BAGIAN II BAB 5 PENGERINGAN KAYU SECARA ALAMI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAGIAN II BAB 5 PENGERINGAN KAYU SECARA ALAMI"

Transkripsi

1 BAGIAN II BAB 5 PENGERINGAN KAYU SECARA ALAMI 5.1. Pengertian Pengeringan Alami Pengeringan alami atau disebut juga sebagai pengeringan udara adalah suatu sistem pengeringn kayu gergajian yang unsur-unsur pengeringan berupa suhu udara, kelembaban udara, dan sirkulasi udara yang dilibatkan di dalam pengeringan diperoleh secara alami dari atmosfer atau lingkungan tempat kayu tersebut dikeringkan. Pengeringan alami bermaksud untuk memanfaatkan semaksimal mungkin angin dan sinar yang tersedia secara gratis, sembari memberi perlindungan kayu gergajian dari siraman air hujan Sasaran Pengeringan Alami Tujuan utama yang ingin dicapai dalam pengeringan secara alami terhadap kayu gergajian adalah untuk mengevaporasikan air sebanyak mungkin dari kayu. Dalam pengeringan secara alami. kayu gergajian ditumpuk dalam satuan-satuan tumpukan untuk diletakkan pada tempat beratap (bangsal atau aula) atau lapangan terbuka dan oleh karena itu disebut sebagai air seasoning. Pengeringan alami berlangsung selama durasi waktu tertentu sehingga kayu tersebut mengindikasikan bahwa seluruh air bebas telah terevaporasikan dari kayu. Kayu gergajian tersebut pada akhir proses pengeringan alami sudah dapat dinyatakan siap untuk diproses lebih lanjut. Jenis dan sifat pemrosesan lebih lanjut itu sangat bergantung pada penggunaan produk kayu tersebut. Apabila kayu gergajian tersebut hams dikeringkan pada peringkat kadar air yang lebih rendah, misalnya yang akan digunakan dalam industri mebel (furniture) untuk penggunaan di dalam ruang (in-door), maka kayu tersebut harus dikeringkan lebih lanjut dalam tanur pengering. Sebaliknya, jika penggunaan kayu gergajian tidak mempersyaratkan kadar air yang lebih rendah, maka pengeringan alami dinilai sudah cukup untuk mempersiapkan kayu sebelum dikenai pemrosesan lebih lanjut. Kayu gergajian hasil pengeringan alami tersebut dinyatakan cukup siap sebagai bahan pada: (1) industri mebel-taman dan mebel lainnya yang terdebah di luar ruangan (out-door) dan (2) industri kayu sebagai struktur bangunan, misalnya bangunan rumah di daerah beriklim tropis. Di samping itu juga sebagai struktur gudang dan garasi yang tidak memerlukan pemanasan yang terdapat di daerah beriklim sedang/temperata. Penilaian bahwa kayu dalam industri cukup siap itu biasanya kayu tersebut dikering-alamikan sampai kadar air yang cukup rendah. Pengeringan alami juga digunakan secara luas untuk menurunkan kadar air dalam kayu sampai pada tingkat yang cocok bagi perlakuan pengawetan. Di samping itu, Universitas Gadjah Mada 1

2 pengeringan alami juga mengurangi kesempatan untuk berkembang bagi berbagai jamur, baik jamur penoda, jamur pelapuk maupun jamur pembusuk. Pada umumnya, jamur berkembang pada kayu ketika kayu berada dalam pengangkutan, penimbunan, dan penggunaan kayu. Jamur penoda biru dan fungi perusak kayu tidak dapat tumbuh pada kayu yang kadar aimya kurang dari 20%. Mengingat kayu sebelum dikeringkan secara alami itu biasanya berupa kayu segar yang sudah tentu kadar airnya jauh di atas 20%, maka sebaiknya kayu segar tersebut perlu diperlakukan terlebih dahulu dengan fungisida untuk menghindarkannya dari serangan jamur-jamur tersebut pada tahap awal proses pengeringan alami. Pengeringan alami juga merupakan tindakan perlindungan terhadap kayu dari kerusakan berupa lubang-lubang pada kayu yang diakibatkan oleh serangan sebagian terbesar insekta penggerek kayu Keunggulan dan Kelemahan Keunggulan yang mudah dirasakan pada pengeringan alami dibandingkan terhadap cara pengeringan lain sekurang-kurangnya ada 3 hal, yaitu: a. Proses pengeringan tidak memerlukan investasi awal yang besar untuk membeli alat dan mendirikan bangunan, b. Rendahnya beaya yang diperlukan dalam proses dan pelaksanaan pengeringan sehingga lebih menguntungkan, dan c. Prinsip umum pengeringan alami mudah dipahami secara baik, sehingga penerapannya lebih mudah dan lebih mudah pula melakukan usaha-usaha untuk mencari variasi dan kiat pengurangan kadar air secara lebih efisien. Sementara itu, kelemahan pengeringan alami pada umumnya berkaitan dengan tidak dapat dikendalikannya alam atau iklim sebagai unsur utama dalam proses pengeringan. Skedul produksi sangat bergantung pada perubahan kondisi iklim, yaitu temperatur, kelembaban relatif, pancaran sinar matahari, dan angin. Mengingat kecepatan pengeringan sangat ditentukan oleh kondisi alam, maka kecepatan pengeringan sangat bervariasi. Pengeringan berproses sangat lambat bila pengeringan berlangsung pada bulan-bulan yang diwamai oleh musim dingin dan musim penghujan. Sebaliknya, pada musim panas dan musim kemarau, proses pengeringan berlangsung relatif cepat. Meskipun demikian, angin yang kering pada musim panas itu mungkin akan meningkatkan degradasi kayu sehingga akan memperbanyak volume kayu yang rusak dan tidak dapat dimanfaatkan lagi. Degradasi kayu dan meningkatnya jumlah kayu yang hilang disebabkan oleh beberapa cacat permukaan dan pecah ujung. Periode hangat dan lembab atau gerah (pengap) yang disertai dengan sedikitnya pergerakan udara mungkin akan mendorong pertumbuhan jamur biru yang menjadi bertambah buruk lagi karena hadirnya noda kimia berwarna coklat. Universitas Gadjah Mada 2

3 Di samping itu, terdapat pula kelemaan lain, yaitu durasi waktu yang relatif lama bagi kayu untuk menganggur selama proses pengeringan. Kayu hams menanti sampai mencapai tingkat kekeringan tertentu yang dipersyaratkan, sebelum dinyatakan siap untuk dijual berdasarkan kadar air atau diproses lebih lanjut Dasar-dasar Proses Pengeringan Alami Sebagaimana dikatakan, bahwa pengeringan alami merupakan pengeringan yang selalu memanfaatkan unsur-unsur alam sebagai elemen proses pengeringan. Oleh karena itu, maka angin dan sinar matahari serta hujan harus selalu diperhatikan, karena ketiganya merupakan anasir (unsur) kondisi atmosfer. Angin, yang terjadi oleh adanya sirkulasi udara, akan menghindarkan udara untuk mengalami kondisi jenuh, meskipun dirinya telah menyerap kelembaban yang berasal dari kayu yang dikeringkan. Matahari, dengan pancaran sinarnya, akan meningkatkan temperatur udara, sekaligus menurunkan panas dan kelembaban relatifnya. Kombinasi dari dua faktor tersebut (yaitu peningkatan temperatur dan penurunan kelembaban relatif udara) secara serentak memberikan pengaruh positif, yaitu berupa mempertahankan secara berkelanjutan Jaya pengering (kemampuan mengeringkan) pada udara. Sebaliknya, hujan akan meningkatkan kelembaban atmosfer, dan oleh karena peningkatan ini selalu diikuti dengan penurunan temperatur udara, maka hujan akan mengurangi daya/kemampuan pengeringan pada diri udara. Manakala hal ini terjadi, maka kayu gergajian pada saat itu jugs akan menjadi lebih basah, karena kayu telah mengambil kelembaban dalam jumlah yang cukup. Sebagai rumus umum, problematika pengeringan alami tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan sirkulasi udara seperlunya. Meskipun demikian, kita perlu berhatihati dan tidak gegabah, terutama di daerah tropis. Di daerah tropis suhu rata-ratanya cukup tinggi, dan kayu gergajian yang dikeringkan pada umumnya cenderung mudah mengalami cacat pengeringan alami. Oleh karena itu, maka usaha mengurangi sirkulasi udara merupakan hal yang penting untuk dilakukan, demi menghindarkan terjadinya carat pengeringan. Sebagai konsekuensinya, pengurangan kecepatan sirkulasi ini berarti jugs memperlambat kecepatan proses pengeringan. Pengendalian terhadap faktor iklim merupakan usaha terbaik untuk merlindungi kayu, dan hal itu dapat ditempuh dengan membangun bangsal yang strukturnya tepat dan berventilasi baik. Meskipun demikian, pembangunan bangsal dengan struktur manapun merupakan hal yang tidak praktis dilihat dari perhitungan berdasarkan aspek ekonomi, manakala kayu gergajian yang dikeringkan itu berkualitas rendah. Selain itu, bangsal atau aula yang paling efisien pun hanya akan efektif bila bangunan itu terbuat dari bahan yang Universitas Gadjah Mada 3

4 kedap terhadap cuaca. Meskipun demikian, kelembaban relatif udara bervariasi secara nyata pada musim yang berbeda sepanjang tahun. Pengendalian terhadap sirkulasi udara yang berlangsu di dalam bangsal atau tempat terbuka, sangat dipengaruhi oleh penumpukan kayu gergajian dalam tumpukan yang diatur secara tepat. Rancang-bangun yang dicurahkan dalam pengaturan tumpukan kayu merupakan pemikiran yang paling penting dalam pengeringan udara secara alami. Kontrol terhadap perpindahan air dalam kayu sangatlah sulit. Sudah barang tentu, perpindahan air dipengaruhi secara langsung oleh pengendalian terhadap sirkulasi udara. Di camping itu, disarankan pula untuk melakukan langkah atau tindakan tambahan sebagai kompensasi terhadap pergerakan kelembaban yang lebih cepat sepanjang arah serat daripada yang berlangsung melintang arah serat. Apabila kehilangan kelembaban dari ujung sebuah kayu tidak dikontrol secara bersungguh-sungguh, tegangan akan terbentuk dan hal ini dapat menciptakan pecah ujung yang sangat merugikan. Untuk mengurangi pecah ujung ini, beberapa bentuk penutup ujung perlu diadopsi dan dioleskan pada ujung kayu. Dengan demikian, maim ada tiga faktor yang menentukan untuk mengatur pengeringan secara alami. Ketiga faktor itu meliputi (1) bangsal pengeringan atau lapangan pengeringan, (2) penumpukan yang benar, dan (3) proteksi di bagian ujung pada setiap spesimen kayu yang ditumpuk/dikeringkan Lapangan Pengeringan Ada 3 hal yang perlu diperhatikan dalam rangka mewujudkan lapangan pengeringan yang baik. Ketiga hal itu adalah (1) pemilihan lapangan pengeringan, (2) tats letak lapangan pengeringan, dan (3) metode transportasi dalam lapangan pengeringan. Dalam memilih dan menentukan lokasi, ada empat faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu (1) keharusannya untuk dekat dengan pabrik kilang penggergajian, (2) ketersediaan dan harga tanah, (3) tingkat kemudahan dalam pengangkutan (transportasi), dan (4) kedekatan dengan pasar kayu atau industri kayu yang memproses dan membuat produk akhir. Biasanya letak lapangan pengeringan diusahakan untuk selalu berdekatan dengan kilang penggergajian. Di samping itu, lapangan pengeringan juga diusahakan untuk berdekatan dengan pabrik yang menggunakan kayu kering sebagai bahan baku untuk membuat produk akhir. Dalam kaitan dengan kondisi lapangan pengeringan, maka kondisi alami lantai pengeringan atau bangsal perlu diperhatikan pertama kali, karena kondisi alami lantai lapangan atau bangsal pengeringan merupakan hal yang terpenting. Lantai yang terbuat dari beton atau diperkeras dengan konblok merupakan kondisi yang paling baik, karena Universitas Gadjah Mada 4

5 tidak mengandung kelembaban dan mudah dijaga kebersihannya. Alternatif yang lebih murah tersedia bila lantai itu terbuat dari lempung atau abu. Sebaliknya lantai yang terdiri dari serbuk kayu adalah sangat jelek, karena mengandung kelembaban. Bila demikian halnya, maka udara yang bersirkulasi bersifat lembab dan proses pengeringan akan terhambat serta mendorong tumbuhnya cendawan dan jamur pembusuk kayu. Di samping kondisi lantai, lapangan pengeringan juga harus menyediakan drainase yang baik terhadap air hujan. Selain itu, perpindahan udara yang masuk maupun yang keluar meninggalkan lapangan hams dapat berlangsung secara lancar dan bebas dari hambatan. Dalam kaitan dengan tata letak lapangan pengeringan, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu jalan lintasan (gang/lorong) dan tumpukan. Jalan lintasan menyangkut orientasi gang/lorong dan ukuran lorong. Sementara itu, topik tumpukan menyangkut orientasi tumpukan, jarak antar deretan tumpukan, jarak antar tumpukan, lebar tumpukan, dan tinggi tumpukan. Ada dua alternatif yang berkait dengan orientasi tumpukan terhadap jalan lintasan utama, yaitu tumpukan melintang dan tumpukan membujur. Tumpukan melintang (endwise) adalah tumpukan yang tersusun atas kayu-kayu gergajian dengan sumbu longitudinal tegak lurus terhadap jalan lintasan. Tumpukan membujur (sidewise) adalah tumpukan yang tersusun atas kayu-kayu gergajian dengan sumbu longitudinal sejajar terhadap jalan lintasan. Tumpukan melintang mempermudah menginspeksi dan menghitung jumlah kayu dalam tumpukan, sedangkan tumpukan membujur mengakibatkan adanya sirkulasi udara yang lebih baik dari jalur lintasan. Dengan tata letak demikian, maka lapangan pengering itu diatur agar penanganan kayu yang dikeringkan dapat dilakukan dengan leluasa. Jalan utama atau lorong yang dibuat cukup lebar bagi peralatan yang digunakan untuk memobilisasikan kayu gergajian. Alat pemindah kayu biasanya berupa forklift atau peralatan mekanis yang lain. Disamping itu, crane yang menggerakkan kayu kearah atas atau crane yang mobil juga digunakan, terutama untuk menempatkan tumpukan kayu gergajian yang telah disusun dengan menggunakan sticker di atas tumpukan lain yang sudah ada. Untuk memperjelas pemahaman terhadap tats letak tumpukan pada lapangan pengeringan maka disajikan gambar perspektif dan gambar skematiknya sebagai berikut: Universitas Gadjah Mada 5

6 Gambar 4. Lapangan pengeringan secara perspektif Sumber Rietz dan Page (1971) Universitas Gadjah Mada 6

7 Gambar 5. Lapangan pengeringan secara skematik Sumber Rietz dan Page (1971) 5.6. Penumpukan Kayu Gergajian Metode penumpukan merupakan faktor yang paling penting dalam pengeringan alami, karena metode penumpukan bersama dengan posisi dan orientasi (arah) tumpukan akan mengatur dan sangat menentukan kecepatan sirkulasi udara. Metode penumpukan yang baik perlu mempertimbangkan fondasi sebagai penyangga tumpukan, sortasi kayu sebelum ditumpuk dan bentuk tumpukan Fondasi hares kokoh dengan bidang sangga yang mantap, karena amblesnya fondasi akan membuat papan menjadi bengkok atau mengalami cacat yang lain. Fondasi dapat terbuat dari beton bila lapangan pengeringan dirancang secara permanen. Sedang untuk lapangan pengeringan dirancang untuk beberapa tahun, fondasi cukup dengan kayu yang telah diawetkan. Fondasi ini sebaiknya dalam bentuk cagak-cagak sehingga sirkulasi udara tetap baik. Tinggi fondasi tidak kurang dari 45 cm di bagian belakang dan di bagian depannya lebih tinggi lagi untuk membentuk kemiringan 1:12. Cagak fondasi berjarak 1,25 meter baik ke arah samping maupun ke arah belakang, agar memungkinkan untuk menumpuk kayu yang panjangnya 5 meter dan lebar 2,5 3,5 meter. Batang-batang penyangga ukurannya cukup besar agar tidak melengkung. Untuk memperjelas pemahaman terhadap fondasi pengeringan maka disajikan gambar berikut: Universitas Gadjah Mada 7

8 Gambar 6. Fondasi tumpukan kayu pada pengeringan alami. Sumber Rietz dan Page (1971). Kayu-kayu sebelum dikeringkan perlu dilakukan sortasi terlebih dahulu berdasarkan spesies, kayu teras-gubal, tebal, panjang dan lebar sortimen. Sortasi berdasarkan spesies bertujuan agar pengeringan dapat berlangsung dengan efisien, karena spesies itu mempunyai watak pengeringan yang berbeda-beda. Demikian pula sortasi berdasarkan kayu teras dan kayu gubal. Sortasi berdasarkan dimensi kayu bertujuan untuk mempermudah penumpukan. Penumpukan kayu dikerjakan sedemikian rupa sehingga sirkulasi udara di dalam tumpukan berlangsung cukup lancar. Sirkulasi udara di dalam tumpukan tersebut terdiri atas sirkulasi ke arah horizontal dan ke arah vertikal. Udara bersih masuk ke dalam tumpukan dengan arah horizontal. Di dalam tumpukan, udara tersebut bertambah lembab dan menjadi berat sehingga turun ke dasar untuk menyediakan aliran udara vertikal. Aliran udara horizontal diperoleh dengan memberi ruang antar lapisan papan yang satu terhadap lapisan di atasnya. Ruang antar lapisan papan diciptakan dengan memberi ganjel (sticker) kayu, sedemikian sehingga setiap kayu gergajian itu diletakkan di atas tongkat-tongkat kayu pengganjal dan pemisah (sticker) kayu, sehingga setiap kayu gergajian tidak saling bersentuhan, baik dalam arah horizontal maupun dalam arah vertikal. Sticker harus dipasang dalam posisi baris vertikal yang lurus (tidak zigzag) pada jarak tertentu dan dimulai tepat pada ujung kayu yang satu ke ujung kayu yang lain. Secara ilustratif, cara penumpukan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut: Universitas Gadjah Mada 8

9 Gambar 8. Penumpukan kayu dengan menggunakan ganjal. Sumber Rietz dan Page (1971). Di samping cara penumpukan yang mengatur sortimen kayu secara berbaring atau rebah, terdapat pula metode penumpukan yang menempatkan kayu secara berdiri. Di dalam metode penumpukan secara berbaring, terdapat dua jenis penumpukan, penumpukkan berbentuk kotak dan prisma. Penumpukan pertama yang posturnya membentuk kotak, memiliki bidang dasar berupa empat persegi panjang. Tumpukan ini juga disebut sebagai Box piled. Tumpukan yang kedua yang postur tumpukanya membentuk prisma, memiliki bidang dasar berbentuk segi tiga. Tumpukan ini juga disebut crib piled. Kedua jenis tumpukan ini dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 9. Tumpukan kayu berbentuk kotak (box piled) Sumber Rietz dan Page (1971) Universitas Gadjah Mada 9

10 Gambar 10. Tumpukan kayu berbentuk prisma (crib piled) Sumber Rietz dan Page (1971) Sementara itu, pada metode penumpukan secara tegak, dilakukan dengan menyandarkan kayu pada satu sandaran yang kuat. Berdasarkan cam penyandarannya, terdapat dua jenis "penumpukkan" kayu. Pertama penyandaran dari dua sisi sedemikan rupa sehingga masing-masing sortimen dari kedua sisi itu saling bersilangan pada bagian ujung sortimen tersebut. Jenis penumpukan ini disebut saling bersilangan atau end racked. Kedua, penumpukan yang hanya disandarkan saja pada satu sisi, atau kalu dari dua sisi sandaran, sortimen yang ditumpuk itu tidak saling bertemu, apalagi bersilangan. Penumpukan ini disebut sebagai penyandaran atau end-piled. Untuk memperjelas pemahaman terhadap wujud bagi masing-masing bentuk penumpukan itu, disajikan dua gambar berikut: Gambar 11. Tumpukan kayu bersandar satu sisi dan dua sisi yang berbentuk (end-piled) Sumber Rietz dan Page (1971) Universitas Gadjah Mada 10

11 Gambar 12. Penyandaran dua nisi dan saling bersilangan (end-racked). Sumber Rietz dan Page (1971) Bila kayu yang dikeringkan itu ditumpuk pada lapangan terbuka, maka tumpukan itu perlu diberi atap untuk melindungi tumpukan dari sinar matahari langsung dan air hujan. Atap ini dikaitkan dengan kayu yang dikeringkan agar tidak terbang terbawa angin. Di samping itu, di bagian atas tumpukan juga diberi pembeban untuk mengurangi kemungkinan perubahan bentuk yang dialami oleh sortimen kayu yang dikeringkan atau kait yang ikatan dengan kayu yang dikeringkan agar tidak terbang terbawa angin Perlindungan Ujung Kayu yang Akan Dikeringkan Perlindungan ujung kayu dilakukan dengan memberikan (1) pelapisan permukaan pada penampang melintang pada kedua ujung kayu dengan berbagai bahan pelapis (coating) yang kedap air. Di samping itu, terdapat pula cam lain berupa (2) menempelkan potongan kayu atau memakukan paku S terbuat dari plastik atau besi pada kedua ujung kayu yang dikeringkan. Di antara ketiga jenis pelindung ujung itu, cairan kental pelapis (coating) merupakan cam perlindungan terbaik, karena memberikan keleluasaan bagi kayu untuk mengkerut selama proses pengeringan. Bahan yang dapat digunakan antara lain lilin, cat bitumin atau emulsi yang cukup cair untuk dioleskan secara agak tebal dengan menggunakan kuas. Sebaliknya, perlindungan dengan memakukan papan merupakan cara terjelek, karena pengerutan longitudinal papan penutup sangat kecil dibandingkan dengan pengerutan tangensial papan kayu yang dikeringkan. Hal ini mengakibatkan kayu yang dikeringkan terhadap pengerutannya, yang akan mengakibatkan terjadinya tegangan yang mengarah pada pecah ujung. Universitas Gadjah Mada 11

12 5.8. Perlindungan Terhadap Kayu Setelah Dikering-anginkan Apabila kayu gergajian sudah mencapai tingkat kekeringan sesuai dengan kekeringan yang direncanakan pada penggergajian alami di lapangan, maka kayu tersebut hams disimpan di suatu tempat yang beratap, sehingga kayu tidak lagi terdedah pada angin, matahari, dan hujan. Penurunan kualitas kayu akan terns berlangsung sepanjang kayu dibiarkan di luar atap akibat pemajanan terhadap cuaca. Hal ini disebabkan karena cuaca dapat menurunkan kualitas kayu. Manakala kayu kering hams dibiarkan untuk sementara waktu di luar ruangan yang beratap, maka tumpukan kayu tersebut harus dibungkus dengan kertas yang kedap air atau plastik untuk menghindari penurunan kualitas tersebut. Apabila pemasaran kayu lancar, kits tidak begitu perlu memperhatikan tentang penyimpanan kayu-kayu yang telah dikeringkan tersebut. Tetapi kayu pemasaran kayu sedang seret, penyimpanan kayu ini juga merupakan masalah tersendiri yang perlu dipikirkan. Pada kayu yang telah kering, yang kadar airnya kurang dari 20%, bahaya serangan cendawan sangat kecil. Kayu-kayu ini dapat ditumpuk tanpa menggunakan ganjel-ganjel. Penumpukan demikian disebut sebagai penumpukan tertutup (close piling), sedangkan penumpukan dengan ganjel disebut sebagai penumpukan terbuka (open piling). Dengan penumpukan secara tertutup ini, maka kayu akan sedikit sekali menyerap lagi kelembaban dan udara sekitarnya. Di samping itu, penumpukan tertutup ini juga dapat meluruskan kembali kayukayu yang menjadi bengkok sewaktu dikering-anginkan. Pada saat akan ditransportasikan ke tempat yang lain, kayu yang telah dikeringanginkan ini hams ditutup dengan terpal atau plastik agar tidak terkena air hujan atau sinar matahari langsung Cacat-cacat Pengeringan Alami, Penyebab dan Pencegahannya Cacat pengeringan menyebabkan kerugian dalam bentuk penurunan kualitas kayu. Cacat juga menurunkan nilai kayu karena adanya kehilangan yang terjadi lewat mekanisme pengurangan ukuran panjang kayu. Cacat tersebut melanda kayu gergajian seiring dan menyertai berlangsungnya proses pengeringan secara alami. Kerugian dan kehilangan demikian akan meningkatkan biaya pengeringan. Jika diamati, beasarnya kehilangan itu dapat ditaksir dan diketahui secara langsung selama proses pengeringan. Besaran kehilangan nilai itulah yang merupakan cacat pengeringan. Cacat-cacat pengeringan alami ini mungkin disebabkan oleh empat penyebab, baik berproses secara serempik, bersamaan ataupun mandiri saja, yaitu: (1) penyusutan, (2) infeksi (penularan) jamur atau fungi, (3) reaksi kimia khususnya zat ekstraktif, (3) serangan insekta, terutama rayap kayu. Universitas Gadjah Mada 12

13 Penyusutan menyebabkan retak ujung atau pecah ujung, retak permukaan, cacat kulit mengeras, dan pemelengkungan. Pendedahan kayu gergajian secara langsung terhadap kondisi cuaca mendorong terjadinya cacat-cacat penyusutan tersebut. Di samping itu, perpanjangan waktu penggelantangan di lapangan setelah kayu mencapai kondisi kering angin akan mempercepat tingkat penurunan kualitas kayu atau kehilangan ukuran panjang. Infeksi fungi menyebabkan noda biru pada kayu gubal dan pembusukan atau bulukan (mold). Sementara itu, reaksi kimia menyebabkan noda biru kimiawi, dan pembekasan (membekasnya) ganjal pada kayu gergajian merupakan salah satu bentuk perubahan warna (diskolorisasi). Serangan insekta, terutama kumbang bubuk dan rayap, menyebabkan bercak-bercak pada empulur, liang-liang sebesar peniti (pinhole) atau liang-liang kotor pada kayu gergaj ian. Di samping cacat-cacat pengeringan yang secara langsung menurunkan kualitas kayu tersebut di atas, terdapat pula cacat-cacat pengeringan yang tidak secara langsung dan berpotensi untuk menurunkan kualitas kayu gergajian pada saat dikeringkan. Meskipun cacatcacat tersebut tidak berpengaruh secara langsung, mungkin pada saatnya nanti juga akan menyebabkan kerugian atau kehilangan dalam bentuk pengurangan panjang kayu. Pada umumnya kerugian itu akan mewujud dan terekspresikan selama kayu tersebut dalam proses perrnesinan (dikerjakan dengan mesin pengolah kayu). Beberapa contoh dapat diketengahkan di sini. Pemelengkungan kayu mungkin menyebabkan ketidakmerataan (ketidaksambungan) dan pemisahan (peloncatan) selama kayu tersebut diproses dalam operasi pelapisan permukaan. Mata kayu yang menjadi longgar selama proses pengeringan pada kayu dawn jarum, mungkin akan terlepas selama proses penyerutan. Mata kayu yang semula hanya retak mungkin akan berkembang lebih lanjut menjadi pecah Cacat yang disebabkan oleh perubahan kimiawi Noda warna tertentu atau diskolorisasi berkembang pada kayu gergajian selama pengeringan alami. Noda warna ini sebagai tambahan dari noda yang diakibatkan oleh jamur dan penggelantangan. Noda ini dihasilkan dari perubahan kimiawi yang terjadi di dalam kayu. Ada beberapa jenis noda warna. Noda kimiawi biru akan mempergelap warna kayu dari putih kekuningan menjadi kecoklatan atau mengarah ke biru gelap. Pinus panderosa dan beberapa kayu daun misalnya magnolia merupakan kayu perdagangan yang rentan terhadap cacat ini (Riets dan Page, 1971). Pada pinus, cacat noda coklat ini berlangsung pada kayu gubal dan kayu teras. Kayu yang telah ditebang beberapa waktu yang lalu lebih cenderung ternoda dibandingkan dengan kayu segar yang Baru raja ditebang. Papan gergajian yang ditumpuk rapat selama dua atau Universitas Gadjah Mada 13

14 beberapa hari setelah digergaji juga lebih cenderung ternoda dibandingkan dengan pagan dalam tumpukan terbuka yang segera dikeringkan setelah digergaji. Noda ini dihasilkan dari konsentrasi zat ekstraktif yang ditransportasikan oleh air dan diendapkan pada titik tertentu tempat menguapnya air atau tempat terikatnya air tersebut menjadi air terikat. Zat ekstraktif ini terutama terdiri atas asam-asam amino dan gula yang terlarut dalam air bebas, terbentuk atas aktifitas enzimatik segera setelah proses penebangan pohon atau selama proses penumpukan kayu gergajian secara tertutup. Aktifitas enzimatik ini dapat diperlambat melalui perendaman kayu gergajian segar dalam kemikalia penghambat enzim. Pembekasan ganjal, yakni suatu bentuk noda kimiawi biru, berkembang dalam kayu selama bulan-bulan di musim panas yang hangat dan lembab. Diskolorisasi ini dapat dikurangi dengan penggunaan ganjal yang kering dan memperlakukan kayu dengan pengeringan yang berkondisi baik dan tepat sesegera mungkin setelah kayu itu disusun vertikal atau ditumpuk. Ganjal yang sempit, bergelombang atau bergigi kadang-kadang digunakan untuk mengurangi luasnya permukaan medan persentuhan antara kayu gergajian dan ganjal, sehingga dapat menjaga pembekasan ganjal pada tingkat minimal. Bangsal pengeringan alami yang dilengkapi dengan kipas angin atau pengeringan alami yang diberdayakan atau tanur pengering bertemperatur rendah merupakan cam yang sangat efektif dalam melindungi pembekasan ganjal pada bulan-bulan yang lebih hangat. Noda kimiawi coklat dapat dikurangi dengan menciptakan kondisi yang mendorong terjadinya pengeringan yang berlangsung cepat. Pengeringan alami secara cepat dapat diciptakan dengan menjaga permukaan lapangan bebas dari tumbuh-tumbuhan atau penghalang lainnya. Di samping itu, juga dengan menggunakan pondasi tumpukan yang tinggi dan terbuka, menambah jarak antar baris-baris tumpukan, membuka unit-unit tumpukan dengan menambah papan pembuat spasi serta membangun lebih banyak cerobong asap dalam tumpukan yang disusun secara manual Cacat yang dihasilkan oleh penularan fungi Fungi atau jamur merupakan tanaman berukuran renik (sangat kecil) yang tumbuh pada kayu dan memanfaatkan bagian kayu tersebut sebagai sumber makanannya. Jamur yang tumbuh mengakibatkan cacat kayu. Jamur ini dibedakan menjadi jamur penoda, jamur penyebab bulukan, dan jamur pembusuk. Jamur penoda berkembang luas pada kayu gubal baik kayu daun jarum maupun kayu daun lebar dan tampil dalam berbagai warna. Jamur yang disebut jamur penoda biru merupakan jamur yang paling umum dijumpai. Jamur penoda biru berpengaruh sangat sedikit terhadap sifat mekanika kayu, kecuali terhadap kekerasannya, tetapi sangat menurunkan kualitas kayu lewat perubahan warna kayu. Universitas Gadjah Mada 14

15 Jamur penoda biru tampaknya berkembang pada pengeringan alami yang terhambat keberlangsungan prosesnya. Jamur ini selalu terjadi selama musim lembab yang hangat di setiap tahun. Noda ini muncul pada: 1. kayu gergajian yang ditumpuk dalam tumpukan datar dan sekaligus berfungsi sebagai ganjal, saat kayu tersebut dalam kondisi segar 2. kayu gergajian yang ditumpuk secara end recking dan crip pilling, yang pada tumpukan itu papan-papan kayu tersebut saling bersentuhan Kemungkinan munculnya jamur penoda biru dapat dikurangi dengan penggunaan ganjal sempit dan kering, serta dengan membuka lapangan dan tumpukan untuk mengusahakan agar pengeringan alami dapat berproses secara cepat. Pertumbuhan jamur pada kayu gergajian dapat dicegah dengan cam pengeringan yang kayu secara cepat sehingga berkadar air mencapai 20 persen atau kurang, kemudian menjaganya agar tetap kering. Karena kondisi pengeringan alami tidak selalu cocok untuk menghambat pertumbuhan fungi penoda, maka perlakuan kimiawi terhadap kayu segar yang baru saja ditebang sangatlah diperlukan. Perlakuan kimiawi ini dilakukan dengan mencelupkan kayu atau menyemprotnya dengan fungisida yang sesuai. Akan tetapi, apabila kayu gergajian telah tertulari oleh fungi, fungi tersebut mungkin telah melakukan penetrasi agak jauh di bawah permukaan papan, sehingga pencelupan tidak dapat sepenuhnya membunuh organisme tersebut. Manakala kayu gergajian dikering-alamikan secara lambat, bagian dalam kayu mungkin sudah terkena jamur penoda biru, meskipun bagian 'permukaan mungkin masih tampak bersih cemerlang. Tingkat keefektifan kemikalia tidak hanya bergantung pada perlakuan yang sesegera mungkin dan secukupnya, tetapi juga bergantung pada penanganan yang tepat terhadap kayu gergajian selama berada pada lapangan pengeringan. Lapangan pengeringan dan area penumpukan kayu hams dijaga agar sesehat dan sebersih mungkin untuk mengurangi kesempatan fungi untuk menular. Fungi ini berkembang biak melalui spora yang diproduksi pada permukaan kayu tatkala fungi telah mencapai tahap perkembangan tertentu. Spora ini terkandung dalam udara dan praktis selalu ada di udara. Mereka menyerang kayu segar yang barn raja digergaji dengan cara datang untuk berhinggap pada permukaan papan. Bila kondisi udara, kelembaban, dan temperatur sesuai, mereka berkembang cepat menjadi jamur. Jamur muds pada cairan sap dapat tumbuh pada temperatur F. Meskipun biasanya disebarkan oleh angin, spora dapat juga disebarkan oleh insekta, pada saat insekta membuat hang dalam kayu gubal, spora itu terbawa masuk ke dalam hang. Jamur penyebab bulukan juga berkembang biak oleh spora yang terbawa angin. Selama cuaca lembab dan hangat, jamur ini tumbuh pada permukaan kayu dan juga melakukan penetrasi terhadap kayu. Karena hifa atau penapaknya tidak berwarna, mereka tidak menodai kayu. Dengan demikian diskolorisasi (perubahan warna) pada permukaan kayu Universitas Gadjah Mada 15

16 tidak disebabkan oleh hifa, melainkan disebabkan oleh badan buah. Di bawah kondisi tertentu, jamur pembuluk mungkin berkembang pada suatu titik dengan intensitas tertentu yang dapat menghambat sirkulasi udara pada bagian tertentu di dalam tumpukan dan oleh karena itu menghambat proses pengeringan. Tata cara yang digunakan untuk mengurangi dan mengendalikan jamur penyebab bulukan ini mirip dengan yang digunakan untuk pengengalian jamur penoda biru. Jamur pembusuk atau pelapuk disebabkan oleh fungi yang tidak hanya mewarnai kayu tetapi juga secara aktual merusak kayu. Organisme pembusuk, penoda biru, dan pembuluk, semuanya tumbuh dengan subur di bawah kondisi yang sama dalam hal kadar air, udara, dan temperatur. Meskipun demikian, jamur pembusuk mempersyaratkan tiga hal itu dengan agak longgar untuk tumbuh. Kayu gergajian segar mungkin ditulari oleh spora yang terkandung dalam udara atau dengan sentuhan dengan kayu gergajian atau ganjal yang telah terserang jamur pembusuk. Cara terbaik untuk melawan jamur pembusuk dengan mengeringkan secepat mungkin kayu gergajian menjadi berkadar air 20%. Dalam beberapa kasus, jamur pembusuk ini perlu diperlakukan dengan fungisida yang cocok. Jamur pembusuk seringkali muncul pada pohon yang masih hidup dan kayu gergajian yang dihasilkan dari log itu akan mengandung organisme pembusuk. Beberapa jamur pembusuk ini mungkin terus berkembang di dalam kayu selama pengeringannya Cacat kayu yang disebabkan oleh serangan serangga Kayu di dalam setiap tingkat pengeringan, dari kondisi segar ke kondisi yang kering sepenuhnya, mungkin menjadi sasaran bagi serangan serangga. Tumpukan kayu dalam lapangan pengeringan alami sering kali diserang. Limbah, dalam bentuk kayu patahan atau ganjal, menyediakan tempat bagi berkembang-biaknya insekta yang kemudian akan menyebar ke dalam kayu. Penyemprotan kayu gelondong dengan insektisida yang sesuai akan mengendalikan insekta. Penambahan salah satu fungisida yang telah disebut terdahulu untuk mengendalikan jamur penoda, pembuluk, dan pembusuk kayu akan tetap menjaga kayu selalu mengkilap dan cemerlang. Serangga bubuk kayu menyerang kayu daun maupun kayu jarum, baik berkondisi potongan segar maupun kering udara, khususnya bagian kayu gubal. Adanya kerusakan diindikasikan oleh dua hal. Pertama, adanya lobang yang terdapat pada permukaan kayu dan menjadi pintu atau tempat munculnya serangga dewasa yang telah bersayap. Kedua, oleh adanya bubuk halus yang mungkin jatuh dari kayu. Sterilisasi kayu segar dalam uap jenuh (pengukusan) pada suhu 130 F atau pada kelembaban relatif yang lebih rendah pada 180 F selama 2 jam merupakan cara yang sangat efektif bagi kayu berketebalan 2,54 cm agar terhindar dari serangan bubuk kayu. Kayu yang lebih tebal memerlukan waktu pengukusan Universitas Gadjah Mada 16

17 yang lebih lama. Karena kayu yang disterilisasi dari panas tidak akan melindungi kayu kayu dari serangan berikutnya, maka kesehatan lapangan yang relatif baik merupakan hal yang sangat penting dalam mengendalikan serangan yang dilakukan oleh insekta ini Cacat yang disebabkan oleh penyusutan Ketika kayu gelondong digergaji menjadi kayu gergajian, maka dimulainya proses pengeringan dan diikuti dengan penumpukan pada pengeringan alami, penyusutan papan juga mulai berlangsung sesegera mungkin. Tegangan yang berlangsung pada mintakat (bagian) permukaan kayu gergajian oleh karena penyusutan, mungkin menyebabkan deformasi atau kerusakan. Karena besarnya penyusutan bervariasi dalam spesies kayu dan arah serat kayu gergajian maka perubahan ukuran kayu biasanya akan disertai dengan perubahan bentuk. Apabila tegangan melampaui kekuatan kayu, kerusakan akan berkembang menjadi berbagai cacat, seperti berbagai jenis retak, terbelah, dan pecah. Retak merupakan kerusakan kayu yang berkembang sepanjang serat karena tegangan pengeringan. Kerusakan akibat tegangan pengeringan ini terekspresi dalam tiga bentuk: retak ujung, retak permukaan, dan kayu-bagian-luar mengeras (case hardening). Beberapa kayu cenderung untuk mengalami retak lebih cepat dibanding dengan yang lain. Tendensi retak dapat dibedakan menjadi tiga kelas, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Retak ujung berasal dari permukaan ujung serat kayu dan muncul sebagai garisgaris radial mengarah kepada empulur atau hati kayu. Mereka terjadi pada tempat pertemuan antara jari-jari kayu dan sel-sel lain yang berdekatan atau di dalam jari-jari sel. Sekali retak ini mulai terbentuk, mereka menjadi melebar dan akan berkembang menjadi terbelah oleh perluasan secara radial dan longitudinal. Retak permukaan merupakan pemisah yang sama pada kayu yang terkena tegangan pengeringn, tetapi mereka terjadi pada permukaan tangensial atau flatgrain. Mereka menjadi lebih panjang dengan perluasa pada arah longitudinal serat-serat kayu dan menjadi lebih dalam oleh perluasan dalam arah radial. Cuaca yang panas dan kering yang terjadi secara mendadak setelah penumpukan tampaknya merupakan penyebab retak. Retak ujung biasanya berkembang pertama kali, diikuti oleh retak permukaan. Retak ujung dan retak permukaan mungkin akan lebih banyak terjadi pada bagian itu dan pada tumpukan yang terdedah lebih penuh, yaitu tumpukan yang terdedah pada bagian ujung, bagian sanping, dan bagian atasnya. Bila tumpukan itu tidak diatapi, maka retak secara khusus akan lebih banyak terjadi pada permukaan yang lebih atas dan papan pada permukaan atas tumpukan. Retak ujung dan pecah ujung akan memaksa sortimen kayu untuk dipotong agar mendapatkan sortimen yang utuh. Pemotongan akan mengakibatkan pengurangan dan kehilangan panjang sortimen. Kehilangan panjang kayu sehubungan dengan retak ujung dan Universitas Gadjah Mada 17

18 terbelah ujung dapat sangat serius, terutama dalam kayu gergajian yang berketebalan 3,2 cm atau lebih dan dalam kelas nilai yang lebih tinggi. Pelapisan ujung kayu sesegera mungkin setelah dipotong dalam arah panjang akan menghambat kecepatan proses pengeringan ujung. Faktor yang menjadi penyebab bagi kerusakan ini dapat dikurangi oleh perlakuan pelapisan ujung tersebut. Universitas Gadjah Mada 18

19 Cacat pengerasan kayu bagian luar tidak begitu biasa terjadi dalam pengeringan alami bila dibandingkan dengan retak ujung dan retak permukaan. Meskipun demikian, cacat pengerasan kayu bagian luar atau retak- bagian-dalam kayu mungkin terjadi juga. Cacat pengerasan kayu bagian luar mungkin dihasilkan dari retak permukaan dan retak ujungyang telah tertutup pada bagian permukaannya, atau juga mungkin dihasilkan oleh kerusakan tank secara keseluruhan pada bagian-dalam-kayu. Beberapa retak ujung dan retak permukaan mungkin tidak menjadi serius bagi retak-retak itu, tetapi mereka dapat melakukan penetrasi dan melebar secara memanjang pada papan. Kadang-kadang kehadiran cacat pengerasan kayu bagian luar diindikasikan oleh depresi permukaan atau alur lekuk, tetapi biasanya cacat ini tidak dapat dideteksi. Cacat ini baru dapat dideteksi ketika sepotong sortimen kayu yang mengalami cacat itu dipoles atau digergaji. Pencegahan untuk melindungi retak ujung dan retak permukaan mungkin juga dapat digunakan untuk melindungi cacat pengerasan kayu bagian luar. Terbelah merupakan pemisahan serat secara radial dan longitudinal pada kayu. Pada umumnya, cacat ini terjadi secara radial. Mereka biasanya terletak pada akhir papan dan kadang-kadang terjadi di sepanjang dimensi panjang papan kayu gergajian, terutama di bagian yang berada di dekat persilangan dengan ganjal. Pembelahan di sepanjang ukuran panjang papan mungkin saja meluas, tetapi juga mungkin tidak meluas secara penuh menembus ketebalan sortimen. Seperti telah disebutkan, bahwa cacat terbelah pada umumnya dimulai dengan retak permukaan dan retak ujung. Cacat terbelah kadang-kadang berasosiasi dengan tegangan longitudinal yang ada di dalam kayu gelondong dan pada papan tatkala dirinya (kayu) digergaji dalam kondisi segar. Apabila retak menjadi penyebab awal, tegangan longitudinal akan menyebabkan cacat ini terbuka lebar dan berkembang sepanjang ukuran dimensi panjang sortimen. Panjangnya belahan mungkin bertambah oleh penanganan atau perencanaan yang buruk setelah proses pengeringan berlangsung. Pecah mempunyai kenampakan seperti retak permukaan dan cacat terbelah, tetapi pecah ini terbentuk secara berbeda. Pecah terjadi pada bagian kayu yang mengandung empulur atau pusat kayu. Pecah biasanya berkembang dari retak permukaan atau retak ujung, tetapi luasnya dan lebarnya yang menandai pecah itu disebabkan oleh perbedaan antara penyusutan tangensial dan radial. Pecah atau retak pada empulur pohon tidak selalu disebabkan oleh penyusutan, tetapi sering terjadi pada pohon dan pada kayu gelondong. Mereka merupakan hasil_ dari tegangan yang terjadi pada pohon hidup saat terdedah dan mungkin juga dipicu oleh angin. Tegangan yang terjadi pada pohon yang hidup itu dikenal dengan nama tegangan pertumbuhan Beaya Pengeringan Alami Universitas Gadjah Mada 19

20 Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menentukan besarnya biaya pengeringan secara alami bagi kayu gergajian. Penelitian dalam bentuk pengumpulan data tentang biaya tersebut merupakan hal yang bermanfaat bagi studi lapangan. Meskipun demikian, pengumpulan data ini mempunyai keterbatasan tersendiri dalam mencoba untuk menyajikan gambaran yang cukup berarti tentang ongkos pengeringan yang dapat diberlakukan secara umum. Hal itu terutama disebabkan karena faktor-faktor yang berpengaruh terhadap biaya pengeringan alami ini begitu banyak dan kompleks sifatnya. Di samping itu, kesulitan ini juga disebabkan oleh karena ketiadaan kriteria, baik kriteria umum maupun khusus untuk mengevaluasi ongkos (biaya) pengeringan tersebut. Berikut disajikan beberapa fakta untuk sekedar memberi contoh tentang kesulitan dan ketiadaan kriteria standar tersebut. Beberapa pegusaha memasukkan ongkos atau beaya persortasian kayu gergajian sebagai komponen biaya penggergajian, tetapi pengusaha yang lain memasukkannya sebagai bagian dari biaya pengeringan. Di scat yang lain, pengusaha tertentu memasukkan nilai kerugian yang disebabkan karena penurunan kualitas kayu sebagai komponen biaya pengeringan, sementara pengusaha yang lain lagi tidak bersikap demikian. Contoh lain masih banyak dan hal itu perlu direnungkan untuk dapat menyajikan secara jernih biaya pengeringan secara alami. Di samping adanya dua kendala di atas, penetapan biaya aktual pengeringan alami juga bervariasi terhadap banyak faktor. Faktor-faktor itu antara lain spesies kayu gergajian, ketebalan kayu, kondisi cuaca, lingkungan dan tats letak lapangan pengeringan, penanganan dan metode penumpukan, volume kayu, kadar air awal dan akhir yang ditargetkan bagi kayu yang dikeringkan, kapasitas lapangan pengeringan persatuan luas, dan penurunan kualitas kayu dan kehilangan panjang sortimen kayu yang diakibatkan carat pengeringan. Faktor yang lainnya meliputi biaya pembelian atau sewa lapangan pengeringan dan perbaikannya, jumlah investasi bagi pembangunan (pembuatan) pondasi tumpukan, atap, stiker, dan pelindung sinar matahari, pemeliharaan jalan dan peratusan (drainase), pembelian peralatan, pemeliharaan dan depresiasi. Upah pekerja dan pajak, asuransi, dan bunga bagi inventaris lapangan pengeringan juga bervariasi dari industri pengeringan yang satu terhadap yang lain. Universitas Gadjah Mada 20

21 Dari berbagai data tentang biaya pengeringan secara alami yang telah dikumpulkannya, seorang pakar teknologi pengeringan kayu bernama D.D. Johnston dari British Forest Product Research Laboratory, mengajukan rumus untuk menentukan biaya pengeringan alami. Biaya tersebut merupakan perpaduan antara biaya pengoperasian pengeringan dan biaya yang hams ditanggung akibat kerugian oleh penurunan kualitas kayu. Adapun rumus yang diajukannya itu sebagai berikut: Biaya (Rp/m 3 ) = {(C + T + L) r + C (x + y) + T (z) } t/k dengan keterangan: C = (Capital) investasi awal dalam pembuatan lapangan pengeringan (termasuk persiapan lapangan, pembuatan jalan, forklift, pondasi, ganjal, dan penutup tumpukan) T = (Timber) nilai kayu yang dikeringkan L = (Land) harga (sewa) lahan r = (rate) suku bunga di bank (nilai/100) x = penyusutan (depresiasi) (nilai/100) y = biaya pemeliharaan (nilai/100) z = asuransi dan biaya kantor (nilai/l 00) t = lama waktu (pemakaian) pengeringan rata-rata pertahun K = kapasitas lapangan pengeringan (m 3 ) Untuk memahami tata dan cara menggunakan rumus tersebut dalam menentukan biaya pengeringan alami yang harus dibebankan pada setiap m 3 kayu yang dikeringkan, berikut disampaikan contoh perhitungan. Contoh perhitungan dalam menentukan biaya pengeringan. Suatu industri pengeringan kayu secara alami mencatat komponen-komponen biaya pengeringan sebagai berikut: C = (investasi awal) Rp T = (nilai timber) Rp L = (harga lahan) Rp r = (suku bunga) 0.06 x = (penyusutan = depresiasi) 0.15 y = (biaya pemeliharaan) 0.10 z = (asuransi) 0.01 t = (durasi pemanfaatan pertahun) 9 bulan/12 bulan K = (kapasitas lapangan) m 3 Dengan data itu, maka biaya pengeringan almi dapat dihitung melalui mekanisme perhitungan sebagai berikut: Biaya (Rp/m 3 ) = (C + T + L) r + C (x + y) + T (z) ) t/k = (Rp Rp Rp ) Rp ( ) Universitas Gadjah Mada 21

22 + Rp (0.01) ) (9 bulan pertahun / m 3 ) = { (Rp ) Rp (0.25) + Rp (0.01) ) (9 bulan/12 bulan) / m 3 ) = { ( Rp Rp ) (0.75 / m 3 ) = {Rp ) (0.75 / m 3 ) = Rp / m 3 Daftar Pertanyaan 1. Uraikan pengertian anda mengenai pengeringan alami 2. Sebutkan berbagai sasaran pengeringan alami 3. Sebutkan keunggulan dan kelemahan pengeringan alami 4. Urikan berbagai dasar proses pengeringan alami 5. Sebutkanlah berbagai pertimbangan dalam memilih lapangan pengeringan 6. Sebutkan berbagai cam dalam penumpukan kayu gergajian untuk pengeringan alami 7. Sebutkan berbagi cara perlindungan ujung kayu yang akan dikeringkan 8. Uraian cara merlindungi kayu setelah dikeringkan 9. Sebutkan berbagai cacat pengeringan alami, penyebab dan pencegahannya 10. Sebutkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap beaya pengeringan alami Universitas Gadjah Mada 22

BAB 10 PERLAKUAN PARIPURNA, TEGANGAN PENGERINGAN DAN CASE HARDENING

BAB 10 PERLAKUAN PARIPURNA, TEGANGAN PENGERINGAN DAN CASE HARDENING BAB 10 PERLAKUAN PARIPURNA, TEGANGAN PENGERINGAN DAN CASE HARDENING Perlakuan paripurna adalah perlakuan yang dilaksanakan di dalam tanur pengering pada akhir proses pengeringan. Perlakuan ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 9 CACAT KAYU AKIBAT PENGERINGAN DI DALAM TANUR

BAB 9 CACAT KAYU AKIBAT PENGERINGAN DI DALAM TANUR BAB 9 CACAT KAYU AKIBAT PENGERINGAN DI DALAM TANUR 9.1. Penampilan dan Kualitas Kayu Penampilan kayu menjadi indikasi bagi kualitas kayu, sehingga penampilan tersebut berpengaruh terhadap penggunaan kayu,

Lebih terperinci

BAB 3 HUBUNGAN ANTARA KAYU DAN AIR: PENYUSUTAN KAYU

BAB 3 HUBUNGAN ANTARA KAYU DAN AIR: PENYUSUTAN KAYU BAB 3 HUBUNGAN ANTARA KAYU DAN AIR: PENYUSUTAN KAYU 3.1.Keterkaitan Antara Kondisi Kebasahan/Kekeringan Kayu dan Kandungan Air serta Kadar Air Dan uraian pada kuliah kedua minggu yang lalu, dipahami tentang

Lebih terperinci

PENGAWETAN KAYU. Eko Sri Haryanto, M.Sn

PENGAWETAN KAYU. Eko Sri Haryanto, M.Sn PENGAWETAN KAYU Eko Sri Haryanto, M.Sn PENGERTIAN Pengeringan kayu adalah suatu proses pengeluaran air dari dalam kayu hingga mencapai kadar air yang seimbang dengan lingkungan dimana kayu akan digunakan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN Pilihan suatu bahan bangunan tergantung dari sifat-sifat teknis, ekonomis, dan dari keindahan. Perlu suatu bahan diketahui sifat-sifat sepenuhnya. Sifat Utama

Lebih terperinci

DIKTAT PENGERINGAN KAYU. Oleh: Efrida Basri

DIKTAT PENGERINGAN KAYU. Oleh: Efrida Basri 1 DIKTAT PENGERINGAN KAYU Oleh: Efrida Basri I. Konsep Dasar Pengeringan Kayu Pengeringan kayu adalah suatu proses pengeluaran air dari dalam kayu hingga mencapai kadar air yang seimbang dengan lingkungan

Lebih terperinci

MORFOLOGI DAN POTENSI. Bagian-Bagian Kayu - Kulit kayu - Kambium - Kayu gubal - Kayu teras - Hati - Lingkaran tahun - Jari-jari

MORFOLOGI DAN POTENSI. Bagian-Bagian Kayu - Kulit kayu - Kambium - Kayu gubal - Kayu teras - Hati - Lingkaran tahun - Jari-jari Kayu Definisi Suatu bahan yang diperoleh dari hasil pemungutan pohon-pohon di hutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut setelah diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

BAB 8 CONTOH UJI MUATAN KAYU YANG DIKERINGKAN

BAB 8 CONTOH UJI MUATAN KAYU YANG DIKERINGKAN BAB 8 CONTOH UJI MUATAN KAYU YANG DIKERINGKAN 8.1. Fungsi Contoh Uji Bagan suhu dan kelembapan udara yang diterapkan di dalam tanur pengering berpengaruh terhadap tegangan pengeringan yang dialami oleh

Lebih terperinci

Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi

Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi Standar Nasional Indonesia Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PENGERINGAN DAN TEBAL KAYU TERHADAP KECEPATAN DAN CACAT PENGERINGAN KAYU TUSAM.

PENGARUH METODE PENGERINGAN DAN TEBAL KAYU TERHADAP KECEPATAN DAN CACAT PENGERINGAN KAYU TUSAM. PENGARUH METODE PENGERINGAN DAN TEBAL KAYU TERHADAP KECEPATAN DAN CACAT PENGERINGAN KAYU TUSAM. Yustinus Suranto, Riris Trideny Situmorang Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur, Yogyakarta.

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA AgroinovasI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA Dalam menghasilkan benih bermutu tinggi, perbaikan mutu fisik, fisiologis maupun mutu genetik juga dilakukan selama penanganan pascapanen. Menjaga mutu fisik

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada 1

Universitas Gadjah Mada 1 I. Nama Mata Kuliah : Pengeringan Kayu II. Kode/SKS : KTT 350/ 2,1 III. Prasyarat : Anatomi dan Identifikasi Kayu KTT 210 Fisika Kayu KTT 220 Mekanika Kayu KTT 221 Kimia Kayu KTT 230 IV. Status Matakuliah

Lebih terperinci

V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN

V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN Sebelum diuraikan mengenai pola dan tehnik pembelahan kayu bulat, terlebih dahulu akan diuraikan mengenai urut-urutan proses menggergaji, dan kayu bulat sampai menjadi kayu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu

Lebih terperinci

BAB 2 HUBUNGAN AIR DAN KAYU: AIR DI DALAM KAYU

BAB 2 HUBUNGAN AIR DAN KAYU: AIR DI DALAM KAYU BAB 2 HUBUNGAN AIR DAN KAYU: AIR DI DALAM KAYU 2.1. Perspektif Hubungan Kayu dan Air Hubungan antara air dan kayu dapat dilihat dari dua perspektif atau dua sudut pandang. Sudut pandang pertama dilakukan

Lebih terperinci

BAB 7 SKEDUL SUHU DAN KELEMBABAN

BAB 7 SKEDUL SUHU DAN KELEMBABAN BAB 7 SKEDUL SUHU DAN KELEMBABAN 7.1. Arti dan Tujuan Skedul suhu dan kelembaban merupakan istilah baru sebagai penyempurnaan terhadap istilah skedul pengeringan. Mengapa demikian Istilah skedul pengeringan

Lebih terperinci

Mutu dan Ukuran kayu bangunan

Mutu dan Ukuran kayu bangunan Mutu dan Ukuran kayu bangunan 1. Ruang lingkup Standar ini meliputi definisi, istilah, penggolongan, syarat mutu, ukuran, syarat pengemasan, dan syarat penendaan kayu bangunan. 2. Definisi Kayu bangunan

Lebih terperinci

Kayu lapis untuk kapal dan perahu

Kayu lapis untuk kapal dan perahu Standar Nasional Indonesia Kayu lapis untuk kapal dan perahu ICS 79.060.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah, definisi,

Lebih terperinci

PENYUSUNAN SKEDUL SUHU DAN KELEMBABAN DASAR UNTUK PENGERINGAN KAYU BINUANG BERSORTIMEN 83 X 118 X 5000 MM DALAM TANUR PENGERING KONVENSIONAL

PENYUSUNAN SKEDUL SUHU DAN KELEMBABAN DASAR UNTUK PENGERINGAN KAYU BINUANG BERSORTIMEN 83 X 118 X 5000 MM DALAM TANUR PENGERING KONVENSIONAL PENYUSUNAN SKEDUL SUHU DAN KELEMBABAN DASAR UNTUK PENGERINGAN KAYU BINUANG BERSORTIMEN 83 X 118 X 5000 MM DALAM TANUR PENGERING KONVENSIONAL Yustinus Suranto Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan

Lebih terperinci

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL Syahrizal & Johny Custer Teknik Perkapalan Politeknik Bengkalis Jl. Bathin Alam, Sei-Alam, Bengkalis-Riau djalls@polbeng.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri pengolahan kayu yang semakin berkembang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Industri pengolahan kayu yang semakin berkembang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri pengolahan kayu yang semakin berkembang menyebabkan ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan bahan baku kayu. Menurut Kementriaan Kehutanan (2014), data

Lebih terperinci

PROSES PENGAWETAN KAYU. 1. Persiapan Kayu untuk Diawetkan

PROSES PENGAWETAN KAYU. 1. Persiapan Kayu untuk Diawetkan PROSES PENGAWETAN KAYU 1. Persiapan Kayu untuk Diawetkan Tujuan dari persiapan kayu sebelum proses pengawetan adalah agar 1 ebih banyak atau lebih mudah bahan pengawet atau larutannya meresap ke dalam

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI 1. PENGERINGAN Pengeringan adalah suatu proses pengawetan pangan yang sudah lama dilakukan oleh manusia. Metode pengeringan ada dua,

Lebih terperinci

BAB VIII PEMBAHASAN UMUM

BAB VIII PEMBAHASAN UMUM BAB VIII PEMBAHASAN UMUM Biodeteriorasi kayu mengakibatkan penurunan mutu dan tidak efisiennya penggunaan kayu. Selain itu umur pakai kayu menjadi lebih pendek dan berakibat konsumsi kayu menjadi meningkat,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN November 2008

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN November 2008 KARYA TULIS PENGERINGAN KAYU Oleh : ARIF NURYAWAN, S.Hut, M.Si NIP. 132 303 839 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN November 2008 Arif Nuryawan : Pengeringan Kayu,

Lebih terperinci

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN Perbaikan mutu benih (fisik, fisiologis, dan mutu genetik) untuk menghasilkan benih bermutu tinggi tetap dilakukan selama penanganan pasca panen. Menjaga mutu fisik dan

Lebih terperinci

BABII TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku

BABII TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku BABII TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku laporan tugas akhir dan makalah seminar yang digunakan sebagai inspirasi untuk menyusun konsep penelitian

Lebih terperinci

! "# # $ # % & % # '(()

! # # $ # % & % # '(() !"# # $# % & % # '(() Kata Pengantar Buku Ilmu Penggergajian Kayu sebagai bahan ajar ini disusun sebagai pedoman dalam memberikan kuliah kepada mahasiswa strata satu. Bahan-bahannya diambil dan tiga buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 perbandingan bahan Sifat Beton Baja Kayu. Homogen / Heterogen Homogen Homogen Isotrop / Anisotrop Isotrop Isotrop Anisotrop

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1 perbandingan bahan Sifat Beton Baja Kayu. Homogen / Heterogen Homogen Homogen Isotrop / Anisotrop Isotrop Isotrop Anisotrop BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dunia konstruksi di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Saat ini, di berbagai tempat dibangun gedung-gedung betingkat, jembatan layang, jalan, dan

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER I KTSP & K-13 A. PROSES PEMBENTUKAN TANAH

geografi Kelas X PEDOSFER I KTSP & K-13 A. PROSES PEMBENTUKAN TANAH KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami proses dan faktor pembentukan tanah. 2. Memahami profil,

Lebih terperinci

BAB V FREKUENSI DAN INTENSITAS SERANGAN JAMUR PELAPUK PADA BANGUNAN RUMAH SERTA KERUGIAN YANG DITIMBULKANNYA

BAB V FREKUENSI DAN INTENSITAS SERANGAN JAMUR PELAPUK PADA BANGUNAN RUMAH SERTA KERUGIAN YANG DITIMBULKANNYA BAB V FREKUENSI DAN INTENSITAS SERANGAN JAMUR PELAPUK PADA BANGUNAN RUMAH SERTA KERUGIAN YANG DITIMBULKANNYA Hasil penelitian menunjukkan bahwa serangan jamur pelapuk rata-rata terjadi pada 87% rumah di

Lebih terperinci

BAGIAN III BAB 6 PENGERINGAN DI DALAM TANUR PENGERING

BAGIAN III BAB 6 PENGERINGAN DI DALAM TANUR PENGERING BAGIAN III BAB 6 PENGERINGAN DI DALAM TANUR PENGERING 6.1.Variabilitas Metode Pengeringan Secara Rekayasa atau Buatan Di samping ada pengeringan secara alami, ada pula beberapa metode yang dapat digunakan

Lebih terperinci

Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu

Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu SNI 01-7207-2006 Standar Nasional Indonesia Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu ICS 79.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

SNI MUTU SIRAP DEWAN STANDARDISASI NASIONAL- DSN SNI UDC STANDAR NASIONAL INDONESIA

SNI MUTU SIRAP DEWAN STANDARDISASI NASIONAL- DSN SNI UDC STANDAR NASIONAL INDONESIA SNI STANDAR NASIONAL INDONESIA SNI 03-3529 - 1994 UDC 691.024.15.035.3 MUTU SIRAP DEWAN STANDARDISASI NASIONAL- DSN DAFTAR ISI Halaman 1. RUANG LINGKUP... 1 2. DEFiNISI... 1 3. ISTILAH... 1 4. KLASIFIKAS1...

Lebih terperinci

Macam Kayu Menurut Susunannya. Pengetahuan Bahan

Macam Kayu Menurut Susunannya. Pengetahuan Bahan Macam Kayu Menurut Susunannya Pengetahuan Bahan Bagian Melintang Permukaan Kayu KAYU MASAK Gambar ini menunjukkan pohon yang mempunyai kayu gubal dan kayu teras, dengan nama lain pohon kayu teras Perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kebutuhan kayu yang semakin meningkat membutuhkan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kebutuhan kayu yang semakin meningkat membutuhkan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kebutuhan kayu yang semakin meningkat membutuhkan kenaikan pasokan bahan baku, baik dari hutan alam maupun hutan tanaman. Namun, produksi kayu dari hutan alam menurun

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Cinnamomum burmanii. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna

TINJAUAN PUSTAKA. : Cinnamomum burmanii. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kayu Manis berikut : Sistematika kayu manis menurut Rismunandar dan Paimin (2001), sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Sub kelas Ordo Family Genus Spesies : Plantae : Gymnospermae

Lebih terperinci

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO Kompos merupakan pupuk yang dibuat dari sisa-sisa mahluk hidup baik hewan maupun tumbuhan yang dibusukkan oleh organisme pengurai.

Lebih terperinci

PENGGERGAJIAN KAYU. Oleh : Arif Nuryawan, S.Hut, M.Si NIP

PENGGERGAJIAN KAYU. Oleh : Arif Nuryawan, S.Hut, M.Si NIP KARYA TULIS PENGGERGAJIAN KAYU Oleh : Arif Nuryawan, S.Hut, M.Si NIP. 132 303 839 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN AGUSTUS 2008 Arif Nuryawan : Penggergajian Kayu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat

BAB I PENDAHULUAN. jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu merupakan hasil sumber daya yang berasal dari hutan yang dapat di jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat dijadikan bahan baku

Lebih terperinci

KAYU GERGAJIAN RIMBA

KAYU GERGAJIAN RIMBA Page 1 of 12 Standar Nasional Indonesia SNI 01-5008.1-1999/ Revisi SNI 01-0191-1987 KAYU GERGAJIAN RIMBA 1. Ruang lingkup Standar ini meliputi acuan, definisi, lambang dan singkatan, istilah, spesifikasi,

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi 2) Manfaat dan Keunggulan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi 2) Manfaat dan Keunggulan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi Cross laminated timber (CLT) merupakan salah satu produk kayu rekayasa yang dibentuk dengan cara menyusun sejumlah lapisan kayu yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan TINJAUAN PUSTAKA A. Papan Partikel A.1. Definisi papan partikel Kayu komposit merupakan kayu yang biasa digunakan dalam penggunaan perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Januari 2016 di kebun salak Tapansari, Candibinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Luas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kayu merupakan bahan alami yang bersifat higroskopis. Hal ini berarti kayu mempunyai kemampuan untuk menarik atau mengeluarkan air dari udara atau dari dalam tergantung pada

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI. Oleh: Ir. Nur Asni, MS

TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI. Oleh: Ir. Nur Asni, MS TEKNOLOGI PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN UNTUK MENINGKATKAN MUTU JAGUNG DITINGKAT PETANI Oleh: Ir. Nur Asni, MS Jagung adalah komoditi penting bagi perekonomian masyarakat Indonesia, termasuk Provinsi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT. Suryamas Lestari Prima adalah perusahaan swasta yang bergerak dalam industri pembuatan daun pintu. PT. Suryamas Lestari Prima didirikan atas

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung. 22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Hutan Tanaman Industri setelah pinus. Ekaliptus merupakan tanaman eksotik

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Hutan Tanaman Industri setelah pinus. Ekaliptus merupakan tanaman eksotik TINJAUAN PUSTAKA Ekaliptus Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Division Sub Divisio Class Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospoermae : Dicotyledone : Myrtiflorae : Myrtaceae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman jagung Jagung (Zea mays) adalah tanaman semusim yang berasal dari Amerika Tengah (Meksiko Bagian Selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini, lalu teknologi

Lebih terperinci

Struktur dan Konstruksi II

Struktur dan Konstruksi II Struktur dan Konstruksi II Modul ke: Material Struktur Bangunan Fakultas Teknik Christy Vidiyanti, ST., MT. Program Studi Teknik Arsitektur http://www.mercubuana.ac.id Cakupan Isi Materi Materi pertemuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN

BUDIDAYA TANAMAN DURIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA BUDIDAYA TANAMAN DURIAN Dosen Pengampu: Rohlan Rogomulyo Dhea Yolanda Maya Septavia S. Aura Dhamira Disusun Oleh: Marina Nurmalitasari Umi Hani Retno

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Empat Jenis Kayu Rakyat berdasarkan Persentase Kehilangan Bobot Kayu Nilai rata-rata kehilangan bobot (weight loss) pada contoh uji kayu sengon, karet, tusam,

Lebih terperinci

HANDOUT Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa mampu memahami dan memiliki pengetahuan tentang penyimpanan bahan pada katering pelayanan lembaga

HANDOUT Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa mampu memahami dan memiliki pengetahuan tentang penyimpanan bahan pada katering pelayanan lembaga HANDOUT 8 Mata Kuliah : Katering Pelayanan Lembaga Program : Pendidikan Tata Boga/ Paket Katering Jenjang : S-1 Semester : VI Minggu : 12 dan 13 Pokok Bahasan : Penyimpanan Bahan Jumlah SKS : 3 sks 1.

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan 1 P a g e Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan Pengasapan Ikan Menurut perkiraan FAO,2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Struktur kayu merupakan suatu struktur yang susunan elemennya adalah kayu. Dalam merancang struktur kolom kayu, hal pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan besarnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kolom lentur. Kolom merupakan elemen struktur yang menahan gaya aksial dan momen 2.1.1. Pengertian dan prinsip dasar kolom Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pertumbuhannya yaitu berkisar antara ºc dan baik di tanam pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pertumbuhannya yaitu berkisar antara ºc dan baik di tanam pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Singkong Singkong merupakan tumbuhan umbi-umbian yang dapat tumbuh di daerah tropis dengan iklim panas dan lembab. Daerah beriklim tropis dibutuhkan singkong untuk

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

MESIN PENGERING KAYU SEDERHANA UNTUK HOME INDUSTRI. Murni *)

MESIN PENGERING KAYU SEDERHANA UNTUK HOME INDUSTRI. Murni *) MESIN PENGERING KAYU SEDERHANA UNTUK HOME INDUSTRI Murni *) Abstract Dryer machine of wood is made to fulfill need of wood in order to produce raw of drying wood is not depended weather. Making of dryer

Lebih terperinci

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB)

LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) BAB V LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN (CEMENT TREATED BASE / CTB) 5.1. UMUM a. Lapis Pondasi Agregat Semen (Cement Treated Base / CTB) adalah Lapis Pondasi Agregat Kelas A atau Kelas B atau Kelas C yang diberi

Lebih terperinci

Konstruksi Atap. Pengertian, fungsi dan komponen konstruksi atap

Konstruksi Atap. Pengertian, fungsi dan komponen konstruksi atap Konstruksi Atap Pengertian, fungsi dan komponen konstruksi atap Atap adalah bagaian paling atas dari suatu bangunan, yang melilndungi gedung dan penghuninya secara fisik maupun metafisik (mikrokosmos/makrokosmos).

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pekerjaan persiapan berupa Bahan bangunan merupakan elemen

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pekerjaan persiapan berupa Bahan bangunan merupakan elemen BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN 5.1 Pekerjaan Persiapan Pekerjaan persiapan berupa Bahan bangunan merupakan elemen terpenting dari suatu proyek pembangunan, karena kumpulan berbagai macam material itulah yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh cabang lagi kecil-kecil, cabang kecil ini ditumbuhi bulu-bulu akar yang sangat halus. Akar tunggang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan target luas lahan yang ditanam sebesar hektar (Atmosuseno,

BAB I PENDAHULUAN. dengan target luas lahan yang ditanam sebesar hektar (Atmosuseno, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sengon merupakan salah satu tanaman cepat tumbuh yang dipilih dalam program pembangunan hutan tanaman industri (HTI) karena memiliki produktivitas yang tinggi dengan

Lebih terperinci

Menanan Jamur Merang di Dalam Kumbung

Menanan Jamur Merang di Dalam Kumbung Menanan Jamur Merang di Dalam Kumbung Oleh Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP. A. Latar Belakang Budidaya jamur merang di dalam kumbung merupakan teknik budidaya jamur yang dilakukan secara modern dengan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol., No., Juni 009 : 7 PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL THE INFLUENCE OF NATURAL AND ARTIFICIAL DRYING FOWORD THE

Lebih terperinci

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Syarat Tumbuh Tanaman Jahe 1. Iklim Curah hujan relatif tinggi, 2.500-4.000 mm/tahun. Memerlukan sinar matahari 2,5-7 bulan. (Penanaman di tempat yang terbuka shg

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

III. DASAR PERENCANAAN

III. DASAR PERENCANAAN III. DASAR PERENCANAAN Persamaan kekuatan secara umum dapat dituliskan seperti pada Persamaan 3.1, dimana F u adalah gaya maksimum yang diakibatkan oleh serangkaian sistem pembebanan dan disebut pula sebagai

Lebih terperinci

4.1 FENOMENA DAN PENYEBAB KERUSAKAN KUALITAS PADA PRODUK PENGERINGAN

4.1 FENOMENA DAN PENYEBAB KERUSAKAN KUALITAS PADA PRODUK PENGERINGAN BAB IV ANALISA 4.1 FENOMENA DAN PENYEBAB KERUSAKAN KUALITAS PADA PRODUK PENGERINGAN 4.1.1 Fenomena dan Penyebab Terjadinya Water Front Fenomena lain yang terjadi pada saat penulis mengeringkan tapel parem

Lebih terperinci

reversible yaitu kulit awetan harus dapat dikembalikan seperti keadaan semula (segar). Untari, (1999), mengemukakan bahwa mikro organisme yang ada pad

reversible yaitu kulit awetan harus dapat dikembalikan seperti keadaan semula (segar). Untari, (1999), mengemukakan bahwa mikro organisme yang ada pad METODA PENGAWETAN KULIT BULU (FUR) KELINCI REX DENGAN CARA PENGGARAMAN KERING (DRY SALTING) ROSSUARTINI DAN R. DENNY PURNAMA Balai Penelitian Ternak, PO Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Berbagai metoda pengawetan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HIJAU Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc Email: rahadiandimas@yahoo.com JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA PUCUK DAUN TEH Pucuk teh sangat menentukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim

Lebih terperinci

KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal

KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi Jl. Samarinda Paal Lima Kota Baru Jambi 30128

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Data hasil pengujian sifat fisis kayu jabon disajikan pada Tabel 4 sementara itu untuk analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% ditampilkan dalam

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG Oleh Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Iwan Risnasari : Kajian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber 2.1.1 Definisi Cross Laminated Timber (CLT) pertama dikembangkan di Swiss pada tahun 1970-an. Produk ini merupakan perpanjangan dari teknologi rekayasa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 %

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 % TINJAUAN PUSTAKA Limbah Penggergajian Eko (2007) menyatakan bahwa limbah utama dari industri kayu adalah potongan - potongan kecil dan serpihan kayu dari hasil penggergajian serta debu dan serbuk gergaji.

Lebih terperinci

Spesifikasi Pipa Beton untuk Air Buangan, Saluran Peluapan dari Gorong-Gorong

Spesifikasi Pipa Beton untuk Air Buangan, Saluran Peluapan dari Gorong-Gorong Spesifikasi Pipa Beton untuk Air Buangan, Saluran Peluapan dari Gorong-Gorong SNI 03-6367-2000 1 Ruang lingkup Spesifikasi ini meliputi pipa beton tidak bertulang yang digunakan sebagai pembuangan air

Lebih terperinci

MEMAHAMI ANTIKLINAL DAN PERIKLINAL DALAM PROSES PERTUMBUHAN POHON DAN KUALITAS KAYU MUHDI

MEMAHAMI ANTIKLINAL DAN PERIKLINAL DALAM PROSES PERTUMBUHAN POHON DAN KUALITAS KAYU MUHDI MEMAHAMI ANTIKLINAL DAN PERIKLINAL DALAM PROSES PERTUMBUHAN POHON DAN KUALITAS KAYU MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Antiklinal adalah tahapan pembelahan

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN FORMULASI SKEDUL SUHU DAN KELEMBABAN TERHADAP KARAKTER PENGERINGAN KAYU MERANTI MERAH BERSORTIMEN CASING

PENGARUH PENERAPAN FORMULASI SKEDUL SUHU DAN KELEMBABAN TERHADAP KARAKTER PENGERINGAN KAYU MERANTI MERAH BERSORTIMEN CASING PENGOLAHAN HASIL HUTAN PENGARUH PENERAPAN FORMULASI SKEDUL SUHU DAN KELEMBABAN TERHADAP KARAKTER PENGERINGAN KAYU MERANTI MERAH BERSORTIMEN CASING Yustinus Suranto 1 dan Taufik Haryanto 2 1 Dosen Jurusan

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

PENGERINGAN KAYU SECARA UMUM

PENGERINGAN KAYU SECARA UMUM KARYA TULIS PENGERINGAN KAYU SECARA UMUM Disusun Oleh: Tito Sucipto, S.Hut., M.Si. NIP. 19790221 200312 1 001 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 KATA PENGANTAR Puji

Lebih terperinci

REKAYASA JALAN REL. MODUL 5 : Bantalan PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

REKAYASA JALAN REL. MODUL 5 : Bantalan PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL REKAYASA JALAN REL MODUL 5 : Bantalan OUTPUT : Mahasiswa dapat menjelaskan fungsi bantalan dalam konstruksi jalan rel Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan tipe bantalan serta penggunaan yang tepat sesuai

Lebih terperinci

PENGARUH PENYUSUNAN DAN JUMLAH LAPISAN VINIR TERHADAP STABILITAS DIMENSI KAYU LAPIS (PLYWOOD)

PENGARUH PENYUSUNAN DAN JUMLAH LAPISAN VINIR TERHADAP STABILITAS DIMENSI KAYU LAPIS (PLYWOOD) PENGARUH PENYUSUNAN DAN JUMLAH LAPISAN VINIR ERHADAP SABILIAS DIMENSI KAYU LAPIS (PLYWOOD) Oleh Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si UNIVERSIAS SUMAERA UARA MEDAN 2008 DAFAR ISI Halaman Kata Pengantar.. i Daftar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan, [ TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis yang berasal dari Nigeria (Afrika Barat). Tinggi kelapa sawit dapat mencapai 24 m sedangkan diameternya

Lebih terperinci

PROPOSAL REKAYASA SARANA SANITASI ALAT PENGHITUNG KEPADATAN LALAT (FLY GRILL) BAB I PENDAHULUAN

PROPOSAL REKAYASA SARANA SANITASI ALAT PENGHITUNG KEPADATAN LALAT (FLY GRILL) BAB I PENDAHULUAN PROPOSAL REKAYASA SARANA SANITASI ALAT PENGHITUNG KEPADATAN LALAT (FLY GRILL) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) yang termasuk ordo Dipthera, yaitu insekta

Lebih terperinci