 0,0626 0,0755 0,1378 0,0524 0,0934 0,0590 0,0461 0,0572 0,0336 0,0356 0,0868 1,0810 0, ,0003 0,0004 0,0002 0,0004 0,0006 0,0022 0,0002 0,0004 0,0004 0,0006 0,0005 0,0009 0,0002 0,0004 0,0003 0,0002 0,0014 0,0015 0,0020 1, ,0078 0,0094 0,0040 0,0053 0,0097 0,0194 0,0028 0,0152 0,0077 0,0077 0,0036 0,0098 0,0084 0,0032 0,0029 0,0032 0,0176 0,0199 0,0208 0, ,0002 0,0002 0,0002 0,0004 0,0013 0,0009 0,0002 0,0007 0,0003 0,0004 0,0005 0,0005 0,0002 0,0003 0,0002 0,0001 0,0001 0,0004 0,0005 0, ,0169 0,0222 0,0101 0,0121 0,0227 0,0263 0,0117 0,0295 0,0194 0,0380 0,0178 0,0235 0,0262 0,0147 0,0124 0,0095 0,0134 0,0244 0,0421 0, ,001-0,003-0,003-0,003-0,004-0,004-0,001-0,004-0,003-0,005-0,001-0,002-0,004-0,003-0,001-0,001-0,002-0,002-0,002-0, ,0006 0,0008 0,0003 0,0010 0,0015 0,0023 0,0003 0,0013 0,0011 0,0011 0,0008 0,0009 0,0012 0,0005 0,0003 0,0008 0,0017 0,0008 0,0027 0, ,0207 0,0231 0,0136 0,0070 0,0176 0,0223 0,0182 0,0192 0,0177 0,0373 0,0133 0,0283 0,0165 0,0140 0,0175 0,0100 0,0118 0,0279 0,0215 0, ,0031 0,0043 0,0040 0,0031 0,0039 0,0155 0,0025 0,0070 0,0043 0,0083 0,0030 0,0047 0,0040 0,0026 0,0024 0,0021 0,0039 0,0047 0,0036 0, ,0178 0,0100 0,0106 0,0112 0,0101 0,0085 0,0052 0,0194 0,0129 0,0222 0,0085 0,0134 0,0202 0,0067 0,0078 0,0107 0,0127 0,0254 0,0499 0, ,0025 0,0084 0,0044 0,0041 0,0051 0,0060 0,0012 0,0177 0,0056 0,0055 0,0034 0,0067 0,0097 0,0037 0,0046 0,0065 0,0085 0,0082 0,0158 0, ,0028 0,0021 0,0010 0,0012 0,0018 0,0018 0,0009 0,0030 0,0017 0,0042 0,0023 0,0031 0,0017 0,0011 0,0026 0,0018 0,0029 0,0070 0,0087 0, ,0001 0,0001 0,0000 0,0000 0,0001 0,0001 0,0000 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0004 0,0001 0,0000 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0003 0, ,0052 0,0064 0,0070 0,0035 0,0070 0,0204 0,0045 0,0052 0,0110 0,0109 0,0066 0,0073 0,0049 0,0040 0,0053 0,0042 0,0099 0,0101 0,0741 0, ,0012 0,0023 0,0008 0,0013 0,0038 0,0038 0,0006 0,0054 0,0067 0,0062 0,0014 0,0040 0,0045 0,0011 0,0038 0,0025 0,0066 0,0111 0,0060 0, ,0007 0,0008 0,0006 0,0004 0,0009 0,0013 0,0005 0,0011 0,0011 0,0014 0,0006 0,0010 0,0009 0,0005 0,0007 0,0006 0,0010 0,0016 0,0042 0, ,0011 0,0006 0,0003 0,0011 0,0009 0,0006 0,0003 0,0005 0,0008 0,0009 0,0020 0,0023 0,0005 0,0004 0,0004 0,0033 0,0004 0,0031 0,0020 0, ,0039 0,0008 0,0008 0,0010 0,0017 0,0016 0,0043 0,0025 0,0008 0,0009 0,0007 0,0035 0,0007 0,0009 0,0011 0,0013 0,0033 0,0070 0,0027 0, ,0003 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0001 0,0008 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0, ,0014 0,0043 0,0044 0,0018 0,0423 0,0124 0,0015 0,0075 0,0045 0,0043 0,0029 0,0020 0,0034 0,0015 0,0010 0,0009 0,0014 0,0043 0,0082 0, ,3352 1,4041 1,2419 1,1746 1,4762 1,5087 1,1569 1,5391 1,4126 1,7084 1,2503 1,4937 1,3159 1,2708 1,3585 1,1527 1,4467 1,4894 1,5683 1,4678 Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 58 sektor (diolah)

87 Lampiran 9 (lanjutan) 73 Sektor ,0468 0,0045 0,0012 0,0286 0,0141 0,0039 0,0014 0,0030 0,0003 0,0005 0,0010 0,0008 0,0019 0,0000 0,0010 0,0365 0,0831 0,0096 1, ,0180 0,0007 0,0008 0,0031 0,0006 0,0012 0,0004 0,0005 0,0001 0,0003 0,0003 0,0001 0,0011 0,0000 0,0026 0,0539 0,0724 0,0121 1, ,0039 0,0008 0,0020 0,0031 0,0017 0,0020 0,0006 0,0005 0,0001 0,0002 0,0002 0,0002 0,0006 0,0000 0,0004 0,0036 0,0028 0,0061 1, ,0924 0,0022 0,0013 0,0102 0,0064 0,0057 0,0010 0,0014 0,0002 0,0007 0,0015 0,0004 0,0024 0,0000 0,0011 0,0416 0,0143 0,0037 1, ,0015 0,0001 0,0001 0,0007 0,0003 0,0001 0,0001 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0011 0,0019 0,0003 1, ,0000 0,0002 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0001 1, ,0212 0,0008 0,0004 0,0068 0,0037 0,0014 0,0004 0,0005 0,0001 0,0002 0,0004 0,0002 0,0008 0,0000 0,0005 0,0229 0,0029 0,0044 1, ,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 1, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 1, ,0000 0,0002 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0003 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0002 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 1, ,0003 0,0027 0,0037 0,0034 0,0041 0,0059 0,0008 0,0005 0,0001 0,0003 0,0001 0,0003 0,0006 0,0000 0,0006 0,0003 0,0003 0,0004 1, ,1902 0,0251 0,0056 0,1583 0,0802 0,0178 0,0076 0,0167 0,0015 0,0023 0,0044 0,0045 0,0086 0,0000 0,0040 0,1714 0,1434 0,0396 2, ,0003 0,0005 0,0008 0,0003 0,0003 0,0004 0,0006 0,0002 0,0000 0,0001 0,0001 0,0001 0,0006 0,0000 0,0006 0,0002 0,0002 0,0010 1, ,0007 0,0002 0,0023 0,0007 0,0006 0,0009 0,0034 0,0002 0,0000 0,0001 0,0001 0,0003 0,0003 0,0000 0,0012 0,0003 0,0003 0,0026 1, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 1, ,0001 0,0001 0,0003 0,0003 0,0001 0,0001 0,0001 0,0002 0,0000 0,0000 0,0000 0,0003 0,0001 0,0000 0,0004 0,0001 0,0001 0,0006 1, ,0001 0,0007 0,0002 0,0002 0,0001 0,0001 0,0008 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0005 0,0001 0,0000 0,0003 0,0001 0,0001 0,0001 1, ,0019 0,0030 0,0045 0,0025 0,0020 0,0019 0,0031 0,0313 0,0019 0,0031 0,0049 0,0014 0,0055 0,0000 0,0333 0,0020 0,0016 0,0016 1, ,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0035 0,0000 0,0000 0,0000 1, ,0014 0,0015 0,0024 0,0014 0,0011 0,0016 0,0015 0,0036 0,0003 0,0005 0,0005 0,0006 0,0020 0,0000 0,0082 0,0017 0,0022 0,0032 1, ,0005 0,0017 0,0012 0,0008 0,0009 0,0003 0,0003 0,0002 0,0001 0,0002 0,0002 0,0000 0,0017 0,0000 0,0015 0,0068 0,0002 0,0030 1, ,0042 0,0050 0,0304 0,0051 0,0043 0,0281 0,0076 0,0026 0,0004 0,0019 0,0012 0,0016 0,0054 0,0000 0,0033 0,0045 0,0040 0,0410 1, ,0006 0,0013 0,0022 0,0008 0,0008 0,0008 0,0015 0,0020 0,0006 0,0006 0,0007 0,0006 0,0007 0,0000 0,0018 0,0007 0,0005 0,0045 1, ,0003 0,0054 0,0010 0,0009 0,0006 0,0007 0,0052 0,0011 0,0003 0,0003 0,0002 0,0033 0,0008 0,0000 0,0015 0,0003 0,0002 0,0010 1, ,0001 0,0013 0,0004 0,0003 0,0003 0,0003 0,0013 0,0003 0,0001 0,0001 0,0001 0,0008 0,0002 0,0000 0,0004 0,0001 0,0001 0,0005 1, ,0007 0,0089 0,0031 0,0021 0,0017 0,0020 0,0088 0,0018 0,0004 0,0006 0,0004 0,0055 0,0015 0,0000 0,0025 0,0008 0,0007 0,0057 1, ,0001 0,0006 0,0003 0,0004 0,0005 0,0004 0,0002 0,0002 0,0000 0,0001 0,0000 0,0001 0,0001 0,0000 0,0003 0,0001 0,0001 0,0005 1, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 1, ,0004 0,0038 0,0119 0,0023 0,0011 0,0009 0,0031 0,0015 0,0015 0,0007 0,0010 0,0017 0,0024 0,0000 0,0035 0,0009 0,0005 0,0009 1,1693 Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 58 sektor (diolah)

88 74 Lampiran 9 (lanjutan) Sektor ,0019 0,0071 0,0075 0,0036 0,0044 0,0069 0,0118 0,0169 0,0018 0,0022 0,0024 0,0018 0,0044 0,0000 0,0091 0,0023 0,0018 0,0195 1, ,0000 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0008 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 1, ,0027 0,0357 0,0079 0,0219 0,0305 0,0292 0,0016 0,0012 0,0002 0,0010 0,0007 0,0005 0,0030 0,0000 0,0016 0,0030 0,0026 0,0255 1, ,0001 0,0004 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 0,0002 0,0002 0,0001 0,0000 0,0001 0,0000 0,0002 0,0000 0,0007 0,0001 0,0001 0,0003 1, ,0001 0,0007 0,0008 0,0016 0,0017 0,0003 0,0008 0,0005 0,0002 0,0006 0,0004 0,0002 0,0011 0,0000 0,0076 0,0002 0,0001 0,0004 1, ,0043 0,0923 0,0157 0,0135 0,0128 0,0095 0,0356 0,0219 0,0043 0,0082 0,0080 0,0025 0,0216 0,0000 0,0161 0,0047 0,0037 0,0201 2, ,0003 0,0074 0,0011 0,0011 0,0010 0,0007 0,0025 0,0015 0,0003 0,0006 0,0006 0,0002 0,0015 0,0000 0,0011 0,0003 0,0003 0,0014 1, ,0002 0,0010 0,0008 0,0009 0,0027 0,0010 0,0023 0,0008 0,0001 0,0003 0,0002 0,0004 0,0006 0,0000 0,0010 0,0002 0,0001 0,0007 1, ,0042 0,1204 0,0166 0,0188 0,0107 0,0153 0,1285 0,0215 0,0046 0,0054 0,0033 0,0825 0,0149 0,0000 0,0311 0,0051 0,0042 0,0083 1, ,0901 0,0657 0,3021 0,0935 0,0777 0,0729 0,0496 0,0389 0,0072 0,0318 0,0231 0,0150 0,0801 0,0000 0,0518 0,0972 0,0860 0,0608 4, ,0002 0,0010 0,0010 0,0011 0,0004 0,0020 0,0009 0,0005 0,0002 0,0012 0,0026 0,0003 0,0018 0,0000 0,0008 0,0003 0,0002 0,0009 1, ,0034 0,0092 0,0094 0,0089 0,0038 0,0557 0,0054 0,0055 0,0014 0,0049 0,0130 0,0020 0,0187 0,0000 0,0077 0,0037 0,0032 0,0058 1, ,0002 1,0009 0,0003 0,0003 0,0002 0,0003 0,0009 0,0003 0,0000 0,0003 0,0001 0,0000 0,0003 0,0000 0,0004 0,0002 0,0002 0,0002 1, ,0175 0,0134 1,0242 0,0174 0,0141 0,0133 0,0089 0,0106 0,0023 0,0192 0,0047 0,0043 0,0132 0,0000 0,0137 0,0188 0,0167 0,0132 1, ,001-0,001-0,001 0,996-0,001-0,001-0,003-0,001 0,000 0,000 0,000 0,000-0,001 0,000-0,001-0,001-0,001-0,002 0, ,0005 0,0005 0,0046 0,0006 1,0102 0,0005 0,0015 0,0004 0,0001 0,0002 0,0002 0,0001 0,0012 0,0000 0,0008 0,0005 0,0005 0,0004 1, ,0274 0,0202 0,0157 0,0267 0,0208 1,0831 0,0125 0,0114 0,0026 0,0082 0,0043 0,0054 0,0330 0,0000 0,0124 0,0296 0,0262 0,0170 2, ,0038 0,0061 0,0080 0,0629 0,0392 0,0872 1,0366 0,0017 0,0003 0,0011 0,0018 0,0008 0,0037 0,0000 0,0019 0,0041 0,0036 0,0025 1, ,0056 0,0253 0,0340 0,0179 0,0200 0,0297 0,0759 1,0965 0,0145 0,0253 0,0255 0,0080 0,0484 0,0000 0,0854 0,0069 0,0053 0,0168 1, ,0020 0,0042 0,0068 0,0039 0,0037 0,0054 0,0032 0,0056 1,0257 0,0214 0,0164 0,0042 0,0070 0,0000 0,0059 0,0021 0,0017 0,0029 1, ,0013 0,0057 0,0085 0,0101 0,0088 0,0204 0,0108 0,0051 0,0057 1,0245 0,0148 0,0009 0,0044 0,0000 0,0031 0,0016 0,0013 0,0015 1, ,0001 0,0003 0,0006 0,0003 0,0001 0,0005 0,0001 0,0004 0,0002 0,0013 1,0062 0,0000 0,0018 0,0000 0,0001 0,0001 0,0001 0,0001 1, ,0065 0,0055 0,0264 0,0072 0,0071 0,0069 0,0060 0,0069 0,0025 0,0057 0,0057 1,0028 0,0241 0,0000 0,0138 0,0071 0,0061 0,0328 1, ,0009 0,0051 0,0042 0,0038 0,0042 0,0078 0,0078 0,0049 0,0015 0,0118 0,0034 0,0021 1,0045 0,0000 0,0041 0,0011 0,0008 0,0022 1, ,0008 0,0033 0,0037 0,0025 0,0014 0,0117 0,0015 0,0066 0,0143 0,0098 0,0224 0,0282 0,0497 1,0000 0,0112 0,0014 0,0006 0,0028 1, ,0003 0,0132 0,0015 0,0013 0,0017 0,0046 0,0019 0,0066 0,0020 0,0098 0,0040 0,0003 0,0191 0,0000 1,0503 0,0013 0,0003 0,0006 1, ,0003 0,0067 0,0013 0,0008 0,0009 0,0014 0,0032 0,0026 0,0004 0,0029 0,0005 0,0011 0,0093 0,0000 0,0018 1,0011 0,0003 0,0016 1, ,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0001 0,0001 0,0010 0,0000 0,0000 0,0001 0,0000 0,0001 0,0000 0,0001 0,0000 1,0000 0,0000 1, ,0013 0,0028 0,0282 0,0024 0,0022 0,0021 0,0042 0,0035 0,0006 0,0032 0,0022 0,0011 0,0126 0,0000 0,0035 0,0015 0,0012 1,0021 1, ,5602 1,5245 1,6057 1,5516 1,4044 1,5443 1,4618 1,3411 1,1011 1,2133 1,1838 1,1884 1,4179 1,0000 1,4088 1,5428 1,4976 1, ,5631 Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 58 sektor (diolah)

89 75 Lampiran 10Multiplier output klasifikasi 58 sektor Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 58 sektor (diolah)

90 76 Lampiran 11Multiplier pendapatan klasifikasi 58 sektor Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 58 sektor (diolah)

91 77 Lampiran 12Multiplier tenaga kerja klasifikasi 58 sektor Sumber: Tabel Input-Output Provinsi Banten 2010, klasifikasi 58 sektor (diolah)

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Kebutuhan untuk menggunakan I-O Regional dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 19 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Konseptual Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal membuka ruang bagi penyelenggara pemerintah Kota Bandung untuk berkreasi dalam meningkatan pembangunan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 21 III KERANGKA PEMIKIRAN 31 Kerangka Operasional Berdasarkan perumusan masalah, pembangunan daerah Provinsi Riau masih menghadapi beberapa masalah Permasalahan itu berupa masih tingginya angka kemiskinan,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur pada bulan Mei sampai dengan Juli 2004. 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal dari Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor yang diagregasikan

Lebih terperinci

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-9 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan kesempatan kerja. Pendekatan pertumbuhan ekonomi banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan tolak ukur perekonomian suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1.Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Penelitian ini mencakup perekonomian nasional dengan obyek yang diteliti adalah peranan sektor kehutanan dalam perekonomian nasional dan perubahan struktur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Distribusi Input dan Output Produksi Proses produksi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha

Lebih terperinci

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2)

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) EKO-REGIONAL, Vol 1, No.1, Maret 2006 EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) 1) Fakultas

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1. Definisi Industri Negara-negara berkembang berkeyakinan bahwa sektor industri mampu mengatasi masalah-masalah perekonomian, dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah upaya multidimensional yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang terpadu merupakan segala bentuk upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi yang ditunjang oleh kegiatan non ekonomi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian Dalam penelitian ini, sektor-sektor perekonomian diklasifikasikan ke dalam 9 sektor perekonomian. Sembilan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis Tinjauan Teoritis yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari buku studi pustaka, internet serta penelitian-penelitian terdahulu. Tinjauan teoritis berisi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN Upaya pencapaian pertumbuhan ekonomi dengan memfokuskan peningkatan investasi pemerintah dan swasta pada sektor unggulan (prime sector) yaitu sektor pertanian, selama ini belum

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat. Provinsi Jawa Barat memiliki 25 kabupaten/kota. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 10.

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH J. Agroland 17 (1) : 63 69, Maret 2010 ISSN : 0854 641X PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH The Effect of Investment of Agricultural

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Kewenangan Pemerintah Daerah menjadi sangat luas dan strategis setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN 164 BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN Adanya keterbatasan dalam pembangunan baik keterbatasan sumber daya maupun dana merupakan alasan pentingnya dalam penentuan sektor

Lebih terperinci

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT L A P O R A N K A J I A N INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT K E R J A S A M A P R O D I P E R E N C A N A A N W I L A Y A H S E K O L A H P A S C A S A R A J A N A U N I V E R S I T A S S

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi agar terus tumbuh dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu faktor penting dalam perencanaan pembangunan daerah adalah membangun perekonomian wilayah tersebut agar memiliki daya saing yang tinggi agar terus

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian yang digunakan Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitatif, yaitu penelitian yang sifatnya memberikan gambaran secara umum bahasan yang diteliti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang Berkembang (NSB) pada awalnya identik dengan strategi pertumbuhan ekonomi, yaitu usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN REGIONAL PROVINSI JAMBI : ANALISIS MULTISEKTORAL DENGAN METODE INPUT - OUTPUT OLEH : ALIKA SYAHARA H

PEREKONOMIAN REGIONAL PROVINSI JAMBI : ANALISIS MULTISEKTORAL DENGAN METODE INPUT - OUTPUT OLEH : ALIKA SYAHARA H PEREKONOMIAN REGIONAL PROVINSI JAMBI : ANALISIS MULTISEKTORAL DENGAN METODE INPUT - OUTPUT OLEH : ALIKA SYAHARA H14080101 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jadi, dengan menggunakan simbol Y untuk GDP maka Y = C + I + G + NX (2.1)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jadi, dengan menggunakan simbol Y untuk GDP maka Y = C + I + G + NX (2.1) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Investasi Pendapatan nasional membagi PDB menjadi empat kelompok, antara lain konsumsi (C), investasi (I), pembelian pemerintah (G), dan ekspor netto

Lebih terperinci

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013 i ANALISIS PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 ii KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya publikasi Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai

Lebih terperinci

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Dinas Pertanian Kota Bogor,

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Dinas Pertanian Kota Bogor, IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dengan memilih lokasi di Kota Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa sektor tanaman bahan makanan merupakan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT PELATIHAN UNTUK STAF PENELITI Puslitbang Penyelenggaraan Pos dan Telekomunikasi ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT Oleh Dr. Uka Wikarya Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universtas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat,

III. METODE PENELITIAN. 2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat, 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data Produk Domestik Bruto (PDRB) Kabupaten Cirebon dan Provinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PETERNAKAN DAN PERIKANAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU: ANALISIS STRUKTUR INPUT-OUTPUT

PERANAN SEKTOR PETERNAKAN DAN PERIKANAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU: ANALISIS STRUKTUR INPUT-OUTPUT PERANAN SEKTOR PETERNAKAN DAN PERIKANAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU: ANALISIS STRUKTUR INPUT-OUTPUT THE ROLE OF THE LIVESTOK AND FISHERY SECTOR TO ECONOMY OF RIAU PROVINCE: ANALYSIS OF THE INPUT-OUTPUT

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN SIMULASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SUATU PEREKONOMIAN

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN SIMULASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SUATU PEREKONOMIAN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN SIMULASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SUATU PEREKONOMIAN Hadi Sutrisno Dosen Fakultas Ekonomi Prodi Akuntansi Universitas Darul Ulum Jombang Jl Gus Dur 29 A Jombang Email : hadiak@undaracid

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

Kata Kunci: investasi, sektor pertanian, input-output.

Kata Kunci: investasi, sektor pertanian, input-output. DAMPAK INVESTASI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN JOMBANG Junaedi Fakultas Ekonomi Universitas Darul Ulum Jombang Email : Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAN DAMPAK SEKTOR PERDAGANGAN DAN INDUSTRI TERHADAP PDRB JAWA TIMUR

ANALISIS KETERKAITAN DAN DAMPAK SEKTOR PERDAGANGAN DAN INDUSTRI TERHADAP PDRB JAWA TIMUR ANALISIS KETERKAITAN DAN DAMPAK SEKTOR PERDAGANGAN DAN INDUSTRI TERHADAP PDRB JAWA TIMUR Yoalina Septriani Nur Arifah dan Retno Mustika Dewi Fakultas Ekonomi, Unesa, Kampus Ketintang Surabaya ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Lokasi yang diidentifikasi dalam penelitian ini Provinsi Sulawesi Utara dan kabupaten Bolaang Mongondow dan waktu yang dibutuhkan dalam pengumpulan data ini

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN

INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Salah satu sasaran rencana pembangunan nasional adalah pembangunan disegala bidang dan mencakup seluruh sektor ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH TAHUN 2000 DAN TAHUN 2004 (ANALISIS INPUT OUTPUT)

ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH TAHUN 2000 DAN TAHUN 2004 (ANALISIS INPUT OUTPUT) Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 9, No. 2, Desember 2008, hal. 137-155 ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH TAHUN 2000 DAN TAHUN 2004 (ANALISIS INPUT OUTPUT) Didit Purnomo

Lebih terperinci

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT Pertumbuhan ekonomi NTT yang tercermin dari angka PDRB cenderung menunjukkan tren melambat. Memasuki awal tahun 2008 ekspansi

Lebih terperinci

JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di:

JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di: JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 219-228 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB (Studi Kasus BPS Kabupaten Kendal

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK Chanlis Nopriyandri, Syaiful Hadi, Novia dewi Fakultas Pertanian Universitas Riau Hp: 082390386798; Email: chanlisnopriyandri@gmail.com ABSTRACT This research

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Boks I Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Gambaran Umum Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi risiko yang meningkat seiring masih berlangsungnya krisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang sangat menonjol dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang pada umumnya termasuk di Indonesia masih memunculkan adanya dualisme yang mengakibatkan adanya gap atau kesenjangan antara daerah

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PEREKONOMIAN KALIMANTAN BARAT PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,08 PERSEN No. 11/02/61/Th. XVII, 5 Februari 2014 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun

Lebih terperinci

Metodologi Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Beberapa Pendekatan Penyusunan PDRB

Metodologi Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Beberapa Pendekatan Penyusunan PDRB BAB II METODOLOGI 2.1. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto roduk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

Lebih terperinci

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No.

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA PANGKALPINANG OLEH TITUK INDRAWATI H

ANALISIS DAMPAK SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA PANGKALPINANG OLEH TITUK INDRAWATI H ANALISIS DAMPAK SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA PANGKALPINANG OLEH TITUK INDRAWATI H14094013 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN TITUK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada periode

Lebih terperinci

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK

VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK VI. PERANAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN SIAK 6.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Siak 6.1.1. Struktur PDB dan Jumlah Tenaga Kerja Dengan menggunakan tabel SAM Siak 2003

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur

BAB I PENDAHULUAN. indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan secara terus-menerus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu indikator keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu data Tabel Input-Output Propinsi Kalimantan Timur tahun 2009 klasifikasi lima puluh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ALAT ANALISIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ALAT ANALISIS DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya peningkatan kapasitas pemerintahan daerah agar tercipta suatu

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci