EKONOMI KEPENDUDUKAN DARI PERSPEKTIF MAKRO DAN MIKRO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EKONOMI KEPENDUDUKAN DARI PERSPEKTIF MAKRO DAN MIKRO"

Transkripsi

1

2

3

4 EKONOMI KEPENDUDUKAN DARI PERSPEKTIF MAKRO DAN MIKRO Bab Judul Bab dan Sub Bab 1 Hubungan antara Kependudukan dan Pembangunan 1.1. Teori Kependudukan 1.2. Teori Pembangunan Manusia 1.3. Peranan Penduduk dalam Pembangunan 1.4. Kondisi Kependudukan dan Pembangunan di Indonesia Makro Kependudukan 2 Perencanaan Kependudukan dari Masa Kemasa 2.1. Teori Perencanaan Kependudukan 2.2. Perencanaan Kependudukan Periode Orla 2.3. Perencanaan Kependudukan Periode Orba 2.4. Perencanaan Kependudukan Periode Otda 2.5. Tantangan Kedepan Perencanaan Kependudukan 3 Kependudukan dan Peningkatan Kualitas Pembangunan Manusia 3.1. Teori Amartya Sen tentang Kapabilitas 3.2. IPM sebagai indikator kualitas Pembangunan 3.3. Perkembangan IPM di Indonesia 3.4. Strategi Peningkatan Pembangunan Manusia 4 Bonus Demografi dan Pertumbuhan ekonomi 4.1. Teori Tentang Ketergantungan (Dependency Ratio) 4.2. Teori Produktivitas 4.3. Teori Penuaan Penduduk 4.4. Perkembangan Bonus Demografi di Dunia dan Indonesia Mikro Kependudukan 5 Dinamika Penduduk: Pertumbuhan Penduduk, Fertilitas, mortalitas dan Migrasi 5.1. Pertumbuhan Penduduk 5.2. Fertilitas 5.3. Mortalitas 5.4. Migrasi 5.5. Kebijakan Dinamika Kependudukan 6. Migrasi Penduduk dan Perkembangan Ekonomi Daerah 6.1. Surplus Labor Teori 6.2. Teori Migrasi (didalamnya motivasi migrasi) 6.3. Perkembangan Migrasi Internasional 6.4 Perkembangan Migrasi Antar Daerah 6.5. Migrasi dan Perkembangan Daerah

5 7. Ketenagakerjaan dan Pengangguran 7.1. Teori Labor Force 7.2. Teori Unemployment dan Underemployment 7.3. Dinamika Ketenagakerjaan di Indonesia (umur, pendidikan, gender, kota-desa) 7.4. Dinamika Unemployment dan Underemployment di Indonesia 7.5. Kebijakan Ketenaga kerjaan di Indonesia 8 Kependudukan dan Kesehatan 8.1. Hubungan tidak terpisahkan antara kependudukan dan kesehatan 8.2. Dampak Ekonomi dan Sosial dari Kondisi Kependudukan dan Kesehatan 8.3. Status Gizi, Penyakit tidak Menular dan Kualitas SDM 8.4 Penyakit Infeksi sebagai ancaman kelangsungan hidup 9. Kependudukan dan Pendidikan 9.1. Teori Ekonomi Pendidikan - Pendidikan sebagai modal manusia - Tingkat Pengembalian Pendidikan - Perencanaan Pendidikan, Penduduk dan Ekonomi 9.2. Indikator-Indikator Pembangunan Pendidikan 9.3. Kesesuaian Tingkat Partisipasi Penddidikan dengan Lapangan Pekerjaan 9.4. Akses dan Pemerataan dalam Pendidikan 9.5. Kebijakan Pemerintah dalam Peningkatan Partisipasi Pendidikan

6 PERAN PENDUDUK DALAM PEMBANGUNAN Oleh Sutyastie Soemitro Remi

7 1. Pendahuluan Untuk menganalisis peran penduduk dalam pembangunan berkelanjutan bidang ekonomi perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana hubungan pertumbuhan penduduk dengan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi tidak sama dengan pertumbuhan ekonomi. Hubungan pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi sendiri memiliki tiga kemungkinan yakni menghambat, menunjang dan tidak ada hubungan (Birdsall dan Sinding, 2001; Bloom, Canning dan Sevilla, 2003 dalam Pidato Pengukuhan Sri Moertiningsih, 2005). Pertumbuhan penduduk Indonesia pada periode tercatat 2,32 persen pertahun. Angka ini kemudian menurun menjadi 1,97 persen per tahun pada periode dan menurun lagi menjadi 1,49 persen per tahun pada periode Penurunan pertumbuhan penduduk tersebut menyebabkan jumlah penduduk menjadi relatif terkendali. Pada tahun 1971 jumlah penduduk Indonesia tercatat 119,2 juta jiwa dan menjadi 205,8 juta jiwa pada tahun Turunnya LPP (Laju Pertumbuhan Penduduk) ini tidak terlepas dari keberhasilan Indonesia menurunkan angka kelahiran secara bermakna. Angka kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR) dapat diturunkan dari 5,6 per wanita pada sensus penduduk tahun 1971 menjadi 2,34 per wanita pada sensus penduduk tahun Namun demikian, bila dicermati dengan memperhatikan latar belakang sosial ekonomi ternyata menunjukan perbedaan. SDKI melaporkan bahwa mereka yang memiliki kesejahteraan terendah memiliki TFR 3,0 per wanita atau lebih tinggi dibanding mereka yang memiliki tingkat kesejahteraan tertinggi yang memiliki TFR 2,2 per wanita. Penurunan angka kelahiran di Indonesia erat kaitan dengan keberhasilan program KB meningkatnya prevalensi pemakaian kontrasepsi. Angka prevalensi ber-kb berhasil ditingkatkan dari 26 persen pada tahun 1980 menjadi 57 persen pada SDKI 1997 dan 60,3 persen pada SDKI Pencapaian prevalensi ini di tingkat provinsi cukup beragam yaitu berkisar antara 35 persen di Nusa Tenggara Timur hingga 75 persen di DI Yogyakarta. Penduduk pada hakekatnya dapat diibaratkan sebagai pisau bermata dua. Di satu sisi penduduk yang besar dan berkualitas akan menjadi aset yang sangat bermanfaat bagi pembangunan, namun sebaliknya penduduk yang besar tapi rendah kualitasnya justru akan menjadi beban yang berat bagi pembangunan. Berbagai bukti empiris menunjukan bahwa kemajuan suatu bangsa sebagian besar ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dan bukan oleh sumber daya alamnya. Negara-negara seperti Singapura, Hongkong, Korea, Taiwan, Jepang dan sebagian besar negara-negara maju di dunia dapat dikatakan miskin akan sumber daya alam, tapi mereka dapat berkembang dan maju dengan pesat karena mereka mempunyai kualitas sumber daya manusia yang tinggi dan tetap melakukan investasi pembangunan yang memadai dalam bidang ini. Penduduk Indonesia kualitasnya saat ini masih sangat memprihatinkan. Berdasarkan penilaian UNDP, pada tahun 2003 kualitas sumber daya manusia yang diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (human development index) Indonesia mempunyai ranking yang sangat memprihatinkan, yaitu 112 dari 175 negara di dunia. Dalam kaitan ini program kependudukan dan keluarga berencana merupakan salah satu program investasi

8 pembangunan jangka panjang yang mesti dilakukan sebagai landasan membangun SDM yang kokoh di masa mendatang. Dalam proyeksi tersebut, asumsi fertilitas ditetapkan bahwa secara nasional tahun 2015 sebagai waktu tercapainya NRR=1 atau setara dengan TFR=2,1. Target ini disesuaikan dengan visi keluarga berkualitas BKKBN dan sasaran Millenium Development Goals (MDGs). Setelah TFR mencapai 2,1 maka akan diupayakan konstan sampai dengan tahun Sebagaimana tingkat nasional, apabila TFR suatu provinsi sudah mencapai TFR=2,1 juga akan diupayakan konstan. Untuk provinsi-provinsi yang saat ini mempunyai TFR di bawah 2,1 maka angkanya akan diturunkan hingga mencapai 1,6. Sementara itu jika suatu provinsi telah memiliki TFR di bawah 1,6 angkanya akan dipertahankan atau diusahakan konstan. Berkenaan dengan fenomena permasalahan serta hasil proyeksi penduduk hingga 2025 tersebut di atas maka bagian ini mencoba mengurai beberapa hal yang relevan diantaranya adalah i) meninjau sejauh mana integrasi aspek kependudukan ke dalam paradigma pembangunan berkelanjutan di Indonesia, khususnya di bidang ekonomi, (ii) mengupas pentingnya variabel penduduk dalam konteks perencanaan pembangunan bidang ekonomi meliputi persebaran penduduk, pengangguran, dan penanggulangan kemiskinan serta (iii)) implikasi hasil proyeksi untuk bidang-bidang ketenagakerjaan, dan kemiskinan. 2. Integrasi Aspek Kependudukan dalam Paradigma Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan. Dalam praktek pembangunan di beberapa negara, setidaknya pada awal pembangunan, umumnya berfokus pada peningkatan produksi. Meskipun banyak varian pemikiran, pada dasarnya kata kunci dalam pembangunan adalah pembentukan modal. Oleh karena itu strategi pembangunan yang dianggap paling sesuai adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi dengan mengundang modal asing dan melakukan industrialisasi. Peranan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam strategi semacam ini hanyalah sebagai instrumen atau salah satu faktor produksi saja. Manusia ditempatkan dalam posisi instrumen dan bukan merupakan subjek dari pembangunan. Titik berat pada nilai produksi dan produktivitas telah mereduksi manusia sebagai penghambat maksimisasi kepuasan maupun maksimisasi keuntungan. Alternatif lain dari strategi pembangunan manusia adalah apa yang disebut sebagai people centered development atau putting people first (Korten, 1981 dalam Mudrajat Kuncoro, 2005). Artinya manusia (rakyat) merupakan tujuan utama dari pembangunan, dan kehendak serta kapasitas manusia merupakan sumberdaya yang paling penting. Dimensi pembangunan semacam ini jelas lebih luas daripada sekedar membentuk manusia profesional dan trampil sehingga bermanfaat dalam proses produksi. Penempatan manusia sebagai subjek pembangunan menekankan pada pentingnya pemberdayaan manusia yaitu : kemampuan manusia untuk mengaktualisasikan segala potensinya. Kebalikan yang pertama yang menekankan bahwa kualitas manusia yang meningkat dijadikan prasyarat utama dalam proses produksi dan memenuhi tuntutan masyarakat industrial. Berdasarkan hasil Proyeksi penduduk tahun dengan asumsi tersebut di atas diperoleh beberapa hal penting yaitu :

9 Jumlah penduduk Indonesia selama 25 tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 205,8 juta pada tahun 2000 menjadi 273,7 juta pada tahun Laju pertumbuhan penduduk Indonesia rata-rata pertahun selama periode menunjukan kecenderungan terus menurun. Pada periode , penduduk Indonesia bertambah dengan kecepatan 1,36 persen per tahun. Pada periode turun menjadi 0,98 persen per tahun. Turunya laju pertumbuhan penduduk ini diakibatkan oleh turunnya angka kelahiran dan kematian. Namun penurunan angka kalahiran lebih cepat daripada penurunan angka kematian. Crude Birth Rate (CBR) turun dari 21 per 1000 penduduk pada awal proyeksi menjadi 15 per 1000 penduduk pada akhir periode proyeksi, sedangkan Crude Date Rate (CDR) tetap sekitar 7 per 1000 penduduk pada kurun waktu yang sama. Persebaran penduduk Indonesia antar pulau dan antar provinsi tidak merata. Persentase penduduk Indonesia yang tinggal di Pulau Jawa terus menurun yaitu dari sekitar 58,9 persen pada tahun 2000 menjadi 55,4 persen pada tahun Sebaliknya persentase penduduk yang tinggal di pulau lain meningkat. Sebagai contoh, pulau Sumatera mengalami kenaikan dari 21 persen menjadi 23,1 persen selama periode proyeksi. Persentase penduduk umur belum produktif (0-14 tahun) secara nasional menunjukan kecenderungan semakin menurun yaitu dari 30,7 persen pada tahun 2000 menjadi 22,8 persen pada tahun Sementara itu persentase penduduk usia produktif (15-64 tahun) meningkat dari 64,6 persen pada tahun 2000 menjadi 68,7 persen pada tahun 2025, dan mereka yang berusia 65 tahun ke atas (sudah tidak produktif) naik dari 4,7 persen menjadi 8,5 persen. Perubahan struktur umur ini mengakibatkan beban ketergantungan atau Dependency Ratio turun dari 54,7 persen pada tahun 2000 menjadi 45,6 persen pada tahun Terkait dengan perubahan Dependency Ratio, maka Indonesia akan mendapatkan demographic bonus (kondisi dimana dependency ratio berada pada tingkat yang terendah) selama 10 tahun yaitu antara tahun 2015 sampai 2025, dengan syarat TFR 2.1 atau NRR=1 dapat dicapai pada tahun Pada kurun waktu tersebut dependency ratio berada pada tingkat 0,4 sampai 0,5 atau disebut dengan Window Opportunity. Dengan asumsi penurunan fertilitas dan mortalitas serta perubahan struktur umur seperti diuraikan di atas, Indonesia akan mencapai Replacement Level. (NRR=1) atau setara dengan TFR 2,1 pada tahun Beberapa provinsi yaitu DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali dan Sulawesi Utara sudah mencapai tingkat NRR=1, jauh sebelum tahun 2015 yaitu pada periode tahun Pada akhir periode proyeksi hampir semua provinsi telah mencapai Replacement Level. Angka harapan hidup, diperkirakan meningkat dari 67,8 tahun pada periode menjadi 73,6 tahun pada periode akhir proyeksi ( ). Pada awal proyeksi, angka harapan hidup terndah terdapat di NTB (60,9 tahun) dan tertinggi di

10 DI Yogyakarta (73,0 tahun). Pada akhir periode proyeksi, angka harapan hidup berkisar antara 70,8 hingga 75,8 tahun untuk provinsi yang sama seperti pada awal proyeksi. Tingkat urbanisasi Indonesia diproyeksikan mencapai 68 persen pada tahun Untuk beberapa provinsi seperti Jawa dan Bali, tingkat urbanisasinya sudah lebih tinggi dari tingkat nasional. Tingkat urbanisasi di 4 provinsi di Jawa, pada tahun 2025 sudah di atas 80 persen. Provinsi tersebut adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta dan Banten. Dengan hasil proyeksi tersebut berarti penduduk Indonesia dalam beberapa tahun mendatang akan terus meningkat jumlahnya, walaupun program KB telah berhasil menurunkan tingkat kelahiran. Hal ini dimungkinkan karena masih banyak jumlah perempuan dalam usia reproduksi sebagai akibat dari tingginya kelahiran di masa lalu. Penduduk tidak lagi mengalami pertambahan (Zero Population Growth=ZPG) setelah dalam jangka waktu yang panjang (minimal satu generasi) telah mencapai tumbuh seimbang yang diperkirakan akan dicapai pada tahun 2050 dengan jumlah penduduk 293 juta jiwa. 3. Implikasi Proyeksi Penduduk Terhadap Pengangguran dan kemiskinan. Ada dua pandangan yang berbeda mengenai pengaruh penduduk pada pembangunan. Pertama, adalah pandangan pesimis yang berpendapat bahwa penduduk (pertumbuhan yang pesat) dapat mengantarkan dan mendorong terjadinya pengurasan sumber daya, kekurangan tabungan, kerusakan lingkungan, kehancuran ekologis yang kemudian dapat memunculkan masalah-masalah sosial, seperti kemiskinan, keterbelakangan dan kelaparan (Ehrlich, 1981). Kedua, adalah pandangan optimis yang berpendapat bahwa penduduk adalah asset yang memungkinkan untuk mendorong pengembangan ekonomi dan promosi inovasi teknologi dan institusional (Simon, Schumpeter, 1990) sehingga dapat mendorong perbaikan kondisi sosial. Kedua pandangan tersebut muncul sampai dengan tahun 1970an. Di kalangan pakar pembangunan telah ada konsensus bahwa laju pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak hanya berdampak buruk terhadap suplai bahan pangan, namun juga semakin membuat kendala bagi pengembangan tabungan, cadangan devisa, dan sumberdaya manusia (Meier, 1995). Setidaknya terdapat tiga alasan mengapa pertumbuhan penduduk yang tinggi akan memperlambat pembangunan. Pertama, akan mempersulit pilihan antara meningkatkan konsumsi saat ini dan investasi yang dibutuhkan untuk membuat konsumsi di masa mendatang semakin tinggi. Kedua, di negara-negara yang penduduknya tergantung pada sektor pertanian, pertumbuhan penduduk mengancam keseimbangan antara sumberdaya alam yang langka dan penduduk. Sebagian karena pertumbuhan penduduk memperlambat perpindahan penduduk dari sektor pertanian yang rendah produktivitasnya ke sektor pertanian modern dan pekerjaan modern lainnya. Ketiga, semakin sulit melakukan perubahan yang dibutuhkan untuk meningkatkan perubahan ekonomi dan sosial. Tingginya kelahiran merupakan penyumbang utama bagi pertumbuhan

11 kota yang cepat dan bermekarnya kota membawa masalah-masalah baru dalam menata maupun mempertahankan kesejahteraan warga kota. Kajian Okita dan Kureda (1981) yang berusaha mengupas perubahan demografis (transisi) dan dampaknya terhadap pembangunan, khususnya pertumbuhan ekonomi, menunjukkan bahwa perubahan struktur penduduk usia kerja di Jepang, sebagai akibat pesatnya pertumbuhan penduduk berpengaruh pada perluasan kapasitas produksi per kapita dan mempunyai kontribusi cukup penting pada pertumbuhan ekonomi. Hanya sedikit bukti yang menunjukkan bahwa perubahan demografis dapat menyebabkan kemiskinan. Tetapi diakui bahwa pertumbuhan penduduk yang pesat dapat berimplikasi negatif pada pertumbuhan ekonomi dan upah serta kemiskinan jika tidak dibarengi oleh program pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar bagi publik. Dan dari telaahan terhadap beberapa penelitian menjelang tahun 2000, diperoleh kesimpulan bahwa (1) pertumbuhan penduduk mempunyai hubungan kuat-negatif dan signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi, (2) penurunan pesat dari fertilitas memberikan kontribusi relevan terhadap penurunan kemiskinan. Penemuan baru ini memberikan kesan yang amat kuat, dibanding sebelumnya, bahwa fertilitas tinggi di negara berkembang selama ini ternyata merupakan salah satu sebab dari kemiskinan yang terus menerus, baik pada tingkat keluarga ataupun pada tingkat makro (Birdsal dan Sanding, 2001 dalam Sri Moertiningsih, 2005). Berdasarkan temuan serta hasil proyeksi penduduk Indonesia yang memperlihatkan bahwa laju pertumbuhan penduduk yang pada tahun 2005 sebesar 1,29% akan menurun menjadi 1,21% pada tahun 2010 dan seterusnya konsisten mengalami penurunan hingga 0,82% pada tahun 2025, maka kita berharap secara konsisten pula tingkat kemiskinan di Indonesia akan semakin menurun. Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk yang disebabkan oleh menurunnya mortalitas akan memicu pertumbuhan, sedangkan yang disebabkan oleh peningkatan fertilitas akan menekan pertumbuhan ekonomi. Namun hasil proyeksi yang sama menunjukkan bahwa proporsi penduduk usia kerja (15-64) relatif konstan yaitu 67% pada tahun 2005 berubah sedikit menjadi 68% pada tahun 2025, padahal proporsi penduduk usia kerja yang besar diharapkan menjadi sumber angkatan kerja yang produktif dan berkemampuan menabung tinggi dibanding penduduk muda (dibawah 15 tahun) dan penduduk tua (di atas 65 tahun) atau yang digolongkan bukan usia kerja. Dengan pertumbuhan angkatan kerja Indonesia yang diperkirakan tetap tinggi (di atas 3%) hingga 2025 maka tentu sangat berpengaruh terhadap tingkat pengangguran mengingat penciptaan kesempatan kerja yang tidak mampu mengimbangi laju pertumbuhan angkatan kerja akibat laju pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan agak melambat yang disebabkan oleh karena sumber-sumber pertumbuhan yang makin terbatas (sumber daya alam) serta kapasitas sumberdaya manusia yang tidak bisa dipacu dalam jangka pendek serta faktor teknologi dan inovasi yang juga terkendala karena Indonesia condong sebagai pengguna daripada pencipta teknologi. Terlebih jika dikaitkan dengan struktur umur penduduk Indonesia yang masih tergolong muda yang juga pada umur-umur

12 muda (15-24) dari data yang ada memperlihatkan tingkat pengangguran yang lebih tinggi ( 14%) daripada umur di atas 25 tahun (4%). 4. Penutup Untuk mencapai sasaran proyeksi di atas maka Indonesia wajib mempertahankan dan bahkan meningkatkan komitmennya pada program keluarga berencana. Melemahnya komitmen terhadap program KB akan berdampak pada lebih tingginya jumlah penduduk dari angka yang telah diperkirakan. Hal ini tentu akan semakin mempererat persoalan sosial, ekonomi dan lingkungan. Demikian pula dengan pembangunan SDM utamanya pendidikan dan kesehatan harus benar-benar menjadi perhatian sejak dini. Meningkatnya persentase penduduk usia produktif di satu sisi merupakan modal untuk melakukan pembangunan namun jika negara tidak mampu menyediakan lapangan kerja dan sarana aktualisasi diri akan berdampak pada kondisi ketidakstabilan. Mencermati kondisi kependudukan tersebut diatas, diperlukan antisipasi kebijakan dan perencanaan jangka panjang, menengah dan tahunan dari berbagai instansi termasuk BKKBN, agar lebih segmentatif sesuai kebutuhan kondisi masing-masing wilayah. Komitmen dan dukungan yang tinggi dari berbagai sektor untuk melaksanakan secara sungguhsungguh kebijakan kependudukan dan KB menjadi prasyarat agar asumsi dan proyeksi yang telah disepakati dapat terwujud, sehingga dampak social, ekonomi dan lingkungan sebagai akibat dari melesetnya asumsi dan proyeksi penduduk dapat terhindarkan.

13 Tabel 1 ESTIMASI PENDUDUK MENURUT PROVINSI, TAHUN (dalam ribuan) TAHUN No PROVINSI (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. NA Darussalam 3, , , , , , Sumatera Utara 11, , , , , , Sumatera Barat 4, , , , , , Riau 4, , , , , , Jambi 2, , , , , , Sumatera Selatan 6, , , , , , Bengkulu 1, , , , , , Lampung 6, , , , , , Bangka Belitung , , , , DKI Jakarta 8, , , , , , Jawa Barat 35, , , , , , Jawa Tengah 31, , , , , , DI Yogyakarta 3, , , , , , Jawa Timur 34, , , , , , Banten 8, , , , , , Bali 3, , , , , , NTB 4, , , , , , NTT 3, , , , , , Kalimantan Barat 4, , , , , , Kalimantan Tgh 1, , , , , , Kalimantan Sltn 2, , , , , , Kalimantan Timur 2, , , , , Sulawesi Utara 2, , , , , , Sulawesi Tengah 2, , , , , , Sulawesi Selatan 8, , , , , , Sulawesi Tenggara 1, , , , , , Gorontalo Maluku 1, , , , , , Maluku Utara Papua 2, , , , , ,682.5 INDONESIA 205, , , , , ,651.4

14 Tabel 2 LAJU PERTUMBUHAN PENDUDUK MENURUT PROVINSI TAHUN TAHUN NO. PROVINSI (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. NA Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Tgh Kalimantan Sltn Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Maluku Maluku Utara Papua INDONESIA

15 Tabel 3 PARAMETER HASIL PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA TAHUN PARAMETER PENDUDUK Laki-laki (000) 103, , , , , ,527.2 Perempuan (000) 102, , , , , ,124.2 Laki-laki+Perempuan (000) 205, , , , , ,651.4 Laju Pertumbuhan (%) , , Komposisi Umur (%) Ratio Ketergantungan (% FERTILITAS Angka Kelahiran Total (TFR) Angka Reproduksi Kotor (GRR) Angka Reproduksi Bersih (NRR) Angka Kelahiran Kasar (CBR) Jumlah Kelahiran (000) 4, , , , , ,187.1 MORTALITAS Harapan Hidup Waktu Lahir (Eo) Laki-laki Harapan Hidup Waktu Lahir (Eo) Perempuan Eo Laki-laki + Perempuan Angka Kematian Bayi (IMR) Lakilaki Angka Kematian Bayi (IMR) Perempuan IMR Laki-laki + Perempuan Angka Kematian Kasar (CDR) Jumlah Kematian (000) 1, , , , , ,942.9 MIGRASI Angka Migrasi Bersih/Net Migration Rate (0/00)

16

17 TEORI KAPABILITAS AMARTYA SEN Oleh: Bagdja Muljarijadi

18 Teori Kapabilitas Amatya Sen Pembangunan yang berbasis kepada pengembangan modal manusia (Human Capital) telah menjadi fokus pembangunan saat ini. Teori Pembangunan manusia modern dikembangkan oleh Amartya Sen - sejalan dengan perkembangan ukuran keberhasilan pembangunan dengan menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) diera tahun 1990an. Pembangunan yang memfokusan pada membangunan manusia dan juga kemampuan mereka (yang disebut sebagai kapabilitas) merupakan fokus utama dari model pembangunan Amartya Sen ini. Teori pembangunan ini kemudian dikenal dengan nama Teori Kapabilitas. Teori Kapabilitas merupakan kerangka kerja normatif yang digunakan sebagai penilaian mengenai pengaturan sosial masyarakat dan juga keadilan serta kesetaraan dan kualitas hidup masyarakat. Teori pembangunan ini berusaha utuk mengurangi adanya pengucilan sosial (social exclution) dan juga ketidakmerataan dalam pelaksanaan pembangunan antar golongan masyarakat. Fokus pembangunan ada pada manusia atau penduduk sebagai tujuan dari pembangunan itu sendiri dan bukan manusia atau penduduk sebagai alat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. Pendekatan pembangunan dilakukan melalui pemberdayaan manusia itu sendiri. Meskipun kita tahu bahwa potensi dalam masing-masing orang berbeda, baik yang disebabkan perbedaan faktor internal - seperti usia, jenis kelamin, ras, pendidikan, kesehatan, serta kecerdasan individu - maupun perbedaan faktor eksternal - seperti pengaruh orang lain terhadap satu individu, pola pengaturan sosial, akses terhadap infrastruktur dan layanan publik, maupun kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan politik, serta kebebasan penyampaian pendapat dalam proses pembangunan. Oleh sebab itu pendekatan pemabangunan berdasarkan Kapabilias cukup luas, dengan mempertimbangkan banyak faktor seperti faktor ekonomi, pribadi masyarakat, sosial, politik serta lingkungan. Keberhasilan pembangunan pada pendekatan ini dicapai ketika proses pembangunan mampu meningkatkan kapabilitas manusia untuk meningkatkan kesejahteraannya. Inti dari pendekatan pembangunan yang berbasis kepada bakat dan kemampuan individu (kapabilitas) pada dasarnya mencoba untuk memfungsikan potensi yang ada pada setiap manusia agar berkembang secara maksimal, sehingga bisa mendapatkan pencapaian tertinggi yang bisa diraih. Selain itu pembangunan yang didasarkan pada kapabilitas juga menekankan pada adanya "kebebasan" (freedom) dari setiap individu agar dapat memilih kehidupannya sesuai dengan kapabilitasnya. Keuntungan dari kebebasan untuk memilih adalah adanya peningkatan kebahagiaan dari individu pada saat memfungsikan kapabilitasnya, sehingga pembangunan yang didasarkan pada pendekatan kapabilitas memungkinkan peningkatan pembangunan di masyarakat juga akan secara otomatis meningkatkan kebahagiaan masyarakat (Development and happiness) - karena masyarakat membangun tidak didasarkan atas keterpaksaan, melainkan atas kesadaran masing-masing untuk memfungsikan kemampuan individunya secara optimal. Hasil akhir dari pendekatan pembangunan ini adalah meningkatnya kesejahteraan dari setiap individu masyarakat. Pada dasarnya apa yang disebut dengan kapabilitas manusia? Sen (1998) mendefinisikan bahwa Kapabilitas manusia adalah kebebasan yang dimiliki oleh seseorang, yang dikaitkan dengan pilihan-pilihan yang bisa dilakukan oleh seorang individu agar bisa

19 memfungsikan kemampuannya tersebut secara maksimum - sesuai dengan karkateristik yang dimiliki oleh masing-masing individu (mayarakat). Dengan kata lain kapabilitas manusia merupakan proses mentransformasi setiap karakteristik yang ada pada individu agar bisa difungsikan semaksimal mungkin bagi kemajuan pembangunan. Misalkan saja seorang individu yang memiliki kapabilitas (bakat) sebagai seorang pelukis, akan menghasilkan karya lukisan yang bernilai tinggi atau memiliki produktivitas paling tinggi ketika orang tersebut bisa memfungsikan secara maksimum bakat yang dimilikinya, dibandingkan dengan produktivitas ketika individu tersebut dipaksa untuk berprofesi sebagai seorang dokter atau profesi lainnya di luar profesi pelukis. Oleh sebab itu kemampuan seseorang untuk memilih kehidupan ( baik keputusan untuk mengkonsumsi, bersekolah, bekerja, ataupun berobat) yang paling sesuai dengan kapabilitas yang dimilikinya sangat penting agar kesejahteraannya. Makna kebebasan dalam memilih (freedom to choices) menjadi salah satu jaminan yang membuat masyarakat mencapai kesejahteraan yang lebih tinggi. Pembangunan berdasarkan kemampuan (kapabilitas) individu ini lah yang kemudian disebut sebagai pembangunan manusia (human development) Dalam konsep pembangunan manusia, peningkatan produktivitas menjadi salah satu tujuan yang utama. Membangun manusia pada dasarnya berusaha untuk menciptakan tingkat produktivitas tertinggi yang bisa dicapainya - melalui memfungsikan bakat dan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing individu. Para ahli ekonomi sepakat bahwa membangunan pendidikan dan kesehatan merupakan dua hal yang akan meningkatkan produktivitas seseorang yang kemudian akan meningkatkan pendapatannya dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraannya. Ketika seseorang menjadi lebih sehat, maka dia akan mampu bekerja lebih lama dan lebih teliti, sehingga produktivitas kerjanya akan meningkat dan akan mendapatkan income yang lebih tinggi yang dia bisa gunakan untuk meningkatkan konsumsinya - dimana peningkatan konsumsi menjadi bagian dari peningkatan kesejahteraan. Begitu juga dengan pendidikan, ketika seseorang bisa mencapai pendidikan yang lebih tinggi, maka orang tersebut akan bisa bekerja lebih efisien yang menjadi ciri utama tingginya produktivitas seseorang. Peningkatan produktivitas dari sisi pendidikan juga berdampak sama dengan peningkatan pendapatan dan juga konsumsi - yang berarti akan meningkatkan kesejahteraan. Ranis & Stewart (2005) meyakini ada hubungan yang erat antara pembangunan manusia - yang didasarkan pada pendekatan kapabilitas - dengan peningakatan pertumbuhan ekonomi, dan juga sebaliknya. Hubungan antara pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi bersifat simultan dan saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Hubungan timbal balik antara pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi oleh Ranis & Stewart digambarkan seperti gambar di bawah ini.

20 Gambar 1. Hubungan Timbal Balik antara Pertumbuhan Ekonomi dan Kemajuan Pembangunan Manusia

21 STRATEGI PEMBANGUNAN MANUSIA MELALUI OPTIMASI BONUS DEMOGRAFI Oleh: SUTYASTIE SOEMITRO REMI

22 I. PENDAHULUAN Banyak contoh negara selama periode pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang cepat mengalami tingkat kesuburan (fertilitas) yang tinggi dan tingkat mortalitas (kematian) yang rendah pada saat bersamaan sehingga menyebabkan "ledakan penduduk". Untuk menjaga keseimbangan dalam kelompok usia penduduk mereka, pemerintah di negara-negara tersebut umumnya membuat banyak upaya untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk dengan mendorong atau memastikan kesuburan yang lebih rendah secara keseluruhan. Akibatnya, perubahan demografi cepat terjadi dalam hal struktur umur, yang pada gilirannya memiliki sejumlah implikasi untuk pertumbuhan dan perkembangan. Perubahan tersebut ditandai dengan membawa serta pada suatu tahap yang disebut dengan Bonus Demografi - kesempatan demografis yang terjadi hanya sekali dalam jumlah terbatas waktu - disertai dengan sejumlah keuntungan dan tantangan bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Untuk tujuan ini, maka adalah sangat penting bahwa pemerintah, khususnya di negara-negara maju dan berkembang, menemukan cara terbaik dari sebuah kesempatan demografis untuk pembangunan. Banyak penelitian (eg Bloom et al, 2003;. Ross, 2004;. Mason et al, 2008) menunjukkan bahwa "Bonus" tidak akan otomatis terjadi tanpa komitmen aktif dari pemerintah untuk merancang dan mengimplementasikan. Indonesia mengalami perubahan dalam tingkat fertilitas dan tingkat mortalitas penduduk dari waktu ke waktu. Pengenalan kebijakan Keluarga Berencana baru di awal 1970-an yang mengganggap keluarga ideal dengan 2 (dua) anak. Keluarga Berencana yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan ibu, anak dalam rangka mewujudkan NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera) yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus menjamin terkendalinya pertambahan penduduk. Sejumlah pertanyaan kebijakan dan strategi perlu dieksplorasi, termasuk bagaimana struktur umur penduduk Indonesia dan khususnya Jawa Barat akan berubah, ketika Bonus Demografi akan dimulai dan berakhir, dan apa tantangan dan strategi Jawa Barat untuk mendapatkan keuntungan dari periode Bonus Demografi tersebut. 2. PENGERTIAN DAN PROSES TERJADINYA BONUS DEMOGRAFI Jendela Demografi (Window of Opportunity) yang mengawali terjadinya bonus demografi menurut Departemen Kependudukan United Nation didefinisikan sebagai periode waktu dalam evolusi demografis suatu negara ketika proporsi penduduk usia kerja sangat menonjol. Hal ini terjadi ketika arsitektur demografi penduduk yang menjadi lebih muda dan persentase orang dapat bekerja mencapai puncaknya. Biasanya, kesempatan demografis berlangsung selama tahun tergantung pada situasi dan kondisi suatu negara. Oleh karena hubungan mekanik antara tingkat kesuburan (fertilitas) dan struktur umur, waktu dan durasi periode ini terkait erat dengan dari penurunan kesuburan orangorang: ketika tingkat kelahiran turun, diikuti menyusutnya piramida kependudukan dengan proporsi usia pertama secara bertahap lebih rendah dari penduduk muda (di bawah 15 tahun) sehingga rasio ketergantungan (dependency ratio) menurun. Departemen

23 Kependudukan PBB telah mendefinisikan sebagai periode ketika proporsi anak-anak dan pemuda di bawah 15 tahun turun di bawah 30 persen dan proporsi penduduk 65 tahun dan lebih tua masih di bawah 15 persen. Masyarakat yang telah memasuki jendela demografi memiliki rasio ketergantungan yang lebih kecil (rasio tanggungan untuk penduduk usia kerja) dan oleh karena itu potensi demografis untuk pertumbuhan ekonomi tinggi sebagai rasio ketergantungan yang menguntungkan cenderung meningkatkan tabungan dan investasi dalam modal manusia. Ini yang disebut "bonus demografi" yang merupakan keuntungan potensial sebagai tingkat partisipasi yang rendah (misalnya di kalangan wanita) atau pengangguran merajalela dapat membatasi dampak dari struktur umur. Jadi bonus demografi adalah jendela peluang dalam pengembangan suatu masyarakat atau bangsa yang terbuka sebagai dampak tingkat kesuburan menurun ketika tingkat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia lebih cepat yang dikombinasikan dengan kebijakan yang efektif. Penurunan tingkat kesuburan sering mengikuti penurunan yang signifikan pada angka kematian anak dan bayi, serta peningkatan harapan hidup rata-rata. Akhirnya kelompok ini mulai memasuki angkatan kerja produktif. Dengan tingkat kesuburan terus menurun dan generasi yang lebih tua memiliki harapan hidup lebih pendek, rasio ketergantungan menurun secara dramatis. Pergeseran demografis memulai bonus demografis. Dengan tanggungan muda lebih sedikit, karena kesuburan menurun dan angka kematian anak, dan tanggungan penduduk tua menurun, dan segmen terbesar dari penduduk usia kerja produktif. Terlebih jika dikombinasikan dengan kebijakan publik yang efektif pada periode waktu bonus demografis dapat membantu memfasilitasi pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Ini juga merupakan periode waktu ketika banyak perempuan memasuki angkatan kerja untuk pertama kalinya. Di banyak negara periode ini telah menyebabkan keluarga semakin kecil, pendapatan meningkat, dan tingkat kehidupan membaik. Namun, perubahan sosial yang dramatis juga dapat terjadi selama waktu ini, seperti angka perceraian meningkat, penundaan perkawinan, dan meningkatnya orang tua tunggal. Selama periode bonus demografi ada empat mekanisme di mana keuntungan potensial akan diperoleh. Yang pertama adalah pasokan tenaga kerja meningkat. Namun, besarnya manfaat ini tampaknya tergantung pada kemampuan ekonomi untuk menyerap dan produktif dalam mempekerjakan pekerja ekstra daripada menjadi hadiah demografi murni. Mekanisme kedua adalah peningkatan tabungan. Sebagai jumlah tanggungan menurun individu dapat menyimpan lebih. Peningkatan tingkat tabungan nasional meningkatkan persediaan modal dan menyebabkan produktivitas yang lebih tinggi sebagai akumulasi modal yang diinvestasikan. Mekanisme ketiga adalah sumber daya manusia. Melalui penurunan tingkat kesuburan mengakibatkan wanita lebih sehat dan tekanan ekonomi menurun. Hal ini juga memungkinkan orang tua untuk berinvestasi lebih banyak, yang mengarah ke kesehatan yang lebih baik dan pendidikan meningkat. Mekanisme keempat untuk pertumbuhan adalah permintaan domestik meningkat disebabkan oleh meningkatnya PDB per kapita akibat dari rasio ketergantungan yang menurun.

24 Ada urgensi strategis untuk menerapkan kebijakan yang mengambil keuntungan dari bonus demografi untuk sebagian besar negara. Urgensi ini berasal dari jendela yang relatif kecil dari peluang negara-negara harus merencanakan untuk bonus demografi ketika sebagian besar dalam populasi mereka masih muda, sebelum memasuki angkatan kerja. Selama jendela kesempatan yang singkat ini, negara-negara mencoba untuk mempromosikan investasi yang akan membantu orang-orang muda menjadi lebih produktif selama masa kerja mereka. Kegagalan untuk memberikan kesempatan kepada penduduk muda tumbuh akan menghasilkan peningkatan pengangguran dan peningkatan risiko gejolak sosial. Setelah periode bonus demografi, sangat penting melahirkan kebijakan yang tepat guna meminimalisasi kenyataan bahwa apa yang mengikuti "bonus demografi" adalah saat ketika rasio ketergantungan mulai meningkat lagi. Tak pelak lagi gelembung penduduk yang sebelumnya bekerja paling produktif menciptakan "bonus demografi" tumbuh tua dan pensiun. 3. TANTANGAN BONUS DEMOGRAFI Gambar dibawah memperlihatkan bonus demografi yang akan terjadi di Indonesia dimana tingkat tenaga kerja produktif di atas penduduk yang bergantung ke tenaga kerja produktif yang terjadi antara tahun 2010 sampai dengan Persentase anak 0-14 kecenderungan semakin menurun yang nantinya akan berpengaruh di tahun setelah Perkiraan periode bonus demografi menurut Dorojatun Kuncoro Yakti bagi Indonesia dimulai 2010 hingga 2035 sedangkan Sri Moertiningsih memperkirakan antara 2020 hingga Sedangkan bonus demografi untuk Jawa Barat (Ade Rika Agus, 2012), BPS memproyeksikan terjadi antara tahun yang notabene periodenya lebih pendek daripada perkiraan Nasional oleh karena tingkat pertumbuhan penduduk Jawa Barat yang menunjukkan rata-rata lebih tinggi (1,9% per tahun) dibandingkan rata-rata pertumbuhan penduduk Indonesia (1,49% per tahun).

25 Gambar 1 : Bonus Demografi Indonesia Sumber : Pemerintah Indonesia 2011, Master Plan : Acceleration and Expansion of Indonesia Economic Development Selain itu tingkat ketergantungan Jawa Barat juga lebih tinggi dari pada Nasional, sebagaimana tampak pada gambar di bawah ini. Gambar 2 : Rasio Ketergantungan Provinsi

26 Jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat menduduki urutan pertama terbesar diantara provinsi di Indonesia. Laju pertumbuhan penduduk (LPP) tahun sebesar 1,90 % per tahun. Persentase penduduk usia produktif (15-64 tahun) terus meningkat sampai pada satu titik dimana rasio beban tanggungan (dependency ratio) menunjukkan titik terendah.transisi struktur umur dalam kondisi ini sering disebut Bonus Demografi karena dianggap sebagai keuntungan ekonomis yang disebabkan menurunnya rasio beban tanggungan sebagai hasil proses penurunan fertilitas jangka panjang.

27 Gambar 3 : Tren Rasio Ketergantungan Jawa Barat, Gambar 4 : Ledakan Penduduk Lansia Indonesia

28 Gambar 5 : Penurunan Potensi Suport Oleh Pekerja Kepada Lansia

29 4. STRATEGI KEBIJAKAN MENGELOLA BONUS DEMOGRAFI Keuntungan bonus demografi Jawa Barat yang menunjukkan periode lebih pendek daripada periode bonus demografi Indonesia harus disikapi oleh pemerintah daerah Jawa Barat dengan membuat proyeksi penduduk Jawa Barat ke depan disertai dengan berbagai strategi kebijakan di beberapa bidang yang terintegrasi secara terpadu oleh Dinas dan Instansi terkait yaitu : 1. Strategi Kebijakan Pendidikan dan Pelatihan 2. Strategi Kebijakan Ketenagakerjaan dan Pembangunan Sumberdaya Manusia 3. Strategi Kebijakan Kependudukan, Keluarga Berencana dan Kesehatan 4. Strategi Kebijakan Sosial. 4.1 STRATEGI KEBIJAKAN PENDIDIKAN DAN LATIHAN Keseriusan pemerintah membangun bidang pendidikan untuk mengimplementasikan pada pengembangan pendidikan yang komprehensif, diversifikasi program pelatihan dari level pra sekolah, sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi demikian juga dengan program vokasional dan profesional. Komitmen pemerintah untuk bidang pendidikan dengan mengalokasikan 20% dari PDB. Level pendidikan ini sangat penting Pemerintah telah banyak melaksanakan

30 kebijakan dan program untuk menjamin pendidikan. Komitmen pemerintah untuk menjamin pendidikan ini sangatlah penting mengingat pendidikan merupakan kebutuhan utama untuk mewujudkan masyarakat sejahtera. Mengingat keterbatasan yang dimiliki oleh pemerintah, maka program pendidikan dasar yang menjadi prioritas kewajiban pemerintah. Peningkatan peran sektor pendidikan dan pelatihan tidak dapat diabaikan. Situasi saat ini dan refleksi dekade ke depan perlu dijadikan pertimbangan. Turunan strategi kebijakan yang dapat dilakukan antara lain : 1. Pengurangan penerimaan guru di tingkat dasar dan menengah dikarenakan penurunan jumlah anak berumur 0-4 dan 5-9. Ini berkaitan dengan akan berkurangnya investasi sekolah dasar dan menengah untuk gedung. Sebaiknya perbaikan kualitas pada investasi fasilitas saat ini khususnya sekolah di luar jangkauan infrastuktur yang baik. 2. Program strategis dan prioritas mengembangkan pendidikan berdasarkan permintaan pasar, khususnya sekolah vokasional atau kejuruan serta pelatihan kerja di daerah pedesaan dan sektor manufakturing. Adanya ketidaksesuai antara suplai dan demand yang diinginkan oleh industri, harus dikritisi oleh praktisi pendidikan dan industri. Pekerja yang dengan skill atau kemampuan sesuai dengan industri yang lebih diinginkan industri. Kemampuan manajerial perlu diberikan dalam pendidikan dan pelatihan. Pemerintah daerah harus mengevaluasi sistim pendidikan dan pelatihan untuk pekerja dengan kemampuan sesuai dengan industri. Pengembangan strategis saat ini berkaitan antara strategi kementrian pendidikan, strategi kementrian industri dan kementrian ketenagakerjaan. 3. Pada semua level pendidikan, pemberian pelatihan ke siswa didik yaitu kemampuan sosialisasi dan perilaku harus ditingkatkan. Kemampuan ini sangat penting untuk menjadikan seseorang berperilaku baik, jujur, tangguh dalam mengelola perusahaan, lembaga ataupun negara di masa depan. 4. Investasi pendidikan dan pelatihan berfokus pada kurikulum, penciptaan kreatifitas baik pendidik dan siswa didik, pemberian beasiswa bagi siswa didik dan tenaga pendidik, selain itu kegiatan riset diperbanyak STRATEGI KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN DAN SUMBER DAYA MANUSIA Berbagai studi pengaruh sumber daya pada pertumbuhan ekonomi mengkonfirmasikan bahwa pertumbuhan populasi penduduk usia kerja sangat krusial sebagai mesin penggerak ekonomi. Ini terjadi apabila pemerintah daerah mampu meningkatkan peluang kesempatan kerja dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Meningkatkan kesempatan kerja adalah sesuatu yang menjadi tantangan besar sehingga perlu memprioritaskan hal-hal di bawah ini:

31 a. Pertumbuhan tenaga kerja signifikan dengan pertambahan penduduk pada masa bonus demografi. Banyaknya jumlah penduduk usia kerja akan memberikan peraihan yang besar pada PDRB. b. Adanya pendidikan dan pelatihan tercipta tenaga kerja yang terlatih dan terampil yang dapat berperan dalam kegiatan ekonomi regional dan internasional. Tenaga kerja di Jawa Barat meliputi berbagai level ketrampilan. Dari level rendah sampai dengan level keahlian dan kemampuan tinggi. Jawa Barat mempunyai tenaga kerja berlimpah tetapi kurang pengalaman dan kurang terampil. Harus didata kabupaten/kota yang mempunyai tingkat pendidikan, ketrampilan untuk dapat ditingkatkan kemampuannya. c. Ketidakseimbangan antar gender merupakan isu saat ini yang merebak. Kesediaan kesempatan kerja bagi perempuan perlu diperluas tanpa mengambil porsi pekerja laki-laki. d. Pengangguran yang ada di masyarakat meliputi berbagai level pendidikan, dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi. Bahkan kecenderungan telah terjadi bahwa persentasi penganggur terdidik semakin meningkat. e. Migrasi memberi keuntungan maupun kerugian bagi kota yang didatangi ataupun desa yang ditinggalkan. f. Ciptakan banyak lapangan kerja dengan menciptakan entrepreuner muda melalui pendidikan kewirausahaan di sekolah formal dan pelatihan usaha. g. Sumber keuangan harus mendukung penciptaan lapangan kerja baru dan kewirausahaan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan menambah tabungan untuk investasi. Sehingga Usaha Kecil Mikro dapat akses ke perbankan untuk mengembagkan usahanya. h. Penanganan masalah urbanisasi yang tidak mempunyai keahlian dan kemampuan yang cukup. 4.3 STRATEGI KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN, KELUARGA DAN KESEHATAN Proyeksi Penduduk masa depan a. Kecendrungan turunnya populasi anak-anak akan terus berlanjut akibat dari berhasilnya program Keluarga Berencana. Bagi pemerintah ini saatnya memberi perhatian lebih pada mengalokasikan sumber daya pada program kesehatan anak lebih baik seperti imunisasi lanjut gratis, program berkurangnya anak kekurangan nutrisi, kematian dini bayi dan kematian anak. b. Wanita usia reproduksi akan meningkat dengan tingkat lebih rendah. Program kependudukan dengan konsep keluarga kesil sesuai dengan pola

32 pemikiran membentuk keluarga kecil bagi pasangan muda karena kesibukan profesionalnya. c. Jika populasi usia kerja dengan fisik dan intelektual yang sehat akan memberikan tabungan yang besar bagi Indonesia, karena biaya kesehatan menjadi lebih rendah Tantangan bagi Indonesia dalam Kependudukan, Keluarga dan Kesehatan a. Pemahaman tentang kesehatan bagi kaum muda khususnya semakin meningkatnya ancaman AID/HIV dan Narkoba b. Pengenalan tentang alat reproduksi agar terhindar dari pergaulan bebas c. Pembangunan antar regional, level edukasi perempuan dan tingkat fertilitas. Pembangunan kesehatan, dan sarana kesehatan bagi masyarakat Jawa Barat berkaitan erat dengan kemampuan fisik, kecerdasan emosional dan intelektual. Semakin sehat maka kemapuan membangun, produktifitas, kreatifitas semakin meningkat. Layanan bagi rakyat miskin harus ditingkatkan melalui puskesmas dengan pelayanan lebih dibandingkan saat ini. Strategi kependudukan berperan penting dalam pengendalian jumlah penduduk yang sangat berkaitan erat dengan berbagai sektor. Kebijakan yang dapat diterapkan untuk dekade ke depan : a. Kebijakan Program Keluarga Berencana tetap digalakkan agar sesuai dengan kebijakan pertumbuhan ekonomi di Kota, Kabupaten. Yaitu program edukasi, sistem penanganan kesehatan di regional dan tempat yang kurang memadai pelayanan kesehatannya. b. Pelayanan Puskesmas bagi Ibu yang menyusui, memiliki batita dan anak di bawah 13 tahun. Pemberian penjelasan mengenai imunisasi, nutrisi yang baik dan layanannya akan memberikan ketahanan tubuh anak, kecerdasan menjadi lebih baik. c. Penjelasan mengenai reproduksi yang sehat terhadap remaja laki dan perempuan. Pendidikan reproduksi dan seks, agar mereka tidak melakukan perilaku seks bebas sebelum nikah dan terhindar dari penyakit seksual dan generatif. d. Partisipasi organisasi kemasyarakatan, sampai dengan kelurahan untuk meningkatkan perannya agar tidak terjadi tindak kekerasan (violence and abuse) baik dengan fisik dan verbal.

33 4.4. STRATEGI KEBIJAKAN JAMINAN PERLINDUNGAN SOSIAL Selain kebijakan di atas untuk mencapai keuntungan dari Bonus Demografi dalam beberapa tahun ke depan perlu dilakukan juga kebijakan sosial. Pembangunan bidang sosial mengurangi resiko ekonomi, kekerasan komunitas, kriminal dan gangguan sosial serta keamanan lingkungan. Salah satu yang berkaitan dengan ekonomi adalah pemberian jaminan perlindungan sosial sehingga ada pencegah kemiskinan di awal Proyeksi Jaminan Perlindungan Sosial a. Pekerja usia produktif sebagai penggerak ekonomi dalam bonus demografi yang berkontribusi terhadap perekonomian harus terlindungi dari masalah fisik dan mental b. Program Asuransi Sosial dan asuransi kesehatan perlu perlindungan jaminan sosial. Penawaran asurasi kesehatan akan melindungi dirinya dan keluarga dari resiko kesehatan dan ahli warisnya. Program yang dilakukan oleh Pemerintah bekerja sama dengan perusahaan asuransi untuk melindungi ketidakpastian akan masa depan. c. Di Jawa Barat banyak pekerja tidak memiliki dana pensiun dan jaminan sosial bagi masa depan Tantangan kedepan di bidang jaminan perlindungan sosial a. Penduduk Indonesia dapat dikatakan buta asuransi. Baru 5% yang mempunyai asuransi. Proteksi asuransi dapat dilakukan individu masingmasing. Bagi pekerja belum semua terlindungi oleh Asuransi Tenaga Kerja. b. Di usia produktif saat bonus demografi terjadi, kurang lebih 46% tenaga kerja produktif adalah wanita. Wanita perlu diikutsertakan dalam pembangunan, yaitu dengan menyediakan lapangan kerja bagi perempuan. Keleluasaan mereka di luar rumah, karena tidak terlalu disibukkan dalam mendidik anak di rumah. c. Urbanisasi adalah masalah sosial yang harus segera dipecahkan. Karena membebani daerah yang ditempati. Apalagi jika yang berpindah itu tenaga kerja yang tidak mempunyai skill Strategi jaminan sosial a. Transformasi kondisi sekarang ke arah yang diharapkan lebih baik di masa depan khususnya dalam kependudukan dan ekonomi dengan sistem finansial berkelanjutan. Program perusahaan swasta diarahkan dapat memberikan jaminan pensiun bagi pekerja saat ini

34 b. Kebijakan pemerintah ke bidang asuransi agar dapat melayani masyarakat bukan pegawai negeri sipil maupun pekerja informal. c. Budgeting jaminan sosial ditingkatkan untuk kesehatan, jaminan sosial, pengurangan kemiskinan. Keempat strategi kebijakan yang telah diuraikan di atas perlu dilaksanakan secara terpadu dan berintegrasi lebih sulit bagi Jawa Barat sehingga mengingat situasi dan kondisi kependudukan Jawa Barat menunjukkan beban yang lebih tinggi dibandingkan dengan propinsi di Jawa sebagaimana tampak pada gambar di bawah ini Jawa Barat selain memiliki jumlah penduduk banyak dengan pertumbuhan yang relatif tinggi ditambah karakter tingkat ketergantungan besar (51,22 pada tahun 2010) sementara Jawa Tengah sebesar 50,3, DIY sebesar 46,0, Bahkan DKI Jakarta sebesar 36,95 yang berarti di Jawa Barat lebih banyak manusia yang tergantung hidupnya dari orang lain secara proporsional dibandingkan propinsi tetangga.

35 Gambar 4 : Piramida Penduduk dan Dependency Ratio

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Pada Usia Produktif Untuk Menghadapi Peluang Dan Tantangan Dari Bonus Demografi Di Kabupaten Gunung Mas

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Pada Usia Produktif Untuk Menghadapi Peluang Dan Tantangan Dari Bonus Demografi Di Kabupaten Gunung Mas Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Pada Usia Produktif Untuk Menghadapi Peluang Dan Tantangan Dari Bonus Demografi Di Kabupaten Gunung Mas Latar belakang Kabupaten Gunung Mas merupakan salah satu

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 205,1 juta pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan. Penduduk

I. PENDAHULUAN. seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan. Penduduk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kependudukan, atau dalam hal ini adalah penduduk, merupakan pusat dari seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan. Penduduk adalah subyek dan obyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bonus demografi secara umum menggambarkan perubahan komposisi

BAB I PENDAHULUAN. Bonus demografi secara umum menggambarkan perubahan komposisi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bonus demografi secara umum menggambarkan perubahan komposisi penduduk menurut umur sebagai akibat dari penurunan angka fertilitas dan peningkatan angka harapan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara pemerintah dan pihak swasta (masyarakat) sehingga sumber daya yang ada

BAB I PENDAHULUAN. antara pemerintah dan pihak swasta (masyarakat) sehingga sumber daya yang ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah sebuah proses terciptanya kerjasama antara pemerintah dan pihak swasta (masyarakat) sehingga sumber daya yang ada dapat dikelola untuk

Lebih terperinci

TANTANGAN MEWUJUDKAN BONUS DEMOGRAFI DI PROVINSI BENGKULU

TANTANGAN MEWUJUDKAN BONUS DEMOGRAFI DI PROVINSI BENGKULU TANTANGAN MEWUJUDKAN BONUS DEMOGRAFI DI PROVINSI BENGKULU irdsall, Kelley dan Sinding eds (2001), tokoh aliran Revisionis dalam masalah demografi membawa pemikiran adanya hubungan antara perkembangan penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh negara-negara di dunia saat ini adalah pembangunan berkelanjutan 1

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh negara-negara di dunia saat ini adalah pembangunan berkelanjutan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh negara-negara di dunia saat ini adalah pembangunan berkelanjutan 1 yang bersifat menyeluruh. Pembangunan yang dilakukan tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Padahal sumber data penduduk yang tersedia hanya secara periodik, yaitu Sensus Penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Padahal sumber data penduduk yang tersedia hanya secara periodik, yaitu Sensus Penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Para pemakai data kependudukan, khususnya para perencana, pengambil kebijaksanaan, dan peneliti sangat membutuhkan data penduduk yang berkesinambungan dari tahun ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perhatian terhadap penduduk terutama jumlah, struktur dan pertumbuhan dari waktu ke waktu selalu berubah. Pada zaman Yunani dan Romawi kuno aspek jumlah penduduk sangat

Lebih terperinci

KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA

KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA (Diterjemahkan dari Salim, E dkk 2015, Population Dynamics and Sustainable Development in Indonesia, UNFPA Indonesia, Jakarta) Jumlah

Lebih terperinci

Visi Indonesia 2030: Tinjauan Upaya Pencapaian dari Aspek Dinamika Kependudukan

Visi Indonesia 2030: Tinjauan Upaya Pencapaian dari Aspek Dinamika Kependudukan Visi Indonesia 2030: Tinjauan Upaya Pencapaian dari Aspek Dinamika Kependudukan Author: Junaidi Junaidi Abstract Visi Indonesia 2030 yang ingin menempatkan Indonesia pada posisi ekonomi nomor lima terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk ke empat terbesar di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia

Lebih terperinci

Analisis Proyeksi Penduduk Jambi Berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia

Analisis Proyeksi Penduduk Jambi Berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia Analisis Proyeksi Penduduk Jambi 2010-2035 Berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 Perwakilan BKKBN Provinsi Jambi 2015 Analisis Proyeksi Penduduk Jambi 2010-2035 (Berdasarkan Proyeksi Penduduk

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Indikasi adanya ledakan penduduk di Indonesia yang ditunjukkan beberapa indikator demografi menjadikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

EVALUASI KONDISI DEMOGRAFI SECARA TEMPORAL DI PROVINSI BENGKULU: Rasio Jenis Kelamin, Rasio Ketergantungan, Kepadatan Peduduk

EVALUASI KONDISI DEMOGRAFI SECARA TEMPORAL DI PROVINSI BENGKULU: Rasio Jenis Kelamin, Rasio Ketergantungan, Kepadatan Peduduk EVALUASI KONDISI DEMOGRAFI SECARA TEMPORAL DI PROVINSI BENGKULU: Rasio Jenis Kelamin, Rasio Ketergantungan, Kepadatan Peduduk Afid Nurkholis Email: afidnurkholis@gmail.com ABSTRAK Pengukuran terhadap karakteristik

Lebih terperinci

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan. S ensus Penduduk, merupakan bagian terpadu dari upaya kita bersama untuk mewujudkan visi besar pembangunan 2010-2014 yakni, Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi nasional yang dapat dicapai melalui pembenahan taraf hidup masyarakat, perluasan lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sumber Daya Manusia (SDM) adalah kekayaan suatu negara yang dijadikan sebagai modal dasar pembangunan. Pembangunan bertujuan untuk menciptakan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA TAHUN

PENYUSUNAN PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA TAHUN PENYUSUNAN PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2010 2035 Dr. Sukamdi Agus Joko Pitoyo, M.A. Eddy Kiswanto, M.Si M. Arif Fahrudin Alfana PENDAHULUAN Proyeksi penduduk merupakan cara penggambaran jumlah penduduk

Lebih terperinci

Bonus Demografi Menjelaskan Hubungan antara Pertumbuhan Penduduk dengan Pertumbuhan Ekonomi

Bonus Demografi Menjelaskan Hubungan antara Pertumbuhan Penduduk dengan Pertumbuhan Ekonomi Bonus Demografi Menjelaskan Hubungan antara Pertumbuhan Penduduk dengan Pertumbuhan Ekonomi Sri Moertiningsih Adioetomo Kuliah Penduduk dan Pembangunan S2KK, Semester Gasal 2011/2012. 30 September 2011.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses untuk melakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari tiga perempat penduduk dunia bertempat tinggal di negara-negara sedang

I. PENDAHULUAN. dari tiga perempat penduduk dunia bertempat tinggal di negara-negara sedang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk di dunia saat ini sudah mencapai tujuh miliar dan diperkirakan akan melonjak menjadi sembilan miliar pada tahun 2035. Lebih dari tiga perempat penduduk

Lebih terperinci

KULIAH UMUM PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA

KULIAH UMUM PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK KULIAH UMUM PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA 2010-2035 Pembicara: Drs. Razali Ritonga, MA Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan, BPS-RI Kampus FEB UNAIR, Surabaya 08 Maret 2018 PENYUSUNAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data Disampaikan oleh: DeputiMenteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan pada Peluncuran Peta Kemiskinan dan Penghidupan

Lebih terperinci

KEMISKINAN KEMISKINAN DAN KESEHATAN MELIMPAHNYA PENDUDUK USIA PRODUKTIF TAHUN DAN LANSIA DI INDONESIA

KEMISKINAN KEMISKINAN DAN KESEHATAN MELIMPAHNYA PENDUDUK USIA PRODUKTIF TAHUN DAN LANSIA DI INDONESIA KEMISKINAN DAN KESEHATAN MELIMPAHNYA PENDUDUK USIA PRODUKTIF 15-60 TAHUN DAN LANSIA DI INDONESIA Pengantar : Prof. Dr. Haryono Suyono, MA., PhD. YAYASAN ANUGERAH KENCANA BUANA, JAKARTA APAKAH ERA BONUS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan manusiadengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi. untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat.

I. PENDAHULUAN. pembangunan manusiadengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi. untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak literatur ekonomi pembangunan yang membandingkan antara pembangunan manusiadengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w.id s. go ii Umur dan Jenis Kelamin Penduduk Indonesia Umur dan Jenis Kelamin Penduduk Indonesia HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 ISBN : 978-979-064-314-7 No. Publikasi: 04000.1109 Katalog

Lebih terperinci

BONUS DEMOGRAFI INDONESIA

BONUS DEMOGRAFI INDONESIA BONUS DEMOGRAFI INDONESIA Definisi Menurut Wongboonsin dkk (2003), bonus demografi adalah keuntungan ekonomis yang disebabkan oleh menurunnya rasio ketergantungan oleh menurunnya rasio ketergantungan sebagai

Lebih terperinci

ANALISA PENURUNAN TFR DAN BONUS DEMOGRAFI DI PROPINSI BENGKULU

ANALISA PENURUNAN TFR DAN BONUS DEMOGRAFI DI PROPINSI BENGKULU ANALISA PENURUNAN TFR DAN BONUS DEMOGRAFI DI PROPINSI BENGKULU I. Pendahuluan Propinsi Bengkulu telah berhasil melaksanakan Program Keluarga Berencana ditandai dengan penurunan fertilitas dari 3% hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan perhatian khusus pada kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan perhatian khusus pada kualitas sumber daya manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan suatu wilayah tidak terlepas dari sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, untuk membangun suatu wilayah diperlukan perhatian khusus pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan adalah kondisi dimana ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sudah enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, telah banyak tindakantindakan

I. PENDAHULUAN. Sudah enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, telah banyak tindakantindakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, telah banyak tindakantindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam usaha menyejahterakan rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

ANALISA HASIL SENSUS PENDUDUK TAHUN 2010 DAN IMPLIKASI KEPENDUDUKAN DI PROVINSI BENGKULU

ANALISA HASIL SENSUS PENDUDUK TAHUN 2010 DAN IMPLIKASI KEPENDUDUKAN DI PROVINSI BENGKULU ANALISA HASIL SENSUS PENDUDUK TAHUN 2010 DAN IMPLIKASI KEPENDUDUKAN DI PROVINSI BENGKULU 1. Sensus Penduduk 2010 dan penyebaran tingkat Kabupaten/Kota Penduduk Provinsi Bengkulu hasil sensus penduduk tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil berupa suatu karya yang berupa ide maupun tenaga (jasa). Menurut Dinas. kualitas kerja yang baik dan mampu memajukan negara.

BAB I PENDAHULUAN. hasil berupa suatu karya yang berupa ide maupun tenaga (jasa). Menurut Dinas. kualitas kerja yang baik dan mampu memajukan negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketenagakerjaan merupakan hal yang sangat penting dalam pembangunan di setiap wilayah maupun negara. Ini adalah tentang bagaimana negara membangun sumber daya manusianya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang terintegrasi dan komprehensif dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang tidak terpisahkan. Di samping mengandalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan pokok yang dialami oleh semua negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah kehilangan kesejahteraan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan Indonesia memiliki peranan dan kedudukan sangat penting sepanjang perjalanan sejarah. Kiprah perempuan di atas panggung sejarah tidak diragukan lagi. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting daripada pembangunan nasional, dengan tujuan akhir adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. penting daripada pembangunan nasional, dengan tujuan akhir adalah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi wilayah atau regional merupakan salah satu bagian penting daripada pembangunan nasional, dengan tujuan akhir adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tantangan Indonesia saat ini adalah menghadapi bonus demografi tahun 2025 yang diikuti dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Badan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik/fasilitas fisik (Rustiadi, 2009). Meier dan Stiglitz dalam Kuncoro (2010)

BAB I PENDAHULUAN. fisik/fasilitas fisik (Rustiadi, 2009). Meier dan Stiglitz dalam Kuncoro (2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perubahan untuk mengalami kemajuan ke arah yang lebih baik. Pembangunan di berbagai negara berkembang dan di Indonesia seringkali diartikan

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara

BAB I PENDAHULUAN. kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan yang mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek sosial, ekonomi, politik dan kultural, dengan tujuan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PENILAIAN MULTI INDIKATOR PROGRAM KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL SEMESTER II TAHUN 2013

ANALISIS DAN PENILAIAN MULTI INDIKATOR PROGRAM KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL SEMESTER II TAHUN 2013 ANALISIS DAN PENILAIAN MULTI INDIKATOR PROGRAM KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL SEMESTER II TAHUN 2013 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA i NASIONAL DIREKTORAT PELAPORAN DAN STATISTIK

Lebih terperinci

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN 2011-2014 PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI JAKARTA 2011 KATA PENGANTAR Dalam rangka pemantauan rencana aksi percepatan pelaksanaan

Lebih terperinci

HASIL PERTEMUAN PENDALAMAN TEKNIS DALAM PENETAPAN PARAMETER KEPENDUDUKAN PROPINSI BENGKULU TAHUN 2010 SAMPAI DENGAN 2035

HASIL PERTEMUAN PENDALAMAN TEKNIS DALAM PENETAPAN PARAMETER KEPENDUDUKAN PROPINSI BENGKULU TAHUN 2010 SAMPAI DENGAN 2035 HASIL PERTEMUAN PENDALAMAN TEKNIS DALAM PENETAPAN PARAMETER KEPENDUDUKAN PROPINSI BENGKULU TAHUN 2010 SAMPAI DENGAN 2035 I. Pendahuluan Laju pertumbuhan penduduk satu dasawarsa terakhir ini lebih tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak negara di dunia, karena dalam negara maju pun terdapat penduduk miskin. Kemiskinan identik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi nasional,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor lainnya. Sejalan dengan itu, sektor pertanian

Lebih terperinci

PROGRAM KB DAN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DI BENGKULU

PROGRAM KB DAN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DI BENGKULU PROGRAM KB DAN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DI BENGKULU 1. Berjuang Demi Rakyat Semasa masa kampanye hampir sebagian besar Calon Anggota Legislatif dalam kampanye baru-baru ini menyampaikan orasi kampanye

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai inti untuk memahami pembangunan yang paling hakiki antara lain

BAB I PENDAHULUAN. nilai inti untuk memahami pembangunan yang paling hakiki antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan semua proses yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana. Pada intinya pembangunan merupakan sebuah upaya atau proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang berkembang, masalah yang sering dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan suatu hal yang penting karena merupakan modal dasar dalam pembangunan suatu wilayah. Sukirno (2006) mengatakan penduduk dapat menjadi faktor pendorong

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 150 BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Penelitian yang berjudul Determinan unmet need Keluarga Berencana di Indonesia memiliki tujuan utama yaitu untuk menjawab mengapa terjadi kenaikan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

MASALAH KEPENDUDUKAN DI NEGARA INDONESIA. Sri Rahayu Sanusi,SKM,Mkes. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

MASALAH KEPENDUDUKAN DI NEGARA INDONESIA. Sri Rahayu Sanusi,SKM,Mkes. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara MASALAH KEPENDUDUKAN DI NEGARA INDONESIA Sri Rahayu Sanusi,SKM,Mkes. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara 1.PENDAHULUAN Dari hasil sensus penduduk tahun 1990 jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

Masalah lain yang muncul adalah berubahnya struktur

Masalah lain yang muncul adalah berubahnya struktur Di Indonesia proses transisi demografi dapat dikatakan berhasil yang ditunjukkan dengan penurunan tingkat kematian bayi dan kematian maternal secara konsisten. Di sisi yang lain, terjadi peningkatan angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencapai tujuan negara, dimana pembangunan mengarah pada proses untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik.

Lebih terperinci

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM KESEHATAN TAHUN

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM KESEHATAN TAHUN DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM KESEHATAN TAHUN 2007-2011 PUSAT DATA DAN INFORMASI DEPARTEMEN KESEHATAN RI JAKARTA 2009 KATA PENGANTAR Salah satu permasalahan yang dihadapi saat ini adalah belum ada kesepakatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana suatu negara dapat meningkatkan pendapatannya guna mencapai target pertumbuhan. Hal ini sesuai

Lebih terperinci

SOSIOSFIR. Sosiosfir. Sosiosfir dan Kesehatan. Lingkungan yang tercipta akibat interaksi antar manusia secara menalar.

SOSIOSFIR. Sosiosfir. Sosiosfir dan Kesehatan. Lingkungan yang tercipta akibat interaksi antar manusia secara menalar. SOSIOSFIR Sosiosfir Lingkungan yang tercipta akibat interaksi antar manusia secara menalar. Pola pikir seseorang: Sikap, pengetahuan, kepercayaan dan norma. Pola pikir menentukan perilaku 1 2 Perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Delapan tujuan Millenium Development Goals (MDG s) telah disepakati

BAB I PENDAHULUAN. Delapan tujuan Millenium Development Goals (MDG s) telah disepakati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Delapan tujuan Millenium Development Goals (MDG s) telah disepakati oleh 191 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk dicapai pada tahun 2015 (WHO, 2013).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) yakni di

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) yakni di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu proses prioritas pembangunan nasional sebagaimana dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) 2005-2009 yakni di bidang sumber daya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Provinsi Sumatera Barat yang identik dengan Minangkabau merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang menganut sistem matrilineal. Masyarakat Minangkabau ini pun merupakan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Disampaikan dalam Acara: Musrenbang RKPD Provinsi Kepulauan Riau 2015 Tanjung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Program Keluarga Berencana (KB) Nasional yang dicanangkan sejak tahun 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk Indonesia, sepakat untuk mengadopsi deklarasi Millenium Development Goals (MDG) atau Tujuan Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kependudukan telah menjadi perhatian pemerintah Indonesia sejak ditandatanganinya deklarasi mengenai kependudukan oleh para pemimpin dunia termasuk presiden

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk sebagai determinan pembangunan harus mendapat perhatian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk sebagai determinan pembangunan harus mendapat perhatian yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk sebagai determinan pembangunan harus mendapat perhatian yang serius. Program pembangunan termasuk pembangunan dibidang kesehatan harus didasarkan pada dinamika

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangguran merupakan suatu topik yang tidak pernah hilang dalam sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah istilah bagi orang yang

Lebih terperinci

Besarnya Penduduk yang Tidak Bekerja Sama-sekali: Hasil Survey Terkini

Besarnya Penduduk yang Tidak Bekerja Sama-sekali: Hasil Survey Terkini Besarnya Penduduk yang Tidak Bekerja Sama-sekali: Hasil Survey Terkini Uzair Suhaimi uzairsuhaimi.wordpress.com Judul artikel perlu klarifikasi. Pertama, istilah penduduk merujuk pada penduduk Indonesia

Lebih terperinci

Demografi formal = Demografi murni. Sumber data Sekunder. Pengambilan Data Penduduk. Registrasi Survai

Demografi formal = Demografi murni. Sumber data Sekunder. Pengambilan Data Penduduk. Registrasi Survai PB 3 KEPENDUDUKAN Beberapa pengertian Demografi (demos=rakyat,grafein=tulisan) : ilmu tentang penduduk dengan karakteristiknya yg khusus Demografi Demografi formal = Demografi murni Demografi sosial =

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk harus menjadi subjek sekaligus objek pembangunan. Kualitas

BAB I PENDAHULUAN. penduduk harus menjadi subjek sekaligus objek pembangunan. Kualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kependudukan merupakan basis utama dan fokus dari segala persoalan pembangunan. Hampir semua kegiatan pembangunan baik yang bersifat sektoral maupun lintas sektor terarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aspek kependudukan merupakan hal paling mendasar dalam. pembangunan. Dalam nilai universal, penduduk merupakan pelaku dan sasaran

BAB I PENDAHULUAN. Aspek kependudukan merupakan hal paling mendasar dalam. pembangunan. Dalam nilai universal, penduduk merupakan pelaku dan sasaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspek kependudukan merupakan hal paling mendasar dalam pembangunan. Dalam nilai universal, penduduk merupakan pelaku dan sasaran pembangunan sekaligus yang menikmati

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam V. GAMBARAN UMUM Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam penelitian ini dimaksudkan agar diketahui kondisi awal dan pola prilaku masingmasing variabel di provinsi yang berbeda maupun

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP 27 November 2014 KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa dan diproyeksikan bahwa jumlah ini

I. PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa dan diproyeksikan bahwa jumlah ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu negara sedang berkembang yang tidak luput dari masalah kependudukan. Berdasarkan data hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

ii DATA DAN INDIKATOR GENDER di INDONESIA

ii DATA DAN INDIKATOR GENDER di INDONESIA ii Kata Pengantar i DAFTAR ISI Kata Pengantar...i Daftar Isi... iii Daftar Tabel...v Daftar Gambar...xi Bab I KEPENDUDUKAN... 1 Bab II INDIKATOR GENDER... 9 1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/Human Development

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam yang berlimpah pada suatu daerah umumnya akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada sumber daya alam yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Temuan lembaga riset "The Indonesian Institute" tahun 2014 mencatat, ada tiga hal besar yang masih menjadi persoalan dalam bidang kesehatan di Indonesia. Pertama,

Lebih terperinci