BAB II LANDASAN TEORI. menentukan apakah perilaku tertentu akan dilakukan atau tidak.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. menentukan apakah perilaku tertentu akan dilakukan atau tidak."

Transkripsi

1 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Intensi Turnover 1. Intensi a. Pengertian Intensi Menurut Chaplin (2004) intensi (intention) adalah satu perjuangan guna mencapai satu tujuan. Azwar (2008) menambahkan bahwa intensi atau niat menentukan apakah perilaku tertentu akan dilakukan atau tidak. Intensi adalah komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Hal-hal yang diasumsikan dapat menangkap faktor-faktor yang memotivasi dan yang berdampak kuat pada tingkah laku (Fishbein & Ajzen, 1975). Sebuah peristiwa akan menimbulkan respon dari individu dan kemudian akan melibatkan proses internal untuk suatu pencapaian keputusan, tingkah laku tersebut akan dilakukan atau tidak dilakukan (Fishbein & Ajzen, 1975). Intensi akan memberikan petunjuk tentang kemungkinan seseorang untuk melakukan suatu perilaku tertentu, sebagaimana yang dinyatakan oleh Ajzen dan Fishbein (1975) bahwa intensi berperilaku adalah kemungkinan subjektif subjek untuk melakukan suatu perilaku tertentu. Norma subjektif subjek ditentukan oleh keyakinannya pada apa yang dianggap penting oleh orang-orang yang dianggap penting oleh subjek (significant person) dan pendapatnya dipercayai oleh subjek.

2 13 Orang yang dianggap penting oleh subjek tersebut dapat memberikan dukungan bagi subjek untuk menentukan keyakinannya. Intensi adalah bagian penting teori tindakan beralasan (Theory of reasoned action) dari Fishbein dan Ajzen (1975). Intensi merupakan prediktor sukses dari perilaku karena ia menjembatani sikap dan perilaku. Intensi dipandang sebagai ubahan yang paling dekat dari individu untuk melakukan perilaku, maka dengan demikian intensi dapat dipandang sebagai hal yang khusus dari keyakinan yang obyeknya selalu individu dan atribusinya selalu perilaku (Fishbein & Ajzen, 1975). Intensi dapat menunjukkan seberapa besar kemauan seseorang untuk berusaha melakukan suatu tingkah laku tertentu. Mobley (1977) menyatakan bahwa sebelum karyawan memutuskan keluar dari organisasi maka ia akan melewati beberapa proses atau kondisi, yaitu berpikir untuk keluar (thinking of quitting), intensi untuk mencari pekerjaan lain (intention to search for another job), dan intensi untuk berhenti atau bertahan (intention to quit or stay). Berdasarkan pernyataan ini dapat dilihat bahwa sebelum seseorang keluar dari organisasi, ia akan menjalani beberapa proses kognitif yang kemudian mengarahkannya kepada perilaku aktual turnover. Hal inilah yang disebut dengan intensi. Berdasarkan beberapa pengertian intensi di atas, dapat disimpulkan bahwa intensi merupakan hasil keyakinan dalam diri individu terhadap sesuatu, yang kemudian membentuk sikap tertentu dan akhirnya menghasilkan intensi atau keinginan untuk memanifestasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini

3 14 diperkuat oleh pernyataan Engel, Blackwell, dan Miniard (1995) yang mencatat bahwa sikap sejalan dengan intensi, dan merupakan prediktor perilaku yang baik di masa akan datang. Dari penjelasan-penjelasan di atas telah jelas bahwa intensi dijadikan sebagai tolak ukur untuk memprediksi perilaku. b. Faktor Penentu Intensi Intensi perilaku menururt Fishbein dan Ajzen (1975) dapat dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : 1. Keyakinan perilaku, yang merupakan dasar bagi pembentukan norma subyektif. Di dalam sikap terhadap perilaku terdapat dua aspek pokok, yaitu keyakinan individu bahwa menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu akan menghasilkan akibat-akibat atau hasil-hasil tertentu, dan merupakan aspek pengetahuan individu tentang obyek sikap dapat pula berupa opini individu, hal yang belum tentu sesuai dengan kenyataan. Semakin positif keyakinan individu akan akibat dari suatu obyek sikap, maka akan semakin positif pula sikap individu terhadap obyek tersebut, demikian pula sebaliknya. 2. Keyakinan normatif, yaitu keyakinan individu akan norma, orang sekitarnya dan motivasi individu untuk mengikuti norma tersebut. Di dalam norma subyektif terdapat dua aspek pokok yaitu keyakinan akan harapan dan referensi norma harapan, merupakan pandangan pihak lain yang dianggap penting oleh individu yang menyarankan individu untuk menampilkan atau

4 15 tidak menampilkan perilaku tertentu serta motivasi untuk mematuhi harapan normatif. 3. Kontrol perilaku, yang merupakan dasar bagi pembentukan kontrol perilaku yang dipersepsikan. Kontrol perilaku yang dipersepsi merupakan persepsi terhadap kekuatan faktor-faktor yang mempermudah atau mempersulit. Persepsi terhadap faktor-faktor yang memudahkan atau menghalau faktor yang menyulitkan penampilan perilaku tertentu. Intensi seringkali terlihat sebagai komponen konatif dari sikap dan pada umumnya diasumsikan bahwa komponen konatif tersebut berkaitan dengan komponen afektif dari sikap. Konsepsi/pengertian tersebut telah mengacu pada asumsi terhadap keterikatan yang kuat antara sikap dan intensi (Fishbein & Ajzen, 1975). 2. Turnover a. Pengertian Turnover Penelitian empiris mengenai turnover karyawan telah banyak dilakukan sebagai upaya untuk mengidentifikasi sebab-sebab pengunduran diri karyawan. Satu dasar pemikiran yang penting mengenai turnover karyawan adalah bahwa karyawan yang potensial dapat lebih dikembangkan di kemudian hari dan dapat ditingkatkan ke level atau produktivitas yang lebih tinggi dan juga dapat memberikan kontribusi yang signifikan kepada perusahaan, dengan demikian juga dapat meningkatkan gaji dan penghargaan. Karenanya, pengembangan sumber

5 16 daya manusia mempunyai peranan yang penting dan merupakan satu mata rantai dengan turnover karyawan (Carmeli & Weisberg, 2006). Arti turnover adalah berhentinya seorang karyawan dari tempatnya bekerja secara sukarela menurut pilihannya sendiri (Zeffane, 2003). Kemudian menurut Mobley (2000) turnover adalah penghentian keanggotaan dalam organisasi dengan menerima upah moneter dari organisasi. Selain itu, Mathis dan Jackson (2006) mengatakan bahwa turnover berhubungan dengan kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Turnover adalah proses dimana karyawankaryawan meninggalkan organisasi dan harus segera digantikan. Dan hal ini merupakan salah satu kerugian terbesar yang akan dialami perusahaan ketika banyak karyawannya yang meninggalkan perusahaannya, apalagi karyawan yang keluar adalah karyawan yang berpotensi. Berdasarkan uraian tersebut maka pengertian turnover adalah berhentinya seorang karyawan dari suatu organisasi secara sukarela dan karyawan tersebut menerima upah moneter dari organisasi. b. Jenis Turnover Menurut Mathis dan Jackson (2006) turnover dikelompokkan dalam beberapa cara yang berbeda. Setiap klasifikasi berikut dapat digunakan dan tidak terpisah satu sama lain. 1) Turnover secara tidak sukarela Adalah keluarnya karyawan akibat dari pemecatan karena kinerja yang buruk dan pelanggaran peraturan kerja. Turnover secara tidak sukarela dipicu oleh

6 17 kebijakan organisasional, peraturan kerja, dan standar kinerja yang tidak dipenuhi oleh karyawan. 2) Turnover secara suka rela Adalah keluarnya karyawan yang dikarenakan keinginan sendiri (turnover intention). Turnover secara sukarela dapat disebabkan oleh banyak faktor, termasuk peluang karir, gaji, pengawasan, geografi, dan alasan pribadi atau keluarga. Turnover sukarela juga semakin meningkat seiring dengan bertambahnya ukuran organisasi, yang mana semakin perusahaan besar mempunyai lebih banyak karyawan yang mungkin keluar, semakin perusahaan tersebut bersifat impersonal, begitu pula dengan birokrasi organisasi yang ada dalam perusahaan tersebut. 3) Turnover Fungsional Keluarnya karyawan yang memiliki kinerja lebih rendah atau karyawan yang menganggu proses perusahaan. 4) Turonover Disfungsional Keluarnya karyawan penting, berkompetensi, dan memiliki kinerja yang tinggi. Turnover disfungsional sering kali terjadi pada saat yang kurang tepat. 5) Turnover yang Tidak Dapat Dikendalikan Suatu momentum keluarnya karyawan karena alasan di luar pengaruh pemberi kerja. Alasan-alasan tersebut meliputi karyawan pindah dari daerah geografis, karyawan memutuskan untuk tinggal di rumah untuk alasan keluarga, suami

7 18 atau istri karyawan dipindahkan, atau karyawan adalah mahasiswa yang baru lulus dari perguruan tinggi. 6) Turnover yang Dapat Dikendalikan Suatu momentum keluarnya karyawan karena faktor-faktor yang dipengaruhi oleh pemberi kerja. c. Biaya Turnover Menurut Mathis dan Jackson (2006) salah satu kerugian terbesar dalam terjadinya turnover adalah biaya yang harus dikeluarkan. Model perkiraan biaya turnover ini selalu mempertimbangkan beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah : 1) Biaya Perekrutan Meliputi beban perekrutan dan iklan, biaya pencarian, waktu dan gaji pewawancara dan staf SDM, biaya penyerahan karyawan, biaya relokasi dan pemindahan, waktu dan gaji supervisor dan manajerial, biaya pengujian perekrutan, waktu pengecekan referensi, beban medis sebelum pekerjaan, dan sebagainya. 2) Biaya Pelatihan Meliputi waktu orientasi yang dibayar, waktu dan gaji staf latihan, biaya materi pelatihan, waktu dan gaji para supervisor dan manajer, dan sebagainya. 3) Biaya Produktivitas Meliputi produktivitas yang hilang karena waktu pelatihan karyawan baru, hilangnya hubungan pelanggan, tidak biasa dengan produk dan jasa

8 19 perusahaan, lebih banyak waktu untuk menggunakan sumber dan sistem perusahaan, dan sebagainya. 4) Biaya Pemberhentian Meliputi waktu dan gaji staf dan supervisor SDM untuk mencegah pemberhentian, waktu wawancara keluar kerja, beban pengangguran, biaya hukum yang dituntut oleh karyawan yang diberhentikan, dan sebagainya. d. Indikasi Turnover Menurut Harnoto (2002) turnover ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain absensi yang meningkat, mulai malas kerja, meningkatnya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya. Indikasi-indikasi tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk memprediksikan terjadinya turnover karyawan dalam sebuah perusahaan. 1) Absensi yang meningkat Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya. 2) Mulai malas bekerja Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan bersangkutan.

9 20 3) Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya. 4) Peningkatan protes terhadap atasan Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan. 5) Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover. 3. Intensi Turnover a. Pengertian Intensi Turnover Berdasarkan pengertian intensi dan turnover yang sudah dijelaskan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa intensi turnover adalah keinginan seorang karyawan untuk berhenti atau keluar dari organisasi/perusahaan. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa intensi turnover adalah keinginan untuk berpindah,

10 21 belum sampai pada tahap realisasi yaitu melakukan perpindahan dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya. Harnoto (2002) menyatakan bahwa intensi turnover adalah kadar atau intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan. Banyak alasan yang menyebabkan timbulnya intensi turnover ini dan diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Pendapat tersebut juga relatif sama dengan pendapat yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa intensi turnover pada dasarnya adalah keinginan untuk meninggalkan (keluar) perusahaan. Pendapat ini menunjukkan bahwa intensi turnover merupakan bentuk keinginan karyawan untuk berpindah ke perusahaan lain. Handoko (2001) menyatakan turnover merupakan tantangan khusus bagi pengembangan sumber daya manusia. Karena kejadian-kejadian tersebut tidak dapat diperkirakan, kegiatan-kegiatan pengembangan harus mempersiapkan setiap saat pengganti karyawan yang keluar. Di lain pihak, dalam kasus nyata, program pengembangan perusahaan yang sangat baik justru meningkatkan intensi turnover. Pergantian karyawan atau keluar masuknya karyawan dari organisasi adalah suatu fenomena penting dalam suatu organisasi. Adakalanya pergantian karyawan memiliki dampak positif. Namun sebagian besar pergantian karyawan membawa pengaruh kurang baik bagi organisasi. Dalam arti luas, turnover diartikan sebagai aliran para karyawan yang masuk dan keluar perusahaan (Heidjrachman & Husnan, 1997).

11 22 Tingkat keluar masuknya karyawan yang tinggi dapat mengganggu kelangsungan kerja serta kelangsungan proses produksi. Apabila tingkat intensi keluar karyawan mencapai 2% ke atas bisa dikategorikan tinggi, maka memerlukan penanganan yang serius dari perusahaan. Sebab bila dibiarkan terus berlangsung bukan hanya produksi saja yang terkena dampaknya tetapi juga terhadap mental karyawan yang masih bertahan pada perusahaan (Harnoto, 2002). Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa intensi turnover adalah suatu keinginan yang timbul dari diri karyawan untuk segera meninggalkan perusahaan secara sukarela. Keinginan ini dipicu oleh berbagai faktor, seperti keinginan mendapatkan kompensasi yang lebih, mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, dan sebagainya. b. Aspek-aspek Intensi Turnover Aspek-aspek intensi turnover ini terdiri atas aspek-aspek intensi yang dikemukakan oleh Ajzen dan Fishbein (1975) yang dikaitkan dengan konteks turnover dan terbagi atas 4, yaitu: 1) Perilaku (behavior), yaitu perilaku spesifik yang nantinya akan diwujudkan. Dalam konteks tunover, perilaku spesifik yang akan diwujudkan yaitu bentukbentuk perilaku yang mengarah pada turnover yaitu sering membolos, tidak maksimal bekerja, berusaha mencari kerja lain dan berbuat curang. 2) Sasaran (target), yaitu objek yang menjadi sasaran perilaku. Objek yang menjadi sasaran dari perilaku spesifik dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu orang tertentu/objek tertentu (particular object), sekelompok

12 23 orang/sekelompok objek (a class of object), dan orang atau objek pada umumnya (any object). Dalam konteks tunover, objek yang menjadi sasaran yaitu pekerjaan yang lebih baik, atasan, rekan kerja, absen, dan upah. 3) Situasi (situation), yaitu situasi yang mendukung untuk dilakukannya suatu perilaku (bagaimana dan dimana perilaku itu akan diwujudkan). Situasi dapat pula diartikan sebagai lokasi terjadinya perilaku. Dalam konteks tunover, situasi yang menyebabkan turnover yaitu tidak mendapat promosi dan masa depan. 4) Waktu (time), yaitu waktu terjadinya perilaku yang meliputi waktu tertentu, dalam satu periode atau tidak terbatas dalam satu periode, misalnya waktu yang spesifik (hari tertentu, tanggal tertentu, jam tertentu), periode tertentu (bulan tertentu), dan waktu yang tidak terbatas (waktu yang akan datang). c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intensi Turnover Menurut Toly (2001) faktor-faktor yang menyebabkan intensi turnover ada delapan faktor, diantaranya adalah faktor kepuasan kerja, komitmen organisasional, kepercayaan organisasional, job insecurity, konflik peran, ketidakjelasan peran, locus of control, dan perubahan organisasional. a. Kepuasan kerja Kepuasan kerja merupakan respon afektif seseorang terhadap suatu pekerjaan. Kepuasan kerja bersifat individual dimana tingkat kepuasan antara individu yang satu dengan yang lain berbeda-beda. Biasanya setiap individu akan merasa puas atas pekerjaannya apabila pekerjaan yang ia lakukan telah sesuai

13 24 dengan harapan dan tujuan ia bekerja. Kepuasan kerja merupakan orientasi individu yang berpengaruh terhadap peran dalam bekerja dan karakteristik dari pekerjaanya. Handoko (2001), mendefinisikan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja merupakan cermin perasaan seseorang terhadap pekerjaanya. Menurut Robbins (2006) faktor-faktor yang mendorong kepuasan kerja adalah kerja yang secara mental menantang, kondisi kerja yang mendukung, rekan sekerja yang mendukung, dan kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan. Individu yang merasa terpuaskan dengan pekerjaannya cenderung untuk bertahan dalam organisasi. Sedangkan individu yang merasa kurang terpuaskan dengan pekerjaannya akan memilih untuk keluar dan organisasi. Kepuasan kerja yang dirasakan dapat mempengaruhi pemikiran seseorang untuk keluar. Evaluasi terhadap berbagai alternatif pekerjaan, pada akhirnya akan mewujudkan terjadinya turnover karena individu yang memilih keluar organisasi akan mengharapkan hasil yang lebih memuaskan di tempat lain. b. Komitmen Organisasional Komitmen organisasi merupakan usaha mendefinisikan dan melibatkan diri dalam organsasi dan tidak ada keinginan meninggalkannya (Robbins, 2006). Steers dan Porter (1987) mendefinisikan komitmen merupakan sikap seseorang dalam mengidentifikasikan dirinya terhadap organisasi beserta nilai-nilai dan tujuannya serta keinginan untuk tetap menjadi anggota untuk mencapai tujuan.

14 25 Mowday, Porter, dan Steers (1982) menjelaskan bahwa sebagai sikap, komitmen organisasi paling sering didefinisikan sebagai 1) keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu, 2) keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi, dan 3) keyakinan tertentu, penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Dengan kata lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. c. Kepercayaan Organisasional Kepercayaan organisasional merupakan tahapan dimana seseorang mau beranggapan bahwa orang lain memiliki niat baik dan berkeyakinan pada perkataan serta perbuatan orang lain (Debora, 2006). Kepercayaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keterpaduan kelompok, persepsi pada keputusan yang adil, perilaku anggota kelompok, kepuasan kerja dan efektivitas organisasi. Ketidak percayaan timbul ketika informasi disimpan sendiri, sumber daya dialokasi secara inkonsisten, dan ketika para karyawan tidak mendapat dukungan dari manajemen. Kepercayaan organisasional terjadi pada beberapa level (individu, kelompok, institusi) dan memiliki sifat-sifat: 1) berakar pada budaya organisasi, yang berarti bahwa kepercayaan terikat erat pada norma-norma, nilai-nilai, dan keyakinan dari budaya organisasi, 2) berbasis komunikasi, yang berarti bahwa kepercayaan adalah keluaran dari perilaku-perilaku komunikasi, seperti misalnya

15 26 menyediakan informasi yang akurat, memberikan penjelasan penjelasan mengenai keputusan-keputusan dan menunjukkan keterbukaan, 3) bersifat dinamis, yang berarti bahwa kepercayaan mengalami perubahan secara konstan ketika ia berdaur melalui fase-fase pembangunan, menjadi stabil, dan menjadi larut, 4) bersifat multidimensional, yang berarti kepercayaan terdiri dari banyak faktor pada tingkat kognitif, emosional, dan perilaku, dimana kesemuanya mempengaruhi persepsi seseorang atas kepercayaan (Shockley-Zalabak, Ellis, & Winograd, 2000). d. Job Insecurity Ketidakamanan kerja didefinisikan sebagai ketidakberdayaan seseorang secara terus menerus dalam mewujudkan keinginannya pada sebuah situasi kerja yang menakutkan (Greenhalgh & Rosenblatt, 1984). Ketidakamanan kerja mencakup hal-hal seperti tidak adanya kesempatan promosi, kondisi pekerjaan umumnya dan kesempatan karir jangka panjang (Jacobson, 1991). Ketidakamanan kerja tidak dapat dipisahkan dari perhatian terhadap ketidakpastian kelanjutan pekerjaan seseorang dan situasi yang tidak pasti yang dihasilkan dari adanya perubahan dalam organisasi seperti downsizing, merger dan reorganisasi. Selama perubahan-perubahan organisasional seperti downsizing dan merger dianggap sebagai suatu ancaman bagi harapan-harapan karyawan, maka inilah yang disebut sebagai ketidakamanan kerja (Davy, Kinicki, & Scheck 1997).

16 27 Berdasarkan bukti-bukti empiris ketidakamanan kerja merupakan determinan penting bagi kesehatan tenaga kerja, kehidupan fisik dan psikologis karyawan (Jacobson, 1991), pengunduran diri karyawan (Arnold & Feldman, 1982), retensi karyawan (Ashford, Lee, & Bobko, 1989), dan komitmen organisasional (Iverson, 1996). e. Konflik Peran Dalam kondisi persaingan bisnis yang ketat, karyawan dituntut untuk memainkan perannya lebih cepat dan lebih baik. Tuntutan peran menjadi tekanan bagi karyawan ketika karyawan harus memenuhi satu harapan namun sulit atau tidak bisa memenuhi harapan yang lain. Konflik peran merupakan suatu gejala psikologis yang dialami oleh anggota organisasi yang bisa menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja (Puspa & Bambang, 1999). Gibson, Ivancevich, dan Donelly (1995) menyatakan konflik peran adalah dua atau lebih tuntutan yang dihadapi individu secara simultan, di mana pemenuhan yang satu menghalangi pemenuhan yang lainnya. Konflik peran terjadi ketika ada berbagai tuntutan dari banyak sumber yang menyebabkan karyawan menjadi kesulitan dalam menentukan tuntutan apa yang harus dipenuhi tanpa membuat tuntutan lain diabaikan (Rizzo, House, & Lirtzman, 1970). Kreitner dan Kinicki (2001) menyatakan bahwa ketika individu merasakan adanya tuntutan yang saling bertentangan dari orang-orang di sekitar maka individu tersebut sedang mengalami konflik peran. Jadi konflik peran adalah pertentangan rangkaian tuntutan atau harapan yang disampaikan oleh anggota-

17 28 anggota perangkat peranan (role set) di mana pemenuhan satu tuntutan akan menghalangi pemenuhan tuntutan yang lainnya. f. Ketidakjelasan Peran Ketidakjelasan peran adalah tidak cukupnya informasi yang dimiliki serta tidak adanya arah dan kebijakan yang jelas (Rizzo, House, & Lirtzman, 1970). Individu mengalami ketidakjelasan peran apabila mereka merasa tidak adanya kejelasan ekspektasi pekerjaan mereka, seperti kurangnya informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan mereka atau tidak memperoleh kejelasan mengenai deskripsi tugas dari pekerjaan mereka. Ketidakjelasan peran muncul karena tidak cukupnya informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas-tugas atau pekerjaan yang diberikan dengan cara yang memuaskan (Peterson & Smith, 1995). Pada umumnya seseorang yang mengalami ketidakjelasan peran akan merasa cemas, menjadi lebih tidak puas, dan melakukan tugas dengan kurang efektif dibandingkan individu lainnya, sehingga dapat menurunkan kinerja mereka. Ketidakjelasan peran juga sama halnya dengan konflik peran yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja dan dapat menurunkan motivasi kerja yang pada akhirnya mengakibatkan penurunan kinerja dan bahkan mengakibatkan karyawan mengalami turnover. g. Locus of Control Locus of Control adalah istilah dalam psikologi yang mengacu pada keyakinan seseorang tentang apa yang menyebabkan hasil yang baik atau buruk

18 29 dalam hidupnya, baik secara umum atau di daerah tertentu seperti kesehatan atau akademik. Menurut Rotter (1960) Locus of Control mengacu pada sejauh mana orang percaya bahwa mereka dapat mengendalikan peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi mereka. Individu yang tinggi Locus of Control internal percaya bahwa peristiwa yang terjadi merupakan akibat dari perilaku mereka sendiri. Mereka memiliki kontrol yang lebih baik dari perilaku mereka, cenderung menunjukkan lebih banyak perilaku politik, dan lebih mungkin untuk mencoba mempengaruhi orang lain. Sedangkan mereka yang tinggi Locus of Control eksternal percaya bahwa kekuatan orang lain, takdir, atau kebetulan yang menentukan suatu peristiwa terjadi. Mereka lebih cenderung untuk menganggap bahwa usaha mereka akan berhasil. Mereka lebih aktif dalam mencari informasi dan pengetahuan tentang situasi mereka. h. Perubahan Organisasional Perubahan organisasi merupakan pergeseran dari keadaan sekarang suatu organisasi menuju pada keadaan yang diinginkan di masa depan. Perubahan tersebut dapat terjadi pada struktur organisasi, proses mekanisme kerja, sumber daya manusia dan budaya. Perubahan adalah membuat sesuatu menjadi berbeda dan perubahan berarti bahwa kita harus merubah dalam cara mengerjakan atau berfikir tentang sesuatu. Pada dasarnya semua perubahan yang dilakukan mengarah pada peningkatan efektiftas organisasi dengan tujuan mengupayakan perbaikan kemampuan organisasi dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan

19 30 serta perubahan perilaku anggota organisasi (Robbins, 2003). Lebih lanjut Robbins menyatakan perubahan organisasi dapat dilakukan pada struktur yang mencakup strategi dan sistem, teknologi, penataan fisik dan sumber daya manusia. Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat turnover yang cenderung tinggi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kepuasan kerja, komitmen organisasional, kepercayaan organisasional, job insecurity, konflik peran, ketidakjelasan peran, locus of control, dan perubahan organisasional. B. Bullying di Tempat Kerja 1. Definisi Bullying di Tempat Kerja Bullying di tempat kerja merupakan perilaku interpersonal negatif yang dilakukan oleh rekan kerja atau atasan terhadap karyawan secara berulang-ulang dan terus menerus (Einarsen & Skogstad, 1996; Hoel & Cooper, 2000). Sementara itu Olweus (1999) mendefinisikan bullying sebagai bagian dari perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang dan terdapat ketidakseimbangan kekuatan sehingga sulit bagi karyawan yang mengalami bullying untuk membela dirinya sendiri. Bullying di tempat kerja terdiri atas tindakan verbal dan nonverbal yang bermusuhan seperti melecehkan, menyinggung, pengecualian sosial atau mengintimidasi anggota organisasi (Di Martino, Hoel, & Cooper, 2003; Einarsen, Hoel, Zapf, & Cooper, 2003). Perilaku bermusuhan dikatakan sebagai bullying (1)

20 31 harus ditampilkan secara sistematis dalam suatu periode waktu; (2) target harus mengalami kesulitan dalam membela dirinya sendiri terhadap tindakan ini dan (3) harus dirasakan oleh target sebagai perilaku yang menindas, tidak adil, memalukan, dan merusak. Suatu konflik tidak bisa disebut bullying jika insiden tersebut merupakan peristiwa yang terisolasi atau jika dua pihak kira-kira memiliki kekuatan yang sama dalam konflik (Einarsen dkk., 2003). Australian Public Service Commission (2009) mendefinisikan bullying sebagai perilaku berulang dan tidak beralasan yang cukup dapat dianggap mempermalukan, mengintimidasi, mengancam atau merendahkan seseorang atau sekelompok orang sehingga menimbulkan resiko bagi kesehatan dan keselamatan orang tersebut. Bullying di tempat kerja dapat terjadi karena disengaja dimana tindakan yang dilakukan memang dimaksudkan untuk mempermalukan, menyinggung perasaan, mengintimidasi atau menekan, terlepas dari perilaku tersebut menimbulkan efek yang diinginkan atau tidak. Bullying juga dapat terjadi secara tidak disengaja, dimana tindakan yang dilakukan tidak dimaksudkan untuk mempermalukan, menyinggung perasaan, mengintimidasi atau menekan, namun menimbulkan efek yang cukup berarti. Hoel dan Cooper (2000) mengemukakan bullying sebagai sebuah situasi dimana satu atau beberapa individu terus-menerus selama periode waktu tertentu menerima tindakan negatif dari satu atau beberapa orang dan target bullying mengalami kesulitan dalam membela dirinya sendiri terhadap tindakan ini. Fokus dari perilaku bullying biasanya pada kompetensi individual atau kurangnya

21 32 kompetensi yang dimiliki karyawan, namun dalam kenyataannya target bullying biasanya adalah karyawan yang kompeten dan populer dengan proyeksi pada ketidakmampuan sosial, interpersonal dan profesional dari target (Field, 2005). Selanjutnya Hoel, Rayner, dan Cooper (1999) mengungkapkan bahwa bullying meliputi berbagai perilaku baik yang melibatkan kekerasan ataupun tidak, seperti melecehkan, menyinggung atau mengucilkan secara sosial. Perilaku tersebut harus terjadi secara teratur dan dalam kurun waktu tertentu agar dapat diklasifikasikan sebagai bullying (Einarsen & Mikkelsen, 2003). Klasifikasi perilaku bullying tergantung pada perspektif karyawan yang mengalami bullying, mengingat bahwa perilaku tertentu dapat dianggap oleh satu orang sebagai bullying tapi tidak oleh orang lain (Liefooghe & Davey, 2003). Leymann (1996) menyatakan bahwa durasi bullying harus berlangsung sampai 6 bulan dan terjadi paling tidak sekali seminggu. Di sisi lain Zapf dan Einarsen (2001) mengemukakan bahwa jika durasi bullying kurang dari 6 bulan dan terjadi kurang dari sekali seminggu, sudah cukup untuk dimasukkan dalam perilaku bullying. Namun ada kesepakatan bahwa bullying harus diarahkan terhadap target tertentu, terdapat lebih dari satu tindakan dan target berada dalam posisi yang sulit untuk membela dirinya sendiri. Lutgen-Sandvik dan Sypher (2009) mengemukakan bahwa bullying dapat dilihat dari sudut pandang pelaku dan target. Pelaku merupakan individu yang melakukan bullying terhadap orang lain dan target merupakan individu yang menjadi sasaran perilaku bullying. Dalam penelitian ini difokuskan pada bullying

22 33 di tempat kerja dilihat dari sudut pandang karyawan sebagai sasaran perilaku bullying. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa bullying di tempat kerja merupakan berbagai bentuk perilaku negatif baik disengaja ataupun tidak disengaja yang dilakukan secara berulang-ulang yang terjadi dalam kurun waktu tertentu, dan dianggap dapat mempermalukan, menyinggung perasaan, mengintimidasi atau menekan serta menimbulkan efek yang tidak diinginkan terhadap karyawan yang mengalami bullying. 2. Bentuk Perilaku Bullying Rayner dan Hoel (1997) mengemukakan perilaku yang termasuk kategori bullying berupa: a. Ancaman terhadap status professional Misalnya meremehkan pendapat, penghinaan publik, menuduh karyawan kurang mau berusaha. b. Ancaman terhadap posisi pribadi Misalnya memberi nama panggilan yang mengejek, penghinaan, intimidasi, dan merendahkan dengan mengacu pada usia karyawan. c. Isolasi Misalnya mencegah akses untuk mendapatkan kesempatan mengikuti pelatihan, isolasi fisik atau sosial dan penundaan pemberian informasi.

23 34 d. Beban kerja yang berlebihan Misalnya memberikan tekanan yang tidak semestinya, tenggat waktu yang tidak mungkin, dan gangguan yang tidak perlu. e. Destabilisasi Misalnya mengingatkan kesalahan yang dilakukan berulangkali, memberikan tugas yang tidak berarti, penghapusan tanggungjawab dan sengaja menggagalkan tugas yang telah dilakukan karyawan. Selain dalam bentuk tekanan fisik, bullying juga bisa terjadi dalam bentuk lain. Berikut ini bentuk-bentuk bullying yang pernah dilaporkan terjadi di tempat kerja, yaitu: 1. Dituduh melakukan kesalahan (42%) 2. Tidak dianggap (39%) 3. Diberlakukan kebijakan dan standar yang berbeda dari pekerja lain (36%) 4. Terus-menerus dikritik (33%) 5. Diteriaki oleh seseorang di depan teman kerja lainnya (28%) 6. Digosipkan (26%) 7. Dilempari komentar-komentar tentang hasil pekerjaan yang dinilai buruk, dan disampaikan saat rapat (24%) 8. Dikeluarkan dari proyek atau rapat (18%) 9. Diledek untuk hal-hal personal (15%) Einarsen, Hoel dan Notelaers (2009) mengklasifikasikan perilaku bullying ke dalam tiga bentuk, yaitu :

24 35 a. Work related bullying Merupakan segala macam bentuk perilaku yang membuat situasi kerja menjadi sulit bagi karyawan yang mengalami bullying. Diantaranya menetapkan tenggat waktu yang tidak masuk akal, beban kerja yang berlebihan, memberikan tugas yang terlalu mudah atau sedikit, selalu mengkritik hasil kerja karyawan. b. Person related bullying Merupakan segala macam bentuk perilaku yang mengintimidasi pribadi karyawan yang mengalami bullying. Diantaranya meremehkan kemampuan intelektual karyawan, komentar yang menghina, menyebarkan gosip atau rumor secara berlebihan, isolasi dan pengucilan sosial. c. Physical intimidation bullying Merupakan segala macam bentuk perilaku yang melibatkan kekerasan fisik atau resiko kekerasan. Diantaranya diteriaki oleh atasan, menunjuk dengan jari tengah atau menghalangi jalan. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat berbagai bentuk perilaku bullying yang secara umum dapat dikelompokkan menjadi work related bullying, person related bullying dan physical intimidation bullying.

25 36 3. Tipe Bullying di Tempat Kerja Lutgen-Sandvick dan Sypher (2009) mengemukakan tiga tipe bullying yang terjadi di tempat kerja, yaitu : a. Dispute-related bullying Berawal dari pertentangan interpersonal yang secara ekstrim meningkat dan menjadi konflik yang mengakar. Tujuan bullying disini adalah untuk menghukum karyawan atas kesalahan yang dilakukan atau memprovokasi karyawan agar merasa bertanggungjawab. b. Predatory bullying Dimulai dengan fakta bahwa karyawan kebetulan berada dalam situasi di mana seseorang melakukan penyalahgunaan wewenang terhadap mereka atau menggunakan agresi untuk memperoleh keuntungan pribadi, misalnya dengan berbicara buruk tentang rekan kerja untuk mendapatkan tugas yang lebih menarik untuk diri sendiri. Tujuan bullying dalam hal ini adalah untuk menunjukkan kekuasaan, memaksa seseorang untuk taat dan mendapatkan keuntungan pribadi. Predatory bullying dapat dibedakan menjadi : 1) Authoritative bullying Merupakan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan melalui jabatan dalam organisasi (Hoel, Cooper, & Faragher, 2001).

26 37 2) Displaced bullying Biasa disebut scapegoating, merupakan bentuk agresi terhadap orang lain selain sumber provokasi karena agresi terhadap sumber agresi dianggap terlalu berbahaya (Neuman & Baron, 2003). Hal ini terjadi ketika meningkatnya frustrasi atau stres disebabkan oleh faktor di tempat kerja yang menyebabkan karyawan menunjukkan agresi terhadap orang lain. 3) Discriminatory bullying Merupakan pelecehan terhadap karyawan yang disebabkan oleh prasangka, biasanya pada karyawan yang berbeda dari yang lain, karyawan yang menolak aturan yang ada atau karyawan yang menjadi anggota kelompok tertentu di luar organisasi (Rayner, Hoel, & Cooper, 2002). c. Organizational bullying Mengindikasikan praktik organisasi yang menindas, eksploitatif dan control yang berlebihan, misalnya perampingan perusahaan, pekerjaan alih daya dan lembur tanpa kompensasi (Liefooghe & Davey, 2001) C. Dinamika Peranan Bullying di Tempat Kerja terhadap Intensi Turnover Pada Karyawan Sumber daya manusia dipandang sebagai aset perusahaan yang penting, karena manusia merupakan sumber daya yang dinamis dan selalu dibutuhkan dalam setiap proses produksi barang dan jasa. Sumber daya manusia dalam

27 38 organisasi terdiri atas karyawan-karyawan yang merupakan penggerak dan harus selalu diperhatikan, dipertahankan serta dikembangkan oleh organisasi (Kurniasari, 2005). Ketika terdapat kondisi kerja yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh karyawan maka karyawan akan memiliki keinginan untuk pindah kerja (turnover intention) (Rokhmah & Riani, 2005). Selain itu, dengan tidak adanya kesempatan untuk promosi atau jenjang karir, serta upah yang tidak sesuai dengan keinginan karyawan juga akan menimbulkan turnover pada karyawan (Andini, 2006). Hal inilah yang tentunya tidak diharapkan oleh perusahaan. Apalagi ketika didapati bahwa karyawan yang berprestasi tinggilah yang justru lebih memilih untuk meninggalkan perusahaan (Kompas Cyber Media, 2007). Tentunya hal tersebut akan memberikan dampak buruk bagi perusahaan karena untuk mendapatkan karyawan yang berprestasi tinggi bukanlah hal yang mudah (Zhang & Zhang, 2006). Selain itu, pekerjaan yang menimbulkan stress merupakan salah satu alasan seseorang untuk beralih dari pekerjaan yang sebelumnya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa banyaknya sumber stress (stressor) pada pekerjaan berkorelasi positif dengan keinginan karyawan untuk meninggalkan pekerjaannya (Hang-yue, Foley, & Loi, 2005; Podsakof, Lepine, & Lepine, 2007). Bullying di tempat kerja merupakan salah satu stressor kerja dan dianggap sebagai faktor stres kerja utama (Kivimaki dkk., 2003).

28 39 Bullying di tempat kerja dinyatakan secara terang-terangan atau diamdiam dan mungkin ditargetkan di tempat kerja atau pada karakteristik pribadi korban (Djurkovic, McCormack, & Casimir, 2008). Di banyak negara, serikat buruh, organisasi profesi, dan departemen sumber daya manusia (SDM) menjadi lebih sadar selama dekade terakhir mengenai perilaku seperti intimidasi, penghinaan publik, serangan nama panggilan, pengucilan sosial, dan kontak fisik yang tidak diinginkan memiliki potensi untuk merusak integritas dan kepercayaan karyawan serta mengurangi efisiensi (Niedl, 1996). Bullying di tempat kerja juga memiliki efek negatif yang luas terhadap organisasi secara keseluruhan, yang mana karyawan akan memperlihatkan perilaku organizational citizenship yang kurang (Constantino, Domingez, & Galan, 2006) dan perilaku kerja kontraproduktif yang lebih banyak (Einarsen dkk., 2003). Selain itu, akan berkurangnya kepuasan dan komitmen terhadap organisasi (Hoel & Cooper, 2000), menurunnya produktivitas (Hoel, Einarsen, & Cooper, 2003), meningkatkan absensi (Vartia, 2001), kecenderungan untuk meninggalkan pekerjaan dan pada akhirnya turnover (McCormack, Casimir, Djurkovic, & Yang, 2009). Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hoel dan Salin (2003) yang mengatakan bahwa adanya bullying di tempat kerja akan mempengaruhi kinerja karyawan, yang diikuti dengan meningkatnya absensi karyawan dan kemudian keluar dari organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Ocel dan Aydin (2012) mengenai workplace bullying dan turnover intention menunjukkan bahwa terdapat

29 40 hubungan yang positif antara workplace bullying dan turnover intention. Artinya, semakin tinggi bullying di tempat kerja maka semakin tinggi pula keinginan karyawan untuk pindah kerja. Hasil penelitian tersebut juga sejalan dengan hasil penelitian Rasool dkk (2013) yaitu workplace bullying memiliki hubungan yang positif terhadap turnover intention. Hal yang sama juga ditunjukkan pada penelitian Djurkovic, McCormack, dan Casimir (2004) yaitu terdapat korelasi positif yang signifikan antara workplace bullying dan turnover intention. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa bullying di tempat kerja memiliki peranan terhadap intensi turnover pada karyawan. D. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada peranan positif bullying di tempat kerja terhadap intensi turnover pada karyawan. Semakin tinggi karyawan mengalami bullying di tempat kerja maka akan semakin tinggi tingkat intensi turnover pada karyawan dan sebaliknya, semakin rendah karyawan mengalami bullying di tempat kerja maka akan semakin rendah tingkat intensi turnover pada karyawan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Tindakan Beralasan Teori tindakan beralasan yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) menyatakan bahwa perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pada dasarnya merupakan sekelompok orang yang bekerja sama

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pada dasarnya merupakan sekelompok orang yang bekerja sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi pada dasarnya merupakan sekelompok orang yang bekerja sama dalam struktur dan koordinasi tertentu untuk mencapai serangkaian tujuan tertentu. Untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Definisi turnover intention Turnover intentions (keinginan berpindah) mencerminkan keinginan individu untuk meninggalkan organisasi dan mencari alternatif pekerjaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait (review of related

BAB II LANDASAN TEORI. Peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait (review of related BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait (review of related literature). Sesuai dengan arti tersebut, suatu tinjauan pustaka berfungsi sebagai peninjauan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Turnover Intention 1. Intention a. Definisi Intention Intention (Intensi) adalah satu perjuangan guna mencapai satu tujuan, ciri-ciri yang dibedakan dari proses-proses psikologis,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Karyawan pada Organisasi 1. Definisi Komitmen Karyawan pada Organisasi Mowday, Porter & Steers (1982) mendefinisikan komitmen karyawan pada organisasi sebagai kekuatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. karyawan memihak organisasi tertentu beserta tujuan-tujuannya dan adanya

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. karyawan memihak organisasi tertentu beserta tujuan-tujuannya dan adanya BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Komitmen organisasional Komitmen organisasional merupakan satu keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu beserta

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, peneliti akan memaparkan penelitian dan teori yang diperoleh dari beberapa sumber. Pada bab sebelumnya, telah disebutkan bahwa peneliti akan menganalisa hubungan antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Turnover. Definisi Intensi turnover menurut Harnoto (2002) adalah kadar atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Turnover. Definisi Intensi turnover menurut Harnoto (2002) adalah kadar atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Turnover 1. Pengertian Intensi Turnover Definisi Intensi turnover menurut Harnoto (2002) adalah kadar atau intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Intention To Quit 2.1.1. Pengertian Intention To Quit Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Suartana, 2010). Menurut Luthans, 2006 (dalam Harini et al., 2010), teori ini

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Suartana, 2010). Menurut Luthans, 2006 (dalam Harini et al., 2010), teori ini BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Atribusi Teori atribusi mempelajari proses bagaimana seseorang menginterpretasikan suatu peristiwa, alasan atau sebab perilakunya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Workplace bullying Bullying adalah tindakan yang sistematis, kemungkinan akan berlanjut tanpa intervensi tertentu, dan mungkin terkait dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Stres Kerja Mangkunegara (2005: 28), mengatakan bahwa stres kerja adalah: perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi yang modern sekarang ini, sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi yang modern sekarang ini, sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi yang modern sekarang ini, sumber daya manusia yang produktif sangatlah dibutuhkan oleh perusahaan. Perusahaan harus mampu membangun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigi. Setiap roda gigi mempenyuai tugas masing masing, tetapi harus saling

BAB I PENDAHULUAN. gigi. Setiap roda gigi mempenyuai tugas masing masing, tetapi harus saling BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perusahaan sama halnya dengan sebuah jam yang memiliki banyak roda gigi. Setiap roda gigi mempenyuai tugas masing masing, tetapi harus saling berhubungan dan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia merupakan faktor dominan dalam penentuan jalannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya manusia merupakan faktor dominan dalam penentuan jalannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor dominan dalam penentuan jalannya roda usaha suatu perusahaan, karena manusia adalah faktor pendukung yang utama dalam berlangsungnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS Pengertian Organizational Citizenship Behavior

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS Pengertian Organizational Citizenship Behavior BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Organizational Citizenship Behavior 2.1.1.1 Pengertian Organizational Citizenship Behavior Organizational Citizenship

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention

BAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) 1.1.1 Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kompensasi 2.1.1.1 Pengertian Kompensasi Pengertian kompensasi secara umum merupakan balas jasa yang diberikan atas hasil kerja dan kontribusi yang telah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori motivasi Vroom (1964) Teori motivasi Vroom (1964) tentang cognitive of motivation menjelaskan mengapa seseorang tidak akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dengan tujuan utama untuk mencari keuntungan semaksimal. keuntungan yang lebih besar. Akan tetapi permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dengan tujuan utama untuk mencari keuntungan semaksimal. keuntungan yang lebih besar. Akan tetapi permasalahan-permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya perkembangan dunia usaha yang selaras dengan peningkatan kondisi perekonomian di Indonesia menuntut adanya persaingan yang ketat di dalamnya. Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2006, p.3), manajemen sumber daya manusia adalah rancangan rancangan sistem formal

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN TEORETIS

BAB 2 KAJIAN TEORETIS BAB 2 KAJIAN TEORETIS 2.1 Definisi Konsep 2.1.1 Turnover Intention Turnover intention (keinginan keluar dari pekerjaan) merupakan tanda awal terjadinya turnover (keluar dari pekerjaan) (Sunarso, 2000).

Lebih terperinci

Judul : Pengaruh Keterikatan Kerja, Persepsi Dukungan Organisasional dan Komitmen Organisasional Terhadap Turnover Intention Karyawan Muji Motor

Judul : Pengaruh Keterikatan Kerja, Persepsi Dukungan Organisasional dan Komitmen Organisasional Terhadap Turnover Intention Karyawan Muji Motor Judul : Pengaruh Keterikatan Kerja, Persepsi Dukungan Organisasional dan Komitmen Organisasional Terhadap Turnover Intention Karyawan Muji Motor Nama : Sella Bitha NIM : 1215251059 Abstrak Turnover Intention

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu berubah sehingga menuntut perusahaan untuk mampu beradaptasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. selalu berubah sehingga menuntut perusahaan untuk mampu beradaptasi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Ditengah iklim persaingan usaha yang semakin ketat menuntut perusahaan untuk selalu bisa beradaptasi dalam menghadapi situasi perekonomian yang tidak menentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peran sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan penentu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peran sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan penentu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan penentu yang sangat penting bagi keefektifan dan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Mahdi et al., 2012). Widjaja et al. (2011) mengungkapkan bahwa proses turnover

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Mahdi et al., 2012). Widjaja et al. (2011) mengungkapkan bahwa proses turnover BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Turnover Intention 2.1.1 Pengertian Turnover Intention Turnover intention adalah kecenderungan niat karyawan untuk berhenti dari pekerjaannya secara sukarela

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Merokok 1. Intensi Merokok Intensi diartikan sebagai niat seseorang untuk melakukan perilaku didasari oleh sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan bisa bersumber dari tabungan nasional dan pinjaman luar

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan bisa bersumber dari tabungan nasional dan pinjaman luar BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tabungan dan Investasi merupakan indikator tingkat pertumbuhan ekonomi. Negara berkembang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan sumber dana yang besar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpangkas dan kurang diperhatikan, hal ini tentu akan menimbulkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. terpangkas dan kurang diperhatikan, hal ini tentu akan menimbulkan dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini industri penerbit dan percetakan mengalami pertumbuhan yang sangat cepat, terbukti dengan menjamurnya usaha serupa di kota Surakarta, di tengah persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan persaingan yang ketat diantara perusahaan-perusahaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan persaingan yang ketat diantara perusahaan-perusahaan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi mempunyai dampak dalam dunia usaha. Globalisasi menimbulkan persaingan yang ketat diantara perusahaan-perusahaan untuk mendapatkan pasar yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Turnover Intention Keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaan yakni mengenai pergerakan tenaga kerja keluar dari organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Globalisasi, liberalisasi perdagangan, deregulasi dan. organisasi dihadapkan pada lingkungan yang serba tidak pasti.

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Globalisasi, liberalisasi perdagangan, deregulasi dan. organisasi dihadapkan pada lingkungan yang serba tidak pasti. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belakangan ini lingkungan bisnis mengalami perubahan yang sangat cepat. Globalisasi, liberalisasi perdagangan, deregulasi dan kemajuan teknologi informasi menciptakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. mengoreksi apakah sebelumnya ada peneliti yang pernah menulis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. mengoreksi apakah sebelumnya ada peneliti yang pernah menulis 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka adalah uraian tentang kajian teoritik yang relevan dengan masalah yang diteliti. Penyusunan tinjauan pustaka bertujuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan di setiap perusahaan tidak selamanya sama. Seorang pemimpin terkadang memiliki masalah yang kompleks terhadap karyawan didalam perusahaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2006:3), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah rancangan sistem-sistem formal

Lebih terperinci

BABUI METODOLOGI PENELITIAN

BABUI METODOLOGI PENELITIAN 23 BABUI METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel Untuk melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan populasi staf Kantor Akuntan Publik di daerah D I Yogyakarta, sedangkan sampel diambil secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam menggerakkan roda perkembangan dan laju produktivitas perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam menggerakkan roda perkembangan dan laju produktivitas perusahaan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia dalam sebuah perusahaan memiliki peran sentral dalam menggerakkan roda perkembangan dan laju produktivitas perusahaan, karena manusia merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Turnover Intention 1.1. Definisi Turnover Intention Turnover intention (keinginan berpindah kerja) merupakan kecenderungan atau intensitas individu untuk meninggalkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. yang digunakan oleh para pemakainya dalam proses pengambilan keputusan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. yang digunakan oleh para pemakainya dalam proses pengambilan keputusan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Akuntansi Keperilakuan 2.1.1.1 Pengertian Akuntansi Keperilakuan Akuntansi adalah suatu sistem untuk menghasilkan informasi keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan aset penting bagi sebuah perusahaan, dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan aset penting bagi sebuah perusahaan, dan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan aset penting bagi sebuah perusahaan, dan merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam sebuah perusahaan yang dapat diukur melalui sebuah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Marihot Tua E.H. menjelaskan bahwa manajemen sumber daya manusia didefinisikan: Human resources management is the activities undertaken to

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Komitmen organisasi 1. Pengertian Komitmen merupakan perilaku seseorang terhadap organisasi atau perusahaan dimana individu tersebut bisa bersikap tegas dan berpegang teguh pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terpenting di dalamnya. Tanpa adanya manusia, organisasi tidak mungkin dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terpenting di dalamnya. Tanpa adanya manusia, organisasi tidak mungkin dapat digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia usaha dan industri tidak lepas dari adanya unsur manusia. Apa pun bentuk dan kegiatan suatu organisasi, manusia selalu memainkan peranan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational citizenship behavior

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Komitmen Organisasi 1.1 Definisi Komitmen Organisasi Kata komitmen berasal dari kata latin yang berarti to connect. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar belakang

1 PENDAHULUAN Latar belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar belakang Organisasi menghadapi persaingan yang amat ketat dan kompetitif saat ini. Globalisasi, perkembangan komunikasi dan teknologi informasi yang terjadi cepat selama 20 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turnover intention serta karyawan terlibat perilaku kerja kontraproduktif.

BAB I PENDAHULUAN. turnover intention serta karyawan terlibat perilaku kerja kontraproduktif. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan aset terpenting dalam perusahaan yang menjadi salah satu penentu berkembangnya suatu perusahaan. Masalah-masalah yang menyangkut sumber

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Kinerja di Balai Ternak Embrio Bogor. Hasil penelitian ini menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Teoritis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Teoritis BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penjelasan Teoritis 1. Komitmen Organisasi a. Pengertian Komitmen Organisasi Dalam prilaku organisasi, terdapat beragam definisi tentang komitmen organisasi. Sebagai suatu sikap,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, oleh karena itu perusahaan membutuhkan manusia-manusia yang berkualitas tinggi, memiliki

BAB I PENDAHULUAN. ini, oleh karena itu perusahaan membutuhkan manusia-manusia yang berkualitas tinggi, memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan penggerak roda organisasi dalam mencapai dan mewujudkan tujuan dan sasaran yang ditetapkan organisasi, dengan kata lain sumber

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Harman et al. (2009) mengemukakan teori tradisional turnover ini menunjukkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Harman et al. (2009) mengemukakan teori tradisional turnover ini menunjukkan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Tradisional Turnover Dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah teori tradisional turnover. Harman et al. (2009) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai upaya untuk mengidentifikasi sebab-sebab pengunduran diri karyawan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai upaya untuk mengidentifikasi sebab-sebab pengunduran diri karyawan. 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Turnover Penelitian empiris mengenai turnover karyawan telah banyak dilakukan sebagai upaya untuk mengidentifikasi sebab-sebab pengunduran diri karyawan. Simamora (1997) dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Industri makanan dan minuman merupakan salah satu sektor industri yang sangat menjanjikan. Data menunjukkan bahwa persentase pertumbuhan industri makanan cenderung meningkat

Lebih terperinci

HUBUNGAN KOMITMEN ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP INTENSI KELUAR KARYAWAN PADA PT. PURNA GRAHA ABADI TASIKMALAYA. Oleh: Reza Rizky Aditya

HUBUNGAN KOMITMEN ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP INTENSI KELUAR KARYAWAN PADA PT. PURNA GRAHA ABADI TASIKMALAYA. Oleh: Reza Rizky Aditya HUBUNGAN KOMITMEN ORGANISASI DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP INTENSI KELUAR KARYAWAN PADA PT. PURNA GRAHA ABADI TASIKMALAYA Oleh: Reza Rizky Aditya Abstrak Sumber daya manusia salah satu sumber daya perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. SDM dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas perusahaan. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. SDM dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas perusahaan. Tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini banyak perusahaan menyadari bahwa SDM merupakan masalah perusahaan yang paling penting, karena melalui sumber daya manusialah yang menyebabkan sumber

Lebih terperinci

Penempatan Pegawai. School of Communication & Business Inspiring Creative Innovation. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior)

Penempatan Pegawai. School of Communication & Business Inspiring Creative Innovation. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) 1. Pendahuluan (26/08/2015) 2. Dasar Perilaku Individu (02/09/2015) Penempatan Pegawai 3. Kepribadian dan Emosi dan mengumpulkan tugas ke 1 (09/09/2015) 4.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas.

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam manajemen Sumber Daya Manusia (SDM), karena secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aset terpenting dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aset terpenting dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aset terpenting dalam sebuah organisasi, yang dapat menggerakkan sumber daya lainnya. SDM secara tidak langsung dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Telah kita ketahui bersama bahwa manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam kegiatan suatu organisasi, karena manusia sebagai perencana,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di dalam suatu perusahaan diperlukan sumber daya manusia yang handal, ahli, dan terampil untuk memajukan perusahaan itu sendiri. Sumber daya manusia (SDM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persaingan kerja yang sehat dan tidak sehat. Adanya persaingan kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. persaingan kerja yang sehat dan tidak sehat. Adanya persaingan kerja yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan yang dilakukan oleh organisasi akan meningkatkan tuntutan pekerjaan dan persaingan di tempat kerja. Persaingan kerja dapat berupa persaingan kerja yang sehat

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian terpenting dari sebuah organisasi. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan global yang semakin ketat dewasa ini mengakibatkan perusahaan membutuhkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Human capital (sumber daya manusia)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap anggota dan lapisan masyarakat, tenaga kerja, perusahaan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap anggota dan lapisan masyarakat, tenaga kerja, perusahaan bahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi menciptakan pola pikir masyarakat yang mau tidak mau harus menghadapi perubahan, kemajuan dan pembaharuan. Hal ini harus dihadapi oleh setiap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap efisiensi dan efektifitas organisasi (Simamora, 2006). Mesin-mesin atau

PENDAHULUAN. terhadap efisiensi dan efektifitas organisasi (Simamora, 2006). Mesin-mesin atau PENDAHULUAN Sumber daya manusia atau yang disebut dengan tenaga kerja atau karyawan merupakan asset penting perusahaan. Sumber daya manusia sangat berpengaruh terhadap efisiensi dan efektifitas organisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kejelasan Sasaran Anggaran Menurut Halim & Syam Kusufi (2012) mengatakan bahwa anggaran memiliki peranan penting dalam organisasi sektor publik, terutama organisasi pemerintahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Schmidt & Hayes, 2002). Kondisi ini menyebabkan sebagian besar waktu

BAB I PENDAHULUAN. Schmidt & Hayes, 2002). Kondisi ini menyebabkan sebagian besar waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerja merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia saat ini untuk memenuhi kebutuhan dan kebanyakan pekerja menghabiskan waktu rata-rata delapan jam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia usaha di Indonesia sangat cepat, sehingga persaingan antar industri baik sejenis maupun tidak sejenis semakin ketat. Hal ini ditandai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013) 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional 2.1.1. Pengertian Komitmen Organisasional Komitmen organisasional adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Konsep tentang Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Konsep tentang Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Locus Of Control 2.1.1.1 Pengertian Locus Of Control Konsep tentang Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Tiara Noviani F 100 030 135 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan tingginya angka pengangguran di negara Indonesia adalah. pertumbuhan ekonomi di Indonesia (Andika, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan tingginya angka pengangguran di negara Indonesia adalah. pertumbuhan ekonomi di Indonesia (Andika, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran dan kemiskinan merupakan masalah klasik yang dihadapi negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Tingginya angka pengangguran merupakan fenomena

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982;

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982; BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi dapat didefenisikan dengan dua cara yang amat berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepercayaan dari masyarakat atas laporan keuangan yang di audit oleh akuntan

BAB I PENDAHULUAN. Kepercayaan dari masyarakat atas laporan keuangan yang di audit oleh akuntan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari sudut profesi akuntan publik, auditor adalah akuntan profesional yang menjual jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai. Salah satu tujuan utama yang ingin dicapai oleh perusahaan adalah mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri dari angkatan darat, angkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri dari angkatan darat, angkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua negara di dunia pasti memiliki institusi yang bertugas sebagai badan pertahanan dan keamanan negara, tak terkecuali Indonesia. Sebelum reformasi, Indonesia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara BAB II LANDASAN TEORI A. KOMITMEN KARYAWAN TERHADAP ORGANISASI 1. Defenisi Komitmen Karyawan terhadap Organisasi Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara individu karyawan

Lebih terperinci

KINERJA DAN RETENSI INDIVIDUAL

KINERJA DAN RETENSI INDIVIDUAL KINERJA DAN RETENSI INDIVIDUAL Kinerja Karyawan Individual Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja individual karyawan antara lain kemampuannya,usaha yang dicurahkan,dan dukungan organisasi ada untuk menganalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk memproduksi barang atau jasa, serta bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Tujuan organisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai hubungan kepuasan kerja terhadap turnover intention

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai hubungan kepuasan kerja terhadap turnover intention 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Peneliti Terdahulu Penelitian mengenai hubungan kepuasan kerja terhadap turnover intention antara lain dilakukan Rahayu (2011) pada karyawan PT. X di Sidoarjo menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan dunia usaha semakin berkembang pesat, setiap organisasi atau perusahaan dituntut untuk dapat mengelola usahanya dengan baik sehingga mampu bersaing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan hasil audit memiliki posisi yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan hasil audit memiliki posisi yang sangat penting bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil audit memiliki posisi yang sangat penting bagi penggunanya terutama investor, kreditor, dan pemerintah sehingga permintaan akan laporan hasil audit sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang semakin meningkat (Kotter, 1995). Dalam iklim persaingan usaha

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang semakin meningkat (Kotter, 1995). Dalam iklim persaingan usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi sekarang ini, perusahaan dihadapkan pada persaingan antar perusahaan yang semakin meningkat (Kotter, 1995). Dalam iklim persaingan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung upaya kesehatan puskesmas (Andini, 2006). Suatu Rumah Sakit akan

BAB I PENDAHULUAN. mendukung upaya kesehatan puskesmas (Andini, 2006). Suatu Rumah Sakit akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan suatu bentuk organisasi yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan kesehatan khususnya terkait dengan upaya untuk rujukan yang mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat berperan menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas. Agar hal itu

BAB I PENDAHULUAN. sangat berperan menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas. Agar hal itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia atau dalam hal ini karyawan adalah aset yang sangat berharga untuk perusahaan. Karyawan merupakan salah satu faktor internal yang sangat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional 2.1.1 Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional Menurut Bass dalam Robbins & Judge (2009:90) gaya kepemimpinan transaksional adalah model kepemimpinan

Lebih terperinci

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG NURUL ILMI FAJRIN_11410126 Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berbentuk perusahaan. Perusahaan merupakan badan usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berbentuk perusahaan. Perusahaan merupakan badan usaha yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan dunia perbankan dan dunia usaha sekarang ini timbul lembaga keuangan seperti lembaga pembiayaan. Lembaga pembiayaan tersebut berbentuk perusahaan.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 6 BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Intensi turnover Definisi intensi, menurut Anwar dkk, menunjukkan bahwa intensi merupakan probabilitas atau kemungkinan yang bersifat subjektif, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang sangat cepat pada berbagai aspek. Organisasi dituntut untuk lebih responsif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang sangat cepat pada berbagai aspek. Organisasi dituntut untuk lebih responsif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu organisasi yang sukses mampu mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Di satu sisi, perkembangan zaman menuntut organisasi untuk mengikuti perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut merupakan proses yang diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut merupakan proses yang diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi merupakan wadah interaksi antara berbagai komponen, seperti sumber daya manusia, sumber daya fisik dan sumber daya informasi. Interaksi tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial. Pada dasarnya manusia memiliki dorongan untuk berinteraksi satu sama lain dan tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laba semaksimal mungkin (disamping misi lainnya) harus siap untuk

BAB I PENDAHULUAN. laba semaksimal mungkin (disamping misi lainnya) harus siap untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan mempunyai banyak cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan mutu SDM sehingga menjadi tenaga yang berkualitas, meningkatnya perkembangan dunia usaha

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, sumber daya alam dan sumber-sumber ekonomi lainnya untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, sumber daya alam dan sumber-sumber ekonomi lainnya untuk BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan pada dasarnya merupakan organisasi dari sumber daya manusia, sumber daya alam dan sumber-sumber ekonomi lainnya untuk mencapai suatu tujuan. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun keunggulan lebih dari para pesaing, sehingga perusahaan dapat

BAB I PENDAHULUAN. maupun keunggulan lebih dari para pesaing, sehingga perusahaan dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi mempunyai dampak dalam dunia usaha. Globalisasi menimbulkan persaingan yang ketat diantara perusahaan-perusahaan untuk mendapatkan pangsa pasar yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Turnover Intention Turnover intention merupakan salah satu bentuk perilaku menarik diri (withdrawal) dalam dunia kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam segala bidang kehidupan, termasuk perubahan di dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. dalam segala bidang kehidupan, termasuk perubahan di dalam sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan era reformasi yang menuntut adanya perubahan dalam segala bidang kehidupan, termasuk perubahan di dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan di

Lebih terperinci

BAB III KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESA

BAB III KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESA BAB III KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESA 3.1. Tinjauan Teoritis terhadap Permasalahan yang Dihadapi Perusahaan 3.1.1. Turnover intention karyawan Pergantian karyawan atau keluar masuknya karyawan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah tingkat rasa puas individu bahwa mereka mendapat imbalan yang setimpal dari bermacam-macam aspek situasi pekerjaan dari organisasi tempat

Lebih terperinci