BAB 9 CACAT KAYU AKIBAT PENGERINGAN DI DALAM TANUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 9 CACAT KAYU AKIBAT PENGERINGAN DI DALAM TANUR"

Transkripsi

1 BAB 9 CACAT KAYU AKIBAT PENGERINGAN DI DALAM TANUR 9.1. Penampilan dan Kualitas Kayu Penampilan kayu menjadi indikasi bagi kualitas kayu, sehingga penampilan tersebut berpengaruh terhadap penggunaan kayu, baik pada saat kayu itu diolah menjadi kayu gergajian sebagai bahan konstruksi maupun diolah menjadi produk-produk lain yang terbuat dari kayu. Penampilan kayu yang berpengaruh tersebut meliputi: mats kayu, gambaran berupa garis-garis lingkaran tahun, corak kulit dan mineral, kantong-kantong saluran damar, keberadaan kayu reaksi (kayu kompresi dan kayu tank), arch serat (lurus, terpuntir atau berpadu). Penampilan tersebut berpengaruh secara langsung terhadap derajat dan nilai setiap individu papan. Penampilan yang tidak menguntungkan terhadap kayu seringkali disebut sebagai cacat kayu. Oleh karena itu, banyak proses penggergajian dalam kerangka pembentukan papan kayu dari kayu gelondong, seringkali dimaksudkan pula sebagai sarana untuk menghilangkan penampilan alami yang tidak menguntungkan atau cacat tersebut. Dengan demikian, penggergajian juga dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas dan nilai papan suatu surtomen kayu. Cacat-cacat yang mengurangi derajat, kualitas dan nilai kayu gergajian tersebut sering berkembang dalam setiap proses pengolahan kayu. Cacat kayu tidak hanya dalam proses pembalakan di dalam kawasan hutan dan penggergajian di dalam kilang pengergajian, tetapi cacat tersebut juga berkembang di dalam proses pengeringan, permesinan kayu dan penanganan kayu secara mekanis lainnya serta pengerjaan akhir berupa pemolesan kayu (wood finishing). Dalam berbagai lingkungan yang memungkinkan bagi pemunculan cacat kayu tersebut diatas, pokok bahasan saat ini hanya akan dipusatkan pada cacat yang berkembang selama proses pengeringan. Dengan pokok bahasan ini, proses pengeringan akan diarahkan dan dikendalikan agar terjadinya cacat dapat dihindarkan. Kalau tidak menungkinkan demikan, maka pengendalian tersebut dilakukan agar perkembangan cacat tersebut ditekan sehingga pada ukuran yang sekecil mungkin. Hal ini disebabkan karena cacat kayu sudah tentu berkonsekuensi pada nilai ekonomi Tingkat kehati-hatian dalam latihan untuk menguasai kiat dan metode atau tata-cara penghindaran terhadap terjadinya cacat pengeringan ini, sangat bergantung pada penggunaan akhir terhadap kayu basil pengeringan. Dalam membatasi perkembangan cacat-cacat khusus pada pengeringan, operator tanur harus menentukan prosedur tertentu yang juga untuk menghindari pemunculan cacat lainnya yang mungkin menurunkan nilai kayu sebagai bahan baku untuk dioleh lebih lanjut. Operator harus selalu memodifikasi prosedur pengeringan untuk menahan kehilangan bahan kayu karena adanya berbagai jenis cacat yang menimpa kayu. Universitas Gadjah Mada 1

2 9.2. Pengaruh Suhu terhadap Kekuatan Kayu Suhu yang tinggi mengurangi dan menurunkan kekuatan kayu, terutama bila kayu tersebut mempunyai kadar air yang tinggi. Semakin tinggi suhu yang diberlakukan terhadap kayu dan semakin tinggi kadar air kayu serta semakin panjang jangka waktu (durasi) pengeringan, semakin besar pula pengurangan kekuatan kayu. Untuk sebagian besar penggunaan kayu, pengurangan dalam hal kekuatan kayu tidaklah signifikan. Pengeringan pada temperatur sampai dengan 160 F (65 C) mengurangi sangat sedikit kekuatan kayu selama siklus pengeringan berlangsung secara normal. Meskipun demikian, apabila diinginkan kekuatan dan kekerasan yang tinggi, suhu yang lebih tinggi dari 160 F seharusnya tidak diterapkan. Kayu untuk pesawat terbang, raket tenis, tangga, alat pemukul, tangkai senapan dan produk-produk sejenisnya tergolong ke dalam kategori ini. Pengaruh temperatur terhadap kekuatan kayu telah dipikirkan dan diperhitungkan ketika memilih dan mempersiapkan skedul pengeringan, dan hal itu telah dibicarakan dalam bab 8. Oleh karena itu, ketika menggunakan skedul, operator tanur pengering tidak. perlu memperhatikan pengaruh panas terhadap kekuatan kayu yang sedang dikeringkan Variabilitas Cacat Kayu yang Terjadi Selama Proses Pengeringan Cacat yang terjadi selama proses pengeringan dikelompokkan menjadi tiga kelas berdasarkan penyebabnya, yaitu 1. penyusutan, 2. jamur dan 3. kemikalia dalam kayu. Cacat yang berkaitan dengan penyusutan biasanya bertambah dan menjadi lebih serius ketika pengeringan menggunakan suhu bola kering yang tinggi secara berlebihan atau depresi suhu bola basah yang besar selama tahap-tahap kritis dalam proses pengeringan. Cacat oleh jamur biasanya terjadi ketika digunakan temperatur yang rendah dan kelembaban relatif yang tinggi dalam pengeringan kayu basah. Noda kimiawi yang terjadi pada kayu selama proses pengeringan terutama sehubungan dengan pengaruh panas terhadap zat ekstraktif kayu. Universitas Gadjah Mada 2

3 9.4. Cacat yang Berkaitan dengan Pengerutan Banyak cacat yang dihubungkan dengan penyusutan kayu sepanjang proses pengeringannya. Mengetahui bagian kayu yang mengalami cacat, waktu terjadinya cacat dan mengapa cacat ini terjadi akan memungkinkan operator untuk mengambil tindakan untuk menjaga agar cacat ini terjadi pada tingkatan yang minimal. Pengeringan tanur seringkali dipersalahkan atas terjadinya cacat. Oleh karena itu, dalam usaha pengeringan kayu dilakukan dengan mengkombinasikan pengeringan dalam tanur pengering tersebut dengan pengeringan secara alami, meskipun sebagian besar cacat dapat terjadi selama berlangsungnya pengeringan masing-masing proses tersebut. Dalam tanur pengering, cacat dapat ditekan dengan memodifikasi kondisi pengeringan. Sementara itu, dalam pengeringan secara alami pengurangan terjadinya cacat dilakukan dengan menunpuk kayu secara benar dengan mengikuti prosedur penumpukan yang telah dibakukan Cacat kayu yang diakibatkan oleh penyusutan dapat menampilkan diri dalam berbagai perwujudan. Wujud cacat tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu retak dan perubahan bentuk. Retak antara lain mencakup retak permukaan, retak ujung pecah ujung, koleps (collaps), retak dalam, dan retak pada lingkaran pertumbuhan. Sementara itu. Cacat perubahan bentuk sortimen kayu antara lain mencakup pembusuran, pemelengkungan dan pengenjangan. Retak permukaan merupakan kegagalan ikatan antar dinding sel yang biasanya terjadi pada sel jari-jari kayu, pada permukaan bidang gergajian kayu gergajian atau pada bendabenda yang lain yang terbuat dari kayu. Retak ini juga dapat terjadi pada saluran damar dan kantong-kantong mineral. Retak tersebut jarang muncul pada ujung-ujung bahan yang digergaji secara tangensial yang berketebalan maksimum 6/4 inci, tetapi akan muncul pada ujung-ujung bahan yang digergaji secara tangensial atau radial dengan ketebalan yang lebih dari 6/4 inci. Kegagalan ini biasanya terjadi pada tahap awal proses penggergajian, tetapi dalam beberapa kayu jarum, bahaya retak permukaan ini terjadi setelah tahap awal pengeringan. Retak permukaan berkembang karena permukaan kayu gergajian menjadi terlalu kering, sebagai akibat dari kelembaban yang terlalu rendah. Pada sortimen kayu gergajian yang sisi lebarnya terbentuk dari bidang gergajian tangensial dan yang ukuran lebar relatif besar serta sortimen ini relatif tebal, maka sortimen yang tebal itu akan cenderung lebih mudah mengalami retak permukaan pada sisi tangensial tersebut dibandingkan dengan sortimen yang tipis dan sempit. Universitas Gadjah Mada 3

4 Beberapa retak permukaan yang telah terjadi akan dapat tertutup lagi selama proses pengeringan berlangsung, terutama pada sortimen kayu yang berasal dari golongan kayu dawn. Pada produk-produk yang mempersyaratkan permukaan kayu yang direka-oles (dipoles) secara sempurna, seperti halnya pada beberapa bentuk bingkai hiasan interior, kabinet dan mebel, adanya retak permukaan yang tertutup kembali itu tetap tidak dikehendaki. Retak permukaan yang demikian ini mungkin akan terbuka lagi dalam beberapa hal selama penggunaan, karena adanya fluktuasi kondisi atmosfir. Retak permukaan yang dangkal tidak perlu diperhatikan, karena retak tersebut akan hilang oleh libasan akibat penyerutan pada bagian tersebut selama proses permesinan terhadap permukaan kayu. Dalam penggunaan beberapa produk kayu seperti raket tenis, pegangan pada berbagai peralatan, dan komponen struktur bangunan, maka retak permukaan yang terbuka maupun yang tertutup, akan cenderung meningkat menjadi pecah. Ada produkproduk kayu lain yang dapat memberi toleransi bagi keberadaan retak permukaan yang telah tertutup ini. Produk kayu yang dimaksud antara lain berupa papan lantai dan beberapa produk furniture, atau produk kayu lainnya yang nilainya tidak dipengaruhi oleh retak permukaan yang telah tertutup lagi. Dalam proses pengeringan yang dilakukan secara kombinasi antara pengeringan secara alami dan pengeringan di dalam tanur pengering, kayu sebagai bahan balm yang telah mengalami retak permukaan selama proses pengeringan secara alami, tidak boleh dibasahi atau didedah pada kelembaban relatif yang sangat tinggi sebelum atau selama pengeringan selanjutnya di dalam tanur pengering. Hal itu disebabkan beberapa perlakuan tersebut seringkali akan memperlebar, memperdalam dan memperpanjang dimensi retak. Material yang mempunyai retak terbuka tidak pelu dibasahi lagi setelah pengeringan dengan tanur, karena pendedahan yang berkelanjutan terhadap kondisi pabrik akan mengeringkan permukaan yang basah dan memperlebar retak. Sebagaimana retak permukaan, Retak Ujung pada umumnya terjadi pada jari-jari kayu, tetapi terletak pada permukaan ujung batang atau sortimen kayu. Retak ini juga terjadi pada tahap awal pengeringan, dan dapat diminimalisasikan dengan menggunakan kelembaban relatif yang lebih tinggi. Bahan yang mengalami retak ujung tidak boleh dibasahi atau dikenai kelembaban relatif yang sangat tinggi sebelum, selama atau setelah proses pengeringan. Kecenderungan untuk mengalami retak ujung menjadi lebih besar pada semua jenis kayu seining dengan meningkatnya ketebalan dan kelebaran dimensi sortimen kayu. Berdasarkan atas alasan ini, permukaan ujung bahan yang tebal atau lebar dan harus dilapisi pada bagian ujungnya. Popor senjata merupakan salah sate contoh bagi bends yang terbuat dari kayu yang bentuknya persegi atau bujur sangkar. Di camping itu, terdapat Universitas Gadjah Mada 4

5 pula beberapa contoh lain yang dapat disebutkan sebagai contoh atas barang-barang khusus yang berukuran lebih pada sisi lebarnya. Pelapisan ujung harus dilakukan pada potongan baru atau potongan yang masih segar, agar pengaruh lapisan itu terekspresi secara paling efektif. Pelapisan seperti itu bahkan jugs harus dilakukan pada permukaan ujung kayu yang masih berkondisi segar, meskipun ujung tersebut belum mengalami retak. Sikap ini dilakukan untuk mencegah terjadinya retak ujung pada sortimen kayu. Untuk memperjelas pemahaman terhadap retak permukaan maka disajikan gambar berikut: Gambar 16. Retak ujung pada sortimen kayu. Sumber Rasmussen (1961). Pecah Ujung biasanya dihasilkan dari perkembangan lebih lanjut dari retak ujung. Oleh karena itu, bila perkembangan lebih lanjut secara berlebihan atas retak ujung dapat dihindari, maka pecah ujung tampaknya akan berkurang intensitasnya. Penempatan ganjalganjal secara berderet menuju ke tingkat yang lebih atas pada bagian yang paling ujung dari setiap papan atau sortimen kayu yang sedang dikeringkan, akan membantu mengurangi berkembangnya pecah ujung. Koleps (Collapse) yang disebut jugs salah-bentuk adalah beberapa distorsi pada permukaan kayu atau perataan sel-sel pada permukaan kayu. Dalam jumlahnya yang sedikit, cacat ini mungkin sulit untuk dideteksi atau bahkan tidak mungkin untuk dideteksi. Keberadaan cacat kolep ini sering terlihat sebagai lekukan atau alur atau bagian mengombak atau menggelombang pada permukaan kayu. Koleps mungkin disebabkan oleh dua hal. Pertama, tegangan pengeringan yang menekan (kompresi) pada bagian interior kayu, sehingga bagian ini mengalami gaya penekanan. Kedua, tegangan cairan pada rongga sel kayu yang semula terisi sepenuhnya oleh air. Kedua kondisi ini teijadi pada awal proses pengeringan. Koleps biasanya tidak terlihat pada permukaan kayu, sampai pada proses pengerjaan kayu berikutnya. Cacat ini pada umumnya berkaitan dengan temperatur bola kering yang tinggi secara berlebihan pada tahap awal pengeringan. Apabila cacat koleps terjadi pada proses pengeringan di dalam tanur, maka penurunan terhadap temperatur pada tahap awal proses pengeringan harus dilakukan, terutama pada pengeringan yang diberlangsungkan terhadap muatan Universitas Gadjah Mada 5

6 berikutnya yang terdiri atas jenis kayu dan karakter yang sama. Untuk memperjelas pemahaman terhadap koleps maka disajikan gambar berikut: Gambar 17. Koleps atau salah bentuk Sumber Rasmussen (1961). Koleps merupakan cacat yang serius dan oleh karena itu jika memungkinkan, cacat ini harus dihindarkan. Dalam konteks inilah perlu disakan untuk menggunakan skedul pengeringan khusus yang memang dirancang untuk mengurangi kehadiran kolep tersebut, terutama pada kayu yang rentan. Beberapa kayu yang rentan terhadap cacat ini pada umumnya dikeringkan secara alami, sebelum dikeringkan dengan tanur pengering. Retak dalam atau Honey-comb merupakan celah internal di dalam kayu yang disebabkan karena kegagalan tarik menarik dalam arah serat. Hal ini biasanya terjadi pada jari-jari kayu. Cacat ini dihasilkan karena penggunaan suhu yang tinggi secara berlebihan dalam periode waktu yang terlalu panjang, ketika air bebas masih berada di dalam rongga sel. Sementara itu, kayu mungkin tidak sungguh-sungguh gagal sampai dengan pertengahan perjalanan proses pengeringan atau perjalanan lebih lanjut dalam proses pengeringan. Pengurangan kekuatan kayu mungkin dimulai pada setiap langkah pada perjalanan proses pengeringan bila suhu disetel pada kondisi yang sungguh-sungguh tinggi secara berlebihan. Oleh karena itu, retak-dalam dapat dikendalikan pada tingkat yang minimum dengan menghindarkan penyetelan suhu bola kering yang terlalu tinggi dari awal proses Pengeringan sampai dengan proses pengeringan yang ditandai dengan sudah terevaporasinya semua air-bebas dari seluruh bagian kayu. Untuk memperjelas pemahaman terhadap retak-dalam maka disajikan gambar berikut: Universitas Gadjah Mada 6

7 Gambar 18. Retak dalam (honeycomb) pada sortimen kayu. Sumber Rasmussen (1961). Retak permukaan dan retak ujung yang dalam, yang oleh kondisi tertentu kedua retak itu telah tertutup kembali secara rapat pada bagian permukaan bahan, meskipun masih tetap terbuka pada bagian bawah permukaan tersebut. Dua jenis retak permukaan tersebut seringkali juga disebut sebagai retak-dalam. Kegagalan atau kerusakan ini juga sering disebut retak leher botol. Retak-dalam dapat menghasilkan kehilangan yang cukup banyak dalam arah panjang. Meskipun demikian, retak-dalam pada beberapa kasus tidak dapat dideteksi pada bagian permukaan papan atau kayu gergajian. Oleh karena itu, retak-dalam sulit untuk ditemukan sebelum kayu yang mengalami retak-dalam ini sedang berada pada proses pengerjaan kayu yang menggunakan mesin pengolah. Akan tetapi, sortimen kayu yang mengalami beberapa retak-dalam, seringkali mempunyai menampakkan permukaan kayu yang bergelombang atau berombak. Retak-dalam sangat sering berasosiasi (hadir secara bersama) dengan koleps, terutama terjadi pada sortimen kayu yang berada pada muatan yang ditempatkan pada posisi tertentu di dalam tanur pengering. Pada posisi tertentu itulah terjadi terkonsentrasi kelembaban udara yang tinggi selama proses pengeringan berlangsung. Dengan demikian, disadari bahwa di dalam tanur pengering terdapat bagian atau wilayah pengeringan yang bervariasi kondisi suhu dan kelembabannya, meskipun skedul suhu dan kelembaban yang dioperasikan adalah sama di dalam tanur pengering tersebut. Kegagalan Lingkaran Pertumbuhan merupakan cacat yang terjadi secara paralel dengan lingkaran tahun, baik berada dalam lingkaran atau di antara lingkaran pertumbuhan. Dalam penampilannya, kegagalan ini mirip dengan luka bacokan, yang terjadi pada pohon yang masih berdiri atau dalam pohon ketika pohon tersebut ditebang. Biasanya kegagalan mencakup beberapa lingkaran pertumbuhan, dimulai dari salah satu lingkaran pertumbuhan dan memotong melintang lingkaran pertumbuhan yang lain sepanjang jari-jari kayu. Hal ini dapat terjadi sebagai kegagalan pada permukaan ujung papan pada tahap awal pengeringan. Cacat ini akan membesar, baik menuju ke arah Universitas Gadjah Mada 7

8 dalam maupun menuju ke arah panjang, sejalan dengan berlanjutnya proses pengeringan. Kegagalan ini jugs dapat terjadi secara internal, disebabkan oleh cacat indung madu (retak-dalam) dan melemahnya ikatan antara lingkaran tahun ketika penerapan suhu tinggi dalam proses pengeringan. Kegagalan lingkaran dapat ditahan pada tingkat minimum dengan pelapisan ujung kayu atau dengan penggunaan skedul pengeringan yang diwarnai dengan kelembaban relatif yang lebih tinggi pada awal proses pengeringan dan suhu bola kering yang lebih rendah. Untuk memperjelas pemahaman terhadap kegagalan lingkaran pertumbuhan maka disajikan gambar berikut: Gambar 19. Cacat kegagalan lingkaran pertumbuhan. Sumber Rasmussen (1961). Pecah Kotak Hati merupakan cacat berupa pecah yang terdapat pada hati atau empulur kayu. Pecah ini mulai berkembang pada tahap awal proses pengeringan dan perkembangan menjadi bertambah buruk dan parah sejalan dengan kondisi kayu yang semakin kering. Pecah ini disebabkan oleh perbedaan antara besarnya pengerutan tangensial dan radial pada bagian kayu yang berada di sekitar empulur. Perbedaan besarnya penyusutan tersebut menyebabkan beberapa tegangan pada permukaan yang sama pada bagian tertentu pada kayu, dan hal inilah yang membuat kayu mengalami pecah. Cacat ini tidak mungkin dapat dihindarkan, bahkan memberi perlindungan secara alami untuk melindungi kayu terhadap cacat ini tidak mungkin untuk dilakukan. Cacat pecah hati dapat diilustrasikan dalam gambar berikut. Universitas Gadjah Mada 8

9 Gambar 20. Pecak kotak hati (pecah pada bagian empulur) Sumber Rasmussen (1961). Melengkung merupakan salah satu bentuk cacat perubahan bentuk pada sortimen kayu. Cacat ini berkembang sejalan dengan mengeringnya kayu. Perkembangan cacat ini terlihat dari distorsi dalam hal ukuran dan bentuk yang dialami oleh sortimen kayu yang bersangkutan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pengerutan dalam sumbu radial, tangensial, dan longitudinal. Pemelengkungan demikian menjadi lebih hebat dan bertambah menjadi lebih buruk yang disebabkan oleh dua hal. Pertama ketidak-teraturan arah serat pada sortimen kayu atau adanya serat kayu yang terdistorsi. Kedua, atas kehadiran kayu yang tidak normal di dalam sortimen kayu. Memangkuk merupakan distorsi papan yang di dalamnya terdapat deviasi pelengkungan terhadap garis lurus pada arah lebar papan. Cacat ini mulai menampakkan diri pada tahap sangat awal proses pengeringan dan menjadi berkelanjutan memburuknya sejalan dengan terus berlangsungnya proses pengeringan. Pemangkokan disebabkan oleh pengerutan pada arah paralel lingkaran pertumbuhan lebih besar daripada panyusutan pada arah melintang lingkaran pertumbuhan. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin besar perbedaan antara pengerutan tangensial dan radial, semakin besar pula derajat pemangkukan yang terjadi pada sortimen kayu tersebut. Sebuah papan yang digergaji secara tangensial yang dipotong dari posisi di dekat kulit, memiliki kecenderungan untuk memangkok yang lebih kecil daripada papan yang sama yang dipotong dari daerah yang berada di dekat hati. Papan hasil gergajian tangensial memangkok ke arah permukaan yang paling dekat dengan kulit. Pemangkokan mungkin mengakibatkan kehilangan yang cukup berlebihan atas volume kayu selama proses permesinan terhadap sortimen kayu yang dimaksud. Cacat ini dapat dikurangi dalam beberapa hal dengan membuat modifikasi terhadap skedul pengeringan untuk menghindarkan pengeringan yang Universitas Gadjah Mada 9

10 kelewat batas. Di samping itu, cacat ini dalam beberapa hal dapat dihindarkan dengan cara pengeringan alami terhadap persediaan bahan sebelum bahan tersebut dikeringkan dalam tanur pengering. Metode atau cara terbaik untuk mengontrol perkembangan cacat pemangkokan ialah dengan penumpukan yang baik atau dengan praktek-praktek penumpukan yang mengikuti prosedur penumpukkan secara benar. Sortimen berupa papan yang semakin tipis, maka papan tersebut akan semakin besar kecenderungannya untuk menderita cacat memangkok. Membusur (Bow) adalah suatu deviasi pelengkungan lebar terhadap garis lurus yang ditarik dari ujung yang satu terhadap ujung yang lain dalam satu papan. Cacat ini diasosiasikan dengan pengerutan longitudinal dalam kayu yang berasal dari posisi yang berdekatan dengan empulur pohon. Di samping itu, cacat membusur juga cenderung terjadi pada sortimen yang mengandung kayu tekan atau kayu tarik, yaitu sortimen kayu yang berasal dari bagian batang pohon yang merunduk. Cacat membusur juga terjadi pada sortimen kayu yang arahnya tegak lurus arah serat kayu. Cacat ini dapat dikendalikan dengan prosedur yang sama dengan prosedur yang digunakan untuk mengurangi pemangkokan. Melekuk (Crook) adalah deviasi pelengkungan pada sisi tebal terhadap garis lurus yang ditarik dari ujung yang satu ke ujung yang lain pada suatu papan. Penyebab melekuk sama dengan penyebab pada pembusuran. Cacat ini lebih sulit untuk dihindarkan daripada pemangkokan atau pembusuran. Memuntir (Twist) merupakan perputaran atau pembelitan pada tepi papan sedemikian serupa sehingga empat sudut pada setiap permukaan kayu tidak lagi berada dalam satu bidang datar. Hal ini terjadi dalam kayu yang tersusun atas serat-serat yang berarah spiral, serat yang berombak, serat yang berarah miring secara diagonal, serat yang terdistorsi atau serat berpadu. Kayu gergajian yang mengandung karakter serat demikian kadang-kadang dapat dikeringkan secara merata dengan menggunakan prosedur penumpukan yang benar. Pembentukan diamon atau cacat mengintan merupakan sebuah bentuk pemuntiran yang ditemukan dalam ujung kayu yang berbentuk bujur sangkar. Dengan demikian, cacat mengintan sering terjadi pada sortimen kayu yang dalam proses pengeringannya, penampang melintang kayu yang semula berbentuk bentuk bujur sangkar berubah menjadi bentuk jajaran genjang tertentu, yang kemudian bentuk jajaran genjang terseebut diasumsikan sebagai sebuah bentuk diamond. Cacat ini dihasilkan dari perbedaan antara besarnya pengerutan dalam arah radial dan arah tangensial dalam bidang bujur sangkar yang di dalamnya terdapat lingkaran-lingkaran tahun mengarah secara diagonal dari sudut yang satu ke sudut yang lain di dalam bidang bujur-sangkar tersebut. Berbagai bentuk pemuntiran diilustrasikan pada gambar berikut: Universitas Gadjah Mada 10

11 Gambar 21. Cacat melengkung, melekuk, membusur, memuntir, menggenjang, memangkuk. Sumber Rasmussen (1961). Retak pada Mata Kayu merupakan suatu kondisi yang sering dilihat sebagai cacat. Retak ini muncul dalam serat akhir suatu mata kayu yang terdapat pada jari-jari kayu (Lihat Gambar 22). Cacat ini dihasilkan dari perbedaan pengerutan paralel dan arah melintang lingkaran pertumbuhan dalam mata kayu. Cacat ini terjadi dalam tahap awal pengeringan dan diperparah oleh penggunaan kelembaban relatif yang terlalu rendah. Mata kayu yang retak dapat dikendalikan dengan penggunaan kelembaban relatif yang lebih tinggi dan dengan pengeringan pada kadar air yang lebih tinggi, akan tetapi hal ini hampir tidak mungkin dihalangi atau dihindarkan. Mata Kayu yang Lepas merupakan cacat yang dialami oleh sortimen kayu, karena hal ini mengkakibatkan adanya lubang pada permukaan sortimen kayu tersebut. Mata kayu, baik mata kayu yang mati maupun mata kayu yang hidup, selalu lepas dari sortemen kayu selama proses pengeringannya (Lihat Gambar 23). Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa mata kayu tidak tumbuh pada kayu di sekitarnya, tetapi hanya ditempati oleh kulit dan empulur. Mata kayu mengalami pengerutan yang sangat besar dalam dua arah permukaan kayu, yaitu seluruh arah lebar dan sepanjang arah panjang. Sementara itu, papan yang menjadi tempat bagi mata kayu tersebut akan mengkerut secara cukup besar pada arah lebar, tetapi mengerut secara sangat sedikit pada arah panjang. Sebagai konsekuensi atas kedua hal itu, maka mata kayu yang telah mengering akan memiliki dimensi yang lebih kecil daripada dimensi lobang yang dibentuk oleh mata kayu tersebut. Universitas Gadjah Mada 11

12 Hal ini akan memungkinkan sangat seringnya mata kayu itu terlepas dari sortimen kayu gergajian, pada saat kayu gergajian tersebut diolah atau dikerjakan lebih lanjut dalam proses permesinan berikutnya. Tidak ada satu pun cars yang dapat dilakukan untuk melindungi terlepasnya mata kayu mati dari sortimen kayu selama proses pengeringannya. Meskipun demikian, bila kayu gergajian tidak dikeringkan sampai pada kadar air yang rendah sebelum kayu tersebut dikerjakan dengan mesin, maka mata kayu akan lebih mampu bertahan pada sortimen kayu gergajian. Gambar 22. Pecah pada mato. kayu Gambar 23. Mata kayu yang lepas Sumber Rasmussen (1961). Sumber Rasmussen (1961). Cacat pengerasan pada bagian luar sortimen kayu (Case Hardening) merupakan hasil yang tidak dapat dielakkan dari tegangan pengeringan yang berasosiasi dengan pengerutan. Tegangan akan hadir saat kayu mengering secara tidak merata. Ada yang setuju tetapi ada pula yang tidak setuju ketika case hardening ini dikatagorikan sebagai cacat. Case hardening akan dilihat sebagai cacat atau bukan cacat, sangat bergantung pada penggunaan akhir bahan kayu yang telah mengering tersebut. Kayu gergajian yang telah mengalami case hardening akan sulit diproses dengan mesin. Case hardening dapat dihilangkan, sehingga sortimen kayu akan terbebas dari cacat ini. Cara pemulihannya dilakukan dengan menerapkan perlakuan pengkondisian (conditioning treatment) pada tahap akhir proses pengeringan ketika sortimen kayu tersebut masih dikeringkan dalam tanur pengering kompartemen Cacat yang Berhubungan dengan Penularan Jamur Universitas Gadjah Mada 12

13 Ada tiga bush cacat yang berkaitan dengan penularan atau serangan jamur, yaitu jamur noda kayu gubal, jamur pembusuk (decay) dan jamur pembuluk (mold). Semua cacat akibat serangan jamur ini, sebagaimana telah didiskusikan pada bagian awal, dapat terjadi selama berlangsungnya proses pengeringan dengan tanur, apabila kondisi suhu dan kelembaban udara dalam tanur pengering itu sesuai dengan habitat bagi pertumbuhan dan perkembangan jamur tersebut. Noda biru yang diakibatkan oleh jamur penoda kayu gubal (sap), yang oleh karena itu jamur ini lebih dikenal sebagai jamur penyebab noda biru, akan dikatagorikan sebagai cacat pada beberapa penggunaan kayu gergajian. Kayu gubal dari beberapa spesies kayu yang sangat rentan terhadapnya (Gambar 117). Cacat ini terjadi pada tahap awal proses pengeringan. Hal ini disebabkan oleh jamur yang pertumbuhannya tergantung pada tiga faktor, yaitu makanan, kelembaban udara dan suhu yang cocok, dapat menemukan kondisi yang sesuai dengan persyaratan pertumbuhannya. Apabila salah satu faktor tersebut tidak sesuai, maka noda itu tidak akan terjadi. Jamur tumbuh paling cepat antara suhu 75 F dan 85 F pada kayu yang memiliki kadar air 20% atau lebih. Noda sap dapat dikurangi secara subtansial dan seringkali dapat dihilangkan secara tuntas melalui pengeringan yang cepat terhadap kayu gergajian yang masih segar, baik pengeringan secara alami dengan sirkulasi udara yang cepat, atau pengeringan dengan tanur pada temperatur 150 F atau lebih. Bila kayu gergajian yang masih segar harus dikeringkan dalam tumpukan yang sulit dan sebelum dikeringkan tumpukan itu berada pada suatu kondisi yang kondusif bagi serangan atau penularan jamur penoda sap, maka kayu tersebut harus diperlakukan atau disemprot dengan cairan kimia beracun, yang sering disebut fungisida Cacat yang Berhubungan dengan Bahan Kimia di dalam Kayu Ekstraktif di dalam kayu mengalami perubahan kimia selama proses pengeringan yang mungkin menyebabkan perubahan warna pada permukaan kayu. Warna ini sering disebut sebagai noda kimiawi. Ekstraktif ini mengalir ke luar bersama dengan perpindahan air dari bagaian dalam kayu ke bagian permukaan kayu, karena ekstraktif tersebut melarut di dalam air. Apabila air menguap dari permukaan kayu, maka zat ekstraktif akan diendapkan pada permukaan kayu. Mekanisme inilah yang menyertai terbentuknya noda kimia pada permukaan kayu. Di samping itu, noda peda permukaan kayu juga berkait dengan adanya kandung resin atau damar pada kayu. Apabila damar yang ada tidak mengalami pengerasan di dalam saluran damar itu selama proses pengeringan kayu berlangsung, sehingga damar itu mengalir ke luar menuju ke permukaan kayu dan mengalami pengerasan pada permukaan tersebut, maka akan Universitas Gadjah Mada 13

14 mungkin akan menimbulkan kesulitan. Kesulitan itu timbul terutama pada produk-produk kayu yang akan diperlakukan permukaannya dengan penggunaan vernis dan cat serta perekat atau pengikat lainnya untuk melekatkan kayu. Noda biru merupakan noda yang terjadi pada banyak kayu jarum, terutama pada Pinus merkusii dan Pinus panderusa. Warna ini sangat bervariasi dari biru muda ke biru sangat gelap. Noda ini hanya mempengaruhi penampilan kayu, tetapi ticlak mempengaruhi kekuatan kayu. Noda biru dipercaya bahwa disebabkan oleh reaksi kimia yang berlangsung dalam ekstraktif larut dalam air yang kemudian terkonsentrasi dan didepositkan selama pengeringan. Noda ini mungkin berkembang di dalam sortimen kayu maupun pada permukaan sortimen tersebut. Perendaman kayu dalam air panas mungkin merupakan salah satu cara untuk menghilangkan beberapa noda. Meskipun demikian, pemasakan seperti ini juga memungkinkan untuk mendedah wilayah yang bernoda itu menjadi berwarna yang lebih gelap. Noda ini dapat dikurangi secara nyata melalui tiga cara. Pertama, setelah pohon ditebang, balak (log) yang dihasilkannya segera dipotong dan digergaji menjadi kayu gergajian dan proses itu yang dilakukan secepat mungkin, yakni tanpa ada waktu jeda terhadap aktifitas penebangan. Kedua, pengeringan kayu gergajian dilakukan sesegera mungkin, juga tanpa penundaan waktu dari aktifitas penggergajian. Ketiga, proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan temperatur suhu bola basah yang tidak melebihi dari 130 F, dan kelembaban relatif serendah mungkin tetapi masih dapat ditoleransi oleh bahan kayu tanpa menyebabkan retak ujung dan retak permukaan yang berlebihan, di samping itu juga mengatur suhu bola basah tidak melebihi 120 F selama proses pengeringan berlangsung. Noda pembekasan ganjal terjadi pada beberapa kayu selama proses pengeringannya, baik dengan pengeringan udara secara alami maupun dengan tanur pengering. Pewarnaan yang bervariasi dalam hal warna ini, mungkin terjadi pada permukaan atau bagian di bawah permukaan papan di bawah ganjal atau muncul sebagai coretan gelap yang sempit pada permukaan tepi ganjal. Kadang-kadang pewarnan bekas ganjal dapat dihilangkan dengan perlakuan permukaan atau pengampelasan. Pembekasan ganjal dipercaya sebagai hal yang berhubungan dengan konsentrasi substansi ekstraktif atau perubahan kimiawinya selama proses pengeringan. Meskipun anjuran untuk mencegahnya telah dikemukakan, tidak berarti bahwa perlindungan terhadap diskolorasi ini telah diketahui. Prosedur perlakuan tertentu akan menghilangkan penodaan karena ganjal. Hal ini meliputi penggunaan ganjal yang kering, dan ukurannya relatif sempit atau menggunakan ganjal yang beralur untuk mengurangi luasnya daerah kontak. Disamping itu, sikap untuk secepat mungkin memulai untuk mengeringkan kayu gergajian yang masih segar juga dianj urkan.. Universitas Gadjah Mada 14

15 Perubahan warna lainnya yang terjadi selama pengeringan terhadap beberapa spesies kayu muncul berasosiasi dengan gerakan kimia. Salah satu contoh adalah pemunculan warna merah muda pada kayu hickory, yaitu pewarnaan dengan warna merah muda yang tidak berefek terhadap kekuatan kayu, tempi dikategorikan sebagai cacat untuk beberapa penggunaan. Pemerah-mudaan dapat dilindungi penyebarannya dengan penggunaan skedul pengeringan khusus. Meskipun secara efektif dapat mengontrol diskolorasi, skedul khusus ini juga tidak efisien karena memperpanjang jangka waktu pengeringan secara signifikan. Bumbungan lunak (saluran damar) merupakan saluran resin atau kantong resin yang terdapat pada semua jenis pinus, Douglas fir, spruce dan western larch. Selama kayu ini mengalami proses pengeringan, beberapa substansi yang mudah menguap mengalami evaporasi di dalam kantong resin. Proses demikian akan menvebabkan pengerasan pada resin tersebut. Apabila bumbungan ini tidak mengeras sepenuhnya, maka sebagian resin akan menetes ke luar atau meluber menuju kepada permukaan kayu kitaka kayu tersebut berada pada penggunaan atau pemanfaatannya. Bumbungan dapat dipadatkan atau dikeraskan sepenuhnya dengan menggunakan temperatur160 F atau lebih pada proses pengeringannya. Daftar Pertanyaan 1. Uraian hubungan antara penampilan dan kualitas kayu 2. Jelaskan pengaruh suhu terhadap kekuatan kayu 3. Sebutkanlah berbagai cacat kayu yang terjadi selama proses pengeringan 4. Sebutkan berbagi cacat pengeringan yang berkaitan dengan pengerutan 5. Sebutkan berbagai cacat pengeringan yang berhubungan dengan penularan jamur 6. Sebutkan berbagai cacat pengeringan yang berhubungan dengan zat ekstraktif kayu Universitas Gadjah Mada 15

BAB 10 PERLAKUAN PARIPURNA, TEGANGAN PENGERINGAN DAN CASE HARDENING

BAB 10 PERLAKUAN PARIPURNA, TEGANGAN PENGERINGAN DAN CASE HARDENING BAB 10 PERLAKUAN PARIPURNA, TEGANGAN PENGERINGAN DAN CASE HARDENING Perlakuan paripurna adalah perlakuan yang dilaksanakan di dalam tanur pengering pada akhir proses pengeringan. Perlakuan ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 3 HUBUNGAN ANTARA KAYU DAN AIR: PENYUSUTAN KAYU

BAB 3 HUBUNGAN ANTARA KAYU DAN AIR: PENYUSUTAN KAYU BAB 3 HUBUNGAN ANTARA KAYU DAN AIR: PENYUSUTAN KAYU 3.1.Keterkaitan Antara Kondisi Kebasahan/Kekeringan Kayu dan Kandungan Air serta Kadar Air Dan uraian pada kuliah kedua minggu yang lalu, dipahami tentang

Lebih terperinci

BAB 8 CONTOH UJI MUATAN KAYU YANG DIKERINGKAN

BAB 8 CONTOH UJI MUATAN KAYU YANG DIKERINGKAN BAB 8 CONTOH UJI MUATAN KAYU YANG DIKERINGKAN 8.1. Fungsi Contoh Uji Bagan suhu dan kelembapan udara yang diterapkan di dalam tanur pengering berpengaruh terhadap tegangan pengeringan yang dialami oleh

Lebih terperinci

BAB 7 SKEDUL SUHU DAN KELEMBABAN

BAB 7 SKEDUL SUHU DAN KELEMBABAN BAB 7 SKEDUL SUHU DAN KELEMBABAN 7.1. Arti dan Tujuan Skedul suhu dan kelembaban merupakan istilah baru sebagai penyempurnaan terhadap istilah skedul pengeringan. Mengapa demikian Istilah skedul pengeringan

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PENGERINGAN DAN TEBAL KAYU TERHADAP KECEPATAN DAN CACAT PENGERINGAN KAYU TUSAM.

PENGARUH METODE PENGERINGAN DAN TEBAL KAYU TERHADAP KECEPATAN DAN CACAT PENGERINGAN KAYU TUSAM. PENGARUH METODE PENGERINGAN DAN TEBAL KAYU TERHADAP KECEPATAN DAN CACAT PENGERINGAN KAYU TUSAM. Yustinus Suranto, Riris Trideny Situmorang Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur, Yogyakarta.

Lebih terperinci

Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi

Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi Standar Nasional Indonesia Kayu gergajian Bagian 1: Istilah dan definisi ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

PENYUSUNAN SKEDUL SUHU DAN KELEMBABAN DASAR UNTUK PENGERINGAN KAYU BINUANG BERSORTIMEN 83 X 118 X 5000 MM DALAM TANUR PENGERING KONVENSIONAL

PENYUSUNAN SKEDUL SUHU DAN KELEMBABAN DASAR UNTUK PENGERINGAN KAYU BINUANG BERSORTIMEN 83 X 118 X 5000 MM DALAM TANUR PENGERING KONVENSIONAL PENYUSUNAN SKEDUL SUHU DAN KELEMBABAN DASAR UNTUK PENGERINGAN KAYU BINUANG BERSORTIMEN 83 X 118 X 5000 MM DALAM TANUR PENGERING KONVENSIONAL Yustinus Suranto Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan

Lebih terperinci

Kayu lapis Istilah dan definisi

Kayu lapis Istilah dan definisi Standar Nasional Indonesia Kayu lapis Istilah dan definisi (ISO 2074:2007, IDT) ICS 79.060.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Jenis kayu lapis...

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada 1

Universitas Gadjah Mada 1 I. Nama Mata Kuliah : Pengeringan Kayu II. Kode/SKS : KTT 350/ 2,1 III. Prasyarat : Anatomi dan Identifikasi Kayu KTT 210 Fisika Kayu KTT 220 Mekanika Kayu KTT 221 Kimia Kayu KTT 230 IV. Status Matakuliah

Lebih terperinci

BAB 2 HUBUNGAN AIR DAN KAYU: AIR DI DALAM KAYU

BAB 2 HUBUNGAN AIR DAN KAYU: AIR DI DALAM KAYU BAB 2 HUBUNGAN AIR DAN KAYU: AIR DI DALAM KAYU 2.1. Perspektif Hubungan Kayu dan Air Hubungan antara air dan kayu dapat dilihat dari dua perspektif atau dua sudut pandang. Sudut pandang pertama dilakukan

Lebih terperinci

BAGIAN II BAB 5 PENGERINGAN KAYU SECARA ALAMI

BAGIAN II BAB 5 PENGERINGAN KAYU SECARA ALAMI BAGIAN II BAB 5 PENGERINGAN KAYU SECARA ALAMI 5.1. Pengertian Pengeringan Alami Pengeringan alami atau disebut juga sebagai pengeringan udara adalah suatu sistem pengeringn kayu gergajian yang unsur-unsur

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN Pilihan suatu bahan bangunan tergantung dari sifat-sifat teknis, ekonomis, dan dari keindahan. Perlu suatu bahan diketahui sifat-sifat sepenuhnya. Sifat Utama

Lebih terperinci

BABII TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku

BABII TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku BABII TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang teori dari beberapa sumber buku seperti buku - buku laporan tugas akhir dan makalah seminar yang digunakan sebagai inspirasi untuk menyusun konsep penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan TINJAUAN PUSTAKA Papan Partikel Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan papan yang terbuat dari bahan berlignoselulosa yang dibuat dalam bentuk partikel dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri pengolahan kayu yang semakin berkembang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Industri pengolahan kayu yang semakin berkembang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri pengolahan kayu yang semakin berkembang menyebabkan ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan bahan baku kayu. Menurut Kementriaan Kehutanan (2014), data

Lebih terperinci

Mutu dan Ukuran kayu bangunan

Mutu dan Ukuran kayu bangunan Mutu dan Ukuran kayu bangunan 1. Ruang lingkup Standar ini meliputi definisi, istilah, penggolongan, syarat mutu, ukuran, syarat pengemasan, dan syarat penendaan kayu bangunan. 2. Definisi Kayu bangunan

Lebih terperinci

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL

ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL ANALISA EKONOMIS PERBANDINGAN KAPAL KAYU SISTEM LAMINASI DENGAN SISTEM KONVENSIONAL Syahrizal & Johny Custer Teknik Perkapalan Politeknik Bengkalis Jl. Bathin Alam, Sei-Alam, Bengkalis-Riau djalls@polbeng.ac.id

Lebih terperinci

MORFOLOGI DAN POTENSI. Bagian-Bagian Kayu - Kulit kayu - Kambium - Kayu gubal - Kayu teras - Hati - Lingkaran tahun - Jari-jari

MORFOLOGI DAN POTENSI. Bagian-Bagian Kayu - Kulit kayu - Kambium - Kayu gubal - Kayu teras - Hati - Lingkaran tahun - Jari-jari Kayu Definisi Suatu bahan yang diperoleh dari hasil pemungutan pohon-pohon di hutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut setelah diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

Spesifikasi kelas kekuatan kayu bangunan yang dipilah secara masinal

Spesifikasi kelas kekuatan kayu bangunan yang dipilah secara masinal Spesifikasi kelas kekuatan kayu bangunan yang dipilah secara masinal 1 Ruang lingkup Spesifikasi ini memuat ketentuan mengenai jenis, ukuran, persyaratan modulus elastisitas dan keteguhan lentur mutlak

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN FORMULASI SKEDUL SUHU DAN KELEMBABAN TERHADAP KARAKTER PENGERINGAN KAYU MERANTI MERAH BERSORTIMEN CASING

PENGARUH PENERAPAN FORMULASI SKEDUL SUHU DAN KELEMBABAN TERHADAP KARAKTER PENGERINGAN KAYU MERANTI MERAH BERSORTIMEN CASING PENGOLAHAN HASIL HUTAN PENGARUH PENERAPAN FORMULASI SKEDUL SUHU DAN KELEMBABAN TERHADAP KARAKTER PENGERINGAN KAYU MERANTI MERAH BERSORTIMEN CASING Yustinus Suranto 1 dan Taufik Haryanto 2 1 Dosen Jurusan

Lebih terperinci

PENGAWETAN KAYU. Eko Sri Haryanto, M.Sn

PENGAWETAN KAYU. Eko Sri Haryanto, M.Sn PENGAWETAN KAYU Eko Sri Haryanto, M.Sn PENGERTIAN Pengeringan kayu adalah suatu proses pengeluaran air dari dalam kayu hingga mencapai kadar air yang seimbang dengan lingkungan dimana kayu akan digunakan

Lebih terperinci

KAYU GERGAJIAN RIMBA

KAYU GERGAJIAN RIMBA Page 1 of 12 Standar Nasional Indonesia SNI 01-5008.1-1999/ Revisi SNI 01-0191-1987 KAYU GERGAJIAN RIMBA 1. Ruang lingkup Standar ini meliputi acuan, definisi, lambang dan singkatan, istilah, spesifikasi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 %

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 % TINJAUAN PUSTAKA Limbah Penggergajian Eko (2007) menyatakan bahwa limbah utama dari industri kayu adalah potongan - potongan kecil dan serpihan kayu dari hasil penggergajian serta debu dan serbuk gergaji.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan, [ TINJAUAN PUSTAKA Batang Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis yang berasal dari Nigeria (Afrika Barat). Tinggi kelapa sawit dapat mencapai 24 m sedangkan diameternya

Lebih terperinci

PROSES PENGAWETAN KAYU. 1. Persiapan Kayu untuk Diawetkan

PROSES PENGAWETAN KAYU. 1. Persiapan Kayu untuk Diawetkan PROSES PENGAWETAN KAYU 1. Persiapan Kayu untuk Diawetkan Tujuan dari persiapan kayu sebelum proses pengawetan adalah agar 1 ebih banyak atau lebih mudah bahan pengawet atau larutannya meresap ke dalam

Lebih terperinci

DIKTAT PENGERINGAN KAYU. Oleh: Efrida Basri

DIKTAT PENGERINGAN KAYU. Oleh: Efrida Basri 1 DIKTAT PENGERINGAN KAYU Oleh: Efrida Basri I. Konsep Dasar Pengeringan Kayu Pengeringan kayu adalah suatu proses pengeluaran air dari dalam kayu hingga mencapai kadar air yang seimbang dengan lingkungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kayu merupakan bahan alami yang bersifat higroskopis. Hal ini berarti kayu mempunyai kemampuan untuk menarik atau mengeluarkan air dari udara atau dari dalam tergantung pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kebutuhan kayu yang semakin meningkat membutuhkan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kebutuhan kayu yang semakin meningkat membutuhkan kenaikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kebutuhan kayu yang semakin meningkat membutuhkan kenaikan pasokan bahan baku, baik dari hutan alam maupun hutan tanaman. Namun, produksi kayu dari hutan alam menurun

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Berat Jenis dan Kerapatan Kayu Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara 0.2-1.28 kg/cm 3. Berat jenis kayu merupakan suatu petunjuk dalam menentukan kekuatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kolom lentur. Kolom merupakan elemen struktur yang menahan gaya aksial dan momen 2.1.1. Pengertian dan prinsip dasar kolom Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame)

Lebih terperinci

PENGERINGAN KAYU SECARA UMUM

PENGERINGAN KAYU SECARA UMUM KARYA TULIS PENGERINGAN KAYU SECARA UMUM Disusun Oleh: Tito Sucipto, S.Hut., M.Si. NIP. 19790221 200312 1 001 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 KATA PENGANTAR Puji

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah

Lebih terperinci

Kayu lapis dan papan blok bermuka kertas indah

Kayu lapis dan papan blok bermuka kertas indah Standar Nasional Indonesia Kayu lapis dan papan blok bermuka kertas indah ICS 79.060.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Bambu Tali. kayu dengan masa panen 3-6 tahun. Bahan berlignoselulosa pada umumnya dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Bambu Tali. kayu dengan masa panen 3-6 tahun. Bahan berlignoselulosa pada umumnya dapat TINJAUAN PUSTAKA Bambu Tali Bambu sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu yang memiliki kandungan lignoselulosa melimpah di Indonesia dan berpotensi besar untuk dijadikan sebagai bahan pengganti kayu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu

Lebih terperinci

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol., No., Juni 009 : 7 PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL THE INFLUENCE OF NATURAL AND ARTIFICIAL DRYING FOWORD THE

Lebih terperinci

V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN

V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN V. POLA DAN TEHNIK PEMBELAHAN Sebelum diuraikan mengenai pola dan tehnik pembelahan kayu bulat, terlebih dahulu akan diuraikan mengenai urut-urutan proses menggergaji, dan kayu bulat sampai menjadi kayu

Lebih terperinci

Kayu. Umum. TKS 4406 Material Technology I. (wood or timber)

Kayu. Umum. TKS 4406 Material Technology I. (wood or timber) TKS 4406 Material Technology I Kayu (wood or timber) Dr.Eng. Achfas Zacoeb, ST., MT. Department of Civil Engineering Faculty of Engineering University of Brawijaya Umum Kayu merupakan hasil hutan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan target luas lahan yang ditanam sebesar hektar (Atmosuseno,

BAB I PENDAHULUAN. dengan target luas lahan yang ditanam sebesar hektar (Atmosuseno, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sengon merupakan salah satu tanaman cepat tumbuh yang dipilih dalam program pembangunan hutan tanaman industri (HTI) karena memiliki produktivitas yang tinggi dengan

Lebih terperinci

KERAJINAN KAYU. Tujuan Pembelajaran Khusus

KERAJINAN KAYU. Tujuan Pembelajaran Khusus KERAJINAN KAYU Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mempelajari bahan ajar ini peserta diklat akandapat : 1. Menjelaskan bagian-bagian dari kayu 2. Menjelaskan sifat-sifat kayu 3. Menjelaskan cacat-cacat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Menurut Hadi (2004), klasifikasi botani kelapa sawit dapat diuraikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Familia Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida

Lebih terperinci

BAB 4 DASAR TEORI PROSES PENGERINGAN KAYU

BAB 4 DASAR TEORI PROSES PENGERINGAN KAYU BAB 4 DASAR TEORI PROSES PENGERINGAN KAYU 4.1. Konsep Pengeringan Kayu Pengeringan kayu merupakan suatu system yang melibatkan banyak unsur (elemen). Unsur-unsur itu dipadukan secara bersama-sama agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan akan banyak terjadi peristiwa yang bisa dialami oleh pohon yang

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan akan banyak terjadi peristiwa yang bisa dialami oleh pohon yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pertumbuhan tumbuhan berkayu/pohon tidak tertutup kemungkinan akan banyak terjadi peristiwa yang bisa dialami oleh pohon yang tumbuh secara normal. Salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerusakan hutan alam di Indonesia periode antara tahun 1985-1997 mencapai 1,6 juta ha setiap tahunnya. Pada periode antara tahun 1997-2000 kerusakan hutan mencapai rata-rata

Lebih terperinci

ANALISIS MUTU KAYU BENTUKAN (MOULDING) JATI (Tectona grandis L.f.) PADA INDUSTRI MOULDING DI KOTA KENDARI, SULAWESI TENGGARA

ANALISIS MUTU KAYU BENTUKAN (MOULDING) JATI (Tectona grandis L.f.) PADA INDUSTRI MOULDING DI KOTA KENDARI, SULAWESI TENGGARA ANALISIS MUTU KAYU BENTUKAN (MOULDING) JATI (Tectona grandis L.f.) PADA INDUSTRI MOULDING DI KOTA KENDARI, SULAWESI TENGGARA Makkarennu, Beta Putranto, Nurfina Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin,

Lebih terperinci

III. DASAR PERENCANAAN

III. DASAR PERENCANAAN III. DASAR PERENCANAAN Persamaan kekuatan secara umum dapat dituliskan seperti pada Persamaan 3.1, dimana F u adalah gaya maksimum yang diakibatkan oleh serangkaian sistem pembebanan dan disebut pula sebagai

Lebih terperinci

Kayu lapis untuk kapal dan perahu

Kayu lapis untuk kapal dan perahu Standar Nasional Indonesia Kayu lapis untuk kapal dan perahu ICS 79.060.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah, definisi,

Lebih terperinci

PENGGERGAJIAN KAYU. Oleh : Arif Nuryawan, S.Hut, M.Si NIP

PENGGERGAJIAN KAYU. Oleh : Arif Nuryawan, S.Hut, M.Si NIP KARYA TULIS PENGGERGAJIAN KAYU Oleh : Arif Nuryawan, S.Hut, M.Si NIP. 132 303 839 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN AGUSTUS 2008 Arif Nuryawan : Penggergajian Kayu,

Lebih terperinci

BAGIAN III BAB 6 PENGERINGAN DI DALAM TANUR PENGERING

BAGIAN III BAB 6 PENGERINGAN DI DALAM TANUR PENGERING BAGIAN III BAB 6 PENGERINGAN DI DALAM TANUR PENGERING 6.1.Variabilitas Metode Pengeringan Secara Rekayasa atau Buatan Di samping ada pengeringan secara alami, ada pula beberapa metode yang dapat digunakan

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR DAN SORTIMEN TERHADAP SIFAT PENGERINGAN KAYU Acacia auriculiformis PADA PENGERINGAN METODE RADIASI MATAHARI INTISARI

PENGARUH UMUR DAN SORTIMEN TERHADAP SIFAT PENGERINGAN KAYU Acacia auriculiformis PADA PENGERINGAN METODE RADIASI MATAHARI INTISARI C3 PENGARUH UMUR DAN SORTIMEN TERHADAP SIFAT PENGERINGAN KAYU Acacia auriculiformis PADA PENGERINGAN METODE RADIASI MATAHARI Oleh : Yustinus Suranto dan Sutjipto A.H. Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial

PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial PEMBAHASAN UMUM Perubahan Sifat-sifat Kayu Terdensifikasi secara Parsial Densifikasi parsial, baik kompresi maupun impregnasi, terbukti dapat meningkatkan sifat-sifat kayu Agatis maupun Mangium. Dari hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Data hasil pengujian sifat fisis kayu jabon disajikan pada Tabel 4 sementara itu untuk analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% ditampilkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat

BAB I PENDAHULUAN. jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu merupakan hasil sumber daya yang berasal dari hutan yang dapat di jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat dijadikan bahan baku

Lebih terperinci

SNI MUTU SIRAP DEWAN STANDARDISASI NASIONAL- DSN SNI UDC STANDAR NASIONAL INDONESIA

SNI MUTU SIRAP DEWAN STANDARDISASI NASIONAL- DSN SNI UDC STANDAR NASIONAL INDONESIA SNI STANDAR NASIONAL INDONESIA SNI 03-3529 - 1994 UDC 691.024.15.035.3 MUTU SIRAP DEWAN STANDARDISASI NASIONAL- DSN DAFTAR ISI Halaman 1. RUANG LINGKUP... 1 2. DEFiNISI... 1 3. ISTILAH... 1 4. KLASIFIKAS1...

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Hutan Tanaman Industri setelah pinus. Ekaliptus merupakan tanaman eksotik

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Hutan Tanaman Industri setelah pinus. Ekaliptus merupakan tanaman eksotik TINJAUAN PUSTAKA Ekaliptus Tanaman ekaliptus mempunyai sistematika sebagai berikut: Division Sub Divisio Class Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospoermae : Dicotyledone : Myrtiflorae : Myrtaceae

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix INTISARI... x BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tampilan Kayu Pemadatan kayu menghasilkan warna yang berbeda dengan warna aslinya, dimana warnanya menjadi sedikit lebih gelap sebagai akibat dari pengaruh suhu pengeringan

Lebih terperinci

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI Standar Nasional Indonesia Papan partikel ICS 79.060.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Klasifikasi...

Lebih terperinci

(trees). Terdapat perbedaan pengertian antara pohon dan tanam-tanaman

(trees). Terdapat perbedaan pengertian antara pohon dan tanam-tanaman DASAR-DASAR STRUKTUR KAYU A. MENGENAL KAYU 1. Pengertian kayu Kayu adalah bahan yang kita dapatkan dari tumbuh-tumbuhan (dalam) alam dan termasuk vegetasi hutan. Tumbuh-tumbuhan yang dimaksud disini adalah

Lebih terperinci

Penyelidikan Kuat Tekan Komposit Polimer yang Diperkuat Serbuk Kayu Sebagai Bahan Baku Konstruksi Kapal Kayu

Penyelidikan Kuat Tekan Komposit Polimer yang Diperkuat Serbuk Kayu Sebagai Bahan Baku Konstruksi Kapal Kayu 25 Penyelidikan Kuat Tekan Komposit Polimer yang Diperkuat Serbuk Kayu Sebagai Bahan Baku Konstruksi Kapal Kayu Suhardiman, Asroni Mukhlis Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Bengkalis E-mail : Suhardiman@polbeng

Lebih terperinci

PENGARUH PENYUSUNAN DAN JUMLAH LAPISAN VINIR TERHADAP STABILITAS DIMENSI KAYU LAPIS (PLYWOOD)

PENGARUH PENYUSUNAN DAN JUMLAH LAPISAN VINIR TERHADAP STABILITAS DIMENSI KAYU LAPIS (PLYWOOD) PENGARUH PENYUSUNAN DAN JUMLAH LAPISAN VINIR ERHADAP SABILIAS DIMENSI KAYU LAPIS (PLYWOOD) Oleh Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si UNIVERSIAS SUMAERA UARA MEDAN 2008 DAFAR ISI Halaman Kata Pengantar.. i Daftar

Lebih terperinci

KAYU LAPIS DAN PAPAN BLOK PENGGUNAAN UMUM

KAYU LAPIS DAN PAPAN BLOK PENGGUNAAN UMUM Page 1 of 13 1. Ruang lingkup Standar Nasional Indonesia SNI 01-5008.2-1999/ Revisi SNI 01-2704-1992 KAYU LAPIS DAN PAPAN BLOK PENGGUNAAN UMUM Standar ini meliputi acuan, definisi, lambang dan singkatan,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil identifikasi herbarium yang dilakukan mempertegas bahwa ketiga jenis kayu yang diteliti adalah benar burmanii Blume, C. parthenoxylon Meissn., dan C. subavenium Miq. 4.1

Lebih terperinci

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR Pendahuluan POKOK BAHASAN 1 PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR Struktur bangunan adalah bagian dari sebuah sistem bangunan yang bekerja untuk menyalurkan beban yang diakibatkan oleh adanya bangunan

Lebih terperinci

Melalui sedikit kelebihan gas dalam api dapat dicegah terjadinya suatu penyerapan arang (jika memang dikehendaki) dicapai sedikit penambahan

Melalui sedikit kelebihan gas dalam api dapat dicegah terjadinya suatu penyerapan arang (jika memang dikehendaki) dicapai sedikit penambahan Flame Hardening Flame hardening atau pengerasan dengan nyala api terbuka adalah pengerasan yang dilakukan dengan memanaskan benda kerja pada nyala api. Nyala api tersebut dapat menggunakan Elpiji + Udara

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan tarik double shear balok kayu pelat baja menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran tertentu ini dilakukan selama kurang lebih

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR NASIONAL Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) XIV

PROSIDING SEMINAR NASIONAL Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) XIV PENYUSUNAN SKEDUL SUHU DAN KELEMBABAN SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN KAYU. (Studi Kasus Pengeringan Kayu Nyatoh Bersortimen 5,3 cm x 20,2 cm x 500 cm) Yustinus Suranto Jurusan Teknologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan TINJAUAN PUSTAKA A. Papan Partikel A.1. Definisi papan partikel Kayu komposit merupakan kayu yang biasa digunakan dalam penggunaan perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar,

Lebih terperinci

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM Materi ini membahas tentang pembuatan besi tuang dan besi tempa. Tujuan instruksional khusus yang ingin dicapai adalah (1) Menjelaskan peranan teknik pengecoran dalam perkembangan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. bahan pangan yang siap untuk dikonsumsi. Pengupasan memiliki tujuan yang

BAB II DASAR TEORI. bahan pangan yang siap untuk dikonsumsi. Pengupasan memiliki tujuan yang BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Pengupasan Pengupasan merupakan pra-proses dalam pengolahan agar didapatkan bahan pangan yang siap untuk dikonsumsi. Pengupasan memiliki tujuan yang sangat penting,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PENGARUH PERUBAHAN TEMPERATUR PENGERING TERHADAP KUALITAS KAYU SUREN, SENGON, DAN MAHONI

TUGAS AKHIR PENGARUH PERUBAHAN TEMPERATUR PENGERING TERHADAP KUALITAS KAYU SUREN, SENGON, DAN MAHONI TUGAS AKHIR PENGARUH PERUBAHAN TEMPERATUR PENGERING TERHADAP KUALITAS KAYU SUREN, SENGON, DAN MAHONI Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

Kayu gergajian daun lebar Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan

Kayu gergajian daun lebar Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan Standar Nasional Indonesia Kayu gergajian daun lebar Bagian 1: Klasifikasi, persyaratan dan penandaan ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan. Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi

Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan. Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi Laporan Penelitian sifat-sifat fisika dan mekanika kayu Glugu dan Sengon kawasan Merapi dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi masyarakat Merapi pasca letusan Merapi 21 Disusun oleh: Ali Awaludin,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. sangat penting, yaitu untuk menghilangkan kulit atau penutup luar buah atau

BAB II DASAR TEORI. sangat penting, yaitu untuk menghilangkan kulit atau penutup luar buah atau BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Pengupasan Pengupasan merupakan pra-proses dalam pengolahan agar didapatkan bahan panganyang siap untuk dikonsumsi. Pengupasan memiliki tujuan yang sangat penting,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tandan Kosong Sawit Jumlah produksi kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2010 mencapai 21.958.120 ton dan pada tahun 2011 mencapai

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG Oleh Iwan Risnasari, S.Hut, M.Si UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Iwan Risnasari : Kajian

Lebih terperinci

MATERI/MODUL MATA PRAKTIKUM

MATERI/MODUL MATA PRAKTIKUM PENGUJIAN KAYU 6.1. Umum Kayu merupakan salah satu elemen konstruksi yang mudah di dapat dan tersedia dalam jumlah yang relatif banyak. Kekuatan kayu untuk menahan gaya tarik, desak maupun geser yang cukup

Lebih terperinci

Pemanfaatan Limbah Kayu Kelapa dari CV. UNIQUE Furniture Cibarusah Kab. Bekasi Sebagai Wadah Alat Tulis Modular

Pemanfaatan Limbah Kayu Kelapa dari CV. UNIQUE Furniture Cibarusah Kab. Bekasi Sebagai Wadah Alat Tulis Modular Pemanfaatan Limbah Kayu Kelapa dari CV. UNIQUE Furniture Cibarusah Kab. Bekasi Sebagai Wadah Alat Tulis Modular Iyus Susila 1,*, Fakhri Huseini 1 1 Institut Teknologi dan Sains Bandung, Deltamas, Bekasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Steam merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dari teknologi modern. Tanpa steam, maka industri makanan kita, tekstil, bahan kimia, bahan kedokteran,daya, pemanasan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Djapilus dan Suhaendi (1978) dalam Utomo (2008) E. urophylla

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Djapilus dan Suhaendi (1978) dalam Utomo (2008) E. urophylla TINJAUAN PUSTAKA Kayu Eucalyptus urophylla Menurut Djapilus dan Suhaendi (1978) dalam Utomo (2008) E. urophylla termasuk dalam famili Myrtaceae, terdiri atas 500 jenis dan 138 varietas. Pohon ekaliptus

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung. 22 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Sifat Anatomi Bambu 4.1.1 Bentuk Batang Bambu Bambu memiliki bentuk batang yang tidak silindris. Selain itu, bambu juga memiliki buku (node) yang memisahkan antara 2 ruas (internode).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Cinnamomum burmanii. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna

TINJAUAN PUSTAKA. : Cinnamomum burmanii. Panjangnya sekitar 9-12 cm dan lebar 3,4-5,4 cm, tergantung jenisnya. Warna TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kayu Manis berikut : Sistematika kayu manis menurut Rismunandar dan Paimin (2001), sebagai Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Sub kelas Ordo Family Genus Spesies : Plantae : Gymnospermae

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

PEMBUATAN PETI/PALKA BERINSULASI

PEMBUATAN PETI/PALKA BERINSULASI PEMBUATAN PETI/PALKA BERINSULASI BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN INSTALASI PENELITIAN DAN PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAKARTA 1997 / 1998 KATA PENGANTAR Upaya para nelayan dalam mempertahankan

Lebih terperinci

SIFAT DAN JADWAL PENGERINGAN BEBERAPA JENIS. Pterocarpus indicus, dan Maesopsis eminii) DIAN AGUS NUR IRAWAN

SIFAT DAN JADWAL PENGERINGAN BEBERAPA JENIS. Pterocarpus indicus, dan Maesopsis eminii) DIAN AGUS NUR IRAWAN SIFAT DAN JADWAL PENGERINGAN BEBERAPA JENIS KAYU HUTAN RAKYAT (Acacia mangium, Albizia falcataria, Pterocarpus indicus, dan Maesopsis eminii) DIAN AGUS NUR IRAWAN DEPARTEMEN HASIL HUTAN ii FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

Bambu lamina penggunaan umum

Bambu lamina penggunaan umum Standar Nasional Indonesia Bambu lamina penggunaan umum ICS 79.060.01 Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

PENGOLAHAN KAYU (WOOD PROCESSING) Abdurachman. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan

PENGOLAHAN KAYU (WOOD PROCESSING) Abdurachman. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan PENGOLAHAN KAYU (WOOD PROCESSING) Abdurachman Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Jl. Gunung Batu No. 5. Bogor 16610. Telp/fax : 0251 8633378/0251 86333413

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Tabel 1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian. Asal Tempat Tumbuh. Nama Daerah Setempat

III. METODOLOGI. Tabel 1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian. Asal Tempat Tumbuh. Nama Daerah Setempat III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung dari bulan Pebruari hingga Juni 2009. Identifikasi herbarium dilakukan di Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor, sementara pengamatan

Lebih terperinci

KAJIAN TEKNIS OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH BATANG SAWIT UNTUK BAHAN BANGUNAN DAN MEBEL

KAJIAN TEKNIS OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH BATANG SAWIT UNTUK BAHAN BANGUNAN DAN MEBEL KAJIAN TEKNIS OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH BATANG SAWIT UNTUK BAHAN BANGUNAN DAN MEBEL Fakhri, Syafruddin SH. Hasibuan, Yenita Morena Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Riau Email fakhri@unri.ac.id

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Alat-alat Pembantu Untuk Meningkatkan Produksi Pada Mesin. dan kecepatannya sayatnya setinggi-tingginya.

BAB II LANDASAN TEORI Alat-alat Pembantu Untuk Meningkatkan Produksi Pada Mesin. dan kecepatannya sayatnya setinggi-tingginya. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Alat-alat Pembantu Untuk Meningkatkan Produksi Pada Mesin 2.1.1. Bubut Senter Untuk meningkatkan produksi, pada tahap pertama kita akan berusaha memperpendek waktu utama. Hal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel CLT, dan pengujian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi 2) Manfaat dan Keunggulan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi 2) Manfaat dan Keunggulan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi Cross laminated timber (CLT) merupakan salah satu produk kayu rekayasa yang dibentuk dengan cara menyusun sejumlah lapisan kayu yang

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN November 2008

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN November 2008 KARYA TULIS PENGERINGAN KAYU Oleh : ARIF NURYAWAN, S.Hut, M.Si NIP. 132 303 839 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN November 2008 Arif Nuryawan : Pengeringan Kayu,

Lebih terperinci

MEMAHAMI ANTIKLINAL DAN PERIKLINAL DALAM PROSES PERTUMBUHAN POHON DAN KUALITAS KAYU MUHDI

MEMAHAMI ANTIKLINAL DAN PERIKLINAL DALAM PROSES PERTUMBUHAN POHON DAN KUALITAS KAYU MUHDI MEMAHAMI ANTIKLINAL DAN PERIKLINAL DALAM PROSES PERTUMBUHAN POHON DAN KUALITAS KAYU MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Antiklinal adalah tahapan pembelahan

Lebih terperinci

Kayu bundar Bagian 1: Istilah dan definisi

Kayu bundar Bagian 1: Istilah dan definisi SNI 7533.1:2010 Standar Nasional Indonesia Kayu bundar Bagian 1: Istilah dan definisi ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional SNI 7533.1:2010 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...i 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

MESIN PENGGURDI DAN PENGEBOR

MESIN PENGGURDI DAN PENGEBOR Presentasi Proses Produksi 2 MESIN PENGGURDI DAN PENGEBOR MESIN PENGGURDIAN Mesin Penggurdian adalah membuat lobang dalam sebuah obyek dengan menekankan sebuah gurdi berputar kepadanya. Hal yang sama dapat

Lebih terperinci

Kayu gergajian daun lebar Bagian 2: Cara uji

Kayu gergajian daun lebar Bagian 2: Cara uji Standar Nasional Indonesia Kayu gergajian daun lebar Bagian 2: Cara uji ICS 79.040 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

KAYU LAMINASI DAN PAPAN SAMBUNG

KAYU LAMINASI DAN PAPAN SAMBUNG KARYA TULIS KAYU LAMINASI DAN PAPAN SAMBUNG Disusun Oleh: Tito Sucipto, S.Hut., M.Si. NIP. 19790221 200312 1 001 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 KATA PENGANTAR Puji

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pekerjaan persiapan berupa Bahan bangunan merupakan elemen

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pekerjaan persiapan berupa Bahan bangunan merupakan elemen BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN 5.1 Pekerjaan Persiapan Pekerjaan persiapan berupa Bahan bangunan merupakan elemen terpenting dari suatu proyek pembangunan, karena kumpulan berbagai macam material itulah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenis pohon, tempat tumbuh, dan iklim tempat tumbuh menghasilkan pohon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenis pohon, tempat tumbuh, dan iklim tempat tumbuh menghasilkan pohon BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LATAR BELAKANG Kayu adalah suatu bahan yang dihasilkan oleh pohon pohonan. Perbedaan jenis pohon, tempat tumbuh, dan iklim tempat tumbuh menghasilkan pohon pohonan yang sangat

Lebih terperinci