BAB I PENDAHULUAN. dengan target luas lahan yang ditanam sebesar hektar (Atmosuseno,

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sengon merupakan salah satu tanaman cepat tumbuh yang dipilih dalam program pembangunan hutan tanaman industri (HTI) karena memiliki produktivitas yang tinggi dengan daur yang pendek dan mampu menghasilkan kayu bulat sebanyak 372 m 3 /ha pada umur 6 tahun (Atmasuseno, 1994). Oleh karena itu, sejak tahun 1989 di Indonesia telah dilakukan program sengonisasi dengan target luas lahan yang ditanam sebesar hektar (Atmosuseno, 1994). Dengan adanya program tersebut, kebutuhan kayu pada industri pengolahan kayu diharapkan dapat terpenuhi. Sengon yang termasuk dalam famili fabaceae dapat tumbuh mulai dari pantai hingga ketinggian 1600 m dpl pada daerah dengan iklim sekitar 18-27ºC, kelembaban 50% - 75% dan curah hujan per tahun sekitar mm (Krisnawati et al., 2011). Sengon juga memiliki beberapa kelebihan diantaranya mampu tumbuh delapan meter per tahun dalam tahun pertama penanaman, dengan tinggi pohon maksimum 40 meter, tinggi batang bebas cabang meter, diameter mencapai 80 cm dan riap tumbuh rata-rata ±4 cm/tahun (LBN-LIPI, 1980). Pohon ini juga merupakan pohon serba guna karena semua bagian tanamannya dapat dimanfaatkan. Daun sengon dapat dimanfatkan sebagai pakan ternak, akar sengon mampu membuat tanah menjadi lebih subur dan tahan terhadap erosi (Hidayat, 2002). Kulit batang dapat digunakan sebagai bahan penyamak dan sabun (Dephut, 2008). Kayu sengon dapat dimanfaatkan menjadi 1

2 berbagai macam produk kayu olahan seperti konstruksi ringan, mebel ringan, kerajinan, kotak cerutu, korek api, alat musik, kayu lapis, papan partikel, pulp dan kertas serta yang lainnya (Soerianegara dan Lemmens, 1993). Tanaman cepat tumbuh seperti sengon ini memiliki kelemahan yaitu mengalami kayu tarik dengan persentase yang besar dan penyebaran yang luas (Nurcahyo, 2006). Kartal dan Lebow (2000) menyatakan bahwa di bawah kondisi-kondisi lingkungan yang kurang baik, tanaman perkebunan dan kehutanan dapat berisi sebanyak 40% kayu reaksi. Bahkan dalam suatu tegakan yang dipelihara dengan baik sekalipun, tidak akan ada pohon yang bebas dari kayu reaksi. Kayu reaksi adalah kayu yang mengalami pertumbuhan menyimpang dari pertumbuhan normalnya atau mengalami abnormalitas (Tsoumis, 1991). Bentuk abnormalitas pertumbuhan tersebut dapat berupa pertumbuhan batang yang miring atau bengkok yang biasanya diakibatkan oleh faktor alam seperti angin, tanah longsor, banjir, dan erupsi gunung berapi (Nugroho et al., 2012a). Salah satu jenis kayu reaksi adalah kayu tarik. Kayu tarik merupakan kayu reaksi yang terjadi pada tanaman dari kelompok kayu daun lebar yang dibentuk pada sisi atas batang atau cabang yang miring atau bengkok dan memiliki sifat berbeda dengan kayu normal. Perbedaan sifat fisika antara kayu tarik dan kayu normal yaitu kadar air kayu tarik lebih rendah dibanding kayu normal (Nurcahyo, 2006), sedangkan berat jenis, kerapatan dan penyusutan longitudinal kayu tarik lebih tinggi 2

3 dibanding kayu normal (Haygreen dan Bowyer, 1989). Secara anatomi, pada kayu tarik terdapat lapisan gelatin yang terdapat di dalam sel serabut (Nugroho, 2012a). Selain itu, kayu tarik memiliki serat lebih panjang, bisa lebih pendek atau sama dengan kayu normal, tergantung dari spesiesnya (Dadswell and Wardrop, 1955). Sedangkan perbedaan sifat kimianya yaitu kayu tarik jenis Populus sp. memiliki kandungan selulosa yang lebih tinggi dan lignin yang lebih rendah dibanding kayu normal (Fagerstedt et al., 2014). Secara makroskopis, kayu tarik memiliki ciri-ciri yaitu letak empulurnya tidak berada di tengah batang, melainkan mengalami pergeseran lebih dekat ke sisi bawah batang yang menyebabkan menjadi eksentrik. Hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas kayu dan dapat menimbulkan masalah dalam pemanfaatannya (Nurcahyo, 2006). Keberadaan kayu reaksi ini seringkali dianggap sebagai cacat dalam pengolahan kayu (Mokugawa, 2008). Dalam industri penggergajian, keberadaan kayu reaksi menyebabkan sulitnya memperoleh sortimen pada arah pemotongan radial yang memiliki kestabilan dimensi lebih baik dibanding tangensial (Coutand et al., 2004). Haygreen dan Bowyer (1989) juga menyatakan bahwa kayu tarik akan menghasilkan permukaan kayu yang keriting saat penggergajian atau pengetaman, terlebih apabila pengolahannya dalam kondisi segar. Dalam pengeringan kayu, kayu tarik memiliki kemungkinan cacat yang lebih besar dibandingkan kayu normal karena memiliki penyusutan longitudinal yang lebih besar. Namun salah satu sisi positif dari kayu tarik ini yaitu cocok diolah menjadi pulp karena memberikan hasil pulp yang tinggi yang 3

4 disebabkan oleh kandungan selulosa yang tinggi dan lignin yang rendah (Haygreen dan Bowyer, 1989). Berdasarkan penjelasan di atas, keberadaan kayu reaksi seperti kayu tarik sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat kayu yang terbentuk dan cenderung berdampak negatif saat kayu tersebut diolah menjadi produk-produk kayu solid. Oleh karena itu, keberadaan kayu reaksi seperti kayu tarik sangat dihindari dan tidak diinginkan dalam pengolahan kayu solid karena akan mengurangi kualitas produk yang dihasilkan. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi pembentukan kayu tarik adalah sudut kemiringan batang. Menurut Tsoumis (1991), perpindahan batang sekecil 2º dari posisi normalnya dalam jangka waktu 24 jam atau kurang dapat memproduksi jaringan kayu tarik. Besarnya proporsi kayu tarik tergantung pada besar derajat kemiringan batang (Haygreen dan Bowyer, 1989). Dari penelitian yang dilakukan oleh Reghu (1983) dapat diketahui bahwa pada semai Azadirachta indica, pada kemiringan batang sebesar 45 o memberikan rangsangan maksimum terhadap pembentukan kayu tarik. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan Onaka (1949), pembentukan kayu tarik akan terjadi secara maksimum pada rangsangan gravitropisme dengan sudut 90 o dari arah vertikalnya. Respon tanaman untuk kembali ke posisi vertikal/normalnya dapat terlihat dari besarnya derajat pemulihan batang. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2014) dan Tampubolon (2015) menyatakan bahwa semai nangka yang diberi perlakuan sudut kemiringan batang 45 o dan 90 o memiliki derajat pemulihan 4

5 batang yang berbeda, dimana pada sudut kemiringan batang 45 o memiliki derajat pemulihan batang yang lebih besar dibanding sudut kemiringan 90 o. Faktor lain yang dapat mempengaruhi pembentukan kayu tarik adalah letak aksial. Masing-masing letak aksial kayu memiliki beban gravitasi yang berbeda, oleh karena itu pola pembentukan kayu tarik yang dihasilkan juga akan berbeda-beda (Almeras et al. 2009). Demikian pula pada struktur anatominya juga akan berbeda karena variasi sifat kayu dapat terjadi pada arah vertikal batang. Menurut Tsoumis (1976), semakin besar tekanan terhadap posisi vertikal batang, akan mendorong pertumbuhan kayu tarik yang semakin besar. Penelitian kayu tarik pada spesies cepat tumbuh seperti sengon masih minim sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap kayu tarik sengon. Penelitian ini terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kayu tarik, mengetahui kemampuan batang untuk kembali ke posisi normalnya dan sifat anatomi kayu tarik tersebut. Sifat anatomi kayu perlu dipelajari dengan sebaikbaiknya agar pemanfaatan kayu dapat optimal sesuai dengan sifat-sifat kayunya, sehingga produk kayu yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik. Selain itu, dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kayu tarik terutama saat semai, maka dapat dilakukan usaha preventif yang sedini mungkin untuk mengurangi pembentukan kayu tarik, sehingga saat tanaman telah dewasa dapat diperoleh kualitas kayu yang lebih baik. 5

6 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui pengaruh sudut kemiringan batang terhadap besarnya derajat pemulihan batang semai sengon (Falcataria moluccana). 2. Mengetahui pengaruh sudut kemiringan dan letak aksial batang terhadap lebar zona kayu tarik dan g-layer yang terbentuk pada semai sengon (Falcataria moluccana). 3. Mengetahui pengaruh sudut kemiringan batang dan letak aksial batang terhadap struktur anatomi semai sengon (Falcataria moluccana) pada posisi kayu tarik, kayu opposite dan kayu normal Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru mengenai sifat-sifat anatomi kayu tarik pada spesies baru yang diujikan yaitu semai sengon (Falcataria moluccana), mengetahui apakah sudut kemiringan batang dan letak aksial mempengaruhi pembentukan kayu tarik pada semai sengon dan mengetahui kemampuan batang untuk kembali ke posisi normalnya. 6