PENAMBAHAN ASAM SITRAT PADA PEMBUATAN TEPUNG PUTIH TELUR ITIK TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENAMBAHAN ASAM SITRAT PADA PEMBUATAN TEPUNG PUTIH TELUR ITIK TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE SKRIPSI"

Transkripsi

1 PENAMBAHAN ASAM SITRAT PADA PEMBUATAN TEPUNG PUTIH TELUR ITIK TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE SKRIPSI DIAN APRIANDINI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

2 ABSTRACT Citric Acid Adding in the Making of the Albumen Powder to Physical and Organoleptycal Characteristic of Angel Food Cake Apriandini, D., N. Ulupi, and Rukmiasih This research was conducted to investigate physical and organoleptycal characteristic of angel food cake from duck albumen powder with different concentration of citric acid adding in the making of the albumen powder. The different concentration of citric acid was 0; 6.1 and 9.6%. The observed variables were porosity, developing ratio, specific volume, tenderness, and hedonic. The experimental design was randomized complete block design. Developing ratio, specific volume, and tenderness was analyzed using analysis of variance which was followed by the Duncan s test for any significant result. Porosity and hedonic test was analyzed using descriptive analysis. The result showed that citric acid adding in making of duck albumen powder very significantly (P<0,01) affect developing ratio, specific volume, and tenderness. Panellist test result porosity of angel food cake with citric acid adding 6.1 and 9.6% in the making of the albumen powder were bigger than 0%. Colour, taste, texture, and appearance of angel food cake with citric acid adding 6.1 and 9.6% in the making of the albumen powder were liked by panellists. Aroma angel food cake with citric acid adding 9.6% in the making of the albumen powder were preference by panellists. Keywords: citric acid, duck albumen powder, angel food cake

3 RINGKASAN DIAN APRIANDINI. D Penambahan Asam Sitrat pada Pembuatan Tepung Putih Telur Itik terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Angel Food Cake. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Niken Ulupi, MS Pembimbing Anggota : Ir. Rukmiasih, MS Telur itik adalah telur yang lazim dikonsumsi selain telur ayam. Telur merupakan salah satu bahan pangan yang mudah rusak. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mencegah penurunan kualitas, salah satunya adalah pengawetan. Bentuk pengawetan pada telur itik yang sudah dikenal masyarakat adalah dengan membuat olahan dalam bentuk telur asin. Bentuk pengawetan lain pada telur itik masih belum banyak dilakukan. Pengeringan adalah salah satu metode pengawetan yang dapat memperpanjang masa simpan produk yang dikeringkan, namun diharapkan tidak menurunkan daya gunanya. Pemanasan yang berlebihan dan penghilangan air dapat menurunkan daya guna protein putih telur, antara lain daya buih putih telur. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa asam sitrat sebesar 0,8% dapat meningkatkan daya buih putih telur itik, oleh karena itu penelitian ini menggunakan asam sitrat sebagai perlakuan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh penambahan asam sitrat pada pembuatan tepung putih telur itik terhadap sifat fisik dan organoleptik angel food cake. Angel food cake adalah cake yang umum digunakan untuk menilai daya buih putih telur. Penelitian dilakukan pada bulan Juli-Agustus Penelitian diawali dengan pengeringan putih telur itik dengan metode pengeringan lapis. Putih telur melalui proses pasteurisasi dan desugarisasi kemudian dikeringkan dalam oven. Tepung putih telur yang dihasilkan menjadi bahan dasar pada pembuatan angel food cake. Rancangan percobaan yang yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga perlakuan penambahan asam sitrat (0; 6,1 dan 9,6%) dan tiga kelompok periode pembuatan tepung putih telur itik. Peubah yang diamati adalah sifat fisik yang meliputi porositas, nisbah pengembangan, volume spesifik dan keempukan serta tingkat kesukaan. Data nisbah pengembangan, volume spesifik dan keempukan dianalisis ragam dan Uji Duncan. Data porositas dan tingkat kesukaan diolah secara deskriptif. Hasil menunjukkan penambahan asam sitrat pada pembuatan tepung putih telur itik sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi nisbah pengembangan, volume spesifik dan keempukan angel food cake. Penilaian porositas angel food cake hasil skoring 16 panelis agak terlatih dengan penambahan asam sitrat 0; 6,1 dan 9,6% pada pembuatan tepung putih telurnya adalah 3,25±0,66 (sedang); 3,77±0,26 (agak besar) dan 4,15±0,69 (agak besar). Tingkat kesukaan angel food cake yang terbuat dari tepung putih telur yang ditambahi asam sitrat 9,6% disukai oleh panelis pada semua kriteria penilaian yaitu penampakan umum, warna, rasa, aroma dan tekstur.. Kata-kata kunci : telur itik, tepung telur, angel food cake, asam sitrat

4 PENAMBAHAN ASAM SITRAT PADA PEMBUATAN TEPUNG PUTIH TELUR ITIK TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE Oleh DIAN APRIANDINI D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 6 Juli 2007 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Ir. Niken Ulupi, MS Ir. Rukmiasih, MS Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, MRur.Sc NIP

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 8 April 1984 di Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Udjang Surachman Nw. dan Ibu Yurefnizal. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SDN Batutulis 2 Bogor, pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SMPN 4 Bogor dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMUN 1 Bogor. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun Beasiswa yang pernah diterima oleh penulis adalah PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) dan BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa). Penulis pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak.

6 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan sehingga skripsi yang berjudul Penambahan Asam Sitrat pada Pembuatan Tepung Putih Telur Itik terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Angel Food Cake dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dan organoleptik angel food cake yang dibuat dari tepung putih telur itik. Proses pengeringan diharapkan dapat menjadi pilihan metode pengawetan telur, namun pengeringan dapat menurunkan sifat fungsional putih telur. Hal yang diamati dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh manipulasi ph sebelum pengeringan terhadap sifat fungsional putih telur khususnya daya dan kestabilan buih. Sifat ini dapat terlihat pada produk angel food cake. Penulis menyampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Juli 2007 Penulis

7 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... i ABSTRACT... ii RIWAYAT HIDUP... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Telur Itik... 3 Protein Putih Telur... 3 Daya dan Kestabilan Buih... 5 Pengeringan Putih Telur... 6 Penambahan Asam... 6 Pasteurisasi... 6 Desugarisasi... 7 Pengeringan... 8 Angel Food Cake... 8 Bahan-bahan... 9 Pembuatan Angel Food Cake Karamelisasi METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Peubah yang Diamati Analisis Data Prosedur Penelitian Pendahuluan Penelitian Utama HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian Utama... 22

8 Porositas Angel Food Cake Nisbah Pengembangan Angel Food Cake Volume Spesifik Angel Food Cake Keempukan Angel Food Cake Tingkat Kesukaan Angel Food Cake KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi

9 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Protein dalam Putih Telur Itik Formula Bahan dalam Pembuatan Angel Food Cake Penambahan Asam Sitrat pada Pembuatan Tepung Putih Telur Itik Daya Buih dan Persentase Kestabilan Buih Tepung Putih Telur Itik Porositas Angel Food Cake Nisbah Pengembangan Angel Food Cake dengan Penambahan Asam Sitrat yang Berbeda pada Pembuatan Tepung Putih Telurnya Volume Spesifik Angel Food Cake dengan Penambahan Asam Sitrat yang Berbeda pada Pembuatan Tepung Putih Telurnya Keempukan Angel Food Cake dengan Penambahan Asam Sitrat yang Berbeda pada Pembuatan Tepung Putih Telurnya Tingkat Kesukaan Angel Food Cake... 26

10 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Tahapan Proses Pembuatan Tepung Putih Telur Tahapan Proses Pembuatan Angel Food Cake Tahapan Prosedur Penelitian Pendahuluan dan Utama... 20

11 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Contoh Form Uji Skoring Contoh Form Uji Hedonik Hasil Analisis Ragam Nisbah Pengembangan Angel Food Cake Hasil Analisis Ragam Volume Spesifik Angel Food Cake Hasil Analisis Ragam Keempukan Angel Food Cake Hasil Uji Duncan Nisbah Pengembangan Angel Food Cake Hasil Uji Duncan Volume Spesifik Angel Food Cake Hasil Uji Duncan Keempukan Angel Food Cake... 37

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Telur itik adalah telur yang telah lazim dikonsumsi selain telur ayam. Produksi telur itik di Indonesia meningkat dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2005 sebesar 4,07% (Badan Statistik Pertanian, 2006). Peningkatan produksi telur itik menunjukkan bahwa telur tersebut sebagai pangan sumber protein dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia selain telur ayam. Telur, termasuk telur itik merupakan salah satu bahan pangan yang mudah rusak. Upaya mencegah penurunan kualitas pada telur itik, yang sudah dikenal masyarakat adalah dengan membuat olahan dalam bentuk telur asin. Bentuk pengawetan lain pada telur itik masih belum banyak dilakukan. Prinsip pengawetan selain memperpanjang masa simpan, juga diharapkan tidak menurunkan daya gunanya. Salah satu daya guna putih telur adalah daya buih sedangkan kuning telur sebagai emulsifier. Pengawetan dengan cara pengeringan dapat menurunkan daya guna tersebut karena proses pemanasan yang berlebihan dan penghilangan air. Meskipun demikian, produk tepung putih telur dan tepung kuning telur sangat menguntungkan bagi industri pangan karena lebih mudah dalam disribusi, penanganan dan penyimpanan dibanding telur segar. Berdasarkan hasil penelitian Rahmawati (2006), Septiyandi (2006) dan Suryono (2006) daya buih putih telur itik segar hanya mencapai kisaran 451,79 457,29%. Nilai ini lebih rendah dari daya buih yang disarankan oleh Egg Commision yaitu sebesar %. Penambahan asam sitrat sebesar 0,8% pada telur itik segar ternyata mampu meningkatkan daya buih hingga mencapai 683,33% (Rahmawati, 2006). Penambahan asam asetat tidak mampu meningkatkan daya buihnya (Suryono, 2006) sedangkan cream of tartar hanya mampu meningkatkan daya buih menjadi sebesar 485% (Septiyandi, 2006). Oleh karena itu penelitian ini menggunakan asam sitrat untuk meningkatkan daya buih tepung putih telur itik. Daya buih tepung putih telur itik yang telah ditambahi asam sitrat dalam proses pembuatannya masih dipertanyakan hasilnya jika diterapkan pada pembuatan cake. Angel food cake adalah cake yang cocok untuk menilai daya buih suatu putih telur karena tidak mengandung lemak. Lemak dapat berinteraksi dengan protein sehingga dapat mencegah terjadinya pembentukan buih. Oleh karena itu keberadaan

13 lemak tidak diharapkan pada pembuatan angel food cake. Tepung putih telur itik yang telah mengalami penurunan ph akan dijadikan bahan dasar pembuatan angel food cake untuk membuktikan apakah penurunan ph berpengaruh terhadap sifat fisik dan organoleptik angel food cake. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh penambahan asam sitrat pada pembuatan tepung putih telur itik terhadap sifat fisik dan organoleptik angel food cake.

14 TINJAUAN PUSTAKA Telur Itik Telur itik didapat dari itik tipe petelur. Itik lokal yang terdapat di Indonesia merupakan itik tipe petelur diantaranya adalah itik Tegal, Alabio, Bali atau Lombok (Hardjosworo dan Rukmiasih, 1999). Struktur fisik telur terdiri atas kuning telur, putih telur dan kerabang telur. Sebutir telur itik terdiri dari 12% kerabang, 52,6% putih telur, dan 35,4% kuning telur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kerabang telur melindungi kuning dan putih telur dengan cara mengurangi kerusakan fisik dan biologis. Kerabang telur utuh memiliki beberapa ribu pori-pori yang digunakan untuk pertukaran gas. Pori-pori tersebut berukuran 0,01-0,07 mm dan tersebar di seluruh permukaan kulit telur. Pori-pori pada telur yang masih baru masih dilapisi oleh lapisan tipis kutikula yang terdiri dari 90% protein dan sedikit lemak (Sirait, 1986). Bagian putih telur terdiri atas beberapa lapisan yang berbeda kekentalannya. Lapisan itu terdiri dari lapisan encer luar, lapisan kental luar, lapisan kental dalam atau chalaziferous dan lapisan encer dalam. Perbedaan kekentalan ini disebabkan oleh perbedaan kandungan air yang terdapat di dalamnya. Putih telur itik memiliki kandungan air sebesar 86,8%, protein 11,3%, lemak 0,08%, karbohidrat 1,0% dan abu 0,8% (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kuning telur sebagai cadangan makanan terbesar dikelilingi oleh putih telur yang bersifat elastis dan dapat mengabsorbsi goncangan yang terjadi pada telur tersebut. Bagian kuning telur itik mempunyai kandungan air sebesar 44,8%, protein 17,7%, lemak 35,2%, karbohidrat 1,1% dan abu 1,2% (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kuning telur diselubungi membran vitelin yang membatasi putih telur dari kuning telur (Charley, 1982). Protein Putih Telur Protein merupakan komponen organik utama dalam putih telur (Belitz dan Grosch, 1999). Protein putih telur terdiri dari protein serabut yaitu ovomucin dan protein globular yaitu ovalbumin, conalbumin, ovomucoid, lysozyme, flavoprotein, ovoglobulin, ovoinhibitor dan avidin (Sirait, 1986). Ovalbumin, conalbumin, dan

15 ovoglobulin merupakan protein sederhana yaitu protein yang tidak mengandung senyawa lain yang nonprotein (Belitz dan Grosch, 1999). Protein-protein putih telur dengan sifat-sifatnya terangkum dalam Tabel 1. Tabel 1. Protein dalam Putih Telur Itik Protein Persentase Suhu ph Keterangan dari total denaturasi isoelektrik protein* ( C) Ovalbumin 40,00 84,5 4,5 pembentuk jel Conalbumin 2,00 61,5 6,1 mengikat logam (Ovotransferrin) Ovomucoid 10,00 70,0 4,1 menghambat enzim proteinase Ovomucin 3,00 4,5-5,0 mempengaruhi kekentalan Lysozyme 1,20 75,0 10,7 enzim N- (Ovoglobulin G1) acetylmuramidase Flavoprotein 0,30 4,0 mengikat riboflavin Ovomacroglobulin 1,00 4,5 Ovoinhibitor belum diketahui 5,1 menghambat enzim proteinase Avidin 0,03 9,5 mengikat biotin Sumber: Belitz dan Grosch (1999) dan *Whitaker dan Tannenbaum (1977) Setiap protein telur memiliki kemampuan membentuk buih yang berbedabeda. Ovomucin adalah protein putih telur yang membentuk film yang tidak larut air dan bersifat menstabilkan buih. Ovomucin dan lysozyme dalam larutan dapat berinteraksi melalui ikatan elektrostatik untuk membentuk kompleks yang tidak larut air. Globulin dapat meningkatkan viskositas, memperkuat pengikatan gelembung udara dan melembutkan tekstur udara yang dihasilkan (Stadelman dan Cotterill, 1995). Ovalbumin dapat membentuk buih yang kuat (Sirait, 1986). Kestabilan protein terhadap panas dipengaruhi oleh ph. Protein putih telur yang memiliki ph 7 sebelum pasteurisasi seperti ovalbumin, lysozime, dan ovomucoid terlindungi dari kerusakan akibat panas (Stadelman dan Cotterill, 1995). 4

16 Daya dan Kestabilan Buih Buih adalah suatu bentuk dispersi koloid udara dalam cairan. Pengocokan putih telur akan membuat udara terperangkap dalam cairan putih telur dan buih akan terbentuk. Selama pengocokan berlangsung ukuran gelembung buih akan mengecil dan jumlahnya semakin bertambah (Stadelman, dan Cotterill, 1995). Kemampuan untuk menangkap udara dalam buih kemudian menjaga selama mungkin struktur buih yang terbentuk disebut daya buih (Matz, 1997). Mekanisme terbentuknya buih dimulai dengan proses denaturasi protein akibat pengocokan. Ikatan-ikatan dalam molekul protein menjadi terbuka sehingga rantai protein menjadi lebih panjang. Protein yang mengalami denaturasi membentuk lapisan atau film pada permukaan koloid. Proses ini disebut adsorpsi film. Film akan melingkupi udara di daerah antar fase air dan udara maka terbentuklah gelembung buih (Cherry dan Mcwatters, 1981). Adsorpsi akan terus berlangsung untuk menggantikan wilayah film yang tidak lagi terdispersi dalam koloid atau terkoagulasi. Buih akan saling mendekat dan terjadi kontak karena interaksi antar polipeptida yang meningkat. Kontak antar buih menyebabkan keluarnya air diantara buih membentuk tirisan. Air yang keluar melemahkan film dan mengakibatkan udara yang terperangkap dapat keluar dari buih (Wong, 1989). Kestabilan buih membutuhkan film protein yang kohesif, kental, elastis dan tahan lama dan tidak dapat dilalui oleh udara. Film protein yang kental didapat dari ikatan elektrostatik yang kuat diantara molekul protein. Ikatan elektrostatik antara molekul protein mencapai maksimum pada ph isoelektrik (pi) (Zayas, 1997). Daya buih putih telur itik dapat diperbaiki dengan menambahkan asam lemon. Asam lemon mengandung banyak asam sitrat kira-kira sebanyak 5,97 g dalam 100 g asam lemon. Asam ini akan mempengaruhi ovomucin, sehingga akan mengurangi lama pengocokan. Hasil penelitian Rahmawati (2006) menunjukkan daya buih putih telur itik segar dapat mencapai 683,33±14,43% dengan penambahan asam sitrat 0,8%, sedangkan penambahan asam sitrat 0% menghasilkan daya buih sebesar 451,83±122,18%. Asam dan garam asam dapat meningkatkan kestabilan dengan cara mengubah konsentrasi protein yang terdenaturasi pada wilayah interfase cair dan udara dalam buih (Baldwin dan Cotterill, 1979). Protein akan lebih mudah diadsorbsi ke permukaan karena lebih mudah terdenaturasi (Cherry dan Mcwatters, 5

17 1981) saat dikocok. Konsentrasi protein terdenaturasi yang tinggi pada wilayah interfase cair dan udara membuat buih lebih stabil karena membuat film protein menjadi tebal (Zayas, 1997). Pengeringan Putih Telur Pengeringan putih telur terdiri atas beberapa tahap yaitu penambahan asam, pasteurisasi, desugarisasi dan pengeringan. Perlakuan sebelum pengeringan dimaksudkan untuk mempertahankan daya guna protein agar tidak banyak mengalami kerusakan setelah pengeringan. Penambahan Asam Penambahan asam dimaksudkan untuk membuat ph putih telur berada pada nilai 6,8 7,0 karena pada ph tersebut putih telur akan stabil saat pasteurisasi. Putih telur itik segar memiliki ph 7,8 8,36 (Septiyandi, 2006). Perlakuan pemanasan pada putih telur itik segar dalam proses pasteurisasi dapat menurunkan sifat fungsionalnya (Cunningham, 1995). Hasil penelitian Suryono (2006) menunjukkan bahwa penambahan asam asetat tidak mampu meningkatkan daya buih putih telur itik segar. Cream of tartar hanya mampu meningkatkan daya buih dari 457,29% menjadi sebesar 485% (Septiyandi, 2006). Penambahan asam sitrat sebesar 0,8% pada telur itik segar mampu meningkatkan daya buih dari 451,83% hingga mencapai 683,33%. Dari berbagai penambahan asam tersebut, ternyata asam sitrat adalah asam yang mampu meningkatkan daya buih putih telur itik paling tinggi. Asam sitrat memiliki rumus kimia C 6 H 8 O 7. Asam sitrat merupakan asam organik lemah. Asam sitrat berbentuk serbuk kristal berwarna putih pada suhu kamar dan bersifat higroskopis (Igoe dan Hui,1996). Penggunaan asam sitrat saat ini adalah untuk meningkatkan cita rasa dan pengawet makanan dan minuman (Wikipedia, 2006). Larutan asam sitrat 1% pada suhu 25 C memiliki ph 2,3 (Igoe dan Hui,1996). Pasteurisasi Pasteurisasi pada putih telur bertujuan untuk membunuh bakteri patogen yaitu Salmonella seftenburg. Suhu yang digunakan adalah 64,4 C selama 2,5 menit atau 60 C selama 3,5 menit (Fellow, 1992). Menurut Cunningham (1995) pasteurisasi putih telur dilakukan pada suhu C selama 3 menit. Lama waktu yang 6

18 dibutuhkan untuk pasteurisasi putih telur berbeda dengan susu. Pasteurisasi susu dilakukan pada suhu 63 C selama 30 menit atau 71,5 C selama 15 detik. Perbedaan ini terjadi karena konsistensi susu dan putih telur berbeda. Putih telur lebih kental daripada susu sehingga pindah panas lebih cepat dibanding susu. Selain itu, putih telur mudah terkoagulasi sehingga dapat menurunkan sifat fungsionalnya. Putih telur itik terkoagulasi pada suhu 55 C setelah 10 menit pemanasan (Winarno dan Koswara, 2002). Desugarisasi Desugarisasi adalah penghilangan gula pada proses pengeringan telur untuk mencegah reaksi antara komponen amino dan gula pereduksi (glukosa). Hal ini dilakukan untuk menghindari perubahan warna menjadi coklat dan bau yang menyimpang. Gula dihilangkan dari albumen dengan cara fermentasi mikrobiologis pada suhu C dengan mikroorganisme berupa bakteri atau khamir. Fermentasi diartikan sebagai proses pengubahan senyawa substrat (yang merupakan sumber energi bagi organisme) secara anaerobik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme menjadi senyawa-senyawa yang tingkat energinya lebih rendah, sedemikian rupa hingga energi dibebaskan dalam proses ini (Sa id, 1987). Khamir yang biasa digunakan untuk desugarisasi adalah Saccharomyces sp. Sel khamir dapat tumbuh menjadi dua sel dalam waktu 1-2 jam, tetapi setelah terbentuk banyak tunas, waktu generasi menjadi lebih lama sampai kira-kira 6 jam (Fardiaz, 2002). Hasil penelitian Puspitasari (2006) menyatakan bahwa desugarisasi paling baik dilakukan selama 1 jam. Saccharomyces bersifat fermentatif kuat. Khamir fermentatif dapat melakukan fermentasi alkohol, yaitu memecah glukosa melalui jalur glikolisis (Embden Meyerhoff-Parnas) dengan total reaksi sebagai berikut: C 6 H 12 O 6 2 C 2 H 5 OH + 2 CO 2 glukosa alkohol karbondioksida Nilai ph yang optimum untuk pertumbuhan khamir adalah 4,0-4,5. Saccharomyces sp. dapat tumbuh pada suhu C (Fardiaz, 2002). Pengeringan dengan metode pan drying menggunakan suhu 50 C dapat menghentikan pertumbuhan Saccharomyces sp. 7

19 Pengeringan Proses yang terjadi selama pengeringan adalah pindah panas dan massa. Panas diberikan pada bahan dan air dikeluarkan dari bahan (Fellow, 1992). Kecepatan pengeringan maksimum diperoleh dengan cara mempercepat pindah massa dan panas. Usaha meningkatkan kecepatan pengeringan diantaranya adalah dengan memperluas permukaan bahan, lapisan bahan yang tipis, suhu yang tinggi, dan meningkatkan kecepatan udara (Muchtadi, 1989). Pengeringan dapat dilakukan secara alami dan buatan. Pengeringan bahan pangan dengan matahari merupakan pengeringan alami. Pengeringan dengan cara mengendalikan kondisi ruangan disebut pengeringan buatan (Desrosier, 1988). Pengeringan telur adalah proses penguapan air dari cairan telur pada suhu di bawah titik koagulasi protein telur (Bennion dan Bamford, 1979). Metode pengeringan yang dapat digunakan untuk mengeringkan telur yaitu penyemprotan atau spray drying, pengeringan secara lapis atau pan drying, foaming drying, dan pengeringan beku (Matz dan Matz, 1978). Pengeringan secara lapis dilakukan pada suhu sekitar 40 sampai 45 C dengan tebal lapisan putih telur sekitar 6 mm (Romanoff dan Romanoff, 1963). Sirait (1986) menyatakan suhu yang digunakan adalah 45,56 sampai 47,78 C. Kadar air tepung putih telur yang dihasilkan sekitar 6 sampai 14% (Sirait, 1986). Alat pengering yang dapat digunakan adalah oven. Panas yang digunakan untuk menguapkan air berasal dari udara dalam oven. Suhu yang digunakan tidak boleh lebih dari 54 C karena putih telur sensitif terhadap panas dan dapat terjadi koagulasi dengan cepat (Bergquist, 1995). Koagulasi putih telur itik dapat terjadi pada suhu 55 C setelah 10 menit pemanasan (Winarno dan Koswara, 2002). Angel Food Cake Angel food cake dikelompokkan dalam cake yang tidak menggunakan lemak padat atau disebut shortening (Brown, 2000). Lemak padat tersebut bersifat plastis yang berfungsi memperbaiki cita rasa, struktur, tekstur dan keempukan (Winarno, 2002). Struktur angel food cake tergantung dari pembentukan buih (Brown, 2000) karena tidak mengandung shortening. Keempukan dan volume cake tergantung pada kualitas buih putih telur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Oleh karena itu angel food cake biasa digunakan untuk mengukur kualitas putih telur (Harns et al., 1952). 8

20 Bahan-bahan Bahan dasar pada pembuatan angel food cake adalah putih telur, gula dan tepung terigu. Bahan pendukungnya adalah cream of tartar, garam, dan flavor (Brown, 2000). Flavor yang biasa digunakan adalah vanili. Putih Telur. Telur berfungsi untuk memberi air pada adonan, membentuk struktur cake dan menangkap udara saat telur dikocok (Bennion dan Bamford, 1973). Air menjadi uap saat pemanasan sehingga dapat mengembangkan cake. Air berperan penting dalam proses gelatinisasi pati yang dapat membentuk remah kue (Charley, 1982). Telur dapat menangkap udara karena kemampuan untuk membentuk buih saat dikocok yang menjerat sejumlah besar udara (Bennion dan Bamford, 1973). Protein dalam putih telur sebagai pembentuk struktur film yang membentuk dinding rongga gas (Wiranatakusumah et al., 1992). Protein tersebut dapat terkoagulasi saat pemanasan dan membentuk struktur cake (Bennion dan Bamford, 1973). Tepung Terigu. Angel food cake membutuhkan tepung terigu yang memiliki kadar protein kurang dari 10% (Matz, 1997) karena sedikit mengabsorpsi air dan membutuhkan waktu pengocokan yang singkat (Igoe dan Hui, 1996). Jumlah tepung terigu dalam pembuatan angel food cake harus kurang dari setengah putih telur yang digunakan (Charley, 1982). Gula. Gula berperan dalam kestabilan buih. Penambahan gula saat penangkapan udara membuat gelembung buih menjadi kecil (Brown, 2000). Penambahan gula yang sesuai dalam adonan membuat cake lebih empuk (Charley, 1982). Pengaruh gula terhadap keempukkan cake dengan cara menaikkan suhu koagulasi protein putih telur dan suhu gelatinisasi pati. Peningkatan suhu protein putih telur oleh gula dan gelatinisasi pati akan memperlambat perubahan adonan menjadi cake (Brown 2000). Kue yang terbuat dengan gula lebih banyak dari tepungnya akan mudah runtuh karena kelemahan struktur adonan (Wiranatakusumah et al., 1992). Cream of tartar. Cream of tartar adalah garam asam kalium dari asam tartar yang berbentuk kristal atau bubuk. Cream of tartar memiliki nama kimia potassium acid tartrate, potassium hydrogen tartrate, dan potassium bitartrate. Larutan cream of tartar 1% pada suhu 30 C memiliki ph 3,4. Asam ini berfungsi mengatur ph (Igoe dan Hui, 1996). Penambahan cream of tartar pada adonan angel food cake berfungsi 9

21 untuk meningkatkan keempukan dan memutihkan warna cake dengan cara memutihkan warna kekuningan dari tepung (Brown, 2000). Garam. Garam pada angel food cake digunakan sebagai flavor (Charley, 1982). Komposisi kimia garam adalah natrium klorida dengan persentase natrium sebanyak 40% dan klor sebanyak 60%. Garam mengandung natrium klorida tidak kurang dari 97,5% setelah pengeringan. Garam yang berkualitas tinggi memiliki kandungan natrium klorida sebanyak 99,8% (Igoe dan Hui, 1996). Pembuatan Angel Food Cake Putih telur bersuhu 21 C dikocok sampai membentuk buih, kemudian ditambahkan garam dan asam sampai ukuran buih seragam dan terlihat lembut tetapi masih dapat mengalir dalam wadah. Kemudian gula ditambahkan secara perlahan dengan kecepatan yang rendah (Charley, 1982). Penambahan dilakukan secara perlahan karena air akan mudah keluar dari putih telur dan membentuk buih yang cair dan menghasilkan volume cake yang rendah. Garam dan vanili sebagai flavour juga ditambahkan pada saat yang sama (Brown, 2000). Terigu dimasukkan secara merata dan perlahan ke dalam buih putih telur untuk mencegah runtuhnya buih. Bahan-bahan dicampurkan secara benar, lengkap dan hati-hati untuk menghindari pengocokan yang berlebihan yang dapat menurunkan keempukan dan volume cake (Brown, 2000). Langkah penting yang diperhatikan pada pembuatan angel food cake adalah memperkecil kehilangan udara saat memasukkan bahan-bahan kering pada putih telur dengan cara memasukkan semua bahan secara perlahan dengan kecepatan mixer yang rendah (Charley, 1982). Pemanasan adonan menggunakan oven bersuhu 177 C selama 45 menit. Suhu yang tinggi akan mempercepat pembentukan adonan menjadi cake dan mengurangi absorpsi air oleh pati tepung terigu. Suhu pemanasan yang tinggi juga akan menghasilkan volume cake yang lebih tinggi dan lebih empuk tetapi menghasilkan warna coklat yang berlebih (Charley, 1982). Suhu yang terlalu rendah menyebabkan volume cake yang rendah karena gula akan mengabsorbsi cairan dari putih telur. Adonan menjadi encer, air keluar dari adonan, dan buih akan runtuh (Brown, 2000). Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan bagian luar cake terbentuk lebih dulu sebelum cake sepenuhnya mengembang, sehingga akan didapat volume cake yang rendah dan padat (Brown, 2000). 10

22 Selama adonan dipanaskan terjadi beberapa perubahan. Pemanasan menyebabkan gas dalam buih memuai dan mengembang (Romanoff dan Romanoff, 1963), protein putih telur terkoagulasi, air menguap dari adonan dan pati menyerap air lalu membengkak atau mengalami gelatinisasi (Brown, 2000). Selama pemanasan, adonan terisi oleh gas yang berasal dari pengembangan buih ke dalam putih telur dan uap air dari cairan adonan. Buih mulai mengembang saat suhu mendekati 40 C, dan difusi gas dimulai saat suhu mencapai 45 C dan berakhir saat suhu mendekati 88 C. Saat film putih telur dalam adonan yang mengelilingi gelembung buih mencapai panas yang cukup untuk terkoagulasi, gas keluar dari buih dan terbentuklah tekstur dari remah cake (Charley, 1982). Hasil penelitian Nanda (2006) menunjukkan bahwa telur ayam ras yang telah disimpan 14 hari menghasilkan angel food cake yang relatif lebih baik dibandingkan penyimpanan 0 dan 7 hari. Hal ini disebabkan oleh peningkatan daya buih seiring dengan bertambahnya umur simpan telur. Karamelisasi Pencoklatan dan aroma yang dihasilkan pada proses pemanggangan adalah pengaruh dari proses karamelisasi gula (Lawrence dan Ashwood, 1995). Karamelisasi sukrosa adalah pemecahan sukrosa menjadi molekul glukosa dan fruktosa pada suhu yang melampaui titik leburnya yaitu 160 C (Winarno, 2002). Pada saat suhu pemanasan telah mencapai titik leburnya, warnanya berubah dari putih menjadi coklat tua dan menghasilkan aroma karamel (Belitz, 1999). Flavor berubah seiring dengan perubahan warna. Sejumlah kecil asam dapat mempercepat pengubahan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Kelebihan senyawa alkali juga dapat meningkatkan kecepatan reaksi karamelisasi (Hodge, 1967). 11

23 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas dan Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor serta Bagian Pilot Plan, SEAFAST (South East Asia Food Agricultural Science and Technology) Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Agustus Materi Penelitian pendahuluan membutuhkan telur itik sebanyak 43 butir dengan perincian: (1) 4 butir untuk penentuan persentase penambahan asam sitrat agar didapat ph 7,2; 6,8 dan 6,4, (2) 39 butir untuk pembuatan tepung putih telur. Peralatan yang digunakan pada penelitian pendahuluan adalah gelas ukur, magnetic stirrer, pipet dan ph meter. Tahap pembuatan tepung putih telur itik membutuhkan telur itik yang berumur satu hari, asam sitrat 90%, air hangat (35-40 C), ragi roti (khamir Saccharomyces sp.) dan aquades. Peralatan yang digunakan untuk membuat tepung putih telur adalah timbangan elektrik 120 g dan 5 kg, oven, loyang berukuran 38,5 26,5 2 cm, panci, mangkok stainless steel, kompor gas, egg tray, electric hand mixer, spatula, blender, termometer, gelas ukur dan stop watch. Penelitian utama membutuhkan telur itik sebanyak 117 butir. Pembuatan angel food cake membutuhkan tepung putih telur itik, air, gula, tepung terigu, cream of tartar, garam dan vanili. Selain itu diperlukan bahan penunjang yaitu wijen untuk mengukur volume cake. Alat yang digunakan untuk pembuatan angel food cake adalah electric hand mixer, loyang berukuran 22x7x8 cm, spatula, penggaris (30 cm), serta oven. Selain itu digunakan penetrometer untuk uji keempukan angel food cake. Rancangan Rancangan yang digunakan pada penelitian utama adalah Rancangan Acak Kelompok. Perlakuan yang diberikan yaitu penambahan asam sitrat pada pembuatan tepung putih telur itik yang terdiri dari 3 taraf yaitu 0, 6,1 dan 9,6%. Sebagai kelompok adalah waktu pembuatan tepung putih telur. Model persamaan yang digunakan mengacu pada Steel dan Torrie (1989), sebagai berikut :

24 Y ij = μ + τ i + β j + ε ij, keterangan : Y ij : hasil pengamatan pada penambahan asam sitrat ke-i dan kelompok ke-j µ : rataan umum τ i : pengaruh penambahan asam sitrat ke-i (i = 0, 6,1 dan 9,6%) β j : pengaruh kelompok ke-j (j = 1, 2, 3) : pengaruh acak pada penambahan asam ke-i dan kelompok ke-j ε ij Peubah yang Diamati Peubah yang diamati yaitu sifat fisik yang meliputi porositas, nisbah pengembangan, volume spesifik dan keempukan serta tingkat kesukaan. Analisis Data Data sifat fisik yang meliputi nisbah pengembangan, volume spesifik dan keempukan dianalisis ragam. Untuk mengetahui perbedaan antar rataan setiap perlakuan dilakukan uji Duncan (Steel dan Torrie 1989). Data porositas dan tingkat kesukaan diolah secara deskriptif. Penelitian Pendahuluan Prosedur Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan taraf penambahan asam sitrat yang digunakan untuk penelitian utama. Cunningham (1995) menyatakan sebagian besar protein putih telur akan stabil saat pemanasan jika berada pada ph netral oleh karena itu ph putih telur sebelum pasteurisasi harus berada pada wilayah 6,6-7,0. Langkah pertama adalah menentukan berapa banyak asam sitrat yang diberikan untuk kisaran ph demikian. Telur yang digunakan sebanyak 4 butir dan dipilih secara acak. Setiap butir telur kemudian dipisahkan antara putih dan kuningnya. Putih telur dihomogenkan dengan menggunakan magnetic stirrer lalu ditambahkan asam sitrat hingga ph mencapai 7,2. Penambahan asam sitrat dilakukan kembali berturut-turut hingga ph mencapai 6,8 dan 6,4. Masing masing penambahan asam untuk mencapai ph tersebut diukur kemudian dihitung taraf asam sitrat. Penambahan asam sitrat (%) = 100% Rata-rata penambahan asam sitrat Bobot putih telur 13

25 Langkah kedua adalah pembuatan tepung putih telur dengan menggunakan persentase penambahan asam sitrat yang diperoleh dari langkah pertama. Pembuatan tepung dilakukan dengan metode pan drying. Tepung putih telur diukur daya buih dan persentase tirisannya. Hasil pengukuran daya dan kestabilan buih tertinggi dipilih sebagai salah satu taraf pada penelitian utama. Pembuatan Tepung Putih Telur. Telur yang akan digunakan diseleksi terlebih dulu dengan cara peneropongan. Hasil peneropongan telur yang berkualitas baik yaitu memiliki kantung udara kecil, kuning telur terlihat samar-samar, putih dan kuning telur bersih dari darah/kotoran. Telur yang dipilih memiliki kualitas baik atau kualitas A dan bobotnya seragam. Kulit telur yang kotor dicuci dengan air hangat (35-40 C) lalu ditiriskan. Langkah selanjutnya adalah pemisahan isi telur. Putih telur dipisahkan dari bagian kuningnya. Penambahan asam dilakukan sesuai persentase penambahan asam hasil dari tahap pertama. Proses pasteurisasi putih telur dilakukan pada suhu C selama 3 menit (Cunningham, 1995). Penghilangan gula atau desugarisasi dengan cara menambahkan ragi roti (khamir Saccharomyces sp.) sebanyak 0,3% (w/w) ke dalam cairan putih telur, lalu diaduk sampai penyebaran khamir merata. Desugarisasi dilakukan pada suhu ruang (30 C) dengan lama waktu 1 jam (Puspitasari, 2006). Cairan telur yang telah melalui proses desugarisasi dituangkan ke dalam loyang tersebut sampai setebal 6 mm. Pengeringan dalam oven dilakukan dengan suhu C selama 56 jam. Hasil yang diperoleh berupa lapisan tipis yang mengeras. Lapisan ini disebut flake yang kemudian digiling dengan blender (Bergquist, 1995). Tepung telur yang telah terbentuk segera dikemas dalam aluminium foil kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik Polietilen (PE). Tahapan proses pembuatan tepung putih telur disajikan dalam Gambar 1. 14

26 Seleksi telur Pemisahan isi telur Penambahan asam sitrat 5% Pasteurisasi putih telur dengan suhu C selama 3 menit Desugarisasi dengan menambahkan Saccharomyces sp. sebanyak 0,3% selama 1 jam Pengeringan dalam oven dengan suhu C selama 56 jam Penggilingan Tepung putih telur Gambar 1. Tahapan Proses Pembuatan Tepung Putih Telur ( Stadelman, 1995; Romanoff dan Romanoff, 1963) Pengukuran Daya Buih dan Persentase Tirisan. Tepung putih telur direhidrasi sebelum diukur daya buih dan persentase tirisannya. Air bersuhu 21 C sebanyak 30 ml dan tepung telur sebanyak 3 g dimasukkan ke dalam gelas ukur. Larutan dikocok dengan menggunakan mixer kecepatan satu. Pengocokan dengan mixer dilakukan dengan kecepatan 2 selama 90 detik lalu kecepatan 3 selama 90 detik (Samimi dan Ball, 1995). Buih yang terbentuk diratakan bagian permukaannya menggunakan spatula kemudian diukur volume dan bobotnya. Setelah itu buih didiamkan selama satu jam dan diukur volume tirisan yang terbentuk. Data yang diperoleh dari hasil pengocokan digunakan untuk menganalisa daya dan kestabilan buih berdasarkan rumus yang dikemukakan Stadelman dan Cotteril (1995): Volume buih (cc) Daya buih putih telur (%) = 100% Volume putih telur rehidrasi (cc) 15

27 Volume tirisan buih (cc) Persentase tirisan buih per jam (%) = 100% Volume buih (cc) Kestabilan buih per jam (%) = 100% - persentase tirisan buih per jam (%) Langkah ketiga adalah mencari persentase penambahan asam yang diperkirakan dapat menghasilkan daya dan kestabilan buih yang lebih tinggi dari hasil tahap kedua. Persentase penambahan asam sitrat tersebut diperoleh dari penjumlahan antara persentase penambahan asam dengan daya buih tertinggi tahap kedua dengan selisih persentase penambahan asam dengan daya buih tertinggi dan terendah dari tahap kedua. Penelitian Utama Pembuatan Tepung Putih Telur. Tahapan pembuatan tepung putih telur pada penelitian utama hampir sama dengan penelitian pendahuluan. Perbedaan terletak pada penambahan asam sitrat. Taraf perlakuan penambahan asam sitrat berdasarkan hasil penelitian pendahuluan. Pembuatan Angel Food Cake. Formulasi bahan yang digunakan dalam pembuatan angel food cake disajikan dalam Tabel 2. Tahap pembuatan angel food cake menurut Matz (1997) adalah mengocok putih telur, cream of tartar, dan garam sampai kaku (± tiga menit), kemudian ditambahkan gula, tepung terigu, dan vanilli dan dikocok dengan selang pengocokan 1,5 menit sampai rata. Adonan dituangkan ke dalam loyang berukuran 21,5 8 7 cm, lalu dipanggang di dalam oven pada suhu 177 C selama 40 menit. Tabel 2. Formula Bahan dalam Pembuatan Angel Food Cake Bahan Berat (g) % Putih telur 150,00 43,67 Tepung terigu 52,48 15,28 Gula 134,99 39,30 Cream of tartar 1,51 0,44 Garam 2,98 0,87 Vanili 1,51 0,44 Sumber : Matz, 1997 Tahap pembuatan angel food cake disajikan dalam Gambar 2. 16

28 Rehidrasi tepung putih telur selama 40 detik Penambahan cream of tartar sebanyak 0,44% dan garam sebanyak 0,87% Pengocokan putih telur hingga kaku selama 3 menit dengan electric hand mixer dengan kecepatan tinggi atau kecepatan 5 dengan skala 1-5 Penambahan gula sebanyak 39,30% Pengocokan hingga rata dengan kecepatan rendah atau kecepatan 1 Penambahan vanilli sebanyak 0,44% dan tepung terigu sebanyak 15,28% Pengocokan hingga rata dengan kecepatan rendah atau kecepatan 1 Pencetakan ke dalam loyang Pemanggangan pada suhu 177 C selama 40 menit Didinginkan Pendinginan Angel food cake Gambar 2. Tahapan Proses Pembuatan Angel Food Cake (Modifikasi Matz, 1997; Charley, 1982; Sauter dan Petersen, 1974 ) Pengukuran Sifat Fisik Angel Food Cake Porositas. Penelitian ini menggunakan uji skoring untuk menilai ukuran porositas angel food cake. Uji skoring terhadap porositas menggunakan panelis agak terlatih yaitu mahasiswa sebanyak 16 panelis dengan lima tingkatan skala mutu, yaitu satu untuk porositas sangat kecil, dua untuk porositas kecil, tiga untuk porositas sedang, empat untuk porositas agak besar, lima untuk porositas besar dan enam untuk 17

29 porositas sangat besar. Ukuran porositas cake ditentukan berdasarkan besar-kecilnya rongga atau pori-pori yang terdapat pada cake. Penentuan besar-kecilnya porositas menggunakan sampel pembanding, yaitu kue lapis legit sebagai sampel dengan porositas sangat kecil dan roti tawar sebagai sampel dengan porositas sangat besar. Nisbah Pengembangan (Sulistianing, 1995). Nisbah pengembangan angel food cake diperoleh dengan mengukur volume adonan angel food cake setelah pemanggangan dibagi dengan volume adonan angel food cake. Volume angel food cake setelah matang (cm 3 ) Nisbah pengembangan = Volume adonan angel food cake (cm 3 ) Pengukuran volum angel food cake yang telah matang dilakukan dengan metode seed displacement (Johnson dan Zabik, 1981) menggunakan wijen. Volume angel food cake diperoleh dengan cara menghitung selisih antara volume loyang dengan volume ruang kosong dalam loyang yang berisi angel food cake matang. Volume loyang diukur dengan cara menuangkan wijen ke dalam loyang, kemudian wijen tersebut diukur volumenya dengan menggunakan gelas ukur. Ruang kosong dalam loyang yang berisi angel food cake yang telah matang diukur dengan cara menuangkan wijen kedalam loyang yang berisi angel food cake matang, kemudian wijen yang memenuhi loyang tersebut diukur menggunakan gelas ukur. Volume adonan diperoleh dengan cara menghitung selisih antara volume loyang dengan volume ruang kosong dalam loyang yang telah berisi adonan. Volum ruamg kosong tersebut diukur dengan penggaris. Volume Spesifik (Herawati, 2001). Volume spesifik adonan didapat dengan cara mengukur volume angel food cake yang diukur dengan metode seed displacement dibagi dengan berat angel food cake. Berat angel food cake didapat dengan cara mengukur berat loyang berisi angel food cake yang telah matang dikurangi berat loyang sebelum diisi adonan. Volume angel food cake (cm 3 ) Volume spesifik adonan (cm 3 /g) = Berat angel food cake (g) Keempukan cake (Dean et al., 1980). Keempukan angel food cake diukur dengan menggunakan penetrometer. Keempukan ditunjukkan dengan kedalaman jarum penetrometer yang menusuk cake selama 5 detik dengan beban 148 g. Satuan nilai keempukan adalah mm/detik/g yang menggambarkan satuan mm cake yang dapat 18

30 ditembus jarum penetrometer dalam tiap detik dengan beban satu gram. Semakin tinggi angka yang ditunjukkan oleh penetrometer, jarak yang ditembus pada angel food cake makin besar. Hal ini berarti angel food cake semakin empuk. Pengukuran Tingkat Kesukaan Untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap angel food cake dilakukan uji hedonik terhadap penampakan umum, rasa, warna, aroma dan tekstur angel food cake. Penampakan umum angel food cake adalah penampilan angel food cake secara keseluruhan. Rasa angel food cake yang dinilai kesukaannya adalah kesan yang disebabkan oleh substansi yang terlarut dalam mulut seperti asin, manis, asam dan pahit. Warna angel food cake yang diamati adalah bagian isi cake sedangkan aroma angel food cake adalah zat volatil dari cake yang tercium oleh rongga hidung. Tekstur angel food cake yang diamati untuk dinilai kesukaannya adalah kesan dari rangsangan mekanik berupa tekanan di dalam rongga mulut (Soekarto, 1985). Uji ini menggunakan panelis mahasiswa agak terlatih sebanyak 80 orang dengan lima skala numerik, yaitu satu untuk penilaian sangat suka, dua untuk penilaian suka, tiga untuk penilaian netral, empat untuk penilaian tidak suka dan lima untuk penilaian sangat tidak suka. Tahapan prosedur penelitian pendahuluan dan utama disajikan dalam Gambar 3. 19

31 Penentuan persentase penambahan asam sitrat agar didapat ph 7,2; 6,8 dan 6,4 Pembuatan tepung putih telur dengan penambahan asam sitrat hasil dari langkah 1 Pengukuran daya buih dan persentase tirisan tepung putih telur Hasil pengukuran daya dan kestabilan buih tertinggi dipilih sebagai salah satu taraf perlakuan pada penelitian utama Penghitungan persentase penambahan asam yang diperkirakan dapat menghasilkan daya dan kestabilan buih yang lebih tinggi dari langkah 4. Taraf perlakuan penambahan asam sitrat yaitu 0%, hasil langkah 4 dan langkah 5 Pembuatan tepung putih telur Pembuatan angel food cake Pengukuran sifat fisik dan organoleptik angel food cake Gambar 3. Tahapan Prosedur Penelitian Pendahuluan dan Utama 20

32 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan taraf penambahan asam sitrat yang akan digunakan pada penelitian utama. Penentuan ph putih telur hingga mencapai 6,4, 6,8 dan 7,2 berdasarkan pernyataan Cunningham (1995) bahwa pasteurisasi putih telur sebaiknya dilakukan pada ph 6,6 7. Untuk mengetahui ph yang paling baik dalam menghasilkan buih saat dikocok dalam kisaran 6,6-7 maka ditentukanlah ph yang lebih tinggi dari 7 dan lebih rendah dari 6,6 serta diantara 7 dan 6,6 dengan selisih yang sama antara ketiga ph tersebut. Hasil penambahan asam sitrat kemudian dibandingkan dengan bobot putih telurnya lalu diubah ke dalam bentuk persen (%) yang disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Penambahan Asam Sitrat pada Pembuatan Tepung Putih Telur Itik No. ph putih telur 7,2 6,8 6,4 (%) 1 2,62 4,26 6,56 2 2,86 4,64 6,78 3 2,21 3,60 5,54 4 2,54 3,81 5,33 Rata-rata 2,56 4,08 6,05 Hasil pengukuran daya dan persentase kestabilan buih dari tepung putih telur dengan penambahan asam sitrat yang tertera pada Tabel 3 disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Daya Buih dan Persentase Kestabilan Buih Tepung Putih Telur Itik Penambahan Asam Sitrat (%) Peubah 2,6 4,1 6,1 (%) Daya Buih 177,00 281,00 461,11 Persentase Kestabilan Buih 55,53 69,49 85,52 Daya dan kestabilan buih tertinggi diperoleh tepung putih telur dengan penambahan asam sebesar 6,1%. Oleh karena itu persentase penambahan asam sitrat yang dipilih sebagai salah satu taraf adalah 6,1%.

33 Daya buih tepung putih telur itik meningkat sebesar 103,23% (dari 177,77% menjadi 281,00%) karena peningkatan penambahan asam sitrat sebesar 1,5% (dari 2,6% menjadi 4,1%). Daya buih tepung putih telur itik meningkat sebesar 180,11% (dari 281,00% menjadi 461,11%) karena peningkatan penambahan asam sitrat sebesar 2% (dari 4,1% menjadi 6,1%). Daya buih tepung putih telur itik meningkat sebesar 283,34% (dari 177,77% menjadi 461,11%) karena peningkatan penambahan asam sitrat sebesar 3,5% (dari 2,6% menjadi 6,1%). Berdasarkan hal tersebut peningkatan daya buih terbesar terjadi pada tepung putih telur dengan peningkatan penambahan asam sitrat sebesar 3,5%. Penambahan asam sitrat yang diperkirakan akan menghasilkan daya dan kestabilan buih lebih besar dari penambahan asam sitrat 6,1% adalah dengan menambahkan asam sitrat sebesar 3,5% sehingga menjadi 9,6%. Taraf penambahan asam sitrat yang digunakan pada penelitian utama adalah 0; 6,1 dan 9,6%. Penelitian Utama Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui pengaruh level asam sitrat 0; 6,1 dan 9,6% pada pembuatan tepung putih telur itik terhadap sifat fisik dan organoleptik angel food cake. Sifat fisik ini meliputi porositas, nisbah pengembangan, volume spesifik dan keempukan. Penilaian organoleptik dilakukan untuk mengetahui penerimaan angel food cake dengan atribut penampakan umum, warna, rasa, aroma dan tekstur. Porositas Porositas angel food cake memperlihatkan besarnya buih yang mengembang saat pemanggangan dan kemampuan buih tersebut untuk menahan gas yang memuai sehingga terbentuk pori-pori angel food cake. Rataan nilai porositas angel food cake dari uji skoring disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5. Porositas Angel Food Cake Penambahan Asam Sitrat Porositas 0,0% 3,25 ± 0,66 6,1% 3,77 ± 0,26 9,6% 4,15 ± 0,69 Keterangan: 1 = sangat kecil; 2 = kecil; 3 = sedang; 4 = agak besar; 5 = besar; 6 = sangat besar. 22

34 Angel food cake yang dibuat dari tepung putih telur dengan asam sitrat 0% memiliki porositas sedang, sedangkan angel food cake yang dibuat dari tepung putih telur dengan penambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6% memiliki porositas agak besar. Hal ini disebabkan oleh perbedaan daya buih dan persentase kestabilan buih yang dihasilkan oleh tepung putih telur. Rataan daya buih tepung putih telur itik dengan penambahan asam sitrat adalah yang tertinggi sebesar 522,22% dan memiliki persentase kestabilan tertinggi sebesar 88,83% (Amiarti, 2006). Buih yang berukuran kecil, seragam, dalam jumlah yang banyak dan stabil akan mengembang dengan baik selama pemanggangan (Matz, 1997). Peningkatan kestabilan buih memberi waktu bagi panas untuk dapat melakukan penetrasi ke dalam adonan angel food cake dan menyebabkan koagulasi tanpa mengakibatkan runtuhnya buih (Stadelman dan Cotterill, 1995). Buih yang stabil setelah terkoagulasi akan menghasilkan pori-pori yang kokoh dan seragam seperti pada angel food cake dari tepung putih telur dengan penambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6%. Nisbah Pengembangan Nisbah pengembangan adalah perbandingan antara volume cake dan volume adonan. Pengaruh penambahan asam sitrat yang berbeda pada pembuatan tepung putih telur itik terhadap nisbah pengembangan angel food cake diperlihatkan pada Tabel 6. Analisis ragam menunjukkan perlakuan penambahan asam sitrat sangat berpengaruh (P<0,01) terhadap rataan nisbah pengembangan angel food cake. Tabel 6. Nisbah Pengembangan Angel Food Cake dengan Penambahan Asam Sitrat yang Berbeda pada Pembuatan Tepung Putih Telurnya Penambahan Volume Volume Nisbah Pengembangan Asam Sitrat adonan(ml) cake (ml) 0,0% 409,83 438,79 1,07 ± 0,06 A 6,1% 503,16 624,63 1,24 ± 0,01 B 9,6% 499,58 625,07 1,25 ± 0,04 B Keterangan : superskrip dengan huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang sangat berbeda nyata (p<0,01) Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa nisbah pengembangan angel food cake dengan penambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6% pada pembuatan tepung putih telur itik sangat nyata (P<0,01) lebih besar daripada tanpa penambahan asam sitrat. Nisbah pengembangan angel food cake dengan penambahan asam sitrat 6,1 dan 9,6% pada 23

PENAMBAHAN ASAM SITRAT PADA PEMBUATAN TEPUNG PUTIH TELUR ITIK TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE SKRIPSI

PENAMBAHAN ASAM SITRAT PADA PEMBUATAN TEPUNG PUTIH TELUR ITIK TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE SKRIPSI PENAMBAHAN ASAM SITRAT PADA PEMBUATAN TEPUNG PUTIH TELUR ITIK TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE SKRIPSI DIAN APRIANDINI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963)

Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963) TINJAUAN PUSTAKA Struktur dan Komposisi Telur Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup baru. Protein yang terdapat pada telur

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

MUTU FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE YANG DIBUAT DARI TEPUNG PUTIH TELUR AYAM HASIL LAMA DESUGARISASI YANG BERBEDA SKRIPSI HEIDY NELSIANA

MUTU FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE YANG DIBUAT DARI TEPUNG PUTIH TELUR AYAM HASIL LAMA DESUGARISASI YANG BERBEDA SKRIPSI HEIDY NELSIANA MUTU FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE YANG DIBUAT DARI TEPUNG PUTIH TELUR AYAM HASIL LAMA DESUGARISASI YANG BERBEDA SKRIPSI HEIDY NELSIANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963) TINJAUAN PUSTAKA Struktur Telur Telur merupakan salah satu bahan makanan asal ternak yang dikenal bernilai gizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti asam-asam

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR ITIK DENGAN PENAMBAHAN TARAF ASAM SITRAT YANG BERBEDA

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR ITIK DENGAN PENAMBAHAN TARAF ASAM SITRAT YANG BERBEDA SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR ITIK DENGAN PENAMBAHAN TARAF ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI DYAH RATIH AMIARTI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bolu Kukus Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan telur dan gula. Terdapat banyak macam kue bolu, misalnya kue tart yang biasa dihidangkan

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN PENAMBAHAN TARAF ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI NOVITASARI

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN PENAMBAHAN TARAF ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI NOVITASARI SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN PENAMBAHAN TARAF ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI NOVITASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL DENGAN PENAMBAHAN ASAM ASETAT PADA UMUR SIMPAN YANG BERBEDA SKRIPSI HANDI SURYONO

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL DENGAN PENAMBAHAN ASAM ASETAT PADA UMUR SIMPAN YANG BERBEDA SKRIPSI HANDI SURYONO DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL DENGAN PENAMBAHAN ASAM ASETAT PADA UMUR SIMPAN YANG BERBEDA SKRIPSI HANDI SURYONO PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruang Suhu lingkungan tempat telur disimpan berkisar mulai dari 25-28 o C dengan kelembaban 62-69%. Kondisi lingkungan terutama suhu dan kelembaban dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and

TINJAUAN PUSTAKA. gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and II. TINJAUAN PUSTAKA.1. Telur dan Komposisi Telur Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and Tannenbaum

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG

PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG Disusun oleh: Ribka Merlyn Santoso 14.I1.0098 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

Sutomo, B

Sutomo, B Baking Soda dan Baking Powder, kedua bahan ini memiliki bentuk fisik berupa tepung berwarna putih dan memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai bahan pengembang. Cara kerjanya adalah ketika bahan ini bertemu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

Telur. Titis Sari Kusuma. Ilmu Bahan Makanan-Telur

Telur. Titis Sari Kusuma. Ilmu Bahan Makanan-Telur Telur Titis Sari Kusuma Ilmu Bahan Makanan-Telur 1 MACAM TELUR Ilmu Bahan Makanan-Telur 2 TELUR Nilai gizi telur sangat lengkap, sumber protein yang baik, kadarnya sekitar 14%, >> tiap butir telur akan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air BAB V PEMBAHASAN Cake beras mengandung lemak dalam jumlah yang cukup tinggi. Lemak yang digunakan dalam pembuatan cake beras adalah margarin. Kandungan lemak pada cake beras cukup tinggi, yaitu secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5)

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

11/10/2017. Telur. Titis Sari Kusuma. Ilmu Bahan Makanan-Telur MACAM TELUR

11/10/2017. Telur. Titis Sari Kusuma. Ilmu Bahan Makanan-Telur MACAM TELUR Telur Titis Sari Kusuma 1 MACAM TELUR 2 1 TELUR Nilai gizi telur sangat lengkap, sumber protein yang baik, kadarnya sekitar 14%, >> tiap butir telur akan diperoleh sekitar 8 gram protein. Kandungan asam

Lebih terperinci

LOGO BAKING TITIS SARI

LOGO BAKING TITIS SARI LOGO BAKING TITIS SARI PENGERTIAN UMUM Proses pemanasan kering terhadap bahan pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga lebih diterima konsumen KHUSUS Pemanasan adonan dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

BAB II BAHAN DAN PROSES PENGOLAHAN

BAB II BAHAN DAN PROSES PENGOLAHAN BAB II BAHAN DAN PROSES PENGOLAHAN Produk bakery merupakan salah satu jenis makanan yang paling banyak dikonsumsi di dunia. Cake adalah salah satu produk bakery yang dikenali oleh konsumen sebagai produk

Lebih terperinci

HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH

HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen di bidang Teknologi Pangan. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat pembuatan cake rumput laut dan mutu organoleptik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA UMUR TELUR DAN TARAF PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI ANA RAHMAWATI

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA UMUR TELUR DAN TARAF PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI ANA RAHMAWATI DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA UMUR TELUR DAN TARAF PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI ANA RAHMAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan Universitas Diponegoro, Semarang untuk pembuatan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan Universitas Diponegoro, Semarang untuk pembuatan BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Juni 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Universitas Diponegoro, Semarang untuk pembuatan pektin kulit jeruk, pembuatan sherbet

Lebih terperinci

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 13 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Mei 2012 bertempat di Laboratorium Analisis makanan, Laboratorium pengolahan pangan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LAMA PENYIMPANAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA SUHU RUANG SKRIPSI SAMSUDIN

HUBUNGAN ANTARA LAMA PENYIMPANAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA SUHU RUANG SKRIPSI SAMSUDIN HUBUNGAN ANTARA LAMA PENYIMPANAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA SUHU RUANG SKRIPSI SAMSUDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, dan Laboratorium Analisis Kimia Pangan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,

Lebih terperinci

TEKNOLOGI TELUR. Pada umumnya telur mempunyai 3 struktur bagian, yaitu :

TEKNOLOGI TELUR. Pada umumnya telur mempunyai 3 struktur bagian, yaitu : TEKNOLOGI TELUR STRUKTUR UMUM TELUR Pada umumnya telur mempunyai 3 struktur bagian, yaitu : Kulit Telur Mengandung Ca = 98.2 % Mg = 0.9 % ( menentukan kekerasan cangkang/kulit); P = 0.9%. Ketebalan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi gula fruktosa dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 hingga Januari

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi gula fruktosa dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 hingga Januari 19 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian Penelitian analisis nilai kalori dan uji sensori roti gula sukrosa dengan substitusi gula fruktosa dilaksanakan pada bulan Oktober 2015 hingga Januari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama

I. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Itik adalah salah satu jenis unggas yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama dibandingkan

Lebih terperinci

III.MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2014

III.MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2014 III.MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2014 di Laboratorium Teknologi Pascapanen (TPP) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas

Lebih terperinci

Pendahuluan, Telur Cair, Telur Asin

Pendahuluan, Telur Cair, Telur Asin PENGOLAHAN TELUR Pendahuluan, Telur Cair, Telur Asin Materi 8 TATAP MUKA KE-8 Semester Genap 2015-2016 BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Saus Cabai Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum sp) yang matang dan baik, dengan atau tanpa penambahan

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Telur Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai : (4.1) Penelitian Pendahuluan, dan (4.2) Penelitian Utama. 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan lama

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Syarbini ( 2013 : 15 ), tepung terigu adalah hasil dari

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Syarbini ( 2013 : 15 ), tepung terigu adalah hasil dari BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tepung Terigu 2.1.1 Pengertian Tepung Terigu Menurut Syarbini ( 2013 : 15 ), tepung terigu adalah hasil dari penggilingan biji gandum. Gandum merupakan salah satu tanaman biji-bijian

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2017 Februari 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2017 Februari 2017 di 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2017 Februari 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang. 3.1.

Lebih terperinci

;ZM A$ PENYUSUTAN BOBOT, KUALITAS, DAYA DAN KESTABILAN

;ZM A$ PENYUSUTAN BOBOT, KUALITAS, DAYA DAN KESTABILAN ;ZM A$ PENYUSUTAN BOBOT, KUALITAS, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL YANG DISIMPAN DALAM REFRIGERATOR SKRIPSI KHOIRUL ANWAR PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 30 November Mei 2016

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 30 November Mei 2016 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 30 November 2015 13 Mei 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro Semarang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PUTIH TELUR ITIK TEGAL

KARAKTERISTIK PUTIH TELUR ITIK TEGAL KARAKTERISTIK PUTIH TELUR ITIK TEGAL (Albumin Characteristic of Tegal Duck Egg) C. BUDIMAN dan RUKMIASIH Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680 ABSTRACT The function

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. bahan tambahan. Bahan utama yaitu daging sapi bagian paha belakang (silverside)

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. bahan tambahan. Bahan utama yaitu daging sapi bagian paha belakang (silverside) III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama yaitu daging

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu (uji kimia dan mikrobiologi) dan di bagian Teknologi Hasil Ternak (uji organoleptik), Departemen Ilmu Produksi dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu : 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Sensoris Pengujian sensoris untuk menentukan formulasi terbaik kerupuk goring dengan berbagai formulasi penambahan tepung pisang kepok kuning dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kue Bolu Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, lemak, dan telur. Menurut Donald (2013), kue bolu merupakan produk yang di hasilkan dari tepung terigu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pangan dan Gizi, Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Volume Pengembangan Roti Manis

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Volume Pengembangan Roti Manis 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik 4.1.1. Volume Pengembangan Roti Manis Adonan roti manis yang tersusun dari tepung terigu dan tepung gaplek dapat mengalami pengembangan, hal ini dikarenakan adanya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal Pada Kualitas yang Sama Hubungan antara tinggi putih telur dengan daya buih telur itik lokal pada kualitas yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR TELUR TERHADAP KUALITAS KEMASIRAN TELUR ASIN YANG DIASIN SELAMA 14 HARI SKRIPSI BUDI UTOMO

PENGARUH UMUR TELUR TERHADAP KUALITAS KEMASIRAN TELUR ASIN YANG DIASIN SELAMA 14 HARI SKRIPSI BUDI UTOMO PENGARUH UMUR TELUR TERHADAP KUALITAS KEMASIRAN TELUR ASIN YANG DIASIN SELAMA 14 HARI SKRIPSI BUDI UTOMO PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

: 1. Mengetahui cara pembuatan roti standart dan roti wortel serta untuk. 2. Mengetahui volume adonan roti standart dan adonan roti wortel

: 1. Mengetahui cara pembuatan roti standart dan roti wortel serta untuk. 2. Mengetahui volume adonan roti standart dan adonan roti wortel Acara Sub acara : Praktikum Food Processing & Technology : Praktikum teknologi baking Hari / tanggal : Selasa / 25 Maret 2014 Tempat Prinsip Tujuan : Lab Gizi STIKes Widya Cipta Husada Malang : Prinsip

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2016 sampai dengan Januari 2017. Bertempat di Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan peningkatan jumlah penduduk di Indonesia yang diikuti dengan tingginya kesadaran

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Pangan Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Kimia Fisik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Roti tawar merupakan salah satu produk turunan dari terigu yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia khususnya masyarakat perkotaan, namun tepung terigu yang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai pada bulan Januari 11 hingga Juni 11. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium lapang University Farm Sukamantri, Labolatorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tercapainya kecukupan gizi masyarakat (Sudaryani, 2003). Telur sebagai sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. tercapainya kecukupan gizi masyarakat (Sudaryani, 2003). Telur sebagai sumber 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Telur Itik Tegal Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat (Sudaryani, 2003). Telur sebagai sumber

Lebih terperinci

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur dapat

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. 3.1. Materi

Lebih terperinci

Kue atau yang disebut juga cake merupakan produk bakery yang banyak diminati masyarakat. Dalam membuat kue, ada tiga faktor yang sangat menentukan

Kue atau yang disebut juga cake merupakan produk bakery yang banyak diminati masyarakat. Dalam membuat kue, ada tiga faktor yang sangat menentukan Kue atau yang disebut juga cake merupakan produk bakery yang banyak diminati masyarakat. Dalam membuat kue, ada tiga faktor yang sangat menentukan baik tidaknya kualitas kue yang dihasilkan. Ketiga faktor

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain talas bentul, gula pasir, gula merah, santan, garam, mentega, tepung ketan putih. Sementara itu, alat yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM JAPANESE ROLL CAKE

BAB II GAMBARAN UMUM JAPANESE ROLL CAKE 3 BAB II GAMBARAN UMUM JAPANESE ROLL CAKE 2.1. Sejarah Japanese Roll Cake Japanese Roll Cake adalah kreasi bolu gulung yang berasal dari negara sakura dengan memodifikasi bagian kulit luar dan dalam roll

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. menguapnya gas karbondiosida dari dalam telur (Gaman dan Sherrington, 1994).

I. TINJAUAN PUSTAKA. menguapnya gas karbondiosida dari dalam telur (Gaman dan Sherrington, 1994). I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Telur Telur merupakan salah satu produk hewani yang digunakan sebagai bahan pangan sumber protein, lemak dan vitamin yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Telur memiliki kelemahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci