PENERAPAN ANALISIS TRANSAKSIONAL DASAR UNTUK MEMPERBAIKI MASALAH EMOSI DAN PERILAKU ANAK DAN REMAJA TESIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENERAPAN ANALISIS TRANSAKSIONAL DASAR UNTUK MEMPERBAIKI MASALAH EMOSI DAN PERILAKU ANAK DAN REMAJA TESIS"

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id PENERAPAN ANALISIS TRANSAKSIONAL DASAR UNTUK MEMPERBAIKI MASALAH EMOSI DAN PERILAKU ANAK DAN REMAJA TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga Minat Utama Ilmu Biomedik Oleh Yekti Nurhaeni S PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015 i

2 digilib.uns.ac.id PENERAPAN ANALISIS TRANSAKSIONAL DASAR UNTUK MEMPERBAIKI MASALAH EMOSI DAN PERILAKU ANAK DAN REMAJA TESIS Oleh Yekti Nurhaeni S Komisi Pembimbing Nama Tanda Tangan Tanggal Pembimbing I Prof. Dr. Aris Sudiyanto dr. SpKJ(K) NIP Pembimbing II Prof. Dr. M. Fanani, dr. SpKJ(K) NIP Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal 5 Maret 2015 Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Program Pascasarjana UNS Dr. Hari Wujoso, dr., SpF, MM NIP ii

3 digilib.uns.ac.id PENERAPAN ANALISIS TRANSAKSIONAL DASAR UNTUK MEMPERBAIKI MASALAH EMOSI DAN PERILAKU ANAK DAN REMAJA TESIS Oleh Yekti Nurhaeni S Telah dipertahankan di depan penguji dan dinyatakan telah memenuhi syarat pada tanggal 20 Maret 2015 Tim Penguji : Jabatan Nama Tanda Tangan Ketua Dr. Hari Wujoso, dr. SpF, MM.... NIP Sekretaris Prof. Dr. M. Syamsulhadi, dr. Sp.KJ (K)..... NIP Anggota Penguji Prof. Dr. Aris Sudiyanto dr. SpKJ(K)... NIP Prof. Dr. M. Fanani, dr. SpKJ(K)... NIP Mengetahui : Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi Kedokteran Keluarga Prof. Dr. Ahmad Yunus, Ir., MS Dr. Hari Wujoso, dr. SpF, MM NIP NIP iii

4 digilib.uns.ac.id PERNYATAAN KEASLIAN DAN PERSYARATAN PUBLIKASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa : 1. Tesis yang berjudul: PENERAPAN ANALISIS TRANSAKSIONAL DASAR UNTUK MEMPERBAIKI MASALAH EMOSI DAN PERILAKU ANAK DAN REMAJA ini adalah karya penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan yang disebutkan sumbernya, baik dalam karangan dan daftar pustaka. Apabila ternyata dalam naskah tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi, baik Tesis serta gelar magister saya dibatalkan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah harus menyertakan tim promotor sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini maka saya bersedia mendapat sanksi akademik yang berlaku. Surakarta, 20 Maret 2015 Yekti Nurhaeni iv

5 digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Puji syukur selalu dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunianya sehingga penyusunan tesis ini dapat terwujud. Tesis ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam kurikulum Program Studi Kedokteran Keluarga Minat Utama Ilmu Biomedik Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada yang kami hormati: 1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, Drs., MS, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menggunakan fasilitas yang ada di lingkungan kampus. 2. Prof. Dr. Ahmad Yunus, Ir., MS, selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk kelancaran penyusunan tesis ini. 3. Dr. Hari Wujoso, dr., Sp F., MM., selaku ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah membantu terlaksananya ujian sehingga berjalan lancar. 4. Ari Natalia Probandi, dr., MPH., PhD., selaku Sekretaris Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 5. Prof. Dr. H. Aris Sudiyanto, dr. SpKJ(K), selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan mengarahkan dalam penyusunan tesis ini. 6. Prof. Dr. H. Moh. Fanani, dr. SpKJ(K), selaku pembimbing yang telah membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan tesis ini. v

6 digilib.uns.ac.id 7. Prof. Dr. H. Muchamad Syamsulhadi, dr. SpKJ(K) selaku Guru Besar atas bimbingan dan saran penyusunan tesis ini. 8. Dosen Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberi ilmu dan pengetahuan kepada penulis 9. Staf Sekretaris Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah membantu terlaksananya ujian sehingga dapat berjalan dengan lancar. 10. Seluruh Rekan Residen PPDS I Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret / RSUD Dr Moewardi Surakarta yang memberikan dukungan baik moril maupun materil kepada penyusun selama menjalani pendidikan. Tesis ini banyak terdapat kekurangan, untuk itu penyusun mohon maaf dan sangat mengharapkan saran serta kritik dalam rangka perbaikan tesis ini. Surakarta, Maret 2015 Penyusun vi

7 digilib.uns.ac.id Yekti Nurhaeni, S PENERAPAN ANALISIS TRANSAKSIONAL DASAR UNTUK MEMPERBAIKI MASALAH EMOSI DAN PERILAKU ANAK DAN REMAJA. TESIS. Pembimbing I: Prof. Dr. H. Aris Sudiyanto, dr. SpKJ (K). Pembimbing II : Prof Dr. HM. Fanani, dr. SpKJ(K). Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. ABSTRAK Latar Belakang : Masalah emosi dan perilaku anak dan remaja memberikan dampak negatif terhadap perkembangan, menimbulkan hendaya dan menurunkan produktifitas serta kualitas hidup yang bermanifestasi perilaku internalisasi (menarik diri) atau eksternalisasi (menentang) atau kedua-duanya. Selain itu akan menambah beban keluarga, mengganggu relasi orang tua-anak dan mempersulit pengasuhan. Analisis Transaksional adalah psikoterapi yang menekankan pada hubungan interaksional diharapkan mampu memperbaiki masalah relasi orang tua-anak, sehingga masalah emosi dan perilaku anak dan remaja bisa diperbaiki. Tujuan : Mengetahui keefektifan Analisis Transaksional Dasar untuk memperbaiki masalah emosi dan perilaku anak dan remaja. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif berbentuk studi kasus bertujuan untuk memperbaiki masalah emosi dan perilaku anak dan remaja pada keluarga dengan masalah relasi orang tua-anak dengan melakukan terapi Analisis Transaksional Dasar menggunakan pedoman Aplikasi Analisis Transaksional Dasar pada Masalah Relasi Orang Tua-Anak. Hasil : Analisis Transaksional Dasar dilakukan pada dua kasus anak dan remaja yang mengalami eksternalisasi dan internalisasi menunjukkan perbaikan pada taraf borderline berdasarkan penilaian Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ) dan perbaikan gejala (symptomatic relief) yang merupakan tahap awal keberhasilan terapi. Kesimpulan : Analisis Transaksional Dasar dapat dipergunakan untuk memperbaiki masalah emosi dan perilaku anak dan remaja. Kata kunci : remaja. Analisis Transaksional Dasar, masalah emosi dan perilaku anak dan vii

8 digilib.uns.ac.id Yekti Nurhaeni, S APPLICATION OF BASIC TRANSACTIONAL ANALYSIS TO IMPROVE EMOTIONAL AND BEHAVIORAL PROBLEMS IN CHILDREN AND ADOLESCENT. THESIS. Supervisor I: Prof. Dr H. Aris Sudiyanto, dr. SpKJ(K). Supervisor II: Prof. Dr. HM. Fanani, dr. SpKJ(K). Postgraduate Program, Sebelas Maret University of Surakarta. ABSTRACT Background : The emotion and behavior problem in children and adolescent show a negative impact on the development, causing impairment and decreased in productivity and quality of life that manifests as a internalizing behavior (withdraw) or externalizing (against) or both. Additionally, it will increase the family burden, disrupt parent-child relationships and compound the nurturing. Transactional Analysis is a psychotherapy that emphasizes the interactional relationships which is expected to fix parent-child relationship problem, so that the child and adolescent's emotional and behavioral problems can be fixed. Objective : To find out the effectivity of Basic Transactional Analysis therapy to improve emotional and behavioral problems in children and adolescent. Methods : This study is a qualitative and use the case studies that aim to improve emotional and behavioral problems of children and adolescent in families that have the parent-child relationship problem using Basic Transactional Analysis as the therapy based on Basic Application of Transactional Analysis on Parent-Child Relationships problems guidelines. Results : Application of Basic Transactional Analysis performed on two cases of children and adolescent with externalizing and internalizing have showed improvement at the borderline level based on Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ) assessment and improvement on symptoms (symptomatic relief) which is the initial phase of a succes therapy. Conclusion : Application of Basic Transactional Analysis can be used to improve emotional and behavioral problems in children and adolescent. Keywords : Basic Transactional Analysis, emotional and behavioral problems in children and adolescent. viii

9 digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN KATA PENGANTAR... ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GRAFIK..... DAFTAR SKEMA DAN TABEL... DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR SINGKATAN... i ii iv v vii viii ix xiii xiv xv xvi BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Konteks Penelitian... 1 B. Fokus Kajian Penelitian... 4 C. Tujuan Penelitian... 4 D. Manfaat Penelitian... 5 BAB II LANDASAN TEORI... 6 A. Tinjauan Pustaka Masalah Emosi dan Perilaku pada Anak dan Remaja... 6 a. Pengertian... 6 b. Epidemiologi... 7 c. Faktor Risiko... 7 d. Faktor Protektif ix

10 digilib.uns.ac.id e. Penilaian f. Perjalanan Penyakit dan Prognosis g. Penatalaksanaan Analisis Transaksional a. Analisis Struktural b. Analisis Transaksi c. Analisis Permainan d. Analisis Skrip e. Hipotesis Keseimbangan f. Analisis Transaksional dalam Memperbaiki Masalah Emosi dan Perilaku pada Anak dan Remaja Masalah Relasi Orang Tua-Anak a. Diagnosis Masalah Relasi b. Diagnosis Masalah Relasi Orang Tua-Anak Aplikasi Analisis Transaksional Dasar (AATD) Pada Masalah Relasi Orang Tua-Anak a. Pengertian b. Proses Terapi c. Penilaian Teori Metode Penelitian Kualitatif a. Pengertian b. Studi Kasus c. Metode Pengumpulan Data d. Jumlah Sampel dan Proses Pengambilan Sampel x

11 digilib.uns.ac.id e. Keabsahan Data f. Triangulasi g. Prosedur Analisis Data Kerangka teori Kerangka teori B. Kerangka Konsep BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian B. Lokasi dan Waktu Penelitian C. Instrumen Penelitian D. Populasi dan Sampel Penelitian E. Definisi Konsep F. Cara Pengambilan Sampel (Subjek) dan Besar Sampel G. Metode Pengumpulan Data H. Analisis dan Penyajian Data I. Pengujian Keabsahan Data J. Cara Kerja K. Etika Penelitian L. Kerangka Kerja BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum B. Gambaran Kasus I C. Gambaran Kasus II xi

12 digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Kasus B. Pelaksanaan Terapi Analisis Transaksional Dasar C. Keterbatasan Penelitian BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

13 digilib.uns.ac.id DAFTAR GRAFIK Grafik 4.1. Grafik 4.2. Grafik 4.3. Grafik 4.4. Grafik 4.5. Grafik 4.6. Grafik 4.7. Grafik 4.8. Grafik 4.9. Grafik Grafik 5.1. Perbandingan egogram pasien R Perbandingan egogram ibu pasien R... Perbandingan egogram ayah pasien R.... Penilaian SDQ sebelum terapi pasien R... Perbandingan SDQ sebelum dan sesudah terapi pasien R... Perbandingan egogram pasien G... Perbandingan egogram ibu pasien G... Perbandingan egogram ayah pasien G... Penilaian SDQ sebelum terapi pasien G... Perbandingan SDQ sebelum dan sesudah terapi pasien G... Gambaran egogram yang dianggap normal atau ideal xiii

14 digilib.uns.ac.id DAFTAR SKEMA DAN TABEL Skema 2.1. Kerangka teori Skema 2.2. Kerangka teori Skema 2.3. Kerangka konsep Skema 3.1. Kerangka kerja penelitian. 44 Skema 4.1. Matriks transaksi pasien R dengan ibunya Skema 4.2. Matriks transaksi pasien R dengan ayahnya Skema 4.3. Matriks transaksi pasien G dengan ibunya Skema 4.4. Matriks transaksi pasien G dengan ayahnya Tabel 2.1. Interpretasi SDQ Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian xiv

15 digilib.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Data Peserta Penelitian... Penjelasan Tentang Penelitian Persetujuan Penelitian..... Daftar Tilik Implementasi Modul AT Dasar... Penilaian Ketrampilan Perilaku Interpesonal... Skala Egogram UNS... Strength and Difficulties Questionaire... Ethical Clearance xv

16 digilib.uns.ac.id DAFTAR SINGKATAN KATA AATD acg24b a-ins amg ANS AT bstem CBT cd-vst D : Aplikasi Analisis Transaksional Dasar : Broadmann area 24b/dorsal-perigenual anterior cingulate cortex : anterior insula : amygdala : autonomic nervous sistem : Analisis Transaksional : brain stem : Cognitive Behavior Therapy : ventral caudate-ventral striatum : Dewasa DBS : deep brain stimulation of Broadmann area 25 hc hth IPT K KB KS mb-sn mcg24c MEDS mf9/10 O of11 OK OP : hippocampus : hypothalamus : Interpersonal Psychotherapy : Kanak : Kanak Bebas : Kanak Sesuai : midbrain-subthalamic nuclei : Broadmann area 24c/dorsal anterior cingulate cortex : antidepressant medications : medial frontal cortex : Orang tua : orbitofrontal cortex : Orang tua Kritikal : Orang tua Pembina Par40 : dorsal parietal xvi

17 digilib.uns.ac.id pcg PF9/46 PM6 rcg24a RSDM RSJD SDQ sgcg25 SMA SMP thal WHO : posterior cingulate gyrus : dorsolateral prefrontal cortex : premotor area : Broadmann area 24a/perigenual-subgenual cingulate cortex : Rumah Sakit Dr. Moewardi : Rumah Sakit Jiwa Daerah : Strengths and Difficulties Questionnaire : Broadmann area 25/subgenual cingulate cortex : Sekolah Menengah Atas : Sekolah Menengah Pertama : thalamus :World Health Organization xvii

18 digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja merupakan masalah yang cukup serius karena memberikan dampak negatif terhadap perkembangan, menimbulkan hendaya dan menurunkan produktivitas serta kualitas hidup mereka. Anak dan remaja dengan masalah emosi dan perilaku mempunyai kerentanan untuk mengalami hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, terutama dalam fungsi belajar dan sosialisasi (Wiguna dkk., 2010). Masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja mengakibatkan kesulitan dalam belajar karena tidak mampu berkonsentrasi terhadap pelajaran, kemampuan mengingat yang buruk, atau bertingkah yang tidak sesuai di dalam lingkungan sekolah, akan meningkatkan angka kenakalan dan kriminalitas di masa dewasa (Blanchard et al., 2006). Insidensi di dunia menurut World Health Organization (WHO) didapatkan 1 dari 5 anak yang berusia kurang dari 16 tahun mengalami masalah emosi dan perilaku. Anak yang berusia 4-15 tahun yang mengalami emosi dan perilaku sebanyak 104 permil anak. Angka kejadian tersebut makin tinggi pada kelompok usia di atas 15 tahun, yaitu 140 permil anak (Damayanti, 2011). Sedangkan prevalensi di seluruh dunia sebesar 20% menurut WHO dalam European Ministerial Conference (Deenadayalan et al., 2010). Satu setengah juta anak di Amerika Serikat dilaporkan orang tuanya memiliki masalah emosional, perkembangan dan perilaku yang persisten. Orang tua tersebut 41% mengeluhkan anaknya mengalami kesulitan belajar dan 36% khawatir akan mengalami gangguan depresi atau anxietas (Blanchard et al., 2006). Di Singapura didapatkan 1

19 digilib.uns.ac.id 2 12,5% anak usia 6-12 tahun memiliki masalah emosi dan perilaku (Woo BSC et al., 2007). Sedangkan di Indonesia, penelitian Hartanto F. Dan Selina H. (2011) prevalensi masalah emosi dan perilaku sebesar 9,1% pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kota Semarang tahun Penelitian di Semarang pada tahun berikutnya didapatkan prevalensi masalah emosi dan perilaku 10-14,3% (Diananta, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa masalah emosi dan perilaku anak dan remaja dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dari tahun Pada kunjungan poli tumbuh kembang anak RSJD Surakarta pada tahun 2013 didapatkan prevalensi masalah emosi dan perilaku pada anak sebesar 26%. Berbagai faktor biopsikososial sering dikaitkan dengan terjadinya masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja, seperti adanya penyakit fisik, pola asuh yang inadekuat, kekerasan dalam rumah tangga, hubungan dengan teman sebaya yang inadekuat, serta kemiskinan yang mempengaruhi proses perkembangan kognitif anak sehingga anak lebih memandang negatif lingkungan sekitar dan persepsi negatif terhadap dirinya yang memicu terjadinya internalisasi dalam dirinya. Stresor biopsikososial juga berkaitan dengan eksternalisasi anak berupa peningkatan emosi negatif, perilaku disruptif dan impulsif, serta menimbulkan cara-cara interaksi yang negatif sehingga berdampak pada hubungan dengan teman sebaya yang tidak optimal (Gimbel & Holland, 2003 cit. Wiguna dkk., 2010; Blanchard et al., 2006). Anak dan remaja dengan masalah emosi dan perilaku seringkali mengalami perlakuan yang tidak sesuai dari lingkungannya yang dapat berupa stigma negatif. Guru merasa sulit mengajari mereka, melihat mereka sebagai anak-anak bodoh, sehingga jarang memberikan masukan yang positif. Teman sebaya menjauhi mereka, sehingga kesempatan untuk belajar bersosialisasi menjadi berkurang. Orangtua lebih banyak

20 digilib.uns.ac.id 3 memberikan kritik negatif sehingga tidak jarang interaksi antara orangtua dan anak terganggu (Collet et al., 2001). Selain itu menurut Blanchard et al., (2006) anak dan remaja dengan masalah emosi dan perilaku akan menambah beban keluarga, mengganggu relasi orang tua-anak dan mempersulit pengasuhan. Pola asuh orang tua sangat besar pengaruhnya bagi anak. Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter, permisif dan neglectful parent akan menyebabkan relasi orang tua-anak buruk dan mendukung terjadinya masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja (Levy, 1972; Adams & Gullotta, 1983). Dinamika dan relasi antara anggota dalam keluarga juga memainkan peran yang cukup penting bagi anak. (Adams & Gullotta, 1983: Soetjiningsih, 2004). Relasi orang tua-anak yang buruk akan menyebabkan hubungan interpersonal terganggu dan komunikasi terganggu. Dalam istilah Analisis Transaksional (AT) akan terjadi disfungsi komunikasi, yang disebabkan adanya transaksi silang. Akibat transaksi silang akan terjadi kemarahan serta menimbulkan masalah emosi dan perilaku pada anak, sehingga memerlukan psikoterapi AT (Corey, 2009). Modalitas terapi untuk penangangan masalah emosi dan perilaku anak yang terbanyak dilakukan adalah Cognitive Behavior Therapy (CBT) dan Interpersonal Psychotheraphy (IP) (Sadock et al., 2009). Penelitian RCT dengan CBT kelompok terbukti efektif menurunkan gejala internalisasi dan eksternalisasi masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja (Barret et al., 2013). Penelitian CBT dan IP selama ini belum ada yang menggunakan setting keluarga dalam menangani masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja. Modalitas lainnya yang dapat digunakan adalah Analisis Transaksional (AT) untuk memperbaiki masalah emosi dan perilaku pada anak yang terdapat masalah relasi orang tua-anak dikarenakan AT menggunakan istilah-istilah

21 digilib.uns.ac.id 4 yang diambil dari bahasa sehari-hari (Orang tua, Dewasa, Kanak) sehingga mudah dimengerti oleh klien. Selain itu AT merupakan teori praktis tentang kepribadian dan teknik berkomunikasi yang canggih sehingga individu akan bisa mengenal dirinya sendiri, lebih mudah mengenal orang lain dan memudahkan berkomunikasi dengan sesamanya (Hukom, 1990). Namun sejauh ini masih belum banyak yang melakukan studi psikoterapi AT pada anak dan orang tuanya dalam memperbaiki masalah emosi dan perilaku anak baik di dalam maupun di luar negeri. Penelitian kualitatif Maharatih (2011) penggunaan AT fokus pada masalah relasi orang tua-anak menunjukkan hasil yang baik. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis ingin melakukan penelitian lanjutan tentang Penerapan Analisis Transaksional Dasar untuk Memperbaiki Masalah Emosi dan Perilaku Anak dan Remaja. B. Fokus Kajian Penelitian Bagaimana penerapan Analisis Transaksional Dasar untuk memperbaiki masalah emosi dan perilaku anak dan remaja? C. Tujuan Penelitian Mengetahui keefektifan Analisis Transaksional Dasar untuk memperbaiki masalah emosi dan perilaku anak dan remaja.

22 digilib.uns.ac.id 5 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Untuk memperdalam psikoterapi pada ilmu kedokteran jiwa, khususnya Analisis Transaksional. b. Dapat menjadi landasan penelitian selanjutnya tentang psikoterapi Analisis Transaksional, bahan untuk analisis kebutuhan layanan kesehatan khususnya pada masalah emosi dan perilaku anak dan remaja. 2. Manfaat Praktis a. Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui keefektifan psikoterapi Analisis Transaksional Dasar untuk memperbaiki masalah emosi dan perilaku anak dan remaja. b. Dapat digunakan sebagai landasan penyusunan Standart Operasional Procedure (SOP) untuk penatalaksanaan masalah emosi dan perilaku anak dan remaja.

23 digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Masalah Emosi dan Perilaku Anak dan Remaja 1.1. Pengertian Masalah emosi dan perilaku anak dan remaja merupakan reaksi dan peningkatan keadaan emosional yang bermakna, terjadi pada usia yang tidak lazim yang disertai suatu derajat gangguan fungsi yang menetap yang tidak lazim (Departemen Kesehatan RI, 1993). Masalah emosi dan perilaku anak dan remaja adalah ditandai dengan perilaku yang sering tidak sesuai dengan lingkungan dan sering menghambat proses belajar dan relasi. Anak dan remaja dengan masalah emosi dan perilaku sering menunjukkan internalisasi (menarik diri) atau eksternalisasi (menentang) atau kedua-duanya (Coleman & Webber, 2002; Conway, 2005; Rogers, 2004 cit. Handy et al., 2005). Demikian pula menurut Davison et al. (2006) masalah emosi dan perilaku anak dan remaja dikelompokkan dalam gangguan eksternalisasi dan gangguan internalisasi. Gangguan eksternalisasi ditandai dengan perilaku yang lebih diarahkan ke luar diri, seperti agresivitas, ketidakpatuhan, overaktifitas dan impulsifitas, dan termasuk berbagai kategori DSM-IV-TR yaitu ADHD, gangguan tingkah laku dan gangguan sikap menentang. Sedangkan gangguan internalisasi ditandai dengan pengalaman dan perilaku yang lebih terfokus ke dalam diri seperti depresi, menarik diri dari pergaulan sosial dan kecemasan, termasuk gangguan anxietas dan mood di masa kanak. 6

24 digilib.uns.ac.id Epidemiologi Prevalensi masalah emosi dan perilaku anak dan remaja sulit ditentukan dikarenakan luasnya tahap perkembangan dan keragaman perilaku anak dari bayi sampai remaja. Perilaku spesifik akan meningkat dan menurun berdasarkan usia. Sebagai contoh takut, khawatir, mimpi buruk, toilet problem, tantrum menurun saat usia sekolah sedangkan perilaku disruptif menurun saat usia pre sekolah dan meningkat saat menginjak remaja (Schroeder CS & Gordon BN, 2002). Namun demikian dalam sebuah review studi epidemiologi dari berbagai negeri oleh Bird (1996) didapatkan estimasi prevalensi masalah emosi dan perilaku anak sebesar 12,4% - 51,3%. Ketika yang dimasukkan adalah gangguan psikiatri berat pada anak akan menurun 5,9% - 19,4%. Prevalensi di Amerika Serikat berkisar 17,6% - 22% (Davison et al., 2006). Sedangkan dari berbagai latar belakang budaya di dunia didapatkan perilaku eksternalisasi secara konsisten lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dan perilaku internalisasi lebih sering terjadi pada anak perempuan, terutama pada masa remaja (Weisz et al., 1987 cit. Davison et al., 2006; Shoval et al., 2013). Sebuah studi deskriptif mengenai masalah emosi dan perilaku pada anak oleh Wiguna dkk., (2010) di RSCM Jakarta dari 161 subjek didapatkan 65,90% berusia kurang 12 tahun dan mempunyai pendidikan setara dengan sekolah dasar. Proporsi terbesar adalah masalah hubungan dengan teman sebaya 54,81% dan masalah emosional 42,2% Faktor Risiko Dapat bersifat individual, konstektual (pengaruh lingkungan), atau yang dihasilkan melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya. Faktor risiko yang disertai kerentanan psikososial dan resilience pada anak akan memicu terjadinya masalah emosi dan perilaku yang khas pada seorang anak (McGue & Iacono, 2005).

25 digilib.uns.ac.id 8 Yang termasuk faktor risiko terdiri dari faktor biopsikososial, meliputi: 1) Faktor Biologis Faktor genetik. Berbagai masalah emosi dan perilaku mempunyai latar belakang genetik yang cukup nyata, seperti gangguan tingkah laku, ADHD, gangguan mood, dan gangguan psikologik lainnya. Sejumlah studi orang kembar berskala besar mengindikasikan adanya komponen genetik dalam ADHD dengan tingkat kesesuaian kembar monozigotik sebesar 70-80% (Levy dkk., 1997; Serman dkk., 1997; Tannock, 1998 cit. Davison et al., 2006). Ibu yang mengalami depresi memicu terjadinya internalisasi terutama pada anak perempuan ( Lewis & Darby, 2004; Watson et al., 2006 ). Keparahan dari masalah emosi dan perilaku pada anak berkorelasi dengan psikopatologi ibu (Alyanak et al., 2013). Faktor perinatal dan pranatal. Kelainan yang didapat waktu prenatal akibat ibu yang kecanduan obat terlarang, peminum alhohol, perokok berat. Berbagai studi pada hewan menunjukkan pemaparan kronis pada nikotin meningkatkan pelepasan dopamin dalam otak dan menyebabkan hiperaktifitas (Fungs & Lau 1989; Johns dkk., 1982 cit. Davison et al., 2006). Infeksi (ensefalitis dan meningitis), trauma otak, intoksikasi, genetik, penyakit metabolik dan penyakit idiopatik yang menyerang otak bisa menjadi penyebabnya (Soetjiningsih, 2010). Faktor hormon. Produksi hormon testosteron dan estrogen mempengaruhi fungsi otak, emosi, dorongan seksual dan perilaku remaja (Damayanti, 2011). Bila dirinya berbeda secara jasmani dengan teman sebayanya maka hal ini memicu terjadinya perasaan malu atau rendah diri (Erikson, 1972). Faktor makanan. Ada berbagai pendapat bahwa makanan dapat berpengaruh terhadap perilaku anak, antara commit lain perubahan to user kadar gula di darah dapat

26 digilib.uns.ac.id 9 mengakibatkan hiperaktifitas, kekurangan zat besi dapat berpengaruh pada daya konsentrasi. Keracunan logam berat, bahan tambahan pada makanan (food additives), alergi makanan dan minuman beralkohol dapat berpengaruh terhadap perilaku anak (Soetjiningsih dan Sugandi, 2010). 2) Faktor Psikologis Setiap tahap perkembangan anak akan terdapat tantangan dan kesulitan-kesulitan yang membutuhkan suatu keterampilan untuk mengatasinya, terutama menjelang masa remaja. Pada awal masa remaja terjadi transformasi kognitif yang besar menuju cara berpikir yang abstrak, konseptual dan berorientasi ke masa depan (Phillips, 1969). Selain itu anak pada masa remaja dihadapkan pada 2 tugas utama, yaitu: (1) mencapai ukuran kebebasan atau kemandirian dari orang tua; (2) membentuk identitas untuk tercapainya integrasi diri dan kematangan pribadi. Apabila remaja tidak bisa menyelesaikan krisis identitasnya dengan baik maka dia akan merasakan sense of role confusion atau identity diffusion, yaitu suatu istilah yang menunjukkan perasaan yang berhubungan dengan ketidakmampuan memperoleh peran dan menemukan diri (Soetjiningsih, 2004). Berbeda dengan orang yang mengembangkan pemahaman identitas, orang dengan difusi peran tidak memahami siapa dirinya sesungguhnya, tak tahu apakah pikirannya tentang dirinya sendiri sesuai dengan apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya itu. Dan mereka juga tidak tahu bagaimana mereka bisa berkembang dengan cara ini atau ke mana arah perkembangan di masa depan sehingga akan merasa putus asa, hidup terlalu singkat, dan terlalu terlambat untuk memulai dari awal (Pervin et al., 2010). Kurangnya kemampuan keterampilan sosial seperti, menghadapi rasa takut, rendah diri, dan rasa tertekan. Ketidakharmonisan antara orang tua, perceraian

27 digilib.uns.ac.id 10 orang tua, orang tua dengan penyalahgunaan zat dan gangguan mental, anggota keluarga yang meninggal, trauma emosional. Pola asuh orang tua yang cenderung tidak empatik dan otoriter, disiplin keras dan tidak konsisten serta kurangnya pengawasan yang konsisten mendukung terjadinya masalah emosi dan perilaku anak dan remaja (Adams & Gullotta, 1983). Overindulgent mothers, dominasi yang posesif tidak mempersiapkan anak menuju latensi. Anak overindulgent relatif menjadi anak yang tidak disiplin, yang menggunakan bentuk infantil dengan mengotot/bersikeras dan agresif sampai terpenuhi keinginannya. Ketika masuk komunitas lebih luas, dia berharap mendapatkan dalam segala hal dengan caranya, apabila tidak terpenuhi, dia akan mencoba strategi bullying, berkelahi, temper tantrum dan menghalangi (Cameron, 1963; Levy, 1972). 3) Faktor Sosial Sekolah. Kesulitan transisi sekolah, kurikulum yang padat, bullying dan hazing. Prevalensi bullying dan hazing diperkirakan sekitar 10-26%. Anak yang mengalami bullying menjadi tidak percaya diri, takut datang ke sekolah, kesulitan berkonsentrai sehingga penurunan prestasi belajar. Bullying dan hazing yang terus menerus dapat memicu terjadinya depresi dan usaha bunuh diri (Perren et al., 2010; Satgas Remaja IDAI, 2010). Masyarakat. Diskriminasi, isolasi, kemiskinan, tingkat pengangguran tinggi, kurangnya akses ke pelayanan sosial, kehidupan di kota besar, fasilitas pendidikan yang rendah (Davison et al., 2006; Dulcan & Lake, 2012) Faktor Protektif Faktor protektif merupakan faktor yang memberikan penjelasan bahwa tidak semua anak dan remaja yang mempunyai faktor risiko akan mengalami masalah

28 digilib.uns.ac.id 11 perilaku atau emosi, atau mengalami gangguan jiwa tertentu. Rutter (1985) cit. Damayanti (2011) menjelaskan bahwa faktor protektif merupakan faktor yang memodifikasi, merubah, atau menjadikan respons seseorang menjadi lebih kuat menghadapi berbagai macam tantangan yang datang dari lingkungannya. Faktor protektif ini akan berinteraksi dengan faktor risiko dengan hasil akhir berupa terjadi atau tidaknya masalah emosi dan perilaku, atau gangguan mental di kemudian hari (Satgas Remaja IDAI, 2010; Wiguna, 2010; Damayanti, 2011). Gullotta, 1983) : Yang termasuk faktor protektif, yaitu (Satgas Remaja IDAI, 2010; Adams & 1) Faktor individu : Temperamen mudah, kemampuan sosial dan emosional yang baik, gaya hidup optimistik, pertumbuhan dan perkembangan yang baik. 2) Faktor Keluarga : Keharmonisan keluarga, dukungan keluarga, relasi orang tuaanak yang baik, pola asuh yang demokratis dan kooperatif. 3) Faktor Sekolah : Suasana sekolah yang kondusif atau positif sehingga menimbulkan rasa memiliki dan hubungan yang baik dengan pihak sekolah. 4) Faktor Sosial : Berpartisipasi dalam organisasi, keamanan ekonomi, kekuatan sosial budaya Penilaian Penilaian masalah emosi dan perilaku anak dan remaja dapat dinilai dengan menggunakan wawancara psikiatri dan alat ukur. Alat ukur yanga digunakan diantarannya Pediatric Symptom Checklist (PSC), Child Behavior Checklist (CBCL) dan Strengths and Difficulties Questionnaire commit (SDQ). to user SDQ merupakan kuesioner untuk

29 digilib.uns.ac.id 12 skrining perilaku anak dan remaja usia 3-17 tahun, yang praktis, ekonomis dan mudah digunakan oleh klinisi, orang tua, maupun guru. Kuesioner SDQ dapat diisi sendiri oleh anak dan remaja usia tahun. Sedangkan untuk anak usia kurang dari 11 tahun, maka selain diisi sendiri oleh anak, kuesioner juga diisi oleh orang tua atau guru anak tersebut (Damayanti, 2011; Hartanto & Selina, 2011). Di dalam penilaian SDQ, terdapat 25 poin penilaian aspek psikologi yang dibagi menjadi 5 (lima) bagian, yaitu : gejala emosional, masalah perilaku, hiperaktivitas/inatensi, masalah hubungan antar sesama, dan perilaku sosial. Masing-masing bagian tersebut terdiri dari 5 (lima pertanyaan). Setiap pertanyaan mengandung 3 (tiga) jawaban, yaitu : tidak benar, agak benar, dan benar. Setelah kuesioner terisi, jawaban diberi skor sesuai kelompok bagiannya masing-masing sesuai dengan nilai yang telah ditentukan. Kemudian dapat diintepretasi : Normal, Borderline, atau Abnormal (Hartanto & Selina, 2011). Tabel 2.1. Interpretasi SDQ Normal Borderline Abnormal Total diffficulties score Emotional symptoms scale Conduct problems scale Hyperactivity score Peer problems score Prosocial behaviour score Pada SDQ bagian prosocial behaviour score merupakan skor kekuatan yang menunjukkan faktor protektif. Sedangkan masalah emosi dan perilaku remaja didapatkan dari total difficulties score. SDQ dapat digunakan untuk penilaian klinis dan evaluasi yang dilakukan sebelum dan sesudah commit intervensi to user sensitivitas 85% dan spesifitas

30 digilib.uns.ac.id 13 80% untuk mendeteksi gangguan psikiatri pada komunitas ( Brondo et al., 2011; Verhulst & Ende, 2006) Perjalanan Penyakit dan Prognosis Masalah emosi dan perilaku yang tidak diselesaikan dengan baik, maka akan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan anak dan remaja tersebut di kemudian hari, terutama terhadap pematangan karakternya dan memicu terjadinya gangguan emosi dan perilaku yang dapat berupa perilaku berisiko tinggi. Hal ini ditunjukkan dari 80% remaja berusia 11±15 tahun dikatakan pernah menunjukkan perilaku berisiko seperti berkelakuan buruk di sekolah, penyalahgunaan zat, serta perilaku antisosial (mencuri, berkelahi, atau membolos) dan 50% diantara mereka juga menunjukkan adanya perilaku berisiko tinggi lainnya seperti mengemudi dalam keadaan mabuk, melakukan hubungan seksual tanpa kontrasepsi, dan perilaku kriminal yang bersifat minor (Satgas Remaja IDAI, 2010). SKRT 1995 menyebutkan angka prevalensi pemakaian alkohol dan obat-obatan oleh remaja tahun meningkat sebanyak 2 kali lipat dari 11% menjadi 21% (Soelaryo dkk, 2010). Healy and Bronner (1926) cit. Robins L.N. (1972) studi kohort prospektif 23 kasus anak bermasalah sekolah dan bermasalah dengan jaksa dan polisi, setelah 10 tahun berjalan, bila dibandingkan dengan anak normal ternyata didapatkan menderita neurosis dan psikotik. Prognosis dari masalah emosi dan perilaku anak dan remaja sangat tergantung kemampuan anak dan keluarga (orang tua) untuk belajar mengatasi gangguan tersebut daripada tingkat keparahan gangguan. Resiliensi individu bisa jadi akan memperkuat simptom yang ada pada saat dewasa nanti. Kemampuan kompensasi dan peningkatan dukungan sosial akan memperbaiki prognosis (Dulcan & Lake, 2012).

31 digilib.uns.ac.id Penatalaksanaan Penatalaksanaan masalah emosi dan perilaku anak dan remaja dengan memperkuat faktor protektif dan menurunkan faktor risiko pada seorang anak, maka akan tercapailah kematangan kepribadian dan kemandirian sosial yang ditandai oleh : Self awareness, yang ditandai dengan rasa keyakinan diri serta kesadaran akan kekurangan dan kelebihan diri dalam konteks hubungan interpersonal yang positif. Role of anticipation and role of experimentation, yaitu dorongan untuk mengantisipasi peran positif tertentu dalam lingkungannya, serta adanya keberanian untuk bereksperimen dengan perannya tersebut yang tentunya disertai kesadaran akan kelebihan dan kekurangan yang ada dalam dirinya. Apprenticeship, yaitu kemauan untuk belajar dari orang lain untuk meningkatkan kemampuan/ketrampilan dalam belajar dan berkarya. Oleh karena itu untuk mewujudkannya pada anak dengan masalah emosi dan perilaku diberikan psikoterapi dengan didukung psikofarmologi sesuai dengan psikopatologinya (Dulcan & Lake, 2010). Terdapat dua jenis modalitas terapi yang paling banyak diteliti untuk masalah emosi dan perilaku anak dan remaja adalah Cognitive Behavior Therapy (CBT) dan Interpersonal Psychotherapy (IP). Psikoterapi efektif dalam mengobati depresi pada remaja baik berdiri sendiri maupun kombinasi dengan fluoxetine. CBT tidak lebih superior dibanding jenis psikoterapi yang lain. Juga diketahui bahwa efek terapi berkurang seiring waktu dan tak berpengaruh lagi setelah 1 tahun follow-up (Sadock et al., 2009). Penelitian cluster-randomized controlled trial di Inggris yang diikuti selama 6 bulan didapatkan penurunan signifikan gejala depresi, kecemasan dan conduct dengan diberikan terapi CBT kelompok pada anak usia 9-15 tahun dengan masalah internalisasi dan eksternalisasi (Barret et al., 2013). Selama ini penggunaan terapi Analisis

32 digilib.uns.ac.id 15 Transaksional sangat kurang, sebagian besar studi kasus digunakan sebagai penunjang. Hanya sejumlah kecil studi terkontrol tentang keefektifan terapi Analisis Transaksional seperti Smith, Glass and Miller pada tahun Metaanalisis dari 8 studi terapi AT terkontrol, melaporkan rata-rata effect size AT adalah 0,67 sedikit lebih kecil dari ratarata effect size psikoterapi jenis lain yaitu 0,85 (Corey, 2009). 2. Analisis Transaksional Analisis Transaksional dipelopori oleh Erick Berne dan dikembangkan semenjak tahun 1950, menekankan pada hubungan interaksional yang digunakan untuk terapi individual dan kelompok. Transaksi merupakan proses pertukaran dalam suatu hubungan, yang dipertukarkan adalah pesan-pesan baik verbal maupun non verbal. Sedangkan yang dianalisis meliputi bagaimana bentuk, cara, dan isi dari komunikasi mereka. Bentuk, cara, dan isi komunikasi dapat menggambarkan apakah seseorang tersebut sedang mengalami masalah atau tidak (Jones and Nelson, 2006). Dengan pemberian AT maka seseorang bisa mengenali dirinya sendiri dan dengan begitu mudah mengenal orang lain juga. AT telah terbukti memudahkan komunikasi dengan sesama, sehingga menjadi transaksi yang senada (Berne, 1961; Verhaar, 1989; Hukom, 1990; De Blot, 2009). Pendekatan AT terdiri dari (1) analisis struktural, (2) analisis transaksional, (3) analisis permainan, dan (4) analisis skrip (Jones and Nelson, 2006) Analisis Struktural Ego states adalah suatu pola konsisten dari perasaan dan pengalaman yang secara langsung berhubungan dengan suatu pola perilaku konsisten yang sesuai. Setiap manusia memperlihatkan tiga macam tampilan anutan yaitu: Orang tua (O), Dewasa (D) dan Kanak (K). Penampilan anutan ataucommit ego state to user dapat dikenal secara fisik (gestur dan

33 digilib.uns.ac.id 16 postur) dan verbal (kata-kata dan kalimat serta nada suara). Penampilan Orang tua (O) ketika individu ber[erilaku seperti orang tua, dibagi menjadi: OK (Orang tua kritikal) dan OP (Orang tua pengasuh). Penampilan Dewasa (D) ketika individu bertigkah laku secara rasional, melakukan testing terhadap realita. Penampilan Kanak (K) ketika individu melakukan, berperasaan, bersikap seperti yang di lakukan pada waktu masih kecil, dibagi menjadi : Penampilan KB (Kanak bebas) dan Penampilan KS (Kanak sesuai) (Hukom, 1990). Tiap ego state dapat mempunyai batas (boundery). Berne, mendefinisikan ego boundery sebagai suatu membran semipermiabel, melaluinya energi psikis dapat mengalir dari satu ego state ke ego state yang lain. Ego boundary itu harus semipermiabel, karena kalau tidak energi psikis akan terbendung di satu ego state saja dan tidak dapat bergerak bebas spontan bila situasi berubah (Kolegium Psikiatri Indonesia, 2008) Analisis Transaksi Ada tiga tipe utama transaksi yaitu: komplementer, menyilang, dan ulterior. Transaksi komplementer ada kecenderungan untuk berkelanjutan, sehingga setiap tanggapan kemudian menjadi suatu rangsangan baru lagi dan seterusnya. Sebaliknya transaksi silang akan segera memutuskan komunikasi, transaksi silang paling umum menyebabkan kesulitan pergaulan, perkawinan, percintaan, persahabatan atau dalam pekerjaan. Transaksi ulterior adalah transaksi yang tersembunyi sebagian dan ada agenda psikologis maupun sosial yang mendasari. Transaksi ulterior sering merupakan suatu game/permainan (Harris, 1973). Dalam Analisis Transaksional sebuah belaian (stroke) dianggap sebagai unit fundamental dari interaksi sosial. Tukar menukar belaian merupakan suatu transaksi. Setiap transaksi adalah pertukaran stroke. Strokes/belaian

34 digilib.uns.ac.id 17 dapat berupa: verbal atau non-verbal, positif atau negatif, bersyarat atau tidak bersyarat. Stroke positif bilamana penerima pesan mengalami perasaan menyenangkan. Stroke negatif bilamana penerima pesan mengalami perasaan menyakitkan (Honey, 2001). Adanya belaian atau strokes akan menyebabkan adanya posisi hidup seseorang. Belaian atau strokes positif (bersyarat atau tidak bersyarat) maka akan menimbulkan perasaan I m Ok (ASAS = Aku Senang Aman Sentosa), dan lazimnya bila seseorang merasa SAS (Senang Aman Sentosa) maka orang tersebut ingin pula orang lain merasa SAS (posisi hidup l m Ok, You re Ok atau ASAS, ASAS). Terdapat 4 posisi hidup, adalah I m Ok, You re Ok atau ASAS, ASAS; I m Ok, You re not Ok atau ASAS, ATISAS; I m not Ok, You re Ok, ATISAS, ASAS; I m not Ok, You re not Ok, ATISAS, ATISAS. Tujuan terapi AT adalah untuk mencapai posisi hidup I m Ok, You re Ok atau ASAS, ASAS (Berne, 1961 ; Hukom, 1990) Analisis Permainan (Games) Permainan adalah rangkaian transaksi yang bersinambungan yang berakhir dengan perasaan kurang enak dari paling tidak seorang pemain. Permainan itu berkembang dengan tujuan menopang keputusan asli, dan merupakan bagian dari suratan hidup/skrip seseorang. Jadi permainan itu merupakan bagian vital dari interaksi seseorang dengan orang lain. Dan ini perlu untuk disadari apabila orang itu ingin untuk mengurangi perilaku main permainan dan ingin hidup secara otentik. AT menolong orang memahami sifat transaksi mereka dengan orang lain sehingga mereka bisa memberi tanggapan terhadap orang lain dengan cara langsung, penuh dan akrab, sehingga melakukan permainan kemudian dikurangi (Corey, 2009).

35 digilib.uns.ac.id Analisis Skrip Analisis skrip harus menjaga agar tidak berperilaku dengan cara yang menguatkan skrip pasien. Maksud analisis skrip adalah membantu pasien untuk keluar dari skripnya dan setelah itu bertingkah laku secara otonom. Analisis skrip bermaksud untuk membantu pasien meninggalkan keputusan-keputusan awal, yang sebelumnya telah dibuat di berbagai keadaan dan dengan aparatus neopsikis atau dewasa yang tidak lengkap, dengan membuat kembali keputusan-keputusan ulang untuk membuat perubahan (Jones & Nelson, 2011). Sebagai anak-anak mungkin kita menemukan atau salah menerima pesan-pesan yang diberikan orang tua kita, dan oleh karena itu dalam beberapa hal kita berikan kepada diri kita injunksi kita sendiri untuk menghindari bahaya atau untuk tetap bertahan hidup. Meskipun banyak dari injunksi ini yang mungkin cocok untuk situasi tertentu di masa kanak-kanak, sekarang di alam dewasa semuanya tidak cocok lagi. Bagian utama dari terapi AT terdiri dari meningkatkan kesadaran akan sifat-sifat spesifik dari injunksi-injunksi yang membawa ke kesulitan-kesulitan di masa sekarang (Corey, 2009) Hipotesis Keseimbangan Energi profil penampilan pribadi adalah tetap, bila ada energi pada salah satu penampilan anutan bertambah, maka energi di penampilan anutan yang lain akan berkurang. Yang dirumuskan sebagai hipotesis keseimbangan atau constancy hypothesis sebagai berikut : (O+D+K) x a = T. Energi psikologik pada setiap orang terbagi pada setiap penampilan anutan O, D dan K. Dengan fungsionalnya terbagi menjadi OK, OP, D, KB dan KS. Sedangkan a=faktor non psikologis yang mempengaruhi tersebarnya energi dalam commit suatu to user penampilan anutan. Misalnya :

36 digilib.uns.ac.id 19 imbalance hormone, gizi, ruda paksa, deprivasi sensoris. T = Faktor yang konstan, tetap, merupakan jumlah energi yang tersedia pada setiap orang. Maka energi intrinsik dikalikan dengan pengaruh ekstrinsik yang terlepas dari perkembangan psikologis, jumlahnya 100% energi psikologis yang tersedia pada seseorang (Hukom, 1973) Analisis Transaksional dalam Memperbaiki Masalah Emosi dan Perilaku Anak dan Remaja Anak dan remaja dengan masalah emosi dan perilaku seringkali mengalami perlakukan yang tidak sesuai dari lingkungannya yang dapat berupa stigma negatif. Guru merasa sulit mengajari mereka, melihat mereka sebagai anak-anak bodoh, sehingga jarang memberikan masukan yang positif. Teman sebaya menjauhi mereka, sehingga kesempatan untuk belajar bersosialisasi menjadi berkurang. Orangtua lebih banyak memberikan kritik negatif sehingga interaksi antara orangtua dan anak terganggu (Collet et al., 2001). Dengan kritik negatif orang tua terhadap anak akan terjadi transaksi silang. Akibat transaksi silang juga akan terjadi kemarahan, orang akan berpaling dan menjauh sehingga relasi orang tua anak terganggu. Relasi orang tua-anak yang buruk akan menyebabkan hubungan interpersonal terganggu dan komunikasi terganggu sehingga memerlukan psikoterapi AT (Corey, 2009). Analisis Transaksional menyediakan suatu pendekatan terstruktur sehingga anak dapat melihat hubungan diantara apa yang mereka pelajari dalam keluarga mereka dengan perilaku mereka terhadap orang lain. Banyak anak usia muda mendapatkan bahwa pendekatan terstruktur ini bermanfaat sebab membantu mereka memahami bagaimana keluarga dan kebudayaan mereka mempengaruhi mereka. Tujuan utama AT pada anak adalah untuk memfasilitasi wawasan/insight sehingga mereka mampu mencapai kontrol yang lebih tinggi dalam hal pemikiran, perasaan dan tindakan. Karena

37 digilib.uns.ac.id 20 anak mengembangkan pemahaman diri/self understanding ini, mereka juga memperoleh kemampuan membuat perubahan dalam diri mereka sendiri dan dalam transaksi mereka dengan orang lain (Corey, 2009). Terapi Analisis Transaksional akan menguatkan kemampuan seseorang untuk mengumpulkan, mengorganisir dan mengevaluasi informasi agar Dewasa (D) dapat menilai lebih akurat. Bila Dewasa (D) menjadi eksekutif, seseorang akan belajar untuk semakin banyak menerima stimulus melalui Dewasa (D). Ia akan berhenti sejenak, mengobservasi, melihat dan mendengar, dan berpikir sebelum membuat keputusan dan bertindak. Ia akan menentukan apa-apa dari Orang tua (O) dan dari Kanak (K) yang tepat dan pantas untuk digunakan (Kolegium Psikiatri Indonesia, 2008). Program terapi AT menggunakan berbagai pendekatan sesuai masalah yang diproritaskan untuk ditangani lebih dahulu, yaitu : (1). Pendekatan kontraktual, artinya terdapat kontrak antara terapis dengan klien, yang menyatakan tujuan dan arah proses terapi; (2). Pendekatan terapi Gestalt, sering digunakan dalam setting kelompok, yang mendorong anggota kelompok secara spontan terlibat dalam interaksi satu sama lain. Fokus terapi ditujukan pada kesadaran here and now; (3). Metode didaktik menjadi prosedur dasar bagi AT, karena berhubungan dengan proses kognitif; (4). Analisis struktural, dapat membantu klien dalam menemukan perwakilan ego yang menjadi landasan tingkah lakunya; (5). Analisis transaksi, menjabarkan apa yang dilakukan dan dikatakan oleh seseorang kepada orang lain; (6). Teknik kursi kosong, teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan sikapnya. Tujuannya untuk mengakhiri konflik yang tidak selesai di masa lampau; (7). Permainan peran, biasanya dikombinasikan dengan teknik psikodrama; (8). Percontohan keluarga. Klien diminta membayangkan commit suatu to user adegan yang melibatkan sebanyak

38 digilib.uns.ac.id 21 mungkin orang yang berpengaruh di masa lampau termasuk dirinya (Corey, 2009; Stewart & Tilney, 2011). Psikoterapi AT menurut Harris (1973) bertujuan membuat setiap klien yang mendapatkan terapi menjadi ahli/mahir dalam menganalisa transaksi-transaksinya sendiri. Peran klien mempelajari dasar-dasar ego Orang Tua, Dewasa dan Anak, kemudian klien bisa menggunakan dan merasakan kembali cara-cara transaksinya yang lama dalam kelompok AT. Inti penyembuhan dari AT yaitu jika seorang klien bisa menjelaskan dengan kata-katanya sendiri mengapa dia melakukan apa yang dilakukannya dan bagaimana dia menghentikannya, maka dia sembuh dalam arti bahwa dia mengetahui apa penyembuhan itu dan dia bisa menggunakannya berulang-ulang kembali. Menurut Berne penyembuhan merupakan proses progresif yang berlangsung dalam empat tahap yaitu kontrol sosial, penyembuhan gejala, penyembuhan transferensi dan penyembuhan skrip. Atau dengan kata lain tercapainya perubahan diri menjadi otonomi yang mampu memecahkan masalah dengan menggunakan sumber daya dewasa seseorang dengan secara utuh untuk berpikir, merasakan dan berperilaku dalam merespon realitas di sini dan saat ini secara sadar, spontanitas dan kemampuan untuk menjalin kedekatan dengan orang lain tanpa manipulasi (Stewart & Tilney, 2011). Analisis Transaksional sebagai salah satu bentuk psikoterapi berhubungan dengan penurunan level kortisol, penurunan aktivasi sistem saraf simpatis, penurunan level epinefrin dan norepinefrin, penurunan aktivasi sistem renin-angiotensinaldosteron, penurunan level IL-6, TNF-α, dan memperbaiki fungsi imun. Psikoterapi juga mengaktivasi sistem saraf parasimpatis. Aktivasi sistem saraf parasimpatis ini berhubungan dengan suatu penurunan inflamasi. Aktivasi saraf parasimpatis ini dapat secara cepat dan spesifik menghambat commit makrofag to user di dalam jaringan, dan menurunkan

39 digilib.uns.ac.id 22 pelepasan sitokin proinflamasi termasuk IL-1, IL-6 dan TNF-α sehingga meredakan proses inflamasi. Sistem saraf parasimpatis mempunyai pengaruh yang berlawanan dengan aktivitas simpatis, menyebabkan tubuh menjadi mereda (wind down) dan seimbang kembali (rebalance). Aktivasi saraf parasimpatis mempunyai pengaruh yang menghambat aktivasi saraf simpatis (Marsland et al ). AT akan mempengaruhi kognitif dan psikomotor anak sehingga bisa memperbaiki emosi dan perilakunya melalui kortek frontal sedangkan psikofarmakologi pada regio subkortikal otak tengah. Proses kognitif, psikomotor dan sensorimotor berhubungan dengan korteks prefrontal dorsal, cinguli anterior dorsal, parietal, cinguli posterior dan hipokampus. Proses kognitif yang nyata distimulasi emosi berhubungan dengan korteks frontal medial, orbitofrontal dan cinguli anterior perigenual. Proses kognitif-emosi yang tersembunyi dihubungkan oleh regio subkortikal dan temporal medial, termasuk amigdala, ganglia basal ventral, nuklei dan struktur otak tengah. Proses homeostasis tubuh yang berhubungan dengan emosi berhubungan dengan kortek cinguli anterior subgenual, insula anterior dan hipothalamus. Nuklei batang otak dan monoaminergik juga berpengaruh dalam proses ini. Pada akhirnya berdasarkan koneksi dari berbagai regio dalam sirkuit dan kemampuan merespon yang sesuai, maka psikofarmakologi bisa merubah sampai korteks frontal, demikian pula sebaliknya, psikoterapi bisa merubah ke regio otak lebih dalam tidak hanya pada kortek frontal (Holtzheimer & Mayberg, 2008).

PENERAPAN ANALISIS TRANSAKSIONAL DASAR UNTUK MEMPERBAIKI MASALAH EMOSI DAN PERILAKU ANAK DAN REMAJA TESIS

PENERAPAN ANALISIS TRANSAKSIONAL DASAR UNTUK MEMPERBAIKI MASALAH EMOSI DAN PERILAKU ANAK DAN REMAJA TESIS PENERAPAN ANALISIS TRANSAKSIONAL DASAR UNTUK MEMPERBAIKI MASALAH EMOSI DAN PERILAKU ANAK DAN REMAJA TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Kedokteran

Lebih terperinci

APLIKASI ANALISIS TRANSAKSIONAL DASAR PADA MASALAH RELASI ORANG TUA-ANAK UNTUK MEMPERBAIKI MASALAH EMOSI DAN PERILAKU ANAK DAN REMAJA TESIS

APLIKASI ANALISIS TRANSAKSIONAL DASAR PADA MASALAH RELASI ORANG TUA-ANAK UNTUK MEMPERBAIKI MASALAH EMOSI DAN PERILAKU ANAK DAN REMAJA TESIS APLIKASI ANALISIS TRANSAKSIONAL DASAR PADA MASALAH RELASI ORANG TUA-ANAK UNTUK MEMPERBAIKI MASALAH EMOSI DAN PERILAKU ANAK DAN REMAJA TESIS Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Gelar Dokter Spesialis

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. medical hipnosis dan tentang HIV AIDS. Selain itu diharapkan bisa sebagai

KATA PENGANTAR. medical hipnosis dan tentang HIV AIDS. Selain itu diharapkan bisa sebagai KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Alloh Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunianya sehingga penyusunan tesis ini dapat terlaksana. Tesis penelitian dengan judul Medical Hypnosis

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. memberikan dukungan dan terdapat hubungan resiprokal dan saling menghormati.

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. memberikan dukungan dan terdapat hubungan resiprokal dan saling menghormati. BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Perkawinan yang sehat menjadi tujuan awal setiap pasangan untuk dapat mencapai kebahagiaan. Dalam relasi perkawinan yang sehat, pasangan saling memberikan dukungan

Lebih terperinci

Oleh : S Pembimbing: SURAKARTA commit to user

Oleh : S Pembimbing: SURAKARTA commit to user perpustakaan.uns.ac.id APLIKASII TERAPI REALITASTERHADAP DEPRESIDAN KUALITAS HIDUPPASIENPASCA-AMPUTASIEKSTREMITAS TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Gelar Dokter Spesialis Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja dengan perubahan yang mengacu pada perkembangan kognitif, biologis, dan sosioemosional (Santrock, 2012).

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak kemasa

BABI PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak kemasa BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak kemasa dewasa. Pada masa ini, remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, sosial

Lebih terperinci

APLIKASI ANALISIS TRANSAKSIONAL UNTUK MENGATASI PSIKOPATOLOGI PASANGAN DENGAN MASALAH RELASI PERKAWINAN TESIS

APLIKASI ANALISIS TRANSAKSIONAL UNTUK MENGATASI PSIKOPATOLOGI PASANGAN DENGAN MASALAH RELASI PERKAWINAN TESIS APLIKASI ANALISIS TRANSAKSIONAL UNTUK MENGATASI PSIKOPATOLOGI PASANGAN DENGAN MASALAH RELASI PERKAWINAN TESIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Gelar Dokter Spesialis Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN, TINGKAT PENDAPATAN DAN

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN, TINGKAT PENDAPATAN DAN HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN, TINGKAT PENDAPATAN DAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN BAHASA PADA ANAK USIA 3-4 TAHUN DI KECAMATAN NOGOSARI KABUPATEN BOYOLALI TESIS Disusun untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada usia dewasa. Insidens SN pada salah satu jurnal yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada usia dewasa. Insidens SN pada salah satu jurnal yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu penyakit ginjal serta kelainan glomerular pada anak yang paling sering ditemukan. Prevalensi sindrom nefrotik pada anak lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus di perhatikan. Video game yang memiliki unsur kekerasan kini

BAB I PENDAHULUAN. yang harus di perhatikan. Video game yang memiliki unsur kekerasan kini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena bermain video game di kalangan remaja merupakan suatu hal yang harus di perhatikan. Video game yang memiliki unsur kekerasan kini semakin mudah di dapat baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

PENGARUH SELF HELP GROUP TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PADA KEPALA KELUARGA DENGAN PENDERITA DEPRESI TESIS

PENGARUH SELF HELP GROUP TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PADA KEPALA KELUARGA DENGAN PENDERITA DEPRESI TESIS PENGARUH SELF HELP GROUP TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PADA KEPALA KELUARGA DENGAN PENDERITA DEPRESI TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN KONSTRUK HEALTH

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN KONSTRUK HEALTH PATH ANALYSIS HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN KONSTRUK HEALTH BELIEF MODEL DENGAN KINERJA KADER PADA PENGENDALIAN KASUS TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS BAKI KABUPATEN SUKOHARJO TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN PRAKTIK SENAM LANSIA DI DESA SOBOKERTO, NGEMPLAK, BOYOLALI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN PRAKTIK SENAM LANSIA DI DESA SOBOKERTO, NGEMPLAK, BOYOLALI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN PRAKTIK SENAM LANSIA DI DESA SOBOKERTO, NGEMPLAK, BOYOLALI TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan Disusun

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN LINGKUNGAN TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA

PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN LINGKUNGAN TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN LINGKUNGAN TERHADAP PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja menurut Organisasi Kesegatan Dunia (WHO) adalah individu yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja menurut Organisasi Kesegatan Dunia (WHO) adalah individu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja menurut Organisasi Kesegatan Dunia (WHO) adalah individu yang berusia 10 19 tahun. Dua puluh sembilan persen penduduk dunia adalah remaja, dan sebanyak 80% di

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Artikel PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Mardiya Depresi merupakan penyakit yang cukup mengganggu kehidupan. Saat ini diperkirakan ratusan juta jiwa penduduk di dunia menderita depresi. Depresi dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan depresi merupakan penyebab utama terjadinya penyakit dan kecacatan pada remaja usia 10-19 tahun, sedangkan bunuh diri menjadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA BAB 2 TINJUAN PUSTAKA 2.1 Overweight 2.1.1 Definisi Overweight Overweight dan obesitas merupakan dua hal yang berbeda. Overweight adalah berat badan yang melebihi berat badan normal, sedangkan obesitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial,

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa adalah penyakit dengan manifestasi psikologik atau perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial, psikologik, genetika,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN METODE CERAMAH DAN DISKUSI TERHADAP SIKAP TENTANG KEJADIAN MENARCHE

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN METODE CERAMAH DAN DISKUSI TERHADAP SIKAP TENTANG KEJADIAN MENARCHE PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN METODE CERAMAH DAN DISKUSI TERHADAP SIKAP TENTANG KEJADIAN MENARCHE TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan untuk mencapai Derajat Magister Kedokteran Keluarga Dengan Minat

Lebih terperinci

1. Disregulasi Neurologik

1. Disregulasi Neurologik Berdasarkan beberapa bukti penelitian yang pernah dilakukan dapat diketahui paling tidak ada enam faktor penyebab kenakalan remaja, dan masing-masing faktor tidak berdiri sendiri. Keenam faktor tersebut

Lebih terperinci

SEKS PRANIKAH REMAJA (PENYEBAB, PERILAKU, DAN DAMPAK) STUDI KASUS KELOMPOK MAHASISWA DAN REMAJA SMA) DI KABUPATEN KEBUMEN

SEKS PRANIKAH REMAJA (PENYEBAB, PERILAKU, DAN DAMPAK) STUDI KASUS KELOMPOK MAHASISWA DAN REMAJA SMA) DI KABUPATEN KEBUMEN SEKS PRANIKAH REMAJA (PENYEBAB, PERILAKU, DAN DAMPAK) STUDI KASUS KELOMPOK MAHASISWA DAN REMAJA SMA) DI KABUPATEN KEBUMEN TESIS Diajukan Guna Mendapat Gelar Magister Pada Program Studi Magister Kedokteran

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFIKASI DIRI, KEMANDIRIAN BELAJAR DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA

HUBUNGAN EFIKASI DIRI, KEMANDIRIAN BELAJAR DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA i HUBUNGAN EFIKASI DIRI, KEMANDIRIAN BELAJAR DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR DAN KEMAMPUAN AWAL DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA AKADEMI KEPERAWATAN

HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR DAN KEMAMPUAN AWAL DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA AKADEMI KEPERAWATAN HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR DAN KEMAMPUAN AWAL DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA AKADEMI KEPERAWATAN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Pada Program Studi Magister Kedokteran

Lebih terperinci

HUBUNGAN METAKOGNITIF, KEMAMPUAN BELAJAR MANDIRI, MOTIVASI BELAJAR, DAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG KOMPETENSI DOSEN DENGAN PRESTASI BELAJAR TESIS

HUBUNGAN METAKOGNITIF, KEMAMPUAN BELAJAR MANDIRI, MOTIVASI BELAJAR, DAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG KOMPETENSI DOSEN DENGAN PRESTASI BELAJAR TESIS digilib.uns.ac.id HUBUNGAN METAKOGNITIF, KEMAMPUAN BELAJAR MANDIRI, MOTIVASI BELAJAR, DAN PERSEPSI MAHASISWA TENTANG KOMPETENSI DOSEN DENGAN PRESTASI BELAJAR (Studi Kasus pada Kedokteran Keluarga angkatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN MOTIVASI DENGAN

HUBUNGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN MOTIVASI DENGAN digilib.uns.ac.id HUBUNGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN MOTIVASI DENGAN PENCAPAIAN JUMLAH PERTOLONGAN PERSALINAN PADA MAHASISWA SEMESTER VI PRODI D III KEBIDANAN STIKES YARSI SURABAYA TESIS Disusun untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH MEDIA YOUTUBE DAN ALAT PERAGA TERHADAP KECEMASAN DAN PRESTASI KETERAMPILAN LABORATORIUM KEBUTUHAN DASAR MANUSIA TESIS

PERBEDAAN PENGARUH MEDIA YOUTUBE DAN ALAT PERAGA TERHADAP KECEMASAN DAN PRESTASI KETERAMPILAN LABORATORIUM KEBUTUHAN DASAR MANUSIA TESIS PERBEDAAN PENGARUH MEDIA YOUTUBE DAN ALAT PERAGA TERHADAP KECEMASAN DAN PRESTASI KETERAMPILAN LABORATORIUM KEBUTUHAN DASAR MANUSIA TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat MagisterKesehatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN BERPIKIR KRITIS DAN WAKTU TANGGAP PERAWAT DENGAN KUALITAS ASUHAN KEPERAWATAN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA.

HUBUNGAN BERPIKIR KRITIS DAN WAKTU TANGGAP PERAWAT DENGAN KUALITAS ASUHAN KEPERAWATAN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA. HUBUNGAN BERPIKIR KRITIS DAN WAKTU TANGGAP PERAWAT DENGAN KUALITAS ASUHAN KEPERAWATAN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA. TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi perubahan pertumbuhan dan perkembangan. Masa remaja mengalami perubahan meliputi perubahan

Lebih terperinci

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Pendahuluan Tidak ada anak manusia yang diciptakan sama satu dengan lainnya Tidak ada satupun manusia tidak memiliki

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE IBU DAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA KARANGSAMBUNG KABUPATEN KEBUMEN

HUBUNGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE IBU DAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA KARANGSAMBUNG KABUPATEN KEBUMEN HUBUNGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE IBU DAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA KARANGSAMBUNG KABUPATEN KEBUMEN TESIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan

Lebih terperinci

Pedologi. Gangguan Perilaku dan Perkembangan Perilaku Antisosial. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

Pedologi. Gangguan Perilaku dan Perkembangan Perilaku Antisosial. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: Pedologi Gangguan Perilaku dan Perkembangan Perilaku Antisosial Fakultas PSIKOLOGI Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id GANGGUAN TINGKAH LAKU (Conduct Disorder)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Depresi merupakan salah satu masalah psikologis yang sering terjadi pada masa remaja dan onsetnya meningkat seiring dengan meningkatnya usia (Al- Qaisy, 2011). Depresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di kota-kota besar tiap tahunnya menyebabkan kebutuhan akan transportasi juga semakin meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi perhatian serius bagi orang tua, praktisi pendidikan, ataupun remaja

BAB I PENDAHULUAN. menjadi perhatian serius bagi orang tua, praktisi pendidikan, ataupun remaja 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, sehingga tidak berlebihan jika dikatakan bahwa masa depan bangsa yang akan datang akan ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dipandang sebagai proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seseorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPETENSI DOSEN DAN FASILITAS BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA AKADEMI KEBIDANAN ESTU UTOMO BOYOLALI

PENGARUH KOMPETENSI DOSEN DAN FASILITAS BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA AKADEMI KEBIDANAN ESTU UTOMO BOYOLALI PENGARUH KOMPETENSI DOSEN DAN FASILITAS BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA AKADEMI KEBIDANAN ESTU UTOMO BOYOLALI TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seseorang yang mengkonsumsinya (Wikipedia, 2013). Pada awalnya, alkohol

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seseorang yang mengkonsumsinya (Wikipedia, 2013). Pada awalnya, alkohol 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minuman berakohol adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif yang akan menyebabkan penurunan kesadaran bagi seseorang yang mengkonsumsinya

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN METODE CERAMAH DAN DISKUSI TERHADAP SIKAP TENTANG SADARI DITINJAU DARI PENGETAHUAN TESIS

PERBEDAAN PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN METODE CERAMAH DAN DISKUSI TERHADAP SIKAP TENTANG SADARI DITINJAU DARI PENGETAHUAN TESIS PERBEDAAN PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN METODE CERAMAH DAN DISKUSI TERHADAP SIKAP TENTANG SADARI DITINJAU DARI PENGETAHUAN TESIS Disusun untuk memenuhi sebagai persyaratan Mencapai Derajat Magister Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Merupakan masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA Oleh: Alva Nadia Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, dengan Tema: Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama Dunia Maya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk fungsi berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KUNJUNGAN PELAYANAN ANTENATAL PADA IBU HAMIL MASYARAKAT SAMIN TESIS

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KUNJUNGAN PELAYANAN ANTENATAL PADA IBU HAMIL MASYARAKAT SAMIN TESIS HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KUNJUNGAN PELAYANAN ANTENATAL PADA IBU HAMIL MASYARAKAT SAMIN TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memiliki anak yang sehat dan memiliki tumbuh kembang yang baik merupakan dambaan bagi setiap pasangan suami istri yang telah menikah. Anak merupakan berkah yang sangat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO), jumlah remaja di dunia cukup tinggi. Pada tahun 2012 sekitar 1,6 miliar orang di dunia berusia 12-24 tahun (WHO, 2012). Sedangkan

Lebih terperinci

ANALISIS JALUR FAKTOR PENENTU PERKEMBANGAN ANAK USIA 1-3 TAHUN DI KOTA SALATIGA TESIS

ANALISIS JALUR FAKTOR PENENTU PERKEMBANGAN ANAK USIA 1-3 TAHUN DI KOTA SALATIGA TESIS ANALISIS JALUR FAKTOR PENENTU PERKEMBANGAN ANAK USIA 1-3 TAHUN DI KOTA SALATIGA TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Definisi Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan masa dewasa. Dalam masa ini, remaja itu berkembang kearah kematangan seksual, memantapkan identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis multi dimensi yang melanda masyarakat saat. ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis multi dimensi yang melanda masyarakat saat. ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis multi dimensi yang melanda masyarakat saat ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian besar masyarakat dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya.

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DAN KEMANDIRIAN BELAJAR DENGAN MOTIVASI BELAJAR

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DAN KEMANDIRIAN BELAJAR DENGAN MOTIVASI BELAJAR HUBUNGAN POLA ASUH IBU DAN KEMANDIRIAN BELAJAR DENGAN MOTIVASI BELAJAR TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan Magister Kesehatan Program Studi Kedokteran Keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan terhadap golongan pelajar ini dapat menyebabkan pola tidur-bangun. berdampak negatif terhadap prestasi belajarnya.

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan terhadap golongan pelajar ini dapat menyebabkan pola tidur-bangun. berdampak negatif terhadap prestasi belajarnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa kedokteran merupakan golongan dewasa muda yang unik, yang memiliki komitmen akademik dan gaya hidup yang dapat berimbas pada kebiasaan tidurnya dan mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat termasuk penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif lain (NAPZA), tetapi juga meliputi berbagai

Lebih terperinci

TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER)

TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER) TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEDISIPLINAN BELAJAR DAN ADVERSITY

HUBUNGAN ANTARA KEDISIPLINAN BELAJAR DAN ADVERSITY HUBUNGAN ANTARA KEDISIPLINAN BELAJAR DAN ADVERSITY QUOTIENT DENGAN PRESTASI BELAJAR MATA KULIAH KETERAMPILAN DASAR KEBIDANAN II MAHASISWA AKADEMI KEBIDANAN YAPPI SRAGEN TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual yang utuh dan unik, artinya yang merupakan satu kesatuan yang utuh dari aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN DAN POLA ASUH ORANG TUA SERTA TINGKAT PENGETAHUAN ANAK TERHADAP TINGKAT KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT ANAK SEKOLAH DASAR

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN DAN POLA ASUH ORANG TUA SERTA TINGKAT PENGETAHUAN ANAK TERHADAP TINGKAT KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT ANAK SEKOLAH DASAR PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN DAN POLA ASUH ORANG TUA SERTA TINGKAT PENGETAHUAN ANAK TERHADAP TINGKAT KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT ANAK SEKOLAH DASAR TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dari anak-anak menuju dewasa, dimana terjadi kematangan fungsi fisik, kognitif, sosial, dan emosional yang cepat pada laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini berarti seseorang

Lebih terperinci

PENGARUH EDUKASI CERAMAH BOOKLET DAN METODE PENDAMPINGAN TERHADAP KUALITAS HIDUP PADA PASIEN KANKER DITINJAU DARI DUKUNGAN KELUARGA TESIS

PENGARUH EDUKASI CERAMAH BOOKLET DAN METODE PENDAMPINGAN TERHADAP KUALITAS HIDUP PADA PASIEN KANKER DITINJAU DARI DUKUNGAN KELUARGA TESIS PENGARUH EDUKASI CERAMAH BOOKLET DAN METODE PENDAMPINGAN TERHADAP KUALITAS HIDUP PADA PASIEN KANKER DITINJAU DARI DUKUNGAN KELUARGA TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Istilah pubertas juga istilah dari adolescent yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

PROBLEM PSIKOSOSIAL PADA REMAJA YANG ORANG TUA NYA MERANTAU NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

PROBLEM PSIKOSOSIAL PADA REMAJA YANG ORANG TUA NYA MERANTAU NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta PROBLEM PSIKOSOSIAL PADA REMAJA YANG ORANG TUA NYA MERANTAU NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang bervariasi. Kausa gangguan jiwa selama ini dikenali meliputi kausa

Lebih terperinci

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014 PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG CARA MEMANDIKAN BAYI DAN PRAKTEK MEMANDIKAN BAYI IBU POST PARTUM PRIMIPARA TESIS Program Studi Kedokteran Keluarga Minat Utama Pendidikan Profesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan bagian penting dalam rangka tercapainya peningkatan kualitas hidup manusia secara menyeluruh. Transformasi kehidupan masyarakat dari pola agraris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan individu manusia, karena dengan sehat jiwa seseorang mampu berkembang secara fisik, mental dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi masalah kesehatan mental. Jika sudah menjadi masalah kesehatan mental, stres begitu mengganggu

Lebih terperinci

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia. 0leh. Wiendi Wiranty S

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia. 0leh. Wiendi Wiranty S PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMERANKAN TOKOH DALAM PEMENTASAN DRAMA DENGAN METODE ROLE PLAYING DAN MEDIA FILM SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 PUTUSSIBAU KABUPATEN KAPUAS HULU TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013 PENGARUH KEPESERTAAN ASURANSI KESEHATAN DAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN BEROBAT PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA AUDIOVISUAL INTRANATAL DAN

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA AUDIOVISUAL INTRANATAL DAN PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA AUDIOVISUAL INTRANATAL DAN PHANTOM TERHADAP TINGKAT KEMAHIRAN UNJUK KERJA KETERAMPILAN VAGINALTOUCHER (VT) DAN INTRANATAL CARE (Suatu Eksperimen di Prodi S1 Keperawatan STIKes

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN GIZI TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN MINUM TABLET Fe DAN KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER II DI KABUPATEN WONOSOBO TESIS

PENGARUH PENDIDIKAN GIZI TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN MINUM TABLET Fe DAN KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER II DI KABUPATEN WONOSOBO TESIS PENGARUH PENDIDIKAN GIZI TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN MINUM TABLET Fe DAN KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER II DI KABUPATEN WONOSOBO TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sintia Dewi,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sintia Dewi,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fase remaja merupakan masa perkembangan individu yang sangat penting. Alberty (Syamsudin, 2004:130) mengemukakan masa remaja merupakan suatu periode dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Multi krisis yang menimpa masyarakat dewasa ini merupakan salah satu pemicu yang menimbulkan stres, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia.

Lebih terperinci

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA HUBUNGAN MOTIVASI DAN PENGETAHUAN TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN KETAATAN PERIKSA DAHAK PENDERITA SUSPECT TUBERKULOSIS PARU (Di Puskesmas Trenggalek KabupatenTrenggalek) TESIS Disusun untuk Memenuhi

Lebih terperinci

DINAMIKA KOMUNIKASI KADER KELUARGA BERENCANA (Studi Kasus Komunikasi Dialektis dan Dialogis Kader KB Kota Surakarta Di Kalangan Akseptor KB) TESIS

DINAMIKA KOMUNIKASI KADER KELUARGA BERENCANA (Studi Kasus Komunikasi Dialektis dan Dialogis Kader KB Kota Surakarta Di Kalangan Akseptor KB) TESIS DINAMIKA KOMUNIKASI KADER KELUARGA BERENCANA (Studi Kasus Komunikasi Dialektis dan Dialogis Kader KB Kota Surakarta Di Kalangan Akseptor KB) TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk mengklasifikasikan perilaku abnormal pada anak-anak, hal pertama kita harus mengetahui apa yang dianggap normal pada usia tersebut. Untuk menentukan apa yang normal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN SIKAP NASIONALISME DAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH PADA SISWA SMP NEGERI 1 PEDAN

PENERAPAN METODE ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN SIKAP NASIONALISME DAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH PADA SISWA SMP NEGERI 1 PEDAN PENERAPAN METODE ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN SIKAP NASIONALISME DAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH PADA SISWA SMP NEGERI 1 PEDAN TESIS Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, penyalahgunaan konsumsi alkohol sudah. sangat marak di kalangan masyarakat awam. Di Negara maju

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, penyalahgunaan konsumsi alkohol sudah. sangat marak di kalangan masyarakat awam. Di Negara maju BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, penyalahgunaan konsumsi alkohol sudah sangat marak di kalangan masyarakat awam. Di Negara maju maupun berkembang, alkohol sudah menjadi bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari 237.641.326 jiwa total penduduk Indonesia, 10% diantaranya yaitu sebesar + 22.960.000 berusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan sangat penting maka pemerintah Indonesia memberikan perhatian berupa subsidi dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami

Lebih terperinci