BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN"

Transkripsi

1 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum Perusahaan Pembahasan mengenai gambaran umum perusahaan meliputi sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi perusahaan, tugas dan tanggung jawab yang akan dijelaskan pada sub-bab berikut Sejarah Singkat Perusahaan PT Nutrifood Indonesia didirikan pada bulan Februari Perusahaan ini adalah perusahaan swasta nasional yang bergerak diindustri produk olahan pangan. Sampai saat ini perusahaan masih berfokus pada produk makanan dan minuman dimulai dari proses produksi sampai dengan pengiriman produk tersebut ke distributor. PT Nutrifood Indonesia menempati dua lokasi, yaitu sebagai berikut. a. Lokasi I : Jl. Rawabali II/No. 3, Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta Timur. Lokasi ini merupakan lokasi yang diperuntukkan untuk kegiatan perkantoran dari PT Nutrifood Indonesia. b. Lokasi II : Jl. Raya Ciawi No. 280 A Ciawi Bogor. Lokasi ini merupakan lokasi pabrik dan Gudang Logistik dari PT Nutrifood Indonesia. Produk-produk yang dihasilkan dapat dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu kelompok minuman berbentuk serbuk, kelompok ready to drink dan kelompok makanan dan minuman untuk kesegaran, kesehatan, dan appearance. Pengembangan produk baru akan tetap diarahkan pada produk-produk makanan dan minuman.

2 61 Pada bulan Januari tahun 2004 dilakukan perubahan organisasi dengan membentuk SBU (Strategic Business Unit) dan SSU (Strategic Services Unit) yang secara legal adalah bagian yang tak terpisahkan dari PT Nutrifood Indonesia. Tujuannya adalah untuk meningkatkan koordinasi dan konsolidasi fungsi antar SBU dan SSU agar menjadi lebih mudah dengan tetap mempertahankan fleksibilitas sistem. Namun demikian secara operasional masing-masing SBU dan SSU masih berjalan sebagai unit yang cukup mandiri. Dengan perubahan tersebut, maka pembagian SBU dan SSU menjadi sebagai berikut. 1. PT Nutrifood Indonesia sebagai induk perusahaan. 2. SBU Nutri Sari Indonesia (NSI) sebagai produsen minuman kesegaran yang bernutrisi. 3. SBU Tropicana Slim Indonesia (TSI) sebagai produsen makanan & minuman diet dan makanan minuman kesehatan 4. SBU Hore sebagai produsen makanan dan minuman khusus untuk segmen bawah. 5. SSU National Sales sebagai penyedia jasa distribusi produk-produk PT Nutrifood Indonesia secara nasional. 6. SBU Global Business sebagai penyedia jasa untuk pemasaran dan distribusi produk-produk PT Nutrifood Indonesia secara global (ekspor). 7. SSU BMS sebagai penyedia jasa marketing services. 8. SSU Operation sebagai penyedia jasa umum untuk keseluruhan SBU dan SSU. 9. SSU Human Resource(HR) sebagai HR Coordinator untuk seluruh SBU dan SSU.

3 SSU Information System sebagai penyedia jasa Information Techonology untuk seluruh SBU dan SSU. 11. SSU Finance sebagai pengendali keuangan untuk seluruh SBU dan SSU. 12. SSU Office of Strategy Management untuk membuat dan mengarahkan PT Nutrifood Indonesia untuk menjadi strategy-focused organization. 13. SSU Procurement merupakan pemegang tanggung jawab dalam pembelian seluruh bahan baku dan bahan kemas major untuk SBU NSI, TSI dan Hore. 14. SSU System yang memegang peranan penting dalam menyelaraskan sistem dan proses di PT Nutrifood Indonesia Struktur Organisasi Perusahaan PT Nutrifood Indonesia dipimpin oleh seorang President Director dan dibantu oleh seorang Vice President. President Director dan Vice President membawahi Managing Director SBU dan Director SSU. Dalam hal sistem keorganisasian, menerapkan sistem organisasi mendatar, yaitu President Director dan Vice President langsung membawahi para Managing Director SBU dan Director SSU. Sedangkan Managing Director SBU dan Director SSU langsung membawahi manajer-manajer Departemen yang mempunyai tanggung jawab dan wewenang penuh dalam merencanakan dan melaksanakan program kerja departemen masing-masing. Manajemen menerapkan prinsip kerjasama tim (team work) dalam pengambilan keputusan. Kemajuan perusahaan ditopang oleh proses inovasi dan perbaikan terus menerus yang dicapai melalui konsep Total Quality Management (TQM). Dalam hal pengelolaan Sistem Manajemen Mutu, perusahaan menganut sistem manajemen mutu yang sesuai dengan ISO Pelaksanaan sistem manajemen mutu

4 63 dikoordinir oleh Departemen QA (Quality Assurance). Sistem ini selalu ditinjau dan diperbaiki oleh Tim QA. Peninjauan dan penilaian di tiap SBU dan SSU dilakukan oleh SSU System dengan berkoordinasi dengan QA masing-masing SBU/SSU. Penentuan Visi, Misi, Kebijakan Mutu dan Rencana Strategis menjadi tanggung jawab President Director. President Director membentuk suatu tim untuk me-review dan memperbaharui Visi Misi, Kebijakan Mutu dan Rencana Strategis perusahaan. Menyadari selalu terjadi peningkatan tuntutan kepuasan pelanggan, PT Nutrifood Indonesia bertekad untuk selalu memenuhinya. Untuk itu, peningkatan kemampuan karyawan dan pengembangan sumber daya manusia menjadi salah satu fokus utama manajemen puncak.

5 Gambar 3.1 Struktur Organisasi Perusahaan (sumber: PT Nutrifood Indonesia) 64

6 Gambaran Umum Logistik yang Sedang Berjalan PT Nutrifood Indonesia memiliki pelanggan yang terdiri dari 933 outlet dan distributor di seluruh Indonesia. Selain melakukan pengiriman lokal Indonesia, perusahaan ini juga melakukan pengiriman produk untuk beberapa negara lainnya. Pendistribusian produk diatur oleh bagian logistik sebagai berikut. 1. Ekspor Ekspor produk ditangani oleh bagian shipping department, sedangkan bagian logistik hanya menangani serah terima produk. 2. Lokal Indonesia Pendistribusian produk untuk lokal Indonesia langsung ditangani oleh bagian logistik. Pengiriman ini ditujukan untuk propinsi-propinsi seperti DKI Jakarta, Bandung, Banten, Surabaya, Medan, Manado, Makassar, Balikpapan, dan lainlain. Adapun pasar yang dituju adalah sebagai berikut. a. Pasar tradisional Yang termasuk pasar trandisional adalah saluran distribusi yang daya belinya di bawah grosir. b. Pasar modern Yang termasuk pasar modern adalah supermarket regional yang tidak memiliki chain stock. Pasar modern pun dibagi menjadi dua jenis sebagai berikut. - Outlet Merupakan saluran distribusi yang memasok berbagai macam produk dari berbagai produsen. Biasanya memiliki tempat

7 66 penyimpanan produk yang tidak terlalu besar dan memiliki jalur administrasi yang cukup kompleks. - Distributor Saluran distribusi yang hanya memasok produk-produk PT Nutrifood Indonesia. Biasanya memiliki tempat penyimpanan produk yang lebih besar dan mempunyai jalur administrasi yang relatif sederhana. Bagian logistik PT Nutrifood Indonesia mempunyai masalah transportasi produk untuk outlet-outlet di Jakarta. PT Nutrifood Indonesia mempunyai sebuah pabrik di Bogor, dan mempunyai banyak kendaraan dengan kapasitas yang berbeda-beda, untuk mengantarkan produk ke outlet atau pelanggannya. Adapun pengiriman ke Bandung, Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi (JaBoTaBek) dan Banten langsung dilakukan dari pabrik di Ciawi. Beberapa outlet besar di wilayah JaBoTaBek yang menjadi sasaran pengiriman produk PT Nutrifood Indonesia, antara lain: Carefour, Hypermart, Matahari, Ramayana, Lion, Makro, Tip Top, dan lain-lain. Masalah transportasi produk ini terjadi karena adanya perubahan permintaan setiap hari, sehingga mempengaruhi biaya operasional pengangkutan dan service level. Service level adalah tingkat kepuasan outlet terhadap produsen. Selain produk, pengiriman merupakan faktor penentu utama service level ini. Rata-rata service level yang ditetapkan agen adalah minimal 85%. Jika service level produsen di bawah standar, maka produsen akan terkena biaya penalti yang cukup besar, yang sekaligus membuka peluang bagi kompetitor untuk masuk dan mengambil posisi produsen tersebut. Karena itu, ketepatan waktu, ketepatan produk yang dikirim dan terjaganya kualitas produk saat pengiriman sangatlah penting.

8 67 Untuk mengatasi hal tersebut, selama ini PT Nutrifood Indonesia membagi pihak pengiriman menjadi dua, yaitu kendaraan internal dan penyewaan transporter. Alasan penggunaan transporter adalah kapasitasnya yang besar dan pengantisipasian pembayaran uang lembur apabila kendaraan harus menginap di outlet atau distributor besar. Adapun jenis-jenis mobil yang biasa digunakan untuk melakukan pengiriman produk adalah sebagai berikut. Gambar 3.2 Jenis-jenis kendaraan pengangkut yang digunakan PT Nutrifood Indonesia (sumber: PT Nutrifood Indonesia) PT Nutrifood Indonesia mempunyai 17 buah kendaraan internal bertipe standar engkel (kapasitas max. 6,5 ton/19 m 3 ), dan biasanya ada kurang lebih sebelas transporter bertipe engkel yang siap pakai di gudang logistik.

9 68 Secara umum, ada 3 shift proses penyimpanan dan pengiriman produk, yaitu sebagai berikut. - shift 1 : , dilakukan pengiriman produk internal dan proses penyimpanan produk dari produksi ke gudang. - shift 2 : , dilakukan pemuatan produk ke dalam transporter yang akan ke luar kota dan yang akan menangani outlet yang mempunyai latest arrival time, seperti Carefour. - shift 3 : , dilakukan pemuatan produk ke dalam kendaraan internal untuk kendaraan pengangkut yang akan berangkat pagi Sistem manual pengiriman produk yang selama ini dilakukan PT Nutrifood Indonesia adalah sebagai berikut. 1. Penerimaan Sales Order Sales order baru terkumpul cukup lengkap sekitar pukul setiap harinya. Rata-rata ada sekitar 80 hingga 120 purchase/sales order 2. Routing secara manual Routing biasanya dilakukan secara manual ketika semua sales order sudah diterima sekitar pukul Adapun Routing yang selama ini dilakukan adalah sebagai berikut. a. Memisah-misahkan pesanan per zona: Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. b. Membagi kendaraan pengangkut sesuai zona dengan melihat jumlah pesanan dan kapasitas kendaraan pengangkut secara sekilas

10 69 c. Melakukan penyesuaian rute atau zona, terutama ketika ada kendaraan pengangkut yang terlalu penuh dan ada yang kosong, tetapi memiliki rute yang searah. Diusahakan kendaraan pengangkut terisi minimal setengah, bahkan diharapkan minimal terisi tiga per empatnya, sehingga nilai biaya angkut per produk rendah. d. Melakukan pengecekan sekali lagi, agar outlet yang dikunjungi tidak terlalu banyak. Target waktu pengiriman adalah satu hari kerja. Masalah yang sering terjadi adalah rumitnya serah-terima pada beberapa outlet yang mengakibatkan lamanya waktu serah terima produk. Karena dilakukan secara manual, proses routing ini biasanya menghabiskan waktu hingga 1 jam lebih. 3. Picking dan loading Proses ini dilakukan setelah proses Routing selesai (sekitar pukul 20.00). Adapun proses loading untuk Bandung, Banten dan ekspedisi luar kota lainnya didahulukan mengingat banyaknya administrasi yang harus diurus, seperti surat jalan dan faktur. Loading untuk outlet-outlet di JaBoTaBek dilakukan setelahnya (sekitar pukul 22.00) Proses loading yang selama ini dilakukan adalah memasukkan produk berdasarkan outlet mana yang lebih dahulu diantar. Jika outlet A lebih dahulu daripada B, maka produk-produk pesanan A diletakkan lebih dekat ke pintu, agar lebih mudah diambil. Loading produk yang akan dikirimkan ke distributor lebih sulit karena ada penyesuaian kubikitas.

11 70 4. Pengiriman Meskipun routing telah dibuat, tetapi pengiriman tidak semata-mata mengikuti routing tersebut, karena ada beberapa persyaratan lain yang diminta oleh outlet, misal: Carefour selalu meminta semua kendaraan pengangkut PT Nutrifood Indonesia wajib masuk pukul setiap hari, karena jika terlambat maka akan ada antrian yang panjang. Hal ini tentunya mengganggu pengiriman produk yang lain dan tentunya akan menurunkan angka service level. Solusi yang selama ini digunakan adalah dengan menyewa transporter. Adapun pengiriman produk untuk wilayah Jakarta dan Tangerang biasanya melewati jalan tol JaGoRaWi (sepanjang kurang lebih 55 kilometer), dilanjutkan dengan tol dalam kota (kurang lebih 5 kilometer untuk wilayah Jakarta dan 25 kilometer untuk wilayah Tangerang). Kecepatan rata-rata kendaraan pengangkut di tol JaGoRaWi adalah 90 km/jam, di tol dalam kota Jakarta adalah 70 km/jam dan di tol Tangerang adalah 90 km/jam. Untuk pengiriman ke Bogor, dilakukan langsung tanpa melalui tol. Adapun kecepatan rata-rata kendaraan pengangkut pada jalan biasa adalah 40 km/jam pada kondisi normal dan 20 km/jam dalam kondisi macet. Untuk setiap kendaraan internal, maka setiap kendaraan yang berangkat akan dibekali bensin 20 liter untuk pulang dan pergi. Pengiriman produk di PT Nutrifood Indonesia sampai saat ini belum dipengaruhi oleh time constraint atau time window, karena hanya Carefour yang baru menetapkan masalah waktu pengantaran. Jam kerja supir dan kernet internal adalah 8 jam waktu kerja efektif dan 1 jam waktu instirahat. Jadi, jam kerja supir dan kernet dimulai pukul 7 dan berakhir pukul 5 sore. Karena keterbatasan

12 71 waktu, dalam skripsi ini masalah waktu tidak dimasukkan sebagai kendala. Pada software yang dihasilkan nanti, akan ada waktu-waktu pengiriman yang digunakan perusahaan sebagai informasi tambahan untuk pengecekan. Adapun rata-rata waktu untuk proses serah terima produk adalah sebagai berikut. a. Grosir : 30 menit b. Modern market : 2-3 jam (normal), 1-2 hari (peak season) 5. Pengembalian produk atau return order Produk-produk yang dikirim ke outlet-outlet yang bersifat modern market bersifat returnable atau dapat dikembalikan, jika cacat ataupun tidak laku. Namun, hal ini tidak berlaku untuk distributor. Untuk distributor, biasanya diberikan diskon berlebih sebagai komisi. Adapun proses waktu retur adalah 30 menit. Return Order terdiri dari dua jenis, yaitu sebagai berikut. a. Per periode sewa Ada beberapa outlet yang bersifat undirect delivery, dalam arti pengiriman produk tidak langsung ke outlet, tetapi melalui sebuah distribution centre. Karena itu, return order dilakukan di tiap akhir periode sewa. b. Langsung kembali Banyak outlet kecil yang langsung mengembalikan produk jika cacat ataupun ternyata tidak laku. Karena jika produk tidak langsung diambil, maka pihak outlet tidak mau bertanggung jawab (kebanyakan pernyataan ini ditulis dalam nota kredit). Yang terjadi adalah kendaraan pengangkut tidak dapat mengambil produk retur tersebut karena muatan yang penuh. Karena itu,

13 72 pengambilan sering dilakukan saat pengiriman telah selesai ataupun keesokan harinya. Melalui penelitian ini diharapkan perusahaan dapat menerapkan metode matematis dalam mendistribusikan produk-produk hasil produksi secara terkomputerisasi di masa yang akan datang, sehingga dapat diperoleh biaya pengiriman yang minimal. Adapun faktor biaya dipengaruhi oleh panjang rute dan jumlah kendaraan pengangkut. 3.3 Identifikasi Masalah Masalah logistik PT Nutrifood Indonesia sangat kompleks, karena itu masalah yang akan dibahas akan disedehanakan sebagai berikut. 1. Tujuan dari Vehicle Routing adalah untuk memperoleh biaya pengangkutan minimal dari jarak rute yang minimal. Permintaan bersifat pengantaran dari pabrik ke outlet dan pengambilan retur dari outlet ke pabrik 2. Outlet-outlet yang akan dikunjungi berada di kawasan JaBoTaBek. 3. Dalam hal ini, asumsikan tidak ada outlet yang masuk sebagai prioritas pengiriman (tidak ada latest arrival time). 4. Kendaraan pengangkut terdiri dari dua macam, yaitu: internal (memiliki jumlah maksimum kendaraan). Adapun kedua kendaraan ini berangkat dari pabrik. 5. Biaya yang dihitung adalah biaya solar untuk kendaraan internal dan biaya sewa serta biaya multidrop untuk transporter. 6. Kendaraan hanya mengunjungi outlet satu kali baik untuk pengiriman produk maupun untuk retur.

14 73 7. Jenis transporter memiliki kubikasi dan tonase yang sama dengan kendaraan internal, dan dianggap berasal dari satu tempat penyewaan, sehingga biaya jasa dan multidrop sama. Jumlah transporter tidak terbatas. 8. Kendaraan internal dapat melayani outlet berikutnya apabila memenuhi beberapa constraint sebagai berikut. a. Waktu untuk melayani outlet berikutnya mulai dari pukul hingga kurang dari pukul (jam tutup outlet). Adapun waktu istirahat supir dan kernet harus diperhatikan. b. Solar yang digunakan masih cukup untuk melayani outlet berikutnya dan untuk kembali ke pabrik. c. Kapasitas kendaraan yang terbagi menjadi kapasitas volume dan berat. 9. Kecepatan rata-rata kendaraan internal adalah 30 km/jam. Tol dianggap tidak ada, sehingga kecepatan ini sama untuk setiap perjalanan. 10. Sedangkan, transporter dapat melayani outlet berikutnya apabila memenuhi beberapa constraint sebagai berikut. a. Waktu untuk melayani outlet berikutnya mulai dari pukul hingga kurang dari pukul (jam tutup outlet). Adapun waktu istirahat supir dan kernet harus diperhatikan. b. Kapasitas transporter yang terbagi menjadi kapasitas volume dan berat. 11. Pengaturan posisi peletakkan barang pada kendaraan tidak dianggap sebagai constraint. 12. Asumsikan bahwa permintaan satu outlet tidak ada yang lebih besar daripada kapasitas kendaraan, juga jarak maksimum satu outlet dapat dilayani dengan solar yang tersedia dan dapat dilayani pada saat jam kerja.

15 Loading produk saat pukul ke transporter diabaikan. Jadi, routing akan dilakukan pada sisa permintaan yang belum dilayani oleh transporter. 14. Retur diasumsikan telah diketahui pada hari yang sama dengan masuknya purchase order Uraian Masalah Proses routing selama ini dilakukan memerlukan waktu kurang lebih satu jam. Apabila proses routing dapat dilakukan lebih cepat, maka proses picking dan loading akan semakin cepat. Penyelesaian masalah VRP dapat dibagi menjadi dua, yaitu penyelesaian secara eksak dan heuristik. Penyelesaian secara eksak terdiri dari Integer Programming dan Branch and Bound. Sedangkan penyelesaian secara heuristik dibentuk dengan tahap konstruksi dan pengembangan. VRP termasuk dalam NP-complete. Untuk menyelesaikan masalah nondeterministik dilakukan dengan mengubahnya menjadi masalah deterministik. Salah satunya dengan menggunakan probabilitas yang dihasilkan oleh random number generator. Salah satu random number generator dihasilkan dengan pendekatan heuristik. Pendekatan ini dilakukan karena banyaknya kendala pada VRP. Penyelesaian secara eksak hanya dapat melibatkan beberapa constraint, misal jarak dan biaya pengangkutan, jarak dan waktu, dan constraint lainnya yang tidak terlalu kompleks. Penyelesaian dengan heuristik bersifat pendekatan. Hasil yang didapat optimal, dan cukup dapat diterima. Penyelesaian ini juga dapat melibatkan berbagai constraint, sehingga dapat menyelesaikan berbagai permasalahan optimisasi pada dunia nyata. Begitu juga dengan penyelesaian metaheuristik, yang merupakan pengembangan dari penyelesaian heuristik. Penyelesaian ini dilakukan dengan sistem pembelajaran

16 75 (learning), sehingga hasil-hasil yang terbaik yang akan digunakan sebagai knowledge base untuk iterasi berikutnya. Penggunaan metode metaheuristik yang tepat akan mempercepat perolehan biaya yang minimal, namun merancang fitness function yang baik juga harus diperhatikan. Agar dapat dihasilkan jarak rute dan biaya perjalanan yang minimal, maka dilakukan konstruksi dan pengembangan. Konstruksi di sini berarti membangun feasible route dengan tujuan meminimalkan jarak, yang kemudian dikembangkan dengan membangun improved route dengan tujuan meminimalkan biaya. Agar routing benar-benar dapat menghasilkan biaya seminimal mungkin, maka selain hasil routing untuk setiap kendaraan pengangkut, optimisasi pemilihan kombinasi antara kendaraan internal dan transporter harus dilakukan. Jika sebuah kendaraan pengangkut meninggalkan pabrik dalam keadaan penuh dan pengiriman barang dilakukan dengan VRPPDMV, maka ada kemungkinan supir mengalami masalah di tengah perjalanan. Pertama, cepat atau lambat supir akan mengalami keadaan di mana barang yang akan diambilnya dari pelanggan lebih besar dari kapasitas kendaraan pengangkut. Kedua, mungkin supir harus menata ulang susunan barang-barang di kendaraan pengangkut agar barang-barang itu dapat dimasukkan ke kendaraan pengangkut. Tetapi tentunya hal ini menghabiskan waktu. Karena itu, dikembangkan suatu cara agar pengambilan barang di pelanggan pertama lebih sedikit daripada pengantarannya. Tetapi hal ini biasanya menyebabkan semakin jauhnya rute yang harus ditempuh dan tentunya menghabiskan waktu yang tidak sedikit. Ada juga cara lain, di mana kendaraan pengangkut tidak diisi muatan penuh. Tetapi masalah yang terjadi adalah efisiensi penggunaan kendaraan pengangkut.

17 76 Solusi yang mungkin dalam pengangkutan dengan pelayanan pengiriman saja hanya bergantung pada jumlah barang yang akan dikirim kepada sejumlah pelanggan dalam suatu rute. Misal, sebuah kendaraan pengangkut berangkat dari pabrik (i=1) dan berjalan sepanjang rute 1 - i 1 - i i i -... hingga mencapai outlet i k. Dengan pengiriman kumulatif C d (i k ) pada outlet, maka jumlah barang yang dikirimkan ke semua pelanggan sepanjang rute hingga outlet i k adalah: C d (i k (3.1) ) i kl i1 Besaran P(1, i k ) menyatakan outlet-outlet sepanjang rute. Rute ini kemudian menjadi tidak mungkin apabila kendaraan pengangkut sudah tidak dapat mengatarkan d i barang ke pelanggan selanjutnya, i k+1, karena total pengiriman kumulatif melebihi kapasitas kendaraan pengangkut K v sebagai berikut. C d (i k ) K v dan C d (i k+1 ) > K v (3.2) Apabila outlet i k mungkin membentuk satu rute, maka hubungkan outlet i k dengan pabrik. Fungsi kumulatif pengiriman bertambah secara monoton sepanjang rute, dimulai dari nol (mulai dari pabrik) dan mencapai nilai maksimal pada saat kunjungan ke pelanggan i k dari sebuah rute. Nilai ini disebut sebagai nilai maksimal kumulatif pengiriman dari rute. Karena itu, untuk pengangkutan yang bersifat pengiriman, solusi diperoleh apabila maksimal kumulatif pengiriman tidak melebihi kapasitas kendaraan pengangkut. Hal ini disebut delivery feasibillity. Misal L(i k ) merupakan muatan kendaraan pengangkut sesaat setelah meninggalkan pelanggan i k. Asumsikan bahwa kendaraan pengangkut meninggalkan pabrik dengan muatan inisialisasi L(1), yang kurang atau sama dengan kapasitas

18 77 kendaraan pengangkut. Maka, muatan kendaraan pengangkut pada outlet i k dari rute adalah selisih dari muatan inisialisasi dengan kumulatif pengiriman pada outlet ini, yaitu L(i k ) = L(1) - C d (i k ). Nilai dari muatan inisialisasi pada kenyataannya sama dengan maksimal kumulatif pengiriman dari sebuah rute. Nilai ini juga berkurang seiring dengan perjalanan kendaraan pengangkut dari pabrik ke pelanggan terakhir. Dengan cara yang sama, dapat didefinisikan kumulatif pengambilan C p (i k ) pada outlet i k. Dari situ dapat dimengerti total barang yang diambil dari pelanggan sepanjang rute, termasuk outlet i k, adalah: p k i k C (i ) p (3.3) i1 i Rute ini akan menjadi tidak mungkin apabila kendaraan pengangkut tidak dapat melayani pengambilan barang di pelanggan setelahnya pada rute tersebut. C p (i k ) K v dan C p (i k+1 ) > K v (3.4) Apabila outlet i k mungkin membentuk satu rute, maka hubungkan outlet i k dengan pabrik. Muatan kendaraan pengangkut pada setiap outlet i k mempunyai nilai yang sama dengan kumulatif pengambilan: L(i k ) = C p (i k ). Fungsi ini bertambah secara monoton sepanjang rute, dimulai dari nol (mulai dari pabrik) dan mencapai nilai maksimal pada saat kunjungan ke pelanggan terakhir dari sebuah rute. Nilai ini disebut sebagai nilai maksimal kumulatif pengambilan dari rute. Karena itu, untuk pengangkutan yang bersifat pengambilan, solusi diperoleh apabila maksimal kumulatif pengambilan tidak melebihi kapasitas kendaraan pengangkut. Hal ini disebut dengan pick-up feasibillity. Pada versi kendaraan pengangkut tunggal untuk VRP murni, asumsikan bahwa total pengiriman (atau pengambilan) tidak melebihi kapasitas kendaraan pengangkut.

19 78 i kl i1 i kl d i K v atau i1 pi K v (3.5) Dengan demikian, solusi ini memenuhi siklus Hamilton. Pengiriman atau pengambilan barang pada kondisi (3.5) adalah penting dan cukup untuk menjadi solusi perencanaan pemilihan rute pada VRP murni. Dapat dilihat bahwa pengiriman atau pengambilan barang hanya tergantung pada himpunan pelanggan. Dalam VRPPDMV situasi menjadi lebih kompleks. Dalam kasus ini, kapasitas kendaraan pengangkut dapat terganggu pada outlet mana pun dalam sebuah rute, tergantung dengan bagaimana urut-urutan pelanggan dalam satu rute. Akibatnya, kondisi (3.5) tetap menjadi penting, tetapi tidak cukup. Muatan kendaraan pengangkut pada setiap outlet dalam VRPPDMV adalah fungsi dari kumulatif pengiriman, kumulatif pengambilan, dan nilai muatan inisiasi sebagai berikut. L(i k ) = C p (i k ) + L(1) C d (i k ) (3.6) Karena itu, meskipun setiap kumulatif permintaan (3.1) dan (3.3) pada outlet i k manapun dari rute tidak melebihi kapasitas kendaraan pengangkut, muatan kendaraan pengangkut (3.6) tetap dapat melebihi kapasitas kendaraan pengangkut. Hal ini berarti rute tersebut menjadi tidak mungkin karena kendaraan pengangkut tidak dapat melakukan pelayanan untuk pelanggan setelahnya i k+1 dari rute. L(i k ) K v dan L(i k+1 ) > K v (3.7) Dengan demikian, pada VRPPDMV ada faktor lain yang mempengaruhi solusi perencanaan rute, yaitu urut-urutan dari pelanggan. Faktor ini disebut load feasibility. Jadi, dalam VRPPDMV ada tiga situasi yang harus dipenuhi agar solusi dapat diperoleh, yaitu delivery feasible, pick-up feasible, dan load feasible.

20 Problem Formulation (Mathematical Formulation) Tujuan: meminimalkan biaya pengangkutan untuk kendaraan internal dan transporter. Minimalkan n n 2 m k i0 j0 k1 l1 c (3.8) ijkl x ijkl di mana: c ijkl = biaya pengangkutan kendaraan ke-l bertipe k dari outlet i ke j (i j), di mana k = 1 merupakan kendaraan internal dan k = 2 merupakan transporter. x ijkl 1, jika kendaraan ke - l bertipe k berjalan langsung dari outlet i ke 0, untuk situasi lainnya j(i j) Adapun kendala-kendala yang ada sebagai berikut. 1. Kendaraan pengangkut hanya dapat mengunjungi outlet satu kali. 2 m k k1 l1 x 1, i = 1, 2,..., n (3.9) ikl 2. Jumlah maksimal kendaraan internal adalah m k k1 l1 x kl 17 (3.10) 3. Waktu perjalanan kendaraan ditambah waktu proses dropping (30 menit) dan retur (30 menit), juga dengan waktu istirahat (60 menit) kurang dari 600 menit (pukul hingga pukul adalah 600 menit). Perhitungan berikut berlaku baik untuk k=1 (kendaraan internal) maupun k=2 (transporter).

21 80 n n 2 t ijl i0 j0 k 1 x ijl 30 * x 30 * x 60 * x ijl ijl ijl 600 * l di mana l = 1,2,..., m k dan t ijl = d ij / kecepatan rata-rata (3.11) 4. Solar yang disediakan per kendaraan internal adalah 20 liter. n n i0 j0 sijl xijl 20 * l, di mana l = 1,2,..., m k untuk k = 1 dan s ijl = d ij / 5 (3.12) 5. Muatan kendaraan pengangkut pada outlet ke-i adalah: L(i kl ) = L(0) - Cd(i kl ) + Cp(i kl ) (3.13) di mana: Lv(0) L(0) (3.14) Lw(0) C d (i kl ) i kl i1 di i kl i 1 h1 i H H kl i 1 h1 v q h h ih w q ih (3.15) C p (i kl ) i kl i1 p i i kl i1 h1 i H H kl i1 h1 v h w h q q ih ih (3.16) adapun k = 1, Kendala untuk memastikan bahwa volume produk yang akan dikirimkan dari pabrik memenuhi kapasitas volume kendaraan pengangkut.

22 81 ikl n n m 2 k d i 1 x ijkl V i1 i0 j0 k 1 l1 sehingga: k v x ijkl Vk (3.17) ikl H n n 2 mk hqih 1 i1 h1 i0 j0 k1 l1 Karena itu, volume muatan awal dapat didefinisikan sebagai berikut. n n m 2 k L v ( 0) 1 x ijkl Vk (3.18) i0 j0 k 1 l 1 7. Kendala untuk memastikan bahwa berat produk yang akan dikirim dari pabrik memenuhi kapasitas berat kendaraan pengangkut. ikl n n m 2 k d i 1 x ijkl W i1 i0 j0 k1 l1 sehingga: k w x ijkl Wk (3.19) ikl H n n 2 mk h qih 1 i1 h1 i0 j0 k1 l1 Karena itu, berat muatan awal dapat didefinisikan sebagai berikut. n n m 2 k L w ( 0) 1 x ijkl Wk (3.20) i0 j0 k 1 l1 8. Kendala untuk memastikan bahwa volume produk yang akan diambil dari pelanggan i kl memenuhi kapasitas volume kendaraan pengangkut. ikl n n m 2 k p i 1 x ijkl V i1 i0 j0 k 1 l1 k

23 82 sehingga: v x ijkl Vk (3.21) ikl H n n 2 mk hrih 1 i1 h1 i0 j0 k1 l1 9. Kendala untuk memastikan bahwa berat produk yang akan diambil dari pelanggan i memenuhi kapasitas berat kendaraan pengangkut. ikl n n m 2 k p i 1 x ijkl W i1 i0 j0 k 1 l 1 sehingga: k w x ijkl Wk (3.22) ikl H n n 2 mk hrih 1 i1 h1 i0 j0 k1 l1 10. Kendala untuk memastikan bahwa muatan kendaraan pengangkut setelah produk dikirimkan kepada pelanggan i kl dan setelah ada pengembalian, masih memenuhi syarat volume. L 2 mk 2 mk v ( ikl ) 1 x ijkl Vk dan Lw ( ikl ) 1 x ijkl Wk k 1 l1 k 1 l1 i = 0,..., i kl ; j = 1,..., n; k = 1, 2 Karena itu, kl kl k a. L v vhrih vhqih i H i H n n 2 m 0 1 xijkl Vk (3.23) i1 h1 i1 h1 i0 j0 k1 l1 i H i H n n 2 m 0 1 xijkl Wk (3.24) i1 h1 i1 h1 i0 j0 k1 l1 kl kl k b. L w whrih whqih

24 Namun, meskipun kumulatif permintaan pengiriman (3.15) dan pengambilan (3.16) pada setiap pelanggan i kl memenuhi kapasitas kendaraan pengangkut, muatan L(i kl ) yang dijabarkan pada persamaan (3.23) dan (3.24) dapat tidak memenuhi kapasitas kendaraan pengangkut. Karena itu, kendaraan pengangkut dianggap load infeasible apabila memenuhi kendala berikut. 2 mk 2 mk a. Lv ( ikl ) 1 x ijkl Vk dan Lv ( ikl 1 ) 1 x ijkl Vk (3.25) k 1 l1 k 1 l1 2 mk 2 mk b. Lw ( ikl ) 1 x ijkl Wk dan Lw ( ikl 1) 1 x ijkl Wk (3.26) k 1 l1 k1 l1 Notasi Matematika Himpunan: I = himpunan outlet atau pelanggan (i = 0, 1,..., n) di mana i = 0 merupakan pabrik k = himpunan tipe kendaraan (k = 1, 2,..., K) H = himpunan tipe produk (h = 1, 2,..., H) R = himpunan rute (r = 1, 2,..., R) Parameter: n = jumlah outlet atau pelanggan; n = I - 1 m k = jumlah kendaraan pengangkut bertipe k, di mana k bernilai 1 untuk kendaraan internal dan bernilai 0 untuk kendaraan transporter c ijk V k = biaya perjalanan kendaraan pengangkut ke-l bertipe k dari outlet i ke outlet j = kapasitas volume pada kendaraan pengangkut bertipe k

25 84 W k s ijl t ijkl = kapasitas berat pada kendaraan pengangkut bertipe k = solar yang digunakan pada kendaraan internal ke-l dari outlet i ke outlet j = waktu solar yang diperlukan kendaraan pengangkut ke-l bertipe k dari outlet i ke outlet j q ih r ih v h w h c ij d i = permintaan pelanggan i atas produk bertipe h = pengambilan produk bertipe h dari pelanggan i = unit volume dari produk bertipe h = unit berat dari produk bertipe h = jarak antaroutlet atau antarpelanggan simetris c ij = c ji,, i j = jumlah pengiriman (delivery) ke pelanggan, i I dari pabrik C d (i kl ) = jumlah kumulatif pengiriman pada outlet i oleh kendaraan pengangkut ke-l bertipe k p i = jumlah pengambilan (pick up) dari pelanggan, i I C p (i kl ) = jumlah kumulatif pengambilan pada outlet i oleh kendaraan pengangkut ke-l bertipe k Variabel keputusan: L (0) L(i kl ) = muatan awal kendaraan pengangkut = muatan kendaraan pengangkut pada outlet i oleh kendaraan pengangkut ke-l bertipe k, yang kemudian dipecah menjadi dua komponen muatan berdasarkan volume dan berat, yaitu: L v (i kl ) dan L w (i kl ) x ijkl 1, jika kendaraan ke - l bertipe k berjalan langsung dari outlet i ke 0, untuk situasi lainnya j(i j)

26 Alternatif Pemecahan Masalah Berbagai metode untuk menyelesaikan masalah Vehicle Routing telah digunakan dan telah dibahas pada bab dua. Maka untuk memecahkan masalah logistik pada PT Nutrifood Indonesia, akan dilakukan pembandingan beberapa metode sebagai berikut. 1. Savings Method 2. Dual Genetic Algorithm Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan. Berdasarkan teori yang telah ada, penyelesaian VRPPDMV dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pengkonstruksian feasible route dilanjutkan dengan tahap pengkonstruksian improved route. Pada pengkonstruksian feasible route, Savings Method dapat memecahkan masalah routing dalam waktu yang cukup baik. Untuk membagi outlet, dengan jumlah di bawah 200, ke dalam rute-rute pengiriman, Savings Method dapat menghasilkan rute yang optimal dalam waktu yang jauh lebih cepat daripada Dual Genetic Algortihm. Savings Method menghasilkan satu solusi routing yang selalu konstan untuk constraint yang ada. Namun, Savings Method tidak dapat menyelesaikan masalah pemilihan kendaraan yang optimal. Selain pembagian kendaraan dan pemilihan rute yang optimal, pencarian solusi pada VRPPDMV juga memerlukan pemilihan kombinasi kendaraan yang optimal antara penggunaan kendaraan internal dan transporter. Karena itu, penyelesaian masalah ini dilakukan dengan Dual Genetic Algorithm dengan memasukkan nomor urut kendaraan pengangkut sebagai random key. Masalah routing pada PT Nutrifood Indonesia memerlukan hasil yang optimal dalam waktu yang relatif singkat (kurang dari satu jam). Karena itu, diperlukan suatu metode yang dapat memenuhi kriteria pencarian solusi tersebut, dengan menggabungkan kelebihan dari dua metode yang telah ada sebelumnya. Metode gabungan ini diberi nama

27 86 Hybrid Savings-Dual Genetic Algorithm. Metode ini menggunakan Savings Method untuk menghasilkan feasible route yang optimal dan Dual Genetic Algorithm untuk menghasilkan kombinasi pemilihan kendaraan pengangkut yang optimal. 3.5 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan survey ke pabrik dan meminta data langsung ke bagian logistik. Adapun data yang diberikan adalah sebagai berikut. 1. Data spesifikasi produk, berisi jenis-jenis produk dengan ukuran panjang, lebar, dan tinggi, ukuran massa dan satuan. 2. Form Purchase Order, yang berisi informasi tentang outlet dan produkproduk yang dipesannya (diminta). 3. Data jenis kendaraan internal dan transporter, dengan ukuran kubikasi dan tonase kapasitas. 4. Daftar outlet, yang berisi nama outlet dan alamatnya. 5. Data hasil routing yang dilakukan dari tanggal 11 Desember 2007, baik menggunakan kendaraan internal maupun menggunakan kendaraan transporter. 3.6 Proses Pemecahan Masalah Masalah routing pada PT Nutrifood Indonesia memerlukan hasil yang optimal dalam waktu yang relatif singkat (kurang dari satu jam). Karena itu, digunakan metode gabungan yang diberi nama Hybrid Savings-Dual Genetic Algorithm. Metode ini menggunakan Savings Method untuk menghasilkan feasible route yang optimal dan

28 87 Dual Genetic Algorithm untuk menghasilkan kombinasi pemilihan kendaraan pengangkut yang optimal. Agar dapat memecahkan masalah yang ada, maka pertama dilakukan proses pada data sebagai berikut. 1. Mengubah data permintaan pada Form Purchase Order dari satuan yang ada menjadi satuan terkecil, misal dari box menjadi dus, lalu hitung kubikasi dan tonasenya. Adapun sistem perhitungannya sebagai berikut. Nama Outlet : Makro Puri Indah Pesanan : Kode Produk : Nama Produk Panjang Dus Lebar Dus Tinggi Dus Berat Dus Jumlah Pesanan : TS NFDM Fiber Plain 285 gr (12dus) : 140 mm : 40 mm : 200 mm : 285 gr : 2 box Maka, kubikasi dan tonase pesanan outlet tersebut, yaitu: Kubikasi per dus = 140 mm x 40 mm x 200 mm = mm 3 = 0,00112 m 3 Kubikasi pesanan = 2 box x 12 dus x 0,00112 m 3 = 0,02688 m 3 Tonase pesanan = 2 box x 12 dus x 285 gr = gr = 6,84 kg 2. Buat sistem perhitungan biaya pengiriman, dalam hal ini biaya pada kendaraan internal adalah biaya harian supir dan kenek, biaya tol pulang pergi, biaya solar, dan

29 88 biaya perawatan harian. Sedangkan biaya pada transporter adalah biaya sewa dan biaya multidrop. 3. Cari feasible route menggunakan Savings Method. Adapun objective function yang digunakan adalah untuk meminimalkan biaya pengangkutan barang. Objective function ini disusun dengan pembatasan constraint solar, waktu, kubikasi, dan tonase. 4. Dalam sistem ini, kendaraan yang didahulukan untuk digunakan adalah kendaraan internal. Apabila kendaraan internal yang tersedia telah terpakai semuanya, maka outlet-outlet yang belum dilayani akan dilayani dengan transporter. Ternyata, hal ini belum tentu membuat biaya yang dikeluarkan semakin rendah. 5. Karena itu, dilakukan optimisasi terakhir untuk membentuk improved route dengan mengganti kombinasi kendaraan terhadap outlet yang dilayani. Hal ini dapat dilakukan karena kendaraan internal dan transporter tidak memiliki perbedaan kubikasi dan tonase, hanya ada perbedaan solar. Pengaturan kombinasi ini dilakukan dengan menggunakan Dual Genetic Algorithm. Setiap kendaraan yang digunakan diberi indeks urutan, yang selanjutnya indeks tersebut digunakan sebagai key pada random key method pada Dual Genetic Algorihm. 6. Improved route telah terbentuk dan diasumsikan sudah optimal. Agar dapat lebih dioptimalkan, maka dilakukan dua tahap optimisasi lanjutan, yaitu: a. Penggabungan transporter, untuk mengoptimalkan muatan yang ada pada masing-masing transporter, sehingga tidak sia-sia dalam pengeluaran untuk biaya sewa. Semakin banyak transporter, maka akan semakin banyak biaya sewa yang dikeluarkan. Karena itu, penggunaan transporter yang ada harus sesedikit mungkin, sehingga hanya biaya multidrop saja yang bertambah.

30 89 b. Optimisasi subrute pada setiap kendaraan dengan Savings Method. Pada tahap akhir ini, setiap kendaraan telah diberi tugas untuk melayani outlet-outlet pada suatu subrute. Agar lebih optimal, maka pengoptimalan subrute dilakukan untuk terakhir kalinya. 3.7 Algoritma Pemecahan Masalah Adapun sistem kerja pada Hybrid Savings-Dual genetic Algorithm adalah sebagai berikut. 1. Inisialisasi outlet-outlet mana saja yang mempunyai permintaan baik pengiriman maupun retur, kemudian hitung kubikasi dan tonase dari tiap permintaan dan retur. 2. Modelkan objctive function untuk menghitung biaya pengangkutan sebagai berikut. i. Set satu kendaraan internal untuk melayani sebuah rute (digambarkan dengan baris pada populasi). ii. Cek constraint untuk kendaraan internal: waktu, solar, volume, dan berat untuk kendaraan tersebut. iii. Jika kendaraan internal tersebut tidak dapat memenuhi salah satu constraint, maka kendaraan harus kembali ke pabrik. iv. Jika kendaraan internal di pabrik sudah habis, maka outlet-outlet yang belum dilayani akan dilayani dengan transporter. Set populasi baru untuk perhitungan solusi Routing dengan menggunakan transporter. v. Cek constraint untuk transporter: waktu, volume, dan berat untuk kendaraan tersebut.

31 90 vi. Jika transporter tersebut tidak dapat memenuhi salah satu constraint, maka transporter harus kembali ke pabrik. Adapun jumlah transporter tidak terbatas. vii. Objective function adalah hasil perhitungan biaya pengangkutan untuk kendaraan internal dan transporter. 3. Cari solusi objective function dengan menggunakan Savings Method untuk penyelesaian masalah Vehicle Routing Pick Up and Delivery (VRPPD). Solusi ini disebut sebagai feasible route. Adapun feasible route ini berupa subrutesubrute yang telah dibagi dalam kendaraan-kendaraan pengangkut. 4. Hasil dari feasible route akan digunakan sebagai inisialisasi populasi pada improved route untuk kombinasi penugasan kendaraan. 5. Beri nomor indeks pada setiap kendaraan yang digunakan dalam pengiriman ataupun pengambilan barang. 6. Set generasi dan populasi. Generasi melambangkan jumlah iterasi yang dilakukan. Dengan menambah generasi, diharapkan dapat hasil yang semakin minimal. Populasi digambarkan dengan matriks baris kali kolom. Setiap baris pada matriks berisi kemungkinan acak dari nomor indeks kendaraan. Jumlah baris harus merupakan kelipatan empat, karena dalam metode Dual Genetic Algorithm, akan ada proses pembagian baris dengan empat. Jumlah kolom sama dengan jumlah outlet yang ingin dilayani. 7. Modelkan fitness function untuk mengoptimalkan kombinasi penugasan kendaraan sebagai berikut. i. Ambil subrute pada feasible route secara acak berdasarkan random key.

32 91 ii. Jika memenuhi validasi constraint solar, waktu, kubikasi, dan tonase, maka kemudian hitung biaya perjalanan apabila subrute ini ditugaskan pada kendaraan internal. Catat biaya sebagai biaya_internal. iii. Jika memenuhi validasi constraint waktu, kubikasi, dan tonase, maka kemudian hitung biaya perjalanan apabila subrute ini ditugaskan pada transporter. Catat biaya sebagai biaya_transporter. iv. Bandingkan kedua biaya. Apabila biaya_internal lebih murah daripada biaya_transporter, maka tugaskan kendaraan internal untuk melayani subrute tersebut. Namun, sebelumnya lakukan pengecekan apakah masih ada kendaraan internal yang tersedia. Apabila biaya_transporter lebih murah, maka lakukan sebaliknya. v. Cek subrute berikutnya. Lakukan langkah 4i dan 4ii. vi. Bandingkan kedua biaya: Apabila biaya_internal lebih murah daripada biaya_transporter, cek apakah subrute sebelumnya dilayani dengan kendaraan internal. Jika ya, maka lakukan validasi constraint solar, waktu, kubikasi, dan tonase. Apabila memenuhi validasi, maka gabungkan subrute tersebut dengan subrute sebelumnya, dan subrute gabungan ini dilayani dengan kendaraan internal. Jika tidak memenuhi, maka buat subrute baru yang juga dilayani oleh kendaraan internal. Namun, sebelumnya lakukan pengecekan apakah masih ada kendaraan internal yang tersedia. Apabila subrute sebelumnya dilayani dengan transporter, maka buat subrute baru yang dilayani oleh transporter.

33 92 Apabila biaya_transporter lebih murah daripada biaya_internal, maka cek apakah subrute sebelumnya dilayani dengan transporter. Jika ya, maka lakukan validasi constraint waktu, kubikasi, dan tonase. Apabila memenuhi validasi, maka gabungkan subrute tersebut dengan subrute sebelumnya, dan subrute gabungan ini dilayani dengan transporter. Jika tidak memenuhi, maka buat subrute baru yang juga dilayani oleh transporter. Apabila subrute sebelumnya dilayani dengan kendaraan internal, maka buat subrute baru yang dilayani oleh kendaraan internal. Namun, sebelumnya lakukan pengecekan apakah masih ada kendaraan internal yang tersedia. 8. Cari improved route untuk mengatur kombinasi optimal penugasan kendaraan dengan metode Dual Genetic Algorithm. 9. Diperoleh hasil berupa daftar kendaraan yang bertugas, baik kendaraan internal maupun transporter. Karena keterbatasan solar, maka asumsikan subrute-subrute pada kendaraan internal sudah tidak dapat digabungkan. Kondisi yang berbeda terjadi pada transporter. Karena itu, dilakukan penggabungan subrute pada transporter. Untuk itu, digunakan Savings Method kembali dalam routing. 10. Setelah semua kendaraan siap bertugas, dilakukan pengoptimalan tahap akhir terhadap subrute yang ada dengan menggunakan Savings Method. 11. Solusi terbaik adalah rute yang memiliki biaya pengangkutan terkecil.

34 Flow Chart Pemecahan Masalah Untuk memperjelas algoritma pemecahan masalah, maka diberikan flow chart pemecahan masalah sebagai berikut. Pemecahan masalah dibagi menjadi empat tahap yaitu sebagai berikut. 1. Konstruksi feasible route dengan Savings Method. 2. Konstruksi improved route untuk optimisasi kombinasi penugasan kendaraan dengan Dual Genetic Algorithm dengan konfigurasi yaitu indeks urutan penugasan kendaraan. 3. Pengoptimalan subrute dari setip subrute yang akan dikunjungi kendaraan. 4. Penggabungan muatan transporter apabila masih memungkinkan.

35 Gambar 3.3 Flow chart mesin utama Hybrid Savings-Dual Genetic Algorithm 94

36 95 Pengkonstruksian feasible route dengan Savings Method ditunjukkan pada gambar 3.4 dan 3.5 Gambar 3.4 Flow chart Savings Method

37 Gambar 3.5 Flow chart evaluasi objective function 96

38 97 Adapun pengkonstruksian improved route untuk kombinasi penugasan kendaraan dengan Dual Genetic Algorithm ditunjukkan pada gambar 3.6, 3.7, 3.8, dan 3.9. Gambar 3.6 Flow chart Dual Genetic Algorithm

39 Gambar 3.7 Flow chart pembentukan fitness function (bagian 1) 98

40 Gambar 3.8 Flow chart pembentukan fitness function (bagian 2) 99

41 Gambar 3.9 Flow chart pembentukan fitness function (bagian 3) 100

42 Perancangan Program Aplikasi Untuk mempermudah proses pembandingan ketiga metode yang ada, maka dibuat sebuah aplikasi untuk VRPPDMV. Aplikasi ini dapat mengambil data master dan transaksi dari database. Aplikasi ini akan menjalankan proses penghitungan metode dengan menekan tombol penghitungan metode tertentu dengan input parameter tertentu. Agar dihasilkan aplikasi yang menunjang, maka digunakan pemrograman berbasis objek atau object oriented programming dan untuk perancangannya digunakan Unified Modeling Language (UML).

43 Usecase Sistem Aplikasi yang Diusulkan Usecase pada aplikasi VRPPDMV ditunjukkan pada gambar Gambar 3.10 Usecase pada aplikasi VRPPDMV

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengiriman barang dari pabrik ke agen atau pelanggan, yang tersebar di berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengiriman barang dari pabrik ke agen atau pelanggan, yang tersebar di berbagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengiriman barang dari pabrik ke agen atau pelanggan, yang tersebar di berbagai tempat, sering menjadi masalah dalam dunia industri sehari-hari. Alokasi produk

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum Perusahaan Pembahasan mengenai gambaran umum perusahaan meliputi sejarah singkat perusahaan dan struktur organisasi perusahaan saat ini. 3.1.1 Sejarah Singkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 12 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Distribusi suatu produk mempunyai peran yang penting dalam suatu mata rantai produksi. Hal yang paling relevan dalam pendistribusian suatu produk adalah transportasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori graf 2.1.1 Defenisi graf Graf G adalah pasangan {,} dengan adalah himpunan terhingga yang tidak kosong dari objek-objek yang disebut titik (vertex) dan adalah himpunan pasangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab 1 pendahuluan ini berisikan tentang apa-apa saja yang menjadi latar belakang permasalahan yang terjadi pada distribusi pengiriman produk pada distributor PT Coca Cola, posisi penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Supply Chain Management Supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan produk ke tangan pemakai akhir.

Lebih terperinci

Manajemen Transportasi dan Distribusi. Diadopsi dari Pujawan N

Manajemen Transportasi dan Distribusi. Diadopsi dari Pujawan N Manajemen Transportasi dan Distribusi Diadopsi dari Pujawan N Pendahuluan Kemampuan untuk mengirimkan produk ke pelanggan secara tepat waktu, dalam jumlah yang sesuai dan dalam kondisi yang baik sangat

Lebih terperinci

PANDUAN APLIKASI TSP-VRP

PANDUAN APLIKASI TSP-VRP PANDUAN APLIKASI TSP-VRP oleh Dra. Sapti Wahyuningsih, M.Si Darmawan Satyananda, S.T, M.T JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG 2016 0 Pengantar Aplikasi ini dikembangkan

Lebih terperinci

Manajemen Tranportasi dan Distribusi. Dosen : Moch Mizanul Achlaq

Manajemen Tranportasi dan Distribusi. Dosen : Moch Mizanul Achlaq Manajemen Tranportasi dan Distribusi Dosen : Moch Mizanul Achlaq Pendahuluan Kemampuan untuk mengirimkan produk ke pelanggan secara tepat waktu, dalam jumlah yang sesuai dan dalam kondisi yang baik sangat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Data Produk yang Dihasilkan Perusahaan Sampai sekarang ini PT. Jakarana Tama telah memproduksi 7 jenis produk GAGA mie 100. Ketujuh jenis ini dibedakan berdasarkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Program Studi Ganda Teknik Informatika - Matematika Skripsi Sarjana Program Ganda Semester Ganjil 2007/ 2008 ANALISIS DAN PENYELESAIAN VEHICLE ROUTING PROBLEM PICK UP AND DELIVERY

Lebih terperinci

MANAJEMEN TRANPORTASI DAN DISTRIBUSI

MANAJEMEN TRANPORTASI DAN DISTRIBUSI MANAJEMEN TRANPRTASI DAN DISTRIBUSI PENDAHULUAN Kemampuan untuk mengirimkan produk ke pelanggan secara tepat waktu, dalam jumlah yang sesuai dan dalam kondisi yang baik sangat menentukan apakah produk

Lebih terperinci

BAB IV Hasil Dan Pembahasan

BAB IV Hasil Dan Pembahasan BAB IV Hasil Dan Pembahasan 4.1 Proses yang sedang berjalan Proses pemenuhan order pelanggan dan distribusi diawali dengan datangnya order dari pelanggan. PT. TAC memiliki 3 jenis pelanggan, pertama adalah

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan

BAB III PEMBAHASAN. Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan BAB III PEMBAHASAN Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan Algoritma Genetika dan Metode Nearest Neighbour pada pendistribusian roti di CV. Jogja Transport. 3.1 Model Matetematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini persaingan bisnis yang terjadi di kalangan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini persaingan bisnis yang terjadi di kalangan perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini persaingan bisnis yang terjadi di kalangan perusahaan manufaktur semakin ketat. Hal ini mendorong perusahaan untuk mencari strategi yang tepat agar dapat

Lebih terperinci

akan muncul pesan seperti contoh berikut. diterima Berikut adalah tampilan awal dari form Retur Pembelian:

akan muncul pesan seperti contoh berikut. diterima Berikut adalah tampilan awal dari form Retur Pembelian: L61 apakah penerimaan barang untuk kode order pembelian yang baru saja diterima barangnya sudah lengkap diterima atau belum, apabila sudah lengkap, maka status order pembelian di dalam basis data akan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Gambaran Umum Perusahaan 3.1.1 Sejarah Umum Perusahaan NIKO FURNITURE adalah perusahaan swasta, yang didirikan pada tahun 2000. Perusahaan ini bergerak dalam bidang

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. Permasalahan pendistribusian barang oleh depot ke konsumen merupakan

BAB 1. PENDAHULUAN. Permasalahan pendistribusian barang oleh depot ke konsumen merupakan BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan pendistribusian barang oleh depot ke konsumen merupakan komponen penting dalam sistem pelayanan depot suatu perusahaan, proses tersebut dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penggunaan teknologi dalam mendukung aktivitas perusahaan bukanlah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penggunaan teknologi dalam mendukung aktivitas perusahaan bukanlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penggunaan teknologi dalam mendukung aktivitas perusahaan bukanlah barang baru. Teknologi dinilai mampu memberikan banyak kemudahan bagi organisasi. Sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tempat tujuan berikutnya dari sebuah kendaraan pengangkut baik pengiriman melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. tempat tujuan berikutnya dari sebuah kendaraan pengangkut baik pengiriman melalui BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam masalah pengiriman barang, sebuah rute diperlukan untuk menentukan tempat tujuan berikutnya dari sebuah kendaraan pengangkut baik pengiriman melalui darat, air,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga ke luar pulau Jawa. Outlet-outlet inilah yang menjadi channel distribusi

BAB I PENDAHULUAN. hingga ke luar pulau Jawa. Outlet-outlet inilah yang menjadi channel distribusi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah PT. Indoberka Investama merupakan perusahaan nasional yang bergerak di bidang kontruksi, pabrikasi, dan distributor rangka atap. Bentuk badan usaha dari PT

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI PENELITIAN Produksi bunga krisan yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun memberikan kontribusi yang positif kepada petani dalam peningkatan kesejahteraan mereka.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada proses bisnis, transportasi dan distribusi merupakan dua komponen yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada proses bisnis, transportasi dan distribusi merupakan dua komponen yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada proses bisnis, transportasi dan distribusi merupakan dua komponen yang mempengaruhi keunggulan kompetitif suatu perusahaan karena penurunan biaya transportasi dapat

Lebih terperinci

BAB 3. Analisa Kebutuhan Basisdata

BAB 3. Analisa Kebutuhan Basisdata 68 BAB 3 Analisa Kebutuhan Basisdata 3.1 Riwayat Perusahaan 3.1.1 Sejarah Perusahaan CV. Mitratama Uniplast merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang mendaur ulang biji plastik, lalu menjualnya.

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. diperoleh menggunakan algoritma genetika dengan variasi seleksi. A. Model Matematika CVRPTW pada Pendistribusian Raskin di Kota

BAB III PEMBAHASAN. diperoleh menggunakan algoritma genetika dengan variasi seleksi. A. Model Matematika CVRPTW pada Pendistribusian Raskin di Kota BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai model matematika pada pendistribusian raskin di Kota Yogyakarta, penyelesaian model matematika tersebut menggunakan algoritma genetika serta perbandingan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN 3.1. Latar belakang perusahaan PT. Mitra Eka Persada, merupakan perusahaan dagang yang bergerak di bidang penjualan kertas. Awal mulanya PT. Mitra Eka Persada hanyalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Distribusi merupakan salah satu komponen dari suatu sistem logistik yang bertanggungjawab akan perpindahan material antar fasilitas. Distribusi berperan dalam membawa

Lebih terperinci

Usulan Rute Distribusi Tabung Gas Menggunakan Algoritma Ant Colony Systems di PT. Limas Raga Inti

Usulan Rute Distribusi Tabung Gas Menggunakan Algoritma Ant Colony Systems di PT. Limas Raga Inti Prosiding Seminar Nasional Teknoin 2012 ISBN No. 978-979-96964-3-9 Usulan Rute Distribusi Tabung Gas Menggunakan Algoritma Ant Colony Systems di PT. Limas Raga Inti Fifi Herni Mustofa 1), Hari Adianto

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. PT. EP beroperasi secara komersial pada 8 Oktober 1996, dengan NPWP

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. PT. EP beroperasi secara komersial pada 8 Oktober 1996, dengan NPWP BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 3.1. Sejarah Singkat Perusahaan PT. EP beroperasi secara komersial pada 8 Oktober 1996, dengan NPWP 01.345.276.8-091.000 dan PKP 23/02/1996. Perusahaan ini bergerak dibidang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi dewasa ini kian membantu prosesproses bisnis dalam berbagai bidang. Banyak perusahaan menggunakan teknologi sebagai penunjang aktivitas

Lebih terperinci

OPTIMASI POLA DISTRIBUSI BBM PERTAMINA MENGGUNAKAN ALGORITMA HEURISTIK

OPTIMASI POLA DISTRIBUSI BBM PERTAMINA MENGGUNAKAN ALGORITMA HEURISTIK OPTIMASI POLA DISTRIBUSI BBM PERTAMINA MENGGUNAKAN ALGORITMA HEURISTIK Oleh: Rif atul Khusniah 1209201715 Dosen Pembimbing: Subchan, M.Sc, Ph.D Dr. Imam Mukhlas, MT SPBU 1 Order Daily DEPO SPBU 2 SPBU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Distribusi merupakan proses penyaluran produk dari produsen sampai ke tangan masyarakat atau konsumen. Kemudahan konsumen dalam menjangkau produk yang diinginkan

Lebih terperinci

BAB III ANALISA KEBUTUHAN DAN TUJUAN BASIS DATA

BAB III ANALISA KEBUTUHAN DAN TUJUAN BASIS DATA 7 BAB III AALISA KEBUTUHA DA TUJUA BASIS DATA 3. Perumusan Obyek Penelitian 3.. Latar Belakang Perusahaan PT Sukanda Djaya pertama kali didirikan pada tanggal 9 April 978 oleh Mr.W.T. Chen yang lebih dulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjualan membuat sales order berdasarkan purchase order dan menyerahkan

BAB I PENDAHULUAN. penjualan membuat sales order berdasarkan purchase order dan menyerahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah PT. Bahtera Citra Abadi merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang penyediaan jasa untuk keperluan dan penjualan produk IT. Produk IT itu berupa produk

Lebih terperinci

2 pemakaian. Istilah 'warehouse' digunakan jika fungsi utamanya adalah sebagai buffer dan penyimpanan. Jika tambahan distribusi adalah fungsi utmanya,

2 pemakaian. Istilah 'warehouse' digunakan jika fungsi utamanya adalah sebagai buffer dan penyimpanan. Jika tambahan distribusi adalah fungsi utmanya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah PT Multi Makmur Indah Industri adalah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur dengan produk berupa kaleng kemasan. Sehingga keberadaan warehouse sangat

Lebih terperinci

PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI LPG DENGAN PENDEKATAN MODEL MATEMATIS

PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI LPG DENGAN PENDEKATAN MODEL MATEMATIS PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI LPG DENGAN PENDEKATAN MODEL MATEMATIS Annisa Kesy Garside, Xamelia Sulistyani, Dana Marsetiya Utama Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Malang,

Lebih terperinci

4 PENYELESAIAN MASALAH DISTRIBUSI ROTI SARI ROTI

4 PENYELESAIAN MASALAH DISTRIBUSI ROTI SARI ROTI 24 4 PENYELESAIAN MASALAH DISTRIBUSI ROTI SARI ROTI 4.1 Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kegiatan distribusi roti Sari Roti di daerah Bekasi dan sekitarnya yang dilakukan setiap

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN. A XI No. 5 Jakarta PT. Tanavit Organik Murni telah memulai

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN. A XI No. 5 Jakarta PT. Tanavit Organik Murni telah memulai BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN 3.1 Sejarah Organisasi PT. Tanavit Organik Murni merupakan suatu perusahaan yang bergerak di bidang penjualan hasil bumi yang diproduksi secara organik. PT. Tanavit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumen adalah kemampuan untuk mengirimkan produk ke pelanggan secara

BAB I PENDAHULUAN. konsumen adalah kemampuan untuk mengirimkan produk ke pelanggan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu hal yang berpengaruh dalam meningkatkan pelayanan terhadap konsumen adalah kemampuan untuk mengirimkan produk ke pelanggan secara tepat waktu dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Distribusi Distribusi adalah suatu kegiatan untuk memindahkan produk dari pihak supplier ke pihak konsumen dalan suatu supply chain (Chopra, 2010, p86). Distribusi terjadi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. memindahkan barang dari pihak supplier kepada pihak pelanggan dalam suatu supply

BAB II KAJIAN TEORI. memindahkan barang dari pihak supplier kepada pihak pelanggan dalam suatu supply BAB II KAJIAN TEORI Berikut diberikan beberapa teori pendukung untuk pembahasan selanjutnya. 2.1. Distribusi Menurut Chopra dan Meindl (2010:86), distribusi adalah suatu kegiatan untuk memindahkan barang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tujuan yang sama. Menurutnya juga, Sistem Informasi adalah serangkaian

BAB II LANDASAN TEORI. tujuan yang sama. Menurutnya juga, Sistem Informasi adalah serangkaian BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Menurut Hall (2009), Sistem adalah kelompok dari dua atau lebih komponen atau subsistem yang saling berhubungan yang saling berfungsi dengan tujuan yang sama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin berkembangnya zaman, sekarang ini perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin berkembangnya zaman, sekarang ini perkembangan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring dengan semakin berkembangnya zaman, sekarang ini perkembangan usaha disegala kehidupan semakin pesat, terutama dibidang sistem informasi. Namun, yang perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah pabrik atau distributor tentunya memiliki konsumen-konsumen yang harus dipenuhi kebutuhannya. Dalam pemenuhan kebutuhan dari masing-masing konsumen

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM Sejarah PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. merupakan salah satu perusahaan mie instant dan makanan

GAMBARAN UMUM Sejarah PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. merupakan salah satu perusahaan mie instant dan makanan GAMBARAN UMUM Sejarah PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. merupakan salah satu perusahaan mie instant dan makanan olahan terkemuka di Indonesia yang menjadi salah satu

Lebih terperinci

USULAN RANCANGAN RUTE TRANSPORTASI MULTI TRIP

USULAN RANCANGAN RUTE TRANSPORTASI MULTI TRIP USULAN RANCANGAN RUTE TRANSPORTASI MULTI TRIP UNTUK MEMINIMASI BIAYA TRANSPORTASI DENGAN HETEROGENEOUS FLEET DAN TIME WINDOW MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA DI PT.XYZ Muhammad Zuhdi Aiman Anka 1,

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA SISTEM INVENTORI PERUSAHAAN Sejarah Perusahaan P.T Berkat Jaya Komputindo

BAB 3 ANALISA SISTEM INVENTORI PERUSAHAAN Sejarah Perusahaan P.T Berkat Jaya Komputindo BAB 3 ANALISA SISTEM INVENTORI PERUSAHAAN 3.1 Analisa Sistem Berjalan 3.1.1 Sejarah Perusahaan P.T Berkat Jaya Komputindo P.T Berkat Jaya Komputindo pertama kali didirikan pada tanggal 5 Januari 1999,

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN 3.1 Riwayat Perusahaan 3.1.1 Sejarah Organisasi PT PANCAYASA PRIMATANGGUH berdiri pada awal tahun 1990 oleh Budi Arifandi, Yohanes Kaliman dan Soegiarto Simon. PT PANCAYASA

Lebih terperinci

BAB 3 ANALIS IS S IS TEM YANG BERJALAN

BAB 3 ANALIS IS S IS TEM YANG BERJALAN BAB 3 ANALIS IS S IS TEM YANG BERJALAN 3.1 Tentang Perusahaan Berikut ini adalah informasi tentang perusahaan dan sistem yang berjalan di dalamnya : 3.1.1 Sejarah Perusahaan PT. XYZ adalah sebuah perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia usaha mengalami persaingan yang begitu ketat dan peningkatan permintaan pelayanan lebih dari pelanggan. Dalam memenangkan persaingan tersebut

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS KEBUTUHAN SISTEM BASISDATA

BAB 3 ANALISIS KEBUTUHAN SISTEM BASISDATA 88 BAB 3 ANALISIS KEBUTUHAN SISTEM BASISDATA 3.1 Tentang Perusahaan 3.1.1 Sejarah Perusahaan PT. Dinamika Indonusa Prima berdiri pada tanggal 9 Desember 1974. Pada awal berdirinya, perusahaan ini bernama

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MULTIPLE DEPOT VEHICLE ROUTING PROBLEM (MDVRP) MENGGUNAKAN METODE INSERTION HEURISTIC

PENYELESAIAN MULTIPLE DEPOT VEHICLE ROUTING PROBLEM (MDVRP) MENGGUNAKAN METODE INSERTION HEURISTIC PENYELESAIAN MULTIPLE DEPOT VEHICLE ROUTING PROBLEM (MDVRP) MENGGUNAKAN METODE INSERTION HEURISTIC Dima Prihatinie, Susy Kuspambudi Andaini, Darmawan Satyananda JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Federal Karyatama adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Federal Karyatama adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT. Federal Karyatama adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur yang menghasilkan pelumas (oli). PT. Federal Karyatama berusaha untuk tepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap keberhasilan penjualan produk. Salah satu faktor kepuasan

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap keberhasilan penjualan produk. Salah satu faktor kepuasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Distribusi adalah kegiatan yang selalu menjadi bagian dalam menjalankan sebuah usaha. Distribusi merupakan suatu proses pengiriman barang dari suatu depot ke

Lebih terperinci

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 10 & 11: MANAJEMEN TRANSPORTASI & DISTRIBUSI

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 10 & 11: MANAJEMEN TRANSPORTASI & DISTRIBUSI MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 10 & 11: MANAJEMEN TRANSPORTASI & DISTRIBUSI By: Rini Halila Nasution, ST, MT PENDAHULUAN Kemampuan untuk mengirimkan produk ke pelanggan secara tepat

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN. bidang packaging, seperti membuat bungkusan dari suatu produk seperti, chiki,

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN. bidang packaging, seperti membuat bungkusan dari suatu produk seperti, chiki, BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN 3.1 Riwayat Perusahaan PT. Karya Indah Bersama adalah sebuah perusahaan yang bergerak pada bidang packaging, seperti membuat bungkusan dari suatu produk seperti, chiki,

Lebih terperinci

menyesuaikan dengan kebutuhan perusahaan ini sendiri.

menyesuaikan dengan kebutuhan perusahaan ini sendiri. BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN 3.1 Riwayat Perusahaan Perusahaan Rent n Play merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa yaitu penyewaan mainan bagi anak-anak dan balita. Usaha ini dibangun

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG SEDANG BERJALAN

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG SEDANG BERJALAN BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG SEDANG BERJALAN 3.1 Tentang Perusahaan 3.1.1 Sejarah Perusahaan PT. Panca Lima Mandiri beralamat di Jl. D.I. Panjaitan Kav 5 7 2 nd Floor, Patria Park Building. No. 06, Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan perusahaan pada zaman sekarang tidak terlepas dari aktivitas bisnis sebagai modal utama dalam menangani setiap proses bisnis yang terkait dengan suatu produk

Lebih terperinci

PENENTUAN RUTE PENDISTRIBUSIAN KERTAS KARTON MODEL STUDI KASUS: PT. PAPERTECH INDONESIA UNIT II MAGELANG

PENENTUAN RUTE PENDISTRIBUSIAN KERTAS KARTON MODEL STUDI KASUS: PT. PAPERTECH INDONESIA UNIT II MAGELANG PENENTUAN RUTE PENDISTRIBUSIAN KERTAS KARTON MODEL STUDI KASUS: PT. PAPERTECH INDONESIA UNIT II MAGELANG Hafidh Munawir, Agus Narima Program Studi Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan bisnis yang tinggi mendorong perusahaan untuk terus berinovasi mengikuti perkembangan zaman. Perusahaan harus mampu bersaing dan beradaptasi dengan

Lebih terperinci

Usulan Perbaikan Rute Distribusi Menggunakan Metode Clarke Wright Savings Algorithm (Studi Kasus : PT Pikiran Rakyat Bandung) *

Usulan Perbaikan Rute Distribusi Menggunakan Metode Clarke Wright Savings Algorithm (Studi Kasus : PT Pikiran Rakyat Bandung) * Reka Integra. ISSN; 2338-5081 Jurusan Teknik Industri Itenas No.01 Vol. 02 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Juli 2014 Usulan Perbaikan Rute Distribusi Menggunakan Metode Clarke Wright Savings

Lebih terperinci

PERENCANAAN RUTE DISTRIBUSI VCD PEMBELAJARAN KE GUDANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE SAVINGS MATRIX UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA

PERENCANAAN RUTE DISTRIBUSI VCD PEMBELAJARAN KE GUDANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE SAVINGS MATRIX UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA PERENCANAAN RUTE DISTRIBUSI VCD PEMBELAJARAN KE GUDANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE SAVINGS MATRIX UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA TRANSPORTASI DI CV. SURYA MEDIA PERDANA SURABAYA SKRIPSI Oleh : TRI PRASETYO NUGROHO

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, bertahan dan menjadi yang terdepan dalam dunia bisnis tidaklah mudah, butuh usaha keras, perjuangan serta kemampuan untuk tetap bisa bertahan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era globalisasi ini negara-negara berkembang berpacu dalam memajukan perekonomian negaranya. Peningkatan produksi merupakan cara paling efektif yang dipilih guna

Lebih terperinci

Penentuan Rute Distribusi Tabung Gas Menggunakan Metode (1-0) Insertion Intra Route (Studi Kasus di PT X) *

Penentuan Rute Distribusi Tabung Gas Menggunakan Metode (1-0) Insertion Intra Route (Studi Kasus di PT X) * Reka Integra ISSN: 2338-508 Jurusan Teknik Industri Itenas No.0 Vol.03 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Januari 205 Penentuan Rute Distribusi Tabung Gas Menggunakan Metode (-0) Insertion Intra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam sistem distribusi pupuk terdapat beberapa masalah yang mucul. Masalah sistem distribusi pupuk antara lain berupa masalah pengadaan pupuk, penentuan stock, proses

Lebih terperinci

Standard Operating Procedure (SOP) Sistem CV. BS. Jl. Lebak Indah No. 22, Surabaya STANDARD OPERATING PROCEDURE PROSEDUR SISTEM PERSEDIAAN

Standard Operating Procedure (SOP) Sistem CV. BS. Jl. Lebak Indah No. 22, Surabaya STANDARD OPERATING PROCEDURE PROSEDUR SISTEM PERSEDIAAN Lampiran 1. Persediaan Standard Operating Procedure (SOP) Sistem CV. BS Jl. Lebak Indah No. 22, Surabaya STANDARD OPERATING PROCEDURE PROSEDUR SISTEM PERSEDIAAN 1. TUJUAN Standard Operating Procedure sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bisnis (Naslund et al., 2010). Manajemen rantai pasok melibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari survey yang dilakukan Accenture pada tahun 2010 terhadap sejumlah eksekutif perusahaan, sebanyak 89% menyatakan bahwa manajemen rantai pasok (Supply Chain Management,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Peranan jaringan distribusi dan transportasi sangatlah vital dalam proses bisnis dunia industri. Jaringan distribusi dan transportasi ini memungkinkan produk berpindah

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

Tugas Akhir. Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta Tugas Akhir PENENTUAN RUTE DALAM PENDISTRIBUSIAN MINYAK KAYU PUTIH UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA TRANSPORTASI DENGAN METODE TRAVELING SALESMAN PROBLEM (Studi Kasus di Pabrik Minyak Kayu Putih Krai) Diajukan

Lebih terperinci

PENGARUH NILAI PARAMETER TERHADAP SOLUSI HEURISTIK PADA MODEL VTPTW

PENGARUH NILAI PARAMETER TERHADAP SOLUSI HEURISTIK PADA MODEL VTPTW INFOMATEK Volume 19 Nomor 1 Juni 2017 PENGARUH NILAI PARAMETER TERHADAP SOLUSI HEURISTIK PADA MODEL VTPTW Tjutju T. Dimyati Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Pasundan Abstrak: Penentuan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Efisiensi biaya sewa pengangkutan pada PT. ANINDO PUTERA PERKASA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Efisiensi biaya sewa pengangkutan pada PT. ANINDO PUTERA PERKASA BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Efisiensi biaya sewa pengangkutan pada PT. ANINDO PUTERA PERKASA Selama ini PT. ANINDO PUTERA PERKASA menyewa alat angkut truk kecil engkel, truk trailer, dan truk tronton

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Tahap Penelitian. Tahapan penelitian dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: a. Tahap Pendahuluan

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Tahap Penelitian. Tahapan penelitian dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: a. Tahap Pendahuluan BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Tahap Penelitian Tahapan penelitian dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: a. Tahap Pendahuluan Pada tahap ini dikumpulkan informasi mengenai sistem pembelian dan pengelolaan persediaan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN 3.1 Tentang Perusahaan 3.1.1 Sejarah Perusahaan PD. Cahaya Fajar adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur. Perusahaan ini menjalankan usahanya dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PT. Suzuki Indomobil Sales (PT. SIS) adalah Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) sepeda motor merek Suzuki di Indonesia. PT. SIS selaku ATPM hanya melakukan proses produksi

Lebih terperinci

LAMPIRAN WAWANCARA. Produk yang diproduksi dan dijual kepada pelanggan PT. Lucky Print Abadi. adalah kain bercorak. Kain dijual dalam ukuran yard.

LAMPIRAN WAWANCARA. Produk yang diproduksi dan dijual kepada pelanggan PT. Lucky Print Abadi. adalah kain bercorak. Kain dijual dalam ukuran yard. L 1 LAMPIRAN WAWANCARA 1. Bisa menceritakan sejarah PT. Lucky Print Abadi? Sejarah perusahaan dapat dilihat pada Company Profile yang telah kami berikan kepada kalian 2. Produk apa yang diproduksi PT.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vehicle Routing Problem (VRP) merupakan salah satu permasalahan yang terdapat pada bidang Riset Operasional. Dalam kehidupan nyata, VRP memainkan peranan penting dalam

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Graf Definisi 1 (Graf, Graf Berarah dan Graf Takberarah) 2.2 Linear Programming

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Graf Definisi 1 (Graf, Graf Berarah dan Graf Takberarah) 2.2 Linear Programming 4 II TINJAUAN PUSTAKA Untuk memahami permasalahan yang berhubungan dengan penentuan rute optimal kendaraan dalam mendistribusikan barang serta menentukan solusinya maka diperlukan beberapa konsep teori

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN

BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN 3. Gambaran Umum Perusahaan 3.. Riwayat Perusahaan PT Hens Chemindo Kurnia didirikan oleh Bapak Teddy Winata dan Bapak Budi Kurniawan, yang dikelola sepenuhnya oleh Bapak

Lebih terperinci

BAB IV Sistem Pengadaan Barang yang Sedang Berjalan di Logistic Section pada PT RCTI

BAB IV Sistem Pengadaan Barang yang Sedang Berjalan di Logistic Section pada PT RCTI BAB IV Sistem Pengadaan Barang yang Sedang Berjalan di Logistic Section pada PT RCTI 4.1 Definisi Logistic Logistik berasal dari bahasa Yunani Logos yang berarti rangsum, kata, kalkulasi, alasan, cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Semakin tingginya perkembangan industri membuat persaingan setiap pelaku industri semakin ketat dan meningkat tajam. Setiap pelaku industri harus mempunyai strategi

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 3.1 Perkembangan Perusahaan BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 3.1.1 Sejarah Perusahaan Pada awal mulanya, PT. Victory Retailindo didirikan dengan dilatarbelakangi tujuan untuk melayani transaksi penjualan

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PENJUALAN DAN PENERIMAAN KAS PADA PT. BERNOFARM

BAB IV EVALUASI SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PENJUALAN DAN PENERIMAAN KAS PADA PT. BERNOFARM BAB IV EVALUASI SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PENJUALAN DAN PENERIMAAN KAS PADA PT. BERNOFARM IV. 1 Evaluasi Sistem Informasi Akuntansi Penjualan Dan Penerimaan Kas Pada PT. Bernofarm. PT. Bernofarm merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era sekarang proses distribusi yang efektif dan efisien menjadi salah satu faktor yang posisinya mulai sejajar dengan indikator-indikator yang lain dalam

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA SISTEM YANG BERJALAN. digital merk Jadever, LOCOSC & Vibra (Shinko Denshi Co, Ltd). Kategori produk

BAB 3 ANALISA SISTEM YANG BERJALAN. digital merk Jadever, LOCOSC & Vibra (Shinko Denshi Co, Ltd). Kategori produk BAB 3 ANALISA SISTEM YANG BERJALAN 3.1 Sejarah Perusahaan PT. VGA SCALE INDONESIA adalah distributor / supplier timbangan digital merk Jadever, LOCOSC & Vibra (Shinko Denshi Co, Ltd). Kategori produk yang

Lebih terperinci

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi. Riani Lubis. Universitas Komputer Indonesia

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi. Riani Lubis. Universitas Komputer Indonesia Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi Riani Lubis Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia Sistem Antrian Antrian ialah suatu garis tunggu pelanggan yang memerlukan layanan dari satu/lebih

Lebih terperinci

BAB II HASIL SURVEY. 2.1 Gambaran Umum Butik Indah Bordir Sidoarjo. Butik Indah Bordir Sidoarjo merupakan perusahaan yang bergerak di

BAB II HASIL SURVEY. 2.1 Gambaran Umum Butik Indah Bordir Sidoarjo. Butik Indah Bordir Sidoarjo merupakan perusahaan yang bergerak di BAB II HASIL SURVE. Gambaran Umum Butik Indah Bordir Sidoarjo Butik Indah Bordir Sidoarjo merupakan perusahaan yang bergerak di berbagai bidang penjualan, yang menawarkan bermacam-macam desain pakaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dinas lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta adalah dinas

BAB I PENDAHULUAN. Dinas lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta adalah dinas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dinas lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta adalah dinas pemerintahan yang bergerak di bidang lingkungan hidup daerah yang meliputi kegiatan dalam melakukan pengawasan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu lembaga yang diorganisir dan dijalankan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu lembaga yang diorganisir dan dijalankan untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan adalah suatu lembaga yang diorganisir dan dijalankan untuk menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat dengan motif laba. Pada era krisis global yang dialami

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS PERUSAHAAN. sebuah perusahaan yang begerak pada bidang penjualan peralatan olahraga, yang

BAB 3 ANALISIS PERUSAHAAN. sebuah perusahaan yang begerak pada bidang penjualan peralatan olahraga, yang BAB 3 ANALISIS PERUSAHAAN 3.1 Sejarah Perusahaan Berawal dari hobi Bapak Arifin berolahraga, lalu muncul ide untuk mendirikan sebuah perusahaan yang begerak pada bidang penjualan peralatan olahraga, yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengukuran Waktu Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktuwaktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus. Teknik pengukuran waktu terbagi atas dua bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta mempermudah penyampaian produk dari produsen ke konsumen. Distribusi

BAB I PENDAHULUAN. serta mempermudah penyampaian produk dari produsen ke konsumen. Distribusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendistribusian adalah kegiatan penyaluran yang berusaha memperlancar serta mempermudah penyampaian produk dari produsen ke konsumen. Distribusi yang efektif akan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Penelitian Terdahulu Transportasi merupakan bagian dari distribusi. Ong dan Suprayogi (2011) menyebutkan biaya transportasi adalah salah

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Penyajian Data 4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan CV. Mitra Sinergi merupakan salah satu bentuk perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan pipa dan bahan bangunan

Lebih terperinci

PERANCANGAN KONFIGURASI JARINGAN DISTRIBUSI PRODUK BISKUIT MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA (Studi Kasus: PT. EP)

PERANCANGAN KONFIGURASI JARINGAN DISTRIBUSI PRODUK BISKUIT MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA (Studi Kasus: PT. EP) PERANCANGAN KONFIGURASI JARINGAN DISTRIBUSI PRODUK BISKUIT MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA GENETIKA (Studi Kasus: PT. EP) Rezki Susan Ardyati dan Dida D. Damayanti Program Studi Teknik Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

Bab IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Proses Penjualan Barang yang Sedang Berjalan Dalam menentukan proses penjualan barang yang baru, terlebih dahulu harus dilakukan analisis mengenai proses yang

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. mengacu kepada SDLC model waterfall berdasarkan referensi Ian Sommerville,

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. mengacu kepada SDLC model waterfall berdasarkan referensi Ian Sommerville, BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM Pengembangan perangkat lunak dalam penelitian ini dilakukan dengan mengacu kepada SDLC model waterfall berdasarkan referensi Ian Sommerville, yang terbagi atas 4

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. berjalan. Salah satu kesulitan yang sering terjadi pada bagian internal perusahaan

BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. berjalan. Salah satu kesulitan yang sering terjadi pada bagian internal perusahaan 50 BAB IV ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 4.1. Analisis Sistem Yang Berjalan Berdasarkan hasil pengamatan atau survey dilapangan yang berlokasi di Sabilla Distributor Bogor, penulis dapat menganalisa sistem

Lebih terperinci