BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keamanan manusia berkembang menjadi isu penting dalam hubungan internasional terutama sejak awal tahun 90-an, seiring dengan berakhirnya Perang Dingin. Konsep keamanan tradisional yang berpusat pada keamanan negara, kemudian bergeser pada keamanan individu. Dalam Human Development Report United Nation Development Programme (UNDP) tahun 1994, keamanan manusia ini digambarkan sebagai freedom from fear dan freedom from want. Keamanan manusia mencakup tujuh aspek keamanan individu yaitu economic security, food security, health security, environmental security, personal security, community security dan political security. Negara-negara yang menyatakan memakai konsep keamanan manusia ini sebagai panduan kebijakan luar negerinya di antaranya adalah Jepang dan Kanada. 121 Pada tahun 90-an Kanada aktif mempromosikan keamanan manusia, Kanada memprakarsai Ottawa Convention yang isinya berupa kesepakatan untuk melarang penggunaan anti-personal landmines. Kanada bergabung bersama 12 negara lain yaitu Austria, Chili, Kosta Rika, Yunani, Irlandia, Yordania, Mali, Belanda, Norwegia, Switzerland, Slovenia dan Thailand membentuk Human Security Network (HSN). Kanada bersama negara-negara HSN ini menyelenggarakan sejumlah pertemuan tingkat menteri yang membahas isu-isu seperti hak asasi manusia, pencegahan konflik, HIV/AIDS dan health security. Pada 2001, Canadian International Commission on Intervention and State Sovereignty (ICISS) mempelopori pembahasan mengenai konsep responsibility to protect (R2P) dalam mempromosikan perdamaian dan keamanan manusia Shahrbanou Tadjbaksh dan Anuradha M. Chenoy,. Human Security Concepts and Implications, New York, Routledge, Ibid, hal. 23 1

2 Pada 2001 serangan kelompok terorisme di Amerika membawa warna baru dalam politik internasional. Peristiwa serangan kelompok Al-Qaeda terhadap gedung World Trade Center pada 11 September menjadi pemicu munculnya gagasan war on terrorism yang digagas oleh Amerika Serikat. Peristiwa tersebut telah menimbulkan banyak kerugian dan korban jiwa bagi Amerika. Bagi Kanada sendiri, setidaknya 24 warga negaranya juga menjadi korban dalam kejadian tersebut. 123 Amerika di bawah kepemimpinan George W. Bush Jr, lalu mengajak negara lain, terutama anggota North Atlantic Treaty Organisation (NATO), untuk turut serta melancarkan perang terhadap terorisme. Seruan Amerika ini sangat gencar dilakukan. Sejumlah negara kemudian dicurigai menjadi tempat persembunyian kelompok-kelompok teroris. Menurut Amerika salah satu negara yang menjadi sarang teroris adalah Afghanistan. Afghanistan di bawah kepemimpinan Taliban, yang dicurigai telah melindungi kelompok Al-Qaeda dan sikap pemerintahan Taliban yang dianggap tidak mau bekerja sama oleh Amerika, menyebabkan Afghanistan kemudian menjadi target operasi war on terrorism Amerika. Keputusan untuk menginvasi Afghanistan ini dikeluarkan oleh pemerintah Bush pada Oktober 2001, selang sebulan dari peristiwa 11 September. Invasi Amerika ke Afghanistan yang dinamai Operation Enduring Freedom, secara resmi dijalankan di Afghanistan pada 7 Oktober 2001 dan masih berlangsung sampai saat ini. Invasi Amerika ini juga didukung oleh negara-negara NATO termasuk Kanada. Kanada berjanji untuk mendukung Amerika dalam invasinya. Respon awal Kanada adalah dengan mengizinkan pasukan angkatan bersenjatanya yang sedang dalam misi pertukaran dengan militer Amerika untuk ikut membantu dalam Operation Enduring Freedom (OEF) Amerika ini. Lalu diikuti dengan penempatan kapal perang dan personil angkatan laut Kanada untuk menjaga wilayah perairan Asia barat daya. Akhirnya pemerintah Kanada mengirimkan 123 List of Canadian Victims of 9-11 diakses dari pada 11 Januari

3 pasukannya ke wilayah Afghanistan. Ada banyak misi militer Kanada di Afghanistan dari Afghanistan kemudian menjadi penerima bantuan dan pasukan militer terbesar dari Kanada. 125 Mulai Pemerintah Kanada mengucurkan bantuan sebesar $ 1,2 milyar. Padahal sebelumnya frekuensi hubungan Kanada dan Afghanistan bisa dikatakan sangat rendah. Penulis tertarik untuk membahas keterlibatan Kanada di Afghanistan mulai 2002 sampai 2011, di mana banyak sekali kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kanada dalam operasinya di Afghanistan. Bahkan Afghanistan kemudian menjadi penerima bantuan terbesar Kanada meskipun Afghanistan secara langsung tidak memiliki aspek kepentingan nasional yang vital terhadap Kanada. Penulis ingin membahas mengapa pemerintah Kanada menggunakan keamanan manusia dalam keterlibatannya di Afghanistan pasca invasi dan bagaimana Pemerintah Kanada menjalankan konsep keamanan manusia-nya ini di Afghanistan. Sehingga penulis merumuskan pertanyaan sebagai berikut : 2. Rumusan Masalah 1. Mengapa Kanada menggunakan keamanan manusia dalam keterlibatannya di Afghanistan? 2. Bagaimana Kanada menerapkan keamanan manusia dalam keterlibatannya di Afghanistan (tahun )? 3. Jangkauan Penelitian Penelitian ini akan difokuskan pada periode pasca invasi yaitu pada 2002 sampai 2011, saat di mana Kanada memutuskan untuk menarik pasukannya dari Afghanistan. 124 Canada in Afghanistan ( ") diakses dari ls_eng_v1.pdf pada 14 November Julian Wright, Canada in Afghanistan, assessing 3-D Approach diakses dari pada 13 Jan

4 4. Tinjauan Pustaka Untuk tinjauan pustaka penulis akan membahas beberapa tulisan yang membahas mengenai konsep-konsep keamanan manusia dalam praktek kebijakan luar negeri. Ada beberapa pendapat mengenai bagaimana konsep keamanan manusia ini dijadikan panduan dalam kebijakan atau tindakan suatu negara. Menurut beberapa akademisi luasnya cakupan konsep keamanan manusia memberikan kemudahan dan fleksibilitas bagi para pembuat kebijakan untuk memberikan pendekatan mereka masing-masing terhadap suatu isu. Ada juga pendapat yang pesimis dalam melihat penerapan konsep keamanan manusia ke dalam kebijakan luar negeri suatu negara, karena konsepnya yang masih tidak jelas dan terbatas pada moral dan etika pergaulan internasional, terutama jika dihadapkan dengan kepentingan nasional negara tersebut. Sascha Wertes dan Tobias Debiel 126 menulis bahwa konsep keamanan manusia memang memiliki sifat yang beraneka bentuknya. Sehingga untuk menganalisa konsepsi keamanan manusia dalam kebijakan luar negeri suatu negara harus dianalisa dari perspektif aktor-aktor yang berbeda, yang pendekatannya terhadap motif utama (leitmotif) bisa jadi merupakan gambaran dari latar belakang yang spesifik dan pilihan kebijakan dari aktor tersebut. Dengan memahami mengapa keamanan manusia ini menarik bagi aktor yang berbeda dan mengapa mereka menekankan varian atau prioritas yang berbeda, bisa memudahkan akademisi untuk menunjukkan di mana kesempatan paling besar untuk menjalankan kebijakan-kebijakan gabungan. Pada kasus Jepang, didapatkan penjelasan bahwa konsep keamanan manusia dalam kebijakan Official Developmental Aid (ODA) Jepang merefleksikan nilai masyarakat Jepang yang didedikasikan untuk perdamaian dan sikap anti-militer. Keamanan manusia dalam kasus Jepang juga dilihat sebagai upaya para pembuat kebijakan Jepang untuk meningkatkan peran Jepang dalam perdamaian dan keamanan internasional. Wertes dan Debiel menyimpulkan 126 Tobias Debiel dan Sascha Werthes (ed), Human Security on Foreign Policy Agendas, Changes, Concepts and Cases., INEF Report, Essen, University of Duisberg, hal.16 4

5 bahwa dalam hubungannya dengan strategi dan instrument kebijakan, fleksibilitas konsep keamanan manusia ini membuat beragam aktor dapat memberikan pendekatan dengan cara mereka sendiri, dan di lain pihak juga menawarkan peluang untuk menjalankan kebijakan-kebijakan gabungan. Otto von Feigenblatt 127 menganalisa paradigma keamanan manusia yang dipakai Jepang dalam kebijakan luar negerinya terutama bantuan luar negeri Jepang dengan menggunakan pendekatan Konstruktivis untuk menunjukkan bagaimana penggunaan bahasa keamanan manusia dalam bantuan luar negeri Jepang memiliki dampak yang sangat penting tidak hanya pada keseluruhan implementasi kebijakan makro ekonomi tapi juga pada formulasi, perencanaan dan implementasi masing-masing proyek yang didanai oleh Official Development Assistance (ODA) Jepang. Feigenblatt menggambarkan bahwa pembuatan kebijakan adalah proses yang kompleks dan melibatkan banyak aktor pembuat kebijakan dan faktor yang menyertainya, dan kebijakan ODA Jepang adalah hasil dari negosiasi yang kompleks dan interaksi antar pembuat kebijakan baik di dalam maupun di luar Jepang dalam menanggapi lingkungan nasional dan internasional. Di sini Jepang bisa menempatkan konsep keamanan manusia sejalan dengan kepentingan nasional Jepang. Dengan latar belakang dan sejarah Jepang sebagai negara imperialis, upaya Jepang mempromosikan keamanan manusia adalah salah satu cara bagi Jepang agar mendapatkan pengakuan atas kontribusinya dalam perdamaian dan keamanan internasional. Menurut Rodger A. Payne dalam tulisannya Human Security and American Foreign Policy 128, yang menganalisa konsep keamanan manusia dalam kebijakan luar negeri Amerika, menemukan bahwa meski Amerika tidak 127 Otto von Feigenblatt, Japan and Human Security : 21st Century Official Development Policy Apologetic and Discursive Co-Optation, Paper dipresentasikan di MAIDS Chulalongkorn University, 9 Agustus 2007, diakses dari pada 10 November Rodger A. Payne, Human Security and American Foreign Policy, paper dipresentasikan di University of Missouri, Columbia, MO, March 2004 diakses dari eign_policy_ pada 4 Oktober

6 secara gamblang menyatakan memakai konsep keamanan manusia sebagai panduan kebijakan luar negerinya, serta beberapa kali memiliki pandangan berbeda terhadap kesepakatan-kesepakatan internasional yang berkaitan dengan isu-isu keamanan manusia seperti misalnya Mine Ban Treaty dan Protokol Kyoto, namun bukan berarti Amerika sama sekali tidak memperhatikan isu-isu keamanan manusia dalam kebijakannya. Jadi negara yang memakai konsep keamanan manusia ini bisa fokus pada satu atau banyak dari jenis ancaman terhadap individu dan bisa memakai cara yang berbeda untuk mendapatkan security tersebut. Terkadang suatu negara membuat kebijakan yang mempromosikan tatanan dunia yang alasannya secara umum sama dengan tujuan keamanan manusia, ada juga negara yang tidak menyebut konsep keamanan manusia secara langsung tapi dengan memakai istilah lain. Meskipun suatu negara tidak secara eksplisit menggunakan konsep keamanan manusia sebagai panduan dalam pembuatan kebijakannya, namun tiaptiap kebijakan domestik ataupun luar negeri yang ditujukan demi kebaikan dan kepentingan manusia dapat dianggap turut mempromosikan keamanan manusia. Sementara itu T.S Hataley dan Kim Richard Nossal dalam tulisan mereka yang berjudul The Limits of the Human Security Agenda : The Case of Canada s Response to the Timor Crisis 129, mencoba melihat tindakan-tindakan yang diambil oleh Pemerintah Kanada di bawah Perdana Menteri Chretien dan Menteri Luar Negeri Lloyd Axworthy dalam merespon krisis di Timor Timur pada 1999, dengan melihat konsep keamanan manusia dalam kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kanada. Meskipun banyak sekali aspek-aspek dari keamanan manusia yang seharusnya ditanggapi oleh Kanada dengan sigap, guna menjaga keberlangsungan keamanan warga Timor. Keengganan dan kelambanan Pemerintah Kanada dalam merespon krisis Timor ini menurut Hataley dan Nossal dikarenakan motif politik utama atau kepentingan Kanada dalam kasus Timor Timur ini sangat sedikit. Di sini terlihat bahwa realpolitik-lah yang memainkan 129 T.S Hataley dan Kim Richard Nossal, The Limits of The Human Security Agenda : The Case of Canada s Response to the Timor Crisis, Global Change, Peace and Security, Vol 16, no. 1, February 2004, Carfax Publishing. 6

7 peran besar dalam kebijakan Kanada, aspek keamanan manusia yang walaupun sempat menjadi agenda besar Kanada, terlihat kecil sekali perannya dalam kebijakan Kanada terhadap krisis Timor. Sampai akhirnya Kanada memutuskan untuk mengirimkan pasukan penjaga perdamaiannya ke Timor Timur, alasannya bukanlah karena sepenuhnya faktor keamanan manusia yang diusung Pemerintah Kanada masa itu, namun lebih karena tekanan dari masyarakat Kanada yang menginginkan keterlibatan Kanada untuk turut serta membantu penyelesaian krisis ini, guna mengangkat citra Kanada di mata dunia. Kedua penulis ini menutup tulisan mereka dengan kesimpulan bahwa sangat sulit bagi sebuah pemerintahan untuk mewujudkan retorika keamanan manusia ke dalam agenda nyata ataupun ke dalam inisiatif kebijakan konkrit, dan ketika suatu pemerintahan harus memilih antara keamanan orang lain dan keamanan warganya sendiri, maka negara akan lebih cenderung untuk mengamankan dirinya terlebih dahulu. Hataley dan Nossal melihat bahwa konsep keamanan manusia sangat sulit diterapkan pada realitas politik yang konkrit, meskipun negara itu sendiri telah mengusung konsep keamanan manusia dalam panduan kebijakan politik luar negerinya, seperti Kanada. Tetap saja ada faktor-faktor yang lebih besar yang kemudian mempengaruhi suatu negara untuk mengambil kebijakan, meskipun keamanan manusia itu sendiri tidak betul-betul diabaikan, hanya saja kemudian menjadi alasan nomor sekian dari alasan-alasan utama lainnya. Sementara itu Asteris Huliaras dan Nikolaos Tzifakis dalam tulisan mereka yang berjudul Contextual Approaches to Human Security 130 memakai kasus Balkan untuk melihat sejauh apa Pemerintah Kanada dan Jepang yang merupakan promotor wacana keamanan manusia mewujudkan ide dan konsep keamanan manusia dalam kebijakan luar negeri mereka dan melihat bagaimana pendekatan yang digunakan kedua negara tersebut terhadap wilayah Balkan. Huliaras dan Tzifakis memilih Balkan karena pasca Perang Dingin daerah ini 130 Asteris Huliaras dan Nikolaos Tzifakis, Contextual Approaches to Human Security, International Journal, 2007, Vol.62.No.3 page

8 menghadapi banyak masalah keamanan manusia, dan sementara itu baik Pemerintah Kanada ataupun Jepang tidak mempunyai kepentingan nasional yang vital terhadap daerah tersebut. Pendekatan freedom from fear Kanada dan freedom from want Jepang yang mereka kembangkan merupakan usaha dari masing-masing negara ini untuk mengadaptasi konsep keamanan manusia ke dalam konteks instrumen kebijakan mereka yang lebih spesifik dan juga didasarkan pada motivasi masing-masing pemerintah, bukan karena kebutuhan dari masalah keamanan manusia itu sendiri. Pendekatan keamanan manusia Jepang dan Kanada dikonstruksikan dalam sebuah kerangka yang merefleksikan pertemuan baik itu dari faktor sistem internasional dan faktor domestik. Pendekatan mereka ini mewakili keistimewaan konteksusaha spesifik untuk menyesuaikan konsep dengan persepsi yang sudah ada. Dalam kenyataannya, perspektif Jepang dan Kanada berusaha untuk mengharmonisasikan konsep keamanan manusia dengan prioritas dan kepentingan nasional mereka yang lainnya. Menurut Huliaras dan Tzifakis, ternyata kebijakan Kanada dan Jepang terhadap kawasan Balkan tidak banyak banyak dipengaruhi oleh prioritas-prioritas keamanan manusia. Kedua penulis ini menyimpulkan bahwa kebijakan Kanada di Balkan jelas didasarkan pada prinsip peacekeeping, meski alasan pendorong keterlibatannya memang sangat politis. Sebagian secara ideologis karena visi Menteri Luar Negeri Lloyd Axworthy mengenai keamanan manusia dan sebagian lagi karena komitmen Kanada pada aliansi Atlantik (NATO). Bantuan pembangunan dari Pemerintah Kanada lebih terbatas. Namun bantuan pembangunan ini juga didasari motivasi politik. Alasan komersial nampaknya bukan menjadi alasan bantuan Kanada karena kepentingan ekonomi Kanada di wilayah Balkan sangat minimal. Sementara untuk Jepang sendiri, secara keseluruhan motivasi ekonomi dan politiklah yang mempengaruhi bantuan Jepang di Balkan. Pertimbangan ekonomi yang mempengaruhi bantuan Jepang di Balkan timur, sementara motivasi politik 8

9 (dikaitkan pada usaha Jepang untuk duduk sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB dan pada persepsi pemerintah Jepang mengenai keamanan manusia) menjadi lebih penting dalam bantuan Jepang di Balkan Barat. Meskipun begitu bantuan Jepang untuk Balkan masih terbatas. Wacana keamanan manusia yang diperkenalkan dalam politik luar negeri Jepang nampaknya tidak membawa pengaruh besar terhadap kebijakan Jepang di wilayah Balkan. Meski praktek keamanan manusia Jepang di Balkan masih sangat terbatas, tapi dari sudut pandang lain, pembedaan program bantuan, instrumen yang digunakan serta komitmen Jepang di Balkan, menunjukkan pemahaman yang jelas hubungan penting bahwa agenda keamanan manusia membantu cara penanganan terhadap masalah-masalah yang ada di Balkan. Studi kasus Balkan ini memberikan bukti bahwa Jepang dan Kanada memberikan bantuan yang signifikan terhadap stabilisasi Balkan. Tetapi jika melihat bantuan yang diberikan Kanada dan Jepang (di luar bantuan militer Kanada yang sangat besar dan mengesankan, yang menunjukkan komitmen pada prinsip keamanan manusia) bantuan kedua negara ini bisa dibilang kecil, tidak hanya jika dibandingkan dengan bantuan yang diberikan aktor internasional lainnya, tapi juga jika dibandingkan dengan persentase anggaran bantuan masingmasing negara ini sendiri. Dari perspektif Realis, pendekatan keamanan manusia Jepang dan sedikit- dan Kanada hanya dimaksudkan untuk memberi bentuk baru dan efektifitas untuk kebijakan yang sudah ada dan yang equivalent dengan kebijakan yang sudah ada, bukannya membentuk kembali instrument dan kebijakan yang sudah ada sebelumnya. Meskipun begitu, pendekatan Kanada dan Jepang juga merefleksikan garis ketergantungan yang dinamis yang menghasilkan sebuah trend yang memperkuat negara masing-masing. Di sini Huliaras dan Tzifakis juga menggaris bawahi kefleksibelan konsep keamanan manusia yang menyebabkan tiap negara bisa mencari sendiri cara yang tepat untuk memakai konsep ini ke dalam agenda kebijakan luar negeri mereka. 9

10 Jasmin H. Cheung-Gertler dalam tulisannya A Model Power for a Troubled World? Canadian National Interest and Human Security 131 menganalisa perkembangan kepentingan nasional Kanada dikaitkan dengan konsep keamanan manusia yang pada masa pemerintahan Menteri Luar Negeri Llyod Axworthy dijadikan panduan dalam kebijakan-kebijakan luar negeri Kanada. Setelah Axworthy tidak lagi menjabat, pendekatan keamanan manusia dalam kebijakan luar negeri Kanada menghadapi tantangan karena adanya perubahan iklim politik domestik dan internasional. Pasca peristiwa 11 September, pembuatan kebijakan publik mengadaptasi kombinasi antara ketakutan dan ancaman yang lebih mengutamakan keamanan publik, counterterrorism dan pengeluaran untuk pertahanan dibanding hak asasi manusia, bantuan asing dan pembangunan internasioal. Dari tulisan-tulisan di atas penulis melihat bahwa konsep keamanan manusia yang diusung suatu negara seperti Kanada, bisa mengalami pasang surut dalam implementasinya ke dalam kebijakan. Karena dalam pembuatan kebijakan, ternyata keamanan manusia tidak selalu murni dijalankan sebagai konsep yang mendasari sebuah kebijakan, terutama jika dihadapkan pada kepentingan nasional, situasi politik internasional dan kondisi-kondisi domestik. Akan tetapi karena fleksibilitas yang dimiliki oleh konsep keamanan manusia, maka konsep ini bisa tetap dijalankan dalam derajat tertentu dalam politik luar negeri suatu negara. Oleh karena itu penelitian ini akan dimaksudkan untuk melihat sejauh apa suatu negara, dalam hal ini Pemerintah Kanada, menerapkan konsep keamanan manusia ini (yang nantinya akan dilihat sebagai norma keamanan manusia) dengan menspesifikkan pada kasus keterlibatan Kanada di Afghanistan. Dari beberapa literatur yang telah penulis baca, maka penulis memutuskan menggunakan teori norma internasional terutama yang berasal dari pendekatan Konstruktivis. Hal ini untuk melihat mengapa Kanada menggunakan konsep keamanan manusia dalam kebijakannya terhadap Afghanistan, karena 131 Jasmin H. Cheung-Gertler, A Model Power for a Troubled World? Canadian National Interests and Human Security in the 21st Century,International Journal, Vol. 62, No.3 10

11 Konstruktivis menilai norma, nilai dan ide (struktur non-materi) sama pentingnya dengan struktur materi dalam memengaruhi tindakan negara dan keamanan manusia sebagai sebuah norma atau idea yang sedang berkembang dalam hubungan internasional akan dapat dilihat sebagai faktor yang memengaruhi kebijakan aktor negara yang menerima norma keamanan manusia, dalam kasus ini adalah Kanada. 5. Kerangka Pemikiran 5.1 Teori Norma Internasional Menurut Gary Goertz dan Paul F. Diehl 132, norma internasional memiliki empat elemen atau ciri khas yaitu : 1. Regularity and consistency of behaviour, yaitu tingkah laku yang konsisten dari para aktor, norma tidak dilihat dari bagaimana cara berpikir tetapi melalui tingkah laku. Ada keteraturan dan konsistensi dalam tingkah laku aktor. 2. Its relationship to self-interest : bahwa norma dan dampaknya terhadap tingkah laku tidak bisa dipisahkan dari isu-isu power dan self-interest. Dengan mengetahui dua aspek tadi yaitu power dan self-interest kita bisa memahami dampak nyata dari norma terhadap tingkah laku. 3. Sanction : ada sanksi yang diterapkan dalam pelaksanaan norma, namun sanksi itu sendiri tidak harus selalu berhubungan dengan hukum, namun bisa berupa pandangan dari masyarakat internasional atau kecaman. Sanksi bisa berkaitan atau didorong oleh hal-hal yang dianggap tabu dalam suatu komunitas. 4. Normative : berkaitan dengan soal moral dan etika, bahwa norma berarti normative, ada isu-isu mengenai keadilan dan hak dalam sebuah moral atau karakteristik. 132 Garry Goertz dan Paul F. Diehl. Toward a theroty of International Norms : Some Conceptual and Measurement Issues dalam The Journal of Conflict Resolution, Vol.36, No.4 (Dec.,1992). 11

12 Martha Finnemore dan Kathryn Sikkink 133 mengatakan bahwa norma tidak bisa dilepaskan dari penilaian sebuah komunitas atau masyarakat, artinya memerlukan semacam persetujuan bersama. Apa yang dianggap baik oleh masyarakat bisa menjadi norma, sedangkan yang tidak sesuai dengan penilaian masyarakat akan dianggap melawan norma. Finnemore dan Sikkink sendiri tidak menekankan pada berapa jumlah tertentu mengenai berapa banyak aktor yang menerima suatu norma. Norma bisa saja bersifat regional, tidak global. Meski dalam suatu komunitas, norma-norma lebih bersifat berkelanjutan daripada dikotomi, dengan norma berbeda menuntut tingkat kesepakatan yang berbeda pula. Untuk melihat bagaimana efek norma terhadap perilaku negara, penting untuk mengoperasionalisasikan sebuah norma dengan cara yang membedakan norma dari perilaku negara atau non-negara yang dirancang untuk dijelaskan. Harus dibedakan antara norm existence atau kekuatan norma dari perubahan aktual perilaku dalam operasionalisasi. Martha Finnemore dan Kathryn Sikkink juga menjelaskan bagaimana pengaruh dari suatu norma dapat dilihat dalam tiga proses tahapan norm life cycle, pertama adalah norm emergence, tahap kedua adalah norm cascade dan yang terakhir adalah internalization. Di dalam tahap norm emergence, yang menjadi ciri khas nya adalah adanya persuasi dari norm enterpreuner (aktor yang memunculkan suatu norma baru). Norm enterpreneur ini akan berusaha untuk meyakinkan para pemimpin negara, terutama negara-negara besar untuk mulai memakai norma baru ini. Sedangkan ciri dari tahap kedua norm cascade adalah adanya upaya dari para 133 Martha Finnemore dan Katrhryn Sikkink. International Norms and Political Change dalam International Organization, Vol. 52, No.4,

13 pemimpin negara yang telah memakai norma baru ini agar negara lainnya juga turut memakai norma tersebut, alasan diterimanya norma ini oleh suatu populasi negara sendiri bervariasi, bisa jadi karena suatu negara ingin memperbesar legitimasinya di dunia atau karena para pemimpin negara ingin menambah kepercayaan diri dengan mulai memakai suatu norma yang telah dianut secara bersama. Tahap dua ini akan berujung pada tahap internalization, di mana suatu norma baru sudah tidak lagi diperdebatkan dan diterima begitu saja oleh negaranegara yang ada. Ketika pertama kali diperkenalkan dalam Human Development Report dari UNDP pada 1994, keamanan manusia telah menjadi konsep baru dalam dunia internasional. Dari sini beberapa negara seperti Jepang dan Kanada mulai mengadopsi konsep ini ke dalam politik luar negeri mereka. Jepang dan Kanada ini bisa dikategorikan sebagai norm enterpreneur, yang kemudian terus mempromosikan dan melakukan penelitian dalam mengembangkan pendekatanpendekatan untuk dapat mencapai tujuan-tujuan keamanan manusia. Saat ini semakin banyak negara yang concern mengenai keamanan manusia, sudah banyak perjanjian dan kerjasama yang diadakan dalam rangka mengurangi ancaman terhadap keamanan manusia. Kanada dalam perkembangannya mempunyai pendekatan sendiri dalam menjalankan konsep keamanan manusia ini. Melihat perkembangannya, konsep keamanan manusia sudah bisa dikatakan sebagai sebuah norma yang mulai dijalankan oleh banyak negara di dunia, maka tindakantindakan yang mengancam atau bertentangan dengan keamanan manusia akan menjadi sorotan dan bisa mendapat kecaman. 5.2 Konsep Keamanan manusia Pendekatan keamanan manusia menekankan dan menerima bahwa tekanan sosial ekonomi yang ekstrim, arus pengungsi dan migrasi lintas batas, terorisme transnasional, diskriminasi dan tindakan represif dari elite yang otoriter, perdagangan senjata ilegal dan narkotika merupakan hasil atau akar dari ketidakamanan manusia di dunia yang saling tergantung, dan pendekatan 13

14 keamanan yang hanya berfokus pada keamanan negara sudah tidak memadai lagi. Untuk mendapatkan hasil dan yang lebih penting lagi untuk mendapatkan akar penyebab ketidakamanan dunia sekarang ini, UNDP mengeluarkan sebuah konsep yang komprehensif mengenai keamanan manusia. Konsep keamanan manusia ini mencakup perspektif yang melihat keamanan manusia sebagai freedom from fear yang mencakup ancaman yang mengancam fisik dan integritas psikologis manusia dan juga perspektif freedom from want yang luas, yang menunjukan ancaman terhadap kondisi sosial ekonomi manusia. 134 Berdasarkan Human Development Report dari UNDP tahun 1994, ada tujuh komponen dalam keamanan manusia : ekonomi, pangan, kesehatan, lingkungan, personal, komunitas dan politik. 135 Dari ke tujuh komponen itu bisa digolongkan ke dalam sudut pandang freedom from fear atau freedom from want. Sehingga ada ruang yang sangat luas untuk mengimplementasikan konsep keamanan manusia ke dalam kebijakan. Seperti yang dikatakan oleh Wertes dan Debiel 136 bahwa dalam hubungannya dengan strategi dan instrumen kebijakan, fleksibilitas konsep keamanan manusia ini membuat beragam aktor dapat memberikan pendekatan dengan cara mereka sendiri, dan di lain pihak juga menawarkan peluang untuk menjalankan kebijakan-kebijakan gabungan. Menurut Sharbanou Tadjbakhsh 137, keamanan manusia sebagai kebijakan luar negeri adalah suatu kesempatan bagi negara-negara middle power untuk mendapatkan perhatian dan status dalam arena internasional. Namun sebagai suatu pilihan kebijakan luar negeri menunjukkan kepentingan pemerintah pada kesejahteraan masyarakat di negara lain ketimbang di masyarakat negaranya sendiri, sehingga terkadang bisa memunculkan kecurigaan. Kanada sebagai negara middle power telah berhasil memanfaatkan munculnya gagasan baru 134 Tobias Debiel dan Sascha Werthes, op.cit., hal Shahrbanou Tadjbaksh dan Anuradha M. Chenoy, Op.Cit. hal Tobias Debiel dan Sascha Werthes, loc cit. 137 Sharbanou Tadjbakhsh, Human Security : Concepts and Implications. Centre d etudes et de recherches internationales, Sciences Po, Diakses dari pada 10 November

15 mengenai konsep keamanan manusia ini dengan memakainya sebagai kerangka dalam pembuatan kebijakan luar negerinya. Di panggung internasional, Kanada memiliki tempat tersendiri sebagai negara yang peduli terhadap keamanan manusia, menggalang pertemuan dan kerjasama untuk membahas masalahmasalah berkaitan dengan keamanan manusia. Masih menurut Tadjbakhsh, seperangkat kebijakan keamanan manusia harus terdiri dari beberapa hal seperti ; pencegahan terjadinya konflik, menangani efek dari konflik tersebut terhadap manusia, membangun mekanisme untuk mencegah konflik tersebut muncul kembali. Hal ini membutuhkan baik itu respon terhadap situasi darurat jangka pendek dan jangka panjang serta strategi pencegahan. Kebijakan keamanan manusia juga harus multi dimensi, karena ancaman terhadap keamanan manusia itu sendiri memiliki banyak sisi dan saling terkoneksi. Dengan banyaknya penyebab krisis itu sendiri, diperlukan pendekatan antar disiplin dengan mengombinasikan strategi ekonomi, politik dan sosiologi. Pendekatan ini harus fleksibel dan mampu merespon kondisi dan situasi yang cepat berubah. Kanada memiliki pendekatan sendiri dalam pelaksanaan konsep keamanan manusia ini, dengan memfokuskan kebijakan mereka pada pendekatan freedom from fear. Dengan fokus pada pendekatan freedom from fear tersebut Kanada menerapkan kebijakannya di Afghanistan, keamanan Afghanistan menjadi perhatian penting pemerintah Kanada, meskipun tetap dengan tidak mengabaikan aspek lain seperti pembangunan. Dalam website resminya, pemerintah Kanada menyatakan bahwa tujuan Kanada adalah to leave Afghanistan to Afghans, better governed and self-sustaining, more stable and secure, and never again a safe haven for terrorists. Because without security, there can be no development Argumen Utama 1. Kanada menggunakan keamanan manusia dalam keterlibatnnya di Afghanistan agar perilakunya dapat kembali sesuai dengan norma 138 Transcript: Canada's achievements in Afghanistan, diakses dari iew=d, pada 10 Januari

16 keamanan manusia. Sebagai sebuah norma yang diadopsi oleh Kanada, keamanan manusia memberikan batasan, petunjuk dan arahan mengenai tingkah laku yang patut atau layak untuk dijalankan terhadap suatu isu. Penerimaan keamanan manusia dalam politik luar negeri Kanada juga memberikan identitas baru bagi Kanada yaitu sebagai norm entrepreuner keamanan manusia, yang membuat Kanada harus menjaga dan menjalankan tindakan-tindakan yang sesuai dengan norma keamanan manusia untuk dapat mempertahankan identitasnya tadi. Dengan menerapkan keamanan manusia di Afghanistan, bisa mengakomodir beberapa kepentingan Kanada sekaligus yaitu mempertahankan pengaruh dan identitasnya sebagai norm entrpreneur di mata komunitas internasional dan juga menjaga hubungan baik dengan Amerika dan NATO. 2. Kanada menggunakan pendekatan freedom from fear dalam penerapan konsep keamanan manusia-nya di Afghanistan. Dengan pendekatan 3D atau Whole of Government sebagai upaya untuk mengatasi masalah failed states dari segala sisi, Kanada mengintegrasikan defense, development dan diplomacy dalam satu pendekatan. Pelaksanaan program-program Kanada di Afghanistan tidak mudah, dengan situasi dan kondisi keamanan serta masalah koordinasi dan komando di lapangan serta tantangan-tanganan lainnya yang berpotensi menggagalkan misi Kanada. Bahkan banyak juga yang mengkritisi tindakan Kanada di Afghanistan yang mengejar tujuantujuan keamanan manusia dengan menggunakan kekuatan militer. 7. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yang dilakukan lewat studi kepustakaan, dengan menggunakan sumber-sumber seperti buku, jurnal, koran dan situs internet. 16

17 8. Sistematika Penulisan BAB I : Bab ini terdiri dari pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, jangkauan penelitian, tinjauan pustaka, konsep pemikiran, argumen utama, metode penelitian serta sistematika penulisan yang akan digunakan dalam penelitian ini selanjutnya. BAB II : Dalam bab ini penulis akan menggunakan teori norma internasional dari perspektif Konstruktivis untuk melihat keamanan manusia sebagai sebuah norma dan kemudian menjabarkan bagaimana norma keamanan manusia ini membentuk identitas baru bagi Kanada sebagai norm entrepreuner dan posisi konsep ini dalam tindakan-tindakan Kanada di luar negeri. BAB III : Bab ini akan membahas mengenai perubahan dalam hubungan internasional sebagai akibat peristiwa 11 September yang memposisikan Afghanistan sebagai isu penting dan bagaimana Kanada meresponnya, lalu dilanjutkan dengan menguraikan interaksi Kanada dan Afghanistan. BAB IV : Dalam bab ini penulis akan menjawab bagaimana penerapan keamanan manusia dalam keterlibatan Kanada di Afghanistan pada periode BAB V : Bab ini akan berisi jawaban dan kesimpulan dari pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah diajukan. 17

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan

internasional. Kanada juga mulai melihat kepentingannya dalam kacamata norma keamanan manusia. Setelah terlibat dalam invasi Amerika di Afghanistan BAB V KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini, penulis akan menyimpulkan jawaban atas pertanyaan pertama yaitu mengapa Kanada menggunakan norma keamanan manusia terhadap Afghanistan, serta pertanyaan kedua yaitu

Lebih terperinci

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak

Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak Internalisasi ASEAN dalam Upaya Penguatan Integrasi Kawasan Abstrak Dengan telah dimulainya ASEAN Community tahun 2015 merupakan sebuah perjalanan baru bagi organisasi ini. Keinginan untuk bisa mempererat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016.

BAB I PENDAHULUAN. <http://www.japantimes.co.jp/news/2013/06/01/world/the-evolution-of-ticad-since-its-inception-in-1993/>, diakses 16 Juni 2016. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak kebijakan ODA Jepang mulai dijalankan pada tahun 1954 1, ODA pertama kali diberikan kepada benua Asia (khususnya Asia Tenggara) berupa pembayaran kerusakan akibat

Lebih terperinci

turut melekat bagi negara-negara di Eropa Timur. Uni Eropa, AS, dan NATO menanamkan pengaruhnya melalui ide-ide demokrasi yang terkait dengan ekonomi,

turut melekat bagi negara-negara di Eropa Timur. Uni Eropa, AS, dan NATO menanamkan pengaruhnya melalui ide-ide demokrasi yang terkait dengan ekonomi, BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dengan berbagai aspek yang telah dinilai oleh pembuat kebijakan di Montenegro untuk bergabung dalam NATO, terdapat polemik internal dan eksternal yang diakibatkan oleh kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era kontemporer, pendekatan yang diambil Jepang dalam melakukan politik luar negeri dengan Myanmar kerap disebut sebagai critical engagement policy. Pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang berusaha untuk bangkit kembali menjadi salah satu kekuatan besar di dunia. Usaha Jepang untuk bangkit kembali dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kajian Pustaka Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai respon negara terhadap terorisme serta upaya-upaya yang dilakukan negara untuk menangani terorisme.

Lebih terperinci

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions)

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Fakta dan Kekeliruan April 2009 DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Kekeliruan 1: Bergabung dengan Konvensi Munisi Tandan (CCM) menimbulkan ancaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengacu pada tulisan-tulisan yang berkaitan dengan peran organisasi internasional dalam peacebuilding.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Australia begitu gencar dalam merespon Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUU Fishing), salah satu aktivitas ilegal yang mengancam ketersediaan ikan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan

BAB V KESIMPULAN. evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan BAB V KESIMPULAN Dari penjelasan pada Bab III dan Bab IV mengenai implementasi serta evaluasi kegagalan dan keberhasilan kebijakan War on Terrorism dapat disimpulkan bahwa kebijakan tersebut gagal. Pada

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME

PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME PERBANDINGAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT TERHADAP NEGARA- NEGARA ISLAM PADA MASA PEMERINTAHAN GEORGE WALKER BUSH DAN BARACK OBAMA RESUME Dinamika politik internasional pasca berakhirnya Perang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peledakan yang terjadi di Legian. Korban tewas lebih banyak merupakan

BAB I PENDAHULUAN. peledakan yang terjadi di Legian. Korban tewas lebih banyak merupakan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada tanggal 12 Oktober 2002, Bali diguncang serangan bom di kawasan Legian, Badung dan Renon, Denpasar. Peristiwa ledakan pertama kali terjadi di kawasan padat wisata,

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008. BAB 5 KESIMPULAN Kecurigaan utama negara-negara Barat terutama Amerika Serikat adalah bahwa program nuklir sipil merupakan kedok untuk menutupi pengembangan senjata nuklir. Persepsi negara-negara Barat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai BAB V PENUTUP Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai hubungan antara kebangkitan gerakan politik Islam dalam pergolakan yang terjadi di Suriah dengan persepsi Amerika Serikat, yang

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasca serangan kelompok teroris Al Qaeda di pusat perdagangan dunia yaitu gedung WTC (World Trade Centre) pada 11 September 2001 lalu, George Walker Bush sebagai Presiden

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang. BAB I : Pendahuluan

1.1 Latar Belakang. BAB I : Pendahuluan BAB I : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penarikan pasukan Amerika Serikat dari Afghanistan barangkali merupakan salah satu kebijakan pemerintahan Obama yang paling dilematis. Keputusan untuk menarik pasukan

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010. BAB 4 KESIMPULAN Korea Utara sejak tahun 1950 telah menjadi ancaman utama bagi keamanan kawasan Asia Timur. Korea Utara telah mengancam Korea Selatan dengan invasinya. Kemudian Korea Utara dapat menjadi

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA UPAYA JEPANG DALAM MENJAGA STABILITAS KEAMANAN KAWASAN ASIA TENGGARA RESUME SKRIPSI Marsianaa Marnitta Saga 151040008 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Memahami Politik Luar Negeri Indonesia Era Susilo Bambang Yudhoyono secara Komprehensif: Resensi Buku

Memahami Politik Luar Negeri Indonesia Era Susilo Bambang Yudhoyono secara Komprehensif: Resensi Buku Indonesian Perspective, Vol. 2, No. 1 (Januari-Juni 2017): 77-81 Memahami Politik Luar Negeri Indonesia Era Susilo Bambang Yudhoyono secara Komprehensif: Resensi Buku Tonny Dian Effendi Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Jepang merupakan salah satu negara maju dimana Official Development

BAB V KESIMPULAN. Jepang merupakan salah satu negara maju dimana Official Development BAB V KESIMPULAN Jepang merupakan salah satu negara maju dimana Official Development Assistance (ODA) digunakan sebagai kebijakan bantuan luar negeri yang bergerak dalam hal pembangunan bagi negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Bab ini merupakan kesimpulan dari penelitian skripsi peneliti yang berjudul Peran New Zealand dalam Pakta ANZUS (Australia, New Zealand, United States) Tahun 1951-.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada penelitian ini penulis akan menjelaskan tindakan pemerintah Jepang dalam kebijakan anti-bullying sebagai upaya penanganan ijime yang dilihat dari perspektif keamanan

Lebih terperinci

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Bapak Presiden SMU PBB, Saya ingin menyampaikan ucapan

Lebih terperinci

RESUME SKRIPSI. Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak. bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar

RESUME SKRIPSI. Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak. bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar RESUME SKRIPSI Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar negara yang melintasi batas negara. Sebagian besar negara-negara di dunia saling

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. internasional, sebagai aktor dalam hubungan internasional, dalam hal pembentukan

BAB V KESIMPULAN. internasional, sebagai aktor dalam hubungan internasional, dalam hal pembentukan BAB V KESIMPULAN Penelitian ini merupakan sarana eksplanasi tentang perilaku organisasi internasional, sebagai aktor dalam hubungan internasional, dalam hal pembentukan suatu program atau agenda yang diimplementasikan

Lebih terperinci

Mengatasi Sisi Gelap Dunia Kripto

Mengatasi Sisi Gelap Dunia Kripto Mengatasi Sisi Gelap Dunia Kripto Oleh Christine Lagarde 13 Maret 2018 Alasan sama yang membuat aset-kripto sangat menarik adalah juga yang membuatnya berbahaya (istock oleh Getty Images). Baik saat nilai

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN GLOBALISASI DAN NASIONALISME. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika.

KEWARGANEGARAAN GLOBALISASI DAN NASIONALISME. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika. KEWARGANEGARAAN Modul ke: GLOBALISASI DAN NASIONALISME Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Abstract : Menjelaskan pengertian globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2003, telah diterbitkan sebuah komisi independen untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2003, telah diterbitkan sebuah komisi independen untuk BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada tahun 2003, telah diterbitkan sebuah komisi independen untuk Indonesia yang dinamakan Indonesian Commission dan merupakan bagian dari Pusat Tindak Pencegahan

Lebih terperinci

yang dihadapi pasukan mereka. Tingginya jumlah korban jiwa baik dari pihak sipil maupun pasukan NATO serta besarnya dana yang harus dialirkan menjadi

yang dihadapi pasukan mereka. Tingginya jumlah korban jiwa baik dari pihak sipil maupun pasukan NATO serta besarnya dana yang harus dialirkan menjadi BAB V PENUTUP Penelitian ini berawal dari sebuah keputusan berani yang dikeluarkan oleh Presiden Perancis Nicholas Sarkozy pada tahun 2012 terkait penarikan pasukan Perancis dari Afghanistan. Dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meyampaikan pendapatnya di pertemuan rakyat terbuka untuk kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. meyampaikan pendapatnya di pertemuan rakyat terbuka untuk kepentingan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Media dan demokrasi merupakan dua entitas yang saling melengkapi. Media merupakan salah satu produk dari demokrasi. Dalam sejarah berkembangnya demokrasi, salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perang etnis menurut Paul R. Kimmel dipandang lebih berbahaya dibandingkan perang antar negara karena terdapat sentimen primordial yang dirasakan oleh pihak yang bertikai

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan adalah Qisthiarini (2012) dengan judul penelitian NGO dan Sustainable

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan adalah Qisthiarini (2012) dengan judul penelitian NGO dan Sustainable 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Penelitian selanjutnya berkaitan dengan pengaruh NGO dalam pelestarian lingkungan adalah Qisthiarini (2012) dengan judul penelitian NGO dan Sustainable Development:

Lebih terperinci

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM Sebelum PD I studi Hubungan Internasional lebih banyak berorientasi pada sejarah diplomasi dan hukum internasional Setelah PD I mulai ada

Lebih terperinci

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk BAB IV KESIMPULAN Sejak berakhirnya Perang Dingin isu-isu keamanan non-tradisional telah menjadi masalah utama dalam sistem politik internasional. Isu-isu keamanan tradisional memang masih menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perancis 19,5%, Italia 6,6%, dan Romans 0,4% ), Do not meddle in foreign disputes!, 5 yang artinya jangan ikut

BAB I PENDAHULUAN. Perancis 19,5%, Italia 6,6%, dan Romans 0,4% ), Do not meddle in foreign disputes!, 5 yang artinya jangan ikut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Swiss adalah negara berbentuk konfederasi yang terletak di jantung Eropa antara Perancis, Jerman, Austria, Italia dan Liechtenstein, dengan total luas wilayah hanya

Lebih terperinci

Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat

Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat Kesimpulan Amerika Serikat saat ini adalah negara yang sedang mengalami kemunduran. Kemunduran Amerika Serikat dilihat sebagai sebuah kemunduran yang bersifat relatif; karena disaat kemampuan ekonomi dan

Lebih terperinci

Politik Global dalam Teori dan Praktik

Politik Global dalam Teori dan Praktik Politik Global dalam Teori dan Praktik Oleh: Aleksius Jemadu Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2008 Hak Cipta 2008 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan

Lebih terperinci

Realisme dan Neorealisme I. Summary

Realisme dan Neorealisme I. Summary Realisme dan Neorealisme I. Summary Dalam tulisannya, Realist Thought and Neorealist Theory, Waltz mengemukakan 3 soal, yaitu: 1) pembentukan teori; 2) kaitan studi politik internasional dengan ekonomi;

Lebih terperinci

PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001

PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001 PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001 Oleh: Muh. Miftachun Niam (08430008) Natashia Cecillia Angelina (09430028) ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012.

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerjasama ASEAN telah dimulai ketika Deklarasi Bangkok ditandatangani oleh Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filiphina pada tahun 1967. Sejak saat

Lebih terperinci

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang

Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang PASAR BEBAS Efektivitas ASEAN Economic Community Terhadap Optimalisasi Kualitas Industri Kerajinan Keramik Dinoyo Malang Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan salah satu sarana dalam meningkatkan

Lebih terperinci

AMERIKA SERIKAT DAN NEGARA DUNIA KETIGA

AMERIKA SERIKAT DAN NEGARA DUNIA KETIGA AMERIKA SERIKAT DAN NEGARA DUNIA KETIGA Oleh: Dewi Triwahyuni, S.Ip., M.Si. Saran Bacaan: Eugene R. Wittkopf, The Future of American Foreign Policy,, Second Edition (New York: St. Matin s Press, 1992).

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan BAB V KESIMPULAN Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan intensitas diplomasi dan perdagangan jasa pendidikan tinggi di kawasan Asia Tenggara, yang kemudian ditengarai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak lama. India merupakan negara non-komunis pertama yang mengakui

BAB I PENDAHULUAN. sejak lama. India merupakan negara non-komunis pertama yang mengakui BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang India dan Afganistan merupakan dua negara tetangga yang mempunyai keterikatan sejarah yang kuat. Hubungan baik antar kedua negara pun sudah terjalin sejak lama. India

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia dan Thailand merupakan dua negara berkembang di kawasan Asia Tenggara yang sedang berusaha mengembangkan sektor industri otomotif negerinya. Kenyataan bahwa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. yang diperlukan bergantung pada keberhasilan kegiatan mitigasi. Masyarakat

BAB V KESIMPULAN. yang diperlukan bergantung pada keberhasilan kegiatan mitigasi. Masyarakat BAB V KESIMPULAN Perubahan iklim telah berdampak pada ekosistem dan manusia di seluruh bagian benua dan samudera di dunia. Perubahan iklim dapat menimbulkan risiko besar bagi kesehatan manusia, keamanan

Lebih terperinci

ENVIRONMENT CHANGE, SECURITY & CONFLICT

ENVIRONMENT CHANGE, SECURITY & CONFLICT ENVIRONMENT CHANGE, SECURITY & CONFLICT Isu Lingkungan = Perluasan Konsep Keamanan? By: Dewi Triwahyuni 1 Isu Lingkungan = Perluasan Konsep Keamanan? Sejak 1920an, adanya pergerakan negara totaliter di

Lebih terperinci

DOSEN : Dr. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI

DOSEN : Dr. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI DOSEN : Dr. AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI FISIP HI UNJANI CIMAHI 2011 Tinjauan Umum Teori Kepentingan Nasional Teori National Interest Versi Hans J. Morgenthau Teori National Interest Versi Donald Nuchterlin

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan BAB V KESIMPULAN Penelitian ini membahas salah satu isu penting yang kerap menjadi fokus masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan berkembangnya isu isu di dunia internasional,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

Oleh: Wahyu Susilo dalam Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil untuk SDGs Jakarta, 6-7 Oktober 2015

Oleh: Wahyu Susilo dalam Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil untuk SDGs Jakarta, 6-7 Oktober 2015 Oleh: Wahyu Susilo dalam Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil untuk SDGs Jakarta, 6-7 Oktober 2015 MDGs (dan dokumen luasnya Millennium Development Goals) diadopsi oleh UN GA September 2000 oleh 189 negara

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Analisa penelitian ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan membuktikan jawaban awal yang telah dirumuskan. Penelitian ini menjelaskan alasan Venezeula menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tesis ini akan membahas tentang peran Komunitas Internasional dalam menghadirkan dan mendukung Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Bosnia Herzegovina pada proses

Lebih terperinci

1. Melakukan pendekatan terhadap peluang pendanaan dari donatur potensial. 2. Menyerahkan proposal pendanaan. 3. Memenuhi persyaratan kontrak

1. Melakukan pendekatan terhadap peluang pendanaan dari donatur potensial. 2. Menyerahkan proposal pendanaan. 3. Memenuhi persyaratan kontrak KODE UNIT : O.842340.006.01 JUDUL UNIT : MemastikanPendanaan PenanggulanganBencana DESKRIPSIUNIT : Unit kompetensi ini menjelaskan keterampilan pengetahuan, dan sikap yang dipersyaratkan untukmengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana

BAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serangan 11 September pada tahun 2001 telah memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana serangan teroris tertentu telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang telah membangun mitra kerjasama dengan Tiongkok dalam berbagai

Lebih terperinci

There are no translations available.

There are no translations available. There are no translations available. Kapolri, Jenderal Polisi H. Muhammad Tito Karnavian, Ph.D menjadi salah satu pembicara dalam Panel Discussion yang diselenggarakan di Markas PBB New York, senin 30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan Indonesia dengan Jepang telah berlangsung cukup lama dimulai dengan hubungan yang buruk pada saat penjajahan Jepang di Indonesia pada periode tahun 1942-1945

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini menekankan pada proses peredaan ketegangan dalam konflik Korea Utara dan Korea Selatan pada rentang waktu 2000-2002. Ketegangan yang terjadi antara Korea Utara

Lebih terperinci

Pengertian Dasar & Jenisnya. Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional. By Dewi Triwahyuni

Pengertian Dasar & Jenisnya. Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional. By Dewi Triwahyuni Pengertian Dasar & Jenisnya Mata Kuliah Studi Keamanan Internasional By Dewi Triwahyuni Definisi : Keamanan (security) secara umum dapat diartikan sebagai kemampuan mempertahankan diri (survival) dalam

Lebih terperinci

Serikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini.

Serikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini. BAB V KESIMPULAN Melalui perjalanan panjang bertahun-tahun, Majelis Umum PBB berhasil mengadopsi Perjanjian Perdagangan Senjata (Arms Trade Treaty/ATT), perjanjian internasional pertama yang menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jepang merupakan negara yang unik karena konsep pasifis dan anti militer yang dimilikinya walaupun memiliki potensi besar untuk memiliki militer yang kuat. Keunikan

Lebih terperinci

KOMPARASI PENDEKATAN ETNIS DAN AGAMA PERPEKTIF CLEM McCARTNEY 1 DENGAN PERSPEKTIF FRANZ MAGNIS SUSENO. Oleh : Any Rizky Setya P.

KOMPARASI PENDEKATAN ETNIS DAN AGAMA PERPEKTIF CLEM McCARTNEY 1 DENGAN PERSPEKTIF FRANZ MAGNIS SUSENO. Oleh : Any Rizky Setya P. KOMPARASI PENDEKATAN ETNIS DAN AGAMA PERPEKTIF CLEM McCARTNEY 1 DENGAN PERSPEKTIF FRANZ MAGNIS SUSENO Oleh : Any Rizky Setya P. Latar Belakang Konflik merupakan bagian dari kehidupan umat manusia yang

Lebih terperinci

Point penting dari diskusi Panel Dalam First Session IGWG Meeting on Binding Treaty for TNCs (6-10 July 2015):

Point penting dari diskusi Panel Dalam First Session IGWG Meeting on Binding Treaty for TNCs (6-10 July 2015): Point penting dari diskusi Panel Dalam First Session IGWG Meeting on Binding Treaty for TNCs (6-10 July 2015): Panel 1 Intinya tidak ada pertentangan antara The GP dengan legally binding treaty process,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. tersebut ketika bekerja sendiri atau dengan karyawan lain (Jones, 2010).

BAB II LANDASAN TEORITIS. tersebut ketika bekerja sendiri atau dengan karyawan lain (Jones, 2010). BAB II LANDASAN TEORITIS A. Happiness at Work 1. Definisi Happiness at Work Happiness at work dapat diidentifikasikan sebagai suatu pola pikir yang memungkinkan karyawan untuk memaksimalkan performa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global. BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan

Lebih terperinci

Menyinari Sudut Kelam Tata Pemerintahan yang Lemah dan Korupsi Oleh Christine Lagarde

Menyinari Sudut Kelam Tata Pemerintahan yang Lemah dan Korupsi Oleh Christine Lagarde Menyinari Sudut Kelam Tata Pemerintahan yang Lemah dan Korupsi Oleh Christine Lagarde 22 April 2018 Strategi antikorupsi membutuhkan reformasi regulasi dan kelembagaan yang lebih luas (Kritchanut/iStock).

Lebih terperinci

Sejak Edisi Pertama diterbitkan pada tahun 2008 sudah banyak perubahan yang terjadi baik

Sejak Edisi Pertama diterbitkan pada tahun 2008 sudah banyak perubahan yang terjadi baik Politik Global; Dalam Teori dan Praktik Edisi 2 oleh Aleksius Jemadu Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemenangan Klan Tokugawa dalam Perang Sekigahara (Sekigahara no

BAB I PENDAHULUAN. Kemenangan Klan Tokugawa dalam Perang Sekigahara (Sekigahara no 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemenangan Klan Tokugawa dalam Perang Sekigahara (Sekigahara no Tatakai) pada tahun 1600, menjadikan Tokugawa Ieyasu sebagai shogun 1 dan tanda dimulainya Tokugawa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek BAB V KESIMPULAN Illegal Fishing merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan yang tidak bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode etik penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk

Lebih terperinci

Deklarasi Dhaka tentang

Deklarasi Dhaka tentang Pembukaan Konferensi Dhaka tentang Disabilitas & Manajemen Risiko Bencana 12-14 Desember 2015, Dhaka, Bangladesh Deklarasi Dhaka tentang Disabilitas dan Manajemen Risiko Bencana, 14 Desember 2015 diadopsi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Benturan intervensi..., Rina Dewi Ratih, FISIP UI, 2008.

BAB V KESIMPULAN. Benturan intervensi..., Rina Dewi Ratih, FISIP UI, 2008. BAB V KESIMPULAN Krisis kemanusiaan yang terjadi di Darfur, Sudan telah menarik perhatian masyarakat internasional untuk berpartisipasi. Bentuk partisipasi tersebut dilakukan dengan pemberian bantuan kemanusiaan

Lebih terperinci

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai

Lebih terperinci

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak :

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak : PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH ROMANIA TENTANG KERJASAMA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KEJAHATAN TERORGANISIR TRANSNASIONAL, TERORISME DAN JENIS KEJAHATAN LAINNYA Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri Arab Saudi pada dasarnya berfokus pada kawasan Timur Tengah yang dapat dianggap penting dalam kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses integrasi di berbagai belahan dunia telah terjadi selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan oleh masing-masing

Lebih terperinci

BAB II VISI, MISI DAN LANDASAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA

BAB II VISI, MISI DAN LANDASAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA BAB II Rencana Aksi Daerah (RAD) VISI, MISI DAN LANDASAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA 2.1 Visi Berdasarkan tugas pokok dan fungsi Badan Penanggulangan Bencana Derah Kabupaten Pidie Jaya, menetapkan Visinya

Lebih terperinci

Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua

Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua Oleh Dr. Muridan S. Widjojo (Koordinator Tim Kajian Papua LIPI) Ballroom B Hotel Aryaduta Jakarta, Senin,13 Desember 2010 Refleksi: 1. catatan

Lebih terperinci

Asesmen Gender Indonesia

Asesmen Gender Indonesia Asesmen Gender Indonesia (Indonesia Country Gender Assessment) Southeast Asia Regional Department Regional and Sustainable Development Department Asian Development Bank Manila, Philippines July 2006 2

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Hal itu dikarenakan kemunculannya dalam isu internasional belum begitu lama,

BAB IV PENUTUP. Hal itu dikarenakan kemunculannya dalam isu internasional belum begitu lama, BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Dalam sejarah terorisme di abad ke-20, dikenal sebuah kelompok teroris yang cukup fenomenal dengan nama Al Qaeda. Kelompok yang didirikan Osama bin Laden dengan beberapa rekannya

Lebih terperinci

PANCASILA IDEOLOGI TERBUKA

PANCASILA IDEOLOGI TERBUKA PANCASILA IDEOLOGI TERBUKA Era global menuntut kesiapan segenap komponen Bangsa untuk mengambil peranan sehingga pada muara akhirnya nanti dampak yang kemungkinan muncul, khususnya dampak negatif dari

Lebih terperinci

cambuk, potong tangan, dan lainnya dilaksanakan oleh Monarki Arab Saudi. Selain hal tersebut, Monarki Arab Saudi berusaha untuk meningkatkan

cambuk, potong tangan, dan lainnya dilaksanakan oleh Monarki Arab Saudi. Selain hal tersebut, Monarki Arab Saudi berusaha untuk meningkatkan BAB V KESIMPULAN Arab Saudi merupakan negara dengan bentuk monarki absolut yang masih bertahan hingga saat ini. Namun pada prosesnya, eksistensi Arab Saudi sering mengalami krisis baik dari dalam negeri

Lebih terperinci

Kepentingan Amerika Serikat Membantu Uganda Memerangi LRA Dengan. Recovery Act

Kepentingan Amerika Serikat Membantu Uganda Memerangi LRA Dengan. Recovery Act Kepentingan Amerika Serikat Membantu Uganda Memerangi LRA Dengan Terlibat Dalam Lord's Resistance Army Disarmament and Northern Uganda Recovery Act Lord s Resistance Army (LRA) suatu kelompok pemberontak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Kepemilikan senjata nuklir oleh suatu negara memang menjadikan perubahan konteks politik internasional menjadi rawan konflik mengingat senjata tersebut memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang terjadi secara global yang cukup mempengaruhi tatanan dunia hubungan internasional dewasa ini. Globalisasi merupakan proses

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN 1. Umum. Pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. pergeseran. Penyusunan kebijakan publik tidak lagi murni top down, tetapi lebih

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. pergeseran. Penyusunan kebijakan publik tidak lagi murni top down, tetapi lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses penyusunan kebijakan publik pada saat ini cenderung mengalami pergeseran. Penyusunan kebijakan publik tidak lagi murni top down, tetapi lebih merupakan proses

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci