BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sel Tunam Definisi Sel tunam ialah perangkat konversi energi elektrokimia yang menghasilkan energi listrik dari pasokan bahan bakar (pada anoda) dan oksidan (pada katoda) yang bereaksi karena keberadaan elektrolit. Sel tunam dapat beroperasi kontinu menghasilkan energi selama bahan bakar dan oksidan mengalir dengan jumlah yang cukup (Wikipedia, 2007). Bahan bakar sel tunam dapat berupa hidrogen, alkohol, dan senyawa-senyawa hidrokarbon. Bahan bakar dapat dipasok secara langsung ke dalam sel atau secara tidak langsung melalui reaksi reformasi senyawa lainnya. Oksidan yang digunakan pada umumnya oksigen, baik murni atau tercampur dalam bentuk udara. Selain oksigen, beberapa sel tunam menggunakan gas klorin sebagai oksidan. Saat ini, sel tunam yang umum berada di industri menggunakan hidrogen sebagai bahan bakar dan oksigen murni sebagai oksidan. (Wikipedia, 2007) Gambar 2.1 Beberapa contoh sel tunam berbahan bakar hidrogen yang ada di industri. PlugPower 5-kW fuel cell (sel besar), H2ECOnomy 25-watt fuel cell (berwarna perak), dan 4

2 Avista Labs 30-watt fuel cell (berwarna hitam). (Sumber: National Renewable Energy Laboratory) Gambar 2.2 Sistem Sel Tunam Mikro pada Laptop (Sumber: Fujitsu Laboratories Ltd, 2004) Jenis-jenis Sel Tunam Sel tunam diklasifikasikan berdasarkan elektrolit dan temperatur operasinya. Perbandingan elektrolit yang digunakan, daya yang dihasilkan, serta efisiensi dari berbagai jenis sel tunam disajikan melalui tabel di bawah ini: 5

3 Tabel 2.1 Tipe-tipe sel tunam beserta kelebihan dan kekurangannya Tipe Sel Tunam Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEM)* Alkaline Fuel Cell (AFC) Phosphoric Acid Fuel Cell (PAFC) Elektrolit Umum Polimer organik padat asam poliperfluorosulfonat Temperatur Operasi C F Larutan KOH C F Larutan asam fosfat C F Efisiensi Daya Output Elektrik <1kW 250kW 53-58% (transportasi) 25-35% (diam) Aplikasi Kelebihan Kekurangan Tenaga Cadangan Portable power Generator listrik Transportasi 10kW 100kW 60% Militer Luar angkasa 50kW 1MW (250kW module typical) Elektrolit padat tidak menyebabkan korosi Temperatur rendah Start-up cepat Reaksi di katoda cepat, performansi tinggi 32-38% Generator Listrik Efisiensi keseluruhan tinggi dengan CHP Tidak terlalu sensitif pada pengotor di hidrogen Membutuhkan katalis yang mahal Sangat sensitif terhadap pengotor Panas buangan bertemperatur rendah Panas buangan tidak dapat digunakan sebagai CHP (Combined Heat and Power) Biaya pemisahan CO 2 dari aliran udara dan bahan bakar mahal (CO 2 dapat merusak elektrolit) Membutuhkan katalis platina yang mahal Arus dan daya rendah Ukurannya besar 6 Molten Carbonate Fuel Cell (MCFC) Larutan litium, natrium dan/atau kalium karbonat C F <1kW 1MW (250kW module typical) 45-47% Perangkat listrik Generator listirk Efisiensi tinggi Bahan bakar fleksibel Katalisnya bisa bermacammacam Sesuai untuk CHP Menimbulkan korosi pada komponen-komponen sel Perawatan larutan elektrolit sulit Start-up lambat Solid Oxide Fuel Cell (SOFC) Zirkonium oksida padat dengan penambahan sedikit Yttria C F 5kW 3MW 35-43% Daya tambahan Perangkat listrik Generator listrik Efisiensi tinggi Bahan bakar fleksibel Katalis bermacam-macam Solid electrolyte reduces electrolyte management problems Sesuai untuk CHP Dapat diintegrasikan dengan turbin gas Menimbulkan korosi pada komponen-komponen sel Start-up lambat Elektrolit padat rapuh terhadap pemanasan *Direct Methanol Fuel Cells (DMFC) merupakan sub-kategori dari PEM. DMFC umumnya digunakan sebagai small portable power supply yang beroperasi pada temperatur C dengan daya output di bawah 100kW. (Sumber: USA Department of Energy, 2006)

4 2.2. Prinsip Kerja Molekul bahan bakar terpisah menjadi proton dan elektron saat teraktivasi oleh katalis. Elektron mengalir melalui katoda dan menghasilkan aliran listrik. Proton akan berpindah melewati elektrolit dan bereaksi dengan oksidan dan elektron lainnya serta kemudian menghasilkan panas dan produk samping. Untuk sel tunam berbahan hidrogen, produk samping yang terbentuk ialah air. Pada sel tunam berbahan bakar metanol, produk samping yang terbentuk ialah air dan gas karbondioksida. Gambar 2.3 Skema sel tunam berbahan bakar hidrogen (Sumber: USA Energy Policy Act of 2005) Reaksi kimia yang terjadi dalam sel tunam berbahan bakar hidrogen ialah sebagai berikut: Anoda : 2H 2 4H + + 4e - (2.1) Katoda : O 2 + 2H 2 O + 4e - 4OH - (2.2) Reaksi sel : 2H 2 + O 2 2H 2 O (2.3) Direct Methanol Fuel Cell (DMFC) menggunakan metanol langsung sebagai bahan bakar dengan menggunakan oksigen sebagai oksidan. Reaksi kimia yang berlangsung dalam DMFC ialah sebagai berikut: 7

5 Anoda : CH 3 OH + H 2 O CO 2 + 6H + + 6e - (2.4) Katoda : (3/2) O 2 + 6H + + 6e - 3H 2 O (2.5) Reaksi sel : CH 3 OH + 1.5O 2 CO 2 + 2H 2 O (2.6) Elektrolit pada sel tunam berfungsi untuk memindahkan atom/molekul dari anoda ke katoda. Elektrolit yang digunakan pada sel tunam dapat berupa larutan KOH atau asam fosfat, lelehan karbonat, atau berupa membran padat (polimer atau ZrO) Hidrogen sebagai Bahan Bakar Hidrogen ialah unsur kimia yang paling sederhana dan merupakan senyawa kimia yang paling banyak terdapat di alam semesta. Hidrogen merupakan senyawa tidak beracun, mudah terbakar, tidak berwarna, dan tidak berbau. Hidrogen dapat diproduksi melalui berbagai macam cara seperti reformasi kukus (metana, propana, metanol, atau etanol), gasifikasi biomassa, elektrolisis air, gasifikasi batubara, reformasi bio-gas, dan bahkan melalui reaksi biokimia dengan menggunakan alga. Konversi hidrogen menjadi energi elektrik melalui sel tunam memiliki beberapa keuntungan apabila dibandingkan dengan internal combustion engines (ICE) yang menggunakan bensin atau diesel. Selain produksi polutan yang rendah dan produk samping yang tidak berbahaya, efesiensi konversi hidrogen tidak dibatasi oleh efisiensi Carnot teoritis yang selama ini membatasi efisiensi mesin-mesin yang menggunakan pembakaran internal. Seperti halnya bahan bakar lainnya, hidrogen membutuhkan perlakuan khusus dalam penyimpanan, penggunaan, dan transportasinya. Gas hidrogren didistribusikan dalam bentuk hidrogen bertekanan atau hidrogen cair dimana keduanya membutuhkan biaya yang lebih besar bila dibandingkan dengan distribusi bensin atau diesel. Salah satu solusi penyelesaian masalah tersebut ialah penggunaan liquid-carriers (senyawa beratom hidrogen yang dapat direformasi menjadi gas hidrogen seperti amonia, metanol, atau etanol) sebagai zat antara untuk menyediakan hidrogen pada sel tunam. 8

6 2.4. Metanol sebagai Senyawa Penyedia Hidrogen untuk Sel Tunam Metanol merupakan senyawa alkohol yang memiliki satu atom karbon, satu atom oksigen, dan empat atom hidrogen. Metanol berada pada fasa cair pada tekanan atmosferik dan temperatur ruangan. Sifat fisik metanol tersebut menyebabkan metanol dapat dengan mudah ditransportasikan dan relatif lebih aman daripada hidrogen yang berada pada fasa gas. Metanol dapat direformasi membentuk hidrogen dan digunakan sebagai bahan bakar sel tunam konvensional. Metanol diproduksi dari gas sintesis yang didapatkan dari minyak dan gas bumi, gasifikasi batubara, ataupun gasifikasi biomassa. Sebagai bahan bakar cair, metanol tidak mengandung sulfur, larut baik dalam air, dan dapat direformasi pada temperatur rendah sehinga meminimalisasi hilang yang terjadi selama reaksi (Park dkk., 2004). Namun, metanol juga memiliki beberapa kekurangan seperti sifat metanol yang beracun dan mudah terbakar menghasilkan api yang tidak berwarna. Apabila dibandingkan dengan reaksi reformasi kukus dengan menggunakan alkana atau alkohol lain sebagai umpan, reaksi reformasi kukus dengan umpan metanol memiliki selektivititas CO yang lebih rendah. Selain penggunaan senyawa reformasi, beberapa penelitian baru-baru ini menemukan bahwa salah satu solusi penyelesaian masalah mahal dan sulitnya penyimpanan serta distribusi gas hidrogen untuk sel tunam ialah dengan menggunakan metanol secara langsung sebagai bahan bakar untuk sel tunam (DMFC). Metanol yang berwujud cair pada suhu ruangan akan memberikan banyak kemudahan dalam penyimpanan dan transportasi apabila dibandingkan dengan hidrogen. Namun, efisiensi energi DMFC masih jauh lebih rendah dibandingkan sel tunam berbahan bakar hidrogen. Selain itu, gas karbondioksida juga terbentuk sebagai produk samping reaksi sehingga memerlukan perlakuan tambahan, efisiensi energi DMFC juga masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan sel tunam berbahan bakar hidrogen. 9

7 2.5. Jalur-jalur Penyedia Hidrogen dari Metanol Reformasi Kukus Metanol (Steam Reforming of Methanol) Reformasi kukus metanol (SRM) merupakan jalur penyedia hidrogen dari metanol yang paling umum digunakan. Pada proses reformasi kukus, metanol direaksikan dengan kukus (H 2 O) menghasilkan produk berupa gas hidrogen (H 2 ) dan karbondioksida (CO 2 ) melalui reaksi: CH 3 OH + H 2 O 3H 2 + CO 2 H o R = +49,8 kj/mol (2.7) Proses reformasi kukus metanol ini memungkinkan perolehan produk campuran gas dengan kandungan 70-75% gas hidrogen. Kekurangan proses reformasi kukus metanol ini ialah lambatnya laju reaksi dan kebutuhan suplai panas untuk keberlangsungan proses. Tinjauan termodinamika reaksi dalam bentuk konversi kesetimbangan metanol pada berbagai temperatur dapat dilihat pada Gambar Oksidasi Parsial Metanol (Partial Oxidation of Methanol) Pada proses oksidasi parsial metanol (POM), reaktan yang terlibat yaitu metanol dan oksigen serta menghasilkan produk berupa hidrogen dan karbondioksida. Reaksi yang terjadi yaitu: CH 3 OH + 0,5O 2 2H 2 + CO 2 H o R = -191,9 kj/mol (2.8) Pada konversi metanol 100%, proses ini dapat menghasilkan produk gas yang mengandung sampai 67% gas hidrogen jika menggunakan sumber oksigen murni dan 41% gas hidrogen jika menggunakan udara sebagai sumber oksigen. Keuntungan proses oksidasi parsial metanol ialah laju reaksinya yang cepat dan sifatnya yang eksotermik sehingga panas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk keperluan proses lainnya. Namun, proses ini menyebabkan terbentuknya zona panas pada permukaan katalis sehingga dapat menurunkan aktivitas katalis. Tinjauan termodinamika reaksi dalam bentuk konversi kesetimbangan metanol pada berbagai temperatur dapat dilihat pada Gambar

8 Reformasi Kukus Oksidatif (Autothermal Reforming of Methanol) Reaksi ini sering disebut reformasi autotermal (ATR) dan merupakan kombinasi antara reformasi kukus dan oksidasi parsial metanol di mana reaktan yang berupa steam dan gas oksigen direaksikan bersama-sama dengan metanol melalui reaksi: o 4CH 3 OH + 3H 2 O + 0,5O 2 11H 2 + 4CO 2 H 160 C = 0 kj/mol (2.9) Pada suhu 160 o C, reaksi berjalan secara autotermal (tidak membutuhkan pasokan energi eksternal). Reformasi kukus oksidatif menghasilkan produk gas yang mengandung 65% gas hidrogen pada suhu 300 o C. Penggabungan reformasi kukus metanol dan proses oksidasi parsial metanol diharapkan dapat menghasilkan perolehan hidrogen yang tinggi dan menghindari terbentuknya zona panas (hot spots) pada unggun katalis. Tinjauan termodinamika reaksi dalam bentuk konversi kesetimbangan metanol pada berbagai temperatur dapat dilihat pada Gambar Dekomposisi Termal (Thermal Decomposition of Methanol) Reaksi dekomposisi termal metanol (M) merupakan reaksi reversibel sintesis metanol dari H 2 dan CO. Reaksi bersifat sangat endotermik dan memerlukan panas yang relatif besar dibandingkan dengan reformasi kukus metanol. Selain itu, proses ini juga menghasilkan gas karbonmonoksida yang berbahaya sehingga diperlukan perlakuan intensif. Persamaan reaksi dekomposisi termal metanol ialah: CH 3 OH 2H 2 + CO H o R = 90,5 kj/mol (2.10) Proses ini jarang digunakan untuk memperoleh gas hidrogen menimbang besarnya kebutuhan energi yang diperlukan dan karena terbentuknya gas CO sebagai hasil reaksi. Tinjauan termodinamika reaksi dalam bentuk konversi kesetimbangan metanol pada berbagai temperatur dapat dilihat pada Gambar 2.4. Di dalam reaktor reformasi kukus metanol yang beroperasi pada suhu di atas 200 o C, dekomposisi termal metanol terjadi dan berjalan paralel dengan reaksi reformasi kukus metanol. Penjumlahan stoikiometrik kedua reaksi tersebut dikenal dengan reaksi pergeseran CO (Water Gas Shift Reaction). 11

9 Gambar 2.4 Konversi kesetimbangan metanol berbagai reaksi penghasil hidrogen dengan umpan stoikiometrik pada kondisi tekanan operasi (P) 1 atm dan rentang temperatur (T) 50 o C 450 o C Reaksi Paralel Reformasi Kukus Metanol (Steam Reforming of Methanol) dan Pergeseran Karbonmonoksida (Water Gas Shift Reaction) Pada reaktor, reaksi reformasi kukus metanol (SRM) berjalan paralel dengan reaksi pergeseran karbonmonoksida (WGSR) dan kedua reaksi merupakan reaksi kesetimbangan. Reformasi kukus metanol merupakan reaksi endoterm sedangkan reaksi pergeseran CO merupakan reaksi eksoterm. CH 3 OH + H 2 O 3H 2 + CO 2 H o R = +49,8 kj/mol (2.7) CO + H 2 O H 2 + CO 2 H o R = -42,2 kj/mol (2.11) Sesuai dengan prinsip Le Chatelier, kesetimbangan akan bergeser apabila terjadi perubahan konsentrasi, temperatur, dan tekanan (Wikipedia, 2007). Pada temperatur reaksi yang semakin meningkat, reaksi reformasi metanol akan bergeser ke arah kanan sedangkan reaksi pergesertan CO akan bergeser ke arah kiri. Hal ini menyebabkan penurunan perolehan hidrogen dan peningkatan produksi gas karbonmonoksida seiring dengan kenaikan temperatur reaksi. 12

10 Gambar 2.3(a) merupakan grafik pengaluran jumlah H 2 dan CO pada gas produk reaksi SRM-WGSR terhadap temperatur pada rentang 75 C sampai 425 C. Grafik ini diperoleh melalui simulasi HYSYS dengan kondisi umpan H 2 O:CH 3 OH=1:1 pada tekanan operasi (P) 1 atm. Gambar 2.3(b) merupakan grafik pengaluran konversi metanol terhadap temperatur pada rentang 75 C sampai 425 C. Grafik ini juga diproleh melalui simulasi HYSYS pada kondisi yang sama. (a) (b) Gambar 2.3 (a) Perolehan hidrogen dan produksi gas karbonmonoksida pada reaksi SRM- WGSR (b) Efek keberadaan reaksi paralel (WGSR) pada konversi metanol. 13

11 2.7. Katalis Definisi Katalis adalah suatu senyawa yang meningkatkan laju reaksi dengan menurunkan energi aktivasi dan bereaksi tanpa terkonsumsi oleh reaksi itu sendiri. Katalis yang berada pada satu fasa dengan reaktan disebut katalis homogen sedangkan katalis yang berbeda fasa dengan fasa reaktan disebut katalis heterogen. Katalis dapat ditingkatkan keaktifannya melalui penambahan senyawa yang disebut promotor dan dapat teracuni dengan keberadaan senyawa yang disebut inhibitor Prinsip Kerja Katalis bergabung bersama reaktan membentuk suatu senyawa antara yang dapat bereaksi lebih cepat dengan reaktan lain tetapi tidak mempengaruhi kesetimbangan akhir. Katalis menyerap reaktan-reaktan dengan cara adsorpsi dan bereaksi pada pusatpusat aktif katalis. Produk-produk yang terbentuk akan terlepas dari pusat-pusat aktif katalis dengan cara desorpsi. Adsorpsi dan desorpsi pada katalis dapat terjadi secara fisika maupun kimia. Semakin besar luas permukaan pusat aktif katalis, maka akan semakin baik kinerja katalis tersebut Katalis Reformasi Kukus Metanol Tembaga (Cu) merupakan bahan yang umum digunakan sebagai fasa aktif dari katalis reformasi kukus metanol. Salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut ialah lebih ekonomisnya bahan tembaga apabila dibandingkan dengan platina (Pt), paladium (Pd), atau vanadium (V). Bahan penyangga katalis digunakan untuk memperbesar luas permukaan aktif. Bahan penyangga yang umum digunakan untuk katalis ialah γ-alumina (Al 2 O 3 ). Promotor sering ditambahkan untuk meningkatkan kinerja katalis. Beberapa contoh promotor yang umum ialah zirkonium (Zr) dan cerium (Ce). 14

12 Shen dkk.. (2002) menunjukkan bahwa katalis dapat dibuat dengan beberapa metode penyiapan, yaitu impregnasi dan kopresipitasi. Penggunaan metode kopresipitasi dengan perbandingan berat Cu(NO 3 ) 2 :Zn(NO 3 ) 2 :Al(NO 3 ) 3 = 1,34 : 1,73 : 1 memberikan konversi hampir 100% pada temperatur 230 o C. Chin dkk.. (2002) menunjukkan bahwa katalis berbahan dasar paladium akan menghasilkan kinerja yang baik. Konversi dari katalis ini mencapai 90% pada suhu kisaran 275 o C dan waktu kontak yang sangat singkat (0,1 detik). Katalis ini mempunyai rentang operasi yang cukup jauh dan lebih stabil daripada katalis berbahan dasar tembaga. Namun, karena mahalnya harga paladium, katalis jenis ini jarang digunakan. Agrell, dkk.. (2003) menguji beberapa katalis seperti Cu/ZnO = 43,8 : 56,2 (CZ), Cu/ZnO/Al 2 O 3 = 39,4 : 51,1 : 9,5 (CZA), Cu/ZnO/ZrO 2 = 32,3 : 39,5 : 28,2 (CZZ) dan Cu/ZnO/ZrO 2 /Al 2 O 3 = 30,9 : 50,2 : 14,1 : 4,8 (CZZA). Mereka menemukan bahwa katalis CZZA menunjukkan aktivitas yang lebih baik daripada katalis lainnya. Penelitian Yaakob dkk.. (2005) menunjukkan katalis yang mengandung vanadium (Cu- Zn-Al-V) mempunyai aktivitas yang lebih tinggi daripada katalis yang mengandung tembaga, seng, dan aluminium saja (Cu-Zn-Al) bahkan pada suhu yang rendah. Pada suhu 250 o C, katalis yang berkomposisi berat Cu : Zn : Al : V = 1 : 1 : 1 : 2 ini menunjukkan aktivitas yang cukup baik. Penelitian Firmansyah (2006) menunjukkan adanya aktivitas tinggi pada katalis Cu/Zn/Al dengan komposisi 20 : 10 : 1 pada suhu 400 o C. Metode penyiapan katalis yang digunakan adalah metode kopresipitasi. Zhang dkk. (2002) menunjukkan bahwa penambahan ZrO 2 sebagai promotor dapat meningkatkan meningkatan dispersi tembaga pada katalis dan mengecilkan ukuran kristal hasil pengendapan. Agrell dkk. (2003) memberikan hasil pengamatan yang sama dengan Zhang dkk. (2002). Selain itu mereka juga menemukanbahwa penambahan ZrO 2 dapat meningkatan umur katalis tembaga. Zhang dkk. (2003) menunjukkan bahwa penambahan CeO 2 sebagai promotor pada batar tertentu dapat meningkatkan aktivitas katalis tembaga. 15

13 Tabel 2.2 Berbagai Jenis Katalis dari Penelitian Sebelumnya 16 Peneliti Tahun Reaksi Katalis Metode Agarwal 2004 SRM Cu:Zn:Al= 2:1:17 Agrell 2003 SRM Cu:Zn:Al = 4,14:5,38:1 Agrell 2003 ATR Cu:Zn:Al = 4,14:5,38:1 Agrell 2003 SRM Cu:Zn:Zr:Al = 6,4:10,5:2,9:1 Agrell 2003 ATR Cu:Zn:Zr:Al = 6,4:10,5:2,9:1 Akaratiwa 2003 SRM Cu:Zn = 1,04:1 Chin 2002 SRM Pd/Zn = 0,2:1 Shen 2002 SRM Cu:Zn:Al = 1,34:1,73:1 Shen 2002 ATR Cu:Zn:Al = 1,34:1,73:1 Shen 2002 ATR Cu:Zn:Al = 1,34:1,73:1 Shisido 2004 SRM Cu:Zn:Al = 4,5:4,5:1 Suzuki 2005 ATR Cu:Zn:Al = 1,42:1,71:1 Velu 2003 ATR Cu:Zn:Al = 3,2:4,3:1 Luas Area H 2 O:CH 3 OH:O 2 Q (ml/menit) Inert Q (ml/menit) Suhu ( C) Katalis (g) IM-Al 2 O ,4:1: SV (h -1 ) Konversi (CH 3 OH) 89,00% Selektivitas (CO) CP 91,9 1,3:1:0 N , ,00% CP 91,9 1,3:1:0,2 N , ,00% 214 CP 116,2 1,3:1:0 N , ,00% 228 CP 116,2 1,3:1:0,2 N , ,00% 214 CP 1,2:1: ,04 100% 0,00% IM-ZnO 1,8:1:0 CP 93,7 1,44:1:0 He 80 CP 93,7 1,44:1:0,16 He 80 CP 94,7 1,44:1:1,48 He 80 CP 97,5 1,2:1:0 N 2 30 CP 84 1,3:1:14,32 2 Ar 43 CP 108 1,3:1:0,25 Ar , ,00% 2,50% 230 0,3 5,8 99,56% 0,11% 230 0,3 5,8 99,54% 0,15% 230 0,3 5,8 100,00% 0,05% 250 0, , ,1 97,30% 1,00% 100,00% 0,00% 89,00% 1,00%

14 17 Peneliti Tahun Reaksi Katalis Metode Yaakob 2005 SRM Cu:Zn:Al:V = 1:1:1:2 Yaakob 2005 ATR Cu:Zn:Al:V = 1:1:1:2 Zhang 2002 SRM Cu:Al:Ce = 0,87:1:0 Zhang 2002 SRM Cu:Al:Ce = 8,84:10,16:1 Zhang 2002 SRM Cu:Al:Ce = 4,19:4,81:1 Zhang 2002 SRM Cu:Al:Ce = 2,64:3,03:1 Zhang 2002 SRM Cu:Al:Ce = 1,86:2,14:1 Zhang 2002 SRM Cu:Al:Ce = 1,4:1,6:1 Keterangan : tidak disinggung 1 : perkiraan dari grafik 2 : oksigen diperoleh dari udara 3 : pengendap berupa urea CP : kopresipitasi IM : impregnasi SRM : reaksi reformasi kukus ATR : reaksi reformasi kukus oksidatif SV : waktu tinggal (space velocity) Luas Area H 2 O:CH 3 OH:O 2 Q (ml/menit) Inert Q (ml/menit) Suhu ( C) CP CP CP CP CP CP CP CP 1:1:0 1:1:0 1:1:0 1:1:0 1:1:0 1:1: Katalis (g) SV (h -1 ) Konversi (CH 3 OH) Selektivitas (CO) 100,00% 9,00% 100,00% 3,00% 3,28 81,4% 0,37% 3,28 87,5% 0,19% 3,28 90% 0,17% 3,28 93% 0,15% 3,28 95,5% 0,14% 3,28 91,8% 0,16%

15 Metode Sintesis Katalis Konversi Metanol Metode Kopresipitasi Cara yang paling lazim digunakan untuk membuat katalis tembaga adalah dengan metode kopresipitasi. Penjelasan umum tentang metode kopresipitasi adalah sebagai berikut. Suatu larutan yang mengandung Cu(NO 3 ) 2 dan Zn(NO 3 ) 2 ditambahkan larutan Na 2 CO 3 di dalam suatu wadah pada temperatur di atas temperatur ambient. Endapan yang terbentuk dibiarkan selama proses pengadukan. Endapan lalu disaring, dicuci dengan air bidistilasi dan dikeringkan pada temperatur tertentu di udara untuk beberapa jam. Hasil yang diperoleh lalu dikalsinasi pada temperatur tertentu. Parameter reaksi seperti ph, kondisi pengadukan, pencucian diketahui mempunyai pengaruh terhadap struktur katalis, dengan kata lain mempengaruhi aktivitasnya. Metode kopresipitasi yang lain adalah kopresipitasi gel oksalat. Penjelasan dari metode kopresipitasi gel oksalat adalah sebagai berikut. Tembaga nitrat, seng nitrat dan alumunium nitrat dilarutkan pada etanol. Larutan asam oksalat lalu ditambahkan pada larutan garam nitrat ini pada kondisi pengadukan cepat. Pada pengadukan perlahan, endapan dibiarkan pada temperatur ruangan selama waktu tertentu. Setelah itu endapan ditempatkan di udara pada temperatur tertentu dengan maksud agar seluruh solven teruapkan. Endapan lalu dikeringkan pada temperatur tertentu dengan waktu sekitar 12 jam dan dikalsinasi di udara. Penelitian yang membandingkan berbagai metoda penyiapan termasuk gel kopresipitasi menunjukkan bahwa katalis yang disiapkan dengan kopresipitasi gel oksalat mempunyai area BET yang lebih tinggi, ukuran partikel yang lebih kecil dan aktivitas tertinggi dibandingkan jika disiapkan dengan metode kopresipitasi konvensional (Zhang dkk., 2005). 18

16 Metode Impregnasi Terdapat dua metoda impregnasi, metoda pertama dilakukan dengan menambahkan larutan Cu(NO 3 ) 2 ke material penyangga (serbuk alumina) yang ditempatkan pada bejana yang berotasi. Setelah impregnasi, sampel dikeringkan pada oven dengan temperatur 120 o C selama dua jam. Metode kedua adalah material penyangga (serbuk alumina) yang terdapat pada keranjang stainless steel ditambahkan pada larutan tembaga nitrat yang teraduk sempurna. Lama perendaman divariasikan untuk menentukan waktu tercapainya berat konstan dari material penyangga terendam. Larutan dikeluarkan dan serbuk dikeringkan perlahan pada temperatur ambient (70-80% humidity) semalaman. Akhirnya, serbuk dikeringkan di oven pada 120 o C selama 2 jam. Impregnasi adalah suatu metode yang mudah untuk menyiapkan katalis tembaga karena sedikitnya parameter yang harus dikendalikan selama penyiapan. Terdapat pebedaan signifikan pada sifat katalis antara katalis yang disiapkan dengan metode ini dan kopresipitasi. Sebuah penelitian melaporkan bahwa temperatur yang dibutuhkan untuk reaksi dengan katalis impregnasi lebih tinggi daripada katalis kopresipitasi dalam menghasilkan konversi yang sama. Hal ini disebabkan struktur katalis kopresipitasi yang macroporous memudahkan partikel tembaga terdispersi sehingga energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah kontak yang sama lebih rendah (Liu, 2007) Metode Template-Polimer Salah satu metode penyiapan katalis CuO/ZrO 2 yaitu dengan`polymer matrix. Metode ini terdiri dari dua tahap yaitu penyiapan gel polimer dan sol-gel nanocoating. Untuk penyiapan gel polimer, surfaktan Tween 60 dilarutkan dalam air kemudian ditambahkan monomer (akrilamida dan glicidilmetakrilat), crosslinker (etilen glikol dimetakrilat), dan inisiator (potasium persulfat). Larutan ini kemudian dituangkan ke dalam tabung reaksi dan mengalami polimerisasi yang dilangsungkan pada temperatur 60 o C. Setelah 16 jam, hasil reaksi yang berupa gel dikeluarkan dari tabung reaksi dan dipotong berbentuk cakram. Surfaktan dipisahkan melalui ekstraksi dengan soxhlet (dengan pelarut etanol selama 2 hari) dan dicuci dengan air. 19

17 Tahap selanjutnya ialah penyiapan sol-gel nanocoating. Zirkonium propoksida dan tembaga (II) asetilasetonat diaduk semalaman. Gel polimer direndam pada larutan ini selama semalam lalu dalam larutan hidrolisis selama 24 jam. Setelah dikeringkan, gel polimer dipisahkan dari oksida logam dengan memanskan material hibrida selama dua jam pada suhu 500 o C dalam atmosfer nitrogen; lalu gas ditukar dengan oksigen dan temperatur dijaga selama 10 jam (Purnama, 2003) Karakterisasi Katalis Karakterisasi katalis ialah proses identifikasi katalis yang bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan proses sintesis katalis. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan XRD sebagai alat identifikasi struktur kristal dan BET sebagai alat identifikasi luas permukaan Struktur Kristal Identifikasi struktur kristal pada katalis dilakukan dengan menggunakan XRD (X-Ray Diffraction). Ini didasari atas fakta bahwa gelombang elektromagnetik yang mengenai suatu sistem yang memiliki jarak celah (kisi) sama dengan panjang gelombang yang datang akan mengalami fenomena difraksi. Jarak antar atom pada padatan kristalin ialah sekitar m dan ini sesuai dengan panjang gelombang sinar-x. Katalis heterogen merupakan padatan yang strukturnya dapat ditentukan dengan difraksi sinar-x. Hubungan antara panjang gelombang (λ), orde difraksi (n), jarang antar bidang kisi (d), dan sudut difraksi (θ) diungkapkan melalui persamaan Bragg berikut: (2.12) Data hasil difraksi umumnya berupa kurva intensitas terhadap 2θ. Dengan menggunakan persamaan Bragg dan indeks Miller (hkl), struktur padatan dapat ditentukan. Selainitu, penentuan struktur dapat juga dilakukan dengan membandingkan pola difraksi sampel dengan pola difraksi padatan yang ada pada literatur database Pdf (Powder diffraction file). 20

18 Penelitian Agrell dkk.. (2003) menunjukkan bahwa katalis CZZA mempunyai struktur kristal yang amorf. Sedangkan identifikasi katalis CZA memperlihaatkan adanya struktur kristal CuO dan sedikit kristal ZnO. Shisido dkk. (2004) menunjukkan bahwa metode kopresipitasi homogen menghasilkan katalis yang berstruktur lebih amorf bila dibandingkan dengan metode kopresipitasi biasa Luas Permukaan Aktif Apabila fasa katalis berbeda dengan fasa reaktan-reaktan maka katalis tersebut dinamakan katalis heterogen. Pada reaksi konversi metanol, katalis yang digunakan ialah katalis padat dan reaktan-reaktan berada dalam fasa gas. Saat reaksi berlangsung, reaktan yang berada dalam fasa gas akan teradsorpsi ke dalam pusat aktif katalis. Semakin besar luas permukaan aktif katalis, maka semakin baik performa katalis tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruh adsorpsi yaitu interaksi antara adsorbat dan adsorbennya, tekanan (P), temperatur (T), luas permukaan, dan kualitas pengadukan. Penentuan luas permukaan aktif dilakukan dengan pendekatan isoterm adsorpsi BET dengan syarat molekul-molekul teradsorpsi membentuk lapisan tunggal di atas permukaan katalis. Luas permukaan ditentukan dari perbandingan jumlah partikel (dalam volume) teradsorpsi (V) terhadap jumlah partikel (dalam volume) teradsorpsi yang membentuk lapisan tunggal (V m ). (2.13) (2.14) Dengan P sebagai tekanan gas teradsorpsi, P 0 sebagai tekanan gas yang membentuk lapisan tunggal, dan C sebagai konstanta adsorpsi-desorpsi (C=K ads /K des ). Luas 21

19 permukaan aktif ditentukan dari nilai V m dan C yang didapat dari pengaluran 1/V terhadap X. Penelitian Agrell dkk. (2003) menyimpulkan bahwa katalis berbahan dasar tembaga dan seng saja mempunyai luas permukaan sebesar 49 m 2 /g. Penambahan alumina atau zirconia dapat meningkatkan luas permukaan hingga 92 m 2 /g. Katalis dengan penambahan kedua zat tersebut memiliki luas permukaan sebsesar 116 m 2 /g Uji Aktivitas Katalis Beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas katalis ialah temperatur reaksi, komposisi umpan, lama pemakaian, dan waktu kontak Temperatur Agrell dkk. (2002) menyimpulkan bahwa konversi metanol, selektifitas CO, dan perolehan H 2 akan meningkat seiring dengan peningkatan temperatur. Seperti yang tertera pada Gambar 2.5, semakin tinggi temperatur, konversi metanol dan komposisi gas-gas produk semakin tinggi pula. Gambar 2.5 Pengaruh temperatur terhadap aktivitas katalis. (Agrell et al, 2002) 22

20 Kesimpulan yang sama juga didapatkan dari penelitian Zhang dkk. (2003) bahwa konversi metanol, perolehan H 2, dan komposisi CO keluaran semakin meningkat seiring dengan peningkatan temperatur. Gambar 2.6 Pengaruh temperatur terhadap aktivitas katalis (Zhang et al, 2003) Komposisi Umpan Zhang dkk. (2003) mengemukakan bahwa konversi metanol akan meningkat namun selektivitas CO akan berkurang seiring dengan semakin tingginya konsentrasi air dalam umpan. Rasio air terhadap metanol yang disarankan oleh Zhang dkk. ialah 1 : 1,5. Gambar 2.7 Pengaruh komposisi umpan terhadap aktivitas katalis (Zhang et al, 2003) 23

21 Kesimpulan serupa juga disampaikan oleh Park dkk. (2004) bahwa semakin tinggi rasio air terhadap metanol, semakin tinggi pula perolehan H 2 pada gas keluaran. Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8, perolehan H 2 tertinggi diperoleh pada rasio air terhadap metanol sebesar Stabilitas dan Lama Pemakaian Stabilitas katalis ditentukan oleh signifikansi penurunan performa katalis dalam jangka waktu pemakaian tertentu. Zhang dkk. (2003) mengemukakan bahwa lama waktu pemakaian katalis dalam reaktor akan mempengaruhi aktivitas katalis. Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8, semakin lama waktu pemakaian katalis, aktivitas katalis (dinyatakan dalam konversi metanol) akan semakin menurun. Gambar 2.8 Pengaruh waktu pemakaian terhadap aktivitas katalis (1) w(ceo 2 ) = 20%, (2) w(ceo 2 ) = 0%. (Zhang dkk., 2003) Hal serupa juga disimpulkan oleh H. Purnama dkk. (2004) bahwa lama pemakaian katalis mempengaruhi aktivitasnya. Seperti yang terlihat pada Gambar 2.9, semakin besar TOS (Time-on-Stream) konversi metanol semakin berkurang. 24

22 Gambar 2.9 Pengaruh waktu pemakaian terhadap aktivitas katalis (Purnama dkk., 2004) Waktu Kontak (WHSV) Menurut H. Purnama dkk. (2004), waktu kontak yang semakin besar akan meningkatkan perolehan H 2 dan jumlah metanol yang terkonversi akan semakin meningkat. Gambar 2.10 Pengaruh Waktu Kontak terhadap aktivitas katalis (H. Purnama dkk., 2004) 25

23 Menurut Zhang dkk. (2003), nilai WHSV yang semakin kecil akan meningkatkan konversi dan selektivitas CO. Sebagai patokan telah dibakukan WHSV senilai 3,28 h -1. Gambar 2.11 Pengaruh Waktu Kontak (WHSV) terhadap aktivitas katalis (Zhang dkk., 2003) 26

BAB II GAMBARAN UMUM TEKNOLOGI SEL BAHAN BAKAR

BAB II GAMBARAN UMUM TEKNOLOGI SEL BAHAN BAKAR BAB II GAMBARAN UMUM TEKNOLOGI SEL BAHAN BAKAR 2.1. Pendahuluan Sel Bahan Bakar adalah alat konversi elektrokimia yang secara kontinyu mengubah energi kimia dari bahan bakar dan oksidan menjadi energi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sintesa Katalis Dalam penelitian ini, katalis disintesis menggunakan metode impregnasi kering. Metode ini dipilih karena metode impregnasi merupakan metode sintesis yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich Schönbein pada tahun 1838, sel bahan bakar telah berkembang dan menjadi salah

Lebih terperinci

Kelompok B Pembimbing

Kelompok B Pembimbing TK-40Z2 PENELITIAN Semester II 2007/2008 SINTESIS DAN UJI AKTIVITAS Cu/Zn/Al 2 O 3 UNTUK KATALIS REFORMASI KUKUS METANOL SEBAGAI PENYEDIA HIDROGEN SEL TUNAM (FUEL CELL) Kelompok B.67.3.20 Michael Jubel

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Produksi H 2 Sampai saat ini, bahan bakar minyak masih menjadi sumber energi yang utama. Karena kelangkaan serta harganya yang mahal, saat ini orang-orang berlomba untuk mencari

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Sebelum dilakukan sintesis katalis Cu/ZrSiO 4, serbuk zirkon (ZrSiO 4, 98%) yang didapat dari Program Studi Metalurgi ITB dicuci terlebih dahulu menggunakan larutan asam nitrat 1,0

Lebih terperinci

(Fuel cell handbook 7, hal 1.2)

(Fuel cell handbook 7, hal 1.2) 15 hidrogen mengalir melewati katoda, dan memisahkannya menjadi hidrogen positif dan elektron bermuatan negatif. Proton melewati elektrolit (Platinum) menuju anoda tempat oksigen berada. Sementara itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang, manusia sangat bergantung pada kebutuhan listrik

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang, manusia sangat bergantung pada kebutuhan listrik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman sekarang, manusia sangat bergantung pada kebutuhan listrik karena listrik merupakan sumber energi utama dalam berbagai bidang kegiatan baik dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dihasilkan sebanyak 5 gram. Perbandingan ini dipilih karena peneliti ingin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dihasilkan sebanyak 5 gram. Perbandingan ini dipilih karena peneliti ingin BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis Katalis CuO/ZnO/Al 2 O 3 Katalis CuO/ZnO/Al 2 O 3 disintesis dengan metode kopresipitasi dengan rasio fasa aktif Cu, promotor ZnO, penyangga dan Al 2 O 3 yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini berarti meningkat pula kebutuhan manusia termasuk dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini berarti meningkat pula kebutuhan manusia termasuk dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan bertambahnya waktu maka kemajuan teknologi juga semakin bertambah. Pertumbuhan penduduk di dunia pun kian meningkat termasuk di Indonesia. Hal ini berarti meningkat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN 4.1 Sintesis Padatan ZnO dan CuO/ZnO Pada penelitian ini telah disintesis padatan ZnO dan padatan ZnO yang di-doped dengan logam Cu. Doping dengan logam Cu diharapkan mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendirian pabrik metanol merupakan hal yang sangat menjanjikan dengan alasan:

BAB I PENDAHULUAN. Pendirian pabrik metanol merupakan hal yang sangat menjanjikan dengan alasan: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Metil alkohol atau yang lebih dikenal dengan sebutan metanol merupakan produk industri hulu petrokimia yang mempunyai rumus molekul CH3OH. Metanol mempunyai berat

Lebih terperinci

MAKALAH ENERGI TEKNOLOGI FUEL CELL SEBAGAI ALTERNATIF PENGGUNAAN BAHAN BAKAR

MAKALAH ENERGI TEKNOLOGI FUEL CELL SEBAGAI ALTERNATIF PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MAKALAH ENERGI TEKNOLOGI FUEL CELL SEBAGAI ALTERNATIF PENGGUNAAN BAHAN BAKAR Oleh : Kelompok 9 Maratus Sholihah (115061100111019) Hairunisa Agnowara (125061100111033) PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peran listrik dalam kehidupan manusia sangatlah penting karena

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peran listrik dalam kehidupan manusia sangatlah penting karena 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman sekarang ini, kebutuhan manusia akan listrik semakin meningkat. Peran listrik dalam kehidupan manusia sangatlah penting karena listrik merupakan sumber energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan energi dunia semakin meningkat sedangkan bahan bakar fosil dipilih sebagai energi utama pemenuh kebutuhan, namun bahan bakar ini tidak ramah lingkungan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan uji aktivitas katalis Pt/Zr-MMT serta aplikasinya sebagai katalis dalam konversi sitronelal menjadi mentol

Lebih terperinci

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) 2. Tinjauan Pustaka 2.1 2.1 Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Sel bahan bakar merupakan salah satu solusi untuk masalah krisis energi. Sampai saat ini, pemakaian sel bahan bakar dalam aktivitas sehari-hari masih

Lebih terperinci

1. Ciri-Ciri Reaksi Kimia

1. Ciri-Ciri Reaksi Kimia Apakah yang dimaksud dengan reaksi kimia? Reaksi kimia adalah peristiwa perubahan kimia dari zat-zat yang bereaksi (reaktan) menjadi zat-zat hasil reaksi (produk). Pada reaksi kimia selalu dihasilkan zat-zat

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi yang berkelanjutan kian mengemuka di ranah global. Krisis energi terjadi di berbagai negara di dunia bahkan di Indonesia. Berdasarkan Indonesia Energy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan yang ekstensif pada bahan bakar fosil menyebabkan terjadinya emisi polutan-polutan berbahaya seperti SOx, NOx, CO, dan beberapa partikulat yang bisa mengancam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif.

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif. Hal ini karena alumina memiliki sifat fisis

Lebih terperinci

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesa Garam Magnesium Klorida Garam magnesium klorida dipersiapkan melalui dua bahan awal berbeda yaitu bubuk magnesium oksida (MgO) puritas tinggi dan bubuk

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kemajuan teknologi yang pesat pada abad 20 dan ditambah dengan pertambahan penduduk yang tinggi seiring dengan konsumsi energi dunia yang semakin besar. Konsumsi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka Sejarah dan Perkembangan Sel Bahan Bakar

2 Tinjauan Pustaka Sejarah dan Perkembangan Sel Bahan Bakar 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) 2.1.1 Pengertian Sel bahan bakar (fuel cell) merupakan alat penghasil listrik dengan hidrogen sebagai bahan bakarnya. (6) Selain hidrogen, dibutuhkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pada senyawa berukuran atau berstruktur nano khususnya dalam

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pada senyawa berukuran atau berstruktur nano khususnya dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan pada senyawa berukuran atau berstruktur nano khususnya dalam bidang sintesis material, memacu para peneliti untuk mengembangkan atau memodifikasi metode preparasi

Lebih terperinci

Harry Rachmadi (12/329784/TK/39050) ` 1 Zulfikar Pangestu (12/333834/TK/40176) Asia/Pasific North America Wesern Europe Other Regions 23% 33% 16% 28%

Harry Rachmadi (12/329784/TK/39050) ` 1 Zulfikar Pangestu (12/333834/TK/40176) Asia/Pasific North America Wesern Europe Other Regions 23% 33% 16% 28% BAB I PENGANTAR I.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan sumber daya energi yang terbarukan dan ramah lingkungan, pemanfaatan hidrogen sebagai sumber pembawa energi (energy carrier)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Diagram konsumsi energi final per jenis (Sumber: Outlook energi Indonesia, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Diagram konsumsi energi final per jenis (Sumber: Outlook energi Indonesia, 2013) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hingga kini kita tidak bisa terlepas akan pentingnya energi. Energi merupakan hal yang vital bagi kelangsungan hidup manusia. Energi pertama kali dicetuskan oleh

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

MAKALAH PENYEDIAAN ENERGI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015 GASIFIKASI BATU BARA

MAKALAH PENYEDIAAN ENERGI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015 GASIFIKASI BATU BARA MAKALAH PENYEDIAAN ENERGI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015 GASIFIKASI BATU BARA Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Penyediaan Energi Dosen Pengajar : Ir. Yunus Tonapa Oleh : Nama

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Saat ini hidrogen diproyeksikan sebagai unsur penting untuk memenuhi kebutuhan clean energy di masa depan. Salah satunya adalah fuel cell. Sebagai bahan bakar, jika hidrogen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perak Nitrat Perak nitrat merupakan senyawa anorganik tidak berwarna, tidak berbau, kristal transparan dengan rumus kimia AgNO 3 dan mudah larut dalam alkohol, aseton dan air.

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan - 1 -

Bab I Pendahuluan - 1 - Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pada saat ini, pengoperasian reaktor unggun diam secara tak tunak telah membuka cara baru dalam intensifikasi proses (Budhi, 2005). Dalam mode operasi ini, reaktor

Lebih terperinci

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra BAHAN BAKAR KIMIA Ramadoni Syahputra 6.1 HIDROGEN 6.1.1 Pendahuluan Pada pembakaran hidrokarbon, maka unsur zat arang (Carbon, C) bersenyawa dengan unsur zat asam (Oksigen, O) membentuk karbondioksida

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan suatu kebutuhan dasar bagi masyarakat modern. Tanpa energi, masyarakat akan sulit melakukan berbagai kegiatan. Pada era globalisasi seperti sekarang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA

PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA BAB V PENGETAHUAN PROSES PADA UNIT SINTESIS UREA V.I Pendahuluan Pengetahuan proses dibutuhkan untuk memahami perilaku proses agar segala permasalahan proses yang terjadi dapat ditangani dan diselesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fuel cell merupakan sistem elektrokimia yang mengkonversi energi dari pengubahan energi kimia secara langsung menjadi energi listrik. Fuel cell mengembangkan mekanisme

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi BAB II DASAR TEORI Pengujian reduksi langsung ini didasari oleh beberapa teori yang mendukungnya. Berikut ini adalah dasar-dasar teori mengenai reduksi langsung yang mendasari penelitian ini. 2.1. ADSORPSI

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Metodologi Seperti yang telah diungkapkan pada Bab I, bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat katalis asam heterogen dari lempung jenis montmorillonite

Lebih terperinci

Sulfur dan Asam Sulfat

Sulfur dan Asam Sulfat Pengumpulan 1 Rabu, 17 September 2014 Sulfur dan Asam Sulfat Disusun untuk memenuhi Tugas Proses Industri Kimia Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Chandrawati Cahyani, M.S. Ayu Diarahmawati (135061101111016)

Lebih terperinci

3 Percobaan. Peralatan yang digunakan untuk sintesis, karakterisasi, dan uji aktivitas katalis beserta spesifikasinya ditampilkan pada Tabel 3.1.

3 Percobaan. Peralatan yang digunakan untuk sintesis, karakterisasi, dan uji aktivitas katalis beserta spesifikasinya ditampilkan pada Tabel 3.1. 3 Percobaan 3.1 Peralatan Peralatan yang digunakan untuk sintesis, karakterisasi, dan uji aktivitas katalis beserta spesifikasinya ditampilkan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Daftar peralatan untuk sintesis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian batubara sebagai sumber energi telah menjadi salah satu pilihan di Indonesia sejak harga bahan bakar minyak (BBM) berfluktuasi dan cenderung semakin mahal.

Lebih terperinci

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008 UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008 PANDUAN MATERI SMA DAN MA K I M I A PROGRAM STUDI IPA PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG DEPDIKNAS KATA PENGANTAR Dalam rangka sosialisasi kebijakan dan persiapan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Gas HHO merupakan hasil dari pemecahan air murni ( H 2 O (l) ) dengan proses

BAB II LANDASAN TEORI. Gas HHO merupakan hasil dari pemecahan air murni ( H 2 O (l) ) dengan proses BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Gas HHO Gas HHO merupakan hasil dari pemecahan air murni ( H 2 O (l) ) dengan proses elektrolisis air. Elektrolisis air akan menghasilkan gas hidrogen dan gas oksigen, dengan

Lebih terperinci

MODUL 1 TERMOKIMIA. A. Hukum Pertama Termodinamika. B. Kalor Reaksi

MODUL 1 TERMOKIMIA. A. Hukum Pertama Termodinamika. B. Kalor Reaksi MODUL 1 TERMOKIMIA Termokimia adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara energi panas dan energi kimia. Sebagai prasyarat untuk mempelajari termokimia, kita harus mengetahui tentang perbedaan kalor (Q)

Lebih terperinci

Pemanfaatan Bentonit Dan Karbon Sebagai Support Katalis NiO-MgO Pada Hidrogenasi Gliserol

Pemanfaatan Bentonit Dan Karbon Sebagai Support Katalis NiO-MgO Pada Hidrogenasi Gliserol Pemanfaatan Bentonit Dan Karbon Sebagai Support Katalis NiO-MgO Pada Hidrogenasi Gliserol Oleh : Ferlyna Sari 2312 105 029 Iqbaal Abdurrokhman 2312 105 035 Pembimbing : Ir. Ignatius Gunardi, M.T NIP 1955

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kinerjanya adalah pemrosesan, modifikasi struktur dan sifat-sifat material.

I. PENDAHULUAN. kinerjanya adalah pemrosesan, modifikasi struktur dan sifat-sifat material. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sintesis material, beberapa hal yang sangat berpengaruh dalam menentukan kinerjanya adalah pemrosesan, modifikasi struktur dan sifat-sifat material. Perbaikan kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan nasional dewasa ini dan semakin dirasakan pada masa mendatang adalah masalah energi. Perkembangan teknologi, industri dan transportasi yang

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Karakteristik sifat..., Hendro Sat Setijo Tomo, FMIPA UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Karakteristik sifat..., Hendro Sat Setijo Tomo, FMIPA UI, 2010. 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Sel bahan bakar adalah sebuah peralatan yang mampu mengkonversi hydrogen dan oksigen secara elektrokimia menjadi energi listrik dan air, tanpa adanya emisi gas buang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

SIMULASI UJIAN NASIONAL 2

SIMULASI UJIAN NASIONAL 2 SIMULASI UJIAN NASIONAL 2. Diketahui nomor atom dan nomor massa dari atom X adalah 29 dan 63. Jumlah proton, elektron, dan neutron dalam ion X 2+ (A) 29, 27, dan 63 (B) 29, 29, dan 34 (C) 29, 27, dan 34

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dimetil Eter Dimetil Eter (DME) adalah senyawa eter yang paling sederhana dengan rumus kimia CH 3 OCH 3. Dikenal juga sebagai methyl ether atau wood ether. Jika DME dioksidasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komposit. Jenis material ini menjadi fokus perhatian karena pemaduan dua bahan

I. PENDAHULUAN. komposit. Jenis material ini menjadi fokus perhatian karena pemaduan dua bahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini salah satu jenis material aplikasi yang terus dikembangkan adalah komposit. Jenis material ini menjadi fokus perhatian karena pemaduan dua bahan atau lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi elektronika. Alternatif yang menarik datang dari fuel cell, yang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi elektronika. Alternatif yang menarik datang dari fuel cell, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsumsi dunia terhadap energi listrik kian meningkat seiring pesatnya teknologi elektronika. Alternatif yang menarik datang dari fuel cell, yang diharapkan

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

LEMBARAN SOAL 5. Pilih satu jawaban yang benar!

LEMBARAN SOAL 5. Pilih satu jawaban yang benar! LEMBARAN SOAL 5 Mata Pelajaran : KIMIA Sat. Pendidikan : SMA Kelas / Program : XI IPA ( SEBELAS IPA ) PETUNJUK UMUM 1. Tulis nomor dan nama Anda pada lembar jawaban yang disediakan 2. Periksa dan bacalah

Lebih terperinci

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN BAB II : MEKANISME KOROSI dan MICHAELIS MENTEN 4 BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN Di alam bebas, kebanyakan logam ditemukan dalam keadaan tergabung secara kimia dan disebut bijih. Oleh karena keberadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Katalis merupakan suatu zat yang sangat diperlukan dalam kehidupan. Katalis yang digunakan merupakan katalis heterogen. Katalis heterogen merupakan katalis yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Katalis umumnya diartikan sebagai bahan yang dapat mempercepat suatu reaksi kimia menjadi produk. Hal ini perlu diketahui karena, pada dasarnya

Lebih terperinci

Elektrokimia. Sel Volta

Elektrokimia. Sel Volta TI222 Kimia lanjut 09 / 01 47 Sel Volta Elektrokimia Sel Volta adalah sel elektrokimia yang menghasilkan arus listrik sebagai akibat terjadinya reaksi pada kedua elektroda secara spontan Misalnya : sebatang

Lebih terperinci

OLEH : SHOLEHUL HADI ( ) DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUDJUD DARSOPUSPITO, MT.

OLEH : SHOLEHUL HADI ( ) DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUDJUD DARSOPUSPITO, MT. PENGARUH VARIASI PERBANDINGAN UDARA- BAHAN BAKAR TERHADAP KUALITAS API PADA GASIFIKASI REAKTOR DOWNDRAFT DENGAN SUPLAI BIOMASSA SERABUT KELAPA SECARA KONTINYU OLEH : SHOLEHUL HADI (2108 100 701) DOSEN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 47 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan pengaruh suhu sintering terhadap struktur Na 2 O dari Na 2 CO 3 yang dihasilkan dari pembakaran tempurung kelapa. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. UU Presiden RI Kegiatan Pokok RKP 2009: b. Pengembangan Material Baru dan Nano Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. 1. UU Presiden RI Kegiatan Pokok RKP 2009: b. Pengembangan Material Baru dan Nano Teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gas hidrogen banyak dimanfaatkan di berbagai industri, seperti dalam industri minyak dan gas pada proses desulfurisasi bahan bakar minyak dan bensin, industri makanan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Metanol merupakan senyawa yang sangat esensial sekarang ini. Metanol merupakan senyawa intermediate yang menjadi bahan baku untuk berbagai industri antara lain industri

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006

SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006 SOAL SELEKSI NASIONAL TAHUN 2006 Soal 1 ( 13 poin ) KOEFISIEN REAKSI DAN LARUTAN ELEKTROLIT Koefisien reaksi merupakan langkah penting untuk mengamati proses berlangsungnya reaksi. Lengkapi koefisien reaksi-reaksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuatan mesin pada awalnya bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

Soal ini terdiri dari 10 soal Essay (153 poin)

Soal ini terdiri dari 10 soal Essay (153 poin) Bidang Studi Kode Berkas : Kimia : KI-L01 (soal) Soal ini terdiri dari 10 soal Essay (153 poin) Tetapan Avogadro N A = 6,022 10 23 partikel.mol 1 Tetapan Gas Universal R = 8,3145 J.mol -1.K -1 = 0,08206

Lebih terperinci

H 2 O (l) H 2 O (g) Kesetimbangan kimia. N 2 O 4 (g) 2NO 2 (g)

H 2 O (l) H 2 O (g) Kesetimbangan kimia. N 2 O 4 (g) 2NO 2 (g) Purwanti Widhy H Kesetimbangan adalah suatu keadaan di mana tidak ada perubahan yang terlihat seiring berjalannya waktu. Kesetimbangan kimia tercapai jika: Laju reaksi maju dan laju reaksi balik sama besar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi fosil seperti batu bara, bensin dan gas secara terusmenerus menyebabkan persediaan bahan bakar fosil menjadi menipis. Kecenderungan ini telah mendorong

Lebih terperinci

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya.

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya. 30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya. 1. Semua pernyataan berikut benar, kecuali: A. Energi kimia ialah energi

Lebih terperinci

BAB 4 DATA DAN ANALISIS

BAB 4 DATA DAN ANALISIS BAB 4 DATA DAN ANALISIS 4.1. Kondisi Sampel TiO 2 Sampel TiO 2 disintesa dengan memvariasikan jenis pelarut, block copolymer, temperatur kalsinasi, dan kelembaban relatif saat proses aging. Kondisi sintesisnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara Batubara merupakan bahan bakar padat organik yang berasal dari batuan sedimen yang terbentuk dari sisa bermacam-macam tumbuhan purba dan menjadi padat disebabkan tertimbun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan makhluk hidup serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan makhluk hidup serta dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran udara adalah kehadiran substansi fisik, kimia atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan makhluk hidup serta dapat merusak benda-benda

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAHAN BAKAR KIMIA (Continued) Ramadoni Syahputra

BAHAN BAKAR KIMIA (Continued) Ramadoni Syahputra BAHAN BAKAR KIMIA (Continued) Ramadoni Syahputra 6.2 SEL BAHAN BAKAR Pada dasarnya sel bahan bakar (fuel cell) adalah sebuah baterai ukuran besar. Prinsip kerja sel ini berlandaskan reaksi kimia, bahwa

Lebih terperinci

KISI-KISI UN KIMIA SMA/MA

KISI-KISI UN KIMIA SMA/MA KISI-KISI UN KIMIA SMA/MA 2015-2016 Siswa mampu memahami, menguasai pengetahuan/ mengaplikasikan pengetahuan/ menggunakan nalar dalam hal: Struktur Atom Sistem Periodik Unsur Ikatan Kimia (Jenis Ikatan)

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Karakteristik katalis Pembuatan katalis HTSC ITB didasarkan pada prosedur menurut dokumen paten Jennings 1984 yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga dapat menghasilkan data yang akurat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga dapat menghasilkan data yang akurat. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Proses pengujian panas yang dihasilkan dari pembakaran gas HHO diperlukan perencanaan yang cermat dalam perhitungan dan ukuran. Teori-teori yang berhubungan dengan pengujian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap manusia di dunia terutama energi listrik. Dewasa ini kebutuhan energi yang semakin meningkat tidak

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

Potensi Pengembangan Bio-Compressed Methane Gases (Bio-CMG) dari Biomassa sebagai Pengganti LPG dan BBG

Potensi Pengembangan Bio-Compressed Methane Gases (Bio-CMG) dari Biomassa sebagai Pengganti LPG dan BBG Potensi Pengembangan Bio-Compressed Methane Gases (Bio-CMG) dari Biomassa sebagai Pengganti LPG dan BBG Prof. Ir. Arief Budiman, MS, D.Eng Pusat Studi Energi, UGM Disampaikan pada Seminar Nasional Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

Karakterisasi Gasifikasi Biomassa Sampah pada Reaktor Downdraft Sistem Batch dengan Variasi Air Fuel Ratio

Karakterisasi Gasifikasi Biomassa Sampah pada Reaktor Downdraft Sistem Batch dengan Variasi Air Fuel Ratio Karakterisasi Gasifikasi Biomassa Sampah pada Reaktor Downdraft Sistem Batch dengan Variasi Air Fuel Ratio Oleh : Rada Hangga Frandika (2105100135) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas mengenai preparasi ZnO/C dan uji aktivitasnya sebagai fotokatalis untuk mendegradasi senyawa organik dalam limbah, yaitu fenol. Penelitian ini

Lebih terperinci

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I

PRAKTIKUM KIMIA DASAR I PRAKTIKUM KIMIA DASAR I REAKSI KIMIA PADA SIKLUS LOGAM TEMBAGA Oleh : Luh Putu Arisanti 1308105006 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA BADUNG TAHUN 2013/2014

Lebih terperinci

Kesetimbangan Kimia. Chapter 9 P N2 O 4. Kesetimbangan akan. Presentasi Powerpoint Pengajar oleh Penerbit ERLANGGA Divisi Perguruan Tinggi

Kesetimbangan Kimia. Chapter 9 P N2 O 4. Kesetimbangan akan. Presentasi Powerpoint Pengajar oleh Penerbit ERLANGGA Divisi Perguruan Tinggi Presentasi Powerpoint Pengajar oleh Penerbit ERLANGGA Divisi Perguruan Tinggi Kesetimbangan adalah suatu keadaan di mana tidak ada perubahan yang terlihat seiring berjalannya waktu. Kesetimbangan kimia

Lebih terperinci