IV. PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN KOTA TANGERANG Pertumbuhan Penduduk Kota Tangerang. Tangerang pada tahun 2002 sebesar jiwa.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN KOTA TANGERANG Pertumbuhan Penduduk Kota Tangerang. Tangerang pada tahun 2002 sebesar jiwa."

Transkripsi

1 IV. PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN KOTA TANGERANG 4.1. Pertumbuhan Penduduk Kota Tangerang Dalam kurun waktu pertumbuhan penduduk Kota Tangerang sangat pesat, yaitu sebesar 4,62 % per tahun, sehingga jumlah penduduk Kota Tangerang pada tahun 2002 sebesar jiwa. Tabel 1. Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Tangerang Tahun 1995/2002 Tahun Penduduk Usia Produktif Jumlah Persen Jumlah Persen , , , , , , , , , , , , , , , ,00 Sumber; Diolah dari BPS Kota Tangerang Tahun Tabel tersebut menggambarkan pertumbuhan jumlah penduduk Kota Tangerang meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk usia produktif. Artinya pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Tangerang disebabkan adanya pertambahan jumlah penduduk angkatan kerja Penduduk Angkatan Kerja Aliran tenaga kerja yang terjadi erat kaitannya dengan le tak geografis Kota Tangerang yang berdekatan dengan DKI Jakarta, menjadikan Kota Tangerang berfungsi sebagai kota penyangga bagi DKI Jakarta. Migran yang tidak

2 mendapatkan kesempatan kerja di DKI Jakarta akan berpindah ke wilayah pinggiran Jakarta (JABOTABEK). Disamping itu, penduduk Jakarta yang mencari tempat murah dengan kondisi lingkungan yang aman, Kota Tangerang merupakan salah satu pilihan, terutama daerah-daerah yang terletak di perbatasan Barat Jakarta. Ada banyak faktor yang menjadi alasan perpindahan ke wilayah pinggiran kota Jakarta. Salah satunya adalah tingkat pertumbuhan ekonomi wilayah yang tinggi, menyebabkan Kota Tangerang sebagai alternatif pilihan kota tujuan bagi migran. Sektor industri adalah basis pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang, merupakan daya tarik bagi migran untuk mendapatkan kesempatan kerja di sektor tersebut. Selain dari itu adanya kemajuan dalam transportasi di kawasan Jabotabek, memudahkan migran yang tidak mendapatkan pekerjaan di Jakarta, Bogor, dan Bekasi untuk memasuki Kota Tangerang mencari pekerjaan. Dengan melihat Tabel 2 penduduk per kecamatan Kota Tangerang, memperkuat argumen yang dikemukakan. Kecamatan Larangan yang paling dekat dengan DKI Jakarta merupakan kecamatan terpadat, dihuni oleh jiwa tiap kilometer perseginya. Selanjutnya Kecamatan Cibodas, Karawaci, dan Periuk, merupakan lokasi padat industri (industri kimia). Menyusul Kecamatan Ciledug, Benda dan Karang Tengah, selain letaknya berbatasan dengan DKI Jakarta, juga merupakan kecamatan yang memiliki sejumlah industri kimia dan tekstil. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 4.

3 Tabel 2. Tingkat Kepadatan Penduduk dan Jumlah Usia Produktif per Kecamatan Kota Tangerang Tahun Kecamatan Jumlah Usia Produktif Kepadatan Penduduk Jumlah Persen Penduduk/km 2 Ciledug Larangan Karang Tengah Cipondoh Pinang Tangerang Karawaci Cibodas Jatiuwung Periuk Neglasari Batuceper Benda Sumber; BPS Kota Tangerang Publikasi Tahun Keterangan : Wilayah penelitian pada wilayah nomer 1, 4, 6, 7, dan 8 Gambar 4. Peta Administrasi Kota Tangerang 2002

4 Berdasarkan lapangan usaha komposisi penduduk Kota Tangerang (lihat Tabel 3) didominasi oleh penduduk yang bekerja di sektor industri ( orang) dan penduduk yang bekerja di sektor jasa informal ( orang). Hal ini mencirikan terjadinya aliran tenaga kerja ke Kota Tangerang, karena adanya penyerapan tenaga kerja yang tinggi di sektor industri dan jasa informal. Seperti yang terungkap dalam penelitian Rustiadi dan Panuju (1999), bahwa Kota Tangerang merupakan daerah pengembangan manufacturing di Jabotabek, dengan kepadatan penduduk per km 2 (tergolong kategori paling tinggi), mengindikasikan terjadinya migrasi di kota tersebut. Tabel 3. Struktur Ketenagakerjaan Menurut Lapangan Usaha Di Kota Tangerang Tahun 2002 Kecamatan Pertanian Industri Jasa Jasa Lainnya Formal Informal Ciledug Larangan KarangTengah Cipondoh Pinang Tangerang Karawaci Cibodas Jatiuwung Periuk Neglasari Batuceper Benda Kota Tangerang Sumber; BPS Kota Tangerang dalam Angka 2002

5 Namun demikian di Kota Tangerang kepadatan penduduk justru paling tinggi pada kecamatan yang bukan merupakan basis industri, seperti Kecamatan Larangan, Ciledug dan Benda, yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta, fenomena ini mengidentifikasikan bahwa pada kecamatan ini, kepadatan penduduk disebabkan oleh adanya pergeseran penduduk DKI Jakarta ke wilayah Kota Tangerang. Argumen ini ditunjang oleh pengetahuan tentang letak wilayah Kecamatan Larangan, Kecamatan Ciledug, dan Kecamatan Benda yang merupakan batas wilayah DKI Jakarta dengan Kota Tangerang. Gambaran pergeseran pemukiman ke belakang kota (hinterland ) yang terjadi di Kecamatan tersebut sesuai dengan teori penggunaan lahan Von Thunen (Dicken dan Lloyd, 1990). Bahwa lokasi pemukiman akan bergeser ke pinggiran kota, memasuki wilayah pertanian, dalam perkembangan suatu perkotaan. Hal tersebut dapat dijelaskan dalam Gambar 5. Location rent retailing industri residential 0 Jarak Dari Pusat Gambar 5. Hubungan antara Land Value dengan Jarak Pusat Kota

6 Komposisi penyebaran sektor lapangan kerja di setiap kecamatan memberikan gambaran proses yang terjadi pada kecamatan tersebut. Kecamatan Larangan (berdasarkan Tabel 3), merupakan kecamatan yang tertinggi jumlah penduduknya yang bekerja pada sektor jasa formal (8.115) dan jasa informal (13.733). Sedangkan untuk sektor industri tertinggi terdapat pada Kecamatan Jatiuwung (33.175). Penduduk yang bekerja di sektor pertanian tertinggi terdapat pada Kecamatan Karawaci (1.736). Dari data ini dapat diprediksi bahwa Kecamatan Larangan yang mayoritas penduduknya bergerak dalam sektor jasa informal (13.733), adalah daerah transisi kaum pendatang untuk memasuki sektor formal maupun sektor industri. Artinya, pada kecamatan ini telah terjadi aliran tenaga kerja yang sangat tajam. Jika dibandingkan dengan luas wilayahnya (9,397 km 2 ), maka pada tiap km 2 nya terdapat penduduk, yang bergerak pada sektor jasa informal ( 53,43 %). Penduduk yang bekerja pada sektor formal di Kecamatan Larangan ini jumlahnya paling tinggi di Kota Tangerang (8.115), dibandingkan dengan Kecamatan Tangerang yang merupakan pusat administrasi Kota Tangerang. Jumlah di Kecamatan Larangan masih lebih tinggi, yaitu 25,66 %, sedangkan di Kecamatan Tangerang (24,02 %). Artinya, pada Kecamatan Larangan ini juga telah mengalami proses perpindahan penduduk Jakarta ke wilayah belakang kota (Larangan). Alasan itu dapat dijelaskan dengan mengacu pada tingkat kepuasan konsumen, semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang, maka pemilihan barang konsumsi untuk mencapai kepuasan juga akan sema kin luas. Dalam hal ini untuk kelompok yang berpenghasilan tinggi, keputusan untuk bermukim di pinggiran

7 kota masih menyisakan biaya untuk aktifitas menglaju (commuting), sehingga tingkat kesejahteraan yang diperoleh akan masih lebih baik daripada kelompok pendapatan yang lebih rendah. Berkembangnya Kota Tangerang tidak terlepas dari pengaruh pengelolaan DKI Jakarta, dimana pengaruh jangkauannya sukar dibatasi, sehingga bagian wilayah Kota Tangerang yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta seakan merupakan bagian dari DKI Jakarta. Apalagi didukung oleh adanya sarana transportasi yang menghubungkan DKI Jakarta dengan Kota Tangerang sangat lancar. Menurut Muth (1977), transportasi merupakan aspek yang menjadi salah satu penentu terjadinya proses pergeseran penduduk pusat kota ke belakang kota, karena faktor jarak dan waktu dapat dieliminer. Akibatnya belakang kota (hinterland) akan berkembang menjadi daerah sub urban, dimana fenomena yang nampak adalah terjadinya perubahan daerah pertanian menjadi daerah perkotaan. Kesemuanya ini dipengaruhi oleh adanya faktor yang melingkupi aktivitas perkotaan seperti, derajat aksessibilitas, jumlah fasilitas umum, aglomerasi ekonomi, dan jarak dari pusat kota. Rustiadi dan Panuju (1999), mengemukakan bahwa pada umumnya pembangunan wilayah penyanggah DKI Jakarta (JABODETABEK), merupakan hasil dari migrasi Jakarta ke luar kota. Pada awalnya, pembangunan ini merupakan hasil dari ekspansi perumahan perkampungan di wilayah sekitar Jakarta, dan selanjutnya diikuti dengan pembangunan rumah tipe real-estate dan industri di daerah yang lebih jauh. Oleh karena terjadinya perusakan sistematik kampung di Jakarta selama beberapa saat lamanya, khususnya di bagian pusat kota, mendorong sebagian besar penduduk lama berpindah ke wilayah lain.

8 4.3. Struktur Perekonomian Pada dasarnya modernisasi adalah upaya yang menekankan pada pembangunan ekonomi sebagai titik awal untuk melakukan pergeseran aspekaspek kehidupan yang lain (Winoto, 1999). Oleh karena itu pembangunan ekonomi dan pembangunan aspek-aspek kehidupan lainnya harus diarahkan untuk menunjang pergeseran yang terjadi di bidang ekonomi. Artinya bidang ketenagakerjaan harus diarahkan dan dibangun sejalan dengan pergeseran atau perubahan ekonomi yang terjadi. Struktur perekonomian kota Tangerang dalam periode , mencirikan suatu struktur perekonomian yang seimbang, yaitu terjadinya transformasi perekonomian yang ditandai oleh semakin meningkatnya pangsa relatif sektor industri dan jasa (formal dan informal) dan makin menurunnya pangsa relatif sektor pertanian dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Thn Tabel 4. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Periode Pertanian Industri Jasa Formal Jasa Informal Rp.juta Persen Rp.juta Persen Rp juta Persen RP Juta Persen , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,172 Sumber BPS publikasi tahun Tabel 4 menunjukkan pada tahun 1996 pangsa relatif pertanian terhadap PDRB adalah 0,492 persen, menurun menjadi 0,216 persen pada tahun Laju

9 penurunan pangsa relatif sektor pertanian adalah cukup besar, yaitu - 0,046 persen dengan pangsa absolut yang senantiasa meningkat dari waktu ke waktu. Sektor industri, di pihak lain telah meningkat pangsa relatifnya terhadap PDRB dari 48,109 persen pada tahun 1996 menjadi 58,241 persen pada tahun 2001, laju kenaikan pangsa relatif sektor sekunder dalam periode tersebut adalah sebesar 1,689 persen pe r tahun. Sedangkan, pangsa relatif sektor jasa formal PDRB juga mengalami penurunan dari 48,847 persen pada tahun 1996 menjadi 39,380 persen pada tahun 2001, suatu penurunan dengan laju sebesar 1,578 persen per tahun. Pada sektor jasa informal mengalami kenaikan pertumbuhan sebesar 0,35 persen Dalam kenyataannya transformasi perekonomian wilayah Kota Tangerang di atas menunjukkan bahwa struktur perekonomian wilayah pada tahun 2001 telah relatif seimbang dalam arti bahwa sumberdaya wilayah telah di alokasikan pada sektor-sektor ekonomi yang mempunyai value added yang tinggi Struktur Ketenagakerjaan Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah struktur perekonomian wilayah Kota Tangerang tersebut telah didukung oleh struktur ketenagakerjaan yang kondusif bagi perkembangan dan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi yang memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kesempatan kerja yang relatif merata sedemikian rupa. Gambaran mengenai transformasi struktur ketenagakerjaan disajikan dalam Tabel 5.

10 Tahun Tabel 5. Struktur Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Ekonomi antara Tahun dalam Persentase Sektor Ekonomi (persen) Pertanian Pertambangan Industri Jasa Formal Jasa Informal Lainnya ,295 0,36 29,435 36,088 23,548 8, ,723 0,268 25,258 36,486 26,782 9, ,822-36,708 39,103 20,111 0, ,139 0,223 30,503 47,075 20, ,046 0,208 32,505 45,629 19, ,015 0,205 32,749 45,490 19, ,749-33,964 19,762 28,099 15, ,746-33,778 19,826 28,179 15,471 Sumber : Diolah dari data BPS publikasi Data yang disajikan dalam Tabel 5 menunjukkan bahwa persentase tenaga kerja di sektor pertanian relatif sangat rendah. Sektor industri terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, persentase tenaga kerja di sektor formal mengalami peningkatan pada tahun , namun kemudian mengalami penurunan pada tahun berikutnya. Sedangkan tenaga kerja di sektor jasa informal sejak tahun 2001 kembali mengalami peningkatan yang sangat signifikan Hubungan antara Struktur Perekonomian dan Struktur Ketenagakerjaan Bila dihubungkan dengan struktur perekonomian wilayah Kota Tangerang sebagaimana disajikan dalam Tabel 4, dinamika struktur ketenagakerjaan nampak tidak sejalan dengan dinamika struktur perekonomian wilayah. Artinya, struktur perekonomian wilayah tersebut tidak didukung oleh struktur ketenagakerjaan. Terdapat ketimpangan distribusi tenaga kerja antar sektor perekonomian.

11 Sebagai contoh, data tahun 1996 (lihat Tabel 5) menunjukkan bahwa persentase tenaga kerja yang berada di sektor pertanian, industri, jasa formal, dan jasa informal masing-masing adalah sebesar 1,7 persen, 25,5 persen, 36,5 persen, dan 26,8 persen. Sedangkan pangsa relatif sektor pertanian, indus tri, jasa formal dan jasa informal dalam PDRB masing-masing adalah sebesar 0,5 persen, 48,1 persen, 48,8 persen, dan 2,5 persen (lihat Tabel 4). Secara agregat kenyataan ini menunjukkan bahwa transformasi PDRB sektor perekonomian yang terjadi tidak diimbangi dengan transformasi tenaga kerja antar sektor. Kondisi ideal yang diharapkan adalah terjadinya keselarasan struktur perekonomian wilayah dengan struktur ketenagakerjaan antar sektor. Secara khusus kenyataan ini dapat diinpretasikan bahwa laju penurunan pangsa relatif sektor pertanian dalam PDRB tidak diimbangi dengan laju penurunan yang relatif sama dari tenaga kerja yang ada di sektor ini, dan laju peningkatan pangsa relatif sektor industri tidak diimbangi oleh peningkatan pangsa relatif tenaga kerja sektor industri. Dan untuk laju penurunan pangsa relatif sektor jasa formal tidak diimbangi oleh penurunan pangsa relatif tenaga kerja sektor jasa formal, demikian pula pada sektor jasa informal terjadi peningkatan pangsa relatif dalam PDRB, tetapi persenta se relatif tenaga kerja di sektor ini tidak seimbang dengan nilai relatif PDRB pada sektor ini. Untuk lebih mudahnya memahami ketimpangan struktural antar sektor perekonomian wilayah kota Tangerang dan ketenagakerjaan antar sektor, disajikan dalam Gambar 6, yang menunjukkan bagaimana model hubungan antara struktur perekonomian yang didukung oleh struktur perekonomian menciptakan keseimbangan atau keselarasan antara input dan output untuk mengukur

12 kemampuan kota Tangerang berada pada sektor yang mana dan kekurangannya ada dimana agar diperoleh suatu keadaan penggunaan input yang optimal. Persen thd PDRB/TK Tahun PRDB Pertanian PDRB Industri PDRB Jasa Formal PDRB Jasa Informal TK- Pertanian TK-Industri TK-Jasa Formal TK-Jasa Informal Gambar 6. Hubungan antara Struktur Perekonomian dan Struktur Ketenagakerjaan antar Sektor Produktivitas antar sektor ekonomi dapat dihitung dengan membandingkan PDRB antar sektor dengan jumlah tenaga kerja antar sektor ekonomi, yaitu; untuk tahun 2001 sektor pertanian memperlihatkan produktivitas sebesar 0,08 persen, nilai produktivitas sektor industri sebesar 1,72 persen, jasa formal sebesar 1,98 persen, dan sektor informal memiliki produktivitas yang sama dengan sektor pertanian yaitu sebesar 0,08 persen. Untuk lebih obyektif dalam mengidentifikasi pola -pola perkembangan aktifitas tersebut, maka dilakukan analisis shift share pada pe riode Disamping itu supaya hasil yang diperoleh lebih meyakinkan maka akan dilakukan analisis berdasarkan dua sumber data, yaitu data penduduk berdasarkan

13 lapangan usaha, dan data PDRB berdasarkan harga berlaku antar sektor lapangan usaha. Hasil analisis shift share yang diperoleh disajikan dalam Tabel 6 yang diolah dari struktur persentase tenaga kerja dan dari struktur persentase PDRB. Sektor Tabel 6. Nilai-nilai Komponen Shift-Share Kota Tangerang Periode Tahun Aktifitas Penduduk Komponen PDRB Proportional Differential Proportional Differential shift shift shift shift Pertanian 1,195 0,001-0, Industri 13,879 0,008 19,532 29,978 Jasa Formal -4,457 0,002-5,487 0,001 Jasa Informal 12,261 0,019 5,674-0,014 Data diolah dari aktifitas ekonomi penduduk dan PDRB tahun Secara umum struktur ketenagakerjaan tumbuh di seluruh sektor perekonomian, hal ini merupakan indikasi adanya aliran tenaga kerja yang cukup besar menuju ke Kota Tangerang, terutama pada sektor jasa informal dan industri. Memahami perkembangan aktivitas sebaiknya tidak hanya ditinjau dari satu sisi, yaitu sisi input tenaga kerja tetapi dari sisi output yang salah satunya dapat direpresentasikan oleh nilai PDRB. Berdasarkan nilai PDRB terse but dapat dilihat adanya perbedaan struktur aktivitas, dari sudut pandang yang berbeda. Data ini memperlihatkan bahwa sektor industri merupakan sektor yang paling unggul perkembangannya di Kota Tangerang. Sedangkan untuk sektor jasa formal memberikan mengalami penurunan daya saing. Bila dihubungkan antara hasil analisis berdasarkan data penduduk dengan PDRB, terlihat ketidaksinkronan atau ketimpangan antara pertumbuhan jumlah

14 tenaga kerja dengan PDRB. Yang paling menonjol terlihat pada sektor pertanian dan sektor jasa informal. Peningkatan atau pertambahan jumlah tenaga kerja di kedua sektor ini tidak seimbang dengan nilai PDRB yang disumbangkan oleh kedua sektor ini bagi pertumbuhan ekonomi wilayah. Artinya di kedua sektor ini, terutama pada sektor jasa informal yang paling banyak menyerap tenaga kerja, kualitas tenaga kerjanya memiliki produktivitas marginal yang rendah, suatu hal yang sangat disayangkan, karena seharusnya dengan adanya peningkatan jumlah tenaga kerja akan memberikan nilai output yang tinggi pula bagi pertumbuhan ekonomi (economics of scale). Dari fenomena umum yang tergambar dari hasil analisis di atas, yaitu selama kurun waktu , telah terjadi aliran tenaga kerja ke Kota Tangerang, ini terbukti dari nilai Diffrential Shift yang positif dari semua sektor lapangan usaha. Tetapi memiliki produktivitas marginal yang rendah dari sektor pertanian dan sektor jasa informal, terlihat dari nilai negatif analisis berdasarkan PDRB. Laju pergeseran sektor-sektor ekonomi terhadap PDRB menunjukkan bahwa struktur prekonomian yang terjadi selama kurun waktu telah sejalan dengan pola transformasi struktur perekonomin sebagaimana yang diharapkan oleh model Clark Fisher dalam Winoto (1999), bahwa pembangunan ekonomi harus di arahkan untuk bisa mendistribusikan tenaga kerja kedalam sektor -sektor perekonomian sesuai dengan pangsa relatifnya terhadap perekonomian wilayah, atau sesuai dengan pangsa relatifnya terhadap PDRB, sehingga ketimpangan pendapatan antar sektor dapat dikurangi, artinya sektor

15 industri diharapkan dapat menyerap tenaga kerja dari sektor pertanian dan sektor jasa informal yang memiliki produktivitas marginal yang rendah. Sebab melihat kenyataan yang ada bahwa sektor industri yang terus berkembang dan pangsa relatifnya terhadap PDRB yang terus meningkat ternyata masih didukung oleh tenaga kerja dengan porsi yang lebih rendah dari yang seharusnya. Sedangkan sebaliknya terjadi pada sektor jasa informal yang pangsa relatifnya terhadap PDRB yang kurang mengalami pergeseran ternyata juga didukung oleh tenaga kerja yang selalu meningkat, artinya bahwa tenaga kerja pada sektor ini memiliki produktivitas marginal yang rendah (diminished return). Rendahnya produktivitas marginal tenaga kerja di sektor jasa informal terutama dise babkan oleh ciri dan sifat yang mengikat (Embedded Characteristics) pada sektor ini. Sifat-sifat umum dari sektor informal (Winoto 1996) ini adalah : 1. Self management 2. Tidak membutuhkan spesialisasi kerja 3. Tidak membutuhkan keahlian khusus atau keahlian tinggi 4. Barang /jasa yang diperlukan tidak membutuhkan standar khusus 5. Permintaan tenaga kerja sangat elastik oleh karena tidak adanya spesialisasi dan keahlian khusus 6. Perputaran uang sangat tinggi tetapi dengan margin keuntungan yang sangat kecil 7. Terdapat meka nisme yang menjamin adanya social insurance diantara pelaku ekonomi dalam sektor ini tetapi didalam bentuknya yang paling subsistence.

16 8. Dihipotesiskan sebagai mekanisme yang paling efektif untuk mendistribusikan kemiskinan. Dengan alasan tersebut, wajar bila diharapkan bahwa sektor industri dan jasa formal mampu menyerap tenaga kerja pertanian yang berlebih dan tenaga kerja sektor jasa informal yang sangat rendah produktivitas marginalnya. Secara konsepsional, ketidakseimbangan struktur perekonomian dan struktur tenaga kerja adalah; 1. Transisi proses pergeseran dari struktur tradisional ke struktur modern yang berkepanjangan yang menyebabkan meningkatnya jumlah pengangguran dan jumlah tenaga kerja tidak produktif. 2. Terjadinya peningkatan pergeseran tenaga ke rja tidak produktif ke sektor jasa informal. 3. Migrasi yang terjadi tidak sejalan dengan spatial economic transformation sebagaimana terjadi di negara-negara kapitalis moderen. Ketiga hal ini dapat terjadi sebagai suatu fenomena berantai yang saling berkaitan dengan dampak negatif pada pembangunan wilayah jangka panjang. Secara umum, dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pergeseran struktur perekonomian wilayah Kota Tangerang belum diiringi oleh pergeseran struktur ketenagakerjaan antar sektor lapangan usaha. Kenyataan ketimpangan struktur antara pertumbuhan sektor- sektor perekonomian dan tenaga kerja yang ada juga terjadi dalam konteks spasial. Industri pengolahan merupakan mesin pertumbuhan ekonomi wilayah di KotaTangerang, dan migrasi merupakan proses ala miah yang tidak dapat terhindarkan sebagai hasil proses industrialisasi dan modernisasi yang terjadi

17 dalam perekonomian wilayah. Oleh karena sektor industri mampu memberikan tingkat upah yang lebih tinggi daripada pertanian atau lapangan usaha lainnya, maka proses migrasi karena adanya harapan memperoleh penghasilan yang tinggi dapat terjadi. Tetapi yang terjadi pada wilayah Kota Tangerang, aliran tenaga kerja pada periode tahun 2001 sampai sekarang itu lebih banyak bergerak pada sektor jasa informal, meskipun persentasenya masih di bawah daripada sektor industri, tetapi memperlihatkan pergeseran yang meningkat, sebaliknya pada sektor industri justru bergerak ke bawah. Dengan melihat sumbangan sektor lapangan usaha terhadap PDRB, sektor jasa informal ini memberikan nilai yang negatif (analisis Shift Share). Artinya tenaga kerja di sektor jasa informal ini memiliki nilai produktifitas marginal yang rendah. Ketidakmampuan sektor industri menampung aliran tenaga kerja yang setiap saat meningkat tiap tahun, menyebabkan tenaga kerja yang tidak tertampung masuk ke sektor jasa informal yang hampir sama polanya dengan sektor pertanian yang lebih bersifat subsisten. Dalam hal ini peningkatan jumlah tenaga kerja tidak dapat mendorong peningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah. Sektor formal harus mampu menciptakan kesempatan kerja pada tingkat yang sangat tinggi. Dari data Tabel 6 sektor industri memperkerjakan sekitar 30 persen dari seluruh tenaga kerja. Untuk menyerap kenaikan angkatan kerja yang meningkat 4,5 persen per tahun (Tabel 6), maka sektor industri tersebut harus menyediakan ketersediaan lapangan kerja sebesar 16 persen ( 0,3 x 0,16 = 0,45). Hal ini berarti output harus meningkat lebih cepat lagi (di atas 16 persen) karena kesempatan kerja di sektor ini tidak meningkat secara seimbang dengan

18 kenaikan output. Pertumbuhan seperti yang diharapkan ini agak mustahil terjadi. Sehingga penciptaan lapangan kerja di sektor informal untuk menyerap lebih banyak tenaga kerja akan terus meningkat Migrasi dan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Kota Tangerang Salah satu proses perkembangan ekonomi yang menonjol di Kota Tangerang adalah semakin menurunnya pangsa relatif sektor pertanian dan meningkatnya pangsa relatif sektor industri. Pola ini umumnya terjadi pada suatu daerah berkembang sesudah tahap awal pembangunan. Perkembangan ekonomi wilayah tidak dapat dipisahkan dari investasi Makin tinggi investasi yang ditanam di suatu daerah semakin menarik bagi investor. Lihat Tabel 7 dan Tabel 8, yang menggambarkan investasi yang di setujui di Botabek dari tahun , untuk PMDN dan PMA. Dari Tabel tersebut terlihat dengan jelas untuk Botabek, Bekasi adalah daerah yang paling menarik bagi investor domestik (PMDN), disusul Tangerang kemudian Bogor.

19 Tabel Besar Investasi Disetujui (PMDN), Tahun Sektor Tangerang (no. urut ) Bekasi (no. urut ) Bogor (no. urut ) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,0 6 Total 5.598, , ,9 Sumber : BKMD Jawa Barat, Tahun 2001 Keterangan sektor 1. industri makanan 8. industri barang logam 2. industri farmasi 9. industri pertambangan 3. industri kayu 10. industri mineral non-logam 4. industri real estate 11. industri lainnya 5. industri logam 12. industri jasa lainnya 6. industri kimia 13. industri pertambangan 7. industri tekstil 14. industri perhotelan

20 Tabel Besar Investasi Disetujui (PMA), Tahun (US $) Sektor Tangerang (no.urut ) Bekasi (no.urut ) Bogor (no.urut ) Total Sumber : BKMD Jawa Barat, Tahun 2001 Keterangan Sektor 1. industri barang logam 7. industri lainnya 2. industri kimia 8. industri real estate 3. industri tekstil 9. industri perhotelan 4. industri kayu 10. industri mineral non-logam 5. industri jasa lain 11. industri makanan 6. industri logam dasar 12. industri pengangkutan Implikasi dari perkembangan industri di Kota Tangerang, adalah mengalirnya angkatan kerja dari luar untuk memenuhi kebutuhan tenaga di sektor industri tersebut. Menurut teori pembangunan ekonomi wilayah (Tarigan, 2004), agar pertumbuhan ekonomi jangka panjang tinggi, dengan modal kecil dapat meningkatkan output yang sama besarnya, maka investasi harus tinggi. Ekspor dan capital output ratio (COR) = hubungan antara jumlah kenaikan output

21 (pendapatan) Y yang disebabkan oleh kenaikan tertentu pada stok modal K/Y harus kecil. Dapat dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut : dimana; S i + m i (Óm ij Y j ) / Y i gi =...(1) (Tarigan, 2004) Vi g = nilai pertumbuhan suatu wilayah S i = tingkat tabungan m i = impor Y = total pendapatan Vi = capital output ratio (COR) Pertumbuhan yang mantap tergantung pada arus modal dan tenaga kerja yang bersifat menyeimbangkan atau tidak. Pa da model ini arus modal dan tenaga kerja searah karena pertumbuhan membutuhkan keduanya secara seimbang. Daerah yang pertumbuhan ekonominya maju akan menarik modal tenaga kerja dari daerah lain yang pertumbuhannya rendah. Industri yang paling berkembang di Kota Tangerang adalah industri barang logam, industri kimia, dan industri tekstil. Ketiga jenis industri ini bersifat skala besar dengan tingkat akumulasi modal yang besar. Pada jenis industri skala besar pola peningkatan output dengan penggunaan teknologi yang lebih maju dengan intensif upah pekerja yang lebih tinggi. Sehingga jumlah tenaga kerja tetap dengan upah yang lebih tinggi untuk tingkat produksi yang lebih tinggi. Pola pertumbuhan sektor industri di Kota Tangerang seperti di gambarkan dalam Gambar 6, memperlihatkan peningkatan output tidak diimbangi peningkatan jumlah tenaga kerja pendukungnya. Karena pertumbuhan ekonomi wilayah Kota Tangerang termasuk tinggi, maka aliran tenaga kerja menuju ke Kota Tangerang merupakan hal yang wajar. Arus migrasi yang terjadi di Indonesia tampaknya lebih banyak disebabkan daya

22 dorong daripada daya tarik. Penggunaan teknologi, dalam rangka mengejar pertumbuhan ekonomi wilayah, melahirkan tata industri yang bersifat padat modal dan bukan yang bersifat padat kar ya. Di bidang pertanian kebijaksanaan ini cenderung mendorong buruh tani ke perkotaan, dan di bidang industri, mengakibatkan terbatasnya kemampuan kota menyerap tenaga kerja. Dengan demikian, mungkin saja arus penduduk dari desa ke kota tetap berjalan terus dan semakin cepat, sementara kesempatan kerja di sektor informal tetap terbatas. Dari analisa data sekunder sebelumnya, menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah tenaga kerja sangat signifikan dengan pertumbuhan jumlah angkatan kerja di Kota Tangerang adalah sektor industri dan sektor informal, dimana sektor informal memperlihatkan pertumbuhan yang melebihi sektor industri. Meskipun dapat dikatakan bahwa antara sektor industri dan sektor informal dalam menyerap jumlah tenaga kerja yang menuju ke Kota Tangerang sama, karena perbedaaan nya sangat kecil, yaitu 0,04 %, hal ini menunjukkkan bahwa sektor informal memperlihatkan kecenderungan yang meningkat, sedangkan sektor industri akan mengalami masa stagnan dalam menyerap tenaga kerja. Maka menarik untuk mengkaji mengapa sektor jasa informal cenderung berkembang sejalan dengan perkembangan ekonomi Kota Tangerang Kesempatan Kerja di sektor Informal Pertambahan jumlah tenaga kerja karena proses migrasi ke kota ataupun dari penduduk kota itu sendiri, tida k dapat sepenuhnya ditampung di sektor industri. Jika pertambahan jumlah tenaga kerja di kota tidak dapat terserap seluruhnya di sektor formal dan industri, ke sektor mana mereka tertampung?.

23 Tabel 5 memperlihatkan bahwa di Kota Tangerang yang mengalami perkembangan jumlah tenaga kerja adalah sektor jasa informal. Berapa besar kemungkinan seorang migran memperoleh pekerjaan di sektor jasa informal sangat ditentukan oleh peluang dan waktu yang dapat di gambarkan dalam persamaan p (x) = ð (1) + Ó ð (t) Ð [ 1 ð (s) ] (2) (Todaro,1998) Komponen Ó ð (t) Ð [ 1 ð (s) ] menunjukkan lama waktu migran berada di kota (Y). Jika Y tinggi, maka semakin tinggi kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan (p). Hal ini memungkinkan penyesuaian dengan kenyataan bahwa semakin lama migran berada di kota biasanya akan semakin banyak hubungan, dan sistem informasi mereka lebih baik, sehingga peluang untuk mendapatkan pekerjaan dengan tingkat penghasilan yang di harapkan juga akan semakin besar. Persamaan di atas memberikan gambaran bahwa migran akan mendapati dirinya tidak bekerja dalam beberapa waktu. Hal itu tidak akan menjadi masalah bagi mereka yang mempersiapkan diri dalam masa menunggu. Mereka yang tidak mempersiapkan diri, akan mencari jalan mengatasi keberadaannya di kota, di dapati bahwa kapital sosial lebih berperan dalam membendung terjadinya migran pulang kampung. Jika memperhatikan struktur ketenagakerjaan, penduduk yang bekerja di sektor informal cukup besar (lihat Tabel 9), dari analisis data sekunder jumlah tenaga kerja di sektor informal hampir seimbang dengan tenaga kerja di sektor industri. Tetapi jika dihubungkan dengan struktur perekonomian, sektor informal

24 sangat sedikit atau kurang nyata berperan dalam peningkatan PDRB Kota Tangerang, hanya sekitar 2%. Tabel 9. Kesempatan Kerja di Kota Tangerang Menurut Sektor 1995 dan 2002 Sektor Tingkat Pertumbuhan (persen per tahun) Primer ,27 Sekunder - Pertambangan dan penggalian -Industri Pengolahan -Listrik,gas,dan air -Bangunan Tersier -Perdagangan -Angkutan -Keuangan -Jasa ,91 0,08 2,61 0,04 0,07 14,37-2,30 459,47 84,19-5,47 Semua sektor ,90 Sumber Diolah dari BPS Di Wilayah Kota Tangerang, dalam kurun lima tahun terakhir jumlah pencari kerja mengalami lonjakan. Pada tahun , jumlah pencari kerja naik sekitar 37 persen. Bahkan, pada tahun 2002 berdasarkan data dari Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang, jumlah pencari kerja itu melonjak sampai 58 persen.

25 4.8. Ekonomi Sektor Informal Dari banyak penelitian sejarah sektor informal (Chandrakirana. K, I.Sadoko, 1995), kemunculan sektor informal sejalan dengan lahirnya tenaga kerja bebas, yaitu tenaga kerja yang bekerja untuk mendapatkan upah dan memiliki mobilitas tinggi yang merupakan bagian dari perluasan sistem ekonomi kapitalisme dan bagian integral dari perkembangan sistem sosial ekonomi yang terjadi di Jawa sejak abad ke-19. Ekonomi sektor informal berkembang secara bersamaan dengan usaha -usaha skala besar yang tumbuh di bawah kepentingan dan perlindungan negara. Ada tiga fenomena yang melatarbelakangi berkembangnya ekonomi sektor informal, yaitu: 1. Surplus tenaga kerja Besarnya penawaran tenaga kerja murah, yang pada gilirannya menjamin biaya produksi atau operasional yang rendah. Selama tenaga kerja bertahan murah, ekonomi informal akan tetap ada dan berkembang. 2. Rendahnya daya beli rakyat Rendahnya daya beli ma yoritas penduduk berarti tingginya tingkat permintaan terhadap barang dan jasa murah yang diproduksi oleh kegiatan informal. 3. Faktor budaya Budaya membeli dari pedagang keliling telah ada selama ratusan tahun. Dimana barang atau jasa yang ditawarkan kadangkala jenisnya sama yang dapat ditemukan pada toko-toko formal (misalnya; pakaian), dan jasa yang disediakan

26 sulit digantikan oleh badan usaha formal (misalnya; pembantu rumah tangga, pemulung). Untuk dapat mengetahui faktor apakah yang dapat menjelaska n daya serap ekonomi informal sedemikian besar. Hal ini dapat dijelaskan dengan menelaah bagaimana tingkat penghasilan pelaku ekonomi informal, akses masuk, jaringan sosial dan pertumbuhan ekonomi informal. Ekonomi informal mampu menawarkan alternatif penghidupan yang cukup baik. Tingkat penghasilan yang dicapai dalam kegiatan-kegiatan ekonomi informal dapat setara dengan upah yang ditawarkan lapisan ekonomi formal. Kesempatan kerja dalam ekonomi ini mudah dijangkau oleh angkatan kerja dengan sumberdaya terbatas. Dalam ekonomi sektor informal, jaringan sosial hampir sama pentingnya dengan sumberdaya yang berbentuk dana. Jaringan sosial merupakan sumberdaya tersendiri karena berfungsi sebagai sarana rekrutmen dan dapat menjadi sumber perlindungan bagi tenaga kerja informal. Walaupun modal usaha calon pekerja informal umumnya terbatas, sumberdaya kedua ini relatif mudah diperoleh. Kesempatan kerja pada ekonomi sektor informal semakin bermakna dalam konteks dimana altenatif penghidupan yang ditawarkan oleh ekonomi formal sangat terbatas. Peluang akumulasi pada ekonomi informal dapat terjadi, karena memberikan kesempatan sangat besar untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal, dan perluasan skala usaha seperti pada sektor formal.

I. PENDAHULUAN. positif. Migrasi dianggap sebagai proses alami di mana surplus tenaga kerja

I. PENDAHULUAN. positif. Migrasi dianggap sebagai proses alami di mana surplus tenaga kerja I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di masa lalu migrasi dari desa ke kota dipandang sebagai sesuatu yang positif. Migrasi dianggap sebagai proses alami di mana surplus tenaga kerja sedikit demi sedikit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. penciptaan kesempatan kerja di sektor modern sebanding dengan tingkat

III. METODOLOGI PENELITIAN. penciptaan kesempatan kerja di sektor modern sebanding dengan tingkat III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Menurut teori Lewis (Todaro, 1988), tingkat pengalihan tenaga kerja dan penciptaan kesempatan kerja di sektor modern sebanding dengan tingkat akumulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti pertumbuhan pendapatan perkapita, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan (4)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri.

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan pembangunan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah dibutuhkannya investasi. Investasi merupakan salah satu pendorong untuk mendapatkan pendapatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh setiap negara khususnya di Indonesia, banyak kebijaksanaan yang dibuat oleh pemerintah untuk pembangunan

Lebih terperinci

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI ANALISIS STRUKTUR PEREKONOMIAN BERDASARKAN PENDEKATAN SHIFT SHARE DI PROVINSI SUMATERA BARAT PERIODE TAHUN 1980 2009 Oleh : JEFFRI MINTON GULTOM NBP. 07 151

Lebih terperinci

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK Ketidakmerataan pembangunan yang ada di Indonesia merupakan masalah pembangunan regional dan perlu mendapat perhatian lebih. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di

IV. GAMBARAN UMUM. Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Administratif Pulau Jawa merupakan salah satu bagian dari lima pulau besar di Indonesia, yang terletak di bagian Selatan Nusantara yang dikenal sebagai negara

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI SEKTOR INFORMAL DI KOTA TANGERANG :STRATEGI BERTAHAN HIDUP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN MIGRAN

ANALISIS EKONOMI SEKTOR INFORMAL DI KOTA TANGERANG :STRATEGI BERTAHAN HIDUP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN MIGRAN ANALISIS EKONOMI SEKTOR INFORMAL DI KOTA TANGERANG :STRATEGI BERTAHAN HIDUP DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN MIGRAN NURJANNAH YUSUF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya perekonomian dunia pada era globalisasi seperti saat ini memacu setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya saing. Salah satu upaya

Lebih terperinci

KAJIAN PERKEMBANGAN SEKTOR JASA dan SERAPAN TENAGA KERJA di DKI JAKARTA

KAJIAN PERKEMBANGAN SEKTOR JASA dan SERAPAN TENAGA KERJA di DKI JAKARTA KAJIAN PERKEMBANGAN SEKTOR JASA dan SERAPAN TENAGA KERJA di DKI JAKARTA KAJIAN PERKEMBANGAN SEKTOR JASA dan SERAPAN TENAGA KERJA di DKI JAKARTA Oleh : Novita Delima Putri 1 Fadillah Hisyam 2 Dosen Universitas

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini. Hal yang dibahas pada bab ini adalah: (1) keterkaitan penerimaan daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Ketenagakerjaan merupakan isu penting dalam sebuah aktivitas bisnis dan perekonomian Indonesia. Angkatan kerja, penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang sangat menonjol dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola perekonomian yang cenderung memperkuat terjadinya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang bermuara kepada

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perekonomian menjadi salah satu indikator kemajuan suatu daerah. Pembangunan ekonomi daerah tidak hanya bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, melainkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas. Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas. Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Jakarta, 18 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI 2 Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan kearah perbaikan yang orientasinya pada pembangunan bangsa dan sosial ekonomis. Untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang Berkembang (NSB) pada awalnya identik dengan strategi pertumbuhan ekonomi, yaitu usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan mempertimbangkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Ekonomi Pembangunan Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang

BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang ingin dijadikan kenyataan

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang bahwa industri dipandang sebagai jalan pintas untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang bahwa industri dipandang sebagai jalan pintas untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Belajar dari pembangunan negara maju, muncul keyakinan banyaknegara berkembang bahwa industri dipandang sebagai jalan pintas untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT

BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT BAB V GAMBARAN INFRASTRUKTUR JALAN, STRUKTUR PEREKONOMIAN DAN KETENAGAKERJAAN DI JAWA BARAT 5.1. Peran Infrastruktur dalam Perekonomian Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting

Lebih terperinci

Analisis Kondisi Ketenagakerjaan di Provinsi Jambi

Analisis Kondisi Ketenagakerjaan di Provinsi Jambi Analisis Kondisi Ketenagakerjaan di Provinsi Jambi Junaidi, Junaidi; Z,Zulfanetti; Hardiani, Hardiani ABSTRAK Analisis ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi ketenaga kerjaan di Provinsi Jambi yang mencakup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi nasional,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. sebuah penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Struktur

III. METODOLOGI PENELITIAN. sebuah penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Struktur III. METODOLOGI PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel merupakan suatu objek yang diteliti atau menjadi fokus perhatian dalam sebuah penelitian. Variabel yang digunakan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang sangat erat, jumlah penduduk menentukan efisiensi perekonomian dan kualitas dari tenaga kerja itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pencapaian kesejahteraan tersebut dapat diukur dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi banyak dilakukan di beberapa daerah dalam

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi banyak dilakukan di beberapa daerah dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi bertujuan antara lain pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, mengentaskan kemiskinan, menjaga kestabilan harga dengan memperhatikan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara defenitif, pada awalnya pengertian pembangunan ekonomi diberi

BAB I PENDAHULUAN. Secara defenitif, pada awalnya pengertian pembangunan ekonomi diberi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara defenitif, pada awalnya pengertian pembangunan ekonomi diberi pemahaman yang sama dengan pertumbuhan ekonomi (Jhingan, 1988:4-5). Pertumbuhan ekonomi adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Hal ini tidak terlepas

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN TULUNGAGUNG 4.1. Indikator Kependudukan Kependudukan merupakan suatu permasalahan yang harus diperhatikan dalam proses pembangunan yang mencakup antara lain mengenai distribusi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang diarahkan untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Keberhasilan sebuah pemerintah

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan, sekaligus pendukung bagi keberlanjutan pembangunan itu sendiri

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan, sekaligus pendukung bagi keberlanjutan pembangunan itu sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Kewenangan Pemerintah Daerah menjadi sangat luas dan strategis setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Migrasi merupakan perpindahan orang dari daerah asal ke daerah tujuan. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan dengan kedua daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi. 1. perkembangan ekonomi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi. 1. perkembangan ekonomi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses perubahan pada masyarakat yang diikuti penyesuaian sistem sosial untuk mencapai kesejahterahan masyarakat. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia

Perekonomian Indonesia MODUL PERKULIAHAN Perekonomian Indonesia Transformasi Struktural Perekonomian Indonesia Fakultas Program Studi Pertemuan Kode MK Disusun Oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 08 84041 Abstraksi Modul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada peraturan pemerintah Republik Indonesia, pelaksanaan otonomi daerah telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari 2001. Dalam UU No 22 tahun 1999 menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih banyak tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin berkembang, taraf

BAB I PENDAHULUAN. lebih banyak tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin berkembang, taraf BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai serangkaian usaha dalam perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonomi sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN Muhammad Fajar Kasie Statistik Sosial BPS Kab. Waropen Abstraksi Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui deskripsi ekonomi Kabupaten Waropen secara

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertumbuhan Ekonomi

4. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertumbuhan Ekonomi 4. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan dasar pengukuran atas nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha yang timbul akibat adanya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi 131 V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA 5.1. Migrasi Internal Migrasi merupakan salah satu faktor dari tiga faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Peninjauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kabupaten Ponorogo merupakan daerah di Provinsi Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kabupaten Ponorogo merupakan daerah di Provinsi Jawa Timur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Ponorogo merupakan daerah di Provinsi Jawa Timur yang memiliki luas 1.371,78 Km2, penggunaan wilayah Ponorogo sebagaian besar untuk area ke hutanan yaitu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi Menurut Hicks dalam kutipan Azulaidin (2003), menarik kesimpulan dari perbedaan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta pembangunan seluruh aspek kehidupan masyarakat. Hakikat pembangunan ini mengandung makna bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Industri pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Industri pengolahan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Industri menurut BPS (Badan Pusat Statistik) adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang

Lebih terperinci

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013 i ANALISIS PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 ii KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya publikasi Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. transformasi struktur ekonomi di banyak Negara. Sebagai obat, industrialisasi. ketimpangan dan pengangguran (Kuncoro, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. transformasi struktur ekonomi di banyak Negara. Sebagai obat, industrialisasi. ketimpangan dan pengangguran (Kuncoro, 2007). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sektor Industri merupakan sektor yang menjadi mesin pertumbuhan bagi sebuah perekonomian. Industiralisasi dianggap sebagai strategi sekaligus obat bagi banyak Negara.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013 No. 09/02/36/Th. VIII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013 Secara total, perekonomian Banten pada triwulan IV-2013 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi disamping dua tujuan lainnya yaitu pemerataan dan stabilitas. Indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dimensi masalah ketenagakerjaan bukan hanya sekedar keterbatasan lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih serius dengan penyebab

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan. penduduk melakukan mobilitas ke daerah yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan. penduduk melakukan mobilitas ke daerah yang lebih baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika kependudukan terjadi karena adanya dinamika kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk (mobilitas) terhadap perubahan-perubahan dalam jumlah, komposisi dan

Lebih terperinci