Masalah lain yang muncul adalah berubahnya struktur

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Masalah lain yang muncul adalah berubahnya struktur"

Transkripsi

1 Di Indonesia proses transisi demografi dapat dikatakan berhasil yang ditunjukkan dengan penurunan tingkat kematian bayi dan kematian maternal secara konsisten. Di sisi yang lain, terjadi peningkatan angka harapan hidup penduduk Indonesia sebagai bentuk paling nyata dari adanya peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. Keberhasilan ini tentu saja patut disyukuri, tetapi di balik keberhasilan tersebut ternyata timbul berbagai implikasi dan masalah baru. Jika tidak ditangani secara serius dengan pilihan kebijakan yang tepat, hal ini akan menciptakan masalah sosial yang tidak sepele di masa yang akan datang. Masalah tersebut, antara lain, adalah terjadinya penuaan struktur penduduk yang ditandai dengan meningkatnya penduduk lanjut usia bersamaan dengan penurunan tingkat fertilitas sehingga jumlah penduduk usia muda menurun. Pergeseran (shifting) struktur penduduk dari muda ke tua tersebut akan berimplikasi terhadap perubahan skala kebijakan tidak saja di sektor kependudukan, tetapi juga di sektor kesehatan, sosial, bahkan sektor ekonomi (Mundiharno, 1997). Masalah lain yang muncul adalah berubahnya struktur keluarga dari keluarga luas (extended family) menjadi keluarga inti (nuclear family). Pergeseran ini terkait dengan perubahan perilaku sosial budaya masyarakat saat ini, yaitu anak yang telah berkeluarga segera memisahkan diri dengan orang tuanya. Hal ini menyebabkan struktur keluarga akan berubah secara signifikan menjadi keluarga baru dengan jumlah anggota rumah tangga yang menunjukkan kecenderungan semakin kecil dari tahun ke tahun. Saat ini, bahkan pertumbuhan jumlah rumah tangga di Indonesia telah melebihi jumlah pertumbuhan penduduknya. Perubahan ini tentu saja akan berpengaruh terhadap perawatan yang ditawarkan anak kepada orang tuanya. Proses penuaan penduduk di Indonesia pada beberapa dekade mendatang menyebabkan jumlah lansia akan melebihi jumlah balita. Hal ini menimbulkan beberapa implikasi sebagai berikut. Pertama, penduduk lansia di Indonesia akan tumbuh berlipat ganda pada dekadedekade mendatang. Kedua, secara absolut jumlah penduduk lansia di Indonesia lebih besar dibandingkan dengan negara-negara yang saat ini telah mengalami problem penduduk, seperti Jepang, Korea Selatan, terlebih lagi Singapura dan Hongkong. Ketiga, jika dilihat per provinsi, ternyata beberapa provinsi telah mengalami proses penuaan penduduk dibandingkan dengan yang terjadi secara nasional. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk, jumlah penduduk lanjut usia akan terus meningkat dari tahun ke tahun. Di seluruh dunia penduduk lansia (usia 60+) tumbuh dengan sangat cepat, bahkan tercepat dibandingkan dengan kelompok usia

2 lainnya. Menurut WHO, penduduk lansia di Indonesia tahun 2020 mendatang telah mencapai angka 11,34 persen atau tercatat 28,8 juta orang. Sementara itu, jumlah balitanya hanya tersisa 6,9 persen sehingga hal ini menyebabkan jumlah penduduk lansia di Indonesia adalah yang terbesar di dunia. Data Sensus Penduduk menunjukkan persentase lansia di Indonesia tahun 1990 mencapai 6,33 persen dan pada 1995 meningkat menjadi 6,93 persen. Pada 2000 jumlahnya sedikit mengalami penurunan menjadi 6,87 persen. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 memperlihatkan persentase Menurut WHO, penduduk lansia di Indonesia tahun 2020 mendatang mencapai angka 11,34 persen atau tercatat 28,8 juta orang. lansia kembali mengalami kenaikan menjadi 7,93 persen. Peningkatan laju pertambahan penduduk lansia di Indonesia dan adanya penurunan pertumbuhan penduduk, angka fertilitas, dan angka mortalitas bayi akan menggeser struktur penduduk dari muda ke struktur penduduk dewasa dan tua. Dinamika Kependudukan di Yogyakarta a. Pertumbuhan Penduduk DI Yogyakarta Grafik 1 memperlihatkan bahwa penduduk di DI Yogyakarta dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 tercatat mencapai 3,457 juta jiwa. Meskipun tergolong lambat, pertumbuhan penduduk Yogyakarta menunjukkan kecenderungan meningkat dari hasil Sensus Penduduk. Pada rentang waktu pertumbuhan penduduk mencapai 1,10 persen dan mengalami penurunan pada rentang waktu menjadi 0,58 persen. Kemudian terjadi kenaikan pertumbuhan penduduk antara tahun , yaitu 0,72 persen, dan kembali naik dari tahun menjadi 1,04 persen. Angka itu hampir menyamai pertumbuhan penduduk pada rentang waktu Grafik 1 Pertumbuhan Penduduk DI Yogyakarta Tahun Sumber: BPS DIY, 2012 Apabila ditinjau dari tingkat kepadatan penduduk, juga tampak kenaikan yang cukup tinggi dari tahun Pada 1971 kepadatan penduduk mencapai 781 jiwa per km 2 dan naik menjadi jiwa per km 2 tahun Meningkatnya pertumbuhan dan kepadatan penduduk DI Yogyakarta, utamanya disebabkan oleh migrasi masuk yang meningkat dari tahun ke tahun (Sambodo, 2002). b. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Setiap tahun sejak 1990 Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Report) telah menerbitkan indeks pembangunan manusia (Human Development Index-HDI) yang mengartikan definisi kesejahteraan secara lebih luas daripada sekadar pendapatan domestik bruto (PDB). HDI memberikan suatu ukuran gabungan tiga dimensi tentang pembangunan manusia: panjang umur dan menjalani hidup sehat (diukur dari usia harapan hidup), terdidik (diukur dari tingkat kemampuan baca tulis orang dewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan, dan tinggi), serta memiliki standar hidup yang layak (diukur dari paritas daya beli/ppp dan penghasilan) (UNDP, 2004).

3 IPM Yogyakarta menempati posisi tinggi dalam skala nasional dengan menempati peringkat 4 dengan nilai IPM mencapai 75,2 tahun Berdasarkan kriteria yang telah dibuat oleh UNDP, IPM Yogyakarta masuk dalam kategori menengah. Tabel 1 Indeks Pembangunan Manusia di DI Yogyakarta Tahun 2010 Untuk IPM Yogyakarta berdasarkan kabupaten/kota, diketahui yang paling tinggi peringkatnya adalah Kota Yogyakarta dan juga menduduki peringkat pertama secara nasional dengan IPM 79,3. Sementara itu, Kabupaten Sleman berada pada peringkat 14 dengan IPM 77,7. Namun tiga wilayah lain mempunyai peringkat di atas 100, yaitu Kulonrogo di peringkat 106, Bantul di Sumber: BPS DIY, 2012 peringkat 107, dan paling rendah Gunung Kidul pada peringkat 283. Tantangan ke depan bagi Yogyakarta adalah meningkatkan IPM bagi daerah yang masih rendah sehingga disparitas antarwilayah dapat dikurangi. c. Pertumbuhan Penduduk Usia Lanjut Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,18 persen. Provinsi yang mempunyai jumlah penduduk lanjut usia sebanyak 7 persen adalah provinsi di Pulau Jawa dan Bali. Peningkatan jumlah penduduk lansia ini, antara lain, disebabkan oleh tiga hal berikut ini. 1) Tingkat sosial ekonomi masyarakat yang meningkat, 2) kemajuan di bidang pelayanan kesehatan, dan 3) tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat (Menkokesra, 2012). Grafik 2 Provinsi dengan Lansia Tertinggi di Indonesia Tahun 2007 Sumber: BPS 2007 Dari seluruh provinsi di Indonesia, provinsi yang penduduk lansianya lebih dari 7 persen adalah DI Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Sementara itu, provinsi dengan persentase lansia terendah adalah Papua (2,15 persen) Papua Barat (2,92 persen), Kepulauan Riau (3,78 persen), Kalimantan Timur (4,53 persen), dan Riau (4,86 persen). Hasil Analisis: Potret Lansia Yogyakarta a. Karakteristik Penduduk Lanjut Usia 1. Menurut Umur Tabel 2 memperlihatkan penduduk usia lanjut mayoritas berada pada usia di atas 70 tahun yang mencapai 48,2 persen. Hal yang sama juga berlaku untuk penduduk lanjut usia menurut jenis kelamin. Persentase yang paling besar dibandingkan dengan kelompok umur lain adalah pada yang berumur 70 tahun ke atas. Persentase penduduk usia lanjut untuk laki-laki berusia 70 tahun lebih sebesar 46 persen, sedangkan perempuan mencapai 50 persen. Jika dilihat secara absolut, jumlah penduduk lansia lebih banyak perempuan, yaitu jiwa (56 persen) dibandingkan dengan laki-laki sebanyak jiwa (44 persen).

4 Tabel 2 Persentase Penduduk Lanjut Usia menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun Status Perkawinan Perempuan lansia di Indonesia berpotensi mengalami diskriminasi ganda, baik karena statusnya sebagai perempuan maupun karena statusnya sebagai penduduk yang berusia lanjut. Sebagai perempuan, diskriminasi yang disebabkan oleh struktur sosial dan budaya masyarakat sebenarnya telah terjadi sejak usia muda. Hal ini diketahui sebagai akibat dari perbedaan yang sifatnya kodrati maupun sebagai akibat dari perbedaan gender. Tabel 3 berikut memperlihatkan status perkawinan penduduk lanjut usia perempuan paling banyak adalah yang berstatus cerai mati dan cerai hidup (53,2 persen) dibandingkan dengan yang berstatus kawin (45,1 persen) dan belum kawin (1,7 persen). Tabel 3 Persentase Penduduk Lanjut Usia menurut Status Perkawinan dan Jenis Kelamin Tahun 2010 Faktor utama yang menyebabkan penduduk perempuan usia lanjut berstatus janda adalah karena usia harapan hidup perempuan yang lebih panjang dibandingkan dengan laki-laki. Oleh karena itu, lebih banyak lanjut usia perempuan yang ditinggal meninggal lebih dulu oleh suaminya. Kemudian perbedaan gender menyebabkan perempuan terbiasa mengurus dirinya sendiri sehingga lebih siap untuk tinggal sendiri. Sementara itu, laki-laki cenderung bergantung dan membutuhkan dukungan dari orang lain, khususnya istri. Fakta lainnya adalah rendahnya angka menikah kembali (remarried) yang dilakukan oleh penduduk perempuan lanjut usia jika dibandingkan dengan dengan angka perkawinan kembali penduduk usia lanjut laki-laki. Fenomena tersebut sejalan dengan hasil penelitian dari beberapa ahli, di antaranya adalah Cowgill (1986), Arundhati (1990), dan Conception (1996). Paling tidak ada tiga argumentasi yang dapat menjelaskan fenomena tersebut. Pertama, faktor perbedaan umur kawin pertama antara laki-laki dan perempuan menunjukkan bahwa laki-laki cenderung menikah pada umur yang lebih tua dibandingkan dengan perempuan. Kedua, secara demografis perbedaan tersebut terjadi karena angka mortalitas laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Hal ini juga didukung dengan tingginya usia harapan hidup perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Ketiga, faktor kecenderungan bagi laki-laki untuk segera menikah lagi setelah istrinya meninggal atau karena bercerai akibat ketidakmampuan mereka mengurusi urusan domestik rumah tangga. Sementara itu, perempuan lebih memilih tetap sendiri dan menjadi kepala rumah tangga. 3. Tingkat Pendidikan Sementara itu, penduduk lanjut usia laki-laki lebih banyak berstatus kawin (83,9 persen) atau hampir dua kali lipat dibandingkan dengan penduduk lansia perempuan yang juga berstatus kawin. Sebaliknya, proporsi perempuan lansia berstatus janda mencapai hampir empat kali lipat dibandingkan dengan laki-laki berstatus duda. Pendidikan merupakan salah satu dimensi dalam penyusunan indeks pembangunan manusia. Jika dilihat dari sisi pendidikan penduduk lansia, diketahui kualitasnya masih tergolong rendah. Seperti terlihat pada Tabel 4, kualitas pendidikan penduduk lansia Yogyakarta masih amat rendah karena tingginya proporsi yang tidak pernah sekolah (42,2 persen) dan hanya berpendidikan dasar (45 persen). Sementara itu, lansia yang mempunyai latar belakang pendidikan menengah mencapai 9,3 persen dan yang berpendidikan tinggi hanya 3,5 persen. Rendahnya tingkat pendidikan penduduk lansia dipengaruhi oleh terbatasnya fasilitas pendidikan yang disediakan oleh pemerintah saat itu. Selain itu, kesempatan bersekolah juga masih sangat terbatas, terutama bagi

5 masyarakat umum. Tabel 4 juga memperlihatkan adanya ketimpangan dalam hal kesempatan untuk mengenyam pendidikan antara laki-laki dan perempuan. Penduduk lansia perempuan yang tidak pernah sekolah mencapai 54,2 persen, sedangkan laki-laki hanya 27 persen. Ketimpangan kesempatan menempuh pendidikan juga terjadi pada penduduk lansia yang pernah bersekolah, baik di tingkat dasar, menengah, maupun tinggi. Untuk pendidikan dasar, diketahui penduduk lansia perempuan hanya 38,3 persen yang menempuh pendidikan, sedangkan laki-laki mencapai 53,5 persen. Demikian juga untuk pendidikan menengah perempuan, perempuan hanya sebesar 5,8 persen dan laki-laki 13,7 persen. Pendidikan tinggi hanya dapat raih oleh 1,6 persen perempuan lansia dan 5,9 persen laki-laki. Tabel 4 Persentase Penduduk Lanjut Usia menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin Tahun 2010 Menurut jenis kelamin, persentase lansia laki-laki yang menjadi kepala rumah tangga jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan masing-masing sebesar 87,7 persen dan 31,2 persen. Berdasarkan status dalam rumah tangga, laki-laki usia lanjut di Yogyakarta masih menempati posisi sebagai pihak yang bertanggung jawab besar bagi rumah tangganya. Statusnya sebagai kepala rumah tangga mengharuskan laki-laki usia lanjut tetap bekerja karena masih menjadi sumber utama pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga. Tabel 5 Persentase Penduduk Lanjut Usia menurut Status dalam Rumah Tangga dan Jenis Kelamin Tahun 2010 c. Pemanfaatan Tenaga Kerja Lanjut Usia 1. Distribusi Tenaga Kerja Lanjut Usia menurut Wilayah b. Status dalam Rumah Tangga Tanggung jawab kepala rumah tangga yang sangat besar dari sisi psikologis maupun ekonomis ternyata masih banyak diemban oleh penduduk lansia yang seharusnya menikmati hari tua tanpa beban berat (Komnas Lansia, 2010). Sebagian besar (56,1 persen) penduduk lansia masih memegang peranan penting di dalam lingkungan rumah tangga atau berstatus sebagai kepala rumah tangga. Persebaran tenaga kerja usia lanjut menurut kabupaten/ kota di DI Yogyakarta menunjukkan proporsi angkatan kerja lanjut usia terbesar berada di Kabupaten Bantul yang mencapai 30,5 persen. Wilayah yang memiliki proporsi angkatan kerja lanjut usia terbesar kedua adalah Kabupaten Gunung Kidul yang mencapai 24,6 persen. Jika proporsi angkatan kerja penduduk lansia di kedua wilayah tersebut digabungkan, besarnya mencapai lebih dari separuh total angkatan kerja lansia di DI Yogyakarta. Tabel 6 Persentase Angkatan Kerja Lanjut Usia menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin Tahun 2010 Berdasarkan jenis kelamin, diketahui bahwa beberapa wilayah menunjukkan proporsi tenaga kerja lansia lebih besar perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Wilayah tersebut adalah Kabupaten Bantul, Gunung

6 Kidul, dan Kota Yogyakarta. Untuk Kabupaten Bantul, proporsi tenaga kerja lansia perempuan sebesar 31 persen, sedangkan laki-laki mencapai 30 persen. Wilayah kedua adalah Kabupaten Gunung Kidul dengan proporsi untuk perempuan sebesar 26 persen dan laki-laki 23,1 persen. Wilayah ketiga adalah Kota Yogyakarta dengan proporsi perempuan 14,9 persen dan laki-laki 14,5 persen. Tingginya persentase lansia yang bekerja dapat dimaknai bahwa sebenarnya lansia masih mampu bekerja secara produktif untuk membiayai kehidupan rumah tangganya. Namun di sisi lain hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan lansia masih rendah sehingga meskipun usia telah lanjut usia, mereka terpaksa bekerja untuk membiayai kehidupan rumah tangganya. 2. Tenaga Kerja Lansia menurut Lokasi Tempat Tinggal Menurut kategori kewilayahan, persebaran tenaga kerja lansia paling banyak tinggal di perkotaan yang mencapai 65,6 persen dan di perdesaan sebesar 34,4 persen. Tingginya proporsi tenaga kerja lansia yang tinggal di perkotaan dimungkinkan terjadi karena tiga alasan. Pertama, adanya kecenderungan terjadinya migrasi dari desa ke kota. Kedua, di perkotaan kesempatan bekerja jauh lebih luas dibandingkan dengan wilayah perdesaan yang lebih banyak mengandalkan sektor pertanian. Biasanya tenaga kerja lansia bekerja di perkotaan sebelum usia 60 tahun dan ketika menginjak usia 60 tahun, mereka masih tetap bekerja karena masih diandalkan sebagai sumber utama perekonomian rumah tangga. Tabel 7 Persentase Tenaga Kerja Lanjut Usia menurut Desa/Kota dan Jenis Kelamin Tahun Tenaga Kerja Lansia menurut Lapangan Usaha Komposisi lansia yang bekerja menurut lapangan usaha mencerminkan struktur perekonomian dan potensi sektor perekonomian dalam menyerap tenaga kerja lansia. Informasi tersebut juga dapat memberikan gambaran kasar mengenai kualitas sumber daya lansia, terutama tingkat keterampilan yang dikuasai. Semakin tinggi keterampilan yang dikuasai lansia akan semakin tinggi minat mereka untuk bekerja di luar sektor pertanian. Hal ini sejalan dengan terjadinya transformasi ketenagakerjaan yang ditandai dengan terjadinya pergeseran sektoral sehingga mampu menyerap angkatan kerja cukup berarti dalam pasar kerja, mulai dari sektor pertanian ke sektor manufaktur atau jasa (Sukamdi, 1996). Tabel 8 Persentase Tenaga Kerja Lanjut Usia menurut Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin Tahun 2010 Ketiga, terjadinya reklasifikasi wilayah yang mengubah status desa menjadi kota. Reklasifikasi ini dilakukan karena karakter dan dinamika masyarakat di beberapa wilayah telah menunjukkan ciri dan karakteristik perkotaan. Meskipun telah terjadi reklasifikasi, tidak berarti sektor pertanian ditinggalkan begitu saja karena masih menjadi pilihan utama. Dari sisi jenis kelamin, diketahui bahwa tenaga kerja lansia tidak terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan lokasi tempat tinggal, yakni proporsi paling banyak tinggal di perkotaan. Untuk laki-laki yang tinggal di perkotaan, jumlahnya mencapai 65,8 persen dan perempuan sebesar 65,3 persen. Berdasarkan Tabel 8, dapat diketahui lapangan usaha angkatan kerja lansia menurut jenis kelamin. Sektor pertanian ternyata masih menjadi tumpuan utama bagi sebagian besar pekerja lansia (72,3 persen), kemudian sektor jasa (19,3 persen), dan manufaktur (7,8 persen). Tingginya persentase lansia yang bekerja di sektor pertanian, antara lain, terkait dengan tingkat pendidikan penduduk lansia yang pada umumnya masih rendah. Se-

7 lain itu, usaha di sektor pertanian terbuka untuk semua kalangan dan tanpa prasyarat pendidikan tertentu. Tenaga kerja lanjut usia menurut lapangan usaha dilihat dari jenis kelamin menunjukkan pola yang sama. Sektor pertanian menjadi pilihan paling banyak, baik bagi laki-laki dan perempuan, yaitu masing-masing 76,5 persen dan perempuan 67,9 persen. Penutup a. Kesimpulan Perkembangan penduduk lansia di Yogyakarta mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi dari tahun ke tahun. Saat ini, bahkan proporsi penduduk lansianya terbesar secara nasional, yakni mencapai 14,04 persen. Data sensus penduduk juga memperlihatkan kenaikan persentase penduduk lansia di DI Yogyakarta. Pada 1971 jumlahnya baru mencapai 4,3 persen dan meningkat lebih dari dua kali lipat pada 2010 yang telah mencapai 9,5 persen. Hasil analisis data Sensus Penduduk 2010 tentang penduduk lanjut usia di DI Yogyakarta berdasarkan kondisi sosiodemografis memperlihatkan bahwa dari sisi umur penduduk usia lanjut mayoritas berada pada usia di atas 70 tahun. Secara proporsi penduduk lansia umur 70 tahun lebih mencapai 48,2 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa penduduk lansia di DI Yogyakarta masuk dalam kategori kelompok lansia risiko tinggi karena besarnya jumlah lansia yang berusia lebih dari 70 tahun. Apabila dibedakan menurut jenis kelamin, diketahui bahwa penduduk lansia perempuan lebih besar dibandingkan dengan laki-laki dengan persentase masing-masing mencapai 56 persen dan 44 persen. Jika dilihat dari sisi status perkawinan, penduduk lansia perempuan paling banyak berstatus cerai dibandingkan dengan yang berstatus kawin dan belum kawin. Sementara itu, penduduk lanjut usia laki-laki lebih banyak berstatus kawin (83,9 persen) atau hampir dua kali lipat dibandingkan dengan penduduk lansia perempuan yang juga berstatus kawin sebesar 45,1 persen. Sebaliknya, proporsi perempuan lansia berstatus janda mencapai hampir empat kali lipat dibandingkan dengan laki-laki berstatus duda. Faktor utama yang menyebabkan penduduk perempuan usia lanjut berstatus janda adalah usia harapan hidup perempuan yang lebih panjang dibandingkan dengan laki-laki. Faktor lainnya adalah rendahnya angka menikah kembali (remarried) yang dilakukan oleh penduduk perempuan lanjut usia jika dibandingkan dengan dengan angka perkawinan kembali penduduk usia lanjut laki-laki. Dilihat dari sisi kualitas pendidikan, penduduk lansia perempuan mempunyai kualitas pendidikan yang lebih buruk dibandingkan dengan laki-laki. Mayoritas lansia perempuan tidak pernah mengenyam pendidikan meskipun hanya pendidikan dasar. Ketimpangan ini terjadi karena adanya konstruksi sosial bidaya masyarakat Yogyakarta dan Jawa secara umum yang menempatkan perempuan pada peran-peran sektor domestik. Sementara itu, jika dilihat berdasarkan status dalam rumah tangga, sebagian besar lansia berstatus sebagai kepala rumah tangga dan didominasi oleh lansia laki-laki. Berdasarkan persebaran tenaga kerja usia lanjut, menurut kabupaten/kota di DI Yogyakarta, diketahui proporsi tenaga kerja lanjut usia terbesar berada di Kabupaten Bantul, yakni mencapai 30,5 persen dan paling kecil adalah Kulonprogo, yaitu 12,4 persen. Dilihat dari jenis kelamin diketahui beberapa wilayah menunjukkan proporsi tenaga kerja lansia lebih besar perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Wilayah tersebut adalah Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, dan Kota Yogyakarta. Tingginya persentase lansia yang bekerja karena ekonomi yang tidak mencukupi dan juga ingin tetap aktif dan mandiri. Menurut kategori kewilayahan, persebaran tenaga kerja lansia paling banyak tinggal di perkotaan yang mencapai 65,6 persen dan di perdesaan sebesar 34,4 persen. Tingginya proporsi tenaga kerja lansia yang tinggal di perkotaan dimungkinkan karena terjadinya migrasi dari desa ke kota, kesempatan kerja yang lebih terbuka di perkotaan, dan adanya reklasifikasi wilayah yang mengubah status desa menjadi kota. Ditinjau dari sisi lapangan usaha, sektor pertanian ternyata masih menjadi tumpuan utama bagi sebagian besar pekerja lansia (72,3 persen). Tingginya persentase lansia yang bekerja di sektor pertanian, antara lain, terkait dengan tingkat pendidikan penduduk lansia yang pada umumnya masih rendah. Selain itu, usaha di sektor pertanian terbuka untuk semua kalangan dan tanpa prasyarat pendidikan tertentu. Meskipun secara administrasi wilayah penduduk lansia banyak tinggal di perkotaan dibandingkan dengan perdesaan, sektor pertanian tidak serta-merta ditinggalkan. Hal ini karena wilayah yang berubah status menjadi perkotaan

8 b. masih Rekomendasi tetap mengandalkan Kebijakan sektor pertanian. Beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat diajukan untuk penanganan pertambahan penduduk lansia di DI Yogyakarta adalah sebagai berikut. 1. mengembangkan sistem jaminan sosial yang dikhususkan untuk lansia agar kehidupannya dapat lebih terjamin 2. melakukan program pemberdayaan penduduk lansia yang diarahkan untuk menjaga eksistensi mereka dalam pergaulan sosial. Tujuan pemberdayaan lansia adalah agar lansia tetap percaya diri dan produktif, baik secara ekonomi maupun sosial. 3. perlu adanya kajian lanjut untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan lansia masih tetap bekerja. Selain itu, perlu kajian lansia yang yang bekerja di sektor pertanian dan penyebab penduduk usia produktif tidak banyak yang bekerja di sektor pertanian. Daftar Pustaka Arundhati, Shinta Population Ageing in Yogyakarta Tesis. Population and Human Resources Programme, Flinders University. BPS Survei Sosial Ekonomi Nasional. Jakarta: BPS Statistik Kependudukan DIY Yogyakarta: BPS. Cowgill, Donald O Aging Around the World. California: Wadsworth Publishing Company. Komnas Lansia Profil Penduduk Lanjut Usia Jakarta. Menkokesra Lansia Masa Kini dan Mendatang. Sumber: Diunduh pada 7 September Mundiharno Pembahasan Penduduk Lansia dalam ICP 1994 dan Implementasinya di Indoensia. Warta Demografi Tahun 29 No. 3. Jakarta: Lembaga Demografi Universitas Indonesia. Sambodo, Deni Purwo Pergeseran Pemanfaatan Pekerja Usia Lanjut Studi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta: Analisis Data SUSENAS 1997 dan Skripsi. Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada. Sukamdi Transformasi Struktural dan Persoalan Ketenagakerjaan di Indonesia dalam Agus Dwiyanto dkk. Penduduk dan Pembangunan. Yogyakarta, Aditya Media. UNDP Indikator Pembangunan Manusia. Sumber: Diunduh pada 1 November Conception, Mercedes B The Greying of Asia: Demographic Dimensions dalam Added Years of Life in Asia: Current Situation and Future Challenges. United Nations. Policy Brief ini ditulis oleh Eddy Kiswanto berdasarkan hasil penelitian Kondisi Sosiodemografis Penduduk Lansia di Yogyakarta yang dibiayai oleh BKKBN Pusat. Isi sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Jl. Tevesia, Bulaksumur, Yogyakarta Tlp. (0274) , , Faks. (0274) secretary@cpps.ugm.ac.id homepage:

PENDUDUK LANJUT USIA

PENDUDUK LANJUT USIA PENDUDUK LANJUT USIA Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perhatian terhadap penduduk terutama jumlah, struktur dan pertumbuhan dari waktu ke waktu selalu berubah. Pada zaman Yunani dan Romawi kuno aspek jumlah penduduk sangat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan Indonesia memiliki peranan dan kedudukan sangat penting sepanjang perjalanan sejarah. Kiprah perempuan di atas panggung sejarah tidak diragukan lagi. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan sebuah upaya atau proses untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan sebuah upaya atau proses untuk melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan sebuah upaya atau proses untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA TAHUN

PENYUSUNAN PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA TAHUN PENYUSUNAN PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2010 2035 Dr. Sukamdi Agus Joko Pitoyo, M.A. Eddy Kiswanto, M.Si M. Arif Fahrudin Alfana PENDAHULUAN Proyeksi penduduk merupakan cara penggambaran jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk merupakan bagian integral dari suatu negara. Komposisi dan

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk merupakan bagian integral dari suatu negara. Komposisi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan bagian integral dari suatu negara. Komposisi dan distribusi penduduk karena perubahan beberapa komponen demografi seperti Kelahiran (Fertilitas),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting daripada pembangunan nasional, dengan tujuan akhir adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. penting daripada pembangunan nasional, dengan tujuan akhir adalah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi wilayah atau regional merupakan salah satu bagian penting daripada pembangunan nasional, dengan tujuan akhir adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung kegiatan industri serta

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU Tujuan utama pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan rakyat untuk menikmati umur panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan yang produktif

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang Permasalahan Universitas Indonesia

1.1. Latar Belakang Permasalahan Universitas Indonesia 1 Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Proses perencanaan pembangunan mutlak memerlukan integrasi antara variabel demografi dan variabel pembangunan. Perubahan yang terjadi dalam jumlah,

Lebih terperinci

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA Drs. Razali Ritonga, MA (Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS RI) Disampaikan di Lokakarya Perkawinan Anak, Moralitas Seksual, dan Politik

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009

KATA PENGANTAR. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009 25 KATA PENGANTAR Struktur penduduk dunia termasuk Indonesia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk lanjut usia. Meningkatnya jumlah penduduk lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bonus demografi secara umum menggambarkan perubahan komposisi

BAB I PENDAHULUAN. Bonus demografi secara umum menggambarkan perubahan komposisi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bonus demografi secara umum menggambarkan perubahan komposisi penduduk menurut umur sebagai akibat dari penurunan angka fertilitas dan peningkatan angka harapan hidup

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Gambaran Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat. provinsi NTB mencapai ,15 km 2.

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Gambaran Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat. provinsi NTB mencapai ,15 km 2. BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat 1. Georgrafis Secara astronomis Provinsi Nusa Tenggara Barat terletak antara 8 o 10-9 o 5 Lintang Selatan dan 115 o 46-119 o 5 Bujur Timur.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah peningkatan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia tua merupakan waktu bagi seseorang untuk bersantai dan menikmati sisa kehidupannya, tetapi tidak di sebagian besar negara berkembang seperti di Indonesia. Mereka

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Pada Usia Produktif Untuk Menghadapi Peluang Dan Tantangan Dari Bonus Demografi Di Kabupaten Gunung Mas

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Pada Usia Produktif Untuk Menghadapi Peluang Dan Tantangan Dari Bonus Demografi Di Kabupaten Gunung Mas Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Pada Usia Produktif Untuk Menghadapi Peluang Dan Tantangan Dari Bonus Demografi Di Kabupaten Gunung Mas Latar belakang Kabupaten Gunung Mas merupakan salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau berkembang adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Kabupaten Wonogiri di bagian tenggara, Kabupaten Klaten di bagian timur laut,

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Kabupaten Wonogiri di bagian tenggara, Kabupaten Klaten di bagian timur laut, BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Profil Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu dari 34 provinsi di Indonesia yang terletak di pulau jawa bagian selatan tengah.

Lebih terperinci

KULIAH UMUM PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA

KULIAH UMUM PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK KULIAH UMUM PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA 2010-2035 Pembicara: Drs. Razali Ritonga, MA Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan, BPS-RI Kampus FEB UNAIR, Surabaya 08 Maret 2018 PENYUSUNAN

Lebih terperinci

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA Drs. Razali Ritonga, MA (Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan BPS RI) Disampaikan di Lokakarya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sumber Daya Manusia (SDM) adalah kekayaan suatu negara yang dijadikan sebagai modal dasar pembangunan. Pembangunan bertujuan untuk menciptakan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 1,2

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 1,2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertambahan penduduk Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 1,2 persen dari jumlah penduduk atau sekitar 2,5 sampai 3 juta orang per tahun (Nehen, 2010:96).

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP 27 November 2014 KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tantangan Indonesia saat ini adalah menghadapi bonus demografi tahun 2025 yang diikuti dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Badan Perencanaan

Lebih terperinci

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA 86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Provinsi Sumatera Barat yang identik dengan Minangkabau merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang menganut sistem matrilineal. Masyarakat Minangkabau ini pun merupakan

Lebih terperinci

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dimasa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dimasa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) diprediksikan akan meningkat cepat dimasa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang. Indonesia sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kualitas sumberdaya manusia di Indonesia masih perlu mendapat prioritas dalam pembangunan nasional. Berdasarkan laporan United Nation for Development Programme

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Indikasi adanya ledakan penduduk di Indonesia yang ditunjukkan beberapa indikator demografi menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang terintegrasi dan komprehensif dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang tidak terpisahkan. Di samping mengandalkan

Lebih terperinci

INDEKS KEBAHAGIAAN DKI JAKARTA TAHUN 2017

INDEKS KEBAHAGIAAN DKI JAKARTA TAHUN 2017 Indeks Kebahagiaan DKI Jakarta Tahun 2017 No. 44/09/31/Th.XIX, 4 September 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN DKI JAKARTA TAHUN 2017 Indeks Kebahagiaan DKI Jakarta tahun 2017 sebesar 71,33 yang merupakan indeks komposit

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 19 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Masalah Kependudukan Masalah kependudukan di Indonesia dikategorikan sebagai suatu masalah nasional yang besar dan memerlukan pemecahan segera. Hal ini mencakup lima masalah

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2017 No. 103/11/Th. XX, 06 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2017 A. KEADAAN KETENAGAKERJAAN Agustus 2017: Tingkat

Lebih terperinci

Visi Indonesia 2030: Tinjauan Upaya Pencapaian dari Aspek Dinamika Kependudukan

Visi Indonesia 2030: Tinjauan Upaya Pencapaian dari Aspek Dinamika Kependudukan Visi Indonesia 2030: Tinjauan Upaya Pencapaian dari Aspek Dinamika Kependudukan Author: Junaidi Junaidi Abstract Visi Indonesia 2030 yang ingin menempatkan Indonesia pada posisi ekonomi nomor lima terbesar

Lebih terperinci

Kalimantan Timur. Lembuswana

Kalimantan Timur. Lembuswana Laporan Provinsi 433 Kalimantan Timur Lembuswana Lembuswana adalah hewan dalam mitologi rakyat Kutai yang hidup sejak zaman Kerajaan Kutai. Lembuswana menjadi lambang Kerajaan Kutai hingga Kesultanan Kutai

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambar 4.1

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambar 4.1 58 BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta Gambar 4.1 Peta Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), D.I.

Lebih terperinci

Tabel Jenis dan Kawasan Potensi Bencana Alam Kabupaten Temanggung

Tabel Jenis dan Kawasan Potensi Bencana Alam Kabupaten Temanggung Tabel 2.17. Jenis dan Kawasan Potensi Bencana Alam No Jenis Bencana Alam Kecamatan 1 Potensi Tanah Longsor Tretep, Wonoboyo, Bejen, Candiroto, Gemawang, Kandangan, Jumo, Bansari, Kledung, Kaloran, Kranggan,

Lebih terperinci

secara prinsip penggunaan energi di lingkungan hunian penduduk akan meningkat seiring dengan kepadatan rumah.

secara prinsip penggunaan energi di lingkungan hunian penduduk akan meningkat seiring dengan kepadatan rumah. Sumber penerangan utama yang digunakan oleh rumah tangga menjadi salah satu indikator kemiskinan yang digunakan oleh BPS (Badan Pusat Statistik). Rumah tangga yang menggunakan sumber penerangan selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang berkembang, masalah yang sering dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Secara administratif Kota Yogyakarta berada di bawah pemerintahan Propinsi DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) yang merupakan propinsi terkecil setelah Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

EVALUASI KONDISI DEMOGRAFI SECARA TEMPORAL DI PROVINSI BENGKULU: Rasio Jenis Kelamin, Rasio Ketergantungan, Kepadatan Peduduk

EVALUASI KONDISI DEMOGRAFI SECARA TEMPORAL DI PROVINSI BENGKULU: Rasio Jenis Kelamin, Rasio Ketergantungan, Kepadatan Peduduk EVALUASI KONDISI DEMOGRAFI SECARA TEMPORAL DI PROVINSI BENGKULU: Rasio Jenis Kelamin, Rasio Ketergantungan, Kepadatan Peduduk Afid Nurkholis Email: afidnurkholis@gmail.com ABSTRAK Pengukuran terhadap karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berharga bagi setiap bangsa. Penduduk dengan demikian menjadi modal

BAB I PENDAHULUAN. berharga bagi setiap bangsa. Penduduk dengan demikian menjadi modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan titik sentral pembangunan. Konsep ini lahir dari Konfrensi Asia Pasifik ke 5 di Bangkok, Thailand pada Desember 2002. Dalam konsep ini, penduduk

Lebih terperinci

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL Pernikahan anak menjadi salah satu persoalan sosial di Kabupaten Gunungkidul. Meskipun praktik pernikahan anak di Kabupaten Gunungkidul kian menurun di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk harus menjadi subjek sekaligus objek pembangunan. Kualitas

BAB I PENDAHULUAN. penduduk harus menjadi subjek sekaligus objek pembangunan. Kualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kependudukan merupakan basis utama dan fokus dari segala persoalan pembangunan. Hampir semua kegiatan pembangunan baik yang bersifat sektoral maupun lintas sektor terarah

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Pembangunan adalah alat yang digunakan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Studi Kependudukan - 1. Demografi formal. Konsep Dasar. Studi Kependudukan - 2. Pertumbuhan Penduduk. Demographic Balancing Equation

Studi Kependudukan - 1. Demografi formal. Konsep Dasar. Studi Kependudukan - 2. Pertumbuhan Penduduk. Demographic Balancing Equation Demografi formal Pengumpulan dan analisis statistik atas data demografi Dilakukan ahli matematika dan statistika Contoh : jika jumlah perempuan usia subur (15-49) berubah, apa pengaruhnya pada tingkat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

PENGARUH PDB DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA PERIODE

PENGARUH PDB DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA PERIODE Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.4 Oktober 2011 PENGARUH PDB DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA PERIODE 1990-2008 Candra Mustika Dosen

Lebih terperinci

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Sejak tahun 2000, Indonesia telah meratifikasi Millenium Development Goals (MDGs) di bawah naungan Persatuan Bangsa- Bangsa.

Lebih terperinci

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2017

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT No. 51/09/Th. XX, 4 September 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN BARAT TAHUN 2017 SEBESAR 70,08 PADA SKALA 0-100 Kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana suatu negara dapat meningkatkan pendapatannya guna mencapai target pertumbuhan. Hal ini sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (tetapi tidak dengan anak laki-laki) yang masih muda. Usia muda menurut

BAB I PENDAHULUAN. (tetapi tidak dengan anak laki-laki) yang masih muda. Usia muda menurut 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan kualitas SDM sangat berkaitan erat dengan peningkatan kualitas hidup perempuan karena perempuanlah yang hamil, melahirkan dan menyusui anak sejak bayi sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk Indonesia, sepakat untuk mengadopsi deklarasi Millenium Development Goals (MDG) atau Tujuan Pertumbuhan

Lebih terperinci

INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI BARAT TAHUN 2017

INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI BARAT TAHUN 2017 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 79/08/Th. XX, 15 Agustus 2017 No. 51/08/76/Th.XI, 15 Agustus 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI BARAT TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN SULAWESI BARAT TAHUN 2017 SEBESAR 70,02

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

INDEKS KEBAHAGIAAN MALUKU UTARA TAHUN 2017

INDEKS KEBAHAGIAAN MALUKU UTARA TAHUN 2017 No. 48/08/82/Th XVI, 15 Agustus 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN MALUKU UTARA TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN MALUKU UTARA TAHUN 2017 SEBESAR 75,38 PADA SKALA 0-100 Kebahagiaan Maluku Utara tahun 2017 berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan pada indikator sosial maupun ekonomi menuju kearah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. perubahan pada indikator sosial maupun ekonomi menuju kearah yang lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses untuk melakukan perubahan pada indikator sosial maupun ekonomi menuju kearah yang lebih baik dan berkesinambungan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI GORONTALO TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Gorontalo

Lebih terperinci

ii Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup Penduduk Indonesia Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup Penduduk Indonesia HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 ISBN : No. Publikasi: 04000.1 Katalog BPS: Ukuran Buku: B5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan, BPS (2007). Kemiskinan dipengaruhi oleh berbagai fakor antara lain,

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan, BPS (2007). Kemiskinan dipengaruhi oleh berbagai fakor antara lain, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan dari pembangunan nasional adalah mewujudkan kemakmuran, meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan menurunkan tingkat kemiskinan. Penduduk miskin adalah penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Luas keseluruhan dari pulau-pulau di

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Luas keseluruhan dari pulau-pulau di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang terletak di Asia Tenggara yang dilewati garis khatulistiwa. Negara tropis tersebut memiliki jumlah pulau lebih dari 17.000 pulau

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011 No. 07/01/31/Th. XV, 2 Januari 2013 INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011 1. Indeks Pembangunan Gender (IPG) DKI Jakarta Tahun 2011 A. Penjelasan Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang pendidikan. Peningkatan pendidikan yang bermutu di Indonesia termaktub dalam amanah konstitusi

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 05/09/5300/Th. XX, 4 September 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN NTT TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN NTT TAHUN 2017 SEBESAR 68,98 PADA SKALA 0-100 Indeks

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang harus dicapai dalam pembangunan. Adapun salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan dalam pembangunan adalah

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN WILAYAH YANG TIDAK SEIMBANG (UNEQUAL DEVELOPMENT OF REGIONS)

PEMBANGUNAN WILAYAH YANG TIDAK SEIMBANG (UNEQUAL DEVELOPMENT OF REGIONS) 9 BAB 2 PEMBANGUNAN WILAYAH YANG TIDAK SEIMBANG (UNEQUAL DEVELOPMENT OF REGIONS) SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK DARI PROSES MAKRO GLOBALISASI (MACROPROCESS OF GLOBALIZATION) 2.1 Globalisasi Munculnya arus migrasi

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti Negara Indonesia akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Negara

BAB I PENDAHULUAN. seperti Negara Indonesia akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk yang begitu besar di Negara yang sedang berkembang seperti Negara Indonesia akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Negara tersebut. Dalam Wicaksono

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI RUMAHTANGGA DENGAN KESEHATAN REPRODUKSI DI PROVINSI JAMBI:

ANALISIS HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI RUMAHTANGGA DENGAN KESEHATAN REPRODUKSI DI PROVINSI JAMBI: ANALISIS HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI RUMAHTANGGA DENGAN KESEHATAN REPRODUKSI DI PROVINSI JAMBI: Suandi Program Magister Ilmu Kependudukan dan Ketenagakerjaan Pascasarjana Universitas Jambi ABSTRAK. Penelitian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 205,1 juta pada

Lebih terperinci

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN

DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN DATA PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN TAHUN 2011-2014 PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI JAKARTA 2011 KATA PENGANTAR Dalam rangka pemantauan rencana aksi percepatan pelaksanaan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci