SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN PENAMBAHAN TARAF ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI NOVITASARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN PENAMBAHAN TARAF ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI NOVITASARI"

Transkripsi

1 SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN PENAMBAHAN TARAF ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI NOVITASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 RINGKASAN Novitasari. D Sifat Fisik dan Fungsional Tepung Putih Telur Ayam Ras dengan Penambahan Taraf Asam Sitrat yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota : Ir. Niken Ulupi, MS : Ir. Rukmiasih, MS Telur memiliki kandungan protein yang tinggi. Sifat telur yang sering menjadi masalah yaitu telur merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable). Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan ini tersebut dengan pembuatan tepung putih telur. Permasalahan yang sering terjadi pada proses pengeringan adalah kemungkinan besar terjadinya denaturasi protein dan reaksi pencoklatan non enzimatik (reaksi maillard) pada tepung putih telur yang dihasilkan sehingga sulit untuk diubah kembali kedalam bentuk asal karena sifat fisik dan fungsionalnya mengalami penurunan. Upaya untuk meningkatkan sifat fisik dan fungsional tepung putih telur ayam ras yaitu dengan penambahan asam, satu jenis asam yang dapat digunakan adalah asam sitrat. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan asam sitrat pada putih telur terhadap sifat fisik dan fungsional tepung putih telur ayam ras. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Desember Telur yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur ayam ras umur satu hari berjumlah 45 butir. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK). Sebagai perlakuan adalah penambahan asam sitrat pada putih telur ayam ras yang akan dikeringkan. Terdiri atas tiga taraf yaitu 1,9; 2,8 dan 5,3%, dengan tiga periode pembuatan tepung sebagai kelompok. Peubah yang diamati adalah kadar air, sifat fisik (rendemen dan waktu rehidrasi) dan fungsional (daya dan kestabilan buih). Data yang diperoleh diolah menggunakan analisis ragam. Bila perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penambahan asam sitrat pada putih telur ayam ras berpengaruh sangat nyata (P<0,01) dapat meningkatkan daya dan kestabilan buih tepung putih telur ayam ras. Kata-kata kunci: putih telur ayam ras, tepung putih telur ayam ras, sifat fisik, sifat fungsional, penambahan asam sitrat.

3 ABSTRACT Physical and Functional Characteristic of Hen Albumen Powder in Different Citric Acid Adding Novitasari, N. Ulupi, and Rukmiasih This study was aimed to examine physical and functional characteristic of hen albumen powder in different citric acid adding to hen albumen (1.9, 2.8 and 5.3 %). This research was carried out at poultry science laboratory and animal product technology laboratory. 45 hen egg with one daily old were used in this study. The experimental design was randomized complete block design. The collected data was analyzed using analysis of variance (ANOVA) which was followed by the Duncan s test for any significant result. The result showed that different citric acid adding has very significantly effect (P<0.01) to foaming capacity and foaming stability of hen albumen powder. Keywords: hen albumen powder, physical characteristic, functional characteristic, citric acid.

4 SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN PENAMBAHAN TARAF ASAM SITRAT YANG BERBEDA NOVITASARI D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

5 SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN PENAMBAHAN TARAF ASAM SITRAT YANG BERBEDA Oleh NOVITASARI D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 16 Juni 2006 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Ir. Niken Ulupi, MS Ir. Rukmiasih, MS NIP NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc NIP

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 16 November 1984 di Tj. Karang, Bandar Lampung. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Suyatno dan Ibu Lasini. Pendidikan dasar penulis diselesaikan pada tahun 1996 di SDN Sukajaya Kalianda, Lampung Selatan. Penulis selanjutnya menyelesaikan pendikan lanjutan tingkat pertama pada tahun 1999 di SLTPN 1 Kalianda, Lampung Selatan dan pendidikan lanjutan menengah umum pada tahun 2002 di SMUN 1 Kalianda, Lampung Selatan. Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB pada tahun 2002 melalui program Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis terdaftar sebagai mahasiswa program Studi Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis pernah menjadi pengurus DKM Al-Hurriyyah (Birena) periode dan Forum Keluarga Mahasiswa Muslim (FAMM) Al-An aam periode Penulis terlibat aktif dalam kepanitiaan pada kegiatan yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam pada tahun ajaran dan Dasar-dasar Mikrobiologi Hasil Ternak pada tahun ajaran Selama kuliah penulis pernah mendapatkan beasiswa dari yayasan SUPERSEMAR.

7 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, Maha Suci Allah yang telah menciptakan hati dan memberikannya cahaya bagi yang dikehendaki-nya serta menggerakkan jasad, ruh dan pikiran untuk senantiasa mencari hikmah dibalik tanda-tanda kekuasaanya. Skripsi ini merupakan salah satu bagian yang mencoba untuk memunculkan salah satu bentuk pengawetan putih telur ayam ras. Hal ini didorong karena sifat dari putih telur yang mudah mengalami kerusakan. Skripsi ini membahas alternatif pengoptimalan pembuatan tepung putih telur ayam ras dengan cara menambahkan asam sitrat dengan tujuan, meningkatkan sifat fisik dan fungsional tepung putih telur ayam ras. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis mengharapkan adanya saran-saran kearah perbaikan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Bogor, Juni 2006 Penulis

8 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... i ABSTRACT. ii RIWAYAT HIDUP.. iii KATA PENGANTAR. iv DAFTAR ISI v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang. 1 Tujuan.. 1 TINJAUAN PUSTAKA.. 2 Telur Ayam.. 2 Komposisi Putih Telur.. 2 Sifat-sifat Protein Putih Telur... 4 Pasteurisasi Putih Telur... 5 Fermentasi Putih Telur 5 Pengeringan. 6 Pengeringan Putih Telur Ayam Ras 7 Kadar Air. 8 Rendemen 9 Waktu Rehidrasi.. 9 Daya dan Kestabilan Buih... 9 Daya Buih 9 Kestabilan Buih.. 10 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Daya dan Kestabilan Buih.. 10 Mekanisme Pembentukan Buih Asam Sitrat (C 6 H 8 O 7 ) METODE 15 Lokasi dan Waktu 15 Materi.. 15 Rancangan Peubah.. 16 Analisis 16 Prosedur Penelitian Pendahuluan Penelitian Utama 17

9 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan 20 Penelitian Utama Kadar air Rendemen Waktu Rehidrasi Daya Buih.. 23 Kestabilan Buih. 25 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan. 26 Saran 26 UCAPAN TERIMAKASIH 27 DAFTAR PUSTAKA.. 38 LAMPIRAN 30 vi

10 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Komposisi Telur Ayam Ras (dalam 100 g berat bahan) Jenis, Sifat dan Karakteristik Protein Putih Telur Rekomendasi Temperatur Pasteurisasi untuk Putih Telur Mentah pada Beberapa Level ph Pengaruh Metode Pengocokan terhadap Daya Buih Putih Telur Pengaruh Penambahan Bahan-bahan Kimia atau Stabilisator terhadap Buih Putih Telur Penambahan Asam Sitrat untuk Mencapai ph Putih Telur yang Diinginkan Sifat Fisik Tepung Putih Telur Ayam Ras dengan Penambahan Taraf Asam Sitrat yang Berbeda Sifat Fungsional Tepung Putih Telur Ayam Ras dengan Penambahan Taraf Asam Sitrat yang Berbeda Rata-rata ph Tepung Putih Telur setelah direhidrasi... 23

11 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Susunan Bagian Dalam Telur Ayam Mekanisme Pembentukan Buih Diagram Pembuatan Tepung Putih Telur Ayam Ras dengan Metode Pan Drying... 17

12 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Analisis Ragam Kadar Air Tepung Putih Telur Ayam Ras pada Penambahan Taraf Asam Sitrat yang Berbeda Analisis Ragam Rendemen Tepung Putih Telur Ayam Ras pada Penambahan Taraf Asam Sitrat yang Berbeda Analisis Ragam Waktu Rehidrasi Tepung Putih Telur Ayam Ras pada Penambahan Taraf Asam Sitrat yang Berbeda Analisis Ragam Daya Buih Buih Tepung Putih Telur Ayam Ras pada Penambahan Taraf Asam Sitrat yang Berbeda Uji Lanjut Duncan Daya Buih Tepung Putih Telur Ayam Ras pada Penambahan Taraf Asam Sitrat yang Berbeda Analisis Ragam Persentase Tirisan Buih Tepung Putih Telur Ayam Ras pada Penambahan Taraf Asam Sitrat yang Berbeda Uji Lanjut Duncan Persentase Tirisan Buih Tepung Putih Telur Ayam Ras pada Penambahan Taraf Asam Sitrat yang Berbeda... 32

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Telur merupakan bahan alami yang penting pada proses pengolahan suatu produk pada industri pangan karena telur mempunyai beberapa sifat fungsional seperti daya buih, daya koagulasi dan daya emulsi. Sifat telur yang sering dipermasalahkan yaitu telur merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable). Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan perlakuan pengawetan yaitu dengan pengeringan sehingga dihasilkan produk kering berupa tepung telur, tepung putih telur dan tepung kuning telur. Tepung putih telur sebagai salah satu bentuk olahan telur kering dapat memberikan beberapa keuntungan, yaitu dapat memenuhi kebutuhan bahan pengganti putih telur segar untuk keperluan industri pangan, militer, maupun keperluan rumah tangga. Keuntungan tepung putih telur lainnya yaitu memiliki daya simpan yang relatif lama, mengurangi ruang dan biaya penyimpanan, mengurangi biaya transportasi, mempermudah pengaturan komposisi bahan dan persediaan bahan baku bagi industri pangan. Permasalahan yang sering terjadi pada proses pengeringan adalah tepung putih telur yang dihasilkan sulit untuk diubah kembali kedalam bentuk asal karena sifat fisik dan fungsionalnya mengalami penurunan. Upaya untuk meningkatkan sifat fisik dan fungsional tepung putih telur ayam ras yaitu dengan penambahan asam, satu jenis asam yang dapat digunakan adalah asam sitrat. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan asam sitrat pada putih telur terhadap sifat fisik dan fungsional tepung putih telur ayam ras.

14 TINJAUAN PUSTAKA Telur Ayam Telur ayam adalah salah satu bahan makanan asal ternak yang bernilai gizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti lemak, protein, vitamin, mineral serta memiliki daya cerna yang tinggi (Sirait, 1986). Telur ayam terdiri dari tiga bagian utama yaitu kulit telur 8-11%, kuning telur 27-32% dan albumen (putih telur) 56-61%. Bagian-bagian tersebut masih dibagi lagi dalam beberapa lapisan telur (Gambar 1). Gambar 1. Susunan Bagian Dalam Telur Ayam Sumber: Romanoff dan Romanoff, 1963 Komposisi Putih Telur Ayam Putih telur yang terkandung dalam telur sekitar 56-61% dan dibentuk dari sebagian besar air dan protein. Putih telur dibentuk dari beberapa lapisan yang berbeda kekentalannya, yang terdiri dari lapisan tebal hingga lapisan encer (Brown, 2000). Telur sebagian besar terdiri dari air, sedangkan bagian padatnya terdiri dari protein, lemak, karbohidrat serta garam-garam mineral. Putih telur memiliki kandungan air yang relatif lebih banyak dibandingkan kuning telur, yaitu kurang lebih dua kali lipat lebih besar (Tabel 1).

15 Tabel 1. Komposisi Kimia Telur Ayam Ras (dalam 100 gram berat bahan) Telur Ayam Segar Komposisi Kimia Telur Utuh Kuning Telur Putih Telur Kalori (Kal) 148,0 361,0 50,0 Air (g) 74,0 49,4 87,8 Protein (g) 12,8 16,3 10,8 Lemak (g) 11,5 31,9 0,0 Karbohidrat (g) 0,7 0,7 0,8 Kalsium (mg) 54,0 147,0 6,0 Fosfor (mg) 180,0 586,0 17,0 Vitamin A (SI) 900,0 2000,0 0,0 Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan (1979) Putih telur mempunyai empat bagian utama yaitu lapisan putih telur yang encer bagian luar, lapisan putih telur yang kental, lapisan putih telur encer bagian dalam dan lapisan khalaza. Bagian putih telur diikat dengan bagian kuning telur oleh khalaza, yaitu serabut-serabut protein berbentuk spiral yang disebut mucin. Struktur putih telur dibentuk oleh serabut-serabut protein yang terjalin membentuk jala yang disebut ovomucin, sedangkan bagian yang cair diikat kuat di dalamnya menjadi bagian kental ( Romanoff dan Romanoff, 1963). Perbedaan kekentalan putih telur disebabkan oleh perbedaan kandungan airnya. Karena putih telur banyak mengandung air maka selama penyimpanan bagian ini pula yang paling mudah rusak. Kerusakan ini terjadi terutama disebabkan oleh keluarnya air dari jala-jala ovomucin yang berfungsi sebagai pembentuk struktur putih telur ( Belitz dan Grosch, 1999). Protein dan air merupakan komponen terbesar putih telur. Protein putih telur terdiri dari protein serabut yaitu ovomucin dan protein globular yaitu ovalbumin, conalbumin, ovomucoid, lyzozyme, flavoprotein, ovoglobulin, ovoinhibitor, dan avidin (Stadelman dan Cotterill, 1995). Karbohidrat yang terdapat di dalam putih telur dapat dalam bentuk bebas maupun berikatan dengan protein membentuk glikoprotein. Sejumlah karbohidrat umumnya terdapat sebagai glukosa sebanyak 0,4 % dari total putih telur dan 0,5 % dari putih telur terdapat dalam bentuk glikoprotein yang mengandung unit-unit galaktosa dan manosa ( Romanoff dan Romanoff, 1963). 3

16 Sifat-sifat Protein Putih Telur Putih telur merupakan campuran protein yang memiliki kemampuan buih yang tinggi dan setiap komponennya mempunyai fungsi yang spesifik. Hasil-hasil penelitian yang dikutip Alleoni dan Antunes (2004) menunjukkan bahwa salah satu fraksi protein putih telur yaitu globulin mempunyai kemampuan memudahkan terbentuknya buih, sementara kompleks ovomucin-lysozyme, ovalbumin, dan conalbumin mempunyai kemampuan membuat buih stabil saat dipanaskan. Fraksi protein putih telur lainnya, seperti conalbumin, lysozyme, ovomucin dan ovomucoid sendiri mempunyai kemampuan membuih yang sangat rendah, tetapi interaksi antara lysozyme dan globulin mempunyai peranan penting dalam pembentukan buih. Stadelman dan Cotterill (1995) menyatakan bahwa fraksi-fraksi protein putih telur yang berperan dalam pembentukan buih, diantaranya ovalbumin, ovomucin, dan globulin sedangkan Davis dan Reeves (2002) mengemukakan bahwa ovotransferin, lysozyme dan ovomucoid juga berperan dalam pembentukan buih. Jenis-jenis protein putih telur, sifat dan karakteristiknya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jenis, Sifat dan Karakteristik Protein Putih Telur Jenis Jumlah Titik Suhu (%) Isoelektrik Denaturasi Karakteristik Ovalbumin 54,0 4,5 84,5 Pembentuk jel Conalbumin 13,0 6,1 61,5 Mengikat Fe (logam lain) Ovomucoid 11,0 4,1 70,0 Menghambat tripsin Lysozyme 3,5 10,7 75,0 Menguraikan bakteri G 2 - globulin 4,0 5,5 92,5 Pembentuk buih yang baik G 3 -globulin 4,0 5,8 Pembentuk buih yang baik Ovomucin 1,5 4,5-5,0 Faktor yang mempengaruhi kekentalan Flavoprotein 0,8 4,1 Mengikat riboflavin Ovoglikoprotein 0,5 3,9 Sialoprotein Ovomakroglobulin 0,5 4,5-4,7 - Ovoinhibitor 0,1 5,2 Menghambat beberapa protease Avidin 0,05 9,5 Mengikat biotin Sumber: Belitz dan Grosch,

17 Pasteurisasi Putih Telur Tujuan utama dari pasteurisasi produk telur adalah untuk menciptakan suatu produk yang bermutu dengan mengurangi bakteri patogen. Bakteri patogen utama yang difokuskan adalah Salmonella karena organisme ini yang secara umum berasosiasi dengan telur dan produk telur (Stadelman dan Cotterill, 1995). Salah satu cara untuk mengurangi jumlah bakteri adalah dengan melakukan pasteurisasi terhadap cairan putih telur pada suhu sekitar 54,4 o C selama 3 menit dan untuk memperoleh hasil yang bebas dari Salmonella, putih telur kering disimpan pada suhu 53,3 o C selama 5 hari (Brown dan Zabik, 1967) Menurut Stadelman dan Cotterill (1995) perlakuan panas pada cairan putih telur mentah (tanpa difermentasi, ph alami yaitu sekitar 9,0; dan tanpa penambahan bahan apapun) dengan kisaran suhu pasteurisasi dapat merusak sifat fungsional cairan putih telur. Stabilitas maksimum protein pada putih telur adalah mendekati ph netral, sehingga pada ph ini metode pasteurisasi yang digunakan untuk putih telur identik dengan pasteurisasi telur utuh yaitu pada suhu antara o C selama 3,5-4 menit. Suhu pasteurisasi yang direkomendasikan untuk putih telur mentah pada beberapa taraf ph dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rekomendasi Temperatur Pasteurisasi untuk Putih Telur Mentah pada Beberapa Taraf ph. ph Putih Telur Temperatur Pasteurisasi ( o C) Sumber: Stadelman dan Cotterill (1977) Fermentasi Putih Telur Putih telur yang akan dikeringkan perlu difermentasi terlebih dahulu agar tidak terjadi reaksi pencoklatan non enzimatik yang dikenal dengan reaksi Maillard. Putih telur kering tanpa fermentasi berwarna coklat kemerah-merahan dan sulit dilakukan perubahan kembali ke bentuk awal. Fermentasi juga sangat membantu 5

18 mempertahankan daya buih putih telur serta menurunkan viskositasnya sehingga mempermudah penanganan (Stadelman dan Cotterill, 1995). Reaksi Maillard terjadi antara gugus karbonil (aldosa dan ketosa) dari gula pereduksi dengan gugus alfa-amino dari asam amino atau protein yang dikenal dengan reaksi karbonilamino dan menghasilkan basa schiff yang berada dalam keseimbangan dengan senyawa glikosilamin substitusi-n. Selanjutnya terjadi amadori rearrangement membentuk 1-amino-1-deoksi-2-ketosa menjadi aldimin dan ketimin yang kemudian berpolimerisasi membentuk melanoidin yang berwarna coklat (Stadelman dan Cotterill, 1995). Mikroorganisme yang digunakan dalam fermentasi yaitu khamir dan bakteri yaitu Saccharomyces cereviseae, Enterobacter aerogenes, Escherichia frundii dan Streptococcus lactis. Selain itu dapat juga dilakukan fermentasi dengan enzim glukosa oksidase (Romanoff dan Romanoff, 1963). Proses penghilangan glukosa dari albumen dapat dilakukan melalui fermentasi menggunakan khamir dengan konsentrasi 0,05-0,50% dan diinkubasi selama 3 jam pada suhu 37 o C. Penggunaan khamir pada konsentrasi lebih tinggi yaitu 1,0% dapat menyebabkan timbulnya yeast flavor pada produk akhir (Stadelman dan Cotterill, 1995). Pengeringan Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air menggunakan energi panas. Kandungan air bahan dikurangi sampai batas tertentu agar mikroba tidak dapat tumbuh lagi pada bahan tersebut (Muchtadi, 1989). Pengeringan selain untuk mengawetkan makanan juga mempunyai beberapa keuntungan antara lain akan mengurangi kesulitan dalam pengemasan, pengangkutan dan penyimpanan. Pengeringan membuat bahan menjadi padat dan kering sehingga lebih memudahkan dalam pengangkutan, pengemasan maupun penyimpanan (Wirakartakusumah et al., 1992). Disamping keuntungan tersebut, pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu sifat asal dari bahan yang dikeringkan dapat berubah seperti bentuk, sifat fisik dan kimia, penurunan mutu dan lain-lain (Winarno et al., 1982). Menurut Buckle et al. (1985), kerugian yang ditimbulkan akibat proses pengeringan adalah berubahnya sifat fisik seperti pemucatan pigmen, perubahan struktur (pengerutan) dan hilangnya aroma. Kondisi pengeringan yang 6

19 tidak terkendali menimbulkan bau gosong. Menurut Wirakartakusumah et al. (1992), sifat bahan dan ukuran bahan mempengaruhi kecepatan pengeringan. Pengeringan bahan pangan dapat dilakukan dengan berbagai metode. Pemilihan metode pengeringan tergantung pada jenis komoditi yang akan dikeringkan, bentuk akhir yang diinginkan, faktor ekonomi dan kondisi operasinya (Desrosier, 1988). Pengeringan Putih Telur Ayam Ras Pengeringan telur pada prinsipnya adalah mengurangi kandungan air dalam bahan sampai pada batas agar mikroorganisme tidak dapat tumbuh. Pengeringan telur mempunyai beberapa keuntungan yaitu: (1) mempermudah dan mengurangi ruang penyimpanan, (2) menghemat biaya transportasi, (3) memperpanjang daya simpan dan (4) mempermudah penggunaannya (Romanoff dan Romanoff, 1963 ; Bergquist, 1964). Menurut Matz dan Matz (1978), metode pengeringan yang dapat digunakan untuk membuat tepung telur ada empat macam yaitu pengeringan semprot, foaming drying, pengeringan secara lapis (pan drying) dan pengeringan beku. Metode pengeringan semprot tidak biasa digunakan untuk membuat tepung putih telur, karena dapat menyebabkan penggumpalan dan penyumbatan pada nozzle alat pengering semprot (Bergquist, 1964). Metode pengeringan secara lapis (pan drying) dan foaming drying biasanya digunakan untuk pembuatan tepung putih telur. Pengeringan foaming drying digunakan untuk bahan cair yang dapat dibusakan. Tujuan pembusaan bahan tersebut adalah untuk memperluas permukaan dan mempercepat proses pengeringan. Metode pengeringan freeze drying merupakan proses pengeluaran air dari suatu produk dengan cara sublimasi dari bentuk beku (es) menjadi uap (gas) (Aman et al., 1992). Metode ini banyak digunakan untuk pengeringan dan pengawetan berbagai bahan pangan karena produk yang dihasilkan mampu mempertahankan stabilitas, aroma (flavor) serta tekstur yang menyerupai bahan awal (Aman et al., 1992). Metode pan drying biasanya digunakan untuk membuat tepung putih telur. Pengeringan dengan metode ini umumnya dilakukan pada suhu sekitar 45,56-47,78 o C. Romanoff dan Romanoff (1963) melaporkan bahwa metode pan 7

20 drying pada suhu sekitar o C, tebal lapisan bahan sekitar 6 mm selama 22 jam akan diperoleh produk kering dengan kadar air sekitar 5%. Produk yang dihasilkan dari proses pengeringan putih telur adalah berupa remah (flake) putih telur, dan tepung putih telur. Kedua bentuk ini dapat dihasilkan dengan metode pan drying sedangkan pada spray drying hanya berupa tepung putih telur. Kadar air remah (flake) putih telur sekitar 12,16% dengan ph 4,5-7,0; dan kadar air tepung putih telur yang dihasilkan dengan metode pan drying sekitar 6-14%. Tepung putih telur yang dihasilkan dengan metode spray drying adalah sekitar 4-8% (Stadelman dan Cotterill, 1995). Kadar Air Winarno (1997), menyatakan bahwa Air adalah bahan yang menguap pada pemanasan dengan suhu dan waktu tertentu. Air merupakan komponen yang sangat penting karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Kandungan air dalam bahan pangan ikut menentukan daya terima, kesegaran, dan daya tahan bahan pangan tersebut. Air juga merupakan faktor pendukung yang sangat mempengaruhi laju perubahan kimiawi maupun fisik pada bahan makanan (De Man, 1989). Penetapan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara, tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu o C selama 3 jam atau sampai didapat berat konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan (Winarno, 1997). Air yang terdapat dalam bahan makanan disebut dengan istilah air terikat. Menurut derajat keterikatan air, air terikat dapat dibagi atas empat tipe yaitu tipe I, tipe II, tipe III dan tipe IV. Tipe I adalah molekul air yang terikat pada molekulmolekul lain melalui suatu ikatan hidrogen yang berenergi besar. Tipe II yaitu molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dari air murni. Air jenis ini lebih sukar dihilangkan dan penghilangan air tipe II akan mengakibatkan penurunan a w (water activity). Tipe III, adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan sedangkan tipe VI adalah air murni. Berdasarkan kadar air hasil pengeringan dengan suhu dan waktu yang sama, air tipe II dan III masing-masing memiliki kadar air 3-7% dan 12-25% (Winarno, 1997). 8

21 Rendemen Rendemen adalah berat tepung putih telur yang diperoleh, dibandingkan dengan berat telur segar. Rendemen dipengaruhi oleh protein yang dapat mengikat air. Semakin banyak air ditahan oleh protein, semakin sedikit air keluar sehingga rendemen semakin bertambah (Ockerman, 1978). Perhitungan rendemen tepung putih telur ditentukan dengan menghitung berat tepung putih telur yang dihasilkan dari setiap perlakuan (AOAC, 1995). Waktu Rehidrasi Waktu rehidrasi menurut Stadelman dan Cotterill (1995) yaitu waktu yang dibutuhkan untuk merekonstituti tepung putih telur sampai semua tepung terlarut. Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa daya rehidrasi tepung putih telur dipengaruhi oleh kadar air, kesempurnaan fermentasi, lama dan suhu penyimpanan. Daya dan Kestabilan Buih Daya Buih Buih adalah dispersi koloid, yaitu fase gas terdispersi dalam fase cair. Ketika putih telur dikocok gelembung udara terperangkap didalam putih telur dan terbentuk buih. Selama pengocokan putih telur, ukuran gelembung udara menurun jumlah gelembung udara meningkat, dan putih telur tembus cahaya berubah menjadi tidak tembus cahaya dengan penampakan lembab. Seiring dengan peningkatan pengikatan udara, buih menjadi stabil dan kehilangan kemampuan mencair. Bila pengocokan dilanjutkan maka buih akan mudah rusak, kehilangan kelembaban serta tampak mengkilat (Stadelman dan Cotterill, 1995). Buih yang baik memiliki daya sebesar 6 sampai 8 kali volume putih telur (Georgian Egg Commission, 2005). Salah satu daya guna putih telur adalah sebagai pembentuk buih. Semakin banyak udara yang terperangkap, buih yang terbentuk akan semakin kaku dan kehilangan sifat alirnya. Daya buih merupakan ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih jika dikocok dan biasanya dinyatakan dalam persen terhadap bobot putih telur (Stadelman dan Cotterill, 1995). Pasteurisasi pada putih telur dapat menurunkan kemampuan membuih dan menurunkan kualitas volume angel cake, hal ini terjadi karena ovotransferin terdenaturasi pada suhu pasteurisasi 53 C. Salah satu cara yang digunakan agar suhu 9

22 pasteurisasi dapat ditingkatkan dan untuk meningkatkan kemampuaan membuih putih telur setelah pasteurisasi, maka dapat ditambahkan metallic ions, garam fosfor dan asam sitrat ( Hatta et al, 1997). Menurut Hamershoj dan Larsen (1999), daya buih tertinggi dicapai pada ph 4,8 dan daya buih terendah pada ph 10,7; sedangkan menurut Nakamura dan Sato (1964), daya buih terbaik adalah pada ph netral dan ph asam kecuali pada ph yang sangat asam sekali. Kestabilan Buih Kestabilan buih merupakan ukuran kemampuan struktur buih untuk bertahan kokoh atau tidak mencair selama waktu tertentu. Indikator kestabilan buih adalah besarnya tirisan buih selama waktu tertentu dan dinyatakan dalam bobot, volume, atau derajat pencairan buih. Tirisan yang banyak menyatakan kestabilan buihnya rendah (Stadelman dan Cotterill, 1995). Struktur buih yang stabil umumnya dihasilkan dari putih telur yang mempunyai elastisitas tinggi, sebaliknya volume buih yang tinggi diperoleh dari putih telur dengan elastisitas yang rendah. Elastisitas akan hilang jika putih telur terlalu banyak dikocok atau direnggangkan seluas mungkin (Stadelman dan Cotterill, 1995). Menurut Hamershoj dan Larsen (1999), kestabilan buih paling baik adalah pada ph 7,0 setelah buih ditiriskan selama 30 menit. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya dan Kestabilan Buih Daya buih dan kestabilannya dipengaruhi oleh metode dan tingkat pengocokan, ph putih telur, umur telur, suhu putih telur, penambahan bahan-bahan lain terutama bahan kimia atau stabilisator (penstabil buih). Metode dan Tingkat Pengocokan. Tingkat pengocokan merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi karakteristik buih putih telur. Tingkat kestabilan buih maksimum putih telur dicapai sebelum volume maksimum buih dicapai (Stadelman dan Cotterill, 1995). Penambahan waktu pengocokan akan meningkatkan volume buih dan memperkecil diameter gelembung buih tetapi tidak memperbaiki volume cakes (Stadelman dan Cotterill, 1995). Pengaruh dari bermacam-macam metode pengocokan terhadap daya buih dapat dilihat pada Tabel 4. 10

23 Tabel 4. Pengaruh Metode Pengocokan terhadap Daya Buih Putih Telur Peubah Metode Pengocokan Homogenisasi Pencampuran (Blending) Sumber: Stadelman dan Cotterill (1995). Pengaruh Peningkatan waktu pengocokan akan memperbaiki seluruh volume buih putih telur tetapi tidak meningkatkan volume kue dari buih tersebut Mengurangi waktu pengocokan dan volume cake yang dibuat dari putih telur homogenisasi Pencampuran (sampai serat ovomucin mencapai panjang 300 mikrons) meningkatkan tingkat pengocokan dan volume kue Derajat Keasaman Putih Telur. Menurut Stadelman dan Cotterill (1995), peningkatan ph putih telur sampai 10,7 selama dilakukan penyimpanan akan membentuk ikatan kompleks ovomucin-lysozyme yang menyebabkan kondisi putih telur menjadi encer, sehingga daya buih putih telur rendah. Peningkatan ph putih telur hingga mencapai 9,0 akan memecah protein globulin putih telur sehingga akan menurunkan kemampuan putih telur untuk mengikat udara dalam pembentukan buih (Seideman et al., 1963). Daya buih putih telur itik dapat ditingkatkan dengan penambahan lemon jus. Asam mempengaruhi ovomucin dalam mempercepat waktu pembentukan buih (Stadelman dan Cotterill, 1995). Umur Telur. Telur akan mengalami penurunan kualitas setelah 2 minggu di simpan pada suhu lebih dari 20 C, hal ini disebabkan karena terjadinya penguapan H 2 O dan CO 2 dari dalam telur (Meyer dan Hood, 1973). Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) selama penyimpanan, telur akan mengalami beberapa perubahan antara lain penguapan CO 2 dan air, perubahan ph, serta perubahan struktur serabut protein. Putih telur baru menghasilkan daya buih 350 persen sedangkan daya buih putih telur yang telah disimpan selama 14 hari menghasilkan daya buih 425 persen, namun kestabilan buih akan menurun (Stadelman dan Cotterill, 1995). Suhu Putih Telur. Putih telur dapat dipanaskan dalam waktu yang sangat singkat pada suhu hingga 58ºC tanpa mempengaruhi volume buih setelah pengocokan. Kestabilan buih putih telur pada suhu 20ºC sama dengan pada suhu 34ºC (Stadelman dan Cotterill, 1995). Pemanasan putih telur pada suhu 50ºC selama 30 menit tidak berpengaruh terhadap daya dan kestabilan buih, akan tetapi pemanasan pada suhu 11

24 65ºC selama 15 menit akan mengurangi kestabilan buih (Stadelman dan Cotterill, 1995). Penambahan Bahan Lain. Pengaruh penambahan bahan kimia dan stabilisator terhadap daya buih seperti Anionik surfaktan, Karboksimetil selulosa, Kationik surfaktan, Guar Gum, Non ionik surfaktan. (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh Penambahan Bahan-bahan Kimia atau Stabilisator terhadap Daya Buih Putih Telur Bahan Kimia atau Pengaruh Stabilisator Anionik surfaktan Memperbaiki penampilan putih telur dengan atau tanpa penambahan kuning telur Karboksimetil selulosa Memperbaiki kestabilan kue dan meringues selama dilakukan penyimpanan dalam keadaan beku Kationik surfaktan Memperbaiki penampilan putih telur dengan penambahan kuning telur Guar Gum Memperbaiki hasil pemasakan meringues dengan microwave Non ionik surfaktan Merusak penampilan putih telur dengan atau tanpa penambahan kuning telur Sumber: Stadelman dan Cotterill (1995) Mekanisme Pembentukan Buih Buih terbentuk karena terjadinya proses penguraian molekul protein sehingga rantai polipeptida putih telur membentuk sumbu memanjang yang sejajar dengan permukaan (Griswold, 1962). Volume buih yang tinggi diperoleh dari putih telur dengan elastisitas rendah, sebaliknya struktur buih yang stabil pada umumnya akan dihasilkan dari putih telur yang memiliki elastisitas yang tinggi. Jika putih telur terlalu banyak dikocok atau direnggangkan seluas mungkin akan menyebabkan hilangnya elastisitas (Stadelman dan Cotterill, 1995). Mekanisme terbentuknya buih diawali dengan terbukanya ikatan-ikatan pada molekul protein sehingga rantai protein menjadi lebih panjang. Dilanjutkan dengan proses pembentukan lapisan monolayer (adsorbsi) (Cherry dan McWaters, 1981). Udara kemudian masuk di antara molekul-molekul protein yang terbuka rantainya dan ditahan di sana sehingga volume bagian putih telur menjadi bertambah (Sirait, 1986). Setelah terbentuknya buih, akan terjadi adsorbsi kontinyu membentuk monolayer kedua untuk menggantikan lapian yang terdenaturasi. Lapisan protein 12

25 akan saling mengikat untuk mencegah keluarnya air. Terakhir akan terjadi proses yang menyebabkan agregasi dan melemahnya ikatan yang terbentuk (Cherry dan McWaters, 1981). Mekanisme terbentuknya buih ini disajikan pada Gambar 2. PROTEIN DENATURASI PEMBENTUKAN LAPISAN TIPIS udara udara udara MENANGKAP UDARA udara PERBAIKAN BUIH YANG TERBENTUK KOAGULASI udara udara DISTRUPSI Gambar 2. Mekanisme Pembentukan Buih Sumber : Cherry dan McWaters,

26 Asam Sitrat (C 6 H 8 O 7 ) Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada buah tumbuhan genus citrus (jeruk-jerukan). Senyawa ini merupakan bahan pengawet yang baik dan alami, selain digunakan sebagai penambah rasa masam pada makanan dan minuman ringan. Dalam biokimia, asam sitrat dikenal sebagai senyawa antara dalam siklus asam sitrat, zat ini juga digunakan sebagai zat pembersih yang ramah lingkungan dan sebagai antioksidan (Wikipedia, 2005) Asam sitrat disebut juga asam sitrun, yang biasa digunakan untuk pembuatan permen, es krim, marmalade, dan pada pembuatan jelli (Belitz dan Grosch, 1999). Sifat asam ini antara lain berbentuk padatan, kristal bening tak berwarna, butiran putih bahkan seperti bubuk kristal. Asam sitrat tidak berbau dan memiliki rasa asam yang kuat. (Arthur dan Rose, 1956). 14

27 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Bagian Teknologi Hasil Ternak Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan dan Pusat Antar Universitas (PAU) Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan September - Desember Materi Penelitian ini menggunakan bahan utama yaitu telur ayam ras umur satu hari sebanyak 45 butir, telur tersebut diperoleh dari ayam ras galur Hisex Brown yang dipelihara di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas. Bahan lainnya yang dibutuhkan yaitu asam sitrat 5%, Fermipan (Saccharomyces cereviceae) dan air. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hand mixer elektrik (Philips), loyang, kompor gas, panci, termometer, blender kering elektrik (Philips), oven 50 C, oven 105 C, cawan porselen, desikator, timbangan elektrik, gelas ukur, stopwatch, pipet, ph meter dan magnetic stirrer. Rancangan Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok. Sebagai perlakuan adalah penambahan asam sitrat pada putih telur ayam ras yang akan dikeringkan. Terdiri atas tiga taraf yaitu 1,9; 2,8 dan 5,3%, dengan tiga periode pembuatan tepung sebagai kelompok. Model matematika yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1995). Y ij = µ + α i + ß j + ε ij Keterangan Y ij : Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j µ : Rataan umum α i : Pengaruh penambahan asam sitrat ke-i (i = 1,9; 2,8; 5,3%) ß j : Pengaruh kelompok ke-j (j = 1,2,3) ε ij : Pengaruh acak pada penambahan asam sitrat ke-i dan kelompok ke-j

28 Peubah Peubah yang diamati adalah kadar air, sifat fisik (rendemen dan waktu rehidrasi) dan sifat fungsional (daya buih dan kestabilan buih). Analisis Data yang diperoleh diolah menggunakan analisis ragam. Bila perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1995). Prosedur Penelitian pendahuluan merupakan penelitian yang dilakukan untuk menentukan taraf penambahan asam sitrat yang akan digunakan dalam penelitian utama. Penelitian utama adalah penelitian yang difokuskan pada pembuatan, uji sifat fisik dan fungsional tepung putih telur ayam ras. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan taraf penambahan asam sitrat yang akan digunakan sebagai perlakuan pada penelitian utama. Tahapannya adalah sebagai berikut: 5 butir telur (dipilih secara acak) yang akan digunakan dalam pengukuran ph disiapkan terlebih dahulu dan dibersihkan menggunakan air hangat (35-40 o C) kemudian ditiriskan. Pengukuran ph dalam penelitian pendahuluan dilakukan sebanyak 5 kali ulangan, setiap ulangan menggunakan 1 butir telur. Telur dipecah satu persatu kemudian dipisahkan antara putih dan kuning telurnya, kemudian putih telur ditimbang bobotnya dan dihomogenkan menggunakan magnetic stirer. Putih telur dari setiap butir secara bergantian masing-masing diukur ph awalnya menggunakan ph meter, kemudian ditambahkan asam sitrat hingga ph putih telur mencapai 7,2; ditambah kembali hingga ph putih telur mencapai 6,8 dan ditambahkan kembali hingga ph putih telur mencapai 6,4 (sebelum pengukuran ph putih telur dihomogenkan dahulu menggunakan magnetic stirer agar asam sitrat tercampur merata). Banyaknya asam sitrat yang ditambahkan pada putih telur tiap butirnya untuk mencapai ph yang diinginkan (7,2; 6,8 dan 6,4), jumlahnya diukur dengan menggunakan pipet. Banyaknya asam sitrat yang ditambahkan untuk mencapai ph 16

29 yang diinginkan dirata-rata tiap ulangannya, kemudian dicari persentasenya terhadap bobot putih telur. Rata-rata penambahan asam sitrat Taraf asam sitrat (%) = x 100% Bobot putih telur Penelitian Utama Penelitian utama lebih difokuskan pada pembuatan, pengukuran kadar air, uji sifat fisik dan fungsional tepung putih telur ayam ras. Proses pembuatan tepung putih telur ayam ras disajikan pada Gambar 3. Telur ayam ras Persiapan telur Pemecahan telur Pemisahan isi telur dan homogenisasi Penambahan asam sitrat Pasteurisasi Fermentasi Pengeringan Tepung putih telur ayam ras Analisa sifat fisik dan fungsional Gambar 3. Diagram Pembuatan Tepung Putih Telur Ayam Ras dengan Metode Pan Drying 17

30 Pembuatan Tepung Putih Telur Ayam Ras. Pembuatan tepung diawali dengan persiapan telur yang meliputi seleksi telur dan pencucian telur. Seleksi telur yaitu dengan memilih telur yang kualitasnya baik dan bobotnya seragam. Pencucian telur dilakukan apabila kulit telur kotor, yaitu dicuci dengan air hangat (35-40 o C) kemudian ditiriskan.telur dipecahkan kemudian dipisahkan bagian putih dan kuning telurnya, lalu putih telur dihomogenkan dengan pengaduk hingga tercampur rata. Tahap selanjutnya adalah penambahan asam sitrat yang dilakukan khusus untuk pembuatan tepung putih telur. Penambahan asam sitrat pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan asam sitrat 5% dengan taraf 1,9%, 2,8%, 5,3% (taraf asam sitrat ditentukan melalui penelitian pendahuluan). Setelah ditambahkan asam sitrat cairan putih telur kemudian dipasteurisasi dengan menggunakan metode double wall pada suhu o C selama 3 menit dengan tujuan untuk menghilangkan mikroorganisme patogen ( Stadelman dan Cotterill, 1995). Proses desugarisasi dilakukan setelah pasteurisasi putih telur menggunakan penambahan ragi roti (khamir saccaromyces cereviceae) sebanyak 0,3% ke dalam cairan putih telur, lalu diaduk sampai penyebaran khamir merata, setelah itu putih telur tersebut diinkubasi pada suhu ruang (30 o C) selama 2 ½ jam. Telur yang telah difermentasi tersebut dikeringkan menggunakan loyang sebagai wadah. Cairan putih telur dituangkan ke dalam loyang hingga kira-kira setebal 6 mm, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu ± 50 o C selama 70 jam sehingga menghasilkan flake. Flake yang diperoleh dari hasil pengeringan kemudian digiling menggunakan blender kering. Kadar Air (Association of Official Analitical Chemist, 1995). Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven. Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit, didinginkan di dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 3 g sampel dimasukkan dalam cawan yang telah diketahui bobotnya, kemudian dikeringkan dalam oven 105 o C selama 24 jam hingga beratnya konstan. Cawan dan sampel yang telah dioven dipindahkan ke desikator, didinginkan dan kemudian ditimbang. Kadar air sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut: Bobot sampel awal bobot sampel akhir Kadar air (%) = x 100 % Bobot sampel awal 18

31 Rendemen (Association of Official Analitical Chemist, 1995). Perhitungan rendemen tepung putih telur ditentukan dengan menghitung berat tepung putih telur yang dihasilkan dari setiap perlakuan. Berat tepung putih telur (gram) Rendemen (%) = x 100 % Berat putih telur awal (gram) Waktu Rehidrasi. Tepung telur dilarutkan dalam air bersuhu 21 o C sampai volume larutan 10 kali bobot tepung putih telur, kemudian larutan dimixer dengan kecepatan satu. Waktu yang dibutuhkan sampai semua tepung terlarut dicatat. Daya Buih. Daya buih diperoleh dengan cara mengocok tepung putih telur pada satuan bobot yang sama, selama 90 detik dengan kecepatan dua kemudian dilanjutkan dengan kecepatan tiga selama 90 detik. Kemudian dihitung daya buih berdasarkan rumus yang dikemukakan Stadelman dan Cotterill (1995). Volume buih Daya buih = x 100% Volume putih telur Kestabilan Buih. Kestabilan buih dapat diukur dari banyaknya tirisan yang terjadi. Semakin tinggi tirisan buih, berarti kestabilan buih semakin rendah. Persentase tirisan buih dihitung berdasarkan rumus yang dikemukakan Stadelman dan Cotterill (1995). Volume tirisan Persentase Tirisan Buih = x 100% Volume buih 19

32 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan taraf penambahan asam sitrat yang akan digunakan pada penelitian utama. Penentuan taraf penambahan asam sitrat dilakukan dengan menambah asam sitrat pada putih telur hingga ph putih telur mencapai 7,2; 6,8; 6,4. Penentuan besarnya ph yang diinginkan yaitu berdasarkan pendapat Stadelman dan Cotterill (1995) bahwa pada pembuatan tepung putih telur ph harus diatur sedemikian rupa hingga ph cairan putih telur antara 6,6-7,0. Hasil pengukuran asam sitrat kemudian dibandingkan dengan bobot putih telurnya dan diubah ke dalam bentuk persen. Hasil pengamatan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Penambahan Asam Sitrat untuk Mencapai ph Putih Telur yang Diinginkan Kelompok ph putih telur 7,2 6,8 6, (%) ,24 1, ,2 2,1 3,89 3 3,2 3,8 6,7 4 1,65 2,6 5,93 5 2,27 3,57 5,84 Rata-rata 1,9 2,8 5,3 Dari Tabel 4 terlihat bahwa untuk mendapatkan ph 7,2 diperlukan penambahan asam sitrat rata-rata sebanyak 1,9%, sedangkan untuk mendapatkan ph putih telur 6,8 dan 6,4 rata-rata diperlukan penambahan asam sitrat berturut-turut 2,8 dan 5,3%. Oleh karena itu pada penelitian utama digunakan penambahan asam sitrat ke dalam putih telur berturut-turut sebesar 1,9; 2,8; dan 5,3%. Penelitian Utama Kadar Air Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan asam sitrat sebesar 1,9; 2,8 dan 5,3% pada putih telur ayam ras tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air tepung putih telur ayam ras yang dihasilkan. Besar kadar air antara lain dipengaruhi oleh suhu dan lama pengeringan (Winarno, 1997). Dalam penelitian ini lama pengeringan masing-masing perlakuan sama yaitu 70 jam, dengan suhu

33 yang sama yaitu sekitar 50 o C. Jadi berdasarkan hal tersebut maka kadar air tepung putih telur ayam ras yang dihasilkan tidak berbeda. Rataan nilai kadar air tepung putih telur ayam ras pada penelitian ini adalah 6,47%. Hasil ini sesuai dengan penelitian Bergquist (1973) yang menyatakan bahwa kadar air tepung putih telur ayam ras yang dihasilkan dengan metode pan drying sekitar 6-14%. Nilai kadar air dalam penelitian ini juga sesuai dengan SNI (1996) yang menyatakan bahwa kadar air maksimum tepung putih telur adalah 8%. Air yang terdapat dalam putih telur ayam ras merupakan air tipe II, karena setelah mengalami proses pengeringan kadar airnya menjadi 6,47%. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Winarno (1997) bahwa air Tipe II merupakan molekulmolekul air yang membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dari air murni, yang setelah dikeringkan kadar airnya menjadi 3-7%. Air jenis ini lebih sukar dihilangkan dan penghilangan air tipe II akan mengakibatkan penurunan a w (water activity). Kadar air tepung putih telur ayam ras dalam penelitian ini telah sesuai dengan tingkat kadar air yang aman dari resiko adanya pertumbuhan mikroorganisme kontaminan. Hal ini sesuai dengan Brooker et al (1974) yang menyebutkan bahwa pengeringan sebagai proses penurunan kadar air sampai batas tertentu dapat mengurangi kerusakan bahan akibat aktivitas biologis dan kimia. Tingkat kadar air 2-8% sebagai hasil pengeringan, aman dari resiko adanya pertumbuhan mikroorganisme kontaminan contohnya Salmonella sp. Dengan mengetahui kadar air tepung putih telur ayam ras, maka dapat ditentukan banyaknya penambahan air yang diperlukan untuk merehidrasi tepung putih telur seperti kondisi awal. Menurut Stadelman dan Cotterill (1995) banyaknya penambahan air yang diperlukan untuk merehidrasi tepung putih telur seperti kondisi awal adalah 10 bagian air per bobot tepung putih telur. Sifat Fisik Tepung Putih Telur Ayam Ras Hasil penelitian mengenai sifat fisik (rendemen dan waktu rehidrasi) disajikan pada Tabel 7. 21

34 Tabel 7. Sifat Fisik Tepung Putih Telur Ayam Ras dengan Penambahan Taraf Asam Sitrat yang Berbeda Sifat fisik Penambahan Asam Sitrat (%) 1,9 2,8 5,3 Rendemen (%) 12,87±0,40 12,26±0,66 12,54±0.24 Waktu rehidrasi (detik) 56,33±4,04 57,11±3,65 60,55±3,35 Rendemen. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan asam sitrat sebesar 1,9; 2,8 dan 5,3% pada putih telur ayam ras tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rataan rendemen tepung putih telur ayam ras yang dihasilkan. Besarnya rendemen suatu bahan kemungkinan dipengaruhi oleh suhu dan lama pengeringan, serta penambahan suatu bahan. Dalam penelitian ini asam sitrat yang ditambahkan berbentuk cair dengan jumlah relatif kecil, maka tidak berpengaruh terhadap rendemen tepung putih telur yang dihasilkan. Nilai rendemen tepung putih telur ayam ras dalam penelitian ini berkisar antara 12,26-12,87% dengan rata-rata sebesar 12,56%. Rataan nilai rendemen tersebut sedikit lebih besar dibandingkan dengan nilai bahan kering putih telur ayam ras yaitu sekitar 12,20% (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan, 1979). Hal tersebut karena masih ada kandungan air dalam tepung putih telur ayam ras, hal ini dapat dilihat dari nilai kadar air tepung putih telur ayam ras yaitu sekitar 6,47%. Nilai rendemen tepung putih telur ayam ras dalam penelitian ini merupakan peubah yang sangat penting karena dapat digunakan untuk memperkirakan harga tepung putih telur per gram. Semakin tinggi nilai rendemennya menyebabkan harga jual yang lebih rendah. Waktu Rehidrasi. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan asam sitrat sebesar 1,9; 2,8 dan 5,3% pada putih telur ayam ras, tidak memberikan pengaruh nyata terhadap waktu rehidrasi tepung putih telur ayam ras yang dihasilkan. Lama waktu rehidrasi tepung putih telur ayam ras dalam penelitian ini berkisar antara 56,33-60,55 detik dengan rata-rata waktu rehidrasi sebesar 57,99 detik. Hasil tersebut kemungkinan besar karena nilai kadar air dalam penelitian ini tidak berbeda nyata antara ketiga taraf perlakuan. Hal ini sesuai dengan Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa daya rehidrasi tepung putih telur dipengaruhi oleh kadar air, kesempurnaan fermentasi, lama dan suhu penyimpanan. 22

35 Sifat Fungsional Tepung Putih Telur Ayam Ras Hasil penelitian mengenai sifat fungsional (daya dan kestabilan buih) disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Sifat Fungsional Tepung Putih Telur Ayam Ras dengan Penambahan Taraf Asam Sitrat yang Berbeda Sifat fisik Penambahan Asam Sitrat (%) 1,9 2,8 5,3 Daya buih (%) 300,00±29,39 A 414,81±23,13 B 496,30±6,41 C Persentase tirisan (%) 3,79±0,22 A 1,21±0,07 B 0,20±0,01 C Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01). Daya Buih. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan asam sitrat sebesar 1,9; 2,8 dan 5,3% pada putih telur ayam ras, memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap daya buih tepung putih telur ayam ras yang dihasilkan. Daya buih tepung putih telur ayam ras yang ditambah asam sitrat 5,3% pada awal pembuatan, memberikan pengaruh yang sangat berbeda dibandingkan dengan penambahan asam sitrat 2,8 dan 1,9%. Daya buih tepung putih telur ayam ras dengan penambahan asam sitrat 2,8% juga sangat berbeda nyata dengan daya buih tepung putih telur ayam ras dengan penambahan asam sitrat 1,9%. Perbedaan yang sangat nyata terhadap daya buih tepung putih telur ayam ras tersebut disebabkan oleh perbedaan ph tepung putih telur ayam ras yang dihasilkan, seperti diperlihatkan pada tabel berikut. Tabel 9. Rata-rata ph Tepung Putih Telur setelah direhidrasi Kelompok Penambahan Asam Sitrat (%) 1,9 2,8 5,3 1 8,83 7,67 6, ,39 6, ,78 6,44 Rata-rata 8,77 7,95 6,57 Semakin banyak penambahan asam menyebabkan ph tepung putih telur yang dihasilkan semakin rendah Nilai ph rata-rata tepung putih telur ayam ras dengan penambahan asam sitrat 5,3% sebesar 6,57, sedangkan ph rata-rata tepung putih telur ayam ras dengan penambahan asam sitrat 2,8 dan 1,9% berturut-turut sebesar 7,95 dan 8,77. Tepung putih telur ayam ras dengan penambahan taraf asam sitrat 5,3% menghasilkan daya buih tertinggi yaitu 496,30%, hal ini karena ph 23

36 tepung putih telur yang dihasilkan yaitu ph 6,57 lebih mendekati ph isoelektrik protein (4-5) putih telur yaitu ovomucin, yang mempengaruhi daya buih (Linden dan Lorient, 1999). Hal ini juga sesuai dengan Hamershoj dan Larsen (1999) yang menyatakan bahwa daya buih tertinggi dicapai pada ph 4,8 dan daya buih terendah pada ph 10,7; sedangkan menurut Nakamura dan Sato (1964), daya buih terbaik adalah pada ph netral dan ph asam kecuali pada ph yang sangat asam sekali. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan Romanoff dan Romanoff (1963) yang menyatakan bahwa jika ditambahkan asam sitrat maka daya buih putih telur akan meningkat. Hal ini karena putih telur memiliki bentuk fisik yang kental dan setelah ditambahkan bahan-bahan kimia tersebut maka terjadi reaksi dengan putih telur sehingga tegangan permukaan putih telur berkurang. Pada keadaan demikian putih telur lebih mudah untuk menangkap udara. Kemampuan membuih tepung putih telur ayam ras dalam penelitian ini (3-4 kali volume tepung putih telur ayam ras setelah direhidrasi), kurang baik jika dibandingkan dengan putih telur segar hal ini berdasarkan Georgia Egg Commission (2005) yang menyatakan bahwa buih yang bagus memiliki daya sebesar 6 sampai 8 kali dari volume putih telur awal. Volume buih tepung putih telur ayam ras pada penelitian ini sedikit rendah bila dibandingkan dengan daya buih putih telur segar, hal ini karena beberapa faktor. Menurut Stadelman dan Cotterill (1995) faktor yang mempengaruhi volume buih yaitu lamanya telur disimpan, suhu putih telur, ph putih telur, lama pengocokan, perlakuan pendahuluan dan penambahan bahan kimia atau stabilisator. Faktor yang paling berpengaruh terhadap volume buih dalam penelitian ini adalah penambahan zat kimia, ph tepung putih telur ayam ras dan perlakuan pendahuluan yaitu proses pengeringan. Daya buih yang rendah pada tepung putih telur ini karena terjadinya denaturasi protein berlebih pada putih telur. Hal ini sesuai dengan Stadelman dan Cotterill (1995), yang menyatakan bahwa daya buih putih telur akan mengalami kerusakan selama pasteurisasi. Hal ini karena terjadinya denaturasi kompleks ovomucin-lysozyme akibat perlakuan panas. Selain terjadinya denaturasi protein, ph pun mempunyai peranan dalam mempengaruhi daya buih. 24

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR ITIK DENGAN PENAMBAHAN TARAF ASAM SITRAT YANG BERBEDA

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR ITIK DENGAN PENAMBAHAN TARAF ASAM SITRAT YANG BERBEDA SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR ITIK DENGAN PENAMBAHAN TARAF ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI DYAH RATIH AMIARTI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963)

Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963) TINJAUAN PUSTAKA Struktur dan Komposisi Telur Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup baru. Protein yang terdapat pada telur

Lebih terperinci

PENAMBAHAN ASAM SITRAT PADA PEMBUATAN TEPUNG PUTIH TELUR ITIK TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE SKRIPSI

PENAMBAHAN ASAM SITRAT PADA PEMBUATAN TEPUNG PUTIH TELUR ITIK TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE SKRIPSI PENAMBAHAN ASAM SITRAT PADA PEMBUATAN TEPUNG PUTIH TELUR ITIK TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE SKRIPSI DIAN APRIANDINI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963) TINJAUAN PUSTAKA Struktur Telur Telur merupakan salah satu bahan makanan asal ternak yang dikenal bernilai gizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti asam-asam

Lebih terperinci

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH

HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bolu Kukus Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan telur dan gula. Terdapat banyak macam kue bolu, misalnya kue tart yang biasa dihidangkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LAMA PENYIMPANAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA SUHU RUANG SKRIPSI SAMSUDIN

HUBUNGAN ANTARA LAMA PENYIMPANAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA SUHU RUANG SKRIPSI SAMSUDIN HUBUNGAN ANTARA LAMA PENYIMPANAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA SUHU RUANG SKRIPSI SAMSUDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL DENGAN PENAMBAHAN ASAM ASETAT PADA UMUR SIMPAN YANG BERBEDA SKRIPSI HANDI SURYONO

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL DENGAN PENAMBAHAN ASAM ASETAT PADA UMUR SIMPAN YANG BERBEDA SKRIPSI HANDI SURYONO DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL DENGAN PENAMBAHAN ASAM ASETAT PADA UMUR SIMPAN YANG BERBEDA SKRIPSI HANDI SURYONO PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Effect on Fermentation Time to Water Content, Rendement, Foaming Capacity and Foaming Stability of Pan Drying Egg Powder ABSTRACT

Effect on Fermentation Time to Water Content, Rendement, Foaming Capacity and Foaming Stability of Pan Drying Egg Powder ABSTRACT Effect on Fermentation Time to Water Content, Rendement, Foaming Capacity and Foaming Stability of Pan Drying Egg Powder Ellza Romantica 1), Imam Thohari 2) and Lilik Eka Radiati 2) 1 ) Student at Departement

Lebih terperinci

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruang Suhu lingkungan tempat telur disimpan berkisar mulai dari 25-28 o C dengan kelembaban 62-69%. Kondisi lingkungan terutama suhu dan kelembaban dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

PENAMBAHAN ASAM SITRAT PADA PEMBUATAN TEPUNG PUTIH TELUR ITIK TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE SKRIPSI

PENAMBAHAN ASAM SITRAT PADA PEMBUATAN TEPUNG PUTIH TELUR ITIK TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE SKRIPSI PENAMBAHAN ASAM SITRAT PADA PEMBUATAN TEPUNG PUTIH TELUR ITIK TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE SKRIPSI DIAN APRIANDINI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

MUTU FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE YANG DIBUAT DARI TEPUNG PUTIH TELUR AYAM HASIL LAMA DESUGARISASI YANG BERBEDA SKRIPSI HEIDY NELSIANA

MUTU FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE YANG DIBUAT DARI TEPUNG PUTIH TELUR AYAM HASIL LAMA DESUGARISASI YANG BERBEDA SKRIPSI HEIDY NELSIANA MUTU FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE YANG DIBUAT DARI TEPUNG PUTIH TELUR AYAM HASIL LAMA DESUGARISASI YANG BERBEDA SKRIPSI HEIDY NELSIANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5)

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal Pada Kualitas yang Sama Hubungan antara tinggi putih telur dengan daya buih telur itik lokal pada kualitas yang

Lebih terperinci

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA UMUR TELUR DAN TARAF PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI ANA RAHMAWATI

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA UMUR TELUR DAN TARAF PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI ANA RAHMAWATI DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA UMUR TELUR DAN TARAF PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI ANA RAHMAWATI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. menguapnya gas karbondiosida dari dalam telur (Gaman dan Sherrington, 1994).

I. TINJAUAN PUSTAKA. menguapnya gas karbondiosida dari dalam telur (Gaman dan Sherrington, 1994). I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Telur Telur merupakan salah satu produk hewani yang digunakan sebagai bahan pangan sumber protein, lemak dan vitamin yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Telur memiliki kelemahan

Lebih terperinci

Telur Pidan, Tepung Telur, Mayones

Telur Pidan, Tepung Telur, Mayones PENGOLAHAN TELUR Telur Pidan, Tepung Telur, Mayones Materi 9 TATAP MUKA KE-9 Semester Genap 2015-2016 BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

Telur. Titis Sari Kusuma. Ilmu Bahan Makanan-Telur

Telur. Titis Sari Kusuma. Ilmu Bahan Makanan-Telur Telur Titis Sari Kusuma Ilmu Bahan Makanan-Telur 1 MACAM TELUR Ilmu Bahan Makanan-Telur 2 TELUR Nilai gizi telur sangat lengkap, sumber protein yang baik, kadarnya sekitar 14%, >> tiap butir telur akan

Lebih terperinci

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 9 BAB X AIR Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita.

Lebih terperinci

TEKNOLOGI TELUR. Pada umumnya telur mempunyai 3 struktur bagian, yaitu :

TEKNOLOGI TELUR. Pada umumnya telur mempunyai 3 struktur bagian, yaitu : TEKNOLOGI TELUR STRUKTUR UMUM TELUR Pada umumnya telur mempunyai 3 struktur bagian, yaitu : Kulit Telur Mengandung Ca = 98.2 % Mg = 0.9 % ( menentukan kekerasan cangkang/kulit); P = 0.9%. Ketebalan yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH

HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and

TINJAUAN PUSTAKA. gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and II. TINJAUAN PUSTAKA.1. Telur dan Komposisi Telur Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and Tannenbaum

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah,(3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PUTIH TELUR ITIK TEGAL

KARAKTERISTIK PUTIH TELUR ITIK TEGAL KARAKTERISTIK PUTIH TELUR ITIK TEGAL (Albumin Characteristic of Tegal Duck Egg) C. BUDIMAN dan RUKMIASIH Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680 ABSTRACT The function

Lebih terperinci

11/10/2017. Telur. Titis Sari Kusuma. Ilmu Bahan Makanan-Telur MACAM TELUR

11/10/2017. Telur. Titis Sari Kusuma. Ilmu Bahan Makanan-Telur MACAM TELUR Telur Titis Sari Kusuma 1 MACAM TELUR 2 1 TELUR Nilai gizi telur sangat lengkap, sumber protein yang baik, kadarnya sekitar 14%, >> tiap butir telur akan diperoleh sekitar 8 gram protein. Kandungan asam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

;ZM A$ PENYUSUTAN BOBOT, KUALITAS, DAYA DAN KESTABILAN

;ZM A$ PENYUSUTAN BOBOT, KUALITAS, DAYA DAN KESTABILAN ;ZM A$ PENYUSUTAN BOBOT, KUALITAS, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL YANG DISIMPAN DALAM REFRIGERATOR SKRIPSI KHOIRUL ANWAR PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 13 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Mei 2012 bertempat di Laboratorium Analisis makanan, Laboratorium pengolahan pangan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama

I. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Itik adalah salah satu jenis unggas yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama dibandingkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie adalah produk pasta atau ekstruksi yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia (Teknologi Pangan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan-bahan untuk persiapan bahan, bahan untuk pembuatan tepung nanas dan bahan-bahan analisis. Bahan

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN

SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI HARFAN TEGAS ADITYA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Kimia Fisik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen, Departemen Pertanian, Cimanggu, Bogor. Waktu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tananam manggis (Garcinia Mangostana L) merupakan salah satu buah asli

I. PENDAHULUAN. Tananam manggis (Garcinia Mangostana L) merupakan salah satu buah asli 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tananam manggis (Garcinia Mangostana L) merupakan salah satu buah asli negara tropika yang mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan di berbagai daerah dengan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2017 Februari 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2017 Februari 2017 di 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2017 Februari 2017 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang. 3.1.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar. pengertian Bahan Pangan Hewani dan Nabati dan pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas

MATERI DAN METODE di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini sudah dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2014 di Laboratorium Teknologi Pasca Panen, Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas Pertanian dan

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Telur

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Telur Kedalaman Kantung Udara HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Telur Pembesaran kantung udara telur ayam ras dengan pengolesan minyak kelapa dapat ditekan sampai umur simpan 35 hari (Tabel 6). Kedalaman kantung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG

PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG Disusun oleh: Ribka Merlyn Santoso 14.I1.0098 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. super merah dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2017, pengujian overrun,

BAB III MATERI DAN METODE. super merah dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2017, pengujian overrun, 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian pembuatan es krim dengan penambahan ekstrak kulit buah naga super merah dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2017, pengujian overrun, resistensi pelelehan, total

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan Universitas Diponegoro, Semarang untuk pembuatan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan Universitas Diponegoro, Semarang untuk pembuatan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan Universitas Diponegoro, Semarang untuk pembuatan pektin kulit jeruk dan pembuatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

Shinta Simon, E. Abustam dan M. I. Said.

Shinta Simon, E. Abustam dan M. I. Said. KARAKTERISTIK FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR YANG DIKERINGKAN DENGAN FREEZE DRYER PADA SUHU DAN KETEBALAN BERBEDA TERHADAP STABILITAS BUSA, WAKTU KOAGULASI DAN KEKUATAN GEL (Functional Characteristics of

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tercapainya kecukupan gizi masyarakat (Sudaryani, 2003). Telur sebagai sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. tercapainya kecukupan gizi masyarakat (Sudaryani, 2003). Telur sebagai sumber 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Telur Itik Tegal Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat (Sudaryani, 2003). Telur sebagai sumber

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK LIRA BUDHIARTI. Karakterisasi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu memerlukan penanganan pascapanen yang serius

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN PELAKSANAAN Penelitian ini dilaksanaan pada bulan Februarisampai Mei 2011 di Laboratorium Teknik Kimia, dan Laboratorium Pengawasan Mutu Departemen Teknologi Industri

Lebih terperinci

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan Pembuatan Yogurt 1. Pendahuluan Yoghurt merupakan salah satu olahan susu yang diproses melalui proses fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya yaitu bakteri asam laktat. Melalui

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR TELUR TERHADAP KUALITAS KEMASIRAN TELUR ASIN YANG DIASIN SELAMA 14 HARI SKRIPSI BUDI UTOMO

PENGARUH UMUR TELUR TERHADAP KUALITAS KEMASIRAN TELUR ASIN YANG DIASIN SELAMA 14 HARI SKRIPSI BUDI UTOMO PENGARUH UMUR TELUR TERHADAP KUALITAS KEMASIRAN TELUR ASIN YANG DIASIN SELAMA 14 HARI SKRIPSI BUDI UTOMO PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

Pendahuluan, Telur Cair, Telur Asin

Pendahuluan, Telur Cair, Telur Asin PENGOLAHAN TELUR Pendahuluan, Telur Cair, Telur Asin Materi 8 TATAP MUKA KE-8 Semester Genap 2015-2016 BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN Oleh : Ermi Sukasih, Sulusi Prabawati, dan Tatang Hidayat RESUME Santan adalah emulsi minyak dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan Laboratorium Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang, Laboratorium Keamanan dan Mutu Pangan Universitas Brawijaya Malang. Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan selama 8 bulan yaitu dari bulan Oktober 2011 sampai Mei 2012. Lokasi penelitian di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Laboratorium Terpadu

Lebih terperinci